Sindroma Prostatitis

advertisement
Sindroma Prostatitis
(Prostatitis Syndrome)
Titie Soepraptie, Hans Lumintang, Nanda Erlia, Linda Astari
Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo
Surabaya
ABSTRAK
Sindromaa prostatitis adalah diagnosis yang diberikan bagi sekelompok pria yang mengalami berbagai keluhan pada saluran
urogenital bagian bawah dan perineum. Diperkirakan 50% laki-laki di dunia mengalaminya. Mekanisme pertahanan yang
berperan adalah mekanisme nonspesifik, sistem imun humoral, dan seluler. Pemeriksaan laboratorium yang menjadi baku emas
adalah memakai teknik Meares dan Stamey. Pengobatan biasanya dengan antimikrobial.
Kata kunci: Sindroma prostatitis, sistem imun, teknik Meares dan Stamey
ABSTRACT
Prostatitis syndrome is the diagnosis given to large group of men who present with a variety of complaints referable to the
lower urogenital trac and perineum. By one estimate 50 percent of men experience of this syndrome. These defenses include
nonspecific, specific humoral and cellular limbs of the immune system. The gold standard of laboratory examination using the
technique of Meares and Stamey. Treatment used antimicrobial.
Key words: prostatitis syndrome, immune system, Meares and Stamey technique
PENDAHULUAN
Penyakit prostat, batu prostat, obstruksi dan
infeksi prostat telah diketahui sejak jaman dahulu
kala. Ebers Papyrus menyebutnya dengan prostatitis,
uretritis, retensi urine, inkontinensia, dan sistitis. 1
Bangsa Mesir kuno memakai alang-alang, tabung dari
tembaga dan perak, dan gulungan daun palm untuk
mengobati retensi urine, yang disebabkan oleh batu,
obstruksi prostat atau keduanya.
Deskripsi yang akurat tentang patologi dari
prostatitis ditulis oleh Verdies pada tahun 1838, dan
kemudian diperkuat dan diperbaharui oleh Hugh
Young, Gereghty dan Stevens pada tahun 1903 dan
dipublikasikan pada tahun 1906. 2
Pada tahun 1970 dan 1980 pada periode ini
penelitian telah dilakukan secara aktif, yang dimotivasi
oleh penemuan Meares dan Stamey (1968) untuk
mendiagnosis prostatitis telah sampai pada aturan
yang baru, begitu juga yang dikemukakan oleh Drach
dan kawan-kawan, yang menentukan klasifikasi baru
penyakit ini. Yang kemudian diikuti dengan periode
pengumpulan percobaan klinis dan dasar pengetahuan
prostatitis yang lebih luas, menggunakan metode
laboratorium baru untuk kultur bakteri, mikroskop
dan immunofluorescence imaging.
DEFINISI
Menentukan definisi prostatitis secara global
sulit karena masing-masing sindromaa prostatitis
mempuyai gejala-gejala sendiri. Salah satu definisinya
adalah diagnosis yang diberikan bagi sekelompok
pria yang mengalami berbagai keluhan pada saluran
urogenital bagian bawah dan perineum. 1,2,3,4
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan kalau separuh dari seluruh lakilaki yang ada di dunia akan mengalami gejala
prostatitis sepanjang hidupnya. 1,5 Pada awal tahun
1990-an di USA jumlah kunjungan penderita dengan
prostatitis sebanyak 2 juta per tahun, menandingi
jumlah kunjungan penderita dengan benign prostatic
hiperthropy (BPH) pada tahun yang sama. 1,3,5 Umur
penderita yang paling sering menderita prostatitis
adalah kurang dari 50 tahun. 5
Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP
(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)
251
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
PATOGENESIS DAN RESPON IMUN
Infeksi prostat dapat terjadi, ada beragam
mekanisme pertahanan saluran urogenital bagian
bawah pada pria terhadap infeksi.
Pertahanan Nonspesifik
Sebagian besar infeksi pada duktus urogenital dan
organ kelamin asesoris disebabkan oleh organisme
yang berjalan ascenden melalui uretra. Sehingga faktor
mekanis seperti panjang uretra, buang air kecil, dan
ejakulasi akan memberi sebagian proteksi terhadap
infeksi, meskipun seberapa penting mekanisme
pertahanan ini masih belum jelas. Perjalanan sebagian
duktus prostatika dan duktus ejakulatorik secara oblik
juga dikatakan merupakan mekanisme pertahanan
mekanis. 1
Sekresi prostat mengandung sejumlah substansi
yang bersifat aktif terhadap berbagai spektrum
mikroorganisme. Polipeptida mengandung zinc,
yang disebut juga sebagai faktor antibakteri prostat,
adalah substansi antimikroba penting yang disekresi
oleh prostat. Prostat memiliki kandungan zinc lebih
tinggi dibanding semua organ lain, dan sekresi prostat
pada pria normal mengandung zinc dalam kadar
yang tinggi. Aktivitas bakterisid dari sekresi prostat
terhadap berbagai organisme gram negatif dan gram
positif merupakan peran kadar zinc secara langsung.
Pria yang telah terdiagnosis menderita prostatitis
kronis memiliki kadar zinc di dalam cairan prostat
yang signifikan lebih rendah, namun kadar zinc ini
masih di dalam batas normal. Suplemen zinc oral
tidak dapat meningkatkan kadar zinc di dalam sekresi
prostat pria penderita prostatitis bakteri. 1
Imunitas Humoral
Banyak peneliti telah meneliti respon serologik
pada pria penderita prostatitis bakteri. Sera dari
pria penderita prostatitis bakteri akut mengandung
antibodi spesifik untuk melawan strain bakteri
penyebab infeksi. Titer tetap tinggi saat terjadi infeksi
bakteri yang persisten pada prostat, dan perubahan
titer antibodi mencerminkan respons terhadap
terapi antimikroba pada sebagian pasien. Penelitian
serologik terhadap pria penderita prostatitis memiliki
2 keterbatasan: pertama, sebagian besar penelitian
menerapkan pemeriksaan yang tidak membedakan
berbagai kelas immunoglobulin spesifik, dan kedua,
sebagian penderita yang telah didiagnosis prostatitis
bakteri memiliki titer antibodi aglutinasi yang
rendah. 1
252
Vol. 20 No. 3 Desember 2008
Produksi immunoglobulin lokal oleh prostat
juga merupakan mekanisme pertahanan saluran
urogenital bawah yang penting terhadap infeksi.
Sekresi prostat dari pria penderita prostatitis bakteri
mengandung immunoglobulin dalam konsentrasi
tinggi. menunjukkan adanya selubung antigen
antibodi spesifik dari bakteri yang diisolasi dari
penderita prostatitis. Teknik radioimmunoassay fase
solid indirek telah digunakan untuk menilai respons
imunologik lokal pada sejumlah kecil penderita
yang telah terdiagnosis prostatitis bakteri. Respons
antigen antibodi spesifik di dalam sekresi prostat
(terutama IgA sekretorik) lebih tinggi daripada
respons serologik. Respons spesifik IgA di dalam
sekresi prostat akan menetap lebih lama dibanding
antigen antibodi spesifik IgG prostat atau respon
spesifik antigen serum. 1,2
Imunitas Seluler
Di antara pria penderita prostatitis, dengan
penyakit akut memperlihatkan sel mononuklear yang
lebih dominan di dalam sekresi prostat, sementara
pasien dengan penyakit kronis menunjukkan sedikit
sel monosit – makrofag. Adanya proses fagositosis
leukosit terhadap sperma abnormal pada pria infertil
dengan piospermia menunjukkan adanya peran
fungsional leukosit dalam kondisi peradangan saluran
urogenital bagian bawah pria. 1
PATOLOGI
Prostatitis biasanya merupakan suatu proses
fokal yang disertai area peradangan akut atau kronis
di dekat area dengan struktur sel normal. 1,2 Dalam
satu penelitian otopsi, McNeal menemukan bukti
prostatitis pada 40 dari 91 prostat pria dewasa. Dua
kasus hanya mengenai zona periuretra, 24 kasus
hanya mengenai zona perifer, dan 14 kasus mengenai
kedua zona. Data ini menunjukkan bahwa prostatitis
biasanya muncul berupa peradangan fokal di zona
perifer dan meluas ke zona periuretra pada kasus yang
parah. Kohmen dan Drach menemukan beberapa
peradangan pada 98% dari 162 prostat hiperplastik
yang dilakukan operasi reseksi. Bukti prostatitis
baik secara histologik maupun bakteriologik bisa
dijumpai meski tidak ditemukan tanda peradangan
pada pemeriksaan endoskopik. Blacklock mengatakan
bahwa temuan ini dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan pola drainase dari duktus prostat. Duktus
prostat perifer cenderung mengalir melengkung ke
arah kanan menunju duktus ejakulatorius, sehingga
Telaah Kepustakaan
Sindroma Prostatitis
rentan terkena infeksi oleh organisme yang berjalan
ascenden melalui uretra. Sebaliknya, duktus prostat
di zona periuretra cenderung berjalan sejajar dengan
duktus ejakulatorius dan lebih tahan terhadap infeksi
oleh organisme di dalam uretra. 1,2 Pemeriksaan
histologik mengungkapkan adanya suatu peradangan
kronis. Tidak ada uropatogen yang ditemukan pada
pemeriksaan biakan, diduga karena infeksi muncul
lebih dini. 1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENEMUKAN ETIOLOGI
Penting membedakan antara penderita dengan
keluhan saluran kencing bagian bawah yang disertai
bakteriuria, dengan penderita yang mungkin terkena
prostatitis bakteri tanpa bakteriuria. Klasifikasi
penderita prostatitis yang lain berpatokan pada
pemeriksaan bakteriologik saluran kencing bagian
bawah secara teliti memakai teknik Meares dan Stamey
(1964). 1 Metode ini merupakan baku emas untuk
mendiagnosis dan evaluasi sindroma prostatitis.
Teknik ini berpatokan pada hasil biakan spesimen
yang diambil secara berurutan selama buang air
kecil. 6
Table 1. Prosedure for Localisation of Infection in the
Lower Urinary Tract by Use of Sigmented Urine
Cultures
Specimen
Abbreviation
Description
Voided bladder 1
VB1
Initial 5–10 ml of urinary
stream
Voided bladder 2
VB2
Midstream specimen
Ecpressed prostatic
secretion
EPS
Secretions expressed from
prostate by digital massage
after midstream specimen
Voided bladder 3
VB3
First 5–10 ml of urinary
stream immediately after
prostate massage
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 1
Metode bakteriologik kuantitatif dan pengiriman
sampel yang cepat ke laboratorium adalah hal penting.
Urine pancar tengah harus steril selama dilakukan
prosedur pemeriksaan. Prepusium pada pria yang
belum disirkumsisi harus dibuka, glans penis
dibersihkan, jangan dicuci dengan deterjen karena pada
sebagian kecil kasus bisa menyebabkan penurunan
palsu jumlah bakteri. Penting untuk menampung
beberapa tetes dari spesimen urine pertama (VB 1),
karena konsentrasi bakteri signifikan lebih rendah
beberapa mililiter pada urine berikutnya. Terakhir,
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada
pria dengan temuan yang masih meragukan. 1,4,6
Diagnosis pasti prostatitis bakteri harus
didapatkan jumlah koloni pada spesimen pascamasase
(VB 3) minimal 10 kali lipat lebih besar daripada
spesimen urine pertama. Sering kali jumlah koloni
yang ditemukan di dalam spesimen sekresi prostat
yang dikeluarkan (EPS) 1 atau 2 kali lebih tinggi
dibanding jumlah koloni yang ditemukan dalam
spesimen VB 3. Perbedaan ini mencerminkan adanya
pelarutan sejumlah kecil volume sekresi prostat oleh
urine dalam sampel VB 3. Ciri prostatitis bakteri yang
menonjol adalah organisme yang ditemukan di dalam
VB3 atau EPS signifikan lebih banyak jumlahnya
daripada VB 1 yang diperiksa secara berulang dan
identik dengan organisme yang menjadi penyebab
bakteriuria. 1,4,6
Kendala teknis, seperti kegagalan menampung
bagian awal VB 1 atau pemakaian sebagian detergen
untuk membersihkan glans penis masuk ke dalam
botol pengumpul VB 1. Di samping itu, VB 1 merupakan
kontrol untuk VB 3. EPS hanya bermanfaat untuk
kasus borderline . 1,6 Pemeriksaan mikroskopik
terhadap EPS berguna untuk menemukan adanya
peradangan. Ditemukannya leukosit dan “ oval fat
bodies” (makrofag yang mengandung lipid berukuran
besar) adalah ciri respon peradangan pada prostat.
Kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
jumlah leukosit abnormal adalah jumlah leukosit
> 20/LPB menunjukkan peradangan yang signifikan.
Kebanyakan laporan terbaru memakai kriteria
1,4,6
DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan saluran kencing bagian bawah
akan membantu penentuan klasifikasi pria penderita
sindromaa prostatitis.
Mayoritas pasien yang didiagnosis “prostatitis”
adalah pria dewasa yang mengalami nyeri di daerah
perineum, punggung bagian bawah, atau perut bagian
bawah; rasa tidak nyaman saat kencing; atau keluhan
ejakulasi. Sebagian besar tidak memiliki riwayat
bakteriuria. 1
Pada tahun 1995 klasifikasi sindromaa prostatitis
pertama kali telah diusulkan oleh U.S. National
Institute of Health, National Institute of Diabetes and
Digestve and Kidney Disease (NIH-NIDDK ) dan
dipublikasikan pada tahun 1998. 3,4,7,8 Tabel dibawah
ini membandingkn klasifikasi NIH-NIDDK dengan
klasifikasi tradisional.
253
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Vol. 20 No. 3 Desember 2008
Table 2. Classification of Prostatitis Syndromes Based on Documentation of Bacteriuria and Segmented Urine
Culure
Bacteriuria*
Infection
localized
Inflammatory
response in
EPS
abnormal
prostate on
rectal exam
Systemic
illness
Acute bacterial prostatitis
+
+
+
+
–
Chronic bacterial
+
+
+
–
+/–
Nonbacterial prostatitis
–
–
+
–
–
Prostatodynia
–
–
–
–
–
Syndrome
* Documented with identical organism shown to localize to a prostatic focus when the midstream urine culture is negative
† Refer to teks for diagnostic criteria
Expressed prostatic secretions (EPS) containing 10 white blood cells per high-power (×400) microscopic field when patient
has no objective evidence of urethritis
Abnormal findins include exquisite tenderness and swelling that may be associated with sign of lower urinary tract obstruction
Sysemic findings frequently include signs of bacteremia. Signs of sepsis are common in patiens with acute bacterial prostatitis.
Patients with chronic bacterial prostatitis may become septic during acute symptomatic episodes of bladder bacteriuria.
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 4
Tabel 3. Klasifikasi NIH-NIDDK
NIH NIDDK
classification
Traditional
classification
Features
Category I: acute
bacterial prostatitis
Acute bacterial
prostatitis
Acute bacterial infection of
the prostate gland
Category II: chronic
bacterial prostatitis
Chronic bacterial
prostatitis
Chronic infection of the
prostate characterized by
recurrent urinary tract
infections
Category III: chronic
prostatitis/chronic
pelvic pain syndrome
(CP/CPPS)
Symptoms of discomfort
or pain in the pelvic region
for at least 3 month in the
absence of uropathogenic
bacteria cultured by standard
techniques
Category IIIA:
inflammatory chronic
pelvic pain syndrome
Chronic
non-bacterial
prostatitis
Significant number of
leukocytes in EPS, VB3 or
semen
Category IIIB: noninflammatory chronic
pelvic pain syndrome
Prostatodynia
No evidence of significant
leukocytes found in EPS, VB3
or semen
Category IV:
None
asymptomatic
inflammatory prostatitis
Leukocytes in EPS, VB3,
semen or prostate tissue
during evaluation for other
disorders in men without
symptoms of prostatitis
EPS =expressed prostatic secretions specimen (see diagnosis section, below)
VB3 =voided bladder 3 specimen (see Diagnosis section, below)
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 4
MANIFESTASI KLINIS, TERAPI DAN
KOMPLIKASI
Prostatitis Bakteri Akut
Prostatitis bakteri akut jarang terjadi dan
dignosisnya sukar ditegakkan. 1,6 Gejala yang khas
adalah adanya keluhan infeksi saluran urinarius
bagian bawah, seperti peningkatan frekuensi buang
air kecil mendadak, dan disuria. 1 Gejala sistemik yang
254
sering dijumpai berupa demam, menggigil, malaise
myalgia, nyeri pada punggung bawah, dan kasus
yang paling sering adanya tanda iritasi dan obstruksi
genitourinari. 1,3,6,8 Diperkirakan kejadiannya 1–5%
dari semua prostatitis sindromae. 4 Etiologi yang paling
sering Escherichia coli diikuti Proteus, Providentia. 4,6,8,9
Pemeriksaan rektum sering kali ditemukan kesan
adanya infeksi, disertai prostat yang teraba panas,
tegang, nyeri pada perabaan. Hasil urinalisis abnormal
disertai pyuria, dan hasil kultur positif untuk kuman
batang gram negatif atau kuman batang aerob atau
Streptococcus faecalis.1 Lazim dijumpai leukositosis
sistemik, disertai peningkatan jumlah sel segmen.
Bakterimia bisa timbul spontan atau timbul akibat
pemeriksaan rektal yang terlalu sering. Pemijatan
prostat harus dihindari karena nyeri dan menyebabkan
bakterimia. 1,4
Prostatitis bakteri akut respon terhadap terapi
antimikrobial. 1,4,6,8 Banyak obat yang tidak dapat
masuk ke dalam prostat ternyata terbukti efektif
untuk mengobati prostatitis bakteri akut, yang
dapat berpenetrasi baik pada kapsul prostat adalah
siprofloksasin, kotrimoksasol dan tetrasiklin. Obat
yang sesuai untuk terapi bakteremia yang disebabkan
oleh enterobakteria, pseudomonas, dan enterokoki
harus mulai diberikan setelah ternyata terbukti efektif
untuk mengobati prostatitis bakteri akut. 1,8,10
Dilakukan pengambilan spesimen untuk biakan
urine dan darah, bagi penderita yang perlu rawat
inap, terapi konvensional yang biasa diberikan adalah
Telaah Kepustakaan
Sindroma Prostatitis
kombinasi antibiotika golongan aminoglikosida
dengan beta-laktam. Namun, golongan fluorokuinolon
atau sefalosporin generasi ketiga merupakan terapi
tunggal untuk prostatitis yang telah diketahui
disebabkan oleh Enterobacteriaceae sp. Bagi penderita
dengan infeksi kurang berat, pilihan konvensional
yang biasa diberikan adalah kombinasi trimethoprim
dan sulfametoksasol, meski semakin banyak kuman
pathogen yang resisten terhadap obat ini. Antibiotika
golongan beta-laktam dan fluorokuinolon baru
juga bermanfaat sebagai terapi oral bagi penderita
prostatitis bakteri akut yang tidak memerlukan rawat
inap.1,3,6,8
Penderita retensi urine akut perlu dilakukan
drainase kandung kemih. Pada kondisi ini lebih
disukai memasang selang sistostomi suprapubik,
baik memakai apparatus trocar perkutan maupun
operasi terbuka. Pemasangan kateter menetap
transuretra dapat melewati prostat dan menyebabkan
obstruksi drainase prostat yang mengalami infeksi
akut, sehingga akan memperbesar risiko timbul
bakteremia dan abses prostat. Tindakan umum, seperti
pemberian cairan, analgesik, dan tirah baring, juga
bisa dilakukan. 1,6,8,10
Sejumlah kecil penderita prostatitis bakteri
akut akan mengalami komplikasi. Prostatitis bakteri
kronis kadang timbul setelah serangan prostatitis
bakteri akut. Pria penderita prostatitis bakteri kronis
sering kali berada dalam kondisi asimptomatik di
antara serangan bakteriuria akut. Abses prostat
adalah komplikasi yang jarang terjadi pada penderita
Figure 1.
A medical emergency, acute bacterial prostatitis
is caused by uropathogenic bacteria. It is
treated in the hospital and requires intravenous
antibiotics.
Dikutip sesuai slinya dari kepustakaan no. 6
Table 4. Penggunaan Obat IV Oral pada Prostatitis Bakterial Akut
Intravenous and Oral Medications Used in Acute Bacterial Prostatitis
Antibiotic
(class)
Mechanism
of Action
Dose
Bacterial
Coverage
Monitoring
Parameters
Gentamicin
(aminoglycoside)
Bactericidal, acting by inhibiting
bacterial portein synthesis through
binding with the 30S ribosomal subunit
5mg/kg/day;
must be renally adjusted
Gram
negative
CBC with differential
renal function, serum
levels, ototoxicity
Tobramycin
(aminoglycoside)
Bactericidal, acting by inhibiting
bacterial protein synthesis throug
binding with the 30S ribosomal subunit
3 to 5 mg/kg/day in three Gram
divided doses; must be
negative
renally adjusted
CBC with differential
renal function, serum
levels, ototoxicity
Vancomycin
(glycopeptide)
Bactericidal, inhibits cell wall synthesis
by binding to carboxyl units on peptide
subunits containing free D-alanyl-D-ala nine
2 g/day every six to 12
hours; must be renally
adjusted
Gram
negative
CBC with differential
serum levles,
renal function, blood
pressure
(hypotension) red
man syndrome
Bactericidal effects are induced
via inhibition of DNA gyrase activity
500 to 750 mg every
24 hours; must be renally
adjusted
Gram
negative
CBC with differential,
renal
function tests, liver
function
tests, blood gulcose,
serum
electrolytes, neurotoxicity
Bactericidal effects are induced
via inhibition of DNA gyrase activity
400 mg every eight
or 12 hours;
must be renally adjusted
Gram
negative
CBC with differential,
renal function
Intravenous Agents
255
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Vol. 20 No. 3 Desember 2008
Ampicillin
(penicillin)
Bactericidal, inhibits bacterial wall syn thesis of actively dividing cells by binding
to one or more penicillin-binding proteins
2 g every four to six
hours;
must be renally adjusted
Gram
positive
CBC with differential,
fever, signs of infection, diarrhea, skin
rash
Cefazolin
(cephalosporin)
Bactericidal, inhibits bacterial wall syn thesis of actively dividing cells by binding
to one or more penicillin-binding proteins
1 g every eight hours;
must be renally adjusted
Gram
positive
CBC with differential,
renal function tests,
liver function tests,
skin rash
Bactericidal, inhibits bacterial wall synthesis
of actively dividing cells by binding to one or
more penicillin-binding proteins
2 g every four hours
Gram
positive
CBC with differential,
renal, hepatic, and
hematopoietic systems
Bactericidal effects are induced via inhibition
of DNA gyrase activity
500 or 750 mg every 12
hours; must be renally
adjusted
Gram negative Renal function
function
Bactericidal effects are induced
via inhibition of DNA gyrase activity
500 to 750 mg
once daily
Gram
negative
Trimethoprim
(sulfa)
Blocks the production of tetrahydrofolic acid
from dihydrofolic acid by reversibly inhibiting
100 mg every 12 hours
Gram negative Complete blood counts,
or 200 mg every 24 hours;
renal and liver function
must be renally adjusted
thus blocking two consecutive steps neces sary for the biosynthesis of necleic acids and
proteins essential to many bacteria
Trimethoprim/
sulfamethoxazole
(sulfa)
Sulfamethoxazole inhibits bacterial synthesis
of dihydrofolic acid by competition with paraamino benzoic acid. Trimethoprim blocks
the production of tetrahydrofolic acid from
dihydrofolic acid by reversibly inhibiting the
CBC with differential, renal tests, liver
function tests, blood
glucose, serum electrolytes, neurotoxicity
1 tablet (160 mg/800 mg)
every 12 hours; must be
renally adjusted
Gram
negative
Complete blood counts,
renal and liver function
tests, serum potassium
thus blocking two consecutive steps neces sary for the biosynthesis of necleic acids and
proteins essential to many bacteria
Amoxicillin
(penicillin)
Bactericidal, inhibits bacterial wall synthesis
of actively dividing cells by binding to one or
more penicillin-binding proteins
500 mg every eight hours
Gram
positive
Complete blood counts,
diarrhea, skin rash
Cephalexin
(cephalosporin)
Bactericidal, inhibits bacterial wall synthesis
of actively dividing cells by binding to one or
more penicillin-binding proteins
500 mg every six hours
Gram
positive
Complete blood counts,
GI symptoms, pruritis
Dicloxacillin
(penicillin)
Bactericidal, inhibits bacterial wall synthesis
of actively dividing cells by binding to one or
more penicillin-binding proteins
500 mg every six hours
Gram
positive
Complete blood counts,
GI symptoms, skin rash
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 6
yang mendapat terapi antibiotika adekuat untuk
prostatitis bakteri akut. 1,6 Gambaran klasik abses
prostat adalah adanya area fluktuasi di prostat yang
teraba pada pemeriksaan rektum, namun banyak
penderita memperlihatkan tanda yang samar.
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal dan CT scan
sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis
abses prostat pada penderita dengan temuan yang
masih samar. Terapinya mencakup drainase abses,
baik melalui pendekatan perineal, perkutan, atau
transuretra, ditambah dengan terapi antimikroba
yang sesuai.
256
Prostatitis granulomatosa bisa timbul selama
masa penyembuhan serangan prostatitis bakteri
akut. Biasanya penderita tidak menampakkan gejala
namun timbul area keras yang teraba saat dilakukan
pemeriksaan rektum dan mendorong kecurigaan
suatu karsinoma. Gambaran histologinya berupa
reaksi granulomatosa disertai histiosit yang banyak
mengandung lemak, sel plasma dan sel raksasa.
Infiltrat eosinofilik yang menonjol nampak pada
sebagian kasus. Laporan terbaru menyebutkan bahwa
temuan histologik penyakit ini lokal mirip nodul
rheumatoid yang sering kali berkaitan dengan riwayat
Telaah Kepustakaan
reseksi transuretra sebelumnya, sampai gambaran
yang lebih difus, disertai kelainan sistemik atau
etiologi idiopatik. Pengecatan atau biakan spesifik
mungkin perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis etiologi.
Prostatitis granulomatosa terbagi 2 yakni
nonspesifik dan spesifik. Nonspesifik terbagi 2 jenis
eosinofilik dan non eosinofilik. Penyebab nonspesifik
yang telah diketahui antara lain prostatitis bakteri
akut, operasi prostat, dan kelainan yang berhubungan
dengan vaskulitis. Prostatitis granulomatosa spesifik
ada banyak infeksi spesifik yang menjadi penyebab
reaksi granulomatosa pada prostat. Prostatitis
tuberkulosis biasanya sekunder karena penyakit
tuberkulosis.. Prostatitis granulomatosa juga bisa
menyulitkan terapi BCG untuk kanker kandung
kemih. Laporan terbaru menyebutkan bahwa
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan infeksi
human immunodeficiency virus (HIV) berhubungan
dengan semakin meningkatnya risiko prostatitis
granulomatosa, dan etiologinya kuman patogen seperti
kompleks Mycobacterium avium intrasel.
Pengobatan penderita prostatitis granulomatosa
pada umumnya mencakup terapi spesifik untuk
penyakit primernya. Sejumlah kecil penderita
menunjukkan gejala yang langsung mengarah ke
reaksi granulomatosis pada prostat. Penderita ini
biasanya mengeluhkan gejala obstruktif pada saat
kencing. Pada sebagian besar kasus, gejala akan
hilang dengan terapi sistemik. Penderita retensi urine
mungkin perlu mendapat penanganan awal dengan
pemasangan selang sistostomi suprapubik secara
perkutan. Prostatektomi mungkin perlu dilakukan jika
gejala tetap ada setelah diberi terapi antimikroba. 1
Prostatitis Bakteri Kronis
Prostatitis bakteri kronis merupakan penyebab
penting menetapnya bakteri di dalam saluran
kencing bagian bawah pada pria. Gejala yang khas
adanya infeksi saluran kencing yang rekuren. 4,6,11,12
Angka kejadiannya diperkirakan 5–10% dari seluruh
penderita
erita prostatitis. 4,6 Tanda bervariasi dimulai
dari disuri atau kadang tidak ada gejala sama sekali,
bisa juga nyeri waktu ejakulasi, hemospermia atau
nyeri pelvic. Kadang penderita tidak menunjukkan
gejala sama sekali. 3,4,11 Agen penyebabnya sama
dengan prostatitis bakteri akut. Kuman batang gram
negatif, termasuk enterrobakteria dan pseudomonas
merupakan kuman pathogen paling penting. Kuman
kokus gram positif, seperti Streptococcus faecalis atau
Sindroma Prostatitis
Stapfilococcus saprophiticus merupakan penyebab pada
sebagian kasus. 4,5,6,11
Prostatitis bakteri kronis dapat menyebabkan
disfungsi sekresi kelenjar prostat. Perubahan yang
terjadi berupa peningkatan pH sekresi prostat,
perubahan rasio isozymes lactic dehydrogenase (LDH),
dan peningkatan kadar immunoglobulin. Perubahan
yang lain adalah penurunan berat jenis spesifik sekresi
prostat, faktor antibakteri prostat, kadar kation ( zinc,
magnesium, dan kalsium), asam sitrat, spermine,
kolesterol, acid phosphatase, dan lysozyme. Temuan ini
menunjukkan kalau prostatitis bakteri berhubungan
dengan disfungsi sekresi kelenjar prostat secara
menyeluruh. 1
Pemeriksaan saluran kencing selama serangan
bakteriuria kandung kemih tidak akan bermanfaat,
penderita dievaluasi jika urine pencar tengah telah
steril. Kadang perlu menghilangkan kuman yang ada
di dalam urine kandung kemih dan uretra dengan
memberi obat, seperti penisilin G atau nitrofurantoin
agar didapatkan pemeriksaan diagnostik. 1,4,6,11
Penderita prostatitis bakteri kronis yang dilakukan
pemeriksaan patologi dilakukan pemeriksaan magnetic
resonance (MR) imaging menunjukkan metabolik yang
abnormal menunjukkan false-positive diagnosis kanker.
Paling umum MR imaging pada penderita prostatitis
didapatkan signal intensity (SI) fokal yang rendah dan
ini tidak menunjukkan spesifik untuk kanker. 13
Terapi antimikroba untuk infeksi bakteri lokal
sangat tergantung pada kadar obat mencukupi yang
sampai ke tempat infeksi. Namun banyak obat
memiliki daya penetrasi yang jelek ke parenkim
prostat. Sementara antimikroba lain yang mampu
mencapai level memadai di jaringan, seperti
eritromisin, namun memiliki spektrum yang
kurang memadai untuk kuman pathogen di prostat. 1
Trimethoprim – sulfamethoxazole telah menjadi
“baku emas”. Trimethoprim memiliki 2 sifat yang
bermanfaat: mampu mencapai parenkim prostat
dengan kadar yang memadai, dan efektif terhadap
sebagian besar pathogen yang umum dijumpai
di prostat. Terapi jangka panjang trimethoprim
(80 mg) ditambah sulfamethoxazole (400 mg) per oral
2 kali sehari selama 4–16 minggu ternyata lebih baik
untuk memperpendek masa terapi. 1,3,5,11
Selama satu dekade terakhir, banyak keberhasilan
telah dilaporkan dengan pemakaian sejumlah obat dari
golongan fluorokuinolon untuk mengobati prostatitis
bakteri kronis digunakan selama 6–8 minggu. Obat yang
menjanjikan antara lain norfloksasin, siprofloksasin,
257
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Vol. 20 No. 3 Desember 2008
ofloksasin, dan enoksasin. 1,5,11,12 Banyak antimikroba
oral lain yang telah digunakan untuk mengobati
penderita prostatitis bakteri kronis. Sebagian peneliti
melaporkan keberhasilan saat memakai golongan
aminoglikosida, yang diberikan secara parenteral atau
melalui suntikan lokal ke dalam prostat pada pria
penderita prostatitis yang gagal dengan terapi oral. 1
Penyebab lain sulitnya menyembuhkan prostatitis
bakteri kronis adalah kesulitan mencapai kadar obat
yang cukup tinggi di tempat infeksi di dalam prostat,
perubahan pH cairan prostat akibat infeksi yang
akan memengaruhi difusi obat ke dalam prostat,
dan adanya biofilm yang melindungi bakteri dari
obat antimikroba. 1
Pria penderita prostatitis bakteri kronis yang
tidak sembuh dengan terapi antimikroba bisa berubah
menjadi asimptomatik setelah diberi terapi supresif
jangka panjang dengan obat antimikroba dosis rendah.
Sebagian besar penderita tidak menampakkan gejala di
antara serangan bakteriuria, maka tujuan terapi supresif
adalah untuk mencegah serangan simptomatik, meski
bakteri tetap ada di dalam prostat. Obat dengan dosis
sangat rendah terbukti sangat efektif untuk mencegah
serangan bakteriuria kandung kemih simptomatik
pada pria penderita prostatitis bakteri kronis. Obat
yang telah memberi hasil efektif adalah penicillin G,
tetrasiklin, nitrofurantoin, asam nalidiksik, cefaleksin,
atau trimethoprim– sulfametoksasol. 5,11
Operasi masih kontroversial karena hanya
sedikit memberi manfaat dalam pengobatan
penderita prostatitis bakteri kronis. 11 Pengangkatan
prostat secara total dengan sistoprostatektomi atau
prostatektomi radikal akan menyembuhkan prostatitis
bakteri, namun operasi seperti ini tergolong operasi
mayor yang berhubungan dengan insidensi komplikasi
yang tinggi. Sehingga operasi radikal paling baik
dilakukan pada penderita kanker prostat lokal. Atau
penderita dengan 2 penyakit bersamaan karsinoma
prostat dan prostatitis bakteri kronis, tindakan
prostatektomi radikal dapat menyembuhkan kedua
kondisi ini.1,11
Tabel 5. Pilihan pengobatan oral untuk prostatitis kronik sindroma nyeri pelvis kronik
Drug
Dose
Clinical
Evidence
Adverse
Effects
Comments
Antibiotics
500 mg
BID
+
Diarrhea/nausea, headache, rash, blurred vi sion, dizziness
500 mg
daily
+
Diarrhea/nausea, headache, rash, blurred vi sion, dizziness
Alpha-Adrenergic Blockers
Tamsulosin
0.4 mg
+
daily
Terazosin
1 to 5
+
mg
daily
Alfuzosin
5 mg
+
BID
Doxazosin
4 mg
+
daily
Glycosaminoglycan
Pentosan
100 mg +
Polysulfate
TID
5-Alpha-Reductase inhibitor
Finasteride
5 mg
+
daily
Phytotherapy
Saw Palmetto 325 mg –
daily
Cernilton
1 tablet –/+
TID
Quercetin
500 mg +
BID
Rash arthralgia, abnormal ejaculation, abdomi - Improved pain, urinary symptoms and QOL
nal discomfort, dizziness, headache
Edema, hypotension, lightheadedness, asthenia, Improved pain and QOL
dizziness, nasal congestion
Abdominal pian, constipation, dizziness, ver tigo, respiratory symptoms, fatigue
Edema, hypotension, nausea, dizziness, head ache, vertigo, fatigue
Improved NIH-CPSI and QOL scores
Alopecia, headache, GI symptoms
Improved QOL; no change in NIH-CPSI score
Rash, breast tenderness, erectile dysfunction,
reduced libido
Improved NIH-CPSI, QOL, and pain scores
GI symptoms, headach, cholecystitis, dizziness,
muscle pain, ejaculatory or erectile dysfunction
Dermatitis, eczema
No improvement in NIH-CPSI, QOL, or pain
scores
Some symptoms improve
Dyspnea, emesis, nephrotoxicity
Improved NIH-CPSI score
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no. 6
258
Improved NIH-CPSI score. Discontinue therapy
if symptoms are not relieved after four weeks of
therapy
Improved NIH-CPSI score. Discontinue therapy
if symptoms are not relieved after four weeks of
therapy
Improved IPSS, pain, and QOL scores
Telaah Kepustakaan
Prostatektomi subtotal (transuretra, retropubik,
suprapubik, atau ablasi laser visual) adalah prosedur
yang paling sering dilakukan untuk mengobati kelainan
prostat jinak. 1,11 Prosedur ini akan mengangkat
jaringan adenomatosa periuretra, sehingga tersisa
kapsula prostat yang bisa dioperasi. Adanya sebagian
besar kuman di bagian perifer jaringan prostat
menyebabkan tindakan prostatektomi subtotal hanya
menyembuhkan sekitar sepertiga penderita prostatitis
bakteri kronis. Transuretra untuk mengangkat
adenoma prostat paling baik dilakukan bagi pasien
yang memperlihatkan gejala obstruksi saluran kencing
bagian bawah menetap setelah pemeriksaan urine
pancar tengah hasilnya steril. 1,11
Inflammatory Chronic Pelvic Pain Syndrome
Gejalanya mirip dengan kategori II. Secara khas
tidak menyebabkan disuria seperti cystitis. Disertai
dengan gejala yang paling menonjol berupa nyeri
pelvis yang kronis (perineal, testikular, penis, perut
bawah dan ejakulasi). 3,4,6,8 Penderita merasa tidak
nyaman pada pelvis biasanya berlangsung kurang
dari 3 bulan. Diperkirakan angka kejadiannya 40–65%
dari seluruh penderita prostatitis. 1,4,,8 Gejala dan tanda
sistemik tidak ada. 1 Pemeriksaan genital tidak begitu
bermakna, dan prostat masih dalam batas normal saat
dilakukan pemeriksaan rektum. 1,4
Penyebabnya tidak diketahui, mungkin infeksi
dengan Chlamydia trachomatis, Mycoplasma hominis,
Trichomonas vaginalis atau virus. 4
Diagnosis banding yaitu sistitis interstitial dan
karsinoma in situ kandung kemih. Penyakit ini dapat
disertai gejala iritasi saluran kencing bagian bawah.
Sehingga untuk penderita tertentu perlu dilakukan
pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan endoskopik
dengan cermat, dan mengambil spesimen kandung
kemih yang adekuat untuk pemeriksaan biopsi. 1,6
Terapi ternyata memberi hasil yang tidak
memuaskan bagi sebagian besar penderita. Obat
antimikroba dianggap sebagai terapi pilihan pertama
(tabel 5). Penderita yang telah diketahui ada uropatogen
akan memberi respon terhadap terapi spesifik, namun
sebagian kecil penderita diagnosis harus ditegakkan
dengan akurat terlebih dulu karena diagnosis
organisme secara selektif terbukti sulit diterapkan
secara klinis. Bagi pria yang tidak menunjukkan bukti
infeksi kuman patogen tertentu, terapi antimikroba
sering kali membuahkan kesembuhan sementara.
Namun gejala seringkali kambuh kembali setelah
terapi dihentikan. Penderita dan dokter yang merawat
sering kali kebingungan setelah memberi berulang
Sindroma Prostatitis
kali terapi empiris namun mengalami kegagalan. 1,6
Noninflammatory Chronic Pain Syndrome
Gejalanya juga mirip dengan kategori II, ditandai
dengan keluhan nyeri pelvis yang kronis (perineal,
testikular, penis, perut bagian bawah dan ejakulasi).
Menyebabkan disuria tidak seperti pada cystitis,
hesitancy urine, buang air kecil yang menetes, dan
pancaran yang lemah. Pada penderita ini sekresi
prostat nampak normal tanpa disertai peradangan.
Gejala juga mungkin karena eksaserbasi aktivitas
seksual. Pemeriksaan fisik urogenital umumnya tidak
bermanfaat. Rasa tidak nyaman atau nyeri di daerah
pelvis berlangsung 3 bulan. Diperkirakan kejadiannya
20–40% dari semua kasus prostatitis sindroma. 1,4
Penyebabnya tidak diketahui, diduga penjelasan
untuk sindroma ini termasuk tidak sinerginya antara
baldder detrusor dan otot spinkter internal ( stress
prostatitis), atau pelvic floor tension myalgia.1,4
Terapi yang sekarang diberikan hasilnya
kurang memuaskan. Terapi yang direkomendasikan
mencakup masase prostat, obat anti-inflamasi, obat
antikolinergik, pelemas otot, reseksi prostat transuretra,
mandi duduk, diatermi, olah raga, fisioterapi, dan
psikoterapi. Sebagian dokter merekomendasikan
agar memperbanyak frekuensi ejakulasi untuk
mengurangi “kongesti”, sementara sebagian yang lain
merekomendasikan agar tidak melakukan ejakulasi,
menghindari alkohol, kopi, teh, makanan pedas,
dan sebagainya. Bukti objektif yang menunjukkan
bahwa tindakan ini dapat berdampak pada perjalanan
penyakit hanya sedikit.
Terapi non-antimikroba adalah dengan pemberian
obat pemblok alfa-adrenergik untuk mengobati
disfungsi neuromuskuler yang oleh sebagian ahli
dianggap sebagai penyebab. Sejumlah kecil penelitian
menunjukkan bahwa penderita akan mendapat
manfaat dari obat pemblok alfa-adrenergik seperti
fenoksibenzamin, fentolamin, atau terazosin.
Faktor psikologi juga penting dalam etiologi
dan patogenesis. Sebagai contoh, Rosenbloom
mencatat bahwa pria penderita “prostatitis kronis”
sering menunjukkan gejala disfungsi seksual. Smart
mendapatkan bahwa di antara penderita dengan kondisi
kepribadian tidak normal yang menjalani operasi
karena “prostatitis kronis”, hanya 20% yang berhasil,
dibanding 60% pada pria yang memiliki kepribadian
normal. Nilsson dan kawan-kawan melakukan
wawancara psikiatri dan pemeriksaan psikologi secara
mendetil pada pria penderita “prostatitis kronis”
dan menemukan bahwa kepribadian paranoid dan
259
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
kecemasan yang berat. Penderita dengan hasil tes
psikologi abnormal menunjukkan respon yang kurang
baik terhadap terapi antimikroba dibanding penderita
dengan hasil tes psikologi normal.
Penderita secara rutin menjalani berbagai
prosedur diagnostik invasif, seperti sistoskopi,
ultrasonografi transrektal, urografi ekskretorik,
pemeriksaan urodinamik, dan biopsi. Literatur
terbaru mencakup banyak laporan prosedur operasi
yang dilakukan untuk mengobati pria penderita
prostatitis kronis dan sindroma terkait. Prosedur
ini mencakup: “reseksi subtotal” prostat transuretra,
dilatasi prostat memakai balon, hipertermia, radiasi
laser dan elektrostimulasi endouretra, dan bahkan
prostatektomi radikal. Meski prosedur ini mungkin
efektif pada kasus yang telah diseleksi secara ketat,
namun pengalaman menunjukkan banyak pria gagal
menjalani terapi operatif. 1
Asymptomatic inflammatory prostatitis
Manifestasi kinis biasanya asimptomatis,
ditemukan selama evaluasi untuk penyakit lain
pada pria tanpa gejala prostatitis. Angka kejadiannya
dari seluruh penderita sindroma prostatitis belum
diketahui. Begitu juga penyebabnya belum diketahui. 4
Asymptomatic inflamatory prostatitis ditemukan
secara tiba-tiba pada biopsi prostat. 3,4,6
Terapi tidak diperlukan pada tipe ini. Untuk
penderita dengan asymptomatic inflammation prostate
dapat menyebabkan peningkatan prostate-spesific
antigen (PSA) sehingga perlu diobati dengan antimikrobial dan antiinflamasi. 6
Vol. 20 No. 3 Desember 2008
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
KEPUSTAKAAN
1. Krieger JN, Prostatitis Syndrome, In: Holmes KK,
editor. Sexually Transmitted Diseases 3 rd. New York:
McGraw-Hill Comp; 1999. p. 859–68.
2. Mehik A, Epidemiological and Diagnostical Aspects
260
14.
of Prostatitis, Department of Surgery University of
Oulu, Finland, 2001. (URL:http://herkules.oulu.fi/
isbn95142655068/).
Hedayati T, MD, Prostatitis, American Academy of
Emergency Medicine, 2007. ( http://www.emedicine.
com/emerg/topic488.htm).
Canadian Guidelines on Sexually Transmitted
Infections. Management and Treatment of Specific
Syndromes Prostatitis. Canada: 2006.
Naber KG, Weidner W. Chronic Prostatitis an
infectious diseases. J of Antimier Chemister 2000; 46(2):
157–61.
Koullis HJ and Lam HT, Prostatitis: A Review
of Clinical Management, US. Pharmacy, Chicago,
2006. (http://www.uspharmacist.com/print.asp?
page=ce/105301/default.htm).
Capodice JL, et al, Complementary and Alternative
Medicine for Chronic Prostatitis/Chronic Pelvic Pain
Syndrome, 2(4): 495-501, Oxford Journals. ( http://ecam.
oxfordjournals.org/cgi/content/full/2/4/49 5).
Wikipedia, Prostatitis, the encyclopedia. ( http://
en.wikipedia.org/wiki/prostatiti s).
Domingue GJ, Hellstrom WJG. Clinical Microbiology
Review. Dept of Urology and Dept of Microbiology
and Immunology. Tulane New Orleans: University
School of Medicine; 1998.
Prostatitis, Prostatitis FAQ, The Prostatitis Foundation.
(http://www.prostatitis.org/prosfaq.ht m)
Ivo Tarfusser, MD, Treatment, In: Chronic Prostatitis,
1996. (http://www.prostatitis.org/tarf/p5.ht m.)
Shukla-Dave, et al, Chronic Prostatitis: MR Imaging
and 1H MR Spectroscopic Imaging Findings—Initial
Observations. In: Radiology; Journal prostatitis
syndrome, 2004. 231(3): 717–24. ( http://radiology.
rsnjnls.org /cgi/content/full/231/3/717?ck=nc k.)
Dimitrakov J, MD, et al, Management of Chronic
Prostatitis/Chronic Pelvic Pain Syndrome: an evidencebased approach, In: Journal of Urology, 67(5): 881–8,
2006. (http://www.pubmedcentral.nih.gov/ articlerender.
fcgi?tool=pubmed&pubmedid=16698346)
Palapattu GS. Prostate carcinogenesis and inflammation:
emerging insights. Carcinogenesis 2004; 26(7):
1170–81.
Download