SINKRONISASI KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM MENGANTISIPASI FENOMENA DEFISIT KEMBAR (TWIN DEFISIT) Oleh: Haryanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis keuangan global yang mendera zona Euro dan Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 2008 telah berdampak pada penurunan yang tajam pada pertumbuhan ekonomi dunia dan bahkan hampir semua negara mengalami kontraksi ekonomi. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia sebelum krisis (2007) sebesar 5,4% menjadi 2,8% pada tahun 2008, dan bahkan pada tahun 2009 mengalami kontraksi sebesar -0,6%1. Ketidakpastian kondisi ekonomi global pasca krisis Eropha dan Amerika yang dibarengi dengan meningkatnya eskalasi kawasan Timur Tengah, Jepang-China, Korea Utara-Korea Selatan, telah berimbas kepada penurunan pemintaan barang dan jasa global yang signifikan termasuk permintaan barang dan jasa ke Indonesia. Namun demikian, dalam kondisi ekonomi dunia yang masih dibayang-bayangi oleh krisis keuangan global ini, ekonomi Indonesia pada tahun 2012 masih mampu tumbuh sebesar 6,23% menduduki posisi kedua tertinggi dunia setelah China yang tumbuh sebesar 8,7%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi ditengah kelesuan ekonomi global ini, nampaknya membawa mimpi buruk bagi kondisi makroekonomi, karena untuk pertama kalinya sejak tahun 1961, Indonesia mengalami defisit kembar (twin deficit)2. Twin defisit merupakan fenomena dimana defisit anggaran pemerintah (APBN) terjadi bersamaan dengan defisit transaksi berjalan (current account)3. Tahun 2012 defisit APBN Indonesia sebesar Rp. 190,1 trilyun atau 2,23% dari PDB, dianggap aman karena masih di bawah angka toleransi defisit sebesar 3%4. Permasalahan utamanya adalah bahwa defisit fiskal tahun 2012 ini diantaranya berasal dari defisit keseimbangan primer sebesar Rp 72,3 triliun, dan pertama kali terjadi sejak tahun 1990-an. 1 2 3 4 Republik Indonesia, (2013). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, pp. 2-3 A. Tony Priantono, Defisit Kembar, Kompas 18 Februari 2013 available at: http://psekp.ugm.ac.id /artikel/id/13. John Bluedron and Daniel Leigh, Revisiting the Twin Deficit Hypothesis: The Effect of Fiscal Consolidation on the current Account, pp. 1. Republik Indonesia, (2013). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, pp. 1-9 1 Keseimbangan primer merupakan total penerimaan negara dikurangi belanja, tetapi tidak memasukkan pembayaran bunga. Disamping defisit fiskal, pada tahun 2012 Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,7 milliar yang juga merupakan pengalaman pertama sejak 2009 yang surplus US$ 19,6 miliar, pada tahun 2010 surplus sebesar US$ 22,1 miliar dan pada 2011 surplus US$ 26 milliar5. Defisit neraca perdagangan ini terjadi karena kombinasi faktor domestik (impor migas meningkat dan lifting minyak dalam negeri menurun) dan menurunnya ekspor karena menurunnya permintaan barang dan jasa khususnya dari Amerika dan Eropa. Neraca transaksi berjalan (current account) merupakan penjumlahan neraca barang (trade balance), neraca jasa (service account), dan neraca transaksi unilateral (hibah atau grant), baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang dilakukan oleh swasta.6 Kecenderungan sebelum tahun 2012, neraca transaksi berjalan yang dilakukan oleh pemerintah sering defisit, tetapi bisa ditutup oleh transaksi swasta. Masalah mulai timbul ketika transaksi berjalan yang dilakukan oleh swasta mulai mengalami defisit, dan pada saat yang sama pemerintah tidak mampu menekan defisit anggaran. Neraca transaksi berjalan secara total mengalami defisit 2,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2012, dan 0,2% dari PDB pada 2011. Pada tahun 2012, neraca transaksi perdagangan dan jasa mengalami defisit, sedangkan neraca arus modal mengalami surplus. Jadi sumber masalah utama pelemahan nilai tukar pada 2012 adalah defisit neraca perdagangan dan jasa. Defisit neraca transaksi berjalan ini, berujung pada penurunan pasokan valuta asing. Defisit kembar ini dapat berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD karena kurangnya pasokan valuta asing (Aviliani dan Iman Sugema, 2013)7, dalam jangka menengah dapat mendorong munculnya fenomena downward death spiral, lingkaran setan yang menjerumuskan (Wijayanto Samirin, 2013)8, dan dalam jangka panjang akan mengganggu stabilitas perekonomian suatu negara (Edward, 2001)9. Defisit kembar dalam jangka menengah sangat berbahaya, seperti downward death spiral, lingkaran setan yang menjerumuskan. Semakin lama dibiarkan, semakin sulit untuk mengatasinya. Hal ini dapat terjadi apabila defisit kembar tidak segera diantisipasi oleh pemerintah Indonesia, seperti halnya yang terjadi di Amerika Serikat, dimana defisit perdagangan dan defisit fiskal ditutup dengan hutang. Dalam jangka menengah, hutang, yang kebanyakan berasal dari hutang luar 5 6 7 8 9 BPS, Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Januari 2013, Berita Resmi Statistik No. 17/03/Th. XVI, 1 Maret 2013, pp. 1-11 Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris, Jakarta: Putaka LP3ES, P. 184 Aviliani dan Iman Sugema dalam diskusi EC-Think. Avalibale at: http://www.metrotvnews.com/ metronews/read/2013/03/21/2/140365/Defisit-Kembar-Ancaman-Perekonomian-Indonesia. Wijayanto Samirin, Defisit Kembar: Lingkaran Setan Yang Menjerumuskan Availabel at: http://beritamoneter.com/defisit-kembar-lingkaran-setan-yang-menjerumuskan/ Anonim, Waspadai Jebakan "Twin Deficit", availabel at: http://klikheadline.com/in/berita/waspadaijebakan-twin-deficit.html 2 negeri ini akan menumpuk, sehingga akan semakin banyak sumber dana dikeluarkan untuk membayar bunga, serta perekonomian Indonesia akan semakin rentan terhadap guncangan ekonomi global. Mengingat, dampak negatif twin deficit sangat membahayakan bagi stabilitas perekonomian Indonesia, baik jangka menengah maupun jangka panjang, maka diperlukan tindakan secara koordinatif dalam perumusan kebijakan moneter dan fiskal untuk mengantisipasi fenomena twin deficit yang berkepanjangan. Policy paper ini menganalisis secara diskriptif mengenai fenomena terjadinya twin defisit di Indonesia dan analisis perumusan alternatif kebijakan sinkronisasi/koordinasi kebijakan antara kebijakan moneter dan fiskal dalam mengantisipasi dampak twin deficit yang berkepanjangan. B. Perumusan masalah Sesuai dengan latar belakang di atas, maka permasalahan fenomena twin deficit dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses terjadinya twin deficit, baik secara teoretis maupun secara praktis? 2. Bagaimanakah alternatif kebijakan sinkronisasi antara sektor moneter dan fiskal yang dianggap sesuai untuk mengantisipasi munculnya defisit kembar? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan policy paper ini adalah untuk: 1. Melakukan analisis diskriptif mengenai fenomena terjadinya twin deficit di Indonesia (baik secara teoretis maupun secara praktis); 2. Melakukan analisis perumusan alternatif kebijakan sinkronisasi/koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal dalam mengantisipasi fenomena twin deficit yang berkepanjangan D. Metodologi Analisis yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diajukan dalam policy paper ini adalah dengan menggunakan metode inferential dekriptive analysis, yaitu dengan cara menyajikan faktafakta berupa data dan informasi terkait fenomena defisit kembar, kemudian melakukan analisis deskriptif berdasarkan landasan teoretis, data dan informasi yang ada untuk kemudian diambil berbagai kesimpulan dalam rangka policy reccomendation. Hasil analisis deskriptif dan rumusan rekomendasi kebijakan dikonsultasikan bersama pakar (pembimbing) dan didiskusikan dalam forum pertemuan policy paper. E. Kerangka Berfikir 3 Kerangka pikir analisis policy paper sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dalam mengantisipasi defisit kembar dalam makalah ini dijelaskan sebagaimana Gambar 1 berikut: Gambar 1: Kerangka Pikir Analisis Sinkronisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Mengantisipasi Defisit Kembar. 4 BAB II ANALISIS TEORETIS DAN PRAKTIS FENOMENA TWIN DEFISIT Permasalahan defisit, baik defisit fiskal maupun defisit transaksi berjalan (current account deficit), seringkali dialami oleh pemerintah suatu negara, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Gejala defisit fiskal biasaya terjadi saat pemerintah meningkatkan pelayanan publik kepada rakyatnya atau untuk meningkatkan pembangunan perekonomian sehingga pemerintah dapat bertindak dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah (government expenditure) atau` menurunkan tingkat pajak (taxes). Fleegleler (2006) menjelaskan bahwa defisit perdagangan (current account deficit) terjadi apabila penerimaan pemerintah dari ekspor lebih kecil dibandingkan pengeluaran pemerintah untuk impor, hal ini seringkali terjadi apabila produk domestik kurang memiliki daya saing dibandingkan produk lain di pasar internasional atau karena kurs domestik yang terapresiasi sehingga menurunkan daya saing produk domestik di pasar internasional10. A. Analisis Teoretis Fenomena Twin Defisit 1. Konsep Pendapatan Nasional Mankiw, dalam Marrisa Mahalayati (2011), menjelaskan bahwa berdasarkan model pengeluaran total Keynessian (Keynessian Total Expenditure Model) faktor-faktor yang merupakan komponen pendapatan nasional adalah : 1) Konsumsi, 2) Investasi, 3) Belanja Pemerintah (Government Purchase), dan 4) ekspor bersih11. Keempat faktor tersebut mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) dan memiliki dampak untuk tingkat harga dan tingkat pendapatan nasional. Keempat variabel pendapatan tersebut dapat dijelasakan sebagai berikut: a. Konsumsi Konsumsi merupakan penjumlahan seluruh produk, baik barang maupun jasa, yang dibeli oleh rumah tangga di suatu negara. Konsumsi merupakan komponen terbesar yang menentukan pendapatan nasional. Fungsi konsumsi secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: C = C0+ MPCYd, ........... a dimana: 10 11 C = Konsumsi C0 = Konsumsi autonomus MPC = Marginal Prospensity to Consume Fleegler, Ethan. 2006. The Twin Deficits Revisited: A Cross-Country, Empirical Approach. Durham: Duke University. Malahayati, Marrisa, 2011, Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara Asean, Bogor: FEM-IPB, pp. 6-13. 5 Yd = Pendapatan nasional disposible Pendapatan nasional disposible (Yd) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan oleh masyarakat. Secara matematis Pendapatan nasional disposible dapat dituliskan sebagai berikut: Yd = Y-Tx+Tr ................ b dimana: Yd = Disposible Income Y = Pendapatan Nasional Tx = Tingkat Pajak Tr = Transfer Payment Dengan menyatukan Persamaan a dan b maka didapatkan : C = C0+ MPC(Y-Tx+Tr) b. Investasi Investasi merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk membeli barangbarang modal untuk menjalankan produksi. Investasi terbagi atas tiga kategori yaitua: business fixed investment, residential fixed investment, dan inventory investment. Business fixed investment dilakukan dalam bentuk pembelian pabrik atau peralatan yang dilakukan oleh perusahaan. Residential investment dilakukan dalkukan dalam bentuk pembeian perumahan, sedangkan Inventory investment dilakukan oleh perusahaan dengan cara membeli barang-barang cadangan untuk investasi. Fungsi investasi berbanding terbalik terhadap tingkat suku bunga riil, hal ini dikarenakan saat suku bunga adalah biaya untuk meminjam, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin sedikit kegiatan investasi yang menguntungkan. Hal ini digambarkan oleh kurva fungsi investasi yang memiliki slope negatif. r (tingkat suku bunga) I (Investasi) Gambar 2. Kurva Investasi Bila dibandingkan dengan fungsi konsumsi, fungsi investasi merupakan fungsi yang kurang stabil dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 6 - Suku bunga yang senantiasa berubah setiap waktu. - Ekspektasi bisnis yang cenderung berubah-ubah. - Keputusan investor untuk menunda melakukan investasi. - Kesempatan untuk berinvestasi tidak terjadi setiap saat. c. Belanja Pemerintah (G) Belanja pemerintah merupakan keseluruhan barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pengeluaran yang termasuk sebagai belanja pemerintah diantaranya adalah belanja militer dan pembangunan fasilitas publik untuk masyarakat. Transfer of Payment (Tr) tidak termasuk kedalam komponen belanja pemerintah dikarenakan Tr hanya mengalokasikan ulang pendapatan dan tidak terdapat pertukan barang dan jasa. d. Ekspor Bersih (NX) Ekspor Bersih atau neraca perdagangan adalah selisih antara volume ekspor dan volume impor yang dilakukan oleh suatu negara. Jika nilai expor lebih besar dibandingkan nilai impor, maka dikatakan negara mengalami surplus perdagangan, sebaliknya jika nilai impor lebih besar dibandingkan nilai ekspor maka negara mengalami defisit perdagangan. Keempat komponen di atas membentuk persamaan pengeluaran agregat (AE) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: AE = C+I+G+NX AE = (C0+MPCYd) +I+G+NX AE = (C0+ MPC(Y-Tx+Tr)) + I+ G+ NX Karena keseimbangan pendapatan nasional dapat tercapai apabila pendapatan nasional sama dengan pengeluaran agregat sehingga dapat dituliskan : Y = AE= C + I + G + NX Sehingga secara ringkas dapat dituliskan sebagai Y= C + I + G + NX 2. Konsep Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) Current account atau neraca transaksi berjalan merupakan bagian dari neraca pembayaran internasional yang mencakup arus pembayaran jangka pendek (mencatat transaksi ekspor-impor barang dan jasa), yang terdiri dari: a. Ekspor dan impor barang-barang dan jasa. Ekspor barang-barang dan jasa yang diperlakukan sebagai kredit, impor barang-barang dan jasa diperlakukan sebagai debit, 7 b. Net investment income tingkat bunga dan dividen diperlakukan sebagai jasa karena mencerminkan pembayaran untuk penggunaan modal, dan c. Net transfer (transfer unilateral), yang meliputi bantuan luar negeri, pemberian-pemberian dan pembayaran lain antar pemerintah dan antar pihak swasta. Net transfer bukan merupakan perdagangan barang dan jasa. Atau dengan kata lain transaksi berjalan merangkum aliran dana antara satu negara tertentu dengan seluruh negara lain sebagai akibat dari pembelian barang-barang atau jasa, provisi income atas aset finansial, atau transfer unilateral (misalnya bantuan bantuan antar pemerintah dan antar pihak swasta). Transaksi berjalan merupakan ukuran posisi perdagangan intenasional yang luas. Defisit transaksi berjalan menjelaskan arus dana yang keluar suatu negara lebih besar dari dana-dana yang diterimanya. Komposisi transaksi berjalan mencakup neraca perdagangan dan neraca barang dan jasa. Transaksi berjalan umumnya digunakan untuk menilai neraca perdagangan. Secara sederhana, neraca Perdagangan merupakan selisih/perbedaan antara ekspor dan impor. Jika ekpsor lebih rendah dari impor, maka yang terjadi adalah defisit neraca perdagangan. Sebaliknya, jika impor lebih rendah dari ekspor, yang terjadi adalah surplus. Sedangkan neraca jasa adalah neraca perdagangan ditambah jumlah pembayaran bunga kepada para investor luar negeri dan penerimaan dividen dari investasi di luar negeri, serta penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pariwisata dan transaksi ekonomi lainnya. 3. Konsep Anggaran Pemerintah (Government Budget) Anggaran pemerintah (Government Budget) yang biasa disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBP) adalah selisih antara penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak dengan pengeluaran pemerintah. Pemerintah mengalami surplus anggaran (budget surplus) apabila penerimaan pemerintah lebih besar dibandingkan pengeluarannya, sebaliknya pemerintah mengalami defisit anggaran (budget deficit) jika pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan penerimaannya. Fischer dan Easterly (1990) mengatakan bahwa defisit anggaran pemerintah (budget deficit) dapat dibiayai melalui empat sumber, antara lain: 1) Mengambil cadangan mata uang asing , 2) Melalui pinjaman domestik dengan cara menjual surat berharga kepada masyarakat, 2) Melalui pinjaman luar negeri, 3) Melakukan pencetakan uang, atau perpaduan antara ketiga sumber tersebut.12 Seluruh sumber permbiayaan defisit anggaran pemerintah tersebut memiliki risiko masing-masing. Pembiayaan defisit anggaran pemerintah dengan pinjaman domestik mengakibatkan suku bunga riil domestik meningkat sehingga investasi domestik akan turun. Sedangkan, sumber pembiayaan defisit dengan menggunakan 12 Stanley Fischer and William Easterly, The Eeconomics of the Government Budget Constraint, The Worlbank Reserach Observer, Vol 2 No., 5, Juli 1990. 8 cadangan mata uang asing atau melalui sumber pinjaman luar negeri dapat menyebabkan kurs domestik menguat (terapresiasi) sehingga daya saing produk domestik menurun dan dapat berakibat turunnya ekspor. Fenomena ini menyebabkan menurunnya net expor sehingga berdampak pada penurunan cadangan mata uang asing di dalam negeri dan pelunasan hutang yang tidak berkesinambungan (unsustainable external indebtedness). Pembiayaan defisit melalui pencetakan uang akan mengakibatkan peningkatan inflasi. Disamping itu, dalam jangka pendek pencetakan uang dapat meningkatkan pendapatan pemerintah melalui pajak inflasi (seigniorage), akan tetapi dalam jangka panjang inflasi menurunkan pendapatan pemerintah dikarenakan kepercayaan dan permintaan terhadap mata uang domestik akan menurun. 4. Hubungan antara current account defict dengan Government bugdet deficit Aqeel dan Nishat (2000) menyatakan bahwa hubungan antara current account dan budget deficit dapat diturunkan dari persamaan pendapatan nasional. Persamaan pendapatan nasional dapat dituliskan sebagai berikut13: Y = C + I + G+ (X – M) .............(1) dimana: Y = Pendapatan Nasional, C = Konsumsi, I = Investasi Swasta, G = Pengeluaran Pemerintah, X = Ekpor, M = Impor, Selain itu, persamaan lain yang merumuskan pendapatan nasional adalah: Y = C + S + T ............ (2) Y = Pendapatan Nasional, C = Konsumsi, S = Tabungan Swasta Domestik, T = Pajak. dimana: Jika persamaan (1) dan (2) disusun kembali maka: C+I+G+(X – M) = C+S+T, sehingga XM= C+S+T-C-I-G, jika disederhanakan hasilnya: X-M= S+T-I-G atau X-M= (S-I) + (T-G).... .....(3). Persamaan (3) ini disebut sebagai hubungan twin deficit, yang menyatakan bahwa defisit 13 Anjum Aqeel and Mohammed Nishat, The Twin Deficits Phenomenon: Evidence from Pakistan, The Pakistan Development Review 39 : 4 Part II (Winter 2000) p. 2 9 yang terjadi pada current account ( X < M) akan diikuti oleh budget deficit pemerintah (T < G). Menurut Hossain dan Chowdurry, twin deficit ini hanya berlaku apabila gap antara investasi sektor swasta dan tabungan (S - I) diasumsikan tetap.14 B. Analisis Praktis Twin Defisit Saat ini, para politisi dan para pembuat kebijakan ekonomi mulai menaruh perhatian yang serius untuk mengendalikan defisit neraca berjalan dengan menerapkan kebijakan fiskal melalui pengendalian anggaran belanja negara. Terkait dengan hal ini, sejak dua dekade yang lalu banyak telaahan teori, studi empiris dan penelitian yang dilakukan untuk mengungkap masalah defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan. Beberapa penelitian memperlihatkan ada hubungan logis antara defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan, pemerintah dapat menstabilkan neraca transaksi berjalan dengan menerapkan kebijakan fiskal yang tepat. Isu yang lebih penting adalah apa yang mesti pemerintah harus lakukan ketika defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan muncul secara bersamaan serentak. Fenomena ini disebut sebagai defisit kembar, yang muncul pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Akibatnya, hal ini membuat keyakinan baru di kalangan ekonom bahwa defisit anggaran pemerintah menyebabkan defisit transaksi berjalan. Dengan kata lain, pemerintah dapat mengurangi defisit eksternal (current account) dengan mengendalikan yang domestik (anggaran pemerintah). Dengan demikian, neraca transaksi berjalan distabilkan dengan mengurangi pengeluaran pemerintah dan menaikkan pajak atau dengan mengendalikan defisit anggaran pemerintah.mengenai defisit kembar, khususnya tentang dampak defisit kembar dan analisis hubungan antara defisit fiskal dan defisit current account, akhir-akhir ini menjadi bahan telaahan yang menarik untuk dianalisis oleh para peneliti dibidang ekonomi. 1. Review Penelitian Terdahulu Mengenai Twin Defisit Hipotesis twin defisit merupakan salah satu isu ekonomi yang cukup hangat diperdebatkan selama 20 tahun terakhir ini baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Defisit transaksi berjalan negara disebabkan oleh fenomena defisit anggaran pemerintah, dan cara yang paling cocok untuk memecahkan masalah ini dan menstabilkan defisit anggaran dan defisit current account adalah dengan mengurangi defisit pengeluaran pemerintah atau meningkatkan pajak. Salvatore (2007) menjelaskaan bahwa bila terjadi kebijakan fiskal yang ekspansioner (terjadi defisit fiskal) maka nilai tukar riil mata 14 Hossain, A dan A. Chowdurry, 1998. Open Economy Macroeconomics Macroeconomics for Developing Countries. Edwar Elgar Publishing Limited. Cheltenham, UK 10 uang domestik akan terapresiasi sehingga daya saing perdagangan akan menurun dan memperburuk defisit neraca berjalan (current account deficit)15. Analisis mengenai defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran pemerintah kebanyakan dilakukan pada salah satu dari beberapa kerangka kerja. Pertama, hipotesis Twin Defisit, yang menyatakan bahwa defisit anggaran memiliki dampak yang besar terhadap defisit neraca berjalan. Smith dan Hsing (1995) menguji hal ini dan sampai pada kesimpulan bahwa defisit transaksi berjalan disebabkan oleh defisit anggaran pemerintah karena meningkatnya defisit anggaran akan meningkatkan suku bunga, yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai tukar mata uang, dan memperbesar defisit transaksi berjalan. Kedua, Hipotesis Equivalence Ricardian (Barro, 1989) yang berpendapat bahwa perubahan antara pajak dan defisit anggaran tidak akan berpengaruh pada tingkat bunga riil atau neraca transaksi berjalan. Dengan kata lain, tidak ada hubungan antara kedua defisit. Ketiga, hasil penelitian Brian Ng mengklaim adanya hubungan kausalitas antara kedua defisit, tetapi arah hubungan berjalan dari defisit transaksi berjalan kepada defisit anggaran16. Mankiw (2003) mengatakan bahwa defisit anggaran berarti konsumsi yang lebih tinggi dan tabungan nasional yang lebih rendah yang menyebabkan pembiayaan investasi dengan meminjam dari luar negeri menyebabkan defisit perdagangan. Selain itu, defisit anggaran menyebabkan apresiasi mata uang nasional yang berdampak negatif ekspor dan menyebabkan defisit transaksi berjalan yang lebih besar.17. Dalam analisisnya mengenai hipotesis defisit kembar di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Phlippines (4 negara ASEAN), Baharumshah, et. al. (2004), menemukan suatu hubungan kausal secara tidak langsung bahwa defisit anggaran berdampak pada peningkatan suku bunga, dan peningkatan suku bunga menyebabkan apresiasi nilai tukar dan ini menyebabkan membesarnya defisit transaksi berjalan18. Bader (2006) berusaha menjelaskan dampak dari defisit kembar, yakni defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan pada utang luar negeri di Yordania, dengan model Augment Dickey-Fuller-Test dan Phillips-Perron Satuan Akar Test. Hasil penelitian mengkonfirmasi adanya hubungan jangka panjang antara semua variable, dan konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya tentang pengaruh defisit kembar pada utang luar negeri. Pengaruh defisit anggaran terhadap hutang luar negeri jauh lebih tinggi daripada pengaruh defisit transaksi berjalan. Defisit anggaran dapat menyebabkan defisit transaksi berjalan dengan dua cara: (a) Defisit anggaran berarti tabungan nasional yang lebih rendah yang menyebabkan 15 16 17 18 Salvatore, D., 2007. Twin deficits in the G-7 countries and global structural imbalances. Elsevier Journal of Policy Modeling. Brian Ng, Twin Deficits: An empirical analysis on the relationship between budget deficits and trade deficits in Argentina, USA: The College of New Jersey, p. 2-5. Mankiw, N. Gregory (2003), "Macroeconomics", fifth edition, Worth Publisher. p. 414. Baharumshah, A. Z., Lau, E., and Khalid, A. M. (2004), "Testing Twin Deficits Hypothesis: Using VARs and Variance Decomposition", University Putra Malaysia-Faculty of Economics and Management, p. 2. 11 pembiayaan investasi pinjaman luar negeri menyebabkan defisit transaksi berjalan yang lebih besar, dan (b) Defisit anggaran menyebabkan apresiasi mata uang nasional yang mempengaruhi secara negatif ekspor dan menyebabkan defisit perdagangan yang lebih besar19. Hasil penelitian Bader mengisyaratkan perlunya perekonomian Yordania untuk mengurangi dan mengendalikan hutang luar negeri itu dengan mencapai pertumbuhan yang tinggi dalam PDB. Selain itu, kebijakan lain harus dilaksanakan untuk mengurangi beban hutang luar negeri, antara lain melalui: pemotongan pengeluaran pemerintah pusat yang tidak perlu, peningkatan tabungan masyarakat dan pinjaman lokal untuk membayar utang luar negeri dengan menerbitkan surat obligasi jangka menengah, dan melakukan privatisasi guna membayar hutang luar negeri. Sachs dan Larrain (1993), menganalisis peran defisit transaksi berjalan dalam meningkatkan utang publik. Mereka menyatakan bahwa defisit transaksi berjalan selama tahun 1980 telah mengubah Amerika Serikat dari negara kreditur internasional utama kepada debitur terbesar di dunia20. Malahayati (2011) menganalisis fenomena twin deficit pada negara-negara ASEAN dan menemukan bahwa defisit kembar tidak terjadi pada negara berpendapatan tinggi, seperti Singapura dan Brunei, pada negara berpendapatan menengah, seperti Malaysia, dan pada negara berpendapatan rendah, seperti Laos, Myanmar, dan Kamboja21. Untuk kasus negara berpendapatan tinggi dan menengah, twin deficit tidak terjadi karena negara tersebut dapat menutupi defisit mereka dengan menggunakan surplus yang didapat pada periode-periode sebelumnya. Sedangkan, pada negara Laos, Myanmar, dan Kamboja twin deficit tidak terjadi karena kebijakan fiskal yang ada tidak cukup mampu mempengaruhi variabel makroekonomi. Temuan lain menyebutkan bahwa negara yang menggunakan rezim nilai tukar fixed exchange rate, cenderung tidak mengalami twin deficit. Hal ini dikarenakan nilai tukar mata uang domestik ditentukan secara tetap dan tidak terpengaruh pada mekanisme pasar, termasuk besarnya defisit ataupun surplus neraca fiskal. Untuk kasus Indonesia, Filipina, dan Thailand, memperlihatkan pola hubungan twin deficit dimana defisit anggaran pemerintah menyebabkan defisit current account. Anggaran pemerintah mempengaruhi nilai tukar terjadi pada Vietnam. Current account mempengaruhi nilai tukar terjadi di Laos dan Vienam, Nilai tukar mempengaruhi anggaran pemerintah terjadi di Malaysia, Thailand, Laos, dan Vietnam, Sedangkan, nilai tukar mempengaruhi current account terjadi di negara Malaysia dan Thailand. Pada negara-negara dengan pendapatan menengah yang mengalami twin deficit, diperlukan sinkronisasi 19 20 21 Majed Bader, 2006, The Effect of the Twin Deficits on the Foreign Debt In Jordan: an Econometrical Study, Jordan: Hashemite University, pp. 23-24. Sachs, Jeffrey, and Felipe Larrain (1993), "Macroeconomics in the Global Economy", Harverter Wheatsheaf, New York, p. 152. Malahayati, Marrisa, 2011, Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara Asean, Bogor: FEM-IPB, pp. 2-3. 12 antara kebijakan fiskal dan moneter, sedangkan pada negara dengan pendapatan rendah diperlukan stabilitas sosial politik dalam negeri untuk mewujudkan stabilitas perekonomian. Dari berbagai hasil penelitian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pola hubungan antara defisit anggaran dengan defisit current account berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya, tergantung dari masalah yang dihadapi oleh perekonomian negara yang bersangkutan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa defisit anggaran dapat menyebabkan defisit transaksi berjalan, karena defisit anggaran berarti tabungan nasional yang lebih rendah yang menyebabkan pembiayaan investasi melalui pinjaman luar negeri; selanjutnya pembiayaan investasi melalui pinjaman luar negeri ini dapat berdampak pada apresiasi mata uang nasional, yang akan mempengaruhi secara negatif volumne ekspor, dan pada akhirnya akan menyebabkan defisit perdagangan yang lebih besar. Pola twin defisit inilah yang diperkirakan terjadi di Indonesia. 2. Data Empiris Perkembangan Ekspor, Impor dan Defisit/Surplus Neraca Perdagangan Indonesia (Milyar USD) Neraca perdagangan Indonesia sejak tahun 2000 s.d. tahun 2011 memperlihatkan adanya surplus perdagangan dengan rata-rata setiap tahun sebesar USD 26,367 Milyar. Namun, sejak tahun 2012, neraca perdagangan internasional Indonesia mengalami defisit sebsar USD 1,7 milyar, dan hingga pada Januari s.d. Mei 2013 masih menunjukkan adanya defisit neraca perdangan Indonesia sebesar USD 2,5 milyar22. Total ekspor Indonesia periode Januari-Mei 2013 sebesar USD 76,3 Milyar didominasi oleh ekspor non migas sebesar USD 62,8 Milyar (83,33%), dan sisanya sebesar USD 13,5 Milyar (17,67%) berasar dari ekspor migas. Sementara itu, total impor periode Januari s.d. Mei 2013 sebesar USD 78,8 Milyar didominasi oleh impor non migas sebesar USD 60,2 Milyar (76,42%), dan sisanya sebesar USD 18,6 Milyar (23,58%) merupakan impor migas. Impor jenis mesin dan peralatan mekanik, dan jenis mesin dan peralatan listrik masih mendominasi nilai impor pada tahun 2013 dengan kontribusi masing-masing sebesar 18,64% dan 12,9% dari total impor Januari-Mei 2013. Perkembangan neraca perdagangan Indonesia Periode 2000 s.d. Mei 2013 terlihat pada Gambar 3 berikut: 22 Biro Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia. Availabel at: http://www.bps.go.id/aboutus.php?news=1&nl=1. 13 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, BI, Kemnekeu, dan Bappenas Gambar 3: Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia Periode 2000 s.d. Mei 2013 Sementara itu, kalau kita perhatikan pada sisi impor, terlihat bahwa impor Migas sejak tahun 2009 hingga 2012 memperlihatkan trend yang cenderung meningkat. Perkembangan Impor Migas dan Non Migas (USD) 2006 s.d. Jan-Mei 2013 terlihat pada Gambar 4 berikut: Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, BI, Kemenkeu, dan Bappenas Gambar 4: Impor Migas dan Non Migas (Juta USD) 2006 s.d. Jan-Mei 2013 14 Selama Januari-Desember 2012, nilai ekspor Indonesia secara kumulatif selama mencapai US$190.044,6 juta atau turun 6,61 persen dibanding periode yang sama tahun 2011, sementara ekspor nonmigas mencapai US$ 153.071,5 juta atau turun 5,52 persen. Sementara itu, dari sisi impor dapat dijelaskan bahwa selama Januari-Desember 2012, nilai impor Indonesia mencapai US$ 191.670,9 juta, atau meningkat sebesar US$ 14.235,4 juta (8,02 persen) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi pada impor migas sebesar US$ 1.863,8 juta atau 4,58 persen. Sementara itu, impor nonmigas juga meningkat sebesar US$ 12.371,6 juta (9,05 persen). Secara total neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar USD 1,7 milyar, memburuk dibandingkan dengan kinerja neraca perdagangan tahun 2011 yaitu surplus USD 26,1 milyar. Memburuknya kinerja neraca perdagangan tahun 2012 ini disebabkan oleh menurunnya kinerja neraca perdagangan migas dari surplus USD 0,8 milyar di tahun 2011 menjadi defisit USD 5,6 milyar pada tahun 2012. Selain itu, menurunnya surplus neraca perdagangan non migas dari USD 25,3 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 4 milyar pada tahun 2012 juga mendukung memburuknya neraca perdagangan Indonesia di tahun 2012. Memburuknya kinerja neraca perdagangan indonesia pada tahun 2012 inilah yang ditengarai sebagai penyebab utama timbulnya defisit transaksi berjalan dan berujung pada munculnya fenomena defisit kembar (twin defisit) di Indonesia tahun 2012. 3. Data Empiris Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Periode 2000 s.d. 2012 Isu mengenai defisit transaksi berjalan pada tahun 2012 menjadi pembahasan yang menarik terkait perkembangan ekonomi Indonesia . Data yang diolah dari World Ecnomic Outlook memerlihatkan bahawa defisit transaksi berjalan di Indonesia tahun 2012 mencapai USD 3,89 Milyar atau sebesar 0,42% dari PDB. Defisit transaski berjalan ini merupakan merupakan hal yang pertama kali terjadi di Indonesia sejak tahun 2005. Penyebab utamanya defisit transaski berjalan ini adalah adanya surplus neraca perdagangan yang terus menyusut sehingga tidak dapat mengimbangi defisit neraca jasa dan neraca pendapatan yang semakin melebar. Tingginya impor BBM untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat juga ditengarai sebagai penyebab defisit transaski berjalan. Berdasarkan data, selama Januari – Juli 2012 ini, realisasi konsumsi BBM telah mencapai sekitar 25,6 juta kilo liter atau sekitar 64% dari kuota volume BBM tahun 2012. Tingginya realisasi volume konsumsi BBM ini, tentunya harus dipenuhi melalui impor karena kemampuan produksi BBM domestik yang tidak mencukupi masih lebih besar daripada surplus neraca perdagangan gas. Defisit transaski berjalan juga telah menyebabkan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD yang cenderung melemah selama tahun 2012. Sejauh ini, Rupiah menunjukkan kinerja yang paling buruk jika dibandingkan dengan mata uang pada kawasan Asia Tenggara. Implikasi dari pelemahan Rupiah ini menyebabkan cadangan devisa tergerus dari sebesar 15 USD111,99 milyar menjadi USD106,6 milyar pada Juli 2012 sebelum menjadi USD108,99 milyar pada Agustus 2012. Gambaran tentang perkembangan transaksi berjalan sejkat tahun 2000 s.d. 2012 terlihat dalam gambar 5 berikut. Sumber: Diolah dari World Economic Outlook compare/2583-2584/Indonesia-vs-Indonesia#/) (http://world-economic-outlook.findthedata.org/ Gambar: 5. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Periode 2000 s.d. 2012 4. Perkembangan APBN (Trilyun RP) 2005-2013 Selama periode 2005–2012, realisasi APBN memperlihatkan defisit yang cenderung meningkat. Pada periode 2005–2012, realisasi pendapatan negara dan hibah berada pada kisaran 15,1 hingga 19,8 persen terhadap PDB, realisasi belanja negara pada kisaran 16,2 sampai 19,9 persen, dan defisit fiskal berada pada kisaran 0,9 persen sampai dengan 2,4 persen terhadap PDB. Kecenderungan peningkatan defisit APBN tersebut tidak terlepas dari pengaruh adanya gejolak eksternal yang berimbas pada perekonomian nasional. Terdapat setidaknya 3 (tiga) gejolak eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan defisit APBN, yaitu: (1) Lonjakan drastis harga minyak mentah dunia hingga sempat menyentuh level psikologis USD 112,73 per barel pada tahun 2012. Pada tahun 2005, harga minyak masih berada pada posisi USD 53,66 per barel, dan terus melonjak hingga mencapai USD 111,555 per barel pada tahun 2011 dan USD 112,73 per barel pada tahun 2012; (2) lonjakan harga internasional 16 beberapa produk dan bahan pangan, salah satunya kedelai, cabai, bawang, dan daging yang mengalami kenaikan dramatis hingga di atas 100%. Masalahnya, beberapa produk dan bahan pangan yang harganya melonjak, sebagian diimpor untuk memenuhi kekurangan produksi domestik. Dalam kondisi krisis pangan, lonjakan harga ini mendorong pemerintah meningkatkan anggaran subsidi pangan yang juga dibiayai APBN; dan (3) Perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan Eropha, terutama disebabkan efek multiplier (ganda) krisis kredit keuangan. Fenomena pertama dan kedua merupakan penyebab utama membengkaknya belanja, seiring peningkatan subsidi. Subsidi energi (BBM dan Listrik) merupakan alokasi anggaran yang cukup besar. Realisasi anggaran belanja subsidi BBM dan Listrik, dalam rentang waktu 2007–2012 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp. 85,5 triliun atau tumbuh rata-rata 11,6 persen per tahun, yaitu dari Rp. 116,9 triliun (3,0 persen terhadap PDB) pada tahun 2007, dan diperkirakan mencapai Rp. 202,4 triliun (2,4 persen terhadap PDB) pada tahun 2012. Sementara itu, Dari sisi penerimaan negara tercatat bahwa rata-rata pertumbuhan penerimaan negara selama kurun waktu 2006-2013 hanya tumbuh sebesar 14,3%/tahun; sedangkan, dari sisi belanja negara selama kurun waktu yang sama tumbuh sebesar 15,1 %. Tingginya peningkatan belanja pemerintah untuk komponen subsidi (khususnya subsisi energi) sejak tahun 2007 s.d. 2012 inilah yang diperkirakan ikut andil terjadinya defisit keseimbangan primer, yang pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 72,3 trilyun rupiah, dan diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2013 dengan perkiraan nilai defisit kesimbangan primer sebesar 36,9 trilyun rupiah. Dalam mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang masih belum sepenuhnya stabil, dan dengan memperhatikan sumber-sumber penerimaan yang dapat dihimpun dibandingkan dengan tuntutan kebutuhan anggaran yang dihadapi ke depan, kebijakan fiskal pada tahun 2013 diperkirakan masih akan tetap ekspansif, di mana belanja negara lebih besar dibandingkan pendapatan negara. Hal ini diperlukan terutama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi perkembangan APBN dan kondisi surplus/defisit sejak tahun 2005 s.d. 2013 terlihat dalam Gambar 6. Sementara itu, gambaran tentang defisit APBN terhadap PDB tahun 2005 s.d. 2013 tercermin dalam Gambar 7. 17 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, BI, Kemenkeu, dan Bappenas Gambar 6: Perkembangan APBN dan Kondisi Surplus/Defisit 2005 s.d. 2013 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, BI, Kemenkeu, dan Bappenas Gambar 7: Gambaran Defisit APBN terhadap PDB tahun 2005 s.d. 2013 5. Perkembangan Subsidi 2007-2013 Penyediaan anggaran subsidi oleh Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi dan subsidi non energi. 18 Dalam rentang waktu 2007-2012, realisasi anggaran belanja untuk subsidi cukup berfluktuasi, ratarata mengalami peningkatan sebesar 10,3 persen per tahun, atau secara nominal mengalami pertumbuhan sebesar Rp. 94,9 triliun/tahun. Subsidi energi (BBM dan Listrik) merupakan alokasi anggaran yang cukup besar. Realisasi anggaran belanja subsidi BBM dan Listrik, dalam rentang waktu 2007–2012 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp. 85,5 triliun atau tumbuh rata-rata 11,6 persen per tahun, yaitu dari Rp. 116,9 triliun (3,0 persen terhadap PDB) pada tahun 2007, dan diperkirakan mencapai Rp. 202,4 triliun (2,4 persen terhadap PDB) pada tahun 2012. Pertumbuhan subsidi yang cukup tinggi tersebut, antara lain disebabkan oleh: (1) perubahan parameter subsidi, antara lain harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price, ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, volume BBM bersubsidi, kuantum raskin, jumlah rumah tangga sasaran (RTS), volume pupuk dan benih bersubsidi; dan (2) berbagai kebijakan Pemerintah antara lain berupa kebijakan penetapan harga BBM dalam negeri dan tarif tenaga listrik serta kebijakan dalam rangka mendukung program surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Tingginya peningkatan belanja pemerintah untuk komponen subsidi (khususnya subsisi energi) sejak tahun 2007 s.d. 2012 inilah yang diperkirakan ikut andil terjadinya defisit keseimbangan primer, yang pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 72,3 trilyun rupiah, dan diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2013 dengan perkiraan nilai defisit kesimbangan primer sebesar 36,9 trilyun rupiah. Perkembangan realisasi belanja subsidi tahun 2007-2012 disajikan dalam Tabel 1 berikut: Sumber: Diolah dari Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2013 6. Perkembangan Nilai Tukar rupiah terhadap USD periode 2007-2013 Tahun 2007, nilai tukar rupiah bergerak cukup stabil, pada kisaran Rp. 9.136 per dolar AS. Pada kuartal III tahun 2008, nilai tukar rupiah masih bergerak relatif stabil pada kisaran Rp 9.051 hingga Rp.9.500/1 USD. Pada kuartal IV tahun 2008, nilai tukar rupiah mulai mengalami tekanan dan bergerak pada kisaran Rp 9.500 hingga Rp 12.400 per dolar AS seiring dengan perlambatan ekonomi dunia sebagai 19 dampak krisis keuangan global dan gejolak harga komoditas di pasar internasional. Hingga akhir tahun 2008, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada kisaran Rp 9.678,3 per dolar AS, melemah sekitar 5,9 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada kuartal I tahun 2009, depresiasi nilai tukar rupiah masih terus berlanjut hingga menyentuh level terendah pada 6 Maret 2009 sebesar Rp12.065 per dolar AS sebagai imbas kekhawatiran terhadap meluasnya krisis keuangan global. Namun, secara bertahap mulai kuartal II tahun 2009, nilai tukar rupiah mengalami penguatan hingga mencapai nilai tertinggi pada 8 Juni 2009 sebesar Rp9.985 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian yang semakin membaik serta keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik. Di samping itu, jumlah cadangan devisa yang meningkat dan imbal hasil rupiah yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan peer countries telah memberikan sinyal positif kepada investor mengenai ketahanan perekonomian Indonesia terhadap guncangan di pasar internasional. Sampai dengan akhir tahun 2009, rata-rata nilai tukar rupiah berada pada Rp10.399 per dolar AS atau mengalami pelemahan sekitar 7,4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Derasnya arus modal asing yang masuk serta keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik telah mendorong relatif stabilnya pergerakan nilai tukar rupiah selama tahun 2010. Nilai tukar rupiah sempat mengalami tekanan pada kuartal I tahun 2010 sebagai imbas sentimen negatif pelaku pasar terhadap defisit fiskal Yunani yang dikhawatirkan merambat ke negara-negara Eropa lainnya. Namun, seiring dengan optimisme pemulihan ekonomi global yang terus berlangsung, kondisi fundamental perekonomian di kawasan Asia yang membaik, imbal hasil rupiah yang menarik, serta derasnya arus modal masuk ke pasar domestik telah mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang 2010 dengan rata-rata Rp 9.085 per dolar AS, menguat 12,7 persen bila dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya. Tahun 2011 nilai rupiah memperlihatkan penguatan yang cukup baik pada level Rp. 8.776/1 USD. Namun, nilai rupiah kembali terdepresiasi menjadi Rp. 9.384/1 USD pada tahun 2012 dan menyentuh level Rp. 9.694,9/USD pada Maret 2013. Defisit neraca transaksi berjalan sejak tahun 2012 telah berimbas pada menurunnya pasokan valas. Karena tidak mampu mengimbangi permintaan valas maka nilai rupiah terus terdepresiasi hingga tahun 2013. Pada tahun 2012, neraca transaksi berjalan mengalami defisit, sedangkan neraca arus modal mengalami surplus. Jadi sumber masalah utama pelemahan nilai tukar pada 2012 dan 2013 diperkirakan bersumber dari defisit neraca transaksi berjalan. Nanum, beberapa sumber menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD akhir-akhir ini disebabkan oleh fenomena Tempering-up the Fed, yaitu kebijakan the Fed yang mengurangi jumlah peredaran USD. Hipotesis ini tentu saja perlu dikaji lebih mendalam mengingat pada 20 saat yang bersamaan, data-data empiris tentang fenomena twin defisit telah memperlihatkan gejala negatif teradap nilai tukar mata uang domestik. Sumber: Diolah dari data BPS Gambar 8: Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD periode 2007 s.d. 2013 Dengan uraian sebagaiman tersebut diatas, maka diperkirakan twin defisit cenderung berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap USD. Apabila gejala twin defisit ini tidak segera diantisipasi, maka akan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD karena kurangnya pasokan valuta asing, dan dalam jangka menengah, bukannya tidak mungkin akan memunculkan kekawatiran dari para pengamat ekonomi, yaitu mendorong munculnya fenomena downward death spiral, lingkaran setan yang menjerumuskan, serta dalam jangka panjang akan mengganggu stabilitas perekonomian suatu negara. Proses transmisi pengaruh defisit anggaran terhadap defisit transaksi berjalan dapat dijelaskan dengan dua cara sebagai berikut: (a) Defisit anggaran berarti tabungan nasional yang lebih rendah yang menyebabkan pembiayaan investasi pinjaman luar negeri menyebabkan defisit transaksi berjalan yang lebih besar, dan (b) Defisit anggaran menyebabkan apresiasi mata uang nasional yang mempengaruhi secara negatif ekspor dan menyebabkan defisit perdagangan yang lebih besar23. Mengingat, dampak negatif twin deficit sangat membahayakan bagi stabilitas perekonomian Indonesia, baik jangka menengah maupun jangka panjang, maka diperlukan tindakan secara koordinatif dalam perumusan kebijakan moneter dan fiskal untuk mengantisipasi fenomena twin deficit yang berkepanjangan. 23 Majed Bader, 2006, The Effect of the Twin Deficits on the Foreign Debt In Jordan: an Econometrical Study, Jordan: Hashemite University, pp. 23-24. 21 C. Tinjauan tentang Pengalaman Indonesia dalam Sinkronisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter. Belajar dari pengalaman krisis moneter 1997, krisis keuangan global 2008, dan krisis zone Euro 2010, menunjukkan bahwa koordinasi dan sinkronisiasi antara kebijakan fiskal dan moneter berpengaruh penting sebagai langkah antisipasi krisis ataupun mengatasi krisis keuangan yang terjadi. Hasil penelitian juga mendukung sintesa di atas, bahwa koordinasi kebijakan moneter dan fiskal memberikan kerugian output (output loss) yang lebih sedikit dibandingkan jika kedua kebijakan tersebut tidak saling berkoorindasi, artinya bahwa koordinasi kebijakan moneter dan fiskal penting untuk mengelola dan menjaga stabilitas ekonomi.24 Tidak mudah memang melakukan praktek koordinasi kebijakan yang melibatkan 3 lembaga, yaitu BI, Kementerian Keuangan dan Menko Perekonomian. Dalam prakteknya sering terjadi ketidaksinkronan dalam peuncuran berbagai paket kebijakan, baik di bidang moneter maupun fiskal. Pengalaman pada tahun 2007, dengan terbitnya Instruksi Presiden No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, untuk pemulihan sektor riil dan pengembangan UKM. Namun, tidak ada respons yang visioner dari otoritas moneter atau BI atas Keppres itu. Bahkan langkah BI pada 2007, justru mengarahkan fokus perhatiannya ke potensi ekonomi daerah. Delapan arah kebijakan perbankan tahun 2007 tentang peningkatan peran intermediasi perbankan, malah mendorong bank umum fokus pada pengembangan potensi ekonomi daerah, dengan stimulus kredit perbankan. Muncul asumsi bahwa daerah menjadi target utama BI memaksimalkan penyaluran kredit perbankan, karena permintaan dan daya serap kredit di perkotaan sangat rendah. BI mungkin melihat sektor perkebunan dan pertanian di daerah lebih prospektif, karena harga komoditas perkebunan dan pertanian sedang bagus di pasar internasional. Namun, langkah itu tidak sinkron dengan target pemerintah yang ingin memulihkan sektor riil dan mengembangkan UKM di luar perkebunan dan pertanian. Kasus lain terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Produk-produk Tertentu, dengan tujuan meringankan biaya produksi agar produk akhirnya kompetitif. Namun, seminggu kemudian BI sudah keburu menaikkan BI Rate 0,25 basis poin, yang menyebabkan harga kredit modal kerja menjadi lebih mahal. Ketidaksinkronan antara kebijakan fiskal dan moneter ini perlu dihindari manakala pemerintah harus melakukan tindakan dalam mengantisipasi dampak negatif yang berkepanjangan dari munculnya defisit kembar. 24 Iskandar Simorangkir, (2012), Peranan Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap Perekonomian Indonesia, dalam Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan. Yogyakarta: Kanisius 22 Menurut Sabirin, dalam Sri Adiningsih dan Laksmi Yustika, 2012, menyatakan bahwa resep umum sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan oleh negara-negara di Asia, dalam menghadapi krisis adalah menjaga kestabilan makroekonomi, melalui: (1) pemberlakuan kebijakan moneter ketat yaitu kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan; (2) pengurangan pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif dan mengalihkannya pada pengeluaran untuk kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi biaya sosial akibat krisis ekonomi, dan (3) pemberlakuan kebijakan yang dapat memperbaiki kemampuan pengelolaan sektor publik dan swasta, termasuk upaya mengurangi intervensi pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif25. Dalam kondisi perekonomian yang sedang mengalami twin difisit seperti saat ini, seyognya pemerintah fokus kepada upaya menempuh langkah-langkah secara koordinatif dalam perumusan kebijakan fikal dan moneter, agar dampaknya terhadap perekonomian tidak berkepanjangan. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter guna mengantisipasi dampak bruuk dari twin defisit dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menaikkan harga BBM, mengupayakan penghematan konsumsi BBM, mengurangi subsidi BBM, menghindari penyelundupan BBM, dan menekan impor BBM; (2) pemberlakuan kebijakan moneter ketat yaitu kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan, dan (3) pemberlakuan kebijakan yang dapat memperbaiki kemampuan pengelolaan sektor publik dan swasta, termasuk upaya mengurangi intervensi pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif, (4), pengurangan pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif dan mengalihkannya pada pengeluaran untuk kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi biaya sosial akibat krisis ekonomi, (5) meningkatkan pendapatan pajak melalui penurunan tingkat kebocoran penarikan pajak serta memperluas tax base (jumlah pembayar pajak), (6) Mengupayakan peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk mensuplai kebutuhan kelas menengah yang sedang tumbuh pesat, dan (7). membantu swasta untuk re-negosiasi pinjaman jangka pendek swasta menjadi pinjaman jangka menengah/panjang, sehingga dapat mengurangi kebutuhan valas. D. Pendekatan Kurva IS-LM dalam Memprediksi Efektifitas Koordinasi dan Interaksi antara Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Analisis terhadap setiap perubahan kebijakan, baik dalam kebijakan moneter ataupun fiskal, akan mempengaruhi satu dengan yang lainnya, artinya ada saling ketergantungan atas sebuah kebijakan terhadap dampak kebijakan ekonomi yang dihasilkan. Interaksi dan koordinasi antara kebijakan fiskal dan 25 Sri Adiningsih dan Laksmi Yustika Devi, 2012, Dinamika Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia, Yogyakarta: Kanisus, p. 28. 23 moneter dapat dianalisis dengan pendekatan kurve IS dan LM. Kurve IS menjelaskan bahwa keseimbangan pasar barang dan jasa terjadi ketika tingkat tabungan (saving/S), yang yang mewakili sisi penawaran barang dan jasa (agregat supply) sama dengan tingkat investasi (investment/I), yang mewakili sisi permintaan barang dan jasa (agregat demand). Kurve IS juga menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di di pasar barang dan jasa. Slope kurva IS bersifat negatif yang berarti semakin peningkatan tingkat suku bunga akan menurunkan output riil agregat dalam pasar banrang dan jasa. Sedangkan, kurve LM menjelaskan bahwa keseimbangan pasar uang-modal terjadi ketika permintaan uang (liquidity preference/L) sama dengan tingkat penawaran uang (money supply/L). Kurve LM juga menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang. Slope kurva LM bersifat positif yang berarti peningkatan suku bunga akan meningkatkan output riil agregat dalam pasar uang. Prinsip umum dari pendekatan IS-LM adalah bahwa keseimbangan umum ekonomi akan tercapai jika pasar barang-jasa dan pasar uang-modal secara simultan berada dalam kesimbangan. Target jangka panjang dari sebuah kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral biasanya dalam rangka pengendalian tingkat inflasi tanpa memikirkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, target kebijakan fiskal suatu negara bertujuan untuk meningkatkan output kepada sektor swasta dan sektor publik, bank sentral akan dapat mencapai sasaran kebijakannya yaitu stabilitas harga, tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Melalui pendekatan kurve IS-LM, menurut para ekonom, efektifitas interaksi antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, tergantung pada 3 situasi/keadaan, yaitu: (a) daerah Keynes, yang biasa disebut sebagai daerah liquidity trap, yaitu suatu kondisi pada kurve LM yang memiliki tingkat suku bunga yang sangat rendah sehingga tidak mungkin turun lagi; (b) daerah intermediate range, yaitu daerah yang menunjukkan kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga; dan (c) daerah klasik, yang memiliki kurve LM tegak lurus, karena menurut faham klasik, permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Secara grafis dapat dijelaskan dapal gambar 9 sebagai berikut: R I1 I0 suku bunga M I1 I1 I0 Daerah Klasik I0 S0 S1 S1 L S1 S0 Y0 Daerah Keynes Y1 S0 Y0 Y1 Y0 ..Y1 Daerah Intermediate Range Y Output Riil Gambar 9: Efeketifitas Kebijakan Fiskal 24 Gambar 9 di atas mengisyaratkan pentingnya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Dalam memprediksikan apakah suatu kebijakan fiskal (misalnya) akan efektif atau tidak untuk mempengaruhi suatu variabel makroekonomi, maka para penentu kebijakan perlu memperhatikan tindakan/kondisi/kebijakan (yang terjadi atau yang akan diambil) oleh para penentu kebijakan lain (moneter). Sebagai ilustrasi, misalnya pemerintah akan mengambil kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif yang ditandai dengan bergesernya kurva IS dari IS0 ke IS1 (misalnya menaikkan G/pengeluaran pemerintah, atau penurunan T/pajak) untuk meningkatkan output (pendapatan/pertumbuhan nasional). Berdasarkan pendekatan kurve IS-LM, maka kebijakan fiskal yang ekspansif tersebut akan SANGAT EFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) dalam keadaan/posisi Keynesian, karena perubahan Y0 ke Y1 paling optimal; dan akan EFFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) bersifat intermadiate change, karena masih ada perubahan positif dari Y0 ke Y1, dan akan TIDAK EFFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) dalam keadaan Klasik, karena tidak merubah pendapatan nasional (Y). Begitu halnya dalam memprediksikan apakah langkah-langkah yang akan diambil oleh otoritas moneter akan efektif atau tidak dalam mempengaruhi berbagai kebijakan makroekonomi perlu juga mempertimbangkan parameter-parameter (slope) kondisi kesimbangan baik di sektor moneter (LM) itu sendiri maupun di sektor fiskal (IS). Gambar 10 berikut mengilustrasikan efektifitas kebijakan moneter dalam mempengaruhi peningkatan output riil. LM0 LM1 R (Suku Bunga) IS3 IS2 IS1 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y (Output Riil) Gambar 10: Efektifitas Kebijakan Moneter 25 Gambar 10 di atas, mengilustrasikan bahwa, misalnya pemerintah akan mengambil kebijakan moneter yang bersifat ekspansif yang ditandai dengan bergesernya kurva LM dari LM0 ke LM1 (misalnya pemerintah akan meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan cara: membeli surat berharga pemerintah atau menurunkan tingkat suku bunga bank sentral atau menurnkan ratio cadangan wajib) untuk meningkatkan output (pendapatan/pertumbuhan nasional), berdasarkan pendekatan kurve IS-LM, maka kebijakan moneter yang ekpansif tersebut akan TIDAK EFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) dalam keadaan/posisi Keynesian, karena tidak ada perubahan pada Y (tetap di Y1); dan akan EFFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) bersifat intermadiate change, karena masih ada perubahan positif dari Y2 ke Y3; dan akan SANGAT EFFEKTIF apabila kondisi keseimbangan moneter (kurve LM) dalam keadaan Klasik, karena perubahan pendapatan nasional paling optimal, dari Y4 ke Y5. Dalam konteks twin defisit, pemerintah juga dapat melakukan analisis melalui pendekatan IS-LM, untuk menentukan pilihan kebijakan mana (fiskal atau moneter) dan bagaimana kebijakaan tersebut dikoordinasikan agar dapat memberikan pareto optimal terhadap perekonomian secara makro. Misalnya, pemerintah akan mengurangi defisit fiskal dengan cara meningkatkan pendapatan nasional dan menghidupkan kembali produksi. Misalnya, otoritas fiskal mengambil tindakan dengan cara menurunkan tingkat pajak (tax). Kebijakan penurunan pajak, akan menggeser kurve IS ke kanan. Kebijakan penurunan tax ini harus diresponse oleh otoritas moneter dengan cara menciptkan kondisi keseimbangan sektor moneter yang lebih bersifat elastis (sehingga kurve LM semakin datar). Kebijakan penurunan pajak akan mengakibatkan peningkatan produksi yang lebih besar dalam kondisi keseimbangan permintaan uang yang bersifat elasitis, karena akan mendorong peningkatan pendapatan yang optimal sehingga mampu mengurangi defisit fiskal dan defisit perdagangan. 26 BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Fenomena defisit kembar yang terjadi pada tahun 2012 cenderung berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap USD. Data memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 nilai rupiah masih memperlihatkan penguatan yang cukup baik pada level Rp. 8.776/1 USD. Namun, nilai rupiah kembali terdepresiasi ke level Rp. 9.384/1 USD pada tahun 2012 dan menyentuh level Rp. 9.694,9/USD pada Maret 2013. Defisit neraca transaksi berjalan sejak tahun 2012 ditengarai telah berimbas pada menurunnya pasokan valas. Karena pemerintah tidak mampu mengimbangi permintaan valas maka nilai rupiah terus terdepresiasi hingga tahun 2013. Pada tahun 2012, neraca transaksi berjalan mengalami defisit, sedangkan neraca arus modal mengalami surplus. Jadi sumber masalah utama pelemahan nilai tukar pada 2012 dan 2013 diperkirakan bersumber dari defisit neraca transaksi berjalan. Penyebab utama terjadinya defisit neraca transaksi berjalan pada tahun 2012, termasuk defisit keseimbangan primer, diperkirakan karena (1) turunnya permintaan barang dan jasa oleh negara lain karena krisis dan jatuhnya harga komoditas primer andalan ekspor (sawit dan batu bara); (2) naiknya impor minyak karena lifting minyak (produksi minyak mentah siap jual yg ditergetkan pemerintah) anjlok dari 900.000 barrel menjadi 830.000 barrel per hari; (3) tingginya impor barang modal, termasuk pembelian pesawat komersial; serta (4) kurs rupiah tak lagi kompetitif mendorong ekspor dan menahan impor. Apabila gejala twin defisit ini tidak segera diantisipasi, maka akan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD karena kurangnya pasokan valuta asing, dan dalam jangka menengah, bukannya tidak mungkin akan memunculkan kekawatiran dari para pengamat ekonomi, yaitu mendorong munculnya fenomena downward death spiral, lingkaran setan yang menjerumuskan, serta dalam jangka panjang akan mengganggu stabilitas perekonomian suatu negara. Mengingat, dampak negatif twin deficit sangat membahayakan bagi stabilitas perekonomian Indonesia, baik jangka menengah maupun jangka panjang, maka diperlukan tindakan secara koordinatif dalam perumusan kebijakan moneter dan fiskal untuk mengantisipasi fenomena twin deficit yang berkepanjangan. Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif defisit kembar yang berkepanjangan terhadap stabilitas ekonomi, maka melalui: diperlukan langkah-langkah sinkronisai kebijakan moneter dan fiskal, (1) pemberlakuan kebijakan moneter ketat yaitu kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan; (2) pengurangan pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif dan mengalihkannya pada pengeluaran untuk kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi biaya sosial akibat krisis ekonomi, dan (3) pemberlakuan kebijakan yang dapat memperbaiki kemampuan pengelolaan sektor publik dan swasta, termasuk upaya 27 mengurangi intervensi pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif, (4) menaikkan harga BBM, mengupayakan penghematan konsumsi BBM, mengurangi subsidi BBM, menghindari penyelundupan BBM, dan menekan impor BBM, (5) meningkatkan pendapatan pajak melalui penurunan tingkat kebocoran penarikan pajak serta memperluas tax base (jumlah pembayar pajak), (6) Mengupayakan peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk mensuplai kebutuhan kelas menengah yang sedang tumbuh pesat, dan (7). Pemerintah membantu swasta untuk negosiasi ulang pinjaman jangka pendek swasta menjadi pinjaman jangka menengah /panjang, sehingga dapat mengurangi kebutuhan valas. B. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam rangka meminimalisir terjadinya defisit kembar, serta mengurangi dampak defisit kembar yang berkepanjangan, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter yang Besifat Jangka Pendek: a. Dalam jangka pendek, dengan pendekatan kurva IS-LM, jalan keluar yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi dampak negatif dari twin defisit adalah dengan menghidupkan kembali produksi dan pendapatan nasional melalui ekspansi fiskal yang didukung dengan kebijakan dari otoritas moneter dengan cara menciptkan kondisi keseimbangan sektor moneter yang lebih bersifat elastis (sehingga kurve LM semakin datar). Kebijakan penurunan pajak akan mengakibatkan peningkatan produksi yang lebih besar yang mendorong peningkatan pendapatan dan mengurangi defisit fiskal dan defisit perdagangan. b. Perumusan kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan, dengan cara pemerintah membantu swasta untuk negosiasi ulang pinjaman jangka pendek swasta menjadi pinjaman jangka menengah /panjang, sehingga dapat mengurangi kebutuhan valas. Koodinasi dilakukan dengan cara BI tetap memberlakukan kebijakan cheap money policy dengan suku bunga yang rendah, diikuti dengan dukungan pemerintah untuk membantu swasta untuk negosiasi ulang pinjaman jangka pendek swasta menjadi pinjaman jangka menengah; c. Kebijakan efisiensi fiskal dengan cara pengurangan pengeluaran pada kegiatan-kegiatan tidak produktif dan mengalihkannya pada pengeluaran untuk kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi biaya sosial akibat krisis ekonomi. Penghemata fiskla ini dibarengi dengan kebijakan moneter yang bersifat pengetatan terhadap penggunaan valas. 28 d. Perumusan kebijakan kenaikan harga BBM, mengupayakan penghematan konsumsi BBM, mengurangi subsidi BBM, menghindari penyelundupan BBM, dan menekan impor BBM. Kebijakan pemerintah ini dibarengi dengan kebijakan dari otortas moneter yang bersifat penghematan dan pembatasan penggunaan Valas. Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter yang Besifat Jangka Menengah: a. Kebijakan peningkatan kemampuan pengelolaan sektor publik dan swasta, termasuk kebijakan mengurangi intervensi pemerintah, monopoli dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif, b. Kebijakan peningkatan pendapatan pajak melalui penurunan tingkat kebocoran penarikan pajak serta memperluas tax base (jumlah pembayar pajak), c. Kebijakan peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk mensuplai kebutuhan kelas menengah yang sedang tumbuh pesat, melalui percepatan upaya penguasaaan teknologi. d. Perumusan kebijakan diversifikasi negara tujuan Ekspor dan peningkatan ekspor barang bernilai tambah untuk meningkatkan nilai ekonomi e. Koordinasi kebijakan fiskal melalui subsidi dalam menyerap resiko suatu gejolak terhadap perekonomian secara keseluruhan. Untuk praktik di Indonesia, konsep ini antara lain terkait dengan peran subsidi BBM dan pengelolaan pasokan kebutuhan pokok (horticultura). Untuk subsidi kebutuhan pokok, kajian untuk kasus di Indonesia berimplikasi pengelolaan terhadap distribusi dan pasokan kebutuhan pokok oleh pemerintah menjadi sangat penting artinya dalam pengendalian inflasi di Indonesia. 29 Daftar Pustaka Anjum Aqeel and Mohammed Nishat, The Twin Deficits Phenomenon: Evidence from Pakistan, The Pakistan Development Review 39 : 4 Part II (Winter 2000). Anonim, Waspadai Jebakan "Twin Deficit", http://klikheadline.com/in/berita/waspadai-jebakan-twindeficit.html, diakses Mei 2013 Aviliani dan Iman Sugema dalam diskusi EC-Think. Avalibale at: http://www.metrotvnews.com/ metronews/read/2013/03/21/2/140365/Defisit-Kembar-Ancaman-Perekonomian-Indonesia A. Tony Priantono, Defisit Kembar, Kompas 18 Februari 2013 available at: http://psekp.ugm.ac.id/ artikel/id/13. Baharumshah, A. Z., Lau, E., and Khalid, A. M., "Testing Twin Deficits Hypothesis: Using VARs and Variance Decomposition", University Putra Malaysia- Faculty of Economics and Management, 2004. Bank Indonesia, Evaluasi Perekonomian Tahun 2012, Prospek 2013-2014, dan Kebijakan Bank Indonesia, Jakarta: Bank Indoensia, 2013. Biro Pusat Statistik, Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Januari 2013, Berita Resmi Statistik No. 17/03/Th. XVI, 1 Maret 2013. Biro Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia. Availabel at: http://www.bps.go.id/aboutus.php?news=1&nl=1. Brian Ng, Twin Deficits: An empirical analysis on the relationship between budget deficits and trade deficits in Argentina, USA: The College of New Jersey, 2007. Fleegler, Ethan, The Twin Deficits Revisited: A Cross-Country, Empirical Approach. Durham: Duke University, 2006. Hossain, A dan A. Chowdurry, Open Economy Macroeconomics Macroeconomics for Developing Countries. Edwar Elgar Publishing Limited. Cheltenham, UK, 1998. http://beritamoneter.com/defisit-kembar-lingkaran-setan-yang-menjerumuskan/ Iskandar Simorangkir, Peranan Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap Perekonomian Indonesia, dalam Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan. Yogyakarta: Kanisius, 2012. John Bluedron and Daniel Leigh, Revisiting the Twin Deficit Hypothesis: The Effect of Fiscal Consolidation on the current Account, 2003. Malahayati, Marrisa, Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara Asean, Bogor: FEM-IPB, 2011. Majed Bader, The Effect of the Twin Deficits on the Foreign Debt In Jordan: an Econometrical Study, Jordan: Hashemite University, 2006. Mankiw, Gregory, Macroeconomics fifth edition. Worth Publisher, 2002. Republik Indonesia, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, Jakarta: Kementerian Keuangan RI, 2013. Sachs, Jeffrey, and Felipe Larrain, "Macroeconomics in the Global Economy", Harverter Wheatsheaf, New York, 1993. 30 Salvatore, D., Twin deficits in the G-7 countries and global structural imbalances. Elsevier Journal of Policy Modeling, 2007. Sri Adiningsih dan Laksmi Yustika Devi, Dinamika Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia, Yogyakarta: Kanisus, 2012. Stanley Fischer and William Easterly, The Eeconomics of the Government Budget Constraint, The Worlbank Reserach Observer, Vol 2 No., 5, Juli 1990. Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris, Jakarta: Putaka LP3ES, 2001. Wijayanto Samirin, Defisit Kembar: Lingkaran Setan Yang Menjerumuskan Availabel at: http://beritamoneter.com/defisit-kembar-lingkaran-setan-yang-menjerumuskan/ World Bank, Country Page and Key Indicators:Vietnam. World Bank East Asia and Pasific Economic Update 2012, Volume 1, 2012. World Economic Outlook (http://world-economic-outlook.findthedata.org/compare/2583-2584/Indonesiavs-Indonesia#/) 31 Beberapa Catatan Penting: Neraca Pembayaran (BOP) adalah catatan sistematis dari semua transaksi internasional (perdagangan, investasi, pinjaman, dsb) yg terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dengan penduduk luar negeri dalam jangka waktu tertentu; Neraca Pembayaran (BOP) terdiri dari: Transaksi berjalan (current account) yaitu jumlah saldo neraca perdagangan (trade balance), neraca jasa, dan transaksi sepihak, neraca lalulintas modal, selisih yg belum dipertimbangkan, dan neraca lalulintas moneter. Neraca perdagangan (trade ballance) mencatat nilai ekspor dan impor barang yang biasanya dinyatakan dalam bentuk USD Neraca jasa merupkan transaksi nilai ekspor dan impor jasa yang meliputi jasa/ongkos transportasi untuk perdagangan, jasa angkutan, asurans,perjalanan luar negeri, dan lain-lain Neraca lalulintas moneter (modal) mencatat arus modal masuk dan keluarn jangka pendek dan jangka panjang, yang terdiri dari lalulintas modal pemerintah netto dan lalulintas modal swasta netto. Modal pemerintah netto adalah selisih antara pinjaman baru yang didapat dari luar negeri dan pelunasan utang pokok yang diperoleh dari pinjaman sebelumnya. Lalu lintas Modal swasta netto adalah selisih antara dana investasi dan pinjaman swasta dari luar negeri dan pelunasan utang pokok swasta dan dana investasi ke luar negeri. Basic Ballance merupakan penjumlahan saldo transaksi berjalan dengan saldo arus modal transaksi jangka penjang masuk (impor) dan keluar (ekspor) ..Salvatore 1993 32 33