gambaran perkembangan sosial anak berkesulitan belajar spesifik

advertisement
GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL
ANAK BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK
(STUDI KASUS TERHADAP 3 SISWA SEKOLAH DASAR
TALENTA JAKARTA)
Esti Susanti, Lia Djoemeliarasanti Djoekardi
1. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
memberikan gambaran perkembangan sosial anak berkesulitan belajar spesifik di Sekolah
Dasar Talenta dengan melihat pada tiga proses, yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima
secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa anak berkesulitan belajar spesifik memiliki
perkembangan sosial yang spesifik.
Kata kunci: perkembangan sosial, anak berkesulitan belajar spesifik
The Description of Social Development on Children
with Spesific Learning Disability
(A Case Study of 3 Students in Talenta Elementary School Jakarta)
Abstract
This study is descriptive study that uses qualitative approach. This study gives an overview of
the social development of children with specific learning disabilities in Sekolah Dasar Talenta
by looking at the three processes, learn to behave in a socially acceptable, plays a social role
that is acceptable, and the development of social attitudes. The result of this study describes
that children with spesific learning disabilities have spesific social development.
Key Words: social development, children with spesific learning disabilities
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Pendahuluan
Perkembangan anak menjadi suatu topik yang menarik untuk diteliti, dimana anakanak terlahir ke dunia dengan berbagai macam kondisi. Ada anak yang terlahir dengan
sempurna tanpa kekurangan suatu apa pun, namun ada pula anak yang terlahir dengan
keterbatasan tertentu. Sehingga dalam perkembangan antara satu anak dengan anak yang
lainnya pun menjadi berbeda-beda.
Anak-anak yang terlahir dengan keterbatasan tertentu disebut anak berkebutuhan
khusus. Menurut panduan penanganan anak berkebutuhan khusus bagi pendamping (orang
tua, keluarga, masyarakat) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia tahun 2013, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual,
sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.
“Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia menurut data BPS pada tahun 2005,
sebesar 42.870.041 jiwa. Jika asumsi PBB yang menyatakan bahwa paling sedikit 10 persen
anak usia sekolah (5-14 tahun) menyandang kebutuhan khusus digunakan, maka terdapat 4,2
juta Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia” (Djibril, 2013). Dari data tersebut,
dapat terlihat bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia cukup banyak
dan patut untuk diberi perhatian khusus karena permasalahan ini terkait dengan kesejahteraan
anak.
Menurut Undang-undang mengenai Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun 1979 Pasal 1
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan
dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Hal senada juga tertulis dalam undangundang tentang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, bahwa perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Salah satu dari kelompok anak berkebutuhan khusus tersebut yaitu Anak Berkesulitan
Belajar Spesifik. “Kesulitan belajar spesifik adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari
proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
tulisan.
Gangguan
tersebut
mungkin
menampakkan
diri
dalam
bentuk
kesulitan
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan
tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan
afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema
belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan,
pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional atau
karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.” (Hallahan, Kauffman, dan Lyod,
2006: 14)
Schwartz dalam Hallahan, Kauffman dan Lyod (2006) menegaskan bahwa dua
masalah utama yang dihadapi anak berkesulitan belajar adalah masalah akademik dan
masalah pribadi-sosial. Dalam masalah akademik, Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
mengalami kesulitan membaca, menulis dan berhitung. Sedangkan untuk masalah pribadisosial, Schwartz menyatakan bahwa hal ini terkait dalam segi perkembangan anak. Gallagher
& Kirk (1986) menyatakan dalam segi perkembangan, anak berkesulitan belajar mengalami
hambatan yang disebabkan oleh gangguan perhatian, gangguan memori, gangguan persepsi
visual motorik, proses berpikir dan bahasa. Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan Anak
Berkesulitan Belajar Spesifik mengalami kesulitan dalam proses interaksi sosialnya dengan
orang-orang di sekitarnya. Hal senada diungkapkan Bryan & Bryan (1986), bahwa anak
dengan kesulitan belajar seringkali mengalami masalah-masalah di dalam interaksinya dengan
orang tua, guru, teman bermain atau orang asing.
Proses sosial atau sosialisasi berkaitan erat dengan perkembangan diri seseorang.
Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2012: 55) menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan
dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis
mencakup hubungan antar-individu, antar-kelompok, atau antara individu dan kelompok.
Narwoko & Suyanto (2011: 74) menyatakan bahwa proses sosialisasi merupakan proses
belajar. Lewat proses sosialisasi, individu-individu masyarakat belajar mengetahui dan
memahami perilaku mana yang harus dilakukan dan perilaku mana yang tidak boleh
dilakukan. Dengan kata lain, lewat sosialisasi setiap individu mengetahui peranan masingmasing dalam masyarakat, dan karenanya dapat menjalankan peranan sosial masing-masing.
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Yusuf (2011: 122) menyatakan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah
merupakan suatu pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan
tradisi: meleburkan diri menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Untuk mencapai kematangan sosial, Yusuf (2011: 122) menyatakan bahwa anak harus
belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh
anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat dilihat bahwa proses perkembangan anak
sangat dipengaruhi oleh bagaimana bimbingan dan perlakuan orang-orang terdekat dari anak
dalam mengenalkan aspek kehidupan sosial dan norma-norma dalam masyarakat.
