MATA KULIAH ETIKA DAN BUDI PEKERTI SKS/JS : 2/2 S-1 PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 2009 ninik indawati Materi Etika dan Budi Pekerti ini membahas tentang : Daftar isi : 1. Pendahuluan 2. Hakikat Pendidikan Budi Pekerti 3. Sekolah dalam Pengembangan Nilai Budi Pekerti 4. Peranan Keluarga dalam Penanaman Budi Pekerti 5. Budi Pekerti dalam Pergaulan Masyarakat 6. Pendidikan Budi Pekerti dan Pembangunan Moral Bangsa Bagian pertama : PENDAHULUAN APAKAH ETIKA ITU ? B. SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN BUDI PEKERTI C. TEORI PENGEMBANGAN MORAL DALAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI A. A. APAKAH ETIKA ITU ? Kata-kata ini tidak berfungsi dalam suasana iseng dan remeh, tapi sebaliknya dalam suatu konteks yang serius dan kadang-kadang malah amat prinsipiil Berbicara tentang “etika” dan “moral”, ternyata kita memaksudkan sesuatu yang penting Etika dan Moral Etika berasal dari dari bahasa Yunani kuno, ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak ( ta etha ) artinya : adat kebiasaan, arti inilah yang menjadi terbentuknya istilah “etika”, yang oleh filsuf Yunani Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Amoral dan Immoral Amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, “di luar suasana etis”, “non-moral”. Immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik, “secara moral buruk”, “tidak etis”. Etika dan Etiket Kerap kali istilah ini dicampur adukkan, padahal perbedaan diantaranya sangat hakiki Etika berarti “moral” dan etiket berarti “sopan santun” Dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain, disamping perbedaan ada juga pesamaan. Persamaan : 1. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia (hanya mengenai manusia) 2. Etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia (apa yang boleh/tidak untuk dilakukan) Karena sifat normatif kedua istilah tersebut mudah dicampur adukkan Perbedaan : 1. 2. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia, Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri, etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, etiket tidak berlaku, misal : bila makan sambil berbunyi (makan bersama), Etika tidak tergantung pada hadir/tidaknya orang lain, misal : larangan untuk mencuri. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan Kata yang dekat dengan “etika” adalah “moral”,kata ini berasal dari bahasa Latin mos ( jamak : mores ) artinya : kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris,bahasa Indonesia dan banyak bahasa lain juga menggunakan kata mores dalam arti yang sama. Jadi kata “etika” sama dengan kata “moral”, karena keduanya berarti adat kebiasaan. 3. Etiket bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Etika jauh lebih absolut, “jangan berbohong”, dll.merupakan prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi “dispensasi” Relativitas etiket jauh lebih jelas dan jauh lebih mudah terjadi 4. Jika kita memandang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam” : dari luar sangat sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Tidak merupakan kontradiksi, jika seseorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus bersikap munafik, tapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersikap munafik, sebab bila munafik, dengan sendirinya berarti tidak bersikap etis. Disini memang ada kontradiksi, orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguhsungguh baik. Jelaslah bahwa perbedaan terakhir ini paling penting di antara empat perbedaan di atas. B. SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN BUDI PEKERTI Kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan, politik sangat korupsi, anakanak sama sekali tidak hormat kepada orang tuanya (Cahyoto : 2002) Ajaran budi pekerti di sekolah ditempuh melalui proses panjang itu dapat menghasilkan semangat pada diri siswa untuk memberontak atau melawan tatanan budi pekerti. Salah satu penyebab adalah siswa mencampakkan norma moral/budi pekerti yang diajarkan dalam bentuk himpunan perintah/larangan. Keadaan ini menjadikan siswa melawan norma yang disebabkan oleh hal mendasar, siswa tidak percaya lagi pada norma moral, yang ternyata tidak mengatasi masalah kemasyarakatan yang terus berkembang, bahkan sebaliknya, norma moral/budi pekerti mengalami krisis kewibawaan yang juga menyeret kewibawaan pendidik. Kilpatrick menyatakan bahwa budi pekerti seseorang dapat dikembangkan dengan menggunakan landasan kemampuan dan kebiasaan hidup orang tsb berdasarkan norma masyarakat tempat hidupnya. Norma inilah yang menjadi acuan bagi aktivitas seseorang termasuk didalamnya cita-cita hidup, kemauan bekerja sama dengan orang lain dalam masyarakat. Kegiatan ini mengikat sikap dan minat untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan tidak bersifat umum melainkan terukur untuk diri sendiri yang bersifat unik dan tidak ternilai harganya sepanjang selaras dengan norma moral masyarakat Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa budi pekerti/moral dalam pengertian terluas adalah pendidikan,dengan kata lain budi pekerti mempelajari arti diri sendiri (kesadaran diri) dan penerapan arti diri itu dalam bentuk tindakan, yang berarti memperoleh pengalaman tentang dunia nyata/lingkungan hidup yang sangat berperan dalam pembelajaran budi pekerti. Kehidupan masyarakat yang beraspek budi pekerti merupakan kehidupan yang terus menerus berkembang dan tidak dapat dibuat-buat sehingga pendidik seyogianya membantu siswa untuk mencari dan memperoleh unsur budi pekerti serta memotivasi bagi perkembangan dirinya. Sekolah dapat memberi kesempatan pada siswa untuk melaksanakan budi pekerti, sehingga siswa mampu memerankan dalam masyarakat, Namun sekolah bukan satu-satunya lembaga yang memonopoli pengembangan budi pekerti Untuk dikaji : Bagaimana dengan siswa yang berasal dari keluarga yang dididik dengan kejujuran ? Bagaimana dengan siswa yang berasal dari keluarga yang dididik dengan pelanggaran ? C. TEORI PENGEMBANGAN MORAL DALAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI Terhadap hukuman moral/budi pekerti yang melahirkan pertentangan antara perlu dan tidak perlu akhirnya muncul 3 jenis teori hukuman moral/budi pekerti (Brubacher 1978:210) : 1.Teori Balas Dendam, mengandung prinsip bahwa hukuman merupakan jenis balas dendam. 2.Teori Perlindungan, hukuman dapat dijatuhkan pada seseorang untuk melindungi masyarakat dengan memberi contoh hukuman kepada si pelanggar. 3.Teori Pendidikan, teori ini dianut oleh sekolah yang memandang bahwa kedua teori di atas mengandung kelemahan, yaitu terlalu buruk atau keras sehingga menyingkirkan aspek rehabilitasi anak yang keras kepala. Teori ke tiga ini, hukuman tidak boleh dijatuhkan pada seseorang jika tidak mengandung upaya membina atau mendidik kembali sesuai kehendak masyarakat yang berharap moral harus ditegakkan dalam masyarakat. BAGIAN DUA HAKIKAT PENDIDIKAN BUDI PEKERTI HAKIKAT PENDIDIKAN BUDI PEKERTI A. B. C. D. E. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti, Afektif, Nilai, Moral dan Karakter Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti Tujuan dan Sasaran PendidikanBudi Pekerti Kegunaan atau Fungsi Pendidikan Budi Pekerti Sifat-sifat Budi Pekerti A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti, Afektif, Nilai, Moral dan Karakter Pengertian dalam bhs.inggris diterjemahkan sbg.moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian al.adat istiadat, sopan santun, dan perilaku.Pengertian budi pekerti secara hakiki adalah perilaku. Menurut KBK (2001) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama, sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti berinduk pada etika dan/filsafat moral. Etika ialah studi tentang cara, penerapan hal yang baik bagi hidup manusia (solomon,1984 : 2) mencakup 2 aspek : 1. disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya 2. nilai-nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang menopang nilainilai tsb. Bertens (1993 : 4), mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang/sekelompok orang . Dalam kaitannya dengan budi pekerti, etika membahasnya sebagai kesadaran seseorang untuk membuat pertimbangan moral yang rasional mengenai kewajiban memutuskan pilihan yang terbaik dalam menghadapi masalah nyata. ETIKA Etika : 1.Teori (ilmu) : studi tentang kebaikan dan keburukan perilaku manusia dari segi akal budi 2.Praktis (ajaran) : pola perilaku yang baik : a. perorangan , b. masyarakat Berdasar deskripsi di atas, dapat diuraikan konsep utama budi pekerti dari 3 (tiga pendekatan : 1.Pendekatan Etika (filsafat moral) : Budi pekerti adalah watak/tabiat khusus seseorang untuk berbuat sopan dan menghargai pihak lain yang tercermin dalam perilaku dan kehidupannya. Watak : merupakan keseluruhan dorongan, sikap, keputusan, kebiasaan, dan nilai moral seseorang yang baik, yang dicakup dalam satu istilah sebagai kebajikan 2.Pendekatan Psikologi : Budi pekerti mengandung watak moral yang baku dan melibatkan keputusan berdasar nilai-nilai hidup. Watak seseorang dapat dilihat pada perilakunya yang diatur oleh usaha dan kehendak berdasar hati nurani sebagai pengendali bagi penyesuaian diri dalam hidup bermasyarakat. 3.Pendekatan Pendidikan : Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak/tabiat siswa dengan cara menghayati nilainilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama. Dalam Taksonomi Bloom, pendidikan budi pekerti menekankan : ranah afektif (perasaan dan sikap), tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) ranah skill/psikomotorik : keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat Untuk menghindari kerancuan pendidikan budi pekerti dengan jenis pendidikan afektif, pendidikan moral, pendidikan nilai, dan pendidikan karakter, perlu dikemukakan pengertian masing-masing : 1. Pendidikan Afektif : pendidikan ini berusaha mengembangkan aspek emosi/perasaan yang umumnya terdapat dalam pendidikan humaniora dan seni,namun juga dihubungkan dengan sistem nilai-nilai hidup, sikap, dan keyakinan untuk mengembangkan moral dan watak seseorang. 2. Pendidikan Nilai-nilai Pengembangan pribadi siswa tentang pola keyakinan yang terdapat dalam sistem keyakinan suatu masyarakat tentang hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus dihindari 3.Pendidikan Moral Berusaha untuk mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakat. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. 4. Pendidikan Karakter Sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter/berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. 5. Pendidikan Budi Pekerti Merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak/tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama) Pengertian Pendidikan Budi Pekerti secara Operasional : upaya untuk membekali siswa melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk.terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasar nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. B.Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti Visi budi pekerti : terbentuknya manusia berkualitas & berakhlak Misi budi pekerti : 1. Mengoptimalkan substansi praktis mata pelajaran yang relevan untuk menyemaikan/menanamkan budi pekerti. 2. Mewujudkan interaksi yang kondusif yang mencerminkan akhlak/moral luhur C. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Budi Pekerti 1. Tujuan pendidikan budi pekerti Tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat. Tampaklah bahwa proses berpikir tidak dapat berlangsung tanpa proses feelings (perasaan). Keduanya tidak dapat dipisahkan sehingga makin baik perasaan siswa tentang objek tertentu, Makin besar keingintahuan untuk mendalami Lebih lanjut objek tersebut. Sehingga timbal baLiknya siswa yang makin menguasai suatu Bidang pengetahuan, makin baik pula dalam meng Hargai dan menilai bidang tersebut. Hal ini berlaku Bagi pembahasan budi pekerti yang mengandung ajaran, Nasihat, keyakinan, dan kebajikan. Berdasar kerangka pemikiran di atas, maka tujuan pendidikan budi pekerti adalah : 1. 2. 3. 4. Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa. Siswa mampu mengembangkan watak/tabiat secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya. 2. Sasaran Pendidikan Budi Pekerti : Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa, khususnya unsur karakter/Watak yang mengandung hati nurani sebagai kesadaran diri untuk berbuat kebajikan D. Kegunaan dan Fungsi Pendidikan Budi Pekerti, menurut Draf KBK (2001): a. b. c. d. e. f. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik bagi siswa yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga dan masyarakat Penyaluran, yaitu untuk membantu siswa yang memiliki bakat tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optimal sesuai dengan budaya bangsa Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan siswa dalam perilaku sehari-hari Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa Pembersih, yaitu untuk membersihkan diri dari penyakit hati seperti : sombong, egois, iri, dengki, agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa Penyaring (filter), yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti. E. Sifat-sifat Budi Pekerti 1. Scope Nilai Budi Pekerti : a) meyakini adanya Tuhan YME dan selalu menaati ajaranNya b) menaati ajaran agama c) memiliki dan mengembangkan sikap toleransi d) memiliki rasa menghargai diri sendiri e) tumbuhnya disiplin diri f) mengembangkan etos kerja dan belajar g) memiliki rasa tanggung jawab h) memiliki rasa keterbukaan i) mampu mengendalikan diri j) mampu berpikir positif k) mengembangkan potensi diri l) menumbuhkan cinta dan kasih sayang m) memiliki kebersamaan dan gotong royong n) memiliki rasa kesetiakawanan o) saling menghormati p) memiliki tata krama dan sopan santun q) memiliki rasa malu r) menumbuhkan kejujuran 2. Sifat-sifat Budi pekerti a. budi pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan sesuai dengan hati nuraninya b. Budi pekerti mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia (makin dewasa seseorang makin kuat watak yang terbentuk c. Budi pekerti terbentuk cenderung mewujudkan bersatunya pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti terdapat kesejajaran antara pikiran, ucapan, dan perilaku d. Budi pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan e. Budi pekerti tidak dapat diajarkan langsung kepada seseorang/siswa karena kedudukannya sebagai dampak pengiring bagi mata pelajaran lainnya ( misal tujuan pembelajaran PKn diikuti tujuan pengiring dengan rumusan siswa memperhatikan dan menghargai pendapat temannya) f. Pembelajaran budi pekerti di sekolah lebih merupakan latihan bagi siswa untuk meningkatkan kualitas budi pekerti sehingga siswa terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral di masyarakat pada masa dewasa nanti BAGIAN TIGA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN NILAI BUDI PEKERTI A. Timbul Tenggelamnya Budi Pekerti di Sekolah Ki Supriyoko (2000:8) budi pekerti memang hukumnya wajib dilaksanakan di sekolah, tetapi tidak harus diangkat menjadi mata pelajaran tersendiri. Beberapa hal yang perlu diingat seputar budi pekerti : 1. budi pekerti merupakan perilaku, sehingga tidak harus diajarkan, melainkan dapat diteladankan 2. beban kurikulum sudah berat, sehingga akan menambah beban guru dan murid dan menyiksa guru 3. tanggung jawab bersama, budi pekerti adalah tanggung jawab semua guru bukan tanggung jawab orang per orang di sekolah 4. terakomodasi di mata pelajaran yang lain, seperti melalui pendidikan agama B. Budi Pekerti Sebagai Poros Tujuan Pendidikan Nasinal Tujuan ini senada dengan cita-cita pendidikan nasioal, menurut Yumama (2000:45) diwujudkan melalui tiga hal : 1. usaha mencerdaskan siswa dalam kerangka kehidupan bangsa, 2. Integritas kepribadian sebagai wujud pengembangan manusia seutuhnya yang meliputi religiusitas dan budi pekerti, skill dan kesehatan jasmani rohani 3. Pembentukan sikap, dasar yang meliputi kemandirian dan rasa tanggung jawab sosial C. Tugas Sekolah dalam Penanaman budi pekerti 1. Pemberdayaan Sopan Santun dan Etika Akademik Sekolah adalah wahana yang paling strategis untuk membantu keluarga dan masyarakat dalam penanaman budi pekerti. Meskipun siswa-siswa hanya terbatas berada di lingkungan sekolah, namun di institusi ini, siswa akan lebih patuh dan muda dibentuk budi pekertinya. Paling tidak, dengan keterikatan siswa pada nilai raport/ijasah yang selalu dikaitkan dengan budi pekerti, mereka akan lebih bertanggun jawab. 2. Guru Ideal dalam penanaman Budi Pekerti Guru dituntut menjadi figur : ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ungkapan Ki Hadjar Dewantara (Bratawijaya, 1997:113) diartikan sebagai sikap pimpinan (guru) harus mampu memberi teladan kepada murid-muridnya, seperti bertindak jujur dan adil. Guru juga harus mampu memberi motivasi kepada murid untuk belajar keras. Guru juga perlu memberikan kepercayaan kepada muridestui dan mengarnya untuk mempelajari sesuatu sesuai minat dan kemampuannya. Guru tinggal mengarahkan saja. Jika guru sekedar bisa ceramah/omong kosong saja, kemungkinan besar siswa akan kehilangan tauladan. Gurupun harus memiliki budi pekerti : 1. tekun mengajar 2. tanpa pamrih 3. bersikap asih terhadap murid 4. selalu tanggap sasmita terhadap situasi dan kondisi, dapat mengetahui apa yang diharapkan siswa, 5. dapat menjawab segala pertanyaan murid 6. tidak menganggap remeh terhadap kemampuan murid 7. tidak gila sanjungan dan keminter Guru ideal harus berhati mulus, kata-katanya halus, tidak jorok, bersikap baik, mantap, berjuang kearah keadilan, dan cermat D. Pengembangan Domain Afektif dan penilaian Budi Pekerti Pendidikan tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga transfer of values, bahwa sekolah adalah wahana efektif untuk mentransfer nilai-nilai untuk membentuk ranah afektif yang meliputi sikap, nilai, dan minat siswa. Domain afektif, memang selalu menjadi perdebatan dalam kancah pendidikan. Domain ini merupakan bagian dari ketiga domain pendidikan yang dicetuskan Bloom (taksonomi Bloom), yaitu domain kognitif, psikomotorik, dan afektif. Domain kognitif berupa pengetahuan, domain psikomotorik berupa keterampilan, dan domain afektif berupa sikap, perilaku, minat, dan budi pekerti. Ketiga domain tsb. Seringkali tidak sebanding dalam penggarapan pendidikan, kendati para teknokrat pendidikan sudah berusaha keras untuk menyeimbangkan. Kadang domain kognitif yang paling mendapat perhatian khusus oleh para pelaksana pendidikan. Padahal dua domain yang lain, terutama domain afektif jelas tidak kalah pentingnya dalam rangka membentuk pribadi sumber daya manusia E. Media Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti 1. Memberdayakan Lagu Dolanan Anak a. membangun Watak Religius Religiusitas termasuk budi pekerti yang bersifat transendental. Anak-anak akan belajar watak religi dari keluarga. Jika keluarga termasuk taat menjalankan kaidahkaidah religi, tentu saja anak-anak akan menurutinya. b. Membentuk Watak Rajin dan tidak Sombong Sekolah mempunyai tanggung jawab moral untuk membentuk siswa agar tidak menyombongkan diri, meskipun nilai raportnya tinggi/NEM-nya paling tinggi, mereka tidak bersikap membusungkan dada kalau mendapat nilai baik. 2. Membentuk Watak Prihatin Sikap dan tindakan harus lurus, yakni yangsesuai dengan tuntunan Tuhan. Yakni agar manusia kearah tindakan yang lurus, dalam masyarakat Jawa dikenal sebagai laku prihatin. BAGIAN EMPAT PERANAN KELUARGA DALAM PENANAMAN BUDI PEKERTI A. Budi Pekerti dalam Keluarga Sering Diabaikan Ketika persoalan bangsa dililit oleh berbagai masalah pelik baru ada kesadaran bahwa pendidikan akhlak mulia sangat bermanfaat, karena persoalan akhlak mulia ada kaitannya dengan pendidikan, banyak pihak selalu mempercayakan pendidikan akhlak hanya melalui jalur pendidikan. Jika diamati pendidikan budi pekerti melalui sekolah hanya sebagian kecil. Siswa/mahasiswa justru banyak belajar budi pekerti di luar sekolah, terutama melalui keluarga mereka masing-masing. Sayangnya pendidikan budi pekerti melalui keluarga sering dilupakan Lepas dari gagasan munculnya pendidikan budi pekerti dalam wacana pendidikan, namun jalur pendidikan keluarga adalah ladang yang strategis untuk belajar budi pekerti sejak dini/keluarga adalah tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan sosial dan budi pekerti sebagai bekal hidup kemasyarakatan (Ki Hadjar Dewantara) Persoalannya sekarang, seberapa jauh peran keluarga mampu mendongkrak ketidakberdayaan pendidikan budi pekerti. Apakah keluarga dapat berperan dalam membendung laju tumbuhnya perkembangan akhlak bangsa yang mulai terpengaruh oleh budaya asing ? Persoalan ini yang harus dijawab oleh para teknokrat pendidikan dan setiap anggota keluarga.Keluarga adalah tempat yang utama dan pertama bagi seorang anak untuk belajar budi pekerti, di tangan keluarga pula anak-anak akan mempelajari watak mulia dan watak yang tidak baik. B. Keluarga Sebagai Basis pendidikan Budi Pekerti 1.Basis Pendidikan Moral Keluarga adalah tempat ideal penyemaian pendidikan budi pekerti. Di dalam keluarga, anak akan banyak belajar secara praktis melalui berlatih dan meniru budi pekerti orang di sekitarnya, lebih-lebih meneladani orang tuanya. Melalui pendidikan moral dalam keluarga yang menjadi basis awal budi pekerti, anak akan semakin sadar terhadap kehadiran dirinya di dunia. 2. Basis Pembentukan Sikap Hidup Sikap hidup merupakan faktor penting yang menetukan keberhasilan dalam pergaulan sosial. Penguasaan sikap hidup merupakan fondasi utama akhlak mulia. Perbuatan manusia akan sangat ditentukan oleh sikap hidup mereka masing-masing C. Tugas Keluarga dalam Pendidikan Budi Pekerti 1. Mendidik Budi Pekerti Sejak Usia Sebelum Lahir 2. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Budi Pekerti a. Tanggung Jawab seorang Ibu Ia adalah pembuka jalan bagi pendidikan budi pekerti. Banyak tatakrama yang ditanamkan seorang ibu mulai dari hal yang sepele sampai hal-hal yang istimewa Seorang ibu sering menanamkan budi pekerti dengan memberikan larangan-larangan tertentu kepada anaknya b. Tanggung Jawab seorang Ayah Ayah berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan anak2nya, misal ……. Orang tua sering memberi pelajaran budi pekerti dengan memberi sanksi kepada anaknya, tidak mungkin kalau akan melebihi batas kekuatan yang diberi hukuman 3. Memberi Tauladan Pergaulan dalam Keluarga Pergaulan suami isteri biasanya menjadi pedoman anakanaknya. Dalam budaya Jawa dikenal ungkapan banyu iku mili medhun artinya bahwa budi pekerti orang tua dapat ditiru oleh anak keturunannya. Jika hubungan suami isteri tidak dapat menunjukkan hak dan kewajiban masing-masing secara berimbang, anak-anak pun akan menirunya. D. Tugas Keluarga dalam Penanaman Akhlak Seksual 1. Mencegah Tindakan Asusila Tindakan asusila merupakan perilaku yang melanggar budi pekerti Dalam masyarakat Jawa tindakan asusila berhubungan dengan pelanggaran norma-norma seksual. Orang ang melanggar perilaku seksual dianggap nistha (hina). Hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa persoalan seks tergolong sangat agung/luhur 2. Kramanisasi dalam Etika Seksual Jika persoalan seks itu dipandang dari sisi keilmuan, akan menjadi seksologi. Seksologi Jawa sebenarnya amat agung dan kaya berbagai makna, makna tersebut perlu diterjemahkan manakala seseorang akan mengajarkannya kepada orang lain. Tindakan seks merupakan gambaran kramanisasi seksual. Yakni gambaran seks secara halus (krama), tidak vulgar. BAGIAN LIMA BUDI PEKERTI DALAM PERGAULAN MASYARAKAT Budi Pekerti A. Budi Pekerti dan Perubahan Masyarakat Budi pekerti mulai menjadi perbincangan yang amat seru, ketika kondisi bangsa mulai dililit oleh persoalan etika pergaulan. Berbagai pelanggaran etika pergaulan dalam wacana politik, pers, akademik, birokrasi, ekonomi, hukum,dsb telah membuktikan bahwa kita sedang dilanda keprihatinan moralitas bangsa. Pada saat bangsa kita mulai tergelincir dalam era pergaulan bebas, krisis kepercayaan, erosi akhlak, pelecehan seksual, perebutan kekuasaan, disintegrasi bangsa,dll, budi pekerti baru dirasakan penting. Atas dasar hal tsb, mengisyaratkan bahwa budi pekerti dapat ditanamkan dimasa saja. Sekolah hanya salah satu tempat untuk membentuk budi pekerti. Namun, peran serta keluarga dan masyarakat juga tidak dapat diremehkan