A. Kurikulum 2013

advertisement
PENELITIAN MELIBATKAN MAHASISWA
LAPORAN
KENDALA-KENDALA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
PADA MATA PELAJARAN IPS DI KOTA YOGYAKARTA
OLEH:
TAAT WULANDARI
SUGIHARYANTO
SUPARMINI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
i
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pendidikan di Indonesia banyak disoroti oleh banyak pakar dan
pemerhati pendidikan. Hasil sorotan mengungkapkan bahwa masih menunjukkan
perkembangan yang kurang memuaskan. Berdasarkan hasil dari TIMMS dan
PIRLS (2003), TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study )
Tahun 2003 mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada posisi di bawah
Malaysia dan Singapura. Jumlah jam pengajaran matematika di kelas 8 di
Indonesia paling banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura. Data ini
menunjukkan bahwa banyaknya jumlah jam pengajaran di kelas matematika tidak
berbanding lurus dengan tingginya prestasi.
Kondisi yang sama juga ditunjukkan pada hasil UKA (Uji Kompetensi
Awal) pada tahun 2012, yakni dalam hal hubungan pengetahuan guru dengan
proses pembelajaran siswa; hubungan teknik bertanya guru dengan hasil belajar
siswa; dan waktu yang dihabiskan pada pendekatan terhadap pertanyaan yang
berbeda, masih rendah. Kesimpulan dari hasil UKA yaitu bahwa para siswa dari
guru yang tersertifikasi tidak memiliki hasil belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa dari guru yang memiliki sertifikasi. Artinya untuk meningkatkan
prestasi atau hasil belajar siswa tidak cukup dengan usaha menyediakan guru yang
memiliki sertifikasi. Ternyata kualitas guru tidak bisa ditingkatkan hanya dengan
memberikan sertifikasi kepada guru, buktinya hasil proses pembelajaran masih
tetap rendah. Demikian pula dengan praktek pembelajaran yang dilakukan oleh
guru bersertifikasi dengan yang tidak, praktek-praktek pembelajaran pun tidak
jauh berbeda. Perbedaan terdapat pada tingkat pendidikan guru. Guru yang
memiliki pendidikan sarjana memiliki cara mengajar yang berbeda dan interaksi
guru dengan siswa jauh lebih tinggi.
Kesimpulan yang lain yakni bahwa pendekatan belajar yang satu arah
memberikan hasil yang negatif terhadap hasil belajar. Pendekatan pembelajaran
dengan teknik lain seperti investigasi, pembelajaran berbasis masalah dan kerja
praktek memberikan hubungan yang positif terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa pihak, maka
pemerintah melakukan berbagai upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas,
salah satunya adalah dengan menyusun kurikulum yang dapat mengatasi
2
3
kesenjangan dalam aspek latar belakang pendidikan guru, pendekatan mengajar
guru, dan sebagainya, yakni kurikulum 2013.
Satu hal baru tentu akan diikuti dengan beberapa persoalan. Pelaksanaan
terbatas kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang sudah ditentukan di masingmasing daerah kabupaten/kota menarik untuk diteliti. Peneliti berpandangan
bahwa akan terdapat beberapa masalah dalam implementasi kurikulum 2013. Oleh
karena itu, penelitian yang melibatkan mahasiswa ini memiliki fokus pada
kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi kurikulum 2013 pada
pembelajaran IPS.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota
Yogyakarta?
2. Apa saja kendala-kendala yang muncul dalam implementasi kurikulum 2013
pada pembelajaran IPS di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menemukan gambaran secara pelaksanaan kurikulum 2013 pada
pembelajaran IPS di Kota Yogyakarta.
2. Untuk menemukan kendala-kendala yang muncul dalam implementasi
kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberi sumbangan yang berarti bagi pengayaan impementasi pada mata
pelajaran IPS.
2. Memberi kontribusi nyata bagi para pihak yang terlibat dalam implementasi
kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta.
3
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan
pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas
materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin
yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib
diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan
atau jenjang pendidikan.Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik
dipilih sesuai dengan pilihan mereka.Kedua kelompok mata pelajaran tersebut
(wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan
menengah (SMA dan SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan
psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum
diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaranpelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah. George A. Beauchamp
(1986) mengemukakan bahwa :“ A Curriculun is a written document which may
contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils
during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian
kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata
terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell
(1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh
pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum
has changed from content of courses study and list of subject and courses to all
experiences which are offered to learners under the auspices or direction of
school.
Said Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah
kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan
dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu :
(1) Kurikulum sebagai suatu ide/gagasan, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah
kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoritis,
dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana
4
5
tertulis. (4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu keguatan.
Merujuk pada dimensi pengertian yang
terakhir, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengertian Kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide. Pengertian
kurikulum sebagai dimensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya
mengandung makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan
dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya.
b. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana. Makna dari
dimensi
kurikulum
iniadalah
sebagai
seperangkat
rencana
da
cara
mengadministrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang
digunakan untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
c. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktifitas. Pengertian
kurikulum sebagai dimensi aktifitas memandang kurikulum merupakan segala
aktifitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
d. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil. Definisi kurikulum
sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil
yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan
dan menjadi tujuan dari kurikulum tersebut.
B. Implementasi Kurikulum 2013
Kurikulum senantiasa berubah. Perubahan ini diutamakan dalam rangka
untuk
menyesuaikan
perkembangan
tantangan
dinamika
masyarakat.
Diberlakukannya satu kurikulum baru terasa sebagai sebuah beban sekaligus
tanggungjawab bagi mereka yang terkait sebagai pelaksana kurikulum. Tidak
mustahil di dalam pelaksanaannya banyak komentar, keluham kebingungan dan
protes dari masyarakat pelaksana kurikulum, dalam hal ini guru-guru. Namun,
semua hal jika dilihat lebih objektif akan terasa manfaatnya jika dilaksanakan
dengan benar sesuai prosedur yang sudah diatur. Kurikulum KBK tentu tidak
akan cocok diterapkan di tahun 2013 yang semua berbau teknologi. Di beberapa
daerah, siswa lebih peka teknologi dibandingkan dengan guru. Hal ini tentu jadi
pokok permasalahan yang kemudian disimpulkan bahwa dunia pendidikan
benar-benar butuh penyegaran.
5
6
Kurikulum 2013 lebih menekankan pada tiga ranah yang perlu dinilai, jika
sudah dilaksanakan Kurikulum 2013 kemudian ketiga ranah tersebut yang
digarisbawahi maka Ujian Nasional sudah bukan lagi acuan kelulusan.
Kurikulum 2013 lebih menekankan penilaian pada sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Sikap menjadi penilaian paling utama sebelum menilai kedua hal
setelah itu. Dalam Kurikulum 2013 sikap tertuang dalam Kompetensi Inti (KI)
satu sampai empat, dan termuat juga dalam Kompetensi Dasar (KD) satu dan
dua. Pengetahuan baru dimulai pdaa KD tiga dan keterampilan di KD empat.
Dengan demikian, penilaian siswa seluruhnya diserahkan pada sikap bukan
hanya pada kognitif semata seperti pelaksanaan UN selama ini. Kurikulum 2013
akan sangat bertentangan dengan UN jika UN masih dilaksanakan. Alasannya,
tentu saja UN hanya menilai pengetahuan siswa melalui angka-angka tanpa
melihat sikap yang tidak bisa dinilai semudah menorehkan angka-angka.
Dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan pendekatan scientific. Pendekatan
ini lebih menekankan pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Pendekatan
ini paling tidak dilaksanakan dengan melibatkan tiga model pembelajaran, di
antaranya problem based learning, project based learning dan discovery
learning. Ketiga model ini akan menunjang how to do yang dielu-elukan dalam
Kurikulum 2013.
Pada dasarnya, ketiga model pembelajaran yang diharapkan terlaksana
dalam Kurikulum 2013 tersebut, sudah dijalankan sebagian guru dalam
pembelajaran selama ini. Model pembelajaran tersebut pun bukan lagi model
lama yang mesti dipelajari guru. Kemudian muncul anggapan bahwa
pembelajaran yang terjadi tidak bisa menghadirkan suasana nyaman pada siswa,
hak itu kembali pada proses pembelajaran. Jangan pernah lupa; bahwa siswa
punya tingkatan tersendiri dalam diri mereka. Ada yang diam. Ada yang aktif.
Ada yang bandel. Ada yang malas. Soal kebodohan yang kata yang sama makna
dengannya itu tidaklah ada dalam kamus pendidikan. Bodoh hanya milik orangorang malas belajar dan membuang waktu percuma dengan berbagai masalah
yang semakin terlarut dalam waktu. Maka, pelaksanaan Kurikulum 2013 pun
akan mengalami hal yang serupa di kurikulum terdahulu jika paradigma
masyarakat kita khususnya pelajar masih beranggapan bahwa guru adalah
segala. Proses pembelajaran bukanlah mau guru dan mau kurikulum, guru
hanya merencanakan dengan membuat skenario, kemudian guru menjadi
6
7
sutradara, tinggal siswa-siswi yang berperan sesuai karakter yang sudah
ditentukan. Hal yang mudah, dan sudah dilakukan selama ini bukan hanya di
Kurikulum 2013 semata.
Lantas? Kenapa Kurikulum 2013 dijadikan patokan majunya pendidikan
untuk bertahun ke depan? Hal ini tidaklah serta merta terletak pada kurikulum
semata, kurikulum hanya jembatan menuju sukses dalam gelap. Pelaksanaannya
kembali pada keadaan dan situasi sosial yang mendukung. Siswa di Ibu Kota
akan sangat jauh berbeda kesadaran akan pendidikan dengan siswa di pedesaan.
Siswa di pedesaan akan sangat jauh tertinggal dalam keinginan belajar
dibandingkan siswa di Ibu Kota. Hal ini semestinya juga dilihat oleh pemangku
kebijakan terhadap gubahan Kurikulum, tidak langsung diubah tanpa menikmati
sendiri proses yang selama ini terjadi di daerah terpencil.
Kurikulum 2013 akan diterapkan pemerintah secara universal dalam waktu
dekat. Terdapat beberapa sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013
dimulai dengan kelas sepuluh untuk tingkat SMA. Pada kurikulum 2013 tidak
lagi dikenal dengan jurusan (dahulu IPA dan IPS), melainkan peminatan. Siswa
yang masuk di SMA berkurikulum ini akan ikut tes dengan psikolog untuk
menentukan minat dan bakatnya. Siswa yang lebih suka mengarang tentu akan
sulit berinteraksi dengan pelajaran Matematika. Siswa yang cepat dalam
berhitung tentu akan mudah mempelajari Fisika atau Kimia. Siswa yang senang
interaksi dengan banyak orang tentu akan mudah menalar teori-teori dalam
Sosiologi. Tes minat ini akan menentukan siswa akan masuk ke kelas eksak atau
noneksak. Selain kelas minat, siswa juga bisa memilih pelajaran lintas minat
sesuai ketentuan. Pelajaran lintas minat ini bisa mendukung pelajaran-pelajaran
lain yang diajarkan di sekolah. Kecuali pelajaran wajib seperti Matematika
(untuk IPA dan IPS berbeda materi ajar), bahasa Indonesia maupun
Kewarganegaraan, siswa tidak punya alasan untuk meninggalkannya.
Dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan pendekatan scientific. Pendekatan ini
lebih menekankan pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Pendekatan ini
paling tidak dilaksanakan dengan melibatkan tiga model pembelajaran, di
antaranya problem based learning, project based learning dan discovery
learning. Ketiga model ini akan menunjang how to do yang dielu-elukan dalam
Kurikulum 2013.
7
8
Pada dasarnya, ketiga model pembelajaran yang diharapkan terlaksana dalam
Kurikulum 2013 tersebut, sudah dijalankan sebagian guru dalam pembelajaran
selama ini. Model pembelajaran tersebut pun bukan lagi model lama yang mesti
dipelajari guru. Kemudian muncul anggapan bahwa pembelajaran yang terjadi
tidak bisa menghadirkan suasana nyaman pada siswa, hak itu kembali pada
proses pembelajaran. Jangan pernah lupa; bahwa siswa punya tingkatan
tersendiri dalam diri mereka. Ada yang diam. Ada yang aktif. Ada yang bandel.
Ada yang malas. Soal kebodohan yang kata yang sama makna dengannya itu
tidaklah ada dalam kamus pendidikan. Bodoh hanya milik orang-orang malas
belajar dan membuang waktu percuma dengan berbagai masalah yang semakin
terlarut dalam waktu. Maka, pelaksanaan Kurikulum 2013 pun akan mengalami
hal yang serupa di kurikulum terdahulu jika paradigma masyarakat kita
khususnya pelajar masih beranggapan bahwa guru adalah segala. Proses
pembelajaran bukanlah mau guru dan mau kurikulum, guru hanya
merencanakan dengan membuat skenario, kemudian guru menjadi sutradara,
tinggal siswa-siswi yang berperan sesuai karakter yang sudah ditentukan. Hal
yang mudah, dan sudah dilakukan selama ini bukan hanya di Kurikulum 2013
semata.
Lantas? Kenapa Kurikulum 2013 dijadikan patokan majunya pendidikan
untuk bertahun ke depan? Hal ini tidaklah serta merta terletak pada kurikulum
semata, kurikulum hanya jembatan menuju sukses dalam gelap. Pelaksanaannya
kembali pada keadaan dan situasi sosial yang mendukung. Siswa di Ibu Kota
akan sangat jauh berbeda kesadaran akan pendidikan dengan siswa di pedesaan.
Siswa di pedesaan akan sangat jauh tertinggal dalam keinginan belajar
dibandingkan siswa di Ibu Kota. Hal ini semestinya juga dilihat oleh pemangku
kebijakan terhadap gubahan Kurikulum, tidak langsung diubah tanpa menikmati
sendiri proses yang selama ini terjadi di daerah terpencil.
Kurikulum 2013 akan diterapkan pemerintah secara universal dalam waktu
dekat. Terdapat beberapa sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013
dimulai dengan kelas sepuluh untuk tingkat SMA. Pada kurikulum 2013 tidak
lagi dikenal dengan jurusan (dahulu IPA dan IPS), melainkan peminatan. Siswa
yang masuk di SMA berkurikulum ini akan ikut tes dengan psikolog untuk
menentukan minat dan bakatnya. Siswa yang lebih suka mengarang tentu akan
sulit berinteraksi dengan pelajaran Matematika. Siswa yang cepat dalam
8
9
berhitung tentu akan mudah mempelajari Fisika atau Kimia. Siswa yang senang
interaksi dengan banyak orang tentu akan mudah menalar teori-teori dalam
Sosiologi. Tes minat ini akan menentukan siswa akan masuk ke kelas eksak atau
noneksak. Selain kelas minat, siswa juga bisa memilih pelajaran lintas minat
sesuai ketentuan. Pelajaran lintas minat ini bisa mendukung pelajaran-pelajaran
lain yang diajarkan di sekolah. Kecuali pelajaran wajib seperti Matematika
(untuk IPA dan IPS berbeda materi ajar), bahasa Indonesia maupun
Kewarganegaraan, siswa tidak punya alasan untuk meninggalkannya.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 seperti yang sudah dikatakan di atas,
dilaksanakan melalui Pendekatan Scientific. Pada pelaksanaannya pendekatan
ini menekankan pada lima aspek penting, yaitu mengamati, menanya, mencoba,
menalar dan komunikasi. Lima aspek ini harus benar-benar terlihat pada
pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Pertama, Mengamati
yakni
Pembelajaran selama ini cenderung dilakukan dengan metode ceramah. Tidak
ada yang salah dengan metode ini, metode ceramah merupakan dasar
melaksanakan setiap kegiatan. Pada Kurikulum 2013 metode ceramah tidak
dilupakan, hanya saja dikurangi takarannya. Siswa dituntut lebih aktif dalam
segala masalah.
Proses mengamati dilakukan siswa terhadap masalah yang diajarkan. Jika
pelajaran Fisika, Kimia atau Biologi rasanya tidak ada masalah dalam proses
mengamati. Kendalanya tentu pada pelajaran lain yang kurang alat dan bahan
sehingga guru dituntut harus benar-benar paham materi sebelum menghadirkan
siswa ke dunia nyata dengan mengamati sendiri fenomena yang terjadi. Proses
mengamati ini sangatlah penting, di mana siswa menghadirkan angan menjadi
nyata. Siswa tidak lagi mengkhayal dalam setiap pembelajaran, siswa sudah
melihat langsung proses percobaan yang dituntun guru sebelum mencoba.
Kedua, Menanya yaitu proses bertanya sudah bukan lagi barang baru. Siswa
yang tidak berani bertanya selama sekolah akan terus diam terpaku sampai
lulus. Siswa yang aktif bertanya akan terus menanyakan masalah yang tidak
diketahuinya. Siswa yang aktif inilah yang dituntut dalam Kurikulum 2013.
Siswa harus bertanya! Bagaimana siswa harus bertanya? Hal ini dilakukan guru
dengan membuka pembelajaran dengan menimbulkan masalah. Jika selama ini
proses pembelajaran dimulai dengan pertanyaan apakah, di Kurikulum 2013
yang sangat berperan adalah pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dengan
9
10
demikian secara tidak langsung siswa sudah digiring untuk menelaah dan
mencari-cari serta menanyakan semua permasalahan yang menganjal. Proses
bertanya tidak harus membuka sesi pertanyaan. Siswa berhak bertanya apa pun
masalah yang tidak diketahuinya agar jelas penjelasannya. Pertanyaan siswa
akan mengukur sejauh mana kemampuan mereka menyerap materi yang
diajarkan.
Ketiga, Mencoba yaitu pelaksanaan Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk
mencoba sendiri, ikut terlibat langsung dalam masalah yang dihadirkan guru.
Jika dalam pembelajaran IPA guru memberi penuntun pelaksanaan percobaan
lalu siswa melaksanakan percobaan tersebut. Dalam pelajaran lain, misalnya
pembelajaran agama, siswa akan mencoba melaksanakan yang diamati.
Misalnya, dalam melaksanakan shalat; semua proses pelaksanaan shalat siswa
amati kemudian mencoba melaksanakan shalat, dan contoh-contoh lain.
Mencoba akan membuat siswa sadar bahwa materi ajar penting dalam
kehidupan mereka sehari-hari bukan lagi mengejar nilai. Siswa yang mencoba
akan paham bahwa materi yang diajarkan guru berguna untuk mereka.
Keempat, Menalar yakni bagian ini yang paling sulit untuk sebagian siswa.
Siswa dituntut untuk dapat memahami dengan benar pokok materi yang
diajarkan guru. Pemahaman siswa tidak setengah-setengah yang kemudian
menimbulkan keraguan dalam diri mereka. Proses penalaran inilah yang
kemudian membuat siswa mencerna dengan baik, memilah baik buruk, lalu
mendapatkan kesimpulan. Tidak mudah menalar suatu materi ajar apabila
pelajaran yang diajarkan memberatkan mereka. Namun, siswa akan mudah
mencerna pembelajaran jika siswa mampu konsentrasi terhadap pembelajaran
yang sedang berlangsung.
Kelima, komunikasi yaitu hal terakhir yang diharuskan ada dalam
Kurikulum 2013 adalah mengkomunikasikan semua permasalahan. Dalam hal
percobaan IPA siswa bisa mempresentasikan hasil kerja mereka. Dalam hal
agama, siswa bisa maju ke depan kelas mempraktekkan tata cara shalat dan lainlain. Sehingga siswa mampu memahami dan menjalankan materi ajar dengan
benar dalam kehidupan sehari-hari. Kelima aspek dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013 sangat berkaitan satu sama lain. Pada dasarnya, kelima aspek
ini sudah pernah dilakukan oleh sebagian guru.
10
11
Namun pendalamannya dilakukan kembali di Kurikulum 2013 untuk
menyegarkan semangat pendidikan Indonesia yang semakin loyo. Kurikulum
boleh berganti setiap tahun karena masa juga terus berganti semakin canggih.
Yang tidak boleh berganti tentu saja semangat kerja guru serta penghargaan
pemerintah atas jerih payah guru dalam mendidik. Jangan pula nilai akhir UN
dijadikan patokan keberhasilan seorang siswa. Hasil belajar 3 tahun jadi
penilaian 2 jam. Bagaimana menilai hal ini? Kurikulum 2013 akan terlaksana,
tepat atau tidak, merata atau hanya di kota saja, semua tergantung kepentingan
pemerintah terhadap pendidikan kita. Kurikulum 2013 akan berhenti di kursi
emasnya jika tidak disosialisasikan sampai ke pelosok oleh pihak berwenang
seperti KTSP.
