- Prodi S1 Biologi

advertisement
PENGARUH KADMIUM TERHADAP STRUKTUR SEL PENYUSUN
GINJAL IKAN NILA (Oreochromis niloticus, L)
PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Inayatul Khoiriyah, Dr. Alfiah Hayati dan Sugiharto, S.Si.,M.Si.
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,
Surabaya.
Email : [email protected]
ABSTRACT
The aim of this study was knowing cadmium effects on different salinity
shown
by
Oreochromis
niloticus
cell
histology
picture.
Twenty-seven
Oreochromis niloticus with a weight two hundred grams used in this study,
randomized, and divided into nine treatment groups with variations in salinity (0,
5 and 10 0/00 ) and cadmium levels (0, 2.5, and 5 ppm). Kidney samples of
Oreochromis niloticus in the process and observed changes in histology showing
the results of the damage such as necrosis and swollen in the treatment groups by
administering variations of different salinity and cadmium. Scores obtained
necrosis and inflammation are qualitative data were analyzed by ANOVA
followed by Duncan test. Results showed award cadmium causes damage to the
proximal convoluted tubule cells at a level of 5 ppm, while salinity has no effect
on renal proximal convoluted tubule cells Oreochromis niloticus Supported
statistical test results were significantly different at necrosis and swollen (P
<0.05).
Keywords : cadmium, salinity, tilapia fish (Oreochromis niloticus) kidney cells
PENDAHULUAN
Masalah pencemaran lingkungan terutama masalah pencemaran air
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah, karena air merupakan salah satu
unsur penting bagi makhluk hidup dan kehidupan. Sejalan dengan meningkatnya
industrialisasi, konsentrasi unsur logam berat di dalam perairan juga meningkat,
sehingga memungkinkan tercapainya tingkat konsentrasi toksik bagi kehidupan
aquatik. Salah satu logam berat yang terus meningkat konsentrasinya adalah
kadmium. Ancaman kematian akibat bahan beracun ini kian meluas karena
penggunaannya yang sangat beragam. Kadmium banyak digunakan sebagai bahan
proses pengolahan tambang, bahan penambal gigi, bahan pengisi baterai,
termometer, dan juga bahan pembuat cat (Yun, 2004).
Nilai ambang batas untuk kadmium terlarut yang berada di lingkungan
perairan menurut Baku Mutu Air Laut Indonesia adalah 1 ppb. Sedangkan
menurut US EPA Continuous Concentration Criteria adalah 0,94 ppb (Anonim,
2004). Ambang batas kadmium yang ada dalam jaringan tubuh ikan yang aman
dikonsumsi menurut FDA adalah tidak melebihi 1 ppm. Sedangkan menurut
WHO dan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 0,5 ppm ( Nurchayatun,
2007).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas penting perikanan
budidaya air tawar di Indonesia. Ikan ini dapat hidup dan berkembang pesat
walaupun pada lingkungan perairan yang kurang baik. Ikan ini dapat hidup baik
sangat baik pada berbagai kondisi air kecuali yang beracun (Zahri A. 2005). Ikan
nila merupakan salah satu jenis hewan yang direkomendasikan oleh USEPA (US
Environmental Protection Agency) sebagai hewan uji untuk toksikologi, karena
penyebarannya cukup luas, banyak dibudidayakan, mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam mentolerir lingkungan yang buruk dan mudah dipelihara di
laboratorium (Nirmala, 2012). Selain itu ikan nila termasuk organisme akuatik
euryhaline yaitu ikan yang memiliki kemampuan untuk menjaga lingkungan
internalnya dengan cara mengatur osmolaritas (kandungan garam dan air) pada
cairan internalnya. Ikan nila bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya apabila
berada pada media bersalinitas rendah dan hipoosmotik pada media bersalinitas
tinggi (Karim et al 2007).
Kadmium merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada
lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang
tinggi (Ameilda et al., 2009). Kadmium sebagai unsur yang alami dalam tanah
merupakan logam lunak yang berwarna keperakan dan bersifat tidak pecah atau
terurai menjadi bagian-bagian yang kurang beracun. Kadmium pada kadar rendah
pun masih beracun karena kemampuannya berkumpul dalam tanah (Sunu,2001).
Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh kadmium terhadap
struktur sel penyusun ginjal ginjal ikan nila pada salinitas yang berbeda.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat Penelitian
Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
diperoleh dari tempat pembenihan ikan nila tambak wadak kidul duduk Gresik
dengan umur rata-rata adalah 4 bulan, ukuran 15 – 20 cm, dan berat 200300g/ekor. Media uji yang digunakan berupa air tawar yang berasal dari PDAM
dan air laut yang diperoleh dari pasar ikan Gunung Sari Suabaya.
Alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
senyawa logam kadmium (Cd) dalam bentuk Cd(NO3)2.4H2O dengan
konsentrasi 0, 2.5, dan 5 ppm (Erlangga, 2007), air laut 0, 5, dan 10,0/00, ginjal
ikan nila yang diambil dan difiksasi dalam BNF (buffer Netral Fomalin) 10%
yang akan digunakan pada proses pembuatan preparat struktur sel penyusun
ginjal. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: mikroskop dan kamera
untuk dokumentasi.
Pemeliharaan Ikan Nila
Ikan nila di aklimasi terlebih dahulu selama 7 hari, aklimasi sendiri bertujuan agar
Ikan terbiasa dengan kondisi lingkungan dan juga keberadaan dari para peneliti.
Untuk perlakuan, menggunakan akuarium yang berukuran panjang 50 cm, lebar
40cm, dan tinggi 40cm, dengan jumlah ikan pada masing-masing akuarium 5
ekor. Dan berisi air sebanyak 20 L dengan komposisi kadar salinitas dan kadmium
tertentu
Pembagian Kelompok Perlakuan
Dalam uji pengaruh konsentrasi terhadap perubahan struktur ginjal ikan nila,
dirancang suatu percobaan dengan 3 kelompok perlakuan Cd, yaitu dengan
konsentrasi 0; 2,5, dan 5 ppm dengan salinitas tiap perlakuan antara 0, 5, dan
10,0/00. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true
experimental). Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kadmium selama
14 hari pada ikan nila.
Analisis Data
Pengamatan pada perubahan struktur ginjal dengan kadar kadmium dan salinitas
yang berbeda, digunakan metode hitungan semikuantitatif, kemudian dilakukan
analisis dengan uji statistik menggunakan SPSS menggunakan uji ANOVADuncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadmium terhadap
struktur sel penyusun ginjal ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) pada salinitas
yang berbeda. Perhitungan sel rusak dilakukan dengan alat gratikuler yang
ditempelkan pada lensa mikroskop, sebelumnya pada proposal di tuliskan
perhitungan sel rusak dengan menggunakan metode skoring. Rerata dari
perhitungan sel dapat dilihat pada Tabel 4.1. Untuk uji statistik menggunakan
SPSS, data di uji terlebih dahulu dengan mengetahui normal atau tidak data
tersebut,kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas,
data yang diperoleh
adalah normal-homogen maka dilakukan uji ANOVA-Duncan, kemudian
dilanjutkan uji Brown Frosythe-Gomes Howell karena data yang didapat normaltidak homogen.
Hasil uji statistic dengan SPSS dapat dilihat pada lampiran 1. Sedangkan hasil
pemaparan logam berat (Cd) pada salinitas yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1
2
3
Gambar 1. Ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan pemberian
kadar kadmium 0 dan salinitas 0 0/00 (Kontrol), (1), kadmium
0 ppm dan salinitas 5 0/00 (2), kadmium 0 dan salinitas 100/00
(3), Tubulus proximal(TP), Tubulus distal (TD), Nekrosis (N),
bengkak (Ed), glomelurus (G). Pewarnaan HE 40x100
2
1
3
Gambar 2. Ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan pemberian
kadar kadmium 2,5 dan salinitas 0 0/00 (Kontrol), (1),
kadmium 2,5 ppm dan salinitas 5 0/00 (2), kadmium 2,5 dan
salinitas 100/00 (3), Tubulus proximal(TP), Tubulus distal