sebagai ladang penyemaian budi pekerti. Anak-anak kita jauh lebih lama dalam pergaulan di masyarakat dan keluarga dibanding di sekolah. Di luar sekolah sikap dan perilaku anak justru sering terpengaruh oleh kontak budaya dengan orang lain, yang cepat atau lambat akan mewarnai budi pekerti anak-anak. B. Erosi Budi Pekerti dalam Pergaulan Masa Kini 1. Pengaruh Era Globalisasi Sikap-sikap yang berbau kekerasan dan kebrutalan juga mulai merambah di dunia pendidikan. Tawuran antar pelajar yang berbuntut pada kekerasan fisik, juga merupakan fenomena kemerosotan budi pekerti. Tindakan-tindakan asusila baik yang dilakukan oleh murid dengan sesama murid maupun guru dengan muridnya atau sesama guru. Era kesejagatan dan multidimensional telah memberi warna tersendiri dalam membentuk watak bangsa 2. Pengaruh “anak pembantu” dan “anak televisi” Ayah atau ibu yang jarang di rumah, atau bahkan ada yang hanya seminggu, satu bulan, dan semester sekali kumpul di dalam keluarga. Jika kemungkinan terakhir ini yang terjadi, sangat mungkin bahwa budi pekerti anak cenderung merujuk akhlak pembantu. Tanpa mengecilkan watak dan tabiat pembantu ada yang berbudi pekerti luhur, namun perlu diingat bahwa pembantu tetap orang lain dalam keluarga. Maksudnya tanggung jawab moral pembantu terhadap anak kadang-kadang patut diragukan. Dalam kehidupan masa kini, anak-anak kita cenderung betah di depan pesawat televisi berjamjam. Karenanya bukan tidak mungkin jika perilaku dan gaya hidupnya akan diwarnai oleh cerita atau penampilan yang mereka tonton. C. Pentingnya Budi Pekerti dalam Pergaulan Sosial Budaya 1.Membentuk Pribadi yang Humanistis Esensi kualitas manusia ini, menurut budaya spiritual Jawa terbagi ats empat tingkatan, yaitu 1. Wong (manusia hewani), yaitu manusia yang belum atau tidak mengetahui budi pekerti, 2. Manungsa (manusia insani), yaitu manusia yang telah memahami dan menjalankan hidup budi pekerti luhur, 3. Jalma (manusia Ilahi), yaitu manusia yang telah ikhlas menjalankan perintah-perintah Tuhan Yang maha Esa, 4. Jalma winilis (manusia penerima petujuk Tuhan Yang Maha Esa), yaitu manusia yang telah diperkenankan menerima petunjuk Tuhan Yang Maha Esa dan siap menjalankan misi-Nya 2.Membentuk Etika Sosial yang Harmonis 3.Memberi Wawasan Psikologi Sosial a. Barometer Sosial Masyarakat memiliki pengendali sosial (sosial kontrol) yang harus dipelihara kelangsungannya) b. Nilai Rasa dalam Hubungan Sosial Nilai rasa dalam keluarga (Jawa) menjadi unsur sentral dalam penanaman budi pekerti 4.Kunci Sukses dalam Pergaulan di Masyarakat a. Watak Among Amot terhadap Sesama (bisa mengenakkan sesama) b. Tatakrama Pergaulan mulia BAGIAN ENAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DAN PEMBANGUNAN MORAL BANGSA A. Krisis Mentalitas dan Moralitas Bangsa permasalahan yang krusial untuk ditangani antara sebagai berikut 1.Arah pendidikan telah kehilangan objektivitasnya 2.Proses pendewasaan diri tidak berlangsung baik di lingkungan sekolah 3.Proses pendidikan di sekolah sangat membelenggu siswa, bahkan juga para guru 4.beban kurikulum yang demikian berat, lebih parah lagi hampir sepenuhnya diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif belaka, sedang ranah afektif dan psikomotorik hampir tidak mendapat perhatian untuk pengembangan sebaik-baiknya. 5.Meskipun ada materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi seperti mata pelajaran agama, umumnya disampaikan dalam bentuk verbalisme. Akibatnya bisa diduga, mata pelajaran agama cenderung sekadar untuk diketahui dan dihafalkan agar lulus ujian, tetapi tidak untuk diinternalisasikan dan dipraktekkan sehingga betul-betul menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri setiap siswa. B. Peran Moral dan Budi pekerti serta Etik Pendidikan dalam Pembangunan Bangsa Lembaga-lembaga pendidikan tinggi, personil pendidikan, dan para siswa dan mahasiswa haruslah bersikap dan berperilaku sebagai berikut 1. Menjaga dan mengembangkan fungsi-fungsi krusial mereka dengan pelaksanaan etika 2. Menjaga kelugasan ilmiah dan akademis