PENDAHULUAN Kandidosis granulomatosa adalah lesi granuloma yang disebabkan kandidosis mukokutan kronik (KMK).1 Penyakit ini dapat timbul secara sporadik atau dapat diturunkan, yang merupakan manifestasi kutan penyakit granulomatosis kronik.1,2 Terdapat 6 tipe KMK yaitu:2 1) Kandidosis kronik oral (sporadik) 2) KMK dengan endokrinopati (resesif autosomal) 3) KMK tanpa endrokrinopati (resesif autosomal) 4) KMK difus (resesif autosomal) 5) KMK lokal (sporadik) 6) KMK Late onset (berhubungan dengan timoma). Penyakit granulomatosa kronik (PGK) merupakan suatu kelompok penyakit kelainan genetik, yang hilangnya kemampuan fagosit berperan dalam infeksi bakteri atau jamur dan bentuk granulomatosa.2,3 Sekitar 60% 70% kasus manifestasinya berupa penyakit kutaneus.1,2 Kira-kira 70 % kelainan PGK genetik merupakan X linked (gp 91 plus) dan 30 % secara resesif automosal dengan imunodefisiensi primer.3,4 Bila awitannya dini akan terjadi disfungsi limfosit T, hilangnya respons imun selular terhadap antigen kandida, dan kegagalan respons hipersensitivitas tipe lambat. Jika awitan kandidosis granulomatosa sebelum 6 tahun, biasanya karena endrokrinopati herediter.1 Agen infeksius terbanyak pada PGK adalah S aureus, B cepacia, S morceses dan Aspergillus sp.4 Insidens kandidosis granulomatosa tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada sebuah penelitian di Barcelona telah diisolasi penyebab granulomatosa kronik adalah bakteri (stafilokokus, salmonela, serratia, pseudomonas, enterokokus) dan jamur (kandida, aspergillus, trichopyton).4,5 Insidens penyakit granulomatosa kronik dilaporkan satu dari 200.000 orang dan pada kenyataannya mungkin lebih. Pernah dilaporkan pada 245 pasien granulomatosa kronik, 20,4% di antaranya karena infeksi jamur.2 Patogenesis terjadinya granuloma adalah karena respons inflamasi yang tidak wajar terhadap infeksi atau iritasi (misalnya jahitan, sisa antigen bakteri atau jamur).3 Hasil respons inflamasi yang berlebih karena tidak adanya produksi superoksida yang metabolismenya berperan dalam inflamasi melalui degenerasi leukotrien, komplemen dan faktor kemostatik lain.4 Interferon γ yang merupakan sitokin poten limfosit bekerja pada sel mieloid dan akan meningkatkan aktivitas mekanisme pertahanan pada PGK melalui mekanisme yang belum diketahui.3-5 Gambaran klinik kandidosis granulomatosa berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering pada wajah, kepala, kuku, badan, tungkai dan faring.6 Pemeriksaan histopatologi pada kandidosis granulomatosa memperlihatkan papilomatosis, hiperkeratosis, infiltrat tebal pada dermis terdiri atas limfosit, neutrofil, sel plasma dan multi nucleated giant cells. Infiltrat dapat meluas hingga subkutis.7 Prinsip pengobatan PGK dengan infeksi berat atau kerusakan pada organ adalah infus granulosit atau transplantasi sumsum tulang dengan HLA yang sama.5 Pada granulomatosa kronis karena KMK dapat diberikan anti-kandida misalnya 1 amfoterisin B, flukonazol, itrakonazol, flusitusin dan inhibitor sintesis glukans 5-7 atau imunoterapi misalnya transplatasi timus, transfusi sel darah putih, tranfusi transfer factor kandida spesifik dan transplantasi sumsum tulang.8 Makalah ini melaporkan sebuahkasus kandidosis granulomatosa yang jarang dijumpai dan membahas penatalaksanaannya LAPORAN KASUS Seorang wanita, 20 th, suku Jawa, bangsa Indonesia, alamat Demak, datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 13 September 2003 dengan keluhan utama timbul benjolan yang terasa gatal. Sejak usia 5 tahun timbul bintil-bintil di lengan kanan, makin lama bertambah besar menjadi benjolan, dan menyebar ke pipi, telinga, pinggang, lengan serta kaki kanan-kiri. Benjolan terasa gatal, biasanya digaruk hingga kadang lecet. Satu minggu yang lalu pasien disarankan tetangga berobat ke dokter dan diberi obat minum dan oles tapi tidak ada perbaikan. Kemudian berobat ke RS. Dr. Kariadi Semarang. Riwayat sering berdebar-debar, mudah berkeringat dan kencing manis disangkal. Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Pasien adalah anak pertama dari 7 bersaudara, tidak bekerja, belum menikah, ayah bekerja sebagai petani. Pada pemeriksaan fisis tampak keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, berat badan 37 kg, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu 36,7 C. Pada mata, mulut, faring dan kuku tidak tampak kelainan. Status dermatologi tampak papul, nodus, dan granuloma hiperpigmentasi, ukuran bervariasi dari 0,5 cm sampai 4 cm, sebagian konfluen dan verukosa, terdapat krusta, skuama dan pus pada pipi, telinga, pinggang, punggung bagian bawah, lengan dan tungkai kanan dan kiri. Diagnosis banding pada saat itu adalah kandidosis granulomatosa, tuberculosis kutis verukosa, kromoblastomikosis dan mikosis fungoides. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan Hb 12,5 g/dl, Ht 37,6%, LED 45/82, leukosit 13.500/ul, trombosit 526.000/ul, hitung jenis: eos30/bas/btg0/seg36/lim25/mo2, gula darah I/ II 81/98 mg/dl, Na 141 mmol/I, kalsium 2,24 mmol/l, protein total protein 9,4 dl, albumin 4,0 g/dl, globulin 5,4 g/dl, Fe 123 ug%, TIBC 131 ug/dl, sel sezary(-), ureum 18 mg/dl, kreatinin 0,64 mg/dl, SGOT 18 u/l, SGPT 43 u/l. Pemeriksaan urin dan feses dalam batas normal. Kultur pus ditemukan Pseudomonas aeruginosa. Pada pemeriksaan KOH didapati hifa panjang, sel ragi dan sel radang sesuai dengan kandida. Tes Mantoux (negatif). Jumlah CD4 396 dan jumlah limfosit T menurun. Pada foto torak, jantung tidak membesar, paru tidak tampak kelainan. Pemeriksaan histopatologi kulit menunjukkan epidermis dengan akantosis disertai mikroabses dan jaringan granulasi bersebukan limfosit, histiosit dan sel datia berinti banyak. Pada pewarnaan Ziehl Nelsen: tidak ditemukan basil tahan asam (BTA) dan PAS: tampak hifa dan spora jamur dalam jaringan granulasi, tidak 2 tampak ganas. Gambaran ini sesuai dengan radang akibat jamur dan menyokong kandidosis granulomatosa. Hasil konsultasi dengan bagian penyakit dalam: hasil laboratorium belum dapat menunjukan kelainan tertentu. Diagnosis pasti pada pasien ini adalah kandidosis granulomatosa. Pengobatan awal yang diberikan adalah itrakonazol 2 x 100 mg/hari, krim mikonazol untuk wajah, CTM 3 x1 tablet/hari, vitamin B/C 3 x 1 tablet/hari. Pengamatan pada hari ke 42 tampak granuloma mulai agak menipis, kemudian dilakukan pemeriksaan KOH ulang dan didapatkan hifa sudah pendek-pendek. Dari hasil pemeriksaan ulang laboratorium darah didapatkan didapatkan SGOT dan SGPT meningkat, trombositosis dan anemia. Diberikan terapi tambahan curcuma 3 x 1 tablet. Pada hari ke 67 diberikan terapi metotreksat 2,5 mg 3 x tiap 12 jam setiap minggu (diberikan 5 siklus) dan simetidin 3 x 1 tablet. Hari ke 86, tampak granuloma mulai meninggi lagi disertai erosi, krusta dan pus. Diberikan terapi metilprednisolon 96 mg/hari dalam dosis terbagi dan diturunkan bertahap. Perawatan luka dengan kompres rivanol, krim gentamisin dan krim dekspantenol serta diobati dengan metronidazol 3 x 500 mg.hari. Pada hari ke 119 pasien mengeluh mual, muntah, nafsu makan menurun sehingga semua terapi dihentikan, kemudian diberikan terapi infus RL dan D5, amoksisilin 3 x 500 mg iv, primperan 2 x1 ampul iv, simetidin 3 x 1 ampul iv. Pemeriksaan ulang laboratorium darah didapatkan hipoalbuminemia dan proteinuria. Hari ke 124 dilakukan USG abdomen: tidak tampak kelainan secara sonografi. Infus dihentikan serta mulai lagi terapi itrakonazol 2 x 100 mg. Granuloma agak menipis, terdapat skuama, krusta dan ulkus sebanyak 4 buah, berukuran 2 x 3 cm dengan dasar eritematosa pada tungkai bawah. Hari ke 138 pasien pulang dengan perbaikan, tampak granuloma mendatar, makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Ulkus sudah menutup, tinggal satu ulkus di pergelangan kaki kiri berukuran 1 x 1 cm, dasar eritematosa. Pasien disarankan rawat jalan dan kontrol 2 minggu lagi tetapi tidak datang. Pasien datang 1 bulan setelah keluar dari rumah sakit dengan keluhan benjolan timbul kembali di tempat yang sama. 3 Pedigree : Pembahasan Diagnosis kandidosis granulomatosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis didapatkan timbulnya bintil-bintil sejak usia 5 tahun, mulai di lengan kanan, semakin hari semakin membesar, berbenjol-benjol dan menyebar ke pipi, telinga, pinggang, punggung bagian bawah, lengan dan kaki kanan-kiri dan terasa gatal. Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Menurut kepustakaan penyakit granulomatosa yang bersifat kronis biasanya disertai kelainan genetik yang diturunkan secara X-linked atau resesif autosomal disertai imunodefensiasi. Granuloma merupakan respons inflamasi tidak wajar karena adanya antigen jamur atau bakteri dan iritasi/trauma.4,9 Pada PGK terdapat kelainan genetik yang ditandai dengan hilangnya fungsi fagosit membran plasma yang berhubungan dengan kompleks enzim (NADPH) oksidase. Defisiensi oksidase ini menyebabkan berkuranganya atau hilangnya kemampuan fagosit dari bakteri dan jamur.4 Mutasi patologik akan merusak pembentukan fagosit peroksidase dan menyebabkan penyakit granulamatosa kronik, ditandai dengan timbulnya banyak granuloma dan infeksi rekuren yang dapat membahayakan jiwa.4,5 Bila awitan kandidosis granulomatosa sebelum 6 tahun, biasanya terdapat kelainan endokrinopati heraditer.1 Pada pasien ini didapatkan papul, nodus dan granuloma, hiperpigmentasi, sebagian konfluen dan verukosa, krusta, pus dan skuama pada telinga, pipi, pinggang, perut, serta lengan dan tungkai kanan-kiri. Menurut Housen dan Rothman, kandidosis granulomatosa sering menyerang anak-anak. Lesi berupa papul, nodus kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm. Lokasinya sering terdapat di wajah, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.6 Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah pada pasien ini pada awalnya didapatkan leukositosis, hipereosinofilia, neutropenia, peningkatan LED, hormon T3,T4,TSH normal, kadar gula darah normal, pemeriksaan elektrolit darah normal. 4 Kadar Fe normal tetapi TIBC menurun. Kelainan darah yang timbul kemungkinan karena terdapat infeksi sekunder dari luka granulomatosa. Tes Mantoux negatif. CD4 dan jumlah limfosit T menurun. Hal ini menunjukkan gangguan pada imunitas selular. Pemeriksaan pus pada lesi didapatkan Pseudomonas aeruginosa. Biopsi pada pemeriksaan KOH didapatkan hifa panjang, sel ragi, dan sel radang, sesuai dengan kandida. Setelah pemberian itrakonazol, pada pemeriksaan KOH selanjutnya hifa telah menjadi pendek. Dalam perjalanan penyakit selanjutnya, pemeriksaan laboratorium darah lengkap tiap bulan didapatkan peningkatan kadar SGOT dan SGPT, hal ini dapat dikarenakan efek dari terapi itrakonazol jangka panjang. Juga ditemukan hipoalbumin, proteinuria, kemungkinan karena dalam perjalanan penyakitnya pasien mual, muntah dan dehidrasi. Trombositosis yang terjadi dapat karena penyakit kronik atau anemia. Granuloma timbul karena proses inflamasi yang tidak wajar terhadap infeksi, baik bakteri atau jamur, sehingga terlihat peningkatan leukosit dan LED. Pasien neutropenia dan gangguan fungsi neutrofil mempunyai predisposisi untuk infeksi kandida diseminata.10 Pada PGK bila awitan dini akan terjadi disfungsi limfosit T, hilangnya respons imunitas selular terhadap antigen kandida, dan kegagalan respons hipersensitivitas tipe lambat. Pada kandidosis granulomatosa dengan awitan sebelum 6 tahun, terdapat faktor herediter, misalnya endokrinopati (hipoparatiroid, hipotiroid, diabetes militus, Addison disease) atau anemia defisiensi vitamin B 12 yang terjadi kurang lebih 50% pasien. Pada kasus non endokrinopati dapat juga diturunkan secara resesif autosomal dan akan terlihat kadar besi yang rendah.11,12 Pemeriksaan histopatologi menunjukkan epidermis dengan akantosis disertai mikroabses dan jaringan granulasi bersebukan limfosit, histiosit dan sel datia berinti banyak. Pada pewarnaan Zhiel Nielsen BTA(-), PAS: tampak hifa dan spora jamur dalam jaringan granulasi. Gambaran tersebut sesuai dengan radang akibat jamur (mikosis) dan yang menyokong kandidosis granulomatosa. Pemeriksaan histopatologi granuloma kandida memperlihatkan papilomatosis, hiperkeratosis, infiltrat yang tebal pada dermis berisi sel-sel limfosit, neutrofil, sel plasma dan multi nucleated giant cells. Infiltrat dapat meluas hingga subkutis.7,9 Diagnosis banding dengan tuberkulosis kutis verukosa dapat disingkirkan karena gambaran klinisnya berupa papul-papul lentikular di atas kulit eritematosa, pada bagian yang cekung terdapat sikatriks dan tidak gatal. Predileksi pada tungkai bawah dan kaki. Pada pemeriksaan biopsi dengan pewarnaan Zhiel Nielsen hasil positif.13, 14 Diagnosis banding dengan kromoblastomikosis dapat disingkirkan karena pada kromoblastomikosis lesi berupa papul dan pustul yang berkembang secara perlahan menjadi papiloma dengan hiperkeratosis atau verukosa, predileksi dapat pada kaki. Kaki sering membengkak dan nyeri. Pada pemeriksaan histopatologi terdapat pseudo epiteliamatous epidermal dysplasia dan pada dermis terlihat jamur berwarna coklat dengan dinding yang tebal berukuran 5 hingga 12 nm, sering dinamakan copper pennies, medlar bodies atau skelorik bodi.9,15,16 5 Diagnosis banding dengan mikosis fungoides dapat disingkirkan karena pada mikosis fungoides didapatkan 3 stadium yaitu makula/ premikotik, plakat dan tumor. Lesi terletak pada daerah lipatan kulit dan wajah, terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan ditemukan sel Sezary. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel T yang abnormal, dan Pautrier’s mikroabses pada epidermis.17 Pengelolaan pada pasien ini adalah mencari kelainan sistemik dan etiologi granulomatosa kronis. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan sistemik dan pada granuloma ditemukan kandida. Anti jamur yang diberikan itrakonazol 2 x 200 mg/hari selama 3 bulan dan untuk proses inflamasi diberikan metrotreksat 2,5 mg x 3/12 jam seminggu selama 5 minggu dilanjutkan metilprednisolon sebanyak 96 mg/hari yang diturunkan secara bertahap. Pengobatan suportif diberikan CTM 3 x 1 tablet/hari, simetidin 3 x 1 tablet/hari, curcuma 3 x 1 tablet/hari, vitamin B/C 3 x 1 tablet/hari, krim mikonazol untuk wajah, salap gentamisin dan dekspanthenol, serta perawatan luka. Dalam perjalanan penyakitnya pasien mengalami dehidrasi dan diberikan infus cairan RL, D5 selama 5 hari, amoksisilin 3 x 500 mg/hari iv, primperan 2 x1 ampul/hari iv, simetidin 3 x 1 ampul iv. Pada kandidosis granulomatosa dapat diberikan anti jamur seperti itrakonazol 2x200 mg/hari selama 4 bulan. Untuk dosis pemeliharaan dapat diberikan itrakonazol 1x 200 mg/hari.3 Pada kandidiasis invasif dapat diberikan amfoterisin B intra vena dengan dosis 0,5 –1.0 mg /kg BB/hari selama tiga minggu. Obat-obat lainnya adalah flukonasol, ketokonasol, flusitosin dan inhibitor sintesis glikans atau imunoterapi misalnya transplatasi timus, transfusi sel darah putih, transfusi factor kandida spesifik, transplatasi sumsum tulang.8,18-20 Jika awitan penyakit kandidosis granulomatosa dini, mungkin dapat dicari adanya faktor herediter yang termasuk dalam PGK.1,5 Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam dubia ad malam, quo ad fungsionam dubia ad malam. KESIMPULAN Telah dilaporkan sebuah kasus kandidosis granulomatosa pada seorang wanita 20 tahun dengan keluhan timbul benjolan hampir seluruh tubuh. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis benjolan dimulai sejak umur 5 tahun makin hari makin besar dan menyebar disertai gatal. Pada gambaran klinik didapatkan nodus dan plakat, hiperpigmentasi, pus, krusta, skuama pada telinga, pipi, pinggang, perut dan tungkai kanan-kiri. Pada pemeriksaan KOH didapatkan jamur kandida dan pemeriksaan histopatologi menunjukkan epidermis dengan akantosis disertai mikroabses dan jaringan granulasi bersebukan limfosit, histiosit dan sel datia berinti banyak. Pewarnaan PAS tampak hifa dan spora jamur dalam jaringan granulasi. Keadaan tersebut sesuai dengan radang akibat jamur dan yang menyokong kandidosis granulomatosa. Terapi itrakonazol 2x 200 mg, metrotreksat selama 5 minggu, metilprednisolon 96 mg/hari, selain terapi suportif lainnya memberi hasil perbaikan 6 klinis tetapi terjadi rekurensi setelah putus obat 1 bulan. Prognosis guo ad vitam bonam, ad sanationam dubia ad malam, ad functionam dubia ad malam. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Odom RB, James WB. Berger TG. Candidiasis. Dalam: Andrew’s Disease of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: WB Sounders Co, 2000: 379-86. Klenk AS, Mastin Annli. Yeast Infection. Dalam: Fitzpatrick Tb Eds. Dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hiil, 2003; 2: 2006 – 17. Dohil M, Predivile JS. Cutaneous manifestations of chronic granulomatous disease. J. Am.Acad. Dermatol 1997; 36(6 pt1): 81-9. Guide SV, Holland SM. Regulation of production and activation of neutrophil. Dalam: Fitzpatrick TB Eds. Dermatology in General Medicine, Vol.1. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hill, 2003: 311- 7. Hay RJ. The management of superficial candidiasis. J Am Acad Dermatol 1999; 40: S35. Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3, Jakarta: BP FK UI, 2000: 103 – 6. Bodey. GP. Histologic identification and pathologic patterns of disease caused by candida. Dalam: Candidiasis Pathogenesis, diagnosis and treatment. Edisi ke-2. New York: Roven Press: 1993: 21-42. Gungor T, Bicik IE, Wiel UV. Diagnosis and therapeutic impact of whole body positron emission tomography using Flurine –1 & Fluro –2 Deoxy –D glucase in children with chnonic granulomatosa disease. ADC; 2001, 85: 341–5. Mehregan AH. Mixed cell granulomas. Dalam: Pinkus’ guide to dermatohistophatology. Edisi ke-4. Connecticutt : Applenton Century Erofts, 1986: 277-90. Dharmana E. Modulasi system imun pada infeksi jamur. Disampaikan pada Konas dan TIN III PMKI, Semarang, 1-3 Oktober, 2004. Falco OB, Plewig G, Winkelmann RK. Chronic mucocutaneus candidiasis. Dalam: Dermatolgy 2 nd Comp Rev ed.Berlin : Springer – Verlag, 2000: 342-46. Edwards J E. Candida species. Dalam: JE Bennet ed. Principle practice of infectious disease. Vol 2. New York: Churcill Livingstone, 1995: 2289-306. Fitzpatrick TB, Johnson. RA et al. Cutaneous Tuberculosis. Dalam: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill, 2001: 661 – 83. Juanda A. Tuberkulosis Kutis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke – 3. Jakarta: BP FKUI, 2000: 62 – 70. Falco OB, Plewig G. Chromomycosis. Dalam: Dermatology 2 nd Comp rev ed. Berlin: Springer – Verlag, 2000: 346 – 7. Mc Kue PH., Infectious disease. Dalam: Essensial Skin Pathology. London: Mosky, 1999: 28 – 45. Fitzpatrick TB, Johnson. RA. Cutaneous T cell lymphoma. Dalam: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill, 2001: 535-41. Arndth KA, Bowers EK. Candidosis. Dalam: Manual of Dermatologic Therapies. 6 nd ed . Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002: 88-90. Shelley WB, Shelly ED. Advanced Dermatology therapy II. Philadhepia: WB Saunders company, 2001: 196-202. Anomymous. Guidelines of care superficial mycotic infections of the skin: Mucocutaneus candidosis . J. Am.Acad. Dermatol 1996; 34 : 110-5. 7 FOTO SEBELUM TERAPI FOTO 3 MINGGU SETELAH TERAPI ITRAKONAZOL Granuloma mulai menipis FOTO SETELAH TERAPI METILPREDNISOLON DAN METOTREKSAT Granuloma meninggi lagi dan terjadi erosi, ulkus, krusta dan timbul pus FOTO SAAT PULANG DARI RUMAH SAKIT Granuloma menjadi datar, makula hipo dan hiperpigmentasi FOTO KAMBUH 1 BULAN SETELAH PUTUS OBAT Granuloma meninggi lagi pada tempat yang sudah datar disertai skuama FOTO PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Tampak epidermis dengan akantosis disertai mikroabses dan jaringan granulasi berserbukan limfosit, histiosit dan sel datia berinti banyak. PAS: tampak hifa dan spora jamur dalam jaringan granulasi. FOTO PEMERIKSAAN KOH Hifa panjang-panjang, yeast cell (+) Keterangan: Foto kasus ada di Sekretariat MDVI 8