(TD), Nekrosis (N), bengkak (Ed). Pewarnaan HE 40x10)
2
1
3
Gambar 3. Ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan pemberian
kadar kadmium 5 dan salinitas 0 0/00 (Kontrol), (1), kadmium 5
ppm dan salinitas 5 0/00 (2), kadmium 5 dan salinitas 100/00 (3),
Tubulus proximal(TP), Tubulus distal (TD), Nekrosis (N),
bengkak (Ed), glomelurus (G). Pewarnaan HE 40x100
Pada Gambar diatas nekrosis ditandai dengan perubahan pada inti dan
sitoplasma, terdapat tubulus- tubulus yang lisis. Selain itu ruang intertubulus yang
semakin meluas disertai dengan terlepasnya membran basalis tubulus sedangkan
pembengkakan Pada perlakuan 1 yaitu S0C0 dengan kadar salinitas 0 0/00
dan
kadmium 0 ppm, tidak terlihat banyak kerusakan pada tubulus-tubulus ginjal
sedangkan pada perlakuan 2 yaitu S0C1, perlakuan 3 S0C2, perlakuan 4 S1CO,
perlakuan 5 S1C1, perlakuan 6 S1C2, perlakuan 7 S2C0, perlakuan 8 S2C1 serta
perlakuan 9 S2C2 menunjukan perubahan atau kerusakan pada sel dalam tubulus
ginjal. Dari 9 perlakuan tersebut dapat dilihat bahwa kerusakan paling parah
terjadi pada perlakuan 2 dan 3 dengan kadar salinitas 0 0/00 dan kadmium 2,5 ppm
dan 5ppm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Erlangga (2007) yang
mengatakan bahwa perubahan kadar salinitas di lingkungan akuatik mempunyai
pengaruh terhadap toksisitas logam berat yang ada. Dan menurut Abdel dan
Wafeek (2008) salinitas berbanding terbalik dengan toksisitas logam berat, bila
terjadi penurunan salinitas maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik
logam berat, sehingga logam berat mempunyai sifat tidak dapat terurai dan
menjadi racun bagi organisme akuatik.
Hasil analisis data dengan menggunakan uji One-sample Kolmogorov
Smirnov baik nekrosis dan bengkak berdistribusi normal dengan nilai p =0.901
(>0,05). Kemudian dilanjutkandengan menggunakan uji Homogenity of Variances
yang menunjukan kedua data yang bersifat homogen yakni dengan hasil untuk
nekrosis memiliki nilai p= 0,095 (>0.05) dan bengkak dengan nilai p = 0,269
(>0.05). Rerata dari keseluruhan nilai kerusakan sel tubulus ginjal disajikan pada
Tabel sebagai berikut.
Tabel 1 Rerata kerusakan sel ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) setelah
diberi variasi salinitas (S) dan kadar kadmium (C)
Perlakuan
Jenis
Nekrosis
Bengkak
S0C0 (Kontrol)
7,82 ± 3,4
4,87± 0,2
S0C1
39,94 ± 8,7
26,65 ± 7,2
S0C2
41,63 ± 4,3
30,47 ± 3,6
S1C0
17,54 ± 5,3
10,40 ± 2,8
S1C1
28,81 ± 6,3
17,57 ± 4,2
S1C2
29,08 ± 5,0
19,25 ± 6,1
S2C0
18,60 ± 4,4
11,59 ± 4,7
S2C1
21,18± 3,7
13,32 ± 4,5
S2C2
25,18 ± 6,9
15,43 ± 7,1
Keterangan :
S0C0 (0 0/00 , 0 ppm), S0C1 (0 0/00 , 2,5 ppm), S0C2 (0 0/00 , 5 ppm), S1C0 (5
0
/00 , 0 ppm), S1C1 (5 0/00 , 2,5 ppm), S1C2 (5 0/00 , 5 ppm), S2C0 (10 0/00 , 0
ppm), S2C1 (10 0/00 , 2,5 ppm), dan S2C2 (10 0/00 , 5 ppm).
Perbedaan notasi dibelakang angka menunjukankan signifikan pada
masing-masing kelompok perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 diketahui bahwa rerata
kerusakan sel atau jaringan pada ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus) pada
kelompok 1 adalah S0C0 sebagai control memiliki nilai 9,66 untuk nekrosis dan
5,96 untuk bengkak. Kelompok perlakuan 2 dengan kadar S0C1 memiliki rerata
39,94 dengan jumlah sel bengkak 26,65. Kelompok perlakuan 3 S0C2 dengan
rata-rata jumlah nekrosis 41,63 dan 30,47 untuk bengkak. Kelompok 4 S1C0
memilik rerata sel nekrosis 17,54 dan sel bengkak 10,94. Kelompok 5 S1C1
dengan rerata jumlah sel nekrosis 28,81 dengan jumlah sel bengkak 15,97.
Kelompok 6 S1C2 nekrosis dengan rerata 29,08 dan sel bengkak 19,25.
Kelompok 7 S2C0 nekrosis dengan rerata 18,60 dan bengkak 12,53. Kelompok 8
S2C1 memiliki jumlah rerata sel nekrosis 21,18 dan sel bengkak 13,32. Yang
terakhir adalah kelompok 9 S2C2 dengan rerata jumlah nekrosis 25.18 dan sel
bengkak 14,66. Jika diamati dari rata-rata diatas dapat disimpulkan bahwa kadar
yang mengakibatkan nekrosis dengan tingkat kerusakan berat/parah terjadi pada
kelompok perlakuan S0C2 dengan nilai rata-rata 41,63. Tingkat kerusakan
bengkak paling berat juga terdapat pada kelompok perlakuan S0C2 dengan nilai
rata-rata 30,47. Sedangkan untuk tingkat kerusakan ringan atau paling rendah
terdapat pada kelompok perlakuan S1C0 dengan rata-rata 17,54 untuk nekrosis
dan 10,94 untuk bengkak. Hal tersebut terjadi dikarenakan, kadmium berbanding
terbalik dengan salinitas, karena salinitas dapat mempengaruhi konsentrasi kadar
kadmium, semakin tinggi salinitas maka daya toksik kadmiun akan semakin
rendah.
Pembahasan
Kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh adanya kadmium dan salinitas
menunjukkan tingkat yang berbeda-beda tergantung pada konsentrasi kadmium
dan salinitas pada perlakuan. Dari beberapa kelompok perlakuan didapatkan hasil
dengan adanya nekrosis dan kebengkakan, nekrosis sendiri ditandai dengan
keadaan terjadinya penurunan aktivitas jaringan yang ditandai dengan hilangnya
beberapa bagian sel satu demi satu dari satu jaringan sehingga dalam waktu yang
tidak lama akan mengalami kematian. Kematian sel-sel atau jaringan yang
menyertai degenerasi sel pada setiap kehidupan hewan merupakan tahap akhir
degenerasi yang irreversible (Almeida, et al 2009).
Ginjal rusak dikarenakan sel sel penyusun jaringan ginjal tidak dapat
membelah sempurna atau pembelahanya tertunda akibat terkena radiasi.
Berdasarkan data pengamatan terhadap histologi ginjal ikan nila dapat
dikemukakan bahwa logam berat kadmium terbukti berpengaruh dan toksik
terhadap ginjal ikan nila. Hal tersebut ditandai dengan adanya kerusakan pada
organ ginjal ikan nila hasil pengamatan dengan perbesaran 40X10 pada perlakuan
dengan pemberian konsentrasi S0C2 dengan salinitas 0 dan kadmium 5ppm
menunjukan adanya kerusakan yang parah seperti nekrosis (kematian sel) dan
bengkak pada epitel tubulus kontortus proximal. Edema/bengkak ditunjukkan
dengan kondisi lumen tubulus ginjal yang menyempit akibat ukuran sel epitel
tubulus yang membesar sehingga antar tubulus akan merenggang. Kondisi edema
tersebut terjadi akibat adanya permeabilitas dalam sel meningkat sehingga
memungkinkan kalium berdifusi kedalam sel dan diikuti dengan proses osmosis
air kedalam sel (Sartono, 2014). Kerusakan terendah atau tersedikit terdapat pada
kelompok S10C0 dengan salinitas 10 dan kadmium 5 ppm. Hal ini dikarenakan
tingginya dosis kadmium yang di ikuti rendahnya kadar salinitas yang diberikan,
sebab apabila kadar salinitas dalam lingkungan perairan rendah, maka daya toksik
dalam kadmium akan semakin meningkat. Selain 2 kelompok perlakuan tersebut,
nekrosis dan pembengkakan juga di dapat pada kelompok perlakuan dengan
variasi kadar kadmium dan salinitas yang berbeda-beda. Kadmium sebagai
senyawa toksik masuk dalam tubuh ikan melalui aliran darah dan permukaan
tubuh menuju ginjal. Proses masuknya zat toksik menurut Palar (1994) adalah
ion-ion logam dapat membentuk ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak.
Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu mampu untuk melakukan
penetrasi pada membrane sel, sehingga ion-ion logam tersebut akan menumpuk
(terakumulasi) di dalam sel dan organ- organ lain. Salinitas berbentuk N+ dan Clyang tidak beracun, sedangkan kadmium terdiri dari senyawa Cd2+ yang toksik.
Ketika keduanya masuk dalam air Cd2+ menurunkan daya toksik kepada Cl-,
sehingga Cd2+ dan Cl- berikitan menjadi CdCl2 yang toksik, hal ini daya toksik
dari logam berat tersebut menjadi meningkat (Portier, 2012).
Menurut Palar (2004) keberadaan dari suatu toksikan di dalam ginjal dapat
mempengaruhi kerja dari enzim-enzim biologis. Toksikan ini mempunyai
kemampuan berikatan dengan enzim, ikatan ini terjadi karena logam berat
mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam yang berfungsi
sebagai co-faktor enzim. Akibat dari terbentuknya ikatan antara substrat enzim
dan logam berat akan mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan dalam sistem
fisiologis. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar dari munculnya penyakit
sebagai manifestasi dari keracunan oleh toksikan. Haribi (2007) mengatakan sel
cenderung mempertahankan lingkungan dan intraselnya dalam rentang parameter
fisiologik yang relatif sempit, sel mempertahankan homeostasis normalnya.
Ketika mengalami stres fisiologik, sel bisa beradaptasi mencapai kondisi baru dan
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika kemampuan adaptasi berlebihan,
sel mengalami jejas. Dalam batas waktu tertentu cidera bersifat reversibel dan sel
kembali kekondisi stabil semula seperti halnya sel bengkak. Apabila stres berat
atau menetap, terjadi cidera ireversibel dan sel akan mati (nekrosis).
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
pemberian kadmium menyebabkan kerusakan pada sel tubulus kontortus proximal
pada kadar 5ppm, sedangkan salinitas tidak berpengaruh terhadap sel tubulus
kontortus proximal ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus).
SARAN
Perlu dilakukan penelitian mengenai logam berat selain kadmium , serta
perlu adanya penelitian lanjutan dengan variasi umur, berat, dan ukuran yang
berbeda dari ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel, T. M. Dan Wafeek, M. 2008. Response of Nile Tilapia, Oreochromis
niloticus (L.) to Environmental Cadmium Toxicity During Organic
Selenium Supplementation. International Symposium on Tilapia in
Aquaculture.
Almeida, J. A., Barreto, R. E., Novelli, L. B., Castro, F. J.dan Moron, S. E.2009.
Oxidative Stress Biomarkers and Aggressive Behavior in Fish Exposed to
Aquatic Cadmium Contamination. NeotropicalIchtyology, Vol 7
103Anonim.
Page
108.
2004.
Pertemuan
Hari
Minggu
Solusi
Polusi.
http://www.ecoton.or.id/vtulisan lengkap.php/id=1588 diakses tanggal 31
Juli 2016.
Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar Di Provinsi Riau
Terhadap
Ikan
Baung (Hemibagrus
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nemurus). Thesis
.Sekolah
Karim, M. Yusri. 2007. The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity on
Vitality
of Female Mud Crab (Scylla olivacea). Vol. 14 No.
1. Th. 2007
Nirmala. K, 2012. Toksisitas Merkuri (Hg) TerhadapTingkat Kelangsungan
Hidup, Pertumbuhan,Gambaran Darah dan Kerusakan Organ PadaIkan
Nila
Oreochromis niloticus. Jurnal Akultur Indonesia. Bogor.
Nurchayatun, Titik. 2007. Pengaruh Pemberian Merkuri Klorida terhadap Struktur
Mikroanatomi Insang Ikan Mas. Skripsi S1. Semarang : Program Studi
Biologi, MIPA UNNES.
Palar , H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka
Cipta.
Portier, J. C. 2012. Toxicological Profile for Cadmium. Department of Health
and Human Services Public Health Service Agency for Toxic Substances
and Disease Registry: Atlanta
Sartono Kusumawati, M., Murwani, S., dan Trisunuwati, P., 2014. Efek Preventif
Perasan
Semanggi
Air
(Marsilea
crenata)
terhadap
Gambaran
Histopatologi Ginjal dan Vesika Urinaria Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Model Urolithiasis. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Universitas
Brawijaya. Malang.
Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.
Jakarta. Grasindo.
Yun. 2004. Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut. http:// kompas.com/ kompascetak/0412/02/bahari/ 1412383. hlm. 31 Juli 2016
Zahri, A. 2005. Pengaruh Alkyl Benzena Sulfonate (LAS) Terhadap Tingkat
Mortalitas dan Kerusakan Struktural Jaringfan Insang pada Ikan Nila (
Orechromis
niloticus,
L.).
Diakses
melalui
www.scribd.com/doc/49890717/1108613. Diunduh pada tanggal 28 juni
2016
Download