PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA SKRIPSI DIANTI DESITA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN DIANTI DESITA SARI. D14051159. 2009. Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Jakaria S.Pt, MSi Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Prevalensi obesitas semakin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia saat ini tergolong obes. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang. Jumlah penderita obesitas semakin meningkat dan kalangannyapun semakin luas. Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak secara berlebih di dalam tubuh. Proses obesitas ini dapat dilihat pada salah satu primata yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi dan diharapkan mengalami kegemukan (obesitas). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh pemberian pakan berenergi tinggi pada periode empat bulan kedua (delapan bulan) terhadap profil darah pada masa pembentukan monyet obes. Penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu Juli hingga Oktober 2008 di PT IndoAnilab Taman Kencana dan pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi dan Lipid, Pusat Studi Satwa Primata-IPB (PSSP-IPB), Bogor. Pemberian pakan pada 15 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dibagi dalam tiga kelompok sama banyak yang terdiri dari kelompok pakan A yang berbahan dasar lemak sapi dengan kandungan energi 4,48 Kal/kg dan kelompok pakan B berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur dengan kandungan energi 4,21 Kal/kg serta kelompok pakan C yaitu pakan komersial yang berbentuk biskuit (padat, kering dan agak keras) bermerk monkey chow dengan kandungan energi 4,67 Kal/kg. Peubah yang diamati adalah jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) dan diferensiasi sel darah putih (jumlah neutrofil, eosinofil, limfosit, monosit dan basofil). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa hematologi Macaca fascicularis sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh perlakuan pakan yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH). Periode yang tersarang pada perlakuan pakan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC), serta nyata (P<0,05) mempengaruhi jumlah monosit. Hubungan erat terjalin positif antar peubah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit serta pada MCV, MCH dan MCHC. Hubungan erat negatif terjalin antara jumlah limfosit dengan jumlah neutrofil. Pakan B sama pengaruhnya dengan pakan C (monkey chow) terhadap profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua. Kata-kata kunci: monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), obesitas, pakan energi tinggi, profil darah ABSTRACT Long-tailed Macaque’s (Macaca fascicularis) Haematology Fed by High Energy Diet for Four Months at Second Obese Periods Dianti D. S., Jakaria, and S. S. Mansjoer The aim of this research was to observe Macaque’s (Macaca fascicularis) blood and get information of the haematology. This research was done during four months with four times collected, at IndoAnilab, Taman Kencana, Bogor and were analysed in pathology and lipid laboratory of primate centre, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Bogor. Macaca fascicularis were being fed with three kinds of diets. Two kinds were high energy diet with different composition, both with tallow but one with yolk egg and the other one with monkey chow. There were fifteen adult males M. fascicularis and every five monkeys got different maintenance. This research observed erythrocytes number (million/ml), haemoglobin concentration (g/dl), hematocrit value (%), Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) the differentiations of leucocytes (eosinophil, neutrophil, basophil, lymphocyte and monocyte). The results of this research were high energy diet extremely significant (P<0.01) affected in erythrocytes number, haemoglobin concentration, hematocrit value, MCV and MCH. Periods nested in treatment extremely significant (P<0.01) affected in erythrocytes number, haemoglobin concentration, hematocrit value, MCHC and significant (P<0.05) affected in monocyte. Positive relationship was present between erythrocytes number, haemoglobin concentration and hematocrit value as well as MCV, MCH and MCHC. Negative relationship was present between lymphocyte and neutrophil. The highest influence showed in high energy diet with tallow and yolk egg. Keywords: haematology, high energy diet and long-tailed macaque (Macaca fascicularis) PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA DIANTI DESITA SARI D14051159 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA Oleh DIANTI DESITA SARI D14051159 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 20 Agustus 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Jakaria S.Pt, MSi Prof. Dr. Ir. Sri S. Mansjoer Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri M.Agr.Sc RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1987 di Palu, Sulawesi Tengah. Penulis adalah anak terakhir dari dua bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Bachruddin dan Ibu Tri Apriyani. Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1992 di TK Putra Palu dan pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 3 Palu. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMPN 1 Palu dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 1 Palu. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan sistem Mayor Minor dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan dalam acara IPB maupun acara Fakultas. KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, ilmu, dan atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran serta dalam dunia peternakan. Harapan penulis dalam menyusun skripsi ini yaitu penambahan pengetahuan terhadap profil darah pada individu yang mengkonsumsi makanan berenergi tinggi, khususnya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan manusia pada umumnya. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberi gambaran sehingga jumlah penderita penyakit yang disebabkan kelebihan bobot badan (obesitas) dapat dikurangi atau dicegah dengan metode yang tepat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta digunakan dalam pengembangan peternakan di masa yang akan datang. Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................. i ABSTRACT .................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ......................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... x PENDAHULUAN .......................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................... Perumusan Masalah ............................................................ Tujuan ................................................................................. Manfaat ............................................................................... 1 2 2 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3 Monyet Ekor Panjang ......................................................... Klasifikasi ............................................................... Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang ........................ Habitat dan Kandang ............................................... Karakteristik ............................................................ Pakan ....................................................................... Obesitas .............................................................................. Darah .................................................................................. Benda-benda Darah ............................................................ Sindrom Metabolik .............................................................. 3 3 4 5 6 7 11 13 14 17 METODE ........................................................................................ 19 Lokasi dan Waktu ............................................................... Materi ................................................................................. Hewan Percobaan ................................................... Kandang .................................................................. Pakan Penelitian ....................................................... Pemeriksaan Darah .................................................. Rancangan ........................................................................... Prosedur ............................................................................... Prosedur Umum ...................................................... 19 19 19 19 20 22 23 24 24 Pengambilan Contoh Darah .................................... Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah .......... Pengumpulan Data Kadar Hemoglobin .................... Pengumpulan Data Nilai Hematokrit ..................... Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) ................................................................. Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit, MCV, MCH, MCHC Menggunakan Alat (Hematology Analyzer) ............................................................... Pengumpulan Data Diferensiasi Leukosit ............. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 25 25 26 26 26 27 27 28 Profil Darah Monyet Ekor Panjang ................................... Pemeriksaan Darah Merah ............................................... Jumlah Sel Darah Merah ....................................... Kadar Hemoglobin ................................................. Nilai Hematokrit ..................................................... Mean Corpuscular Volume (MCV) ........................ Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) .............. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) .................................................................. Diferensiasi Sel Darah Putih ............................................. Jumlah Neutrofil ..................................................... Jumlah Eosinofil ..................................................... Jumlah Basofil ......................................................... Jumlah Limfosit ...................................................... Jumlah Monosit ....................................................... Hubungan Antar Sifat ........................................................ Bahasan Umum ................................................................. 37 38 39 40 42 42 44 45 51 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 55 Kesimpulan ....................................................................... Saran .................................................................................. 55 55 UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 57 LAMPIRAN ....................................................................................... 61 28 28 28 30 32 33 35 ii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa ........................ 8 2. Kandungan Beberapa Buah Segar per 100 gram ........................... 9 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal ............................................ 9 4. Keadaan Normal Fisiologis dan Biologis Monyet ......................... 12 5. Nilai Normal Hematokrit Monyet .................................................. 17 6. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik ........................................... 18 7. Komposisi Pakan A dan Pakan B yang Digunakan dalam Penelitian ........................................................................................ 20 8. Hasil Analisis Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan ..... 21 9. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Jumlah Sel Darah Merah Macaca fascicularis .......................................... 29 10. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Konsentrasi Hemoglobin Macaca fascicularis ............................. 31 11. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Nilai Hematokrit Macaca fascicularis ................................................... 32 12. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Volume (MCV) Macaca fascicularis ............. 34 13. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) Macaca fascicularis ... 35 14. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) Macaca fascicularis ...................................................................... 37 15. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Neutrofil Macaca fascicularis ....................................................... 39 16. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Eosinofil Macaca fascicularis ....................................................... 41 17. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Limfosit Macaca fascicularis ........................................................ 43 18. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Monosit Macaca fascicularis ........................................................ 44 19. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Bulan ke-4 ............................................ 46 20. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Bulan ke-5 ............................................ 47 21. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Bulan ke-6 ............................................ 49 22. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Bulan ke-7 ............................................ 50 23. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Bulan ke-8 ............................................ 51 24. Perubahan Nilai Hematologi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua ............................................................................................ 53 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis .................................... 4 2. Monyet Ekor Penjang (Macaca fascicularis) yang Menunjukkan Tanda Obesitas ................................................................................ 12 3. Kandang Individu, House Fan dan Alat Pembersih ........................ 19 4. Bentuk Pakan yang Digunakan dalam Penelitian ............................ 22 5. Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltax ......................... 23 6. Grafik Jumlah Sel Darah Merah Macaca fascicularis ..................... 30 7. Grafik Kadar Hemoglobin Macaca fascicularis ............................... 31 8. Grafik Nilai Hematokrit Macaca fascicularis ................................... 33 9. Grafik Mean Corpuscular Volume Macaca fascicularis .................. 34 10. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Macaca fascicularis ......... 36 11. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration Macaca fascicularis ....................................................................................... 38 12. Grafik Jumlah Neutrofil Macaca fascicularis ................................... 40 13. Grafik Jumlah Eosinofil Macaca fascicularis ................................... 41 14. Grafik Jumlah Limfosit Macaca fascicularis .................................... 43 15. Grafik Jumlah Monosit Macaca fascicularis ..................................... 45 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Ragam Jumlah Sel Darah Merah ............................. 64 2. Hasil Analisis Ragam Kadar Hemoglobin ..................................... 64 3. Hasil Analisis Ragam Nilai Hematokrit ........................................ 