BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Istilah manajemen dalam kehidupan masyarakat dewasa ini bukanlah merupakan istilah atau masalah baru. Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengelola aktifitas-aktifitas sekelompok orang agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan perusahaan atau organisasi. Manajemen secara umum sering disebut sebagai suatu proses untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung pengertian bahwa manajemen merupakan suatu ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana cara mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh G.R.Terry yang dikutip oleh Suharyanto dan Hadna (2005:11) adalah : “Manajemen adalah melakukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama orang lain”. Sedangkan menurut Stoner yang dikutip oleh Handoko (2003:8) adalah : “Proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Selain itu kita harus mengetahui fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut : 1. Perencanaan (planning) Merupakan fungsi manajemen yang fundamental, karena fungsi ini dijadikan sebagai landasan atau dasar bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya. Perencanaan meliputi tindakan pendahuluan mengenai apa yang harus 11 12 dikerjakan dan bagaimana hal tersebut akan dikerjakan agar tujuan yang dikehendaki tercapai. 2. Pengorganisasian (organizing) Merupakan proses penyusunan kelompok yang terdiri dari beberapa aktivitas dan personalitas menjadi satu kesatuan yang harmonis guna ditujukan kearah pencapaian tujuan. 3. Menggerakan (actuating) Merupakan suatu tindakan menggerakan semua anggota kelompok agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. 4. Pengawasan (controlling) Merupakan usaha mencegah terjadinya atau timbulnya penyimpanganpenyimpangan aktivitas yang telah dilakukan dari sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses dimana didalam proses tersebut dilakukan melalui fungsi-fungsi manajerial, dikoordinasikan dengan sumber daya, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya lainnya seperti mesin dan modal untuk melaksanakan kegiatankegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen bukan saja mengolah sumber manusia, tetapi juga material, modal dan faktor produksi lainnya. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting yang harus dimiliki oleh setiap organisasi, maka konsekwensi dari semua itu adalah perlunya pengelolaan sumber daya manusia secara baik agar bermanfaat untuk kemajuan organisasi atau perusahaan. Agar lebih memahami dan memperjelas pengertian tentang manajemen sumber daya manusia dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian manajemen sumber daya manusia, seperti yang diungkapkan oleh : Mutiara S.Panggabean (2004:15) adalah sebagai berikut : 13 “Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, memutuskan hubungan kerja”. Adapun arti manajemen sumber daya manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan pembelian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan perorangan, organisasi, dan masyarakat terpenuhi. Sedangkan menurut Mary parker follet yang dikutip oleh Sulistiyanidan dan Rosidah (2003:12)sebagai berikut : “Manajemen sumber daya manusia adalah seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Dari definisi-definisi tersebut di atas kita menekankan pada kenyataan bahwa yang utama sekali kita kelola adalah sumber daya manusia bukan sumber daya yang lainnya. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia tidaklah semudah pengelolaan manajemen lainnya, karena manajemen sumber daya manusia khusus menitik beratkan perhatiannya kepada faktor produksi manusia yang memiliki akal, perasaan dan juga mempunyai berbagai tujuan. Berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuan sebagian besar tergantung pada manusianya. Oleh karena itu tenaga kerja ini harus mendapatkan perhatian khusus dan merupakan sasaran dari manajemen sumber daya manusia untuk mendapatkan, mengembangkan, memelihara, dan memanfaatkan karyawan sesuai dengan fungsi atau tujuan perusahaan. 