BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dukungan Sosial 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dukungan Sosial
2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2010) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (2011) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain
seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 2012) menyatakan dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional
atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2011) menyatakan bahwa
dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh
Saroson (dalam Smet, 2012) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah
adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan
pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti
bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian
infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial
akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan
sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat
berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan
individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Menurut stanley (2012), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial adalah sebagai berikut :
1.
Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan
fisik meliputi sandang, dan pangan. Apabila seseorang tidak tercukupi
kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2.
Kebutuhan sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat
daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang
mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan
pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat
diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3.
Kebutuhan psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin
tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan
orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan
maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.
2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial
Menurut Sheridan dan Radmacher (2009), Sarafino (2011) serta Taylor
(2012); membagi dukungan sosial kedalam 3 bentuk, yaitu
1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan
pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta
pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu
dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dianggap dapat dikontrol.
2. Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk,
saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi
seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah
dengan lebih mudah.
3. Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi,
adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu
memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber
dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih
Universitas Sumatera Utara
baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap
tidak dapat dikontrol.
2.1.4. Cakupan dukungan sosial
Menurut Saranson (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), dukungan
sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;
1.
Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia
Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan
saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan
persepsi
individu
bahwa
kebutuhannya
akan
terpenuhi
(pendekatan
berdasarkan kualitas).
2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial
Menurut Rook dan Dootey (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), ada
2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
1. Dukungan sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam
melalui berbagai sumbangan sosial.
2. Dukungan sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupannya secara spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya,
Universitas Sumatera Utara
misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau
relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber
dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut
terletak dalam hal sebagai berikut ;
1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuatbuat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang
berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama.
4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian
dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar
menemui seseorang dengan penyampaian salam.
5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis .
Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural
terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :
1. Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga
Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber
dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan
dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem
sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama
bagi individu, seperti membangkitkan persaan memiliki antara sesama
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga, memastikan persahabatan
yang berkelanjutan dan
memberikan rasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut
Argyle (dalam Veiel & Baumann,2012), bila individu
dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya
sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya
efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek
buffering
(penangkal)
terhadap
dampak
stresor.
Munculnya
efek
ini
dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu
ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan
dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orangorang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan
kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel &
Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman
dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama
adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat
dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi
masalah atau pertolongan berupa uang.
Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi
dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat
meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang
Universitas Sumatera Utara
tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi
bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya
seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan
kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.
3.
Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban
kekerasan.
Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional
sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal
ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan
sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber
yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan
dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat
kepercayaan penerima dukungan.
Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu
dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan
dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada
kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai
sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki
hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan
individu yang terisolasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam
berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk
(994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), mengemukakan adanya 6
komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale”
,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama
lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah ;
1.
Kerekatan emosional (Emotional Attachment)
Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan
sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial
semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup
atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan
memiliki hubungan yang harmonis.
2.
Integrasi sosial (social integrasion)
Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan
tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga
yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan
semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan
dimilki dalam kelompok.
Universitas Sumatera Utara
3.
Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)
Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga.
Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau
lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga
atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.
4.
Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)
Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga
untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan
mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis
dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.
5.
Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial
yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat
yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang
dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong
dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.
6.
Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang
dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang
untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk
Universitas Sumatera Utara
memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anakanaknya) dan pasangan hidup.
7.
Aspek hubungan sosial pada pasien
Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai
kecenderungan lebih sedikit untuk stres
dibandingkan seseorang yang
hubungannya jauh dengan keluarga. (Stanley, 2012).
2.1.7. Bentuk dukungan sosial
Menurut Kaplan and Saddock (2008), adapun bentuk dukungan sosial
adalah sebagai berikut ;
1.
Tindakan atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang
disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.
2.
Aktivitas religius atau fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh
karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada
Tuhan .
3.
Interaksi atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orangorang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat
memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya.
2.1.8. Dampak dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima
individu dari orang- orang tertentu dalam kehidupannya. Diharapkan dengan
Universitas Sumatera Utara
adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan
dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan
mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita,
2012).
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian
dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (2010) mengemukakan bahwa
secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat
mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan
orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian
tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.
Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu
pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri
mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dengan begitu memodifikasi
hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada
derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan
diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.
Sheridan and Radmacher (2012), Rutter, dkk. (2010), Sarafino (2010) serta
Taylor (2012); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan
sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu;
1. Model efek langsung
Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada
kesejahteraan. Model ini berfokus pada hubungan dan jaringan sosial dasar.
Universitas Sumatera Utara
Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang
meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran
sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.
2.
Model buffering
Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial yang berperilaku sebagai
buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif dari kecemasan. Model ini
mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan melindungi individu dari
efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan khusus yang
disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini bekerja
dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau
mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini
berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan
sosial yang ada.
2.1.9. Dimensi dukungan sosial
Menurut Jacobson (2010), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;
1. Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan
diperhatikan.
2. Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.
3. Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang
dalam mengatasi masalah.
2.1.10. Kategori dukungan sosial
Menurut Nursalam (2009), dukungan sosial keluarga dikategorikan
menjadi ;
Universitas Sumatera Utara
1. Dukungan sosial kurang dengan skor < 7
2. Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13
3. Dukungan sosial kurang dengan skor 14 – 20
2.2. Suami
2.2.1. Defenisi Suami
Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami
mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan
suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan
hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai
kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga. ( chaniago,
2009. http://tutorialkuliah.com).
2.2.2. Peran Suami
Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg
menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan
peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008).
Peran juga merupakan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang
dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter,
perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Jadi yang dimaksud dengan
peran suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang telah
menikah, baik dalam fungsinya di keluarga maupun di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Imunisasi
2.3.1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu cara untuk menimbulkan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.
(Wahab, 2002).
Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin
DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3
(tiga) dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11
bulan) (Depkes RI, 2013).
2.3.2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar.
Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem
imunoglobik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi
tubuh dari serangan penyakit (Musa dalam Wardhana, 2001).
Menurut Depkes RI (2013), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk
mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh
wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian
pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.
2.3.3. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan
menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Keluarga,
menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak
sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan 3) Negara,
memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Wahab, 2009).
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi
dasar bayi
Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat
atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007).
Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan
lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).
Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan
imunisasi dasar adalah :
a. Pendidikan
Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
Universitas Sumatera Utara
dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak
secara
rasional
sehingga
latar
belakang
pendidikan
seseorang
dapat
mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2012). Pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula
tingkat pengetahuannya.
b. Pendapatan atau Penghasilan
Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah
penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam
kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta
pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan
pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi
oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi
ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun
kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi
(Syamsul, 2010).
c. Pengalaman
Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran,
kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari halhal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan
imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu
giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat
mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto, 2011).
Universitas Sumatera Utara
d. Pekerjaan
Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan
pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna
dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial,
kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai
pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan
perlindungan
sehingga
ibu
lebih
mengutamakan
pekerjaan
dari
pada
mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto, 2011).
e. Dukungan keluarga
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan
kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat
besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota
keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon
dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi.
Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada
dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
f. Motif
Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto,
2011).
Universitas Sumatera Utara
g. Fasilitas Posyandu
Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi
(Suparyanto, 2011).
h. Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan
antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah dan
masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan
kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).
i.
Tenaga kesehatan
Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan
kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi
status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan
bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto,
2011).
j.
Ketersediaan vaksin
adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat menjadi
hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di wilayah
kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk melakukan
kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program pencapaian
imunisasi lengkap tidak akan tercapai.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi adalah tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan
hepatitis B (Depkes RI, 2013).
1. Tuberkulosis Berat
Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis
bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal
juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah
Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan
Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan
kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium,
suatu
anggota
dari famili
Mycobacterium
dan termasuk dalam
ordo
Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit
berat pada manusia dan penyebab terjadinya
infeksi.
Masih terdapat
Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai
Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI,
2013).
Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan.
Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada
bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar
getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak
biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk,
muntah-muntah dan kesadaran menurun.
WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan
100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian
tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun
bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian
tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang
dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya,
terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya
melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis,
ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2013).
Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin
(Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan
klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan
laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan
pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin).
Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG
dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan
spondilitis.
Universitas Sumatera Utara
2. Difteri
Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah
menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara
dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda
yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke
orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman
ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang
mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini
ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih
keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan,
selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2013).
Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang
tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala
tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi
(Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama
dengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen
yaitu DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).
3. Pertusis
Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus
yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara).
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun.
Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala
awal berupa batuk-batuk ringan pada siang hari. Makin hari makin berat disertai
Universitas Sumatera Utara
batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal
sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan
tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak
menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak
mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini
dengan melakukan imuniasi DPT (diteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).
4. Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia
kemanusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan
Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour
(persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat
dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang
berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat
menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk
terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu
keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes
RI, 2013).
Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :
a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak
mengalami rhisus sardonikus.
b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot
seluruh badan.
Universitas Sumatera Utara
c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya
timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf
pusat.
Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari
sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka.
Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14
hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka
terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek
prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid
bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT
(Depkes RI, 2013).
5. Polio
Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit
polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe
dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua
kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated
disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus
paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah
manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent
infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus
lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari
Universitas Sumatera Utara
sekret tenggorokan. Di daerah denan sanitasi lingkungan yang baik penularan
lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara
pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang
sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV
menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50%
penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi
dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan
meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada
pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran
sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2013).
6. Campak
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular
lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang
penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus
Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10
hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam,
gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta
gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian
atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia
(radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot
kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga
stadium, yaitu (Depkes RI, 2013):
Universitas Sumatera Utara
a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk,
fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctivis dan coryza.
Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas
sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.
b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di
mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin
berkurang.
c. Stadium konvalesen Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak yang menggunakan vaksin yang mengandung
virus campak yang dilemahkan.
7. Hepatitis B
Penyakit hepatitis adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada
manusia, yang disebabkan oleh virus. Sedangkan hepatitis B adalah penyakit liver
(hati) kronik hingga akut, umumnya kronik-subklinik dan sembuh sendiri (self
limited). Penularan penyakit ini dapat melalui ibu ke bayi dalam kandungan
(vertical transmission), jarum suntik yang tidak steril dan hubungan seksual. Masa
inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit
diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah,
dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Depkes RI, 2013).
2.3.6. Dukungan Suami dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi
Peranan suami sangat besar bagi ibu dalam mendukung perilaku atau
tindakan ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Suami sebagai orang
terdekat di lingkungan keluarga dan sekaligus pemegang kekuasaan dalam
Universitas Sumatera Utara
keluarga yang sangat menentukan dalam pemilihan tempat pelayanan kesehatan
(Depkes RI, 2013). Green (2010) menyebutkan bahwa dukungan keluarga
khususnya suami merupakan salah satu elemen penguat (reinforcing) dalam
penentuan perilaku seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini
terlihat dari penelitian Soewandijono (2010) yang meneliti tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi campak, terbukti bahwa
salah satu faktor yang mempunyai hubungan bermakna dalam pencapaian
cakupan imunisasi campak adalah tingkat peran serta keluarga terutama suami.
2.4. Perilaku
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku
ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk
mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan
adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut.
Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012), membagi perilaku ke dalam tiga
domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan
pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari: pengetahuan, sikap dan
tindakan/praktek.
2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
Universitas Sumatera Utara
pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru,
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo,
2012) :
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana
Universitas Sumatera Utara
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2012):
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa
yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat
dari penggunaan
kata-kata
kerja:
dapat
menggambarkan,
membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada.
2.4.2. Sikap
Berkowitz tahun 2010 pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi
tentang sikap (Azwar, 2000), namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi
tiga kelompok pemikiran, yaitu:
1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (2011), Rensis Likert
(2011), Charles Osgood (2011), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau
Universitas Sumatera Utara
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak
(unfavorable) terhadap objek sikap tertentu”.
2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (2011), Bogardus (2010), LaPiere
(2010), Mead (2012) dan Girdon Allport (2012), mengatakan bahwa sikap
adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respons”.
3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa sikap merupakan konstalasi
komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam
kelompok ini Secord dan Backman (2010) mengatakan bahwa “sikap adalah
sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran (kognisi)
dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya.”
Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus
diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju
atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap
suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui,
mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap
mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti
mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan.
(Fishbein, 2010).
2.4.3. Tindakan
Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan
aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara
sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa
sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten,
serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok
dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya. (Notoatmodjo, 2012).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek
kesehatan ini juga mencakup: (Notoatmodjo, 2012).
a. Tindakan sehubungan dengan penyakit
b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Tindakan kesehatan lingkungan
2.5. Konsep Gender
Konsep gender berbeda dengan konsep seks (jenis kelamin), seks
merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis
yang melekat pada jenis kelamin tertentu, laki-laki dan perempuan. Konsep
gender, adalah konsep yang mengacu pada suatu sifat yang melekat pada kaum
Universitas Sumatera Utara
laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial kultural (Fakih,
1996). Dikatakan sebagai konstruksi sosial kultural karena sifat-sifat itu dari
waktu ke waktu maupun dari tempat ke tempat bisa berlawanan, dalam arti
berbeda atau dipertukarkan.
Menurut Susanti (2010), konstruksi sosial perihal gender dapat dilihat
sebagai hal yang wajar, sebab budaya pada setiap komunitas mempunyai ekspresi
yang khas. Namun demikian, perbedaan gender bisa menjadi masalah jika
perbedaan itu mengakibatkan ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta
ketidakadilan dalam hak dan kesempatan baik bagi laki-laki dan terutama
perempuan. Oleh karena itu, banyak perempuan mengalami ketimpangan serta
ketidakadilan gender dari pada laki-laki. Konstruksi demikian sering terjadi di
dalam berbagai kebudayaan masyarakat sebagaimana tercermin pada adanya
konsep feminisme dan maskulinitas.
Ketimpangan kekuasaan dan akses antara laki-laki dan perempuan ini
sejak dahulu kala diperkuat oleh nilai-nilai atau budaya Patriarki. Perempuan
selalu dilekatkan pada citra feminitas, yang diartikan selalu pada sifat pasrah
mendahulukan kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungan pada
laki-laki serta dituntut untuk mengedepankan peran domestiknya saja sebagai
bagian dari kodrat. Sementara laki-laki lekat sebagai sosok prima, maskulinitas,
yang mengcitrakan keberanian, tegas dalam bertindak, sosok yang harus dipatuhi,
dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada
perempuan. Ketimpangan gender berlangsung hampir di semua kehidupan, publik
maupun privat. (Fakih, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Keluarga
Pengertian keluarga adalah yang terdiri dari orang-orang yang disatukan
oleh ikatan perkawinan darah dan ikatan adopsi yang hidup bersama dalam satu
rumah tangga, anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai
peran sosial dan menggunakan kultur yang diambil dari masyarakat dengan
beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 2011). Pengertian keluarga yang lain
adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga,
berinteraksi dalam
perannya
masing-masing,
menciptakan serta
membedakan kebudayaan. (Effendy, 2012).
Ada juga yang mengemukakan pengertian sebuah keluarga sebagai suatu
sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama karena
hubungan darah, perkawinan, adopsi atau perjanjian bersama. Sebagai sebuah
sistem keluarga mempunyai pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan
seorang individu yang merupakan bagian dari sistem dan menentukan apakah
seorang individu akan berhasil dalam menjalani kehidupannya. Keluarga
merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri dimana
masalah seseorang individu mempengaruhi anggota keluarga dan seluruh
keluarga. (Effendy, 2012).
Peran keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan anggota
keluarga, terutama pada kuratif (pengobatan). Apabila ada anggota keluarga yang
sakit, keluarga juga yang akan memperhatikan individu tersebut secara total,
menilai, dan memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
Universitas Sumatera Utara
keadaan sehat sampai tingkat optimum, mengingat prioritas tertinggi dari keluarga
adalah kesejahteraan anggota keluarga.
2.6.1. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan, meliputi: (Effendy, 2012)
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan
keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu
tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber
daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya
perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi,
dan seberapa besar perubahannya.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga Tugas ini merupakan
upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai
dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan untuk memutuskan tindakan keluarga. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah
kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal
keluarga agar memperoleh bantuan.
Universitas Sumatera Utara
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki
keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan
lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan
dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga
telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Sumber-sumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan, pentingnya hygiene sanitasi, kekompakan antara anggota keluarga.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga
Keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang dapat diperoleh dan fasilitas
kesehatan terjangkau oleh keluarga. (Suprajitno, 2012).
2.6.2. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga
Pemegang kekuasaan dalam keluarga menurut yaitu (Effendy, 2011):
a. Patriakal, yang dominan dan pemegang kekuasaan dalam keluarga adalah di
pihak ayah.
b. Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah di
pihak ibu.
c. Equalitarian, yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.
Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang
mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga yang dituakan, mereka yang menentukan masalah dan
kebutuhan keluarga. Dasar pengambilan keputusan tersebut yaitu :
a. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga
b. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota
keluarga.
c. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap keluarga
atau anggota keluarga yang bermasalah.
2.6.3. Dukungan Keluarga
Pengertian sebuah dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi
terus-menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan keluarga
berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial
sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga mengacu pada
dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu
yang dapat diakses untuk keluarga (dukungan keluarga bisa/tidak digunakan tetapi
anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan bantuan).
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal seperti
dukungan suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga
berupa dukungan keluarga eksternal yang didapat dari sahabat, teman dan
tetangga bagi keluarga inti. (Friedman, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Landasan Teori
Teori Snehandu B.Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari:
a) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior intention)
b) Dukungan sosial masyarakat sekitarnya (social support)
c) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information)
d) Otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau
keputusan (personal otonomy)
e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation)
B=f(BI, SS, AI , PA, AS
Keterangan:
B= Behaviour
F= Fungsi
BI= Behaviour Intention
SS= Social Support
AI= Accessebility of Information
PA= Personal Autonomy
AS= Action Situation
Universitas Sumatera Utara
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan,
kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi
yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku tidak
bertindak. Seorang Suami yang tidak memberi dukungan untuk kelengkapan
Imunisasi terhadap Bayinya, mungkin karena tidak ada minat dan niat terhadap
kelengkapan Imunisasi Bayi (behavior intention) atau barangkali juga tidak ada
dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Mungkin juga karena
kurang atau tidak memperoleh informasi yang kuat tentang Imunisasi
(accessebility of information). Faktor lain yang mungkin menyebabkan tidak
ikut imunisasi adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan,
misalnya alasan kesehatan (action situasion).
(Notoatmodjo, Soekidjo,2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta).
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
dukungan instrumental
suami (penyediaan
materi dan pelayanan)
dukungan informasional
suami (pemberian
informasi, dan
pengetahuan)
Kelengkapan
Imunisasi dasar
Bayi
dukungan emosional
suami (rasa empati, dan
rasa diperhatikan)
Universitas Sumatera Utara
Download