64 4. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Volume (MCV) ............ 64 5. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) ... 65 6. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) .................................................................. 65 7. Hasil Analisis Ragam Jumlah Neutrofil .......................................... 65 8. Hasil Analisis Ragam Jumlah Eosinofil .......................................... 65 9. Hasil Analisis Ragam Jumlah Limfosit ........................................... 66 10. Hasil Analisis Ragam Jumlah Monosit ........................................... 66 PENDAHULUAN Latar Belakang Perhatian terhadap masalah kesehatan akhir-akhir ini semakin meningkat. Prevalensi obesitas saat ini semakin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia tergolong overweight atau obes. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang karena kesejahteraan masyarakat meningkat dan berkembangnya tempat-tempat makanan siap saji. Prevalensi obesitas di Eropa berkisar antara 10-40% dalam 10 tahun terakhir ini. Kini, banyak masyarakat di negara berkembang, seperti Indonesia, mengalami masalah kegemukan (obesitas). Kegemukan biasanya disebabkan ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan yang dibutuhkan oleh tubuh itu sendiri. Obesitas adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang dapat menyebabkan berbagai efek negatif bagi tubuh. Orang yang dianggap obes adalah yang memiliki Body Mass Index (BMI) 30 kg/m2 atau lebih. Anggapan lain yaitu bila seseorang memiliki kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak dengan bobot badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran bobot badan normal. Faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas antara lain genetik, lingkungan dan psikis. Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi, antara lain penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, hipertensi, stroke dan penyakit jantung, sehingga penting untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap metabolisme tubuh. Proses obesitas dapat terjadi pada salah satu primata yang dijadikan hewan percobaan agar mengalami kegemukan dengan memberi pakan yang berenergi tinggi. Hal ini disebabkan satwa primata merupakan mamalia yang memiliki banyak kemiripan dengan manusia dalam hal anatomi maupun fisiologi. Jenis satwa primata yang sering digunakan dalam penelitian adalah monyet Asia, terutama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) karena mudah ditemukan dan dapat ditangkarkan. Informasi mengenai profil darah pada tubuh satwa primata yang diberikan pakan berenergi tinggi diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran bagi manusia yang biasa mengkonsumsi pangan berenergi tinggi, meskipun proses primata ini untuk kemudian menjadi obese tidak terjadi dalam hitungan bulan. Hal ini penting mengingat obesitas tidak hanya menyebabkan adanya perubahan fisik yang mengganggu aktivitas, tetapi juga memicu terjadinya penyakit lain yang berhubungan dengan darah atau saluran pembuluh darahnya. Perubahan fisiologis dapat merubah gambaran darah. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, jenis kelamin, keadaan gizi, latihan, kesehatan, cekaman, proses produksi darah, emosi, kebuntingan dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan. Perumusan Masalah Hewan obes diperlukan untuk percobaan dalam bidang kesehatan manusia. Meningkatnya penelitian di bidang itulah, maka kini kebutuhan terhadap monyet obes meningkat. Pembentukan monyet obes telah dilakukan pada periode empat bulan pertama dan hasilnya belum memperlihatkan signifikansi pada ciri-ciri hewan obes serta perubahan hematologi yang terjadi tidak mengganggu fisiologis dan metabolis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan pada empat bulan berikutnya, meliputi aktivitas makan serta kemungkinan perubahan dalam kesehatan yang ditunjukkan pada perubahan hematologi yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) dan diferensiasi leukosit (neutrofil, eosinofil, limfosit, monosit dan basofil). Tujuan Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi pengaruh pemberian pakan berenergi tinggi pada periode empat bulan kedua terhadap profil darah pada masa pembentukan monyet obes. Manfaat Hasil penelitian dapat memberikan informasi secara spesifik tentang karakteristik profil darah hewan model monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai indikator terjadinya metabolik sindrom pada proses obesitas. 2 TINJAUAN PUSTAKA Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Klasifikasi dan Morfologi Menurut Lang (2006) taksonomi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primata Sub Ordo : Anthropoidea Infra Ordo : Catarrhini Super Famli : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Genus : Macaca Spesies : Macaca fascicularis Sub Spesies : M. f. atriceps, M. f. aurea, M. f. condorensis, M. f. fascicularis, M. f. fusca, M. f. karimondjawae, M. f. lasiae, M. f. philipines, M. f. tua, M. f. umbosa. Monyet ekor panjang sering disebut juga long-tailed macaque, crab eating monkey, dan cinomolgus monkey. Nama lokal monyet ekor panjang di berbagai daerah di Indonesia adalah Cigaq (Minangkabau), Karau (Sumatera), Warik (Kalimantan), Warek (Dusun), Bedes (Tengger), Ketek (Jawa), Kunyuk (Sunda), Motak (Madura) dan Belo (Timor) (Supriatna dan Wahyono, 2000). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quandrapedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan. Disamping itu memiliki bantalan duduk (ischial sallosity) yang melekat pada tulang duduk (ischial) dan memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches) (Napier dan Napier, 1985). Lekagul dan McNeely (1977) juga menjelaskan Macaca fascicularis dinamakan monyet ekor panjang karena memilki ekor yang panjang, berkisar antara 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan tubuh. Ukuran tubuh jantan adalah 412 mm hingga 648 mm dengan bobot badan 4,7 kg hingga 8,3 kg. Betina mempunyai panjang 385 mm hingga 503 mm dan bobot badan 2,5 kg hingga 5,7 kg. Ekor berbentuk silindris dan muskular serta ditutupi oleh rambut. Monyet ekor panjang dapat dilihat pada Gambar 1. Sumber: NBII (2009) Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memiliki panjang tubuh berkisar antara 385 mm hingga 668 mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5 kg hingga 8,0 kg, sedangkan bobot tubuh rata-rata betina 3 kg. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa monyet jantan dewasa mempunyai bobot badan berkisar antara 5,5 kg hingga 10,9 kg dan betina antara 4,3 kg hingga 10,6 kg. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai dua warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely, 1977). Napier dan Napier (1985) secara umum menyatakan warna bulu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) agak kecoklatan sampai abu-abu, pada bagian punggung lebih gelap dibanding dengan bagian perut dan dada, rambut kepalanya pendek tertarik kebelakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat, ekornya tertutup bulu halus. Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena secara anatomis dan 4 fisiologis satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi et al., 1993). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jenis satwa primata yang sangat sering digunakan dalam penelitian adalah monyet asia, terutama Monyet rhesus (Macaca mulata) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Bennett et al. (1995) menyatakan bahwa nilai ilmiah satwa primata untuk penelitian biomedis diperoleh dari persamaan ciri anatomi dan fisiologis karena kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek. Menurut Sulaksono (2002), bahwa variasi nilai rujukan parameter faal Macaca fascicularis menurut sentra hewan dan jenis kelamin, masih dalam batas yang dapat ditolerir untuk hewan percobaan yang dipelihara dengan kondisi pemeliharaan konvensional, sehingga dengan demikian para peneliti Indonesia yang menggunakan kera sebagai model penelitiannya dapat menggunakan nilai rujukan tersebut sebagai salah satu referensinya. Pemeliharaan monyet sebagai hewan penelitian harus memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh sebuah komisi kesejahteraan hewan. Menurut Moss (1992) kesejahteraan dalam arti luas yaitu menyangkut masalah fisik atau mental dari hewan dan dapat bertingkah laku sesuai dengan kebiasaannya di alam bebas. Komisi kesejahteraan memperhitungkan keselamatan hewan, orang disekitarnya dan kemungkinan terjadi kecelakaan kerja. Komisi tersebut memutuskan yang terbaik bagi hewan yaitu mendapat cukup kebebasan dalam bergerak tanpa kesulitan berputar, merawat diri, berdiri, berbaring dan merengangkan badan. Komisi ini juga mempertimbangkan keadaan pakan yang diberikan. Hewan harus terbebas dari rasa lapar dan haus. Habitat dan Kandang Habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar mulai dari hutan hujan tropika, hutan musim sampai hutan rawa-mangrove. Disamping itu juga terdapat di hutan iklim sedang (Cina dan Jepang) (Napier dan Napier, 1985). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup pada habitat hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1.000 m di atas permukaan laut. 5 Menurut Napier dan Napier (1985), habitat dan penyebarannya ditentukan oleh beberapa hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup yaitu sumber makanan, sungai atau mata air, dan pohon untuk tidur dan beristirahat. Keterbatasan sumber makanan dan minuman menyebabkan kemungkinan adanya daerah tertentu yang merupakan daerah jelajah dari dua kelompok atau lebih. Perkelahian kelompok sering terjadi untuk memperebutkan wilayah jelajah tersebut. Kandang monyet harus mempertimbangkan keperluan tingkah laku, emosi, dan sosial. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tidak boleh dikandangkan sendirian dan terpencil, karena akan menimbulkan suatu bentuk cekaman yang mengganggu proses tingkah laku dan fisiologi normal. Satwa primata harus dikandangkan di ruang atau daerah sejauh mungkin dari kandang hewan lain. Syarat ini untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan keamanan dalam memelihara (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sajuthi (1984) menyatakan, kandang monyet harus dibuat dengan konstruksi yang kuat. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan dari monyet itu sendiri. Jenis kandang kelompok yang terbuat dari ram kawat perlu dilengkapi tempat peristirahatan yang agak tinggi dan bentuknya harus memadai. Kandang individu harus dilengkapi dinding belakang geser (kandang jepit), sehingga monyet dapat didorong ke bagian depan kandang. Fungsi kandang tersebut untuk mempermudah dalam melakukan pemeriksaan, pemberian obat atau penyuntikan dan penanganan lain yang harus dilakukan terhadap monyet tersebut. Setiap jenis kandang baik kandang kelompok maupun kandang individu harus dilengkapi dengan tempat makan dan minum yang memadai dan cukup kuat. Karaktiristik Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa monyet ekor panjang bersifat diurnal (aktivitas harian pada siang hari), teresterial (banyak melakukan aktivitas di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa. Monyet ekor panjang hidup dalam grup dengan sistem multimale atau multifemale yang terdiri dari 6–58 individu. Sistem hierarki di dalam grup berdasarkan sistem metrilineal. Menurut Davies dan Krebs (1978), tingkah laku atau aktivitas hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam individu. Faktor dari 6 dalam antara lain hormon dan sistim syaraf, sedangkan faktor luar yang berpengaruh terhadap aktivitas hewan adalah cahaya, suhu, suara dan kelembaban. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa genus Macaca sp. memiliki lama hidup 25–30 tahun, lama bunting 167 hari, umur disapih 5–6 bulan, umur dewasa 4,5–6,5 tahun, umur dikawinkan 36–48 bulan, siklus estrus 31 hari, periode estrus tiga sampai empat hari. Perkawinan terjadi sewaktu-waktu, ovulasi spontan pada hari kedua belas atau ketiga belas pada siklus estrus, implantasi 15–21 hari sesudah fertilisasi, jumlah anak satu ekor, jarang terjadi beranak dua ekor. Pakan Ransum berupa campuran beberapa jenis bahan pakan yang diberikan kepada hewan untuk sehari semalam selama seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Hewan mengkonsumsi pakan bertujuan untuk mendapatkan zat-zat makanan yang berguna dalam berbagai proses dan fungsi dalam tubuhnya, seperti kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Monyet akan menghentikan konsumsinya jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi (Ensminger et al., 1990). Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) termasuk hewan omnivora atau pemakan segala macam makanan. Jenis makanan yang dimakan oleh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) antara lain buahbuahan, akar-akaran, daun-daunan, serangga, hasil pertanian dan molusca. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa dalam keadaan liar, monyet mencari berbagai makanan seperti buah-buahan, akar, daun muda, serangga, tempayah, bijibijian, keong, bangsa udang dan telur burung. Inglis (1980) menyatakan, bahwa kandungan zat makanan monyet terdiri 45-55% karbohidrat, 15-20% protein kasar, 3-5% lemak kasar, 2,5-5,5% serat kasar, 0,86% kalsium dan 0,47 fosfor. Makanan yang diberikan setiap hari sejumlah 4% dari bobot badan satwa (Sajuthi, 1984). Menurut Junaedi (2001), pakan yang diberikan untuk monyet jantan dewasa 160 g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80 g/ekor/hari. Kebutuhan nutrisi bagi monyet ekor panjang dewasa dapat dilihat pada Tabel 1. 7 Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa Zat makanan Kadar Protein kasar (%) 8,00 Serat Kasar (%) 2,00-8,00 Lemak (%) 5,00-9,00 Essential n-3 fatty acids (%) 0,50 Essential n-6 fatty acids (%) 2,00 Ca (%) 0,55 P (%) 0,33 Mg (%) 0,04 -1 Fe (mg·kg ) 100,00 -1 44,00 Mn (mg·kg ) -1 Cu (mg·kg ) 15,00 -1 10.000,00-15.000,00 -1 2.000,00-9.000,00 -1 68,00 Vitamin A (IU·kg ) Vitamin D (IU·kg ) Vitamin K (IU·kg ) -1 Thiamin (mg·kg ) 15,00-30,00 -1 Riboflavin (mg·kg ) 25,00-30,00 -1 Asam pantotenik (mg·kg ) -1 Niasin (mg·kg ) 20,00 50,00-110,00 -1 Vitamin B6 (mg·kg ) -1 4,40 100,00 Biotin (mg·kg ) -1 1,50 Folasin (mg·kg ) 1 Vitamin B12 (mg·kg ) -1 0,01 Vitamin C (mg·kg ) 1,00-25,00 Energi (Kal/kg/hari) 0,72-1,20 Sumber : National Research Council, 2003 Iwamoto (1980) menyatakan, bahwa komposisi nutrisi pakan alami pada umumnya terdiri atas daun-daunan yang banyak mengandung selulosa struktural dan buah-buahan serta biji-bijian yang banyak mengandung lipida. Pakan yang sengaja dibuat pada umumnya memiliki kandungan sedikit serat kasar, karbohidrat yang mudah tersedia (seperti ubi jalar, apel, gandum dan padi), protein kasar (seperti kacang kedelai) atau lipid (seperti kacang tanah), yang ketiga zat makanan tersebut proporsinya dalam ransum cukup tinggi. 8 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat tumbuh baik di dalam kandang dengan makanan yang terdiri dari buah-buahan, nasi, roti, dedaunan hijau yang ditambah daging, susu, telur dan lain-lain. Masing-masing jenis makanan mempunyai proporsi yang tersendiri bagi monyet (Junaedi, 2001). Monyet yang dikandangkan dapat diberi makanan dalam bentuk pelet yang mengandung protein kasar 24,0%, lemak 7,5% dan serat kasar 2,5%. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mengkonsumsi buah-buahan 86%, rumput 7%, daun 2% dan tanah 1% (Ismanto, 1999). Kandungan dari beberapa buah yang dikonsumsi monyet ekor panjang dapat dilihat pada Tabel 2 dan komposisi zat makanan ransum impor (monkey chow) dan ransum berbahan baku pakan lokal dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Kandungan Beberapa Buah Segar per 100 gram Kandungan per 100 gram buah segar Nama Buah Energi Protein (kal/g) Karbohidrat Lemak Serat ------------------- (%) -------------------- Vit A (ui) Vit Vit B6 C ----- (mg) ----- Vit Vit E K ---- (µg) ---- Apel 52 0,26 13,81 0,17 2,40 54 0,04 4,60 0,18 2,20 Jambu biji 68 2,55 14,32 0,95 5,40 624 0,11 228,30 0,73 2,60 Jeruk 47 0,94 11,75 0,12 2,40 200 0,04 50,00 0,04 0,10 Mangga 65 0,51 17,00 0,27 1,80 765 0,13 27,70 1,12 4,20 Pepaya 39 0,61 9,81 0,14 1,80 1094 0,02 61,80 0,73 2,60 Pisang 89 1,09 22,84 0,33 2,60 64 0,37 8,70 0,10 0,50 Sumber : Kelpiesoft (2008) Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal Zat Makanan Ransum Impor Serat kasar (%) Ransum Lokal* Ransum Lokal** 5,18 2,63 2,81 27,20 19,97 15,00 Lemak (%) 4,90 4,63 4,51 Kalsium (%) 1,31 0,89 0,67 Fhosfor (%) 1,09 0,62 0,48 4.386,00 3.717,00 4.145,00 Protein kasar (%) Energi bruto (kal/kg) Keterangan : * Mustaqimatin (1998) ** Rohman (1993) 9 Menurut Rohman (1993) ransum lokal yang layak untuk menggantikan ransum impor (monkey chow) adalah ransum yang mempunyai kandungan protein 15%. Mustaqimatin (1998) menyatakan, bahwa ransum berbahan baku lokal dapat menggantikan ransum impor (monkey chow) dengan kandungan protein sebasar 19,97%. North (1984) menyatakan, bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi tergantung pada bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan. Wiseman dan Cole (1990) menyatakan, bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas ransum yang tergantung pada cita rasa (flavour), suhu, ukuran, tekstur dan konsistensi pakan. Mustaqimatin (1998) menyatakan, ransum dengan bahan baku lokal kurang disukai oleh monyet dibanding dengan ransum impor. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan untuk mengkonsumsi pakan yang sudah terbiasa diberikan kepada monyet. Astuti et al. (2007) menyatakan, dengan pembiasaan pakan terlebih dahulu, konsumsi pakan lokal lebih tinggi dari pada pakan impor (monkey chow). Monyet-monyet yang diberi ransum buatan ternyata akan mengkonsumsi pakan lebih rendah daripada yang diberi ransum alami. Hal ini diduga karena adanya serat kasar yang rendah atau kandungan energi yang tinggi pada ransum buatan (Iwamoto, 1988). Mustaqimatin (1998) juga menyatakan, bahwa ransum yang mempunyai kandungan protein dan energi tinggi mempunyai tingkat konsumsi yang rendah. Menurut McDonald et al. (2002), pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok serealia atau biji-bijian (jagung, gandum, sorgum), kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan), kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya) dan kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria. Bennet et al. (1995) mendefinisikan pakan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,2 kkal/kg, terdiri dari 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohidrates (sukrosa dan dextrin). North (1984) berpendapat, 10 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain kesehatan ternak, keaktivan, jenis kelamin, jumlah konsumsi ransum dan temperatur. Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa, pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, individu, jenis kelamin dan kesehatan. Cekaman dapat menurunkan bobot badan dan ketahanan terhadap penyakit. Cekaman terhadap hewan disebabkan oleh temperatur, umur, pemberian pakan yang berbeda, pengelolaan dan kehadiran orang lain. Menurut Anggorodi (1979), pertambahan bobot badan tidak hanya dipengaruhi konsumsi ransum tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti konversi ransum, aktivitas fisik dan genetik. Obesitas Obesitas disebabkan oleh bebarapa faktor yaitu faktor genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya (Racette et al., 2003). Menurut The World Health Organization (2008) bahwa standart BMI (Body Mass Index) orang Eropa untuk overweigh adalah lebih dari sama dengan 25 dan BMI untuk obesitas adalah lebih dari sama dengan 30. BMI untuk orang Asia normal adalah 18,5 hingga 22,9 sedangkan untuk golongan overweight adalah lebih dari sama dengan 23, preobesitas adalah 23,0 hingga 27,5; BMI untuk obesitas adalah 27,6 hingga 40 dan sangat obesitas adalah lebih dari sama dengan 40. BMI dihitung dengan membagi bobot badan (kg) dengan tinggi badan yang dipangkat dua (m2), namun untuk monyet ekor panjang dilakuakan modifikasi perhitungan yaitu dengan membagi bobot badan (kg) dengan tinggi duduk yang dipangkat dua (m2). Menurut Adam (2006), banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur Body Mass Index (BMI). Selain dengan menggunakan BMI, obesitas juga dapat diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak yang terdapat di abdomen baik subkutan maupun intra abdominal (visceral abdomen). Jaringan intra abdominal terdiri atas lemak intraperitoneal (omentum dan mesenteric) dan retroperitoneal. Lemak di dalam tubuh didistribusikan (ditimbun) terutama pada dua tempat yang berbeda yaitu pada bagian perut (abdomen) dan bagian bokong (gluteus). Lemak tubuh pria banyak didistribusikan di bagian atas tubuh yaitu bagian perut. 11 Sumber: NBII (2009) Gambar 2. Monyet Ekor Penjang (Macaca fascicularis) yang Menunjukkan Tanda Obesitas Gambar 2 menunjukkan monyet yang mulai memiliki lipatan lemak di beberapa bagian tubuhnya. Obesitas terjadi pada monyet ekor panjang jantan dan betina, baik dewasa atau remaja. Monyet ekor panjang memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak disekitar perut. Keadaan normal fisiologis dan biologis monyet dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Keadaan Normal Fisiologis dan Biologis Monyet Parameter (Satuan) M. mulatta M. fascicularis Papio spp. Bobot jantan dewasa (kg) 6-11 4-8 22-30 Bobot betina dewasa (kg) 4-9 2-6 11-15 35-50 30-54 22-35 Detak jantung (detak/menit) 98-122 115-243 85-90 Suhu rektal : a. oF b. oC 98-103 37-39 98-103 37-39 98-103 37-39 Konsumsi air per hari (ml) 400-600 350-950 400-600 Konsumsi pakan per hari (g) 400-600 350-550 1000-1500 - 150-550 150-400 50-96 55-75 50-70 Kecepatan respirasi (per menit) Jumlah urin per hari (ml) Volume darah (ml/kg) Sumber: Fortman et al. (2002) 12 Monyet ekor panjang yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan tandatanda obesitas dengan Body Mass Index (BMI) sampai 61,57 kg/m2 pada jantan dan 60,07 kg/m2 pada betina (Putra et al., 2006). Obesitas dapat disebabkan oleh virus penginfeksi lemak yang berasal dari golongan adenovirus-36. Adenovirus biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, bahkan lewat air. Virus lemak ini cara penularanya sama seperti flu biasa dari seorang yang terinfeksi kepada orang yang tidak terinfeksi (Kurnianingsih, 2005). Selain itu juga, obesitas dapat dipengaruhi secara genetik. Sampai saat ini, terdapat tujuh gen penyebab obesitas pada manusia yaitu leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alfa MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5tBiedl, dan Dunnigan partial lypo-dystrophy (Merdikoputro, 2006). Darah Darah merupakan jaringan yaitu sekumpulan sel yang sama dan mempunyai fungsi tertentu dalam tubuh. Tortora dan Anagnostakos (1990) mengelompokkan peranan penting darah menjadi tiga fungsi utama yaitu fungsi transportasi, fungsi pengaturan dan fungsi pertahanan tubuh. Darah mendistribusikan oksigen dari paruparu ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Makanan yang telah dicerna pada saluran pencernaan diangkut oleh darah ke seluruh sel. Darah juga mengangkut sisa metabolisme seperti urea, asam urat, creatine, air, karbondioksida dibawa keluar tubuh melalui ginjal, paruparu, kulit dan saluran pencernaaan oleh darah. Disamping itu, darah juga berperan penting dalam mengangkut hormon dari kelenjar endokrin dan enzim ke organ-organ lain di dalam tubuh (Rastogi, 1977). Fungsi pengaturan ditujukan agar kondisi tubuh tetap dalam keadaan homeostatis. Dalam hal ini, darah berperan dalam menjaga keseimbangan pH dan komposisi elektrolit dalam cairan interstisial dan mengatur suhu tubuh tetap normal dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh melalui oksidasi karbohidrat dan lemak, serta menjaga keseimbangan air tubuh melalui pertukaran air antara darah dengan cairan yang terdapat pada jaringan. Fungsi ketiga yaitu fungsi pertahanan tubuh. Darah mengandung komponen-komponen yang dapat menjaga tubuh dari benda asing dan infeksi. Disamping itu, terdapat mekanisme pembekuan darah 13 apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah untuk mencegah terjadinya kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (Rastogi, 1977). Benda-benda Darah Darah akan menghasilkan dua fraksi yang berpisah apabila disentrifusi yaitu fraksi padatan yang disebut butir-butir darah dan fraksi plasma. Butir darah dapat digolongkan menjadi 3 komponen penting yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan platelet atau trombosit (Rastogi, 1977). Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf. Eritrosit mempunyai diameter sebesar 7,5μ (Frandson, 1986). Dalam proses pembentukannya, eritrosit kehilangan organela dan kekurangan mitokondria, ribosom dan nukleus (Martini et al., 1992). Walaupun jumlah eritrosit dalam peredarannya bervariasi, dalam keadaan normal terdapat 4,5-5,5 juta sel dalam setiap mm3 darah (Marieb, 1988). Rastogi (1977) menyatakan bahwa warna merah pada darah disebabkan adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah kompleks protein dan besi. Hemoglobin mengikat oksigen dalam bentuk oksihemoglobin dan CO2 dalam bentuk karboksihemoglobin. Semakin banyak jumlah molekul hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah, semakin banyak oksigen yang dapat diikat. Kadar rata-rata hemoglobin darah normal pada adalah 12-18 gram per 100 ml darah (Marieb, 1988). Hematokrit menunjukkan berapa banyak ruang di dalam darah yang berhubungan dengan sel darah merah. Hal ini sangat berguna untuk mengevaluasi apakah seseorang menderita anemia atau tidak. Thalassemia adalah sebuah kondisi dimana jumlah sel darah merah meningkat namun mengalami penurunan ukuran dan hematokrit. Nilai hematokrit berkurang ketika ukuran atau jumlah sel darah merah menurun. Hal ini menyebabkan anemia, namun kondisi lain memiliki dampak yang sama yaitu apabila terjadi pendarahan yang berlebihan, kerusakan sel akibat katub jantung, sakit liver, dan kanker sum-sum tulang. Nilai hematokrit meningkat ketika ukuran atau jumlah sel darah merah meningkat, seperti pada polycythemia (Wikipedia, 2008). Jumlah eritrosit dalam peredaran darah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, keadaan gizi, masa laktasi, kebuntingan, produksi telur, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, waktu harian, temperatur lingkungan dan ketinggian (Swenson, 1984). Jika jumlah eritrosit dalam setiap mm3 14 darah meningkat, viskositas darah ikut meningkat dan darah mengalir lebih lambat. Sebaliknya jika terjadi penurunan dalam jumlah eritrosit, darah akan menjadi encer dan mengalir lebih cepat. Hematokrit merupakan tes yang rutin dilakukan untuk menentukan kenormalan jumlah eritrosit. Hematokrit dianggap setara dengan volume sel darah merah. Hematokrit normal berkisar antara 42-47%. Hematokrit dalam jumlah yang normal menunjukkan jumlah eritrosit normal (Marieb, 1988). Jumlah sel darah merah, hematokrit atau hemoglobin dapat dijadikan sebagai petunjuk anemia dan polycythemia. Colville dan Bassert (2002) mendefinisikan anemia adalah kondisi patologis disebabkan karena terjadinya penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen. Diagnosis tipe anemia dapat dilakukan dengan menghubungkan pengukuran jumlah sel darah merah, hematokrit dan hemoglobin terhadap derivatnya yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). MCV merupakan ukuran rata-rata sel darah merah. MCH merupakan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. MCHC merupakan kadar hemoglobin relatif terhadap ukuran sel setiap sel darah. Eritrosit dengan ukuran per volume normal (MCV normal) disebut normocytic. Saat MCV lebih tinggi dari normal disebut macrocytic, sedangkan saat lebih rendah disebut microcytic. MCH dengan nilai normal disebut normochromic anemia. Jika nilai MCH lebih rendah dari nilai normal disebut hypochromic anemia, sedangkan jika lebih besar dari nilai normal disebut hyperchromic anemia. Eritrosit yang mengandung kadar hemoglobin normal (MCHC normal) disebut normochromic. Saat MCHC abnormal lebih rendah disebut hypochromic dan MCHC abnormal lebih tinggi disebut hypercromic (McGill Virtual Lab, 2009). Anemia memiliki banyak tipe berdasarkan penyebabnya. Berikut ini dijabarkan tipe-tipe anemia dan penyebabnya (McGill Virtual Lab, 2009): a. Normocytic atau normochromic anemia disebabkan oleh kehilangan banyak darah, kerusakan klep jantung, tumor atau aplastic anemia. b. Microcytic atau hypochromic anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, keracunan timah atau thalassemia. c. Microcytic atau normochromic anemia disebabkan oleh kekurangan hormon erythropoietin karena gagal ginjal; 15 d. Macrocytic atau normochromic anemia sebagai akibat dari kemoterapi, defisiensi folat atau vitamin B12. Polycythemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah yang di atas nilai normal. Terdapat tiga tipe polycythemia menurut Colville dan Bassert (2002) sebagai berikut: 1. Polycythemia relatif, terjadi melalui kehilangan cairan pada darah (hemoconcentration). Biasa terjadi pada hewan yang mengalami dehidrasi karena muntah, diare, keringat berlebihan, dan tidak mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup. 2. Compensatory polycythemia, terjadi sebagai akibat dari hypoxia. Sumsum tulang diransang untuk memproduksi lebih banyak sel darah merah, karena jaringan tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Kemungkinan compensatory polycythemia terutama pada satwa yang hidup di daerah dengan altitude tinggi. 3. Polycythemia rubra vera, merupakan kelainan sumsum tulang yang jarang terjadi, ditandai dengan peningkatan produksi sel darah merah tetapi tidak diketahui penyebabnya. Benda darah selain sel darah merah (eritrosit) adalah sel darah putih (leukosit). Leukosit berjumlah 5-6 ribu per mm3 darah. Leukosit dihasilkan pada sel hati retikuloendotel, empedu, saluran limpa dan sumsum tulang (Marshal dan Hughes, 1972). Leukosit digolongkan menjadi granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosonofil dan basofil, sedangkan agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Keping darah (trombosit) merupakan fragmen megakariosit yaitu sel-sel besar yang terbentuk di dalam sumsum tulang belakang. Trombosit berukuran 2-4μ. Trombosit berfungsi untuk mengurangi hilangnya darah ketika pembuluh darah terluka. Terdapat sekitar 350.000-500.000 keping darah setiap satu mm3 darah. Jumlah trombosit bervariasi dari waktu ke waktu, biasanya akan meningkat setelah olahraga dan hemoragi (Frandson, 1986). Nilai normal hematokrit monyet dapat dilihat pada Tabel 5. 