Pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral

advertisement
PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP
KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata)
DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR
NANDA DWI PAMBUDI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
NANDA DWI PAMBUDI. C34070080. Pengaruh Metode Pengolahan terhadap
Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede,
Bogor. Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas
pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang. Saat ini,
Indonesia menghadapi masalah gizi kurang. Salah satu masalah gizi yaitu
kekurangan asupan mineral, diantaranya anemia gizi besi dan osteoporosis.
Pemenuhan kebutuhan mineral diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan
pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Pada makanan nabati
jumlah ketersediaan mineral lebih sedikit dibandingkan makanan hewani. Hal ini
disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat
mengganggu penyerapan mineral. Sumber mineral yang paling baik berasal dari
makanan hewani, salah satunya adalah keong mas. Pada umumnya keong mas
dikonsumsi setelah mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan dapat
mempengaruhi kelarutan mineral, sehingga dilakukan penelitian mengenai
pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral keong mas.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan mineral
makro dan mikro pada keong mas, sedangkan tujuan khususnya adalah
menganalisis pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan Ca, Mg, Na, dan P
dari komoditas keong mas, serta menentukan metode pengolahan terbaik.
Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan
dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan perhitungan rendemen serta
analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein. Pada tahap
penelitian lanjutan, sampel keong mas yang telah dilakukan proses pengolahan
(perebusan pada suhu 100 oC selama 20 menit, perebusan dengan konsentrasi
garam 1,5% pada suhu 100 oC selama 20 menit, dan pengukusan pada suhu
100 oC selama 20 menit) dianalisis kandungan mineral dan kelarutan mineralnya.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu uji Kruskal Wallis untuk mengetahui
pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap rasa dan rancangan acak
lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap
komposisi proksimat, total mineral, dan kelarutan mineral.
Kandungan mineral makro keong mas segar yang tertinggi adalah kalsium
sebesar 7,6 g/100 g bk. Keong mas juga memiliki kandungan mineral makro yang
lain yaitu fosfor sebesar 1,5 g/100 g bk, kalium sebesar 0,9 g/100 g bk, natrium
sebesar 0,6 g/100 g bk, dan magnesium sebesar 0,2 g/100 g bk. Keong mas
memiliki kandungan mineral mikro dari yaitu besi sebesar 44,16 mg/100 g bk dan
seng sebesar 20,57 mg/100 g bk. Proses perebusan memiliki nilai persentase
kelarutan mineral kalsium 78,16%, magnesium 77,79%, natrium 77,26%, dan
fosfor 75,86%. Proses perebusan garam memiliki nilai kelarutan kalsium 76,86%,
magnesium 74,4%, natrium 75,78%, dan fosfor 72,3%. Persentase kelarutan
mineral pada proses pengukusan yaitu kalsium 66,41%, magnesium 65,84%,
natrium 64,11%, dan fosfor 63,83%. Metode pengolahan yang memberikan
kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral (kalsium, natrium, fosfor dan
magnesium) tertinggi yaitu metode pengolahan dengan perebusan.
PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP
KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata)
DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR
NANDA DWI PAMBUDI
C34070080
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan
pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
: Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral
Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede,
Bogor.
Nama Mahasiswa : Nanda Dwi Pambudi
Nomor Pokok
: C34070080
Program Studi
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra.Ella Salamah, MSi
NIP.1953 0629 1988 03 2 001
Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi
NIP. 1965 0713 1990 02 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil
NIP. 1958 0511 1985 03 1 002
Tanggal Lulus : .....................................
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul
Metode
Pengolahan
terhadap
Kelarutan
Mineral
“Pengaruh
Keong
Mas
(Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor” adalah benar karya
saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Agustus 2011
Nanda Dwi Pambudi
NRP C34070080
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap
limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada Rasulullah SAW.
Penyusunan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Metode Pengolahan
terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari
Perairan Situ Gede Bogor” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada:
1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai komisi
pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi, serta
semua ilmu yang telah diberikan.
2) Drs. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
3) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan
Departemen Teknologi hasil Perairan.
4) Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai dosen penguji atas arahan dan
perbaikan yang telah diberikan.
5) Kedua orang tua saya Ayahanda Sudibyono dan Ibunda Ely Artiningsih,
serta kakakku Ardy Susetyo atas segala doa dan apapun yang telah
diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.
6) Vivin Magdalena yang selalu memberikan semangat dan doanya.
7) Bu Ema, Mba Lastri, Mas Ipul, Mas Zaky, Mba Silvi dan seluruh staf TU
THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan
penelitian.
8) Rekan-rekan THP 44 dan 43 yang selalu memberikan bantuan tenaga,
fikiran, motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukannya.
Bogor,
Agustus 2011
Nanda Dwi Pambudi
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
di
Serang
pada
tanggal
22 April 1989 dari Ayah bernama Ir.H. Sudibyono dan Ibu
yang bernama Hj. Ely Artiningsih, SH. Penulis merupakan
anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari
TK Tunas Baja Cilegon lalu melanjutkan ke SD Negeri 1
Cilegon dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis malanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 2 Cilegon, dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
tahun 2007 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai
mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Selama aktif perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan, seperti OMDA Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) tahun 2007,
kepengurusan Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKMC) periode 2008-2009
dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) divisi
Kewirausahaan periode 2009-2010. Penulis melakukan penelitian dan menyusun
skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengaruh Metode
Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata)
dari Perairan Situ Gede Bogor”, dibimbing oleh Dra. Ella Salamah, M.Si dan
Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
Hal
ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . ..................................................................................
1
1.2 Tujuan .................................................................................................
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas .. ..............................................
4
2.2 Pemanfaatan Keong Mas ....................................................................
6
2.3 Mineral dan Fungsinya ........................................................................
7
2.3.1 Mineral makro ............................................................ .............
2.3.2 Mineral mikro ...........................................................................
8
11
2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral ..........................
14
2.5 Kelarutan Mineral ...............................................................................
16
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
17
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................
17
3.3 Tahap Penelitian .................................................................................
17
3.3.1
3.3.2
3.3.3
3.3.4
3.3.5
3.3.6
3.3.7
Pengambilan dan preparasi sampel .........................................
Pengolahan ..............................................................................
Analisis proksimat ..................................................................
Pengujian total mineral ....................... ...................................
Analisis kelarutan mineral .................. ...................................
Kebutuhan mineral .............................. ...................................
Rancangan percobaan dan analisis data ..................................
18
18
20
22
23
24
24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Keong Mas ..................................................................
27
4.2 Rendemen ………………………………………………………….
28
4.3 Uji Organoleptik Rasa………………………………………………
29
4.4 Komposisi Kimia Keong Mas ...........................................................
30
4.5 Komposisi Mineral ............................................................................
36
4.6 Kelarutan Mineral .............................................................................
47
vii
4.7 Pengolahan yang Terbaik ...................................................................
49
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
51
5.2 Saran ..................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN………………………………………………………………………..
viii
57
DAFTAR TABEL
No.
Hal
1. Komposisi kimia keong mas .......................................................................
6
2. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium .....................................
9
3. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor ........................................
9
4. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium................................
11
5. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi............................................
12
6. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng ...........................................
14
7. Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas ...............
27
8. Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan..............
30
9. Komposisi mineral keong mas dengan berbagai metode pengolahan ........
37
10. Kelarutan mineral keong mas.....................................................................
47
11. Kandungan mineral dan presentase kehilangan serta kelarutan mineral
keong mas .................................................................................................
50
DAFTAR GAMBAR
No.
Hal
1. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ..........................................
4
2. Perbedaan keong mas jantan dan betina ....................................................
5
3. Diagram alir tahapan penelitian .................................................................
18
4. Diagram alir metode pengolahan daging keong mas .................................
19
5. Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral ..
19
6. Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging) ...................................
27
7. Diagram pie rendemen keong mas.............................................................
28
8. Diagram batang uji organoleptik rasa ........................................................
29
9. Diagram batang rata-rata kadar air ............................................................
31
10. Diagram batang rata-rata kadar abu ...........................................................
32
11. Diagram batang rata-rata kadar protein .....................................................
34
12. Diagram batang rata-rata kadar lemak .......................................................
35
13. Diagram batang rata-rata kadar kalsium ....................................................
38
14. Diagram batang rata-rata kadar natrium ....................................................
39
15. Diagram batang rata-rata kadar kalium .....................................................
41
16. Diagram batang rata-rata kadar besi ..........................................................
42
17. Diagram batang rata-rata kadar seng .........................................................
43
18. Diagram batang rata-rata kadar fosfor .......................................................
44
19. Diagram batang rata-rata kadar magnesium ..............................................
46
20. Histogram persentase kelarutan mineral keong mas..................................
47
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal
1. Lokasi pengambilan keong mas ..................................................................
58
2. Cangkang, jeroan, dan daging keong mas ...................................................
58
3. Cara penilaian organoleptik rasa .................................................................
59
4. Perhitungan rendemen keong mas (Pomacea canaliculata) .......................
60
5. Data komposisi kimia keong mas ...............................................................
61
6. Data mineral keong mas basis kering..........................................................
61
7. Grafik uji kenormalan proksimat basis kering .............................................
62
8. Grafik uji kenormalan Ca, Na, K, Fe, Zn, P, dan Mg basis kering ..............
64
9. Grafik uji kenormalan kelarutan mineral basis kering .................................
67
10. Analisis ragam proksimat keong mas ........................................................
69
11. Uji lanjut Duncan kadar air ........................................................................
69
12. Uji lanjut Duncan kadar abu ......................................................................
70
13. Uji lanjut Duncan protein ... ......................................................................
70
14. Uji lanjut Duncan lemak .... ......................................................................
70
15. Analisis ragam total mineral keong mas ....................................................
70
16. Uji lanjut Duncan total mineral kalsium ....................................................
71
17. Uji lanjut Duncan total mineral natrium ....................................................
71
18. Uji lanjut Duncan total mineral kalium ......................................................
71
19. Uji lanjut Duncan total mineral fosfor .......................................................
72
20. Uji lanjut Duncan total mineral besi ..........................................................
72
21. Uji lanjut Duncan total mineral seng .........................................................
72
22. Uji lanjut Duncan total mineral magnesium ..............................................
72
23. Analisis ragam kelarutan mineral keong mas ............................................
73
24. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral kalsium ............................................
73
25. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral magnesium ......................................
73
26. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral natrium.............................................
74
27. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral fosfor ...............................................
74
28. Hasil uji Kruskal Wallis organoleptik rasa ................................................
74
29. Contoh perhitungan persentase mineral yang hilang .................................
74
xi
30. Contoh perhitungan persentase kelarutan mineral .....................................
74
31. Angka kecukupan gizi keong mas..............................................................
75
xii
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan moluska air tawar yang
terdapat di sepanjang Sungai Paraguay dan Parana yang memotong Paraguay,
Brazil, Bolivia dan Argentina. Di Asia, keong mas pertama kali dikenal sebagai
hama padi di Taiwan sejak tahun 1979, dan kini telah menjadi hama padi paling
berbahaya di negara-negara penyedia beras, seperti Filipina, Vietnam, Thailand
dan Indonesia (Joshi 2005). Komposisi kimia keong mas pada daging segar yaitu
kadar air (77,60%), kadar protein (12,20%), kadar lemak (0,40%), kadar abu
(3,20%) dan karbohidrat (6,60%) (DA-PhilRice 2001).
Pandangan mengenai keong mas sebagai suatu hama berbahaya dan sangat
merugikan bagi dunia pertanian tidaklah sepenuhnya benar. Keong mas telah
dimanfaatkan menjadi sumber pakan dan pangan di negara-negara penghasil beras
yang diserang hama golden apple snail (GAS). Keong mas diberikan sebagai
pakan pada ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan
gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemanfaatan keong mas
saat ini tidak terbatas sebagai bahan pangan dan pakan saja, tetapi juga sebagai
obat untuk penyakit liver (Sulistiono 2007).
Kajian ilmiah lebih mendalam mengenai khasiat keong mas bagi kesehatan
manusia masih belum banyak dilakukan. Semuanya ini masih merupakan
pembuktian empiris dari pengalaman para pengguna, sehingga perlu dilakukan
pengujian ilmiah lebih lanjut terhadap keong mas. Salah satu pengujian ilmiah
yang perlu dilakukan yaitu mengenai kandungan mineral pada keong mas.
Menurut penelitian Susanto (2010), keong mas mengandung 5 komponen bioaktif
yang terdeteksi melalui uji fitokimia, yaitu komponen alkaloid, steroid, flavonoid,
karbohidrat dan asam amino. Komponen-komponen bioaktif ini diduga memiliki
banyak aktivitas fisiologis yang positif bagi tubuh manusia.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas
pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang.
Permasalahan gizi di Indonesia selama ini masih cukup besar, namun hingga saat
ini masalah tersebut hanya dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat dan
2
belum dianggap sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) dan menurunkan angka kemiskinan (Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi 2008). Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan,
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan,
dan adanya daerah miskin gizi.
Salah satu dari keempat masalah gizi erat
kaitannya dengan kekurangan asupan mineral diantaranya, yaitu anemia gizi besi
dan osteoporosis. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan
cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani.
Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal
dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan lebih sedikit, hal ini
disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat
mengganggu penyerapan mineral (Almatsier 2001).
Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter
awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting
adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen
yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada
tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam
bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable.
Langkah awal untuk mempelajari bioavailabilitas mineral adalah mengetahui
kandungan mineral pada bahan dan kelarutan mineral (Santoso et al. 2006).
Pada umumnya keong mas dikonsumsi oleh masyarakat setelah
mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan yang dilakukan yaitu
perebusan, perebusan air garam dan pengukusan. Dengan adanya pengaruh yang
terjadi pada berbagai metode pengolahan terhadap penurunan mineral, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan (perebusan,
perebusan air garam dan pengukusan) terhadap kandungan mineral keong mas.
Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi
yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak disebabkan oleh pH, oksigen,
panas atau kombinasinya (Sediaoetama 1993). Pengolahan bahan pangan dapat
meningkatkan kelarutan mineral. Kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan
ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).
3
1.2 Tujuan
Penelitian mengenai “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan
Mineral Keong Mas dari Perairan Situ Gede, Bogor” memiliki tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian
ini adalah untuk menganalisis kandungan
mineral makro dan mikro pada keong mas.
1.2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a) Menentukan rendemen keong mas.
b) Menganalisis kandungan proksimat keong mas segar dan setelah
pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam).
c) Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap kandungan mineral makro
dan mikro pada keong mas.
d) Menentukan metode pengolahan terbaik.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck)
Keong mas (Pomacea canaliculata) adalah siput sawah dengan warna
cangkang keemasan, kadang dianggap hama tetapi berprotein tinggi. Keong mas
disebut hama karena menjadi pemakan tanaman padi di areal persawahan. Telur
keong mas dapat menempel dan menetas pada batang padi, sehingga
menyebabkan tanaman padi mati serta petani gagal panen.
Keong memiliki
kandungan gizi sangat tinggi karena daging keong mengandung protein. Daging
keong dapat diolah menjadi bahan makanan dengan teknik pengolahan yang tepat.
Misalnya, daging keong bisa dibuat menjadi keripik, kerupuk, tepung hingga
pupuk dan campuran pakan ternak. Daging keong mas tidak haram karena hidup
di satu alam dan tidak bertulang belakang (Sulistiono 2010). Bentuk morfologi
keong mas dapat dilihat pada Gambar 1.
Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002)
adalah sebagai berikut:
Filum
: Molusca
Kelas
: Gastropoda
Subkelas
: Prosobranchiata
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Ampullariidae
Genus
: Pomacea
Spesies
: Pomacea canaliculata
a
b
Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck)
Sumber : a) (Afrianty 2010).
b) (Tamud 2009).
5
Keong mas hidup di kolam, sawah beririgasi dan kanal.
Keong mas
membenamkan diri pada tanah lembab selama musim kering. Keong mas dapat
bertahan hidup hingga 6 bulan dengan melakukan estivasi dengan cara menutup
operkulum dan membenamkan diri dalam tanah. Keong mas menjadi aktif
kembali ketika tanah tempat hidupnya tergenang air. Keong mas dapat bertahan
hidup pada kondisi lingkungan yang keras, seperti pada perairan tercemar atau
perairan yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang rendah. Hal ini
dikarenakan keong mas memiliki insang (ctenidium) dan organ menyerupai paruparu, sehingga memungkinkan keong mas dapat bertahan hidup di dalam dan di
luar air (DA-PhilRice 2001).
Keong mas memiliki karakteristik khusus yang dapat digunakan untuk
membedakan dengan keong-keong jenis lain yang hidup pada habitat yang sama.
Keong mas dewasa memiliki cangkang berwarna coklat dan daging berwarna
putih krem hingga emas kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat beragam dan
bergantung pada ketersediaan makanan. Ukuran diameter cangkang keong mas
dapat mencapai 4 cm dengan berat 10-20 gram. Keong mas memiliki umbilicus
terbuka. Operkulum yang menutupi lubang aperture terbuat dari kitin dan
merupakan operkulum tipe konsentris (Ardhi 2008). Perbedaan antara keong mas
jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan keong mas jantan dan betina
(Sumber: DA-PhilRice 2001)
Keong mas dikategorikan sebagai hewan omnivora. Keong mas dapat
memakan keong-keong jenis lain seperti Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp.
Keong Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp merupakan inang perantara parasit
trematoda dan dapat menyebabkan penyakit gatal (Sulistiono 2007). Keong mas
juga dapat bersifat kanibalisme memakan telur-telurnya dan juvenil-juvenil keong
mas yang baru menetas (Horn et al. 2008).
6
2.2 Pemanfaatan Keong Mas
Pemanfaatan keong mas, baik dibidang penyediaan pangan maupun pakan,
merupakan salah satu bentuk usaha pengendalian keong mas yang merupakan
hama berbahaya bagi sektor pertanian, khususnya pertanian padi. Pengumpulan
keong-keong di areal persawahan juga termasuk salah satu usaha pengendalian
hama keong mas ini. Keong-keong yang terkumpul biasanya diolah menjadi
bahan pangan ataupun pakan bagi ternak. Pengolahannya sebagai bahan pangan
telah banyak dilakukan, seperti fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan
kerupuk keong mas, fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan cracker
“chicharon”, pembuatan kecap, sate keong, pepes keong, sambel keong, dendeng
dan menu keong lainnya. Keong mas juga digunakan sebagai obat penyakit kulit,
penyakit kuning, dan penyakit liver (Sulistiono 2007). Selain itu, juga dapat
bermanfaat
untuk
meningkatkan
kecerdasan
dan
dapat
meningkatkan
vitalitas (Sumitro 2009). Komposisi kimia keong mas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia keong mas
Komposisi Kimia
Daging Lumat
1)
Segar
Daging Segar2)
Daging Segar3)
Kadar air (%)
84,70
82,37
77,60
Kadar protein (%)
9,33
8,69
12,20
Kadar lemak (%)
0,91
0,78
0,40
Kadar abu (%)
1,43
1,47
3,20
Kadar serat kasar (%)
3,10
6,68
-
Karbohidrat (%)
0,10
-
6,60
Sumber: 1) Nurjanah et al. (1996); 2) Kamil et al. (1998); 3) DA-PhilRice (2001).
Pemanfaatan keong mas sebagai pakan ternak juga telah banyak
dikembangkan. Dalam bentuk segar, keong mas digunakan sebagai pakan sumber
protein untuk ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan
gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemberian pakan berbasis
protein keong mas pada ternak burung puyuh (Coturnix coturnix) dan budidaya
ikan gabus (Chana striata) serta ikan sidat (Anguilla sp.), memberikan
pertumbuhan yang baik pada hewan-hewan budidaya tersebut (Sulistiono 2007).
7
Daging keong mas yang akan digunakan untuk fortifikasi tepung ikan
(pakan), harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung keong mas. Hasil penelitian
Kamil et al. (1998) menunjukkan bahwa tepung keong mas memiliki kadar air
sebesar 8,03-8,73%, kadar protein 65,50-70,67%, kadar lemak 1,27-1,43%, kadar
abu 9,13-10,47%, kadar serat kasar 8,19-9,59%, dan kadar garam 0,56-1,69%.
Kadar asam amino esensial tepung keong mas yang paling tinggi adalah leusin
(44,8 mg/g protein) dan terendah adalah metionin (10,54 mg/g protein). Jenis
asam amino esensial yang paling sedikit adalah triptofan. Lisin yang biasanya
menjadi asam amino pembatas, ternyata pada tepung keong mas ini memiliki skor
kimia yang cukup (41,29 mg/g protein) dan tidak menjadi asam amino pembatas,
sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan yang kurang lisin.
2.3 Mineral dan Fungsinya
Mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk
hidup disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat
anorganik atau kadar abu. Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk
metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim.
Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan
pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer
ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan
saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2001).
Menurut Arifin (2008), mineral esensial adalah mineral yang sangat
diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim
atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas
dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan
untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral
yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang
peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya
dalam jaringan sangat kecil. Apabila kandungannya tinggi dapat merusak organ
tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.
penyakit defisiensi.
Mineral juga dapat menyebabkan
8
2.3.1 Mineral makro
Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah
lebih dari 100 mg sehari (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral makro yang
dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut :
a) Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh,
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan
gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium di dalam cairan ekstraseluler
dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti
untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan menjaga
permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan, selain itu juga
fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan dan
perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat
organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak
larut, contoh dari senyawa tersebut
adalah asam oksalat dan asam fitat.
Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi
kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat
menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran pencernaan sehingga
mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya.
Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress seharihari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang disebut
juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya karena kekurangan vitamin D dan
ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Kelebihan kalsium dapat
menimbulkan batu ginjal dan juga susah buang air besar (Almatsier 2001). Angka
kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium
Usia
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi (0-12 bulan)
200-400
Anak-anak (1-19 tahun)
500-600
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
1000
Usia 19-65 tahun ke atas
800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
b) Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua
terbanyak di dalam tubuh setelah
kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh
terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit
di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan
dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2
dengan kalsium. Fosfor juga terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya
di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler (Almatsier 2001).
Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi.
Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik.
Sumber fosfor dapat berasal dari daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan bisa
terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti
alumunium hidroksida untuk jangka lama (Winarno 2008). Angka kecukupan
rata-rata perhari untuk fosfor terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor
Usia
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi (0-12 bulan)
100-225
Anak-anak (1-19 tahun)
400
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
1000
Usia 19-65 tahun ke atas
800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
c) Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium
ada di dalam kerangka tubuh.
Sumber utama natrium adalah
garam dapur
10
atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan berperan sebagai bumbu dan sebagai
bahan pengawet. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat
langsung diserap usus.
Saluran pencernaan yang
banyak berperan dalam
mengabsorpsi natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur
tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam
sel-sel. Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan
tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara
natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan
asam basa di dalam tubuh. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa
yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg (Almatsier 2001).
Natrium banyak terdapat pada plasma darah dan cairan di luar sel
(ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sebagai bagian
terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu
mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa.
Kebutuhan akan natrium didasarkan pada pertumbuhan, kehilangan natrium
melalui keringat dan sekresi lain (Winarno 2008).
d) Kalium
Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam
alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam
pengobatan. Tubuh orang dewasa mengandung kalium lebih banyak dua kali lipat
dari natrium, namun biasanya konsumsi kalium lebih sedikit dibandingkan dengan
natrium.
Di Amerika konsumsi kalium per orang per hari adalah 2-6 gram
kalium. Kalium berada di dalam sel daripada di luar sel, karena itu lebih mudah
menyimpan kalium dalam tubuh (Winarno 2008).
Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan
klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa.
Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian
terikat dengan protein.
Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap
tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil.
Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan
makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan
kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier 2001).
minimum akan
11
e) Magnesium
Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis
sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan
lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran
magnesium dalam hal ini berlawanan
dengan kalsium. Kalsium merangsang
kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong
penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah.
Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam
email gigi. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang
mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh
(Almatsier 2001).
Magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang
berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap diusus
kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercena akan diserap karena kelarutan
garam magnesium rendah (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata perhari
untuk magnesium dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium
Usia
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi (0-12 bulan)
25-55
Anak-anak (1-19 tahun)
60-120
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
170-270
Usia 19-65 tahun ke atas
270-300
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
2.3.2 Mineral mikro
Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam
jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan
tubuh akan mineral mikro kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri atas
besi (Fe), iodium (I), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), fluor (F) dan
tembaga (Cu) (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan
oleh tubuh antara lain:
12
a) Besi
Menurut King (2006), zat besi dalam tubuh berperan penting dalam
berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Besi
di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah
(hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran
pencernaan. Sumber zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan
ikan. Besi mempunyai fungsi esensial yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paruparu ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan reaksi enzim
di dalam jaringan tubuh (Arifin 2008).
Kekurangan zat besi mengakibatkan rasa mual, lemah, sakit kepala dan
nafas pendek. Kelainan genetik yang disebut hemchromatosis dapat disebabkan
tubuh memproduksi zat besi berlebih. Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia
gizi besi. Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Penyebab
anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung
besi, selain itu pada wanita karena kehilangan darah saat haid maupun persalinan
(Almatsier 2001).
Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi bagi orang
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi
Usia
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi (0-12 bulan)
0,5 – 7
Anak-anak (1-19 tahun)
8 – 10
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
13 – 19
Usia 19-65 tahun ke atas
13 – 26
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
b) Tembaga (Cu)
Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika
ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya
ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam
mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang
sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi
utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim
13
mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan
reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen (Almatsier 2001).
Tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa sekitar 100-150 mg dengan
konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut dan otak. Tembaga
berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim
tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses
pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan tembaga pada
manusia umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak yang mengalami kekurangan
konsumsi protein (KKP). Kekurangan kadar tembaga akan menyebabkan
terjadinya leucopenia (kekurangan sel darah putih), demineralisasi tulang dan
kurangnya jumlah sel darah merah yang dihasilkan. Kelebihan tembaga secara
kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat
menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg
tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare (Winarno 2008).
c) Seng (Zn)
Seng ditemukan hampir dalam seluruh jaringan hewan. Seng lebih banyak
terakumulasi dalam tulang dibanding dalam hati yang merupakan organ utama
penyimpan mineral mikro. Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan epidermal
(kulit, rambut, dan bulu), dan sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim. Seng
merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel
darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati (Arifin 2008).
Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan
pembentukan sperma. Kekurangan seng menyebabkan tubuh pendek, dan
keterlambatan pematangan seksual, gangguan pertumbuhan dan kematangan
seksual. Kekurangan seng mengganggu metabolisme vitamin A (Almatsier 2001).
Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng bagi orang Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 6.
14
Tabel 6 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng
Usia
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-19 tahun)
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
Usia 19-65 tahun ke atas
1,3 - 7,5
8,2 – 11,2
12,6 – 17,40
9,3 – 13,4
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging,
hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit
digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein
hewani. Hal ini disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ionion logam mineral (Winarno 2008).
d) Selenium (Se)
Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada
kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama
dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan
dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan
konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya
radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup
menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium sehari
untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki dewasa
dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi 2004).
2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral
Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar
bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori
(penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002).
Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari
proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi
15
keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan
besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut. Faktor yang
paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pengolahan dengan panas
adalah lama waktu dan suhu pemanasan. Perebusan adalah cara memasak
makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0C). Bahan pangan yang
dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat
mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan
cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya
tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya
kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat
dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).
Perebusan dilakukan dengan penggunaan larutan garam yang mendidih
sebagai media untuk merendam daging keong mas dengan cangkangnya. Tujuan
dari
proses perebusan ini adalah menjadikan ikan matang serta menjadikan
susunan daging menjadi lebih padat. Larutan garam akan menyerap cairan
yang ada dalam tubuh ikan dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam
tubuh ikan. Proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan bertujuan untuk
mencegah proses pembusukan ikan (Afrianto 1993).
Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena
banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tetapi proses
pengolahan juga dapat bersifat positif, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi,
peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai
senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Pemanasan yang berlebihan
dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk. Kunci utama
dalam proses pengolahan bahan pangan adalah optimalisasi proses pengolahan
untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai
gizinya.
Proses steaming akan memberi hasil yang maksimal apabila dilakukan
dengan alat yang tertutup rapat untuk mencegah berkurangnya tekanan uap air
panas. Jika steaming dilakukan dengan mempergunakan panci pengukus, pastikan
panci ditutup rapat. Bahan makanan yang cocok digunakan adalah bahan yang
tidak mudah kehilangan tekstur, warna, aroma dan rasa (Supiyanti 2011).
16
Kekurangan dari proses pengukusan adalah susutnya vitamin yang larut air
namun vitamin larut minyak tetap. Pengukusan dengan uap panas menghasilkan
retensi zat gizi larut air lebih besar dibandingkan pengukusan dengan perebusan
(Harris dan Karmas 1989). Faktor yang diperhatikan dalam proses pengukusan
adalah jumlah air yang digunakan harus diperhitungkan sesuai dengan tinggi
bagian dalam panci, temperatur air, dan besarnya api. Pengukusan akan
mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan (Gsianturi 2002).
2.5 Kelarutan Mineral
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut
(solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan
hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut,
karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah
proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan
memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable
apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua
mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan
untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh. Faktorfaktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi
mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat
dengan mineral (Almatsier 2001).
Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena
zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar
proses pengolahan disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi
(Sediaoetama 1993). Menurut Santoso et al. (2006), mineral pada makanan dapat
berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan atau akibat interaksi
dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung
pada prosesnya. Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan
asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis
rumput laut. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga dapat
meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH.
17
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011
bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan
(preparasi sampel); Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan
(proses perebusan, perebusan air garam dan pengukusan daging keong mas);
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (uji proksimat); dan Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan (proses homogenisasi), Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Laboratorium Pengujian Teknologi Industri Pertanian (analisis profil dan
kelarutan mineral keong mas), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Laboratorium terpadu (proses sentrifuse), Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong mas
(Pomacea canaliculata) yang diperoleh dari Perairan Situ Gede Bogor. Bahanbahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: akuades; HCl 0,1 N;
K2SO4; H2SO4 pekat; NaOH; H3BO3; indikator metal merah; larutan heksana;
kertas saring Whatman no. 42; HNO3; HClO4; Cl3La.7H20 dan ammonium
molibdat.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission,
sentrifus, homogenizer, gelas piala, labu takar, pisau, panci stainless stell, gelas
ukur, oven, timbangan, pipet, cawan dan termometer.
3.3 Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama meliputi
pengambilan sampel, identifikasi sampel, preparasi sampel, perhitungan
rendemen, pengolahan, dan uji organoleptik rasa. Bagian kedua meliputi analisis
proksimat (kadar air, abu, lemak, dan protein), serta analisis kandungan mineral
18
makro dan mikro daging keong mas (APHA 2005) dan kelarutan mineral
(Santoso 2003 yang dimodifikasi). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.
Sampel keong mas
Identifikasi
Pengukuran morfometrik
Perhitungan rendemen
Uji proksimat (AOAC 1995)
Uji total mineral (APHA 2005)
Uji kelarutan mineral (APHA 2005)
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel
Pengambilan sampel keong mas dilakukan di sekitar perairan Situ Gede
Bogor. Keong mas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi
air, dibersihkan, ditiriskan dan ditimbang untuk mengetahui 30 ekor keong mas.
Kemudian dilakukan perhitungan rendemen.
Perhitungan rendemen dengan
rumus:
Rendemen (%) = Bobot daging (g) x 100 %
Bobot awal (g)
3.3.2 Pengolahan
Sampel keong mas yang akan diuji kelarutan mineralnya dilakukan proses
pengolahan, yaitu perebusan, perebusan air garam dan pengukusan masingmasing pada suhu 100°C selama 20 menit. Sebelumnya telah dilakukan penelitian
pendahuluan yaitu waktu dan suhu yang tepat untuk mematangkan daging keong
19
mas, serta konsentrasi garam yang tepat dalam perebusan. Diagram alir metode
pengolahan daging keong mas dapat dilihat pada Gambar 4.
Sampel keong mas
Segar
Pengukusan 100°C
selama 20 menit
Perebusan 100°C
selama 20 menit
Perebusan air garam
100°C (konsentrasi garam
0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%)
selama 20 menit
Daging rebus
Daging kukus
Uji organoleptik
Daging rebus garam
(konsentrasi terpilih)
Gambar 4 Diagram alir metode pengolahan daging keong mas
Keterangan :
= Input/ output
= Proses
Daging segar, kukus, rebus, dan rebus air garam dianalisis mineral dan
kelarutan mineralnya. Diagram alir analis proksimat, mineral dan kelarutan
mineral dapat dilihat pada Gambar 5.
Daging segar, kukus, rebus dan rebus
air garam konsentrasi garam terpilih
Uji proksimat
Uji total mineral
Kelarutan mineral
Komposisi kimia
Total mineral
Mineral terlarut
Gambar 5 Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral
20
3.3.3 Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
menghitung komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air,
abu, lemak, dan protein.
1)
Analisis kadar air (AOAC 1995)
Tahap pertama yang dilakukan untuk
menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali
hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan
tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam,
kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya
ditimbang kembali. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus :
Perhitungan kadar air : % kadar air = (B1 – B2) x 100%
B
Keterangan:
B= berat sampel (gram)
B1= berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan
B2= berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
2)
Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi.
Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama
1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Perhitungan
kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g)
Kadar abu (bobot basah) =
Berat abu (g)
Berat sampel awal (g)
x 100 %
21
3) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Contoh seberat 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang
telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat
tetapnya dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut
lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang
ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat
destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan
sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator
sampai beratnya konstan.
Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak kosong (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
4) Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab
dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih
1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu
Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan
proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam
labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan
2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda.
Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka
proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
22
perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko
dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% N = (ml HCl – ml Blanko) x N HCl x 14 x fp x 100 %
mg contoh
% kadar protein = % N x faktor konversi (6,25)
Keterangan : fp= Faktor pengenceran
3.3.4 Pengujian total mineral
1) Pengujian total mineral Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Se, Cu (APHA 2005)
Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam
dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Sebanyak 2 gram sampel daging keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 150 ml kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 65% yang bertujuan untuk
melarutkan kandungan anorganik dan panaskan di atas hot plate, lalu dinginkan.
Setelah dingin tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini
bertujuan untuk menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan
di atas hot plate dan dinginkan. Larutan diencerkan dengan aquades menjadi
100 ml dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman
sampai diperoleh larutan yang jernih.
Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan
dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja
logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Perkin Elmer Analyst 100
dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur
absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral.
Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah :
Kadar mineral (bb) =
Keterangan : fp= Faktor pengenceran
Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering :
Kadar mineral (bk) =
x 100%
23
2) Pengujian fosfor (APHA 2005)
Prinsip pengujian fosfor yaitu mengetahui nilai absorpsi logam fosfor
dengan menggunakan metode spektrofotometer. Sebanyak 2 gram sampel daging
keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml kemudian
ditambahkan 140 ml asam sitrat yang bertujuan untuk melarutkan kandungan
fosfor pada sampel, panaskan di atas hot plate lalu dinginkan. Setelah dingin
tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini bertujuan untuk
menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan di atas hot plate dan
dinginkan. Setelah dingin lakukan pengenceran dengan aquades menjadi 100 ml
dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman sampai
diperoleh larutan yang jernih.
Sejumlah larutan stok standar dari mineral fosfor diencerkan dengan
menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam
yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh diukur ke alat
spektrofotometer dengan pewarna biru (asam vanadimolibdifosfat) pada panjang
gelombang 660 nm dari mineral fosfor, kemudian diukur absorbansinya.
Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah :
Kadar mineral (bb) =
Keterangan: fp = faktor pengencer
Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering :
Kadar mineral (bk) =
x 100%
3.3.5 Analisis kelarutan mineral (Santoso 2003 yang dimodifikasi)
Sampel yang telah diberi perlakuan pengolahan dan kontrol, terlebih
dahulu diambil 10 gram untuk dianalisis dan ditambahkan 40 ml air lalu
dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan 5.000-10.000 rpm
selama 2 menit untuk fraksi terlarut. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan
5.000 rpm, 2 oC selama 12 menit. Hasil dari sentrifugasi selanjutnya disaring
menggunakan kertas saring Whatman no 42. Supernatan diukur mineral terlarut
yaitu kalsium, natrium, fosfor, dan magnesium menggunakan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dan
24
dihitung sebagai persentase terhadap total mineral yang dianalisis (Ca, Mg, Na,
dan P).
Persentase kelarutan kemudian dihitung hasil bagi antara kelarutan
mineral dengan total mineral.
Perhitungan kelarutan mineral (mg/100g) basis basah, yaitu :
3.3.6
Kebutuhan mineral (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2008)
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang
dikonsumsi setiap hari untuk waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal ratarata orang sehat. Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari keong mas
(Pomacea canaliculata) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari
keong mas oleh tubuh. Perhitungan presentasi AKG mineral keong mas dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
% AKG =
x 100%
3.3.7 Rancangan percobaan dan analisis data
Rancangan percobaan
yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji
Kruskall Wallis untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam
terhadap rasa daging keong mas dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk
mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi proksimat, total
mineral, dan kelarutan mineral.
1)
Uji Kruskal Wallis
Pengujian organoleptik rasa menggunakan uji Kruskal Wallis untuk
mengetahui konsentrasi garam terbaik pada perlakuan perebusan air garam.
Pengujian organoleptik rasa pada penelitian ini dilakukan oleh 30 orang panelis
semi terlatih. Cara penilaian organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 3.
Apabila nilai Asymp. Sig < 0,05 maka tolak Ho (perbedaan konsentrasi garam
memberikan pengaruh nyata terhadap parameter rasa keong mas). Prosedur
pengujian Kruskal Wallis menggunakan rumus sebagai berikut (Steel dan
Torrie 1993):
25
(1) H =
(2) FK =
(3) H’ =
Keterangan
ni
N
Ri
T
H’
FK
=
=
=
=
=
banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis
banyaknya data
jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i
banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan
H terkoreksi
faktor terkoreksi
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) menunjukkan perbedaan
konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasa keong mas,
maka pengujian tidak dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison.
2)
Rancangan acak lengkap (RAL)
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode
pengolahan terhadap komposisi kimia, kandungan mineral dan kelarutan mineral
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (sampel
segar, pengukusan, perebusan dan perebusan air garam). Data dianalisis dengan
ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F
terlebih dahulu di uji kenormalan data.