Sekolah Talenta merupakan sekolah khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar Spesifik.
Kondisi sosial siswa di Sekolah Talenta memiliki perbedaan dengan kondisi sosial siswa di
sekolah umum. Secara kasat mata dapat terlihat bahwa di sekolah umum dapat terlihat bahwa
anak-anak usia sekolah dasar menunjukkan hubungan yang baik dengan teman-temannya,
sering bercanda dan tertawa, meskipun terkadang diselingi dengan saling mengejek atau
perselisihan-perselisihan kecil.
Sedangkan kondisi sosial siswa di Sekolah Talenta terlihat kurang dapat bergaul
dengan teman-temannya, menunjukkan sikap yang kurang bersahabat, misalnya tidak suka
didekati oleh orang yang baru dikenal, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung dan marah
ketika temannya menjahilinya atau mengajaknya bercanda, suka berbuat kasar dengan cara
mencubit, memukul, mendorong atau mengejek temannya.Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah:
•
Bagaimana gambaran perkembangan sosial Anak Berkesulitan Belajar Spesifik di
Sekolah Talenta?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
•
Mendeskripsikan perkembangan sosial Anak Berkesulitan Belajar Spesifik di Sekolah
Talenta
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Tinjauan Teoritis
•
Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
“Kesulitan belajar spesifik adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.
Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan,
berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup
kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar
yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau
motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional atau karena kemiskinan
lingkungan , budaya, atau ekonomi.” (Hallahan, Kauffman, dan Lyod , 1985: 14)
The National Joint Committee for Learning Dissabilities (NJCALD) menyatakan
bahwa kesulitan belajar spesifik mungkin terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang
mengganggu (Lovvit, 1987: 7). Kesulitan belajar spesifik terkadang disertai dengan
kelemahan lainnya. Salah satu yang menjadi penyerta atau komorbid dari kesulitan belajar
spesifik adalah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Osman (2002) menyatakan
bahwa riset menunjukan bahwa ADHD saling melengkapi kelemahan lainnya, terutama
kesulitan belajar.
Seperti hal nya kesulitan belajar, ADHD dianggap mempunyai dasar
neurofisiologikal.
•
Perkembangan Sosial
Yusuf (2011: 122) mendefinisikan perkembangan sosial sebagai pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi: meleburkan diri menjadi suatu kesatuan,
saling berkomunikasi dan bekerja sama. Perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar
ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak
hubungan sosialnya telah bertambah luas (Yusuf, 2011: 180).
Hurlock (1978: 250) menyatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu
bermasyarakat (socialized) memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam suatu proses
akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Ketiga proses ini adalah:
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial
mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk
dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.
Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat norma-norma sebagai patokan perilaku
yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Narwoko & Suyanto (2011), menjelaskan
norma-norma tersebut menjadi folkways, mores, hukum, dan nilai. Pada penelitian ini
hanya menggunakan folkways dan hukum, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Folkways, yang berarti tata cara yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh
rakyat kebanyakan. Didalam literatur-literatur sosiologi, folkways dimaksudkan
untuk menyebutkan seluruh norma-norma sosial yang terlahir dari adanya
pola-pola perilaku yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan di dalam
kehidupan mereka sehari-harinya, karena dipandang sebagai suatu hal yang
lazim. Oleh karena itu walaupun folkways itu semula memang merupakan
sesuatu kebiasaan dan kelaziman belaka (yaitu sesuatu yang terjadi secara
berulang-ulang dan ajeg di alam realita), namun karena dikerjakan secara
berulang-ulang maka berangsur-angsur terasa kekuatannya sebagai hal yang
bersifat standar, yang karenanya secara normatif wajib dijalani.
Folkways kebanyakan dianut orang di dalam batas-batas kelompok tertentu.
Ancaman-ancaman sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran folkways pun
hanya akan datang dari kelompok-kelompok tertentu itu saja. Oleh karena itu,
sanksi-sanksi informal yang mempertahankan folkways sering kali terbukti
tidak efektif kalau ditunjukkan kepada orang-orang yang tidak menjadi warga
penuh dari kelompok pendukung folkways itu.
Contohnya seorang anak kota, misalnya yang berdandan “gila-gilaan” di
tengah-tengah desa, walaupun akan dipergunjingkan dengan hebatnya oleh
orang-orang sedesa, pasti tidak akan merasakan sakitnya ejekan-ejekan dan
pergunjingan-pergunjingan itu. Hal ini karena si anak kota walaupun secara
fisik memang betul berada di tengah desa, tetapi secara mental dan sosial dia
masih tetap berada di kota, dan hidup di tengah-tengah kelompok orang-orang
kota.
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
b. Hukum, hukum diadakan untuk menegakkan keadaan tertib sosial. Berbeda
dengan dengan folkways dan mores, pada hukum, terdapat organisasi atau
institusi yang secara formal dan berprosedur bertugas memaksakan ditaatinya
kaidah-kaidah sosial yang berlaku.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Soekanto (2012: 212) menyebutkan
peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Soekanto mengatakan
bahwa peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position)
merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi
masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan
sebagai suatu proses. Peranan mungkin mencakup tugas hal, yaitu sebagai berikut:
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan
yang
membimbing
seseorang
dalam
kehidupan
kemasyarakatan.
2) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Raharjo (2009: 63-64) mengatakan bahwa setiap orang mempunyai peran tertentu
sesuai dengan status sosial yang disandangnya. Status sosial adalah suatu kedudukan
sosial seseorang di masyarakat yang dapat diperoleh dengan sendirinya (otomatis)
melalui usaha ataupun karena pemberian.
Interaksi sosial akan mendorong individu untuk dapat mencapai status sosial yang
lebih tinggi. Peran sosial berisi tentang hak dan kewajiban dari status sosial. Peran
memiliki fungsi mengatur perilaku individu yang berhubungan dengan status
sosialnya. Status sosial yang berbeda menyebabkan terjadinya peran sosial yang
berbeda pula.
Peran sosial adalah suatu tingkah laku yang diharapkan dari individu sesuai dengan
status sosial yang disandangnya, sehingga peran dapat berfungsi pula untuk mengatur
perilaku seseorang. Dalam penelitian ini melihat peran sosial anak sebagai seorang
siswa. Abdullah (2008: hal 57) menyebutkan bahwa sebagai murid di sekolah, seorang
pelajar, dituntut dapat berperan secara ideal menurut statusnya. Peran ideal tersebut di
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
antaranya adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mematuhi tata tertib
sekolah, memperhatikan dan melaksanakan perintah dan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru, dan bersikap santun.
3. Perkembangan sikap sosial. Untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik, anakanak harus menyukai orang lain dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya,
mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Pada masa akhir anak-anak, perkembangan sikap sosial ini ditandai dengan adanya
minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama
dengan teman-temannya.
Cunningham & Siegel dalam Mash & Wolfe (1999) menyatakan bahwa dalam
berhubungan dengan teman sebaya, anak ADHD sulit untuk memberi dan menerima, saling
bekerja sama, dan saling berbagi. Anak ADHD juga sering bersikap impulsif, agresif,
emosional, tidak kooperatif, pengecut dan pengacau. Wenar (1994) menambahkan anak
ADHD tampak banyak berbicara, seperti mengejek teman.
Whalen dalam Mash dan Wolfe (1999) mengatakan beberapa karakteristik perilaku
anak ADHD dalam berhubungan dengan teman sebaya yaitu sering keras kepala, tidak
sensitif terhadap siuasi sosial, bersikap tidak patuh dan mengganggu dalam kelas, bersikap
curiga, terlalu cepat memberikan reaksi dan merasa bingung terhadap reaksi negatif orang lain
terhadap perilaku yang ditampilkan anak.
“Ada tingkat problem sosial bagi anak-anak yang berkesulitan belajar dan ADHD
yang kemudian akan berdampak pada perkembangan sosialnya. Ada anak yang hanya kurang
tahu tentang perilaku yang pantas, yang lain tahu, tapi kurang mampu menerapkannya, dan
yang lain lagi tahu, tapi tidak bisa melihat efek perilaku mereka, dan karenanya terus
berperilaku tidak semestinya.
1. Anak yang tidak memahami perilaku sosial yang pantas, yaitu bagaimana harus
bersikap terhadap orang lain dalam suatu situasi tertentu, bisa diperkenalkan denga satu
“pelajaran bergaul”. Ini dapat berupa sebuah cerita yang dirancang untuk menjelaskan.
Contohnya orang tua atau guru dapat menjelaskan kepada anak bagaimana harus
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
bersikap kepada temannya atau bagaimana anak harus bersikap ketika berada di situasi
atau lingkungan tertentu.
2. Bagaimanapun juga banyak anak ADHD yang terampil bergaul, namun tidak mampu
menerapkan karena kebutuhannya sendiri menghambat intelektualitasnya. Ada seorang
anak laki-laki yang mengatakan, “Otakku tahu apa yang harus diperbuat, tapi aku tidak
bisa menyuruh tubuhku melakukannya”. Ini khas anak yang kurang mampu
memperhatikan. Sebagai contoh, ketika ia tahu ketika ada orang yang berbicara ia harus
mendengarkan, namun karena kebutuhan di dalam dirinya ia mengalihkan perhatiannya
ke hal lain, melakukan gerakan-gerakan yang mengganggu orang yang sedang berbicara
dengannya misalnya berjalan-jalan.
3. Tingkat ketiga dari problem sosial disebabkan karena si anak tidak mampu
memonitor dan mengevaluasi perilakunya sendiri. Ada anak yang mengerti perilaku
yang pantas dan kalau perlu dapat menekan keinginanannya sendiri, namun
kelihatannya benar-benar tidak menyadari efek dari aksinya dan bagaimana orang lain
menanggapinya. Anak ini melihat setiap situasi sebagai kejadian pertama dan
karenanya, tidak belajar dari pengalaman. Konvensi dan aturan pergaulan tidak bisa
disamaratakan, jadi perilaku-perilaku kurang pantas di masa lalu tidak hilang. Hal-hal
inilah yang paling sukar untuk dibicarakan karena anak-anak baru mengerti apa yang
salah setelah terjadi.” (Osman, 2002: 85)
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian, Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
(Moleong, 2007: 6). Sedangkan berdasarkan jenis penelitiannya, penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif. Penelitian secara deskriptif itu sendiri menurut Neuman (2013: 44)
adalah menyajikan gambaran yang spesifik mengenai situasi, penataan sosial, atau hubungan.