11
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil tempat di sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 di
Kota Yogyakarta, yakni SMP N 5 Yogyakarta, SMP N 8 Yogyakarta, SMP N 15
Yogyakarta, SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur I
Yogyakarta, dan SMP IT Abu Bakar Yogyakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini yakni guru IPS di Kota Yogyakarta yang telah menerapkan
kurikulum 2013. Pada pelaksanaan terbatas tahun 2013 di tingkat SMP di Kota
Yogyakarta meliputi 6 SMP
D. Sumber Data
Sumber data yakni guru-guru IPS dari Sekolah Menengah Pertama yang telah
menerapkan kurikulum 2013 yang berjumlah 12 orang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
Angket.
F. Validitas dan Reliabilitas
Validitas angket diperoleh melalui validitas isi (content Validity). Butir-butir
pernyataan di dalam angket dikonsultasikan dengan ahlinya. Penelitian ini
menggunakan angket yang diadaptasi dari instrumen pendampingan kurikulum
2013 untuk SMP dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan SMP 2013. Reliabilitas angket
menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach (Husaini Usman & Purnomo
Setiady Akbar, 2003: 291)
G. Teknik Analisis
Analisis data menggunakan tekni analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya (Sugiyono, 2011:
207)
12
13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian
1. Profil Sekolah
Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kendalakendala implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota
Yogyakarta. Di Kota Yogyakarta, pada tahun
2013 dilaksanakan secara
terbatas di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, SMP N 5 Yogyakarta, SMP N
8 Yogyakarta, SMP IT Abu Bakar Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur 1
Yogyakarta, dan SMP N 15 Yogyakarta. Profil masing-masing sekolah
tersebut sebagai berikut:
a. SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Sejarah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, yang dulu menempati
gedung Jalan Sultan Agung 14 (Jl Bintaran Lor 14). Sebagai embrio
berdirinya sekolah ini dimulai dari peristiwa tahun 1937, waktu itu
pertama kali di gedung Jalan Sultan Agung 14 dijadikan tempat
pendidikan yang diberi nama oleh Muhammadiyah INHEEMSE MULO
MUHAMMADIYAH bersubsidi di bawah asuhan Bapak Pinandoyuo
dibantu oleh Bapak H Abdulgani Dwidjosuparto, sekolah ini merupakan
sekolah MULO Bumi Putera yang pertama di seluruh tanah air yang
menggunakan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar.
Waktu itu Muhammadiyah memang sudah memiliki sekolah-sekolah
Mulo, AMS, dan Mulo HIK di beberapa tempat, tetapi itu semua
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Maka boleh
dikatakan bahwa Iheemse Muhammadiya merupakan perintis SMP yang
kita kenal dalam negara kita ini. Dengan kata lain INHEEMSE MULO
MUHAMMADIYAH di Jalan Sultan Agung 14 Yogyakarta merupakan
cikal bakal berdirinya SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sekarang ini.
b. SMP N 5 Yogyakarta
1) Lokasi Sekolah
13
14
SMP Negeri 5 Yogyakarta terletak di Jalan Wardani 1
Yogyakarta, Kelurahan
Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman,
Kabupaten/Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Kode area 55224. Lokasinya dapat dikategorikan di pusat kota, yang
sangat strategis untuk berbagai macam kepentingan. Sebelah kiri
bangunan komplek sekolah merupakan gedung Telkom. Di seberang
gedung sekolah berdiri bangunan yakni Stadion Kridosono. Sekolah
ini juga berdekatan dengan, Toko Buku Gramedia,
SMA N 3
Yogyakarta dan SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Tepat di depan gedung
sekolah terdapat halte bis Transjogja, semakin memudahkan akses ke
sekolah ini dengan bagi siswa yang berangkat naik bis. Letaknya
yang di pusat kota dan identik dengan penyebab kemacetan tidak
tampak di SMP N 5 Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena jalan di
depannya sangat luas sehingga memungkinkan kendaraan berjalan
lancar.
Dilihat dari depan, seolah-olah sekolah ini tidak luas. Namun,
begitu masuk ke dalam komplek sekolah, kira-kira butuh waktu satu
jam lebih untuk keliling melihat seluruh ruang-ruang di sekolah.
Lokasi yang strategis dan mudah dijangkau melalui berbagai alat
transportasi, menambah daya tarik mereka untuk bersekolah di SMP
N 5 Yk. Siswa SD dengan nilai ujian akhir tinggi, lebih memilih
mendaftar di sini, karena SMP ini termasuk SMP favorit sampai
sekarang.
2) Sejarah Sekolah
14
15
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Yogyakarta
awalnya bernama Sekolah Menengah Pertama Puteri (SMPP), yang
didirikan pada sekitar tahun 1944-1945 (zaman sebelum clash II),
dengan lokasi pertama didirikan di Jalan Sabirin Yogyakarta
(sekarang merupakan lokasi SMU Stella Duce) dan dipimpin oleh Bp.
Markoes Suparto. Estafet pimpinan sekolah ilanjutkan oleh Bp.
Samadi, kemudian dipercayakan kepada Bp. Dwijohudoyo. Selama
kepemimpinan Bp. Dwijo, SMPP mengalami kesulitan mendapatkan
lokasi kegiatan yang sesuai dengan laju perkembangan dan kiprah
pengabdiannya. Tempat kegiatan terpaksa berpindah-pindah beberapa
kali, yakni: dari Jalan Sabirin ke Jalan Kaliurang (sekarang lokasi
SMU 6 Yogyakarta) kemudian pindah ke Dagen (sekarang lokasi
SMEA Negeri 3) dan akhirnya pindah ke bekas asrama MILITER
ACADEMY (cikal bakal AKABRI), yang sebelumnya sebagai
asrama tentara Dai Nippon di Jalan Djuwadi 4 Yogyakarta.
Bp.
R.
Soemadi
Gondoatmojo
merupakan
estafet
kepemimpinan setelah Bp. Dwijo. Di bawah kepemimpinan beliau,
SMPP semakin meningkat kiprah baktinya dan pada tanggal 23 Juli
1951 pemerintah menambah lingkup siswanya yang semula hanya
siswa putri menjadi siswa putra dan putri, dengan nama SMP Negeri
V Yogyakarta. Sampai dengan tahun 1959, SMP Negeri V tetap di
bawah kepemimpinan Bp. Soemadi. Beliau kemudian diangkat
sebagai pengawas, akhirnya dIgantikan oleh Bp. Hadi Sajogo dan
kemudian pada 28 Juni 1971, beliau menyerahkan kepemipinan
kepada Bp. Drs. Soerjadi. Pada tanggal 17 Juli 1974, di saat SMP
15
16
Negeri V yang berlokasi di Jalan Wardani 1 dan dipimpin oleh Bp. R.
D. Soeprapto, SMP Negeri IV diintegrasikan “Manunggal” dengan
SMP Negeri V Yogyakarta yang kemudian beralamatkan di Jalan
Wardani 1 Yogyakarta. SMP Negeri 5 terus melaju, berbenah diri
melengkapi
dan
menyempurnakan
sarana
dan
prasaranan
pendidikannya (aula, kamar manadi/kamar kecil guru dan siswa
dibangun serta ditingkatkan kualitasnya).
Bp. Soerjadi mengakhiri masa bhaktinya di SMP Negeri 5
Yogyakarta dan dIgantikan oleh BP. Soegijarno, BA. Nama Panca
Wiyata
Bhakti
Karana
(PAWITIKRA)
sebuah
nama
yang
dikumandangkan pada masa juang angkatan ’66 (kegiatan Komando
Pelajar Serba Guna KOJARSENA) dari Mars SMP Negeri 5
Yogyakarta, yang dipersembahkan Bp. Dr. Damodara (ex. SMP N 5
Yk) kembali bergema sebagai nama kebanggaan Keluarga SMP
Negeri 5 Yogykarta. Lambang Pawitikra dirancang oleh Bapak
Tukidjan, guru SLTP N 5 Yogyakarta, sedangkan Perancang Surya
Sangkala yakni Bapak Slamet Haryadi, B.A., guru SLTP N
5Yogyakarta. Lambang tersebut diresmikan pada tanggal 23 Juli 1998
bertepatan dengan HUT Ke-47 SLTP N 5 Yogyakarta.
Pawitikra memiliki kebulatan arti lambang, yakni dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pada tanggal 23 Juli 1951, di
Yogyakarta
(Depdikbud)
diresmikan
Lembaga
oleh
Pemerintah
Pendidikan
Republik
Formal
SLTP
Indonesia
N
5
Yogyakarta/Panca Wiyata Bhakti Karana (Pawitikra) sebagai wujud
pengemban amanat cita-cita perjuangan bangsa Indonesia untuk
16
17
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang mempunyai tugas utama
mendidik generasi muda Indonesia, sesuai tujuan pendidikan
nasional,
bertaqwa,
cerdas,
terampil,
berbudi
pekerti
luhur,
berkepribadian, berani, ikhlas, dan sabar untuk membuka tabir alam
semesta dengan tekun mempelajari keimanan, ketaqwaan, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Gelar sekolah favorit yang dinyatakan oleh masyarakat tidak
disanggah lagi, karena kepercayaan mereka atas dasar tinjauan
prestasi-prestasi yang ditampilkannya. Demikian pula, Depdikbud
Propinsi DIY dapat menerima kenyataan itu, dan menyatakan SMP
Negeri 5 Yogyakarta sebagai sekolah percontohan atau sekolah
model. Hal tersebut dikarenakan SMP Negeri 5 Yogyakarta
terpandang dan dapat melaksanakan tugas kependidikan dengan baik,
meliputi:
pengembangan
kurikulum,
pembinaan
kesiswaan,
pelaksanaan administrasi, hubungan masyarakat dan kerjasamanya
dengan
BP3
serta
memperhatikan
pengembangan
sarana
pendidikannya.
Penerimaan murid baru dengan seleksi peringkat Nilai Ebtanas
Murni (NEM) semakin memperkokoh SMP Negeri 5 Yogyakarta
sebagai wahana pendidikan anak yang bermutu tinggi, karena siswa
SD yang memiliki NEM diatas rata-rata cenderung berkeinginan
masuk di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Pada 16 Februari 1989, Bp.
Soegijarno, BA, menyerahkan kepemimpinan SMP Negeri 5
Yogyakarta kepada mantan guru SMP Negeri 5 Yogyakarta, yakni:
17
18
BP. Bisohardjo, BA., untuk selanjutnya BP. Soegijarno, BA
melaksanakan tugas sebagai pengawas.
SMP Negeri 5 Yogyakarta selanjutnya terus berbenah diri
dengan tekad mendidik siswanya agar tetap mewarisi pendahulunya,
memiliki semangat kebangsaan, jiwa patriot dan cinta tanah air yang
kemudian hari meneruskan perjuangan sebagai insan pembangunan
yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terampil, cerdas, tinggi
budi pekertinya dan kuat kepribadiannya, tangguh, tanggon, dan
trengginas sebagai insan yang sanggup membangun dirinya dan ikut
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negaranya.
Pembangunan dan penataan sarana pendidikan dilakukan
dengan melibatkan peran serta BP3 SMP Negeri 5 Yogyakarta seperti
pembangunan ruang guru dan ruang perpustakaan di lantai atasnya.
Kepemimpinan BP. Bisohardjo, BA berakhirpada 8 Agustus 1992,
karena pemerintah memberikan kepercayaan kepada beliau untuk
mengemban tugas sebagai pengawas pada bidang Dikmenum Kanwil
Depdikbud Propinsi DIY dan sebagai penggantinya dipercayakan
kepada BP. Drs. Suradji.
Dengan penuh kearifan dan sifat khas kebapakannya, Bp. Drs.
Suradji terus berupaya meningkatkan kualitas SMP Negeri 5
Yogyakarta. Penataan khususnya pengelolaan sekolah mendapat
perhatian khusus, dengan harapan mekanisme kerja semua fihak yang
terkait dalam pengelolaan sekolah berjalan baik, benar, tertib dan
lancar. Upaya peningkatan mutu akademis ditingkatkan melalui
Program Persiapan Ebtanas yang disebut Gladi Widyatama.
18
19
Prestasi siswa terus digalang dan sejalan dengan itu, prestasi
guru juga mendapat prioritas peningkatan kesempatan-kesempatan
meningkatkan diri bagi guru terbuka lebar sejalan dengan gencarnya
pemerintah menggelar pembangunan peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Kewibawaan kepemimpinan tertuang dengan sifat dan
sikap kebersamaan dalam kesatuan, ditegaskan dalam kepatuhan
melaksanakan hasil kemufakatan. Bangunan monumental yang
menanda saat kepemimpinan beliau yakni peningkatan kualitas kamar
kecil bagi siswa dan ruang multimedia di lantai atas ruang
laboratorium biologi yang merupakan bantuan/paket dari pemerintah
yang dalam hal ini terlaksana penyelesaiannya di saat beliau alih
tugas sebagai pengawas pada September 1994.
Estafet kepemimpinan SMP Negeri 5 Yogyakarta dari Bp. Drs.
Soeradji diserahkan kepada Bp. Drs. Soenarto. Setelah mempelajari
seluk beluk medan kerjanya, Bp. Drs. Soenarto tetap berkeyakinan
bahwa prestasi tinggi yang dicapai SMP Negeri 5 Yogyakarta
belumlah sebagai puncak prestasi. Keyakinan ini sangat berpengaruh
bagi langkah lanjut pembangunan dan pengembangan SMP Negeri 5
Yogyakarta untuk menuju puncak prestasi.
Prestasi akademik terus meningkat dan tantangan semakin berat
setelah SMP Negeri 5 Yogyakarta dinyatakan sebagai pemegang
peringkat tingkat I Tingkat Nasional pada Ebtanas 1994/1995. Untuk
mempertahankan predikat tersebut program peningkatan mutu
akademik adalah jawabannya, yaitu Bina Widyatama sebagai wahana
peningkatan prestasi belajar siswa khususnya perbaikan mulai
19
20
diintensifkan, dan Gala Widyatama sebagai wahana peningkatan
prestasi belajar siswa dengan cara penambahan jam belajar mulai
dilaksanakan. Pembinaan kesiswaan melalui kegiatan ekstrakurikuler
tetap menjadi andalan pembinaan kualitas siswa.
Pada 3 April 1997, pemerintah melakukan penataan sekolah,
khususnya dalam hal nama sekolah dan perangkat administrasinya:
SMP N 5 Yogyakarta berganti SLTP Negeri 5 Yogyakarta. Nama
SLTP Negeri 5 Yogyakarta yang baru adalah semangat baru untuk
mensukseskan amanat bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
Indonesia.
Akhirnya pada 6 Agustus 1998, dengan SK No.357/113.III/KP
IV/1998 jabatan kepala sekolah diserahkan kepada Ibu Surtiyati,S.
Pd. Pada kepemimpinan beliau terbangunlah laboratorium komputer,
ruang BK, dan terciptalah Visi dan Misi SLTP Negeri 5 Yogyakarta.
Gala dan Gladi Widyatama berjalan terus. Semula pelaksanaannya
dalam kelas yang sama, mulai Cawu III tahun pelajaran 2000/2001
setiap minggu ruangnya selalu berubah berdasarkan peringkat yang
diperoleh siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi siswa
memperoleh peringkat tinggi. Berbagai kiat dan terobosan baru akan
terus dicurahkan untuk menjawab tantangan zaman. Pengganti Ibu
Surtiyati, S. Pd. Yakni Drs. Soeparno, M. Pd., kemudian beliau
digantikan oleh Drs. Martoyo sampai saat ini SMP Negeri 5
Yogyakarta dipimpin oleh beliau.
3) Sarana Prasarana
20
21
Komplek gedung SMP N 5 Yogyakarta menempati areal seluas
14.852 m2, dengan luas bangunan 5.040 m2. Status tanah yakni Hak
Guna Bangunan (HGB). Pada waktu penelitian dilaksanakan dan
laporan disusun, sebagai kepala sekolah yaitu Drs. Suparno, M. Pd,
yang
diangkat
berdasarkan
No.SK
kepala
Sekolah
05/KPTS/BAPERJAKAT tgl.25 Mei 2005.
Seperti halnya sekolah-sekolah lain yang ada di Yogyakarta dan
menempati komplek bangunan eks kolonial Belanda, maka bangunanbangunan yang ada di sekolah ini pun khas karakteristik style kolonial
Belanda, kecuali bangunan-bangunan tambahan, seperti mushola, yang
tidak nampak style kolonial Belanda. Ruangan dilengkapi jendela dan
pintu dengan ukuran besar serta tinggi.
Keliling tanah seluruhnya 540m2, yang sudah dipagar secara
permanen (termasuk pagar hidup). Areal sekolah ini digunakan untuk
bangunan seluas 5.040 m2, halaman 6.257 m2, lapangan olah raga
1.237 m2, dan lain-lain 2.318 m2. Sebagai sekolah bertaraf
internasional, sarana maupun prasarana sekolah ini sangat lengkap.
Bagian depan kompleks sekolah diberi pagar tembok dengan tiga pintu
gerbang, yakni bagian barat, tengah, dan bagian timur. Pintu gerbang
bagian tengah dan timur jarang sekali dibuka, hanya pintu gerbang
bagian barat yang menjadi akses masuk dan keluar seluruh siswa, guru,
karyawan, dan tamu.
SMP N 5 Yogyakarta
menghadap ke Selatan, sehingga jika
masuk melalui pintu gerbang bagian barat langsung maka akan terlihat
pos satpam, yang bertugas sebagai penjaga keamanan sekolah dan
21
22
setiap tamu yang dating wajib melapor ke petugas, kemudian tamu
akan diberi kartu pengenal bertuliskan ‘visitor’, seterusnya dibolehkan
masuk. Untuk masuk ke bagian dalam komplek sekolah juga terdapat
tiga akses, yakni bagian barat, tengah, dan timur. Masuk melalui
bagian barat, yakni melalui pos satpam, kemudian lewat pagar besi,
dan masuk ke tempat parkir kendaraan bermotor guru dan karyawan,
serta terdapat ruang TU, ruang kepala TU, dan ruang kepala sekolah.
Komplek gedung di bagian barat dekat area parkir terdapat
beberapa ruang, yakni ruang/loket tempat siswa membayar iuran
komite, ruang pertemuan, ruang waka (wakil kepala) dan staf humas,
ruang waka dan staf sarana prasarana, serta ruang waka dan staf
akademik. Masing-masing ruang di komplek SMP Negeri 5
Yogyakarta ditunjukkan dengan papan nama yang digantung di bagian
atas pintu. Papan nama tersebut terbuat dari bahan kayu dan tulisan
yang menggunakan tiga bahasa. Tulisan baris paling atas menggunakan
Bahasa Indonesia, baris kedua menggunakan Bahasa Inggris, dan baris
ketiga menggunakan huruf Jawa.
Akses masuk komplek sekolah bagian tengah yakni jalan lurus
yang seolah-olah membelah komplek gedung sekolah menjadi dua
bagian. Akses masuk bagian timur digunakan untuk lalu lintas menuju
ruang kelas juga kantin sekolah. Ruang-ruang yang digunakan sebagai
tempat untuk pembelajaran tidak terdiri dari satu bangunan, melainkan
beberapa bangunan yang berdiri sendiri. Gedung satu dengan gedung
yang lain dihubungan dengan selasar-selasar. Selasar-selasar ini juga
berfungsi sebagai media untuk menempelkan motto dan semboyan-
22
23
semboyan sekolah. Hampir
seluruh bagian dari bangunan gedung
penuh dengan motto dan semboyan sekolah. Gambar hasil lukisan
(mural) siswa merata di seluruh tembok pagar sekolah. Hasil karya
siswa berupa lukisan, tulisan motto dan semboyan sekolah, lukisan di
media gerabah, gambar di media logam (seni kriya), tersebar di seluruh
dinding sekolah.
SMP Negeri 5 Yogyakarta memiliki ruang kelas atau ruang teori
sebanyak 29 kelas dengan total luasnya 1932 m2. Laboratorium IPA 1
ruang luasnya 150 m2; laboratorium biologi 1 ruang dengan luas 128
m2; laboratorium fisika 1 ruang dengan luas 128 m2; laboratorium
bahasa 2 ruang dengan luas 198 m2; laboratorium komputer 2 ruang
dengan luas 216 m2; perpustakaan 1 ruang dengan luas 180 m2; 3 ruang
keterampilan seluas 270 m2; 1 ruang serba guna seluas 540 m2; 2 ruang
UKS seluas 62 m2; 1 ruang praktik kerja PTD seluas 100 m2; 1 ruang
rapat kecil seluas 42 m2; 1 ruang musik seluas 50 m2; 1 ruang
koperasi/toko seluas 20 m2; 1 ruang BP/BK seluas 100 m2; 1 ruang
kepala sekolah dengan luas 50 m2; 1 ruang guru dengan luas 180 m2; 1
ruang TU seluas 68 m2; 1 ruang OSIS dengan luas 49 m2; 2 kamar
mandi/WC guru seluas 12 m2; 21 kamar mandi/WC siswa seluas 105
m2; 3 gudang seluas 105 m2; 1 ruang ibadah seluas 168 m2; dan 3
rumah penjaga sekolah seluas 105 m2.
Seluruh ruang
tersebut di atas dapat dikelompokkan sebagai
sarana penunjang pendidikan, yang meliputi: ruang kelas, ruang lab.
IPS, lab. Komputer, lab. Bahasa, perpustakaan, ruang kesenian, ruang
olah raga, dan ruang keterampilan. Sarana ruang administrasi, meliputi:
23
24
ruang kepala sekolah, ruang TU, Ruang guru, dan ruang reproduksi.
Dan, sarana ruang penunjang, seperti: ruang ibadah, UKS, koperasi,
kamar mandi/WC, ruang serba guna, dan ruang bimbingan.
Prasarana pendukung sekolah ini juga sangat memadai, seperti:
sudah ada jaringan telepon, jaringan air, jaringan listrik, dan jaringan
internet. Untuk kegiatan upacara bendera, sudah ada lapangan upacara
dan tiang bendera. Infrastruktur lain yang dimiliki oleh SMP ini, antara
lain: menara air, bak air, bak sampah, dan ada pula selasar. Demi
kemanan seluruh gedung dan fasilitasnya, sekolah ini juga sudah
dikelilingi dengan pagar bumi. Melengkapi jaminan keamanan demi
kenyamanan warga sekolah, kamera CCTV dipasang di beberapa titik,
sehingga segala peristiwa di sekolah dapat direkam dan dipantau oleh
petugas keamanan.
Ruang-ruang kelas dilengkapi dengan perabot pendidikan , yakni
meja siswa, kursi siswa, papan tulis, white board, dan papan pajangan.
Setiap kelas juga dilengkapi dengan beberapa alat bantu pembelajaran,
seperti: komputer untuk KBM dan LCD projector. Ada juga kipas angin
di setiap ruang kelas. Laboratorium tentu saja sudah lengkap dengan
peralatan sesuai laboratorium mata pelajarannya.
Sekolah dilengkapi pula dengan kantin. Kantin terletak di sisi
paling timur dari kompleks sekolah. Kantin di SMP N 5 Yogyakarta
mempunyai desain yang berbeda dengan kantin di sekolah-sekolah lain.
Ruangannya terbuka dan sangat luas. Tidak terlepas dari sekolah yang
bertaraf internasional, status bertaraf internasional ini diperlihatkan pula
pada kantin sekolah.
24
25
Makanan yang dijual pun merupakan makanan dari beberapa
negara, seperti: ada Korean food (Dae Jang Geum), salah satu yang
dijual adalah Dolsot Bibim Bab; ada pula Japanese food, Italian food
(Spaghetti, Fruit Salad, Bolognaise); kemudian paling ujung Utara
menjual masakan nusantara (soto betawi, lotek, gado-gado, dsb);
masakan Jawa; serta beberapa masakan lain. Konsep kantin yang
demikian sebagai wujud sekolah internasional yang menjadi predikat
SMP Negeri 5 Yogyakarta.
4) Keadaaan Kelas
SMP Negeri 5 Yogyakarta memiliki jumlah kelas yang sangat
banyak, yakni 29 ruang. Ruang kelas memiliki style kolonial, mengingat
sekolah dibangun pada masa kolonial. Seperti diketahui, pada awal abad
ke-19 sampai dengan tahun 1920-an, arsitektur kolonial Belanda
berkembang di Indonesia, banyak pengaruh Eropa dan terjadi
percampuran bentuk Arsitektur Barat dan tradisional, termasuk pada
penggunaan elemen bangunan dan detail ragam hiasnya pada seni
bangunan.
Bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun
1900-an merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk tersebut merupakan
hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda
pada jaman yang bersamaan dengan iklim tropis basah Indonesia. Ada
juga beberapa bangunan arsitektur kolonial Belanda yang mengambil
elemen-elemen tradisional setempat, yang kemudian diterapkan ke
dalam bentuk arsitekturnya. Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial
25
26
Belanda di Indonesia tersebut adalah suatu bentuk yang khas yang
berlainan dengan arsitektur modern yang ada di Belanda sendiri.
Arsitektur bangunan merupakan perpaduan gaya kolonial yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan tropis. Atap yang tinggi dengan
kemiringan tajam dan dihiasi dengan menara kecil yang berfungsi
sebagai ventilasi udara untuk ruang bawah atap. Jendela tinggi dan lebar
terbuat dari kayu dan berdaun pintu dua model kupu-kupu.
Kelas memiliki jendela dan pintu yang lebar dan tinggi. Daun
jendela dan daun pintu terdapat ruas-ruas yang berongga, sehingga ruang
kelas tidak perlu AC. Handinoto dalam Wiyatiningsih (2000),
penyesuaian bentuk bangunan indis terhadap kondisi iklim tropis basah
dIgambarkan dengan ciri-ciri pokok bentuk plafon tinggi, overstek yang
cukup lebar, adanya beranda-beranda yang cukup dalam, baik di depan
atau di belakang rumah. Plafon yang tinggi akan mempunyai volume
ruang yang lebih besar, sehingga kemungkinan terjadi panas dalam
ruangan akibat radiasi dapat diperkecil. Overstek yang cukup lebar dapat
dipakai untuk menahan tampias air hujan, dan juga untuk pembayangan
terhadap tembok yang terkena sinar matahari langsung. Beranda depan
dan belakang merupakan adaptasi terhadap arsitektur tradisional Jawa.
Ruang kelas memuat kurang lebih 40 orang siswa. Terdapat
bangku-bangku yang dirancang satu bangku untuk dua orang. Daun
pintu dan daun jendela yang memiliki celah, menyebabkan di setiap
kelas tidak ada AC, hanya kipas angin di tengah ruang kelas bagian atas.
Setiap ruang kelas terdapat tIga macam bendera, yakni bandera merah
26
27
putih, bendera OSIS, dan bendera Pawitikra.
Ketiga bendera ini
diletakkan di salah satu sudut kelas bagian depan.
Pada dinding kelas terdapat satu set simbol negara, yakni gambar
presiden dan wakil presiden RI, serta lambang burung garuda. Dalam
tiap kelas terdapat satu buah papan tulis, white board, papan bank data
kelas, serta meja dan kursi guru. Sebagai sekolah bertaraf internasional,
setiap kelas juga dilengkapi dengan LCD, layar LCD, dan sound system.
Dinding pada setiap kelas juga dipakai untuk memajang hasil karya
siswa. Ruang kelas juga dilengkapi dengan loker. Kondisi seperti di atas
ditemukan di seluruh ruang kelas umum. Ruang kelas khusus merupakan
ruang kelas agama maupun ruang kelas lain seperti: ruang kelas
keterampilan, ruang UKS, dan sebagainya.
Sarana lainnya yakni ruang agama. Ruang agama meliputi: ruang
agama Kristen Katholik, ruang agama Kristen Protestan, dan ruang
agama Hindu. Ruang agama luasnya tidak sama dengan ruang kelas
pada umumnya. Ukurannya relatif lebih kecil karena siswa yang
beragama di luar Islam jumlahnya juga sangat sedikit. Pada waktu
pengamatan hari Sabtu, 28 Juli 2012, bertepatan sedang berlangsung
pelajaran agama Katholik, jumlah siswa hanya 7 orang dan puteri
semua.
Kelas agama Kristen dilengkapi dengan hiasan yang menunjukkan
ciri khasnya, seperti: lambang salib, gambar Yesus, Bunda Maria, ada
pula lambang burung garuda, dan beberapa tulisan dari Kitab Suci. Di
ruang agama Hindu, hiasan yang dipajang juga mewakili kekhasan
Hindu, seperti: gambar Siva, dewa-dewa Trimurti, kalender Hindu, dan
27
28
sebagainya. Ruang agama Hindu terletak di dekat deretan ruang kelas
VII, bagian timur dari komplek gedung sekolah dan luasnya relatif lebih
kecil dibandingkan dengan ruang agama Kristen maupun Katolik,
mengingat siswa beragama Hindu hanya satu atau dua orang.
5) Kultur Sekolah
SMP Negeri 5 Yogykarta memiliki motto ‘Think Globally,
Consistent to Perform Nationally’. Berpikir global menjadi suatu hal
yang vital dalam era globalisasi seperti saat ini, supaya siswa tidak
tertinggal dengan derap kemajuan zaman. Di satu sisi, siswa diharapkan
tidak meninggalkan budaya lokal dan kebangsaan Indonesia. Motto
tersebut kemudian diwujudkan dalam visi dan misi sekolah. Visi SMP
Negeri 5 Yogyakarta, yakni ‘Mengukir Prestasi Tinggi, Piawai
Mengasah Budi Pekerti, dan Unggul dalam Era Globalisasi’.
Misi SMP Negeri 5 Yogyakarta, yakni: menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif; menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran;
melaksanakan ‘kurikulum plus’; mencetak manusia berdaya apresiasi
seni tinggi; mencetak sumber daya manusia yang berdaya guna melalui
IPTEK;
melaksanakan
pembelajaran/bimbingan
yang
efektif;
menyuasanakan kondisi bersaing sehat; mengoptimalkan pencapaian
prestasi akademik/non-akademik; merealisasikan pencapaian berbagai
target; membangun spirit dan mentalitas keunggulan; melaksanakan
kegiatan yang bernuansa agamis; dan mengamalkan ajaran agama,
sebagai cermin perilaku keluhuran budi pekerti.
Visi dan misi sekolah diwujudkan dalam kehidupan sekolah
sehari-hari serta kegiatan-kegiatan sekolah. Kehidupan sekolah dimulai
28
29
pada pukul 07.00 wib sampai pukul 12.50 wib, untuk hari Senin. Hari
Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu mulai pukul 07.00 wib sampai pukul
13.20 wib. Hari Jumat, masuk dari pukul 07.00 wib sampai pukul 11.30
wib. Setiap pagi hari guru-guru sudah berdiri di halaman depan, di dekat
pintu gerbang untuk menyambut anak didiknya dengan bersalaman.