14 2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Wahyudi (2002:12), mengelompokan fungsi manajemen sumber daya manusia sebagai berikut: 1. Perencanaan (Planning) Adalah melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan 2. Pengorganisasian (Organizing) Adalah menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dekerjakan oleh tenaga kerja yang telah dipersiapkan 3. Pengarahan (Directing) Adalah memberikan dorongan untuk menciptakan kemajuan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien 4. Pengendalian (Controlling) Adalah melakukan pengukuran antar kegiatan yang dilakukan dengan standarstandar yang telah ditetapkan khususnya dibidang tenaga kerja 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan wawasan sehingga orang lain ingin mencapainy. Pemimpin yang baik memberikan pengalaman, keterampilan dan sikap pribadinya untuk membangkitkan semangat kerja sama dan tim kerja. Pemimpin yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa pemimpin, hubungan individu dengan tujuan oprganisasi akan menjadi lemah (renggang) Jadi, pemimpin dengan demikian diperlukan jika suatu organisasi mengharapkan mencapai keberhasilan penuh. Bahkan para pekerja yang terbaik perlu mengetahui bagaimana mereka dapat memberi sumbangan bagi tujuan organisasi. 15 Untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan yang lebih jelas berikut ini disampaikan definisi dari beberapa para ahli : Menurut Marwansyah dan Mukaram (2002:167) adalah sebagai berikut “Kepemimpinan adalah suatu usaha aktivitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain, dan pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi”. Menurut Howard H.Hoyt yang dikutip oleh Kartini Kartono (Buku pemimpin dan kepemimpinan (2003:49): “Kepemimpinan adalah: seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia atau kemampuan untuk membimbing orang”. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana sesorang yang menggunakan wewenangnya mampu mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan seseorang atau sekelompok orang untuk kerja sama dalam situasi tertentu didalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih buruk daripada gaya kepemimpinan lainnya. Definisi gaya kepemimpinan menurut Ranupandojo dan Husnan (2004:224) adalah sebagai berikut : “Gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Sedangkan definisi gaya kepemimpinan menurut Miftah Thoha (2003:303) sebagai berikut : “Gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat”. 16 Berdasarkan definisi-definisi para ahli tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa secara garis besar gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. 2.2.2 Sifat-Sifat Kepemimpinan Menurut Ordway Tead yang dikutip oleh Buchari Alma (2003:132) mengemukakan sepuluh sifat kepemimpinan adalah sebagai berikut : 1. Energi Jasmaniah dan Mental Yaitu seorang pemimpin memiliki daya tahan keuletan, kekuatan yang luar biasa seperti tidak akan habis. 2. Kesadaran Akan Tujuan dan Arah Ia memiliki keyakinan teguh akan kebenaran dan kegunaan dalam mencapai tujuan yang terarah 3. Antuisme Dia yakin bahwa yang hendak dicapai akan memberikan harapan sukses dan membangkitkan semangat optimisme dalam bekerja 4. Keramahan dan Kecintaan Sifat ramah mempunyai kebaikan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kasih sayang , simpati yang tulus , diikuti dengan kesediaan berkorban untuk mencapai kesuksesan perusahaan. 5. Integritas Seorang pemimpin mempunyai perasaan terhadap bawahan maka ia harus menguasai sesuatu pengetahuan atau keterampilan 6. Penguasaan Teknis Agar pemimpin mempunyai wibawa terhadap bawahan maka ia harus menguasai suatu pengetahuan atau keterampilan teknis 17 7. Ketegasan Dalam Mengambil Keputusan Dia harus memiliki kecerdasan dalam mengambil keputusan sahingga dia dapat meyakinkan bawahan, dan mendukung kebijakan yang telah diambil dalam pelaksaan ke depannya • Kecerdasan Seorang pemimpin harus mampu melihat dan memahami sebab dan akibat dari suatu gejala, cepat menemukan solusi dan mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif. • Keterampilan Mengajar Seorang pemimpin adalah guru yang mampu mendidik, mengarahkan, memotivasi karyawannya untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan perusahaan • Kepercayaan Jika seorang pemimpin disenangi oleh bawahan maka akan muncul kepercayaan diri bawahan terhadap pemimpin 2.2.3 Syarat-Syarat Kepemimpinan Syarat-syarat kepemimpinan menurut Arep dan Tanjung (2003:99) secara garis besar idealnya memiliki tiga kategori umum, sebagai berikut : 1. Kemampuan Menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat, ia harus mampu menganalisa suatu masalah, situasi atau serangkaian keadaan tertentu dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat. 2. Kemampuan untuk menyusun organisais, dapat menyeleksi dan menempatkan orang-orang yang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang bersangkutan. 3. Kemampuan untuk membuat sedemikian rupa, agar organisasi berjalan lancar untuk menuju tujuan, cita-cita, dan keputusan dari tingkat yang lebih tinggi kepada bawahan-bawahannya, agar tujuan dan keputusan-keputusan itu dapat diterima dengan baik. 18 2.2.4 Beberapa Teori Kepemimpinan Menurut Miftah Thoha (2003:241), teori mengenai kepemimpinan terdiri atas tiga teori sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat 2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku 3. Kepemimpinan Menurut Teori Situasional Adapun Penjelasan tiga teori kepemimpinan di atas, sebagai berikut: 1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat Teori ini bertolak dasar dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, atau cirri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri, sifat-sifat tersebut dapat berupa fisik, dan dapat pula berupa sifat psikologis. Mengenai sifat atau disebut perangai itu sendiri ada berbagai macam pendapat sehingga lahir tokoh-tokoh pendukung aliran tersebut dengan berbagai pendapat atau teori yang berbeda pula. Salah satu tokoh yang menganut teori ini menurut MiftaThoha (2003:241) adalah sebagai berikut : Keith Davis Davis mengemukakan empat macam kelebihan sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut : • Intelegensia (intelligence) Pada umumnya para pemimpin memiliki kecerdasan yang relative lebih tinggi daripada bawahannya. • Kematangan dan keluasan pandangan sosial (social maturity and Breadth) Para pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal-hal yang bertalian dengan klemasyarakatan • Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam (inner motivation and achievement desires) 19 • Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia (human realtions attitudes) Seorang pemimpin harus selalu lebih mengetahui terhadap bawahannya sebab dalam kehidupan organisasi diperlukan adanya kerja sama atau saling ketergantungan antar anggota-anggota kelompok. 2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku Berdasarkan hasil penelitian biro penelitian bisnis pada Universitas Ohio dan Universitas Michigan yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh seperti Fleismen, Holpin, Winer, Hemphill dan Coons. Penelitian di Universitas Ohio ini menggunakan Kuesioner uraian tingkah laku pemimpin atau Leader Behavior Description Questionare (LBDQ) yang terdiri dari 15 item yang berisi pertanyaan mengenai perhatian. Berdasarkan kuesioner tersebut, kepemimpinan didefinisikan sebagai tingkah laku seorang pada saat mengarahkan aktifitas kelompok kepada pencapaian tujuan. Menurur Marwansyah adan Mukaram (2002:172), Perilaku kepemimpinan dikelompokan kedalam dua dimensi, sebagai berikut : a. Struktur (initiating structure) Struktur (initiating structure)diartikan sebagai derajat yang menunjukan sejauh mana pemimpin mengorganisasikan dan menata pekerjaannya dan pekerjaan bawahan mereka. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan pemberian tugas-tugas, penjadwalan, menetapkan standar kerja yang jelas, mengecam pekerjaan yang buruk, meminta bawahannya untuk mengikuti prosedur standar, dan sebagainya. 20 b. Perhatian (Consideration) Perhatian (consideration) diartikan sebagai derajat yang menunjukan sejauh mana pemimpin memberi perhatian terhadap bawahan dan bertindak dengan cara yang bersahabat dan membantu. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang dicirikan oleh sikap saling percaya dan saling menghormati terhadap yang berhubungan dengan kaitan masalah karyawan diperusahaan dalam keadaan menjalankan tugasnya di dalam perusahaan. Walaupun penekanan utama dalam studi kepemimpinan dari Universias Ohio ini adalah pada perilaku yang diamati, namun demikian staf peneliti mengembangkan pula kuesioner pendapat pimpinan atau Leader Opinion Questionaire (LOQ) dalam mengumpulkan data mengenai persepsi diri dari pemimpin-pemimpin tentang gaya kepemimpinan. Jasi kalau LBDQ diisi oleh bawahan, pengawas, atau kolega (peers), sedangkan LOQ diisi oleh pemimpin sendiri. Didalam perilaku pemimpin, tim dari Universitas Ohio ini menemukan bahwa kedua perilaku struktur dan perilaku perhatian tersebut sangat berbeda dan terpisah satu sama lain. Nilai yang tinggi pada satu dimensi tidaklah mesti diikuti rendahnya nilai dimensi lain. Perilaku pemimpin dapat pula merupakan kedua dimensi perilaku yang dirancang pada sumbu yang terpisah. Empat segi yang dikembangkan untuk menunjukan bermacam kombinasi dari struktur (perilaku tugas) dengan memperhatikan (perilaku hubungan), seperti yang tergambar dibawah ini, sebagai berikut: Gambar 2.1 Segi Empat Kepemimpinan dari universitas Ohio 21 Kedua dimensi tersebut terpisah dan berbeda satu sama lain. Seorang yang mendapatkan nilai tinggi pada suatu dimensi tidak berarti bahwa dimensi yang lainnya juga tinggi. Pendekatan terhadap salah satu dimensi tidak harus berarti melemahkan dimensi yang lainnya. Dengan demikian tingkah laku seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai suatu kombinasi dari kedua dimensi tersebut dan membentuk 4 tingkah laku gaya kepemimpinan sebagai berikut : • Gaya kepemimpinan Struktur tinggi dan perhatian rendah (K1), Yaitu pencapaian target kerja tinggi dan hubungan personal rendah. • Gaya kepemimpinan Struktur tinggi dan perhatian Tinggi (K2), Yaitu Pencapaian target kerja tinggi dan hubungan personal tinggi. • Gaya kepemimpinan Struktur rendah dan perhatian tinggi (K3), Yaitu pencapaian target kerja rendah dan hubungan personal tinggi. • Gaya kepemimpinan Struktur rendah dan perhatian rendah (K4),Yaitu pencapaian target kerja rendah dan hubungan personal rendah. 2.2.5 Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Gaya kepemimpinan (leadership styles) merupakan berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan, yang dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja maupun sebaliknya Stoner et. al (1996). Variabel gaya kepemimpinan merupakan faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja karyawan diukur melalui lima dimensi variabel, yaitu: (a) Gaya partisipatif, (b) Gaya pengasuh, (c) Gaya otoriter, (d) Gaya 22 birokratis, (e) Gaya berorientasi pada tugas. 2.3 Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan faktor yang paling kritis dalam organisasi. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang kuat, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Schein (2004) budaya ada dalam tiga tingkat, yaitu: 1. Artifact (Artifacts) : hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan apa sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhtikan budaya. Artifact termasuk produk, jasa, dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi. 2. Nilai-nilai yang didukung (Espoused Values): Alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu. 3. Asumsi Dasar (Basic Assumption): Keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Sedangkan Luthans (2006), menyatakan budaya organisasi mempunyai sejumlah karakteristik penting. Beberapa diantaranya adalah: 1. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku. 2. Norma. Adalah standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi ”jangan melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit.” 3. Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama. Contohnya adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan efisiensi tinggi. 4. Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan. 5. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan. 23 Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang. 6. Iklim Organisasi. Merupakan keseluruhan ”perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan baru yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar. Hasil penelitian Kotter dan Heskett (1992, dalam Stoner et. al, 1996) menunjukkan bahwa budaya mempunyai dampak yang kuat, dan semakin besar pada prestasi kerja organisasi. Penelitian tersebut mempunyai empat kesimpulan, yaitu: 1. Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. 2. Budaya perusahaan bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya perusahaan dalam dekade mendatang. 3. Budaya perusahaan yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang; budaya itu berkembang dengan mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijaksana dan pandai. 4. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi. 2.4 Komitmen Organisasi 2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai – nilai dan tujuan organisasi. 24 Sedangkan McShane, Steven L., dan Mary Ann Von Glinow (2000 : 208), dalam Umi narimawati (2005) mendefinisikan organisasional menunjukkan suatu keadaan emosi karyawan yang disertakan dalam, diidentifikasi dengan, dan dilibatkan dalam bagian organisasi Selanjutnya Gibson, Ivancevichn dan Donnelly (1994 : 244-245), dalam Umi narimawati (2005) bahwa komitmen terhadap organisasi melibatkan tiga sikap : (1) identifikasi dengan tujuan organisasi, (2) perasaan ketelibatan dalam tugas – tugas organisasi , dan (3) perasaan loyalitas terhadap organisasi. Hal ini berarti karyawan tang komit terhadap organisasi memandang nilai dan kepentingan mengintegrasikan tujuan pribadi dan organisasi, sehingga tujuan organisasi merupakan tujuan pribadinya. Pekerjaan yang menjadi tugasnya dipahami sebagai kepentingan pribadi, dan memiliki keinginan untuk selalu loyal demi kemajuan organisasi. Demikian juga halnya Aranya at al, 1981 yang dikutip oleh Poznanski, Peter J dan Bline, Dennis M (1997 : 155) dalam Umi Narimawati (2007:18) mengemukakan bahwa, komitmen dapat didefinisikan sebagai (1) sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan – tujuan dan nilai – nilai dari organisasi dan atau profesi, (2) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh – sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi (3) sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan atau profesi. Mowday, steers dan Porter, 1982 pada Vandenberg dan Lance, (1992:48), dalam Herwan Abdul Muhyi mendefinisikannya sebagai derajat seberapa jauh pekerja mengidentifikasi dirinya denga organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu. Dengan kata lain komitmen organisasional merupakan sikap mengenai loyalitas pekerja terhadap organisasi dan merupakan proses yang berkelanjutan dari anggota organisasi untuk mengungkapkan perhatiannya pada organisasi dan hal tersebut berlanjut pada kesuksesan dan kesejahteraan (Luthan,1995:113). Sedangkan Mobley (1987:411), dalam Umi Narimawati, mendefinisikan komitmen organisasional sebagai tingkat kekerapan identifikasi dan tingkat keterikatan individual kepada organisasi tertentu yang dicerminkan dengan 25 karakteristik: (a) adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, (b) adanya keinginan yang pasti untuk mempertahankan keikutsertaan dalam organisasi. 2.4.2 Jenis – jenis Komitmen Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994 : 370) oleh Zainuddin membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu : 1. komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai didalam suatu organisasi. 2. komponen normatif merupakan perasaan – perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi 3. komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapi jika ia meninggalkan organisasi 2.4.3 Membangun Komitmen Organisasi Mcshane dan Glinov (2003), dalam Herwan Abdul mengemukakan beberapa cara untuk membangun komitmen karyawan terhadap organisasi, Sbb : 1. Fairness and satisfaction ( keadilan dan kepuasan ) 2. Job security ( keamanan kerja ) 3. Organizational comprehensions (organisasi secara keseluruhan) 4. Employee involvement ( keterlibatan karyawan ) 5. Trusteeng employees ( kepercayaan karyawan ) komitmen karyawan terhadap organisasi, dapat terus ditingkatkan. Sweeney dan Mcfarlin (2000) oleh Herwan abdul mengemukakan beberapa hal yang dapat meningkatkan komitmen para karyawan terhadap organisasi : 1. berusaha meningkatkan input karyawan ke dalam organisasi, karyawan yang merasa bahwa suara mereka didengar cenderung lebih terikat secara efektif 2. perkuat dan komunikasikan nilai – nilai dasar, sikap dan tujuan organisasi. 26 2.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi Kepemimpinan melibatkan lebih dari sekedar menggunakan kekuasaan dan menjalankan wewenang, serta ditampilkan pada tingkat yang berbeda. Pada tingkat individu, misalnya, kepemimpinan melibatkan pemberian nasehat, bimbingan, inspirasi, dan motivasi. Para pemimpin membangun tim, menciptakan kesatuan, dan menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok, dan pada akhirnya pemimpin membangun budaya dan menciptakan perubahan dalam organisasi. Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya, pemimpin-pemimpin diciptakan oleh budaya. Budaya pada hakekatnya merupakan pondasi bagi suatu organisasi. Jika pondasi yang dibuat tidak cukup kokoh, maka betapapun bagusnya suatu bangunan, ia tidak akan cukup kokoh untuk menopangnya. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bagimana budaya itu seharusnya dibentuk. Dari berbagai pendapat tersebut yang tidak bisa dipungkiri adalah peran pimpinan. Para pemimpin organisasi memiliki potensi paling besar untuk menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya organisasional dengan lima mekanise utama, yaitu: 1. Perhatian. Pemimpin berperan dalam hal mengkomunikasikan prioritasprioritas, nilai-nilai, dan perhatian-perhatian mereka melalui pilihan-pilihan untuk menanyakan, mengukur, mengomentari, memuji, dan mengkritik. 2. Reaksi terhadap krisis. Keputusan-keputusan yang diambil para pimpinan sebagai reaksi mereka atas krisis yang dialami organisasi berkaitan erat dengan emosionalitas mereka, oleh para anggota organisasi dapat digunakan untuk meningkatkan potensi mereka dalam rangka mempelajari nilai-nilai dan asumsiasumsi yang ada disekitar mereka. 3. Pemodelan peran. Pemimpin organisasi dapat mengkomunikasikan nilainilai dan harapan-harapan melalui tindakan-tindakan mereka sendiri, khususnya tindakantindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan perilaku-perilaku di luar tugas mereka sehari-hari, seperti organization 27 citizenship behavior, whistleblowing, taking change, role innovation, task revision, dan lain-lain. 4. Alokasi imbalan. Kriteri-kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan imbalan formal seperti upah, promosi, atau penghargaan informal dapat mengkomunikasikan sesuatu yang dianggap bernilai oleh pimpinan maupun oleh organisasi. 5. Kriteria seleksi dan pemecatan. Pimpinan organisasi dapat juga mempengaruhi budaya organisasi dengan merekrut orang-oarang yang memiliki nilai-nilai, keterampilan, atau kompetensi tertentu, dan mempromosikan mereka ke posisiposisi strategis. Kriteria-kriteria pemutusan hubungan kerja (pemecatan) juga merefleksikan nilai-nilai serta perhatian organisasi. Banyak penelitian yang telah dilakukan mencatat bahwa perilaku pemimpin transformasional berpengaruh secara signifikan terhadap budaya organisasi. Budaya organisasi seringkali merupakan hasil kreasi para pendirinya. Secara khusus, kepemimpinan yang diterapkan para pendiri organisasi dan para penerus mereka membantu pembentukan budaya yang berkenaan dengan nilai-nilai dan asumsiasumsi bersama yang dipandu oleh kepercayaan pribadi para pendiri dan pemimpin organisasi. Suhana (2007) dalam penelitiannya menguji hubungan antara gaya kepemimpinan, praktek-praktek MSDM, budaya, komitmen dan kinerja. Hubungan yang signifikan ditemukan antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan komitmen, dan antara budaya organisasi dan kinerja. 2.6 Hubungan Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Maier & Brunstein (2001) merupakan kondisi di mana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224). 28 Teori kepemimpinan (Kreitner dan kinichi, 2000) berasumsi bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer dapat dikembangkan dan diperbaiki secara sistematik. Bagi seorang pemimpin dalam menghadapi situasi yang menuntut aplikasi gaya kepemimpinannya dapat melalui beberapa proses seperti: memahami gaya kepemimpinannya, mendiagnosa suatu situasi, menerapkan gaya kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan situasi atau dengan mengubah situasi agar sesuai dengan gaya kepemimpinannya. Hal ini akan mendorong timbulnya itikad baik atau komitmen anggota terhadap organisasinya. Sovyia Desianty (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi pada PT POS Indonesia (Persero) Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi, dengan mengukur pengaruh gaya kepemimpian transformasional dan kepemimpinan transaksional terhadap komitmen organisasi. Penelitian ini membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap komitmen oraganisasi. Kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh terhadap komitmen, terutama dalam memobilisasi komitmen dalam suatu organisasi yang mengalami perubahan (Noel M. Tichy & David 0. Urlich, 1984). Avolio et al. (2004) menguji psychological empowerment sebagai mediasi hubungan kepemimpinan transformational dengan komitmen organisasional. Mereka juga menguji bagaimana structural distance (kepemimpinan langsung dan tidak langsung) antara para pimpinan sebagai pemoderasi hubungan antara transformational leadership dan komitmen organisasional. Hasil analisanya menunjukkan bahwa empowerment memediasi hubungan antara psychological transformational leadership dan komitmen organisasional. Jean Lee (2005) menguji pengaruh kepemimpinan dan perubahan anggota pimpinan terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa transformational leadership berhubungan positif dengan dimensi leader-member 29 exchange (LMX) dan komitmen organisasional. Kualitas LMX juga memediasi hubungan antara leadership dengan komitmen organisasional.