DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus

advertisement
i
DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus
spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN
SPERMONDE MAKASSAR
SKRIPSI
OLEH :
MUSDALIFAH
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus
spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN
SPERMONDE MAKASSAR
Oleh:
MUSDALIFAH
L111 09 276
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
ABSTRAK
MUSDALIFAH, L111 09 276. “Distribusi dan Kelimpahan Bakteri
Enterococcus spp. di Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde
Makassar”. Di bawah bimbingan Arniati Massinai selaku Pembimbing
Utama dan Jamaluddin Jompa selaku Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan bakteri
Enterococcus spp. di
perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde
Makassar, sedangkan kegunaannya yaitu sebagai bahan informasi untuk
kehadiran jumlah Bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde Makassar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang
kelimpahan bakteri Enterococcus spp.
Pengambilan sampel dilakukan di perairan Pulau Laelae, Pulau Samalona
dan Pulau Barranglompo dengan memasukkan botol sampel dimiringkan 45 ⁰
kedalam kolom air dengan kedalam 10 cm dari permukaan. Inokukasi bakteri
dengan menyaring air sampel sebanyak 50 mL, kemudian kertas saring yang
mengandung bakteri ditanam pada medium selektif Enterococcus SlanetzBartley inkubasi suhu 40⁰ C selama 48 jam. Perhitungan jumlah koloni bakteri
dengan berdasarkan perhitungan Standar Plate Counts (SPC). Keterkaitan
antara parameterr lingkungan dengan keberadaab bakteri Enterococcus dianalis
dengan Principle Component Analysis (PCA). Hasil yang didapatkan bakteri
Enterococcus terdapat pada semua lokasi penelitian yaitu Pulau lae-lae (4,258 x
104) , Pulau Samalona (0,617 x 104), Pulau barrang lompo (4, 981 x 104) dan
Pulau Kodingarengkeke (4,398 x 104). Keberadaannya dicirikan oleh bahan
organik, nitrat dan fosfat yang relatif tinggi. Kelimpahan tertinggi bakteri
Enterococcus ditemukan di Pulau Barranglompo dan terendah di Pulau
Samalona.
Kata kunci: Distribusi Kelimpahan, Bakteri Enterococcus spp., Terumbu Karang,
Spermonde.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Distribusi dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp di
Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde
Makassar
Nama Mahasiswa
: Musdalifah
Nomor Pokok
: L111 09 276
Program Studi
: Ilmu Kelautan
Jurusan
: Ilmu Kelautan
Skripsi Telah Diperiksa
dan Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Arniati Massinai. M. Si
NIP : 196606141991031002
Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M. Sc
NIP : 196703081990031001
Mengetahui :
Dekan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP.
NIP : 19611201 198703 2 000
Tanggal lulus : 26 Agustus 2013
Ketua,
Program Studi Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si
NIP : 19631120 199303 1 002
v
RIWAYAT HIDUP
Musdalifah di lahirkan pada tanggal 18 Maret
1991 di Dawi-dawi Pomalaa, Sulawesi Tenggara, anak
kedua dari 6 bersodara dari Ayahanda Drs. H. Mustarii
dan Ibunda Syamsiar.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN
(Madrasah Ibtidaiya Negeri) Pelambua tahun 2002,
pendidikan lanjutan di SMPN 1 Abuki tahun 2005 dan
SMAN 1 Pomalaa tahun 2008.
Melaului Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) pada tahun
2009, penulis diterima di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin.
Penulis aktif dalam berbagai Organisasi di Kelautan diantaranya yaitu
Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH) periode 20122013, pengurus Senat Kelautan Universitas Hasanuddin periode 2009-2012,
pengurus Mushalla Bahrul Ulum Kelautan (MBUK) periode 2010-2012, dan
pengurus CSC (Coral Study Club). Penulis juga pernah menjadi sebagai asisten
dari beberapa mata kuliah yaitu Botani Laut, Avertebrata, Koralogi dan
Mikrobiologi.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kec. Suppa Kab. Pinrang tahun 2012 dan Praktek
Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan di Desa Tassiwalie Kec. Suppa Kab.
Pinrang tahun 2012. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan
judul “Distribusi dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp. Di Perairan
Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Makassar” .
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkah dan anugerah-Nyalah sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Seiring selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah
penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, yakni terurai
sebagai berikut:
1. Ucapan khusus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H.
Mustarih dan Ibunda tercinta Syamsiar, yang telah melahirkan,
membesarkan dan mendidik penulis dalam menimba ilmu pengetahuan
sampai kepada penyelesaian studi, demikian pula kepada saudara(i) ku
Musyahidah, Muhammad Riswan, Muhammad Radiyal, Muhammad
Fadli dan Muhammad Rifki yang telah banyak mendorong dan memberi
semangat, terutama di akhir penyelesaian studi penulis.
2. Para pembimbing penulis, ibu Dr. Ir. Arniati, M.Si (Pembimbing Utama),
bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa. M. Sc (Pembimbing Anggota)
serta para penguji, Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M, Si. Bapak Dr.
Safyuddin Yusuf, St. M. Si, ibu Dr. Ir. Shinta Werorilangi, M. Sc yang
telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan mengarahkan, serta
memberi petunjuk-petunjuk yang sangat berguna dari tahap awal sampai
kepada tahap akhir penulisan skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP sebagai Dekan FIKP-UH serta
sebagai penasehat akademik yang selalu memberikan nasehat dan
vii
saran-saran yang membangun bagi penulis , Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah
Muhiddin, M.Si sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UH.
4. Bapak Kepala Puslit LP3K, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa. M. Sc atas
bantuan dana dalam menyelesaikan penelitian
5. Seluruh staf Bapak/Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan
Universitas Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya satu per
satu, yang telah membekali ilmu kepada penulis sejak awal terdaftarnya
sebagai mahasiswa hingga akhir penyelesaian studi ini. Serta seluruh
staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
terkhususnya untuk Bapak Syam yang telah membantu kelancaran dan
kemudahan penulis.
6. Untuk H. Mone, H. Jumsana dan Siti Hasnah Hafid, terimakasih banyak
untuk pengorbanan dan doa restu yang di berikan pada penulis.
7. Kepada sahabat dan teman teristimewa Asri Nur, Ainun Jegess, S.Ikom
Eva Mustika Sari, S.Pd dan Niramala Sari yang telah menyemangati
dan selalu hadir dalam suka duka penulis.
8. Kepada seluruh rekan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin,
Khususnya Angkatan Kosong Sembilan “KOSLET” (Kla’09) dan untuk
teman-teman seperjuangan Nur Tri Handayani, Steven, Nurhikmah,
Ekalisdayanti, Azmi Utami Putri, Emmi Suliastiningsih, Mayang Sari
Takdir, Fahri Angriawan, Muh.Akhsan, Tarsan, Eko Yunianto,
M.Yahya
Anwar,
Hasbi
Afsansyah,
Sapiullah,
Liandri
Agung
Permadi, Nurzahraeni, Nurfadillah, Sry Swarni Abu Bakar, Jezsy
Patiri, Hasanah, Nurwahidah, Jumniati, Noviety Tandiseru, Nugraha
maulana, Syamsul Rizal, Riswan, Nirwan, Matchudo Eka Prasetya,
Dedof Indra Agung, Takbir, A. Mahatir, dan Muh. Iksan Terimakasih
viii
atas segala toleransi yang tinggi dan kerjasamanya selama ini serta
kebersamaannya.
9. Untuk Baso Hamdani, Muhammad Arifuddin, Eka Lisdayanti, S.Kel,
Nur Tri Handayani, Azmi Utami Putri, Fahri Angriawan, dan Nur Abu
yang telah membantu penulis dalam proses pengambilan data penelitian
dii lapangan.
10. Seluruh mahasiswa Ilmu Kelautan, penulis banyak belajar tentang rasa
persaudaraan, susah, senang, canda dan tawa di Koridor Ilmu Kelautan
bersama kalian dan teman-teman Posko KKN UNHAS GEL. 82 Desa
Maritenggae Kecematan Suppa Kabupaten Pinrang.
Penulis menyadari bahwa keterbatasan yang tuhan berikan kepada
penulis
karena
hanya
tuhanlah
yang
memiliki
kesempurnaan
menyebabkan skripsi ini masih akan memiliki kekurangan dan kelemahan.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari segenap
pembaca demi melengkapi kekurangan penyususnan skripsi ini.
Akhir
kata, penulis mengharapkan skripsi ini memberikan manfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan amin ya rabbal alamin.
Makassar, Agustus 2013
MUSDALIFAH
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
I.
PENDAHULUAN ........................................................................................ 13
A.
Latar Belakang ........................................................................................ 13
B.
Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 15
C.
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 15
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 16
A.
Bakteri Laut ............................................................................................. 16
1.
Morfologi bakteri .................................................................................. 16
2.
Sifat-Sifat Fisiologi ............................................................................... 17
3.
Kecenderungan Perlekatan ................................................................. 18
4.
Penyebaran ......................................................................................... 18
5.
Pertumbuhan bakteri ........................................................................... 19
6.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri .................... 21
B.
Bakteri Enterococcus spp........................................................................ 25
III. BAHAN DAN METODE .............................................................................. 27
A.
Waktu dan Tempat .................................................................................. 27
B.
Alat Dan Bahan ....................................................................................... 28
C.
Prosedur Penelitian ................................................................................. 28
D.
IV.
1.
Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel ............................................ 28
2.
Pengambilan Data di Lapangan ........................................................... 28
Analisis Data ........................................................................................... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 33
x
A.
Distribusi bakteri Enterococcus spp......................................................... 33
B.
Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp. ................................................... 35
IV.
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 42
A.
Simpulan ................................................................................................. 42
B.
Saran ...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
LAMPIRAN ............................................................... Error! Bookmark not defined.
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Bentuk sel bakteri : a. E.coli (batang), b. Enterococcus spp. (bulat), c.
Treponema
palladium
(spiral),
d.
Vibrio
harvei
(koma)
(Sumber:http://www.turbosquid.com) ............................................................ 16
2. Kurva pertumbuhan mikroba (sumber: Brock & Madigan,1991) ..................... 19
3. Bakteri Entrococcus ....................................................................................... 26
4. Peta penelitian yag terdiri dari lokasi pengambilan sampel yakni P.Laelae,
P.Samalona, P.Barranglompo, P.Kodingarengkeke, yang berada dalam
Kepulauan Spermonde.................................................................................. 27
5. Warna koloni bakteri Enterococcus pada medium selectif Slanetz & Bartley
yang berasal dari Kepulauan Spermonde Makassar: a. P. Laelae; b. P.
Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke (Keterangan = 1,
daerah tepi; 2, daerah karang) ...................................................................... 33
6. koloni bakteri Enterococcus spp. pada medium Slanetz dan Bartlay
(Sumber : Biokar diagnostics , Akses (11-01-2013 pukul 11:01 WITA). ......... 33
7. Histogram kelimpahan rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp. di
Kepulauan Spermonde Makassar ................................................................. 35
8. Histogram kelimpahan bakteri di setiap lokasi pengamatan ........................... 37
9. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan kelimpahan bakteri
Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde untuk setiap stasiun: a.
P.Laelae; b.P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke ......... 38
10. Pola arus di Kepulauan Spermonde Kota Makassar .................................... 39
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Urutan kerja isolasi bakteri di lapangan........... Error! Bookmark not defined.
2. Pembuatan medium selektif entrococci slanetz-bartley medium (iso 7899-2),
penanaman , inkubasi bakteri di Laboratorium Mikrobiologi Laut Jurusan
Ilmu Kelautan Unhas ........................................ Error! Bookmark not defined.
3. Perhitungan koloni bakteri setelah inkubasi suhu 40 o C selama 48 jam Error!
Bookmark not defined.
4. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P. Laelae .. Error!
Bookmark not defined.
5. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P. Samalona
............................................................................. Error! Bookmark not defined.
6. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P.
Barranglompo................................................... Error! Bookmark not defined.
7. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari
P.Kodingarengkeke .......................................... Error! Bookmark not defined.
8. Data kualitas air dan hasil Principle Componenent Analysis (PCA)....... Error!
Bookmark not defined.
9. Analisis PCA ..................................................... Error! Bookmark not defined.
10. Data hasil perhitungan jumlah koloni bakteri dan hasil analisis
Nested Anova ................................................ Error! Bookmark not defined.
11. Tabel Perbandingan Jumlah Bakteri di setiap lokasi pengamatan.......... Error!
Bookmark not defined.
12. Tabel Jumlah Rata-rata Bakteri dan Standar Eror ......... Error! Bookmark not
defined.
13. Anasted anova ................................................ Error! Bookmark not defined.
14. Analisis lanjutan tukey Post Hoc Tests............ Error! Bookmark not defined.
13
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri Enterococcus spp. di lingkungan perairan dijadikan sebagai
indikator kualitas suatu perairan. Selain itu juga merupakan indikator kehadiran
bakteri patogen yang lainnya (Suriaman, 2008).
Enterococcus spp. adalah
bakteri yang termasuk didalam golongan faecal coliform yang mendiami saluran
pencernaan manusia dan hewan berdarah panas yang kemudian keluar dari
fases dan merupakan patogen pada manusia (Gaman dan Sherrington, 1992).
Selanjutnya dikatakan jumlah koloni bakteri golongan berkorelasi positif dengan
kehadiran bakteri patogen yang lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai
indikator kualitas perairan.
Perairan laut merupakan penampungan terakhir semua jenis limbah baik
berasal dari daratan maupun dari laut itu sendiri. Aktivitas manusia dan aliran
sungai membawa partikulat dari daratan berupa sedimen dan bahan organik
yang kemudian masuk ke dalam laut, akibatnya terjadi pencemaran eutrofikasi,
fragmentasi habitat dan introduksi bakteri patogen di perairan laut (Aeby et al.,
2008). Bakteri Enterococcus spp. berasal dari tinja manusia dan hewan yang
merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari daratan akan masuk ke lingkungan
laut terikut dengan limbah cair dan padat melalui aliran air, kemudian dengan
adanya arus dan pasang memungkinkan bakteri tersebut masuk ke terumbu
karang dan perairan laut lepas.
Sebagai indikator pencemaran bahan organik dari tinja kehadiran
Enterococcus spp. di terumbu karang dapat mengindikasikan bahwa terdapat
jumlah bahan organik yang relatif tinggi. Kandungan bahan organik yang tinggi
merupakan
faktor
pembatas
bagi
kehidupan
karang.
Hal
ini
dapat
14
mengakibatkan stress pada karang sehingga dapat terinfeksi penyakit yang
berakibat pada kematian karang (Massinai, 2012)
Penelitian tentang bakteri di lingkungan perairan laut telah banyak
dilakukan seperti Massinai (2012) meneliti tentang bakteri yang berasosiasi
dengan karang yang terinfeksi penyakit growth anomaly di kepulauan
Spermonde Sulawesi Selatan, Ningsih (2010) meneliti tentang jenis dan
kelimpahan bakteri Actinomycetes pada Muara Sungai Limbangan Kabupaten
Pangkep. Penggunaan bakteri golongan coliform sebagai indikator pencemaran
biologis perairan Pantai Losari Kota Makassar (Sudarto, 2005) hasil yang
didapatkan yaitu perairan pantai losari telah tercemar bakteri coliform kerena
telah melampaui nilai baku mutu yang telah ditetapkan untuk kegiatan budidaya.
Kelimpahan bakteri pendegradasi serasah lamun pada ekosistem terumbu
karang dan padang lamun di Pulau Barrang Lompo Makassar (Yahya, 2005) .
Sedangkan
penelitian tentang bakteri Enterococcus spp. sudah banyak di
lakukan di luar indonesia yaitu
perbandingan respon antara total
coliform, fekal coliform dan Enterococcus spp. sebagai indikator
bakteri
kualitas
perairan untuk keperluan rekreasi di California dan United States-Mexico (Noble,
et al., 2003) hasil yang di dapatkan bahwa bakteri Enterococcus spp. merupakan
indikator bakteri yang melebihi standar dari 104 MPN atau 100 ml/Cfu sehingga
daerah California mendapatkan tiga kategori bakteri indikator yang masih diteliti,
Distribusi dan potensi bakteri patogen enterik di perairan pantai selatan Kerala,
India (Sudhanandh et al., 2012). Namun belum ada penelitian tentang bakteri
Enterococcus spp. khususnya di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan.
Kepulauan Spermonde terdapat di bagian selatan Selat Makassar,
terbentang dari utara ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Vuuren,
1920 dalam Klerk, 1983), Kab. Pangkep dan Kab. Barru. Hutchinson (1945)
dalam Jompa dkk., (2007) membagi kepulauan Spermonde berdasarkan jarak
15
dari daratan utama menjadi 4 zona, yaitu Inner Zone, (zona I), Middle Inner Zone
(zona II), Middle Outer Zone (Zona III) dan Outer Zone (Zona IV).
Beberapa pulau di Kepulauan Spermode yang berpenghuni, ada yang
kepadatan penduduknya tinggi dengan aktivitas yang tinggi pula dan ada yang
jumlahnya sedikit.
Penduduk yang padat dengan aktivitas yang tinggi pada
daerah pulau akan menghasilkan buangan limbah yang relatif tinggi, termasuk
limbah organik yang berasal dari tinja.
Berdasarkan hal tersebut di atas bakteri Enterococcus spp. dapat
mempengaruhi kehidupan biota laut dan kehidupan manusia maka perlu
dilakukan penelitian tentang distribusi dan kelimpahan bakteri Entrococcus di
Kepulauan terumbu karang Spermonde Kota Makassar.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan Bakteri
Enterococcus spp. di
perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde
Makassar, sedangkan kegunaannya yaitu sebagai bahan informasi untuk
kehadiran jumlah Bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde Makassar
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melingkupi : isolasi Bakteri Enterococcus spp., perhitungan
jumlah koloni dan pengamatan paremeter lingkungan yaitu pH, kekeruhan,
oksigen terlarut , BOT, fosfat, dan nitrat dilakukan di laboratorium.
16
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Laut
Mikroorganisme laut mampu mendiami seluruh bagian laut, mulai dari
permukaan air laut hingga dasar laut yang terdalam. Beberapa jenis bakteri
darat dan air tawar dapat bertahan hidup dalam larutan garam, keadaan ini
membuat bakteri darat dan air tawar akan ditemukan hidup bersama-sama
secara bebas dengan bakteri laut. Sebagian besar bakteri laut bergerak secara
aktif yang diperkirakan kemampuan bergerak sebagai hasil adaptasi kehidupan
perairan (Zobell, 1946).
1.
Morfologi bakteri
Bakteri te rmasuk dalam golongan prokariotik uniseluler, tidak mempunyai
selubung inti, pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 μm kali 2,0-5,0 μm,
dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau kokus, batang atau basil,
koma dan spiral (Gambar 1). Pada umumnya tidak memiliki klorofil namun ada
diantaranya yang berklorofil sehingga mampu berfotosintesis yaitu Sianobakteri.
Bakteri melakukan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner
(Dwidjoseputro,1985).
Gambar 1. Bentuk sel bakteri : a. E.coli (batang), b. Enterococcus spp. (bulat), c.
Treponema
palladium
(spiral),
d.
Vibrio
harvei
(koma)
(Sumber:http://www.turbosquid.com)
17
Berdasarkan komposisi dinding sel, bakteri dibedakan atas dua golongan
yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczer dan Chan 1986).
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberi respon berwarna biru
keunguan jika dilakukan uji pewarnaan Gram, karena pada bakteri gram positif
memiliki kandungan peptidoglikan > 50 %, memiliki asam teikoat, polimer yang
bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat
ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif pada permukaan
sel bakteri Gram-positif (Lay & Sugyo 1992). Sedangkan bakteri Gram negatif
memberikan respon warna merah disebabkan memiliki kandungan lapisan
membran luar, yang meliputi peptidoglikan, kehadiran membran ini menyebabkan
dinding sel bakteri kaya akan lipida (11-22%) polisakarida dan protein. Lipida dan
polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang disebut
lipopolisakarida (LPS) (Brock et al.1994).
Pewarnaan yang digunakan pada umumnya berbentuk senyawa kimia
khusus yang akan memberikan reaksi mengenai bagian tubuh bakteri. Karena
pewarna tersebut berbentuk ion yang bermuatan positif ataupun negatif.
2.
Sifat-Sifat Fisiologi
Bakteri laut mampu mencerna hampir semua senyawa organik dan
sebagian besar senyawa anorganik akan mengalami perubahan akibat kegiatan
bakteri laut. Secara umum bakteri laut lebih kuat dalam hal mencerna protein
dari pada karbohidrat.
Zobell & Grant (1943) memperlihatkan bahwa semua bakteri laut yang
heterotrifik mampu mengasimilasi glukosa, hanya 40-60% sediaan yang di amati
mampu mem-fermentasi glukosa dan menghasilkan asam, tapi tidak satupun
yang menghasilkan gas. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh rendahnya
kemampuan fermentasi, tapi mungkin pula karena sifat efiseinsi dalam mencerna
18
senyawa organik yang berguna baginya.
Hampir semua bakteri laut akan
melepas amonia dari hasil pencernaan pepton dan 75% memiliki kemampuan
mencairkan gelatin.
3.
Kecenderungan Perlekatan
Bakteri laut memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dengan suatu
lapisan permukaan padat. Bakteri yang hidup di laut dengan nutrien yang amat
encer, amat tergantung pada substrat yang dilekatinya. Dengan demikian
sangatlah wajar sebagian besar bakteri laut menjadi teradaptasi dengan
kehidupan sesil, terutama akibat rendahnya kandungan nutrien dalam air laut
(Sidharta, 2000).
Zobell (1943) mengamati bahwa 50 dari 96 sediaan yang bebeda
kecenderungan perlekatan dan semuanya memiliki kemampuan melekat pada
benda yang dimasukkan ke dalam kolom air laut.
4.
Penyebaran
Penyebaran bakteri di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, demikian juga
dinamika faktor-faktor tersebut. Gerakan air laut misalnya, suatu saat dekat
pantai, tapi pada saat berikutnya sudah berada sekian kilometer jaraknya. Hal ini
membawa akibat pada penyebaran bakteri laut, terutama yang melayang-layang
dalam kolom air.
Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran bakteri adalah jarak dari
pantai, kedalaman, cahaya matahari, iklim, dan organisme lain. Kedekatan jarak
terhadap pantai menentukan banyaknya jumlah populasi bakteri dan tidak
tergantung kedalaman atau suhu perairan. Sedangkan berkurangnya kelimpahan
bakteri dengan semakin jauhnya jarak dari pantai merupakan khas bagi
lingkungan laut (Sidaharta, 2000).
19
5.
Pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan bakteri, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertumbuhan sel
secara individu dan pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi. Pertumbuhan
sel diartikan sebagai adanya penambahan volume-sel serta bagian-bagian sel
lainnya, yang diartikan pula penambahan kuantitas isi dan kandungan didalam
selnya.
Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan akibat dari adanya
pertumbuhan individu, misalnya dari satu sel menjadi dua, dari dua menjadi
empat, dari empat menjadi delapan dan seterusnya berjumlah banyak.
Pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi perumbuhan
populasi. Pada pertumbuhan populasi bakteri misalnya, merupakan gambaran
jumlah atau massa sel yang terjadi pada saat tertentu.
Didapatkan bahwa
konsentrasi sel sesuai dengan jumlah sel per unit, sedang kerapatan sel adalah
jumlah materi per unit volume.
Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan
pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel.
Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu
berupa kurva pertumbuhan (Gambar 2). Kurva pertumbuhan jasad hidup,
khususnya mikroba, merupakan Gambaran dari fase pertumbuhan secara
bertahap sejak awal hingga berhenti melakukan aktivitas atau fase kematian.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroba (sumber: Brock & Madigan,1991)
20
Pada Gambar diatas dijelaskan bagaimana kurva pertumbuhan bakteri
dapat dipisahkan menjadi 5 fase utama ( Suriawiria,1995) yaitu :
a.
Fase lag (fase lamban atau lag phase), pada fase ini perubahan bentuk
dan pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat.
Karena
masih dalam penyesuaian atau fase adaptasi. Sehingga grafik yang terlihat
selama fase pertumbuhan ini umumnya mendatar.
b.
Fase eksponensial atau logaritmik (fase pertumbuhan cepat atau log
phase), setelah setiap individu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
pada fase lag, maka mulailah mengadakan perubahan bentuk dan
meningkatkan jumlah individu (sel)
sehingga kurva meningkat dengan
tajam (menanjak). Pada peningkatan ini diimbangi oleh beberapa faktor
yaitu faktor biologis dimana bentuk dan jasad terhadap lingkungan yang
ada serta asosiasinya, sedangkan faktor non-biologis
dipengaruhi oleh
kandungan sumber nutrien di dalam media, temperatur, kadar oksigen,
cahaya dan sebagainya.
c.
Fase pengurangan pertumbuhan yaitu berupa keadaan puncak dari fase
logaritmik sebelum mencapai fase stasioner, dimana penambahan jumlah
individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan banyak faktor
antara lain berkurangnya sumber nutrien di dalam media, tercapai
kejenuhan pertumbuhan dan sebagainya.
d.
Fase stationer (fase statis atau stationary phase). Pada fase ini terjadi
pengurangan sumber nutrian serta faktor-faktor yang terkandung di dalam
tubuh bakteri, maka sampailah puncak aktivitas pertumbuhan yang tidak
biasa dilampaui lagi. Sehingga gambar pada grafik akan mendatar.
e.
Fase kematian merupakan akhir dari suatu kurva di mana jumlah individu
secara tajam akan menurun sehingga pada grafik akan menurun kembali
ke titik awal.
21
6.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Untuk pertumbuhan
berpengaruh.
bakteri banyak faktor lingkungan
yang
akan
Sehingga dengan adanya faktor lingkungan tersebut akan
memberikan jumlah peningkatan sel atau populasi keseluruhan yang berbeda
dan akhirnya mempengaruh kurva pertumbuhan yang berlainan pula. Menurut
Suriawiria, 1995 faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah:
1.
Faktor biotik
a. Bentuk jasad
b. Sifat jasad, terutama di dalam kehidupannya, apakah toleran terhadap
suatu perubahan yang tiba-tiba ada , baik yang datang dari lingkungan
yang bersifat hidup, salah satu contohnya yaitu hama.
c. Kemampuan jasad untuk menyusaikan diri dan tumbuh berkembang. Di
alam jarang sekali ditemukan kehadiran jasad yang hidup sebagai
biakan murni, tetapi selalu berada di dalam asosiasi dengan jasad-jasad
lainnya.
2.
Faktor abiotik
a. Susunan dan jumlah senyawa di dalam media, yang akibatnya adanya
pertumbuhan akan berkurang.
b. Faktor-faktor luar yang menyertainya, seperti temperatur, cahaya,
kelembaban dan sebagainya.
1) Temperature
Temperature merupakan salah satu faktor yang penting di dalam
kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup pada daerah
temperature yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang
terbatas. Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan
mikroba terletak antara 0 0C dan 90 0C.
2) pH
22
Batas pH untuk pertumbuhan bakteri merupakan gambaran dari
batas pH bagi kegiatan enzim. Bakteri memerlukan nilai pH antara
6,5-7,5.
3) Radiasi
Umumnya cahaya mempengaruhi daya merusak kepada sel bakteri
yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Sedang dengan cahaya
gelombang pendek dapat berpengaruh terhadap hidup.
4) Tekanan
Tekanan hidrostatik air laut merupakan fungsi kedalaman (terutama)
dan juga suhu, klorinitas, kepadatan dan garis lintang. Tekanan akan
meningkat sebesar 1 atm setiap perubahan kedalaman 10 M.
Menerut Johnson et al, (1954) menyatakan bahwa perubahan
tekanan beberapa atm tidak akan mempengaruhi kegiatan enzim.
Pada kedalaman hingga 10.000 m dengan tekanan mencapai 1.000
atm, maka faktor tekanan memiliki pengaruh. Tekanan dapat
mempengaruhi kelarutan senyawa kimia, meskipun pengaruhnya
terhadap sifat-sifat fisik dan kimia air laut lebih rendah.
5) Salinitas
Konsentrasi seluruh bahan padat terlarut di air laut disebut dengan
salinitas. Satuan part per thousand (ppt, bagian perseribu) atau per
mille (%o ) atau bahan padat per kilogram air laut. Salinitas air laut
permukaan biasanya berkisar antara 33-37 %o .
6) Senyawa Organik
Ketersediaan dan pemanfaatan bahan organik terlarut (BOT) maupun
pertikel (BOP) dalam laut, menurut Putter (1980) mengemukakan
teorinya bahwa hewan laut dapat memanfaatkan karbon organik
terlarut. Jumlah BOT diwakili 1,2 -1,0 mg C organik dan 0,2 mg N
23
organik per liter, atau 1,5 kg BOT per m2 luas permukaan. Sedang C
pertikel sebesar 0,3 dari angka tersebut pada kolom air yang lebih
dalam.
c. Kehadiran senyawa yang mungkin dapat bersifat toksik atau meracuni
terhadap jasad tersebut, baik yang datang dari luar ataupun diakibatkan
oleh aktivitas jasad menyebabkan perubahan pH dsn C/N-rasio media.
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li dan Pb walaupun
pada kadar yang sangat rendah akan bersifat toksik terhadap mikroba
karena ion-ionat logam berat dapat bereaksi dengan gugusan senyawa
sel.
Anion seperti sulfat, tartat, klorida, nitrat dan benzoate,
mempengaruhi kegiatan fisiologi bakteri.
Bakteri sangat membutuhkan nutrisi, yang diperlukan untuk pertumbuhan,
sehingga diketahui beberapa tipe nutrisi bakteri adalah Autotrof, heterotrof,
Fotoautotrof dan kemoautotrof.
Bakteri Autotrof adalah bakteri yang mampu
membuat makanannya sendiri, pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam
anorganik dan karbon dioksida, kelompok ini mensintesis karbon dioksida
menjadi sebagian besar metabolit organik esensial. Bakteri Heterotrofik adalah
bakteri yang makanannya berupa senyawa organik dari organisme lain.
membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya. Memperoleh bahan
makanan dari sisa-sisa organisme misalnya daun yang gugur, susu, daging dan
kotoran hewan.
makanannya.
Bakteri fotoautotrof adalah bakteri yang menggunakan
Kemoautotrof adalah bakteri yang menggunakan energi kimia
untuk mensintesis makanannya, energi ini diperoleh dari proses oksidasi
senyawa anorganik.
Dalam menumbuhkan dan mengembang biakan mikroba diperlukan suatu
suspensi yang disebut media.
Media dapat dibuat dari bahan seperti toge,
kentang, wortel, daging, telur, susu ataupun dari bahan buatan yaitu senyawa
24
kimia organik ataupun anorganik. Bentuk media ditentukan oleh ada tidaknya
penambahan zat pemadat seperti agar, glatin dsb. Dikenal ada 3 bentuk media
yaitu media cair (kaldu cair) tidak ditambahkan zat pemadat. Media padat dengan
menggunakan agar, merupakan media umum yang dipergunakan untuk
pertumbuhan bakteri heterotrof. Dan media semi padat atau semi cair dengan
zat padat 50% dipergunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak
memerlukan air, anaerobic atau fakultatif.
Tujuan lain penggunaan media untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan
diferensiasi biakan yang didapat, artinya penggunaan zat tertentu yang
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan. Setiap
media mempunyai sifat (spesifikasi) tersendiri sesuai dengan maksudnya,
adapun pembagian media berdasarkan sifatnya yaitu:
-
Media umum dengan komposisi agar kaldu nutrisi digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba
secara umum.
-
Media pengaya digunakan untuk memberikan kesempatan terhadap
suatu jenis atau kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih
cepat misalnya untuk memisahkan bakteri dari feses manusia.
-
Media selektif hanya dapat digunakan untuk ditumbuhi oleh salah satu
atau lebih jenis mikroba tertentu tetapi akan menghambat atau
mematikan untuk jenis-jenis lainnya , contohnya media SS (SalmonellaShigella).
-
Media differensial dipergunakan untuk menumbuhkan mikroba tertentu
serta
penentuan
sifat-sifatnya
seperti
media
agar
darah
yang
dipergunakan untuk pertumbuhan bakteri hemolitik.
-
Media penguji dipergunakan untuk pengujian senyawa mikroba atau
benda tertentu dengan bantuan mikroba
25
-
Media perhitungan dipergunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada
suatu bahan.
Pertumbuhan bakteri sangat berkaitan erat dengan kondisi fisik lingkungan
diantaranya suhu dimana peroses pertumbuhan tergantung pada reaksi kimia
dipengaruhi oleh suhu, oksigen adalah gas utama yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri berupa karbon dioksida dan pH yang optimum terletak
antara 6,5 dan 7,5 tetapi ada beberapa bakteri yang dapat tumbuh pada pH
rendah, atau tumbuh pada pH tinggi (basa) (Zaldi, 2009).
B. Bakteri Enterococcus spp.
Bakteri Enterococcus spp. adalah bakteri Gram positif, katalase negatif,
berbentuk kokus, tidak motil, tidak membentuk spora dan bersifat patogen
oportunistik. Genus Enterococcus spp. sejak 1899 telah diakui organisme usus
yang habitatnya di usus manusia maupun hewan (Stiles & Holzapfel, 1997).
Bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri coliform yaitu bakteri yang
hidup di dalam saluran
(golongan
bakteri
pencernaan
intestinal).
Bakteri
manusia bersifat anaerob fakultatif
coliform
adalah
bakteri
indikator
keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform faekal adalah
bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform
faekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti
berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen Jadi, coliform adalah
indikator
kualitas
air digunakan sebagai indikator faecal kontaminasi air
rekreasi, tetapi juga bisa terisolasi dari lingkungan alam yang belum
terkontaminasi oleh bahan tinja (Ator dan Starzyk 1976; Pantai Act 2000).
Entrococcus spp. dapat tumbuh pada suhu berkisar antara 10 dan 45º C,
dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama pada lingkungan, mentolerir
garam yang tinggi (natrium klorida 5% (b / v)) dan telah diisolasi dari berbagai
26
lingkungan. (Domig et al., 2003.; Johnston & Jaykus, 2004, dan Tacconelli
Cataldo 2008).
Gambar 3. Bakteri Entrococcus
Klasifikasi:
Kingdom: Bacteria
Division: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Lactobacillales
Family: Enterococcaceae
Genus: Enterococcus spp.
(Thiercelin & Jouhaud 1903) Schleifer & Kilpper-Bälz 1984
Jenis-jenis dari bakteri Entrococcus yaitu dari Species E. avium, E. durans,
E. faecalis,E. faecium, E. gallinarum, E. solitaries, E. Moraviensis, E. hirae, E.
mundtii, E. porcinus dan E. villorum (Klein, 2003).
Menurut Sherman mencatat bahwa Enterococcus spp. kelompok D
Streptokokus dan membedakan antara Streptokokkus dengan Enterococcus spp.
dengan hemolitik dan proteolitik reaksi, hemolisis ditentukan oleh plasmid (Stiles
& Holzapfel, 1997)
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Enterococcus spp. yaitu
BOT, karena bahan organik digunakan oleh bakteri Enterococcus spp. sebagai
bahan makanan dan energinya dperoleh dari hasil oksidasi (Pescod, 1973).
Kemudian bakteri Enterococcus spp. juga membutuhkan oksigen terlarut untuk
menguraikan menjadi CO2 dan H2O.
27
III.
A.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2013. Pengambilan sampel
air dilakukan di Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau Barranglompo dan Pulau
Kodingareng Keke pada Perairan di Kota Makassar. Isolasi bakteri dan
perhitungan bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Laut Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Gambar 4. Peta penelitian yag terdiri dari lokasi pengambilan sampel yakni P.Laelae,
P.Samalona, P.Barranglompo, P.Kodingarengkeke, yang berada dalam
Kepulauan Spermonde.
28
B.
Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada saat pengambilan sampel air di lapangan
yaitu alat dasar untuk snorkling, kamera underwater, GPS, sabak, cool box, botol
sampel, layang-layang arus, kompas dan kantong sampel. Sedangkan alat-alat
yang digunakan di laboratorium adalah autoklaf, inkubator, laminar air flow,
oven, timbangan analitik, cawan petri, labu Erhlenmeyer, pinset, gelas piala,
pompa fakum, alat penyaring bakteri, spoid, baker glass 100 ml, saringan bakteri
yang berukuran 0,45 µm, dan lampu bunsen.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air sampel bakteri yang diperoleh
dari lokasi penelitian, medium selektif Enterococcus spp.
Slanetz - Bartley
Medium (Conda, 1960), akuades steril, alkohol, spiritus, aluminium foil, tissue,
gloves, masker dan kertas label.
C.
Prosedur Penelitian
1.
Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel brdasarkan jarak dari daratan utama dilakukan pada
Pulau Laelae (Lokasi 1), Pulau Samalona (Lokasi 2) dan Pulau Barranglompo
(Lokasi 3), sedangkan Pulau Kodingarengkeke sebagai kontrol (Lokasi 4). Pada
setiap lokasi penelitian dibagi menjadi 2 yaitu stasiun utara & timur, dan masingmasing stasiun dibagi menjadi 2 sub stasiun yaitu pada daerah dekat dengan
daratan (tepi) dan daerah terumbu karang.
2.
Pengambilan Data di Lapangan
a.
Pengambilan Sampel Bakteri
Pengambilan sampel air laut digunakan alat bantu berupa masker, snorkel
dan fins.
Sebelum mengambil sampel air laut terlebih dahulu mencuci botol
dengan air laut sebanyak 3 kali untuk mengurangi kontaminasi dari bakteri lain.
Pengambilan sampel air
pada setiap sub stasiun sebanyak 3 kali ulangan
29
dilakukan dengan memasukkan botol sampel steril ke dalam kolom air ( sekitaran
30 cm dari permukaan ) memiringkan botol beberapa derajat dan langsung
menutup botol sampel pada kolom air, agar mengurangi bakteri selain dari
lingkungan tersebut. Setelah sampel diambil, masukkan langsung ke dalam cool
box yang sudah berisi es batu, untuk dilakukan analisis ke laboratorium.
b.
Pengambilan Data Kualitas Air
Pengambilan data kualitas air dengan cara mengambil air laut pada lokasi
pengamatan dan dijadikan sampel untuk pengukuran kekeruhan, pH, Do, BOT,
Fosfat dan Nitrat yang dilakukan di laboratorium Oseanografi kimia Jurusan Ilmu
Kelautan
Universitas
Hasanuddin.
pengukuran
kecepatan
arus
dengan
menggunakan layang-layang arus dengan cara meletakkan layang-layang arus
ke permukaan air laut dan membiarkan terbawa oleh arus sambil menghitung
waktunya menggunakan stopwatch hingga tali pengikatnya tegang/lurus, yang
panjang talinya sudah ditentukan sepanjang 5 meter.
c.
Analisis kualitas air (BOT, Nitarat dan Fosfat)
Penentuaan nitrat-nitrogen digunakan dengan Metoda Brucine (APHA,
1979) dengan metode kerja sebagai berikut:
1. Menyaring sebanyak 25-50 ml air sample dengan kertas saring Whatman
no. 42 atau yang setara.
2. Mengambil air sampel yang telah disaring dengan menggunakan pipet
tetes sebanyak 5,0 ml, lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi.
3. Menambahkan 0,5 ml Brucine, aduk. Biarkan 2-4 menit (jangan sampai
lebih).
4. Menambahkan 5 ml asam sulfat pekat (gunakan ruang asam), lalu diaduk
dan dibiarkan sampai dingin.
30
5. Mengukur kadar Nitrat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL
2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Mencatat
nilai Nitrat yg tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800.
Untuk mengukur Phospat digunakan metode asam askrobik (APHA, 1979)
dengan metode kerja sebagai berikut:
1. Menyaring sebanyak 25-50 ml air sample dengan kertas saring Millipore
0,45 μm atau yang setara.
2. Mengambil air sampel yang telah disaring sebanyak 2,0 ml dengan
menggunakan pipet tetes, masukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Menambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, lalu diaduk.
4. Menambahkan 3,0 ml larutan pengoksid Phosphat (campuran antara
Asam sulfat 2,5 M,asam ascorbic & ammonium mlybdate) aduk. Biarkan
satu jam, agar terjadi reaksi yang sempurna.
5. Mengukur kadar Fosfat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL
2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Mencatat
nilai Fosfat yg tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800.
Sedangkan untuk mengukur BOT digunakan metode SNI (Standar
Nasional Indonesia) dilakukan dengan metode kerja sebagai berikut:
1. Mengambil air sampel sebayak 50 ml , masukkan dalam Erhlenmeyer.
2. Menambahkan sebanyak 9,5 ml KMnO4 langsung dari buret.
3. Menambahkan 10 ml H2SO4 (1:4).
4. Memanaskan sampai suhu 70-80oC, kemudian angkat.
5. Menambahkan Natrium oksalat 0,01 N bila suhu sampel telah turun
menjadi 60-70 oC, secara perlahan-lahan sampai tidak berwarna. Segera
titrasi dengan KMnO4 0,01 N, sampai berubah warna (merah jambu/pink).
Catat ml KMnO4 yang digunakan (x ml).
31
6. Pipet 50 ml aquades, lakukan prosedur (1-6), catat ml KMnO4 yang
digunakan.
d.
Isolasi bakteri
1.
Sterilisasi alat
Semua peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu disterilisasikan.
Untuk botol sampel mula-mula dicuci dengan menggunakan air dan sabun,
setelah itu dibilas dengan air mengalir lalu dibiarkan kering. Selanjutnya
sterilisasi dengan panas basah menggunakan metode Outoklaf pada suhu 121oC
dengan tekanan 2 atm selama 15 – 20
menit.
Botol sampel yang sudah
disterilisasi langsung dimasukkan ke dalam cool box yang sudah dibersihkan
dengan menggunakan alkohol lalu ditutup rapat agar tidak terkena kontaminasi.
Untuk cawan petri sebagai wadah medium dilakukan sterilisasi dengan
panas kering menggunakan metode pemanasan dengan Oven/sterilisasi dengan
udara panas. Menempatkan cawan petri ke dalam Oven dengan mengatur suhu
160-180 oC dan dibiarkan selama 1-2 jam.
2.
Penyaringan bakteri
Sebelum melakukan penyaringan sampel terlebih dahulu membuat medium
yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri yaitu medium selektif Enterococcus
spp. Slanetz-Bartley Medium (Conda, 1960). Dengan komposisi yaitu Tryptone
2.0%, Yeast Extract 0.5%, Glucose 0.2%, Dipotassium phosphate 0.4%, sodium
azide 0.04%, agar 1.0% dan Triphenyltetrazolium Chloride (TTC) 0.10%.
Pembuatan medium dilakukan di laminary air flow agar tidak terjadi kontakminasi
bakteri lain.
Selanjutnya melakukan penyaringan
dengan
menggunakan bantuan
pompa fakum dan alat penyaring bakteri serta kertas saring yang berukuran 0,45
µm (Asepa, 2000). Kertas saring yang mengandung bakteri dimasukkan kedalam
32
cawan petri untuk diisolasi agar tidak terjadi kontaminasi, kemudian dimasukkan
ke dalam cool box untuk selanjutnya diamati di laboratorium.
3.
Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri
Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan dengan metode hitungan
cawan. Mengambil cawan yang ditumbuhi oleh bakteri lalu dihitung secara
manual pada koloni yang terlihat, selanjutnya jumlah koloni dalam cawan dapat
dihitung menggunakan Standar Plate Counts (SPC). Dengan rumus sebagai
berikut:
D.
Analisis Data
Perbedaan jumlah koloni bakteri Enterococcus spp.
pada setiap lokasi
penelitian dianalis dengan Nested ANOVA (Pallant, 2007) dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS Versi 17.0. Untuk mengetahui keterkaitan antara lokasi
penelitian dengan parameter lingkungan terhadap jumlah koloni bakteri
Enterococcus spp. dilakukan analisis PCA (Principle Component Analysis). Serta
menggunakan perangkat lunak Excel 2003.
33
IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi bakteri Enterococcus spp.
Penentuan distribusi bakteri Enterococcus spp. pada ke empat lokasi
penelitian dilakukan pengamatan terhadap kultur bakteri dengan menggunakan
medium selektif Slanetz & Bartley.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
bakteri yang telah dikultur pada suhu inkubasi 40⁰ C selama 2 hari didapatkan
pertumbuhan koloni berwarna merah pada semua cawan petri (Gambar 1). Hal
ini menunjukkan bahwa bakteri Enterococcus spp. menyebar pada perairan
Kepulauan Spermonde Makassar yaitu Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau
Barranglompo, dan Pulau Kodingarengkeke.
Koloni bakteri enterococcus
berwarna merah telah diamati pula oleh Dufour (1984) yang diinokulasi pada
medium selektif Slanetz & Bartley (Gambar 2).
Gambar 5. Warna koloni bakteri Enterococcus pada medium selectif Slanetz & Bartley
yang berasal dari Kepulauan Spermonde Makassar: a. P. Laelae; b. P.
Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke (Keterangan = 1,
daerah tepi; 2, daerah karang)
Gambar 6. koloni bakteri Enterococcus spp. pada medium Slanetz dan Bartlay (Sumber :
Biokar diagnostics , Akses (11-01-2013 pukul 11:01 WITA)).
34
Dalam Biokar (2013) mejelaskan tentang medium yang di gunakan untuk
menumbuhkan bakteri Enterecoccus spp. adalah Medium Slanetz and Bartley
yaitu media selektif yang di gunakan untuk mengetahui jumlah bakteri
Enterococcus spp. dalam air limbah maupun perairan laut dan berbagai produk
biologis yang berasal dari manusia dan hewan berdarah panas. Dalam metode
standar untuk mendeteksi Streptokokus tinja dan kelompok Enterococcus spp.
menggunakan teknik filtrasi membran, yang di ingkubasi dengan suhu 37o C
selama 48 jam.
Bakteri Enterococcus spp. melimpah pada setiap lokasi pengamatan
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor dari aktivitas penduduk dan oseanografi
fisika yang terjadi alami di perairan laut. Keberadaan bakteri Enterococcus spp.
sangat tergantung dari nutrien diperairan yang berasal dari bahan organik.
Bahan
Organik
merupakan
salah
satu
bahan
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dengan
tingginya kadar Bahan Organik akan meningkatkan pertumbuhan mikroba
patogen (Kline et al, 2006).
Keberadaan bakteri Enterococcus di Pulau Laelae kemungkinan
disebabkan oleh aktivitas manusia yang relatif tinggi dan bahan organik yang
berasal dari daratan utama. Rendahnya jumlah bakteri Enterococcus di Pulau
Samalona kemungkinan kurangnya pembuangan limbah tinja pada perairan.
Pulau Samalona selain memiliki penduduk yang kurang padat juga dijadikan
sebagai objek wisata bahari, sehingga memiliki fasilitas WC pribadi dan umum.
Kehadirannya dalam jumlah bakteri Enterococcus relatif melimpah di Pulau
Barranglompo kemungkinan disebabkan oleh pendududuk membuang tinja
langsung ke perairan di sekitar pulau. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dufour
(1984) bahwa bakteri Enterecoccus spp merupakan bakteri idikator penentuan
tingkat kontaminasi kotoran pada perairan wisata bahari.
Selanjutnya
35
direkomendasikan untuk keperluan rekreasi renang adalah 33/100mL sedangkan
untuk wisata bahari yaitu 35/100mL. Hal ini sejalan dengan rekomendasi oleh
United
State Environmental Protection Agency Usepa (2012) (Tabel 1).
Sedangkan untuk di pulau kodingarengkeke yang tidak berpenghuni kehadiran
bakteri enterococcus kemungkinan terbawa oleh arus dan pengaruh pasang
surut.
Tabel 1. Rekomendasi untuk wisata berenang dari kelimpahan bakteri (Usepa,
2012)
B.
Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp.
Kelipahan bakteri Enterococcus pada daerah tepi antara 5,4 x 104 - 70 x
104 , sedangkan pada daerah terumbu karang antara 3,1 x 104 – 50,6 x 104 .