Tidak semua guru menyambut kedatangan siswa dengan bersalaman,
akan tetapi sudah menunjukkan upaya membangun kehidupan sekolah
untuk saling menghormati. Bersalaman menjadi kebiasaan pula di SMP
Negeri 5 Yogyakarta. Siswa bersalaman dengan guru setiap kali
bertemu. Paling tidak selama beberapa hari melakukan pengamatan,
terdapat kebiasaan yang sama.
Jam 07.00 wib bel berbunyi dan seluruh siswa masuk ke ruang
kelas masing-masing. Sebelum pelajaran di mulai, selama 15 menit ada
pendalaman keagamaan dengan mengaji bersama. Siswa di sekolah ini
beragam pula agamanya. Pada saat penelitian tilakukan pada Juli 2012Februari 2013 mayoritas siswa beragama Islam sebanyak 776 orang.
Siswa yang beragama Protestan sejumlah 44 orang, Katolik sebanyak 41
orang, dan siswa yang beragama Hindu sebanyak 3 orang. Kegiatan
mengaji ini dilakukan di dalam kelas bagi yang beragama Islam,
sedangkan siswa yang beragama Protestan, Katolik, dan Hindu berada di
ruang agama masing-masing. Untuk yang beragama Islam, mereka
mengaji dengan cara dipandu dari sentral, yakni melalui pengeras suara.
Hal ini dilakukan karena mayoritas siswa beragama Islam. Seperti
dinyatakan oleh Ev: “…..Sebetulnya itu istilahnya pendalaman agama.
Cuma karena mayoritas Islam, jadi yang disuarakan ke kelas-kelas pake
29
30
pengeras itu yang Islam, sedangkan yang lain, karena jumlahnya
sedikit, dikumpulkan di ruang agama masing-masing…”.
Sebagai sekolah favorit di Yogyakarta, SMP N 5 Yogyakarta
terbukti tidak hanya unggul dalam menghasilkan lulusan yang
berprestasi secara akademik, namun juga prestasi non-akademik.
Apabila masuk dari gerbang komplek gedung paling depan, maka tamu
akan langsung melihat dua buah etalase kaca besar. Di dalam etalase
kaca tersebut terdapat ratusan piala kejuaraan. Etalase kaca tempat
menyimpan piala bukti prestasi SMP N 5 Yogyakarta, terdapat pula di
lorong setelah ruang guru, satu komplek dengan deretan ruang kelas
VIII SBI 9, VIII SBI 8, VIII SBI 7, lorong, kemudian ruang kelas VIII
SBI 6, VIII SBI 5, dan VIII SBI 4. Etalase tersebut diberi nama “Galeri
Piala 3 dan Galeri Piala 4”.
“Galeri Piala 1 dan Galeri Piala 2” terdapat di dekat ruang piket
guru, setelah gerbang masuk bagian tengah komplek gedung paling
depan, yakni di tengah deretan ruang kelas IX SBI 4, IX SBI 5, IX SBI
6, IX SBI 7, dan IX SBI 8. Masing-masing komplek bangunan paling
depan, yakni di sebelah kanan dan kiri tempat piket, dilengkapi dengan
satu buah televisi dan beberapa papan pengumuman.
Prestasi non-akademik yang diraih sekolah ini, seperti: juara I
speech contest, juara I basket putra, juara I renang, juara I seni kriya,
juara I musik tradisi, juara I tari, juara I vocal group, juara I tae kwon
do, juara 2 dan 3 roket air, juara 2 LBB, juara dalam pidato agama, juara
nasyid, juara khutbah, juara cerita sejarah, juara karya iptek, juara desain
batik, juara I tonti putra dan tonti putri, juara I penyiar, dan masih
30
31
banyak kategori bidang lain. Prestasi akademik diantaranya: juara
matematika, bahasa Inggris, biologi, Olimpiade Sains Nasional (OSN)
biologi, fisika, IPS, olimpiade kebumian, dan pada mata pelajaran
lainnya.
Harmoni berusaha diwujudkan di SMP Negeri 5 Yogyakarta,
Harmoni diantara seluruh warga sekolah yang beraneka ragam kultural.
SMP Negeri 5 Yogyakarta memiliki siswa yang beragam agama (Islam,
Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Hindu), beragam status ekonomi
(kaya dan miskin), ada yang Jawa, etnis Cina, Manado, Kalimantan, dan
sebagainya.
Semboyan untuk mengutamakan harmoni dituangkan dalam
beberapa hal, seperti: pembagian kelas di awal yakni di kelas VII dengan
memperhatikan keseimbangan jumlah siswa laki-laki dan perempuan.
Pengejawantahan harmoni yang lain yaitu tampak tertuang dari mural
(lukisan pada tembok-tembok), hasil karya siswa, maupun integrasi
dalam mata pelajaran.
SMP Negeri 5 Yogyakarta merupakan sekolah yang dapat
dikatakan penuh dengan mural. Mural hampir terdapat di seluruh
tembok pagar sekolah bagian dalam. Tembok di dekat ruang parkir
kendaraan guru dan karyawan tampak indah dengan lukisan siswa yang
berisi banyak pesan-pesan positif, seperti: lukisan yang berisi pesan
untuk menjaga persatuan NKRI karya siswa kelas VII SBI 4, lukisan
peta wilayah Indonesia dengan gembar kepala orang dengan berbagai
ciri tertentu (ada yang pakai jilbab, ada yang matanya sipit, ada yang
berambut keriting, dan sebagainya), dan pesan untuk tidak membeda-
31
32
bedakan hak memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia
secara eksplisit tampak pada lukisan yang bertuliskan ‘education 4 all’,
serta masih banyak lagi lukisan-lukisan dengan membawa pesan-pesan
positif.
Pada seluruh tembok-tembok dan kayu untuk atap selasar
merupakan tempat yang strategis ‘eye catching’ bagi siapa saja yang
melewatinya
untuk
memudahkan
semua
warga
sekolah
mendarahdagingkan visi, misi, dan tujuan yang hendak dicapai sekolah.
Upaya untuk menyadarkan akan keragaman
tercermin dalam
ungkapan/semboyan yang dipakukan pada kayu selasar menuju komplek
ruang kelas VII SBI I, VII SBI 2, VII SBI 3, dan VII SBI 4, yakni
“Unity in Diversity”.
Hasil karya siswa berupa seni melukis di pot bunga tidak lepas
sebagai media untuk menanamkan kesadaran akan keragaman pula. Di
antara banyak lukisan di pot bunga terdapat lukisan kepala dengan wajah
yang menunjukkan wajah khas karakteristik ras tertentu dengan tulisan
‘People Living Life in Diversity’. Pada selasar menuju ruang kelas IX
SBI 2, IX SBI 1, VIII SBI 3, ruang kesiswaan, VIII SBI 2, dan ruang
kelas VIII Aksel 2, ditempel papan yang bertuliskan ‘One for all, all for
one’.
Semua warga sekolah diajak pula untuk senantiasa menjaga
kebersihan, seperti semboyan di papan kayu dekat ruang kelas VII SBI,
yakni: ‘Bersih itu Sebagian dari Iman’. Terdapat papan kayu yang
dihiasi dengan tulisan ‘AKAN KUCIPTAKAN SUASANA SEKOLAH
INI…..PENUH
RASA
KEKELUARGAAN.
TERJAMIN
32
33
KETERTIBAN DAN KEAMANANNYA. TERJAGA KEBERSIHAN
DAN KEINDAHANNYA’. Kekeluargaan yang ingin diciptakan juga
ditanamkan melalui semboyan ‘Class Our Friendship’. Semboyan
tentang perdamaian juga terlihat jelas pada lukisan siswa kelas 7 SBI.II,
yang dipasang pada kayu untu selasar menuju ruang layanan SBI.
Lukisan tersebut berisi semboyan: “Perdamaian adalah ketika….cinta
hidup tawa”.
Motto untuk tidak hanya menilai seseorang dari luarnya saja,
yang akan mengakibatkan prasangka negatif
tampak poster di atas
gawang kayu menuju aula yang bertuliskan: ‘Don’t Look Outside, but
Inside’. Sesuai dengan motto sekolah, yakni: ‘Think Globally, Consistent
to Perform Nationally’, salah satunya tampak pula pada tulisan di
dinding ruang TU bagian luar ‘Tarian dan lagu daerah adalah cermin
kekayaan budaya Indonesia. Apakah yang sudah kamu perbuat untuk
mereka?’.
Harmoni dalam konteks ini dimaknai sebagai keseimbangan dan
keselarasan antara antara budaya lokal dengan budaya
asing
(internasional). Batik, karawitan, dan seni kriya merupakan tIga diantara
budaya lokal yang tetap dilestarikan dan diajarkan kepada siswa. Batik,
di SMP Negeri 5 Yogyakarta menjadi mata pelajaran wajib, sedangkan
seni kriya dan seni karawitan menjadi mata pelajaran tambahan (ekstra
kurikuler), serta merupakan pilihan siswa yang berminat saja.
c. SMP N 8 Yogykarta
Sejarah SMP N 8 Yogyakarta diawali pada tahun 1954 di atas tanah
berukuran 9567m2. Sekolah ini pada mulanya merupakan
tempat
penyelenggaraan pendidikan SGP (Sekolah Guru Pertama). Pada tahun
33
34
1956, SGP ini berubah SGB II (Sekolah Guru Biasa), dan pada saat itu
dipimpin oleh Bapak Samidjo Hadi Supatmo, BA. Lalu pada tanggal 1
Agustus 1960, gedung SGB II diubah menjadi gedung SMP N 8
Yogyakarta.
Sampai saat ini, SMP N 8 Yogyakarta sudah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan bagi seluruh civitas akademika di
lingkungan SMP N 8 Yogyakarta. Beberapa infrastruktur dibangun,
diantaranya adalah masjid. Sekolah ini juga memperoleh status akreditasi
‘amat baik’. Pada tahun 2008, SMP ini memulai program RSBI yang
diterapkan khusus untuk dua kelas, yaitu kelas VII 9 dan kelas VII 10.
d. SMP IT Abu Bakar Yogyakarta
SMP IT Abu Bakar Yogyakarta adalah Lembaga Pendidikan Islam
dibawah naungan Konsorsium Yayasan MULIA, yang muncul sebagai
alternatif solusi dari keresahan sebagian masyarakat muslim yang
menginginkan adanya institusi pendidikan islam yang berkomitmen
mengamalkan nilai-nilai islam dalam sistemnya, dan bertujuan agar siswasiswinya mempunyai kompetensi seimbang antara ilmu kauniyah dan
qauliyyah, antara fikriyah, ruhiyah dan jasadiyah sehingga mampu melahirkan
generasi muda muslim yang berilmu, berwawasan luas dan bermanfaat bagi
umat.
Dengan berbekal semangat perubahan dan niat yang sungguh-sungguh,
maka pada tahun 2001/2002 lahirlah SMP Islam Terpadu Pertama di
Yogyakarta dengan nama SMP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta Islamic
Boarding and Full Day School. Enam tahun sudah SMP IT Abu Bakar
Yogyakarta telah berkiprah di dunia pendidikan, dan telah mampu meluluskan
siswa-siswinya dengan hasil yang memuaskan, baik dari kompetensi
akademik maupun non akademik, meski harus banyak berbenah diri belajar
dan terus belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada. Membimbing
Sepenuh Hati Agar Sholih dan Berprestasi adalah Motto kami, pendidikan
akhlaq, bahasa (Inggris dan Arab) serta Al-Qur’an merupakan program
uggulan kami. Semua ini kami upayakan agar SMP IT Abu Bakar Yogyakarta
mampu mencetak generasi yang siap mengambil peran-peran strategis dimasa
yang akan datang. Visi sekolah yaitu Melahirkan generasi muslim yang
berpribadi Qur’ani unggul dalam Bahasa, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Dan misi sekolah yakni:
34
35
1. Meningkatkan kualitas pembelajaran Ulumul Qur’an.
2. Menyelenggarakan program pembinaan pribadi Qur’ani secara intensif.
3. Meningkatkan program pembinaan dan pembiasaan berbahasa Arab &
Inggris.
4.
Melaksanakan
pembelajaran
secara
efektif
dan
menyenangkan.
Lima belas tahun yang lalu di Yogyakarta muncul lembaga pendidikan
Islam yang menamakan diri Sekolah Islam Terpadu (selanjutnya disingkat
SIT) ditambah dengan namafull day school dan boarding school. SIT ini
berdiri sejak dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Menengah
Atas. Siswa-siswa sekolah ini berada di sekolah sejak pagi sampai sore,
bahkan sebagian tinggal di asrama. Berturut-turut berdiri Taman Kanak- Islam
Terpadu (TKIT) Muadz Bin Jabal 1993/1994, Sekolah Dasar Islam Terpadu
(SDIT) Lukman Hakim 1995/1996, Sekolah Menengah Pertama Islam
Terpadu (SMPIT) Abu Bakar 2001/2002. Sekolah Menengah Atas Islam
Terpadu (SMAIT) Abu Bakar 2004/2005. Informasi yang ada menunjukkan
bahwa peminat SIT cukup banyak Di beberapa tempat peminatnya melebihi
sekolah-sekolah konvensional.
e. SMP N 15 Yogyakarta
SMP N 15 Yogyakarta sudah ada sejak sebelum kemerdekaan.
Sekolah ini merupakan sekolah teknik atau AMBA School. Sekitar tahun
1975, dengan adanya penataan sekolah, di DIY banyakSekolah Teknik
(ST) yang beralih fungsi menjadi SMP. Berdasarkan SK Mendikbud RI
No. 0259/o/1994 tanggal 5 Oktober 1994 tentang alih fungsi ST/SKKP
menjadi SMP, maka ST 8 beralih fungsi menjadi SMP N 19 Yogyakarta.
Pada tahun 1997 SMP N 19 berubah menjadi SLTP N 15 Yogyakarta.
Sekolah yang terletak di Jalan Tegal Lempuyangan No. 61,
Kecamatan Danurejan, Kabupaten/Kota Yogyakarta ini terus berbenah.
Terlebih setelah terjadinya bencana gempa bumi meluluhlantakkan semua
bangunan yang ada. Kini sekolah ini terus mengembangkan sarana
prasaranya dan prestasinya, sehingga memperoleh status akreditasi A
(Amat Baik).
35
36
2. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan
Komponen implementasi kurikulum 2013 yang diungkap dalam penelitian
ini meliputi: pemahaman guru terhadap buku pedoman guru dan buku teks
pelajaran; pemahaman guru terhadap proses dan penilaian pembelajaran,
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan
pelaksanaan penilaian pembelajaran. Responden dalam penelitian ini terdiri
dari 12 orang guru IPS yang telah melaksanakan kurikulum 2013. Komponenkomponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemahaman Guru terhadap Buku Pedoman Guru dan Buku Teks Pelajaran
Pada komponen ini semua guru sudah memahami buku pedoman guru
dan buku teks pelajaran. Guru sudah memahami isi buku panduan guru dan
memahami hubungan fungsional buku guru dengan proses pembelajaran dan
buku siswa. Terhadap buku siswa, semua responden sudah memahmi
substansi buku teks pelajaran, memahami hubungan aktivitas, sumber,
media/alat pembelajaran/penilaian dalam buku siswa dengan kompetensi
yang dikembangkan.
b. Pemahaman guru terhadap Proses dan Penilaian Pembelajaran
Pemahaman konsep pembelajaran saintifik juga sudah dipahami oleh
semua responden, begitu pula dengan penerapan pembelajaran dengan
metode saintifik. Semua responden juga memahami konsep penilaian.
Namun, untuk penerapan konsep penilaian, terdapat 1 responden yang tidak
paham.
c. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berkaitan dengan penyusunan RPP, semua responden sudah memiliki
pemahaman yang bagus. Hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan RPP
seperti: bagaimana menuliskan identitas dengan lengkap, menyusun
indikator dengan layak, menyusun tujuan pembelajaran, memilih materi ajar
yang sesuai, memilih dan menggunakan sumber belajar secara optimal,
merancang kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, serta
merancang kegiatan penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan. Untuk
komponen memilih dan memanfaatkan media pembelajaran secara optimal,
masih terdapat 1 responden yang tidak paham.
d. Pelaksanaan Pembelajaran
36
37
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan yang dikehendaki dalam
kurikulum 2013 seperti melakukan apersepsi, motivasi, penyampaian tujuan,
sudah dipahami oleh 12 responden. Komponen menguasai materi pelajaran
juga sudah dipahami oleh 11 responden. Hanya terdapat 1 responden yang
belum memahaminya.
Ke-12 responden juga sudah melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Komponen pelaksanaan pembelajaran dimana guru harus menerapkan
pembelajaran terpadu intra-mata pelajaran IPS/IPA (untuk mata pelajaran
yang relevan) sudah dipahami oleh 11 guru IPS. Terdapat 1 orang guru yang
tidak memahami pembelajaran terpadu intra-mata pelajaran. Komponen lain
seperti memanfaatkan sumber belajar/media dalam pembelajaran, pelibatan
peserta didik dalam pembelajaran, penggunaan bahasa yang tepat dan benar
dalam pembelajaran, serta menerapkan langkah menutup pembelajaran,
sudah dipahami oleh semua responden (12).
e. Pelaksanaan Penilaian Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa ke-12
responden sudah melakukan penilaian kompetensi sikap, melakukan
penilaian kompetensi pengetahuan, dan melakukan penilaian kompetensi
keterampilan. 11 responden sudah memahami akan memfasilitasi penilaian
oleh siswa, terdapat 1 orang responden yang tidak memahami komponen
memfasilitasi penilaian oleh siswa.
3. Kendala-Kendala Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran IPS
Penelitian
ini
juga
bertujuan
untuk
menggali
kendala-kendala
implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS. Kendala dalam hal ini
dilihat di 5 komponen implementasi pelaksanaan kurikulum 2013. Secara
umum kendala yang diperoleh meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Terkait dengan pemahaman guru terhadap buku pedoman guru dan buku
teks pelajaran
Pada komponen ini kendala yang muncul yaitu berkenaan dengan
komponen memahami isi buku panduan guru. Isi buku panduan guru tidak
cocok dengan silabus. Guru menjumpai kendala dalam hal memahami
konsep pembelajaran saintifik, terkadang saat menemui kelas yang kurang
37
38
aktif. Dalam memahami konsep penilaian, guru masih merasa kesulitan
yang dikarenakan bentuk penilaian sangat banyak.
Kendala lain yakni berkaitan dengan memahami substansi buku teks
pelajaran. Guru merasa uraian materi kurang mendalam, sehingga guru aktif
mengembangkan materi sendiri. 1 orang responden (EN) melihat materi
yang diajarkan diulang-ulang. Materi yang sudah diajarkan di kelas VII
diajarkan lagi di kelas VIII.
b. Terkait
dengan
pemahaman
guru
terhadap
proses
dan
penilaian
pembelajaran
Pada komponen ini, di 6 sekolah tempat penelitian, guru tidak
mengalami kesulitan. Komponen ini yakni pemahaman guru tentang
pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan berbasis proses keilmuan)
dan penilaian.
c. Terkait dengan penyusunan rencana pembelajaran
Komponen merancang kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik, 1 orang responden mengalami kesulitan karena untuk merancang
membutuhkan waktu dan pemikiran, pekerjaan yang berlipat ganda. Terkait
dengan komponen materi ajar yakni memilih materi ajar yang sesuai,
responden (EN) melihat materi sudah disesuaikan dengan silabus, sehingga
tidak bisa memilih. Demikian juga dengan komponen merancang kegiatan
penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan, 2 orang responden merasa
rumit di dalam merancang penilaian karena terlalu banyak yang
ditagih/diminta.
Terkait dengan komponen memilih dan memanfaatkan media
pembelajaran secara optimal, 3 orang responden (NR, RN & YK) merasa
belum optimal. Ketika komponen memilih dan menggunakan sumber belajar
secara optimal, guru menjumpai kesulitan ketika sumber belajar yang
berbasis IT tidak cukup memadai,jadi fasilitas kurang lengkap, sehingga
belum optimal pelaksanaannya.
d. Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran
Pada komponen kegiatan inti, guru harus menerapkan strategi
pembelajaran yang mendidik. Kendala yang dijumpai oleh guru (AF) adalah
38
39
dalam memilih variasi strategi sesuai dengan tema pembelajaran, dalam hal
sumber belajar, guru paling sering menggunakan video pembelajaran.
Dalam hal pelibatan peserta didik dalam pembelajaran, kendalanya yaitu
keaktifan siswa hanya meliputi dua hal, yakni dalam hal diskusi dan
mengungkapkan pendapat saat presentasi materi.
2 orang responden menghadapi kendala dalam komponen menguasai
materi pelajaran. Responden (SM dan YK) kurang mampu menguasai
materi IPS karena latar belakang pendidikannya bukan dari IPS melainkan
dari pendidikan sejarah. 1 orang responden mengatakan keterpaduan dalam
pembelajaran IPS menjadi kendala karena tuntutan keterpaduan itu
menuntut guru harus banyak belajar. 1 orang guru (YK) merasa belum
maksimal dalam menerapkan strategi pembelajaran yang mendidik.
Dalam hal komponen menerapkan strategi pembelajaran saintifik, 1
orang responden (NR) menjumpai kesulitan karena setelah dicoba
mengaplikasikan dalam pembelajaran IPS. Hal ini menurutnya karena guru
tidak bisa menentukan kegiatan mencoba yang sesuai dengan materi IPS.
Untuk komponen memanfaatkan sumber belajar/media dalam pembelajaran,
1 orang responden (YK) juga belum optimal (belum semua sumber belajar
digunakan). Selain itu, muncul di awal pelaksanaan yakni buku siswa belum
ada padahal KBM sudah berlangsung satu bulan lebih.
e. Terkait dengan penilaian pembelajaran
Teknik penilaian dalam kurikulum 2013 melibatkan teknik yang
banyak, meskipun demikian responden (AF dan LW) sudah membuat
rancangan penilaiannya, walaupun dalam pelaksanaannya belum optimal. 1
orang responden mengatakan kesulitan dalam komponen melakukan
penilaian kompetensi sikap. Ia merasa kesulitan dalam menilai sikap dan
spiritual karena sikap dan spiritual susah diamati dan kesulitan menilai
dengan pengamatan karena tidak dapat hafal nama semua siswa.
Terkait dengan penilaian pembelajaran, dalam menggunakan penilaian
antarteman, kurang mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
karena siswa cenderung tidak jujur dalam menilai temannya karena ada
perasaan tidak enak. 3 orang responden (NR, RN & SI) menghadapi
kesulitan dalam melakukan penilaian karena belum mampu membedakan
dan memahami penilaian proyek, portofolio dan tugas biasa. Kendala lain
39
40
yang dijumpai oleh guru yakni terkait dengan perangkat penilaian yang
sangat banyak, sehingga akan menghabiskan waktu jika dilaksanakan tiap
pelajaran. Banyaknya perangkat penilaian ini mengakibatkan guru merasa
kewalahan untuk menilai siswa satu per satu.
40
41
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari data penelitian yang diperoleh tentang implementasi kurikulum 2013
pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta, maka dapat disimpulkan:
1. Pelaksanaan kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta
berjalan dengan baik, yakni guru-guru IPS di Kota Yogyakarta telah
memahami beberapa komponen implementasi kurikulum 2013. Hal ini
dibuktikan dari angket dimana 12 responden, semua memberikan jawaban Ya.
Komponen-komponen
yang
dilihat
implementasinya
yakni
meliputi:
pemahaman guru terhadap buku pedoman guru dan buku teks pelajaran;
pemahaman guru terhadap proses dan penilaian pembelajaran; penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran; dan penilaian
pembelajaran.
2. Kendala-kendala yang muncul dalam implementasi kurikulum 2013 pada mata
pelajaran IPS yakni dalam komponen pelaksanaan pembelajaran dan penilaian.
Kendala tersebut tidak dihadapi oleh semua responden (12 orang) melainkan
hanya 2 orang guru IPS saja. Secara umum, dapat dikatakan implementasi
kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta tidak ada kendala
yang berarti. Dalam hal pelaksanaan pembelajaran, kendala yang dihadapi oleh
satu orang guru yakni dalam hal penguasaan materi pelajaran. Kendala ini
disebabkan karena latar belakang pendidikannya bukan IPS melainkan
pendidikan sejarah.
Kondisi ini mengakibatkan guru tersebut mengalami
kesulitan menerapkan komponen pembelajaran terpadu. Selain itu, kendala
yang terkait dengan memanfaatkan media pembelajaran.
Dalam hal penilaian kendala yang muncul yakni terkait dengan
penerapan konsep dasar penilaian. Penilaian dalam kurikulum 2013 harus
memunculkan penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kendala ini
bersumber dari banyaknya teknik penilaian dan guru mengalami kesulitan
karena tidak hapal siswa satu per satu. Kendala lain terkait dengan teknik
penilaian diri dan antarteman. Terkadang siswa ketika memberikan penilaian
diri dan antarteman tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Siswa masih
merasa tidak percaya diri jika menilai teman apabila nilai tersebut kurang baik.
41
42
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dari hasil penelitian ini dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di Kota Yogyakarta
sudah baik. Semua responden sudah memahami beberapa komponen dalam
implementasi kurikulum 2013, sehingga alangkah baiknya jika pemahaman
tersebut terus dipertahankan dan ditingkatkan pemahamannya terutama dalam
penguasaan materi, penerapan pembelajaran terpadu, pemanfaatan media
pembelajaran secara optimal, dan lebih menguasai konsep dasar penilaian.
2. Diantara responden masih mengalami kesulitan dalam memilih teknik
penilaian mana yang cocok untuk menilai kompetensi sikap, sebaiknya guru
hanya menggunakan teknik penilaian tertentu yang cocok dengan sikap yang
akan dinilai. Tidak semua teknik penilaian digunakan untuk menilai satu
kompetensi sikap.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Agus Salim. 2006. Teori dan paradigma penelitian sosial.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Cohen, Louis, Manion, Lawrence, & Morrison, Keith. 2000. Research methods in
education. London: RoutledgeFalmer.
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 2003. Pengantar statistika. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan. Bandung: ALFABETA.
43
44
Lampiran 1. Angket Penelitian
`ANGKET PENELITIAN
Nama
: ………………………………
Nama Sekolah : ………………………………
Mata Pelajaran: IPS
Kepada Yth. Bapak/Ibu guru pengampu mata pelajaran IPS. Dalam rangka penelitian
Kami dengan judul “Kendala-kendala implementasi kurikulum 2013 dalam mata
pelajaran IPS pada SMP di Kota Yogyakarta”, Kami mohon bantuan dan kerjasama
yang baik dari Bapak/Ibu guru agar berkenan mengisi angket terbuka dari Kami.
Hasil penelitian diharapkan dapat memetakan kendala-kendala yang muncul dalam
pelaksanaan kurikulum 2013. Apa yang Bapak/Ibu tuangkan dalam angkat penelitian
Kami tidak akan berdampak apapun terhadap Bapak/Ibu guru, namun kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi angket penelitian ini sedikit banyak akan berdampak pada
peningkatan pelaksanaan kurikulum 2013 dengan berangkat dari isian
masukan/kendala Bapak/Ibu .
Petunjuk Pengisian:
1. Angket ini menggali informasi dari Bapak/Ibu guru tentang pemahaman kurikulum
2013 yang meliputi: buku pegangan guru, buku pegangan siswa, RPP, Proses
pembelajaran dan Penilaian.
2. Kondisi Bapak/Ibu tentang lima hal tersebut di atas dapat diwujudkan dengan
memberi tanda checklist (V) pada salah satu kolom YA atau TIDAK.
3. Bapak/Ibu guru kami mohon untuk memberikan keterangan yang berupa kendalakendala pelaksanaan atau saran terkait kelima hal di atas.
Hormat Kami,
An.Tim Peneliti
Dr. Taat Wulandari.,dkk
NO
KOMPONEN
INDIKATOR
KONDISI
YA TIDAK
KETERANGAN/SARAN/
KENDALA
44
45
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
Buku
Guru
Panduan Memahami
isi
buku panduan guru
Memahami
hubungan
fungsional
buku
guru dengan proses
pembelajaran dan
buku siswa
Buku siswa
Memahami
substansi buku teks
pelajaran
Memahami
hubungan aktivitas,
sumber, media/alat
pembelajaran/penil
aian dalam buku
siswa
dengan
kompetensi yang
dikembangkan
Pendekatan
Memahami konsep
pembelajaran
pembelajaran
saintifik
saintifik
(pendekatan
Menerapkan
berbasis proses pembelajaran
keilmuan)
dengan
metode
saintifik
Penilaian
Memahami konsep
penilaian
Menerapkan
konsep penilaian
PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Identitas mata Menuliskan
pelajaran
identitas
dengan
lengkap
indikator
Menyusun
indikator dengan
layak
Tujuan
Menyusun tujuan
pembelajaran
pembelajaran
Materi ajar
Memilih
materi
ajar yang sesuai
Sumber belajar Memilih
dan
menggunakan
sumber
belajar
secara optimal
Media
Memilih
dan
pembelajaran
memanfaatkan
media
pembelajaran
secara optimal
45
46
7
8
1
2
3
1
Kegiatan
pembelajaran
Merancang
kegiatan
pembelajaran
dengan pendekatan
saintifik
Penilaian
Merancang
kegiatan penilaian
sikap, pengetahuan
dan keterampilan
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Kegiatan
Melakukan
pendahuluan
apersepsi, motivasi,
penyampaian
tujuan
Kegiatan inti
Menguasai materi
pelajaran
Menerapkan
strategi
pembelajaran yang
mendidik
Menerapkan
pendekatan
pembelajaran
saintifik
Menerapkan
pembelajaran
Terpadu Intra-mata
pelajaran IPS/IPA
(hanya untuk mata
pelajaran
yang
relevan)
Memanfaatkan
sumber
belajar/media
dalam
pembelajaran
Pelibatan peserta
didik
dalam
pembelajaran
Menggunakan
bahasa yang tepat
dan benar dalam
pembelajaran
Penutup
Menerapkan
pembelajaran
langkah menutup
pelajaran
PENILAIAN PEMBELAJARAN
Penilaian oleh Melakukan
guru
penilaian
kompetensi sikap
46
47
2
Melakukan
penilaian
kompetensi
pengetahuan
Melakukan
penilaian
kompetensi
keterampilan
Penilaian oleh Memfasilitasi
siswa
penilaian
oleh
siswa
47
Download