Uji kenormalan data mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Kurva normal
yang dihasilkan pada uji Kolmogrof Simirnov disertakan dengan nilai rata-rata
dan standar deviasi (simpangan baku). Uji kenormalan adalah pengujian untuk
mengetahui data yang digunakan dapat menyebar normal, sehingga dapat
digunakan dalam statistika parametrik. Nilai rata-rata menggambarkan posisi
kurva sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian.
Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50 % (median) dinyatakan cukup baik
karena dapat membuktikan pada tingkat 95 % (Steel dan Torrie 1993).
Suatu data dapat menyebar normal pada :
x ‒ z α/2
x + z α/2
(Walpole 1992)
26
Koefisien keragaman =
x 100
Keterangan: x = rata-rata
z = 1,96
µ = (1-α) 100 %
𝜎 = simpangan baku
Model rancangannya analisis ANOVA (Analysis Of Variant) atau uji F
adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij
μ
τi
εij
= Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)
= Nilai tengah atau rataan umum pengamatan
= Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3)
= Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Hipotesa terhadap data hasil uji komposisi kimia pada berbagai metode
pengolahan adalah sebagai berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia.
Hipotesa terhadap data hasil analisis kadar mineral pada berbagai metode
pengolahan adalah sebagai berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar mineral.
Hipotesa terhadap data hasil analisis kelarutan mineral pada berbagai
metode pengolahan adalah sebagai berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral.
Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
komposisi kimia, total mineral dan kelarutan mineral maka dilanjutkan dengan uji
Duncan, dengan rumus sebagai berikut:
Duncan = tα/2; dbs
Keterangan :
KTS = Kuadrat tengah sisa
dbs = Derajat bebas sisa
r
= Banyaknya ulangan
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Keong Mas
Bagian-bagian keong mas (Pomacea canaliculata) dapat dilihat pada
Gambar 6.
1
2
3
Gambar 6 Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging)
Keterangan : 1) Cangkang keong mas.
2) Jeroan keong mas.
3) Daging keong mas
Sampel keong mas yang diperoleh dari Perairan Situ Gede, kemudian
dipreparasi untuk mengeluarkan isi cangkang (daging dan jeroan). Bentuk
cangkang, daging dan jeroan keong mas kemudian diamati karakteristik fisiknya.
Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas
Karakteristik Fisik
Warna
Tekstur
Cangkang
Daging
Jeroan
Coklat gelap
dengan pola
garis-garis
hitam.
Krem kecoklatan.
Coklat, hitam dengan
bintik-bintik
putih
(saluran dan kelenjar
pencernaan)
dan
merah muda (gonad).
Keras.
Kenyal.
Lunak dan mudah
hancur bila ditekan.
Berdasarkan data diatas (Tabel 7), karakteristik keong mas dalam
penelitian ini, yaitu bagian daging berwarna krem kecoklatan dan teksturnya
kenyal, sedangkan bagian jeroan ada yang berwarna hitam dengan bintik-bintik
putih, coklat dan merah muda. Bagian yang berwarna coklat dan hitam dengan
bintik-bintik putih adalah saluran dan kelenjar pencernaan, sedangkan bagian
yang berwarna merah muda adalah gonad. Bagian jeroan ini bersifat lunak dan
mudah hancur bila ditekan. Operkulum keong mas mengandung kitin, tipe
28
konsentris dan berwarna coklat gelap. Operkulum keong mas ini tipis dan keras,
tetapi mudah dipatahkan.
Cangkang keong mas berwarna coklat gelap dengan pola garis-garis hitam
yang mengarah ke lubang aperture, umbilicus terbuka dengan diameter bervariasi.
Komponen penyusun cangkang keong mas adalah kalsium karbonat. Isi cangkang
keong mas dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian daging (otot kaki) dan bagian
jeroan. Proses karakterisasi ini dilakukan guna mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Sifat bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja, tetapi
juga sifat kimia.
4.2
Rendemen
Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui
efektivitas suatu produk dan nilai ekonomisnya. Rendemen dapat dihitung
berdasarkan persentase antara bobot contoh dan bobot total. Rendemen yang
dihitung meliputi cangkang, daging dan jeroan. Persentase rendemen keong mas
dapat dilihat dalam Gambar 7.
24.10%
22.80%
Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas;
jeroan.
53.10%
cangkang,
daging,
Diagram diatas (Gambar 7), menunjukan nilai rata-rata rendemen
cangkang, daging dan juga jeroan. Hasil yang diperoleh nilai rata-rata rendemen
cangkang sebesar 53,10%, rata-rata rendemen daging sebesar 22,80% dan nilai
rata-rata rendemen jeroan 24,10%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil
penelitian Susanto (2010), yang menyatakan bahwa rendemen cangkang sebesar
51,65%, isi cangkang (jeroan dan daging) sebesar 48,35%. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa bobot terbesar yaitu cangkang. Hal ini disebabkan
cangkang menutupi seluruh tubuh keong mas. Menurut Metusalach (2007),
29
rendemen daging dari suatu organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme.
Faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Selain itu,
perhitungan rendemen daging keong dipengaruhi oleh cara pengambilan daging.
Cangkang adalah bagian keras seperti batu dan menutupi hampir seluruh
tubuh keong mas, sedangkan daging adalah bagian yang paling banyak
dimanfaatkan (Andi 2009). Berbeda dengan jeroan yang merupakan bagian yang
umumnya dibuang atau tidak dimanfaatkan dan biasanya digunakan sebagai pakan
binatang peliharaan (Wibisono 2010).
4.3 Uji Organoleptik Rasa
Uji organoleptik rasa disebut juga uji kesukaan. Panelis dimintakan
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (Hartono 2011).
Penentuan konsentrasi garam dilakukan dengan metode uji hedonik yang
dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih dengan konsentrasi garam yang
berbeda yaitu 0,5%; 1%; 1,5% dan 2%. Diagram batang nilai rata-rata parameter
rasa keong mas pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam dapat
dilihat pada Gambar 8.
6
5.1 (A)
5
4.4 (A)
5.1 (A)
4.7 (A)
Rata-rata
4
3
2
1
0
0.5
1
1.5
Konsentrasi garam (%)
2
Gambar 8 Diagram batang uji organoleptik rasa; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) dapat diketahui bahwa
nilai Asimp. Sig > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi
garam tidak memberikan pengaruh terhadap parameter rasa daging keong mas.
30
Konsentrasi garam yang dipilih yaitu 1,5% dengan nilai rata-rata sebesar 5,1
(cukup suka).
Konsentrasi garam sebesar 1,5% dianggap tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi garam 2%. Pemberian konsentasi garam yang
terlalu tinggi dapat memberikan efek negatif bagi tubuh.
Penggunaan kadar garam yang tinggi pada pengolahan keong mas tidak
direkomendasikan karena dapat mengakibatkan perubahan cita rasa menjadi lebih
asin (Aini 2002).
Pengolahan daging bekicot biasanya menggunakan garam
sebanyak 1-2% (Koswara 2010). Garam berfungsi untuk menambah cita rasa dan
mencegah pembusukan oleh mikroorganisme (Adawyah 2006).
4.4 Komposisi Kimia Keong Mas
Analisis proksimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui
komposisi kimia dan gizi suatu bahan pangan. Komposisi kimia yang terkandung
dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas
bahan dapat memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008).
Hasil analisis proksimat daging keong mas disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan
Parameter
Air (bb)
Abu
Protein
Lemak
Nilai (%) basis kering
Segar
81,50c
9,03a
75,68b
2,10a
Kukus
74b
6,93b
64,22a
1,56b
Rebus
71,05b
7,23b
64,48a
1,87b
Perebusan air garam
74,38a
8,26a
55,11a
1,97b
Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan komposisi kimia keong mas segar dan
setelah pengolahan. Berdasarkan uji kenormalan (kolomogrof simirnov)
(Lampiran 7), semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal karena
hasil bagi antara standar deviasi dengan nilai rata-rata kurang dari 50% (Steel dan
Torie 1993).
1) Kadar air
Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan
mencakup 70% atau lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
31
dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar
air dapat dilihat pada Gambar 9.
84
Persen air (%) BB
82
80
81.50 (C)
78
76
74.37 (B)
74 (B)
74
71.05 (A)
72
70
68
66
64
Segar
Pengukusan
Perebusan
Rebus air garam
Perlakuan
Gambar 9 Diagram batang rata-rata kadar air; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh
terhadap kadar air keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 11) menunjukkan
kadar air daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar air setelah
pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Penurunan kadar air pada proses
pengukusan sebesar 33,70%; perebusan sebesar 34,98%; dan perebusan air garam
sebesar 44,13%. Penurunan kadar air tertinggi terjadi pada perebusan air garam,
hal ini disebabkan kontak langsung antara keong mas dengan air dan penambahan
garam menyebabkan banyaknya air yang keluar. Penelitian yang mendukung
yaitu Gokoglu et al. (2004), menyatakan bahwa kadar air pada rainbow trout
segar (73,38% bb) menurun secara signifikan (α<0,05) setelah dilakukan
perebusan suhu 100°C (69,16% bb). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
Unlusayin et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kadar air udang segar
(75,48% bk) menurun setelah dilakukan perebusan air garam konsentrasi 12%
(70,12% bk).
32
Proses perebusan air garam akan menyebabkan terjadinya penetrasi garam
ke dalam tubuh keong dan keluarnya cairan dari tubuh keong karena perbedaan
konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam. Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari tubuh keong, partikel garam akan memasuki tubuh
keong. Kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan
menurunkan konsentrasi garam di luar tubuh keong dan meningkatnya konsentrasi
garam dalam tubuh keong (Adawyah 2006).
2) Kadar abu
Bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya
merupakan unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik
atau kadar abu. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral
yang terkandung dalam bahan pangan (Winarno 2008).
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar
abu keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa kadar abu
daging keong mas segar berbeda dengan kadar abu setelah pengukusan dan
perebusan. Diagram batang kadar abu keong mas dapat dilihat pada Gambar 10.
10
9.03 (A)
Persen abu (%) BK
9
8
8.26(A)
7.23 (B)
6.93 (B)
7
6
5
4
3
2
1
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Rebus air garam
Perlakuan
Gambar 10 Diagram batang rata-rata kadar abu; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Hasil penelitian kadar abu keong mas segar mengandung mineral dalam
jumlah yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1,67% bb. Nilai ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian Nurjanah et al. (1996), Kamil et al. (1998) dan
33
DA-PhilRice (2001) masing-masing sebesar 1,43% bb; 1,47% bb; dan 3,20% bb.
Kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan habitat dan lingkungan. Setiap
lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi
organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Data kadar abu keong mas
menunjukkan bahwa lingkungan perairan Situ Gede Bogor menyediakan asupan
mineral yang cukup bagi organisme perairan yang hidup di dalamnya.
Proses pengolahan (pengukusan dan perebusan) dapat menurunkan kadar
abu daging keong mas. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar abu pada
proses pengukusan sebesar 23,27%; dan perebusan sebesar 19,98%. Pada
umumnya proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi secara
signifikan terhadap garam-garam mineral pada bahan. Penelitian lain yang
mendukung yaitu Gokoglu et al. (2004), yang menunjukkan bahwa kadar abu
rainbow trout segar (1,61% bb) terjadi penurunan setelah dilakukan perebusan
(1,35% bb).
Penambahan garam dapat meningkatkan kembali kadar abu daging keong
mas sehingga relatif tidak mengalami perubahan dengan kadar abu keong mas
segar. Hal ini didukung oleh penelitian Unlusayin et al. (2010), menyatakan
bahwa
kadar abu yang terdapat pada udang Penaeus semisulcatus segar
(7,63% bk) meningkat setelah dilakukan proses perebusan air garam (9,40% bk).
Garam mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Mineral-
mineral yang terkandung di dalam garam yaitu Natrium Clorida (NaCl),
Magnesium Clorida (MgCl), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalsium Clorida (CaCl2),
dan Kalium Clorida (KCl) (Budiono 2010). Garam dapur mengandung kadar
NaCl yang tinggi. Kandungan NaCl pada garam mencapai 95%.
3) Kadar protein
Protein merupakan makro molekul yang dibentuk dari asam amino yang
berikatan peptida. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung
unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat.
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
(Winarno 2008).
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh
34
terhadap kadar protein daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 13)
menunjukkan kadar protein daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar
protein setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram batang
kadar protein dapat dilihat pada Gambar 11.
80
75.68 (B)
64.22 (A)
Persen protein (%) BK
70
64.48 (A)
55.11 (A)
60
50
40
30
20
10
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Rebus air garam
Perlakuan
Gambar 11 Diagram batang rata-rata kadar protein; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein keong mas segar
sebesar 14,02% bb. Jumlah tersebut sedikit berbeda dengan kadar protein keong
mas yang dikemukakan oleh Kamil et al. (1998) dan Nurjanah et al. (1996), yaitu
sebesar 8,69% bb dan 9,33% bb. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju
pergerakan dan tingkat kematangan gonad.
Pengolahan dengan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang
dan menyebabkan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin padat.
Proses itu terjadi bersamaan dengan terjadinya denaturasi sehingga membentuk
struktur yang lebih sederhana dan dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein
dalam bahan pangan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis,
terdenaturasi dan kehilangan aktivitas enzim (Zaitzev et al. 1969). Penurunan
kadar protein pada proses pengukusan sebesar 15,14%; perebusan sebesar
14,79%; dan perebusan air garam sebesar 27,18%. Hal ini didukung oleh
35
penelitian
Unlusayin
(2010),
yang
menyatakan
kadar
protein
udang
Penaeus semisculatus segar sebesar 83,81% bk menurun secara signifikan
(α = 0,05) setelah dilakukan perebusan air garam menjadi 79,15% bk.
4) Kadar lemak
Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada daging keong mas. Lemak
sendiri merupakan komponen yang dibentuk dari unit struktural yang bersifat
hidrofobik. Lemak memberi cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan
juga sebagai pelarut bagi vitamin A, D, E, K (Belitz et al. 2009).
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar
lemak keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kadar
lemak daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar lemak setelah
pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram batang rata-rata kadar
lemak keong mas dapat dilihat pada Gambar 12.
Persen lemak (%) BK
3
2.11 (A)
1.87 (B)
2
1.97 (B)
1.56 (B)
1
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Rebus air garam
Perlakuan
Gambar 12 Diagram batang rata-rata kadar lemak; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Keong mas segar mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah,
yaitu hanya sebesar 0,40% bb. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengujian
kadar lemak keong mas oleh Nurjanah et al. (1996), Kamil et al. (1998) dan
DA-PhilRice (2001), yaitu masing-masing sebesar 0,91% bb; 0,78% bb; dan
36
0,40% bb. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air
dalam keong mas sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar
lemak akan turun drastis. Menurut Yunizal et al. (1998), kadar air umumnya
berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Kandungan lemak keong mas ini lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging jenis keong air tawar
lainnya dari famili Viviparidae, yaitu sebesar 2,80% (Krzynowek dan
Murphy 1987). Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, suhu,
habitat, asupan makanan, ukuran dan tingkat kematangan gonad (Winarno 2008).
Gambar 12 menunjukkan bahwa metode pengolahan (pengukusan,
perebusan, dan perebusan air garam) dapat menurunkan kadar lemak keong mas.
Hal ini disebabkan lemak daging keong mas dapat larut pada suhu 100°C selama
20 menit. Penelitian lain yang mendukung yaitu Erkan et al. (2010), bahwa kadar
lemak small bluefish (Pomatomus saltatrix) segar sebesar 40,92% bk, menurun
namun tidak signifikan setelah dilakukan pengukusan sebesar 36,43% bk.
Menurut Jacoeb et al. (2008), semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses
pengolahan akan memecah komponen lemak menjadi produk volatil, sehingga
akan larut ke dalam air perebusan dan dapat menurunkan kadar lemak. Menurut
Tapotubun et al. (2008), suhu dan waktu pemanasan akan memberikan efek pada
kadar lemak produk.
Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi
kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat
bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses
pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan
semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam
larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen (Palupi et al. 2007).
4.5 Komposisi Mineral
Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang
sangat diperlukan oleh makhluk hidup. Berbagai unsur anorganik (mineral)
terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut
terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial
yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh. Mineral ini terbagi menjadi dua
37
golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2001). Mineral
nonesensial yaitu mineral yang tidak berguna atau belum diketahui kegunaannya
dalam tubuh, contohnya timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As), dan
kadmium (Cd) (Arifin 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro dan
mikro yang terdapat pada keong mas hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kandungan mineral keong mas dengan berbagai metode pengolahan
Komposisi
mineral
Mineral makro
Kalsium
Natrium
Kalium
Fosfor
Magnesium
Mineral mikro
Besi
Seng
Selenium
Tembaga
Segar
Nilai (mg/100 g basis kering)
Pengukusan Perebusan Perebusan air garam
7593,81a
620,84b
824,84a
1454,32b
238,05a
5117,74b
395,84a
503,45b
1021,86a
146,33b
4210,75b
274,85a
282,13b
919,29a
117,92b
5213,68b
744,61c
357,08b
873,69a
159,57b
44,16a
20,57a
tt
tt
28,04b
8,02b
tt
tt
25,90b
6,38b
tt
tt
26,37b
7,75b
tt
tt
Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda menunjukkan beda nyata (p<0,05)
tt = tidak terdeteksi
Tabel 9 menunjukkan kandungan mineral keong mas segar dan setelah
diberikan perlakuan pengolahan. Hasil uji kolomogrof simirnov (Lampiran 8),
semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat
dilakukan analisis ragam dan jika F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji
Duncan. Uji Duncan bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa metode
pengolahan terhadap kandungan mineral keong mas.
a.
Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh
manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada
tulang dan gigi. Sebanyak 1% kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak.
Tanpa kalsium yang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan
sulit membeku, dan transmisi saraf terganggu (Winarno 2008). Diagram batang
rata-rata kadar kalsium dapat dilihat pada Gambar 13.
38
Kadar Ca (mg/100g BK)
8000
7593.81 (A)
7000
6000
5213.68 (B)
5117.74 (B)
5000
4210.75 (B)
4000
3000
2000
1000
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 13 Diagram batang rata-rata kadar kalsium; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Kadar kalsium pada keong mas segar sebesar 404 mg/100 g (bb). Keong
mas memiliki kadar kalsium yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas
perikanan penting lainnya. Menurut hasil penelitian Okozumi dan Fuji (2000),
kadar kalsium pada ikan tuna sebesar 5 mg/100 g (bb), cumi-cumi sebesar
18 mg/100 g (bb), tiram sebesar 55 mg/100 g (bb), kerang 49 mg/100 g (bb),
udang sebesar 50 mg/100 g (bb), dan kepiting sebesar 70 mg/100 g (bb). Hal ini
menunjukkan bahwa keong mas sangat potensial karena memiliki kadar kalsium
sangat tinggi.
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar
kalsium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kadar
kalsium daging keong mas segar berbeda dengan kadar kalsium setelah
pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan
penurunan kadar kalsium dengan persentase pengukusan sebesar 32,61%,
perebusan sebesar 44,55% dan perebusan air garam sebesar 31,34%. Mineral
yang hilang kemungkinan terdapat pada air rebusan, uap kukusan, dan air garam.
Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi akan menyebabkan molekul air keluar
dan mineral ikut terlarut bersama dengan air. Penelitian ini didukung oleh
penelitian Lewu et al. (2010), dimana terjadi penurunan kadar kalsium secara
signifikan pada Colocasia esculenta (L.) Schott. Menurut hasil penelitian
39
Gokoglu et al. (2004), mineral kalsium rainbow trout sebesar 632 mg/kg (bb)
menurun setelah direbus menjadi 609 mg/kg (bb).
Angka kecukupan gizi kalsium yang dibutuhkan untuk usia 19-69 tahun
sebesar 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Berdasarkan
hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g daging keong mas dapat memenuhi 56,19%
dari angka kecukupan gizi kalsium usia 19-69 tahun. Menurut Nieves (2005),
kekurangan kalsium dan vitamin D dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis.
b.
Natrium
Natrium banyak terdapat pada plasma darah dan cairan di luar sel,
beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sebagai bagian terbesar dari cairan
ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan
osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Diagram batang
rata-rata kadar natrium dapat dilihat pada Gambar 14.
744.61 (C)
Kadar Na (mg/100 g BK)
800
700
620.83 (B)
600
500
395.84 (A)
400
274.84 (A)
300
200
100
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 14 Diagram batang rata-rata kadar natrium; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa F hitung > F tabel. Hal ini berarti perbedaan metode
pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar natrium daging keong mas.
Hasil uji Duncan (Lampiran 17) menunjukkan kadar natrium daging keong segar
berbeda dengan kadar natrium pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam.
40
Kadar natrium daging keong mas segar berbeda dengan kadar natrium
setelah
pengukusan,
perebusan
dan
perebusan
air
garam.
Pengolahan
menyebabkan penurunan kadar natrium dengan persentase pengukusan sebesar
36,24%, perebusan sebesar 55,73%. Hal ini disebabkan oleh proses pengolahan
dengan suhu tinggi dapat menurunkan kandungan mineral pada daging keong
mas. Penelitian ini didukung oleh penelitian Mubarak (2005), bahwa proses
perebusan dapat menurunkan kadar natrium mung bean seeds sebesar 25,42%.
Hasil penelitian Gokoglu et al. (2004), mineral kalsium rainbow trout segar
sebesar 455 mg/kg (bb), dan setelah direbus menjadi 335,54 mg/kg (bb). Pada
penelitian ini perebusan air garam dapat meningkatkan kadar natrium sebesar
19,94%. Hal ini disebabkan oleh adanya kadar natrium pada garam. Menurut
Wilarso (1996), garam mengandung kadar NaCl sebesar 94,7%.
Sumber utama natrium terdapat pada garam dapur atau NaCl. Kandungan
NaCl pada garam yang baik mencapai 95%. Larutan garam akan menyerap
cairan yang ada dalam tubuh ikan dan ion-ion garam akan segera masuk
ke dalam tubuh ikan. Tujuan dari perebusan air garam adalah meningkatkan
cita rasa, tekstur menjadi padat serta mencegah pembusukan (Afrianto 1993).
Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g daging keong mas belum
dapat memenuhi angka kecukupan natrium usia 19-65 tahun. Angka kecukupan
gizi natrium pada 100 g daging keong mas sebesar 4,79%-22,97%.
c.
Kalium
Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam
alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam
pengobatan. Kalium merupakan kation utama dalam sel dan otot. Berbeda dengan
natrium, kalium terutama terdapat di dalam sel (Almatsier 2001).
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar
kalium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kadar
kalium daging keong mas segar berbeda dengan kadar kalium setelah pengukusan,
perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar
kalium dengan persentase penurunan pada pengukusan sebesar 38,96%, perebusan
41
sebesar 65,79% dan perebusan air garam sebesar 56,71%. Diagram batang ratarata kadar kalium dapat dilihat pada Gambar 15.
900
824.84 (A)
Kadar K (mg/100 g BK)
800
700
600
503.45 (B)
500
400
357.08 (B)
282.13 (B)
300
200
100
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 15 Diagram batang rata-rata kadar kalium; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Gambar 15 menunjukkan bahwa perebusan memberikan penurunan yang
paling besar terhadap kadar kalium. Hal ini disebabkan oleh adanya kontak
langsung antara air dengan bahan pangan saat proses perebusan. Menurut Harris
dan Karmas (1989), pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi
larut air lebih besar dibandingkan dengan perebusan. Hasil ini juga didukung
oleh penelitian Khalil et al. (1995), yang menyatakan kadar kalium pada
faba bean (Vicia faba) segar (748 mg/100 g bk), menurun setelah dilakukan
proses perebusan (468 mg/100 g bk).
Kalium berperan dalam membantu menjaga tekanan osmotik dan
keseimbangan asam basa. Kebutuhan minimum kalium sebanyak 2000 mg perhari
(Almatsier 2001). Berdasarkan hasil penelitian mengkonsumsi 100 g keong mas
dapat memenuhi sekitar 7,63% dari kebutuhan kalium. Kekurangan kalium jarang
terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan makanan baik tumbuhtumbuhan maupun hewan. Sumber kalium adalah sayur, buah serta kacangkacangan (Winarno 2008).
d.
Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dewasa dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh
42
manusia dewasa. Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi
biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah (King 2006). Diagram
Kadar Fe (mg/100 g BK)
batang rata-rata kadar besi dapat dilihat pada Gambar 16.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
44.16 (A)
28.04 (B)
Segar
Pengukusan
25.90 (B)
26.37 (B)
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 16 Diagram batang rata-rata kadar besi; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
Kadar besi yang terdapat pada keong mas segar sebesar 8,2 mg/100 g (bb).
Keong mas memiliki kadar besi yang sangat tinggi dibandingkan dengan
komoditas perikanan penting lainnya. Menurut hasil penelitian Okozumi dan
Fuji (2000), kadar besi yang terdapat pada tuna sebesar 2 mg/100 g (bb), cumicumi sebesar 0,2 mg/100 g (bb), udang sebesar 0,8 mg/100 g (bb), dan kepiting
sebesar 0,5 mg/100 g (bb). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas sangat
potensial karena memiliki kadar besi sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian,
mengkonsumsi 100 g keong mas dapat memenuhi 31,42%-62,85% dari angka
kecukupan gizi besi usia 19-69 tahun.
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan
perebusan air garam) memberikan pengaruh terhadap kadar besi daging keong
mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 20) menunjukkan kadar besi daging keong mas
segar berbeda nyata dengan kadar besi setelah pengukusan, perebusan dan
perebusan air garam. Penurunan kadar besi pada proses pengukusan sebesar
43
36,50%; perebusan sebesar 41,35%; dan perebusan air garam sebesar 40,29%.