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa pendekatan kulitatif dan jenis penelitian
deskriptif
sesuai
dengan
tujuan
penelitian,
yaitu
menggambarkan
perkembangan sosial anak berkesulitan belajar spesifik.
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
perkembangan
Informan dalam penelitian ini adalah stakeholder yang berada di dalam lingkungan sekolah
dan di lingkungan luar sekolah. Keseluruhan informan berjumlah 7 orang, dengan 4 orang
stakeholder yang berada di dalam lingkungan sekolah yang terdiri dari 1 kepala sekolah, 1
konselor, 2 guru, dan 3 orang stakeholder yang berada di luar lingkungan sekolah yaitu orang
tua murid.
Tabel 1. Karakteristik Informan
No. Inisial
Jenis Kelamin
Umur
Keterangan
1.
MN
Perempuan
36
Orang Tua NA
2.
MA
Perempuan
36
Orang Tua AN
3.
MH
Perempuan
40
Orang Tua HI
4.
WM
Laki-laki
31
Wali Kelas NA dan AN
5.
MR
Laki-laki
36
Wali Kelas HI
6.
AS
Perempuan
49
Konselor
7.
SF
Laki-laki
36
Kepala Sekolah
Sumber: Olahan Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Studi literatur dan dokumentasi. Pengumpulan data ini dilakukan melalui kajian literatur
dan studi kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan teori yang digunakan pada penelitian.
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data melalui sumber-sumber tertulis.
Cresswell (2013: 270) mengungkapkan bahwa pengumpulan data berdasarkan studi literatur
bisa berupa dokumen publik (seperti koran, makalah, laporan kantor) ataupun dokumentasi
privat (seperti diari, surat, email). Disamping itu pengumpulan data juga dapat didapatkan
melalui buku-buku, media online, laporan jurnal serta penelitian terdahulu.
b. In depth interview atau wawancara mendalam, yaitu pembicaraan dengan tujuan tertentu,
pembicaraan antara peneliti dan informan yang terfokus pada persepsi informan tentang
dirinya, kehidupannya serta pengalamannya yang kemudian diekspresikan dalam bahasa
mereka. (Minichiello, Rosalie, Eric, dan Louis, 1995). Pada penelitian ini dilakukan in depth
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
interview dengan beberapa orang informan yang dipilih berdasarkan keperluan informasi yang
diinginkan. Informasi-informasi yang didapatkan ini menjadi landasan bagi penyusunan
analisis. Instrumen yang digunakan dalam proses wawancara mendalam adalah menggunakan
pedoman wawancara tidak terstruktur.
Teknik analisa data Neuman (2013) adalah dengan mengumpulkan berbagai macam data yang
terdiri dari catatan lapangan, hasil wawancara, observasi, gambar, dan dokumen-dokumen
lainnya.
Kemudian
data
dikelompokan
menjadi
hasil
rekaman
suara,
rekaman
gambar/penglihatan, dan catatan lapangan. Setelah itu dilakukan pemilahan dan
penggolongan berdasarkan tujuan penelitian. Penggolongan data tersebut meliputi open
coding, yaitu membaca dan memahami dengan seksama semua catatan data dan menulis kode
yang menggambarkan ide, proses, dan tema. Tahap selanjutnya axial coding, axial coding
adalah menyusun semua data yang telah diberi kode tersebut menjadi struktur yang
disesuaikan dengan hubungan antar data-data dengan kode tersebut. Tahap selanjutnya adalah
selective coding, yaitu menentukan dan memilih data yang sudah teroganisir dan meriview
data asli untuk memilih penjelasan atau iustrasi terbaik dalam laporan. Terakhir
menginterpretasikan dan mengelaborasi data menjadi laporan penelitian
Hasil Penelitian
Tabel 2. Kondisi NA, AN, HI
No. Inisial Jenis
Kelamin
Umur Lama bersekolah
Kondisi Biologis
di Sekolah Talenta
1.
NA
Laki-laki 9
2 tahun
Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
kategori Disleksia (kesulitan membaca)
2.
AN
Laki-laki 10
1 tahun
Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
kategori Disleksia (kesulitan membaca)
disertai ADHD
3.
