Epidemiologi hepatitis dr. M. Atoillah I., M.Kes Epidemiologi Secara global, lebih dari 350 juta orang terinfeksi virus hepatitis B. Diperkirakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi virus hepatitis B. Sekitar 5% dari populasi adalah carrier kronis HBV, dan secara umum hampir 25% carrier dapat mengalami penyakit hati yang lebih parah seperti hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer. Prevalensi nasional di tiap Negara di dunia berkisar antara 0,5% di AS dan Eropa Utara sampai 10% di daerah Asia. Infeksi HBV menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahun Epidemiologi di seluruh dunia kurang lebih 2 milyar penduduk dunia pernah terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (HBV) sekitar 400 juta orang pengidap kronik hepatitis di dunia, dan dari jumlah tersebut sekitar 250,000 orang pengidap kronik meninggal setiap tahun akibat Sirosis Hati dan Kanker Hati. Secara global terdapat 3 kategori daerah atau negara di mana prevalensi infeksi hepatitis B di daerah tersebut dikategorikan : – prevalensi tinggi (>8%) – intermediet (2-8%) – prevalensi rendah (<2%) Daerah yang termasuk endemis tinggi di antaranya adalah Asia Tenggara (termasuk Indonesia, daerah Pasifik kecuali Jepang), Australia, dan Selandia Baru, sub sahara di Afrika, sebagian Timur Tengah, Asia Tengah, dan beberapa negara Eropa Timur. Di daerah-daerah ini prevalensi infeksi berkisar antara 70-90% terjadi pada populasi di bawah 40 tahun, dan 8 hingga 20% populasi menjadi carrier. Pendahuluan Di Indonesia : jumlah penderita Hepatitis B dan C saat ini diperkirakan mencapai 30 juta orang, sekitar 15 juta orang dari penderita Hepatitis B dan C berpotensi mengalami chronic liver disease. hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 – prevalensi HBsAg positif sebesar 9.4%, Indonesia termasuk negara dengan tingkat endemisitas tinggi (>8%). – proporsi penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok penyakit menular, penyakit hati (termasuk Hepatitis kronik) menduduki urutan ke 2. – pada golongan umur 15 - 44 tahun,di pedesaan penyakit hati menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian, sedang di daerah perkotaan menduduki urutan ke 3. Pendahuluan Dari angka – angka tersebut Indonesia digolongkan daerah prevalensi infeksi sedang dan tinggi menurut klasifikasi WHO (Deinhart dan Gust, 1982). – – prevalensi didaerah pedesaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan didaerah kota terutama pada kelompok masyarakat yang terpencil termasuk yang tinggal di pulau – pulau kecil. Prevalensi infeksi VHB pada WTS relatif lebih tinggi dibanding kan dengan populasi umum sedang kan Hbs pada petugas kesehatan tidak jauh berbeda dengan angka yang didapatkan pada populasi umum. Riskesdas 2007 : prevalensi Nasional Hepatitis klinis sebesar 0,6% (rentang 0,2% – 1,9%) Tercatat 13 provinsi mempunyai prevalensi di atas angka nasional dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penderita Hepatitis C sebagaian besar dialami oleh kelompok umur 3039 tahun yaitu sekitar 29,6% dan kelompok umur 20-29 tahun yaitu sekitar 27,0%. Selain itu terdeteksi pula bahwa Hepatitis C juga diderita oleh kelompok umur sangat muda (0-9 tahun) yaitu sekitar 0,2 % dan pada kelompok usia lanjut ( 70 tahun ke atas) yaitu sekitar 5,4% Dalam tinjauan epidemiologi molekuler, HBV sendiri saat ini diklasifikasikan menjadi 8 genotipe (A sampai H) mencerminkan distribusi geografis yang bersifat local specific : – HBV genotipe A lazim di Eropa, Afrika, dan India dan genotipe HBV B dan C yang dominan di sebagian besar bagian Asia, termasuk China, Jepang, dan Indonesia. – Genotipe D adalah umum di daerah Mediterania, Timur Tengah dan India, sedangkan E genotipe terlokalisir di sub-Sahara Afrika. – Genotipe F dan H hanya diidentifikasi di Amerika Tengah dan Selatan. – Genotip