Bab 6

advertisement
Bab 6
Logika Deduktif
Logika Deduktif:
Istilah
• Ada sejumlah istilah yang digunakan oleh
logika deduktif
–
–
–
–
–
Ungkapan (pernyataan)
Kelompok (suku)
Kuantifikasi
Cakupan
Validitas
– Gabungan di antara mereka
Logika Deduktif
Istilah: Ungkapan
Ungkapan
• Ungkapan adalah pernyataan
• Ungkapan dapat benar dan dapat juga palsu
• Ada tiga macam ungkapan: kategoris, hipotetis,
disjunktif/alternatif
Ungkapan Kategoris
• Ungkapan untuk satu kategori dari sesuatu yang
memiliki kepastian tunggal
• Contoh
• Susi pergi ke pasar
• Budi menulis surat
• Ungkapan ini bisa benar dan bisa juga palsu
Logika Deduktif
Istilah: Ungkapan
Ungkapan Hipotetis
• Ungkapan yang memiliki syarat
• Berlaku jika syaratnya dipenuhi dan tidak
berlaku jika syaratnya tidak dipenuhi
• Biasanya berbentuk “jika” dan “maka”
• Contoh
• Jika tidak pergi kuliah, maka Susi pergi ke pasar
• Jika sedang santai, maka Budi menulis surat
Ungkapan Disjunktif/Alternatif
• Ungkapan dengan dua pilihan
• Berbentuk “atau” (exclusive or) dan bukan
“dan/atau” (inclusive or)
• Contoh
• Susi pergi ke pasar atau pergi ke kuliah
• Budi sibuk belajar atau menulis surat
Logika Deduktif
Istilah: Kelompok
Kelompok
• Kelompok dalam pengertian himpunan atau
kelas
• Kelompok adalah sekumpulan sesuatu yang
memiliki ciri sama sebagai identitas kelompok
• Contoh: mahasiswa, penduduk, penyanyi
Letak Kelompok
• Kita menggunakan dua letak kelompok dengan
menamakan mereka “suku”
• Ada “suku kiri” yang terletak di sebelah kiri
• Ada “suku kanan” yang terletak di sebelah
kanan
Menggunakan kelompok normal
Logika Deduktif
Istilah: Kelompok
Kelompok Normal dan Nonnormal
• Ada kelompok normal dan ada kelompok
nonnormal
• Kelompok nonnormal adalah kelompok yang
tidak dapat dipastikan identitasnya
• Contoh 1:
• Saya adalah pembohong
• (Saya termasuk kelompok pembohong atau
kelompok bukan pembohong?)
• Contoh 2:
• Saya hanya mencukur orang yang tidak
mencukur diri sendiri
• (Yang mencukur diri saya termasuk kelompok
saya atau kelompok bukan saya?)
Logika Deduktif
Istilah: Kelompok
Kelompok Normal dan Nonnormal
• Contoh 3:
• Ada toko A, B, C, D di satu jalan. Mereka
mempromosikan toko mereka dengan tulisan
• Toko A: Toko terhebat di kota ini
• Toko B: Toko terhebat di negara ini
• Toko C: Toko terhebat di seluruh dunia
• Toko D: Toko terhebat di jalan ini
• (Toko mana yang termasuk kelompok toko
terhebat?)
• Di dalam logika deduktif, kita hanya
menggunakan kelompok normal dan tidak
menggunakan kelompok nonnormal
Logika Deduktif
Istilah: Kuantifikasi
Kuantifikasi
• Menyatakan banyaknya sesuatu
• Kuantifikasi dapat direduksi menjadi dua jenis
(1) “semua” (total) atau “tiada” serta (2)
“sebagian” (parsial)
Kuantifikasi Semua (total)
• “Semua” atau “ total” berarti meliputi semua
sesuatu yang disebut
• “Tiada” juga termasuk ke dalam “semua”
• Bentuk lain: setiap, selalu, seluruh, segala,
tidak pernah, tidak, kosong
• Ada kalanya tanpa penyebutan, misalnya:
• Kucing bukan hewan melata
• Dosen hadir di upacara wisuda
• (Ini berarti semua kucing dan semua dosen)
Logika Deduktif
Istilah: Kuantifikasi
Kuantifikasi Sebagian (parsial)
• “Sebagian” atau “ parsial” berarti tidak meliputi
semua yang disebut
• Bentuk lain: terbanyak, 60%, separuh, setengah,
seperempat, ada kalanya, kadang-kadang,
sedikit
• Contoh:
• Sebagian dosen hadir di upacara wisuda
• Separuh mahasiswa sedang ujian
• Sedikit karyawan tidak hadir di pekerjaan
Contoh Kuantifikasi
• Semua siswa naik kelas
• Tiada pegawai yang boleh meminjam uang
• Sebagian anak bermain gundu
Logika Deduktif
Istilah: Cakupan
Cakupan
• Cakupan berkenaan dengan keanggotaan
kelompok
• Ada dua kemungkinan: tercakup dan tidak
tercakup
Tercakup (Inklusi)
• Termasuk menjadi anggota kelompok
• Notasi: 
• Diagram:
x
Tidak Tercakup (Eksklusi)
• Tidak menjadi anggota kelompok
• Notasi: 
• Diagram:
x
Logika Deduktif
Istilah: Benar dan Betul
True dan Right
• Ada ungkapan yang true atau false
• Ada ungkapan yang right atau wrong
• Diperlukan padanan di dalam bahasa Indonesia
Benar atau Palsu
• Benar adalah padanan true (truth)
• Palsu adalah padanan false
Betul atau Salah
• Betul adalah padanan right
• Salah adalah padanan wrong
• Valid (sahih) atau tidak valid
Logika Deduktif
Kelompok dan Cakupan
Hubungan Kelompok dengan Cakupan
• Kelompok suku kiri dihubungkan dengan
kelompok suku kanan
• Hubungannya berbentuk cakupan (inklusi atau
eksklusi)
Hubungan Inklusif
Suku Kiri

Suku Kanan
Hubungan Eksklusif
Suku Kiri

Suku Kanan
Logika Deduktif
Kelompok, Cakupan, Kuantifikasi
Empat Macam Hubungan Kelompok,
Cakupan, dan Kuantifikasi
•
•
•
•
•
•
Notasi sejak zaman dahulu: A, E, I, O
Bentuk A: inklusi total
Bentuk E: eksklusi total
Bentuk I: inklusi parsial
Bentuk O: eksklusi parsial
(A, I dari kata affirmo; E,O dari kata nego)
Bentuk A: Inklusi Total
Contoh:

Semua macan sangat berbahaya

Semua penduduk Jakarta adalah penduduk
Indonesia
Logika Deduktif
Istilah: Hubungan Kelompok
Bentuk E: Eksklusi Total
Contoh:

Semua kelinci tidak berbahaya

Semua wanita bukan pria
Bentuk I: Inklusi Pasial
Contoh:

Sebagian gajah sangat berbahaya

Sebagian mahasiswa menonton film
Logika Deduktif
Istilah: Hubungan Kelompok
Bentuk O: Eksklusi Parsial
Contoh

Sebagian ular tidak berbahaya

Sebagian dosen tidak hadir di wisuda
Contoh Lainnya
•
•
•
•
•
•
Semua parkir tidak diperkenankan di sini
Sebagian pegawai adalah sarjana
Tiada maling yang mengaku maling
Sebagian mahasiswa tidak lulus ujian
Semua pekerjaan selesai dikerjakan
bSetiap anak wajib bersekolah
Logika Deduktif
Istilah: Distribusi
Distribusi dan Tidak Terdistribusi
• Berlaku untuk suku kiri dan suku kanan
• Aturan untuk suku kiri berbeda dengan aturan
untuk suku kanan
Suku Kiri
• Semua atau tiada
• Sebagian
: terdistribusi (T)
: tidak terdistribusi (TT)
Suku Kanan
• Eksklusi
• Inklusi
: terdistribusi (T)
: tidak terdistribusi (TT)
Logika Deduktif
Istilah: Terdistribusi
Contoh

T
TT
Semua penduduk Jakarta adalah penduduk
Indonesia

T
T
Semua kucing bukan hewan melata

TT
TT
Sebagian mahasiswa pergi menonton film
TT

T
Sebagian dosen tidak hadir di upacara wisuda
Logika Deduktif
Premis dan Konklusi
Bentuk Logika Deduktif
• Dimulai dari premis (sesuatu lebih dahulu)
• Satu atau lebih premis
• Sampai ke konklusi
Premis
Premis
-------Konklusi
Premis dan Konklusi
• Premis adalah sesuatu yang telah diketahui dan
diterima (teori, hukum, asumsi)
• Konklusi adalah hasil pemikiran (hipotesis)
LOGIC
Logic is the study of propositions and of their use in
argumentation. This study may be carried on at a very
abstract level, as in formal logic, or it may focus on
the practical art of right reasoning, as in applied logic.
Valid arguments have two basic forms. Those that
draw some new proposition (the conclusion) from a
given proposition or set of propositions (the premises)
in which it may be thought to lie latent are called
deductive. These arguments make the strong claims
that the conclusion follows by strict necessity from the
premises, or in other words that to assert the premises,
but deny the conclusion would be inconsistent and
self-contradictory. Arguments that venture general
conclusions from particular facts that appear to serve
as evidence for them are called inductive. These
arguments make the weaker claim that the premises
lend a certain degree of probability or reasonableness
to the conclusion. The logic of inductive
argumentation has become virtually synonymous with
the methodology of the physical, social, and historical
sciences and is no longer treated under logic. Logic as
currently understood concerns itself with deductive
processes. As such it encompasses the principles by
which propositions are related to one another and the
Techniques of thought by which these relationships can
be explored and valid statements made about them.
In its narrowest sense deductive logic divides into
the logic of propositions (also called sentential logic)
and the logic of predicates (or noun expressions). In its
widest sense it embraces various theories of language
(such as logical syntax and semantics), metalogic (the
methodology of formal systems), theories of modalities
(the analyses of the notions of necessity, possibility,
impossibility, and contingency), and the study of
paradoxes and logical fallacies. Both of these senses
may be called formal or pure logic, in that they
construct and analyze an abstract body of symbols,
rules for stringing these symbols together into
formulas, and rules of manipulating these formulas.
When certain meanings are attached to these symbols
and formulas, and this machinery is adapted and
deployed over the concrete issues of a certain range of
special subjects, logic is said to be applied. The
analysis of questions that transcend the formal
concerns of either pure or applied logic, such as the
examination of the meaning and implications of either
discipline, is the domain of the philosophy of logic.
Logic was developed independently and brought to
some degree of systematization in China (5th to 3rd cen-
tury BC) and India (from the 5th century BC through
the 16th and 17th centuries AD). Logic as it is known in
the West comes from Greece. Building on an important
tradition of mathematics and rhetorical and
philosophical argumentation, Aristotle in the 4th
century BC worked out the first system of logic of
noun expressions. The logic of propositions originated
in the work of Aristotle’s pupil Theophrastus and in
that of the 4th-century Megarian school of dialecticians
and logicians and the school of the Stoics. After the
decline of Greek culture, logic reemerged first among
Arab scholars in the 10th century. Medieval interest in
logic dated from the work of St. Anselm of Canterbury
and Peter Abelard. Its high point was the 14th century,
when the Scholastics developed logic, especially the
analysis of propositions, well beyond what was known
to the ancients. Rhetoric and natural science largely
eclipsed logic during the Renaissance. Modern logic
began to develop with the work of mathematician G.W.
Leibniz, who attempted to create a universal calculus
of reason. Great strides were made in the 19th century
in the development of symbolic logic, leading to highly
fruitful merging of logic and mathematics in formal
analysis.
Modern formal logic is the study of inference and
proposition forms. Its simplest and most basic branch
is that of the propositional calculus (PC). In this logic,
propositions or sentences form the only semantic
category. These are dealt with as simple and remained
unanalyzed; attention is focused on how they are
related to other propositions by propositional
connectives (such as “if … then,” “or,” “it is nor the
case that,” etc.) and thus formed into arguments. By
representing propositions with symbols called variables
and connectives with symbolic operators, and b y
deciding on a set of transformation rules (axioms that
define validity and provide starting points for the
derivation of further rules called theorems(, it is
possible to model and study the abstract characteristics
and consequences of this formal system in a way
similar to the investigations of pure mathematics.
When the variables refer not to whole propositions but
to noun expressions (or predicates) within propositions,
the resulting formal system is known as a lower
predicate calculus (or LPC).
Changing the operators, variables, or rules of such
formal systems yields different logics. Certain systems
of PC, for example, add a third “neuter” value to the
two transitional possible values—true or false—of
propositions. A major step in modern logic is the disco-
very that it is possible to examine and characterize
other formal systems in terms of the logic resulting
from their elements, operations, and rules of formation;
such is the study of the logical foundations of
mathematics, set theory, and logic itself.
Logic is said to be applied when it systematizes the
forms of sound reasoning or a body of universal truths
in some restricted fields of thought or discourse.
Usually this is done by adding extra axioms and special
constants to some preestablished pure logic such as PC
or LPC. Examples of applied logics are practical logic,
which is concerned with the logic of choices,
commands, and values; epistemic logic, which
analyzes the logic of belief, knowing, and questions;
the logics of physical application, such as temporal
logic and mereology; and the logics of correct
argumentation, fallacies, hypothetical reasoning, and so
on.
Varieties of logical semantics have become the
central area of study in the philosophy of logic. Some
of the more important contemporary philosophical
issues concerning logic are the following: What is the
relation between logical systems and the real world?
What are the limitations of logic, especially with
regard to some of the assumptions of its wider senses
and the incompleteness of first-order logic? What
consequences stem from the nonrecursive nature of
many mathematical functions?
Logika Deduktif
Premis dan Konklusi
Hasil Pemikiran Deduktif
• Ada dua hal penting di dalam hasil pemikiran
deduktif yakni benar dan valid
Benar atau Palsu
• Benar atau palsu berkenaan dengan materi
logika (berhubungan dengan ilmu)
• Misalnya: Semua kucing makan batu
• Benar atau palsu adalah urusan ahli kucing dan
ahli makanan
Valid atau Tidak Valid
• Valid atau tidak valid berkenaan dengan jalan
pikiran pada logika deduktif
• Pada tiap macam logika, ada aturan untuk valid
Logika Deduktif
Premis dan Konklusi
Jenis Logika Deduktif
• Ada dua jenis logika deduktif yang dibahas
• Jenis satu premis dan jenis dua premis
Jenis Satu Premis
• Inferensi segera
• Konversi
• Obversi
Jenis Dua Premis
•
•
•
•
Silogisme kategoris
Silogisme hipotetis
Silogisme disjunktif
Silogisme alternatif
Deduction
in logic, a rigorous proof, or derivation, of one
statement (the conclusion) from one or more
statements (the premises)—i.e. a chain of statements,
each of which is either a premise or consequence of a
statement occurring earlier in the proof. This usage is
a generalization of what Aristotle called the
syllogism, by a syllogism is now recognized as
merely a specific case of a deduction. Also, the
traditional view that deduction proceeds “from the
general to the specific” or “from the universal to the
particular” has been abandoned as incorrect by most
logicians. Some experts regard all valid inference as
deductive in form and for this and other reasons
reject the supposed contrast between deduction and
induction.
Logika Deduktif
Inferensi Segera
Inferensi Segera
• Kita melihat premis A, E, I, dan O
• Kalau salah satu benar, bagaimana lainnya
Bentuk Pertama
• Premis
A benar
(Semua mobil dipajak)
• Konklusi
E palsu
I benar
O palsu
(Semua mobil tidak dipajak)
(Sebagian mobil dipajak)
(Sebagian mobil tidak dipajak)
Logika Deduktif
Inferensi Segera
Bentuk Kedua
• Premis
E benar
(Semua toko tidak dipajak)
• Konklusi
A palsu
I palsu
O benar
(Semua toko dipajak)
(Sebagian toko dipajak)
(Sebagian toko tidak dipajak)
Bentuk Ketiga
• Premis
I benar
(Sebagian dosen terlambat)
• Konklusi
A ragu
E palsu
O ragu
(Semua dosen terlambat)
(Semua dosen tidak terlambat)
(Sebagian dosen tidak terlambat)
Logika Deduktif
Inferensi Segera
Bentuk Keempat
• Premis
O benar
(Sebagian siswa tidak hadir)
• Konklusi
A palsu
E ragu
I ragu
(Semua siswa hadir)
(Semua siswa tidak hadir)
(Sebagian siswa hadir)
Kesimpulan
• Hanya dua yang valid
A benar I benar
E benar O benar
• Dapat digunakan di dalam kerangka berpikir
dengan A atau E sebagai premis dan I dan O
sebagai hipotesis
Inference
in logic, derivation of conclusions from given
information or premises by any acceptable form of
reasoning. Inferences are commonly drawn by deduction,
which, by analyzing valid argument forms, draws out the
conclusions implicit in their premises; by induction,
which argues from many instances to a general statement;
by probability, which passes from frequencies within a
known domain to conclusions of stated likelihood; and by
statistical reasoning, which concludes that, on the
average, a certain percentage of set of entities will satisfy
the stated conditions.
Logika Deduktif
Konversi
Bentuk Konversi
• Premis: Semua A adalah B
• Konklusi: Semua B adalah A
• (A dan B bertukar tempat)
Aturan Konversi
• Ada dua aturan pada konversi:
• Mempertahankan kualitas asli (tetap inklusi
atau tetap eksklusi)
• Suku terdistribusi pada konversi harus
terdistribusi juga pada premis
Logika Deduktif
Konversi
Bentuk A (Inklusi Total)
• Premis
T

TT
Semua mahasiswa adalah manusia
• Konklusi
TT

TT
Sebagian manusia adalah mahasiswa
Bentuk E (Eksklusi Total)
• Premis
T

T
Semua kucing tidak bertanduk
• Konklusi
T

T
Semua yang bertanduk bukan kucing
Logika Deduktif
Konversi
Bentuk I (Inklusi Parsial)
• Premis
TT

TT
Sebagian pegawai adalah sarjana
• Konklusi
TT

TT
Sebagian sarjana adalah pegawai
Bentuk O (Eksklusi Parsial)
• Premis
TT

T
Sebagian mahasiswa tidak lulus ujian
• Konklusi
Tidak ada konversi (meragukan)
Conversion
in syllogistic, or traditional, logic interchanging the
subject and predicate of a categorical proposition, or
statement. Conversion yields an equivalent proposition
(and is hence valid inference) in general only with socalled E and I proposition (universal negatives and
particular affirmatives). For example, the converse of the
E proposition “No men are immortal” is “No immortals
are men” and that of the I proposition “Some man is
mortal” is “Some mortal is man.”
Logika Deduktif
Obversi
Bentuk Obversi
• Premis : A adalah B
• Konklusi : A tidaklah tidak B
(adalah menjadi tidak serta B menjadi tidak B)
Aturan
• Bentuk cakupan berubah
Inklusi menjadi eksklusi
Eksklusi menjadi inklusi
• Suku kanan berubah menjadi lawannya
B menjadi tidak B
Tidak B menjadi B
Logika Deduktif
Obversi
Contoh 1
• Premis

Susi adalah kaya
• Konklusi

Susi tidaklah tidak kaya
Contoh 2
• Premis

Pintu itu tidak terkunci
• Konklusi

Pintu itu adalah tidak terkunci
Obversion
in syllogistic, or traditional logic, transformation of a
categorical proposition, or statement, into a new
proposition in which (1) the subject term is unchanged,
(2) the predicate is replaced by its contradictory, and (3)
the quality of the proposition is changed from affirmative
to negative or vice versa. Thus the obverse of “Every
man in mortal” is “No man is immortal.” Because the
obverse of any categorical proposition is logically
equivalent to it, obversion is a form of immediate
inferences.
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Bentuk Silogisme Kategoris
• Memiliki dua premis
• Bentuk
Premis mayor
Premis minor
Konklusi
• Premis mayor menggunakan ungkapan
kategoris
Premis dan Aturan
• Premis mayor bersifat lebih umum
• Premis minor bersifat lebih khusus
• Ada empat aturan untuk menjamin validitas
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Aturan Nomor 1
• Memiliki tepat tiga suku
• Setiap suku dipakai tepat dua kali
Aturan Nomor 2
• Tidak memiliki eksklusi, atau
• Memiliki dua eksklusi dan satu di antaranya
terletak di konklusi
Aturan Nomor 3
• Suku tengah (yakni suku yang digunakan dua
kali di premis) harus terdistribusi paling sedikit
sekali
Aturan Nomor 4
• Suku yang terdistribusi pada konklusi harus
juga terdistribusi pada premis
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Contoh 1
• Premis mayor
S1 T

S2 TT
Semua pemimpin bisa berbuat salah
• Premis minor
S3 T

S1 TT
Semua ketua adalah pemimpin
• Konklusi
S3 T

S2 TT
Semua ketua bisa berbuat salah
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Contoh 2
• Premis mayor
S1 T

S2 T
Perjanjian judi tidak berlaku di pengadilan
• Premis minor
S3 T

S1 TT
Tuntutan ini adalah perjanjian judi
• Konklusi
S3 T

S2 T
Tuntutan ini tidak berlaku di pengadilan
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Contoh 3
• Premis mayor
Semua A adalah B
• Permis minor
Semua C adalah B
• Konklusi
Semua C adalah A
Logika ini tidak valid. Aturan nomor berapa
yang dilanggar?
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
Contoh 4
• Premis mayor
Semua anak sehat suka naik sepeda
• Premis minor
Susi adalah anak sekolah
• Konklusi
Susi suka naik sepeda
Logika ini tidak valid, aturan nomor berapa
yang dilanggar?
Logika Deduktif
Silogisme Kategoris
• Contoh 5
Semua barang langka adalah mahal
Kuda putih adalah barang langka
--------------------------------------------Kuda putih adalah mahal
• Contoh 6
Semua barang langka adalah mahal
Kuda murah adalah barang langka
--------------------------------------------Kuda murah adalah mahal
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Bentuk Silogisme Hipotetis
• Memiliki dua premis, premis mayor dan premis
minor
• Premis mayor menggunakan ungkapan hipotetis
• Memiliki satu konklusi
Premis Mayor
• Berbentuk: jika A maka B
• A adalah anteseden
• B adalah konsekuen
Premis Minor
• Menerima anteseden, atau
• Menolak konsekuen
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Aturan
• Terdapat hanya dua kemungkinan:
• Menerima anteseden (modus ponens), atau
• Menolak konsekuen (modus tollens)
Contoh Menerima Anteseden
• Premis mayor
• Premis minor
• Konklusi
: Jika A maka B
:A
:B
Contoh Menolak Konsekuen
• Premis mayor
• Premis minor
• Konklusi
: Jika A maka B
: Tidak B
: Tidak A
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Contoh 1
• Premis mayor
Jika turun hujan maka air sungai meluap
• Premis minor
Turun hujan
• Konklusi
Air sungai meluap
Contoh 2
• Premis mayor
Jika turun hujan maka air sungai meluap
• Premis minor
Air sungai tidak meluap
• Konklusi
Tidak turun hujan
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Contoh 3
• Premis mayor
Jika kunci cocok maka pintu dapat dibuka
• Premis minor
Kunci cocok
• Konklusi
Pintu dapat dibuka
Contoh 4
• Premis mayor
Jika kunci cocok maka pintu dapat dibuka
• Premis minor
Pintu tidak dapat dibuka
• Konklusi
Kunci tidak cocok
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Contoh 5
• Premis mayor
Jika Budi tidak di rumah maka ia ada di toko
• Premis minor
Budi tidak di rumah
• Konklusi
Budi ada di toko
Contoh 6
• Premis mayor
Jika Susi tinggal di kota maka ia tidak perlu
mobil
• Premis minor
Susi perlu mobil
• Konklusi
Susi tidak tinggal di kota
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Kekeliruan
• Menolak anteseden atau menerima konsekuen
adalah keliru
• Jika turun hujan maka air sungai meluap
• Menolak anteseden
Tidak turun hujan, ada alasan lain yang
menyebabkan air sungai meluap (misalnya
bendungan bobol), sehingga air sungai bisa saja
meluap dan bisa juga tidak
• Menerima konsekuen
Air sungai meluap, penyebabnya bukan hanya
hujan (bisa juga karena bendungan bobol),
sehingga bisa saja turun hujan dan bisa juga
tidak
Logika Deduktif
Silogisme Hipotetis
Jika dan Hanya Jika
• Memerlukan dua premis mayor yang saling
komplemen
• Contoh
• Jika dan hanya jika sehat, maka Susi pergi ke
sekolah
• Kedua premis mayor adalah
• Jika sehat, maka Susi pergi ke sekolah
• Jika tidak sehat, maka Susi tidak pergi ke
sekolah
• Bentuk Keseluruhan
• Ada empat bentuk yakni
• Dua bentuk menerima anteseden atau dua bentuk
menolak konsekuen pada masing-masing premis
mayor
Logika Deduktif
Silogisme Disjunktif
Bentuk silogisme disjunktif
• Memiliki premis mayor dan premis minor
• Premis mayor menggunakan ungkapan
disjunktif
• Premis minor menerima salah satu pilihan
• Memiliki satu konklusi
Misal
• Premis mayor
• Premis minor
• Konklusi
: A atau B
:A
: Bukan B
• Premis mayor
• Premis minor
• Konklusi
: A atau B
:B
: Bukan A
Logika Deduktif
Silogisme Disjunktif
Aturan
• Harus menerima salah satu pilihan
Contoh 1
• Premis mayor
Susi pergi ke toko atau pergi ke kuliah
• Premis Minor
Susi pergi ke toko
• Konklusi
Susi tidak pergi ke kuliah
• Premis minor
Susi pergi ke kuliah
• Konklusi
Susi tidak pergi ke toko
Logika Deduktif
Silogisme Alternatif
Bentuk Silogisme Alterantif
• Memiliki premis mayor dan premis minor
• Premis mayor menggunakan ungkapan
alternatif
• Premis minor menolak salah satu pilihan
• Memiliki satu konklusi
Misal
• Premis mayor : A atau B
• Premis minor : Bukan A
• Konklusi
:B
• Premis mayor
• Premis minor
• Konklusi
: A atau B
: Bukan B
:A
Logika Deduktif
Silogisme Alternatif
Aturan
• Harus menolak salah satu pilihan
Contoh
• Premis mayor
Susi sakit atau bolos kuliah
• Premis minor
Susi tidak sakit
• Konklusi
Susi bolos kuliah
• Premis minor
Susi tidak bolos kuliah
• Konklusi
Susi sakit
Download