MH
Laki-laki 12
1 tahun
Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
kategori Disleksia (kesulitan membaca)
disertai ADHD
Sumber: Olahan Penelitian
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Tabel 3. Perkembangan Sosial NA, AN, HI
Tiga Proses Sosial dalam Perkembangan Sosial Hurlock
Belajar
berperilaku yang
diterima
secara
sosial
Menjalankan Peran
Sosial
yang
Dapat
Diterima
NA AN HI
Memberi salam kepada guru saat tiba disekolah
ü
ü
Duduk rapi saat pelajaran berlangsung
ü
Berdoa sebelum dan sesudah belajar
ü
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
ü
Berdoa sebelum dan sesudah makan
ü
Membuang sampah pada tempatnya
ü
Meminta izin pada guru jika ingin keluar kelas
ketika pelajaran berlangsung
Meminta izin ketika meminjam sesuatu dan
mengucapkan terimakasih setelah dipinjamkan
Meminta maaf ketika melakukan kesalahan
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
Memakai seragam sekolah rapi sesuai ketentuan
ü
Masuk pukul 07.50 WIB
ü
Rambut Siswa laki-laki tidak boleh panjang
ü
ü
ü
ü
ü
ü
Berperilaku Sopan
Siswa dilarang mem-bully teman
Memperhatikan guru yang sedang mengajar
ü
ü
Mengerjakan tugas yang diberikan guru
ü
ü
Bersikap santun
ü
Perkemba- Membentuk sebuah geng
ngan Sikap Sosial
ü
Sumber: Olahan Penelitian
Pembahasan
Perkembangan sosial merupakan suatu proses pencapaian individu untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan dapat menjalankan peran sosialnya
sehingga ia diterima di dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dilihat
bahwa perkembangan sosial merupakan hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Pada
anak berkesulitan belajar spesifik, mereka memiliki kondisi khusus yang menyebabkan
adanya hambatan-hambatan tertentu yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
sosialnya. Dalam penelitian ini, mengangkat studi kasus pada 3 orang anak berkesulitan
belajar spesifik untuk dilihat perkembangan sosialnya, yaitu AN, NA dan HI.
Seperti yang telah disebutkan Hurlock bahwa perkembangan sosial berarti perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk menjadi orang yang
mampu menjalankan tuntutan sosial tersebut atau dengan kata lain untuk menjadi orang yang
mampu bermasyarakat, diperlukan tiga proses, yaitu belajar berperilaku yang diterima secara
sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan perkembangan sikap sosial, Untuk itu
dalam analisis ini akan melihat ketiga proses tersebut.
•
Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Untuk dapat bermasyarakat anak harus mengetahui perilaku yang dapat diterima secara sosial.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada norma-norma yang berlaku. Berdasarkan jenisjenis norma yag diungkapkan oleh Narwoko, terdapat norma folkways (kebiasaan), norma
mores (moral), norma hukum dan norma nilai. Dalam analisis ini digunakan norma-norma
yang ada di sekolah untuk melihat kemampuan anak dalam berperilaku yang dapat diterima
secara sosial. Hal ini dengan pertimbangan bahwa sebagian besar norma-norma yang
diterapkan di Sekolah Talenta merupakan norma-norma yang berada di masyarakat.
Berdasarkan temuan lapangan, norma yang ada di Sekolah Talenta termasuk dapat dilihat
sebagai norma hukum dan norma folkways (kebiasaan). Seperti yang dijelaskan oleh
Narwoko dan Suyanto (bahwa norma hukum diadakan untuk menegakkan keadaan tata tertib
sosial. Di sekolah Talenta, peraturan-peraturan yang dibuat bertujuan untuk menciptakan tata
tertib sosial di sekolah. Sedangkan dari sudut norma kebiasaan, Narwoko dan Suyanto
menjelaskan norma kebiasaan adalah tata cara yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat
kebanyakan. Pihak sekolah mengakui bahwa norma atau tata tertib yang ada di sekolah
memang memasukkan norma-norma masyarakat pada umumnya. Hal tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa siswa-siswa Talenta dipersiapkan untuk dapat hidup bermasyarakat
seperti masyarakat pada umumnya.
Di Sekolah Talenta norma kebiasaan ini meliputi memberi salam kepada guru saat tiba di
sekolah, duduk rapi saat pelajaran berlangsung, berdoa sebelum dan sesudah memulai
pelajaran, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, berdoa sebelum dan sesudah makan,
membuang sampah pada tempatnya, meminta izin pada guru jika ingin keluar kelas ketika
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
pelajaran berlangsung, meminta izin ketika ingin meminjam sesuatu dan mengucapkan terima
kasih setelah dipinjamkan, dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan.
Sedangkan norma hukum yang berupa tata tertib Sekolah Talenta meliputi memakai seragam
sekolah rapi sesuai dengan ketentuan, masuk sekolah pukul 07.50 WIB, rambut siswa lakilaki tidak boleh panjang, berperilaku sopan dan siswa dilarang mem-bully teman. Dalam
pembahasan poin ini, penulis hanya menggunakan norma kebiasaan, karena norma hukum
yang berupa tata tertib Sekolah Talenta akan dibahas di poin berikutnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan MH, MA dan AN, mereka mengatakan telah mengajari
anak-anak mereka mengenai norma kebiasaan dan norma hukum yang ada di Sekolah Talenta.
Bahkan sebagian norma telah diajarkan sebelum masuk sekolah. Namun para orang tua
tersebut mengakui bahwa anak-anak mereka belum sepenuhnya mampu melaksanakan normanorma tersebut secara keseluruhan. Hal senada juga diungkapkan oleh MR dan WM selaku
guru dan wali kelas.
HI belum dapat mematuhi norma kebiasaan seperti memberi salam, berperilaku sopan,
meminta izin saat ingin meminjam sesuatu dan mengucapkan terimakasih setelah
dipinjamkan, dan meminta maaf setelah melakukan kesalahan. Norma kebiasaan yang AN
belum dapat patuhi, yaitu duduk rapi saat pelajaran berlangsung, membuang sampah pada
tempatnya, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dan meminta maaf setelah
melakukan kesalahan. Dalam kasus NA, menurut penuturan WM selaku wali kelas dan guru
dan MN selaku orang tua, mereka mengatakan bahwa NA sudah mampu menjalankan norma
kebiasaan tersebut, meskipun terkadang sesekali masih diingatkan.
Osman mengatakan bahwa anak berkesulitan belajar dan ADHD tidak memahami perilaku
sosial yang pantas, yaitu bagaimana harus bersikap terhadap orang lain dalam suatu situasi
tertentu. Selain itu Osman juga mengatakan bahwa anak ADHD mengalami suatu kondisi
dimana sebenarnya otak mereka mengetahui apa yang harus dilakukan namun tubuh mereka
tidak mampu melakukannya. Hal tersebut juga terjadi pada NA, AN dan HI. Hal ini dapat
terlihat dari hasil temuan lapangan yang menyatakan bahwa mereka paham akan normanorma tersebut namun masih melanggarnya. Untuk kasus NA, berdasarkan temuan lapangan
NA sudah memang sudah mampu menerapkan norma kebiasaan, meskipun terkadang sesekali
masih harus diingatkan. Sedangkan dalam kasus AN dan HI, mereka berdua masih sering
melanggar beberapa norma kebiasaan yang ada di sekolah.
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
•
Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Raharjo mengatakan bahwa peran sosial berisi tentang hak dan kewajiban dari status sosial.
Peran memiliki fungsi mengatur perilaku individu yang berhubungan dengan status sosialnya.
Dalam penelitian ini, peran sosial HI, AN dan NA dilihat dari peran sosial mereka sebagai
seorang siswa. Abdullah menyebutkan bahwa peran sosial sebagai murid diantaranya adalah
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mematuhi tata tertib sekolah, memperhatikan
dan melaksanakan perintah dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dan bersikap santun.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, NA dapat memperhatikan guru yang sedang mengajar,
mengerjakan tugas yang disuruh oleh guru sesuai dengan yang diharapkan dan bersikap
santun dengan tidak berkata kasar. Namun NA belum dapat menjalankan tata tertib sekolah
seperti bersikap sopan dan dilarang mem-bully teman.
HI memang dapat memperhatikan dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan yang
diharapakan. Namun HI belum dapat menjalankan tata tertib yang berlaku di sekolah seperti
berperilaku sopan dan dilarang mem-bully teman. HI juga belum dapat bersikap santun, HI
suka berkata kasar. AN belum dapat memperhatikan guru yang sedang mengajar. Selain itu
AN juga sering tidak dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Sebagian tata tertib sekolah
belum dapat dipatuhi, dan AN juga belum dapat bersikap santun.
Seperti yang dikatakan oleh Gunarsa dan Gunarsa bahwa anak dituntut untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya yang baru, yaitu lingkungan sekolah serta teman-temannya. Di
dalam sekolah, para siswa perlu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya termasuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma dan tata tertib yang ada.
Salah satu norma yang merupakan tata tertib yang dilanggar oleh ketiganya adalah larangan
mem-bully teman. Wenar mengatakan bahwa pada masa anak-anak tengah anak ADHD
tampak banyak bicara seperti mengejek teman. Pada ketiga kasus anak ini yang merupakan
ADHD adalah HI dan AN, sedangkan NA murni berkesulitan belajar spesifik tanpa komorbid
ADHD. HI dan AN suka mem-bully temannya baik berupa lisan maupun fisik. NA juga suka
mem-bully temannya, hanya saja Bull-an yang dilontarkan oleh NA bersifat ikut-ikutan
dengan teman-temannya.
Whalen menyebutkan bahwa ada beberapa karakteristik perilaku anak ADHD dalam
berhubungan dengan teman sebaya. Beberapa di antaranya yang terlihat dalam diri HI adalah
bersikap tidak patuh dan mengganggu dalam kelas, bersikap curiga, dan terlalu cepat
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
memberikan reaksi.HI bersikap tidak patuh terbukti dari beberapa norma yang ia langgar. HI
juga mengganggu dalam kelas dengan mengejek temannya. HI juga mudah merasa curiga
pada temannya, saat temannya berniat mengajak HI bercanda HI justru salah menangkap
maksud temannya dan mengartikannya sebagai ancaman bagi dirinya dan ia terlalu cepat
memberikan reaksi akan hal tersebut. Oleh karena itu hampir setiap hari ia berselisih dengan
temannya.
Beberapa karakteristik perilaku ADHD yang terdapat pada diri AN adalah bersikap tidak
patuh dan mengganggu dalam kelas. AN melanggar sebagian norma hukum dan kebiasaan
yang ada di sekolah. Selain itu AN juga sering mengganggu dalam kelas dengan mem-bully
temannya atau dengan ikut campur urusan temannya. Contohnya seperti pada saat diberikan,
AN justru malah sibuk mengomentari pekerjaan temannya
Dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada di sekolah, HI, AN, dan NA terlihat
belum dapat menjalankan norma tersebut secara keseluruhan. Ada beberapa norma yang
masih mereka langgar dan harus tetap diingatkan oleh orang tua dan guru. Osman mengatakan
bahwa anak-anak tersebut tidak mampu memonitor dan mengevaluasi perilakunya sendiri.
Sehingga hal tersebut berdampak pada pencapaian perkembangan sosial anak berkesulitan
belajar spesifik dan ADHD, dalam bahasan ini adalah AN, NA dan HI, menjadi spesifik,
berbeda dengan pencapaian perkembangan sosial anak pada umumnya yang seusia dengan
mereka.
•
Perkembangan Sikap Sosial
Yusuf menyatakan bahwa perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai
dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk
ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan
sosialnya telah bertambah luas. Untuk anak berkesulitan belajar spesifik, hal ini juga berlaku,
namun lebih lama prosesnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Purwanto Heri, Pujaningsih, Rahmah, Bastiana & Asri bahwa
kesulitan belajar spesifik pada anak berdampak negatif pada kondisi psikologis anak dengan
kesulitan belajar spesifik. Anak berkesulitan belajar spesifik lebih sering merasa sendiri dan
mempunyai perasaan negatif atau situasi hati yang tidak baik.
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Berdasarkan temuan lapangan, HI sering menarik diri dari pergaulan dan cenderung lebih
pendiam saat ia bertemu dengan orang baru. AN sering merasa bahwa teman-temannya tidak
mau bermain dengannya. NA penakut, cenderung menarik diri dari pergaulan dan merasa
tidak percaya diri. Hal-hal tersebut akhirnya menyebabkan mereka sulit mengakrabkan diri
dengan orang lain sehingga proses perkembangan sikap sosial anak usia sekolah yang
mengacu pada bermain secara berkelompok atau membuat sebuah geng memiliki proses yang
lebih lama dibandingkan dengan anak pada umumnya.
AN dan NA belum masuk ke tahap untuk membentuk geng. Menurut penuturan MA dan MN
selaku orang tua AN dan NA serta WM selaku wali kelas dan guru, AN dan NA bermain
secara acak. Mereka belum memiliki kesadaran terhadap kebutuhan hidup secara
berkelompok. Sedangkan HI yang berusia 12 tahun, ia sudah mencapai tahap ini. Meskipun
menurut penuturan MR, geng yang dimiliki oleh HI bersifat temporer.
Keterlambatan yang mereka alami ini dapat disebabkan oleh perasaan negatif yang mereka
rasakan. Heri dkk menyatakan bahwa kesulitan belajar spesifik pada anak berdampak negatif
pada kondisi psikologis anak dengan dengan kesulitan belajar spesifik. Anak berkesulitan
belajar spesifik lebih sering merasa sendiri dan mempunyai perasaan negatif/ situasi hati yang
tidak baik.
Berdasarkan temuan lapangan, NA merupakan anak dengan latar belakang kondisi
berkesulitan belajar spesifik dengan klasifikasi disleksia, mempunyai rasa percaya diri yang
rendah dan penakut. Hal ini lah yang membuat NA sulit untuk cepat bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan sulit untuk membentuk geng.
AN merupakan anak dengan latar belakang kondisi berkesulitan belajar spesifik dan memiliki
komorbid ADHD. AN sering menangis dan mengatakan kepada ibunya bahwa temantemannya tidak mau bermain dengannya. Menurut penuturan MA, AN sering usil dengan
teman-temannya dengan cara mendorong ataupun mencubit. Hal senada juga diungkapkan
oleh WM selaku wali kelas. WM mengatakan AN sering melakukan bully terhadap temantemannya dalam bentuk fisik maupun lisan. Hal ini lah yang menghambat AN untuk
membentuk geng.
HI dengan latar belakang kondisi anak berkesulitan belajar spesifik dan ADHD, sudah dapat
membentuk sebuah geng. MH mengatakan bahwa di rumah HI mempunyai teman-teman
sebaya yang selalu bermain dengannya. MR juga mengatakan bahwa di sekolah HI
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
mempunyai sebuah geng, namun bersifat temporer. Geng HI terbentuk karena memiliki
ketertarikan yang dalam hal game. Namun geng ini juga sering bubar dengan sendirinya
ketika sedang ada perselisihan. MR mengatakan bahwa perselisihan yang terjadi ini karena
perilaku HI yang banyak bicara dan terkadang bicaranya menimbukan provokasi, itu yang
akibatnya akan menimbulkan perselisihan.
Selain itu, HI mudah terpancing emosinya. Ia mudah marah dengan candaan temannya.
Perilaku HI tersebut menunjukkan perilaku ADHD nya. Anak ADHD tampak banyak
berbicara, seperti mengejek teman. Anak dengan ADHD dalam berhubungan dengan teman
sebaya sering keras kepala, tidak sensitif terhadap situasi sosial, bersikap tidak patuh dan
mengganggu dalam kelas, bersikap curiga, terlalu cepat memberikan reaksi dan merasa
bingung terhadap reaksi negatif orang lain terhadap perilaku yang ditampilkan anak. Hal-hal
tersebut lah yang kemudian menyebabkan geng HI bersifat temporer.
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dijabarkan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak
berkesulitan belajar spesifik memilki perkembangan yang spesifik. Mereka memiliki
pencapaian perkembangan sosial yang berbeda dengan anak pada umumnya. Orang tua dan
pihak sekolah memiliki peran yang besar dalam membantu anak berkesulitan belajar spesifik
untuk mendapatkan perkembangan sosial yang maksimal.
Saran
1. Guru diharapkan mengevaluasi kembali metode pembelajaran yang digunakan selama ini.
Dari hasil temuan lapangan terlihat bahwa metode pembelajaran yang digunakan oleh guru
Sekolah Talenta saat ini kurang menciptakan suasana aktif di kelas. Hal tesebut dapat
berdampak kurang baik pada perkembangan sosial anak berkesulitan belajar spesifik.
Diharapkan guru dapat membuat metode penmbelajaran yang dapat meningkatkan interaksi
siswa satu sama lain. Misalnya dengan memberikan tugas berkelompok. Dengan demikian
siswa-siswa dapat belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan lebih mengenal
temannya. Hal ini dapat membantu siswa agar dapat bergaul dan meningkatkan
perkembangan sikap sosialnya.
2.
Dalam upaya untuk membuat anak berkesulitan belajar spesifik agar dapat mematuhi
norma dan tata tertib, baik guru, kepala sekolah dan konselor dapat bekerja sama untuk terus
menerus memberikan pengarahan untuk para siswa tersebut. Disamping itu, pihak sekolah
dapat memberikan sebuah pedoman tertulis mengenai norma dan tata tertib di sekolah kepada
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
orang tua siswa, agar orang tua siswa dapat memberikan bimbingan kepada anak-anaknya
agar dapat mematuhi norma dan tata tertib tersebut. Bagaimanapun dalam perkembangan
seorang anak, orang tua berperan besar di dalamnya, sehingga dalam hal ini pun memerlukan
campur tangan dari pihak orang tua.
3. Mengingat bahwa perkembangan merupakan suatu hal yang bersifat terus-menerus dalam
kehidupan seseorang dan perkembangan masa awal akan mempengaruhi perkembangan pada
masa berikutnya, maka sebaiknya bimbingan konseling diberikan pada semua siswa di
Sekolah Talenta mulai dari sekolah dasar (SD).
Daftar Referensi
Buku
Abdullah, M.W. (2008). Sosiologi (untuk SMP dan MTS – VII). Jakarta: Grasindo
Creswell, J.W. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Gunarsa S.D . & Yulia S.D.G. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia
Hallahan, D.P; Kauffmann, J.M & Llyod J.W. (2006). Exceptional Children: Introduction to
Special Education. 10th edition. Boston: Allyn & Bacon
Heri, Pujaningsih, Rahmah, Bastiana & Asri. (2013). Dokumen Kerja: Berkenalan dengan
Kesulitan Belajar Spesifik. Jakarta: USAID Indonesia
Hurlock, E.B .(1978). Perkembangan Anak. [terjemahan]. Edisi ke- enam. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Lovvit C. Thomas. 1989. Learning Disabilities. Boston : Allyn & Bacon
Mash, E.J & Wolfe D.A. (1999). Abnormal Child Psychology. USA: Brooks/ Cole
Wodsworth
Minichiello, V; Rosalie A; Eric T & Louis A. (1995). In Depth Interviewing (2nd edition).
Australia: Addision Wesley Longman
Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Narwoko, J.D & Bagong S. (2011). Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Neuman, W.L. (2013). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches.
Needham Heights.: Allyn & Bacon.
Osman, B.B. (2002). Lemah Belajar dan ADHD. Jakarta: PT. Grasindo
Raharjo, P. (2009). Sosiologi 2: untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Indonesia
Soekanto, S. (2012). Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi 44. Jakarta: Rajawali Pers..
Wenar, C. (1994). Developmental Psychopathology: From Infancy Through Adolesscence
(3rd edition). USA: Mc Graw-Hill Inc
Yusuf, S.L.N. (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Cetakan ke-13. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Artikel Online:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2013).
Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua,
Keluarga,
dan
Masyarakat).
http://kemenpppa.go.id/v3/index.php/peraturan-­‐
perundang-­‐undangan/peraturan-­‐menteri?download=66%3Apermen-­‐no-­‐10-­‐th-­‐2011-­‐ttg-­‐
kebijakan-­‐penanganan-­‐abk-­‐. diunduh pada tanggal 27 Maret 2013
Djibril,
M.
2013.
Jumlah
Anak
Berkebutuhan
Khusus
di
Indonesia
Tinggi.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/17/mq2zvp-jumlah-anakberkebutuhan-khusus-di-indonesia-tinggi diakses pada tanggal 27 Maret 2013
Gambaran perkembangan..., Esti Susanti, FISIP UI, , 2014
Download