APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN STAD DENGAN MEDIA ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KIMIA DASAR MATERI STOIKIOMETRI Oktaffi Arinna Manasikana Dosen Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari, e-mail: [email protected] Abstrack Learning is a process of negotiation, the meaning, and the process of assimilation of the new concepts into cognitive schema that is owned by the student. In order that it occurs a problem faced by every individual with respect to the ability to absorb new information. Each individual will have different speeds and produce different achievements also depend on factors that surrounded him. One important factor is the method of teaching. Various methods are available to explain to the students but each method will have different characteristics. In addition to the method, also pay attention to learning media in accordance with the character of the material, the method chosen and the students. In this research method used is a method STAD it is selected so that the quality of learning in the aspect of the interest and activity of increasing student learning. Media animation of the character this adjusting stoichiometry tend to be abstract. From the selection of a suitable model and the media are expected to increase learning achievement so that the quality of learning achieved. Keywords : STAD, Media Animasi PENDAHULUAN Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi, struktur dari materi, perubahan struktur, serta energy yang menyertai (Brady,2001). Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa stoikiometri merupakan sesuatu yang penting, karena dengan mengetahui stoikiometri dapat pula dijelaskan tentang sifat-sifat suatu senyawa. Stoikiometri dari suatu materi merupakan suatu yang sangat abstrak sehingga sangat sulit untuk dapat memahaminya. Karakteristik yang lain dari ilmu kimia sebagai rumpun ilmu pengetahuan alam adalah Suatu ilmu yang terdiri dari produk sains yang berupa, konsep, prinsip dan hukum teori. Aspek yang lain yaitu bahwa ilmu kimia mengandung proses sains yang berupa metode ilmiah untuk menemukan produk-produk sains, Serta komponen yang ketiga adakah nilai-nilai sains yang berupa dampak pengiring dari seseorang yang memepelajari sains seperti rasa ingin tahu, kejujuran, keterbukaan dan sikap ilmiah. Dari dua aspek diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu kimia merupakan materi yang bersifat abstrak dan dalam kegiatannya diperlukan suatu keaktifan seperti kerja di laboratorium, observasi atau survey, perencanaan data dan informasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pelaksanaan pembelajaran kimia dasar saat ini dan pengamatan peneliti : Pembelajaran bersifat monoton Belum mencoba model pembelajaran yang lain Metode yang digunakan konvensional Belum menggunakan metode Inovatif Mahamahasiswa kurang berminat, kurang aktif dalam belajar Rendahnya hasil pembelajaran Hasil observasi harian angket isian oleh mahasiswa serta diskusi dengan teman sejawat membenarkan hasil bahwa para dosen dalam proses pembelajaran hanya menggunakan satu jenis metode yaitu ceramah dan tanya jawab yang termasuk dalam metode konvensional. Sebagai akibatnya mahasiswa kurang berminat serta kurang aktif dalam belajar yaitu: dalam pembelajaran kurang dari 10% mahasiswa mengajukan pertanyaan, kerja sama dan interaksi sosial yang rendah serta hanya sekitar 30% mahasiswa yang dengan aktif mengikuti mata pelajaran. Selama ini para dosen belum mencoba untuk menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang inovatif. Sebagai hasilnya jelas bahwa prestasi belajar yang dicapai masih rendah yaitu hanya sekitar 50% mahasiswa dapat mencapai nilai B. Student Teams Achievement Division (STAD), menurut Slavin (1995) dalam Jacobsen, Eggen, & Kauchak (2009: 235), siswa-siswa berkemampuan tinggi dan siswa-siswa berkemampuan rendah dipasangkan pada satu tim yang rata-rata terdiri dari lima atau enam orang, dan skor-skor tim didasarkan pada sejauh mana siswa mampu meningkatkan skor mereka dalam tes-tes keterampilan. Hal yang istimewa dalam STAD adalah bahwa siswa-siswa direward atas performa kelompok, yang dengan demikian dapat mendorong kerjasama kelompok. Langkah-langkah yang dilibatkan dalam menerapkan STAD adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pretes kepada siswa. Pretes ini bisa berbentuk pretes atau ujian aktual tentang unit-unit sebelumnya. 