16 Tabel 5. Nilai Normal Hematokrit Monyet Parameter (Satuan) M. fascicularis Papio spp. 37,0-40,0 33,1-37,5 36,0-41,0 5,1-5,6 5,3-6,3 4,6-5,3 4,2-8,1 6,1-12,5 6,7-12,5 Hemoglobin (g/dl) 12,0-13,1 11,0-12,4 11,7-13,5 Neutrofil (%) 26,0-52,0 35,0-61,0 48,0-76,0 Limfosit (%) 39,0-72,0 34,0-56,0 22,0-50,0 Eosinofil (%) 0,0-4,0 1,3-9,1 0,0-2,0 Basofil (%) 0,0-0,4 0,0-0,2 0,0 1,0-4,0 0,4-3,0 0,5-3,5 260,0-361,0 300,0-512,0 233,0-399,0 MCV (fl) 71,0-75,0 59,0-66,0 74,0-80,0 MCH (ρg) 22,8-24,5 19,0-21,0 24,0-26,0 MCHC (g/dl) 31,0-33,4 32,0-35,0 32,0-34,0 M. mulatta Hematokrit (%) 6 RBC (× 10 /ml) 6 WBC (× 10 /ml) Monosit (%) 3 Platelet (× 10 ) Sumber: Fortman et al. (2002) Nilai rujukan hematologi untuk kera jantan berdasarkan hasil penelitian Sulaksono (2002) bahwa jumlah sel darah merah 5,6-6,6 (5,9 ± 0,4) (juta/ml); jumlah sel darah putih 6.700-19.000 (10.732 ± 4.296) (juta/ml); konsentrasi hemoglobin 9,6-12,1 (10,9 ± 0,9) (g/dl) dan nilai hematokrit 30-38 (35 ± 4) (%). Menurut Schermer (1967) monyet yang kehilangan darah sebanyak 37% dari bobot tubuhnya akan meningkatkan jumlah darahnya mulai hari ke empat hingga hari ke tujuh dan setelah 28 hari jumlah darah akan kembali normal. Sindrom Metabolik Sindrom metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi, kegemukan, kadar gula darah tinggi dan kadar lemak darah tidak normal. Ketika kondisi-kondisi tersebut diderita oleh seseorang dalam satu waktu, maka orang tersebut memiliki risiko lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes. Sindroma metabolik adalah suatu faktor risiko multipel untuk penyakit kardioserebrovaskular. Sindrom ini berkembang melalui kerjasama antara obesitas dan kerentanan metabolik (Bathesda Stroke Center, 2008). Seseorang dapat dinyatakan menderita sindrom metabolik apabila memenuhi tiga dari lima kriteria yang dicantumkan pada Tabel 6. 17 Tabel 6. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik Kriteria untuk sindrom metabolik Peningkatan lingkar (obesitas sentral) Keterangan pinggang ≥ 120 cm pada laki-laki atau ≥ 88 cm pada perempuan Peningkatan nilai trigliserida ≥ 150 mg/dl atau sedang dalam proses Nilai HDL-kolesterol yang rendah < 40 mg/dl pada laki-laki atau < 50 mg/dl pada perempuan atau sedang dalam proses Penigkatan tekanan darah ≥ 130 mm Hg untuk tekanan darah sistolik atau ≥ 85 mm Hg untuk tekanan darah diastolik atau sedang dalam proses Peningkatan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau sedang dalam proses Sumber : Bathesda Stroke Center (2008) Sindrom metabolik merupakan kombinasi antara gangguan kesehatan yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes. Terjadi pada satu dari lima orang dan berbanding lurus dengan peningkatan usia (Wikipedia, 2008). Sindroma ini pertama kali diamati pada tahun 1923 yang mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi dan hiperglikemia. Berbagai abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya obesitas, mikroalbuminuria serta abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Tahun 1998, WHO memperkenalkan istilah sindrom metabolik. Kriteria diagnosa untuk menentukan sindrom ini kemudian dikemukakan oleh National Cholesterol Education Program (NCEP). 18 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada awal Juni sampai akhir Oktober 2008 di PT. IndoAnilab Jalan Taman Kencana No. 3 dan Laboratorium Patologi dan Lipid, Pusat Studi Satwa Primata-IPB (PSSP-IPB) di Jalan Lodaya II No. 5, Bogor. Materi Hewan Percobaan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa berjenis kelamin jantan dengan bobot badan berkisar antara 3–6 kg, dengan umur 6–8 tahun. Seluruh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang digunakan berasal dari Sumatera dan bebas dari penyakit tuberkulosis dan simian retrovirus (SRV). Seluruh perlakuan yang melibatkan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditentukan oleh Animal Care and Use Commitee (ACUC) yaitu Komisi Kesejahteraan Hewan Percobaan dari PT. IndoAnilab dengan nomor protokol: 02-IA-ACUC-08. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang individu stainless steel (squeeze back cage) untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengendalian. Kandang dengan ukuran 0,6 x 0,6 x 0,9 m dapat dilihat dalam Gambar 3. Gambar 3. Kandang Individu, House Fan dan Alat Pembersih Peletakan kandang dibuat dalam bentuk satu sama lain individu masih dapat saling melihat dan mendengar. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum berupa mangkuk yang terbuat dari logam anti karat dan air minum disediakan adlibitum, ditempatkan pada ruang tertutup dan bersih serta dilengkapi dengan lampu, keran air, selang air, alat kebersihan dan house fan. Pakan Penelitian Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan telah mengkonsumsi pakan formulasi selama empat bulan dan selama penelitian empat bulan berikutnya monyet tersebut tetap mendapat pakan formulasi yang sama. Pakan formulasi dibuat dari bahan pakan lokal berenergi tinggi dan diformulasi sebanyak 100-150 g/ekor/hari. Bahan pakan terdiri dari gandum, gula, tallow (lemak sapi), minyak goreng, tepung ikan, tepung maizena, bungkil kedelai, dedak padi, agar-agar, CMC (carboxymethyl cellulose), Premix®, kalsium karbonat, kalsium fosfat serta kuning telur. Komposisi dari formulasi pakan A dan pakan B dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Pakan A dan Pakan B yang Digunakan dalam Penelitian Bahan Pakan Pakan A Pakan B ---------------------- (%) --------------------Gandum 42,0 42,0 Gula 10,0 8,0 Minyak goreng 10,0 10,0 Tepung ikan 6,5 4,0 Tepung maizena 8,0 8,0 Bungkil kedelai 5,0 4,0 Dedak padi 4,0 4,0 Agar-agar 1,5 1,0 CMC (carboxymethyl cellulose) 1,0 1,0 Mineral mix 2,0 2,0 Kuning telur - 10,0 10,0 6,0 Tallow Keterangan: - Tidak diberikan Perlakuan pakan formulasi ini menggunakan lima ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan yang diberi pakan A yaitu pakan dengan formula yang mengandung bahan sumber energi dari gandum dan dikombinasi dengan tallow, 20 sedangkan lima ekor lainnya mendapat pakan B yaitu terbuat dari bahan sumber energi gandum dan tallow yang dikombinasikan dengan kuning telur. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan sebanyak lima ekor mendapat pakan komersial buatan Bangkok dengan merk dagang monkey chow sebanyak 50-80 g/ekor/hari. Monkey chow berbentuk biskuit padat, kering dan agak keras yang kandungan protein dan energi tinggi. Kandungan zat-zat makanan dalam pakan A, pakan B dan pakan monkey chow dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan No Nutrisi Pakan A (lemak sapi) Pakan B (lemak sapi dan kuning telur) 1 2 1 2 68,09 100 70,18 4,73 6,95 14,42 Pakan C (monkey chow) 1 2 100 92,75 100 3,89 5,54 7,65 8,25 21,18 15,01 21,39 29,39 31,69 1,81 2,66 1,14 1,62 6,02 6,49 1 Bahan Kering (%) 2 Kadar abu (%) 3 Protein Kasar (%) 4 Serat Kasar (%) 5 Lemak Kasar (%) 19,62 28,81 19,62 27,96 5,55 5,98 6 BETN (%) 59,62 87,56 60,34 85,98 51,38 55,40 7 Ca (%) 1,41 2,07 1,25 1,78 1,66 1,79 8 P (%) 0,65 0,95 0,58 0,83 1,55 1,67 9 Gross energi (Kal/kg) 4,48 6,58 4,21 6,00 4,33 4,67 Keterangan : 1 = jumlah aktual 2 = jumlah berdasarkan 100% bahan kering setiap unsur nutrisi Hasil analisis proksimat Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, 2008 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selain mendapat pakan di atas juga mendapat pakan tambahan berupa buah pisang (± 70 g/ekor/hari) dan untuk menarik minat monyet mengkonsumsi pakan formulasi maka dilakukan pengkayaan lingkungan (environmental enrichment) dengan cara diberi tambahan buah jeruk, pepaya dan jambu biji (± 10 g/ekor/hari) yang telah dibekukan dalam air yang dibekukan secara bergantian setiap pagi hari sebelum diberi pakan. Bentuk pakan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 21 a b c Keterangan : a. Pakan Perlakuan A b. Pakan Perlakuan B c. Pakan Komersial (monkey chow) Gambar 4. Bentuk Pakan yang Digunakan dalam Penelitian Bentuk fisik pakan A yaitu berwarna cokelat kemerahan dan dibentuk bulat lonjong dengan tekstur lembek dan agak kasar, sedangkan pakan B berwarna cokelat dan dibentuk bulat lonjong dengan tekstur lembek namun lebih lembut (kalis) daripada pakan A. Pakan monkey chow berwarna coklat kekuningan dan berbentuk pipih, lonjong dan keras (kering). Pemeriksaan Darah Bahan yang digunakan dalam pengambilan darah yaitu ketamin 5–25 mg/kg alkohol 70% dan indikator tuberkulosis. Bahan yang digunakan dalam analisis darah adalah contoh darah, alkohol 70%, Giemsa 10%, metanol dan minyak imersi. Alat yang digunakan adalah syringe 5 ml, mikroskop cahaya (merek Nikon YB100), tabung vacum dengan larutan EDTA K3 (merek Ges Vacuum Tube), kotak pendingin, alat penghitung manual, kaca objek (merek Sail Brand), kaca penutup preparat, pipet mikro dan alat analisis darah (merek Nihon Kohden, Celltax) dapat dilihat pada Gambar 5. 22 Gambar 5. Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltax Bahan yang digunakan dengan analisis manual adalah contoh darah yang akan dianalisis, aquadestilata, alkohol 70%, larutan EDTA, larutan Hayem, HCl 0,1 N, Giemsa 10%, natrium sitrat 3,8 g, formaldehida 40% 0,2 ml, brilliant cresyl blue 0,1 g, air destilasi 100 ml dan metanol. Alat yang digunakan adalah syringe 5 ml, pipet Sahli (0,02 cc), tabung Sahli, mikroskop, kapas, colin jar, kertas filter, crestaseal, hemositometer, sentrifuse, hemoglobinometer, hand counter, gelas penutup, pipet BDM, buluh kapiler yang mengandung antikoagulan, pipet Pasteur dan skala untuk membaca nilai hematokrit. Rancangan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola tersarang dengan faktor perlakuan pemberian pakan (A, B dan C) dan periode pengambilan data tersarang pada perlakuan. Rancangan ini seolah-olah terdiri dari dua atau lebih rancangan acak lengkap yang responsnya sama kemudian digabung menjadi satu model percobaan. Transformasi arcsin dilakuakan untuk data diferensiasi leukosit yang datanya dibawah nilai 30%. Pengolahan data dan perhitungan peubah yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan menggunakan program aplikasi SAS. Model persamaan rancangan acak lengkap pola tersarang (Gasperz, 1992) yaitu 23 Yij = µ + τ i + β j(i) + ε ijk Keterangan: i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3, 4 Yij = pengamatan faktor τ taraf ke-i, faktor β taraf ke-j dan ulangan ke-k, µ = rataan umum, τi = pengaruh faktor τ pada taraf ke-i, β j(i) = pengaruh faktor β pada taraf ke-j tersarang pada taraf ke-i dan ε ijk = pengaruh galat faktor τ taraf ke-i, faktor β taraf ke-j dan ulangan ke-k. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan anatar peubah. Koefisien korelasi antara dua peubah dapat dicari dengan rumus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) sebagai berikut Keterangan : r XY = koefisien korelasi, n = jumlah data, xi = peubah x ke i dan yi = peubah y ke i. Peubah yang diamati adalah nilai hematologi darah diantaranya jumlah sel darah merah (juta/ml), kadar hemoglobin (g/dl), nilai hematokrit (%), nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) (fl), nilai Mean Corpusular Hemoglobin (MCH) (ρg) dan nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (g/dl) dan diferensiasi leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit). Prosedur Prosedur Umum Peneliti diwajibkan memenuhi persyaratan kesehatan sebelum melakukan penelitian berupa röntgen toraks dan mendapat surat keterangan sehat. Peneliti maupun petugas kandang wajib menerima materi pelatihan dan memakai pakaian kandang khusus lengkap dengan kacamata, sarung tangan, masker, penutup kepala serta sepatu boot. Sebelum memasuki ruang kandang, sepatu boot dicelupkan ke dalam cairan desinfektan. 24 Pengambilan Contoh Darah Pengambilan contoh darah dan analisis darah dilakukan pada bulan ke–5, ke–6, ke–7 dan ke–8 penelitian. Sebelum darah diambil, monyet dibius terlebih dahulu dengan ketamin 5–25 mg/kg secara intramusculer (Fortman et al., 2002). Darah diambil di daerah vena femoralis menggunakan syringe 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung vakum yang berisi antikoagulan EDTA K3. Sampel darah dimasukkan ke dalam kotak pendingin agar darah tetap dalam kondisi baik dan dibawa ke laboratorium. Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah Perhitungan jumlah sel darah merah dilakukan pada kamar hitung eritrosit dengan menggunakan mikroskop pembesaran 100 kali (objektif 10 kali dan okuler 10 kali). Prosedur pengerjaannya adalah aspirator dipasang pada pipet eritrosit lalu darah dihisap sampai batas angka 0,5 pada pipet. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tisu. Larutan Hayem dengan cepat dan hati-hati dihisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet. Pada penghisapan ini dihindari terbentuknya gelembung udara, jika terdapat gelembung udara maka prosedur harus diulang. Selanjutnya aspirator dilepas dari pipet eritrosit. Ibu jari dan telunjuk kanan digunakan untuk memegang kedua ujung pipet, lalu isi pipet dikocok dengan membuat gerakan angka 8 selama 3 menit. Bagian yang tidak ikut terkocok dibuang. Selanjutnya dengan hati-hati cairan dimasukan ke dalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Butir-butir darah dibiarkan mengendap selama kurang lebih satu menit. Agar tidak terjadi penghitungan yang berulang sebaiknya digunakan hand counter. Menghitung eritrosit dalam hemositometer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak di pojok kanan bawah dan satu kotak di pojok kiri bawah dan untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak eritrosit. Luas kotak eritrosit relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit didapatkan maka jumlah darah merah dikalikan dengan 104, untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Sastradipraja et al., 1989). 25 Pengumpulan Data Kadar Hemoglobin Metode yang digunakan untuk uji kadar hemoglobin adalah metode Sahli. Larutan HCl 0,1 N diteteskan pada tabung Sahli sampai angka 10 atau garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet hingga mencapai batas garis 20 mm3 (0,02 cc). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Larutan ditambah dengan aquadestilata, teteskan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Aquadestilata ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Kadar hemoglobin dapat dilihat di kolom g % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradipraja et al., 1989). Pengumpulan Data Nilai Hematokrit Nilai hematokrit secara manual yaitu dengan pengisian pipa mikrometer yang dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 2/3 bagian, kemudian ujung pipa disumbat dengan crestoseal dan pipa mikrokapiler tersebut disentrifusi selama 15 menit dengan kecepatan 2.500–4.000 rpm. Bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat sentrifuse. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit dengan menggunakan alat baca mikrohemotokrit (microcapillary hematocrit reader) (Sastradipraja et al., 1989). Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) McGill Virtual Lab (2009) menghitung nilai MCV, MCH dan MCHC, digunakan rumus berikut : MCV (fl) = Hematokrit (%) x 10 Jumlah sel darah merah (106/ml) MCH (ρg) = Hemoglobin (g/dl) x 10 Jumlah sel darah merah (106/ml) MCHC (g/dl) = Hemoglobin (g/dl) x 100 Hematokrit (%) Satuan untuk MCV, MCH dan MCHC secara berturut-turut adalah femtoliters (fl, 1 fl = 10-15 liter), picograms (ρg) dan gram per desiliter (g/dl). 