Rata – rata jumlah bakteri Enterococcus spp. pada empat lokasi di Kepulauan
Spermonde disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 10.
TEPI
jumlah bakteri (coloni /100mL)
800
KARANG
700,67
700
608
597,33
600
506,67
440,67
500
388,67
400 354,667
300
300
200
54
31,33
100
396,67
415,33
404
342,67
103,33
58
0
UTARA
TIMUR
LAELAE
UTARA
TIMUR
SAMALONA
UTARA
TIMUR
BARRANGLOMPO
UTARA
TIMUR
KODINGARENG KEKE
lokasi di pulau spermonde
Gambar 7. Histogram kelimpahan rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp. di
Kepulauan Spermonde Makassar
36
Berdasarkan lokasi penelitian rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp.
paling tinggi di perairan P. Barranglompo 4,98 x 104, kemudian menyusul P.
Kodingarengkeke 4,49 x 104 , P. Laelae 4,26 x 104 dan P. Samalona 0,62 x 104 .
Gambar 7 memperlihatkan jumlah Enterococcus spp yang relatif tinggi
pada daerah tepi dibanding dengan daerah terumbu karang, kecuali pada Pulau
Barranglompo stasiun utara dan Pulau Samalona stasiun timur.
kelimpahan jumlah Enterococcus spp.
Tingginya
pada bagian tepi kemungkinan
disebabkan daerah tersebut lebih dekat dengan pemukiman penduduk dan
masyarakat pulau menjadikan perairan sebagai tempat pembuangan tinja.
Menurut Ator dan Starzyk (1976) bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri
yang termasuk dalam golongan feacal coliform yang mendiami saluran
pencernaan manusia dan hewan berdarah panas sehingga dapat keluar
bersama dengan tinja dan masuk ke lingkungan perairan. Sedangkan tingginya
jumlah bakteri pada daerah terumbu karang bagian utara P. Barranglompo
kemungkinan disebabkan oleh kecepatan arus pada bagian utara lebih lambat
(0,17 m/s) jika dibandingkan dengan arus yang dibagian timur (0,10m/s) . Hal ini
berdasarkan
pendapat
yang
dikemukakan
oleh
Mason
(1981)
bahwa
berdasarkan kecepatan arusnya maka perairan dapat dikelompokkan menjadi
berarus sangat cepat (>1 m/detik), cepat (0,5-1 m/det), sedang (0,25-0,50),
lambat (0,1-0,25 m/det), dan sangat lambat (<0,1 m/det). Sehingga bakteri yang
berasal dari timur terbawa arus ke daerah terumbu karang di utara, karena arus
bergerak dari timur ke utara sehingga terhalang di daerah terumbu karang,
Selain itu juga di daerah utara lebih dekat dari daratan dibanding dengan daerah
timur sehingga dengan adanya arus menyebabkan bakteri terbawa ke daerah
terumbu karang dan melekat pada karang.
Berdasarkan hasil analisis Nested Anova kelimpahan bakteri antara lokasi
penelitian berbeda nyata (p < 0,05) (Lampiran 14). Hasil uji lanjut Tukey
37
menunjukkan terdapat perbedaan kelimpahan bakteri antara Pulau Samalona
dengan P. Barranglompo dan P. Kodingarengkeke, sedangkan Pulau Samalona
dan Pulau Laelae tidak berbeda nyata demikian pula dengan P. Barranglompo
terhadap P. Kodingarengkeke, hasil yang didapatkan sesuai yaitu signifikan
(Lampiran 14).
Jumlah bakteri (koloni/100 ml)
600
500
400
300
200
100
0
P. Lae-lae
P. Samalona
P. Barranglompo
P. Kodingarengkeke
Lokasi pada Pulau Spermonde
Gambar 8. Histogram kelimpahan bakteri di setiap lokasi pengamatan
Hasil analisis PCA bahwa pada ketiga pulau tersebut dicirikan oleh bahan
organik yang relatif tinggi (Gambar 9 dan Lampiran 9) Sedangkan di Pulau
Samalona tidak dicirikan oleh faktor lingkungan tertentu.
38
Gambar 9. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan kelimpahan bakteri
Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde untuk setiap stasiun: a. P.Laelae;
b.P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke
Tingginya jumlah Enterococus dicirikan oleh bahan organik yang tinggi,
kemungkinan bahan organik yang terdapat pada Pulau Barranglompo dan Pulau
Laelae merupakan bahan organik yang berasal dari tinja, hal ini sejalan dengan
padatnya jumlah penduduk pada ke dua lokasi tersebut. Jumlah penduduk P.
Barranglompo yang paling padat penduduknya (4.442 jiwa), P. Laelae (1.551
Jiwa), P.
Samalona (108 jiwa).
Sedangkan P. Kodinarengkeke tidak
berpenghuni namun didapatkan jumlah bakteri yang lebih tinggi dari Pulau
Samalona.
Kehadiran bakteri Enterococcus di perairan Pulau kodingareng
kemungkinan terbawa arus pulau yang berpenghuni (Gambar 10) ,
39
Gambar 10. Pola arus di Kepulauan Spermonde Kota Makassar
Sedangkan ditemukan jumlahnya yang relatip tinggi didukung oleh
tingginya bahan organik (Lampiran 8).
Tingginya kandungan bahan organik
dalam perairan mengakibatkan laju pertumbuhan dan perkembangan bakteri
semakin tinggi pula. Bahan organik merupakan salah satu faktor yang memberi
konstribusi nutrisi terhadap bakteri.
Hal ini sesuai pendapat Sunarto (2003)
bahwa bahan organik terlarut dibutuhkan oleh bakteri untuk hidup.
Bahan
organik mengandung karbon, nitrat, fosfat, sulfur, amonia, dan beberapa mineral
yang merupakan nutrien bagi pertumbuhan bakteri (Sidharta, 2000). Selanjutnya
Muslimin, (1995) menyatakan untuk keperluan hidupnya bakteri memerlukan
bahan-bahan atau nutrisi dan unsur lain seperti karbon, nitorgen, fosfor, sulfur,
hidrogen, oksigen, kalium, kalsium, magnesium, natrium, besi dan elemen lain.
Karbon merupakan bahan dasar materi sel organik sehingga menjadi sumber
energi bagi bakteri di dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel, nitrogen
merupakan bahan dasar pokok dalam pembentukan protein, asam nukleat dan
komponen senyawa sel lainnya seperti koezim, fosfor merupakan unsur yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri serta dapat mendorong
40
kemampuan bakteri untuk membentuk vitamin dan berfungsi sebagai faktor
tumbuh dan sulfur merupakan
bahan dasar protein yang diperlukan untuk
pembentukan asam amino dan beberapa koenzim. Kemudian Suriawiria (1985)
Hidrogen merupakan
bahan dasar dari air dan materi sel organik, oksigen
sangat dibutuhkan bakteri arobik untuk pertumbuhan sebagai aseptor untuk
respirasi, kalium di gunakan oleh bakteri untuk kotion-anorganik utama didalam
sel, kalsium merupakan kofaktor untuk beberapa koenzim, kalsium merupakan
kofaktor untuk beberapa enzim, magnesium merupakan bahan anorganik untuk
reaksi ensimatik yang berfungsi didalam penyatuan substrat dan ensim bahan
dasar klorofil, sedangkan besi merupakan sitokrom dan hame atau non hameprotein, kofaktor untuk beberapa enzim.
Faktor lain yaitu pengaruh parameter
oseanografi perairan termasuk arus, bahan organik,
pH, salinitas, tekanan,
nitrat, fosfat, suhu dan toksikan (Sidharta, 2000).
Nilai pH yang didapatkan pada semua lokasi penelitian yaitu antara 6, 91 –
7,09 sesuai untuk kehidupan bakteri Enterococcus spp.. Hasil penelitian Tururaja
(2010) menunjukkan kisaran pH pada empat stasiun pengamatan yaitu 6.967.06, pH tersebut sangat mendukung pertumbuhan bakteri coliform.
Berdasarkan hasil analisis dengan cara titrasi didapatkan nilai konsentrasi
oksigen terlarut berkisar antara 4, 48 – 7, 68 mg/L. Kandungan oksigen tersebut
masih mendukung bakteri aerob untuk tumbuh. Bakteri mengurai suatu bahan
dan akan memperoleh energi dari hasil uraian tersebut, Fardiaz (1992) dalam
Massinai (2004) menyatakan penguraian kandungan bahan organik oleh bakteri
yang dibutuhkan, lebih besar dari 4 mg/L.
Sedangkan menurut Jenie dan
Rahayu, (1993) untuk kehidupannya bakteri memiliki kisaran oksigen terlarut dan
batas kritis pada umumnya berkisar 0,5 mg/L, selanjutnya dinyatakan untuk
berlangsungnya proses penguraian bahan organik konsentrasi oksigen tidak
kurang dari 1mg/L.
41
Berdasarkan (Gambar 9 dan Lampiran 12) perbedaan jumlah bakteri
Enterococcus spp. antara P. Samalona dengan P. Kodingarengkeke dan P.
Barranglompo, P. Samalona memiliki jumlah penduduk yang paling
sedikit
sehingga buangan ke laut juga sedikit, selain itu pulau tersebut menjadi salah
satu tempat wisata perairan yang paling sering dikunjungi baik turis lokal maupun
mancanegara dan fasilitas WC tersedia sehingga pembuangan tinja tidak
lasngsung dibuang ke laut seperti terjadi di P. Barranglompo, sedangkan untuk
P.
Kodingarengkeke
mendapat
hempasan
dari
Pulau
terdekat
yaitu
P.Kodingarenglompo dan P.Barrangcaddi yang memiliki penduduk padat dengan
aktifitas tinggi.
Distribusi dan kelimpahan suatu organisme dipengaruhi oleh faktor
lingkungan termasuk BOT (bahan organik terlarut) Nitrat, Fosfat, Do, pH dan
kekeruhan.
Untuk mengetahui keterkaitan antara faktor lingkungan dengan
kehadiran bakteri Enterococcus spp. dilakukan dengan analisis Principle
Component Analysis (PCA).
Parameter lingkungan yang berkaitan dengan
kehadiran Enterococcus spp. di perairan Kepulauan Spermonde dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8 menunjukkan distribusi bakteri Enterococcus spp. di perairan
Pulau Laelae dicirikan oleh kekeruhan yang relatif tinggi, Pulau Barranglompo
dicirikan oleh BOT dan nitrat yang relatif tinggi dan Pulau Kodingarengkeke BOT
dan fosfat, sedangkan perairan
Pulau Samalona keberadaan bakteri
Enterococcus spp. tidak dicirikan oleh faktor lingkungan tertentu (Lampiran 8).
Hal ini juga telah di jelaskan pada penelitian Ishida dan kadota dalam Ichikawa
(1983) di zona eufotik teluk osaka-jepang menunjukkan bahwa jumlah bakteri di
temukan banyak di tempat yang memiliki kandungan BOT yang tinggi.
42
IV.
A.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut
1.
Bakteri Enterococcus spp. ditemukan pada semua lokasi penelitian
yaitu Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau Barranglompo dan Pulau
Kodingarengkeke dan keberadaannya dicirikan adanya bahan organik,
Nitrat dan Fosfat yang relatif tinggi.
2. Kelimpahan tertinggi bakteri Enterococcus spp. ditemukan di Pulau
Barranglompo dan terendah di Pulau Samalona
B.
Saran
Bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri patogen terhadap manusia
dan hewan, Keberadaannya di terumbu karang kemungkinan menjadi patogen
pada karang dan organisme yang hidup di terumbu karang, untuk itu perlu
penelitian tentang patogenitasnya terhadap karang dan organisme lainnya.
43
DAFTAR PUSTAKA
Biokar diagnostics, Slanetz and Bartley agar (Akses tanggal 11 januari 2013
pukul 11:01 WITA).
Brock, T.D. and M. T. Madigan. 1991. Biology of Microorganism. Sixt Edition.
Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey. 07632
Brock, T. D.,Madigan, M. T., Martinko, J. M., and Parker, J. 1994. Biology of
Microorganism. 5th Edition. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs New
Jersey, USA.
de Klerk, L.G. de., 1983. Zeespigel Riffen en Kustflakten, in Zuitwest Sulawesi,
Indonesia, PhD Thesis Utrecht Netherland.
Dufour, A.P. 1984. Health Effects Criteria for Fresh Recreational Waters. EPA600/1-84-004, U.S.Environmental Protection Agency, Cincinnati, Ohio
Dwidjoseputro.
Surabaya
1985.
Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Penerbit Djambatan.
Pallant, Julie. 2007. SPSS Survival Manual Third Edition. Sydney: Ligare
Book Printer
Gaman, P. M. and Sherington, K. B. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Klein Tank, A.M.G. and KönnenG.P., (2003): Trends in indices of daily
temperature and precipitation extremes in Europe, 1946–99. Journal of
Climate, 16, 3665–3680.
Lay Rabiana W., Hastowo Sugyo, (1992), Mikrobiologi, Rajawali Pers, Jakarta.
Massinai, A. 2012. Kondisi Dan Sebaran Penyakit Pada Karang Baru (Story
Coral) Di Kepulauan Spermonde Disertasi, PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
Ningsih, F. 2010. Jenis dan kelimpahan b. Actinomycetes hubungannya
dengan kandungan bahan organik pada sedimen muara sungai limbangan
di kecematan labakkang kabupaten pengkep sulawesi selatan skripsi.
Jurusan ilmu kelautan fakultas ilmu kelautan dan perikanan, Makassar.
Noble.R.T., Moore, D.F, Leecaster, M.K, Mcgee, C.D dan Weisberg, S.B. 2003.
Comparision Of Total Coliform, Fecal Coliform, And Enterococcus Bacterial
Indicator Response For Ocean Recretional Water Quality Testing. Water
Research 37 : 1637-1643.
Plazer Jr, M, J dan E, C, S Chan. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi ul-press,
Jakarta
44
Quinn, P. J, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary
Microbiology And Microbial Disease. London (GB):balckwell Science.
Sidaharta R.B, 2000. Pengantar Mikrobiologi Kelautan.
Nasional.Universitas Atma Jaya Yogyakarta.hal 21-47
Perputakaan
Sudarto. 2008. Manejemen Krisis Penanggulangan Terorisme.
Sudhanandh, V.S, udayakumar, P, Faisal, A.K, Potty, V.P, Ouseph, P.P,
Prasanthan, V dan Narendra B, K. 2012. Distribusion Of Potentially
Pathogenic Enteric Bakteria In Coastal Sea Waters Along The Sounthern
Kerala Coast, India. J. Environ. Biol. 33,61-66.
Suriaman, E. dan Juwita, 2008.
uji_kualitas_air
Uji Kualitas Air.
http://www.icel.or.id/
Suriawiria, U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum, Penerbit Angkasa, Bandung
Stiles ME and Holzapfel ,WH. 1997. Review article: lactic acid bacteria of foods
and their current taxonomy. Int J Food Microbiol 36:1-29.
Turaja. T. 2010, Bakteri Coliform Di Perairan Teluk Doreri, Monokwali Aspek
Pencemaran Laut Dan Identifikasi Species. Jurusan Ilmu Kelutan, FPPK,
Uneversitas Negri Papua Monokwari.
Veron JEN. 1995. Coral in space and time. The biogeography and evolution of
scleractinian. Cornell, Univ. Press. Ithaca. 321pp.
Yahya , Y, 2005. Kelimpahan Bakteri Pendegredasian Serasah Lamun Enhalus
Acoroides Pada Ekosistem Terumbukarang Dan Padang Lamun Di Pulau
Barrang Lompoa Makassar skiripsi. Jurusan ilmu kelautan fakultas ilmu
kelautan dan perikanan, Makassar.
Zaldi, 2009. Faktor Lingkungan Abiotik Dan Biotik Yang Mempengaruhi Mikroba
skiripsi. Jurusan ilmu kelautan FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH, PONTIANAK.
ZoBell, C. E. 1946. Marine microbiology A monograph on hydrobac teriology.
Chronica botanica Co. Waltham, Mass. 240 hal.
Download