Sumber Daya Organisasi Selain manusia dan informasi, sumber daya yang dapat menjadi modal penting dalam suatu organisasi adalah organisasi itu sendiri. Organisasi sebagai suatu entitas, dengan kemampuan adaptasi dan komunikasi yang tinggi dalam mengintegrasikan visi, misi, nilai-nilai, dan strategi membentuk satu kekuatan dalam satu kultur kinerja (performance culture) sehingga energi seluruh komponen dapat fokus pada pencapaian tujuan strategis yang telah digariskan merupakan modal penting dalam proses manajemen sumber daya. Fleksibilitas tiap-tiap komponen organisasi untuk mengarahkan fokus strateginya ke sasaran utama organisasi perlu terus dikembangkan sebagai modal/kemampuan internal organisasi yang sangat penting (organization capital). Organisasi pada umumnya, dengan spesialisasi yang diterapkannya, sering terjebak pada pencapaian tujuan spesialitasnya. Organisasi dewasa ini sering kali di disain sebagai organisasi fungsional, dimana pencapaian tujuan dibagi sesuai fungsi masing-masing seperti fungsi-fungsi keuangan, produksi, pemasaran, penjualan, pembelian, rekayasa, dan lain sebagainya. Setiap fungsi memiliki kepribadian sendiri baik kompetensi keahlian, kultur, maupun bahasanya. Arogansi fungsional pada akhirnya dapat menghambat optimalitas pencapaian tujuan organisasi. Organisasi Departemen Keuangan yang cenderung mengarah pada kondisi di atas perlu segera diselamatkan. Setiap komponen fungsional harus benar-benar mampu mengendalikan diri, melihat, dan segera menyelaraskan langkah terhadap langkah (strategi) Departemen dalam mencapai tujuan strategisnya. Kultur kinerja seperti inilah yang harus tumbuh kembang di lingkungan Departemen Keuangan. Untuk pencapaian kondisi ini komitmen (political will), peran, dan kemampuan pimpinan puncak (top manager) untuk mengkomunikasikan merupakan kunci utama keberhasilan. Keberhasilan dimaksud ditunjukkan melalui profil sejauh mana setiap pegawai Departemen –tanpa memandang spesialisasi fungsinya— mampu dengan benar memahami strategi yang digariskan dan bertindak dalam kerja kesehariannya sesuai atau mengarah pada sukses yang ingin dicapai dari strategi tersebut. Kemampuan organisasi Departemen Keuangan dibangun di atas 4 (empat) komponen utama yaitu budaya organisasi, kepemimpinan, keselarasan pegawai dan organisasi, dan pola diseminasi pengetahuan dalam organisasi. Dalam upaya mengefektifkan organization capital Derpartemen Keuangan, perlu identifikasi berkenaan dengan “perubahan apa saja yang mempengaruhi strategi dan proses”. Perubahan/pergeseran yang terjadi pada komponen organisasi dapat berpengaruh pada perilaku, proses internal, fitur-fitur output, dan nilai-nilai organisasi. Jika ditilik dari sejarah, perubahan dalam organisasi Departemen Keuangan lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat stabilitas ekonomi makro serta fungsi-fungsi yang dijalankan dalam mencapai tingkat tertentu stabilitas ekonomi makro tersebut. Perubahan ini tampak lebih nyata pada struktur organisasi melalui pengembangan organisasi yang berbasis administrasi modern terkait dengan penyempurnaan organisasi dan tata kerja. Sehubungan dengan itu, dalam perkembangan ke depan, perubahan organisasi Departemen Keuangan harus difokuskan pada kejelasan pembagian kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara. Arah perubahan organisasi terkait dengan pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada Tabel III.2 di bawah ini. Tabel III.2 Pembagian Kewenangan Pengelolaan Keuangan Negar a Depar t emen Keuangan – Tahun 2 0 0 9 Perumusan Kebijakan Fiskal Perencanaan dan Alokasi Pelaksanaan dan Pertanggungertanggungjawaban Pelaporan Pengawasan Fungsional BKF DJAPK DJP, DJBC, DJPBN & DJAPK* DJPBN ITJEN** BKF*** DJAPK DJPBN DJPBN ITJEN** PEMBIAYAAN ANGGARAN BKF DJAPK DJPBN DJPBN ITJEN** KEKAYAAN NEGARA BKF DJAPK DJPKN DJPBN ITJEN** FUNGSI/ BIDANG PENDAPATAN NEGARA BELANJANEGARA * ** *** PNBP (termasuk BLU) Penambahan peran sebagai compliance office untuk good governance dan risk management Penambahan fungsi kebijakan PNBP, perpajakan, dan kepabeanan dan cukai Kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara pada Departemen Keuangan sebagaimana dimaksud pada gambar di atas pada pokoknya terbagi ke dalam 3 (tiga) area besar yaitu: a) Kebijakan fiskal (fiscal policy) – mencakup perumusan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal; b) Perencaaan penganggaran (budget planning) – mencakup perencanaan, alokasi, dan penyusunan APBN; dan c) Pelaksanaan anggaran (budget execution) – mencakup pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN. Pembagian kewenangan tersebut merupakan upaya penajaman dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Pembagian kewenangan dan tanggung jawab juga harus diikuti dengan penyesuaian kembali tata kerja unit-unit terkait di dalam Departemen Keuangan. Penyesuaian tata kerja tersebut dituangkan dalam perencanaan reengineering organisasi Departemen Keuangan tahun 2005-2009, dengan langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pembentukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Saat ini fungsi kebijakan fiskal tersebar di beberapa unit pelaksana, seperti fungsi kebijakan PNBP di DJAPK, fungsi kebijakan perpajakan di Ditjen Pajak, dan fungsi kebijakan kepabeanan dan cukai di Ditjen BC. Sebagai organisasi terpadu, Departemen Keuangan --melalui pembentukan BKF-- akan menyatukan fungsi kebijakan fiskal secara penuh, termasuk kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, serta kebijakan PNBP, perpajakan, dan kepabeanan dan cukai. (ii) Pemisahan fungsi pengelolaan PNBP dan Badan Layanan Umum (BLU) Terkait dengan PNBP dan BLU, saat ini Direktorat PNBP dan BLU melaksanakan fungsi-fungsi alokasi, kebijakan, dan pengelolaan kas. Hal ini akan ditata ulang dengan dipisahkannya fungsi-fungsi tersebut, yaitu pemindahan fungsi kebijakan makro PNBP ke BKF, pemindahan fungsi pengelolaan kas pungutan PNBP dan setoran surplus BLU (sepanjang dipersyaratkan) ke Ditjen Perbendaharaan, sedangkan fungsi alokasi tetap berada di Ditjen APK. (iii) Pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara (DJPKN) Pembentukan DJPKN yang merupakan penggabungan fungsi yang ada pada Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara pada Ditjen Perbendaharaan dan fungsi yang dilaksanakan DJPLN serta beberapa fungsi dari DJP (khususnya fungsi penilaian) dimaksudkan untuk memperkuat fungsi pengelolaan kekayaan negara dan melakukan reposisi fungsi lelang. Pada prinsipnya fungsi lelang akan diserahkan kepada mekanisme swasta melalui pembentukan lembaga privat dan independen, kecuali untuk lelang eksekusi. (iv) Penggabungan BAPEPAM dan DJLK. Dalam rangka memfasilitasi pembentukan Otorita Jasa Keuangan (OJK), akan dilakukan penggabungan dua unit eselon I Departemen Keuangan, yakni BAPEPAM dan DJLK. Langkah ini akan merupakan tahap awal pembentukan OJK, sementara sebelum pembentukan lembaga OJK yang mandiri dapat dilakukan. Dalam proses penggabungan tersebut, keseluruhan unit Eselon II DJLK akan bergabung dengan BAPEPAM, kecuali fungsi Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai yang akan ditransfer ke Sekretariat Jenderal. Jadwal pelaksanaan reengineering organisasi Departemen Keuangan tahun 2005-2009 adalah sebagaimana tersaji dalam Tabel Evolusi organisasi Departemen Keuangan sebagaimana tertera pada Tabel III.3 di bawah ini. Tabel III.3 Dari tabel di atas dapat diketahui pula bahwa Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan memperoleh tambahan peran dan fungsi, yakni sebagai compliance office untuk good governance dan penyelenggaraan audit terkait dengan risk management. Penambahan peran dan fungsi dimaksud terkait dengan tekad kuat untuk mewujudkan penyelenggaraan good governance sejalan dengan prinsip pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang dituangkan dalam paket undang-undang bidang keuangan negara (UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara). Sementara itu, tambahan peran dan fungsi pengendalian resiko didasari pertimbangan semakin besarnya resiko kerugian yang dapat timbul --baik secara langsung maupun tidak langsung-- sebagai akibat dari pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang mengabaikan prinsip-prinsip manajemen resiko (risk management). Untuk keperluan tersebut, Inspektorat Jenderal sebagai unsur organisasi Departemen Keuangan yang diberi tugas pokok menyelenggarakan fungsi pengendalian intern (internal control) perlu dilengkapi dengan kewenangan tersebut. Dari pemberian kewenangan ini diharapkan Inspektorat Jenderal dapat menjamin agar seluruh komponen organisasi Departemen Keuangan benar-benar dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance dan risk management dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang dilakukannya. Hal-hal terkait dengan asumsi perubahan organisasi berkenaan dengan dengan kerangka evolusi organisasi Departemen Keuangan Tahun 2005-2009 sebagaimana diuraikan dalam Tabel III.2 dan III.3 lebih merupakan gambaran arah dan target pencapaian Departemen Keuangan hingga Tahun 2009 mendatang. Oleh karena itu, bagaimanapun, asumsi-asumsi kelembagaan tersebut bersifat ceteris paribus terhadap berbagai penyesuaian sehubungan dengan upaya koordinasi dengan otoritas kelembagaan pemerintahan seperti Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara maupun Sekretariat Kabinet/Sekretariat Negara.