26 Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit, MCV, MCH, MCHC Menggunakan Alat (Hematology Analyzer) Perhitungan jumlah sel darah merah (×106/ml), konsentrasi hemoglobin (g/dl) dan nilai hematokrit (%) dilakukan dengan alat analisis darah secara bersamaan. Alat diatur sesuai kehendak dan dipastikan dalam kondisi baik dengan diuji kontrol. Sampel darah dari tabung vacutainer diuji satu per satu. Hasil dari pembacaan akan tampil pada layar dan tersimpan di memory alat. Pengumpulan Data Diferensiasi Leukosit Darah yang telah disiapkan diteteskan ke kaca objek yang dipegang dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan. Kaca penutup berbeda dipegang tangan lainya kemudian ujung kaca penutup ditempelkan dengan membentuk sudut kurang lebih 30o setelah itu, kaca penutup didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan dikeringkan selama beberapa menit. Lalu ulasan difiksasi dalam metanol selama 5–10 menit. Ulasan dicelupkan ke dalam pewarna Giemsa sekitar 30 menit kemudian ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna Giemsa. Preparat ulas dikeringkan dan perhitungan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan ditetesi minyak imersi, perbesaran 100 x 10 (Sastradipraja et al., 1989). 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Monyet Ekor Panjang Pemeriksaan Darah Merah Berdasarkan hasil pemeriksaan sel darah merah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua meliputi jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi dan periode yang tersarang di dalam pakan (P<0,01). Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang di dalam pakan (P>0,05). Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05) namun sangat nyata dipengaruhi olah periode yang tersarang di dalam pakan (P<0,01). Keadaan fisik monyet ekor panjang yang diberi pakan berenergi tinggi mengalami perubahan bagian-bagian tubuh yang menjadi tanda didepositkannya lemak tubuh. Perubahan yang terjadi yaitu pada lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal lipatan kulit punggung, serta tebal lipatan kulit perut (Caraka I, 2008 dan Ningsih, 2009). Periode empat bulan pertama menunjukkan bahwa profil darah merah monyet ekor panjang dipengaruhi oleh perlakuan pakan dan terjadi peningkatan dan penurunan nilai namun masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi sehingga tidak menyebabkan gangguan fisilogis dan metabolis yang berarti. Jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV dan MCH sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode di dalam pakan (P>0,05) (Afiza, 2009). Secara umum, keberadaan benda darah dalam tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen terdiri dari agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan. Sedangkan faktor endogen dipengaruhi oleh pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh (Guyton dan Hall, 1997). Jumlah Sel Darah Merah Berdasarkan analisis darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua, didapat hasil perhitungan jumlah sel darah merah sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi (P<0,01). Pengaruh perlakuan pakan B nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pakan A. Pakan A berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan pakan C (monkey chow). Hal ini disebabkan oleh pakan B memiliki sumber nutrisi dari kuning telur yang baik untuk pembentukan darah. Kuning telur banyak mengandung asam amino, vitamin dan mineral yang penting dalam pembentukan sel darah merah. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 6. Tabel 9. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Jumlah Sel Darah Merah Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) ----------------------------------- (× 106/ml) -----------------------------------4 6,69 ± 0,15 (2,20)b 7,14 ± 0,58 (8,07)a 6,44 ± 0,36 (5,63)c 5 7,07 ± 0,23 (3,18)b 7,45 ± 0,64 (8,65)a 6,99 ± 0,52 (7,38)c 6 6,57 ± 0,07 (1,02)b 6,76 ± 0,46 (6,75)a 6,16 ± 0,21 (3,33)c 7 6,33 ± 0,24 (3,86)b 6,62 ± 0,55 (8,28)a 5,10 ± 0,36 (6,04)c 8 6,41 ± 0,31 (4,83)b 6,54 ± 0,33 (5,02)a 6,11 ± 0,45 (7,43)c Keterangan: Huruf superscrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan nilai yang sama. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah sangat nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan (P<0,01). Pemberian pakan pada periode ke-5 berbeda lebih tinggi pengaruhnya daripada periode ke-4 dan periode ke-6 berbeda lebih rendah daripada periode ke-4. Berturutturut dari perolehan nilai rataan yang tertinggi hingga terendah periode ke-6, ke-8 dan ke-7 sama pengaruhnya. Hal ini disebabkan karena pada periode ke-5 monyet ekor panjang masih dapat menerima perlakuan pakan dan pada periode berikutnya monyet mulai mengurangi jumlah konsumsi sehingga berpengaruh terhadap jumlah sel darah merah. Pembentukan sel darah merah dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan khususnya protein. Periode obesitas empat bulan pertama menunjukkan sel darah merah sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan. Pakan B memiliki pengaruh yang paling tinggi. Jumlah sel darah merah masih dalam kisaran normal (Afiza, 29 2009). Pakan B lebih disukai oleh hewan penelitian, hal ini dapat diamati selama 8.0 7.5 6 (10 /ml) Jumlah Sel Darah Merah penelitian berlangsung, sebagaimana yang dilaporkan oleh Oktarina (2009). 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 6. Grafik Jumlah Sel Darah Merah Macaca fascicularis Monyet akan menghentikan konsumsinya jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi (Ensminger et al., 1990). Mustaqimatin (1998) juga menyatakan, bahwa ransum yang mempunyai kandungan protein dan energi tinggi mempunyai tingkat konsumsi yang rendah. Tabel 9 dan Gambar 6 memperlihatkan adanya peningkatan dan penurunan jumlah sel darah merah namun masih dalam kisaran normal. Peningkatan atau penurunan jumlah sel darah merah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah ras (breed), aktivitas dan ketinggian tempat (Schalm, 1975). Jumlah sel darah merah juga bisa disebabkan karena kekurangan zat gizi besi, penyakit pada sumsum tulang, kekurangan zat seperti asam folat, vitamin B12 yang diperlukan untuk pembentukan atau memproduksi sel-sel darah merah (Tumbelaka, 2005). Menurut Fortman et al. (2002), jumlah sel darah merah normal bagi Macaca fascicularis adalah 5,3×106/ml hingga 6,3×106/ml. Kadar Hemoglobin Perhitungan kadar hemoglobin sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01). Pengaruh perlakuan pakan B nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan C (monkey chow). Pakan A berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan pakan C. Hal ini disebabkan oleh pakan B memiliki sumber nutrisi dari kuning telur yang baik untuk pembentukan darah yaitu asam amino, vitamin dan mineral. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10. 30 Tabel 10. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Konsentrasi Hemoglobin Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) -------------------------------------- (g/dl) ---------------------------------------4 12,18 ± 0,55 (4,47)c 13,66 ± 0,66 (4,84)a 12,94 ± 1,22 (9,44)b 5 12,32 ± 0,37 (3,00)c 13,44 ± 0,92 (6,75)a 13,20 ± 1,42 (10,75)b 6 11,96 ± 0,65 (5,47)c 12,96 ± 0,77 (5,94)a 12,24 ± 0,88 (7,21)b 7 11,18 ± 0,37 (3,31)c 12,32 ± 0,81 (7,27)a 11,72 ± 0,94 (7,99)b 8 11,26 ± 0,49 (4,38)c 12,14 ± 0,72 (5,90)a 11,88 ± 1,17 (9,88)b Keterangan: Huruf superscrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan nilai yang sama. Kadar Hemoglobin (g/dl) 14 13 12 11 10 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 7. Grafik Kadar Hemoglobin Macaca fascicularis Menurut hasil analisis ragam, perbedaan kadar hemoglobin sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan. Pakan pada periode ke-5 sama pengaruhnya dengan periode ke-4, dilanjutkan dengan periode ke-6 yang berbeda lebih rendah pengaruhnya daripada periode ke-4. Periode ke-8 berbeda lebih rendah pengaruhnya daripada periode ke-6 dan dilanjutkan dengan periode ke-7. Antara periode ke-7 dan ke-8 memiliki pengaruh yang sama. Lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 7. Bahan pakan kuning telur membantu pembentukan hemoglobin sebab banyak mengandung asam amino, lemak, vitamin dan mineral. Bahan-bahan tersebut dapat membantu dalam proses pembentukan darah maupun membantu dalam proses 31 pencernaan dan penyerapan. Peningkatan jumlah sel darah merah biasanya juga menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin sebab hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah. Kadar hemoglobin eriode sebelumnya sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang dalam pakan. Pakan B memiliki pengaruh yang paling tinggi. Kadar hemoglobin masih dalam kisaran normal (Afiza, 2009). Tabel 10 dan Gambar 7, setelah periode ke-5 memperlihatkan penurunan grafik pada semua jenis pakan. Namun penurunan kadar hemoglobin kedua jenis pakan formulasi masih tergolong normal karena kadar hemoglobin pakan formulasi tersebut masih berada di dalam kisaran kadar hemoglobin pakan C (monkey chow). Menurut Fortman et al. (2002), kadar hemoglobin normal bagi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) 11,0 g/dl hingga 12,4 g/dl. Nilai Hematokrit Berdasarkan analisis darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), didapat hasil perhitungan nilai hematokrit sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01). Pengaruh perlakuan pakan B nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pakan C (monkey chow). Pakan A berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah bila dibandingkan dengan pakan C. Hal ini disebabkan oleh pakan B memiliki sumber nutrisi dari kuning telur yang baik untuk pembentukan darah walaupun memiliki energi pakan yang tinggi. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 8. Tabel 11. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Nilai Hematokrit Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) --------------------------------------- (%) ---------------------------------------4 38,04 ± 1,16 (3,04)c 41,98 ± 1,72 (4,09)a 39,56 ± 3,05 (7,71)b 5 39,98 ± 0,99 (2,47)c 43,64 ± 2,68 (6,15)a 43,08 ± 3,97 (9,22)b 6 37,08 ± 1,66 (4,47)c 39,78 ± 2,33 (5,86)a 37,94 ± 2,28 (6,02)b 7 35,94 ± 1,38 (3,84)c 39,02 ± 2,40 (6,14)a 37,20 ± 2,54 (6,83)b 8 36,34 ± 2,02 (5,55)c 38,70 ± 1,31 (3,60)a 38,04 ± 3,30 (8,69)b Keterangan: Huruf superscrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan nilai yang sama. 32 Menurut hasil analisis ragam, perbedaan nilai hematokrit sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan. Pakan pada periode ke-5 berbeda lebih tinggi pengaruhnya bila dibandingkan dengan periode ke-4, dilanjutkan dengan periode ke-6 yang berbeda lebih rendah pengaruhnya daripada periode ke-4. Secara berurutan dari nilai rataan tertinggi, periode ke-6, ke-8 dan ke-7 memiliki pengaruh yang sama. Nilai Hematokrit (%) 45 40 35 30 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 8. Grafik Nilai Hematokrit Macaca fascicularis Tabel 11 dan Gambar 8 memperlihatkan penurunan grafik pada semua jenis pakan setelah periode ke-5. Namun penurunan nilai hematokrit kedua jenis pakan formulasi masih tergolong normal karena nilai hematokrit pakan formulasi tersebut masih berada di dalam kisaran nilai hematokrit pakan monkey chow yang juga dalam kisaran normal. Menurut Fortman et al. (2002), nilai hematokrit normal bagi Macaca fascicularis sebesar 33,1% hingga 37,5%. Periode obesitas empat bulan pertama juga memiliki nilai hematokrit yang normal (Afiza, 2009). Mean Corpuscular Volume (MCV) Perhitungan Mean Corpuscular Volume (MCV) sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01). Pengaruh perlakuan pakan C (monkey chow) nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan B dan pakan A. Pakan A berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan pakan B. MCV dipengaruhi nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah. Pakan monkey chow memiliki MCV lebih tinggi daripada MCV perlakuan pakan formulasi sebab jumlah 33 sel darah merah, sebagai faktor pembagi, dari pakan monkey chow paling rendah jumlahnya daripada jumlah sel darah merah perlakuan pakan lainnya. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 12 dan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 12. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Volume (MCV) Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) ---------------------------------------- (fl) ---------------------------------------4 56,84 ± 1,66 (2,92)c 59,00 ± 3,08 (5,21)b 61,39 ± 2,16 (3,52)a 5 56,55 ± 1,76 (3,11)c 58,75 ± 2,86 (4,87)b 61,58 ± 2,20 (3,57)a 6 56,41 ± 1,10 (3,54)c 58,89 ± 2,78 (4,72)b 61,52 ± 2,09 (3,39)a 7 56,82 ± 1,75 (3,08)c 59,04 ± 2,57 (4,35)b 62,03 ± 2,03 (3,27)a 8 56,74 ± 1,95 (3,44)c 59,22 ± 2,62 (4,42)b 62,21 ± 2,03 (3,27)a 56,67 ± 1,64 58,98 ± 2,78 61,75 ± 2,10 Rataan MCV (fl) Keterangan: Huruf superscrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan nilai yang sama. 64 62 60 58 56 54 52 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 9. Grafik Mean Corpuscular Volume Macaca fascicularis Menurut hasil analisis ragam, Mean Corpuscular Volume (MCV) tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan. Hal ini dapat dilihat pada grafik, MCV memiliki grafik yang hampir datar yang menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan MCV pada setiap periode tidak berarti. Disajikan pada Tabel 12, MCV perlakuan pakan formulasi lebih rendah daripada MCV pakan C (monkey chow) yang memiliki rataan sebesar 61,75 ± 2,10 fl. 34 MCV rendah menunjukkan bahwa ukuran sel darah merah pakan perlakuan formulasi lebih kecil dari ukuran normal cenderung tergolong ke dalam anemia microcytic. Periode obesitas empat bulan pertama juga menunjukkan bahwa MCV pakan berenergi tinggi cenderung mengalami anemia micricytic (Afiza, 2009). Mean Corpuscular Volume (MCV) menunjukkan ukuran rata-rata dari sel darah merah. MCV akan naik bila ukuran sel darah merah lebih besar dari ukuran normal (macrocytic), contohnya pada anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. MCV turun berarti ukuran sel darah merah lebih kecil dari ukuran normal (microcytic), biasanya terjadi karena defisiensi zat besi atau thalasemia (McGill Virtual Lab, 2009). Menurut Fortman et al. (2002), MCV normal bagi Macaca fascicularis sebesar 59,0 fl hingga 66,0 fl. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) Perhitungan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01). Pengaruh perlakuan pakan monkey chow nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan B dan pakan A. Pakan A berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan pakan B. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 13 dan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 13. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) -------------------------------------- (ρg) ----------------------------------------4 18,20 ± 0,80 (4,39)c 19,22 ± 1,45 (7,54)b 20,07 ± 1,04 (5,19)a 5 17,43 ± 0,69 (3,98)c 18,12 ± 1,29 (7,12)b 18,85 ± 0,89 (4,71)a 6 18,20 ± 0,87 (4,76)c 19,21 ± 1,42 (7,40)b 19,84 ± 0,93 (4,67)a 7 17,68 ± 0,66 (3,76)c 18,66 ± 1,35 (7,23)b 19,54 ± 0,94 (4,82)a 8 17,59 ± 0,63 (3,57)c 18,59 ± 1,41 (7,57)b 19,42 ± 0,91 (4,67)a 17,82 ± 0,73 18,76 ± 1,18 19,54 ± 0,94 Rataan Keterangan: Huruf superscrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan nilai yang sama. MCH dipengaruhi kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah. Pakan monkey chow memiliki MCH lebih tinggi daripada MCH perlakuan pakan formulasi 35 sebab jumlah sel darah merah, sebagai faktor pembagi, dari pakan C (monkey chow) paling rendah jumlahnya daripada jumlah sel darah merah perlakuan pakan lainnya. Menurut hasil analisis ragam, Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan. Hal ini dapat dilihat pada grafik, walaupun MCH menunjukkan peningkatan atau penurunan pada setiap periode, namun keadaan tersebut tidak berarti. Tabel 13 menunjukkan bahwa MCH perlakuan pakan formulasi lebih rendah daripada MCH pakan monkey chow yang memiliki rataan sebesar 19,54 ± 0,94 ñg. Kondisi MCH rendah menunjukkan bahwa rendahnya oksigen yang terikat. Hasil ini memberi petunjuk bahwa monyet ekor panjang memiliki MCH lebih rendah dari nilai normal yang berarti cenderung mengalami anemia hypochromic. Periode obesitas sebelumnya juga menunjukkan bahwa MCV sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi (P<0,01) dan tidak nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang dalam pakan (P>0,05). Pakan formulasi cenderung mengalami anemia hypocromic walaupun pakan C berada dalam kisaran yang masih normal (Afiza, 2009). 