dalam berbagai kegiatan 3. Melaksanakan kapasitas intelektual dan prestise moral mereka secara aktif, menyebarkan nilai-nilai yang diterima secra universal, termasuk perdamaian, dan solidaritas yang tinggi Apabila dicermati pendidikan tinggi dan pendidikan pada umumnya bertugas mengembangkan setidak-tidaknya lima bentuk kecerdasan, yaitu : 1. kecerdasan intelektual 2. kecerdasan emosional 3. kecerdasan praktikal 4. kecerdasan sosial 5. kecerdasan spiritual dan moral Azyumardi Azra (2000), dalam kerangka paradigma baru pendidikan nasional, terdapat rumusan tentang nilai-nilai dasar pendidikan nasional yang terdiri dari delapan butir, yaitu sebagai berikut : 1. Keimanan dan ketakwaan, yakni bahwa pendidikan harus memberikan atmosfir religiusitas kepada siswa 2. Kemerdekaan, yakni kebebasan dalam pengembangan gagasan, pemikiran, dan kreativitas 3. Kebangsaan, yakni komitmen kepada kesatuan kebangsaan dengan sekaligus menghormati pluralitas 4. keseimbangan dalam perkembangan kepribadian dan kecerdasan anak 5. Pembudayaan, yakni memiliki ketahanan budaya dalam ekspansi budaya global 6. Kemandirian dalam pikiran, dan tindakan, tidak tergantung pada orang lain 7. Kemanusiaan, yakni menghormati nilai-nilai kemanusiaan, akhlak, budi pekerti, dan keadaban 8. Kekeluargaan, yakni ikatan yang erat antara komponen sekolah, keluarga, dan masyarakat C. Membentuk Budi Pekerti dan Membangun Karakter Melalui Pendidikan Berbagai pihak, menghidupkan kembali wacana tentang pendidikan budi pekerti, seperti Depdikbud dan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) membahas masalah pendidikan budi pekerti ini, kemudian menerbitkan semacam pedoman bagi pendidikan budi pekerti. Sebagai kesimpulan dan rekomendasi penting dari wacana tersebut adalah: 1. 2. Pendidikan budi pekerti bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab keluarga dan lingkungan sosial yang lebih luas. Pendidikan budi pekerti sesungguhnya telah terkandung dalam pendidikan agama dan mata pelajaran lain. Akan tetapi kandungan budi pekerti tersebut tidak bisa teraktualisasikan karena adanya kelemahan mata pelajaran agama dalam segi metode maupun muatan yang lebih menekankan pengisian aspek kognitif daripada aspek afektif Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan krisis ekonomi dan politik Indonesia yang juga memicu peninjauan ulang terhadap pendidikan nasional, maka perdebatan tentang pendidikan budi pekerti kembali menjadi wacana publik. Akan tetapi hasil perumusan Depdiknas (2000) dan Depag (2000) menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti bukan menjadi mata pelajaran tersendiri (monolitik), tetapi merupakan program pendidikan terpadu yang memerlukan perilaku, keteladanan, pembisaan, bimbingan, dan penciptaan ingkungan yang kondusif. Dengan demikian, pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran dan program pendidikan, seperti pendidikan agama dan PPKn, sperti dapat terlihat, rincian nilai-nilai budi pekerti yang diberikan Depdiknas dan Depag pada intinya merupakan nilai-nilai keagamaan dan akhlak, yang secara sosial dan kultural dipandang dan diakui sebagai nilai-nilai luhur bangsa.Analisis tersebut menekankan bahwa pendidikan budi pekerti yang integratif merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Meskipun demikian, dalam pendidikan budi pekerti siswa, dan akhirnya, pembentukan karakter anak-anak bangsa, seolah-olah dapat dan harus melakukan sesuatu sebagaimana disarankan berikut ini : 1. 2. 3. Menerapkan pendekatan modelling dan exemplary, yaitu mencoba dan membiasakan siswa dan lingkungan pendidikan secara keseluruhan untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai yang benar dengan memberikan model atau teladan Menjelaskan/menklarifikasikan secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik /buruk Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education). Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan sebisa mungkin memasukkan (character based approach) ke dalam setiap pelajaran yang ada. Good luck and good personality