PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata) DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR NANDA DWI PAMBUDI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 RINGKASAN NANDA DWI PAMBUDI. C34070080. Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor. Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang. Saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi kurang. Salah satu masalah gizi yaitu kekurangan asupan mineral, diantaranya anemia gizi besi dan osteoporosis. Pemenuhan kebutuhan mineral diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan mineral lebih sedikit dibandingkan makanan hewani. Hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral. Sumber mineral yang paling baik berasal dari makanan hewani, salah satunya adalah keong mas. Pada umumnya keong mas dikonsumsi setelah mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan dapat mempengaruhi kelarutan mineral, sehingga dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral keong mas. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas, sedangkan tujuan khususnya adalah menganalisis pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan Ca, Mg, Na, dan P dari komoditas keong mas, serta menentukan metode pengolahan terbaik. Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan perhitungan rendemen serta analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein. Pada tahap penelitian lanjutan, sampel keong mas yang telah dilakukan proses pengolahan (perebusan pada suhu 100 oC selama 20 menit, perebusan dengan konsentrasi garam 1,5% pada suhu 100 oC selama 20 menit, dan pengukusan pada suhu 100 oC selama 20 menit) dianalisis kandungan mineral dan kelarutan mineralnya. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu uji Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap rasa dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi proksimat, total mineral, dan kelarutan mineral. Kandungan mineral makro keong mas segar yang tertinggi adalah kalsium sebesar 7,6 g/100 g bk. Keong mas juga memiliki kandungan mineral makro yang lain yaitu fosfor sebesar 1,5 g/100 g bk, kalium sebesar 0,9 g/100 g bk, natrium sebesar 0,6 g/100 g bk, dan magnesium sebesar 0,2 g/100 g bk. Keong mas memiliki kandungan mineral mikro dari yaitu besi sebesar 44,16 mg/100 g bk dan seng sebesar 20,57 mg/100 g bk. Proses perebusan memiliki nilai persentase kelarutan mineral kalsium 78,16%, magnesium 77,79%, natrium 77,26%, dan fosfor 75,86%. Proses perebusan garam memiliki nilai kelarutan kalsium 76,86%, magnesium 74,4%, natrium 75,78%, dan fosfor 72,3%. Persentase kelarutan mineral pada proses pengukusan yaitu kalsium 66,41%, magnesium 65,84%, natrium 64,11%, dan fosfor 63,83%. Metode pengolahan yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral (kalsium, natrium, fosfor dan magnesium) tertinggi yaitu metode pengolahan dengan perebusan. PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata) DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR NANDA DWI PAMBUDI C34070080 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Judul Skripsi : Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor. Nama Mahasiswa : Nanda Dwi Pambudi Nomor Pokok : C34070080 Program Studi : Teknologi Hasil Perairan Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Dra.Ella Salamah, MSi NIP.1953 0629 1988 03 2 001 Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP. 1965 0713 1990 02 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002 Tanggal Lulus : ..................................... PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral “Pengaruh Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Nanda Dwi Pambudi NRP C34070080 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede Bogor” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi, serta semua ilmu yang telah diberikan. 2) Drs. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi hasil Perairan. 4) Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 5) Kedua orang tua saya Ayahanda Sudibyono dan Ibunda Ely Artiningsih, serta kakakku Ardy Susetyo atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya. 6) Vivin Magdalena yang selalu memberikan semangat dan doanya. 7) Bu Ema, Mba Lastri, Mas Ipul, Mas Zaky, Mba Silvi dan seluruh staf TU THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan penelitian. 8) Rekan-rekan THP 44 dan 43 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Nanda Dwi Pambudi v RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 22 April 1989 dari Ayah bernama Ir.H. Sudibyono dan Ibu yang bernama Hj. Ely Artiningsih, SH. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari TK Tunas Baja Cilegon lalu melanjutkan ke SD Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis malanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Cilegon, dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama aktif perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti OMDA Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) tahun 2007, kepengurusan Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKMC) periode 2008-2009 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) divisi Kewirausahaan periode 2009-2010. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede Bogor”, dibimbing oleh Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .......................................................................................... Hal ix DAFTAR GAMBAR...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas .. .............................................. 4 2.2 Pemanfaatan Keong Mas .................................................................... 6 2.3 Mineral dan Fungsinya ........................................................................ 7 2.3.1 Mineral makro ............................................................ ............. 2.3.2 Mineral mikro ........................................................................... 8 11 2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral .......................... 14 2.5 Kelarutan Mineral ............................................................................... 16 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 17 3.2 Bahan dan Alat ................................................................................... 17 3.3 Tahap Penelitian ................................................................................. 17 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5 3.3.6 3.3.7 Pengambilan dan preparasi sampel ......................................... Pengolahan .............................................................................. Analisis proksimat .................................................................. Pengujian total mineral ....................... ................................... Analisis kelarutan mineral .................. ................................... Kebutuhan mineral .............................. ................................... Rancangan percobaan dan analisis data .................................. 18 18 20 22 23 24 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas .................................................................. 27 4.2 Rendemen …………………………………………………………. 28 4.3 Uji Organoleptik Rasa……………………………………………… 29 4.4 Komposisi Kimia Keong Mas ........................................................... 30 4.5 Komposisi Mineral ............................................................................ 36 4.6 Kelarutan Mineral ............................................................................. 47 vii 4.7 Pengolahan yang Terbaik ................................................................... 49 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 51 5.2 Saran .................................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN……………………………………………………………………….. viii 57 DAFTAR TABEL No. Hal 1. Komposisi kimia keong mas ....................................................................... 6 2. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium ..................................... 9 3. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor ........................................ 9 4. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium................................ 11 5. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi............................................ 12 6. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng ........................................... 14 7. Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas ............... 27 8. Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan.............. 30 9. Komposisi mineral keong mas dengan berbagai metode pengolahan ........ 37 10. Kelarutan mineral keong mas..................................................................... 47 11. Kandungan mineral dan presentase kehilangan serta kelarutan mineral keong mas ................................................................................................. 50 DAFTAR GAMBAR No. Hal 1. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) .......................................... 4 2. Perbedaan keong mas jantan dan betina .................................................... 5 3. Diagram alir tahapan penelitian ................................................................. 18 4. Diagram alir metode pengolahan daging keong mas ................................. 19 5. Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral .. 19 6. Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging) ................................... 27 7. Diagram pie rendemen keong mas............................................................. 28 8. Diagram batang uji organoleptik rasa ........................................................ 29 9. Diagram batang rata-rata kadar air ............................................................ 31 10. Diagram batang rata-rata kadar abu ........................................................... 32 11. Diagram batang rata-rata kadar protein ..................................................... 34 12. Diagram batang rata-rata kadar lemak ....................................................... 35 13. Diagram batang rata-rata kadar kalsium .................................................... 38 14. Diagram batang rata-rata kadar natrium .................................................... 39 15. Diagram batang rata-rata kadar kalium ..................................................... 41 16. Diagram batang rata-rata kadar besi .......................................................... 42 17. Diagram batang rata-rata kadar seng ......................................................... 43 18. Diagram batang rata-rata kadar fosfor ....................................................... 44 19. Diagram batang rata-rata kadar magnesium .............................................. 46 20. Histogram persentase kelarutan mineral keong mas.................................. 47 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal 1. Lokasi pengambilan keong mas .................................................................. 58 2. Cangkang, jeroan, dan daging keong mas ................................................... 58 3. Cara penilaian organoleptik rasa ................................................................. 59 4. Perhitungan rendemen keong mas (Pomacea canaliculata) ....................... 60 5. Data komposisi kimia keong mas ............................................................... 61 6. Data mineral keong mas basis kering.......................................................... 61 7. Grafik uji kenormalan proksimat basis kering ............................................. 62 8. Grafik uji kenormalan Ca, Na, K, Fe, Zn, P, dan Mg basis kering .............. 64 9. Grafik uji kenormalan kelarutan mineral basis kering ................................. 67 10. Analisis ragam proksimat keong mas ........................................................ 69 11. Uji lanjut Duncan kadar air ........................................................................ 69 12. Uji lanjut Duncan kadar abu ...................................................................... 70 13. Uji lanjut Duncan protein ... ...................................................................... 70 14. Uji lanjut Duncan lemak .... ...................................................................... 70 15. Analisis ragam total mineral keong mas .................................................... 70 16. Uji lanjut Duncan total mineral kalsium .................................................... 71 17. Uji lanjut Duncan total mineral natrium .................................................... 71 18. Uji lanjut Duncan total mineral kalium ...................................................... 71 19. Uji lanjut Duncan total mineral fosfor ....................................................... 72 20. Uji lanjut Duncan total mineral besi .......................................................... 72 21. Uji lanjut Duncan total mineral seng ......................................................... 72 22. Uji lanjut Duncan total mineral magnesium .............................................. 72 23. Analisis ragam kelarutan mineral keong mas ............................................ 73 24. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral kalsium ............................................ 73 25. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral magnesium ...................................... 73 26. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral natrium............................................. 74 27. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral fosfor ............................................... 74 28. Hasil uji Kruskal Wallis organoleptik rasa ................................................ 74 29. Contoh perhitungan persentase mineral yang hilang ................................. 74 xi 30. Contoh perhitungan persentase kelarutan mineral ..................................... 74 31. Angka kecukupan gizi keong mas.............................................................. 75 xii 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan moluska air tawar yang terdapat di sepanjang Sungai Paraguay dan Parana yang memotong Paraguay, Brazil, Bolivia dan Argentina. Di Asia, keong mas pertama kali dikenal sebagai hama padi di Taiwan sejak tahun 1979, dan kini telah menjadi hama padi paling berbahaya di negara-negara penyedia beras, seperti Filipina, Vietnam, Thailand dan Indonesia (Joshi 2005). Komposisi kimia keong mas pada daging segar yaitu kadar air (77,60%), kadar protein (12,20%), kadar lemak (0,40%), kadar abu (3,20%) dan karbohidrat (6,60%) (DA-PhilRice 2001). Pandangan mengenai keong mas sebagai suatu hama berbahaya dan sangat merugikan bagi dunia pertanian tidaklah sepenuhnya benar. Keong mas telah dimanfaatkan menjadi sumber pakan dan pangan di negara-negara penghasil beras yang diserang hama golden apple snail (GAS). Keong mas diberikan sebagai pakan pada ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemanfaatan keong mas saat ini tidak terbatas sebagai bahan pangan dan pakan saja, tetapi juga sebagai obat untuk penyakit liver (Sulistiono 2007). Kajian ilmiah lebih mendalam mengenai khasiat keong mas bagi kesehatan manusia masih belum banyak dilakukan. Semuanya ini masih merupakan pembuktian empiris dari pengalaman para pengguna, sehingga perlu dilakukan pengujian ilmiah lebih lanjut terhadap keong mas. Salah satu pengujian ilmiah yang perlu dilakukan yaitu mengenai kandungan mineral pada keong mas. Menurut penelitian Susanto (2010), keong mas mengandung 5 komponen bioaktif yang terdeteksi melalui uji fitokimia, yaitu komponen alkaloid, steroid, flavonoid, karbohidrat dan asam amino. Komponen-komponen bioaktif ini diduga memiliki banyak aktivitas fisiologis yang positif bagi tubuh manusia. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang. Permasalahan gizi di Indonesia selama ini masih cukup besar, namun hingga saat ini masalah tersebut hanya dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat dan 2 belum dianggap sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan menurunkan angka kemiskinan (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2008). Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Salah satu dari keempat masalah gizi erat kaitannya dengan kekurangan asupan mineral diantaranya, yaitu anemia gizi besi dan osteoporosis. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral (Almatsier 2001). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Langkah awal untuk mempelajari bioavailabilitas mineral adalah mengetahui kandungan mineral pada bahan dan kelarutan mineral (Santoso et al. 2006). Pada umumnya keong mas dikonsumsi oleh masyarakat setelah mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan yang dilakukan yaitu perebusan, perebusan air garam dan pengukusan. Dengan adanya pengaruh yang terjadi pada berbagai metode pengolahan terhadap penurunan mineral, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan (perebusan, perebusan air garam dan pengukusan) terhadap kandungan mineral keong mas. Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak disebabkan oleh pH, oksigen, panas atau kombinasinya (Sediaoetama 1993). Pengolahan bahan pangan dapat meningkatkan kelarutan mineral. Kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). 3 1.2 Tujuan Penelitian mengenai “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas dari Perairan Situ Gede, Bogor” memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. 1.2.1 Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas. 1.2.2 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a) Menentukan rendemen keong mas. b) Menganalisis kandungan proksimat keong mas segar dan setelah pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam). c) Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas. d) Menentukan metode pengolahan terbaik. 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Keong mas (Pomacea canaliculata) adalah siput sawah dengan warna cangkang keemasan, kadang dianggap hama tetapi berprotein tinggi. Keong mas disebut hama karena menjadi pemakan tanaman padi di areal persawahan. Telur keong mas dapat menempel dan menetas pada batang padi, sehingga menyebabkan tanaman padi mati serta petani gagal panen. Keong memiliki kandungan gizi sangat tinggi karena daging keong mengandung protein. Daging keong dapat diolah menjadi bahan makanan dengan teknik pengolahan yang tepat. Misalnya, daging keong bisa dibuat menjadi keripik, kerupuk, tepung hingga pupuk dan campuran pakan ternak. Daging keong mas tidak haram karena hidup di satu alam dan tidak bertulang belakang (Sulistiono 2010). Bentuk morfologi keong mas dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002) adalah sebagai berikut: Filum : Molusca Kelas : Gastropoda Subkelas : Prosobranchiata Ordo : Mesogastropoda Famili : Ampullariidae Genus : Pomacea Spesies : Pomacea canaliculata a b Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Sumber : a) (Afrianty 2010). b) (Tamud 2009). 5 Keong mas hidup di kolam, sawah beririgasi dan kanal. Keong mas membenamkan diri pada tanah lembab selama musim kering. Keong mas dapat bertahan hidup hingga 6 bulan dengan melakukan estivasi dengan cara menutup operkulum dan membenamkan diri dalam tanah. Keong mas menjadi aktif kembali ketika tanah tempat hidupnya tergenang air. Keong mas dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang keras, seperti pada perairan tercemar atau perairan yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang rendah. Hal ini dikarenakan keong mas memiliki insang (ctenidium) dan organ menyerupai paruparu, sehingga memungkinkan keong mas dapat bertahan hidup di dalam dan di luar air (DA-PhilRice 2001). Keong mas memiliki karakteristik khusus yang dapat digunakan untuk membedakan dengan keong-keong jenis lain yang hidup pada habitat yang sama. Keong mas dewasa memiliki cangkang berwarna coklat dan daging berwarna putih krem hingga emas kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat beragam dan bergantung pada ketersediaan makanan. Ukuran diameter cangkang keong mas dapat mencapai 4 cm dengan berat 10-20 gram. Keong mas memiliki umbilicus terbuka. Operkulum yang menutupi lubang aperture terbuat dari kitin dan merupakan operkulum tipe konsentris (Ardhi 2008). Perbedaan antara keong mas jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Perbedaan keong mas jantan dan betina (Sumber: DA-PhilRice 2001) Keong mas dikategorikan sebagai hewan omnivora. Keong mas dapat memakan keong-keong jenis lain seperti Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp. Keong Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp merupakan inang perantara parasit trematoda dan dapat menyebabkan penyakit gatal (Sulistiono 2007). Keong mas juga dapat bersifat kanibalisme memakan telur-telurnya dan juvenil-juvenil keong mas yang baru menetas (Horn et al. 2008). 6 2.2 Pemanfaatan Keong Mas Pemanfaatan keong mas, baik dibidang penyediaan pangan maupun pakan, merupakan salah satu bentuk usaha pengendalian keong mas yang merupakan hama berbahaya bagi sektor pertanian, khususnya pertanian padi. Pengumpulan keong-keong di areal persawahan juga termasuk salah satu usaha pengendalian hama keong mas ini. Keong-keong yang terkumpul biasanya diolah menjadi bahan pangan ataupun pakan bagi ternak. Pengolahannya sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan, seperti fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan kerupuk keong mas, fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan cracker “chicharon”, pembuatan kecap, sate keong, pepes keong, sambel keong, dendeng dan menu keong lainnya. Keong mas juga digunakan sebagai obat penyakit kulit, penyakit kuning, dan penyakit liver (Sulistiono 2007). Selain itu, juga dapat bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan dan dapat meningkatkan vitalitas (Sumitro 2009). Komposisi kimia keong mas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia keong mas Komposisi Kimia Daging Lumat 1) Segar Daging Segar2) Daging Segar3) Kadar air (%) 84,70 82,37 77,60 Kadar protein (%) 9,33 8,69 12,20 Kadar lemak (%) 0,91 0,78 0,40 Kadar abu (%) 1,43 1,47 3,20 Kadar serat kasar (%) 3,10 6,68 - Karbohidrat (%) 0,10 - 6,60 Sumber: 1) Nurjanah et al. (1996); 2) Kamil et al. (1998); 3) DA-PhilRice (2001). Pemanfaatan keong mas sebagai pakan ternak juga telah banyak dikembangkan. Dalam bentuk segar, keong mas digunakan sebagai pakan sumber protein untuk ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemberian pakan berbasis protein keong mas pada ternak burung puyuh (Coturnix coturnix) dan budidaya ikan gabus (Chana striata) serta ikan sidat (Anguilla sp.), memberikan pertumbuhan yang baik pada hewan-hewan budidaya tersebut (Sulistiono 2007). 7 Daging keong mas yang akan digunakan untuk fortifikasi tepung ikan (pakan), harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung keong mas. Hasil penelitian Kamil et al. (1998) menunjukkan bahwa tepung keong mas memiliki kadar air sebesar 8,03-8,73%, kadar protein 65,50-70,67%, kadar lemak 1,27-1,43%, kadar abu 9,13-10,47%, kadar serat kasar 8,19-9,59%, dan kadar garam 0,56-1,69%. Kadar asam amino esensial tepung keong mas yang paling tinggi adalah leusin (44,8 mg/g protein) dan terendah adalah metionin (10,54 mg/g protein). Jenis asam amino esensial yang paling sedikit adalah triptofan. Lisin yang biasanya menjadi asam amino pembatas, ternyata pada tepung keong mas ini memiliki skor kimia yang cukup (41,29 mg/g protein) dan tidak menjadi asam amino pembatas, sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan yang kurang lisin. 2.3 Mineral dan Fungsinya Mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2001). Menurut Arifin (2008), mineral esensial adalah mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Apabila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. penyakit defisiensi. Mineral juga dapat menyebabkan 8 2.3.1 Mineral makro Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut : a) Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan, selain itu juga fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut, contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat. Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran pencernaan sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress seharihari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang disebut juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan juga susah buang air besar (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium dapat dilihat pada Tabel 2. 9 Tabel 2 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 200-400 Anak-anak (1-19 tahun) 500-600 Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 1000 Usia 19-65 tahun ke atas 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor juga terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler (Almatsier 2001). Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor dapat berasal dari daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan bisa terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti alumunium hidroksida untuk jangka lama (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 100-225 Anak-anak (1-19 tahun) 400 Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 1000 Usia 19-65 tahun ke atas 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). c) Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur 10 atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat langsung diserap usus. Saluran pencernaan yang banyak berperan dalam mengabsorpsi natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg (Almatsier 2001). Natrium banyak terdapat pada plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa. Kebutuhan akan natrium didasarkan pada pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain (Winarno 2008). d) Kalium Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Tubuh orang dewasa mengandung kalium lebih banyak dua kali lipat dari natrium, namun biasanya konsumsi kalium lebih sedikit dibandingkan dengan natrium. Di Amerika konsumsi kalium per orang per hari adalah 2-6 gram kalium. Kalium berada di dalam sel daripada di luar sel, karena itu lebih mudah menyimpan kalium dalam tubuh (Winarno 2008). Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian terikat dengan protein. Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil. Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier 2001). minimum akan 11 e) Magnesium Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh (Almatsier 2001). Magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap diusus kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercena akan diserap karena kelarutan garam magnesium rendah (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 25-55 Anak-anak (1-19 tahun) 60-120 Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 170-270 Usia 19-65 tahun ke atas 270-300 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). 2.3.2 Mineral mikro Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan tubuh akan mineral mikro kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri atas besi (Fe), iodium (I), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), fluor (F) dan tembaga (Cu) (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh antara lain: 12 a) Besi Menurut King (2006), zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Besi di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan. Sumber zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Besi mempunyai fungsi esensial yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paruparu ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Arifin 2008). Kekurangan zat besi mengakibatkan rasa mual, lemah, sakit kepala dan nafas pendek. Kelainan genetik yang disebut hemchromatosis dapat disebabkan tubuh memproduksi zat besi berlebih. Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung besi, selain itu pada wanita karena kehilangan darah saat haid maupun persalinan (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 0,5 – 7 Anak-anak (1-19 tahun) 8 – 10 Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 13 – 19 Usia 19-65 tahun ke atas 13 – 26 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Tembaga (Cu) Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim 13 mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen (Almatsier 2001). Tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa sekitar 100-150 mg dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan tembaga pada manusia umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak yang mengalami kekurangan konsumsi protein (KKP). Kekurangan kadar tembaga akan menyebabkan terjadinya leucopenia (kekurangan sel darah putih), demineralisasi tulang dan kurangnya jumlah sel darah merah yang dihasilkan. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare (Winarno 2008). c) Seng (Zn) Seng ditemukan hampir dalam seluruh jaringan hewan. Seng lebih banyak terakumulasi dalam tulang dibanding dalam hati yang merupakan organ utama penyimpan mineral mikro. Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan epidermal (kulit, rambut, dan bulu), dan sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim. Seng merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati (Arifin 2008). Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Kekurangan seng menyebabkan tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual, gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Kekurangan seng mengganggu metabolisme vitamin A (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. 14 Tabel 6 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-19 tahun) Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas 1,3 - 7,5 8,2 – 11,2 12,6 – 17,40 9,3 – 13,4 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein hewani. Hal ini disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ionion logam mineral (Winarno 2008). d) Selenium (Se) Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium sehari untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki dewasa dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). 2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002). Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi 15 keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pengolahan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan. Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Perebusan dilakukan dengan penggunaan larutan garam yang mendidih sebagai media untuk merendam daging keong mas dengan cangkangnya. Tujuan dari proses perebusan ini adalah menjadikan ikan matang serta menjadikan susunan daging menjadi lebih padat. Larutan garam akan menyerap cairan yang ada dalam tubuh ikan dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan. Proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan bertujuan untuk mencegah proses pembusukan ikan (Afrianto 1993). Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tetapi proses pengolahan juga dapat bersifat positif, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk. Kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan adalah optimalisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya. Proses steaming akan memberi hasil yang maksimal apabila dilakukan dengan alat yang tertutup rapat untuk mencegah berkurangnya tekanan uap air panas. Jika steaming dilakukan dengan mempergunakan panci pengukus, pastikan panci ditutup rapat. Bahan makanan yang cocok digunakan adalah bahan yang tidak mudah kehilangan tekstur, warna, aroma dan rasa (Supiyanti 2011). 16 Kekurangan dari proses pengukusan adalah susutnya vitamin yang larut air namun vitamin larut minyak tetap. Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air lebih besar dibandingkan pengukusan dengan perebusan (Harris dan Karmas 1989). Faktor yang diperhatikan dalam proses pengukusan adalah jumlah air yang digunakan harus diperhitungkan sesuai dengan tinggi bagian dalam panci, temperatur air, dan besarnya api. Pengukusan akan mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan (Gsianturi 2002). 2.5 Kelarutan Mineral Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh. Faktorfaktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat dengan mineral (Almatsier 2001). Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi (Sediaoetama 1993). Menurut Santoso et al. (2006), mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga dapat meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH. 17 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan (preparasi sampel); Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan (proses perebusan, perebusan air garam dan pengukusan daging keong mas); Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (uji proksimat); dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan (proses homogenisasi), Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Pengujian Teknologi Industri Pertanian (analisis profil dan kelarutan mineral keong mas), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium terpadu (proses sentrifuse), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong mas (Pomacea canaliculata) yang diperoleh dari Perairan Situ Gede Bogor. Bahanbahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: akuades; HCl 0,1 N; K2SO4; H2SO4 pekat; NaOH; H3BO3; indikator metal merah; larutan heksana; kertas saring Whatman no. 42; HNO3; HClO4; Cl3La.7H20 dan ammonium molibdat. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission, sentrifus, homogenizer, gelas piala, labu takar, pisau, panci stainless stell, gelas ukur, oven, timbangan, pipet, cawan dan termometer. 3.3 Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, preparasi sampel, perhitungan rendemen, pengolahan, dan uji organoleptik rasa. Bagian kedua meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, dan protein), serta analisis kandungan mineral 18 makro dan mikro daging keong mas (APHA 2005) dan kelarutan mineral (Santoso 2003 yang dimodifikasi). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Sampel keong mas Identifikasi Pengukuran morfometrik Perhitungan rendemen Uji proksimat (AOAC 1995) Uji total mineral (APHA 2005) Uji kelarutan mineral (APHA 2005) Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Pengambilan sampel keong mas dilakukan di sekitar perairan Situ Gede Bogor. Keong mas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dibersihkan, ditiriskan dan ditimbang untuk mengetahui 30 ekor keong mas. Kemudian dilakukan perhitungan rendemen. Perhitungan rendemen dengan rumus: Rendemen (%) = Bobot daging (g) x 100 % Bobot awal (g) 3.3.2 Pengolahan Sampel keong mas yang akan diuji kelarutan mineralnya dilakukan proses pengolahan, yaitu perebusan, perebusan air garam dan pengukusan masingmasing pada suhu 100°C selama 20 menit. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan yaitu waktu dan suhu yang tepat untuk mematangkan daging keong 19 mas, serta konsentrasi garam yang tepat dalam perebusan. Diagram alir metode pengolahan daging keong mas dapat dilihat pada Gambar 4. Sampel keong mas Segar Pengukusan 100°C selama 20 menit Perebusan 100°C selama 20 menit Perebusan air garam 100°C (konsentrasi garam 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%) selama 20 menit Daging rebus Daging kukus Uji organoleptik Daging rebus garam (konsentrasi terpilih) Gambar 4 Diagram alir metode pengolahan daging keong mas Keterangan : = Input/ output = Proses Daging segar, kukus, rebus, dan rebus air garam dianalisis mineral dan kelarutan mineralnya. Diagram alir analis proksimat, mineral dan kelarutan mineral dapat dilihat pada Gambar 5. Daging segar, kukus, rebus dan rebus air garam konsentrasi garam terpilih Uji proksimat Uji total mineral Kelarutan mineral Komposisi kimia Total mineral Mineral terlarut Gambar 5 Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral 20 3.3.3 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menghitung komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, abu, lemak, dan protein. 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus : Perhitungan kadar air : % kadar air = (B1 – B2) x 100% B Keterangan: B= berat sampel (gram) B1= berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2= berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu (bobot basah) = Berat abu (g) Berat sampel awal (g) x 100 % 21 3) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Contoh seberat 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak kosong (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 4) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi 22 perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = (ml HCl – ml Blanko) x N HCl x 14 x fp x 100 % mg contoh % kadar protein = % N x faktor konversi (6,25) Keterangan : fp= Faktor pengenceran 3.3.4 Pengujian total mineral 1) Pengujian total mineral Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Se, Cu (APHA 2005) Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Sebanyak 2 gram sampel daging keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 65% yang bertujuan untuk melarutkan kandungan anorganik dan panaskan di atas hot plate, lalu dinginkan. Setelah dingin tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini bertujuan untuk menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan di atas hot plate dan dinginkan. Larutan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman sampai diperoleh larutan yang jernih. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Perkin Elmer Analyst 100 dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral. Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah : Kadar mineral (bb) = Keterangan : fp= Faktor pengenceran Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering : Kadar mineral (bk) = x 100% 23 2) Pengujian fosfor (APHA 2005) Prinsip pengujian fosfor yaitu mengetahui nilai absorpsi logam fosfor dengan menggunakan metode spektrofotometer. Sebanyak 2 gram sampel daging keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml kemudian ditambahkan 140 ml asam sitrat yang bertujuan untuk melarutkan kandungan fosfor pada sampel, panaskan di atas hot plate lalu dinginkan. Setelah dingin tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini bertujuan untuk menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan di atas hot plate dan dinginkan. Setelah dingin lakukan pengenceran dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman sampai diperoleh larutan yang jernih. Sejumlah larutan stok standar dari mineral fosfor diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh diukur ke alat spektrofotometer dengan pewarna biru (asam vanadimolibdifosfat) pada panjang gelombang 660 nm dari mineral fosfor, kemudian diukur absorbansinya. Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah : Kadar mineral (bb) = Keterangan: fp = faktor pengencer Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering : Kadar mineral (bk) = x 100% 3.3.5 Analisis kelarutan mineral (Santoso 2003 yang dimodifikasi) Sampel yang telah diberi perlakuan pengolahan dan kontrol, terlebih dahulu diambil 10 gram untuk dianalisis dan ditambahkan 40 ml air lalu dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan 5.000-10.000 rpm selama 2 menit untuk fraksi terlarut. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm, 2 oC selama 12 menit. Hasil dari sentrifugasi selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no 42. Supernatan diukur mineral terlarut yaitu kalsium, natrium, fosfor, dan magnesium menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dan 24 dihitung sebagai persentase terhadap total mineral yang dianalisis (Ca, Mg, Na, dan P). Persentase kelarutan kemudian dihitung hasil bagi antara kelarutan mineral dengan total mineral. Perhitungan kelarutan mineral (mg/100g) basis basah, yaitu : 3.3.6 Kebutuhan mineral (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2008) Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang dikonsumsi setiap hari untuk waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal ratarata orang sehat. Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari keong mas (Pomacea canaliculata) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari keong mas oleh tubuh. Perhitungan presentasi AKG mineral keong mas dihitung dengan rumus sebagai berikut: % AKG = x 100% 3.3.7 Rancangan percobaan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji Kruskall Wallis untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap rasa daging keong mas dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi proksimat, total mineral, dan kelarutan mineral. 1) Uji Kruskal Wallis Pengujian organoleptik rasa menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui konsentrasi garam terbaik pada perlakuan perebusan air garam. Pengujian organoleptik rasa pada penelitian ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Cara penilaian organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 3. Apabila nilai Asymp. Sig < 0,05 maka tolak Ho (perbedaan konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata terhadap parameter rasa keong mas). Prosedur pengujian Kruskal Wallis menggunakan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993): 25 (1) H = (2) FK = (3) H’ = Keterangan ni N Ri T H’ FK = = = = = banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis banyaknya data jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan H terkoreksi faktor terkoreksi Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) menunjukkan perbedaan konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasa keong mas, maka pengujian tidak dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison. 2) Rancangan acak lengkap (RAL) Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi kimia, kandungan mineral dan kelarutan mineral adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (sampel segar, pengukusan, perebusan dan perebusan air garam). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan data. Uji kenormalan data mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Kurva normal yang dihasilkan pada uji Kolmogrof Simirnov disertakan dengan nilai rata-rata dan standar deviasi (simpangan baku). Uji kenormalan adalah pengujian untuk mengetahui data yang digunakan dapat menyebar normal, sehingga dapat digunakan dalam statistika parametrik. Nilai rata-rata menggambarkan posisi kurva sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian. Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50 % (median) dinyatakan cukup baik karena dapat membuktikan pada tingkat 95 % (Steel dan Torrie 1993). Suatu data dapat menyebar normal pada : x ‒ z α/2 x + z α/2 (Walpole 1992) 26 Koefisien keragaman = x 100 Keterangan: x = rata-rata z = 1,96 µ = (1-α) 100 % 𝜎 = simpangan baku Model rancangannya analisis ANOVA (Analysis Of Variant) atau uji F adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993): Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij μ τi εij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2) = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3) = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Hipotesa terhadap data hasil uji komposisi kimia pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut: H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia. H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia. Hipotesa terhadap data hasil analisis kadar mineral pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut: H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral. H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar mineral. Hipotesa terhadap data hasil analisis kelarutan mineral pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut: H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia, total mineral dan kelarutan mineral maka dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan rumus sebagai berikut: Duncan = tα/2; dbs Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas Bagian-bagian keong mas (Pomacea canaliculata) dapat dilihat pada Gambar 6. 1 2 3 Gambar 6 Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging) Keterangan : 1) Cangkang keong mas. 2) Jeroan keong mas. 3) Daging keong mas Sampel keong mas yang diperoleh dari Perairan Situ Gede, kemudian dipreparasi untuk mengeluarkan isi cangkang (daging dan jeroan). Bentuk cangkang, daging dan jeroan keong mas kemudian diamati karakteristik fisiknya. Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas Karakteristik Fisik Warna Tekstur Cangkang Daging Jeroan Coklat gelap dengan pola garis-garis hitam. Krem kecoklatan. Coklat, hitam dengan bintik-bintik putih (saluran dan kelenjar pencernaan) dan merah muda (gonad). Keras. Kenyal. Lunak dan mudah hancur bila ditekan. Berdasarkan data diatas (Tabel 7), karakteristik keong mas dalam penelitian ini, yaitu bagian daging berwarna krem kecoklatan dan teksturnya kenyal, sedangkan bagian jeroan ada yang berwarna hitam dengan bintik-bintik putih, coklat dan merah muda. Bagian yang berwarna coklat dan hitam dengan bintik-bintik putih adalah saluran dan kelenjar pencernaan, sedangkan bagian yang berwarna merah muda adalah gonad. Bagian jeroan ini bersifat lunak dan mudah hancur bila ditekan. Operkulum keong mas mengandung kitin, tipe 28 konsentris dan berwarna coklat gelap. Operkulum keong mas ini tipis dan keras, tetapi mudah dipatahkan. Cangkang keong mas berwarna coklat gelap dengan pola garis-garis hitam yang mengarah ke lubang aperture, umbilicus terbuka dengan diameter bervariasi. Komponen penyusun cangkang keong mas adalah kalsium karbonat. Isi cangkang keong mas dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian daging (otot kaki) dan bagian jeroan. Proses karakterisasi ini dilakukan guna mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Sifat bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja, tetapi juga sifat kimia. 4.2 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui efektivitas suatu produk dan nilai ekonomisnya. Rendemen dapat dihitung berdasarkan persentase antara bobot contoh dan bobot total. Rendemen yang dihitung meliputi cangkang, daging dan jeroan. Persentase rendemen keong mas dapat dilihat dalam Gambar 7. 24.10% 22.80% Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas; jeroan. 53.10% cangkang, daging, Diagram diatas (Gambar 7), menunjukan nilai rata-rata rendemen cangkang, daging dan juga jeroan. Hasil yang diperoleh nilai rata-rata rendemen cangkang sebesar 53,10%, rata-rata rendemen daging sebesar 22,80% dan nilai rata-rata rendemen jeroan 24,10%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Susanto (2010), yang menyatakan bahwa rendemen cangkang sebesar 51,65%, isi cangkang (jeroan dan daging) sebesar 48,35%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot terbesar yaitu cangkang. Hal ini disebabkan cangkang menutupi seluruh tubuh keong mas. Menurut Metusalach (2007), 29 rendemen daging dari suatu organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme. Faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Selain itu, perhitungan rendemen daging keong dipengaruhi oleh cara pengambilan daging. Cangkang adalah bagian keras seperti batu dan menutupi hampir seluruh tubuh keong mas, sedangkan daging adalah bagian yang paling banyak dimanfaatkan (Andi 2009). Berbeda dengan jeroan yang merupakan bagian yang umumnya dibuang atau tidak dimanfaatkan dan biasanya digunakan sebagai pakan binatang peliharaan (Wibisono 2010). 4.3 Uji Organoleptik Rasa Uji organoleptik rasa disebut juga uji kesukaan. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (Hartono 2011). Penentuan konsentrasi garam dilakukan dengan metode uji hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih dengan konsentrasi garam yang berbeda yaitu 0,5%; 1%; 1,5% dan 2%. Diagram batang nilai rata-rata parameter rasa keong mas pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam dapat dilihat pada Gambar 8. 6 5.1 (A) 5 4.4 (A) 5.1 (A) 4.7 (A) Rata-rata 4 3 2 1 0 0.5 1 1.5 Konsentrasi garam (%) 2 Gambar 8 Diagram batang uji organoleptik rasa; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) dapat diketahui bahwa nilai Asimp. Sig > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh terhadap parameter rasa daging keong mas. 30 Konsentrasi garam yang dipilih yaitu 1,5% dengan nilai rata-rata sebesar 5,1 (cukup suka). Konsentrasi garam sebesar 1,5% dianggap tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam 2%. Pemberian konsentasi garam yang terlalu tinggi dapat memberikan efek negatif bagi tubuh. Penggunaan kadar garam yang tinggi pada pengolahan keong mas tidak direkomendasikan karena dapat mengakibatkan perubahan cita rasa menjadi lebih asin (Aini 2002). Pengolahan daging bekicot biasanya menggunakan garam sebanyak 1-2% (Koswara 2010). Garam berfungsi untuk menambah cita rasa dan mencegah pembusukan oleh mikroorganisme (Adawyah 2006). 4.4 Komposisi Kimia Keong Mas Analisis proksimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dan gizi suatu bahan pangan. Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan dapat memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Hasil analisis proksimat daging keong mas disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan Parameter Air (bb) Abu Protein Lemak Nilai (%) basis kering Segar 81,50c 9,03a 75,68b 2,10a Kukus 74b 6,93b 64,22a 1,56b Rebus 71,05b 7,23b 64,48a 1,87b Perebusan air garam 74,38a 8,26a 55,11a 1,97b Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda menunjukkan beda nyata (p<0,05) Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan komposisi kimia keong mas segar dan setelah pengolahan. Berdasarkan uji kenormalan (kolomogrof simirnov) (Lampiran 7), semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal karena hasil bagi antara standar deviasi dengan nilai rata-rata kurang dari 50% (Steel dan Torie 1993). 1) Kadar air Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran 31 dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar air dapat dilihat pada Gambar 9. 84 Persen air (%) BB 82 80 81.50 (C) 78 76 74.37 (B) 74 (B) 74 71.05 (A) 72 70 68 66 64 Segar Pengukusan Perebusan Rebus air garam Perlakuan Gambar 9 Diagram batang rata-rata kadar air; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar air keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 11) menunjukkan kadar air daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar air setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Penurunan kadar air pada proses pengukusan sebesar 33,70%; perebusan sebesar 34,98%; dan perebusan air garam sebesar 44,13%. Penurunan kadar air tertinggi terjadi pada perebusan air garam, hal ini disebabkan kontak langsung antara keong mas dengan air dan penambahan garam menyebabkan banyaknya air yang keluar. Penelitian yang mendukung yaitu Gokoglu et al. (2004), menyatakan bahwa kadar air pada rainbow trout segar (73,38% bb) menurun secara signifikan (α<0,05) setelah dilakukan perebusan suhu 100°C (69,16% bb). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Unlusayin et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kadar air udang segar (75,48% bk) menurun setelah dilakukan perebusan air garam konsentrasi 12% (70,12% bk). 32 Proses perebusan air garam akan menyebabkan terjadinya penetrasi garam ke dalam tubuh keong dan keluarnya cairan dari tubuh keong karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari tubuh keong, partikel garam akan memasuki tubuh keong. Kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunkan konsentrasi garam di luar tubuh keong dan meningkatnya konsentrasi garam dalam tubuh keong (Adawyah 2006). 2) Kadar abu Bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa kadar abu daging keong mas segar berbeda dengan kadar abu setelah pengukusan dan perebusan. Diagram batang kadar abu keong mas dapat dilihat pada Gambar 10. 10 9.03 (A) Persen abu (%) BK 9 8 8.26(A) 7.23 (B) 6.93 (B) 7 6 5 4 3 2 1 0 Segar Pengukusan Perebusan Rebus air garam Perlakuan Gambar 10 Diagram batang rata-rata kadar abu; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian kadar abu keong mas segar mengandung mineral dalam jumlah yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1,67% bb. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nurjanah et al. (1996), Kamil et al. (1998) dan 33 DA-PhilRice (2001) masing-masing sebesar 1,43% bb; 1,47% bb; dan 3,20% bb. Kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Data kadar abu keong mas menunjukkan bahwa lingkungan perairan Situ Gede Bogor menyediakan asupan mineral yang cukup bagi organisme perairan yang hidup di dalamnya. Proses pengolahan (pengukusan dan perebusan) dapat menurunkan kadar abu daging keong mas. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar abu pada proses pengukusan sebesar 23,27%; dan perebusan sebesar 19,98%. Pada umumnya proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap garam-garam mineral pada bahan. Penelitian lain yang mendukung yaitu Gokoglu et al. (2004), yang menunjukkan bahwa kadar abu rainbow trout segar (1,61% bb) terjadi penurunan setelah dilakukan perebusan (1,35% bb). Penambahan garam dapat meningkatkan kembali kadar abu daging keong mas sehingga relatif tidak mengalami perubahan dengan kadar abu keong mas segar. Hal ini didukung oleh penelitian Unlusayin et al. (2010), menyatakan bahwa kadar abu yang terdapat pada udang Penaeus semisulcatus segar (7,63% bk) meningkat setelah dilakukan proses perebusan air garam (9,40% bk). Garam mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral- mineral yang terkandung di dalam garam yaitu Natrium Clorida (NaCl), Magnesium Clorida (MgCl), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalsium Clorida (CaCl2), dan Kalium Clorida (KCl) (Budiono 2010). Garam dapur mengandung kadar NaCl yang tinggi. Kandungan NaCl pada garam mencapai 95%. 3) Kadar protein Protein merupakan makro molekul yang dibentuk dari asam amino yang berikatan peptida. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh 34 terhadap kadar protein daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 13) menunjukkan kadar protein daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar protein setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram batang kadar protein dapat dilihat pada Gambar 11. 80 75.68 (B) 64.22 (A) Persen protein (%) BK 70 64.48 (A) 55.11 (A) 60 50 40 30 20 10 0 Segar Pengukusan Perebusan Rebus air garam Perlakuan Gambar 11 Diagram batang rata-rata kadar protein; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein keong mas segar sebesar 14,02% bb. Jumlah tersebut sedikit berbeda dengan kadar protein keong mas yang dikemukakan oleh Kamil et al. (1998) dan Nurjanah et al. (1996), yaitu sebesar 8,69% bb dan 9,33% bb. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad. Pengolahan dengan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan menyebabkan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin padat. Proses itu terjadi bersamaan dengan terjadinya denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana dan dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein dalam bahan pangan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis, terdenaturasi dan kehilangan aktivitas enzim (Zaitzev et al. 1969). Penurunan kadar protein pada proses pengukusan sebesar 15,14%; perebusan sebesar 14,79%; dan perebusan air garam sebesar 27,18%. Hal ini didukung oleh 35 penelitian Unlusayin (2010), yang menyatakan kadar protein udang Penaeus semisculatus segar sebesar 83,81% bk menurun secara signifikan (α = 0,05) setelah dilakukan perebusan air garam menjadi 79,15% bk. 4) Kadar lemak Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada daging keong mas. Lemak sendiri merupakan komponen yang dibentuk dari unit struktural yang bersifat hidrofobik. Lemak memberi cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai pelarut bagi vitamin A, D, E, K (Belitz et al. 2009). Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar lemak keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kadar lemak daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar lemak setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram batang rata-rata kadar lemak keong mas dapat dilihat pada Gambar 12. Persen lemak (%) BK 3 2.11 (A) 1.87 (B) 2 1.97 (B) 1.56 (B) 1 0 Segar Pengukusan Perebusan Rebus air garam Perlakuan Gambar 12 Diagram batang rata-rata kadar lemak; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Keong mas segar mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,40% bb. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengujian kadar lemak keong mas oleh Nurjanah et al. (1996), Kamil et al. (1998) dan DA-PhilRice (2001), yaitu masing-masing sebesar 0,91% bb; 0,78% bb; dan 36 0,40% bb. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air dalam keong mas sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun drastis. Menurut Yunizal et al. (1998), kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Kandungan lemak keong mas ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging jenis keong air tawar lainnya dari famili Viviparidae, yaitu sebesar 2,80% (Krzynowek dan Murphy 1987). Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, suhu, habitat, asupan makanan, ukuran dan tingkat kematangan gonad (Winarno 2008). Gambar 12 menunjukkan bahwa metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam) dapat menurunkan kadar lemak keong mas. Hal ini disebabkan lemak daging keong mas dapat larut pada suhu 100°C selama 20 menit. Penelitian lain yang mendukung yaitu Erkan et al. (2010), bahwa kadar lemak small bluefish (Pomatomus saltatrix) segar sebesar 40,92% bk, menurun namun tidak signifikan setelah dilakukan pengukusan sebesar 36,43% bk. Menurut Jacoeb et al. (2008), semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses pengolahan akan memecah komponen lemak menjadi produk volatil, sehingga akan larut ke dalam air perebusan dan dapat menurunkan kadar lemak. Menurut Tapotubun et al. (2008), suhu dan waktu pemanasan akan memberikan efek pada kadar lemak produk. Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen (Palupi et al. 2007). 4.5 Komposisi Mineral Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup. Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh. Mineral ini terbagi menjadi dua 37 golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2001). Mineral nonesensial yaitu mineral yang tidak berguna atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh, contohnya timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As), dan kadmium (Cd) (Arifin 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro dan mikro yang terdapat pada keong mas hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kandungan mineral keong mas dengan berbagai metode pengolahan Komposisi mineral Mineral makro Kalsium Natrium Kalium Fosfor Magnesium Mineral mikro Besi Seng Selenium Tembaga Segar Nilai (mg/100 g basis kering) Pengukusan Perebusan Perebusan air garam 7593,81a 620,84b 824,84a 1454,32b 238,05a 5117,74b 395,84a 503,45b 1021,86a 146,33b 4210,75b 274,85a 282,13b 919,29a 117,92b 5213,68b 744,61c 357,08b 873,69a 159,57b 44,16a 20,57a tt tt 28,04b 8,02b tt tt 25,90b 6,38b tt tt 26,37b 7,75b tt tt Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda menunjukkan beda nyata (p<0,05) tt = tidak terdeteksi Tabel 9 menunjukkan kandungan mineral keong mas segar dan setelah diberikan perlakuan pengolahan. Hasil uji kolomogrof simirnov (Lampiran 8), semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam dan jika F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Uji Duncan bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa metode pengolahan terhadap kandungan mineral keong mas. a. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. Sebanyak 1% kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, dan transmisi saraf terganggu (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar kalsium dapat dilihat pada Gambar 13. 38 Kadar Ca (mg/100g BK) 8000 7593.81 (A) 7000 6000 5213.68 (B) 5117.74 (B) 5000 4210.75 (B) 4000 3000 2000 1000 0 Segar Pengukusan Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 13 Diagram batang rata-rata kadar kalsium; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Kadar kalsium pada keong mas segar sebesar 404 mg/100 g (bb). Keong mas memiliki kadar kalsium yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan penting lainnya. Menurut hasil penelitian Okozumi dan Fuji (2000), kadar kalsium pada ikan tuna sebesar 5 mg/100 g (bb), cumi-cumi sebesar 18 mg/100 g (bb), tiram sebesar 55 mg/100 g (bb), kerang 49 mg/100 g (bb), udang sebesar 50 mg/100 g (bb), dan kepiting sebesar 70 mg/100 g (bb). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas sangat potensial karena memiliki kadar kalsium sangat tinggi. Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar kalsium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kadar kalsium daging keong mas segar berbeda dengan kadar kalsium setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar kalsium dengan persentase pengukusan sebesar 32,61%, perebusan sebesar 44,55% dan perebusan air garam sebesar 31,34%. Mineral yang hilang kemungkinan terdapat pada air rebusan, uap kukusan, dan air garam. Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi akan menyebabkan molekul air keluar dan mineral ikut terlarut bersama dengan air. Penelitian ini didukung oleh penelitian Lewu et al. (2010), dimana terjadi penurunan kadar kalsium secara signifikan pada Colocasia esculenta (L.) Schott. Menurut hasil penelitian 39 Gokoglu et al. (2004), mineral kalsium rainbow trout sebesar 632 mg/kg (bb) menurun setelah direbus menjadi 609 mg/kg (bb). Angka kecukupan gizi kalsium yang dibutuhkan untuk usia 19-69 tahun sebesar 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g daging keong mas dapat memenuhi 56,19% dari angka kecukupan gizi kalsium usia 19-69 tahun. Menurut Nieves (2005), kekurangan kalsium dan vitamin D dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis. b. Natrium Natrium banyak terdapat pada plasma darah dan cairan di luar sel, beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar natrium dapat dilihat pada Gambar 14. 744.61 (C) Kadar Na (mg/100 g BK) 800 700 620.83 (B) 600 500 395.84 (A) 400 274.84 (A) 300 200 100 0 Segar Pengukusan Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 14 Diagram batang rata-rata kadar natrium; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa F hitung > F tabel. Hal ini berarti perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar natrium daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 17) menunjukkan kadar natrium daging keong segar berbeda dengan kadar natrium pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam. 40 Kadar natrium daging keong mas segar berbeda dengan kadar natrium setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar natrium dengan persentase pengukusan sebesar 36,24%, perebusan sebesar 55,73%. Hal ini disebabkan oleh proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat menurunkan kandungan mineral pada daging keong mas. Penelitian ini didukung oleh penelitian Mubarak (2005), bahwa proses perebusan dapat menurunkan kadar natrium mung bean seeds sebesar 25,42%. Hasil penelitian Gokoglu et al. (2004), mineral kalsium rainbow trout segar sebesar 455 mg/kg (bb), dan setelah direbus menjadi 335,54 mg/kg (bb). Pada penelitian ini perebusan air garam dapat meningkatkan kadar natrium sebesar 19,94%. Hal ini disebabkan oleh adanya kadar natrium pada garam. Menurut Wilarso (1996), garam mengandung kadar NaCl sebesar 94,7%. Sumber utama natrium terdapat pada garam dapur atau NaCl. Kandungan NaCl pada garam yang baik mencapai 95%. Larutan garam akan menyerap cairan yang ada dalam tubuh ikan dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan. Tujuan dari perebusan air garam adalah meningkatkan cita rasa, tekstur menjadi padat serta mencegah pembusukan (Afrianto 1993). Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g daging keong mas belum dapat memenuhi angka kecukupan natrium usia 19-65 tahun. Angka kecukupan gizi natrium pada 100 g daging keong mas sebesar 4,79%-22,97%. c. Kalium Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Kalium merupakan kation utama dalam sel dan otot. Berbeda dengan natrium, kalium terutama terdapat di dalam sel (Almatsier 2001). Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar kalium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kadar kalium daging keong mas segar berbeda dengan kadar kalium setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar kalium dengan persentase penurunan pada pengukusan sebesar 38,96%, perebusan 41 sebesar 65,79% dan perebusan air garam sebesar 56,71%. Diagram batang ratarata kadar kalium dapat dilihat pada Gambar 15. 900 824.84 (A) Kadar K (mg/100 g BK) 800 700 600 503.45 (B) 500 400 357.08 (B) 282.13 (B) 300 200 100 0 Segar Pengukusan Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 15 Diagram batang rata-rata kadar kalium; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Gambar 15 menunjukkan bahwa perebusan memberikan penurunan yang paling besar terhadap kadar kalium. Hal ini disebabkan oleh adanya kontak langsung antara air dengan bahan pangan saat proses perebusan. Menurut Harris dan Karmas (1989), pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air lebih besar dibandingkan dengan perebusan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Khalil et al. (1995), yang menyatakan kadar kalium pada faba bean (Vicia faba) segar (748 mg/100 g bk), menurun setelah dilakukan proses perebusan (468 mg/100 g bk). Kalium berperan dalam membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kebutuhan minimum kalium sebanyak 2000 mg perhari (Almatsier 2001). Berdasarkan hasil penelitian mengkonsumsi 100 g keong mas dapat memenuhi sekitar 7,63% dari kebutuhan kalium. Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan makanan baik tumbuhtumbuhan maupun hewan. Sumber kalium adalah sayur, buah serta kacangkacangan (Winarno 2008). d. Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dewasa dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh 42 manusia dewasa. Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah (King 2006). Diagram Kadar Fe (mg/100 g BK) batang rata-rata kadar besi dapat dilihat pada Gambar 16. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 44.16 (A) 28.04 (B) Segar Pengukusan 25.90 (B) 26.37 (B) Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 16 Diagram batang rata-rata kadar besi; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Kadar besi yang terdapat pada keong mas segar sebesar 8,2 mg/100 g (bb). Keong mas memiliki kadar besi yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan penting lainnya. Menurut hasil penelitian Okozumi dan Fuji (2000), kadar besi yang terdapat pada tuna sebesar 2 mg/100 g (bb), cumicumi sebesar 0,2 mg/100 g (bb), udang sebesar 0,8 mg/100 g (bb), dan kepiting sebesar 0,5 mg/100 g (bb). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas sangat potensial karena memiliki kadar besi sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g keong mas dapat memenuhi 31,42%-62,85% dari angka kecukupan gizi besi usia 19-69 tahun. Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam) memberikan pengaruh terhadap kadar besi daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 20) menunjukkan kadar besi daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar besi setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Penurunan kadar besi pada proses pengukusan sebesar 43 36,50%; perebusan sebesar 41,35%; dan perebusan air garam sebesar 40,29%. Penurunan kadar besi pada keong mas setelah pengolahan disebabkan adanya kadar besi yang larut dan tertinggal pada air rebusan, air rebus garam, dan uap kukus. Hal ini didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2004), yang menyatakan bahwa kadar besi rainbow trout segar sebesar 2,10 mg/kg (bb), menurun setelah dilakukan perebusan menjadi 1,76 mg/kg (bb). Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi (tereduksi) selama proses pengolahan (Palupi et al. 2007). Angka kecukupan gizi besi yang dibutuhkan untuk usia 19-69 tahun sebesar 13-26 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g daging keong mas dapat memenuhi 31,42%-62,85% dari angka kecukupan gizi besi usia 19-69 tahun. e. Seng Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat. Seng memiliki peranan yang penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel (Almatsier 2001). Diagram batang rata-rata kadar seng dapat dilihat pada Gambar 17. 25 Kadar Zn (mg/100 g BK) 20.57 (A) 20 15 10 8.02 (B) 6.38 (B) 7.75 (B) 5 0 Segar Pengukusan Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 17 Diagram batang rata-rata kadar seng; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. 44 Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar seng keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 21) menunjukkan bahwa kadar seng daging keong mas segar berbeda dengan kadar seng setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar seng dengan persentase penurunan pada pengukusan sebesar 61%, perebusan sebesar 68,98% dan perebusan air garam sebesar 62,32%. Hal ini disebabkan adanya air yang keluar dari keong dan larut dalam media pemasak, termasuk mineral. Menurut Lewu et al. (2010), terjadi penurunan pada beberapa mineral Colocasia esculenta, terutama seng, fosfor, kalsium dan kalium setelah dilakukan proses perebusan. Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g keong mas dapat memenuhi sebesar 28,39-40,91% dari angka kecukupan gizi seng usia 19-69 tahun. Menurut Black (1998), defisiensi mineral seng dapat menyebabkan lambatnya perkembangan kognitif pada anak. Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh, antara lain sebagai bagian dari enzim, aspek metabolisme dan keseimbangan asam basa. f. Fosfor Fosfor terdapat dalam bentuk organik dan anorganik dalam bahan pangan. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor anorganik dari ikatannya dengan bahan organik (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar fosfor keong mas dapat dilihat pada Gambar 18. 1600 1454.32 (B) Kadar P (mg/100 g BK) 1400 1200 1021.86 (A) 1000 919.29 (A) 873.70 (A) Perebusan Perebusan air garam 800 600 400 200 0 Segar Pengukusan Perlakuan Gambar 18 Diagram batang rata-rata kadar fosfor; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. 45 Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar fosfor daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 19) menunjukkan kadar fosfor daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar fosfor setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Penurunan kadar fosfor pada proses pengukusan sebesar 29,74%; perebusan sebesar 36,79%; dan perebusan air garam sebesar 39,92%. Hal ini disebabkan adanya pemasakan suhu tinggi akan menyebabkan kehilangan dan kerusakan zat gizi pada bahan pangan. Penelitian lain yang mendukung yaitu Mubarak (2005), yang menyatakan metode pengolahan dapat menurunkan kadar fosfor mung bean seeds segar dari 391 mg/100 g (bk) menjadi 368 mg/100 g (bk). Hasil ini juga didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2004), kandungan fosfor pada rainbow trout segar sebesar 3378 mg/kg (bb). Namun setelah mengalami proses perebusan menjadi 2476,4 mg/kg (bb). Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pengolahan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Apriyantono 2002). Pengolahan bahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut, semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan bahan, salah satunya mineral yang ikut terlarut bersama dengan air (Winarno 2008). Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g keong mas dapat memenuhi sebesar 33,63% dari angka kecukupan gizi fosfor pada usia dewasa (19-69 tahun). Menurut Nieves (2005), kekurangan fosfor dapat menyebabkan resiko patah tulang. g. Magnesium Magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap diusus kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercena akan diserap karena kelarutan garam magnesium rendah (Winarno 2008). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar magnesium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 22) menunjukkan 46 bahwa kadar magnesium daging keong mas segar berbeda dengan kadar magnesium setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram batang rata-rata kadar magnesium dapat dilihat pada Gambar 19. Kadar Mg (mg/100 g BK) 250 238.05 (A) 200 159.57 (B) 146.33 (B) 150 117.92 (B) 100 50 0 Segar Pengukusan Perebusan Perebusan air garam Perlakuan Gambar 19 Diagram batang rata-rata kadar magnesium; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil penelitian, persentase penurunan kadar magnesium setelah pengukusan sebesar 38,53%, perebusan sebesar 50,46% dan perebusan air garam sebesar 32,97%. Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi dapat menurunkan dan merusak zat gizi yang terkandung dalam bahan. Penelitian ini didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2004), yang menyatakan kadar magnesium rainbow trout segar sebesar 409 mg/kg (bb), menjadi 242 mg/kg (bb) setelah dilakukan proses perebusan. Proses pengolahan dapat berdampak positif seperti mengawetkan makanan, meningkatkan nilai cerna, dan perubahan kadar gizi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan mengkonsumsi 100 g daging keong mas dapat memenuhi 14,68%-16,31% dari angka kecukupan gizi magnesium usia 19-69 tahun. Maka diperlukan asupan makanan lain agar dapat memenuhi kebutuhan magnesium sehari. Menurut Tong dan Rude (2005), kekurangan magnesium jarang terjadi karena makanan. Kekurangan magnesium dapat terjadi disebabkan oleh penurunan fungsi saluran pencernaan dan ginjal. 47 4.6 Kelarutan Mineral Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut (Almatsier 2001). Kelarutan mineral keong mas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kelarutan mineral keong mas Komposisi Mineral Kalsium Magnesium Natrium Fosfor Segar 45,63a 42,94a 34,43a 32,68a Persentase (%) Pengukusan Perebusan 66,41b 78,16c 65,84b 77,79c b 64,11 77,26c 63,83b 75,86c Perebusan air garam 76,86c 74,40c 75,78c 72,30c Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa proses pengolahan memberikan pengaruh terhadap persentase kelarutan mineral (natrium, kalsium, fosfor dan magnesium). Berdasarkan uji kolmogrov simirnov, semua perlakuan menghasilkan data yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. Pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kelarutan mineral kalsium, magnesium, natrium, dan fosfor dapat dilihat pada Gambar 20. Persentase (%) kelarutan mineral 90 80 70 C A C B 60 50 40 30 20 10 0 Segar Pengukusan Perebusan Rebus garam Perlakuan Gambar 20 Histogram persentase kelarutan mineral keong mas; kalsium, magnesium, natrium, dan fosfor. Adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%. 48 Hasil analisis ragam (Lampiran 23) pada keong mas menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelarutan mineral (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 24, 25, 26 dan 27) menunjukkan bahwa kelarutan mineral (kalsium, magnesium, natrium, dan fosfor) segar berbeda dengan kelarutan mineral setelah pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam. Hal ini disebabkan adanya interaksi ikatan hidrogen pada air, pemutusan ikatan antara mineral dengan komponen kimia lain dan perubahan struktur kimia menjadi sederhana. Menurut Suzuki et al. (2000), kelarutan mineral kalsium pada kerang dengan perebusan air garam mengalami peningkatan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Duhan et al. (1999), bahwa bioavailabilitas kalsium dan fosfor pada pigeon pea dapat meningkat setelah dilakukan perebusan. Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Menurut penelitian Santoso et al. (2006) yang menyatakan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan. Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral, penggunaan asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral kalsium dan megnesium pada beberapa jenis rumput laut. Menurut Santoso (2003), kelarutan besi pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH. Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tetapi proses pengolahan juga dapat bersifat positif, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk. Kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan adalah optimalisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya. 49 4.7 Pengolahan yang terbaik Pengolahan yang terbaik dapat terlihat dari kandungan mineral yang tertinggi, kehilangan mineral yang terendah, dan kelarutan mineral yang tertinggi. Perbedaan metode pengolahan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan gizi suatu bahan pangan. Berdasarkan hasil penelitian, kehilangan mineral terendah terdapat pada pengukusan, namun kehilangan mineral pada pengukusan tidak berbeda nyata dengan kehilangan mineral setelah perebusan dan perebusan air garam. Kandungan mineral pada ketiga metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan garam) memiliki nilai yang relatif tidak berbeda nyata. Metode pengolahan yang memberikan kelarutan mineral tertinggi terdapat pada metode pengolahan perebusan dan perebusan air garam dibandingkan dengan pengukusan. Perebusan air garam dapat memberikan efek negatif, karena adanya kadar natrium yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengolahan perebusan. Metode pengolahan yang terbaik yaitu perebusan. Hasil penelitian ini dapat merekomendasikan kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan mineral yang paling baik dan aman untuk dikomsumsi, sebaiknya mengolah keong mas dengan cara direbus. Menurut Morris et al. (2004), pengaruh pengolahan suatu bahan pangan terhadap kandungan gizi tergantung pada sensitivitas gizi dalam berbagai kondisi yang berlaku selama proses pengolahan seperti, pH, panas, waktu, jenis bahan dan luas permukaan. Informasi mengenai metode pengolahan terbaik yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi disajikan pada Tabel 11. Metode pengolahan ini terbatas pada pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam, maka diperlukan metode pengolahan lain seperti pemanggangan, penggorengan, dan pengovenan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan tersebut terhadap kandungan mineralnya. Penelitian ini juga hanya menguji kelarutan mineralnya, sehingga diperlukan aplikasi mengenai penyerapan mineral secara in vivo dengan menggunakan pH sesuai dengan kondisi asam lambung (pH 6). Tabel 11 Kandungan mineral dan presentase kehilangan serta kelarutan mineral keong mas Metode pengolahan Komposisi mineral Kalsium Natrium Kalium Besi Seng Fosfor Magnesium Keterangan: Total mineral (*) 7593,81 620,84 824,84 44,16 20,57 1454,32 238,05 Sampel segar Kehilangan Kelarutan mineral mineral (**) (**) 45,63 34,43 32,68 42,94 Total mineral (*) 5117,74 395,84 503,45 28,04 8,02 1021,86 146,33 Pengukusan Kehilangan mineral (**) 32,61 36,24 38,96 36,50 61 29,74 38,53 : (*) : dalam satuan mg/100g bk; (**) : dalam satuan % Kelarutan mineral (**) 66,41 64,11 63,83 65,84 Total mineral (*) 4210,75 274,85 282,13 25,90 6,38 919,29 117,92 Perebusan Kehilangan mineral (**) 44,55 55,73 65,79 41,35 68,98 36,79 50,46 Kelarutan mineral (**) 78,16 77,26 75,86 77,79 Perebusan dengan garam Total Kehilangan Kelarutan mineral mineral mineral (*) (**) (**) 5213,68 31,34 76,86 744,61 +19,9 75,78 357,08 56,71 26,37 40,29 7,75 62,32 873,69 39,92 72,3 159,57 32,97 74,4 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Keong mas memiliki rendemen cangkang 53,10%, daging 22,80% dan jeroan 24,10%. Komposisi kimia keong mas segar mengandung air 81,50% (bb), abu 9,03% (bk), protein 75,68% (bk), dan lemak 2,10% (bk). Keong mas kukus mengandung air 74% (bb), abu 6,93% (bk), protein 64,22% (bk), dan lemak 1,56% (bk). Keong mas rebus mengandung air 71,05% (bb), abu 7,23% (bk), protein 64,48% (bk), dan lemak 1,87% (bk). Keong mas rebus garam mengandung air 74,38% (bb), abu 8,26% (bk), protein 55,11 (bk), dan lemak 1,97 (bk). Kandungan mineral makro keong mas segar yang tertinggi yaitu kalsium sebesar 7593,81 mg/100 g bk, sedangkan terendah yaitu magnesium sebesar 238,05 mg/100 g bk. Selain itu, keong mas memiliki kandungan mineral mikro yaitu besi sebesar 44,16 mg/100 g bk dan seng sebesar 20,57 mg/100 g bk. Metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam) menunjukkan penurunan kandungan kalsium, fosfor, kalium, besi, seng, dan magnesium. Semua metode pengolahan dapat meningkatkan kelarutan mineral kalsium, natrium, fosfor dan magnesium. Berdasarkan ketiga metode pengolahan yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral (kalsium, natrium, fosfor dan magnesium) tertinggi yaitu metode pengolahan dengan perebusan. Hasil penelitian ini dapat merekomendasikan kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan mineral yang paling baik dan aman untuk dikonsumsi, sebaiknya mengolah keong mas dengan cara direbus. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan mineral keong mas dengan metode pemasakan lain (pemanggangan, penggorengan, dan pengovenan) serta bioavailabilitas secara in vivo dari keong mas. 52 DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemyst. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemyst, Inc. [APHA] American Public Health Association. 2005. Standars Methods for the Examination of Water and Wastewater. Washington. American Public Health Association. [DA-PhilRice] Department of Agricultural-The Philippine Rice Research Institute. 2001. Management Option for The Golden Apple Snail. Maligaya: Department of Agriculture-The Philippine Rice Research Institute. Adawyah R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Afrianto. 1993. Manajemen mutu pada proses www. fpk.unair.ac.id/.../manajemen mutu [31 Maret 2011]. pengeringan. Afrianty F. 2010. Keong mas. http://kesehatan.kompasiana.com/ [31 Maret 2011]. Aini N. 2002. Nikmatnya keong mas untuk berbuka. http:www.kulinologi.com/ [31 Maret 2011]. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Andi. 2009. Pengertian dan mekanisme http://kostumblog.blogspot.com [17 Maret 2011]. penyediaan daging. Apriyantono A. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. http://kharisma.de/files/home/makalah anton. Pdf. [31 Maret 2011]. Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27 (3):99-105. Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed rev ke-4. Verlag: Springer. Black MM. 1998. Zinc deficiency and child development. The American Journal of Clinical Nutrition 68(suppl):464S-469S. Budiono E. 2010. Kadar garam berbeda-beda. http://www.khususpendidikan.co.id [31 Maret 2011]. 53 Cazzaniga NJ. 2002. Old species and new concepts in the taxonomy of Pomacea (Gastropoda: Ampullariidae). Biocell 26(1):71-81. Duhan A, Khetarpaul N, Bishnoi S. 1999. Effect of various domestic processing and cooking methods on phytic acid and HCl-extractability of calcium, phosphorus and iron of pigeon pea. Nutrition Health. 13(3):161-9. Erkan N, Ozden O, Selcuk A. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. Journal of Medicinal Food 13(6): 1524-1531. Gokoglu N, Yerlikaya P, Cengiz E. 2004. Effect of cooking methods on the proximate composition and mineral contents of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Food chemistry 84: 19-22. Gsianturi. 2002. Mengurangi susut gizi. http://www.kompas.com/kesehatan/news/ [17 Maret 2011]. Harris RS dan Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi ke-2. Bandung : ITB:Press. Hartono A. 2011. Uji hedonik. http://uji-kesukaan-uji-hedonik.htm [1 Juni 2011]. Horn KC, Johnson SD, Boles KM, Moore A, Siemann E, Gabler CA. 2008. Factors affecting hatching success of golden apple snail eggs: effect of water immersion and cannibalism. Wetlands 28(2):544-549. Jacoeb A, Cakti NW, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi protein dan asam amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perairan 9(1). Jimoh W.A, Fagbenro O.A, Adeparusi E.O. 2011. Effect of processing on some minerals, anti-nutrients and nutritional composition of sesame (Sesamum Indicum) seed meals. Electronic Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry 10(1): 1858-1864. Joshi RC. 2005. Managing Invasive Alien Mollusc Species in Rice. Maligaya: Department of Agriculture-The Philippine Rice Research Institute. Kamil, Zahiruddin W, Sumaryanto H. 1998. Pengaruh metode pengolahan terhadap mutu tepung siput murbei (Pomacea sp.). Buletin Teknologi Hasil Perikanan 5(2):24-26. Khalil AH, Mansour EH. 1995. The effect of cooking, autoclaving and germination on the nutritional quality of faba beans. Food Chemistry 54:177-182. King MW. 2006. Clinical aspect of iron metabolism. J.Med Biochem 15 (9):1-4. 54 Koswara S. 2010. Produk-produk olahan bekicot. http://www.ebookpangan.com [1 Juni 2011]. Krzynowek J, Murphy J. 1987. Proximate Composition, Energy, Fatty Acid, Sodium, and Cholesterol Content of Finfish, Shellfish, and their Products. Amerika Serikat: Department of Commerce. Lewu MN, Adebola PO, Afolan AJ. 2010. Effect of cooking on the mineral contents and antinutritional factors in seven accessions of Colocasia esculenta (L.) Schott growing in South Africa. Journal of Food Composition and Analysis 23:389-393. Morris A, Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrient content of foods. Can J Art. 37(3):160. Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of mung bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional processes. Food Chemistry. 89:489-495. Mutusalach. 2007. Pengaruh fase bulan dan ukuran tubuh terhadap rendemen, kadar protein, air dan abu daging kepiting rajungan, Portunus spp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 17(3):233-239. Nieves JW. 2005. Osteoporosis: the role of micronutrient. The American Journal of Clinical Nutrition 81:1232-1239. Nurjanah, Fitrial Y, Suwandi R, Daritri ES. 1996. Pembuatan kerupuk keong mas (Pomacea sp.) dengan penambahan tepung beras ketan dan flavor udang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2(2):43-51. Okozumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttle Fish. Japan: National Cooperate Association of Squid Processors. Palupi, Zakaria, dan Prangdimurti. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi pangan http://e-learning.com [17 Maret 2011]. Santoso J, Satako G, Yumiko YS, Takeshi S. 2006. Mineral content of Indonesian seaweed solubility affected by basic cooking. Journal of Food Science and Technology 12 (1): 59-66. Santoso J. 2003. Studies on nutritional component and antioxidant activity in several Indonesia seaweeds. [Disertasi]. Tokyo: Laboratory Chemistry of Food and Nutrition, Department of Food Science and Technology, Tokyo University of Fisheries. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 55 Steel RGD, Torie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of Statistics. Sulistiono. 2007. Keong mas, sumber pakan dan obat-obatan. http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/keong-mas-sumber-pakandan-obat-obatan/ [31 Maret 2011]. Sulistiono. 2010. Keong Mas. http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/ 2010/08/03/keong-racun-dan-keong-mas/ [17 Maret 2011]. Sumitro. 2009. Manfaat keong mas. http://keong maspuji.com [31 Maret 2011]. Supiyanti T. 2011. Steaming. http://vl.smk30jakarta.net/files/disk1/1/dedesutisna19%20a-trisupiyat-28-1-steaming.pdf [31 Maret 2011]. Susanto IS. 2010. Aktivitas antioksidan komponen bioaktif pada keong mas (Pomacea caniculata Lanmarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Institut Pertanian Bogor. Suzuki T, Yoshie Y, Horri A. 2000. Solubility of minerals in shellfish by heating with salt water. [Dalam] Carman O, Sulistiono, Purbayanto A, Suzuki T, Watanabe S, Arimoto T (eds). The proceeding of the JSPS-DGHE international symposium on fisheries science in tropical area (pp.236568). TUF International JSPS Project, Tokyo. Tamud 2009. Keong mass sumber pakan dan http://budidayaitik.wordpress.com/ [31 Maret 2011]. obat-obatan. Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapeessy J. 2008. Efek waktu pemanasan terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2):65-70. Tong GM, Rude RK. 2005. Magnesium deficiency in critical illness. Journal of Intensive Care Medicine 20(1)3-17. Unlusayin M, Erdilal R, Gumus B, Gulyavus H. 2010. The effects of salt-boiling on protein loss of Penaeus semisulcatus. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10:75-79. Walpole RE. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Watzke JH. 1998. Impact of processing on bioavailability example of minerals in foods. Journal of Science and Technology. Vol (9):320-327. Wibisono. 2010. Jeroan santapan atau sampah. http://duniasapi.com/id/bahanbaku/1127-jeroan-santapan-atau-sampah-.html [17 Maret 2011]. 56 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2008. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi untuk Mencapai Millenium Development Goals. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wilarso D. 1996. Peningkatan kadar NaCl pada proses pencucian garam rakyat di pabrik. Bulletin Lit. Bang Industri (21):23-26. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998. Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Zaitsev V, Lagunov L, Minder L, Podsevalon V. 1969. Fish Curing and Processing. Uni Sovet: Mir Publisher. 57 LAMPIRAN 58 Lampiran 1. Lokasi pengambilan keong mas Gambar 1 Lokasi pengambilan keong mas Lampiran 2. Cangkang, jeroan dan daging keong mas Gambar 2 Cangkang keong mas Gambar 3 Jeroan keong mas Gambar 4 Daging keong mas 59 Lampiran 3. Cara penilaian organoleptik rasa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata Konsentrasi garam 0.5% 1% 1.5% 4 7 5 6 3 5 6 4 5 7 6 4 6 7 7 5 6 6 2 4 5 6 5 7 2 2 4 4 4 5 4 5 5 4 4 6 3 5 4 5 6 7 5 5 5 5 5 6 4 3 3 4 5 5 5 4 5 6 8 7 6 6 5 5 6 5 3 3 7 3 3 5 4 5 4 2 3 4 2 3 3 4 5 4 3 3 6 7 6 5 132 141 154 4.4 4.7 5.1 Keterangan : 1 = amat sangat tidak suka; 2 = sangat tidak suka; 3 = tidak suka; 4 = agak tidak suka; 5 = netral; 6 = agak suka; 2% 5 4 3 5 8 7 5 6 3 6 6 5 5 7 5 5 5 4 5 7 5 5 7 5 4 3 2 5 5 6 153 5.1 7 = suka; 8 = sangat suka; 9 = amat sangat suka. 60 Lampiran 4. Perhitungan rendemen keong mas (Pomacea canaliculata) Contoh Perhitungan Rendemen : Dik : Berat Total = 303 g Berat cangkang = 161 g Berat daging = 69 g Berat jeroan = 73 g x 100 % = 53,1 % x 100 % = 22,8 % x 100% x 100% = 24,1 % 61 Lampiran 5. Data komposisi kimia keong mas Perlakuan Ul Kadar Air (bb) Kadar Abu (bk) Kadar Lemak (bk) Kadar Protein (bk) Segar 1 81,28 9,08 2,08 82,91 2 81,72 8,97 2,13 68,44 Rata-rata 81,50 9,03 2,11 75,68 SD 0,31 0,08 0,04 10,23 1 74,40 6,17 2,26 65,66 2 74,35 7,68 0,85 62,77 Rata-rata 74,38 6,93 1,56 64,22 SD 0,04 1,07 0,99 2,04 1 74,00 6,08 1,50 67,08 2 74,00 8,38 2,23 61,88 74,00 7,23 1,87 64,48 0 1,63 0,52 3,68 1 71,25 8,31 2,40 54,78 2 Kukus Rebus Rata-rata SD Rebus Garam 70,85 8,20 1,54 55,44 Rata-rata 71,05 8,26 1,97 55,11 SD 0,28 0,08 0,61 0,47 Lampiran 6. Data mineral keong mas basis kering Perlakuan Ul Kalsium Natrium Kalium Besi Seng Fosfor Segar 1 6164,64 535,89 608,75 41,29 8,05 1567,72 171,45 2 9022,97 705,78 1040,91 47,02 33,08 1340,91 304,64 Rata-rata 7593,81 620,83 824,83 44,16 20,56 1454,32 238,05 SD 2021,14 120,13 305,58 4,05 17,69 160,37 94,17 1 4122,75 319,12 609,01 25,09 5,07 1118,93 116,66 2 6112,72 472,56 397,89 30,99 10,96 924,78 175,99 Rata-rata 5117,74 395,84 503,45 28,04 8,02 1021,85 146,33 SD 1407,12 108,49 149,28 4,16 4,16 137,28 41,95 1 3258,88 252,19 374,69 23 4,80 1034,11 109,15 2 5162,61 297,50 189,57 28,80 7,96 804,46 126,69 Rata-rata 4210,75 274,84 282,13 25,90 6,38 919,28 117,92 SD 1346,14 32,03 130,89 4,10 2,23 162,38 12,40 1 5297,47 798,96 471,01 24,21 7,35 966,39 117,58 2 5129,87 690,25 243,14 28,53 8,15 781,00 201,55 5213,67 744,61 357,08 26,37 7,75 873,69 159,56 118,51 76,86 161,13 3,05 0,56 131,08 59,37 Kukus Rebus Rebus Garam Rata-rata SD Magnesium 62 Lampiran 7. Grafik uji kenormalan proksimat basis kering Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal H1 : Galat tidak menyebar normal Probability Plot of Kadar air Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 314.4 78.56 8 0.369 <0.010 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 78,56/314,4 x 20 100% 10 = 24,99% 5 1 100 200 300 Kadar air 400 500 Gambar 5 Grafik uji kenormalan galat kadar air Probability Plot of Kadar abu Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 7.859 1.157 8 0.241 >0.150 Percent 80 70 = StDev/mean 60 50 40 30 = 1,157/7,859 x 100% 20 = 14,72% 10 5 1 5 6 7 8 Kadar abu 9 10 11 Gambar 6 Grafik uji kenormalan galat kadar abu 63 Probability Plot of Protein Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 64.87 8.846 8 0.218 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 8,846/64,87 x 20 100% 10 = 13,64% 5 1 40 50 60 70 80 90 Protein Gambar 7 Grafik uji kenormalan galat kadar protein Probability Plot of Lemak Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 1.874 0.5292 8 0.277 0.071 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 0,5292/1,874 20 x 100% 10 = 28,24% 5 1 0.5 1.0 1.5 2.0 Lemak 2.5 3.0 Gambar 8 Grafik uji kenormalan galat kadar lemak 64 Lampiran 8. Grafik uji kenormalan Ca, Na, K, Fe, Zn, P, dan Mg basis kering Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal H1 : Galat tidak menyebar normal Probability Plot of Kalsium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 5534 1708 8 0.231 >0.150 Percent 80 70 = StDev/mean 60 50 40 30 = 1708/5534 x 100% 20 = 30,86% 10 5 1 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Kalsium 7000 8000 9000 10000 Gambar 9 Grafik uji kenormalan galat kalsium Probability Plot of Natrium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 509.0 208.5 8 0.194 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 208,5/509 x 20 100% 10 = 40,96% 5 1 0 200 400 600 Natrium 800 1000 Gambar 10 Grafik uji kenormalan galat natrium 65 Probability Plot of kalium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 491.9 268.6 8 0.206 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 268,6/491,9 x 20 100% 10 = 44,60% 5 1 0 250 500 kalium 750 1000 1250 Gambar 11 Grafik uji kenormalan galat kalium Probability Plot of besi Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 31.12 8.607 8 0.256 0.123 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 8,607/31,12 x 100% 20 = 27,66% 10 5 1 10 20 30 besi 40 50 Gambar 12 Grafik uji kenormalan galat besi 66 Probability Plot of seng Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 0.1294 0.05629 8 0.204 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 0,0563/0,1294 x 100% 20 = 43,51% 10 5 1 0.00 0.05 0.10 0.15 seng 0.20 0.25 Gambar 13 Grafik uji kenormalan galat seng Probability Plot of phospor Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 1067 270.1 8 0.174 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 270,1/1067 x 100% 20 = 25,31% 10 5 1 500 750 1000 1250 phospor 1500 1750 Gambar 14 Grafik uji kenormalan galat fosfor 67 Probability Plot of magnesium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 165.5 65.65 8 0.223 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 65,65/165,5 x 20 100% 10 = 39,67% 5 1 0 50 100 150 200 magnesium 250 300 350 Gambar 15 Grafik uji kenormalan galat magnesium Lampiran 9. Grafik uji kenormalan kelarutan mineral basis kering Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal H1 : Galat tidak menyebar normal Probability Plot of Kalsium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 3541 382.3 8 0.154 >0.150 Percent 80 70 = StDev/mean 60 50 40 30 = 382,3/3541 x 100% 20 = 10,79% 10 5 1 2500 3000 3500 Kalsium 4000 4500 Gambar 16 Grafik uji kenormalan galat kalsium 68 Probability Plot of Magnesium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 102.3 17.05 8 0.215 >0.150 Percent 80 70 = StDev/mean 60 50 40 30 = 17,05/102,3 x 100% 20 = 16,67% 10 5 1 60 70 80 90 100 110 Magnesium 120 130 140 150 Gambar 17 Grafik uji kenormalan galat magnesium Probability Plot of Natrium Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 2.452 0.1899 8 0.314 0.029 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 0,1899/2,452 x 100% 20 = 7,74% 10 5 1 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 Natrium 2.6 2.7 2.8 2.9 Gambar 18 Grafik uji kenormalan galat natrium 69 Probability Plot of Fosfor Normal 99 Mean StDev N KS P-Value 95 90 614.1 108.3 8 0.135 >0.150 Percent 80 70 60 50 40 30 = StDev/mean = 108,3/614,1 x 20 10 100% 5 1 = 17,64% 300 400 500 600 Fosfor 700 800 900 Gambar 19 Grafik uji kenormalan galat fosfor Lampiran 10. Analisis ragam proksimat keong mas Kadar Air Kadar Abu Protein Lemak Jumlah kuadrat 43173.320 Derajat bebas 3 Kuadrat rata-rata 14391.107 Galat 31.136 4 7.784 Total 43204.455 7 Perlakuan 5.569 3 1.856 Galat 3.797 4 .949 Total 9.366 7 Perlakuan 425.173 3 141.724 Galat 122.604 4 30.651 Total 547.778 7 .329 3 .110 Galat 1.632 4 .408 Total 1.960 7 Perlakuan Perlakuan F hitung Signifikan 1.849E3 .000 1.955 .263 4.624 .087 1.269 .846 Lampiran 11. Uji lanjut Duncan kadar air A Rebus garam B 2.4468 Perebusan 2.8473 Pengukusan 2.9035 Segar C 4.3796 70 Lampiran 12. Uji lanjut Duncan kadar abu A Segar B 9.0250 Pengukusan 6.9250 Perebusan 7.2300 Rebus garam 8.2550 Lampiran 13. Uji lanjut Duncan protein A B Segar 75.6750 Pengukusan 64.2150 Perebusan 64.4800 Rebus garam 55.1100 Lampiran 14. Uji lanjut Duncan lemak A Segar B 2.1050 Pengukusan 1.5550 Perebusan 1.8650 Rebus garam 1.9700 Lampiran 15. Analisis ragam total mineral keong mas Kalsium Natrium Kalium Besi Jumlah kuadrat 1.254 Derajat bebas 3 Kuadrat rata-rata 4179792 Galat 7891137.018 4 1972784 Total 2.043 7 271305.876 3 90435 Galat 33137.494 4 8284.374 Total 304443.371 7 Perlakuan 3463.17.473 3 115439 Galat 158766.273 4 39691.56 Total 505083.746 7 458.597 3 Perlakuan Perlakuan Perlakuan 152.866 F hitung Signifikan 2.119 .241 10.916 .021 2.908 .165 10.196 .024 71 Seng Fosfor Magnesium Galat 59.970 4 Total 518.567 7 Perlakuan 263.683 3 87.894 Galat 335.834 4 83.958 Total 599.516 7 422485.447 3 140828 Galat 88122.662 4 22030 Total 510608.109 7 Perlakuan 15860.575 3 5286.858 Galat 14309.102 4 3577.276 Total 30169.677 7 Perlakuan 14.992 1.047 .463 6.392 .053 1.478 .348 Lampiran 16. Uji lanjut Duncan total mineral kalsium A B Perebusan 4.2108 Pengukusan 5.1177 Rebus air garam 5.2137 Segar 7.5938 Lampiran 17. Uji lanjut Duncan total mineral natrium A Perebusan 2.7485 Pengukusan 3.9584 Segar B C 6.2084 Rebus air garam 7.4461 Lampiran 18. Uji lanjut Duncan total mineral kalium A B Perebusan 2.8213 Rebus air garam 3.5708 Pengukusan 5.0345 Segar 8.2484 72 Lampiran 19. Uji lanjut Duncan total mineral fosfor A Rebus air garam 8.7370 Perebusan 9.1929 Pengukusan 1.0219 Segar B 1.4543 Lampiran 20. Uji lanjut Duncan total mineral besi A B Perebusan 25.9038 Rebus air garam 26.3731 Pengukusan 28.0445 Segar 44.1622 Lampiran 21. Uji lanjut Duncan total mineral seng A B Perebusan 6.3846 Rebus air garam 7.7547 Pengukusan 8.0211 Segar 20.5676 Lampiran 22. Uji lanjut Duncan total mineral magnesium A B Perebusan 1.1792 Pengukusan 1.4633 Rebus air garam 1.5957 Segar 2.3805 73 Lampiran 23. Analisis ragam kelarutan mineral keong mas Jumlah kuadrat Kalsium Magnesium Natrium Fosfor Derajat bebas Kuadrat rata-rata Perlakuan 611795.923 3 203931 Galat 411147.665 4 102786 Total 1022943.58 7 833.483 3 277.828 Galat 1201.262 4 300.315 Total 2034.745 7 173184.124 3 57728.04 Galat 4490.468 4 1122.617 Total 177674.592 7 Perlakuan 55904.240 3 18634.74 Galat 26265.238 4 6566.309 Total 82169.477 7 Perlakuan Perlakuan F hitung 1.984 Signifikan .925 .506 51.423 .001 2.838 .170 Lampiran 24. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral kalsium A Segar B C 3.2910 Pengukusan 4.3986 Perebusan 5.4653 Rebus air garam 5.6073 Lampiran 25. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral magnesium A Segar Pengukusan B .259 C 91.7300 96.3500 Perebusan 1.0223 Rebus air garam 1.1872 74 Lampiran 26. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral natrium A Segar B C 2.1376 Perebusan 3.1235 Pengukusan 4.5378 Rebus air garam 4.6424 Lampiran 27. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral fosfor A Segar B C 4.7532 Perebusan 6.5225 Pengukusan 5.9735 Rebus air garam 6.3160 Lampiran 28. Hasil uji Kruskal Wallis organoleptik rasa Rasa Chi square 5.006 df 3 Asymp. Sig .171 Lampiran 29. Contoh perhitungan persentase mineral yang hilang Mineral Ca yang hilang pada perebusan : % Ca yang hilang = Ca segar – Ca perlakuan x 100% Ca segar = 7593,81- 4210,75 x 100% 7593,81 = 44,55% Lampiran 30. Contoh perhitungan persentase kelarutan mineral % Ca segar = Ca kelarutan x 100% Ca segar = 3465,34 x 100% 7593,81 = 45,63% 75 Lampiran 31. Angka kecukupan gizi keong mas Jenis pemasakan Segar Keong mas Jenis mineral AKG (mg) Ca 800 Mg 270-300 44,04 14,68-16,31 Na 500-2400 114,86 4,79-22,97 P 800 269,05 33,63 K 2000 152,60 7,63 Fe 13-26 8,17 31,42-62,85 Zn 9,3-13,4 3,81 28,39-40,91 mg/100 g % AKG 404,86 50,61 Contoh perhitungan % Fosfor Berdasarkan AKG fosfor yang dibutuhkan 800 mg, sedangkan di dalam keong mas terdapat 269,05 mg/100 g keong mas segar maka: %AKG P = 269,05 x 100% 800 = 33,63%