Penurunan kadar besi pada keong mas setelah pengolahan disebabkan adanya
kadar besi yang larut dan tertinggal pada air rebusan, air rebus garam, dan uap
kukus. Hal ini didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2004), yang menyatakan
bahwa kadar besi rainbow trout segar sebesar 2,10 mg/kg (bb), menurun setelah
dilakukan perebusan menjadi 1,76 mg/kg (bb).
Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi
(tereduksi) selama proses pengolahan (Palupi et al. 2007). Angka kecukupan gizi
besi yang dibutuhkan untuk usia 19-69 tahun sebesar 13-26 mg/hari (Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi 2004). Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi
100 g daging keong mas dapat memenuhi 31,42%-62,85% dari angka kecukupan
gizi besi usia 19-69 tahun.
e.
Seng
Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Seng berperan
dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan
sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat. Seng
memiliki peranan yang penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel
(Almatsier 2001).
Diagram batang rata-rata kadar seng dapat dilihat pada
Gambar 17.
25
Kadar Zn (mg/100 g BK)
20.57 (A)
20
15
10
8.02 (B)
6.38 (B)
7.75 (B)
5
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 17 Diagram batang rata-rata kadar seng; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
44
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar
seng keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 21) menunjukkan bahwa kadar seng
daging keong mas segar berbeda dengan kadar seng setelah pengukusan,
perebusan dan perebusan air garam. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar
seng dengan persentase penurunan pada pengukusan sebesar 61%, perebusan
sebesar 68,98% dan perebusan air garam sebesar 62,32%. Hal ini disebabkan
adanya air yang keluar dari keong dan larut dalam media pemasak, termasuk
mineral. Menurut Lewu et al. (2010), terjadi penurunan pada beberapa mineral
Colocasia esculenta, terutama seng, fosfor, kalsium dan kalium setelah dilakukan
proses perebusan.
Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g keong mas dapat
memenuhi sebesar 28,39-40,91% dari angka kecukupan gizi seng usia
19-69 tahun. Menurut Black (1998), defisiensi mineral seng dapat menyebabkan
lambatnya perkembangan kognitif pada anak. Seng memegang peran esensial
dalam banyak fungsi tubuh, antara lain sebagai bagian dari enzim, aspek
metabolisme dan keseimbangan asam basa.
f.
Fosfor
Fosfor terdapat dalam bentuk organik dan anorganik dalam bahan pangan.
Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor anorganik dari ikatannya
dengan bahan organik (Winarno 2008). Diagram batang rata-rata kadar fosfor
keong mas dapat dilihat pada Gambar 18.
1600
1454.32 (B)
Kadar P (mg/100 g BK)
1400
1200
1021.86 (A)
1000
919.29 (A)
873.70 (A)
Perebusan
Perebusan air
garam
800
600
400
200
0
Segar
Pengukusan
Perlakuan
Gambar 18 Diagram batang rata-rata kadar fosfor; adanya huruf yang berbeda
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf
nyata 5%.
45
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan memberikan pengaruh
terhadap kadar fosfor daging keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 19)
menunjukkan kadar fosfor daging keong mas segar berbeda nyata dengan kadar
fosfor setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Penurunan kadar
fosfor pada proses pengukusan sebesar 29,74%; perebusan sebesar 36,79%; dan
perebusan air garam sebesar 39,92%. Hal ini disebabkan adanya pemasakan suhu
tinggi akan menyebabkan kehilangan dan kerusakan zat gizi pada bahan pangan.
Penelitian lain yang mendukung yaitu Mubarak (2005), yang menyatakan metode
pengolahan dapat menurunkan kadar fosfor mung bean seeds segar dari
391 mg/100 g (bk) menjadi 368 mg/100 g (bk). Hasil ini juga didukung oleh
penelitian Gokoglu et al. (2004), kandungan fosfor pada rainbow trout segar
sebesar 3378 mg/kg (bb). Namun setelah mengalami proses perebusan menjadi
2476,4 mg/kg (bb).
Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pengolahan
dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Apriyantono 2002).
Pengolahan bahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
penguapan air pada bahan pangan tersebut, semakin tinggi suhu yang digunakan
semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan bahan,
salah satunya mineral yang ikut terlarut bersama dengan air (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil penelitian, mengkonsumsi 100 g keong mas dapat
memenuhi sebesar 33,63% dari angka kecukupan gizi fosfor pada usia dewasa
(19-69 tahun). Menurut Nieves (2005), kekurangan fosfor dapat menyebabkan
resiko patah tulang.
g.
Magnesium
Magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang
berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap diusus
kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercena akan diserap karena kelarutan
garam magnesium rendah (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada selang kepercayaan
95% menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap
kadar magnesium keong mas. Hasil uji Duncan (Lampiran 22) menunjukkan
46
bahwa kadar magnesium daging keong mas segar berbeda dengan kadar
magnesium setelah pengukusan, perebusan dan perebusan air garam. Diagram
batang rata-rata kadar magnesium dapat dilihat pada Gambar 19.
Kadar Mg (mg/100 g BK)
250
238.05 (A)
200
159.57 (B)
146.33 (B)
150
117.92 (B)
100
50
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Perebusan air
garam
Perlakuan
Gambar 19 Diagram batang rata-rata kadar magnesium; adanya huruf yang
berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada
taraf nyata 5%.
Berdasarkan hasil penelitian, persentase penurunan kadar magnesium
setelah pengukusan sebesar 38,53%, perebusan sebesar 50,46% dan perebusan air
garam sebesar 32,97%. Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi dapat
menurunkan dan merusak zat gizi yang terkandung dalam bahan. Penelitian ini
didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2004), yang menyatakan kadar
magnesium rainbow trout segar sebesar 409 mg/kg (bb), menjadi 242 mg/kg (bb)
setelah dilakukan proses perebusan. Proses pengolahan dapat berdampak positif
seperti mengawetkan makanan, meningkatkan nilai cerna, dan perubahan kadar
gizi.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan mengkonsumsi 100 g
daging keong mas dapat memenuhi 14,68%-16,31% dari angka kecukupan gizi
magnesium usia 19-69 tahun. Maka diperlukan asupan makanan lain agar dapat
memenuhi kebutuhan magnesium sehari. Menurut Tong dan Rude (2005),
kekurangan magnesium jarang terjadi karena makanan. Kekurangan magnesium
dapat terjadi disebabkan oleh penurunan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.
47
4.6 Kelarutan Mineral
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut
(solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan
hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan, karena yang
lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Mineral bersifat bioavailable apabila
mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut (Almatsier 2001). Kelarutan
mineral keong mas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kelarutan mineral keong mas
Komposisi
Mineral
Kalsium
Magnesium
Natrium
Fosfor
Segar
45,63a
42,94a
34,43a
32,68a
Persentase (%)
Pengukusan Perebusan
66,41b
78,16c
65,84b
77,79c
b
64,11
77,26c
63,83b
75,86c
Perebusan air garam
76,86c
74,40c
75,78c
72,30c
Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c) pada baris yang sama
menunjukkan beda nyata (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa proses pengolahan
memberikan pengaruh terhadap persentase kelarutan mineral (natrium, kalsium,
fosfor dan magnesium). Berdasarkan uji kolmogrov simirnov, semua perlakuan
menghasilkan data yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis
ragam. Pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kelarutan mineral
kalsium, magnesium, natrium, dan fosfor dapat dilihat pada Gambar 20.
Persentase (%) kelarutan mineral
90
80
70
C
A
C
B
60
50
40
30
20
10
0
Segar
Pengukusan
Perebusan
Rebus garam
Perlakuan
Gambar 20 Histogram persentase kelarutan mineral keong mas;
kalsium,
magnesium,
natrium, dan
fosfor. Adanya huruf yang
berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada
taraf nyata 5%.
48
Hasil analisis ragam (Lampiran 23) pada keong mas menunjukkan bahwa
metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelarutan
mineral (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 24, 25, 26 dan 27)
menunjukkan bahwa kelarutan mineral (kalsium, magnesium, natrium, dan fosfor)
segar berbeda dengan kelarutan mineral setelah pengukusan, perebusan, dan
perebusan air garam. Hal ini disebabkan adanya interaksi ikatan hidrogen pada
air, pemutusan ikatan antara mineral dengan komponen kimia lain dan perubahan
struktur kimia menjadi sederhana. Menurut Suzuki et al. (2000), kelarutan mineral
kalsium pada kerang dengan perebusan air garam mengalami peningkatan. Hasil
ini juga didukung oleh penelitian Duhan et al. (1999), bahwa bioavailabilitas
kalsium dan fosfor pada pigeon pea dapat meningkat setelah dilakukan perebusan.
Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya
kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul air
dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga
dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut,
oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan
hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).
Menurut penelitian Santoso et al. (2006) yang menyatakan bahwa mineral
pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan.
Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral, penggunaan asam asetat dapat
meningkatkan kelarutan mineral kalsium dan megnesium pada beberapa jenis
rumput laut. Menurut Santoso (2003), kelarutan besi pada ikan cod, remis dan
udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH.
Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena
banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tetapi proses
pengolahan juga dapat bersifat positif, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi,
peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai
senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Pemanasan yang berlebihan
dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk. Kunci utama
dalam proses pengolahan bahan pangan adalah optimalisasi proses pengolahan
untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai
gizinya.
49
4.7 Pengolahan yang terbaik
Pengolahan yang terbaik dapat terlihat dari kandungan mineral yang
tertinggi, kehilangan mineral yang terendah, dan kelarutan mineral yang tertinggi.
Perbedaan metode pengolahan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
kandungan gizi suatu bahan pangan. Berdasarkan hasil penelitian, kehilangan
mineral terendah terdapat pada pengukusan, namun kehilangan mineral pada
pengukusan tidak berbeda nyata dengan kehilangan mineral setelah perebusan dan
perebusan air garam.
Kandungan mineral pada ketiga metode pengolahan (pengukusan,
perebusan, dan perebusan garam) memiliki nilai yang relatif tidak berbeda nyata.
Metode pengolahan yang memberikan kelarutan mineral tertinggi terdapat pada
metode pengolahan perebusan dan perebusan air garam dibandingkan dengan
pengukusan. Perebusan air garam dapat memberikan efek negatif, karena adanya
kadar natrium yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengolahan
perebusan. Metode pengolahan yang terbaik yaitu perebusan. Hasil penelitian ini
dapat merekomendasikan kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan
mineral yang paling baik dan aman untuk dikomsumsi, sebaiknya mengolah
keong mas dengan cara direbus.
Menurut Morris et al. (2004), pengaruh pengolahan suatu bahan pangan
terhadap kandungan gizi tergantung pada sensitivitas gizi dalam berbagai kondisi
yang berlaku selama proses pengolahan seperti, pH, panas, waktu, jenis bahan dan
luas permukaan. Informasi mengenai metode pengolahan terbaik yang
memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi
disajikan pada Tabel 11.
Metode pengolahan ini terbatas pada pengukusan, perebusan, dan
perebusan air garam, maka diperlukan metode pengolahan lain seperti
pemanggangan, penggorengan, dan pengovenan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh proses pengolahan tersebut terhadap kandungan mineralnya.
Penelitian ini juga hanya menguji kelarutan mineralnya, sehingga diperlukan
aplikasi mengenai penyerapan mineral secara in vivo dengan menggunakan pH
sesuai dengan kondisi asam lambung (pH 6).
Tabel 11 Kandungan mineral dan presentase kehilangan serta kelarutan mineral keong mas
Metode pengolahan
Komposisi
mineral
Kalsium
Natrium
Kalium
Besi
Seng
Fosfor
Magnesium
Keterangan:
Total
mineral
(*)
7593,81
620,84
824,84
44,16
20,57
1454,32
238,05
Sampel segar
Kehilangan
Kelarutan
mineral
mineral
(**)
(**)
45,63
34,43
32,68
42,94
Total
mineral
(*)
5117,74
395,84
503,45
28,04
8,02
1021,86
146,33
Pengukusan
Kehilangan
mineral
(**)
32,61
36,24
38,96
36,50
61
29,74
38,53
: (*) : dalam satuan mg/100g bk; (**) : dalam satuan %
Kelarutan
mineral
(**)
66,41
64,11
63,83
65,84
Total
mineral
(*)
4210,75
274,85
282,13
25,90
6,38
919,29
117,92
Perebusan
Kehilangan
mineral
(**)
44,55
55,73
65,79
41,35
68,98
36,79
50,46
Kelarutan
mineral
(**)
78,16
77,26
75,86
77,79
Perebusan dengan garam
Total
Kehilangan
Kelarutan
mineral
mineral
mineral
(*)
(**)
(**)
5213,68
31,34
76,86
744,61
+19,9
75,78
357,08
56,71
26,37
40,29
7,75
62,32
873,69
39,92
72,3
159,57
32,97
74,4
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Keong mas memiliki rendemen cangkang 53,10%, daging 22,80% dan
jeroan 24,10%. Komposisi kimia keong mas segar mengandung air 81,50% (bb),
abu 9,03% (bk), protein 75,68% (bk), dan lemak 2,10% (bk). Keong mas kukus
mengandung air 74% (bb), abu 6,93% (bk), protein 64,22% (bk), dan lemak
1,56% (bk). Keong mas rebus mengandung air 71,05% (bb), abu 7,23% (bk),
protein 64,48% (bk), dan lemak 1,87% (bk).
Keong mas rebus garam
mengandung air 74,38% (bb), abu 8,26% (bk), protein 55,11 (bk), dan lemak
1,97 (bk).
Kandungan mineral makro keong mas segar yang tertinggi yaitu kalsium
sebesar 7593,81 mg/100 g bk, sedangkan terendah yaitu magnesium sebesar
238,05 mg/100 g bk. Selain itu, keong mas memiliki kandungan mineral mikro
yaitu besi sebesar 44,16 mg/100 g bk dan seng sebesar 20,57 mg/100 g bk.
Metode pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam)
menunjukkan penurunan kandungan kalsium, fosfor, kalium, besi, seng, dan
magnesium. Semua metode pengolahan dapat meningkatkan kelarutan mineral
kalsium, natrium, fosfor dan magnesium.
Berdasarkan ketiga metode pengolahan yang memberikan kehilangan
mineral terendah dan kelarutan mineral (kalsium, natrium, fosfor dan magnesium)
tertinggi yaitu metode pengolahan dengan perebusan. Hasil penelitian ini dapat
merekomendasikan kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan mineral
yang paling baik dan aman untuk dikonsumsi, sebaiknya mengolah keong mas
dengan cara direbus.
5.2
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan mineral keong
mas dengan metode pemasakan lain (pemanggangan, penggorengan, dan
pengovenan) serta bioavailabilitas secara in vivo dari keong mas.
52
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemyst. Arlington,
Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemyst, Inc.
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standars Methods for the
Examination of Water and Wastewater. Washington. American Public
Health Association.
[DA-PhilRice] Department of Agricultural-The Philippine Rice Research
Institute. 2001. Management Option for The Golden Apple Snail.
Maligaya: Department of Agriculture-The Philippine Rice Research
Institute.
Adawyah R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Afrianto.
1993.
Manajemen
mutu
pada
proses
www. fpk.unair.ac.id/.../manajemen mutu [31 Maret 2011].
pengeringan.
Afrianty F. 2010. Keong mas. http://kesehatan.kompasiana.com/ [31 Maret 2011].
Aini N. 2002. Nikmatnya keong mas untuk berbuka. http:www.kulinologi.com/
[31 Maret 2011].
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Andi.
2009.
Pengertian
dan
mekanisme
http://kostumblog.blogspot.com [17 Maret 2011].
penyediaan
daging.
Apriyantono A. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan
Pangan.
http://kharisma.de/files/home/makalah
anton.
Pdf.
[31 Maret 2011].
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan
metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27 (3):99-105.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed rev ke-4. Verlag:
Springer.
Black MM. 1998. Zinc deficiency and child development. The American Journal
of Clinical Nutrition 68(suppl):464S-469S.
Budiono E. 2010. Kadar garam berbeda-beda. http://www.khususpendidikan.co.id
[31 Maret 2011].
53
Cazzaniga NJ. 2002. Old species and new concepts in the taxonomy of Pomacea
(Gastropoda: Ampullariidae). Biocell 26(1):71-81.
Duhan A, Khetarpaul N, Bishnoi S. 1999. Effect of various domestic processing
and cooking methods on phytic acid and HCl-extractability of calcium,
phosphorus and iron of pigeon pea. Nutrition Health. 13(3):161-9.
Erkan N, Ozden O, Selcuk A. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on
amino acid composition of marine fishes. Journal of Medicinal Food
13(6): 1524-1531.
Gokoglu N, Yerlikaya P, Cengiz E. 2004. Effect of cooking methods on the
proximate composition and mineral contents of rainbow trout
(Onchorhynchus mykiss). Food chemistry 84: 19-22.
Gsianturi. 2002. Mengurangi susut gizi. http://www.kompas.com/kesehatan/news/
[17 Maret 2011].
Harris RS dan Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Edisi ke-2. Bandung : ITB:Press.
Hartono A. 2011. Uji hedonik. http://uji-kesukaan-uji-hedonik.htm [1 Juni 2011].
Horn KC, Johnson SD, Boles KM, Moore A, Siemann E, Gabler CA. 2008.
Factors affecting hatching success of golden apple snail eggs: effect of
water immersion and cannibalism. Wetlands 28(2):544-549.
Jacoeb A, Cakti NW, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi protein dan asam
amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.
Buletin Teknologi Hasil Perairan 9(1).
Jimoh W.A, Fagbenro O.A, Adeparusi E.O. 2011. Effect of processing on some
minerals, anti-nutrients and nutritional composition of sesame (Sesamum
Indicum) seed meals. Electronic Journal of Environmental, Agricultural
and Food Chemistry 10(1): 1858-1864.
Joshi RC. 2005. Managing Invasive Alien Mollusc Species in Rice. Maligaya:
Department of Agriculture-The Philippine Rice Research Institute.
Kamil, Zahiruddin W, Sumaryanto H. 1998. Pengaruh metode pengolahan
terhadap mutu tepung siput murbei (Pomacea sp.). Buletin Teknologi Hasil
Perikanan 5(2):24-26.
Khalil AH, Mansour EH. 1995. The effect of cooking, autoclaving and
germination on the nutritional quality of faba beans. Food Chemistry
54:177-182.
King MW. 2006. Clinical aspect of iron metabolism. J.Med Biochem 15 (9):1-4.
54
Koswara S. 2010. Produk-produk olahan bekicot. http://www.ebookpangan.com
[1 Juni 2011].
Krzynowek J, Murphy J. 1987. Proximate Composition, Energy, Fatty Acid,
Sodium, and Cholesterol Content of Finfish, Shellfish, and their Products.
Amerika Serikat: Department of Commerce.
Lewu MN, Adebola PO, Afolan AJ. 2010. Effect of cooking on the mineral
contents and antinutritional factors in seven accessions of
Colocasia esculenta (L.) Schott growing in South Africa. Journal of Food
Composition and Analysis 23:389-393.
Morris A, Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrient content
of foods. Can J Art. 37(3):160.
Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of mung
bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional
processes. Food Chemistry. 89:489-495.
Mutusalach. 2007. Pengaruh fase bulan dan ukuran tubuh terhadap rendemen,
kadar protein, air dan abu daging kepiting rajungan, Portunus spp. Jurnal
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 17(3):233-239.
Nieves JW. 2005. Osteoporosis: the role of micronutrient. The American Journal
of Clinical Nutrition 81:1232-1239.
Nurjanah, Fitrial Y, Suwandi R, Daritri ES. 1996. Pembuatan kerupuk keong mas
(Pomacea sp.) dengan penambahan tepung beras ketan dan flavor udang.
Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2(2):43-51.
Okozumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttle Fish. Japan: National Cooperate Association of Squid Processors.
Palupi, Zakaria, dan Prangdimurti. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi
pangan http://e-learning.com [17 Maret 2011].
Santoso J, Satako G, Yumiko YS, Takeshi S. 2006. Mineral content of Indonesian
seaweed solubility affected by basic cooking. Journal of Food Science and
Technology 12 (1): 59-66.
Santoso J. 2003. Studies on nutritional component and antioxidant activity in
several Indonesia seaweeds. [Disertasi]. Tokyo: Laboratory Chemistry of
Food and Nutrition, Department of Food Science and Technology, Tokyo
University of Fisheries.
Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jakarta: Dian Rakyat.
55
Steel RGD, Torie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of Statistics.
Sulistiono. 2007. Keong mas, sumber pakan dan obat-obatan.
http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/keong-mas-sumber-pakandan-obat-obatan/ [31 Maret 2011].
Sulistiono. 2010. Keong Mas. http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/
2010/08/03/keong-racun-dan-keong-mas/ [17 Maret 2011].
Sumitro. 2009. Manfaat keong mas. http://keong maspuji.com [31 Maret 2011].
Supiyanti T. 2011. Steaming. http://vl.smk30jakarta.net/files/disk1/1/dedesutisna19%20a-trisupiyat-28-1-steaming.pdf [31 Maret 2011].
Susanto IS. 2010. Aktivitas antioksidan komponen bioaktif pada keong mas
(Pomacea caniculata Lanmarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan,Institut Pertanian Bogor.
Suzuki T, Yoshie Y, Horri A. 2000. Solubility of minerals in shellfish by heating
with salt water. [Dalam] Carman O, Sulistiono, Purbayanto A, Suzuki T,
Watanabe S, Arimoto T (eds). The proceeding of the JSPS-DGHE
international symposium on fisheries science in tropical area (pp.236568). TUF International JSPS Project, Tokyo.
Tamud
2009.
Keong
mass
sumber
pakan
dan
http://budidayaitik.wordpress.com/ [31 Maret 2011].
obat-obatan.
Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapeessy J. 2008. Efek waktu pemanasan
terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2):65-70.
Tong GM, Rude RK. 2005. Magnesium deficiency in critical illness. Journal of
Intensive Care Medicine 20(1)3-17.
Unlusayin M, Erdilal R, Gumus B, Gulyavus H. 2010. The effects of salt-boiling
on protein loss of Penaeus semisulcatus. Turkish Journal of Fisheries and
Aquatic Sciences 10:75-79.
Walpole RE. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Watzke JH. 1998. Impact of processing on bioavailability example of minerals in
foods. Journal of Science and Technology. Vol (9):320-327.
Wibisono. 2010. Jeroan santapan atau sampah. http://duniasapi.com/id/bahanbaku/1127-jeroan-santapan-atau-sampah-.html [17 Maret 2011].
56
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2008. Meningkatkan Ketahanan Pangan
dan Gizi untuk Mencapai Millenium Development Goals. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wilarso D. 1996. Peningkatan kadar NaCl pada proses pencucian garam rakyat di
pabrik. Bulletin Lit. Bang Industri (21):23-26.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998.
Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Zaitsev V, Lagunov L, Minder L, Podsevalon V. 1969. Fish Curing and
Processing. Uni Sovet: Mir Publisher.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Lokasi pengambilan keong mas
Gambar 1 Lokasi pengambilan keong mas
Lampiran 2. Cangkang, jeroan dan daging keong mas
Gambar 2 Cangkang keong mas
Gambar 3 Jeroan keong mas
Gambar 4 Daging keong mas
59
Lampiran 3. Cara penilaian organoleptik rasa
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Jumlah
Rata-rata
Konsentrasi garam
0.5%
1%
1.5%
4
7
5
6
3
5
6
4
5
7
6
4
6
7
7
5
6
6
2
4
5
6
5
7
2
2
4
4
4
5
4
5
5
4
4
6
3
5
4
5
6
7
5
5
5
5
5
6
4
3
3
4
5
5
5
4
5
6
8
7
6
6
5
5
6
5
3
3
7
3
3
5
4
5
4
2
3
4
2
3
3
4
5
4
3
3
6
7
6
5
132
141
154
4.4
4.7
5.1
Keterangan :
1 = amat sangat tidak suka;
2 = sangat tidak suka;
3 = tidak suka;
4 = agak tidak suka;
5 = netral;
6 = agak suka;
2%
5
4
3
5
8
7
5
6
3
6
6
5
5
7
5
5
5
4
5
7
5
5
7
5
4
3
2
5
5
6
153
5.1
7 = suka;
8 = sangat suka;
9 = amat sangat suka.
60
Lampiran 4. Perhitungan rendemen keong mas (Pomacea canaliculata)
Contoh Perhitungan Rendemen :
Dik : Berat Total
= 303 g
Berat cangkang = 161 g
Berat daging
= 69 g
Berat jeroan
= 73 g
x 100 %
= 53,1 %
x 100 %
= 22,8 %
x 100%
x 100%
= 24,1 %
61
Lampiran 5. Data komposisi kimia keong mas
Perlakuan
Ul
Kadar Air
(bb)
Kadar Abu
(bk)
Kadar Lemak
(bk)
Kadar Protein
(bk)
Segar
1
81,28
9,08
2,08
82,91
2
81,72
8,97
2,13
68,44
Rata-rata
81,50
9,03
2,11
75,68
SD
0,31
0,08
0,04
10,23
1
74,40
6,17
2,26
65,66
2
74,35
7,68
0,85
62,77
Rata-rata
74,38
6,93
1,56
64,22
SD
0,04
1,07
0,99
2,04
1
74,00
6,08
1,50
67,08
2
74,00
8,38
2,23
61,88
74,00
7,23
1,87
64,48
0
1,63
0,52
3,68
1
71,25
8,31
2,40
54,78
2
Kukus
Rebus
Rata-rata
SD
Rebus
Garam
70,85
8,20
1,54
55,44
Rata-rata
71,05
8,26
1,97
55,11
SD
0,28
0,08
0,61
0,47
Lampiran 6. Data mineral keong mas basis kering
Perlakuan
Ul
Kalsium
Natrium
Kalium
Besi
Seng
Fosfor
Segar
1
6164,64
535,89
608,75
41,29
8,05
1567,72
171,45
2
9022,97
705,78
1040,91
47,02
33,08
1340,91
304,64
Rata-rata
7593,81
620,83
824,83
44,16
20,56
1454,32
238,05
SD
2021,14
120,13
305,58
4,05
17,69
160,37
94,17
1
4122,75
319,12
609,01
25,09
5,07
1118,93
116,66
2
6112,72
472,56
397,89
30,99
10,96
924,78
175,99
Rata-rata
5117,74
395,84
503,45
28,04
8,02
1021,85
146,33
SD
1407,12
108,49
149,28
4,16
4,16
137,28
41,95
1
3258,88
252,19
374,69
23
4,80
1034,11
109,15
2
5162,61
297,50
189,57
28,80
7,96
804,46
126,69
Rata-rata
4210,75
274,84
282,13
25,90
6,38
919,28
117,92
SD
1346,14
32,03
130,89
4,10
2,23
162,38
12,40
1
5297,47
798,96
471,01
24,21
7,35
966,39
117,58
2
5129,87
690,25
243,14
28,53
8,15
781,00
201,55
5213,67
744,61
357,08
26,37
7,75
873,69
159,56
118,51
76,86
161,13
3,05
0,56
131,08
59,37
Kukus
Rebus
Rebus
Garam
Rata-rata
SD
Magnesium
62
Lampiran 7. Grafik uji kenormalan proksimat basis kering
Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal
H1 : Galat tidak menyebar normal
Probability Plot of Kadar air
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
314.4
78.56
8
0.369
<0.010
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 78,56/314,4 x
20
100%
10
= 24,99%
5
1
100
200
300
Kadar air
400
500
Gambar 5 Grafik uji kenormalan galat kadar air
Probability Plot of Kadar abu
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
7.859
1.157
8
0.241
>0.150
Percent
80
70
= StDev/mean
60
50
40
30
= 1,157/7,859 x
100%
20
= 14,72%
10
5
1
5
6
7
8
Kadar abu
9
10
11
Gambar 6 Grafik uji kenormalan galat kadar abu
63
Probability Plot of Protein
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
64.87
8.846
8
0.218
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 8,846/64,87 x
20
100%
10
= 13,64%
5
1
40
50
60
70
80
90
Protein
Gambar 7 Grafik uji kenormalan galat kadar protein
Probability Plot of Lemak
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
1.874
0.5292
8
0.277
0.071
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 0,5292/1,874
20
x 100%
10
= 28,24%
5
1
0.5
1.0
1.5
2.0
Lemak
2.5
3.0
Gambar 8 Grafik uji kenormalan galat kadar lemak
64
Lampiran 8. Grafik uji kenormalan Ca, Na, K, Fe, Zn, P, dan Mg basis kering
Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal
H1 : Galat tidak menyebar normal
Probability Plot of Kalsium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
5534
1708
8
0.231
>0.150
Percent
80
70
= StDev/mean
60
50
40
30
= 1708/5534 x
100%
20
= 30,86%
10
5
1
1000
2000
3000
4000
5000 6000
Kalsium
7000
8000
9000 10000
Gambar 9 Grafik uji kenormalan galat kalsium
Probability Plot of Natrium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
509.0
208.5
8
0.194
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 208,5/509 x
20
100%
10
= 40,96%
5
1
0
200
400
600
Natrium
800
1000
Gambar 10 Grafik uji kenormalan galat natrium
65
Probability Plot of kalium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
491.9
268.6
8
0.206
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 268,6/491,9 x
20
100%
10
= 44,60%
5
1
0
250
500
kalium
750
1000
1250
Gambar 11 Grafik uji kenormalan galat kalium
Probability Plot of besi
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
31.12
8.607
8
0.256
0.123
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 8,607/31,12 x
100%
20
= 27,66%
10
5
1
10
20
30
besi
40
50
Gambar 12 Grafik uji kenormalan galat besi
66
Probability Plot of seng
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
0.1294
0.05629
8
0.204
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 0,0563/0,1294 x
100%
20
= 43,51%
10
5
1
0.00
0.05
0.10
0.15
seng
0.20
0.25
Gambar 13 Grafik uji kenormalan galat seng
Probability Plot of phospor
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
1067
270.1
8
0.174
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 270,1/1067 x
100%
20
= 25,31%
10
5
1
500
750
1000
1250
phospor
1500
1750
Gambar 14 Grafik uji kenormalan galat fosfor
67
Probability Plot of magnesium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
165.5
65.65
8
0.223
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 65,65/165,5 x
20
100%
10
= 39,67%
5
1
0
50
100
150
200
magnesium
250
300
350
Gambar 15 Grafik uji kenormalan galat magnesium
Lampiran 9. Grafik uji kenormalan kelarutan mineral basis kering
Hipotesis : H0 : Galat menyebar normal
H1 : Galat tidak menyebar normal
Probability Plot of Kalsium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
3541
382.3
8
0.154
>0.150
Percent
80
70
= StDev/mean
60
50
40
30
= 382,3/3541 x
100%
20
= 10,79%
10
5
1
2500
3000
3500
Kalsium
4000
4500
Gambar 16 Grafik uji kenormalan galat kalsium
68
Probability Plot of Magnesium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
102.3
17.05
8
0.215
>0.150
Percent
80
70
= StDev/mean
60
50
40
30
= 17,05/102,3 x
100%
20
= 16,67%
10
5
1
60
70
80
90
100
110
Magnesium
120
130
140
150
Gambar 17 Grafik uji kenormalan galat magnesium
Probability Plot of Natrium
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
2.452
0.1899
8
0.314
0.029
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 0,1899/2,452 x
100%
20
= 7,74%
10
5
1
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Natrium
2.6
2.7
2.8
2.9
Gambar 18 Grafik uji kenormalan galat natrium
69
Probability Plot of Fosfor
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
614.1
108.3
8
0.135
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
= StDev/mean
= 108,3/614,1 x
20
10
100%
5
1
= 17,64%
300
400
500
600
Fosfor
700
800
900
Gambar 19 Grafik uji kenormalan galat fosfor
Lampiran 10. Analisis ragam proksimat keong mas
Kadar Air
Kadar Abu
Protein
Lemak
Jumlah
kuadrat
43173.320
Derajat
bebas
3
Kuadrat
rata-rata
14391.107
Galat
31.136
4
7.784
Total
43204.455
7
Perlakuan
5.569
3
1.856
Galat
3.797
4
.949
Total
9.366
7
Perlakuan
425.173
3
141.724
Galat
122.604
4
30.651
Total
547.778
7
.329
3
.110
Galat
1.632
4
.408
Total
1.960
7
Perlakuan
Perlakuan
F hitung
Signifikan
1.849E3
.000
1.955
.263
4.624
.087
1.269
.846
Lampiran 11. Uji lanjut Duncan kadar air
A
Rebus garam
B
2.4468
Perebusan
2.8473
Pengukusan
2.9035
Segar
C
4.3796
70
Lampiran 12. Uji lanjut Duncan kadar abu
A
Segar
B
9.0250
Pengukusan
6.9250
Perebusan
7.2300
Rebus garam
8.2550
Lampiran 13. Uji lanjut Duncan protein
A
B
Segar
75.6750
Pengukusan
64.2150
Perebusan
64.4800
Rebus garam
55.1100
Lampiran 14. Uji lanjut Duncan lemak
A
Segar
B
2.1050
Pengukusan
1.5550
Perebusan
1.8650
Rebus garam
1.9700
Lampiran 15. Analisis ragam total mineral keong mas
Kalsium
Natrium
Kalium
Besi
Jumlah
kuadrat
1.254
Derajat
bebas
3
Kuadrat
rata-rata
4179792
Galat
7891137.018
4
1972784
Total
2.043
7
271305.876
3
90435
Galat
33137.494
4
8284.374
Total
304443.371
7
Perlakuan
3463.17.473
3
115439
Galat
158766.273
4
39691.56
Total
505083.746
7
458.597
3
Perlakuan
Perlakuan
Perlakuan
152.866
F hitung
Signifikan
2.119
.241
10.916
.021
2.908
.165
10.196
.024
71
Seng
Fosfor
Magnesium
Galat
59.970
4
Total
518.567
7
Perlakuan
263.683
3
87.894
Galat
335.834
4
83.958
Total
599.516
7
422485.447
3
140828
Galat
88122.662
4
22030
Total
510608.109
7
Perlakuan
15860.575
3
5286.858
Galat
14309.102
4
3577.276
Total
30169.677
7
Perlakuan
14.992
1.047
.463
6.392
.053
1.478
.348
Lampiran 16. Uji lanjut Duncan total mineral kalsium
A
B
Perebusan
4.2108
Pengukusan
5.1177
Rebus air garam
5.2137
Segar
7.5938
Lampiran 17. Uji lanjut Duncan total mineral natrium
A
Perebusan
2.7485
Pengukusan
3.9584
Segar
B
C
6.2084
Rebus air garam
7.4461
Lampiran 18. Uji lanjut Duncan total mineral kalium
A
B
Perebusan
2.8213
Rebus air garam
3.5708
Pengukusan
5.0345
Segar
8.2484
72
Lampiran 19. Uji lanjut Duncan total mineral fosfor
A
Rebus air garam
8.7370
Perebusan
9.1929
Pengukusan
1.0219
Segar
B
1.4543
Lampiran 20. Uji lanjut Duncan total mineral besi
A
B
Perebusan
25.9038
Rebus air garam
26.3731
Pengukusan
28.0445
Segar
44.1622
Lampiran 21. Uji lanjut Duncan total mineral seng
A
B
Perebusan
6.3846
Rebus air garam
7.7547
Pengukusan
8.0211
Segar
20.5676
Lampiran 22. Uji lanjut Duncan total mineral magnesium
A
B
Perebusan
1.1792
Pengukusan
1.4633
Rebus air garam
1.5957
Segar
2.3805
73
Lampiran 23. Analisis ragam kelarutan mineral keong mas
Jumlah
kuadrat
Kalsium
Magnesium
Natrium
Fosfor
Derajat
bebas
Kuadrat
rata-rata
Perlakuan
611795.923
3
203931
Galat
411147.665
4
102786
Total
1022943.58
7
833.483
3
277.828
Galat
1201.262
4
300.315
Total
2034.745
7
173184.124
3
57728.04
Galat
4490.468
4
1122.617
Total
177674.592
7
Perlakuan
55904.240
3
18634.74
Galat
26265.238
4
6566.309
Total
82169.477
7
Perlakuan
Perlakuan
F
hitung
1.984
Signifikan
.925
.506
51.423
.001
2.838
.170
Lampiran 24. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral kalsium
A
Segar
B
C
3.2910
Pengukusan
4.3986
Perebusan
5.4653
Rebus air garam
5.6073
Lampiran 25. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral magnesium
A
Segar
Pengukusan
B
.259
C
91.7300
96.3500
Perebusan
1.0223
Rebus air garam
1.1872
74
Lampiran 26. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral natrium
A
Segar
B
C
2.1376
Perebusan
3.1235
Pengukusan
4.5378
Rebus air garam
4.6424
Lampiran 27. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral fosfor
A
Segar
B
C
4.7532
Perebusan
6.5225
Pengukusan
5.9735
Rebus air garam
6.3160
Lampiran 28. Hasil uji Kruskal Wallis organoleptik rasa
Rasa
Chi square
5.006
df
3
Asymp. Sig
.171
Lampiran 29. Contoh perhitungan persentase mineral yang hilang
Mineral Ca yang hilang pada perebusan :
% Ca yang hilang = Ca segar – Ca perlakuan x 100%
Ca segar
= 7593,81- 4210,75 x 100%
7593,81
= 44,55%
Lampiran 30. Contoh perhitungan persentase kelarutan mineral
% Ca segar = Ca kelarutan x 100%
Ca segar
= 3465,34 x 100%
7593,81
= 45,63%
75
Lampiran 31. Angka kecukupan gizi keong mas
Jenis
pemasakan
Segar
Keong mas
Jenis mineral
AKG (mg)
Ca
800
Mg
270-300
44,04
14,68-16,31
Na
500-2400
114,86
4,79-22,97
P
800
269,05
33,63
K
2000
152,60
7,63
Fe
13-26
8,17
31,42-62,85
Zn
9,3-13,4
3,81
28,39-40,91
mg/100 g
% AKG
404,86
50,61
Contoh perhitungan % Fosfor
Berdasarkan AKG fosfor yang dibutuhkan 800 mg, sedangkan di dalam keong
mas terdapat 269,05 mg/100 g keong mas segar maka:
%AKG P = 269,05 x 100%
800
= 33,63%
Download