21 MCH (ρg) 20 19 18 17 16 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 10. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Macaca fascicularis Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) menunjukkan rata-rata jumlah oksigen terikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. MCH yang rendah mengindikasikan sel darah mengandung hemoglobin yang rendah. Hal ini disebabkan karena produksi hemoglobin yang kurang. Saat diperiksa di bawah mikroskop, sel darah terlihat pucat. MCH yang rendah ini disebut anemia 36 hypochromic. Anemia hypochromic biasanya disebabkan oleh kekurangan zat besi. MCH biasanya akan meningkat dalam keadaan anemia macrocytic yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan asam folat (American Association for Clinical Chemistry, 2009). Menurut Fortman et al. (2002), MCH normal bagi Macaca fascicularis sebesar 19,0 ñg hingga 21,0 ñg. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) Berdasarkan analisis ragam monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), didapat hasil bahwa Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05), namun sangat nyata dipengaruhi oleh periode yang terserang pada perlakuan pakan. Perlakuan pakan tidak mempengaruhi MCHC menunjukkan bahwa pakan masih menyebabkan rata-rata konsentrasi hemoglobin pada setiap darah merah dalam keadaan berimbang. Hal ini juga disebabkan oleh kadar hemoglobin dan nilai hematokrit yang normal sehingga keadaan MCHC juga normal. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 11. Tabel 14. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) ------------------------------------- (g/dl) --------------------------------------4 32,01 ± 0,65 (2,02) 32,54 ± 0,89 (2,72) 32,67 ± 0,73 (2,22) 5 30,82 ± 0,70 (2,25) 30,79 ± 0,76 (2,45) 30,61 ± 0,73 (2,37) 6 32,25 ± 0,73 (2,27) 32,60 ± 1,23 (3,76) 32,24 ± 0,62 (1,92) 7 31,12 ± 0,51 (1,63) 31,57 ± 0,98 (3,09) 31,49 ± 0,56 (1,79) 8 31,00 ± 0,56 (1,79) 31,36 ± 1,08 (3,44) 31,20 ± 0,59 (1,89) Hasil uji lanjut menyatakan bahwa periode ke-4 dan ke-6 memiliki pengaruh yang sama. Kedua periode tersebut lebih tinggi berpengruh bila dibandingkan dengan periode ke-7 dan ke-8. Periode ke-7 dan ke-8 ini memiliki pengaruh yang sama. Periode ke-5 memiliki pengaruh yang berbeda dan paling rendah daripada periode lainnya. MCHC pada periode obesitas empat bulan pertama tidak dipengaruhi oleh 37 perlakuan pakan dan sangat nyata dipengaruhi oleh periode perlauan pakan. MCHC MCHC (g/dl) masih dalam kisaran normal (Afiza, 2009). 33 33 32 32 31 31 30 30 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 11. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration Macaca fascicularis Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap sel darah merah. Penurunan nilai MCHC (hypochromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang encer. Hal ini dapat terjadi karena anemia defisiensi zat besi dan thalasemia. Peningkatan nilai MCHC (hyperchromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang pekat. Hemoglobin yang pekat dalam darah terjadi pada pasien yang mengalami kebakaran (luka bakar berat), kelainan bawaan spherocytosis (American Association for Clinical Chemistry, 2009). Menurut Fortman et al. (2002), MCHC normal bagi Macaca fascicularis sebesar 32,0 g/dl hingga 35,0 g/dl. Diferensiasi Sel Darah Putih Darah putih idientik dengan sistem pertahanan tubuh. Umumnya sel darah putih berfungsi untuk mengatasi serangan benda asing yang masuk ke dalam tubuh misalnya serangan virus, alergen, bakteri, mikroorganisme, parasit dan jamur. Sel darah putih itu sendiri terbagi atas lima tipe dasar yaitu eosinofil, basofil, neutrofil, monosit dan limfosit. Fungsi dari masing-masing jenis sel berbeda namun ada yang berfungsi hampir sama. Pemberian pakan berenergi tinggi diharapkan tidak mengganggu kesehatan tubuh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Gangguan kesehatan ini dapat diketahui melalui perhitungan jumlah diferensiasi sel darah putih. 38 Periode empat bulan pertama menunjukkan bahwa diferensiasi sel darah putih monyet ekor panjang tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan maupun periode yang tersarang dalam pakan (P<0,01). Terjadi peningkatan dan penurunan nilai namun masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi sehingga tidak menyebabkan gangguan fisilogis (Afiza, 2009). Jumlah Neutrofil Berdasarkan analisis ragam, jumlah neutrofil tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan maupun periode yang tersarang pada perlakuan pakan (P>0,05). Tabel 15 menunjukkan rataan, simpangan baku dan nilai koefisien keragaman dari jumlah neutrofil. Jumlah neutrofil yang sama dapat mengartikan bahwa pemberian pakan berenergi tinggi ataupun periodenya tidak mengganggu keadaan kesehatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Tabel 15. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Neutrofil Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) --------------------------------------- (%) ----------------------------------------4 46,60 ± 7,70 (16,52) 46,00 ± 13,95 (30,32) 42,20 ± 12,70 (24,99) 5 46,60 ± 7,13 (15,29) 46,20 ± 18,70 (40,48) 36,00 ± 13,10 (36,38) 6 48,20 ± 4,82 (9,99) 50,80 ± 16,72 (32,92) 43,00 ± 15,39 (35,80) 7 37,20 ± 9,42 (25,32) 46,00 ± 13,98 (30,40) 37,00 ± 14,11 (38,13) 8 39,20 ± 3,42 (8,73) 39,80 ± 14,60 (36,69) 42,60 ± 22,80 (53,60) 43,56 ± 6,50 45,76 ± 15,57 40,16 ± 15,62 Rataan Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah neutrofil terjadi peningkatan dan penurunan yang tidak berbeda dan masih dalam kisaran normal 40,16 ± 15,62 %. Hal ini menunjukkan bahwa monyet ekor panjang dalam keadaan sehat dan tidak terserang bakteri. Jumlah neutrofil normal yaitu antara 35% hingga 61% (Fortman et al., 2002). Jumlah neutrofil paling banyak dari total sel darah putih yaitu berkisar antara 50% hingga 70% dan mudah dikenali dengan adanya nukleus bersegmen tiga atau lima di dalam sitoplasmanya (Silverthorn dan Pearson, 2009). 39 Jumlah Neutrofil (%) 55 50 45 40 35 30 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 12. Grafik Jumlah Neutrofil Macaca fascicularis Koefisien keragaman yang tinggi dapat mengartikan bahwa antar individu monyet ekor panjang yang menerima perlakuan pakan yang sama belum tentu memiliki respon yang sama terhadap pakan tersebut. Jumlah neutrofil yang dimiliki antar individu tidak seragam, juga dapat menyatakan bahwa monyet ekor panjang adalah hewan yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Neutrofil merupakan salah satu tipe dari sel darah putih yang memiliki peranan penting dalam melindungi tubuh guna melawan penyakit dan infeksi. Neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama yang bekerja sangat cepat bila terdapat mikroorganisme asing atau agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Neutrofil memiliki kemampuan ke luar dari sirkulasi darah menuju jaringan tempat terjadinya infeksi sebagai respon terhadap infeksi tersebut melalui proses fagositosis dan membersihkan sisa jaringan yang rusak (Guyton dan Hall, 2007). Sebagai efek dari fagositosis bakteri dan pertikel asing tersebut, neutrofil melepaskan sitokinin yang dapat menyebabkan tubuh membengkak serta terasa panas (Silverthorn dan Pearson, 2009). Jumlah Eosinofil Berdasarkan analisis ragam, jumlah eosinofil tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan maupun periode yang tersarang pada perlakuan pakan (P>0,05). Tabel 16 menunjukkan rataan, simpangan baku dan nilai koefisien keragaman dari jumlah eosinofil. Jumlah eosinofil yang sama dapat mengartikan bahwa pemberian 40 pakan berenergi tinggi ataupun periodenya tidak mengganggu keadaan kesehatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Gambar 13 menunjukkan bahwa jumlah eosinofil terjadi peningkatan dan penurunan yang tidak berbeda dan masih dalam kisaran normal 2,24 ± 1,69 %. Hal ini menunjukkan bahwa monyet ekor panjang dalam keadaan sehat dan tidak terserang parasit serta pakan tidak mengandung bahan alergen. Jumlah eosinofil normal yaitu antara 1,3% hingga 9,1% (Fortman et al., 2002). Tabel 16. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Eosinofil Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) --------------------------------------- (%) ---------------------------------------4 3,20 ± 1,79 (55,90) 2,60 ± 1,67 (64,36) 2,80 ± 1,79 (63,89) 5 2,60 ± 1,95 (74,98) 3,60 ± 2,19 (60,86) 1,40 ± 0,89 (63,89) 6 2,80 ± 1,92 (68,70) 1,40 ± 1,52 (108,33) 2,40 ± 1,52 (63,19) 7 3,80 ± 2,05 (53,93) 3,40 ± 2,88 (84,73) 1,40 ± 1,67 (119,52) 8 5,00 ± 2,35 (46,90) 3,20 ± 1,79 (55,90) 3,20 ± 2,59 (80,89) 3,48 ± 2,01 2,84 ± 2,01 2,24 ± 1,69 Rataan Jumlah Eosinofil (%) 6 5 4 3 2 1 0 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 13. Grafik Jumlah Eosinofil Macaca fascicularis Koefisien keragaman yang tinggi dapat mengartikan bahwa antar individu monyet ekor panjang yang menerima perlakuan pakan yang sama belum tentu memiliki respon yang sama terhadap pakan tersebut. Jumlah eosinofil yang dimiliki 41 antar individu tidak seragam, juga dapat menyatakan bahwa monyet ekor panjang adalah hewan yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap parasit atau bahan alergen. Eosinofil adalah tipe sel darah putih yang memiliki granula merah muda terang di dalam sitoplasmanya. Eosinofil berfungsi untuk melawan parasit dan mengatasi reaksi alergen. Eosinofil banyak ditemukan pada saluran pencernaan, paru-paru, seluran reproduksi dan saluran urin, jaringan ikat kulit atau lokasi lain tergantung dari serangan parasit. Eosinofil jarang terdapat pada sirkulasi darah yaitu hanya 1% hingga 3% dari total sel darah putih (Silverthorn dan Pearson, 2009). Eosinofil mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dalam jaringan yang mengalami reaksi alergik, juga memfagositosis dan menghancurkan kompleks antibodi-alergen sehingga mencegah penyebaran proses peradangan setempat (Guyton dan Hall, 2007). Jumlah Basofil Berdasarkan perhitungan jumlah basofil selama penelitian, tidak ditemukan adanya basofil. Hal ini mengartikan bahwa pemberian pakan berenergi tinggi tidak mengganggu keadaan kesehatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Basofil sangat jarang ditemukan di darah yaitu 0% hingga 0,2% dari total sel darah putih (Fortman et al., 2002). Basofil dibentuk di sumsum tulang merah dan kemampuan fagositiknya hampir tidak ada. Peningkatan jumlah basofil merupakan indikasi adanya peradangan akut yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan adanya infeksi saluran pernafasan dan kerusakan jaringan yang hebat (Tizard, 1982). Basofil melepaskan bahan kimia yang menyebabkan peradangan. Granula dari sel ini mengandung histamin, heparin (adalah antikoagulan yang mencegah pembekuan darah), sitokinin dan bahan kimia lain yang berperan mengatasi alergi dan sebagai respon imun (Silverthorn dan Pearson, 2009). Jumlah Limfosit Berdasarkan analisis ragam, jumlah limfosit tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan maupun periode yang tersarang pada perlakuan pakan (P>0,05). Tabel 17 menunjukkan rataan, simpangan baku dan nilai koefisien keragaman dari jumlah limfosit. Jumlah limfosit yang tidak berbeda dapat mengartikan bahwa pemberian 42 pakan berenergi tinggi ataupun periodenya tidak mengganggu keadaan kesehatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Gambar 14 menunjukkan bahwa jumlah limfosit terjadi peningkatan dan penurunan yang tidak berbeda dan masih dalam kisaran normal 56,56 ± 14,70 %. Hal ini menunjukkan bahwa monyet ekor panjang dalam keadaan sehat dan memiliki sistem imun yang baik. Jumlah limfosit normal yaitu antara 34% hingga 56% (Fortman et al., 2002). Tabel 17. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Limfosit Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) --------------------------------------- (%) ------------------------------------------4 49,60 ± 8,88 (17,90) 49,80 ± 11,48 (23,04) 53,60 ± 12,76 (23,80) 5 49,20 ± 8,17 (16,60) 48,80 ± 19,25 (39,45) 61,40 ± 13,13 (21,38) 6 48,40 ± 3,85 (7,95) 47,80 ± 17,24 (36,07) 53,00 ± 13,82 (26,08) 7 58,60 ± 10,43 (17,80) 49,80 ± 14,24 (28,59) 61,20 ± 13,29 (21,72) 8 55,40 ± 4,56 (8,23) 56,20 ± 12,79 (22,77) 53,60 ± 20,50 (38,25) 52,24 ± 7,18 50,48 ± 15,00 56,56 ± 14,70 Jumlah Limfosit (%) Rataan 65 60 55 50 45 40 35 30 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 14. Grafik Jumlah Limfosit Macaca fascicularis Koefisien keragaman yang tinggi dapat mengartikan bahwa antar individu monyet ekor panjang yang menerima perlakuan pakan yang sama belum tentu 43 memiliki respon yang sama terhadap pakan tersebut. Jumlah limfosit yang dimiliki antar individu tidak seragam, juga dapat menyatakan bahwa monyet ekor panjang adalah hewan yang memiliki sensitivitas yang tinggi dalam melindungi tubuh dari serangan penyakit. Limfosit merupakan kunci dari respon imun tubuh dan hanya terdapat 5% ditemukan di dalam sirkulasi darah, namun berjumlah 20% hingga 35% dari total sel darah putih. Walaupun memiliki bentuk yang mirip satu dengan yang lain, namun masing-masing memiliki fungsi dan spesifikasi yang banyak (Silverthorn dan Pearson, 2009). Tizard (1982), menyatakan bahwa limfosit mempuyai fungsi kompleks dengan fungsi utama yaitu memproduksi antibodi atau sebagai sel efektor khusus dalam merespon antigen yang melekat pada makrofage. Limfosit berperan penting dalam sistem imun. Jumlah Monosit Berdasarkan analisis ragam, jumlah monosit tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05), namun nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang pada perlakuan pakan (P<0,05). Pakan pada periode ke-4 dan ke-5 memiliki pengaruh yang sama. Pada kedua periode tersebut berbeda lebih tinggi berpengaruh daripada pada periode ke-6, ke-7 dan ke-8. Periode ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8 memiliki pengaruh yang sama. Tabel 18 menunjukkan rataan, simpangan baku dan nilai koefisien keragaman dari jumlah monosit. Jumlah monosit yang sama dapat mengartikan bahwa pemberian pakan berenergi tinggi tidak mengganggu keadaan kesehatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Tabel 18. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah Monosit Macaca fascicularis Perlakuan Periode Pakan A ± SB (KK) Pakan B ± SB (KK) Pakan C ± SB (KK) ----------------------------------------- (%) --------------------------------------4 0,60 ± 0,55 (91,29) 1,40 ± 1,34 (95,83) 1,20 ± 1,10 (91,29) 5 1,60 ± 1,14 (71,26) 1,40 ± 1,34 (95,83) 1,20 ± 0,84 (69,72) 6 0,80 ± 1,30 (162,98) 0 1,60 ± 1,34 (83,85) 7 0,40 ± 0,89 (223,66) 0,80 ± 1,10 (136,93) 0,20 ± 0,45 (223,61) 8 0,40 ± 0,55 (136,93) 0,80 ± 0,84 (104,58) 0,60 ± 0,89 (149,07) 44 Gambar 15 menunjukkan naik dan turunnya jumlah monosit dari setiap periode. Jumlah monosit tersebut masih dalam kisaran normal menunjukkan pakan tidak mengandung bakteri. Kisaran normal perhitungan monosit adalah 0,4% hingga 3,0% (Fortman et al., 2002). Koefisien keragaman tinggi menunjukkan bahwa respon individu yang beragam walaupun mendapat perlakuan yang sama. Jumlah monosit saat pengukuran berbeda-beda antar individu sebab kondisi kesehatan yang antar individu tidak seragam, juga dapat menyatakan bahwa monyet ekor panjang adalah hewan yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap bakteri. Jumlah Monosit (%) 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 4 5 6 7 8 Periode (bulan) Pakan A Pakan B Pakan C Gambar 15. Grafik Jumlah Monosit Macaca fascicularis Monosit adalah prekursor sel dari jaringan makrofage. Monosit tidak banyak terdapat di dalam darah yaitu antara 1% hingga 6% dari total sel darah putih. Waktu hidupnya hanya 8 jam dan selama hidupnya tersebut dapat menelan lebih dari 100 bakteri, sel darah merah dan neutrofil yang telah mati (Silverthorn dan Pearson, 2009). Hubungan Antar Sifat Korelasi adalah suatu ukuran derajat bervariasinya dua peubah atau lebih secara bersama-sama atau ukuran keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Tabel 19 yang memperlihatkan nilai korelasi hematologi darah monyet ekor panjang pada pengukuran periode ke-4 memiliki nilai korelasi yang berbeda pada 45 periode lainnya. Pada periode ke-4 jumlah sel darah merah memiliki hubungan erat dengan kadar hemoglobin (P<0,05) dan berhubungan sangat erat dengan nilai hematokrit (P<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan jumlah sel darah merah dapat mempengaruhi konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit. Hubungan sangat erat juga terjadi antara nilai hematokrit dengan konsentrasi hemoglobin (P<0,01). Hubungan antara ketiganya saling mempengaruhi berbanding lurus Tabel 19. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Periode ke-4 Peubah Jmlh SDM Kadar Hb Nilai Hema MCV MCH MCHC Jmlh Neutro Jmlh Eosin Kadar Hemoglobin 0,56* 0,03 Nilai Hematokrit 0,72** 0,00 0,96** 0,00 MCV -0,43 0,11 0,48 0,07 0,31 0,26 MCH -0,34 0,22 0,59* 0,02 0,39 0,15 0,97** 0,00 MCHC -0,09 0,75 0,69** 0,00 0,48 0,07 0,74** 0,00 0,87** 0,00 Jumlah Neutrofil 0,12 0,68 0,27 0,33 0,18 0,53 0,04 0,90 0,16 0,56 0,41 0,13 Jumlah Eosinofil 0,10 0,71 0,34 0,22 0,36 0,19 0,33 0,23 0,28 0,31 0,13 0,66 -0,08 0,77 Jumlah Limfosit -0,03 0,92 -0,10 0,73 -0,03 0,93 0,04 0,90 -0,05 0,86 -0,23 0,41 -0,89** 0,00 0,06 0,83 Jumlah Monosit -0,37 0,18 -0,51 0,06 -0,47 0,08 -0,08 0,77 -0,19 0,49 -0,39 0,16 -0,39 0,15 -0,13 0,64 Jmlh Limfo 0,27 0,33 Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata Terdapat hubungan erat antara kadar hemoglobin dengan MCH (P<0,05)dan hubungan sangat erat dengan MCHC (P<0,01). Sebab kadar hemoglobin merupakan faktor yang digunakan dalam menghitung MCH dan MCHC. Antara MCV, MCH dan MCHC memiliki hubungan yang sangat erat positif antara ketiganya (P<0,01). Hubungan negatif juga terjadi antara jumlah neutrofil dengan jumlah limfosit yang memiliki hubungan sangat erat (P<0,01). Nilai negatif mengartikan bahwa hubungan kedua peubah ini berbanding terbalik. Tabel 20 menunjukkan nilai yang berbeda dengan Tabel 19. Hubungan keeratan di antara kedua periode juga berubah. Hal ini menunjukkan pada setiap 46 periode terjadi perubahan kondisi profil darah. Pada periode ke-5 ini hubungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit sangat erat (P<0,01). Hubungan antara kadar hemoglobin dengan MCHC menjadi tidak erat seperti pada periode sebelumnya. Kadar hemoglobin tetap berhubungan erat dengan MCH (P<0,05). Tabel 20. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Periode ke-5 Peubah Jmlh SDM Kadar Hb Nilai Hema MCV MCH MCHC Jmlh Neutro Jmlh Eosin Kadar Hemoglobin 0,67** 0,00 Nilai Hematokrit 0,73** 0,00 0,96** 0,00 MCV -0,29 0,30 0,47 0,08 0,44 0,10 MCH -0,23 0,42 0,57* 0,03 0,46 0,09 0,94** 0,00 MCHC 0,02 0,93 0,46 0,08 0,21 0,45 0,25 0,38 0,57* 0,03 Jumlah Neutrofil -0,05 0,86 0,28 0,36 0,12 0,68 0,21 0,45 0,39 0,15 0,57* 0,03 Jumlah Eosinofil 0,18 0,52 -0,14 0,61 -0,15 0,60 -0,44 0,10 -0,39 0,15 -0,05 0,85 0,09 0,74 Jumlah Limfosit -0,00 0,99 -0,25 0,38 -0,11 0,69 -0,14 0,62 -0,32 0,25 -0,53* 0,04 -0,99** 0,00 -0,21 0,45 Jumlah Monosit 0,22 0,43 0,05 0,86 0,08 0,78 -0,19 0,50 -0,19 0,51 -0,06 0,82 0,13 0,64 0,03 0,93 Jmlh Limfo -0,22 0,42 Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata Periode ke-5 memiliki jumlah sel darah merah yang lebih tinggi daripada periode lainnya sehingga perhitungan yang berkaitan dengan sel darah merah memiliki hubungan yang melemah keeratannya. Hubungan antara MCV dengan MCHC menjadi tidak erat (P>0,05). Hubungan keeratan MCH dengan MCHC juga menjadi lemah. Terjadi hubungan erat positif antara MCHC dengan jumlah neutrofil dan hubungan erat negatif dengan jumlah limfosit. Hubungan jumlah neutrofil dengan jumlah limfosit negatif sangat erat. Hubungan negatif ini mengartikan terjadi hubungan berbanding terbalik. Perbedaan nilai korelasi antar periode dapat terjadi 47 berhubungan dengan tingkat kesehatan atau tingkat cekaman yang dimiliki pada periode tersebut. Jumlah sel darah merah akan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin sebab hemoglobin adalah pigmen dari sel darah merah. Rastogi (1977) menyatakan bahwa warna merah pada darah disebabkan adanya hemoglobin. Jumlah sel darah merah juga mempengaruhi nilai hematokrit sebab hematokrit menunjukkan berapa banyak ruang di dalam darah. Hubungan keeratan dari ketiga peubah ini wajar terjadi dan dapat digunakan sebagai indikator kesehatan. Perbedaan erat dan tidaknya peubah juga terjadi pada periode ke-6. Pada Tabel 21 menampilkan bahwa banyak hubungan yang melemah keeratannya. Terjalin beberapa hubungan lainnya yaitu hubungan erat antara jumlah sel darah merah dengan monosit, hubungan erat antara kadar hemoglobin dengan neutrofil dan hubungan erat negatif dengan limfosit, hubungan erat antara nilai hematokrit dengan neutrofil dan hubungan erat negatif dengan limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, limfosit dan neutrofil saling mempengaruhi satu dengan lainnya pada periode ke-6. Menurut Cunningham (2002), hematokrit mempengaruhi viskositas darah. Penyimpangan dari nilai hematokrit berpengaruh penting terhadap kemampuan darah untuk membawa oksigen semakin besar persentase sel dalam darah (hematokrit) akan semakin besar gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah dan gesekan ini membentuk viskositas (Guyton dan Hall, 2007). Periode ini memperlihatkan bahwa jumlah sel darah merah tidak berkorelasi dengan kadar hemoglobin, namun tetap berhubungan erat dengan nilai hematokrit. Hubungan sangat erat juga masih diperlihatkan antara konsentrasi hemoglobin dengan nilai hematokrit dan hubungan negatif sangat erat anrata neutrofil dengan limfosit. Terjalinnya hubungan-hubungan antara peubah pada periode ke enam berkaitan dengan kondisi monyet saat itu. Periode ke enam memiliki variasi rataan yang paling terlihat daripada periode lainnya. Berkaitan dengan menejemen saat penelitian berlangsung, periode ke enam adalah periode dimana terjadi pergantian peneliti secara penuh. Monyet mengalami cekaman akibat perbedaan penanganan, walaupun telah diusahakan agar dalam kondisi yang seragam. 48 Tabel 21. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Periode ke-6 Peubah Jmlh SDM Kadar Hb Nilai Hema MCV MCH MCHC Jmlh Neutro Jmlh Eosin Kadar Hemoglobin 0,46 0,08 Nilai Hematokrit 0,60* 0,02 0,93** 0,00 MCV -0,40 0,14 0,55* 0,03 0,49 0,07 MCH -0,38 0,16 0,64* 0,01 0,44 0,10 0,92** 0,00 MCHC -0,17 0,55 0,50 0,06 0,13 0,64 0,33 0,23 0,66* 0,01 Jumlah Neutrofil 0,40 0,14 0,58* 0,02 0,60* 0,02 0,22 0,42 0,23 0,41 0,12 0,67 Jumlah Eosinofil -0,20 0,47 -0,27 0,34 -0,34 0,22 -0,16 0,57 -0,11 0,71 0,06 0,84 -0,26 0,36 Jumlah Limfosit -0,34 0,21 -0,55* 0,04 -0,55* 0,03 -0,23 0,41 -0,25 0,38 -0,15 0,60 -0,98** 0,00 0,09 0,75 Jumlah Monosit -0,60* 0,02 -0,43 0,12 -0,48 0,07 0,12 0,68 0,08 0,79 -0,03 0,92 -0,41 0,13 0,50 0,06 Jmlh Limfo 0,25 0,37 Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata Tabel 22 memperlihatkan hubungan dari beberapa peubah tidak erat seperti pada periode sebelumnya. Korelasi yang masih terjalin yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit, serta hubungan antara neutrofil dengan limfosit. Hubungan erat antara kadar hemoglobin dengan MCHC kembali terjalin. Terdapat pula hubungan sangat erat antara MCV, MCH dan MCHC. Hematokrit adalah angka yang menunjukkan persentasi sel darah terhadap cairan darah. Bila terjadi perembesan cairan atau plasma darah dan keluar dari pembuluh darah sementara bagian selnya tetap dalam pembuluh darah akan terjadi peningkatan hematokrit. Jadi berkurangnya cairan membuat persentase sel darah terhadap cairannya naik sehingga kadar hematokritnya juga meningkat (Tumbelaka, 2005). Jumlah sel darah merah erat hubungannya dengan kadar hemoglobin dan sangat erat dengan nilai hematokrit. Kadar hemoglobin sangat erat hubungannya dengan nilai hematokrit. Hubungan negatif sangat erat terjalin antara jumlah neutrofil dengan limfosit. Erat atau tidak eratnya hubungan tergantung pada periode. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi monyet ekor panjang setiap periodenya berbeda. 49 Tabel 22. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Periode ke-7 Peubah Jmlh SDM Kadar Hb Nilai Hema MCV MCH MCHC Jmlh Neutro Jmlh Eosin Kadar Hemoglobin 0,58* 0,02 Nilai Hematokrit 0,74** 0,00 0,96** 0,00 MCV -0,49 0,06 0,39 0,15 0,23 0,42 MCH -0,43 0,11 0,49 0,07 0,28 0,32 0,97** 0,00 MCHC -0,19 0,51 0,56* 0,03 0,30 0,28 0,63** 0,01 0,81** 0,00 Jumlah Neutrofil 0,12 0,66 0,24 0,38 0,19 0,49 0,08 0,78 0,15 0,58 0,26 0,34 Jumlah Eosinofil 0,10 0,71 -0,20 0,49 -0,21 0,44 -0,43 0,11 -0,34 0,21 -0,04 0,88 0,03 0,91 Jumlah Limfosit -0,16 0,57 -0,23 0,41 -0,18 0,53 -0,00 0,10 -0,09 0,75 -0,26 0,35 -0,99** 0,00 -0,18 0,53 Jumlah Monosit 0,13 0,63 -0,07 0,79 -0,05 0,87 -0,26 0,36 -0,24 0,40 -0,12 0,67 -0,25 0,37 -0,30 0,28 Jmlh Limfo 0,26 0,35 Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata Peningkatan nilai MCHC (hyperchromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang pekat. Hemoglobin yang pekat dalam darah terjadi pada pasien yang mengalami kebakaran (luka bakar berat), kelainan bawaan spherocytosis. MCHC dapat turun saat nilai MCV turun, sedangkan peningkatannya terbatas hanya sampai pada jumlah hemoglobin yang layak dalam kapasitas tampung sebuah sel darah merah (American Association for Clinical Chemistry, 2009). Tabel 23 memperlihatkan nilai korelasi pada periode ke-8. Terjalin banyak hubungan pada periode selain jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit, serta neutrofil dan limfosit. Pada periode ini terdapat hubungan negatif sangat erat antara eosinofil dengan kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah neutrofil. Hubungan eosinofil ini juga terjalin erat dengan jumlah limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa eosinofil, neutrofil dan limfosit juga saling mempengaruhi satu dengan lainnya dalam melindungi tubuh. 50 Tabel 23. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor Panjang pada Pengukuran Periode ke-8 Peubah Jmlh SDM Kadar Hb Nilai Hema MCV MCH MCHC Jmlh Neutro Jmlh Eosin Kadar Hemoglobin 0,52 0,05 Nilai Hematokrit 0,65* 0,01 0,95** 0,00 MCV -0,37 0,18 0,56* 0,03 0,47 0,08 MCH -0,34 0,22 0,63* 0,01 0,46 0,09 0,95** 0,00 MCHC -0,15 0,60 0,53* 0,04 0,24 0,39 0,46 0,09 0,71** 0,00 Jumlah Neutrofil 0,28 0,31 0,59* 0,02 0,50 0,06 0,27 0,33 0,39 0,16 0,47 0,08 Jumlah Eosinofil -0,32 0,24 -0,74** -0,73** -0,51 0,00 0,00 0,05 -0,52 0,05 -0,32 0,24 -0,77** 0,00 Jumlah Limfosit -0,24 0,38 -0,51 0,05 -0,41 0,13 -0,20 0,47 -0,33 0,23 -0,47 0,08 -0,99** 0,00 0,68* 0,01 Jumlah Monosit -0,29 0,29 -0,27 0,33 -0,33 0,24 -0,07 0,81 -0,05 0,87 0,04 0,90 -0,10 0,72 0,14 0,61 Jmlh Limfo 0,01 0,98 Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata Hubungan antar peubah berbeda-beda setiap periodenya, hal ini menunjukkan bahwa antar peubah memiliki hubungan yang belum pasti terjalin. Jumlah sel darah merah, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan neutrofil dan limfosit saling berbanding terbalik, sedangkan hubungan neutrofil dan eosinofil saling berbanding lurus. Hal ini dapat menggambarkan bahwa bila neutrofil meningkat, maka eosinofil meningkat tetapi limfosit rendah. Neutrofil merupakan fagosit bakteri yang sangat aktif dan terdapat banyak pada luka. Sayangnya sel ini tidak memiliki kemampuan untuk memulihkan lisosom yang digunakan untuk memakan mikroba sehingga akan mati setelah memakan beberapa bakteri. Eosinofil menyerang parasit dan fagosit kompleks antigen-antibodi. Sedangkan fungsi utama dari limfosit adalah menghasilkan antibodi. Bahasan Umum Keadaan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) lebih banyak dipengaruhi oleh perlakuan pakan formulasi yang berbahan dasar lemak sapi dan 51 kuning telur (pakan B). Pakan B lebih banyak dikonsumsi dan memiliki nutrisi yang bersumber dari kuning telur yang baik bagi pembentukan darah sehingga lebih banyak mempengaruhi kondisi darah. Akibat konsumsi yang baik, maka bobot badan juga lebih tinggi dipengaruhi oleh perlakuan pakan B. Konsumsi yang lebih tinggi pada kelompok pakan B dapat menyebabkan peningkatan bobot badan pada kelompok pakan B lebih besar dari pada dua perlakuan lainnya, walaupun secara angka kandungan energi pakan A dan pakan C (monkey chow) lebih tinggi dari pakan B. Sumber energi pakan C berasal dari protein, sehingga secara metabolisme kurang efisien bila dijadikan sumber energi tubuh. Oleh sebab itu kelompok pakan C menghasilkan bobot badan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok pakan B (Oktarina, 2009). Bobot badan dipengaruhi oleh perlakuan pakan B. Hal ini karena pakan B terkandung kuning telur yang dapat meningkatkan rasa gurih pada pakan sehingga monyet yang diberi pakan B lebih banyak mengkonsumsi pakan (Caraka I, 2008). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mendapat pakan perlakuan dengan bahan dasar lemak sapi dan kuning telur (pakan B) pada periode obesitas empat bulan kedua diidentifikasi mengalami pra-obes berdasarkan pengelompokan Body Mass Index (BMI) Asia (pada manusia) dengan rataan BMI 24,85 kg/m2 (Ningsih, 2009). Darah sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, serta latihan yang berlebihan. Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, stres, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 2007). Tabel 24 menyatakan bahwa pakan A dapat menyebabkan penurunan peubah hematologi kecuali jumlah eosinofil dan jumlah limfosit. Pakan B dapat menyebabkan penurunan peubah hematologi kecuali MCV, jumlah eosinofil dan jumlah limfosit. Pakan B dapat menyebabkan penurunan peubah hematologi kecuali MCV, jumlah neutrofil, jumlah eosinofil dan jumlah limfosit. Hal ini berarti pakan B memiliki pengaruh yang sama dengan pakan C. Pakan A adalah pakan yang paling 52 banyak mempengaruhi terjadi penurunan nilai dari peubah hematologi. Pernyataan ini sesuai dengan periode obesitas pada empat bulan pertama didapat bahwa pakan B cenderung sama pengaruhnya dengan pakan B. Pakan C dan pakan B cenderung meningkatkan peubah hematologi (Afiza, 2009). Tabel 24. Perubahan Nilai Hematologi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua No. Peubah (Satuan) 1. Perubahan Persentase (%) Pakan A Pakan B Pakan C Jumlah sel darah merah (× 106/ml) -0,28** -0,60** -0,33** -4,19 -8,40 -5,12 2. Kadar Hemoglobin (g/dl) -0,92** -1,52** -1,06** -7,55 -11,13 -8,19 3. Nilai Hematokrit (%) -1,70** -3,28** -1,52** -4,47 -7,81 -3,84 4. Mean Corpuscular Volume (fl) -0,10 0,22 0,82 -0,18 0,37 1,34 Mean Corpuscular Hemaglobin (ρg) -0,61 -0,63 -0,65 -3,35 -3,28 -3,30 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (g/dl) -1,01** -1,18** -1,47** -3,16 -3,63 -4,50 7. Jumlah Neutrofil (%) -7,40 -6,20 0,40 -15,88 -13,48 0,95 8. Jumlah Eosinofil (%) 1,80 0,60 0,40 56,25 23,08 14,29 9. Jumlah Limfosit (%) 5,80 6,40 0 11,69 12,85 0 10. Jumlah Monosit (%) -0,20* -0,60* -33,33 -42,86 -83,33 5. 6. -1,00* Pakan A Pakan B Pakan C Keterangan: * = nyata ** = sangat nyata Keadaan fisik monyet ekor panjang yang diberi pakan berenergi tinggi mengalami perubahan bagian-bagian tubuh yang menjadi tanda didepositkannya lemak tubuh. Perubahan yang terjadi yaitu pada lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal lipatan kulit punggung, serta tebal lipatan kulit perut (Caraka I, 53 2008 dan Ningsih, 2009). Pemberian perlakuan pakan formulasi A dan B memungkinkan terjadinya obesitas pada monyet ekor panjang jika diberikan dalam jangka waktu lebih lama. (Caraka I, 2008), sedangkan menurut Ningsih (2009) proses obesitas pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama penelitian empat bulan kedua dapat terjadi jika mengkonsumsi perlakuan pakan B dengan jangka waktu yang lebih lama. Akibat kandungan nutrisi pakan yang melebihi kebutuhan hidupnya, maka tubuh monyet ekor panjang dengan sendirinya akan mengurangi jumlah konsumsi. Hal ini dilakukan untuk menjaga homeostasis tubuh. Homeostasis merujuk pada ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam (badan organisme) yang konstan. Homeostasis merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam biologi. Bidang fisiologi dapat mengklasifkasikan mekanisme homeostasis pengaturan dalam organisme. Umpan balik homeostasis terjadi pada setiap organisme. Agar tubuh dapat enyelenggarakan homeostasis, maka tubuh harus senantiasa memantau adanya perubahan-perubahan nilai berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan respon yang sesuai sehingga perubahan yang terjadi dapat diredam (Siagian, 2004). Oleh sebab itu, walaupun terjadi perubahan fisik akibat pengaruh perlakuan pakan berenergi tinggi namun secara periodik terjadi penurunan hampir di setiap peubah hematologi pada periode obesitas empat bulan kedua untuk mendapatkan kondisi yang kembali seimbang. 54 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua dipengaruhi oleh pakan B (pakan berenergi tinggi berbahan dasar tallow dan kuning telur) yang sama pengaruhnya dengan pakan C (komersial monkey chow). Saran Profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mengalami perubahan dipengaruhi oleh pakan B (tallow dan kuning telur) sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti pakan komersial (monkey chow) untuk pembentukan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) obes. UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya. Terimakasih penulis sampaikan kepada Mama Tri Apriyani, Papa (Alm) Bachruddin, Kakak Hardian Nugraha Adi dan seluruh keluarga tersayang atas segala bantuan doa, semangat dan dukungan batin. Juga kepada Bapak Dr. Jakaria SPt., MSi dan Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku dosen pembimbing pertama dan kedua, atas segala bimbingan dan arahan selama penulis menyelesaikan skripsi. Bapak Ir. Andi Murfi MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan akademiknya sejak penulis terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Kepada Bapak Dr. Ir. Cece Sumantri M.AgrSc. selaku ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan juga selaku dosen penguji seminar. Terimakasih kepada Ibu Ir. Sri Darwati MS dan Dr. Ir. Dewi Apri Astuti MS selaku dosen penguji sidang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis menyelesaikan pendidikan. Terimakasih kepada Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS dari Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Ibu Dr. drh. Erni Sulistiawati, SpP1 penanggung jawab Laboratorium PSSP beserta Mba Lis, Ibu Dr. Ir. Dewi A. Astuti, MS, Bapak Deyv Pijoh SPt. MSi, Laboratorium Genetika Fakultas Peternakan IPB, drh. Maesaroh, drh. Dewi, dan Kak Sudirman serta segenap staf pegawai PT. IndoAnilab, atas segala bantuan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mba’ Ria Oktarina SPt., MSi., Mba’ Meri Afiza SPt., Mas H. Alfa Caraka I SPt. dan Tia Irmayanty A. N. SPt. rekan yang banyak membantu selama penelitian. Juga banyak terimakasih kepada Ade I. S. Harahap, Anggisthia Dewi, Nolis Nilareswati, Mutia Fani serta teman-teman tercinta di IPTP 42 yang selalu memberi semangat, juga kepada Dwi Novianthy yang banyak memberi saran yang membangun, serta seluruh sahabat penulis yang ada di Palu dan Bogor serta dimanapun berada. Bogor, Agustus 2009 Penulis DAFTAR PUSTAKA Adam, J. M. F. 2006. Obesitas dan Sindroma Metabolik. Bandung. Afiza, M. 2009. Perkembangan profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi pada periode obesitas empat bulan pertama. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Astuti, D. A., I. H. Suparto, D. Sajuthi dan I. N. Budiarsa. 2007. Nutrient intake and digestibility of Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis) fed with obese diet compared to monkey chow. International Symposium on Food Security Agricultural Development and Environmental Concervation in Southeast and East Asia. Bogor 4-6 2007, Bogor. American Association for Clinical Chemistry. 2009. Lab test online-complete blood count-the test. http://www.labtest-online.org/understanding/ analytes/cbc/test.htm. [25 Juni 2009]. Bathesda Stroke Center. 2002. Bathesda stroke http://www.strokebathesda.com. [28 Desember 2008]. center literatur. Bennett, B. T., R. C. Abee, and R. Henrickson. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research Biology and Management. Academic Press, New York. Caraka I, H. A. 2008. Perkembangan ukuran bagian-bagian tubuh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan obes. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Colville, T. and J. M. Bassert. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. Mosby, Inc., Missouri. Cunningham, J. G. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA : Saunders Company. Davies, N.B and J. R. Krebs. 1978. Behavioural Ecology : An Evolutionary Approach. Blackwell Scientific Publication, London. Ensminger, M. E., J. E. Oldfield and W. W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition Digest. 2nd Edition. Ensminger Publishing Company, California. Frandson, R. D. 1986. Anatomi Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Fortman, J. D., T. A. Hewett and B. T. Bennett. 2002. The Laboratory Nonhuman Primates. CRC Press, London. Gasperz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid 2. Tarsito, Bandung. Guyton, A. C. and J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan: L. Y. Rachman. ECG, Jakarta. 57 Inglis, J. K. 1980. Introduction to Laboratory Animal Science and Technology. Pergamon Press, New York. Ismanto, A. 1999. Tiga macam ransum monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan pengaruhnya terhadap performa. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iwamoto, T. 1980. Food and Energetics of Provisioned Wild Japanese Macaques (Macaca fuscata). Ecology and Behavior of Food-Enhanced Primate Groups. Junaedi. 2001. Pertumbuhan monyet ekor panjang di Unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata LP-IPB di Pulau Tinjil dan Darmaga, Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kelpiesoft. 2008. Kenali tubuh kita. http://www.kelpiesoft.com. [24 Desember 2008]. Kurnianingsih N. 2005. Waspadai infeksi virus penyebab http://www.pikiranrakyat.com/EDITORIAL. [ 30 Juli 2007]. obesitas. Lang, C. K. A. 2006. Primate factsheets: long-tailed macaque (Macaca fascicularis) taxonomy, morphology & ecology. http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/ long-tailed_macaque. [10 Juli 2007]. Lekagul, B and Mc Neely. 1977. Mamals of Thailand. Kurusapha Ladprao Press, Bangkok. Mareib, E. N. 1988. Essensial of Human Anatomy and Physiology. Second Edition. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Menlo Park, California. Marshall, P. T. and G. M. Hughes. 1972. The Physiology of Mammals and Other Vetebrates. The University Press, Cambridge. Martini, F., W. C. Ober, C. W. Garrison and K. Welch. 1992. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Second Edition. Prentise Hall, New Jersey. Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dangan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Prentice Hall, London. McGill Physiology Virtual Lab. 2009. Blood cell indices_MCH and MCHC. http://www.medicine.mcgill.ca/physio/vlab/bloodlab/mcv-mchc_n.htm. [8 April 2009]. Merdikoputro, J. 2006. Mampu menurunkan 100 kg. http://www.suaramerdeka. com/html. [13 November 2007]. Moss, R. 1992. Livestock Health and Welfare. Longman Scientific & Technical, United Kingdom. Mustaqimatin. 1998. Formulasi ransum berbahan dasar utama pakan lokal untuk monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata LP-IPB. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 58 Napier, J. R. and P. H. Napier. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT Press, Cambridge, Massachusetts. National Research Council. 2003. Nutrient Requirement Consumtion of Nonhuman Primate. Ed 2nd Rev. Washington DC. The National Academic Press. NBII. 2009. http://www.images.nbii.gov. [20 April 2009]. Ningsih, T. I. A. 2009. Performa obesitas monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production on Manual. 3rd Ed. The Avi Publishing Company, Inc, Westport, Connecticut. Oktarina, R. 2009. Kajian pakan bersumber energi tinggi pada pembentukan monyet obes. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, I. G. A. A., I. N. Wandia, I. G. Soma dan D. Sajuthi. 2006. Indeks massa tubuh dan morfometri monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bali. J. Vet 7:119-124. Racette, S. B., S. S. Deusinger and R. H. Deusinger. 2003. Obesity: Overview of Prevalence, Ethiology, and Treatment. Phys Ther. 83: 276-288. Rastogi, S. C. 1977. Essensial of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited, New Delhi. Rohman, N. 1993. Pengaruh kadar protein ransum terhadap penampilan kera ekor panjang (Macaca fascicularis). Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sajuthi, D., F. P. A. Lelana, D. Iskandriati dan B. Joeniman. 1993. Karakteristik satwa primata sebagai hewan model untuk penelitian biomedis. Makalah Seminar. Bogor. Sastradipraja, D., S. H. S. Sikar, R. Widjajakusuma, T. Ungerer, A. Maad, H. Nasution, R. Sunawinata dan R. Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Schermer, S. 1967. The Blood Morphology of Laboratory Animals 3rd Ed. F. A. Davis Company, Philadelphia. Siagian, M. 2004. Homeostasis keseimbangan yang halus dan dinamis. Karya Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Silverthorn and D. U. Pearson. 2009. Human Physiology an Integrated Aproach. 4th Edition. Benjamin Cummings, New York. Smith J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiaakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 59 Sulaksono, M. E. 2002. Penentuan nilai rujukan parameter faal hewan percobaan sebagai model penyakit manusia dan hewan. http://digilib.litbang. depkes.go.id. [10 September 2007]. Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Swenson, M. J. 1984. Dukes Physiology of Domestic Animals. 10th Ed. Cornell University, London. The World Health Organization. 2006. Obesity and overweight. http:// www.who.int/mediacentre/factsheets/index.html. [10 September 2007]. The World Health Organization. 2008. Body mass index classification. http:// www.who.int. [Januari 2009]. Tizard, I. 1982. Veterinary Immunology, an Introduction. 3rd Ed. W, B. Saunders Company, Canada. Tortora, G. J. and N. P. Anagnostakos. 1990. Principles of Anatomy and Physiology. Harper and Row Publisher, New York. Tumbelaka, A. R. 2005. Kesehatan. http://www.kompas.com/kesehatan/news/ 0403/20/085238.htm. [3 Agustus 2006]. Wikipedia. 2008. Hematologi. http://id.wikipedia.org/wiki/hematologi. [10 Mei 2008]. Wikipedia. 2008. Metabolic syndrome. http://id.wikipedia.org/wiki/metabolic_ syndrome. [26 Des 2008]. Wiseman, J. and P. J. A. Cole. 1990. Feedstuff Evaluation. University Press, Cambridge. 60 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Jumlah Sel Darah Merah Sumber Perlakuan db JK KT 2 3,9488 1,9744 12,48** 0,000 4,10** 0,000 Periode (Perlakuan) Error 12 7,7746 0,6479 60 9,4930 0,1582 Total 74 21,2164 F hitung Nilai P Keterangan : ** = sangat nyata Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Kadar Hemoglobin Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 15,8408 7,9204 10,85** 0,000 2,62** 0,007 Periode (Perlakuan) Error 12 22,9552 1,9129 60 43,8040 0,7301 Total 74 82,6000 Keterangan : ** = sangat nyata Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Nilai Hematokrit Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 124,0904 62,0452 11,35** 0,000 3,85** 0,000 Periode (Perlakuan) Error 12 252,1368 21,0114 60 327,8720 5,4645 Total 74 704,0992 Keterangan : ** = sangat nyata Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Volume (MCV) Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 322,9325 161,4663 31,20** 0,000 0,06tn 1,000 Periode (Perlakuan) Error 12 3,8378 0,3198 60 310,5198 5,1753 Total 74 637,2901 Keterangan : tn = tidak nyata ** = sangat nyata 62 Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 37,2819 18,6410 16,71** 0,000 0,84tn 0,610 Periode (Perlakuan) Error 12 11,2373 0,9364 60 66,9290 1,1155 Total 74 115,4482 Keterangan : tn = tidak nyata ** = sangat nyata Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) Sumber Perlakuan db JK KT F hitung tn Nilai P 2 1,3968 0,6984 1,15 0,322 4,69** 0,000 F hitung Nilai P Periode (Perlakuan) Error 12 34,0103 2,8342 60 36,2888 0,6048 Total 74 71,6958 Keterangan : tn = tidak nyata ** = sangat nyata Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Jumlah Neutrofil Sumber Perlakuan db JK KT 2 450,6667 225,3333 1,24tn 0,298 tn 0,943 Periode (Perlakuan) Error 12 948,7200 79,0600 60 10931,2000 182,1867 Total 74 12330,5867 0,43 Keterangan : tn = tidak nyata Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Jumlah Eusinofil Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 83,3826 41,6913 2,76tn 0,071 1,26tn 0,267 Periode (Perlakuan) Error 12 227,7845 18,9820 60 904,9599 15,0827 Total 74 1216,1270 Keterangan : tn = tidak nyata 63 Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Jumlah Limfosit Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 622,8267 311,4133 1,80tn 0,174 tn 0,923 Periode (Perlakuan) Error 12 981,1200 81,7600 60 3638,9860 60,6498 Total 74 4212,3195 0,47 Keterangan : tn = tidak nyata Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Jumlah Monosit Sumber Perlakuan db JK KT F hitung Nilai P 2 10,1449 5,0724 0,44tn 0,649 2,40* 0,013 Periode (Perlakuan) Error 12 335,6054 27,9671 60 699,3730 11,6562 Total 74 1045,1233 Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata 64