2. Mengurutkan nilai pretes siswa dari yang paling atas hingga yang paling bawah. 3. Membagi siswa sehingga kelompok yang terdiri dari empat orang memiliki siswa-siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah, dan kelompok-kelompok tersebut juga beragam gender dan etnitas. 4. Menyajikan konten sebagaimana biasa 5. Membagi lembar kerja–lembar kerja yang telah dipersiapkan yang fokus pada konten yang akan dipelajari. 6. Memeriksa kelompok-kelompok untuk kemajuan pembelajaran. 7. Mengelola kuis-kuis individual untuk setiap siswa. 8. Memberikan skor kelompok berdasarkan pada skor-skor yang diperoleh secara perseorangan Menurut Rusman (2011 : 214) lebih jauh Slavin memaparkan bahwa: “Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Para siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka bisa mendiskusikan pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka bisa saling memberikan pertanyaan tentang isi dari materi yang mereka pelajari. Mereka mengajari teman sekelompok dan menaksir kelebihan dan kekurangan mereka untuk membantu agar berhasil menjalani tes. Karena skor kelompok didasarkan pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya, siapapun dapat menjadi “bintang” kelompok dalam satu minggu itu, karena nilainya lebih baik dari sebelumnya atau karena makalahnya dianggap sempurna, sehingga selalu menghasilkan nilai yang maksimal tanpa mempertimbangkan nilai rata-rata siswa yang sebelumnya. Berdasarkan pemaparan tentang metode pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas dapat diketahui bahwa di dalam STAD antar siswa dalam suatu kelompok berdiskusi saling membantu mencapai tujuan belajar (menguasai materi yang diberikan guru). Padaakhir pembelajaran siswa harus mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru secara individu, bukan kelompok. Hasil evaluasi individual dikelola untuk memberikan nilai kelompok dan guru selanjutnya guru memberikan reward untuk kelompok yang berhasil mengumpulkan nilai tertinggi. Animasi atau lebih akrab disebut dengan film animasi adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak, dengan bantuan computer dan grafika computer, pembuatan film animasi menjadi sangat mudah dan cepat. Flash adalah alat untuk membuat web site yang interaktif dan web site yang dianimasikan. Animasi flash adalah gambar bergerak yang dibuatdengan menggunakan alat untuk membuat web site yang interaktif dan web yang dianimasikan. Menurut Artawan (2010), ada tiga jenis format animasi yaitu animasi tanpa sistem control misalnya untuk pause, memperlambat kecepatan pergantian frame, zoom in, zoom out dan lain sebagainya, animasi dengan sistem kontrol dan animasi manipulasi langsung, dimana guru dapat berinteraksi langsung dengan kontrol navigasi. Media animasi termasuk jenis media visual audio, karena terdapat gerakan gambar dan suara. Menurut Sudrajat (2010), pembelajaran audio visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan symbolsimbol sejenis. Media animasi pembelajaran merupakan media yang berisi kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan gerakan dan dilengkapi dengan audio sehingga berkesan hidup serta menyimpan pesan-pesan pembelajaran. Media animasi pembelajaran dapat dijadikan sebagai perangkat ajar yang siap kapan pun digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Peranan Media Audio Visual (Animasi) Menurut Hidayat (2010) Manfaat secara umum, media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara. lebih khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Menurut Kemp dan Dayton (1985) dalam Hidayat (2010) manfaat media dalam pembelajaran, yaitu: 1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. Setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda beda terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran yang beragam tersebut dapat dihindari sehingga dapat disampaikan kepada siswa secara seragam. Setiap siswa yang melihat atau mendengar uraian suatu materi pelajaran melalui media yang sama, akan menerima informasi yang persis sama seperti yang diterima oleh siswa-¬siswa lain. Dengan demikian, media juga dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa di manapun berada. 2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Berbagai potensi yang dimilikinya, media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi. Materi pelajaran yang dikemas melalui program media, akan lebih jelas, lengkap, serta menarik minat siswa. Dengan media, materi sajian bisa membangkitkan rasa keingintahuan siswa dan merangsang siswa bereaksi baik secara fisik maupun emosional. Singkatnya, media pembelajaran dapat membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton, dan tidak membosankan. 3. Proses belajar menjadi lebih interaktif. Jika dipilih dan dirancang secara baik, media dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selama proses pembelajaran. Tanpa media, seorang guru mungkin akan cenderung berbicara satu arah kepada siswa. Namun dengan media, guru dapat mengatur kelas sehingga bukan hanya guru sendiri yang aktif tetapi juga siswanya. 4. Efesiensi dalam waktu dan tenaga. Keluhan yang selama ini sering kita dengar dari guru adalah, selalu kekurangan waktu untuk mencapai target kurikulum. Sering terjadi guru menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan suatu materi pelajaran. Hal ini sebenarnya tidak harus terjadi jika guru dapat memanfaatkan media secara maksimal. Misalnya, tanpa media seorang guru tentu saja akan menghabiskan banyak waktu untuk mejelaskan sistem peredaran darah manusia atau proses terjadinya gerhana matahari. Padahal dengan bantuan media visual, topik ini dengan cepat dan mudah dijelaskan kepada anak. Biarkanlah media menyajikan materi pelajaran yang memang sulit untuk disajikan oleh guru secara verbal. Dengan media, tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Dengan media, guru tidak harus menjelaskan materi pelajaran secara berulang ulang, sebab hanya dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran. 5. Meningkatkan kualitas hasil belajar. Penggunaan media bukan hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi juga membantu siswa menyerap materi pelajaran lebih mendalam dan utuh. Bila hanya dengan mendengarkan informasi verbal dari guru saja, siswa mungkin kurang memahami pelajaran secara baik. Tetapi jika hal itu diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan, atau mengalami sendiri melalui media, maka pemahaman siswa pasti akan lebih baik. 6. Media memungkinkan proses pembelajaran dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran secara lebih leluasa, kapanpun dan dimanapun, tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru. Program program pembelajaran audio visual, termasuk program pembelajaran menggunakan komputer, memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara mandiri, tanpa terikat oleh waktu dan tempat. Penggunaan media akan menyadarkan siswa betapa banyak sumber sumber belajar yang dapat mereka manfaatkan dalam belajar. Perlu kita sadari bahwa alokasi waktu belajar di sekolah sangat terbatas, waktu terbanyak justru dihabiskan siswa di luar lingkungan sekolah. 7. Media dapat menumbuhkan sikap positip siswa terhadap materi dan proses belajar. Dengan media, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber sumber ilmu pengetahuan. Kemampuan siswa untuk belajar dari berbagai sumber tersebut, akan bisa menanamkan sikap kepada siswa untuk senantiasa berinisiatif mencari berbagai sumber belajar yang diperlukan. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Dengan memanfaatkan media secara baik, seorang guru bukan lagi menjadi satu satunya sumber belajar bagi siswa. Seorang guru tidak perlu menjelaskan seluruh materi pelajaran, karena bisa berbagi peran dengan media. Dengan demikian, guru akan lebih banyak memiliki waktu untuk memberi perhatian kepada aspek aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan lain-lain. Menurut Hidayat (2010), manfaat praktis media pembelajaran antara lain: 1. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit. Arus listrik misalnya dapat dijelaskan melalui media grafis berupa simbol simbol dan bagan. Demikian pula materi pelajaran yang rumit dapat disajikan secara lebih sederhana dengan bantuan media. Misalnya materi yang membahas rangkaian peralatan elektronik atau mesin dapat disederhanakan melalui bagan skema yang sederhana. 2. Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di luar ruang kelas, bahkan di luar angkasa dapat dihadirkan di dalam kelas melalui bantuan media. Demikian pula beberapa peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, dapat kita sajikan di depan siswa sewaktu waktu. Dengan media pula suatu peristiwa penting yang sedang terjadi di benua lain dapat dihadirkan seketika di ruang kelas. 3. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia. Obyek pelajaran yang terlalu kecil, terlalu besar atau terlalu jauh, dapat kita pelajari melalui bantuan media. Demikian pula obyek berupa proses/kejadian yang sangat cepat atau sangat lambat, dapat kita saksikan dengan jelas melalui me¬dia, dengan cara memperlambat, atau mempercepat kejadian. Misalnya, proses perkembangan janin dalam kandungan selama sembilan bulan, dapat dipercepat dan disaksikan melalui media hanya dalam waktu beberapa menit saja. Sebaliknya, ketika anak belajar teknik menendang bola atau melakukan smash permainan bulu tangkis yang sangat cepat, dapat dipelajari dengan cara memperlambat gerakan tersebut melalui bantuan media (slow motion). Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas. Peristiwa terjadinya gerhana matahari total yang jarang sekali terjadi, dapat disaksikan oleh siswa setiap saat melalui media rekaman. Terjadinya gunung meletus yang berbahaya dapat pula disaksikan siswa di kelas melalui media. Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa. Menurut Sudrajad (2010), media pembelajaran berfungsi sebagai 1) memperjelas dan memperkaya/melengkapi informasi yang diberikan secara verbal. 2) meningkatkan motivasi, efektivitas dan efesiensi penyampaian informasi. 3) menambah variasi penyajian materi. 4) dapat menimbulkan semangat, gairah, dan mencegah kebosanan siswa untuk belajar. 5) memudahkan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak mudah dilupakan siswa. 6) memberikan pengalaman yang lebih konkret bagi hal yang mungkin abstrak. 7) memberikan stimulus dan mendorong respon siswa. Kelebihan media animasi adalah penggabungan unsur media lain seperti audio, teks, video, image, grafik, dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Selain itu, dapat mengakomodasi siswa yang memiliki tipe visual, auditif, mupun kinestetik. (Sudrajat, 2010). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang guru atau pelatih dalam memilih dan menggunakan media audio-visual dalam menyampaikan informasi, fikiran dan pesan kepada anak didiknya, antara lain: 1) Media audio-visual mempermudah orang menyampaikan dan menerima materi, fikiran dan pesan serta dapat menghindarkan salah pengertian, 2) Media audio-visual mendorong keinginan seseorang untuk mengetahui lebih lanjut informasi yang sedang dipelajarinya, 3) Media audio-visual dapat mengekalkan pengertian yang didapat, 4) Media audio-visual sudah berkembang di masyarakat. Menurut Artawan (2010), kelebihan media animasi dalam pembelajaran diantaranya : 1. Memudahkan guru untuk menyajikan informasi mengenai proses yang cukup kompleks dalam kehidupan, misalnya siklus nitrogen, respirasi aerob, sistem peredaran darah dan proses lainnya. 2. Memperkecil ukuran objek yang cukup besar dan sebaliknya seperti hewan dan mikroba. 3. Memotivasi siswa untuk memperhatikan karena menghadirkan daya tarik bagi siswa terutama animasi yang dilengkapi dengan suara. 4. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual. 5. Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna. 6. Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain. Menurut Artawan (2010), kelemahan dari media animasi diantaranya : 1. Memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang cukup memadai untuk mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan sebagai media pembelajaran 2. Memerlukan software khusus untuk membukanya 3. Guru sebagai komunikator dan fasilitator harus memiliki kemampuan memahami siswanya, bukan memanjakannya dengan berbagai animasi pembelajaran yang cukup jelas tanpa adanya usaha belajar dari mereka atau penyajian informasi yang terlalu banyak dalam satu frame cenderung akan sulit dicerna siswa. Dalam Ilmu Kimia kita mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan yang dialami materi, baik dalam proses–proses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan. Materi adalah suatu objek yang mempunyai massa dan menempati ruang tertentu. Tiap-tiap materi di alam ini memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Sifat- sifat materi dibagi menjadi dua, yaitu sifat intrinsik dan sifat ekstrinsik. Sifat Intrinsik ialah sifat yang khas pada tiap materi, tidak perduli bentuk dan ukuran materi itu. Contoh: kalor jenis, warna, bau, sifat asam, sifat basa, dan lain-lain. Sifat Ekstrinsik: sifat yang bergantung pada bentuk dan ukuran materi. Contoh: volume, massa jenis, temperatur, panjang, dan lain-lain. Selain itu, ada juga sifat materi dibedakan menjadi sifat fisis dan sifat kimia. Sifat Fisis ialah sifat yang ada hubungannya dengan perubahan yang terjadi secara fisis pada materi tersebut. Contoh: rasa, warna, bau, daya hantar, kemagnetan, kekerasan, kelarutan, dan lain-lain. Sifat Kimia ialah sifat yang menggambarkan kemampuan suatu materi untuk melakukan reaksi kimia. Contoh: kestabilan, daya ionisasi, keterbakaran, kereaktifan, dan lain-lain. Perubahan yang terjadi pada materi dapat dibedakan menjadi: Perubahan fisika yaitu perubahan yang tidak menghasilkan materi baru. Perubahan ini hanya melibatkan perubahan bentuk atau wujud materi. Contohnya, peruhahan es menjadi air dan pelarutan gala dalam air. Peruhahan fisika mudah dibalikkan ke keadaan semula. Perubahan kimia atau reaksi kimia, yaitu perubahan yang menghasilkan materi baru. Contohnya pembakaran kayu menjadi abu, perkaratan besi menjadi oksida besi, dan reaksi antara logam natrium dan gas klorin membentuk natrium klorida (garam dapur). Suatu perubahan kimia sulit dibalikkan ke keadaan semula. Dalam kehidupan sehari-hari kita pernah melihat sesorang yang sedang membuat kue. Perlu diketahui bahwa kue dibuat menurut resep atau formula tertentu, yaitu perbandingan antara bahan-bahan yang diperlukan. Hal yang kira-kira sama juga berlaku dalam reaksi kimia. Setiap senyawa kimia memiliki komposisi tertentu. Sehingga, untuk membuat suatu senyawa melalui reaksi kimia, harus diperhitungkan campuran bahan-bahan dalam perbandingan tertentu. Hal inilah yang menjadi pembahasan dalam makalah ini. Hal-hal yang akan dibahas yaitu tentang perbandingan unsur-unsur dalam senyawa, serta perbandingan zat-zat dalam reaksi kimia. Hal yang pertama kita sebut stoikiometri senyawa, sedangkan yang kedua kita sebut stoikiometri reaksi. Istilah stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata stoicheion yang berarti unsur, dan metron yang berarti mengukur. Jadi, stoikiometri berarti perhitungan kimia. Konsep-konsep yang mendasari perhitungan kimia adalah massa atom relatif, rumus kimia, persamaan reaksi, dan konsep mol. Oleh karena itu, sebelum masuk ke dalam perhitungan kimia, akan dibahas berbagai konsep tersebut Dalam ilmu kimia, stoikiometri (kadang disebut stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan metriā (ukuran). Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang benar. Salah satu contoh melibatkan teori flogiston. Flogistonis mencoba menjelaskan fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”. Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat terbakar (dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”. Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila terbakar cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa logam ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik. Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta. Flogistonis berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa flogiston bermassa negatif. Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644) melakukan percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow setelah mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada perubahan massa pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia menganggap bahwa massa yang didapatkan hanya karena air yang masuk ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa “akar semua materi adalah air”. Berdasarkan pandangan saat ini, hipotesis dan percobaannya jauh dari sempurna, tetapi teorinya adalah contoh yang baik dari sikap aspek kimia kuantitatif yang sedang tumbuh. Helmont mengenali pentingnya stoikiometri, dan jelas mendahului zamannya. Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern ekuivalen kimia) dengan pengamatan teliti reaksi asam/basa, yakni hubungan kuantitatif antara asam dan basa dalam reaksi netralisasi. Ekuivalen Richter, atau yang sekarang disebut ekuivalen kimia, mengindikasikan sejumlah tertentu materi dalam reaksi. Satu ekuivalen dalam netralisasi berkaitan dengan hubungan antara sejumlah asam dan sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang ekuivalen sangat penting untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu yang baik. Jadi, pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis. Pada saat yang sama Lavoisier menetapkan hukum kekekalan massa, dan memberikan dasar konsep ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan kreatif. Jadi, stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia, dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten dijelaskan dengan teori atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen digunakan sebelum teori atom dikenalkan. Dari diskusi dengan teman sejawat dan masukan dari pakar peneliti, maka disepakati untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan minat serta aktivitas mahasiswa serta penggunakan media pembelajaran yang dapat membantu mamahami keabstrakan materi stoikiometri yaitu media animasi. Sedangkan model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan minat dan aktivitas mahasiswa adalah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Dengan menggunakan metode pembelajaran STAD dilengkapi dengan animasi ini diharapkan kualitas pembelajaran akan meningkat. Analisis Data Penlitian tindakan kelas dilaksanakan dengan 2 siklus dengan langkah-langkah berikut. 1. Skenario Tindakan Pembelajaran Skenario tindakan pembelajaran direncanakan 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan adanya perubahan yang ingin dicapai. Adapun prosedur penelitian ini adalah: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3)observasi dan 4)refleksi dalam dua siklus. Kegiatan tahap perencanaan : A. Pengembangan model pembelajaran STAD B. Pengembangan media animasi C. Pembuatan lembar observasi untuk memantau kegiatan pembelajaran D. Pembuatan alat Evaluasi 2. Penataan Lingkungan Belajar: A. Penataan setting pembelajaran kelas kooperatif STAD B. Sarana untuk media animasi HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Prodi Pendidikan IPA Unhasy Jombang dengan pertimbangan : a. Mahasiswa kurang aktiv dalam pembelajaran stoikiometri b. Minat belajar mahasiswa pada materi stoikiometri rendah c. Tersedia sarana dan prasarana pendukung d. Tersedia sumber daya untuk melakukan penelitian ini. Subyek penelitian tindakan ini adalah mahasiswa dan dosen Kimia Dasar Prodi Pendidikan IPA Semester 2 Unhasy Jombang. Jumlah mahasiswa yang dijadikan subyek penelitian adalah 22 orang yang terdiri dari 1 mahasiswa laki-laki dan 21 mahasiswa perempuan. Hasil Penelitian Aktivitas belajar mahasiswa Kegiatan pembelajaran dilakukan dua siklus. Satu siklus satu kali pertemuan. Siklus pertama menerapkan model pembelajaran STAD sedangkan siklus ke dua ditambahkan media animasi. Pengamatan kualitas pembelajaran yang terdiri dari aktivitas mahasiswa dan prestasi belajar mahasiswa dilakukan setiap siklus. Hasil tindakan pada tiap siklus ditampilkan pada tabel sebagai berikut. TABEL 1. REKAPITULASI AKTIVITAS MAHASISWA DALAM PEMBELAJARAN JUMLAH MAHASISWA NO AKTIVITAS SKLUS I SKLUS II Jml % Jml % Bekerja berdasarkan petunjuk dalam 1 12 54.54% 16 72.72% kelompok 2 Mengajukan pertanyaan 5 22.72% 12 54.54% 3 Menjawab pertanyaan 7 31.18% 16 72.73% 4 Mengemukakan pendapat 6 28.57% 11 52.38% 5 Membuat kesimpulan 13 61.90% 17 80.95% 6 Membuat laporan 15 71.43% 22 100.00% RATA – RATA 9.7 46.03% 16 75.81% Dari data pada tabel 1 diperoleh aktivitas belajar mahasiswa pada siklus 1dengan mempergunakan model pembelajaran STAD tanpa media animasi dan siklus 2 menggunakan media animasi . Untuk menentukan kriteria tersebut dipakai kriteria yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto dalam Teknik Evaluasi (1972, hal. 71), yaitu: A. 80 – 100 : Aktivitas mahasiswa sangat tinggi B. 60 - 80 : Aktivitas mahasiswa tinggi C. 40 - 60 : Aktivitas mahasiswa cukup D. 20 - 4 0 : Aktivitas mahasiswa rendah E. 0 - 20 : Aktifitas mahasiswa sangat rendah Berdasarkan data pada tabel dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa mahasiswa telah menampakkan peningkatan aktivitas baik dari siklus I ke siklus II. Hal ini dapat terlihat dari persentase rata-rata mahasiswa yang aktiv dalam belajar meningkat. Prestasi belajar mahasiswa Kegiatan untuk memperoleh data tentang hasil belajar mahasiswa dilakukan tes .Tes hasil belajar dilakukan pada tiap pertemuan Hasil belajar dari tindakan pada tiap siklus ditampilkan pada tabel sebagai berikut : TABEL 2 . REKAPITULASI PRESTASI HASIL BELAJAR TUNTAS TIDAK TUNTAS ULANGAN HARIAN/SIKLUS JML % JML % 1 UH/ SIKLUS 1 12 52.38% 10 47.62% 2 UH/ SIKLUS 2 16 71.43% 6 28.57% NO Dari tabel 2 di atas terlihat adanya peningkatan hasil belajar pada mahasiswa. Pada siklus I jumlah mahasiswa yang tuntas adalah 112 orang, dan 10 orang lainnya dinyatakan belum tuntas karena belum mencapai nilai 70 (sesuai dengan kriteria minimal nilai B). Sedangkan pada siklus II terdapat 16 mahasiswa yang tuntas belajar dan 6 mahasiswa yang belum tuntas. Pembahasan Aktivitas belajar mahasiswa Dari tabel 1 diatas terlihat kenaikan aktivitas belajar mahasiswa secara individu pada tiap aktivitas yang diamati. Aktifitas 1 yaitu jumlah mahasiswa bekerja berdasarkan petunjuk dalam kelompok pada siklus I ada 12 orang (54.54%), pada siklus II naik menjadi 16 orang (72.72%). Artinya pada siklus II mahasiswa sangat aktif bekerja dalam kelompoknya.. Aktifitas 2 yaitu jumlah mahasiswa mengajukan pertanyaan pada siklus I ada 5 orang (22.72%), pada siklus II naik menjadi 12 orang (54.54%). Artinya pada siklus II seluruh mahasiswa sangat aktif mengajukan pertanyaan. Aktifitas 3 yaitu jumlah mahasiswa menjawab/menanggapi pertanyaan pada siklus I ada 7 orang (31.18%), pada siklus II naik menjadi 16 orang (72.73%). Artinya pada siklus II mahasiswa sangat aktif menjawab/menanggapi pertanyyan temannya Aktifitas 4 yaitu jumlah mahasiswa mengemukakan pendapat pada siklus I ada 6 orang (28,57%), pada siklus II naik menjadi 11 orang (52,38%). Artinya pada siklus II mahasiswa sangat aktif mengemukakan pendapatnya kepada temannya. Aktifitas 5 yaitu jumlah mahasiswa membuat kesimpulan pada siklus I ada 13 orang (61,90%), pada siklus II naik menjadi 17 orang (80,95%). Artinya pada siklus II mahasiswa sangat aktif menjawab/menanggapi pertanyyan temannya. Aktifitas 6 yaitu jumlah mahasiswa membuat laporan pada siklus I ada 15 orang (71,43%), pada siklus II naik menjadi 21 orang (100%). Artinya pada siklus II semua mahasiswa membuat laporan praktikum. Analisis peningkatan aktivitas siswa diperoleh jumlah siswa yang bekerja dalam kelompok berdasarkan petunjuk, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, membuat kesimpulan, dan membuat laporan. Peningkatan aktivitas dapat terlihat dari nilai rata-rata siklus I sebesar 46,03 % , di siklus II 75,81 % Prestasi belajar mahasiswa Dari tabel 2 terlihat adanya peningkatan hasil belajar dari siklus satu ke siklus 2. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas adalah 12 orang, dan 10 orang lainnya dinyatakan belum tuntas karena belum mencapai nilai 70 (sesuai dengan kriteria minimal nilai B). Sedangkan pada siklus II terdapat 16 siswa yang tuntas belajar dan 6 siswa yang belum tuntas. Karena jumlah siswa yang tuntas melebihi 75 %, maka penelitian tindkaan kelas yang dilakukan sudah berhasil. Artinya penggunaan model STAD dengan media animasi dalam melaksanakan pembelajaran kimia dasar materi stoikiometri terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Melalui penerapan model pembelajaran STAD media animasi pembelajaran kimia dasar materi stoikiometri dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang teramati dari hasil aktivitas dan prestasi belajar. 2. Analisis peningkatan aktivitas mahasiswa diperoleh jumlah mahasiswa yang bekerja dalam kelompok berdasarkan petunjuk, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, membuat kesimpulan, dan membuat laporan. Peningkatan aktivitas dapat terlihat dari nilai rata-rata siklus I sebesar 46,03 % , di siklus II 75,81 % 3. Analisis hasil belajar mahasiswa diperoleh melalui hasil evaluasi setelah dilaksanakan tindakan yang dilakukan setiap siklus. Peningkatan hasil belajar mahasiswa terlihat dari jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai B pada siklus I 52,38 %, siklus II 71, 43 %. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Penerapan model STAD dengan media animasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang diamati dari meningkatnya aktivitas dan hasil belajar mahasiswa. Untuk itu diharapkan model STAD dengan media animasi dapat digunakan pada pembelajaran kimia dasar materi stoikiometri 2. Karena ada beberapa kelemahan dari model STAD yaitu harus memperhatikan pengaturan waktu dan pengontrolan mahasiswa serta memberi penguatan dengan menjelaskan materi. Diharapkan dosen dalam menerapkan pembelajaran STAD dapat mengatur waktu seefisien mungkin dan bahan ajar seefektif mungkin. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rohani. 1977. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Arief S. Sadiman,dkk, 1986. Media Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo. Artawan, R. 2010. Pembelajaran Biologi Menggunakan Media Animasi. http//biologiinfo.blogspot.com/2010/07pembelajaran-biologi-dengan- menggunakan.html. Diakses tanggal 03 Oktober 2010. Brady,J.E, 1994. Kimia Universitas: Azas dan Struktur, Jilid I. terjemahan hadyana P, Jakarta: Erlangga. Jacobsen, David A., Eggen, Paul., & Kauchak, Donald. (2009). Methods for Teaching: Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan belajar siswa TK - SMA. Penerjemah: Achmad Fawaid & Khoirul Anam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna Wilis Dahar, 1989, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga. Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Slavin, RE, Cooperative Learning, Teori Riset dan Praktek, Terjemahan, bandung: Nusa Media. Sudrajat , Akhmad. 2010. Konsep Pendidikan Karakter. http//akhmad sudrajad.wordpress.com/2010/09/15. Suharsumi, Arikunto, dkk, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Bumi Aksara.