G telah ditemukan di Perancis, Jerman, dan Amerika Serika Salah satu arti penting dari epidemiologi molekuler HBV ini : – perbedaan dalam distribusi geografis itu sendiri, ada bukti yang berkembang bahwa genotipe HBV juga dapat mempengaruhi hasil klinis dari penyakit hati. – Di antara pasien Asia yang merupakan sekitar 75% dari pembawa HBV di seluruh dunia, telah menunjukkan bahwa HBV genotipe C lebih sering berhubungan dengan penyakit hati yang berat dan pengembangan sirosis dan kanker hati daripada genotipe VHB B Agent Virus B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm. Lapisan luar virus ini terdiri atas antigent yang disingkat HBs Ag (Hepatitis B-Surface Antigent) Antigent permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut partikel inti atau core. Partikel mengandung bahan – bahan sbb: – – – genome virus terdiri atas rantai DNA Suatu antigent yang disebut hepatitis B care antigen (HBc Ag), suatu protein yang tidak larut. Dalam serum, HBc Ag ini tidak dideteksi karena HBc Ag hanya ada dalam partikel ini yang selalu diliputi oleh antigen permukaan. Antigen e atau Hbe Ag, yang merupakan protein yang bisa larut, dan karena itu dalam serum yang banyak mengandung virus maka deteksi antigen Hbe ini akan positif. Cara penularan Penularan infeksi HBV dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu – cara penularan melalui kulit Virus tidak dapat menembus kulit yang utuh infeksi VHB melalui hanya dapat terjadi melalui 2 cara yaitu: – – – cara penularan melalui mukosa – tembus kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar oleh bahan yang infektif (apparent perkutaneous inoculations (cara penularan parental) kontak antara bahan yang infektif pada kulit dengan kelainan atau lesi (inapparent percutaneous inculations)(Francis,1981). Selaput lendir yang menurut penelitian dapat menjadi port d’entre infeksi VHB adalah selaput lendir: mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan alat kelamin (Frances, dkk,1981). cara penularan melaui perinatal (penularan vertikal) Kelompok Risiko Tinggi Tertular Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi Balita yang dalam keseharian berada di penitipan anak atau di perumahan dengan anak lain di daerah endemik Kontak seksual / kontak rumah tangga dari orang yang terinfeksi Pekerja kesehatan Pasien dan karyawan di tempat hemodialisis Pengguna narkoba suntik yang berbagi jarum tidak steril Penderita yang berbagi peralatan medis atau gigi yang tidak steril Orang memberikan atau menerima akupunktur dan / atau tato dengan peralatan medis yang tidak steril Orang yang tinggal di daerah atau bepergian ke daerah endemik hepatitis B Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki Kelompok populasi dengan risiko tertular yang tinggi – – – – – – staf serta penderita pada tempat perawatan untuk Px dengan lemah mental. penghuni institusi yang besifat tertutup, misalnya penjara dll. pecandu narkotika (terutama yang menggunakan obat suntik) staf dan penderita uni hemodialisis petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan darah maupun produk yang berasal dari darah penderita yang sering mendapat transfusi darah misal : penderita thelasemia, hemofilia, dll Cara penularan Salah satu cara penularan melalui mukosa yang sangat penting hubungan kelamin. 42% suami atau istri mendapat penularan. Terbukti pula bahwa hubungan kelamin dengan banyak pasangan mningkatkan kemungkinan penularan infeksi HBV. wanita tuna susila pada umumnya menunjukkan prevalensi serologik infeksi HBV yang relatif tinggi dibandingkan dengan populasi pada umumnya penularan melalui hubungan seksual ini, bisa juga terjadi pada hubungan kelamin homoseksual. Walaupun hubungan kelamin tidak selalu disertai kontak dengan darah tetapi pada hubungan tersebut kemungkinan untuk terjadinya pertukaran cairan antara pasangan seksual sangat besar Penularan Didaerah dengan prevalensi infeksi virus B rendah, penularan biasanya terjadi pada orang dewasa, sedangkan diderah dengan prevalensi tinggi penularan kebanyakan terjadi pada masa bayi dan anak – anak Makin muda umur seorang anak mendapat infeksi virus B maka makin besar kemungkinan menjadi persisten. Pada orang dewasa yang terkena infeksi virus B kemungkinan persistensi infeksi hanya 5 – 10%. Tetapi pada anak – anak dibawah umur 3 tahun, angka persisten yang timbul akibat infeksi pada masa bayi dan anak – anak inilah yang banyak menimbulkan kasus sirosis hati dan hepatoma dikemudian hari. ketersediaan vaksin yang efektif, skrining darah donor yang optimal, serta prosedur sterilisasi derivat darah yang lebih baik secara substansial telah menurunkan risiko infeksi. Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan konsentrasi virus Volume Inoculume lama “exposure” cara masuk VHB kedalam tubuh kesetaraan individu yang bersangkutan Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan konsentrasi virus – – – – indikator VHB yang paling praktis dan paling baik adalah Hbe Ag (France, dkk,1981, Dienstag, 1984). Bila Hbe Ag (+) maka penularan akan terjadi pada 10 – 20% individu Bila Hbe Ag (-) kemungkinan penularan hanya 1 – 2,5% (Seef dkk, 1978). dalam penularan perinatal: bila Hbe Ag ibu (+), maka penularan dpat terjadi pada 90 – 100% bayi yang dilahirkan. Bila Hbe Ag ibu (-), maka penularan hanya terjadi pada 10 – 25% dari bayi yang dilahirkan (Okada, dkk,1976, Stevens dkk, 1976). Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan Volume inokulum – – – setelah tranfusi dengan darah yang VHBs Ag Positif kemungkinan untuk timbulnya infeksi sampai 75%. Sedangkan risiko untuk mendapat infeksi VHB setelah suntikan dengan jarum yang tercemar oleh darahyang HBs Ag Positif adalah kurang dari 15% Makin besar volume inoculume, masa tunas dari penyakit makin pendek dan gejala klinik makin berat. Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan lama “exposure” – – penularan infeksi VHB perinatal melalui tusukan jarum yang tercemar oleh darah yang HBs Ag dan Hbbe positif hanya menimbulkan infeksi pada 10 – 20%. Sedangkan penularan melalui hubungan seksual pada suami istri terjadi pada 23 – 42% dari kasus, (dkk 1977). Hal ini dapat diterangkan karena penularan melalui hubungan seksual pada suami istri terjadi berulang kali dan dalam waktu yang lebih lama (Diestag, 1984). Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan cara masuk VHB kedalam tubuh – – – penularan perkutan HBs Ag bisa Positif dalam waktu 1 minggu dan SGPT sudah meningkat 6 minggu setelah penularan. Penularan peroral HBs Ag baru positif 2 bulan setelah penularan dan SGPT meningkat dalam 3 bulan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah virus yang berhasil masuk kedalam peredaran darah dan mencapai hati (Dienstag 1984). kesetaraan individu yang bersangkutan: – walaupun suatu cara penularan ukup efektif tetapi bila individu tersebut sudah kebal maka tak akan terjadi penularan (Dienstag 1984). Kelompok populasi dengan risiko tertular yang tinggi – – – – – – individu yang sering berganti – ganti pasangan seksual pria homo seksual suami/istri atau anggota keluarga penderita yang menderita infeksi VHB kronik bayi yang dilahirkan oleh ibu yang HBs Ag positif individu – individu yang tinggal didaerah dengan prevalensi infeksi VHB yang tinggi populasi dari golongan sosial – ekonomi rendah yang tinggal dalam daerah berjejal (crowded) dan higiene kurang walaupun tinggal didaerah dengan prevalensi infeksi VHB rendah. Manifestasi klinik Ada tiga manifestasi utama infeksi virus heptitis B adalah – – – hepatitis akut hepatitis kronik carrier sehat Manifestasi klinik Hepatitis akut : perjalanan penyakit dibagi menjadi 4 tahap yaitu: – masa inkubasi berkisar antara 28 – 225 dengan rata – rata 75 hari. tergantung pada dosis inokulum yang infektif makin besar dosis makin pendek masa inkubasi HB. – fase pra ikterik : Keluhan paling dini adalah malaise disertai anorexia dan dysgensia (perubahan pada rasa) mual sampai muntah serta rasa tidak enak pada perut kanan atas. Febris jarang didapatkan dan walaupun ada tinggi. Pada fase ini dapat terjadi febris, gejala kulit dan anthralgin. – Fase ikterik : berkisar antara 1 sampai 3 minggu, tetapi juga dapat terjadi hanya beberapa hari atau selama 6 – 7 bulan. – fase penyembuhan Gejala fisik pada hepatitis akut – hepatomegali, biasanya tidak terlalu besar – nyeri tekan daerah hati tanpa tanda – tanda hepatomegali (lebih banyak) – Splenomegali ringan: 10 – 25% kasus – Pembesaran kelenjar bening ringan Manifestasi klinik Labotarium: – billirubin serum meningkat – kadar enzim aminotransferase (SGOT & SGPT) meningkat – kadar alfa fetoprotein mencapai 400 ng/l – HBs Ag positif masa tunas sudah positif – Hbe Ag positif menjadi negatif dengan timbulnya gejala – DNA polymerase & DNA VHB positif menjadi negatif dengan timbulnya gejala – Anti – HBc positif sebelum permulaan timbulnya gejala – Anti – HBs positif pada fase penyembuhan Manifestasi klinik Hepatitis B kronis – – – keradangan dan nekrosis pada hati yang menetap (persistent) akibat infeksi virus hepatitis B dan gangguan faal hati tetapi terjadi selama lebih dari 6 bulan pada umumnya penderita menunjukkan keluhan yang ringan dan tidak khas. Pemeriksaan fisik juga tidak khas. Faktor – faktor predisposisi yang mempengaruhi seorang yang menderita infeksi virus hepatitis B mengalami infeksi VHB akut atau kronik, yaitu: – – – umur jenis kelamin faktor imunologik neonatus : 90 – 100% akan menjadi infeksi kronik, bila infeksi VHB terjadi saat dilahirkan. Bila infeksi VHB terjadi pada anak – anak kecil kemungkinan infeksi menjadi kronik : 20 – 30%. Infeksi VHB pada orang dewasa akan menjadi kronik pada 5 – 10%. Pencegahan infeksi HBV pemeriksaan HBs Ag sebelum transfusi darah dan tidak menggunakan menggunakan darah yang HBs Ag positif. imunisasi (pasif, aktif ,dan gabungan imunisasi pasif dan aktif imunisasi pasif dengan hepatitis B imune globulin (HBIg). Untuk pencegahan infeksi pada lingkungan endemik Untuk pencegahan hepatitis pasca transfusi Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hemodialins Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hubungan kelamin Untuk pencegahan infeksi VHB melalui tusukan jarum Untuk pencegahan infeksi VHB parinatal Imunisasi hepatitis B • Saat lahir : HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. 1 bulan : Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan. 6 bulan : HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Imunisasi hepatitis B Dapat diberikan pada semua usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis B termasuk: 1. Petugas kesehatan 2. Pasien yg sering menerima transfusi darah dan produk darah lainnya seperti pada unit hemodialisa dan onkologi, penderita thallasemia, sickle-cell anaemia, sirosis dan haemofilia, dll. 3. Petugas lembaga yg sering kontak dengan kelompok beresiko tinggi: narapidana dan petugas penjara, petugas di lembaga untuk penderita gangguan mental. 4. Orang yang beresiko tinggi karena aktivitas seksualnya - Orang yang berhubungan seks secara berganti-ganti pasangan, orang yang terkena penyakit kelamin, homoseks, kaum tuna susila. 5. Penyalahgunaan obat suntik 6. Orang dalam perjalanan ke daerah endemisitas tinggi 7. Keluarga yang kontak dengan penderita Hepatitis B akut atau kronik. 8. Bayi yang lahir dari ibu pengidap (carrier) Imunisasi hepatitis B disuntikkan secara intramuskuler Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar. Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatitis B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut.