PENGARUH KADMIUM TERHADAP STRUKTUR GONAD IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS YANG BERBEDA Hanna Pratiwi*, Alfiah Hayati, Dwi Winarni Prodi S1-Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya *Email: [email protected] Abstract This research was aimed to know the effect of cadmium to gonad structure of Tilapia (Oreochromis niloticus) in different salinity. Oreochromis niloticus were used in the age of 4 months with the size of 10-12 cm and weight of 200-300 g/fish. The research used completely randomized design with two factors. The first factor is the salinity (S) consisting of S 0 : 00/00, S1 : 50/00 dan S2 : 100/00. The second factor is the Cadmium (C) consisting of C0 : 0 ppm, C1 : 2,5 ppm dan C2 : 5 ppm. The fish were reared in the aquarium for two weeks. After two weeks treatment periods, gonad of tilapia were taken and processed for histology preparation. Histology reparation of paraffin method with a slice thickness of 5 µm. The preparations were observed under a microscope and measured the diameter of seminiferous tubules in three field of view. Data were analyzed by one-way ANOVA. The results showed that cadmium and salinity variations give change in diameter of the seminiferous tubules of the testes. The smallest diameter of seminiferous tubules of the testes is in treatment S0C2 (00/00 : 5 ppm), and followed by S0C1 (00/00 : 2,5 ppm), dan S0C0 (00/00 : 0 ppm), S1C0 (50/00 : 0 ppm), S1C1 (50/00 : 2,5 ppm), S1C2 (50/00 : 5 ppm), S2C0 (100/00 : 0 ppm), S2C1 (100/00: 2,5 ppm), S2C2 (100/00 : 5 ppm). The conclusion is in treatment S0C2 (00/00 : 5 ppm Cd) can cause changes in the structure of the gonad of tilapia (Oreochromis niloticus). Key words : Oreochromis niloticus, cadmium, salinity, seminiferous tubules Pendahuluan Masalah pencemaran lingkungan terutama masalah pencemaran air mendapat perhatian yang besar dari pemerintah, karena air merupakan salah satu unsur penting bagi makhluk hidup dan kehidupan. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan bermacam – macam sehingga dapat tercemar dengan mudah. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen, insektisida, limbah rumah tangga), dan bahan anorganik (garam, asam, logam), serta bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita gunakan (Darmono, 2001). Sejalan dengan meningkatnya industrialisasi, konsentrasi unsur logam berat di dalam perairan juga meningkat, sehingga memungkinkan tercapainya tingkat konsentrasi toksik bagi kehidupan akuatik. Salah satu logam berat yang memiliki efek toksik yang tinggi dibandingkan logam berat lainnya adalah senyawa kadmium (Cd). Logam Cd paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan (Almeida et al., 2009). Perubahan logam berat dalam sistem akuatik bergantung kepada faktor – faktor spesifik kimia maupun fisik yang berlaku pada lingkungan sekitarnya, seperti: pH, bahan organik terlarut, kesadahan, pasang surut, loading sedimen dan salinitas (Sembel, 2011). Kondisi salinitas perairan yang berbeda mempengaruhi laju penyerapan Cd ke dalam jaringan ikan. SalinitasdapatmempengaruhikonsentrasikadarCd, semakintinggisalinitas,makatoksisitas Cdakansemakinrendah (Handajaniet al.,2001). Air sungai maupun waduk sering dimanfaatkan sebagai sumber air pasok budidaya ikan. Namun dengan semakin banyaknya kasus pencemaran logam berat diperairan tersebut, akan mengancam kegiatan budidaya ikan yang sedang giat dikembangkan oleh masyarakat Indonesia, salah satunya ikan nila (Oreochromis niloticus).Menurut Rukmana (1997), perkembangan dan penyebaran ikan nila yang amat pesat disebabkan oleh beberapa faktor yang bersifat menguntungkan, yakni memiliki sifat pertumbuhan yang relatif cepat, ukuran badan relatif besar dan rasanya enak serta durinya tidak banyak, mudah dikembangbiakkan dan daya kelangsungan hidupnya tinggi. Selain itu ikan nila termasukgolonganikaneurihalinyaituikan yang memilikitoleransi yang luasterhadapsalinitas (Nugon, 2003). Cd diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup (Patrick, 2003). Kontaminan tersebut sangat membahayakan kesehatan organisme melalui rantai makanan dan dapat terakumulasi dalam jaringan seperti ginjal, hati serta alat-alat reproduksi (Kostnett, 2007). Akumulasi Cd pada organ reproduksi organisme dapat mempengaruhi proses reproduksi sehingga mempengaruhi regenerasi (kelangsungan hidup) organisme tersebut. Menurut Bobocea et al. (2008) Cd bersifat karsinogenik dan merusak kelenjar endokrin. Pada ikan, kontaminan dapat masuk melintasi barier biologik yang memisahkan medium internal organisme dari lingkungan sekitarnya dengan cara absorpsi. Proses absorpsi dalam tubuh ikan terutama melalui insang yakni pada epithelium branchiale. Setelah melewati insang, bahan- bahan kimia akan ikut ke dalam sistem pernafasan sampai akhirnya akan menembus sel epitel endothelial kapiler darah untuk masuk ke dalam darah. Selanjutnya akan terikut ke dalam aliran darah dan akhirnya ikut dalam proses metabolisme (Connell, 2006). Sedangkan yang masuk secara tidak langsung melalui mikrovili permukaan intestinum (Miller 2007, Kostnett 2007). Kadmium yang masuk ke hipotalamus dan dapat menurunkan LH sehingga menurunkan kadar testosteron. Menurut Tandjung (1992) Cd dapat menghambat spermatogenesis pada ikan mas jantan, dan pada ikan betina menyebabkan folikel gagal mencapai tahap pematangan dan atropi ovarium. selain itu menyebabkan hormon estrogen tidak dapat mengaktifkan sintesis vitelogenin di dalam hati (Setyawati et al,. 2011). Kemudian oosit akan kekurangan bahan penyusun kuning telur (vitelogenin) dari hati sehingga pertumbuhan oosit akan terhambat. Dengan demikian secara tidak langsung terhambatnya proses gametogenik ikan nila akan menurunkan produksi ikan nila yang sedang giat dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Metode penelitian 1. Alat dan Bahan Penelitian Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diperoleh dari tempat pembenihan ikan nila tambak wadak kidul duduk Gresik. Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan adalah ikan yang matang gonad, umur 4 bulan dengan ukuran 10 – 12 cm dan berat 200-300 g/ekor. Media uji yang digunakan berupa air tawar dan air laut. Air tawar yang digunakan berasal dari PDAM sedangkan air laut diperoleh dari pasar ikan Gunung Sari Surabaya. Bahan perlakuan ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu: senyawa logam kadmium (Cd) dalam bentuk Cd(NO3)2, 4H2O dengan konsentrasi 2,5 ppm, 5 ppm (Erlangga, 2007), air laut 5, dan 10 fiksatif NBF (Netral Buffer Formalin) 10%. Bahan untuk proses pembuatan preparat gonad yaitu: xylol; alkohol dengan kadar bertingkat mulai 70, 80, dan 96%, absolute; parafin; pewarna Hematoksilin – Eosin, Mayer’s albumin; entellan. Sedangkan alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya dan kamera untuk dokumentasi. 2. Prosedur Penelitian Kadmium yang digunakan dalam penelitian berbentuk butiran kristal dengan rumus kimia Cd(NO3)2 4H2O. Nilai berat molekul senyawa (Mr) Cd(NO3)2 4H2O sebesar 308 kemudian dibagi dengan berat molekul unsur Cd sebesar 112,4 sehingga diperoleh berat unsur Cd sebesar 2, 75 gram. Kemudiandimasukkankedalamlabuukur 1000 mL danditambahkanakuadessampaitandabatas.Larutan kadmiumpadapenelitianini yangdigunakanadalah 2,5 ppm dan 5 ppm dibuatdengancarapengencerandarilarutaninduk kadmiumdenganmenggunakancontohperhitunganrumusV1.N1 = V2.N2. Pembuatan media salinitas pada ikannila terdiri dari campuran air laut dengan air tawar (PDAM) yang telah diendapkan selama 24 jam. Air laut dan air tawar dicampur dengan takaran tertentu sehingga diperoleh nilai salinitas yang diinginkan sebagai media hewan uji. Sedangkan untuk pembuatan preparat gonad ikan nila dilakukan dengan menggunakan metode paraffin. 3. Analisis Data Analisis data pada gonad jantan (testis) dilakukan dengan mengukur panjang gonad, berat gonad dan diameter tubulus seminiferus kemudian dianalisis menggunakan ANOVA satu arah dengan taraf signifikansi 5% (P > 0,05). Sedangkan untuk menganalisis data pada gonad betina (ovarium) dilakukan dengan pengamatan langsung (deskriptif) dan dengan melihat perubahan secara nyata. Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini aspek morfometri yang diamati adalah testis dan gonad ikan nila. Jumlah sampel yang digunakan yaitu sebanyak 37 sampel ikan Nila yang terdiri dari 27 ekor ikan jantan dan 10 ekor ikan betina. Ikan yang didapat berasal dari tambak kemudian diletakkan ke dalam kolam untuk dilakukan aklimatisasi selama satu minggu. Setelah itu ikan dipindahkan ke dalam akuarium yang berisi air dengan salinitas yang berbeda dan mengandung kadmium yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Ikan nila diberi perlakuan selama 14 hari atau dua minggu. Morfologi testis ikan nila dapat dilihat pada Gambar 4.1 A B Gambar 4.1 A, Testis ikan nila (tanda panah kuning); B, ovarium ikan nila (tanda panah kuning) Gonad yang sudah diambil kemudian diukur berat dan panjang. Setelah pengukuran, gonad ikan nila dicuci dengan air bersih kemudian dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (NBF). Berikut adalah hasil pengukuran berat dan panjang testis ikan nila pada variasi konsentrasi Cd dan salinitas. Gambar 4.2Pengaruh salinitas dan variasi konsentrasi kadmium terhadap berat testis (A) dan panjang testis (B). S0C0 (00/00 : 0 ppm), S0C1 (00/00 : 2,5 ppm), S0C2 (00/00 : 5 ppm), S1C0 (50/00 : 0 ppm), S1C1 (50/00 : 2,5 ppm), S1C2 (50/00 : 5 ppm), S2C0 (100/00 : 0 ppm), S2C1 (100/00: 2,5 ppm), S2C2 (100/00 : 5 ppm). Kadmium merupakan salah satu zat kimia penganggu endokrin yang dapat menganggu sistem pengaturan metabolisme dan sistem reproduksi (Flint et al, 2012). Salinitas juga mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan. Bila terjadi penurunan salinitas karena adanya proses desalinasi maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar (Erlangga, 2007). Setelah didapatkan gonad ikan nila, selanjutnya dilakukan proses preparasi histologi pada gonad tersebut. Pembuatan preparat gonad ikan nila menggunakan metode parafin. Selanjutnya preparat gonad ikan nila diwanai dengan menggunakan Haematoxylin – Eosin (HE). Preparat yang sudah jadi diamati di bawah mikroskop. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa salinitas dan Cd dapat menyebabkan perubahan struktur histologi pada gonad ikan Nila (Oreochromis niloticus). Hasil pengamatan histologi testis dengan menggunakan metode parafin dapat dilihat pada gambar berikut ini : 100 µm L spz L spz A B spz C spz L Gambar 4.3 Penampang melintang testis ikan nila pada salinitas 0 0/00 tanpa kadmium (A), 2,5 ppm (B), 5 ppm (C); spz : spermatozoa; L : lumen; tubulus seminiferus (tanda panah) L spz spz L D spz L E F Gambar 4.4 Penampang melintang testis ikan nila pada salinitas 5 0/00 tanpa kadmium (A), 2,5 ppm (B), spz 5 ppm (C); spz : spermatozoa; L : lumen; tubulus seminiferus (tanda panah) L spz G L spz H spz L Gambar 4.5 Penampang melintang testis ikan nila pada salinitas 10 0/00 tanpa kadmium (A), 2,5 ppm (B), 5 ppm (C); spz : spermatozoa; L : lumen; tubulus seminiferus (tanda panah) Gambar 4.6Diameter tubulus seminiferus ikan nila (Oreochromis niloticus) pada perlakuan dengan salinitasdan konsentrasi kadar Cd berbeda.S0C0 (00/00 : 0 ppm); S0C1 (00/00 : 2,5 ppm); S0C2 (00/00 : 5 ppm); S1C0 (50/00 : 0 ppm); S1C1 (50/00 : 2,5 ppm); S1C2 (50/00 : 5 ppm); S2C0 (100/00 : 0 ppm); S2C1 (100/00: 2,5 ppm); S2C2 (100/00 : 5 ppm Cd). Hasil dari pengamatan histologi didapatkan bahwa oosit yang ada di dalam ovarium mempunyai ukuran diameter yang tidak seragam walaupun berada dalam satu kantong ovarium (peritoneal). Struktur histologi ovarium ikan nila dapat dilihat pada gambar berikut: O O A B Gambar 4.7 Struktur histologi ovarium ikan nila pada perbesaran 40X yang diwarnai dengan HE; (A) S1C0 = salinitas 5 0/00, tanpa kadmium; (B) S2C0 = salinitas 10 0/00, tanpa kadmium; O : Oosit, dinding oosit (panah) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data mengenai diameter tubulus seminiferus. Hasil pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan diameter tubulus seminiferus. Perlakuan S2C2 memiliki diameter paling besar bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menjelaskan bahwa pada perlakuan S2C2 di duga terjadi peningkatan proses spermatogenesis bila dibanding dengan kontrol. Adanya peningkatan proses spermatogenesis menimbulkan peningkatan diameter tubulus seminiferus, karena pada testis yang produksi spermanya rendah atau tidak berproduksi sama sekali, didapatkan penurunan diameter tubulus seminiferus (Gulkesen et al., 2002 dalam Purwoko, 2005). Organ testis dengan perlakuan S0C0 (kontrol), S0C1 dan S0C2 secara berurutan memiliki diameter tubulus seminiferus semakin kecil. Hal ini diduga karena kandungan kadmium yang terakumulasi kedalam organ testis. Senyawa Cd yang terakumulasi dalam jaringan ikan sangat berbahaya kerena menurunkan kualitas gamet, mempengaruhi metabolisme sperma, termasuk motilitas spermatozoa (Gage et al., 2004). Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas Cd dapat berupa kerusakan fisik (degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan metabolisme sel) (Darmono, 2001). Selain itu pada perlakuan S0C2 kadar toksisitas kadmium lebih besar karena berada pada salinitas 0 0/00, artinya pada kondisi ini tidak ada ion salinitas yang mengikat kadmium sehingga ion kadmium yang bebas menjadi lebih toksik. Pada perlakuan S1C0, S1C1 dan S1C2 secara berurutan memiliki diameter tubulus seminiferus yang semakin besar. Meskipun diameter tubulus seminiferus memiliki nilai semakin besar tetapi tidak beda nyata antara perlakuan S1C0 dengan S1C1. Hal ini kemungkinan pada kadar kadar kadmium 2,5 ppm tidak membuat kerusakan pada gonad sehingga tidak beda nyata terhadap perlakuan yang tanpa kadmium. Hal ini juga terjadi pada perlakuan S2C0 dengan S2C1.Sedangkan jika dilihat berturut – turut dari segi salinitas yang berbeda tanpa kadmium yaitu pada perlakuan S0C0 (kontrol), S1C0, dan S2C0 memiliki diameter semakin besar dan beda signifikan. Sesuai dengan penelitian Ezraneti (2011) yang menyebutkan bahwa pada perlakuan salinitas 10 0/00 memiliki gradien osmotik yang terkecil, hal ini menunjukkan energi yang dibutuhkan untuk proses osmoregulasi lebih sedikit pada perlakuan 10 0/00 dibandingkan dengan perlakuan 0 0/00 sehingga banyak energi yang tersimpan untuk pertumbuhan dan pertahanan tubuh. Energi yang tersimpan inilah yang digunakan untuk pertahanan tubuh ikan sehingga testis ikan menjadi lebih sehat. Pada perlakuan kadar kadmium 2,5 ppm dengan salinitas berbeda yaitu S 0C1, S1C1, dan S2C1 secara berturut – turut memiliki diameter semakin besar. Pada perlakuan S2C1 memiliki diameter terbesar karena mengandung ion salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan S1C1 dan S0C1. Ion salinitas yang semakin besar akan menurunkan kadar toksisitas kadmium karena ion kadmium akan berikatan dengan ion salinitas sehingga ikatannya menjadi lebih stabil dan kadar toksik lebih rendah. Hal ini juga terjadi pada perlakuan kadar kadmium 5 ppm dengan salinitas yang berbeda yaitu S0C2, S1C2, dan S2C2 secara berturut – turut juga memiliki diameter tubulus seminiferus semakin besar. Salinitas menggambarkan kandungan konsentrasi total ion yang terdapat pada perairan baik organik maupun anorganik. Salinitas air laut disebabkan oleh 7 ion utama, yaitu Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca2+), Klorida (Cl), Sulfat (SO42-), dan Bikarbonat (HCO3-) (Effendi, 2003). Logam berat yang terlarut dalam badan air secara alamiah berbentuk ion bebas, pasangan ion – ion organi, kompleks anorganik, maupun organik (Connell & Miller, 1995 dalam Yudiati, 2009). Kation Cd yang terlarut di air laut akan berinteraksi dengan anion – anion yang ada (Cl, S042-, HCO3-) membentuk kompleks anorganik ataupun organik sehingga akan mengurangi keberadaan ion Cd dalam bentuk bebas. Pada salinitas rendah akan terjadi peningkatan konsentrasi kation Cd bebas, karena yang membentuk molekul/ ion kompleks relatif kecil (Yudiati, 2009). Hal ini diduga dapat menyebabkan kenaikan toksisitas akut logam berat Cd pada kondisi salinitas rendah. Sesuai dengan laporan dari Mance (1990) bahwa salinitas menentukan toksisitas logam berat. Penurunan salinitas akan meningkatkan toksisitas logam berat (Sullivan, 2000). Sistem reproduksi ikan dikendalikan oleh Hypothalamic – pituitary – Gonad – Liver (HPGL) (Hachfi et al., 2012). Senyawa Cd merupakan bahan kimia pengganggu endokrin yang dapat mempengaruhi homeostasis, reproduksi dan mengganggu fungsi Hypothalamic – pituitary – Gonad – Liver (HPGL). Selain itu juga mengganggu sintesis hormon dan mendegradasi ikatan protein plasma (Hachfi et al., 2012). Senyawa Cd yang masuk ke hipotalamus dapat mengakibatkan meningkatnya kadar serotonin di posterior dan menurunkan kadar neurotransmiter di anterior dan mediobasal. Senyawa Cd berkompetisi dengan asetilkolin (neurotransmiter) untuk berikatan dengan enzim asetilkolinesterase. Senyawa Cd mengakibatkan asetilkolin terhambat dan mengakibatkan vasokonstriksi (Ganesa, 2015). Vasokonstriksi yang berkepanjangan akan mengakibatkan aliran darah jadi tidak lancar dan akan mengganggu pasokan oksigen dan nutrisi ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat metabolisme. Pasokan nutrisi dan oksigen yang berkurang ke organ reproduksi dapat menghambat spermatogenesis (Ganesa, 2015). Kesimpulan 1. Variasi konsentrasi kadmium pada salinitas yang berbeda berpengaruh terhadap berat testis ikan nila dan tidak berpengaruh terhadap panjang gonad ikan nila. 2. Pemberian variasi konsentrasi kadmium pada salinitas yang berbeda berpengaruh terhadap struktur gonad ikan nila (Oreochromis niloticus). Pengaruhnya dapat dilihat dari perubahan diameter tubulus seminiferus dari yang terkecil adalah pada perlakuan S0C2 (salinitas 00/00 : 5 ppm Cd), diikuti berturut – turut S0C1 (salinitas 00/00 : 2,5 ppm Cd), dan S0C0 (salinitas 00/00 : 0 ppm Cd), S1C0 (salinitas 50/00 : 0 ppm Cd), S1C1 (salinitas 50/00 : 2,5 ppm Cd), S1C2 (salinitas 50/00 : 5 ppm Cd), S2C0 (salinitas 100/00 : 0 ppm Cd), S2C1 (salinitas 100/00: 2,5 ppm Cd), S2C2 (salinitas 100/00 : 5 ppm Cd). 3. Pada perlakuan S0C2 (00/00 : 5 ppm) dapat menimbulkan perubahan struktur gonad ikan nila (Oreochromis niloticus). Daftar Pustaka 1. Almeida, J. A., Barreto, R. E., Novelli, L. B., Castro, F. J., and Moron, S. E., 2009. Oxidative stress biomarkers and aggressive behavior in fish exposed to aquatic cadmium contamination. Neotropical Ichtyology, Vol 7, pp. 103-108, 2009. 2. Bobocea, A.C., Fertig, E.T., Pislea, M., Seremet, T., Katona, G., Magdalena Mocanu, I.O., Doagă, I.O., Radu, E., Horváth, J., Tanos, E,. Katona, L., and Katona, E., 2008. Cadmium and soft laser radiation effects on human T cells viability and death style choices. Romanian J. Biophys, Vol. 18, pp, 179–193 3. Connell, D. W and G. J. Miller. 2006. Chemistry and Ecotoxicology of Pollution. A Wiley Interscience Publication. London 4. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksilogi Senyawa logam. Universitas Indonesia Press. 5. Ezraneti, R. 2011. Peran salinitas terhadap toksisitas merkuri dan pengaruhnya terhadap konsisi fisiologis ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal). Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 6. Ganesa, A. 2015. Analisis kadar kadmium dan histologi gonad ikan lele (Chlarias batrachus) yang terpapar kadmium nitrat. Tesis. Universitas Airlangga Surabaya. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Hachfi, L., Couvray, S., Simide, R. 2012. Impact of endocrine disrupting chemicals (EDCs) on hypothalamic- piyuitary – gonad – liver(HPGL) axis in fish. World Journal of Fish and Marine Sciences 4(1): 14 – 30 Handajani, U. S., Agus, S. danRistina, Y. 2001.Pengaruhsalinitasterhadapakumulasi Cd padainsangudang (Macrobrachiumsintangense). JurnalMatematikadanilmupengetahuanAlamVol 6 Page 159-163. Kosnett M.J. 2007. Heavy metal intoxication &chelators. In Katzung B:G (ed): Basic & Clinical Pharmacology, 10th Ed (International Ed), Boston, New York: Mc Graw Hill. P. 970-981. Miller, T.G, Jr. 2007. Living in The Enviroment: Principle, Connection and Solutions. Singapore: Thompson Brooks/Cole Nugon. 2003. Ujitoksisitasperubahanstrukturinsangikan nilaterhadapsalinitas. Tesis. Program PascaSarjana. Program StudiIlmuLingkungan. UniversitasUdayana: Denpasar Bali. Patrick, L. 2003. Toxic Metals and Antioxidants. Part II the Role of Antioxidant in Arsenic and Cadmium Toxicity – Toxic Metals part II. Alternativer Medicine Review. Purwoko, Y., Triwahyudi, Z.E., 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Eurycoma Longifolia Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus Mencit Balb/C Jantan yang Dibuat Stres Dengan Stresor Renjatan Listrik. Semarang, Januari – Juni 2010, pp. 45 – 50. Rukmana, R. 1997. Ikan Nila, Budi Daya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta. Sembel, L. 2011. Analisis logam berat Pb, Cd dan Cr berdasarkan tingkat salinitas di estuari sungai belau teluk Lampung. Universitas Negeri Papua. Setyawati et al, 2011. Pertumbuhan, histopatologi ovarium dan fekunditas ikan nila merah (Oreochromis niloticus) setelah paparan pestisida organofosfat. Jurusan Biologi fakultas MIPA Universitas Udayana. Jurnal Biologi XV (2): 44-48 Tandjung, HSD. 1992. Pengaruh kadmium klorida kadar rendah terhadap Spermatogenesis lkan. Biologi. I:159-167 Yudiati, E., Sedjati, S., Enggar, I., dan Hasibuan, I. 2009. Dampak Pemaparan Logam Berat Kadmium pada Salinitas yang Berbeda terhadap Mortalitas dan Kerusakan Jaringan Insang Juvenile Udang Vaname (Litopeneus vannamel). Marine Science laboratory, Teluk Awur Jepara & Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang.