pemberdayaan keluarga miskin dalam program

advertisement
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM
PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL
(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)
MOHAMAD ZAINURI
SEKOLAH PASCASARJAN A
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA
MISKIN
DALAM
PROGRAM
PENGEMBANGAN
KECAMATAN
MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI
KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN,
PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri
dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.
Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah
dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2005
MOHAMAD ZAINURI
NRP. A. 154040105
ABSTRAK
MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program
Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan
Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI
SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai
Anggota Komisi Pembimbing.
Program
Pengembangan
Kecamatan
(PPK)
belum berhasil
memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan
menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan
Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan,
perbaikan kualitas hidup .
Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat
mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras,
upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan
Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan
sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di
Kecamatan Pangkalan Kuras.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik
pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan
partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi
kasus dengan menentukan subyek kasus.
Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga
miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin
dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK.
Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan
sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan
pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan,
aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif.
Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin dilakukan dengan
cara menyempurnakan PPK melalui diklat pengembangan PPK dan asesmen
kebutuhan keluarga miskin.
@ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM
PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL
(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)
MOHAMAD ZAINURI
Tugas Akhir :
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Tugas Akhir
: Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program
Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif
Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan
Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi
Riau).
Nama
: MOHAMAD ZAINURI
NRP
: A. 154040105
Dis etujui:
Komisi Pembimbing
Edi Suharto, M.Sc., Ph.D.
Ir. Ivanovich Agusta, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian : 20 Desember 2005
Lulus tanggal :
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan
Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah
“Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan
Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan
Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”.
Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah
yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi
kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan
Masyarakat.
3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich
Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas
akhir.
4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.
5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial
Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan Strata-2.
6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis pendidikan Strata-2.
7. Camat Pangkalan Kuras beserta staf yang telah memberikan izin, membantu
dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.
8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah
membantu dan memberikan informasi kepada penulis.
9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan
materiil dan sprirituil kepada penulis.
10. Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yang
telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena
itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat
memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini
memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program
pembangunan kesejahteraan sosial.
Bogor, Des ember 2005
Mohamad Zainuri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari
pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri
Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun
2000.
Sejak tahun 1992 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Wilayah Departemen Sosial Provinsi Riau yang sekarang menjadi Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau di Pekanbaru.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................1
i
DAFTAR TABEL .............................................................................................1
v
DAFTAR MATRIK ..........................................................................................1
vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................1 vii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................1 viii
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1
1.2.
Masalah Penelitian ...........................................................................................
7
1.3.
Tujuan Penelitian ..............................................................................................
9
1.4.
Kegunaan Penelitian ........................................................................................
10
II PENDEKATAN TEORITIS
2.1.
Kemiskinan ................................................................................................
11
2.1.1. Komunitas ................................................................................................
14
2.1.2. Modal Sosial ................................................................................................
15
2.1.3. Evaluasi Program ................................................................ 15
III
2.2.
Pekerjaan Sosial ..............................................................................................
16
2.3.
Pemberdayaan ................................................................................................
20
2.4.
Partisipasi . ................................................................................................
23
2.5.
Kerangka Pemikiran .......................................................................................
25
METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ...........................................................
28
3.2.
Data dan Metode Pengumpulan Data .............................................................
30
3.3.
Metodologi Analisis Data ................................................................
35
3.4.
Jadwal Pelaksanaan .............................................................................................
36
ix
IV POLA HUBUNGAN MASYARAKAT YANG MEMPENGARUHI
KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN
PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG INDAH
4.1.
4.2.
4.3.
V
Kecamatan Pangkalan Kuras ................................................................
38
4.1.1.
Geografi ................................................................................................
38
4.1.2.
Kependudukan ................................................................ 40
4.1.3.
Sistem Ekonomi ................................................................45
4.1.4.
Struktur Komunitas ................................................................
47
4.1.5.
Organisasi dan Kelembagaan ................................................................
48
4.1.6.
Pengelolaan Sumber Daya ................................................................
53
Desa Sialang Indah ............................................................................................
56
4.2.1.
Geografi ................................................................................................
56
4.2.2.
Kependudukan ................................................................ 57
4.2.3.
Sistem Ekonomi ................................................................58
4.2.4.
Struktur Komunitas ................................................................
58
4.2.5.
Organisasi dan Kelembagaan ................................................................
59
4.2.6.
Pengelolaan Sumber Daya ................................................................
63
Ikhtisar ................................................................................................
64
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA
SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS
5.1.
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ................................ 68
5.1.1.
Sosialisasi ................................................................................................
70
5.1.2.
Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan
71
PPK ................................................................................................
5.1.3.
Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK ................................
71
5.1.4.
UPK,Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan
72
PPK ................................................................................................
5.1.5.
Pendanaan ................................................................................................
72
5.1.6.
Mekanisme Pencairan Dana ................................................................
73
5.1.7.
Dana Operasional UPK dan Pelaksanaan di Desa ................................
73
5.1.8.
Alur Kegiatan PPK ................................................................
73
5.1.9.
Pelaksanaan Kegiatan ................................................................
78
5.1.10.
Pelestarian Kegiatan ................................................................
80
x
5.2.
5.3.
Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD) ............................
81
5.2.1.
Pengembangan Ekonomi Lokal ................................
5.2.2.
Pengembangan Modal Sosial ................................................................
84
5.2.3.
Kebijakan dan Perencanaan Sosial ................................ 87
Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial ................................................................
88
VI ANALISIS
PEMBERDAYAAN
TERHADAP
PENGEMBANGAN
KECAMATAN
(PPK)
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL
6.1.
6.2.
6.3.
84
PROGRAM
MENURUT
Partisipasi Keluarga Miskin dalam Setiap Tahapan Kegiatan ............................
91
6.1.1.
Partisipasi dalam Perencanaan ................................................................
91
6.1.2.
Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan ................................
97
Transfer Kekuasaan dalam setiap Kegiatan ................................ 103
6.2.1.
Pilihan-Pilihan Personal dan Kesempatan103
Kesempatan Hidup ................................................................
6.2.2.
Pendefinisian Kebutuhan ................................................................
104
6.2.3.
Ide atau Gagasan ................................................................
105
6.2.4.
Lembaga-Lembaga ................................................................
106
6.2.5.
Sumber-Sumber ................................................................
107
6.2.6.
Aktivitas Ekonomi ................................................................
107
Perbaikan Kualitas Hidup ................................................................
107
6.3.1.
Syarat-syarat yang Memadai ................................................................
108
6.3.2.
Sasaran Perubahan Program ................................................................
113
VII RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA
MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK
7.1.
7.2.
7.3.
Latar Belakang ................................................................................................
118
7.1.1.
Asesmen Masalah ................................................................
118
7.1.2.
Desain Program................................................................123
Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan ................................
125
7.2.1.
Program ................................................................................................
126
7.2.2.
Tujuan ................................................................................................
126
7.2.3.
Sasaran Program ................................................................
126
7.2.4.
Kegiatan-kegiatan yang Dilaksanakan ................................
127
Strategi Pemberdayaan ................................................................ 131
xi
7.4.
Pelaksanaan Program Pemberdayaan ................................................................
133
7.4.1.
Melibatkan Keluarga Miskin ................................................................
133
7.4.2.
Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK ................................
134
VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
8.1.
Kesimpulan ................................................................................................
136
8.2.
Rekomendasi Kebijakan ................................................................139
8.2.1.
Pelaku PPK................................................................................................
139
8.2.2.
Pemerintah ................................................................................................
140
8.2.3.
Keluarga Miskin ................................................................
140
8.2.4.
Pekerja Sosial ................................................................ 141
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 143
LAMPIRAN ........................................................................................................ 149
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1. Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Fase I di Kecamatan Pangkalan
6
Kuras Tahun 2001……………………………………………………
2.
Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk Kecamatan
Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………………...
8
Daftar Nama Subyek Kasus dan Informan di Kecamatan Pangkalan
Kuras ………………………………………………………………….
31
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat di
Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005 ……………………………
37
Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut
Kelompok Umur Tahun 2004 ………………………………………...
41
Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut
Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ……………………………………...
42
Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2004 ………………………………………..
42
Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut
Sumber Penerangan Tahun 2004 ……………………………………..
43
Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut
Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004 …………………………
43
10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin Kecamatan Pangkalan
Kuras Tahun 2004 …………………………………………………….
45
11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Pangkalan
Kuras Tahun 2004 …………………………………………………….
46
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xiii
DAFTAR MATRIK
Halaman
Nomor
Teks
1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian
Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten
Pelalawan Tahun 2005 ………………………………………………...
35
2.
Permasalahan, sebab dan akibat ……………………………………….
120
3.
Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang In dah
Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan
126
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
Teks
1
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Keluarga Miskin menurut
Perspektif Pekerjaan Sosial …………………………………………...
27
2
Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK …………………………………
96
3
Diagram Alir Program Penyempurnaan PPK ………………………..
132
4
Proses Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui PPK Perspektif
Pekerjaan Sosial ………………………………………………………
132
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Outline Kajian Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Keluarga
Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif
Pekerjaan Sosial
149
2. Catatan Harian
151
3. Foto Kegiatan Pengumpulan Data dan Gedung Bantuan PPK
160
4. Foto MAD dan MUSDES Sosialisasi
161
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian
Program anti kemiskinan mempunyai tujuan untuk mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia. Salah satu program anti kemiskinan yang dilaksanakan
pemerintah adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK mempunyai
tujuan: (1) menanggulangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan
pedesaan; (2) mendukung perencanaan dan pembangunan yang partisipatif di
tingkat desa: (3) mendukung program pembangunan infrastruktur ekonomi di desa
miskin:
(4)
memperkuat
institusi
lokal,
terpercaya
dan
efektif
dalam
mempertemukan kebutuhan pembangunan.
PPK merupakan penyempurnaan dari Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT).
Untuk
melaksanakan
kegiatan,
PPK
menentukan
forum-forum
musyawarah. Musyawarah terdiri dari Musyawarah Antar Desa (MAD)
Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pertemuan dusun,
Pertemuan Penggalian Gagasan, MUSDES Perencanaan, MAD Prioritas Usulan,
MAD Penetapan Usulan, MUSDES Info Hasil (Departemen Dalam Negeri, 2005),
Forum-forum tersebut digunakan sebagai wadah partisipasi masyarakat desa
dalam
kegiatan
PPK.
PPK
memanfaatkan
forum
musyawarah
untuk
menyampaikan informasi tentang PPK dan pemetaan sosial desa sebagai sasaran
bantuan.
Bidang kegiatan yang didanai oleh PPK adalah kegiatan yang berkaitan
dengan upaya meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat, perluasan
kesempatan dan peluang usaha serta pembangunan sarana fisik desa. Kegiatan
peningkatan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat berupa pendidikan,
kesehatan, bidang pelatihan , dan bantuan manajemen untuk meningkatkan
kapasitas. Kegiatan perluasan kesempatan dan peluang usaha berupa Kegiatan
Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kegiatan Simpan P injam bagi Kelompok
Perempuan. Kegiatan pembangunan sarana fisik berupa pengerasan jalan,
2
pembuatan jembatan, pengadaan sarana air bersih, pembangunan irigasi desa dan
rehabilitasi gedung sekolah.
PPK dimulai penyelenggaraannya tahun 1998/1999 dan berakhir pada
tahun 2006. Menurut Suhartono (2003), program nasional ini telah melibatkan staf
proyek 1.159 orang pada tahun 2000 dan fasilitator desa 15.332 orang. Fasilitator
Desa (FD) terdiri dari 2 orang yang direkrut dari setiap desa penerima bantuan.
Tugas FD adalah memfasilitasi masyarakat desa untuk melakukan penggalian
gagasan dan menemukan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian ini,
pelibatan FD dalam kegiatan PPK belum mampu menggerakan keluarga miskin
untuk berperan dalam kegiatan PPK.
Selama pelaksanaan kegiatan pada tahun pertama (1998/1999) PPK
menyediakan bantuan bagi 501 kecamatan yang tersebar pada 50 kabupaten di 20
provinsi di seluruh Indonesia. Cakupan wilayah yang diikutsertakan dalam tahun
kedua (1999/2000) bertambah sejumlah 269 kecamatan. Total desa yang tercakup
mencapai lebih 5.000 desa, dan terus bertambah pada tahun ketiga. PPK
menyediakan hibah sebesar Rp 350 juta sampai Rp 1 miliar untuk setiap
kecamatan yang dipilih. Dengan dana sebesar itu, rata-rata perolehan di tingkat
desa sekitar Rp. 75 juta, atau sepuluh kali lipat penerimaan bersih desa dari dana
Inpres Bantuan Desa (Bangdes). Dengan memperbaiki kinerja organisasi daripada
Program IDT, otonomi masyarakat desa dalam penggunaan dana sebesar ini baru
mampu memberdayakan sekitar 35 % kecamatan pemanfaat (Agusta, et. al.,
2000).
Data
tersebut
memberikan
gambaran
gagalnya
PPK
dalam
memberdayakan keluarga miskin. Program tersebut gagal disebabkan: pertama,
terjadinya inkonsistensi tujuan, prinsip dan pelaksanaan aturan-aturan PPK.
Inkonsistensi berupa tujuan program adalah untuk mengentaskan kemiskinan
tetapi tidak mengundang keluarga miskin dalam MAD (tidak ada tokoh keluarga
miskin yang mewakili dalam pelaksanaan MAD). Kedua, peraturan dalam
Petunjuk Teknis Operasional (PTO) telah membatasi partisipasi keluarga miskin
sehingga keluarga miskin tidak memperoleh peluang dan kekuasaan untuk
mengambil keputusan atas usulan kegiatan yang didanai oleh PPK. Ketiga, PPK
3
tidak mempertimbangkan antara target dan waktu yang disediakan serta tujuan
yang akan dicapai. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya hasil bantuan
PPK baik pemanfaatannya maupun pemeliharaan.
Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen
Dalam Negeri (2002) PPK melibatkan banyak desa dalam tahap perencanaan,
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan. Pertemuan tingkat desa dan
kecamatan dalam rangka mensosialisasikan dan merencanakan kegiatan PPK
diikuti oleh perwakilan desa, dengan tingkat partisipasi perempuan berkisar 26-45
persen dan kelompok miskin (keluarga miskin) 53 persen. Menurut hasil evaluasi
pelaksanaan PPK yang telah dilakukan oleh Jaringan Kerja Pemberdayaan
Masyarakat (JKPM) di 10 kabupaten di 5 propinsi pada tahun 1999 (CESDAL3ES, 2001), bahwa partisipasi yang berhasil ditumbuhkan di tingkat desa
cenderung elitis. Hasil laporan PPK dan penelitian tersebut kontradiktif, seh ingga
menimbulkan keraguan terhadap laporan yang telah ada.
Sejak dimulainya PPK, Badan Pusat Statistik (1998) mencatat jumlah
penduduk miskin di Indonesia 47,9 juta orang atau 24,2 %. Jumlah ini menurun
pada tahun 2000 menjadi 37,3 juta orang atau 18,9 % dan pada tahun 2004
meningkat menjadi 39 juta orang atau 15,6 %. Badan Pusat Statistik (BPS)
Propinsi Riau (2004) mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.008.321 jiwa
(231.508 keluarga miskin) dari jumlah penduduk propinsi 4.535.225 jiwa
(977.288 keluarga) atau 22,28 %. Persentase keluarga miskin yang meningkat dan
menurun jumlah bukan dipengaruhi oleh adanya pelaksanaan kegiatan PPK, tetapi
peningkatan jumlah persentase angka kemiskinan dikarenakan kurangnya
lapangan pekerjaan dan khusus di daerah perkebunan kelapa sawit dikarenakan
harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menurun. Berkaitan dengan hal ini,
salah seorang keluarga miskin di Kecamatan Pangakalan Kuras yang bernama S
menyatakan bahwa:
“Kecamatan Pangkalan Kuras yang penduduknya terdiri dari
penduduk asli Melayu Pelalawan dan mayoritas penduduk
tempatan dari eks warga transmigrasi PIR kelapa sawit, di sini
meningkat dan menurunnya jumlah angka kemiskinan tergantung
pada harga kelapa sawit TBS per kilo gram”.
4
Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pada saat harga kelapa
sawit turun, maka pendapatan buruh dan petani kelapa sawit juga menurun.
Dengan kondisi seperti ini, warga desa khususnya keluarga miskin memerlukan
pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan keluarga.
Program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh para pelaku PPK
mengutamakan proyek pembangunan sarana fisik desa seperti: pengerasan jalan
dan pembuatan jembatan, dari pada proses pemberdayaan keluarga miskin.
Proyek pembangunan sarana fisik memberikan hasil nyata. Pembangunan sarana
fisik sesuai dengan tujuan PPK butir 3 yaitu hasil proyek dapat dimanfaatkan oleh
keluarga miskin. Tujuan PPK tersebut mendasari indikator keberhasilan program
yang diukur dari bangunannya (hasil) bukan siapa (pelaku) yang terlibat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.
Menurut Suharto (2003) Program antikemiskinan yang didanai World
Bank masih melihat kemiskinan berdasarkan sistem pengukuran dan indikator
sosial ekonomi yang masih dominan. Pendekatan ini masih berfo kus pada
outcomes dan kurang memperhatikan aspek aktor dan pelaku kemiskinan serta
sebab-sebab yang mempengaruhinya, sehingga indikator keberhasilan program
diukur dengan kondisi sebelum ada bantuan dan hasil bantuan.
Pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK, dapat dipahami melalui
analisis pemberdayaan dari perspektif pekerjaan sosial. Menurut Suharto (2005)
pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena
atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat khususnya
masyarakat lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti keluarga
miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Fokus
pemberdayaan menurut pekerjaan sosial adalah model yang berbasis pada
kekuatan klien. Oleh karena itu, keluarga miskin memperoleh kekuatan diri
diperlukan peluang dan kekuasaan dalam proses pemberdayaan.
Berdasarkan konteks situasi, strategi pekerjaan sosial berpijak pada
prinsip-prinsip individualization dan self determinism yang melihat si miskin
secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan yang unik (Suharto,
2005). Prinsip lain yang digunakan dalam praktek pekerjaan sosial adalah
5
menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help
themselves), bekerja dengan masyarakat (working with people). Prinsip ini
memberikan tekanan pada penggalian sumber -sumber dan kemampuan keluarga
miskin. Kemampuan menumbuhkan inner power keluarga miskin.
Kemiskinan dapat dikurangi melalui proses pemberdayaan masyarakat
yang didasarkan kerjasama antara keluarga miskin dengan pekerja sosial untuk
mendorong berkembangnya kapabilitas individu dan masyarakat. Proses
pemberdayaan dilaksanakan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada
keluarga miskin dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang
dihadapinya. Proses pemberdayaan diarahkan upaya keluarga miskin berperan
aktif sebagai aktor dan pelaku untuk mencapai tujuan program yang telah
dipilihnya. Keluarga miskin memperoleh kekuasaan untuk merencanakan,
mengambil keputusan dan melaksanakan serta melakukan evaluasi kegiatan dalam
mencapai keberdayaan masyarakat dalam keterlibatannya pada upaya-upaya
pengembangan masyarakat.
Keberdayaan keluarga miskin dalam pengembangan masyarakat menjadi
parameter keberhasilah dalam upaya pengembangan masyarakat pedesaan (lokal).
Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat Lokal (PML) merupakan
proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja
sosial. Pekerja sosial memfasilitasi masyarakat untuk menemukan kesadaran dan
mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada tujuan proses (process goal)
dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product). Setiap anggota
masyarakat (termasuk keluarga miskin) bertanggung jawab untuk menentukan
tujuan dan memilih strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi,
relasi dan keterlibatan anggota masyarakat yang merupakan inti dari proses
pengembangan masyarakat lokal.
Program pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan peta dan struktur
sosial lokal serta program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan. Hal
ini bermanfaat untuk merancang program pemberdayaan keluarga miskin
pedesaan dengan strategi mengikutsertakan masyarakat dan kelompok sasaran
6
dalam menentukan kebutuhan sehingga dapat mencapai proses pemberdayaan,
pembelajaran, dan pemanfaatan sumber daya lokal. Pekerjaan sosial merupakan
profesi yang memiliki perhatian mendalam pada pemberdayaan masyarakat.
Proses pemberdayaan yang menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan
dinamika masyarakat.
Analisis pemberdayaan PPK menurut perspektif pekerjaan sosial
dilaksanakan dengan mengevaluasi tujuan, proses dan hasil pemberdayaan
keluarga miskin dalam PPK. Dengan demikian indikator keberhasilan PPK dilihat
dari analisis pekerjaan sosial tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan sebagai penyebab kegagalan PPK dan keleb ihan yang
dapat dilanjutkan serta dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga miskin
pedesaan di masa mendatang.
Hasil kegiatan desa yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan
Kuras dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Phase I
di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Desa Pengusul
Rawang Sari
Mayang Sari
Sari Mulya
Sari Makmur
Sorek Dua
Genduang
Dungangan
Betung
Terantang Manuk
Surya Indah
Palas
Beringin Indah
Sialang Indah
Kemang
Meranti
Kegiatan
Gorong-gorong, Pengerasan jalan dan gorong-gorong
Jembatan kayu, gorong -gorong dan pengerasan jalan
Pengerasan jalan dan gorong-gorong
Pengerasan jalan dan jembatan semi permanen
Pelebaran Jalan, listrik diesel, sumur bor
Pengerasa jalan dan listrik diesel
Listrik diesel dan listrik diesel
Sumur gali dan listrik diesel
MCK dan sumur gali
Listrik diesel dan gedung SLTP
Listrik diesel dan gedung SD Jarak Jauh
Pengerasan jalan
Pengerasan jalan dan gedung SMK Swadaya
Pengerasan jalan dan MCK
Pengerasan jalan dan MCK
Sumber: Laporan PPK tahun 2002
Hasil keputusan MAD Prioritas Usulan Kegiatan PPK di Kecamatan
Pangkalan Kuras seratus persen murni kegiatan pembangunan sarana fisik. Hal ini
disebabkan pihak PPK dan otoritas pemerintah kecamatan telah menentukan
7
kegiatan yang didanai PPK. Usulan kegiatan telah diputuskan dalam MAD
Sosialisasi, sehingga musyawarah desa hanya sebagai formalitas.
Keluarga miskin belum memiliki peluang dan kekuasaan dalam
pengambilan keputusan kegiatan ini. Penyebabnya adalah peserta MAD telah
ditentukan dalam PTO PPK, sehingga keluarga miskin tidak hadir dalam
musyawarah tersebut. Berkaitan dengan keputusan dalam MAD,
Konsultan
Manajemen (KM) Kabupaten dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kabupaten Pelalawan mengatakan bahwa masyarakat desa masih memerlukan
bantuan sarana fisik.
MAD Prioritas Usulan Kegiatan membahas dan memutuskan kegiatan
yang didanai PPK. Musyawarah menggunakan prinsip kompetisi sehat. Desa-desa
bersaing untuk memenangkan usulan kegiatan dalam musyawarah. Desa-desa
competitor yang kalah tidak menerima bantuan. Jika ditelaah lebih lanjut, desa
yang memenangkan kompetisi adalah desa yang masyarakatnya mampu
menyusun rencana pembangunan.
Peran fasilitasi yang dilaksanakan oleh Fasilitaor Kecamatan (FK) dan
Fasilitator Desa (FD) masih lemah. Menurut Huraerah (2004) sebagai seorang
“community organizer”, pekerja sosial membantu masyarakat miskin agar dapat
mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhannya, mengidentifikasi masalah dan
mengembangkan kapasitasnya agar dapat memecahkan masalah yang mereka
hadapi secara lebih efektif. Hal ini dipahami bahwa masyarakat memiliki
keunikan dan potensi yang dapat dikembangkan, dan pekerja sosial dapat menjadi
fasilitator.
1.2.Masalah Penelitian
1.2.1. Justifikasi
Permasalahan yang diteliti adalah proses pemberdayaan keluarga miskin
dalam PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras. Bantuan PPK berupa pembangunan
sarana fisik di pedesaan belum memberdayakan keluarga miskin. Penyebabnya
adalah PPK belum melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan, belum ada
8
transfer kekuasaan, dan belum ada perb aikan kualitas hidup keluarga miskin.
Proses partisipasi belum melibatkan keluarga miskin secara langsung karena
keluarga miskin hanya berperan sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin belum
mempunyai peluang dan kekuasaan untuk berperan dalam setiap tahapan PPK
secara optimal, sehingga bantuan PPK yang diserahkan kepada masyarakat tidak
berkelanjutan (unsustainable).
Berkaitan dengan hal tersebut, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Des a
Kecamatan Pangkalan Kuras menyatakan bahwa
“Meskipun masyarakat telah berjanji gotong royong pembangunan
jalan lingkungan desa tidak ada perawatan, pasir dan batunya telah
berserakan ke tepi jalan. Jembatan semi permanen, pegangan
kayunya telah banyak yang rusak. Tetapi masyarakat masih
memanfaatkan hasil proyek tersebut. Hasil bantuan PPK lainnya
seperti diesel tidak dirawat dengan baik. Bahkan ada yang hilang”.
Kondisi ini terjadi di beberapa desa Kecamatan Pangkalan Kuras. Salah
satu contoh adalah bantuan diesel bagi PPK di Desa Terantang Manuk. Kondisi
diesel di Desa Terantang Manuk dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk
Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005
No
Lokasi
bantuan
Kondisi
Sistem perawatan
Keterangan
Digunakan 2
tahun
Digunakan 1.5
tahun
Tidak diketahui
1
RT. 1
Rusak
Tidak diperbaiki
2
RT. 2
Rusak
Tidak diperbaiki
3
RT. 3
Hilang
4
RT. 4
Baik, dimanfaatkan
Gotong royong pemakai
5
RT. 5
Baik, tidak
dimanfaatkan
Disimpan di rumah Ketua
RT
-
6
RT. 6
Rusak
Tidak diperbaiki
Di gunakan 2
tahun
7
RT. 7
Baik, dimanfaatkan
8
RT. 8
Hilang
Gotong Royong pemakai
-
-
Tidak diketahui
Sumber: Fasilitator Desa Terantang Manuk 2005
Diesel bantuan PPK telah dimanfaatkan warga di desa wilayah Kecamatan
Pangkalan Kuras. Diesel yang masih dimanfaatkan dan dirawat oleh masyarakat
9
Desa Terantang Manuk sebanyak 2 (dua) unit atau hanya 25 % dari 8 (delapan)
unit.
Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, tentang proses dan
hasil bantuan PPK, PPK belum berhasil meningkatkan kualitas hidup keluarga
miskin. Keluarga miskin tetap dalam kondisi miskin. Seperti telah terungkap dari
pernyataan keluarga miskin di atas.
Program pemberdayaan keluarga miskin yang efektif diperlukan analisis
faktor penyebab kegagalan dan keberhasilannya. Penelitian ini dilaksanakan untuk
memahami proses pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan
Kuras.
1.2.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis program pemberdayaan keluarga
miskin yang dilaksanakan oleh PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras menurut
perspektif pekerjaan sosial. Pokok penelitian tentang pemberdayaan keluarga
miskin dalam PPK ditujukan pada proses pelibatan keluarga miskin dalam
kegiatan PPK, transfer peluang dan kekuasaan, serta perbaikan kualitas hidup.
Data yang diperoleh dari analisa program tersebut digunakan sebagai dasar
penyusunan rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan
Pangkalan Kuras.
1.2.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan
sebagai berikut: (1) Bagaimana pola hubungan masyarakat mempengaruhi
kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (2) Bagaimana
upaya pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat
Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (3) Bagaimana proses pemberdayaan dalam PPK
menurut perspektif pekerjaan sosial? (4) Bagaimana keluarga miskin menyusun
rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan
Kuras?
10
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:
1.3.1. Untuk memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehid upan
keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras.
1.3.2. Untuk
memahami
upaya
pemberdayaan
masyarakat
yang
telah
dilaksanakan di Kecamatan Pangakalan Kuras .
1.3.3. Untuk menganalisis PPK menurut perpektif pekerjaan sosial.
1.3.4. Untuk menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di
Kecamatan Pangkalan Kuras.
1.4.Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1.4.1. Memberikan masukan strategis yang lebih efektif dan efisien kepada
pemegang kebijakan program pemberdayaan keluarga miskin yang
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam perencanaan kegiatan
pada program secara mandiri.
1.4.2. Memberikan evaluasi Program Pengembangan Kecamatan yang telah
dilaksanakan dalam perspektif pekerjaan sosial yang ditujukan kepada
pelaku PPK, pemerintah baik lokal maupun kabupaten, keluarga miskin
serta pekerja sosial.
1.4.3. Memberikan sumbangan hasil diskusi bersama komunitas keluarga miskin
kepada aparat kecamatan dan komponen masyarakat tentang program yang
diperlukan masyarakat.
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1.Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang ditandai dengan
ketidakmampuan seseorang atau kelompok atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar. Konsep kemiskinan sangat fenomenologis, karena merujuk pada
bagaimana konsep itu didefinisikan. Pada kajian ini kemiskinan difahami sebagai
kondisi yang dibuat oleh manusia, yakni terabaikannya upaya-upaya yang serius
untuk menanggulangi kesenjangan karena terlalu mementingkan pertumbuhan
ekonomi (Baswir, 2003).
Sayogyo (2002) membuat penggolongan atas tingkat pen ghasilan miskin
dan cukup/mampu. Setelah itu, membandingkan tingkat pangan antara yang
keluarga miskin dan keluarga yang mampu. Untuk masyarakat pedesaan garis
kemiskinan ditetapkan pada penghasilan senilai 240 kg ekuivalen beras per orang
setahun dan untuk rumah tangga kota senilai 360 kg/orang-tahun (50 % lebih
tinggi). Di balik rata-rata 1.718 kalori pada rumah tangga desa di Jawa ditemukan
perbedaan besar antara tingkat pangan dua golongan penghasilan itu: golongan
cukup/mampu rata-rata mendapat 2.172 kalori dan 53,6 gram protein, sedangkan
golongan miskin hanya 1.283 kalori dan 26,9 gram protein sehari-hari, atau:
kontras cukup pangan, ukuran kalori maupun protein dan: kurang kalori dan
protein.
Kemiskinan dapat dibedakan menurut kondisi keluarga miskin dalam
kehidupannya
sehari-hari
yaitu:
kemiskinan
absolut,
kemiskinan
relatif,
kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Lebih jelas Suharto (1997: 74-75)
mengelompokan
jenis-jenis kemiskinan terdiri dari kemiskinan
absolut,
kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.
Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuan pokoknya, seperti untuk
makan, pakaian, pendidikan, kes ehatan, dan transportasi. Indikator diukur oleh
batas kemiskinan atau garis kemiskinan (poverty line) baik yang berupa indikator
12
tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan, pengeluaran,
kebutuhan dasar atau kombinasi beberapa indik ator. Untuk mempermudah
pengukuran, indikator tersebut umumnya dikonversikan dalam bentuk uan g
(pendapatan atau pengeluaran).
Kemiskinan relatif adalah keadaan kemiskinan yang dialami individu dan
kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Jika batas
kemiskinan 30.000 per kapita per bulan, seseorang yang memiliki pendapatan
75.000 per kapita per bulan sec ara absolut tidak miskin, namun apabila
pendapatan rata-rata masyarakat setempat 100.000 per kapita per bulan maka
secara relatif ia dik ategorikan miskin.
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu kepada sikap, gaya
hidup, nilai orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan
dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan
berprestasi (needs for achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak
memiliki jiwa wirausaha.
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh
ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun
ekonomi yang tidak memungkinkan terjangkau sumber-sumber penghidupan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Proses praktek monopoli, oligopoly dalam
bidang ekonomi misalnya. Dicontohkan para petani tidak memiliki tanah sendiri
atau hanya memiliki sedikit bidang tanah, para nelayan tidak mempunyai perahu.
Keluarga dikatakan miskin apabila sebuah keluarga memiliki ciri-ciri
seperti rumah tidak layak huni, fisik anggota keluarga yang lemah, kerentanan,
terisolasi
dan
tidak
berdaya.
Menurut
Chambers
(1983)
ada
lima
ketidakberuntungan yang dimiliki oleh keluarga miskin, yaitu: rumah reot, fisik
yang lemah (physical weakness), kerentanan (vulnerability), keterisolasian
(isolation), dan ketidakberdayaan (powerlessness)
Kemiskinan ditandai dengan (pertama) rumah yang reot dan dibuat dari
bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, tidak
memiliki MCK sendiri, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang
tutup lubang; (kedua) pendapatan mereka tidak menentu dan dalam jumlah yang
13
tidak memadai, sehingga keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh
pada hari itu juga.
Fisik yang lemah (physical weakness) d isebabkan adanya rasio
ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga tersebut dengan anggota
keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Ketergantungan anggota
keluarga muda karena mereka belum dapat mencari nafkah dan anggota keluarga
yang dewasa mempunyai kemampuan terbatas dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. Selain itu, jumlah anggota keluarga yang ditanggung anggota keluarga
dewasa tidak sebanding dengan jumlah anggota keluarga muda. Anggota keluarga
dewasa sedikit dan anggota keluarga muda lebih banyak. Akibat dari
ketergantungan ini menyebabkan anggota keluarga miskin tidak dapat memenuhi
kebutuhan baik pangan, sandang, kesehatan maupun perumahan yang layak.
Kerentanan (vulnerability) keluarga miskin berupa tidak memiliki
cadangan berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat, sehingga
akan menjual barang apa saja yang mereka miliki, utang kepada tetangga atau
rentenir.
Keterisolasian (isolation) keluarga miskin disebabkan secara geografis
atau tidak memiliki akses terhadap sumber informasi, misalnya pada saat
diadakan pertemuan hanya kelompok elit desa yang hadir.
Ketidakberdayaan (powerlessness) keluarga miskin yang disebabkan
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari rendahnya
keterampilan, pendidikan dan kemauan untuk berubah. Faktor eksternal terdiri
adanya tekanan-tekanan dari keluarga miskin, seperti: keluarga miskin tidak
berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang sering mengeksploitasi
mereka dan aparat yang sering tidak ramah kepada mereka.
Suhendra
(1995)
menyatakan
ketidakmampuan
dalam
memenuhi
kebutuhan itu dapat disebabkan oleh hambatan -hambatan yang bersifat internal
maupun eksternal. Sebagai contoh hambatan internal yaitu kemiskinan dapat
menimpa orang cacat yang karena kecacatannya tidak mampu secara optimal
menjalankan fungsi sosialnya di dalam masyarakat. Contoh hambatan ekternal:
dalam dunia kerja yang kompetitif seringk ali kurang memberikan kesempatan dan
14
peluang baginya untuk memperoleh pekerjaan dan pendap atan yang layak untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat pula menimpa orang-orang
yang secara sosial psikologis tidak mengalami hambatan pribadi. Perubahan sosial
yang berlangsung di sekeliling kita dapat menimbulkan berbagai dampak yang
tidak diharapkan baik yang langsung maupun tidak langsung menimbulkan
berbagai permasalahan sosial.
Mata pencaharian kelompok miskin merupakan simpul dari jaringan
ekonomi yang lebih luas, di luar batas-batas komunitas. Dari mulai kegiatan
produksi, distribusi, dan pemasaran produk-produk manufaktur pertanian dan non
pertanian. Kerentanan buruh dan petani kelapa sawit berawal dari posisinya di
dalam jaringan -jaringan ini yaitu ketika uang tidak ada, tenaga kerja tidak ada,
barang-barang lebih mahal, tempat beraktivitas tidak dikuasai, dan hubungan baik
sangat terbatas.
2.1.1. Komunitas
Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang
yang hidup di suatu tempat (lokalitas), dimana mereka mampu membangun
sebuah konfigurasi sosial – budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitasaktivitas kolektif (collective action).” Warren dalam Fear & Schwarzweller
(1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan)
dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk
keteraturan, dimana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara
konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.”
Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi,
dimana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan
emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas. Komunitas
yang dimaksud adalah kumpulan indiv idu dan kelompok keluarga miskin yang
tinggal dan berinteraksi sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten
Pelalawan.
15
2.1.2. Modal Sosial
Walaupun keluarga miskin kurang berdaya dalam pemenuhan kebutuhan
hidup, tetapi keluarga miskin masih ada kekuatan yang dapat dikembangkan
melalui berbagai cara. Adapun kekuatan itu adalah modal sosial. Grootaer dan
Bastelaer (2002) mengemukakan bahwa:
Social capital is assuming an increasingly important in the Word
Bank’s poverty reduction strategy. The World Development Report
2000/2001 identities three pillars to that strategy: promoting
opportunity, facilitating, emporwerment, and enhanc ing security.
Building social capital is at the core of the empowerment agenda,
together with promoting pro -poor institutional reform and removing
social barriers. However, social capital is also critical asset for
creating opportunies that enhance well-being and for achieving
greater security and reduced vulnerability (World Bank 2001).
Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kemiskinan dunia dengan
menggunakan modal sosial yaitu: memberikan kesempatan kepada keluarga
miskin, kegiatan fasilitasi, pemberdayaan, dan meningkatkan keamanan.
Mengembangkan modal sosial adalah mengagendakan pemberian kekuasaan
kepada keluarga miskin, bersama-sama membuat kelembagaan yang berpihak
kepada keluarga miskin dan menyingkirkan hambatan sosial. Selain itu, modal
sosial digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka dan mencapai
kesuksesan dalam jaring pengaman serta mengurangi kerentanan.
2.1.3. Evaluasi Program
Menurut
Agusta
(2001)
Evaluas i
PPK
(Program
Pengembangan
Kecamatan) disini dilaksanakan terhadap wacana normatif yang tercantum dalam
aturan main program (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, manual
teknis/petunjuk operasional), dan efektivitas dalam mencapai hasil (outcome)
proyek/kegiatan. Dengan pandangan sistemis tersebut, evaluasi menghasilkan
rekomendasi bagi perencanaan dan pelaksanaan program PPK. Menurut Owen
(1999) mengevaluasi dampak sebuah program perlu meliputi:
(1) The range and extent of outcomes of program; (2) whether the
program has been implemented as planned and how implementation
has affected outcomes ; (3) evidence to funder, senior managers and
politicians about the extent to which resources allocated to a program
16
have been spent wisely; (3) informing decisions about replication or
extension of the program.
Menurut Agusta (2004) studi atas impak memberikan informasi tentang
efek program terhadap kesejahteraan pemanfaat secara umum. Suharto (2005)
menyatakan bahwa evaluasi dapat ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat
pencapaian tujuan, mengukur dampak yang terjadi pada kelompok sasaran,
mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi
diluar rencana. Menurut Bramley (1996) untuk mengevaluasi efektivitas program
dilihat efektivitas perubahan individu, efektivitas perubahan tim, dan efektivitas
perubahan organisasi.
Menurut Chambers (2000) mengukur efektivitas program dilakukan
dengan mengukur tujuan kegiatan dengan kriteria ekonomi yang baku yaitu:
Adequacy, Equity, and Efficiency. The center efficiency question is always
whether there is a better (least costly, more cost effective) means to achieve a
given outcome. Dalam evaluasi program perspektif pekerjaan sosial akan dilihat
eligibilitas program telah memadai sehingga dapat menjamin keberlanjutan
program. Dalam efektifitas dapat dilihat bagaimana distribusi bantuan telah adil.
Dan bagaimana tujuan akan dapat dicapai secara efisien (hemat biaya) dan
efektifitas (ketepatan biaya) program b isa memuaskan semua pihak.
2.2.Pekerjaan Sosial
Menurut Suharto
(2005) Pekerjaan sosial adalah
sebuah profesi
kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial,
termasuk
pemberdayaan
masyarakat.
Pekerjaan
sosial
adalah
aktivitas
kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad yang lalu telah memiliki
perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat
yang lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin,
orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT).
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti menolong orang agar mampu
menolong dirinya sendiri (to help people to the help themselves), penentuan nasib
sendiri (self determination), bekerja dengan masyarakat (working with people) dan
17
bukan bekerja untuk masyarakat (working for people), menunjukkan betapa
pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan
masyarakat.
Menurut Zastrow dalam Suharto (2005), pemberdayaan didefinisikan
sebagai proses membantu individu, kelompok, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam meningkatkan personal, interpersonal, sosio ekonomi, dan
politik, serta mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan lingkungan mereka.
Kegiatan tersebut berguna untuk meningkatkan kekuatan pada diri keluarga
miskin (klien). Oleh karena itu, model berbasis pada kekuatan klien menekankan
pada kemampuan, nilai-nilai, perhatian, keyakinan, sumber-sumber, pencapaian pencapaian, dan aspirasi- aspirasi orang yang menjadi klien pekerja sosial.
Proses pemberdayaan ini dapat ditransfer melalui peluang dan kekuasaan
yang diperoleh dari struktur sosial di mana klien berada. Menurut Suharto (2005)
kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada dua hal: (1) bahwa
kekuasaan dapat berubah, jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan
tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas
konsep ini menekankan pada pengertian tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga
pola hubungan antara kekuasaan dan struktur sosial dapat mempengaruhi
keberhasilan proses pemberdayaan.
Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan
yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800an (Zastrow, 1999;
Zastrow, 2000; Shulman, 2000), pekerjaan sosial terus berkembang mengalami
perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat.
Namun demikian seperti halnya profesi lain (misalnya kedokteran, keguruan),
fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan. Tan dan
Envall (2000) menyatakan bahwa while social work explores changes and adapts
to various demands … the basic integredients of social work must remain in the
changing tide.Selanjutnya Tan dan Envall mendefinisikan pekerjaan sosial
sebagai berikut:
The social work proefession promotes problem solving in human
relationships, social work change, empowerment and liberation of
people, and the enhancement of society. Utilition theories of human
18
behavior and social systems, social work intervences at the points
where people interact with environtments. Principles of human rights
and social justice are fundamental to social work.
Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam
kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial,
pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan
masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau
situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi
pekerjaan sosial (Suharto, 2005).
Prinsip pekerjaan sosial dan asumsi pemberdayaan dalam pekerjaan sosial
digunakan mengukur proses keterlibatan keluarga miskin dalam pemberdayaan.
Menurut beberapa penulis, seperti Solomon, Rappaport, Pinderhughes, Swift,
Swift & Levin, Weick, Rapp, Sulivan dan Kisthardt, terdapat beberapa prinsip dan
asumsi pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto,1997) yaitu:
pemberdayaan adalah proses kolaboratif dengan mana masyarakat miskin dan
pekerja sosial bekerjasama sebagai partner, proses pemberdayaan menempatkan
masyarakat miskin sebagai kompeten dan mampu menjangkau sumber -sumber
dan kesempatan -kesempatan, masyarakat miskin melihat diri mereka sendiri
sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan, kompetensi diperoleh
atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang
memberikan perasaan mampu pada masyarakat miskin, solusi-solusi, yang berasal
dari situasi khusus, beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari
faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut, jaringan-jaringan sosial
informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan
dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan pengendalian seseorang,
masyarakat miskin berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan,
cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri, tingkat kesadaran
merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi
tindakan bagi perubah an, pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumbersumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber -sumber tersebut secara
efektif, proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;
permasalahan selalu memiliki beragam solusi, pemberdayaan dicapai melalui
struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.
19
Pemberdayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan dalam
pekerjaan sosial meliputi: pelaku yang terlibat dalam bekerjasama dan proses
(partisipasi),
sumber-sumber sebagai potensi yang mendukung (transfer
kekuasaan kepada orang yang akan diberdayakan), dan efektivitas program
pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial (perbaikan kualitas
hidup).
Dubois dan Miley (1992) dalam bukunya Social Work: An Empowering
Profession memberi beberapa cara atau teknik khusus yang dapat dilakukan dalam
pemberdayaan
masyarakat
dengan:
membangun
relasi,
komunikasi
dan
keterlibatan klien dalam pemecahan masalah.
Pemberdayaan masyarakat dengan membangun relasi pertolongan terdiri
dari: merefleksikan respon empati; menghargai pilihan dan hak klien menentukan
nasibnya sendiri (self-determination); menghargai keberbedaan dan keunikan
individu; menekankan kerjasama klien (client partnerships).
Pemberdayaan masyarakat dengan membangun komunikasi dengan cara:
menghormati martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan keragaman
individu; berfokus pada klien; menjaga kerahasiaan klien.
Pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan keterlibatan klien
(keluarga miskin) dalam pemecahan masalah dengan cara: memperkuat partisipasi
klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak klien;
merangkai tantangan -tantangan sebagai kesempatan belajar; melibatkan klien
dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
Para pekerja sosial melaksanakan teknik di atas untuk memberikan
kekayaan dalam mendampingi keluarga miskin untuk berperan dalam setiap
kegiatan program yang telah dipilih. Program yang dipilih didasarkan hasil relasi,
komunikasi dan keterlibatan keluarga miskin serta konsistensi dalam pelaksanaan
kegiatan program.
Suharto
(2005)
mengatakan
bahwa
keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan
ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan
kultural dan politis. Aspek kemampuan ekonomi terdiri dari: kemampuan dalam
20
pemenuhan kebutuhan dan kemampuan untuk memperoleh penghasilan. Aspek
kemampuan
mengakses
manfaat
kesejahteraan
terdiri
dari:
kemampuan
menjangkau sumber-sumber kesejahteraan sosial yang ada di sekitarnya. Aspek
kemampuan kultural dan politik terdiri dari kemampuan dalam memahami proses
kebudayaan yang berlangsung di sekitarnya. Sedangkan kemampuan politik
adalah kemampuan untuk terlibat dalam proses pembelajaran politik di pedesaan.
2.3. Pemberdayaan
Menurut Rappapot dalam Dubois dan Miley (1992) pemberdayaan adalah
“a way that people, organizations, and communities gain mastery over their
lives”. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya. Dengan
demikian rakyat didorong untuk mengelola kehidupannya dengan cara mereka
sendiri. Sehingga rakyat sebagai bagian yang lebih luas dari komunitas secara
terorganisasi dapat membantu komunitas yang bermasalah dapat diberdayakan.
Pengaruh yang datang dari luar komunitas sebagai bagian yang dipertimbangkan
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak didapatkan dari dalam diri masyarakat
tersebut.
Ife (1995) menyatakan bahwa increasing the power of the disadvantaged,
it is necessary to look not only at what constitute power, but also at the nature of
disadvantage. Pemberdayaan dilakukan untuk memberikan kekuasaan kepada
yang tidak beruntung agar mereka menjadi berdaya. Menurut Swift dan Levin
dalam Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada usaha realocation of power
melalui pengubahan struktur sosial. Proses pemberdayaan mengutamakan adanya
penempatan kekuasaan kepada keluarga miskin yang selama ini tidak
mendapatkan kekuasaan dalam upaya pengembangan masyarakat.
Orang-orang yang tidak beruntung mendapatkan kekuasaan untuk
melakukan pengambilan keputusan, membuat perencanaan dalam memenuhi
kebutuhan dan memecahkan permasalahannya sendiri. Kesempatan yang
diperoleh dalam struktur sosial akan dapat mengembangkan akses dan partisipasi
orang-orang tidak beruntung dalam setiap program yang dibuat sebagai hasil
kolaborasi
21
dengan institusi dalam struktur sosial untuk mengatasi berbagai
persoalan mereka.
Menurut Dubois dan Miley (1992) proses memberdayakan dan tujuan
pemberdayaan menjadi orientasi professional pekerjaan sosial.:
The empowering process and the empowerment goal undergird social
work’s professional orientation. The process and goal are reflected in
the dual focus of the purpose of social work: to enable the system’s
competence for mutually adaptive transactions with the environt and
to enhance the humane responsiveness of social institutions and the
availability of opportunies and resources. Social worker practice
form an empowerment orientation to achieve empowered social
system trough empowering social structure.
Tujuan
dan
proses
merupakan
refleksi
tujuan
pekerjaan
sosial:
menghubungkan sistem sosial untuk transaksi yang menguntungkan dalam
penyesuaian dan meningkatkan respons manusia terhadap institusi sosial dan
mendapatkan kesempatan serta sumberdaya. Hal ini dapat diperoleh melalui
pemberdayaan yang diberikan struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial
dan politik memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memberikan
partisipasi dan terlibat dalam setiap program.
Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan
(empowerment) pada intinya ditujukan:
“To help clients gain power of decision and action over their own
lives by reducing the effect of social or personal blocks to
exercising existing power, by increasing capacity and self
confidence to use power and by transferring power from the
environment to clients ”.
Bahwa proses pemberdayaan dilakukan dengan membantu orang yang
tidak berdaya untuk memperoleh kekuasaan dalam keikutsertaannya pengambilan
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan.
Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkungan. Pemberdayaan merupakan upaya untuk membantu orang perorangan
atau kelompok untuk memperoleh sumber-sumber dan meningkatkan potensi
22
yang dimilikinya agar dapat meningkatkan kehidupannya seperti meningkat
pendapatan, membiayai anak-anak sekolah minimal wajib belajar sembilan tahun,
memberi makan keluarga, membeli pakaian, memperbaiki rumah dan sebagainya.
Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan
sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu
lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi
(Okley dan Marsden, 1984). Kegiatan itu seperti perbaikan jalan, pembuatan
sumur (pengadaan air bersih) pada musim kemarau dan sebagainya. Proses ini
disebut kecenderungan primer.
Kedua yang disebut kecenderungan sekunder menekankan pada proses
menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan
atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui
proses dialog. Antar kedua proses saling terkait. (Pranarka dan Vidyanandika,
1996). Libussi dan Maluccio (1986) menerjamahkan hal ini ke dalam praktek
pekerjaan sosial dengan memandang kelayan sebagai mitra kolaboratif sebagai
orang yang memiliki asset dan protensinya yang dianggap lebih sebagai sumber
patologi.
Menurut Parsons, et. al (1994: 106), pemberdayaan sed ikitnya mencakup
tiga dimensi yaitu: (1) Seb uah proses pembangunan yang bermula dari
pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan
sosial yang lebih besar; (2) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa
percaya-diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain (3)
Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upayaupaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan
mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Suharto, 1997).
Menurut Ife untuk mengembangkan model pemberdayaan dalam
masyarakat, ada tujuh kekuasaan yang perlu dipertimbangkan sebagai dasar
strategi pemberdayaan masyarakat. Tujuh tipe kekuasaan itu adalah: (1) Pilihan -
23
pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat
keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan; (2)
Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan
aspirasi dan keinginannya (3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan
menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa
tekanan; (4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan
mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial,
pendidikan, kesehatan; (5) Sumber -sumber: kemampuan memobilisasi sumbersumber formal, informal dan kemasyarakatan; (6) Aktivitas ekonomi: kemampuan
memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran
barang serta jasa; (7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses
kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi (Suharto, 2005).
2.4. Partisipasi
Menurut
Mubyarto
(1985),
partisipasi
sebagai
kesadaran
untuk
membangun berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang
tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Slamet (1992)
dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi yaitu : (1) adanya
kemampuan yaitu kemampuan individu atau kelompok untuk berbuat dalam
sebuah kegiatan; (2) adanya kesempatan yaitu ruang yang diberikan kepada invidu
atau kelompok untuk terlibat dalam kegiatan; (3) adanya kemauan untuk
berpartisipasi.
Selanjutnya Sahidu (1998) menjelaskan bahwa faktor-fak tor yang
mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif,
harapan, kebutuhan, penghargaan, dan penguasaan informasi. Faktor yang
memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan
pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal,
kepemimpinan, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah
modal dan pengalaman yang dimiliki.
24
Partisipasi didasarkan adanya kemampuan dan peluang yang diciptakan
dalam berbagai kesempatan yan g diberikan kepada masyarakat. Kemampuan
seseorang digunakan untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan. Namun demikian,
kemampuan seseorang tidak bermanfaat, jika tidak ada peluang yang memberikan
peran kepada seseorang untuk menjalankan peran pada setiap kegiatan. Indikator
keberhasilan partisipasi didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam meraih
peluang dan menggunakan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan.
Ndraha (1990) membagi partisipasi sebagai berikut: (1) partisipasi
dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial. (2) dalam
memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam
arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3)
partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi
dalam pelaksanaan operasional; (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan
mengembangkan hasil pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai
tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses
pembangunan, tidak lepas dari hubungan dengan pihak lain. Adanya hubungan
dengan pihak luar masyarakat lokal dalam pembangunan, tidak terlepas dari
pertukaran sosial yang diberikan antara pihak luar (institusi pemerintah pembawa
program) dan masyarakat (sebagai agency yang akan merubah dirinya sendiri).
Menurut Mustafa (2003) bahwa hubungan pertukaran dengan orang lain karena
dari padanya akan memperoleh imbalan. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur
imbalan (reward ), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit), sehingga perilaku
seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya akan menguntungkan.
Partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam pemberdyaan
masyarakat desa. Berbagai upaya dilakukan untuk mendukung adanya partisipasi
dari masyarakat. Cendikia (2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 metoda dasar
dalam teknologi partisipasi, yaitu: metoda diskusi, metoda workshop dan metoda
perencanaan tindakan (action plan). Pusic dalam Suharto (1997) menambahkan
bahwa perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan
25
merupakan perencanaan diatas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau
keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua
hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.
Partisipasi dalam perencanaan. Segi positif dari partisipasi dalam
perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosio nal
terhadap program -program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama.
Sisi negatif perencanaan adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya
pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan
menghambat tercapainya suatu keputusan bersama.
Partisipasi dalam pelaksanaan adalah partisipasi individu atau kelompok
(keluarga miskin) dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan bersama.
Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat
sebagai objek pembangunan, di mana warga hanya dijadikan pelaksana
pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang
mereka hadapi, dan tanpa keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga
warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat
kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Salah satu akar masalah dalam
pembangunan dewasa ini adalah berkembangnya mentalitas yang materialistik
dan mentalitas ingin serba cepat (instant). Masalah lain adalah lemahnya
sumberday a manusia dan etos kerja kelompok masyarakat tertentu (Adi, 2003).
2.5.Kerangka Pemikiran
Untuk mengurangi angka kemiskinan di pedesaan dapat dicapai melalui
proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan keluarga miskin dalam
perspektif pekerjaan sosia l dilihat dari (1) partisipasi keluarga miskin dalam
kegiatan program pemberdayaan; (2) adanya transfer kekuasaan dalam struktur
sosial lokal dari kelompok atas kepada kelompok bawah (keluarga miskin); (3)
adaya perbaikan kualitas hidup keluarga miskin yaitu dari kondisi miskin menjadi
tidak miskin baik secara ekonomi (meningkat pendapatannya sehingga dapat
memenuhi kebutuhan keluarga) secara sosial (dapat berperan dalam kehidupan
26
masyarakat di sekitarnya dan dapat memecahkan setiap permasalahan yang
dihadapi dalam keluarga).
Keluarga miskin dalam berpartisipasi memerlukan beberapa hal yaitu: (1)
kemampuan seperti keterampilan dan pendidikan untuk mendukung keluarga
miskin dalam
berpartipasi pada proses pemberdayaan masyarakat; (2)
kesempatan dalam mempero leh kekuasaan untuk berperan dalam kegiatan seperti
pemberian waktu dan peran dalam proses pelaksanaan sebuah program
pemberdayaan; (3) kemauan untuk berubah seperti mempunyai semangat yang
tinggi dan tidak malas yang dapat mendorong untuk berpartisipasi dalam proses
pemberdayaan.
Hal-hal yang diperlukan keluarga miskin dalam proses transfer kekuasaan
adalah (1) menentukan pilihan kebutuhan dan memperoleh kesempatan; (2)
mendefinisikan kebutuhan; (3) menyampaikan ide; (4) mengakses lembagalembaga dan sumber-sumber; (5) melakukan aktivitas ekonomi. Untuk
memperoleh kekuasaan, keluarga miskin sebagai agen perubahan memerlukan
hal-hal seperti: (1) mengetahui kebutuhannya sendiri (pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain); (2) kemauan (motivasi);
kemampuan (keterampilan -keterampilan yang dimiliki dalam berperan); (3)
memiliki kedisiplinan dalam setiap kegiatan; (4) rasa percaya diri (keyakinan
bahwa apa yang dilakukan akan berhasil jika dilaksanakan dengan sungguhsungguh); dan (5) gaya hid up. Gaya hidup mempunyai pengaruh pada sikap dan
performa keluarga miskin dalam menjadi perubah dirinya sendiri.
Bagaimana pemerintah lokal menjaga prinsip-prinsip PPK seperti
keberpihakan terhadap keluarga miskin (program yang diperuntukan keluarga
miskin); partisipasi (keterlibatan keluarga miskin dalam setiap kegiatan);
transparansi, desentralisasi (disusun oleh masyarakat desa yang akan dibantu oleh
PPK); kompetisi sehat (persaingan sehat); dan keterbukaan benar-benar
memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pemberdayaan PPK.
Bagaimana proses transfer kekuasaan dari PPK kepada keluarga miskin,
sehingga keluarga miskin dapat mengembangkan partisipasi, dan meningkatkan
27
kualitas hidup. Indikator keberhasilan ev aluasi ini adalah keluarga miskin mampu
berp artisipasi,
terjadinya
proses
transfer
peluang
dan
kekuasaan,
dan
meningkatnya kualitas hidup.
Pemberdayaan keluarga miskin diharapkan meningkatkan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan dan kes ehatan); meningkatkan
kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam program pengembangan
masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk keluar dari
tekanan struktur sosial (tekanan kultural dan politik). Pemberdayaan keluarga
miskin menurut perspektif pekerjaan sosial secara jelas dapat dilihat pada Gambar
1.
KEMISKINAN
Institusi Pemerintah:
Program anti
kemiskinan
Pemberdayaan perspektif
pekerjaan sosial:
- Partisipasi
- Transfer kekuasaan
- Perbaikan kualitas hidup
-
Keluarga Miskin
(agency ):
Kebutuhan
Kemauan
Kemampuan
Kedisiplinan
Rasa percaya diri
Gaya hidup
Mampu memenuhi kebutuhan
Mampu berperan sosial
Mampu keluar dari tekanan
Gambar 1. Kerangka pemikiran pemberd ayaan keluarga m iskin
menurut perspektif pekerjaan sosial
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus
Peneliti memilih Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan
sebagai lokasi penelitian dengan fokus Desa Sialang Indah. Lokasi penelitian
merupakan salah satu kecamatan yang menerima bantuan Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) pada Phase I tahun 1998/1999 dan Phase III tahun 2005. PPK
Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dinyatakan berhasil. Bantuan PPK seratus
persen berupa pembangunan sarana fisik (seperti dikatakan Konsultan Menejemen
Kabupaten Pelalawan dalam BAB I). Tetapi program ini tidak mampu
meningkatkan pendapatan keluarga miskin, sehingga tidak dapat meningkatkan
kesejahteraan sosial keluarga miskin.
Jumlah penduduk miskin Kecamatan Pangkalan Kuras berada di urutan
keempat setelah Kecamatan Ukui, Bunut dan Pangkalan Kerinci sebagai Ibukota
Kabupaten Pelalawan (BPS, 2004). Dengan demikian, terjadi kontradiksi antara
tujuan PPK dengan kehidupan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras.
berdasarkan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kabupaten Pelalawan, maka
bantuan laik diberikan kepada dua kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Kerinci
dan Kecamatan Bunut. Tetapi yang terjadi adalah Kecamatan Bunut tidak
memperoleh bantuan berikutnya. Kecamatan ini dinilai gagal karena adanya
penyelewengan dana bantuan PPK dan Kecamatan Ukui kalah dalam kompetisi.
Untuk memilih desa sebagai fokus penelitian, peneliti melakukan
pendataan awal ke 7 desa dari 15 desa dan 1 kelurahan yang ada di wilayah
Kec amatan Pangkalan Kuras. Desa-desa tersebut dipilih satu desa yang persentase
penduduk miskinnya di bawah 13 % dan PPK-nya dinilai berhasil. Data yang telah
terkumpul dianalisis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara
kegagalan dan keberhasilan program dengan kondisi kemiskinan suatu wilayah
dengan program. Untuk mengetahui korelasi ini dikaji keterlibatan keluarga
29
miskin dalam pelaksanaan proses kegiatan, jenis kegiatan yang didanai Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) dan efektivitas program.
Potensi lokal dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan program.
Kegiatan penelitian ditujukan untuk menyusun program pemberdayaan keluarga
miskin. Untuk memperoleh informasi, memakai metode wawancara (individu
maupun kelompok), pengamatan peran serta dan penelitian dokumentasi. Hasil
yang diharapkan adala h memahami peta sosial kecamatan dan peta sosial desa,
memahami permasalahan (asesmen kebutuhan), kelemahan dan kelebihan PPK
dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin yang tepat.
Komunitas Subyek Kasus adalah keluarga miskin yang bermukim di desa
penerima bantuan PPK Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Untuk
mempertajam analisis, keluarga miskin d ibagi dua kelompok yaitu keluarga miskin
penduduk asli dan keluarga miskin penduduk tempatan (eks transmigrasi) yang
telah lama tinggal di des a tersebut. Seperti diungkapkan oleh Kepala Desa Palas
mengatakan bahwa:
“Keluarga miskin di sini terdiri dari orang-orang yang tidak
mempunyai kebun kelapa sawit. Penyebab kemiskinan di sini
berhubungan dengan sikap menunggu dan kurang rajin bekerja
(malas). Kenyataan ini dapat dilihat antara pendatang dan
penduduk asli di sini. Kami mengakui adanya perbedaan bahwa
kemiskinan para pendatang dikarenakan oleh kenyataan bahwa
karena pendapatannya kecil. Sedangkan kemiskinan warga kami
adalah karena kurang kreatif dan tidak memiliki semangat yang
tinggi seperti diperlihatkan oleh para pendatang. Di desa ini, para
pendatang umumnya sukses karena pola hidup hemat”.
Karakteristik ini diperlukan untuk mengetahui sebab -sebab masalah, akibat
dan pemecahan masalah yang dikonfirmasikan kepada keluarga miskin. Perbedaan
sebab-sebab masalah dan akibat mempengaruhi pemecahan masalah yang
ditawarkan oleh keluarga miskin. Penyusunan program dirancang untuk
memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk melaksanakan
peran sebagai perencana, pelaksana dan pengevaluasi program.
Menurut Bungin (2003), prosedur sampling dilakukan dengan cara
menentukan key people (orang kunci) dalam hal ini salah seorang informan.
Penentuan informan dilakukan dengan sengaja (purposive) yaitu memilih informan
30
yang sesuai dengan desain penelitian. Penen tuan informan ini representatif karena
telah lama menyatu dengan aktivitas yang menjadi informasi, aktif dalam
lingkungan, mempunyai banyak waktu untuk diwawancarai, informasi cenderung
apa adanya berdasarkan realita. Prosedur pemilihan subyek kasus dilakukan
dengan teknik snowball yaitu penentuan sampling dimulai dari informan kunci
yang diminta menunjuk keluarga miskin yang menjadi subyek kasus dan keluarga
miskin ini kemudian juga menunjuk teman-temannya yang lain sesuai dengan
kriteria penelitian.
Peneliti menetapkan subyek kasus dengan melalui tahap-tahap sebagai
berikut: (1) Pengkaji berupaya memperoleh data awal melalui informan kunci
(Kepala Desa, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Pangkalan
Kuras); (2) Melalui data tersebut pengkaji menetapkan satu nama sebagai subyek
kasus; (3) Melalui nama yang dipilih tersebut, pengkaji berupaya memperoleh
nama lain yang memenuhi kriteria dan seterusnya; (4) Setelah data/informasi
dianggap jenuh, kegiatan snowballing dihentikan dan diperoleh beberapa nama
untuk digunakan sebagai subyek kasus.
Penelitian difokuskan pada salah satu desa di Kecamatan Pangkalan Kuras
yang memiliki keluarga miskin dan menerima bantuan PPK. Penelitian
pengembangan masyarakat yang menganalisis pemberdayaan keluarga miskin
dalam PPK di lokasi tersebut, diharapkan menemukan program pemberdayaan
keluarga miskin melalui PPK di masa mendatang.
3.2.Data dan Metode Pengumpulan Data
Sumber data primer dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari
subyek kasus dan informan. Subyek kasus penelitian adalah keluarga miskin yang
desanya menerima bantuan PPK. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki
pendapatan kurang Rp 600.000,00 per KK atau per orang per bulan Rp 150.000,00
atau warga yang pekerjaan buruh di kebun kelapa sawit baik di perusahaan atau
kebun milik warga. Informannya adalah
Warga kecamatan, Tokoh informal,
Perangkat desa, Pemuda, Perempuan, Keluarga miskin, Mantan Fasilitator
Kecamatan, Konsultan, dan pengamatan lapangan (kondisi rumah keluarga miskin,
31
kondisi usaha ekonomi produktifnya, suasana relasi antar anggota keluarga
miskin). Lebih lanjut daftar subyek kasus dan informan dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3 Daftar nama subyek kasus dan informan
di Kecamatan Pangkalan Kuras:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
27
29
30
31
Nama
Suparjo
Trioyono
Sabar
Sukirno
Pardi
Rukiyat
Sutarjo
Ahmad
Budiman
Drs. Ali Umar
Pekerjaan
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Buruh
Ka BPMD Kab.
Pelalawan
Ir. Donal
KM Kab. Pelalawan
Ir. Yusrizal
FK. Pangkalan Kuras
Ir. Heru
FK. Langgam
Drs. May Hendri, Kasi Pembangunan dan
M.Si.
Bansos BPMD Kab.
Pelalawan
Umar
Kades Terantang Manuk
Eko Purwanto
Kades Surya Indah
Mukhlis
Kades Palas
Yeprizal, S.H.
Kasi PMD Kec.
Pangkalan Kuras (PJOK)
T. Kaz Har Haroen Camat Pangkalan Kuras
Ir. Sofyan
KORWIL III PPK
Novi
Guru/FD
Hidayat
Ketua LKMD
Rino
Buruh
Edi Syahputra
FD
Idris
Kades Kemang
Attan
Buruh
Amir
Penjaga Sekolah
Singjon
Wakil perempuan/istri
buruh
Iwan
Ketua KUD
Subyek Kasus
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Informan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumendokumen dari: dokumen kecamatan, dokumen PPK, dan dokumen kabupaten.
Dokumen Kecamatan Pangkalan Kuras meliputi data
kependudukan, potensi dan kekurangan kecamatan
tentang geografi,
diperoleh dari dokumen
32
monografi kecamatan. Selain itu, data lain yang berkaitan dengan data kecamatan
tetap digunakan untuk menganalisis data berbagai sisi seperti data dari Badan
Pusat Statistik.
Dokumen PPK Kecamatan Pangkalan Kuras meliputi tahapan kegiatan
PPK diperoleh dari laporan kegiatan PPK yang isinya warga yang dilibatkan
menjadi pelaku-pelaku PPK, proses pemilihan, undangan dan waktu yang dipakai
dalam pelaksanaan kegiatan. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah
ketidaklengkapan data di desa-desa yang menjadi target pengumpulan data.
Dokumen Kabupaten melalui KM Kabupaten Pelalawan dan Kasi Bantuan
Pembangunan Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat diperoleh data tentang
Statistik Kabupaten, seperti Laporan-laporan berupa Laporan PPK tahun 2001 dan
tahun 2002, kegiatan MAD, surat-surat resmi PPK dan lain-lain se Kabupaten
Pelalawan).
Peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data yaitu: pengamatan
berperan serta, wawancara mendalam, dan penelitian dokumen. Metode tersebut
digunakan untuk memenuhi bahan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang menitikberatkan pembicaraan sebenarnya, isyarat dan tindakan
sosial lainnya sebagai bahan mental penelitian (Mulyana, 2003). Masing-masing
metode digunakan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan peneliti. Data
yang diperoleh dari masing-masing metode dianalisis berdasarkan pada
penggunaan data tersebut.
Pertama, pengamatan berperan serta yaitu interaksi sosial yang terjadi
antara peneliti dengan subyek kasus atau informan secara langsung. Peneliti
memilih salah satu rumah penduduk Desa Sialang sebagai temp at menginap dalam
kegiatan ini. Pilihan ini didasarkan pada kemungkinan informasi yang luas dan
dipercaya serta menghubungkan dengan orang-orang yang diperlukan dalam
rangkaian penelitian. Yang bersangkutan menguasai informasi desa itu dan relasi
yang luas di luar desa, sehingga tidak saja informasi tentang warga desa di
wilayahnya tetapi juga desa-desa tetangga yang diperoleh.
Selama dua minggu, tinggal di rumah penduduk, peneliti dapat
mengamati dan menggali data tentang keluarga miskin memandang realitas
33
kehidupan mereka yaitu rutinitas kerja, kebiasaan-kebiasan, perilaku, potensi,
komunikasi dan jejaring sosial yang ada untuk meningkatkan pendapatan
mereka. Selama pengamatan memperoleh data tentang suasana relasi antar
anggota keluarga miskin, antar anggota keluarga miskin, keluarga miskin dan
pemimpin lokal, keluarga miskin dengan aparat desa, kondisi rumah keluarga
miskin, dan kondisi desa secara umum. Selain itu, memahami latarbelakang
keberhasilan program dan kegagalan program pada setiap kegiatan PPK.
Kedua,
penelitian
menggunakan
metode
wawancara
mendalam.
Wawancara adalah proses komunikasi dan interaksi antara peneliti dengan subyek
penelitian atau informan dalam rangka memperoleh keterangan tentang diri
mereka dan masyarakatnya. Wawancara dapat dilakukan kepada seseorang secara
pribadi. Untuk masalah sosial yang mencakup seluruh masyarakat (se-RT,
Sedusun, sedesa, dsb), wawancara kelompok memberi manfaat besar (Agusta,
1998). Wawancara Mendalam adalah komunikasi antara peneliti dan subyek
kasusatau informan untuk memperoleh informasi melalui tatap muka berulang kali
di fokus lokasi penelitian.
Wawancara ini bersifat fleksibel dengan susunan outline wawancara yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokasi penelitian. Wawancara
mendalam ditujukan pada keluarga miskin, Aparat desa, Badan Perwakilan Desa,
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, Fasilitator Desa, Fasilitator Kecamatan dan
pelaku PPK lainnya baik di desa maupun kecamatan. Informasi yang ingin
diperoleh adalah pemberdayaan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan
sosial.
Data tersebut digunakan sebagai data utama dalam menganalisa peluang
dan kekuasaan keluarga miskin dalam proses pemberdayaan yang dilaksanakan
PPK melalui keterlibatan keluarga miskin, jenis kegiatan yang didanai PPK dan
efektivitas program serta penyusunan rencana program pemberdayaan keluarga
miskin selanjutnya.
Ketiga, metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode
penelitian dokumen. Metode Penelitian
Dokumen berupaya untuk melakukan
penggalian data tentang pelaksanaan kegiatan PPK oleh Keluarga miskin
34
khususnya dan warga masyarakat umumnya melalui PPK dengan mempelajari
dokumen-dokumen. Dalam hal ini dokumen -dokumen yang terdapat di kantor
desa, kecamatan, Kabupaten Pelalawan dan sebagainya. Dokumen di desa dan di
kecamatan umumnya sudah tidak jelas keberadaannya. Data dokumen didapatkan
dari
Konsultan
Manajemen
Kabupaten
Pelalawan
dan
Kasie
Bantuan
Pembangunan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pelalawan.
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan peta sosial dan karakteristik
keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras, profil PPK dan upaya program
pemberdayaan yang telah dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah,
proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial yaitu: (1)
partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan PPK, (2) mengkaji transfer kekuasaan
dalam PPK, (3) mengkaji perbaikan kualitas hidup keluarga miskin dengan
mengevaluasi efektivitas pemberdayaan PPK dilihat dari dampak dan manfaatnya,
serta menyusun program setelah data terkumpul dari masyarakat.
Kendala dalam mengumpulkan data adalah jarak pemukiman desa ke
pemukiman desa yang lain rata-rata 2 s.d. 7 km. Untuk menuju lokasi pemukiman
satu ke pemukiman lainnya memerlukan waktu yang lama dan alat transportasi
yang tepat (seperti telah diuraikan di atas).
Penelitian dilaksanakan setiap tahapan dengan unsur data yang telah
dipersiapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi pada saat itu. Hal ini
menghindari kehilangan waktu dan energi dalam penelitian. Peneliti dan
pendamping selalu berdiskusi pada saat merencanakan (tujuan, waktu, lokasi,
orang yang akan ditemui dan kendaraan yang dipilih untuk melaksanakan kegiatan
termasuk alternative action jika mengalami kegagalan) dan mengevaluasi kegiatan
telah selesai dilaksanakan. Untuk melihat rangkaian penelitian mulai dari
perumusan masalah sampai dengan sumber data dan metode pengumpulan datanya
dapat dilihat pada Matrik 1
35
Matrik 1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian
Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan
Tahun 2005
Metode Pengumpulan Data
No
a.
Aspek
Pola hubungan
Kecamatan
Pangkalan Kuras
Variabel
-
b.
c.
Program
pemberdayaan
Analisis PPK
perspektif
pekerjaan sosial
-
-
Geografi
Kependudukan
Sistem ekonomi
Struktur
komunitas
Organisasi
kelembagaan
Pengelolaan
sumber daya
PPK
PPLTDD
Partisipasi
keluarga miskin
dalam menyusun
rencana kegiatan
PPK
Pengamatan
Peran serta
Wawancara
Penelitian
Dokumen
x
x
x
x
x
x
-
x
x
-
x
-
- transfer peluang dan
kekuasaan
- perbaikan kualitas
d.
Penyusunan
rancangan program
pemberdayaan
keluarga miskin
hidup
- Rencana program
- Tujuan program
- Strategi
3.3.Metodologi Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan setelah seluruh data yang diperoleh
beserta maknanya dikelompokkan menurut subyek kasus/informan. Data itu terdiri
dari karakteristik desa dan keluarga miskin, relasi-relasi dalam masyarakat seperti
relasi antar anggota dalam keluarga, antar keluarga, antara pemimpin lokal dan
masyarakat, antara keluarga miskin dengan pemimpin lokal, antara masyarakat
dengan program. Selain itu, analisis keterlibatan keluarga miskin dalam setiap
kegiatan PPK dan dampak dari program yang telah dilaksanakan serta keinginankeinginan
keluarga
miskin penyusunan
pelaksanaan, evaluasi dan pengembangannya).
program
(baik
tujuan,
metode,
36
Data selanjutnya disunting, untuk menentukan kelengkapan data dan
keabsahan data. Keabsahan data dicek ulang dengan membandingkan antar data.
Seluruh data primer dan sekunder ditelaah. Pada analisis untuk suatu topik
masalah menghimpun fakta-fakta untuk menurut unit analisis. Baru kemudian
data-data dalam unit analisis yang sama dipisah lagi menurut konsep -konsep
penting yang dijadikan dasar untuk menyederhanakan gambaran himpunan
(Agusta, 1998).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu
yang menitikberatkan pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan tindakan sosial
lainnya sebagai bahan mental penelitian (Mulyana, 2003). Metode analisis
menggunakan studi kasus. Metode penelitian ditujukan untuk mengkaji program
PPK. Peneliti mengkaji jumlah bantuan dan jenis, jumlah keluarga miskin, dan
jumlah keluarga miskin yang mendapat bantuan PPK dimaksudkan untuk
mengetahui kelayakan dan kualitas bantuan.
3.4.Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian tentang penelitian Pemberdayaan Keluarga Miskin
dalam PPK Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras
Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dilakukan selama kurang lebih 3 bulan.
Pelaksanaan kegiatan dimulai dari studi pustaka dan diakhiri dengan penyusunan
laporan sebagai bahan ujian akhir. Kegiatan penelitian setelah studi pustaka dan
proposal disetujui, peneliti melakukan pengumpulan data di 7 (tujuh) desa dari 15
(limabelas) desa dan 1 (satu) kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Pangkalan
Kuras yaitu Desa Kemang, Palas, Terantang Manuk, Surya Indah, Beringin Indah,
Sialang Indah dan Meranti.
Untuk membantu kegiatan ini karena lokasi dan karakteristik masyarakat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu penduduk asli dan tempatan. Tiap tim
terdiri dua orang. Tim pertama terdiri Arifin dan Sali (adalah pemuda pendamping
untuk Desa Kemang, Palas dan Terantang Manuk). Tim kedua terdiri dari Eko
(Mahasiswa tingkat terakhir S1 yang sedang mengadakan penelitian d i Kabupaten
Pelalawan adalah penduduk Kabupaten Pelalawan) dan Triyono (penduduk Desa
37
Sialang yang sebagai tempat tinggal dan penghubung dengan warga Desa Sialang
sebagai fokus penelitian ini.
Tim ini direkrut kembali karena telah memberikan masukan dan bekerja
sangat cepat. Tim telah dipersiapkan sebelumnya, untuk mengantisipasi kendala
yang mungkin muncul dalam penelitian (seperti kesulitan memperoleh data dan
prosedural birokrasi). Untuk memperkuat data, peneliti melengkapi camera digital
dan alat tulis (buku dan bolpoin) dalam setiap perjalanan penelitian. Tujuannya
adalah untuk mengabadikan peristiwa dan kejadian-kejadian dalam penelitian.
Transportasi peneliti memilih kendaraan roda dua yang disesuaikan dengan
geografi lokasi.
Peneliti melakukan evaluasi dan diskusi dengan para pendamping setelah
melaksanakan kegiatan di lokasi penelitian. Tim memberikan informasi dan data
yang akurat dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Hasil
kegiatan ditulis dalam catatan harian, difoto dan direkam dalam video. Hasil
kegiatan tersebut dipindahkan ke komputer untuk memudahkan penulisan
penelitian. Kegiatan ini sekaligus menganalisis data baik data kuantitatif dan data
kualitatif yang diperoleh sebelumnya. Penulisan draft laporan kegiatan dilakukan
setelah penelitian selesai. Meskipun demikian peneliti masih berhubungan dengan
contact person, jika mengalami kekurangan informasi dan data yang diperlukan
dalam penulisan. Untuk lebih jelas rincian kegiatan peneliti dapat dilihat dalam
jadwal pelaksanaan pada Tabel 4
Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat
Di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005
Keigatan
1.Studi Pustaka
2.Pembuatan desain (proposal Penelitian)
3.Pengumpulan data lapangan
4.Pengolahan data dan analisis data
5.Penulisan draft laporan
6.Seminar akademik
7.Ujian akhir
8.Perbaikan laporan
4
X
X
5
X
X
6
X
X
2005
7
8
X
X
9
10
X
X
X
X
X
BAB IV
POLA HUBUNGAN MASYARAKAT YANG
MEMPENGARUHI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI
KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG
INDAH
Untuk meneliti pola hubungan yang ada di masyarakat Kecamatan
Pangkalan Kuras, dilihat bentuk-bentuk hubungan masyarakat pedes aan yang
disebabkan kondisi geografi, kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas,
kelembagaan, dan
sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dalam bab ini
diuraikan satu persatu tentang aspek-aspek di atas.
Kecamatan Pangkalan Kuras memiliki 15 desa yang memiliki karakteritik
hampir sama satu dengan yang lainnya. Desa-desa tersebut merupakan eks desa
transmigrasi. Karakteristik tersebut antara lain setiap desa memiliki penduduk asli
dan penduduk tempatan (eks transmigrasi), jalan ke lokasi desa-desa jalan pasir
batu, perekonomian desa bertumpu pada hasil kebun kelapa sawit, dan memiliki
koperasi unit desa.
Salah satu desa yang memiliki kriteria sama tersebut adalah Desa Sialang
Indah yang dipilih sebagai fokus penelitian (seperti dijelaskan pada BAB III).
Oleh karena itu, bab ini menjelaskan pula secara rinci tentang Desa Sialang Indah.
4.1.Kecamatan Pangkalan Kuras
4.1.1. Geografi
Kecamatan Pangkalan Kuras dibentuk berdasarkan Perda No. 10 tahun
2001 yang merupakan pemecahan dari Kecamatan Langgam, terdiri dari 11 desa
dan satu kelurahan dengan luas wilayah 136.211 hektar. Desa-desa tersebut adalah
Sorek Dua, Dundangan, Terantang Manuk, Palas, Kemang, Meranti, Sialang
Indah, Beringin Indah, Surya Indah, Betung, Desa Kesuma, Talau, Tanjung
Beringin, dan Batang Kulim serta satu tersebut adalah Kelurahan Sorek Satu.
Desa-desa tersebut merupakan eks desa transmigrasi yang telah diserahkan
kepada pemerintah kabupaten. Penduduknya berasal dari berbagai suku dan
agama sesuai dari daerah asal mereka. Penduduk tersebut kemudian disebut
39
penduduk tempatan oleh pemerintah daerah baik pemerintah kabupaten maupun
provinsi. Kecamatan Pangkalan Kuras berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan
Kerinci di sebelah Utara. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Pangkalan Lesung, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Langgam dan
sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bunut.
Secara umum kondisi geografi Kecamatan Pangkalan Kuras terdiri dari
luas tanah datar 875,511 atau 70 persen dan perbukitan 375,219 km atau 30
persen. Pangkalan Kuras terletak pada ketinggian 140 m dari permukaan laut.
Pangkalan Kuras mempunyai Suhu antara 28 s.d 32 derajat Celcius. Hujan terjadi
sebanyak 135 hari dalam setahun dengan volume curah hujan 2.438,2 mm.
Kondisi di atas, memunculkan masalah -masalah alat transportasi
kebiasaan, dan perekonomian masyarakat. Pertama, masalah transportasi antar
desa terdiri dari jenis kendaraan yang dapat digunakan oleh masyarakat dan
ketiadaan angkutan umum, sehingga masyarakat memerlukan transportasi pribadi
untuk melakukan mobilitas dari desa satu ke desa lainnya. Jenis angkutan yang
murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat sesuai dengan kondisi geografis dan
jarak antar desa adalah sepeda motor. Oleh karena itu, hampir setiap keluarga
memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi. Kendaraan bermotor tersebut
diperoleh melalui pembelian kredit dan tunai. Pembelian sepeda motor secara
kredit bisa melalui bank, Koperasi Unit Desa (KUD), dan dealer sepeda motor.
Sedangkan pembelian tunai bisa langsung ke dealer p enjualan sepeda motor.
Kedua, muncul kebiasaan masyarakat seperti: masyarakat jarang
menggunakan jaket walaupun menaiki kendaraan roda 2, bahkan di desa-desa
yang jauh dari kota kecamatan pengendara sepeda motor tidak memakai pakaian
atau telanjang dada. Masyarakat sudah terbiasa dengan telanjang dada bertamu ke
tetangga mereka. Atau pakaian mereka digantung di pundak. Hal tersebut
disebabkan daerah Kecamatan Pangkalan Kuras yang panas.
Jarak ibukota kecamatan ke ibukota propinsi 114 km ditempuh 2,5 jam.
Bisa ditempuh dengan memakai kendaraan roda 4 dan roda 2. Alat transportasi
selain kendaraan pribadi dapat dicapai dengan memakai angkutan umum setiap
hari, ongkos per orang Rp. 15.000,00 dan setiap pagi hingga sore hari. Pada
40
malam hari bisa ditempuh dengan bus antar propinsi khususnya tujuan ke Pulau
Jawa. Jarak ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten 45 km ditempuh 0,45 jam,
dicapai dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum, ongkos per orang Rp.
6.000,00. Jarak terjauh desa ke ibukota kecamatan Desa Kemang dengan 30 km
dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi dan angkutan umum ongkos per orang
Rp. 4.000,00 s.d. Rp. 5.000,00.
Ketiga, masalah perekonomian masyarakat seperti: fisik geografi wilayah
Kecamatan Pangkalan Kuras berimplikasi mahalnya transportasi antar desa.
Akibatnya barang-barang yang masuk ke desa-desa mahal dan biaya hidup di
desa-desa wilayah Pangkalan Kuras menjadi tinggi. Contoh: pada saat ini, warga
masyarakat memperoleh harga barang yang telah dinaikkan sampai 65,5 % dari
harga sebelumnya. Misalnya harga televisi 21 inch seharga Rp 950.000,00
menjadi Rp 1.450.000,00. Selain itu, pembelian dengan cara kredit menjadi trend
di masyarakat.
4.1.2. Kependudukan
Menurut Badan Pusat Statistik (2004) penduduk Kecamatan Pangkalan
Kuras pada tahun 2004 sebanyak 32.896 jiwa. Data kependudukan tersebut
mencatat bahwa jumlah penduduk miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
menempati urutan ke 4 (empat) se-Kabupaten Pelalawan setelah Kecamatan Ukui,
Bunut dan Pangkalan Kerinci yaitu 1.046 keluarga (4.126 jiwa) atau 12,54 %.
Jumlah keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras hanya 10,44 %
dari jumlah total penduduk yang ada. Jumlah ini masih jauh lebih sedikit
dibandingkan angka kemiskinan Provinsi Riau (seperti telah dijelaskan pada BAB
I). Jumlah angka kemiskinan ini menggambarkan bahwa kecamatan ini tidak
miskin dilihat dari jumlah keluarga miskin.
Jumlah keluarga miskin masih kecil dibandingkan dengan kecamatan lain
yang memiliki jumlah keluarga miskin lebih besar, sehingga masyarakat
Kecamatan Pangkalan Kuras belum memerlukan bantuan karena pemerintah dapat
memobilisasi keluarga yang kaya membantu keluarga miskin melalui sebuah
program pengembangan masyarakat. Untuk memahami jumlah keluarga miskin
dan pengaruhnya pada pola hubungan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
41
jumlah keluarga miskin dikaji menurut kelompok umur, tingkat pendidikan,
lapangan usaha, sumber penerangan, bantuan yang pernah diterima.
Keluarga miskin di Pangkalan Kuras berdasarkan kelompok umur 30 – 54
berjumlah 632 kk. Kelompok ini merupakan keluarga yang memerlukan biaya
besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut antara lain:
menyekolahkan anak, kebutuhan pokok makan, kesehatan, dan perumahan
(menambah kamar). Umur ini merupakan kelompok usia produktif dan kelompok
ini berjumlah yang besar dari jumlah keluarga miskin yang ada. Kelompok umur
ini mempunyai potensi berupa tenaga. Untuk lebih jelas keberadaan keluarga
miskin menurut kelompok umur dapat dilihat Tabel 6
Tabel 5 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
Menurut Kelompok Umur Tahun 2004
No
1
2
3
Kelompok umur (tahun)
Kurang 30
30 – 54
55 keatas
Jumlah
Jumlah keluarga miskin
226
632
188
1.046
Persen (%)
22,57
61,03
16,39
100,00
Sumber data: BPS tahun 2004
Penelitian tingkat pendidikan, jumlah keluarg a miskin di Pangkalan Kuras
lulusan sekolah dasar. Hasil penelitian kondisi geografis, sarana dan prasarana
serta jumlah keluarga miskin, menggambarkan bahwa salah satu penyebab
kemiskinan adalah rendahnya pendidikan keluarga miskin. Tingkat keluarga
miskin hanya lulus sekolah dasar bahkan sebagian besar tidak tamat SD.
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Desa Palas bahwa:
“Penduduk di sini pendidikannya rendah hanya lulus SD. Mereka
tidak dapat bersaing untuk dapat bekerja di RAPP yang
memerlukan tenaga kerja lulusan SLTA. Kami telah meminta
prioritas perekrutan tenaga kerja perusahaan tetapi kami tidak
memiliki ijazah SLTA”
Hal menunjukkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah
pendidikan yang rendah. Rendahnya pendidikan disebabkan oleh sarana dan
prasarana serta jarak antara keberadaan sekolah dengan penduduk jauh, kesulitan
medan, sarana transportasi. Untuk mengetahui jumlah keluarga miskin di
42
Kecamatan Pangkalan Kuras menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel
6
Tabel 6 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2004
No
1
2
3
4
Tingkat Pendidikan
Buta huruf
SD
SLTP
SLTA keatas
Jumlah
Jumlah keluarga miskin
447
546
53
1.046
Persen (%)
40,63
50,69
8,32
0,37
100,00
Sumber data: BPS tahun 2004
Sebagian besar keluarga miskin masih buta huruf, sehingga kurang dapat
menduduki posisi penting di desa dan selalu menjadi bawahan oleh orang-orang
yang memiliki pendidikan lebih tinggi di daerahnya. Jika ada yang memiliki
peluang menduduki jabatan di desa, mereka tidak memiliki keberanian untuk
memberikan ide-ide dan mewakili keluarga miskin. Hal ini disebabkan sebagai
besar dari mereka hanya sebagai pelengkap.
Pekerjaan keluarga miskin Pangkalan Kuras paling banyak di sektor
pertanian yaitu 789 kepala keluarga atau 75,33 persen. Bidang pertanian ini
meliputi: buruh tani, petani yang tidak mempunyai lahan, petani yang mempunyai
ladang sempit kurang dari 0,5 hektar. Untuk mengetahui jumlah keluarga miskin
Kecamatan Pangkalan Kuras menurut lapangan usaha dapat dilihat Tabel 8
Tabel 7 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis lapangan usaha
Tidak bekerja
Pertanian
Penggalian
Industri pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Lembaga Keuangan
Jasa
Jumlah
Sumber data: BPS tahun 2004
Jumlah keluarga miskin
64
789
3
8
4
27
7
144
1.046
Persen (%)
5,11
75,33
0,75
3,86
0,29
2,21
3,48
2,01
0,02
6,94
100,00
43
Keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras juga dapat dilihat dari jenis
penerangan rumah yang dimiliki. Hal ini mempengaruhi keterbatasan informasi
yang didapat, keleluasaan usaha, dan belajar anak-anak mereka. Jika hal ini tidak
diperhatikan maka akan melanjutkan generasi yang bodoh. Jumlah keluarga
miskin Kecamatan Pangkalan Kuras menurut sumber penerangan rumah dapat
dilihat pada Tabel 9
Tabel 8 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
Menurut Sumber Penerangan Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
Jenis penerangan
Listrik PLN
Listrik non PLN
Petromak
Pelita/sentir
Lainnya
Jumlah
Jumlah keluarga miskin
20
346
158
496
26
1.046
Persen (%)
1,91
33,08
15,11
47,42
2,48
100,00
Sumber data: BPS tahun 2004
Jenis bantuan terbesar dari pemerintah dalam bentuk raskin. Sementara
jenis bantuan lainnya masih sangat kecil di terima oleh mereka. Jumlah keluarga
miskin berdasarkan jenis bantuan yang pernah diterima dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras
Menurut Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
Jenis bantuan
Tidak dapat
Raskin
Beasiswa
Dana bergulir
Kartu sehat
Sertifikat lahan
Lainnya
Jumlah
Jumlah keluarga miskin
105
834
5
20
71
3
8
1.046
Persen (%)
10,04
79,73
0,48
1,91
6,79
0,29
0,76
100,00
Sumber data: BPS tahun 2004
Menurut data monografi tahun 2004, jumlah penduduk Kecamatan
Pangkalan Kuras 32.896 jiwa, terdiri dari 8.078 kk dengan jumlah laki-laki 17.279
jiwa dan jumlah penduduk perempuan 15.617 jiwa. Penduduk Kecamatan
Pangkalan Kuras, umur balita berjumlah 3.500 anak, terdiri laki-laki 1.714 anak
44
dan perempuan sebanyak 1.786 anak. Dapat diprediksikan pada 10 tahun
mendatang usia produktif meningkat 18,84 %.
Untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang besar diselenggarakan
pos klinik Keluarga Berencana sebanyak 4 buah. Jumlah pasangan usia subur
(PUS) sebesar 4.068 orang dan yang mengikuti program KB sebanyak 2.911
orang. Mayoritas penduduk produktif akan menimbulkan kondisi kependudukan
wilayah ini menjadi banyaknya tenaga kerja produktif.
Permasalahan yang dihadapi keluarga miskin adalah keluarga miskin
memerlukan perhatian pada gizi anak-anak dan pelayanan kesehatan untuk anak anak balita. Permasalahan ini sulit diatasi karena minimnya para medis dan sarana
kesehatan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari jumlah puskesmas 1 buah, rumah
sakit bersalin 1 buah, Balai Pengobatan 1 buah, Puskesmas Pembantu 5 buah,
dokter 7 orang, Perawat 11 orang, Bidan 4 orang, dan apotik dan depot obat 10
buah. Orang yang berobat dalam setahun berjumlah 10.260 orang yang terbagi di
Rumah Sakit bersalin sebanyak 3.026 orang, Balai Pengobatan sebanyak 2.560
orang dan Puskesmas sebanyak 4.670 orang, sehingga setiap harinya orang yang
berobat sebanyak 28 orang. Pusat kesehatan terletak di ibukota kecamatan
sehingga menjadi kenadala dalam berobat. Hal ini disebabkan ketiadaan
transportasi umum dan jalan yang kurang baik.
Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 18.582 orang terdiri
laki-laki 9.928 orang dan perempuan sebanyak 8.654 orang. Jumlah usia produktif
berjenis kelamin laki-laki meningkatkan jumlah tenaga kerja kasar di Kecamatan
Pangkalan Kuras. Tenaga kerja tersebut mempunyai peluang memperoleh
pekerjaan sebagai petani dan buruh (pabrik kelapa sawit dan di perkebunan baik
plasma dan kebun inti kelapa sawit), sektor informal terdiri dari jualan makanan
kecil, kedai harian, warung makan. Jumlah petani yang memiliki tanah berjumlah
4.501 orang, buruh yang bekerja sebagai buruh di perkebunan penduduk 7.662
orang. Pengangguran yang masih memerlukan pekerjaan berjumlah 398 orang
terdiri laki-laki sebanyak 197 orang dan perempuan sebanyak 201 orang. Jumlah
tenaga kerja yang masih mencari pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 10
45
Tabel 10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin
Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
21
23
24
27
28
30
29
31
27
29
22
23
17
14
11
10
13
7
9
3
201
197
Kelompok Usia
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
Jumlah
Jumlah
(orang)
44
51
58
60
56
45
31
21
20
12
398
Persentase
(%)
11,06
12,81
14,57
15,08
14,07
11,31
7,79
5,03
5,03
3,02
100,00
Sumber data: Monografi Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004
4.1.3. Sistem Ekonomi
Sistem perekonomian Kecamatan Pangkalan Kuras terbentuk dari
kebijakan pemerintah dalam program Transmigrasi Perkebunan Inti Rakyat
(TRANS PIR) pada akhir tahun 1990, setelah kebijakan transmigrasi umum
beberapa tahun silam mengalami kegagalan, sebagai perbaikan program yang
mengalami kegagalan pada tahun sebelumnya. Potensi alam berupa lahan yang
luas, mendorong keberhasilan program tersebut. Hal ini ditandai pendapatan
penduduk meningkat dari tidak memiliki pendapatan menjadi memiliki
pendapatan tetap.
Program ini diprotes penduduk lokal, karena mereka menilai program ini
hanya diberikan kepada pendatang. Untuk mengakomodir kepentingan bersama
antara masyarkat dan pemerintah, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan
tansmigrasi lokal. Setelah itu, perekonomian masyarakat Kecamatan Pangkalan
Kuras diubah dari petani berpindah ke petani kebun kelapa sawit dan petani
ladang yang menetap.
Perkebunan kelapa sawit menggeser perkebunan karet yang sebelumnya
menjadi primadona bagi masyarakat. Warisan kebun karet ditebang masyarakat
dan digantikan tanaman kelapa sawit. Kebiasaan ini melembaga dalam kehidupan
masyarakat
seperti:
bertani
ladang
menetap,
berkebun
kelapa
sawit,
46
menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, gotong royong ala penduduk
Jawa dan sebagainya.
Lembaga-lembaga yang dibentuk seperti kelompok tani, KUD, pasar,
sekolah baik umum maupun berbasiskan Agama Islam dan aturan-aturan
penimbangan,
memanen,
membeli
obat-obatan
pertanian,
penyemprotan,
menyiangi, dan sebagainya adalah untuk mendukung berlangsungnya kegiatan
perkebunan kelapa sawit yang dipelihara para petani.
Mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh perkebunan yang menempati
urutan pertama berjumlah 7.662 orang atau 50,43 %. Hal ini terjadi akibat
terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan sektor formal. Luasnya lahan di wilayah
Kecamatan Pangkalan Kuras memberikan peluang besar kepada pekerjaan sekto r
pertanian dan perkebunan. Implikasinya jumlah buruh perkebunan meningkat,
sehingga mengurangi jumlah pendapatan buruh pada sektor ini. Akibatnya tidak
terpemenuhi kebutuhan keluarga buruh perkebunan. Kondisi ini menjadi siklus
kemiskinan penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras yang tak berujung. Untuk
lebih jelas komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Jenis Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil
TNI/POLRI
Nelayan
Pensiunan PNS, TNI/POLRI
Pengusaha
Petani Kebun
Buruh Industri
Buruh Bangunan
Buruh Perkebunan
Pengangkutan
Pedagang
Peternak
Lain-lain
Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
505
50
156
6
15
4.501
1.451
275
7.662
90
401
21
59
15.192
3,32
0,32
1,03
0,04
0,10
29,63
9,55
1,81
50,43
0,59
2,64
0,14
0,39
100,00
Sumber: Data Kecamatan Pangkalan Kuras tahun 2004
47
4.1.4. Struktur Komunitas
Penduduk Pangkalan Kuras bisa dikatakan heterogen. Hiterogenitas
berdasarkan suku yang tinggal di wilayah tersbut. Penduduk terdiri dari berbagai
suku (Melayu Pelalawan, Jawa, Madura, Batang dan Minang). Beragamnya suku
disebabkan adanya program transmigrasi dan peluang pekerjaan yang ada di
wilayah itu. Mereka bekerja di berbagai bidang yang ada.
Penduduk sebagian besar bekerja sebagai buruh perkebunan dan petani
kelapa sawit (lihat tabel 3) Kelompok-kelompk lain hanya sedikit jumlahnya.
Kegiatan sehari-hari lebih kepada kegiatan berpusat pada perkebunan kelapa
sawit. Meskipun tidak bekerja di perkebunan sebagian besar mereka memiliki
hubungan dengan kelapa sawit seperti sebagai penjual alat-alat perkebunan kelapa
sawit, atau memiliki kebun kelapa sawit tetapi tidak dikerjakan sendiri karena ia
sebagai pegawai negeri (guru), bekerja di pabrik kelapa sawit dan sebagainya.
Pangkalan Kuras merupakan wilayah tujuan penampung setelah para
pendatang tidak memperolehkerja di wilayah Pangkalan Kerinci Kabupaten
Pelalawan (bekerja di Pabrik Kertas dan Tripleks). Kemudian, mereka tinggal di
Pangkalan Kuras sebagai buruh perkebunan. Pendatang tidak hanya datang dari
satu wilayah (Jawa, Medan, Jambi dan Padang).
Pelapisan atas hanya terdiri beberapa orang yaitu para pejabat kecamatan,
pemangku adat di tingkat kecamatan. Kelompok atas tingkat desa yang
diperhitungkan pendapatnya di tingkat kecamatan adalah kepala desa, aparat desa,
Ketua BPD dan Ketua LKMD.
Pelapisan didasarkan pada pekerjaan seperti pegawai, ketokohan (tokoh
agama dan tokoh masyarakat) sebagai lapisan atas dan pekerjaan buruh dan petani
(pelapisan bawah). Pelapisan atas mempunyai pengaruh dalam menentukan
keputusan-keputusan yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok. Selain itu,
mereka mempunyai pengaruh dalam keteladanan perilaku, sebagai panutan, dan
mereka mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada posisi-posisi
strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas namun diakui
oleh masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas.
48
Lapisan bawah yang terdiri buruh tani kebun kelapa sawit (keluarga
miskin) mempunyai perilaku pasrah pada pimpinan lokal untuk kepentingan desa.
Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa mereka tidak mampu dalam mengelola
desa dan lapisan atas dianggap mampu untuk mengelola desa.
Pelapisan mempengaruhi proses pembangunan di desa-desa wilayah
Kecamatan Pangkalan Kuras. Lapisan bawah mengikuti apa yang telah diputuskan
oleh lapisan atas. Kondisi ini membuat kelompok bawah kurang diperhatikan dan
dikesampingkan. Pandangan mengenai pembangunan desa didasarkan pendapatpendapat kelompok atas. Setiap rapat dan pertemuan-pertemuan yang sering
mempunyai usul dan berpendapat adalah kelompok atas. Kondisi ini yang
kemudian menjadi salah satu faktor kegagalan dalam membangun kecamatan
setempat.
Tokoh
pemuda
masuk
pelapisan
tengah.
Keberadaannya
belum
mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas. Mereka hanya mempunyai
pengaruh di kelompok pemuda karena menduduki sebagai ketua organisasi
kepemudaan. Pelapisan menengah tidak diperhitungkan dalam pembangunan
wilayah. Sehingga pertemuan -pertemuan hanya sebagai sarana kelompok elit di
tingkat kecamatan dalam memuluskan program yang dibawa oleh pemerintah.
Warga masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi belum memberikan
pengaruh dalam pelapisan sosial dalam komunitas kecamatan, karena warga
masyarakat lulusan pendidikan tinggi lebih suka hidup di kota dari pada di desa.
Sebagian besar pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan tidak kembali ke
desa. Desa mereka tidak dapat memberikan jaminan kehidupan , sehingga mereka
memilih mencari pekerjaan di perkotaan.
4.1.5. Organisasi dan Kelembagaan
Kecamatan Pangkalan Kuras mempunyai organisasi yang bersifat formal
dan informal. Organisasi formal terdiri dari organisasi-organisasi yang
mempunyai status formal dan aturan-aturan yang jelas dan dimanfaatkan oleh
komunitas untuk urusan-urusan formal. Organisasi formal ini terdiri dari
pemerintahan kecamatan, pemerintahan desa, Badan Perwakilan Desa (BPD),
49
LKMD, Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Organisasi informal terdiri
dari wiridan, kelompok-kelompok arisan keluarga dan arisan profesi.
Kelembagaan sosial Kecamatan Pangkalan Kuras berdasarkan kebutuhan
pokok manusia terdiri dari: (1) kelembagaan politik pemerintahan kecamatan dan
desa; (2) kelembagaan kekerabatan; (3) kelembagaan ekonomi; (4) kelembagaan
pendidikan; (5) Kelembagaan keagamaan; (6) kelembagaan kesehatan; (7)
kelembagaan gotong royong; dan (8) kelembagan olehraga. Kelembagaan kelembagaan tersebut diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Kelembagaan pemerintahan yang ada di Kecamatan Pangkalan
Kuras sebagian besar merupakan kelembagaan sebagai hasil dari bentukan
pemerintah diatasnya. Lembaga tersebut bersifat formal yaitu ada aturan tertulis
yang mengatur hubungan antar anggotanya. Lembaga-lembaga itu adalah
kecamatan yang dipimpin oleh seorang camat, dan dibantu oleh staf pegawai
kecamatan. Kelembagaan tersebut bergerak dibidang kegiatan pemerintahan
tingkat kecamatan yang struktur kedudukannya dibawah seorang bupati.
Kelembagaan pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala Desa bersama
BPD (Badan Perwakilan Desa), LKMD, Kadus, RW dan RT. Kegiatan yang
dilakukan adalah merencanakan pembangunan desa seperti adanya forum warga
yang menampung aspirasi warga, kegiatan pengorganisasian masyarakat seperti
pengurusan Kartu Tanda Penduduk, keamanan dan ketentraman masyarakat,
kegiatan perempuan dibawah pembinaan PKK, dan kegiatan kepemudaan oleh
karang taruna serta ikatan remaja masjid. Kelembagaan pemerintahan untuk
mengatur adat istiadat dipimpin dan diatur oleh Kepala Adat baik dalam
perkawinan, pembagian hutan (batas-batas wilayah dan hutan) dan sebagainya.
Adat yang dimaksud adalah adat Melayu Pelalawan.
Kedua, kelembagaan kekerabatan terdiri dari: pernikahan dan perceraian.
Kelembagaan kekerabatan tidak ditemukan aturan-aturan secara nyata, namun
aturan -aturan tidak tertulis itu ditaati dan dilaksanakan secara turun-temurun oleh
masyarakat setempat. Misalnya: dalam pernikahan, acara berbalas pantun untuk
memasuki rumah perempuan setelah selesai baru dipersilahkan masuk. Pengantin
lelaki juga diwajibkan membawa barang -barang hantaran sebagai maharnya yang
telah disepakati pada saat pelamaran.
50
Perceraian umumnya jarang dilakukan
karena menganggap perkawinan wajib dijaga kelangsungannya.
Ketiga, Kelembagaan ekonomi terdiri dari: kelembagaan pertanian,
peternakan, industri, koperasi, perdagangan, pertukangan, perburuhan dan
transportasi darat. Kelembagaan pertanian yang ada dalam masyarakat menganut
ladang berpindah dan berburu serta memancing. Pergeseran roda ekonomi dengan
menanam karet setelah tidak berpindah-pindah dan terakhir menanam kelapa
sawit dilakukan tidak tertulis dan ditaati semua pihak. Dari mulai menanam dan
merawat karet hingga menderes serta menjual hasilnya ke toke (agen yang
membeli karet-karet mereka).
Menurut model penanaman di perkebunan kelapa sawit, ada tiga macam
yaitu sistem plasma, inti dan penanaman pribadi para petani. Perkebunan plasma
merupakan tanaman milik petani dengan biaya sendiri, namun penjualan hasil
panen dikelola oleh kelompok tani dan KUD. Petani memanen, mengumpulkan ke
tempat penimbangan kemudian ditimbang oleh kelompok tani dan diangkut oleh
truk KUD ke perusahaan.
Perusahaan melakukan penimbangan dan penyortiran kelapa sawit yang
sesuai dan tidak sesuai dengan aturan jual beli. Kemudian perusahaan
memberikan uang hasil penjualan dalam bentuk gaji bulanan pada setiap akhir
bulan atau awal bulan. Ketentuan waktu pembayaran disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran. Pembayaran dilakukan
melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada di setiap desa.
Model ked ua, kebun inti milik perusahaan dipanen dan dirawat oleh
perusahaan sendiri. Model ketiga, kebun kelapa sawit perorangan merupakan
kebun kelapa sawit milik masyarakat yang ditanam sendiri tanpa ada campur
tangan dari perusahaan dan KUD. Mereka menjual ke agen-agen terlebih dahulu
sebelum hasil panen kelapa sawit dijual ke perusahaan kelapa sawit. Harga
ditetapkan oleh agen pembeli kelapa sawit.
Lembaga perdagangan yang ada di kecamatan berbentuk pasar mingguan
di setiap desa. Hasil pertanian kebun pekarang an dan ladang yang tidak ditanami
51
karet dan kelapa sawit seperti sayur-sayuran dijual di pasar di setiap hari pasar
yang telah ditetapkan di desa masing-masing.
Kelembagaan ekonomi lainnya mempunyai kegiatan-kegiatan yang dapat
mendukung lancarnya usaha perkebunan baik dalam penyediaan peralatan dan
penyaluran kredit kendaraan. Kelembagaan tersebut mempunyai aturan-aturan
tidak tertulis seperti dalam tata cara panen, pembayaran kepada para buruh di
kebun kelapa sawit, juga mengatur berapa nominal upah dodos, babat dan
sebagainya. Pasar mingguan diadakan di desa-desa wilayah Kecamatan Pangkalan
Kuras untuk menekan harga agar tidak terlalu tinggi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat desa yang jauh dari pusat perekonomian kota kecamatan dan
kabupaten.
Untuk memperlancar perekonomian rakyat, Koperasi Unit Desa (KUD)
yang tersebar di desa-desa mempunyai peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Koperasi bermanfaat dalam memperoleh fasilitas pinjaman dana ke
bank, kredit kendaraan dan pengadaan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Selain
itu, KUD mengatur sirkulasi pengadaan pupuk, obat-obatan dan perawatan jalan.
Keempat, Kelembagaan pendidikan terdiri dari: pendidikan dasar dan
pendidikan lanjutan. Kelembagaan pendidikan formal di Kecamatan Pangkalan
Kuras dari taman kanak -kanak hingga sekolah lanjutan atas. Pendidikan non
formal yang dilakukan di wilayah ini adalah pendidikan keagamaan yaitu
pendidikan agama Islam di luar sekolah formal. Umumnya berlokasi sekitar
masjid dan ada pula yang diluar masjid. Orang tua mereka membayar dengan
ketentuan bersama antara pihak pengelola TPA dan orang tua. Anak -anak
diberikan pelajaran tentang ajaran agama Islam. Karena mayoritas masyarakat dan
suku Melayu beragama Islam.
Sekolah dasar baik negeri maupun swasta tersebar di setiap desa. Ada
yang definitif dan ada juga kelas jauh. Pendidikan lanjutan pertama hanya ada
beberapa desa, yaitu Kelurahan Sorek Satu, Desa Surya Indah dan Desa Sialang
Indah. Sekolah lanjutan atas sangat terbatas, sehingga anak -anak mereka harus
bersekolah di kota kabupaten. Sekolah lanjutan atas hanya ada di kota kecamatan
dan Desa Sialang Indah.
52
Fasilitas pendidikan yang sangat terbatas ini menyebabkan keluarga
miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya. Anak-anak tersebut diarahkan
untuk membantu orang tua mereka mencari nafkah sebagai buruh di perkebunan
yang dimiliki perusahaan dan perkebunan milik rakyat. Kebiasaan bekerja anak anak di perkebunan memberikan dampak pada tingkat pendidikan yang anak -anak
buruh tani rendah. Orang tua mereka hanya mampu menyekolahkan yang ada di
desanya.
Kelima, kelembagaan keagamaan berupa kegiatan pengajian dimulai dari
kelompok RT, kelompok keluarga dan tingkat desa. Kelompok pengajian ibu-ibu
dilakukan pada sore hari dan kelompok pengajian bapak-bapak dilakukan pada
malam hari. Kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan orang-orang. Kegiatan
berfungsi untuk penyampaian informasi desa. Lembaga Majelis Taklim dan
Dewan Kegiatan Masjid, Madrasah, Tempat Pengajian Agama tersebar di
beberapa desa yang berada di wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras. Kegiatan
keagamaan lainnya dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan jenazah di masing masing masjid.
Keenam, kelembagaan kesehatan yang ada di dalam masyarakat
Kecamatan Pangkalan Kuras memberikan pelayanan kesehatan, peningkatan gizi
dan keluarga berencana dan penyuluhan kesehatan. Puskesmas pembantu yang
ada memberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan yang ada. Puskesmas
pembantu dipimpin oleh seorang perawat karena dokter tidak ada dan masih
berkonsentrasi di puskesmas induk dan pusat kota.
Ketujuh, Kelembagaan gotong royong masih diyakini oleh masyarakat
desa untuk dapat menyelesaikan permasalahan di wilayahnya khususnya
menyangkut pembangunan sarana fisik di desa. Kelembagaan ini dapat membantu
keringanan biaya dalam pembangunan fisik tersebut. Kelembagaan ini juga
digunakan semangatnya untuk mengikuti lomba desa sehingga salah satu desa
Kecamatan Pangkalan Kuras memenangi lomba desa sebagai juara pertama
Lomba Desa Tingkat Propinsi Tahun 2002 yaitu Desa Meranti. Desa tersebut
merupakan desa yang jauh dari pusat ibukota baik ibukota kecamatan maupun
kabupaten.
53
Kedelapan, kelembagaan olah raga masih dilaksanakan oleh masyarakat
pusat kota kecamatan dengan adanya GOR di belakang kantor kecamatan.
Masyarakat desa memilih olah raga sepakbola dan bola volley yang memerlukan
orang banyak. Kelembagaan olahraga ini memberikan manfaat kerjasama dalam
satu tim kegiatan. Kelembagaan timbul tenggelam seiring dengan berjalannya
waktu. Kegiatan dalam GOR (bulutangkis dilakukan sesuai jadwal dilakukan sore
dan malam hari) dengan pengelolaan staf kecamatan. Sepak bola dan volley ball
di desa-desa dilakukan sore hari setelah pulang dari kegiatan di kebun masing masing.
Kelembagaan lainnya yang berkembang di Kecamatan Pangkalan Kuras
berupa kelompok-kelompok arisan. Kelembagaan ini berkembang di masyarakat
dalam bentuk arisan uang atau barang, tempatnya berpindah-pindah dari rumah
yang satu kerumah yang lain. Arisan dilakukan satu bulan sekali. Kelembagaan
ini dimanfaatkan untuk mempererat persaudaraan dengan berbagai suku dan
agama. Kelembagaan ini berkembang karena dirasakan manfaatnya langsung oleh
masyarakat dengan anggapan bahwa dengan mengikuti arisan telah menabung.
Kelompok arisan bervariasi dari mulai arisan RT, arisan RW, dan arisan
PKK untuk tingkat desa. Selain itu, arisan juga ada yang dikarenakan masih
kerabat, kesukuan, dan asal daerah. Model arisan pun bervariasi dari mulai diundi
setiap kali pertemuan, ada yang diundi pada awal pertemuan sehingga masing masing anggota telah mengetahui kapan akan memperolehdan dapat direncanakan
penggunaan pada waktu yang akan datang. Pembukaan undian juga bervariasi:
ada yang dibuka untuk 1 orang, dua orang dan sebagainya.
4.1.6. Pengelolaan Sumber Daya
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras
dilihat dari pendidikan, kemampuan dam keinginan-keinginan. Berkaitan dengan
penelitian pemberdayaan keluarga miskin, maka sumber daya manusia yang
dianalisis adalah keluarga miskin. Keluarga miskin yang umumnya memiliki
pendidikan rendah, tidak memiliki daya saing pada bidang keahlian secara
administratif. Potensi keluarga miskin terletak pada jumlah pada usia produktif
54
besar, sehingga memberikan masukan berharga pada ketersediaan jumlah tenaga
kerja kasar.
Kondisi struktural bidang pendidikan dan pekerjaan ini berimplikasi pada
munculnya kelas sosial di tingkat kecamatan dan desa-desa. Kelas paling bawah
(buruh) tidak memiliki akses dalam kegiatan-kegiatan dalam pengambilan
keputusan, dalam rapat dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh para
elit desa dimana mereka bertempat tinggal. Kelompok masyarakat ini sebagian
tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
keluarga, atau jika memiliki penghasilan baik tidak memiliki menejemen
keuangan keluarga yang baik.
Hal ini berpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan dan perilaku seperti: hidup
boros, penggunaaan penghasilan yang berlebihan dan konsumtif. Tujuannya
adalah untuk dapat mensejajarkan diri dengan penduduk lainnya yang memiliki
penghidupan yang lebih baik. Jika kondisi sep erti ini tidak dilakukan penyadaran
dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan
masa depan untuk keturunan mereka akan mengakibatkan kemunduran untuk
beberapa dekade selanjutnya.
Beberapa desa masih memperlihatkan semangat kegotongroyongannya
seperti pembangunan MCK umum, perbaikan jalan lingkungan dan kegiatannya
lainya. Hasil beberapa kegiatan dapat dilihat dari manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat itu sendiri. Tidak hanya untuk pembuatan sarana fisik tetapi juga
kegiatan keb ersamaan lainnya untuk kepentingan desanya.
Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras
berupa sungai dan lahan. Beberapa desa dilewati sungai besar yang bernama Nilo.
Sungai masih dimanfaatkan untuk mencari ikan dan pengangkutan kayu hutan.
Kekayaan
isi
air
berupa
ikan
sungai
yang
dimanfaatkan
untuk
memperolehpenghasilan pokok disebagian masyarakat yang hidup di sepanjang
sungai tersebut. Keterampilan turun temurun dalam mencari ikan sungai dan
memeliharanya dalam bentuk kubu-kubu ikan merupakan mata pencaharian yang
dimiliki. Hasil pancingan ikan dijual ke pasar atau langsung ke konsumen yang
memerlukan. Hasil penjualan ikan juga dilakukan oleh tengkulak -tengkulak kecil
55
yang berjualan keliling baik menggunakan sepeda motor dan sepeda biasa. Selain
itu, sungai digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat ke daerah lain
dengan menggunakan perahu-perahu motor yang ada.
Masyarakat sebagian besar memiliki kemampuan dalam kegiatan
mengolah komoditi yang berasal dari sungai. Ikan tidak hanya dijual dalam
keadaan basah tetapi dibuat ikan salai, dengan cara dipanggang dan sebagainya.
Masyarakat asli hanya memancing dan memelihara dalam bentuk kubu-kubu yang
dipasang dipinggir-pinggir sungai.
Masyarakat memanfaatkan lahan (tanah) dalam bentuk bangunan rumah,
kantor pemerintahan, perusahaan, bangunan pasar, sekolah, pertanian padi, kebun,
kolam dan lain-lain. Selain itu, ada sebagian hutan milik perusahaan, adat dan
milik pemerintah. Status kepemilikan tanah terdiri dari tanah yang memiliki surat
hak milik 4040 hektar, belum bersertifikat 50.533 hektar, hak guna bangunan 500
hektar dan hak guna usaha 42.000 hektar. Selain itu, tanah juga digunakan sebagai
sarana transportasi yaitu jalan darat. Jalan raya yang telah diaspal adalah jalan
raya lintas timur. Sedangkan untuk jalan antar desa dalam bentuk pasir batu
(sirtu).
56
4.2.Desa Sialang Indah
4.2.1. Geografi
Desa Sialang Indah sebagai fokus lokasi penelitian merupakan hasil
pemekaran Desa Palas yang dibentuk berdasarkan Perda No. 10 tahun 2001
bersamaan dengan terbentuknya Kecamatan Pangkalan Kuras. Desa Sialang Indah
berbatasan dengan Desa Harapan Jaya di sebelah Utara. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Beringin Indah. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Langgam. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Palas.
Secara umum wilayah terdiri dari bergelombang 95 persen dan perbukitan
5 persen Desa Sialang Indah terletak 140 m dari permukaan laut. Suhu antara 28
s.d 32 derajat Celcius. Hujan terjadi sebanyak 135 hari dalam setahun dengan
volume curah hujan 2.438,2 mm. Jalan penghubung antar desa berupa pasir batu.
Lahan tanah banyak dimanfaatkan untuk kebun kelapa sawit.
Jarak desa ke ibukota propinsi 109 km ditempuh 3 jam. Kota tersebut bisa
ditempuh dengan memakai kendaraan roda 4 dan roda 2. Alat transportasi terdiri
dari: kendaraan pribadi dan angkutan umum. Angkutan umum ada setiap hari,
yaitu angkutan umum jurusan dari Tembilahan ke Pekanbaru, atau bis jurusan dari
Jambi ke Pekanbaru ongkos per orang Rp. 15.000,00. Angkutan umum tersebut
beroperasi setiap hari dari pagi hingga sore hari, sedangkan perjalanan malam
dapat dilakukan dengan menggunakan bis jurusan Jawa ke Pekanbaru.
Pintu gerbang Desa Sialang Indah berada di Desa Palas dan Desa
Terantang Manuk. Untuk mencapai desa tersebut bisa ditempuh naik kendaraan
pribadi atau naik ojek yang mangkal di Desa Palas dengan ongkos Rp. 30.000,00.
Jasa angkutan ojek hanya ada pada pagi hingga sore hari, sedangkan untuk malam
hari tidak ada. Sehingga untuk menuju lokasi sebaiknya dilakukan pada pag i
hingga sore hari. Jarak desa ke ibukota kecamatan 10 km dengan waktu tempuh
30 menit.
4.2.2. Kependudukan
Menurut data Desa Sialang Indah pada tahun 2004 penduduk berjumlah
454 kk atau 1.691 jiwa atau 12,78 %. Penduduk mengalami pertambahan setiap
57
tahun, dengan laju perkembangan penduduk tahun 2004 sebesar 1,72 %. Dengan
asumsi bahwa lapangan pekerjaan di bidang perkebunan kelapa sawit (lahan
tetap), maka akan terjadi pertambahan pengangguran. Pendapatan keluarga
berkurang. Jumlah buruh perkebunan meningkat un tuk kebun plasma dan inti.
Masih tahun 2004, keluarga miskin Desa Sialang Indah berjumlah 58 kk
atau 219 jiwa atau 11,58 %. Jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya wilayah
Kecamatan Pangkalan Kuras, maka Desa Sialang Indah bukanlah masuk kategori
miskin. Posisi jumlah penduduk miskin Desa Sialang Indah di atas sedikit ratarata penduduk miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras 0,91 %. Dan posisi desa di
Kecamatan Pangkalan Kuras, Desa Sialang Indah bukanlah desa miskin
kemiskinannya masih jauh di atas rata-rata desa miskin yaitu 18,56 %. Desa
paling miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras adalah Desa Talau 34,12 %, kedua
Desa Palas 33,46 % dan ketiga Desa Betung 24,08 %.
Menurut data monografi tahun 2005, jumlah penduduk Desa Sialang Indah
Kecamatan Pangkalan Kuras 1.871 jiwa, terdiri dari jumlah laki-laki 984 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan 887 jiwa. Penduduk Desa Sialang, umur balita
berjumlah 197 anak, terdiri laki-laki 95 anak dan perempuan sebanyak 102 anak.
Untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang besar diselenggarakan Keluarga
Berencana sebanyak 1 buah di Puskesmas Pembantu. Posyandu 3 buah ada di
setiap dusun.
Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 1.117 orang terdiri lakilaki 596 orang dan perempuan sebanyak 521 orang. Dari jumlah tersebut, yang
bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang (guru), Petani kelapa sawit 363 orang,
dan bekerja tidak tetap (termasuk buruh tani kebun) sebanyak 70 orang.
Selebihnya sebagai ibu rumah tangga dan masih sekolah.
4.2.3. Sistem Ekonomi
Sistem perekonomian Kecamatan Pangkalan Kuras direkayasa oleh
pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan Transmigrasi Perkebunan Inti Rakyat
(TRANS PIR) sangat berpengaruh kepada kehidupan Desa Sialang Indah menjadi
mapan. Dengan didukung potensi alam berupa lahan yang luas, kebijakan ini
berkembang dengan baik dan berhasil meningkatkan pendapatan penduduk.
58
Perkebunan kelapa sawit menggeser perkebunan karet yang sebelumnya menjadi
primadona bagi masyarakat. Kebun karet banyak ditebang masyarakat dan
digantikan tanaman kelapa sawit memberikan harapan kepada masyarakat.
Kebiasaan ini melembaga ke dalam kehidupan masyarakat seperti: bertani
ladang menetap, berkebun kelapa sawit, menyekolahkan anak ke jenjang yang
lebih tinggi, gotong royong ala penduduk Jawa dan sebagainya. Lembagalembaga yang dibentuk seperti kelompok tani, KUD, pasar (lembaga ekonomi),
sekolah baik umum maupun berbasiskan Agama Islam (lembaga pendidikan) dan
aturan -aturan
penyemprotan,
penimbangan,
menyiangi,
memanen,
dan
membeli
sebagainya
obat-obatan
adalah
untuk
pertanian,
mendukung
berlangsungnya kegiatan perkebunan kelapa sawit yang dipelihara para petani
(kelembagaan pertanian).
4.2.4. Struktur Komunitas
Penduduk Pangkalan Kuras bisa dikatakan heterogen terdiri dari berbagai
suku (Melayu, Jawa, Batak dan Minang), agama (Is lam dan Kristen). Penduduk
sebagian besar bekerja sebagai buruh perkebunan dan petani kelapa sawit (seperti
telah dijelaskan pada komposisi penduduk). Kelompok-kelompk lain hanya
sedikit jumlahnya. Kegiatan sehari-hari lebih kepada kegiatan berpusat pada
perkebunan kelapa sawit. Meskipun tidak bekerja di perkebunan sebagian besar
mereka memiliki hubungan dengan kelapa sawit seperti sebagai penjual alat-alat
perkebunan kelapa sawit, atau memiliki kebun kelapa sawit tetapi tidak dikerjakan
sendiri karena ia sebagai pegawai negeri, bekerja di pabrik kelapa sawit.
Pelapisan didasarkan pada pekerjaan seperti pegawai, tokoh agama dan
tokoh masyarakat sebagai lapisan atas dan pekerjaan buruh dan petani (pelapisan
bawah). Pelapisan atas mempunyai pengaruh dalam men entukan keputusan keputusan penting di desa. Selain itu, mereka mempunyai keteladanan perilaku,
sebagai panutan, dan mereka mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada
posisi-posisi strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas,
tetapi pelapisan tersebut diakui masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas.
Pelapisan mempengaruhi proses pembangunan di desa. Meskipun
pelapisan atas hanya terdiri beberapa orang, tetapi mempunyai pengaruh dimana
59
mereka berdomisili. Sehingga perumusan pembangunan desa diwarnai oleh
keputusan kelompok ini. Kelompok bawah mengikuti apa yang telah diputuskan
oleh kelompok diatasnya. Kondisi ini membuat kelompok bawah kurang
diperhatikan dan terkesan diabaikan. Pandangan mengenai pembangunan
didasarkan pendapat-pendapat kelompok atas. Setiap rapat dan pertemuan pertemuan yang sering mempunyai usul adalah kelompok atas.
Tokoh pemuda tidak begitu hanya masuk dalam tokoh kedua dalam
masyarakat, tetapi mereka berpengaruh pula di kelompok pemuda karena
menduduki sebagai ketua organisasi kepemudaan. Pelapisan menengah tidak
diperhitungkan dalam pembangunan wilayah. Sehingga pertemuan -pertemuan
hanya sebagai sarana kelompok elit desa sering menjadi mitra dalam memuluskan
program yang dibawa oleh pemerintah.
Tingkat pendidikan belum memberikan warna dalam pelapisan sosial
dalam komunitas itu. Lulusan pendidikan tinggi belum memberikan pengaruh
yang besar kepada masyarakat. Pengaruh pendidikan hanya sebatas pada mereka
yang masih sekolah. Kelompok kepemudaan kurang memberikan afeksi pada
pembangunan desa.
4.2.5. Organisasi dan Kelembagaan
Desa mempunyai dua macam organisasi formal dan informal. Organisasi
formal terdiri dari organisasi-organisasi yang mempunyai status formal dan
aturan -aturan yang jelas dan dimanfaatkan oleh komunitas untuk urusan -urusan
formal.Organisasi formal ini terdiri dari pemerintahan desa, Badan Perwakilan
Desa (BPD), LKMD, Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Organisasi
informal terdiri dari wiridan, kelompok-kelompok arisan keluarga dan arisan
profesi.
Kelembagaan sosial Desa Sialang Indah berdasarkan kebutuhan pokok
manusia terdiri dari: (1) kelembagaan politik pemerintahan kecamatan dan desa;
(2) kelembagaan kekerabatan; (3) kelembagaan ekonomi; (4) kelembagaan
pendidikan; (5) Kelembagaan keagamaan; (6) kelembagaan kesehatan; (7)
kelembagaan gotong royong; dan (8) kelembagan olehraga. Kelembagaan kelembagaan tersebut diuraikan sebagai berikut:
60
Pertama, kelembagaan pemerintahan yang ada di Desa Sialang Indah
sebagian besar merupakan kelembagaan sebagai hasil dari bentukan pemerintah
atasnya. Lembaga tersebut bersifat formal yaitu ada aturan tertulis yang mengatur
hubungan antar anggotanya. Kelembagaan tersebut bergerak dibidang kegiatan
pemerintahan tingkat desa dengan struktur kedudukannya dibawah seorang camat.
Kelembagaan pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala Desa bersama
BPD (Badan Perwakilan Desa), LKMD, Kadus, RW dan RT. Kegiatan yang
dilakukan adalah merencanakan pembangunan desa seperti adanya forum warga
yang menampung aspirasi warga, kegiatan pengorganisasian masyarakat seperti
pengurusan Kartu Tanda Penduduk, keamanan dan ketentraman masyarakat,
kegiatan perempuan dibawah pembinaan PKK, dan kegiatan kepemudaan oleh
karang taruna serta ikatan remaja masjid. Kelembagaan pemerintahan untuk
mengatur adat istiadat dipimpin dan diatur oleh Kepala Adat baik dalam
perkawinan, pembagian hutan (batas-batas wilayah dan hutan) dan sebagainya.
Adat yang dimaksud adalah adat Melayu Pelalawan.
Kedua, kelembagaan kekerabatan terdiri dari: pernikahan, perceraian, dan
poligami. Kelembagaan kekerabatan tidak ditemukan aturan-aturan secara nyata,
namun diikuti secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Tatacara
pern ikahan antara lain: acara berbalas pantun untuk memasuki rumah perempuan;
pengantin lelaki diwajibkan membawa barang-barang hantaran sebagai mahar
yang telah disepakati pada saat pelamaran. Perceraian umumnya jarang dilakukan
karena menganggap perkawinan wajib dijaga kelangsungannya. Poligami adalah
seorang suami memiliki dua orang istri atau lebih. Poligami hanya dilakukan
orang-orang yang mempunyai kedudukan dan mempunyai kekayaan lebih.
Banyaknya pendatang dari berbagai suku, agama dan asal daerah memberikan
keragamaman dalam kelembagaan kelembagaan di atas.
Ketiga, kelembagaan ekono mi terdiri dari kelembagaan pertanian,
koperasi, perdagangan, pertukangan, perburuhan dan transportasi darat.
Perkebunan plasma adalah tanaman kelapa sawit milik rakyat telah diatur oleh
perusahaan dalam hal penjualan hasil produksinya. Penjualan hasil pro duksi
melalui KUD Sialang Makmur dan kelompok tani yang ada. Petani memanen,
61
mengumpulkan ke tempat penimbangan kemudian ditimbang oleh kelompok tani
dan diangkut oleh truk KUD ke perusahaan. Setelah ditimbang dan dilakukan
penyortiran yang layak dan tidak layak. Kemudian dicatat jumlah kelapa sawit
yang dijual dan dihitung pada setiap tanggal yang telah ditentukan masing-masing
desa tidak sama. Uang hasil penjualan diberikan dalam bentuk gaji bulanan pada
akhir bulan atau awal bulan menurut ketentuan pembagian waktu sesuai dengan
kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran.
Kelembagaan perdagangan berupa pasar mingguan yang dilaksanakan
setiap seminggu sekali di desa tersebut. Hasil pertanian kebun pekarangan dan
ladang yang tidak ditanami karet dan kelapa sawit seperti sayur-sayuran dijual di
pasar disetiap ada pasaran sesuai hari yang telah ditetapkan di desa masing masing. Kelembagaan ekonomi lainnya mempunyai kegiatan-kegiatan yang dapat
mendukung lancarnya usaha perkebunan baik penyediaan peralatan, kredit,
perbaikan sarana jalan oleh KUD dari hasil potongan hasil penjualan kelapa sawit.
Kelembagaan tersebut mempunyai aturan-aturan tidak tertulis seperti dalam tata
cara panen, pembayaran kepada para buruh di kebun kelapa sawit, juga mengatur
berapa nominal upah dodos, babat dan sebagainya.
Untuk memperlancar perekonomian rakyat, Koperasi Unit Desa (KUD) di
Desa Sialang Indah mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Koperasi bermanfaat dalam memperolehfasilitas pinjaman dana ke bank, kredit
uang Rp. 10.000.000,00 ke bawah dan pengadaan kebutuhan sehari-hari
masyarakat. Selain itu, KUD mengatur sirkulasi pengadaan pupuk, obat-obatan
dan perawatan jalan.
Keempat, kelembagaan pendidikan terdiri dari: pendidikan dasar dan
pendidikan lanjutan. Kelembagaan pendidikan formal di Desa Sialang Indah dari
taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas. Pendidikan non formal yang
dilakukan di wilayah ini adalah pendidikan keagamaan yaitu pendidikan agama
Islam diluar sekolah formal. Umumnya berlokasi sekitar masjid dan ada pula yang
diluar masjid dengan lokal tersendiri. Orang tua mereka membayar dengan
ketentuan bersama antara pihak pengelola TPA dan orang tua. Anak -anak
62
diberikan pelajaran tentang ajaran agama Islam. Karena mayoritas masyarakat dan
suku Melayu beragama Islam.
Kelima, kelembagaan keagamaan berupa kelompok-kelompok pengajian
dimulai dari kelompok RT, kelompok keluarga dan tingkat desa. Kelompok
pengajian ibu-ibu dilakukan pada sore hari dan kelompok pengajian bapak-bapak
dilakukan pada malam hari. Sehingga kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan
orang-orang. Kelompok ini selain digunakan untuk pengajian berfungsi untuk
penyampaian informasi desa. Lembaga Majelis Taklim dan Dewan Kegiatan
Masjid, Madrasah, dan Tempat Pengajian Agama. Kegiatan keagamaan lainnya
dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan jenazah di masing-masing masjid.
Sehingga kelembagaan keagamaan tidak hanya dalam persaudaraan Islam tetapi
juga menyangkut pendidikan dalam masyarakat yang lebih luas. Masyarakat
meyakini bahwa kegiatan ini menumbuhkan solidaritas kehidupan bermasyarakat.
Keenam, kelembagaan kesehatan yang ada di dalam masyarakat Desa
Sialang Indah memberikan pelayanan kesehatan, peningkatan gizi dan keluarga
berencana. Puskesmas pembantu yang ada memberikan pelayanan sesuai dengan
kemampuan yang ada. Puskesmas pembantu dipimpin oleh seorang perawat
karena dokter tidak ada dan masih berkonsentrasi di puskesmas induk.
Ketujuh, Kelembagaan gotong royong masih diyakini oleh masyarakat
desa untuk dapat menyelesaik an permasalahan di wilayahnya khususnya
menyangkut pembangunan fisik di desa. Hal ini dapat dilihat pada Program
Pengembangan Kecamatan yang ada di Desa Sialang Indah. Di desa sebagai
lokasi bantuan dana PPK diberikan kepada masyarakat, gotong royong untuk
pengerasan jalan dengan pasir batu, pembuatan MCK dan sebagainya.
Kelembagaan ini dapat membantu keringanan biaya dalam pembangunan fisik
tersebut. Desa tersebut merupakan desa yang jauh dari pusat ibukota baik ibukota
kecamatan maupun kabupaten.
Keberhasilan PPLTDD karena masyarakat desa melaksanakan falsafah
gotong royong. Untuk memperoleh PPLTDD, masing-masing kepala keluarga
iuran selama beberapa bulan untuk pengadaan diesel dan peralatannya serta biaya
pemasangannya. Penggunaan listrik digunakan meteran listrik dan masing-masing
63
membayar tiap bulannya yang di atur oleh pemerintahan desa. Semangat gotong
royong tersebut juga dimanfaatkan untuk pemeliharaan jalan dan jembatan dengan
di potong setiap kilogram hasil penjualan kelapa sawit mereka. Pada kelembagaan
ini tidak mengenal kaya dan tidak mengenal keluarga miskin. Sebatas pada
kemampuan yang dimiliki masing-masing.
Kedelapan, masyarakat desa memilih olah raga sepakbola. Hasilnya untuk
kejuaraan Tingkat Kecamatan Tahun 2004, Desa Sialang Indah meraih juara
pertama dan menerima Piala Bergilir. Kelembagaan olah raga memberikan
manfaat kerjasama dalam satu tim kegiatan. Tata cara kelembagaan olah raga
tidak tertulis d i desa. Kegiatan olah raga dilakukan oleh warga desa pada sore
hari, karena warga masyarakat bekerja di kebun pada waktu pagi dan siang hari.
Kelembagaan lainya yang berkembang di masyarakat dalam bentuk arisan
uang atau barang, tempatnya berpindah -pindah dari rumah yang satu kerumah
yang lain. Arisan dilakukan satu bulan sekali. Bentuk arisan bermacam-macam,
ada yang didasarkan suku, agama, dan domisili. Kelembagaan ini dimanfaatkan
untuk mempererat persaudaraan dengan berbagai suku dan agama. Kelembagaan
ini berkembang karena dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat dengan
anggapan bahwa dengan mengikuti arisan telah menabung.
Kelompok arisan bervariasi dari mulai arisan RT, arisan RW, dan arisan
PKK untuk tingkat desa. Selain itu, arisan juga ada yang dikarenakan masih
kerabat, kesukuan, dan asal daerah. Model arisan pun bervarias i dari mulai diundi
setiap kali pertemuan, ada yang diundi pada awal pertemuan sehingga masing masing anggota telah mengetahui kapan akan memperolehdan dapat direncanakan
penggunaan pada waktu yang akan datang. Pembukaan undian juga bervariasi:
ada yang dibuka untuk 1 orang, dua orang dan sebagainya.
4.2.6. Pengelolaan Sumber Daya
Sumber Daya Manusia (SDM) penduduk desa dilihat dari pendidikan,
kemampuan dan keinginan-keinginan. Penduduk usia produktif (15-64 tahun)
berjumlah 1.117 orang terdiri laki-laki 596 orang dan perempuan sebesar 521
orang. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang (guru),
Petani kelapa sawit 363 orang, dan bekerja tidak tetap (termasuk buruh tani
64
kebun) sebanyak 70 orang. Selebihnya sebagai ibu rumah tangga dan masih
sekolah.
Potensi lahan (tanah) yang digunakan sebagai sandaran ekonomi
masyarakat yaitu untuk lahan perkebunan kelapa sawit. Tanah ini cocok untuk
tanaman kelapa sawit, sehingga perkebunan ini memberikan keuntungan bagi para
petani yaitu memperoleh penghasilan setiap bulannya. Kelapa sawit dapat dipanen
oleh petani setiap per 6 bulan . Namun, masa panen setiap pohon tidak dapat
serempak, sehingga petani dapat memanen kelapa sawit yang berbeda setiap
minggunya. Pendapatan petani menjadi teratur setiap bulan nya. Para petani dapat
mengatur perekonomian mereka dengan mengatur konsumsi rumah tangga
mereka dengan terencana dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Tanah desa bisa dimanfaatkan untuk usaha ekonomi warga masyarakat
melalui pembuatan batu-bata. Usaha ekonomi ini menjanjikan keuntungan yang
besar karena warga masyarakat desa yang berada di desa khususnya dan
kecamatan pada umumnya sedang membangun rumah mereka. Desa Palas sebagai
desa induk telah terlebih dulu memanfaatkan keuntungan ini. Warga Desa Sialang
Indah belum memanfaatkannya. Para petani masih sibuk dengan kelapa sawitnya.
Sebagian besar masyarakat desa berperilaku boros dan mereka
memanfaatkan penghasilannya untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif. Mereka
ingin sejajar dengan penduduk lainnya yang memiliki penghidupan lebih baik.
Jika kondisi seperti ini tidak dilakukan penyadaran dengan berbagai program
pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan masa depan untuk keturunan
mereka mengakibatkan destorsi sumber daya alam di masa mendatang.
4.3.Ikhtisar
Berdasarkan jumlah keluarga miskin yang ada di Kecamatan Pangkalan
Kuras, maka kecamatan tersebut tidak tergolong miskin, hal ini dilihat dari jumlah
penduduk miskin wilayah ini hanya 10,44 %. Sedangkan Desa Sialang Indah
merupakan desa yang memiliki jumlah keluarga miskin sedikit di banding desadesa lainya atau berada di urutan sembilan. Jika dianalisa potensi geografi dan
demografi wilayah, maka kecamatan ini dapat menanggulangi kemiskinan di
65
wilayah sendiri. Dengan kondisi tersebut, maka bantuan PPK kurang tepat untuk
desa tersebut karena masih ada desa lainnya yang lebih membutuhkan bantuan
tersebut.
Karakteristik keluarga miskin dibagi dua yaitu keluarga miskin yang
berpendapatan rendah dan keluarga miskin yang disebabkan oleh perilaku mereka
sehingga menjadi miskin.
Proses hubungan antar anggota masyarakat terjadi karena adanya
hubungan pertemanan, hubungan ketetanggaan, hubungan buruh dan pemilik
lahan, pemilik toko yang menyediakan barang-barang kebutuhan dengan para
petani kelapa sawit, koperasi unit desa dengan para petani, dan koperasi dengan
perusahaan.
Pola hubungan juga dipengaruhi adanya struktur komunitas munculnya
kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok atas mempunyai peluang yang
besar untuk mengambil keputusan kepentingan bersama di desa dan kelompok
bawah mengikuti hasil keputusan yang diambil oleh kelompok atas. Implikasi dari
hubungan ini adalah kelompok bawah sebagai obyek pembangunan desa dan tidak
menjadi subyek dalam pembangunan.
Potensi wilayah kecamatan ini terdiri dari adanya lembaga-lembaga
keuangan yang dapat membantu dalam kredit (bank dan KUD). Selain itu,
keluarga miskin di desa-desa ini umumnya masih bisa memperoleh penghasilan
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu,
diperlukan kegiatan yang dapat membantu mengelola keuangan mereka sehingga
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Kelemahan wilayah kecamatan ini adalah jarak pemukiman yang
berjauhan dan untuk menjangkau dari desa yang satu ke desa lain melewati hutan
kelapa sawit, sehingga rawan kriminal. Oleh karena itu, diperlukan sistem
keamanan lingkungan swadaya. Kelemahan lainnya adalah transportasi desa antar
desa tidak ada menyebabkan harga-harga barang di desa yang jauh dari perkotaan
menjadi mahal.
Desa Sialang Indah memiliki kesamaan dengan Kecamatan Pangkalan
Kuras. Secara umum Desa Sialang Indah merupakan miniatur Kecamatan
66
Pangkalan Kuras. Hal ini berdasarkan pada persentase keluarga miskin antara
desa dan kecamatan tidak berbeda jauh. Karakteristik penduduk kecamatan
sebagian besar di miliki Desa Sialang Indah. Koperasi yang menonjol di
Kecamatan Pangkalan Kuras berada di Desa Sialang Indah. Desa Sialang Indah
juga memiliki sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas.
BAB V
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA
SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS
Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat (PM) adalah salah
satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka
serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. PM meliputi berbagai pelayanan
sosial yang berbasis masyarakat mulai pelayanan preventif dan pelayanan kuratif
dan pengembangan untuk keluarga yang berpendapatan rendah agar mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemenuhan kebutuhan dasar keluarga miskin
terdiri dari: pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sosial serta
keamanan. Inti partisipasi keluarga miskin adalah keterlibatan keluarga miskin
dalam setiap tahap kegiatan yang ada. Keluarga miskin menjadi aktor dan pelaku
dalam kegiatan pengembangan diri.
Untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan masyarakat yang
telah dilaksanakan oleh masyarakat desa di Kecamatan Pangkalan Kuras,
diperlukan evaluasi program pengembangan masyarakat Desa Sialang Indah.
Evaluasi ini ditujukan untuk mengetahui sejauhmana program pembangunan
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan masyarakat desa khususnya yang
berkaitan dengan pengembangan keluarga miskin. Kegiatan evaluasi program
yang ada di Desa Sialang Indah ditujukan pada Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) dan Program Penerangan Tenaga Listrik Diesel Desa
(PPLTDD). Hasil evaluasi digunakan sebagai acuan dan entry point dalam
menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan keluarga
miskin. Evaluasi dilakukan oleh keluarga miskin melalui wawancara, pengamatan
dan kajian dokumen.
Program pemberdayaan yang berasal dari atas (pemerintah) dan dari
bawah (masyarakat) memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut didasarkan pada asal
program, pelaku, proses pelaksanaan kegiatan dan sumber dana. Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) berasal dari pemerintah, dalam proses
pelaksanaan kegiatan ada pendampingan dan pelibatan pihak ketiga (kontraktor)
68
pelaku terdiri pemerintah, swasta dan warga masyrakat serta sumber dana dari
bantuan Bank Dunia yang diberikan kepada pemerintah pusat. Program ini
ditujukan untuk mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Sedangkan Program
Penerangan Tenaga Listrik Diesel Desa (PPLTDD) berasal dari inisiatif
masyarakat desa setempat, dalam proses pelaksanaannya dilakukan bersama
dengan perusahaan swasta yang mereka pilih sendiri, dan sumber daya kegiatan
berasal dari swadaya masyarakat (ketentuan jumlah penarikan dana disepakati
melalui musyawarah). Program tersebut didasarkan kebutuhan masyarakat desa.
5.1.PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK)
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Pangkalan Kuras merupakan
bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memberdayakan masyarakat
perdesaan dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan. PPK merupakan koreksi terhadap sistem pembangunan terdahulu
yang pada umumnya dinilai bersifat sentralistik. Selain itu, PPK merupakan
penyempurnaan terhadap program penanggulangan kemiskinan terdahulu seperti
IDT dan P3DT. PPK diharapkan dapat menjadi suatu sistem pembangunan yang
memungkinkan segala bentuk sumberdaya pembangunan dapat diakses secara
merata dan adil oleh seluruh pelaku dan komponen bangsa.
Secara umum, visi PPK adalah terwujudnya masyarakat mandiri dan
sejahtera. Mandiri berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber
daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumberdaya di luar
lingkungannya, serta mengelola sumberdaya tersebut untuk mengatasi masalah
yang dihadapinya, khususnya masalah kemiskinan. Sejahtera berarti terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat.
Visi PPK diwujudkan melalui misi yang telah disusun. Misi PPK adalah
memberdayakan masyarakat pedesaan dalam rangka menanggulangi kemiskinan
melalui: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2)
pelembagaan system pembangunan partisipatif; (3) pengoptimalan fungsi dan
peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan
prasarana dasar masyarakat; (5) pengembangan kemitraan dalam pembangunan.
69
Misi PPK tersebut dapat dicapai melalui tahapan PPK I, PPK II, PPK III dan
diharapkan dapat dilanjutkan melalui PPK Mandiri.
PPK Phase I Kecamatan Pangkalan Kuras telah dilaksanakan pada tahun
1998/1999. Bantuan berupa pembangunan sarana fisik. Adapun sarana fisik yang
telah didanai PPK adalah pembangunan jembatan, pengerasan jalan, sumur dan
diesel. PPK Phase I belum berhasil memberdayakan keluarga miskin dan
menyisakan permasalahan pada pemeliharaan hasil bantuan PPK. Sarana fisik
yang telah dibangun banyak yang terlantar (seperti diterangkan pada BAB I).
Kecamatan Pangakalan Kuras tidak menerima bantuan PPK Phase II tahun
2002. PPK Phase II dialihkan ke daerah lain. Pengalihan bantuan tersebut
dikarenakan kepentingan politik daerah pada saat itu, sehingga bantuan PPK
diberikan pada pelaksanaan PPK Phase III.
PPK Phase III Pangkalan Kuras merupakan tahap pelembagaan, yaitu
tahapan transisi dari PPK yang dikelola dengan pendekatan keproyekan kepada
PPK yang dikelola secara regular/umum. Proyek diharapkan dapat memberikan
peran masyarakat dan pemerintahan lokal, serta berkurangnya peran pemerintah
pusat dan konsultan secara simultan. PPK Phase III juga diharapkan memberikan
ruang yang luas kepada dunia usaha untuk ikut berpartisipasi dalam
pemberdayaan pedesaan. Sesuai dengan tahapannya, tujuan PPK diharapkan
menyesuaikan dengan dinamika yang berkembang.
Tujuan umum PPK adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan
berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan
kapasitas masyarakat, pemerintahan lokal, serta penyediaan sarana sosial dasar
dan ekonomi.
Tujuan khusus PPK meliputi: (1) meningkatkan peran serta masyarakat
terutama kelompok miskin dan perempuan dalam pengambilan keputusan
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan,
dan
pelestarian
program;
(2)
melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan
potensi dan sumberdaya lokal; (3) mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal
dalam memfalisitasi pengelolaan pembangunan pedesaan yang berkelanjutan; (4)
menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan
70
masyarakat; (5) melembagakan pengelolaan keuangan mikro dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat miskin.
5.1.1. Sosialisasi
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan atau menyebarluaskan
mengenai PPK kepada masyarakat sebagai penerima program dan kelompok
masyarakat lainny serta kepada para pelaku, instransi atau lembaga pendukung
PPK. Kegiatan ini melalui 2 (dua) cara yaitu: pertemuan langsung dan melalui
media informasi.
Pertemuan langsung yaitu pertemuan yang sengaja diadakan dalam rangka
PPK adalah sebagai berikut: (1) Pertemuan Sosialisasi PPK di Propinsi; (2)
Pertemuan Sosialisasi PPK di Kabupaten; (3) Sosialisasi PPK di Kecamatan
melalui MAD Sosialisasi (4) Sosialisas i PPK di desa MUSDES Sosialisasi; (5)
Sosialisasi PPK di dusun dan kelompok masyarakat sekaligus sebagai media
penggalian gagasan dari masyarakat.
Kedua, sosialisasi PPK melalui media yaitu informasi disampaikan lewat
radio, televise dan brosur dan sebagainya. Hal ini untuk menjangkau masyarakat
yang lebih luas. Di mana masyarakat tersebar di pelbagai pelosok dan jauh dari
kota. Melalui media ini, masyarakat diharapkan dapat mengetahui tentang PPK
secara jelas.
PPK Pangkalan Kuras hanya memanfaatkan pertemuan langsung yaitu
melaksanakan MAD Sosialisasi tahun 2005 atau MAD I tahun 1998/1999) pada
tanggal 7 Juni 2001. Kegiatan ini diikuti oleh 20 desa dan 1 kelurahan. Hasil
musyawarah menetapkan 15 desa dapat berpartisipasi dalam proses PPK
selanjutnya. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan MAD tahun ketiga PPK Phase
I. Kegiatan MAD tahun I dan II tidak ada berkasnya. dan tidak mengoptimalkan
media sebagai penyampaian informasi PPK kepada keluarga miskin. Sehingga
informasi hanya terbatas pada orang-orang tertentu yang diundang dalam
pertemuan PPK.
71
5.1.2. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan PPK
Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui dana bantuan langsung
masyarakat (BLM), diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi keriteria: (1)
lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin; (2) mendesak untuk dilaksanakan; (3)
bisa dikerjakan oleh masyarakat; (4) didukung oleh sumberdaya yang ada
dimasyarakat; (5) memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan. Jenis -jenis
kegiatan yang dibiayai melalui BLM PPK meliputi: (1) kegiatan pembangunan
atau perbaikan prasarana dasar (infrastruktur pedesaan) yang dapat memberikan
manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat; (2) kegiatan peningkatan kualitas hidup
masyarakat miskin melalui bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk
kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan informal);
(3) kegiatan simpan pinjam khusus bagi kelompok perempuan.
Kegiatan yang didanai oleh PPK Phase I adalah pembangunan sarana fisik.
Sarana fisik tersebut meliputi: jembatan, sumu r, jalan, diesel, gedung sekolah dan
los pasar.
Desa-desa yang menerima bantuan PPK Phase I tahun I Kecamatan
Pangkalan Kuras adalah Sorek Dua, Palas, Tanjung Beringin, Genduang, Dusun
Tua, dan Pangkalan Lesung. PPK Phase I Tahun kedua, desa-desa yang men erima
bantuan PPK adalah Talau, Air Emas, Bukit Gajah, Sari Mkmur, Ukui Satu,
Kemang, Sialang Indah, Kelurahan Sorek I, Lubuk K. Bunga, Ukui Dua, Surya
Indah, Meranti, Dundangan, Terantang Manuk dan Kesuma. Pada tahun ketiga,
PPK Phase I memberikan bantuan d i desa-desa: Sari Makmur, Sialang Indah,
Surya Indah, Meranti, Dundangan, Terantang Manuk, Sorek Dua, Palas,
Genduang, Betung, Beringin Indah, Rawang Sari, Sari Mulya dan Mayang Sari.
5.1.3. Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK
Desa yang memanfaatkan dana BLM diberi kesempatan oleh PPK untuk
mengajukan 3 (tiga) usulan. Usulan desa berupa jenis kegiatan/paket kegiatan
yang terdiri 3 bidang dan saling berkaitan.
Tiga usulan tersebut adalah (1) usulan kegiatan sarana dan prasarana dasar
atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan)
yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan; (2) usulan kegiatan
72
simpan pinjam bagi kelompok perempuan yang ditetapkan oleh musyawarah desa
khusus perempuan. Secara umum alokasi dana untuk keg iatan ini maksimal 25 %
dari dana BLM di kecamatan. Namun demikian alokasi maksimal dana kegiatan
simpan pinjam bagi kelompok perempuan per desa adalah sebesar Rp.
10.000.000,00. Kelancaran pengembalian dan/atau peningkatan prosentase
pengembalian
pinjaman
sebelumnya
harus
dipertimbangkan
dalam
mengalokasikan dana simpan pinjam bagi kelompok perempuan ini; (3) usulan
kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup
masyarakat (kesehatan dan pendidikan) yang ditetapkan oleh musyawarah desa
perencanaan.
5.1.4. UPK, Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK
Pelembagaan UPK adalah UPK yang dinilai layak dan berpotensi untuk
terus mengelola dana bergulir akan mendapat dukungan untuk pengembangan
sebagai lembaga pengelola keuangan mikro yang mempunyai akuntabilitas,
criteria penilaian UPK mencakup 3 aspek yaitu: aspek keuangan, aspek
kelembagaan, dan aspek kemampuan pengelola. Selain itu, dukungan yang
diberikan kepada UPK yang dinilai layak berupa bantuan teknis pelatih an dan
kegiatan lain yang mendukung pengembangannya.
5.1.5. Pendanaan
Sumber dana PPK berasal dari (1) swadaya masyarakat; (2) cost sharing
yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); (3) APBN
yang bersumber dari pinjaman dari luar negeri dan rupiah murni; (4) partisipasi
dunia usaha. PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras berasal dari cost
sharing yaitu APBD sebanyak 70 % dan APBN sebanyak 30 %. Dana ini
digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana fisik.
Penyaluran dana dimengerti sebagai proses penyaluran dana BLM dari
KPPN dan atau Kas Daerah ke rekening kolektif BPPK yang dikelola oleh UPK.
Mekanisme penyaluran dana BLM sebagai berikut: (1) Penyaluran dana yang
berasal dari pemerintah pusat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan; (2) Penyaluran
dana cost sharing yang berasal dari pemerintah daerah, dilakukan melalui
mekanisme
APBD
dan
diatur
dalam
Surat
Edaran
Direktur
73
Jenderal
Perbendaharaan, Departemen Keuangan; (3) Dana cost sharing yang berasal dari
APBD harus disalurkan terlebih dahulu ke masyarakat, selanjutnya diikuti dengan
penyaluran dana yang berasal dari APBN yang bersumber dari pinjaman luar
negeri; (4) Besaran dana cost sharing dari APBD yang disalurkan ke masyarakat
harus utuh (net) tidak termasuk pajak, retribusi dan biaya lainnya.
5.1.6. Mekanisme Pencairan Dana
Pencairan dana adalah proses pencairan dari rekening kolektif BPPK yang
dikelola UPK kepada TPK di tingkat desa. Mekanisme pencairan dana sebagai
berikut: (1) Pembuatan surat perjanjian pemberian bantuan antara UPK dengan
TPK; (2) TPK menyiapkan rencana penggunaan dana sesuai kebutuhannya
dilampiri dengan dokumen-dokumen proposal usulan kegiatan; (3) Untuk
pencairan berikutnya dilengkapi dengan laporan penggunaan dana sebelumnya
dan dilengkapi dengan bukti-bukti sah.
5.1.7. Dana Operasional UPK dan Pelaksana di Desa
Untuk membiayai kebutuhan operasional kegiatan TPK/desa dan UPK
pada
prinsipnya
bertumpu
pada
swadaya
masyarakat.
Namun
untuk
menumbuhkan keswadayaan tersebut diberikan bantuan stimulant dana dari PPK.
Dana operasional UPK sebesar maksimal 2 % dari bantuan dana PPK yang
dialokasikan di kecamatan tersebut. Dana operasional desa/TPK maksimal 3 %
dari dana PPK yang dialokasikan untuk desa yang bersangkutan.
5.1.8. Alur Kegiatan PPK
Alur kegiatan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) meliputi tahap tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan. PPK memulai kegiatan
dengan melakukan orientasi terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk
Kecamatan Pangkalan Kuras. Kegiatan yang dilakukan dalam orientasi desa
antara lain : (1) mengidentifikasi potensi dan sumber daya yang dapat mendukung
pelaksanaan PPK di tingkat desa, termasuk pelaku-pelaku pada tahap sebelumnya;
(2) kondisi kegiatan atau bangunan yang telah dibiayai melalui PPK pada tahap
sebelumnya; (3) inventarisasi data kependudukan, pembangunan desa yang ada di
desa calon penerima bantuan PPK.
74
Kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi PPK secara informal kepada
masyarakat. Tahap ini dimanfaatkan oleh seluruh pelaku PPK di semua tingkatan
sebagai upaya untuk mendorong partisipasi dan pengawasan dari semua pihak,
sehingga semua pelaku PPK memiliki pemahaman atau persepsi yang sama
terhadap program. Pada dasarnya sosialisasi dapat dilakukan pada setiap saat atau
kesempatan oleh pelaku-pelaku PPK melaksanakan sosialisasi pada setiap ada
kesempatan melalui pertemuan baik formal maupun informal.
Sistem kelembagaan lokal dan pertemuan informal masyarakat seperti:
pertemuan keagamaan; (pengajian, yasinan, persekutuan gereja dan lain-lain),
pertemuan adat istiadat; (gotong-royong, arisan, upacara adat dan lain -lain)
merupakan alternative untuk menyebarluaskan informasi dan media penerapan
prinsip transparansi. Media cetak seperti Koran dan tabloid serta media
elektronika seperti radio dan televisi dapat digunakan untuk menyebarluaskan
informasi PPK.
Kegiatan perencanaan dilaksanakan melalui Musyawarah Antar Desa
(MAD) Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pelatihan Pelaku
PPK tingkat desa, penggalian gagasan, MUSDES Khusus Perempuan, Penulisan
Usulan Desa, Verifikasi Usulan, MAD Prioritas Usulan, MAD menetapkan
Usulan, MUSDES Informasi Hasil MAD, Pengesahan Alokasi Bantuan oleh
Camat, dan Pengesahan Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB).
Musyawarah antar desa sosialisasi merupakan forum pertemuan antar desa
untuk sosialisasi tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun hal-hal yang
berkaitan dengan PPK serta untuk menentukan kesepakatan-kesepakatan antar
desa dalam melaksanakan PPK. Narasumber dalam pertemuan adalah TK PPK
Kabupaten, Camat, dan Instansi tingkat kecamatan terkait. Sedangkan fasilitator
pertemuan adalah PJOK, PJAK, UPK dari FK. Sumber pendanaan berasal
stimulant dana operasional kegiatan (DOK) dari PPK dan atau swadaya desa atau
kecamatan.
MAD atau UDKP I atau MAD I dilaksanakan tanggal 7 Juni 2001 di aula
kecamatan. Diikuti 20 desa dan 1 kelurahan. Menetapkan 15 desa dapat mengikuti
proses PPK selanjutnya, MUSDES Sosialisasi atau Musbangdes I tanggal 11 s.d.
75
20 Juni 2001, serta menetapkan sanksi yang bagi yang melanggar aturan PPK.
Sanksi tersebut antara lain: bagi desa tidak mengirimkan wakil dalam MAD tidak
akan menerima bantuan PPK dan peserta dalam MUSDES sedikitnya 25 orang.
MUSDES Sosialisasi merupakan forum pertemuan masyarakat desa
sebagai ajang sosialisasi atau penyebarluasan informasi PPK di tingkat desa.
MUSDES Sosialisasi dilaksanakan tanggal 11 s.d. 20 Juni 2001, dan untuk Desa
Sialang Indah (masih tergabung dengan Desa Palas) MUSDES dilaksanakan
tanggal 16 Juni 2001. Pada kesempatan itu menetapkan usulan desa yaitu
pembangunan gedung SMK.
Pelatihan Pelaku PPK tingkat desa, seperti: kader desa, kader teknik dan
TPK yang telah terpilih dalam musyawarah desa sosialisasi, selanjutnya akan
memandu serangkaian tahapan kegiatan PPK yang diawali dengan proses
penggalian gagasan di tingkat dusun dan kelompok masyarakat. Sebelum
melakukan tugasnya, pelaku tingkat desa akan mendapat pelatihan terlebih
dahulu.
Pelatihan FD dilaksanakan tanggal 3 s.d. 7 Juli 2001 bertempat di aula
kecamatan. Peserta pelatihan sebanyak 30 FD serta terpilih 2 orang asisten
Fasilitator Kecamatan (FK). Masing-masing desa mengirimkan 1 orang laki-laki
dan 1 orang perempuan.
Tahap awal proses penggalian gagasan adalah mengadakan pertemuan di
tingkat dusun untuk membuat peta sosial kemiskinan bersama-sama dengan warga
dusun setempat. Metode atau teknik yang digunakan dalam pembuatan peta sosial
dalam pertemuan dusun adalah penentuan klasifikasi kesejahteraan, penyusunan
peta sosial, pertemuan penggalian gagasan.
Kegiatan penggalian gagasan dilakukan dengan memanfaatkan pertemuan
rutin kelompok yang sudah ada (formal maupun informal). Hasil yang diharapkan
dari pertemuan pertemuan penggalian gagasan adalah: (1) Masyarakat memahami
hal-hal pokok tentang PPK, meliputi: tujuan, prinsip, ketentuan dasar, dan alur
kegiatan PPK yang akan dilakukan; (2) Analisis permasalahan dan penyebab
kemiskinan masyarakat; (3) Gagasan-gagasan kegiatan maupun visi ke depan dari
masyarakat untuk mengatasi permasalahan dan penyebab kemiskinan.
76
Musyawarah desa khusus perempuan dihadiri oleh kaum perempuan dan
dilakukan dalam rangka membahas gagasan-gagasan dari kelompok-kelompok
perempuan dan menetapkan usulan kegiatan yang merupakan aspirasi khusus dari
perempuan. Usulan hasil musyawarah tersebut selanjutnya dilaporkan ke forum
musyawarah desa penetapan usulan untuk disyahkan sebagai bagian dari usulan
desa. Hasil yang diharapkan melalui pertemuan itu adalah: gagasan-gagasan
kegiatan dan visi ke depan dari kelompok perempuan di desa dalam mengatasi
penyebab kemiskinan; ditetapkannya usulan kegiatan simpan pinjam kelompok
perempuan, jika ada gagasan yang diusulkan; ditetapkannya usulan yang
merupakan aspirasi perempuan selain kegiatan simpan pinjam; dan terpilihnya
calon-calon wakil perempuan yang akan hadir di musyawarah antar desa kedua.
Penulisan usulan desa merupakan kegiatan menguraikan secara tertulis
gagasan kegiatan masyarakat yang sudah disetujui sebagai usulan desa yang akan
diajukan pada musyawarah antar desa. Kegiatan dilaksanakan tanggal 9 s.d. 15
Agustus 2001. Proses ini dilakukan oleh Tim Penulis Usulan yang telah dipilih
dalam forum musyawarah desa perencanaan yaitu tanggal 30 Agustus 2001.
Sebelum melakukan penulisan, TPU akan mendapatkan pelatihan atau penjelasan
terlebih dahulu dari Fasilitator Kecamatan. Hasil yang diharapkan dari proses
penulisan usulan adalah dokumen proposal usulan kegiatan desa yang terlebih
dahulu disetujui dalam musyawarah desa perencanaan dan musyawarah khusus
perempuan, termasuk data isian formulir pendukungnya.
Verifikasi usulan merupakan tahap kegiatan yang bertujuan untuk
memeriksa dan menilai kelayakan usulan kegiatan dari masing-masing desa yang
akan didanai PPK. Verifikasi usulan dilakukan oleh Tim Verifikasi (TV) yang
dibentuk tanggal 9 Oktober 2001 di tingkat kecamatan dengan beranggotakan 5 –
10 orang yang memiliki keahlian sesuai usulan kegiatan. Sebelum menjalankan
tugasnya TV memperoleh pelatihan atau penjelasan terlebih dulu dari FK,
Fasilitator Teknik atau KM Kab. TV menilai setiap usulan kegiatan untuk melihat
kesesuaian usulan dengan kriteria penilaian usulan kegiatan yang meliputi: lebih
bermanfaat bagi masyarakat miskin, mendesak untuk dilaksanakan, bisa
dikerjakan oleh masyarakat, tingkat dikerjakan oleh masyarakat, tingkat
77
keberhasilan dan keberlanjutan cukup tinggi, dan didukung oleh sumber daya
yang ada di masyarakat.
Musyawarah Antar Desa (MAD) Prioritas Usulan adalah forum di tingkat
kecamatan yang bertujuan membahas dan menyusun prioritas atau peringkat
usulan kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 21 November 2001.
Penyusunan prioritas usulan kegiatan didasarkan atas kriteria usulan kegiatan
sebagaimana yang digunakan oleh TV dalam menilai usulan kegiatan. Hasil yang
diharapkan dari MAD Prioritas Usulan adalah: disepakatinya cara memeriksa dan
menilai usulan kegiatan, ditetapkannya urutan atau peringkat usulan kegiatan
sesuai dengan skala prioritas kelayakan dan kebutuhan, d ipilih dan ditetapkannya
pengurus UPK (Ketua, Sekretaris dan Bendahara), disepakatinya sanksi-sanksi
yang akan diterapkan selama pelaksanaan PPK di tingkat kecamatan, dan
ditetapkannya jadwal musyawarah desa ketiga dari masing-masing usulan.
Musyawarah Antar Desa (MAD) Menetapkan Usulan merupakan forum
untuk mengambil keputusan terhadap usulan yang akan didanai oleh PPK.
Keputusan pendanaan harus mengacu pada tingkat usual yang telah dibuat pada
saat musyawarah antar desa prioritas usulan. Jika pada saat musyawarah antar
desa prioritas usulan, seluruh usulan atau proposal telah selesai dibuat berikut
detail desain dan RABnya, maka keputusan penetapan usulan yang akan didanai
oleh PPK bisa langsung diselenggarakan setelah agenda musyawarah antar desa
penetapan usulan diselesaikan. Namun jika belum selesai desain RABnya, maka
musyawarah antar desa penetapan usulan dilakukan pada waktu yang berbeda.
Musyawarah desa informasi hasil MAD merupakan forum sosialisasi atau
penyebarluasan hasil penetapan alokasi dana PPK yang diputuskan dalam
musyawarah antar desa penetapan usulan. Forum ini dilaksanakan baik desa yang
mendapatkan dana maupun tidak. Forum ini sekaligus memberikan informasi
kepada desa yang memenangkan dan tidak memenangkan kompetisi sehat yang
telah dilaksanakan dalam musyawarah sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah pengesahan alokasi bantuan PPK yang akan
diberikan kepad a desa yang memenangkan kompetisi sehat. Hasil keputusan
musyawarah antar desa disyahkan oleh camat atas nama bupati menjadi Surat
78
Penetapan Camat (SPC) yang berisi tentang daftar alokasi dananya, dengan dibuat
lampirannya yang mencantumkan nama desa, jenis kegiatan, jumlah alokasi dana,
dikirimkan oleh PJOK kepada TK PPK Kabupaten dengan temusan kepada
Bupati, FK dan KM Kab.
Tahap terakhir dalam proses perencanaan kegiatan PPK adalah
pengesahan surat perjanjian pemberian bantuan. Ketua TPK, PJOK dan Ketua
UPK membuat surat perjanjian pemberian bantuan (SPPB), dan diketahui Kepala
Desa dan Camat atas nama Bupati. Pengesahan SPPB dilakukan langsung segera
sesudah diterbitkan SPC dan tidak perlu menunggu persetujuan dari kabupaten.
Kegiatan ini diinformasikan melalui papan informasi yang ada di kecamatan.
5.1.9. Pelaksanaan kegiatan
Program yang matang dan terencana serta tetap mengacu pada prinsip dan
asas PPK sebagai kegiatan persiapan untuk menjamin kualitas proses pelaksanaan
program. Persiapan ditujukan kepada penyiapan aspek sumber daya manusia,
seperti: masyarakat, TPK dan seluruh pelaku PPK lainnya. Masyarakat
dipersiapkan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan di desa
mereka. TPK dipersiapkan untuk melaksanakan kegiatan yang telah diputuskan
bersama.
Kegiatan persiapan berupa rapat koordinasi awal di kecamatan yang
merupakan Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi dan rapat persiapan
pelaksanaan di desa melalui Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi sampai
dengan tahap pengesahan surat perjanjian pemberian bantuan (seperti telah
dibahas bagian sebelumnya).
Tahap pelaksanaan kegiatan PPK terdiri dari: Pencairan dana, pengadaan
tenaga kerja, pengadaan bahan dan alat, dan rapat evaluasi TPK. Tahapan
kegiatan ini telah diatur oleh PPK dan dibat asi oleh waktu. Peraturan tersebut
mengikat kegiatan yang dilaksanakan. Peraturan cenderung membatasi kreativitas
keluarga miskin. Misalnya: pencairan dana yang ditentukan bulan tertentu dan
dengan waktu yang sangat dekat kurang memberikan keleluasaan kelu arga miskin
untuk terlibat dalam kegiatan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
yang dilaksanakan secara tergesa-gesa tersebut mengakibatkan keluarga miskin
79
tidak puas karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Tetapi hasil keputusan
tersebut menguntungkan PPK dan kalangan elit desa, sehingga pencapaian target
program hanya bersifat politis.
Musyawarah Desa Pertanggunjawaban dilaksanakan untuk mewujudkan
transparansi dalam proses pelaksanaan PPK, TPK wajib menyampaikan laporan
pertanggung
jawaban
secara bertahap kepada masyarakat. Musyawarah
pertanggung jawaban minimal dilakukan dua kali yaitu setelah memanfaatkan
dana PPK tahap pertama dan tahap kedua.
Sertifikasi adalah penerimaan hasil pekerjaan berdasarkan spesifikasi
teknis oleh Fasilitator Teknik (FT) untuk mendorong kualitas pekerjaan atau
kegiatan. Kegiatan dilakukan sertifikasi, dengan harapan fokus TPK dialihkan
dari mengejar target fisik ke target kualitas. Namun demikian, seperti telah
dibahas pada bagian sebelumnya, pencapaian target hanya bersifat politis dan
belum menyentuh kebutuhan keluarga miskin.
Pelaku PPK melakukan revisi kegiatan, jika pada tahap pelaksanaan
program kegiatan terjadi kesalahan di lapangan atau terjadi bencana alam. Revisi
dilakukan dengan tidak menambah jumlah anggaran dana yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan yang telah diputuskan bersama melalui musyawarah desa.
Revisi tersebut dibuat oleh TPK dan disetujui oleh PJOK, Ketua TPK, dan FK
serta secara terbuka ada pemberitahuan kepada masyarakat. Revisi bertujuan
untuk mencapai efektivitas program dalam mencapai target yang telah ditentukan.
Revisi
juga
diperlukan
untuk
meminimalisir
hambatan -hambatan
yang
menggagalkan tujuan yang akan dicapai.
Kegiatan yang dimaksud adalah penyelesaian tiap jenis kegiatan yang
telah dilaksanakan sebagai bagian pertanggungjawaban TPK di desa. Kegiatan ini
meliputi: pembuatan laporan penyelesaian pelaksanaan kegiatan, pembuatan
realisasi kegiatan dan biaya, musyawarah desa serah terima, pembuatan surat
pernyataan
penyelesaian
pelaksanaan
kegiatan,
pembuatan
dokumen
penyelesaian, pembuatan berita acara status pelaksanaan kegiatan (pada kondisi
khusus).
80
5.1.10. Pelestarian kegiatan
Kegiatan PPK diatur dan dipelihara untuk memberikan manfaat kepada
masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan tersebut dilaksanakan agar bermanfaat
pada semua pihak, maka aspek pemberdayaan, sistem dan proses perencanaan,
aspek good governance, serta prinsip-prinsip PPK yang dapat mengatur kegiatan
bantuan, sehingga kegiatan memberikan
dampak perubahan positif dan
berkelanjutan bagi masyarakat. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka
semua pelaku PPK harus mengetahui dan mampu memahami latar belakang, dasar
pemikiran, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PPK secara benar.
Hasil kegiatan PPK yang berupa prasarana, simpan pinjam, kegiatan
bidang pendidikan dan kesehatan merupakan asset bagi masyarakat yang harus
dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan. Sebagaimana sanksi yang ditentukan
dari pemerintah, bahwa jika hasil kegiatan tidak dikelola dengan baik seperti tidak
terpelihara bahkan tidak bermanfaat atau pengembalian macet maka desa atau
kecamatan tidak akan mendapat lagi dana PPK untuk tahun berikutnya.
Pelestarian kegiatan merupakan tahapan paska pelaksanaan yang dikelola
dan merupakan tanggung jawab masyarakat. Namun demikian dalam melakukan
tahapan pelestarian, masyarakat tetap berdasarkan atas prinsip -prinsip PPK.
Untuk mendukung pelestarian kegiatan diperlukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Peningkatan kemampuan teknis dan manajerial yang harus mampu dimiliki
oleh kelompok-kelompok masyarakat, TPK, serta pelaku -pelaku lain PPK di desa
dan kecamatan.; (2) Penyediaan system dan mekanisme monitoring, evaluasi,
perencanaan pengendalian secara partisipatif yang memungkinkan anggota
masyarakat dapat mengetahui serta ikut mengontrol kegiatan -kegiatan yang
direncanakan, sedang berjalan, maupun yang sudah diselesaikan; (3) Penguatan
lembaga-lembaga masyarakat di kecamatan dan desa, termasuk lembaga
pengelola prasarana/sarana.
Sistem pemeliharaan PPK diarahkan kepada adanya perawatan dan
pengembangan berbagai sarana dan prasarana yang ada, sehingga dapat secara
terus menerus dimanfaatkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien.
81
FK dibantu KM Kab wajib memberikan pelatihan kepada Tim
Pemeliraharaan atau yang ditunjuk pada waktu pelaksanaan program hamper
selesai. Dalam pelatihan tersebut, masyarakat diberi penjelasan mengenai
kepentingan pemeliharaan, organisasi pengelola dan pemeliharaan, dan teknik teknik yang digunakan seperti: teknik membuat inventarisasi masalah dan teknik
memperbaikinya. Disamping itu akan dilakukan praktek lapangan agar materi
pelatihan dapat dipahami.
5.2.PROGRAM PENERANGAN LISTRIK TENAGA DIESEL DESA
(PPLTDD)
Salah satu program pengembangan masyarakat di Desa Sialang Indah
adalah Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD). Sementara
kegiatan PPLTDD swadaya masyarakat yang berkolaborasi dengan CV. Putri
Agung (swasta). Evaluasi proses dan hasil program difokuskan kepada manfaat
yang dirasakan oleh masyarakat desa dan keluarga miskin yang ada di desa. Hal
ini mengacu adanya kerancuan dalam pendefinisian manfaat program bagi
masyarakat dan keluarga miskin. Sering dikatakan bahwa program pengentasan
kemiskinan bermanfaat bagi masyarakat desa, tetapi tidak dirasakan manfaatnya
bagi keluarga miskin yang ada di desa. hal ini menyebabkan banyaknya program
pengembangan masyarakat yang disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah lokal tidak mendapatkan hasil maksimal. Hal ini didasarkan
padan tujuan utama yaitu program dilaksanakan untuk mengurangi angka
kemiskinan.
PPLTDD diawali dengan pemikiran kebutuhan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan listrik secara hemat. Sampai sekarang, kebutuhan listrik
diperoleh dari diesel pribadi yang perawatannya sangat mahal. Biaya yang harus
dikeluarkan oleh warga yang memiliki diesel adalah biaya membeli solar (setiap
malam menghabiskan solar 4 liter dengan pemakaian jam 18.00 wib sampai
dengan jam 23.00 wib). Dengan asumsi harga solar per liter Rp 2.100,00, maka
satu bulan seorang warga mengeluarkan biaya Rp 264.000,00. Pembelian solar
dilakukan langsung ke depot Pertamina, tentunya dengan tambahan ongkos
82
perjalanan. Jika dipesan melalui orang lain, maka seorang warga akan menambah
ongkos dan kenaikan harga. Selain biaya untuk membeli solar, warga juga harus
mengeluarkan dana jika ada kerusakan.
Beberapa warga desa mempunyai pengalaman kalau diesel yang dimiliki
harganya murah, maka akan mengeluarkan biaya servis lebih besar. Karena diesel
ini hanya tahan satu tahun. Sehingga masyarakat merasa perlu untuk bekerjasama
dengan CV. Putri Agung (perusahaan swasta) yang bekerja di bidang listrik.
Pertemuan pertama dilakukan oleh kepala desa beserta staf dan tokoh-tokoh
masyarakat Desa Sialang Indah (purnawirawan TNI dan POLRI, guru, dan
pemuka agama) pada bulan Juli 2001, yang membicarakan kemungkinan adanya
listrik tenaga diesel di desa karena kalau menunggu PLN mungkin masih lama.
Program berasal dari ide para elit desa yang mempertimbangkan
penghematan
biaya
dan
memperoleh
kemudahan
untuk
melaksanakan
pemasangan listrik. Pertemuan para elit desa dengan pihak perusahaan
dilaksanakan untuk penjajagan kemungkinan adanya investasi perusahaan ke desa
tersebut. Kegiatan pertemuan tersebut juga mengidentifikasi tentang berapa biaya,
waktu pemasangan dan prosedur pemasangan listrik.
Pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada bulan Desember 2001 dengan
melibatkan berbagai elemen desa (kepala desa beserta staf, kepala dusun, Ketua
RW/RT, para purnawirawan TNI dan POLRI, guru, pemuka ag ama dan
masyarakat termasuk keluarga miskin) yang membicarakan besarnya iuran setiap
warga, waktu pembayaran, dan bagaimana cara pembayarannya.
Pertemuan dilanjutkan dengan melibatkan dua desa tetangga yang
memiliki program yang sama yaitu Desa Meranti dan Desa Harapan Jaya.
Selanjutnya kesepakatan jumlah dan cara pembayaran dicapai antara wakil desa
(kepala desa, Ketua BPD dan Ketua LKMD) dengan Direktur CV. Putri Agung
diantaranya masyarakat di desa per KK membayar pengadaan diesel dan
perlengkapannya sebesar Rp 3.700.000,00 (Tiga Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah)
yang diangsur selama 24 bulan dipotong melalui KUD per bulan Rp 155.000,00
mulai bulan November 2004 sampai dengan Desember 2006 untuk yang memiliki
kebun kelapa sawit dan masyarakat yang tidak mem iliki kebun termasuk buruh
83
tani kebun kelapa sawit (termasuk keluarga miskin) membayar langsung ke KUD
sebesar Rp 100.000,00 mulai bulan November 2004 sampai dengan April 2006
(30 bulan).
Perusahaan (CV. Putri Agung) menyiapkan diesel dan perlengkapannya
setelah pembayaran dilakukan penduduk desa melalui KUD kepada perusahaan
tersebut. Kesepakatan lainnya, CV Putri Agung mengelola selama 25 tahun (mulai
bulan Juni 2005 sampai dengan Mei 2030) dan selanjutnya pengelolaan
diserahkan ke desa masing-masing, termasuk as et listrik yang telah ada di desa
itu. Selama pengelolaan perusahaan disepakati: (1) KUD menerima uang jasa per
bulan sebesar 1 % dari pembayaran masyarakat desa; (2) Kantor Desa sebesar Rp.
400.000,00 per bulan; (3) Karang Taruna Desa Sialang Ind ah menerima Rp.
100.000,00 per bulan. Sehingga masyarakat menerima keuntungan ganda yaitu
listrik telah terpasang yang telah dimanfaatkan dan pada akhirnya pengelolaan dan
aset listrik menjadi milik masyarakat desa.
Tujuan PPLTDD adalah mendapatkan penerangan listrik desa secara
swadaya. Selama ini, mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk
penerangan listrik desa. Tujuan jangka panjang program ialah memiliki
penerangan yang dapat dikelola oleh masyarakat desa.
Kegiatan yang d ikelola oleh KUD dan Supeno yang telah direkrut oleh CV
Putri Agung. Secara keseluruhan karyawan CV Putri Agung yang berpusat di
Desa Sialang Indah berjumlah 3 orang yaitu 1 orang tenaga ahli diesel dari
perusahaan, 1 orang warga desa yang telah direkrut dan 1 orang dari desa tetangga
yang pengelolaan listriknya sama dengan di desa itu.
Sistem kerja swadaya PPLTDD telah diatur melalui kesepakatan antara
perusahaan dan warga setempat. Kesepakatan itu menyangkut besarnya
pembayaran dan cara pembayaran, serta sanksi bagi yang terlambat membayar
berupa diberikan denda sebesar Rp 10.000,00 dan apabila selama tiga bulan tidak
membayar tunggakannya diputuskan saluran listrik ke rumah tersebut. Besarnya
pembayaran ditentukan oleh biaya pemakaian arus listrik per bulan di tambah
dengan abonemen sebesar Rp. 50.000,00. Cara pembayarannya lewat KUD bagi
yang tidak memiliki kebun kelapa sawit dan bagi yang memiliki kebun kelapa
84
sawit dipotong gaji bulanan mereka melalui KUD. KUD selaku pengelola dan
kolektor menyetor ke perusahaan.
5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal
Kepentingan, kebutuhan, potensi dan dinamika masyarakat yang
berkembang di kehidupan masyarakat desa, menempatkan ekonomi lokal menjadi
isu penting. Isu mencakup adanya kesenjangan yang luar biasa di daerah antara
kondisi keluarga kaya dan keluarga miskin, aspek etnis, dinamika lokal, dan
pengelolaan desa. Faktor-faktor itu menjadikan masyarakat secara luas berbeda
dalam bereaksi mengenai pembangunan. Program pembangunan semestinya juga
berbeda untuk daerah -daerah tertentu. Hal ini disesuaikan kondisi daerah
(geografi, kependudukan, tingkat kesejahteraan sosial dan sebagainya).
PPLTDD bertujuan untuk “menghidupkan desa”: (1) untuk mendapatkan
informasi lebih luas baik tingkat regional, nasional dan internasional; (2)
Meningkatkan perputaran perekonomian desa; (3) Masyarakat mempunyai
pelayanan umum swadaya; (4) Meningkatkan SDM di desa.
5.2.2. Pengembangan Modal Sosial
Keabsahan informasi daerah dalam menyusun program pembangunan
sangat penting. Informasi tersebut meliputi: kondisi demografi, ekonomi,
lingkungan bisnis, perangkat keras, kemasyarakatan, dan daerah lain disekitar
wilayah tersebut. Informasi tersebut bermanfaat dalam mengakomodir kebutuhan,
potensi dan kepentingan masyarakat yang terdiri anggota masyarakat yang
beraneka ragam kepentingan. Informasi juga digunakan oleh masyarakat desa
sendiri untuk melakukan kegiatan bersama dalam rangka menyatukan visi.
Kegiatan bersama memberikan kekuatan kepada masyarakat yang secara
konsisten melaksanakan kegiatan sampai tujuan tercapai.
Keluarga miskin yang beragam suku, pekerjaan, dan keahlian merupakan
potensi yang dapat digunakan dalam kegiatan pembangunan desa. Kegiatan
tersebut dapat berkembang dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat seperti pertalian dan kebersamaan yang menjadi kunci keberhasilan
pembangunan desa. Aspek kebersamaan d ikembangkan oleh seluruh elemen desa
(Kepala Desa beserta stafnya, Tokoh Masyarakat, masyarakat dan keluarga
85
miskin) bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan
tersebut sebagai akar kegiatan swadaya masyarakat dalam PPLTDD Sialang
Indah, Meranti, dan Harapan Jaya serta Surya Indah memberikan keteladanan
kuatnya kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama desa.
PPK yang merupakan program anti kemiskinan yang dilaksanakan oleh
masyarakat desa. PPK juga membangun kebersamaan yaitu dengan melaksanakan
MUSDES, kegiatan tersebut mengesampingkan keberadaan keluarga miskin
sebagai kekuatan utama dalam upaya pengembangan masyarakat karena mereka
tidak memperoleh undangan secara khusus. PPK sebagai program yang digunakan
untuk mengembangkan masyarakat belum dapat memberikan kesempatan kepada
keluarga miskin untuk berperan dalam program pengentasan kemiskinan tersebut.
Program tersebut berbeda dengan PPLTDD sebagai program desa telah
melibatkan semua pihak termasuk keluarga miskin, sehingga masyarakt menilai
berhasil karena program memanfaatkan potensi masyarakat desa.
Kegiatan swadaya murni desa ini memberikan contoh bagaimana
seharusnya program dari luar desa menjadi program milik desa dan program anti
kemiskinan
menjadi
milik
keluarga
miskin.
Indikator
sederhana
dapat
diimplementasikan dengan melibatkan sasaran atau obyek dan obyek dijadikan
subyek dalam pelaksanaan kegiatan. Misalnya: PPLTDD melibatkan masyarakat
secara keseluruhan sesuai kemampuan masing-masing. PPLTD membagi
kemampuan masyarakat dua kekuatan yaitu masyarakat yang memiliki kebun
kelapa sawit dan masyarakat yang tidak memiliki kebun (keluarga miskin).
Modal sosial masyararakat ada pada kehidupan sehari-hari dalam
hubungan kekerabatan yang telah terjalin di Desa Sialang Indah (dalam program
masyarakat desa secara tidak langsung menggunakan kekuatan modal sosial yang
berupa mempertimbangkan peraturan, kaidah yang ada, hubungan antar anggota
masyarakat, kepentingan semua pihak dan masyrakat yang memanfaatkan seluruh
kekuatan dan potensi desa dalam melaksanakan kegiatan). Masyarakat desa
melalui pemimpinnya menjalin kerjasama dengan komunitas luar desa (Desa
Meranti dan Harapan Jaya) untuk mewujudkan cita-cita. Visi desa berkaitan
dengan program swadaya dibangun oleh masyarakat antar desa bukan merupakan
86
kompetisi tetapi berbentuk kerjasama untuk memperkuat posisi tawar masyarakat
terhadap perusahaan yang menanam investasi ketiga desa tersebut.
Linkage berjalan dengan baik meskipun berbeda lokasi, etnik dan agama.
Desa Sialang Indah menjadi pusat kegiatan PPLTDD dan memberikan kontribusi
yang sangat besar kepada penguatan institusi lokal baik institusi pemerintahan
(Pemerintah Desa Sialang) dan institusi ekonomi desa (KUD). Selain itu, relasi
pemimpin lokal dan seluruh elemen masyarakat yang sinergis memberikan poin
keberhasilan tersendiri dalam melaksanakan kegiatan itu. Meskipun organasisasi
pemerintahan kurang baik dalam menejemennya tetapi relasi yang dijalin antara
pemimpin formal dan informal serta masyarakat sangat menentukan keberhasilan
kegiatan ini. Relasi yang terjalin menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada
pemimpinnya yang telah membawa keberhasilan.
Kegiatan perubahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sialang
Indah adalah membaktikan diri mereka dalam mendorong perubahan dari tanpa
listrik menjadi listrik permanent. PPLTDD berorientasi pada perubahan sikap
pemborosan dan individualis menjadi penghematan (jangka panjang) dan
kebersamaan untuk mencapai kepemilikan listrik desa. Tujuan lain kegiatan ini
adalah meningkatkan SDM melalui informasi media elektronik yang dihasilkan
oleh energi listrik diesel, manfaat ekonomi rumah tangga dan sektor keamanan
desa dengan jalan-jalan lebih terang menjadikan desa hidup lebih lama dari
biasanya.
Untuk mencapai tujuan di atas, masyarakat dan pemerintah desa
menyadari arti pentinya kebersamaan dan relasi dalam kehidupan masyarakat
desa. Kebersamaan dan relasi memberikan kekuatan yang sangat besar untuk
memobilisasi diri mencapai tujuan yang diinginkan bersama yaitu mendapatkan
penerangan listrik di desa. Berawal dari kesadaran masing-masing keluarga yang
memiliki diesel pribadi dan para pengguna diesel yang menumpang tetangganya
bahwa penghematan biaya penerangan listrik dapat dihemat melalui biaya yang
ditanggung bersama. Mereka melihat kota yang menggunakan listrik siang malam
dengan pembayaran murah setiap bulannya.
87
Kesadaran pribadi-pribadi ini menjadi kesadaran kelompok masyarakat
dan akhirnya menjadi kesadaran masyarakat setelah diadakan pertemuan di desa
dan dilakukan penjajagan sebelumnya oleh Kepala Desa Sialang Indah ke
perusahaan yang bergerak di bidang perlistrikan. Kepala desa melakukan
konsolidasi ke masyarakatnya melalui pertemuan -pertemuan dan sosialisasi secara
informal untuk mendapatkan dukungan dan menemukan kebutuhan -kebutuhan
yang berkaitan dengan PPLTDD tersebut. Setelah itu, kepala desa dan perwakilan
desa melakukan pertemuan lanjutan dengan pemimpin perusahaan untuk mencari
kesepakatan-kesepakatan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Proses pembangunan di pedesaan sangat memungkinkan dilakukan oleh
masyarakat dengan memenuhi kebutuhan melalui: (1) bekerjasama dan saling
mengisi antar anggota masyarakat; (2) anggota masyarakat yang kuat membantu
yang lemah; dan (3) mengidentifikasi kebutuhan dan masalah bersama.
5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial
Kebijakan dibuat oleh pemerintah lokal bertujuan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat desa. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah
bersama masyarakat desa menyusun rencana desa. Dalam perencanaan desa,
masyarakat merumuskan program swadaya sebagai manifestasi keinginan yang
berkembang di dalam kehidupan masyarakat Desa Sialang Indah. Perencanaan
desa disusun oleh masyarakat setelah kebijakan desa dikeluarkan melalui
pertemuan masyarakat desa dan hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat desa.
PPLTDD adalah program yang disusun oleh seluruh elemen masyarakat
desa termasuk keluarga miskin. Progam tersebut dalam melibatkan masyarakat
desa membagi dua criteria. Kriteria tersebut adalah masyarakat yang memiliki
kebun kelapa sawit dan tidak memiliki kebun kelapa sawit. Kriteria tersebut
bermanfaat untuk memberikan ruang kepada warga masyarakat dalam
berpartisipasi pada kegiatan yang dilaksanakan perwakila n desa. Masyarakat
memberikan
keleluasaan
keluarga-keluarga
untuk
berpartisipasi
agar
mempermudah proses pelaksanaan kegiatan dalam hal pengumpulan dana secara
swadaya.
88
5.3.Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial
Pemberdayaan keluarga miskin dalam pekerjaan sosial menurut Parsons,
et al. (1994) bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif.
Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan
terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting
pertolongan
perseorangan.
Meskipun
pemberdayaan
seperti
ini
dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, namun hal ini
bukanlah strategi utama pemberdayaan. Intervensi pekerjaan sosial tidak hanya
dilakukan secara individual dan kolektivitas. Beberapa situasi, strategi
pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya
strategi ini tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien
dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya.
Program pemberdayaan dalam upaya pengembangan masyarakat di
Pangkalan Kuras dilakukan pendekatan kolektif. Strategi pemberdayaan kolektif
yang digunakan dengan mempercepat proses pemberdayaan yang melibatkan
stakholders dan shareholders. Dengan demikian mobilisasi menuju proses
pemberdayaan melibatkan semua pihak, tanpa terkecuali keluarga miskin.
Kelemahan program ini adalah pelaksanaan kegiatan belum mempertimbangkan
keberadaan keluarga miskin secara nyata. Kekuatan yang terlibat dalam kegiatan
adalah lapisan atas dan keluarga mampu. Hal ini didasarkan kemampuan dinilai
sama, sehingga bertentangan strategi pemberdayaan keluarga miskin yang
memperhatikan kultur lokal, kebiasaan dan keunikan keluarga miskin, struktur
sosial, dan potensi lokal (SDA dan SDM).
Pemberdayaan keluarga miskin dapat dicapai melalui proses dan hasil
program yang dilaksanakan. Proses mengacu pada keluarga miskin menjadi
berdaya, dengan melihat indikator memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas -tugas kehidupannya.
Pembangunan sarana fisik dapat memberdayakan miskin dengan syarat program
bermanfaat
dan
berdampak
langsung
kepada
keluarga
miskin
89
seperti:
meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan
dan kesehatan); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam
program pengembangan masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan dalam
mengatasi permasalahannya yaitu keluar dari tekanan struktur sosial (tekanan
kultural dan politik).
Strategi yang menjadi entry point profesi pekerjaan sosial adalah
meskipun para pengembang masyarakat telah ahli di bidangnya, tetapi harus
membiasakan pandangan keluarga miskin dan masyarakat desa secara luas karena
keluarga miskin bukanlah orang bodoh. Fenomena yang berkembang di
masyarakat desa bahwa kepandaian bukan satu-satunya kepentingan yang
menonjol
di
dalam
kehidupan
masyarakat.
Masyarakat
membutuhkan
kepercayaan dari pihak luar untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan
sendiri. Para pengembang masyarakat belum memperhatikan apa kebutuhan
keluarga miskin. Mereka bekerjasama dengan para elit desa dan kegiataan pokok
yaitu membantu berjalannya proses pemberdayaan keluarga miskin.
Kritik penting tentang kedua program di atas adalah program belum
melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan. Prioritas program belum sesuai
dengan kebutuhan keluarga miskin. Program lebih menonjolkan kepentingan
program itu sendiri yang diputuskan oleh kelompok elit desa (lapisan atas),
sehingga kebutuhan mereka rasakan bukan kebutuhan keluarga miskin. Peluang
dan kesempatan yang diberikan kepada keluarga miskin masih semu dan terputus
karena pola hubungan yang terbentuk dalam masyarakat, menyebabkan struktur
sosial yang ada di dalam masyarakat desa mempengaruhi proses pemberdayaan
keluarga miskin . Program pembeerdayaan belum dapat menyentuh langsung
kebutuhan keluarga miskin karena format partisipasi dibatasi oleh peraturan yang
mengesampingkan keluarga miskin. Keluarga miskin kurang memperoleh peluang
dan kesempatan secara luas untuk berperan dalam setiap program pengentasan
kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan kurang
memberikan ruang keluarga miskin untuk berpartisipasi.
90
Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD) terlalu lama
dikelola oleh pihak swasta, sehingga akan merugikan kepada pihak masyarakat
desa. Kerugian antara lain: aset fisik yang telah d igunakan sudah dalam kondisi
tidak bagus pada saat pengalihan wewenang pengelolaan, orang-orang yang
melakukan kontrak telah tua dan kemungkinan telah meninggalkan desa, sehingga
program pengalihan tidak berkesinambungan, kondisi desa belum tentu siap pada
saat melakukan perbaikan dan penggantian alat yang rusak karena tidak memiliki
tabungan (keuntungan diambil oleh pihak swasta yang mengelola).
Oleh karena itu, diperlukan upaya pertemuan dengan pihak CV. Putri
Agung untuk membicarakan kembali bagaimana kelanjutan mekanisme
pengalihan dan perawatan aset listrik yang telah dipasang pada pasca pengelolaan
perusahaan. Diusulkan kemudahan atau sebagian keuntungan dalam pengelolaan
PPLTDD untuk tabungan perawatan.
BAB VI
ANALISIS PEMBERDAYAAN TERHADAP PROGRAM
PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) MENURUT
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL
6.1.Partisipasi Keluarga Miskin dalam setiap Tahapan Kegiatan
Pekerjaan sosial memandang penting perlunya partisipasi keluarga miskin
dalam proses pemberdayaan. Pusic dalam Suharto (1997) mengatakan bahwa:
Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan
merupakan perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya,
partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam
pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi
dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.
Partisipasi keluarga miskin dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dianalisis kedalamannya pada
setiap tahapan kegiatan. Aplikasi partisipasi keluarga miskin dalam setiap tahapan
kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses pemberdayaan. Tinggi
rendahnya partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan didasarkan besar kecilnya
setiap peran yang dilaksanakannya. Selain itu, keberhasilan dan kegagalan proses
partisipasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat dan pendorong
yang ada di dalam dan luar diri keluarga miskin.
6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan
Proses perencanaan dalam kegiatan PPK adalah MAD Sosialisasi hingga
tahap penetapan usulan dalam MAD Prioritas Usulan Kegiatan. Kegiatan dimulai
dengan Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi yaitu memberikan informasi
tentang PPK kepada perwakilan desa di aula kecamatan. Peserta MAD Sosialisasi
ditentukan PPK yaitu 6 orang terdiri dari kepala desa, 2 orang wakil dari
BPD/nama lain yang sejenis, dan 3 orang tokoh masyarakat (minimal 3 dari
keenam wakil tersebut adalah perempuan) dari semua desa di kecamatan dan
anggota masyarakat lainnya yang berminat hadir. Keluarga miskin tidak termasuk
sebagai peserta, karena tidak memperoleh undangan dalam MAD.
92
Setelah MAD Sosialisasi dilanjutkan MUSDES Sosialisasi dan penggalian
gagasan pada tingkat dusun. Musyawarah desa dan penggalian gagasan tingkat
dusun mempunyai tu juan untuk mengetahui rencana kegiatan desa. Pada tahap ini
keluarga miskin dapat memberikan usulan-usulan, pendapat, dan sebagainya.
Menurut data yang diperoleh dari Konsultan Manajemen Kabupaten Pelalawan
masyarakat berpartitisipasi aktif.
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat berlangsungnya MAD Sosialisasi
dan Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, usulan dan pendapat muncul dari
orang-orang yang sudah terbiasa terlib at dalam pertemuan atau rapat. Orang-orang
tersebut adalah aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan guru. Mereka
adalah kelompok elit desa (masyarakat lapisan atas). Keluarga miskin (masyarakat
lapisan bawah) kurang aktif dalam pertemuan. Kondisi ini menunjukkan kuatnya
dominasi kelompok elit desa selama berlangsungnya musyawarah dalam
menentukan program desa. Akibatnya program desa kurang dipahami masyarakat
khususnya keluarga miskin. Penyebab lain kurang dipahami program karena
peralatan kurang lengkap pada saat berlangsungnya musyawarah (seperti gambar
dan fotokopi materi tidak dibagikan ke peserta).
MUSDES Khusus Perempuan dan MUSDES Perencanaan dilaksanakan
hanya untuk memenuhi syarat penerimaan bantuan PPK, karena materi
pembicaraan telah diperoleh dalam kegiatan MUSDES Sosialisasi. Peserta hadir
dan menyetujui kegiatan yang telah dibicarakan dalam MUSDES Sosialisasi,
sehingga tidak muncul keragaman usulan.
PPK mempunyai kelemahan antara lain: pertama, peraturan yang ada
dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) mengesampingkan partisipasi keluarga
miskin, karena peserta MAD tidak termasuk keluarga miskin. Kedua, kepala desa
telah menentukan undangan untuk peserta pada kegiatan Musdes dan musyawarah
tingkat dusun. Pada tahap ini, keluarga miskin tidak menerima undangan khusus
sehingga tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam rapat. Peluang
kehadiran keluarga miskin disebabkan
adanya perintah Ketua RT setempat.
Ketiga, minimnya peralatan standar yang digunakan untuk penyampaian materi.
93
Kelebihan PPK antara lain: pertama, kegiatan PPK melibatkan banyak
orang
sehingga
pertanggungjawaban
pelaksanaannya. Kedua, setiap tahap
dan
transparansi
lebih
terjamin
PPK memberikan pelajaran kepada
masyarakat dalam pengambilan keputusan desa, masyarakat diarahkan pada
kebiasaan-kebiasaan bermusyawarah.
PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan telah
melaksanakan sosialisasi mulai dari MAD Sosialisasi, MUSDES Sosialisasi,
pertemuan khusus perempuan, penulisan usulan, MAD Prioritas Usulan Kegiatan,
pencairan dana tahap I, tahap II, tahap III, serta MUSDES pertanggungjawaban
dan beberapa desa telah melaksanakan MUSDES serah terima (Laporan PPK
tahun 2002).
Hasil
analisis
peluang
dan
kekuasaan
keluarga
miskin
dalam
berpartisipasi dapat dijelaskan bahwa keluarga miskin tidak memiliki peluang.
Hal ini ditandai dengan keluarga miskin tidak menerima undangan secara khusus
baik dari PPK maupun desa. Dalam rapat desa, keluarga miskin yang kebetulan
hadir, mereka hanya sebagai peserta dan bukan terlibat dalam usul atau
berpendapat. Dalam hal ini, keluarga miskin yang memiliki peluang dan
kekuasaan dikarenakan diajak Ketua RT untuk menghadiri pertemuan desa bukan
atas undangan khusus.
Peluang keluarga miskin dalam pengambilan keputusan tidak ada karena
kegiatan ini didominasi oleh elit desa (kepala desa dan aparatnya, guru dan
purnawirawan TNI dan POLRI). Hal ini dipengaruhi adanya struktur sosial dalam
masyarakat desa yang tidak memberikan ruang dalam pengambilan keputusan.
Kelompok elit desa memimpin dan menentukan kegiatan-kegiatan desa. Dengan
demikian keluarga miskin belum memiliki kekuasaan dalam pengambilan
keputusan dalam kegiatan PPK dimiliki oleh elit desa dan para pelaku PPK.
Faktor penyebabnya adalah pendidikan yang rendah (seperti telah
dijelaskan dalam BAB IV), sikap pasrah, rendah diri dan kurangnya pengalaman
keluarga miskin dalam kegiatan rapat. Sehingga dalam kegiatan rapat desa,
keluarga miskin lebih banyak duduk diam dan mendengarkan saja.
94
Peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam pemanfaatan bantuan PPK
hanya sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin tidak memiliki kekuasaan untuk
menikmati bantuan PPK, karena bantuan dinikmati oleh keluarga kaya dan elit
desa. Penelitian menemukan bahwa meskipun PPK mempunyai prinsip
keberpihakan kepada keluarga miskin, tetapi tidak secara tegas melibatkan
keluarga miskin dalam kegiatan proyek. Hal ini seperti diakui oleh Syafwan
sebagai KORWIL III untuk Wilayah Propinsi Riau dan Jambi bahwa
“PPK belum membuat program secara khusus untuk keluarga
miskin disebabkan kebimbangan pada data mana yang dipakai.
Apakah data dari BPS, Depsos, atau BKKBN. Masing-masing
mempunyai parameter yang berbeda. Kedua adanya ketakutan
pada masyarakat desa bahwa program untuk masyarakat semua
harus mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sehingga PPK
memilih untuk mempersiapkan masyarakat desa untuk membuat
visi, misi dan pemetaan sosial yang akan dijadikan program desa.
Dalam bantuan yang diberikan juga memberikan peluang kepada
keluarga miskin untuk menerima bantuan itu, karena kegiatan yang
didanai PPK harus dibutuhkan oleh keluarga miskin dan
mendesak ”.
Pengalaman penelitian proses MAD, peserta yang hadir tidak aktif seperti
yang digambarkan dalam laporan. Keaktifan peserta baru pada tingkat kehadiran
dalam musyawarah. Ketentuan-ketentuan yang seharusnya ditentukan oleh
peserta telah disiapkan oleh Fasilitator Kecamatan (FK). Hal ini tidak sesuai
dengan prinsip partisipasi seperti yang tertulis dalam PTO. Kepala desa yang
memberikan usulan adalah Kepala Desa Sialang, Kepala Desa Palas, Kepala Desa
Kemang serta Lurah Sorek Satu (perempuan). Setelah peserta men entukan Unit
Pengelola Keuangan Fasilitator Kecamatan tetap aktif dalam musyawarah.
Kondisi tidak memberikan kekuasaan dan peluang dalam kegiatan perencanaan.
Peserta mengambil keputusan dalam musyawarah telah diarahkan pada hasil yang
diinginkan oleh Fasilitator Kecamatan. Inkonsistensi tujuan, prinsip dan
pelaksanaan kegiatan ini membuat PPK hanya symbol bukan sarana dalam
pemberdayaan keluarga miskin.
Berdasarkan pengamatan dalam pelaksanaan MUSDES Sosialisasi, setelah
dibuka oleh protokol dan sambutan kepala desa, Fasilitator Kecamatan (FK)
mendominasi sampai acara selesai. Meskipun Fasilitator Desa (FD) dan Tim
95
Pengelola Kegiatan (TPK) telah dipilih, tetapi FK tidak ada melimpahkan
wewenang kepada FD dan TPK untuk melanjutkan acara. FD dan TPK tetap
duduk di tempat semula. Alasannya pada hari itu FK harus menghadiri 2 (dua)
kegiatan serupa, sehingga diupayakan untuk meminimalkan pertemuan.
Program yang diusulkan dalam pertemuan umumnya berasal dari ide
tokoh masyarakat Ide yang disampaikan oleh tokoh masyarakat kemudian
disetujui oleh peserta yang hadir, sehingga keluarga miskin belum memperoleh
ruang peran dalam kegiatan perencanaan. Aparat dan tokoh masyarakat desa
mendominasi pertemuan disebabkan oleh kurang efektifnya sosialisasi PPK, di
mana sosialisasi yang dilaksanakan melalui pertemuan tanpa peralatan yang
memadai.
Menurut perspektif pekerjaan sosial proses partisipasi keluarga miskin
dalam tahapan perencanaan yang digagas oleh PPK menjadi faktor penghambat.
Hambatan tersebut berupa: (1) keluarga miskin belum dapat berpartisipasi dalam
perencanaan secara optimal dikarenakan oleh tidak memperoleh undangan khusus
dalam rapat; (2) keluarga miskin yang berkesempatan hadir tidak memiliki
pengalaman berbicara di depan umum dan tidak memiliki kemampuan untuk
menyampaikan
pendapat;
(3)
Pengambilan
keputusan
dalam
kegiatan
perencanaan selalu dipegang oleh otoritas setempat (kepala desa) melalui
musyawarah.
Faktor yang mendorong keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan
perencanaan adalah keluarga miskin menyadari bahwa program mempunyai nilai
positip dan perlu didukung oleh semua pihak. Namun demikian, keluarga miskin
masih menjadi objek dalam pemberdayaan dan bukan sebagai pelaku dalam
dalam proses pemberdayaan. Proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh PPK,
keluarga miskin belum berpartisipasi dengan baik. Para elit desa mendominasi
kegiatan dari perencanaan hingga evaluasi program.
Pengalaman penelitian menemukan program kurang efektif disebabkan
oleh peraturan yang membatasi partisipasi masyarakat seperti: jumlah undangan
peserta, waktu dan jalannya proses sosialisasi serta pelaksanaan PPK di desa
disusun berdasarkan persetujuan FK. Permasalahan tersebut mendorong kecilnya
96
kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan secara utuh.
Masyarakat hanya memiliki kesempatan hadir dalam pertemuan desa dan
menyetujui program yang telah diusulukan para elit desa. Masyarakat belum
memiliki akses yang besar terhadap PPK dalam menentukan kebutuhannya.
Proses kegiatan perencanaan dapat dilihat pada Gamb ar 2
MAD
SOSIALISASI
MUSDES
SOSIALISASI
PELATIHAN KADER
DAN PELAKU PPK DI
DESA
PERTEMUAN DUSUN
PERTEMUAN PENGGALIAN
GAGASAN DI KELOMPOK
MUSDES KHUSUS
PEREMPUAN
MUSDES
PERENCANAAN
PENULISAN
USULAN TANPA
DESAIN RAB
VERIFIKASI
USULAN
MAD PRIORITAS
USULAN
MUSDES
INFO
HASIL
MAD
MAD PENETAPAN
USULAN
DESAIN
RAB
Gambar 2. Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK
97
Proses perencanaan diawali MAD untuk sosialisasi yaitu forum di tingkat
kecamatan yang dihadiri oleh wakil dari desa-desa untuk mendapatkan penjelasan
tentang PPK dan untuk menentukan kesepakatan-kesepakatan antar desa dalam
melaksanakan PPK. Pertemuan ini ditekankan kepada masyarakat untuk
menyampaikan usulan kegiatan dengan mekanisme berjenjang dan partisipatif.
Tujuan pertemuan ini untuk menginformasikan pokok PPK (tujuan, prinsip prinsip, kebijakaan, pendanaan, organisasi, proses dan prosedur yang akan
dilakukan); memilih ketua, sekretaris dan bendahara UPK, menyepakati jadwal
MUSDES Sosialisasi. Peserta terdiri dari camat dan staf, instansi dinas terkait
tingkat kecamatan, 6 orang wakil per desa (kepala desa, 2 orang wakil dari BPD,
3 orang tokoh masyarakat, dengan ketentuan dari 6 orang wakil 3 diantaranya
perempuan) dan anggota masyarakat lain yang bersedia hadir.
MUSDES sosialisasi merupakan kegiatan pertemuan masyarakat desa
calon penerima bantuan PPK dan dilaksanakan dalam rangka memberikan
informasi tentang PPK. Peserta MUSDES terdiri dari: kepala desa dan aparat
desa, Pengurus Badan Perwakilan Desa (BPD), tokoh masyarakat desa,
masyarakat yang berminat hadir.
Musyawarah Khusus Perempuan bertujuan menentukan usulan kegiatan
perempuan dan menentukan usulan kegiatan simpan pinjam. Setelah itu,
MUSDES II bertujuan untuk mengesahkan hasil-hasil Musyawarah Khusus
Perempuan, menetapkan usulan-usulan kegiatan yang akan diajukan desa ke
MUSDES II, menetapkan 6 wakil desa ke MAD, menetapkan Tim Penulis Usulan
(TPU), menetapkan calon pengurus UPK dan calon pengamat proses musyawarah
antar desa. Setelah TPU menyusun laporan hasil keputusan desa, diperiksa oleh
Tim Verifikasi (TV) sebelum dikompetisikan dalam MAD selanjutnya di tingkat
kecamatan.
Perencanaan
dilanjutkan
di
MUSDES
untuk
merencanakan
pelaksanaan kegiatan setelah cair dana bantuan.
6.1.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan
Keluarga
miskin
memperoleh
kesempatan
berpartisipasi
dalam
pelaksanaan kegiatan proyek desa yang didanai PPK sebagai tenaga upahan.
Kesempatan tersebut belum memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk
98
terlibat mendesain proyek. Mereka hanya melaksanakan pembangunan fisik yang
telah ditentukan dalam MUSDES dan yang dimenangkan dalam MAD Prioritas
Usulan Kegiatan.
Keluarga miskin tidak memiliki kekuasaan untuk menunda kegiatan
karena proyek segera dilaksanakan. Berkaitan dengan hal tersebut, ada kerugian
materi yang dialami keluarga miskin dengan asumsi bahwa keluarga miskin
memilih salah satu pekerjaan sebagai buruh di perkebunan dan sebagai buruh di
proyek desa yang didanai oleh PPK. Jika kegiatan ini dikaitkan dengan tujuan
diadakannya PPK di desa tersebut, bahwa PPK bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan keluarga miskin, maka tidak ada tambahan penghasilan dari kegiatan
PPK.
Keluarga miskin tidak memiliki peran dalam pengelolaan proyek di desa
itu. Sebagai tenaga upahan tidak dapat memilih waktu yang tepat untuk mencari
alternative dalam menambah penghasilan sebagai buruh. Ketentuan telah diatur
dan diarahkan oleh PPK yang dalam pelaksanaannya disusun oleh masyarakat
desa terlibat dalam kegiatan pengelolaan proyek yaitu Tim Pelaksana Kegiatan.
Keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan perspektif
pekerjaan sosial, memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) kesadaran; (2)
kemampuan; (3) kesempatan; (4) kontak awal; dan (5) tanggapan info.
Kesadaran keluarga miskin untuk mengikuti kegiatan-kegiatan desa cukup
tinggi dengan kehadiran pada saat diundang dalam pertemuan yang dilaksanakan
desa. Mereka berharap agar kegiatan ini memberikan manfaat kepada masyarakat.
Kehadiran itu dapat dibuktikan dengan jumlah warga yang dating pada hari
pertemuan yang telah ditentukan oleh kepala desa. Di Desa Sialang misalnya:
peserta terdiri dari kepala desa dan aparatnya, Pengurus BPD, Tokoh Masyarakat,
dari 21 RT, yang hadir berjumlah 131 orang atau 87,33 %, maka hampir semua
memenuhi panggilan kepala desa. Ini menunjukkan patuhnya rakyat terhadap
kepemimpinan lokal.
Masyarakat tidak keberatan dengan adanya PPK di desanya, bahkan
senang sekali. Mereka senang terlibat dalam kegiatan itu. Namun kuantitas dan
kualitas keterlibatan keluarga miskin dalam pelaksanaan program di atas masih
99
dipertanyakan. Papan informasi yang masih digunakan hanya di kecamatan,
sementara di desa-desa telah menjadi papan kosong atau papan dengan informasi
yang telah kadaluwarsa. Prinsip keterbukaan yang berjalan seperti yang
diinginkan bersama. Kondisi ini diketahui dari beberapa warga yang ditemui
secara acak di pinggir jalan menuju lokasi desa tidak semua mengenal PPK,
bahkan dari 5 orang yang ditemui hanya 1 orang yang mengetahui adanya proyek
PPK di desa itu. Kesadaran untuk menempelkan laporan di papan informasi desa
masih slogan keterbukaan belum sampai pada pelaksanaan.
Keluarga miskin menyadari keberadaannya di desa, sehingga ia tetap
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan desa. Keluarga
miskin masih taat dan patuh pada kepemimpinan lokal dengan menghadiri
pertemuan dan kegiatan yang memerlukan tenaga mereka. Program -program yang
sifatnya datang dari atas selalu disambut antusias oleh masyarakat. Hal ini
dibuktikan keluarga miskin dengan mendahulukan pelaksanaan gotong royong
daripada kepentingan pribadinya. Seperti yang disampaikan oleh Bapak T dari
Desa Sialang bahwa
“Saya siap melakukan gotong royong dengan jika pemberitahuannya jelas.
Selama ini saya tidak mengetahui karena banyak kerja di luar desa. Setelah
bekerja di desa sendiri kami lebih banyak mengetahui perkembangan desa kami”.
Untuk mengetahui kesadaran memelihara hasil proyek, beberapa warga
sekitar lokasi proyek bantuan PPK diketahui ada 2 model. Pertama, warga desa
induk memelihara jalan lingkungan bantuan PPK tidak terawat dengan baik. Batu
berserakan dan hamper habis. Kedua warga desa eks transmigrasi jalan
lingkungan bantuan PPK gotong royong kalau sudah rusak berat. Warga desa eks
transmigrasi memelihara jalan desa bantuan PPK dipelihara oleh KUD dengan
memotong penghasilan petani setiap per kilo kelapa sawit per bulan.
Bantuan gedung sekolah di bagi menjadi 2 model cara pemeliharaannya.
Pertama, bantuan gedung sekolah yang dibantu telah menjadi sekolah negeri
sehingga pemeliharaannya diambil alih oleh pemerintah melalui anggaran
pemeliharaan gedung sekolah (SMPN 3 Pangkalan Kuras dan SDN 026 Desa
100
Palas). Sedangkan gedung SMK Pertanian Desa Sialang mengharapkan bantuan
orang tua murid.
Kemampuan keluarga miskin yang rendah mempengaruhi dalam
berpartisipasi. Keluarga miskin berpartisipasi berupa sumbangan tenaga kerja
dalam membangun sarana dan prasarana fisik dalam PPK. Partisipasi tenaga kerja
lokal memberikan manfaat pada peningkatan pendapatan sementara. Partisipasi
ini dibayar oleh PPK separoh dari upah yang sesungguhnya. Selain itu,
keswadayaan masyarakat desa mewujudkan dalam bentuk gotong royong.
Implikasi keterbatasan kemampuan keluarga miskin adalah tidak diikutkan dalam
mengelola proyek secara keseluruhan dan ruang partisipasi menjadi sempit.
Keluarga miskin belum memiliki kesempatan untuk berp eran dalam
mengelola kegiatan. Penyebabnya adalah pendapatan rendah, pendidikan rendah,
tidak mempunyai keterampilan selain bertani dan mencari ikan sungai. Hal ini
juga lemahnya kemampuan memberikan usulan di depan orang banyak. Keluarga
miskin yang sempat hadir dalam pertemuan hanya memberikan persetujuan tanpa
ada keberanian dan kemampuan untuk menyanggahnya. Berkaitan dengan hal
tersebut, Bapak S mengatakan bahwa:
Sebenarnya kami menginginkan dana itu digunakan untuk
membuat pabrik batu -bata. Karena di sini tanahnya cocok dan
banyak warga sedang membangun rumahnya. Batu bata harus
kami beli ke Desa Kemang atau Desa Palas. Dengan membangun
pabrik batu-bata kami bisa menambah penghasilan kami selain
buruh tani di kebun kelapa sawit milik warga.
Swadaya masyarakat yang dihasilkan dari pelaksanaan PPK berupa materi
(uang, bahan bangunan), tenaga kerja (gotong-royong), dan ide yang disampaikan
pada saat rapat pengambilan keputusan desa.
Keterbatasan kemampuan
masyarakat memelihara kesinambungan program disebabkan adanya kurang
adanya kesadaran kesinambungan manfaat proyek yang telah dibangun bersama.
Apalagi dana hibah dianggap masyarakat sebagai bantuan pemerintah pemerintah
yang bertanggung jawab, pendapat ini muncul adanya pemikiran bahwa keluarga
miskin dan desa yang miskin tidak akan mampu memelihara sarana fisik bantuan
PPK. Masyarakat tetap menunggu bantuan pemerintah selanjutnya.
101
Kemampuan menjadi kendala besar dalam upaya pemberdayaan keluarga
miskin. Meskipun data sekunder memberikan hasil positif dalam kegiatan PPK
(seperti dalam tabel 13), tetapi berbeda dengan realitas kemampuan dalam
pelaksanaan sesungguhnya. Pengalaman penelitian di Desa Sialang memberikan
gambaran kecilnya peran mengambil keputusan kegiatan desa dan pelaksanaan
program. Hal ini menyangkut kemampuan yang dimiliki keluarga miskin dan
tidak adanya kesempatan untuk memperoleh peran tersebut.
Melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan proyek tidak dapat dilakukan
maksimal karena PTO telah mengatur keterlibatan seseorang dalam proyek.
Pembatasan jumlah peserta dalam pertemuan, ketatnya jadwal kegiatan dan
sosialisasi program tidak maksimal. Permasalahan ini menjadi kendala
keberhasilan program. Tidak adanya keterlibatan yang jelas dalam setiap tahapan
kegiatan, menyebabkan program pemberdayaan PPK tidak ada pengaruhnya
terhadap kemampuan keluarga miskin.
Kesempatan keluarga miskin untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan
merupakan kebutuhan. Namun demikian, model undangan yang diberikan kepada
anggota masyarakat tidak menyertakan keluarga miskin secara khusus, keluarga
miskin tidak memiliki kesempatan untuk memilih wakil desa (Fasilitator Desa,
dan utusan untuk menghadiri MAD di kecamatan). Keluarga miskin tidak
memiliki ruang partisipasi dalam pertemuan desa (MUSDES) baik dalam
menyampaikan pendapat maupun memutuskan kegiatan desa. Kejelasan
partisipasi keluarga miskin terletak pada perannya sebagai pekerja dalam proyek
pembangunan fisik di desanya. Karena kegiatan itu memerlukan tenaga lokal
untuk melaksanakan pembangunan. Kepala Desa Palas yang sebelumnya adalah
FD mengatakan bahwa:
”Untuk membangun MCK, gedung SD, jalan dan jembatan kami
menggunakan tenaga lokal sebagai bentuk partisipasi seperti yang
telah disepakati sebelumnya”. Sehingga kesempatan keluarga
miskin untuk memperoleh pengetahuan dalam mengelola kegiatan
secara utuh tidak mendapatkan, mereka hanya melaksanakan. A
sebagai warga Desa Palas menambahkan bahwa: “kami
mengusulkan sama-sama atas usul Pak Kadus dan biarlah dipimpin
orang c erdik pandai desa kami. Kami membantu tenaga saja”.
102
Pendapat itu menegaskan adanya ketidakadilan dalam program yang
sesungguhnya untuk keluarga miskin. Kegiatan pemberdayaan semacam PPK
lebih menonjolkan kepentingan proyek. Partisipasi menjadi semu, karena
partisipasi yang dirancang telah membatasi proses pemberdayaan yang diinginkan
dalam tujuan program.
Kontak awal merupakan bagian dari sosialisasi. Keberhasilan atau
kegagalan
sosialisasi
mempengaruhi
pelaksanaan
kegiatan.
Keberhasilan
sosialisasi program PPK hanya di kalangan elit desa dan warga masyarakat
tertentu. Sosialisasi program kepada keluarga miskin terasa kurang menyentuh.
Sosialisasi hanya dilakukan dari pertemuan ke pertemuan yang terbatas.
Keinginan fasilitator untuk memberikan informasi kepada seluruh warga
masyarakat tidak dapat terpenuhi karena adanya pembatasan waktu yang sangat
sempit dalam kegiatan itu. Sosialisasi kurang maksimal ini ditandai adanya
banyak warga di level bawah tidak mengerti adanya PPK. Warga yang
mengetahui adalah warga yang mempunyai kesempatan hadir dalam pertemuan
desa (MUSDES). Keluarga miskin yang tidak mendapatkan kesempatan ini tidak
akan mengetahui secara pasti PPK.
Kontak awal ini menjadi penting untuk melaksanakan kegiatan
selanjutnya. Hal ini mempengaruhi keterlibatan mereka dalam tahapan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan. Apakah keluarga miskin mendapatkan peran,
ikutserta menentukan keputusan, melaksanakan dan keikutsertaan memelihara
program.
Tanggapan info yang positif merupakan salah satu pengaruh terhadap
keberhasilan program pada awal program dilaksanakan, selanjutnya tergantung
pada pelaksanaan substansi program itu sendiri. Masyarakat desa secara
keseluruhan sangat antusias dengan bantuan PPK. Apalagi kegiatan PPK
mengharuskan bermusyawarah untuk memutuskan kebutuhan desanya. Sehingga
masyarakat desa hadir dalam pertemuan yang diadakan desa untuk mendapatkan
bantun PPK. Kepala desa memobilisasi warganya untuk hadir dalam pertemuan
dengan memotivasi warganya bahwa desanya akan menerima dana bantuan dari
PPK.
103
6.2.Transfer kekuasaan dalam setiap Kegiatan
Transfer kekuasaan dalam proses pemberdayaan diperlukan untuk
memberikan peluang yang luas kepada keluarga miskin dalam setiap kegiatan.
Beberapa
kekuasaan
yang
diperlukan
dalam
mengembangkan
model
pemberdayaan dalam masyarakat adalah:
6.2.1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup:
Kemampuan keluarga miskin dalam membuat keputusan -keputusan.
Keluarga miskin tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Hal
tercermin dalam pengambilan keputusan kegiatan desa yang akan diusulkan
mendapatkan bantuan dana dipengaruhi oleh open menu terbatas yang ditawarkan
oleh PPK yaitu kegiatan pembangunan sarana fisik seperti pembangunan jalan,
gedung sekolah, jembatan, MCK, dan los pasar serta penerangan listrik dari diesel
(penjelasan rinci tentang program penerangan listrik desa dipaparkan pada BAB
V).
Ruang keputusan yang telah dibatasi oleh PPK ini mengarahkan
masyarakat pada kebutuhan sarana yang kurang diminati oleh keluarga miskin.
Seperti yang telah dijelaskan pada kemampuan masyarakat khususnya
kemampuan keluarga miskin dalam menyampaikan pendapat masih lemah,
memberikan arti bahwa ruang gerak pengambilan keputusan diambil alih oleh elit
desa setempat.
Masyarakat menilai pembangunan MCK di Desa Palas kurang tepat dan
hasil pembangunan kurang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya
keluarga miskin. Keluarga miskin karena air sumurnya keruh. Akibatnya keluarga
miskin masih menggunakan rawa-rawa untuk kebutuhan air minum dan MCK
mereka.
Kondisi geografi juga mempengaruhi pengambilan keputusan masyarakat
desa secara keseluruhan. Pembangunan jalan dan jembatan menjadi kebutuhan
masyarakat. Berbeda dengan kebutuhan keluarga miskin. Dengan pekerjaan
sebagai buruh tani kebun kelapa sawit yang tidak setiap hari bekerja, mereka
memilih kegiatan yang dapat menambah penghasilan pada setiap kesempatan di
hari libur kerja. Di desa yang keluarga miskinnya di bawah 20 % dari jumlah
104
penduduk (Desa Sialang) mereka yang tersebar di setiap RT, tidak akan hadir
semua dalam musyawarah desa. Salah satu penyebabnya adalah perasaan tidak
enak masyarakat dan segan kepada peserta lain karena tidak diundang secara
langsung oleh Ketua RT atau undangan resmi dari desa, sehingga kondisi
minoritas ini memberikan pengaruh kecil pada pengambilan keputusan dalam
musyawarah desa.
6.2.2. Pendefinisian kebutuhan
Pendefinisian kebutuhan keluarga miskin berkaitan dengan kemampuan
menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. Kekuasaan
keluarga miskin dalam mendefinisikan kebutuhan diri belum tercermin dalam
bantuan yang diberikan oleh PPK. Keluarga miskin menerima bantuan dari apa
yang telah diusulkan pelaku PPK tingkat kecamatan pada saat MAD.
Pelaku PPK baik tingkat kecamatan dan kabupaten menilai PPK berhasil
dalam mencapai tujuan yaitu mendukung program pembangunan infrastruktur
desa (pembangunan sarana fisik). Namun demikian, PPK belum berhasil
mengakomodir kebutuhan keluarga miskin. Dalam hal ini, PPK belum
memberikan ruang bagi keluarga miskin untuk menyampaikan secara langsung
kebutuhan mereka.
Kebutuhan yang dibicarakan di tingkat desa dan kecamatan merupakan
kebutuhan
desa
secara
keseluruhan.
Kebutuhan
desa
tersebut
adalah
pembangunan sarana fisik. Pembangunan sarana fisik kurang sesuai dengan
kebutuhan keluarga miskin yaitu peningkatan pendapatan, beasiswa, dan bantuan
biaya kesehatan. Perbedaan kebutuhan desa dan keluarga miskin mengakibatkan
bantuan PPK belum dapat mengentaskan kemiskinan di pedesaan.
Proses pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan yang melibatkan
masyarakat dalam proyek desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pemberdayaraan masyarakat melaksanakan program bantuan yang difokuskan
pada kegiatan yang memberikan peluang kepada keluarga miskin untuk
mendefinisikan kebutuhannya. Program mengarah pada tujuan agar keluarga
miskin dapat berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin.
105
6.2.3. Ide atau gagasan
Pemberdayan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial, salah
satunya keluarga miskin memperoleh kesempatan dalam penyampaian ide atau
gagasan.
Keluarga
miskin
diharapkan
mampu
mengekspresikan
dan
menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa
tekanan. PPK belum memberikan ruang kepada keluarga miskin untuk berperan
dalam kegiatan, sehingga transfer kemampuan untuk menyampaikan ide belum
terlaksana dengan baik . Berdasarkan pelaksanaan kegiatan PPK melalui forumforum musyawarah, penyampaian ide masih didominasi pelaku PPK dan elit desa.
MUSDES pengambilan keputusan masih didominasi elit desa. Hal ini
ditegaskan oleh salah seorang keluarga miskin yang bernama S warga Desa
Sialang Indah:
“Saya mengikuti pertemuan PPK baru tahun ini. Beberapa tahun
yang lalu saya tidak diundang sehingga tidak mengetahui adanya
PPK di desa kami. Pada saat sekarangpun bapak bisa lihat siapasiapa yang mempunyai usul dalam pertemuan ini. Mereka yang
usul orang-orang yang pinter saja. Kami dari dulu kalau mengikuti
pertemuan hanya sekedar meramaikan saja. Yang kebetulan
kemarin diajak oleh Pak RT”.
PPK
berusaha
menghidupkan
kembali
peran
masyarakat
dalam
membangun desa melalui forum-forum PPK. Namun demikian, keluaga miskin
belum memperoleh ruang dalam penyampaian ide dalam forum tersebut.
Keluarga miskin hanya menyetujui kegiatan atas hasil keputusan bersama.
Hal ini juga terjadi d i desa lain, kurangnya partisipasi keluarga miskin dan
perempuan dalam menyampaikan ide atau gagasan dalam musyawarah. Mereka
dikumpulkan dalam rapat pertemuan desa untuk memenuhi syarat saja. Seperti
yang dinyatakan oleh Bapak Kades Kemang bahwa:
Musdes dihadiri sekitar 100 orang yang sebagian besar laki-laki,
90 laki-laki dan perempuan 10 orang. Sedikitnya perempuan yang
hadir, karena perempuan disini belum terbiasa dengan acara-acara
pertemuan resmi. Oleh karena itu, tidak ada pertemuan khusus
perempuan di desa ini. Kehadiran di desa berdasarkan undangan
dan perwakilan tiap RT. Penduduk kami sedikit. Hampir seperlima
keluarga yang ada di desa ini miskin atau sekitar 19,67 peren
sebagai keluarga miskin dari total kelurga 427 keluarga. Penduduk
miskin did esa kami memerlukan bantuan modal untuk usaha,
106
jaminan sekolah, keringanan biaya dalam di rumah sakit,
perumahan serta perningkatan keterampilan.
6.2.4. Lembaga-lembaga:
Proses pemberdayaan dalam PPK, keluarga miskin belum mampu
menjangkau manfaat adanya PPK. PP K belum memfasilitasi keluarga miskin
dalam menjangkau dan memanfaatkan lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan
dan kesehatan secara baik, sehingga Keluarga miskin masih kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Masalah tersebut mengak ibatkan keluarga miskin belum mampu
meningkatkan kepercayaan dalam keterlibatannya pada sebuah program; keluarga
miskin belum mampu mengatasi hambatan dalam menjangkau sumber-sumber
bantuan; keluarga miskin mampu bertindak setara dengan unsur masyarakat
lainnya dalam kontrol konsumsi keluarganya.
Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pendidikan seperti dinas
pendidikan dan perusahaan yang memberikan beasiswa kepada anak dari keluarga
miskin masih sulit dijangkau. Keluarga miskin memerlukan bantuan tersebut
dalam bentuk fasillitas untuk menjangkau lembaga-lembaga tersebut. Para pelaku
PPK belum dapat memfasilitiasinya karena para pelaku PPK menterjemahkan
kebutuhan pendidikan keluarga miskin dalam bentuk gedung sekolah bukan
beasiswa bagi anak dari keluarga miskin.
Keluarga miskin memerlukan bantuan biaya dan obat-obatan yang dapat
dijangkau oleh keluarga miskin yang anggota keluarganya sakit. Lembaga yang
bergerak dibidang inipun belum mampu dijangkau oleh keluarga miskin.
Keluarga miskin masih membayar penuh untuk beaya pengobatan di rumah sakit.
Sementara beaya pengobatan di rumah sakit sangat mahal.
Lembaga kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan
yang berada di ibukota kabupaten belum bisa dijangkau oleh keluarga miskin
melalui bantuan PPK. Pengerasan jalan dan pembuatan jembatan dengan bantuan
PPK, karena letak pembangunan sarana fisik tersebut belum dapat mendukung
keluarga miskin dalam mengakses lembaga-lembaga yang dibutuhkan oleh
masyarkat tersebut.
107
6.2.5. Sumber-sumber
Keluarga miskin belum mampu memobilisasi sumber-sumber formal,
informal dan kemasyarakatan. Sumber-sumber tersebut dikuasai oleh elit desa dan
keluarga mampu, sehingga keluarga miskin berada diluar sumber-sumber
tersebut. Kondisi ini membuat keluarga miskin tidak memperoleh peluang untuk
memanfaatkan sumber formal seperti sumber kesejahteraan sosial, kesehatan, dan
pendidikan.
Sumber-sumber tersebut tidak dapat dijangkau keluarga miskin karena
mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi, sosial dan politik. Bidang ekonomi,
keluarga miskin berpendapatan rendah, sehingga tidak memiliki kemampuan
untuk membayar sekolah dan berobat sesuai kebutuhan. Bidang sosial, keluarga
miskin belum memiliki kemampuan untuk berperan dalam kegiatan yang
dilaksanakan di desa mereka. Bidang politik, keluarga miskin termasuk lapisan
bawah dalam struktur sosial masyarakat. Mereka tidak mempunyai kemampuan
untuk menyampaikan pendapat bahkan menjadi pemimpin di desa karena
pendidikan yang rendah dan kurang pengalaman di bidang politik.
6.2.6. Aktivitas ekonomi:
Keluarga miskin belum mampu memiliki kesempatan ekonomi yang
setara. Karena bantuan PPK dalam bentuk pembangunan sarana fisik belum
berhasil meningkatkan pendapatan keluarga miskin, sehingga keluarga miskin
tetap belum mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Peluang keluarga miskin dalam memanfaatkan dan mengelola mekanisme
produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa masih kurang. Hal ini
terbukti dengan bantuan sarana fisik belum memberikan kemudahan keluarga
miskin dalam memperoleh pelayanan keuangan. Kegiatan PPK keluarga miskin
hanya mampu berperan sebagai buruh upahan.
6.3.Perbaikan Kualitas Hidup
Untuk dapat memahami perbaikan kualitas hidup keluarga miskin, perlu
dianalisis efektivitas program terhadap dampak dan manfaat yang dirasakan
108
keluarga miskin. Program yang efektif memiliki syarat-syarat yang memadai dan
mempertimbangkan sasaran perubahan program.
6.3.1. Syarat-syarat yang memadai
Untuk melaksanakan program pemberdayaan keluarga miskin dalam
upaya mengurangi angka kemiskinan di pedesaan, maka program ditelaah agar
memiliki syarat-syarat yaitu peraturan dan administrasi, kontrak dengan keluarga
miskin, keputusan yang adil, menetapkan kekuatan keluarga miskin sebagai
bentuk pemberdayaan sosial, memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah,
diperkirakan dapat mencapai target dan mengkases sarana yang ada di tingkat
lokal, distribusi yang adil (aspek dampak), keputusan komunitas terhadap hasil
PPK (aspek manfaat).
Peraturan dan administrasi program yang dimaksud adalah perarturan yang
memudahkan keluarga miskin untuk terlibat dalam kegiatan. Hal ini berbeda
peraturan yang ada dalam PPK yaitu adanya pembatasan dalam kegiatan MAD
telah diatur dalam PTO mengenai peserta, jenis kegiatan, dan target waktu.
Pembatasan peserta dalam MAD telah d itentukan perwakilan setiap desa 6 orang
terdiri 3 laki-laki dan 3 perempuan. Perwakilan itu terdiri kepala desa, Ketua
LKMD, Ketua BPD, tokoh perempuan dan tokoh masyarakat.
PPK telah menentukan jenis kegiatan yang didanai semua sarana fisik
desa, hal ini disampaikan pada saat MAD Sosialisasi dan dilanjutkan MUSDES
Sosialisasi.
Sehingga
pertemuan-pertemuan
selanjutnya
hanya
untuk
mengesahkan kegiatan yang telah ditentukan dari awal pertemuan. Target waktu
pendek, dimulai bulan Juli dan selesai pada bulan Desember. Target pencairan
dana menjadi alas an utama dalam pencapaian target waktu penyelesaian proyek.
Program yang mempunyai kontrak dengan keluarga miskin adalah
program yang memihak keluarga miskin . Meskipun dalam prinsip PPK telah
mencantumkan keberpihakan terhadap keluarga miskin, tetapi dalam aturan dan
pelaksanaan kegiatan tidak mencantumkan keterlibatan keluarga miskin secara
tegas. Program bantuan diberikan ke desa-desa yang memenangkan kompetisi.
Pelaksanaan
kegiatan
tidak
berdasarkan
jumlah
keluarga
berpartisipasi dan memanfaatkan bantuan secara langsung.
miskin
yang
109
Keputusan yang adil kepada keluarga miskin memungkinkan berjalannya
program. Pelaksanaan kegiatan PPK kurang mempertimbangkan kondisi
sesungguhnya desa yaitu desa mampu atau tidak berkompetisi. Desa-desa yang
memiliki kemampuan administrasi baik, akan memenangkan kompetisi dalam
MAD PPK. Keputusan ini mengajarkan kepada desa-desa yang telah mempunyai
kemampuan yang sama. Program prosedural ini, tidak memberikan manfaat
kepada keluarga miskin secara langsung. Karena para pelaku program menilai
sama terhadap kontestan dalam perebutan dana bantuan PPK.
Program yang efektif adalah program yang menetapkan kekuatan keluarga
miskin sebagai bentuk pemberdayaan sosial. Syarat ini belum dimiliki oleh PPK.
PPK menetapkan kekuatan pada institusi dan kelembagaan lokal sebagai
pemberdayaan. Hal itu telah menjadi tujuan program ini diadakan. Program ini
mengesampingkan kekuatan keluarga miskin dalam setiap tahap kegiatannya.
Keberadaan pusat program di kecamatan masih belum terjangkau oleh kekuatan
keluarga miskin. Hal ini dapat dikaji dengan ketatnya peraturan dan waktu
sosialisasi serta pelaksanaan kegiatan.
Program memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah. Berdasarkan
syarat ini, kontribusi PPK belum dapat menyentuh kebutuhan keluarga miskin,
sehingga tujuan pemecahan masalah keluarga miskin tidak dapat dicapai dengan
program yang telah dilaksanakan. Kebutuhan keluarga miskin adalah pekerjaan
pada waktu luang setelah tidak bekerja di kebun. Mereka menginginkan pekerjaan
untuk meningkatkan penghasilan yang diperoleh selama ini. Tujuannya adalah
untuk menyekolahkan anak, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mengobatkan
anggota keluarga ketika sakit.
Program yang efektif juga diperkirakan dapat mencapai target dan
mengakses sarana yang ada di tingkat lokal. Berkaitan dengan hal tersebut, PPK
hanya dapat memenuhi salah satu tujuan program yaitu pembangunan
infrastruktur desa. Syarat-syarat untuk mendapatkan tenaga lokal dapat dipenuhi
oleh masyarakat setempat. Termasuk tenaga ahli bangunan dan perancang
bangunan untuk tingkat desa. Sedangkan bahan mendatangkan dari desa lain,
karena desa sumber daya desa tersebut tidak dapat menyediakan bahan bangunan
110
yang diperlukan. Desa tersebut tidak memiliki pab rik batu -bata, pasir bangunan,
semen serta besi yang diperlukan. Toko bangunan yang ada masih terbatas dan
harganya mahal.
Program yang efektif adalah program yang memberikan distribusi bantuan
yang adil (aspek dampak). Bantuan ini diberikan ke desa secara kolektif bukan
perorangan. Khusus untuk Kecamatan Pangkalan Kuras, pembangunan sarana
fisik yang telah didanai PPK memberikan arti penting bagi desa. Meskipun belum
menyentuh langsung tujuan utama PPK. Warga masyarakat desa senang
menerima bantuan PPK. Tidak ada satu kelompokpun yang menolak adanya PPK.
Kepentingan bersama menjadi lebih penting dari sekedar kepentingan individu.
Meskipun keluarga miskin tidak menerima manfaat secara langsung oleh
adanya PPK, mereka tetap menerima PPK dengan senang hati. Interaksi yang
terjalin antara keluarga miskin dan keluarga kaya tetap baik. Di Desa Sialang
keluarga kaya membantu keluarga miskin yang memerlukan. Hubungan
ketetanggaan dianggap sebagai persaudaraan dalam masyarakat. Bapak T
mengatakan bahwa:
“Kami men jemput keluarga yang melahirkan di RS Satya Insani,
memakai mobil Bapak K. Bapak itu meminjamkan mobilnya
karena sewa mobil dari rumah sakit itu mahal. Keluarga itu sedang
susah. Kelahiran bayinya melalui operasi. Sedangkan untuk biaya
itu kemarin telah meminjam ke tetangga yang memiliki uang untuk
biaya operasi tersebut. Ya tidak tahu kapan mengembalikannya”.
Jalinan interaksi yang baik di antara warga masyarakat desa seperti: warga
masyarakat yang bertetangga saling memberi dan menerima di desa. Interaksi
tersebut memberikan kenyamanan dalam keh idupan bermasyarakat di desa.
Meskipun demikian, pembagian peranan dalam program masih terbatas kepada
orang-orang yang memiliki kemampuan baik dalam ekonomi maupun politik .
Program yang efektif dapat juga dinilai dari kepuasan komunitas terhadap
hasil PPK sebagai aspek manfaat. PPK merupakan salah satu upaya
penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan
kolektif bukan komunitas atau kelompok yang bermasalah. Mekanisme
pelaksanaan program ini menggunakan pendekatan pembangunan partisipasi,
dengan didasarkan pada asas ini dari, oleh dan untuk masyarakat. Pelaksanaan
111
PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras telah melaksanakan sampai tahap
pemeliharaan dan pelestarian program, pada kenyataannya BLM telah dirasakan
manfaatnya oleh penerima bantuan dan mereka pada umumnya dapat
melaksanakan
kegiatan
secara
berkesinambungan,
demikian
pula
pada
pembangunan sarana dan prasarana pada umumnya masyarakat di 15 desa telah
menikmati manfaatnya.
Mekanisme perencanaan PPK memfasilitasi dalam menggali dan
mengakomodasi usulan-usulan yang serta kebutuhan masyarakat, melalui
musyawarah tingkat dusun, usulan desa dan dilanjutkan ke MUSDES II. Dalam
kesempatan ini masyarakat telah mulai berani mengemukakan pendapat, gagasan
tentang kebutuhan dan kegiatan yang akan dilakukan untuk membangun desanya.
Proses pembelajaran pengusulan rencana partisipatif dengan kompetisi yang
sehat mulai nampak, meskipun masih ada yang belum bisa menerima usulannya
tidak disetujui oleh Tim Verifikasi.
Upaya pemberdayaan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung
akan menimbulkan berbagai dampak, baik yang dapat diprediksi maupun yang
tidak diprediksi. Salah satu dampak atau implikasi upaya pemberdayaan
masyarakat yang dapat diperkirakan yaitu terhadap peranan yang dimainkan oleh
pemerintah. Karakteristik pokok masyarakat yang telah diberdayakan adalah
memiliki kemampuan dan kemandirian. Kemampuan mengurus kepentingannya
sendiri dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Hal tersebut men imbulkan
konsekuensi logis terhadap peranan yang selama ini dimainkan oleh pemerintah.
Pelaksanaan pembangunan beberapa tahun yang lalu, pemerintah
mendominasi hampir seluruh peran kehidupan masyarakat, baik sebagai
stabilisator, dinamisator, innovator, maka perkembangan selanjutnya diperlukan
pembagian peran yang lebih seimbang antara pemerintah dengan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik
masyarakat.
Masyarakat yang selama ini berpartisipasi dalam pembangunan sebagai
pelaksana kebijakan, pada gilirannya masyarakat juga dapat berpartisipasi pada
tahap perumusan kebijakan. Inisiatif dan aktivitas kemasyarakatan yang selama
112
ini berada di tangan pemerintah secara bertahap beralih kepada masyarakat,
sementara pemerintah berperan sebagai pembimbing, pelatih dan pembina.
Masyarakat tidak lagi diatur dalam membangun desa.
Pengaruh implementasi mekanisme perencanaan PPK dapat dilihat pada
forum-forum musyawarah yang ada di desa. Tidak sabar dan perasaan jenuh
dalam mengikuti tahapan-tahapan yang memakan waktu lama, sehingga budaya
instant yang selama ini telah ditanamkan program pembangunan sebelumnya
mempengaruhi tingkat kesabaran mereka. Kebiasaan -kebiasaan membicarakan
rencana kegiatan pembangunan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat
dan melanjutkannya dalam kegiatan pembangunan. Pendekatan PPK belum secara
tegas memihak kepada keluarga miskin, karena ternyata yang menikmati bukan
hanya mereka tetapi semua masyarakat termasuk yang memiliki kemampuan
ekonomi.
Pembangunan sarana fisik yang banyak memakan biaya justru masyarakat
kalangan elit desa yang merasakan dampaknya. Dalam pengerasan jalan dengan
pasir batu (sirtu) memberikan peluang kepada mereka untuk membeli mobil dan
kemudahan dalam usaha ekonomi produktif. Sedangkan keluarga miskin tetap
dalam kondisi tidak berdaya. Kondisi ini mungkin memberikan peluang jurang
kemiskinan yang semakin lebar antara elit desa dengan keluarga miskin, akses ke
luar desa kelompok elit desa semakin terbuka.
Pelesatarian PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras dalam pemeliharaan
sarana fisik yang telah dibangun, perlu dit ingkatkan kesadarannya. Pemahaman
sarana yang telah dibangun menjadi milik masyarakat tidak diteruskan dalam
swadaya pemeliharaan, mereka masih menggantungkan bantuan dana. Beberapa
desa yang mempunyai penduduk penghasilan tetap tidak bermasalah khususnya
bangunan jalan karena mereka telah mengalokasikan dana setiap penghasilan.
Tetapi untuk sarana MCK, sumur, dan los pasar tidak memiliki dana khusus
sehingga setelah selesai dibangun belum dipelihara dengan baik.
Pembangunan sarana fisik di Kecamatan Pangkalan Kuras dirasakan
manfaatnya kalangan elit desa dengan dapat mempermudah usaha mereka,
menjalin mitra usaha dengan desa lain atau akses ke pusat informasi dan ekonomi
113
di kabupaten. Keluarga miskin (absolute) tidak dapat merasakan secara signifikan
terhadap peningkatan pendapatan, bahkan pengeluaran tetap tinggi. Bantuan PPK
yang diberikan kepada masyarakat hanya diwujudkan dalam bentuk pembangunan
sarana fisik sesuai hasil MUSDES.
Pembangunan sarana fisik di berbagai desa Kecamatan Pangkalan Kuras
dengan 95 persen dana anggaran yang disediakan PPK. Pembangunan tersebut
telah menggunakan tenaga kerja lokal. Penyediaan barang-barang sebagian besar
wilayah desa penerima bantuan PPK melibatkan warga masyarakat dan kontraktor
sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan tetap diupayakan menggunakan
bahan-bahan lokal yang masih dapat disediakan wilayah setempat. Berdasarkan
hasil pembangunan sarana dan prasarana fisik, masyarak at belum banyak terlibat
dalam kegiatan pemantauan/pengawasan. Masyarakat (keluarga miskin) hanya
berperan sebagai tenaga upahan, karena masyarakat menganggap bahwa
pemantauan merupakan tanggung jawab pemerintah atau para tenaga Tim Teknis
Desa. Dampaknya adalah hasil pembangunan sarana fisik kurang terpelihara
dengan baik.
6.3.2. Sasaran Perubahan Program
Sasaran perubahan program pemberdayaan melalui PPK, pada dasarnya
mencakup perubahan sikap, perubahan perilaku sosial, partisipasi sosial warga
masyarakat, keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan, serta aspek aspek ekonomi dan sosio budaya. Sasaran perubahan program tersebut adalah
perubahan sikap masyarkat, perubahan perilaku prososial, peningkatan partisipasi
sosial masyarakat dalam kegiatan PPK, perbaikan ekonomi, peningkatan sarana
dan prasarana sosial ekonomi serta fisik.
Kelompok masyarakat (khususnya keluarga miskin) di desa penerima
bantuan PPK belum berubah baik peningkatan pendapatan maupun kondisi
ekonominya. Masyarakat juga belum ada perubahan sikap terhadap program
bantuan yang telah diberikan kepadanya. Masyarakat menganggap bantuan itu
adalah bantuan hibah yang aturan dan syaratnya telah diatur oleh pemerintah,
sehingga mereka hanya menerima bantuan tersebut dan pasrah kepada elit desa
serta pemerintah lokal.
114
Keluarga miskin dianggap tidak mampu oleh kelompok elit masyarakat
(kepala desa) dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan,
sehingga elit desa belum melibatkan keluarga miskin dalam pengelolaan proyek
(kepengurusan). Oleh karena itu, perilaku masyarakat belum berubah meskipun
telah ada PPK di desa mereka.
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat mengikuti kegiatan ini tidak
didasarkan pada kebutuhan tetapi pada kepentingan PPK. Masyarakat mengikuti
kegiatan-kegiatan secara prosedural menurut prinsip -prinsip PPK. Pada kegiatan
ini keluarga miskin tidak mendapatkan tempat untuk berperan. Kegiatan ini telah
dibatasi oleh peraturan-peraturan dan prinsip PPK yang terbutki menghambat
partisipasi dan proses pemberdayaan keluarga miskin di desa .
Perilaku sosial didefinisikan sebagai bentuk segala tindakan yan g
dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperhatikan
motif-motif si penolong, yang berkisar pada tindakan-tindakan altruisme yang
tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih. Perilaku prososial yang
muncul di masyarakat penerima bantuan PPK antara lain kesediaan warga untuk
menjadi Tim Teknis Desa (TTD), Fasilitator Desa (FD), Tim Pelaksana Kegiatan
(TPK), Unit Pengelola Keuangan (UPK), tanpa memperhitungkan besar kecilnya
honor. Kesepahaman dan kemampuan untuk menerima keputusan bersama
diantara warga masyarakat dalam musyawarah. Pembangunan sarana dan
prasarana fisik, warga rela melakukan gotong-royong. Masyarakat juga mampu
melakukan swadaya untuk menunjang pembangunan fisik.
Perilaku masyarakat semata-mata seperti: keluarga miskin bersedia
menerima bantuan dan terlibat sebagai TTD dan FD, bukan karena untuk
memenuhi kebutuhan keluarga miskin di desa, tetapi elit desa mempengaruhi
keluarga miskin agar mau menerima bantuan yang diberikan PPK. Elit desa
memiliki tujuan agar proyek PPK diberikan di desa mereka.
Peningkatan partisipasi sosial masyarakat dalam kegiatan PPK belum
dimanifestasikan dalam pemberian peran kepada keluarga miskin. Masyarakat
belum mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, dan merumuskan definisi-definisi situasi. Masyarakat belum
115
mempunyai kekuasaan untuk menafsirkan permasalahan yang dihadapinya.
Penyebabnya adalah PPK telah mengatur jumlah peserta, sehingga masyarakat
yang hadir adalah masyarakat yang telah ditentukan dalam PPK. PPK belum
menyebutkan secara khusus keluarga miskin sebagai peserta yang hadir dalam
pertemuan dan menentukan kebutuhannya sendiri berkaitan bantuan dana program
pengentasan kemiskinan yang ada.
Perbaikan ekonomi keluarga miskin didasarkan pada peningkatan
pendapatan keluarga miskin dan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan
papan. Pembangunan sarana fisik yang didanai oleh PPK belum ada peningkatan
ekonomi keluarga miskin secara signifikan. Pemanfaat bantuan adalah orangorang yang telah mempunyai kemampuan ekonomi baik dan mapan.
Pembangunan sarana dan prasarana fisik yang tersebar di desa-desa sekecamatan meningkat setelah turunnya bantuan PPK, seperti jalan sirtu, MCK,
sumur galian, gedung sekolah, jembatan dan los pasar. Proyek ini belum mampu
meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga miskin. Hal ini dapat dipahami
bahwa proyek sarana fisik yang dibangun tidak memberikan akses kepada
keluarga miskin untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin. Hasil proyek
cenderung dinikmati oleh keluarga-keluarga kaya yang ada di desa. Seperti
sekolah yang dibangun tidak serta merta memberikan kebebasan atau keringanan
dalam membayar uang sekolah. Tidak ada dispensasi dalam kegiatan administrasi
sekolah dalam pembayaran maupun penggunaan fasilitas sekolah.
Keluarga miskin dalam PPK tidak mendapatkan peluang dan kekuasaan
untuk dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan PPK dikarenakan adanya
pembatasan
ruang
partisipasi
dalam
forum-forum
musyarawarah
untuk
menentukan kegiatan dalam pengentasan keluarga miskin. Hal ini telah diatur
dalam PTO dan prinsip PPK. Keluarga miskin hanya berperan dalam kegiatan
pembangunan fisik sebagai buruh upahan. Selain itu, pengaruh elit desa dalam
setiap kegiatan dan budaya menghormati yang atas dan taat bagi yang bawah.
Faktor-faktor interen keluarga miskin seperti percaya kepada pemimpin,
merasa tidak diperhitungkan dan faktor eksteren yang mempengaruhi rendahnya
peran keluarga miskin adalah dominannya kelompok elit desa dalam pengambilan
116
keputusan dan berpendapat, target dan waktu pelaksanaan proyek yang didanai
oleh PPK yang sangat mendesak. Faktor interen dan eksteren inilah yang
kemudian menyebabkan rendahnya partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan kegiatan yang ada di desa itu.
PPK belum memberikan jaminan kepada keluarga miskin mampu keluar
dari belenggu kemiskinan. Bantuan tidak menyentuh langsung kepada
kepentingan keluarga miskin. Kepentingan PPK mengukur target, waktu dan hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan secara fisik mempengaruhi keputusan keputusan
musyawarah
masyarakat
telah
diarahkan
pada
sebelumnya.
Pengambilan keputusan dari musyawarah desa menjadi seremonial yang telah
diatur oleh PPK yang dilaksanakan oleh aparat desa.
Oleh karena itu, diperlukan bantuan disesuaikan dengan perlindungan
sosial bagi keluarga miskin seperti memberikan hak -hak dalam pengambilan
keputusan, jaminan sosial seperti asuransi untuk menyentuh kebutuhan keluarga
miskin. Hal ini dapat berbentuk asuransi sosial desa. Untuk memberikan
tambahan pendapatan keluarga miskin dengan cara memberikan pekerjaan di
waktu luang yang dapat dikerjakan secara individu dan kelompok.
Hasil kajian tentang tujuan, proses serta hasil program ini tidak efektif.
Analisis tujuan membuktikan tidak terjadi peningkatan pendapatan keluarga
miskin, sehingga keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri
secara baik. Analisis proses menyatakan keluarga miskin tidak menjadi berdaya
karena keluarga miskin tetap tidak mampu berperan dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh PPK. Analisis hasil program membuktikan proyek dinikmati
keluarga kaya karena syarat-syarat kontrak kerja dengan keluarga miskin tidak
terpenuhi. Peraturan cenderung membatasi keterlibatan keluarga miskin dalam
proses pemberdayaan keluarga miskin.
Saran untuk mengatasi permasalahan di atas dibagi dua yaitu berkaitan
dengan (1) PPK diperlukan perbaikan atau perubahan pada aturan-aturan yang
membatasi partisipasi dan kompetisi sehat difokuskan pada desa-desa yang
jumlah keluaga miskinnya banyak; (2) asesmen kebutuhan keluarga miskin
dilaksanakan dengan melibatkan keluarga miskin Kegiatan bertujuan untuk
117
meningkatkan partisipasi keluarga miskin dan meningkatkan kapasitas penggalian
kebutuhannya sendiri. Keluarga miskin mempunyai peran yang besar dalam
merumuskan, memilih kebutuhan mereka dan mewujudkannya dalam kegiatan
baik yang didanai secara swadaya maupun donator dari luar desa. Kegiatan juga
tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik desa, tetapi mengarah kepada
peningkatan kesejahteraan sosial keluarga miskin pedesaan.
VII
RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA
MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK
7.1.Latar Belakang
Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin melalui Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) menurut perspektif pekerjaan sosial bertujuan
untuk memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin mampu
melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi
kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Pemberdayaan keluarga
miskin dalam perspektif ini menjadikan keluarga miskin sebagai pelaku dalam
penanggulangan kemiskinan. Indikator keberhasilan rancangan ini terletak pada
proses keberdayaan keluarga miskin .
Program
pemberdayaan
keluarga
miskin
melalui
PPK
agar
mempertimbangkan potensi, hambatan serta kebutuhan yang diperlukan, untuk
mengakomodir aspek-aspek tersebut, disusun rancangan program penyempurnaan
PPK menurut perspektif pekerjaan sosial. Berdasarkan hasil wawancara,
pengamatan dan kajian dokumen (telah dianalisis pemberdayaan PPK di bab
sebelumnya), maka ditemukan kelemahan dan potensi keluarga miskin;
kelemahan PPK dan kelebihan PPK; sebab, akibat, dan cara mengatasi masalah.
Program pemberdayaan keluarga miskin meliputi: kegiatan asesmen
masalah dan mendesain program. Kegiatan tersebut untuk menggali masalah,
potensi, dan rancangan program yang tepat.
7.1.1. Asesmen Masalah
Kegiatan asesmen masalah terdiri dari: (1) identifikasi permasalahan:
masalah yang dihadapi keluarga miskin, masalah PPK, rendahnya pendapatan,
pendidikan, sempitnya peluang berpendapat atau menyampaikan usulan oleh
kelu arga miskin; (2) identifikasi kebutuhan; (3) potensi sumber daya lokal; (4)
analisa situasi; (5) analisa tujuan; dan (6) pihak -pihak yang terlibat.
119
Permasalahan internal yang dihadapi keluarga miskin di desa adalah (1)
merasa minder dan percaya kepada pemimpin lokal; (2) tidak mengetahui tata
cara mengelola proyek (tidak mempunyai pengalaman mengelola proyek; (3)
mempercayai bahwa proyek yang dilakukan pemerintah telah diatur sedemikian
rupa sehingga keluarga miskin tidak diperlukan; (4) tidak mempunyai pengalaman
dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Keluarga miskin hanya dilibatkan dalam peran sebagai tenaga upahan
pada pelaksanaan kegiatan PPK. Hal ini disebabkan karena (1) PTO PPK
membatasi partisipasi keluarga miskin (termasuk pembatasan waktu pelaksanaan
proyek); (2) Anggapan keluarga miskin tidak sanggup mengelola kegiatan karena
pendidikannya rendah; (3) keberadaan keluarga miskin sering diabaikan.
Bantuan sarana fisik belum memberdayakan keluarga miskin. Hal ini
disebabkan oleh: (1) Pembangunan sarana fisik adalah usulan elit desa; (2)
Keluarga miskin tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan usulan
Program pemberdayaan tidak efektif, hasil program hanya dinikmati
langsung oleh keluarga kaya. Hal ini disebabkan oleh adanya inkonsistensi antara
tujuan, peraturan dan pelaksanaan kegiatan proyek. Dalam tujuan mengungkapkan
mengentaskan kemiskinan tetapi proyek yang dibiayai oleh PPK tidak menyentuh
langsung pada kebutuhan keluarga miskin. Proyek-proyek sarana fisik yang ada di
Desa Sialang Indah seperti bangunan sekolah tidak menyentuh kebutuhan
keluarga miskin. Bantuan yang diperlukan dalam pendidikan berupa beasiswa.
Hal ini seperti di ungkapkan oleh S bahwa:
“Agar anak kami sekolah diberikan keringanan biaya. Di sini
sekolah jauh dan memerlukan biaya yang besar. Sedangkan
sekolah yang ada di sini tidak memberikan keringanan biaya bagi
yang tidak mampu membayar sekolah”.
Sedangkan dalam peraturan tidak partisipatif. Hal ini berlawanan dengan
prinsip keberpihakan keluarga miskin dan prinsip partisipasi. Hal ini dapat dikaji
pada peserta MAD yang telah ditentukan oleh PPK (di dalamnya tidak
mencantumkan keluarga miskin sebagai peserta atau setidaknya tokoh keluarga
miskin untuk mewakilinya.
120
Pelaksanaan PPK hanya memberikan kesempatan kepada keluarga miskin
terlibat sebagai pekerja upahan dalam proyek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Matrik 2
Matrik 2 Permasalahan, sebab dan akibat
Masalah
Sebab
Keluarga miskin tidak
memiliki peluang dan
kekuasaan
Kegagalan PPK
PTO PPK membatasi
partisipasi keluarga miskin
(termasuk pembatasan waktu
pelaksanaan proyek)
Pembangunan sarana fisik
adalah usulan elit desa
Keluarga
miskin
tidak
mempunyai kemampuan untuk
memberikan usulan
Adanya inkonsistensi antara
tujuan, peraturan dan
pelaksanaan kegiatan.
Akibat
Kurang percaya diri
Pengetahuan kurang
Merasa tidak diperlukan
Kesempatan berpendapat
Tidak mampu mengakses
pelayanan sosial
Keluarga miskin hanya
dilibatkan dalam peran
sebagai tenaga upahan
Bantuan sarana fisik belum
memberdayakan keluarga
miskin
Program pemberdayaan
tidak efektif, hasil
program hanya dinikmati
langsung oleh keluarga
kaya.
Sumber: Hasil Penelitian 2005
Kegagalan PPK dalam mengurangi angka kemiskinan disebabkan tidak
adanya peluang dan kekuasaan keluarga miskin berperan dalam program. Selain
itu, PPK membatasinya dengan aturan, ketentuan jenis bantuan, inkonsistensi
antara tujuan, peraturan dan pelaksanaannya. Tidak adanya peluang dan
kekuasaan disebabkan oleh tekanan kelompok elit dalam struktur sosial desa.
Tekanan itu berupa dominasi dalam usulan maupun peran pada kegiatan desa.
Sehingga untuk mengefektifkan program dalam pemberdayaan keluarga miskin
melalui PPK diperlukan penyempurnaan.
Hal-hal yang berkaitan dengan aspek peluang dan kekuasaan yang tidak
dimiliki oleh keluarga miskin dikarenakan pendapatan dan pendidikan yang
121
rendah, sempitnya peluang keluarga miskin dalam hal berpendapat atau
menyampaikan usulan, tidak memiliki peran dalam kegiatan pembangunan desa.
Pendapatan keluarga miskin masih rendah, sehingga keluarga miskin
belum memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara memadai.
Baik untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan,
transportasi dan lain-lain. Oleh karena itu, keluarga miskin mengalami kesulitan
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Keluarga miskin tidak memiliki kesempatan bersekolah yang tinggi
menyebabkan rendah diri, dan menyerahkan peran-peran kegiatan desa kepada elit
desa. Hal ini mengakibatkan keluarga miskin tidak memiliki peluang dan
kekuasaan untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dominasi elit desa dalam menyampaikan pendapat mengakibatkan
keluarga miskin kehilangan peluang dan kekuasaan untuk menyampaikan
pendapat dan ide-ide di forum terbuka seperti dalam musyawarah. Keluarga
miskin
menjadi
termarjinalkan
dengan
hilangnya
kesempatan
tersebut.
Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam musyarawarah menjadi milik elit
desa bukan keluarga miskin. Hal ini menimbulkan permasalahan pada keputusan
dalam musyawarah desa seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan keluarga
miskin.
Peran-peran kegiatan desa dimiliki oleh kelompok elit desa, karena tidak
adanya kemampuan keluarga miskin dalam setiap program yang dilaksanakan.
Selain itu, PPK membatasi partisipasi keluarga miskin dengan aturan peserta
musyawarah tidak melibatkan keluarga miskin (hanya dilibatkan sebagai tenaga
upahan), pembatasan waktu pelaksaan proyek yang terlalu singkat; ketentuan jenis
bantuan, dan inkonsistensi tujuan, peraturan serta pelaksanaan kegiatan.
Sebelum Program pemberdayaan keluarga miskin Desa Sialang Indah
Kecamatan Pangkalan Kuras dilaksanakan perlu dilaksanakan identifikasi
kebutuhan keluarga miskin dan kebutuhan desa secara utuh. Hal-hal yang perlu
diidentifikasi adalah penghasilan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sumber
daya lokal, situasi yang dapat mendorong proses pemberdayaan, tujuan, dan
pihak-pihak terkait yang dapat memberikan kemudahan -kemudahan.
122
Penambahan penghasilan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
konsumsi domestik keluarga miskin. Kegiatan ini dapat berupa usaha ekonomi
bersama yang dikelola oleh mereka sendiri. Untuk mendapatkan modal usaha
melalui bantuan dana PPK. Sedangkan kebutuhan jaminan kesehatan dan
pendidikan dapat diberikan dalam bentuk asuransi sosial desa. Pemilihan
pengurus melibatkan keluarga miskin dan melalui pertemuan khusus keluarga
miskin untuk memilih wakil yang akan duduk di kepengurusan.
Sumber daya lokal berupa lahan pertanian dan perladangan desa yang
masih luas belum dimanfaatkan secara maksimal. Tenaga kerja lebih banyak
tenaga kasar untuk mengerjakan kebun (keluarga miskin berasal dari desa yang
keahlian mereka bertani sawah dan ladang).
Situasi yang mendukung proses pemberdayaan terdiri dari situasi yang
diakibatkan oleh kondisi geografi, demografi, dan kelembagaan serta akses
terhadap sumber-sumber. Penduduk berasal dari berbagai suku dan agama.
Kondisi geografi berbukit -bukit dan jauh dari kota. Jarak antara desa dengan yang
lain berjauhan, sehingga untuk memudahkan mobilitas diperlukan transportasi.
Desa Sialang Indah tidak termasuk kategori desa miskin bila didasarkan
penilaian jumlah keluarga miskinnya, masyarakat telah mampu membangun
sarana dan prasarana fisik terbukti dengan adanya program PPLTDD. Melalui
lembaga KUD Sialang Makmur yang ada di desa itu. Sedangkan untuk
menambahkan modal telah ada bank di tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Selain itu, KUD telah mampu memberikan pinjaman kepada masyarakat desa
Sialang Indah.
Tujuan utama rancangan program ini adalah untuk meningkatkan program
pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras
Kabupaten Pelalawan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada
keluarga miskin dalam melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal
untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Dengan
demikian program dirancang untuk meningkatkan partisipasi, menguatkan
keluarga miskin dan meningkatkan perlindungan sosial dalam kegiatan PPK.
123
Analisis stakeholders dan shareholders digunakan untuk menganalisis
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan keluarga miskin.
Stakeholders tersebut adalah kepala desa dan aparatnya, tokoh masyarakat, para
pelaku PPK (dari tingkat desa sampai tingkat nasional), para pelaku keuangan
(dari tingkat desa hingga kabupaten). Shareholders adalah pihak-pihak yang
berperan dalam membantu proses pemberdayaan masyarakat bukan hanya sebagai
orang tetapi bentuk dukungan yang diberikan terhadap pemberdayaan tersebut.
7.1.2. Desain Program
Setelah mengidentifikasi permasalahan PPK, kebutuhan dan permasalahan
keluarga miskin Desa Sialang Indah, dilakukan penyusunan program. Program
dirancang berdasarkan hasil wawancara mendalam, pengamatan, dan studi
dokumentasi. Kesimpulan dibuat oleh keluarga miskin melalui wawancara
tersebut dan penyusunan pro gram berdasarkan kebutuhan yang nyata dari
keluarga miskin. Analisis program dilakukan oleh pendapat-pendapat keluarga
miskin melalui wawancara (individu dan kelompok) dan dikolaborasikan dengan
hasil pengamatan dilapangan.
Kegiatan tersebut mengembangkan kemampuan keluarga miskin dalam
pengelolaan kegiatan didasarkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada di desa. Sumber daya manusia didasarkan pada pertimbangan
kegiatan hanya membutuhkan pelatihan tidak terlalu lama dan mudah dikerjakan
oleh keluarga miskin. Kegiatan dapat dikerjakan pada waktu -waktu luang
keluarga miskin. Kegiatan tersebut tidak mengganggu jadwal mencari nafkah
sebagai buruh tani di desa. Kelompok memerlukan tenaga-tenaga kasar untuk
mendapatkan produksi yang besar.
Sumber daya alam berupa tanah Desa Sialang yang tidak dimanfaatkan
perkebunan masih luas. Karakteristik tanah cocok untuk memenuhi kebutuhan
bahan pokok kegiatan yang akan dilaksanakan. Dana yang dipergunakan sebagai
modal tidak terlalu besar. Sumber dana didapat dari dana bantuan PPK, swadaya
masyarakat, kredit dari KUD.
Untuk menentukan perencanaan program pemberdayaan keluarga miskin
diperlukan sumber-sumber yang dibutuhkan keluarga miskin dan dilakukan uji
124
kelayakan strategi program. Sumber tersebut berasal dari dalam diri dan luar diri
keluarga miskin. Sumber dalam diri seperti kemauan dan kemampuan. Sumber
dari luar diri keluarga miskin seperti kesempatan dan kekuasaan.
Keluarga miskin memerlukan forum keluarga miskin untuk menampung
aspirasi mereka dalam menentukan kebutuhan keluarga miskin, mereka
memerlukan kesempatan dan kekuatan untuk dapat berperan dalam mengambil
keputusan, untuk memilih alternatif sesuai kebutuhan sendiri. Kebutuhan tersebut
terdiri dari: bantuan dana langsung yang dapat dipergunakan keluarga miskin
untuk mengembangkan diri mereka dan keluarganya; jaminan sosial berupa
bantuan pengobatan, pendidikan dan kesempatan kerja; subsidi silang sebagai
bentuk pemberdayaan yang berasal dari masyarakat setempat (asuransi sosial
desa).
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah rendahnya
kesadaran keluarga kaya dan sumber daya manusia dalam mengelola desa rendah.
Umumnya, warga hanya dapat mengelola diri sendiri dan kesulitan mengelola
kelompok. Kebiasaan -kebiasaan buruk (seperti malas, tergantung pada orang lain
dan pasrah) juga mempengaruhi program yang akan dijalankan. Sehingga
keluarga miskin tidak dapat tersentuh oleh program maupun perhatian masyarakat
setempat dalam bentuk bantuan nyata. Egoisme sektoral instansi yang berwenang
melaksanakan
kegiatan
pemberdayaan
(pertanian,
sosial,
pendidikan,
perindustrian dan koperasi serta statistik).
Kewajiban, keterlibatan semua elemen desa (aparat pemerintah desa dan
kecamatan, tokoh masyarakat, tokoh agama) untuk mendukung dan mensukseskan
kegiatan pemberdayaan keluarga miskin Desa Sialang Indah berupa peningkatan
partisipasi, penguatan keluarga miskin dan peningkatan perlindungan sosial.
Kewajiban aparat pemerintah desa adalah memberikan kemudahan lokasi yang
akan dijadikan usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga miskin.
Kewajiban para tokoh agama, tokoh masyarakat (para purnawirawan TNI
dan POLRI, Guru dan Ustadz) untuk memberikan motivasi, teladan, membagi
pengalaman dalam berbagai kesemp atan tentang bagaimana mengajukan kredit di
bank dan KUD menghubungkan para konsumen yang akan menggunakan produk
125
para keluarg a miskin tersebut. Kewajiban lain adalah untuk memberikan peluang
dan kekuasaan keluarga miskin untuk berbicara di forum dengan melibatkan
keluarga miskin di setiap pertemuan desa.
Keuntungan yang diperoleh keluarga miskin dalam program ini adalah
menperoleh kesempatan bekerja di perkebunan plasma petani dan perkebunan inti
perusahaan. Kesempatan ini bermanfaat bagi keluarga miskin untuk menambah
penghasilan di waktu luang pada saat mereka tidak bekerja dikebun dan asuransi
sosial desa memberikan manfaat kepada keberdayaan keluarga miskin dalam
memenuhi kebutuhan dasar yang tidak dapat terpenuhi karena sakit atau tidak
dapat membayar biaya sekolah anak. Keluarga miskin mempunyai peluang
menperoleh modal dana untuk usaha dengan menjadi anggota koperasi di desa
tersebut. Usaha ekonomi tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
desa, sehingga memudahkan pemasaran hasil produksi yang dimanfaatkan
penduduk setempat dan di luar desa.
7.2.Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan
Program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK menurut perspektif
pekerjaan sosial adalah menjadikan keluargaa miskin sebagai pelaku dalam
melaksanakan proses pemberdayaan. Keluarga miskin mempunyai peluang dan
kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri. Sehingga keluarga miskin mempunyai
hak untuk menentukan apa kebutuhan dan program yang diinginkannya. Program
kegiatan terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yang akan didukung kegiatan -kegiatan
lain sebagai penunjang. Kegiatan pokok adalah kegiatan yang didasarkan
kesimpulan yang muncul dari unsur-unsur yang ada di desa. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Matrik 3
126
Matrik 3. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang
Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan
Program
Kegiatan
Pemberdayaan
Keluarga
Miskin
Melalui
1. Sosialisasi
2. Diklat
Pengembangan
PPK
Penyempurnaan
PPK
Tujuan
3. Assesmen
Kebutuhan
1. Peningkatan
partisipasi
2. Peningkatan
perlindungan
sosial
3. Penguatan
kapasitas
Pelaksana
Penanggung
jawab
Waktu
Pelaku PPK
Pelaku
PPK
Januari
2006
Keluarga
miksin
Keluarga
Miskin
Januari
2006
Sumber : hasil wawancara dengan keluarga miskin Desa Sialang dan Pelaku PPK
7.2.1. Program
Kegiatan ini menempatkan keluarga miskin sebagai pelaku utama dalam
pelaksanaan proses pemberdayaan keluarga miskin di desa, maka disusun
kegiatan: “PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGAN MIKSIN MELALUI
PENYEMPURNAAN PPK”.
7.2.2. Tujuan
Program pemberdayaan dilakukan dengan memperbaiki PPK yaitu
Program Pemberd ayaan Keluarga Miskin Melalui PPK Menurut Perspektif
Pekerjaan Sosial yang mempunyai tujuan utama: untuk meningkatkan program
pemberdayaan keluarga miskin melalui perubahan PPK di Kecamatan Pangkalan
Kuras Kabupaten Pelalawan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada
keluarga miskin dalam melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal
untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Tujuan
khusus
program
ini
adalah
peningkatan
penghasilan
keluarga
miskin,
meningkatkan partisipasi, meningkatkan solidaritas sosial. Sedangkan target yang
akan dicapai adalah peningkatan partisipasi, penguatan keluarga miskin dan
peningkatan perlindungan sosial dalam kegiatan PPK.
7.2.3. Sasaran Program
Sasaran program adalah para pelaku Program Pengembangan Kecamatan
(PPK), keluaga miskin, dan pihak -p ihak yang terlibat dalam pembanguan di
pedesaan Para pelaku PPK memperbaiki peraturan dalam PTO untuk dapat
127
mengakomodir kebutuhan dan kepentingan keluarga miskin. Perbaikan peraturan
peserta MAD dengan melibatkan keluarga miskin, mengubah fokus kompetisi
sehat antar desa menjadi antar desa miskin, masa sosialisasi diperpanjang.
Keluarga miskin mampu terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan
yang dilakukan oleh PPK melalui keikutsertaan dalam MAD, MUSDES,
Penggalian Gagasan dan Pelaksanaan kegiatan PPK di desa.
Pihak-p ihak terkait seperti KUD, Bank BRI, BNI dan BPD, pemerintah
daerah dan pemerintah lokal (desa dan kecamatan), yang dapat dijadikan sistem
sumber dalam pemberdayaan keluarga miskin. Pihak-pihak tersebut, diharapkan
dapat memberikan kemudahan permohonan bantuan modal yang tidak dibantu
oleh PPK.
7.2.4. Kegiatan-kegiatan Yang dilaksanakan
Kegiatan PROGRAM PENYEMPURNAAN PPK terdiri dari: sosialisasi,
pendidikan dan pelatihan pengembangan para pelaku PPK, dan serta asesmen
kebutuhan keluarga miskin. Sosialisasi penyempurnaan PPK dilakukan melalui
pertemuan -pertemuan dengan dengan para pelaku PPK tingkat kecamatan dan
kabupaten. Hal ini dimaksudkan kelanjutan PPK diserahkan kepada kabupaten kabupaten yang melaksanakan pembangunan wilayah dengan pola -pola PPK.
Sehingga PPK dapat disesuaikan pada wilayah pembangunan masing-masing.
Sosialisasi PPK kepada masyarakat yang ditujukan untuk peningkatan
partisipasi dilakukan dengan melibatkan keluarga miskin dalam pro yek
pembangunan desa yang berkaitan langsung dengan pemecahan masalah keluarga
miskin secara kolektif. Kegiatan ini meliputi peningkatan peran dan kekuasaan
keluarga miskin dalam proyek. Melalui pemberian peluang dalam sebuah peran
dan kekuasaan dalam meng ambil keputusan dalam perencanaan dengan kuota 30
% dari peserta musyawarah perencanaan sosial desa.
Pelibatan keluarga miskin dalam proyek pembangunan yang bertujuan
mengentaskan kemiskinan di Kecamatan dari perencanaan hingga evaluasi
program hingga 20 % dari jumlah pengelola proyek. Kegiatan nyata yang dapat
dilakukan adalah mengundang keluarga miskin pada setiap rapat-rapat desa
(kegiatan yang berkaitan langsung dengan keluarga miskin). Pelaksanaan kegiatan
128
diberikan kepada keluarga miskin dan aparat desa bisa menjadi pembina dan
pendamping. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak S bahwa
“Seharusnya kami diundang untuk membicarakan kegiatan yang
akan dilakukan desa kami. Sayangnya, selama ini undangan orangorangnya telah dipilih. Sekarang lumayan kami diundang, itupun
tidak semua. kemarin diundang lewat pengumuman di upacara
Proklamasi di halaman Balai Desa. Tetapi yang hadir mereka disini
yang diajak oleh Pak RT berdasarkan surat undangan dari desa
yang menyatakan bahwa undangan untuk Pak RT dengan
mengajak warganya lima orang ”.
Peningkatan
kegiatan-kegiatan
yang
mengarah
pada
pemenuhan
kebutuhan keluarga miskin berupa menghubungkan kebutuhan-kebutuhan
keluarga miskin dan memperoleh hak hidupnya seperti mempunyai rumah layak
huni, berperan dalam kegiatan masyarakat dan memperoleh pelayanan khusus
seperti pembuatan KTP, berobat, sekolah dan pendampingan perencanaan
program. Kegiatan asuransi sosial desa bertujuan untuk memberikan jaminan
kepada keluarga miskin dalam mengakses pelayanan sosial yang tidak dapat
dijangkau oleh keluarga miskin karena faktor keterbatasan keuangan.
Berkaitan dengan kegiatan ini, diperlukan perbaikan peraturan PPK dalam
kompetisi sehat yang hanya melibatkan desa-desa miskin dengan kreteria dan data
yang jelas. Misalnya sebagai parameter desa miskin adalah desa yang mempunyai
keluarga miskin lebih 20 %, tidak memiliki sarana transportasi umum, jarak dari
kota kecamatan 20 kilometer, tidak memiliki jalan utama aspal atau sirtu, tidak
dapat dijangkau kendaraan roda empat dan sebagainya.
Penguatan keluarga miskin melalui meningkatkan akses keluarga miskin
(memberikan peluang dan kesempatan) pada setiap kegiatan, meningkatkan
kontrol (meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan) yang terjadi di
sekitar
kehidupannya,
mengurangi
ketergantungan
dengan
pihak
luar
(kemandirian). Untuk mencapai kegiatan tersebut diperlukan kegiatan -kegiatan
nyata seperti kegiatan pendidikan dan keterampilan, kegiatan usaha ekonomi
bersama dan asuransi sosial desa.
129
Pendidikan meliputi peningkatan pengetahuan proyek yang akan berjalan
di desa tersebut. Kegiatan ini mempunyai tujuan bahwa jika keluarga miskin
mempunyai keterampilan yang memadai dalam pengelolaan proyek, mereka akan
dilibatkan dalam kegiatan sehingga mampu ikut serta dalam menentukan pilihan
program dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengembangkan dirinya
sendiri. Keluarga miskin mempunyai daya tawar tinggi dalam kehidupan
masyarakat desa untuk ikut menentukan kegiatan desa yang ditujukan untuk
penanggulangan kemiskinan. Seperti apa yang disampaikan oleh Bapak S bahwa
“Bagaimana kami akan dapat menentukan kegiatan desa. Apabila
ada pembangunan desa atau proyek hanya orang-orang pinter
yang banyak usul dan terlibat. Kami hanya ikut dalam kegiatan
yang berkaitan dengan tenaga kasar”.
Kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan penyadaran kepada
masyarakat untuk menganalisis keadaannya sendiri, memikirkan apa yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki keadaannya, mengembangkan potensi dan
keterampilannya untuk memperbaiki kehidupannya. Selain itu, keluarga miskin
menjadi kuat, dan mengerti hak serta kewajibannya. Kegiatan penguatan yang
berkaitan dengan pendidikan kepada keluarga miskin dengan sifat pembelajaran
orang dewasa dengan melibatkannya dalam setiap kegiatan yang ada di desa
(rapat-rapat desa yang menyangkut perecanaan program desa termasuk program
kegiatan untuk penanggulan kemiskinan di desa). Fasilitator Desa dapat
mengembangkan pendidikan kepada keluarga miskin dengan cara tukar
pengalaman dan pengetahuan.
Kegiatan usaha ekonomi bersama bertujuan untuk meningkatkan
penghasilan keluarga miskin. Pengelolaan usaha ekonomi berupa kegiatan untuk
mengisi waktu luang pada saat tidak bekerja sebagai buruh. Kegiatan tersebut
tidak mengganggu pekerjaan pokok sehingga terjadi peningkatan pendapatan pada
keluarga miskin.
Tujuan jangka panjang dalam pemberdayaan keluarga miskin dalam
pekerjaan sosial adalah tercapainya keberfungsian sosial yaitu (1) kemampuan
keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhannya sendiri: (2) kemampuan untuk
melaksanakan peran dalam kehidupan bermasyarakat di desa; (3) kemampuan
130
untuk memecahkan permasalahannya sendiri. Sehingga penguatan kemampuan
ditujukan pada hal-hal telah disebutkan di atas.
Kegiatan dibiayai oleh PPK berasal dari dana untuk pelatihan Fasilitator
Desa dan dana dinas terkait dengan pendidikan dan keterampilan. Selain itu,
masyarkat
dapat
memberikan
usulan
maupun
gagasan
dalam
rangka
meningkatkan keahlian yang dimiliki sekarang sesuai dengan kepentingan tingkat
lokal. Peraturan penyelenggaraan diserahkan kepada keluarga miskin dan
masyarakat desa yang telah ditunjuk keluarga miskin untuk melaksanakan
kegiatan.
Kegiatan pendidikan dan latihan (Diklat) pengembangan ditujukan kepada
para pelaku PPK yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti KM
Kabupaten dan FK dan di tingkat desa FD. Diklat ini bertujuan untuk merubah
menyempurnakan pelaksanaan PPK di tingkat desa-desa agar lebih efektif.
Dengan memperhatikan target dan waktu kegiatan yang ada agar lebih partisipatif
dan dapat menterjemahkan arti pemberdayaan yang bertumpu pada pelaku dalam
pembangunan desa.
Asesmen kebutuhan keluarga miskin bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi dan menguatkan keluarga miskin. Tahapan kegiatan yang dilakukan
adalah mengagendakan pertemuan -pertemuan dengan keluarga miskin. Pertemuan
membicarakan masalah dan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan keluarga
miskin itu sendiri.
Kegiatan asesmen kebutuhan keluarga miskin melaksanakan identifikasi
masalah-masalah, penyebab, akibat masalah dan alternatif penyelesaian yang
diperlukan. Keluarga miskin membuat perancangan program sampai tahap
evaluasi kegiatan.
Berdasarkan
hasil
wawancara
invidu
dan
kelompok
masyarakat
menginginkan adanya pembuatan pabrik batu -bata dan asuransi sosial desa.
Pembuatan pabrik batu-bata ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dengan
mengisi waktu luang dan tidak mengganggu pekerjaan pokok sebagai buruh.
Sedangkan asuransi sosial desa bertujuan untuk memberikan jaminan pendidikan
dan kesehatan.
131
7.3.Strategi Pemberdayaan
Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Penyempurnaan PPK
dengan strategi sebagai berikut: (1) Memperbaiki PPK dengan merubah peraturan
yang tidak sesuai dengan prinsip partisipasi. Hal ini dimaksudkan untuk
melibatkan keluarga miskin dalam proses pemberdayaan. Upaya yan g dilakukan
adalah memperbaiki peraturan, prinsip dan pelaksanaan kegiatan yang
mempertimbangkan aspek tujuan, target dan waktu serta kondisi keluarga mis kin
dan desa miskin; (2) Melibatkan keluarga miskin dalam setiap tahapan proses
kegiatan pemberdayaan, pemberian peluang dan kekuasaan untuk meningkatkan
partisipasi serta menguatkan keluarga miskin.
Kegiatan yang mengurangi hambatan -hambatan yang menghalangi prosesproses partisipasi dari luar sistem seperti: menganalisis kondisi geografi dan
demografi dengan seksama dan melakukan sosialisasi lebih lama untuk
memperoleh pemahaman yang maksimal dan memperoleh dukungan dari semua
pihak. Hal-hal yang disampaikan dalam sosialisasi berkaitan dengan tujuan
program, sehingga semua pihak dapat mempelajari dan memahami program
dengan seksama.
Strategi pelaksanaan kegiatan program dilakukan dengan sosialisasi
kepada para pelaku PPK dan seluruh elemen desa (termasuk keluarga miskin).
Khusus sosialisasi yang disampaikan kepada keluarga miskin dimaksudkan agar
keluarga miskin memahami kegiatan yang dilaksanakan melalui program
pemberdayaan tersebut. Selain itu, program dapat melibatkan keluarga miskin
dalam setiap tahap kegiatan dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi
kegiatan. Kemudian dilakukan pertemuan-pertemuan pihak PPK dan keluarga
miskin untuk menindaklanjuti kegiatan -kegiatan yang dipilih. Keluarga miskin
selanjutnya berperan dalam pengentasan kemiskinan di desa tersebut melalui
kegiatan-kegiatan yang didanai oleh PPK yang baru. Kegiatan yang dapat
dilakukan dalam perubahan Untuk lebih jelas dilihat pada Gambar 3.
132
Penyempurnaan
PPK
Program
Strategi
Perubahan
PPK
Tujuan
Memberikan
peluang dan
kekuasaan
Kegiatan
Sosialisasi
Pelibatan dan pelaksanaan
peran Keluarga Miskin
Menguatkan kapasitas
keluarga miskin
Meningkatkan
partisipasi
Asesmen
Kebutuhan
Diklat
Pengembangan PPK
Gambar 3. Diagram alir Program Penyempurnaan PPK
Pemberdayaan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kebutuhan
keluaga miskin dan sumber daya yang ada, sehingga bantuan PPK dapat
memberikan manfaat kepada keluarga miskin. Kegiatan dilakukan dengan
mengutamakan peran keluarga miskin dalam mengatasi permasalahannya sendiri.
Program pemberdayaan ditujukan untuk memberikan peluang dan kekuasaan
dalam menyusun rencana kegiatan hingga evaluasi. Indikator keberhasilan
program adalah berdayanya keluarga miskin dalam mencapai tujuan program.
Untuk lebih jelas proses pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat pada
Gambar 4.
Struktur sosial
Pihak-pihak
terkait
Pemerintah
PPK baru
Kebutuhan
keluarga
miskin dan
sumber daya
aktivitas Peran
keluaga miskin
Kegiatan
pemberdayaan
(perencanaan
s.d. evaluasi)
Keberdayaan
keluarga miskin
Gambar 4. Proses pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK
perspektif pekerjaan sosial
133
Proses pelaksanaan program pemberdayaan ini adalah proses memberikan
peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin agar mampu melaksanakan peran,
mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan
permasalahan sendiri. Tujuan program adalah peningkatan penghasilan keluarga
miskin, meningkatkan partisipasi, menguatkan kapasitas keluarga miskin. Dan
perlindungan sosial dalam kegiatan PPK.
Pihak-p ihak yang terkait memberikan dukungan dengan pelatihan pelatihan dalam pengembangan sumber daya dan struktur sosial (kelas atas desa
beranggapan bahwa keluarga miskin mampu dalam mengelola kegiatannya
sendiri) sehingga kelompok kelas atas desa dapat memberikan bimbin gan kepada
keluarga miskin untuk bersama-sama menjalankan peran dalam kegiatan tersebut.
Keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan sampai evaluasi dan
pelestarian program.
7.4.Pelaksanaan Program Pemberdayaan
Pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK menurut perspektif pekerjaan
sosial dilaksanakan dengan melakukan MAD Sosialisasi yang telah melibatkan
keluarga miskin dilaksanakan pada PPK mendatang. Sebagai catatan bahwa PPK
akan dilanjutkan oleh daerah masing-masing. Dana disesuaikan dengan
kemampuan anggaran daerah.
Kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk melibatkan keluarga miskin
adalah kegiatan peningkatan berpartipasi dan kegiatan yang bertujuan
memperbaiki dan konsistensi peraturan PPK adalah perlindungan sosial dan
penguatan keluarga miskin.
7.4.1. Melibatkan keluarga miskin
Untuk melibatkan keluarga miskin dalam setiap kegiatan PPK, peraturan
telah diperbaiki dan disosialisasikan kepada kepada masyarakat dan pelaku -pelaku
PPK baik di tingkat desa sampai pada tingkat kabupaten.
134
7.4.2. Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan perbaikan guna
memenuhi kebutuhan penyempurnaan PPK adalah memperbaiki peraturan yang
menghambat partisipasi dari semua pihak, konsisten terhadap target yang realistis
dan pelaksanaannya, dan pihak -pihak yang dapat mendorong terjadinya proses
perubahan.
Peraturan yang menentukan peserta 6 orang untuk perwakilan desa (kepala
desa, Ketua LKMD, Ketua BPD dan Tokoh Masyarakat) terdiri 3 laki-laki dan
perempuan diganti dengan peserta MAD Sosialisasi perwakilan yang kepala desa,
Ketua LKMD dan BPD, tokoh perempuan, tokoh keluarga miskin dan tokoh
masyarakat.
Undangan yang diberlakukan dalam MUSDES yang dihadiri kepala
keluarga yang diundang Ketua RT diganti dengan peserta kelu arga miskin di
wilayah masing-masing (contoh kriteria keluarga miskin adalah keluarga yang
menerima raskin/keluarga miskin menurut warga setempat).
Prinsip kompetisi sehat diganti fokus peserta kompetitornya, dari seluruh
desa yang ada dikecamatan diganti dengan desa-desa miskin yang telah dipilih
menurut kriteria kemiskinan di daerah masing-masing. Dengan menentukan
terlebih dahulu keluarga miskin dan desa miskin. Dengan menggunakan data yang
telah survey sebelumnya.
Penentuan jenis kegiatan melalui open menu tidak ada lagi arahan
pembatasan, melainkan ketentuan jenis kegiatan berdasarkan kebutuhan warga
bukan kepentingan pembawa program.
Target program ditentukan dengan memperhitungkan waktu dengan lokasi
dimana keluarga miskin tinggal. Penentuan waktu yang telah ditentukan oleh
pihak pemerintah melalui pihak swasta mendorong pelaksanaan tidak maksimal.
Melaksanakan prinsip keterbukaan dan akutanbilitas untuk memberikan pelajaran
dalam proses pemberdayaan. Tidak hanya dibuat papan informasi, tetapi pelaku
PPK memberikan contoh penggunaan informasi sesuai dengan manfaatnya.
135
Pihak-p ihak yang terlibat dalam program selain para pelaku PPK dan
keluarga miskin, seperti bank dan lembaga-lembaga keuangan di desa sampai
pada tingkat kabupaten, dapat dioptimalkan dalam upaya pemberdayaan. Hal ini
sesuai dengan prinsip pemberdayaan yang memanfaatkan partipasi untuk
menciptakan peluang dan transfer kekuasaan.
Target dan waktu pelaksanaan di sesuaikan dengan kondisi wilayah dan
karakteristik keluarga miskin. Sehingga tidak lagi ada penyeragaman dan
ketergesa-gesaan dalam pelaksanaannya. Hal lebih memberikan peluang kepada
keluarga miskin dapat mengakses program dalam kegiatan pengentasan
kemiskinan di wilayahnya.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Berdasarkan hasil penelitian pemberdayaan keluarga miskin dalam
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) perspektif pekerjaan sosial, penulis
membagi dua bagian pokok yaitu kesimpulan dan rekomendasi kebijakan. Pada
bagian pertama berisi rangkuman analisa hasil penelitian. Bagian kedua berisi
saran sebagai acuan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan
Pangkalan Kuras umumnya dan khususnya Desa Sialang Indah.
8.1.Kesimpulan
PPK masih melakukan pembatasan open menu bantuan dan waktu menjadi
kurang partisipatif. Menu bantuan yang terdiri dari kegiatan ekonomi, pendidikan
dan pembangunan sarana fisik tidak dijalankan. PPK Pangkalan Kuras
mengarahkan pembangunan sarana fisik berupa jalan, jembatan dan gedung
sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh prinsip kompetisi sehat dari PPK. Di mana
prinsip tidak dapat mengakomodir kegiatan ekonomi seperti yang telah diusulkan
oleh Desa Kemang dan Desa Sorek Dua.
PPK kurang didukung oleh peraturan -peraturan yang partisipatif.
Peraturan yang ada cenderung membatasi ruang peran keluarga miskin dalam
kegiatan PPK. Sehingga peraturan menghambat partisipasi masyarakat khususnya
keluarga miskin. Akibatnya, program pemberdayaan yang dikembangkan melalui
program PPK belum berhasil seperti yang diharapkan pada tujuan utama program.
Berdasarkan hasil penelitian pada saat ini, ada perencanaan program yang
dilakukan kurang partisipatif karena masih meninggalkan salah satu kekuatan
yang ada di masyarakat (keluarga miskin tidak dilibatkan secara khusus). Hal ini
disebabkan oleh peraturan dalam pelaksanaan Musyawarah Antar Desa (MAD),
Musyawarah Desa (MUSDES) dan Penggalian Gagasan PPK. Keluarga miskin
belum terlibat dalam kegiatan secara optimal dikarenakan undangan dan peraturan
137
telah ditentukan program. Peraturan tersebut membatasi partisipasi keluarga
miskin.
Upaya peningkatan partisipasi dalam kegiatan PPK diperlukan perubahan
dalam PTO tentang syarat peserta, penentuan kategori keluarga miskin dan desa
miskin. Inti peraturan dalam pelaksanaan proses pemberdayaan sebaiknya
melibatkan keluarga miskin dalam setiap kegiatan PPK; memberikan ruang
kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi agar bisa setara dengan kesempatan
yang diperoleh kalangan elit desa. Kecamatan sebagai pengendali kegiatan terlalu
jauh (sebagai pusat dan fokus lokasi bantuan), sehingga memakan banyak biaya
untuk mencapai tingkatan partisipasi masyarakat khususnya keluarga miskin
dalam keterlibatannya di PPK.
Kompetisi sehat yang dikembangkan pada PPK memarjinalkan keluarga
miskin. Prinsip tersebut memberikan peluang kepada desa yang dapat
memberikan argumen logis hasil yang ingin dicapai dari rencana pembangunan
desa. Secara tidak langsung, kompetisi mengajak kepada pendukungnya untuk
melakukan kegiatan fisik agar hasil pembangunannya dapat disaksikan. Sehingga
menutup keinginan-keinginan keluarga miskin yang dianggap tidak rasional.
Misalnya kegiatan ekonomi dalam bentuk simpan pinjam tidak dapat
dilaksanakan karena dikhawatirkan macet dan program tidak berlanjut.
Hasil pemberdayaan PPK melalui pembangunan sarana fisik belum
memenuhi kebutuhan keluaga miskin. Penentuan lokasi bantuan dengan cara
kompetisi antar desa menyebabkan desa yang telah mampu ban berpengalaman
akan mempunyai peluang mendapatkan bantuan terus menerus. Dan jika pola
pemberdayaan di legal pada setiap desa akan menghambat partisipasi dan
memberikan ruang kesenjangan desa yang maju semakin maju dan desa
terbelakang akan semakin miskin. Misalnya penduduk Desa Sialang Indah
semakin berpeluang menyekolahkan anakny a ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan penduduk Desa Palas tertinggal karena tidak mampu menyekolahkan
anaknya.
Proses transfer kekuasaan dalam PPK belum terjad i. Hal ini dikarenakan
PPK kurang memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin sec ara
138
jelas. Kekuasaan tersebut antara lain dalam mengambil keputusan dan
merencanakan program kegiatan yang akan didanai oleh PPK. Prinsip
desentralisasi tidak terwujud karena keputusan-keputusan dalam MAD dan
MUSDES banyak di pengaruhi oleh Fasilitator Kecamatan (FK). FK memberikan
arahan yang mempersempit kreasi para peserta musyawarah antara lain: usulan
desa yang didanai PPK. Kegiatan memberdayakan masyarakat (keluarga miskin)
sebaiknya bekerjasama dengan masyarakat (keluarga miskin ), sehingga dapat
dikatakan pemberdayaan melihat kepada tujuan utamanya.
Bantuan PPK belum berhasil meningkatkan terjadi perbaikan kualitas
kehidupan keluarga miskin, hal ini didasarkan manfaat dan dampak program lebih
dirasakan oleh keluarga yang telah mampu mengakses setiap kesempatan yang
ada di desa itu. PPK kurang memberikan peluang keluarga yang mampu untuk
mengembangkan diri dan menimbulkan kesenjangan semakin lebar antara
keluarga kaya dan keluarga miskin.
Terjadinya inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan menjadikan
program ini kurang efektif (seperti telah diuraikan pada BAB I dan BAB VI).
Tujuan
dan
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan
berlawanan ,
sehingga
mengakibatkan tujuan program belum tercapai. Keberhasilan program secara fisik
tidak dapat diikuti tercapainya tujuan utama yaitu memberdayakan keluarga
miskin baik dalam partisipasi (meraih peluang dan kesempatan); penguatan
kapasitas keluarga miskin untuk ikut mengelola kegiatan (bukan hanya sebagai
obyek dan pekerja kasar tetapi juga ikut mengambil keputusan dan menduduki
status dan melaksanakan peranan penting dalam kegiatan).
Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin memerlukan waktu
yang disesuaikan dengan kondisi desa baik geografi, kependudukan dan potensi
serta kelemahan suatu desa. Kondisi geografi yang sulit dijangkau khususnya
pada musim penghujan dan kesulitan transportasi serta faktor keamanan menjadi
pertimbangan dalam penyusunan program. Oleh karena itu, pemberdayaan
keluarga miskin di wilayah kecamatan dengan target dan waktu yang terlalu
mendesak
sebaiknya
dipertimbangkan
mendapatkan prioritas bantuan.
dengan
kondisi
desa-desa
yang
139
8.2.Rekomendasi Kebijakan
8.2.1. Pelaku PPK
Pelaku PPK mulai mempertimbangkan kembali adanya pembatasan yang
ada dalam prinsip partisipasi dan kompetisi sehat. Peraturan yang membatasi
partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan PPK diganti dengan peraturan yang
memberikan peluang kepada desa miskin dalam proses pemberdayaan keluarga
miskin.
Pengelompokan kategori desa miskin dan keluarga miskin dengan
dilaksanakan survey terlebih dahulu yang selama ini tidak dilakukan. Hal ini perlu
diperhatikan karena dalam PPK tidak melakukan survey terlebih dahulu, dan
dalam menyusun perencanaan program kegiatan didasarkan asumsi dan
kepentingan pemerintah.
Pelaku PPK perlu memperhatikan undangan dan kehadiran bagi keluarga
miskin dalam setiap kegiatan MAD, MUSDES dan Penggalian Gagasan serta
kegiatan lainnya di luar PPK. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui keragaman
kebutuhan, keinginan, dan kepentingan yang lebih luas termasuk kepentingan
keluarga miskin.
PPK dalam memberikan bantuan sebaiknya dikonsentrasikan pada
kebutuhan keluarga miskin. Program bantuan yang diberikan kepada keluarga
miskin bertujuan agar sesuai dengan prinsip partisipasi penuh dari mulai
perencanaan hingga evaluasi program. Program membangun kesejahteraan sosial
di pedesaan perlu diperhatikan peran keluarga miskin dalam keterlibatannya pada
kegiatan pengambilan keputusan, peningkatan kekuasaan dan pelaksanaan
program pemberdayaan yang efektif.
Peningkatan peluang dan kesempatan pengembangan diri keluarga miskin
dalam pelibatan kegiatan melalui pelibatan setiap kegiatan, perwakilan dalam
MAD menghadirkan tokoh keluarga miskin, tidak hanya tokoh masyarakat.
Untuk memperoleh data yang akurat tentang kebutuhan keluarga miskin,
PPK mengadakan pertemuan khusus dengan keluarga miskin. Pertemuan
diharapkan dapat memunculkan beragam ide, peran dan keputusan yang keluarga
140
miskin. Kebutuhan yang telah diputuskan atas usulan keluaga miskin dapat
digunakan dalam menyusun rancangan program pemberdayaan.
8.2.2. Pemerintah
Pemerintah perlu melakukan perubahan secara nyata pembangunan
pendekatan dengan model bottom up melalui penekanan pada pelembagaan sosial
dalam masyarakat. Model ini yang memerlukan inisiatif dan gagasan dari
masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan pemerintah.
Pemerintah membangun sistem otonomi daerah dengan cara memberikan
peluang dan kekuasaan kepada masyarakat daerah dalam membangunan
daerahnya agar lebih efektif dan efisien.
Pembangunan dengan sistem proyek seperti pembatasan waktu dan
program yang direncanakan dari atas sebaiknya mulai dirubah dengan cara
memperpanjang waktu sosialisasi dan pelaksanaan untuk dapat mencapai
pelembagaan sosial dalam masyarakat.
Program anti kemiskinan pedesaan di masing-masing departemen/dinas
dapat dilakukan dengan cara kerjasama lintas sektoral. Kegiatan dilakukan
membuat model penanganan kemiskinan terpadu di desa yang telah ditentukan.
Masing-masing instansi yang mempunyai kegiatan dalam penanganan kemiskinan
tidak mengambil kegiatan spesifikasi yang sama, sehingga tidak terjadi tumpang
tindih dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan.
8.2.3. Keluarga Miskin
Keluarga miskin menciptakan pertemuan-pertemuan keluarga miskin
dalam rangka memperoleh peluang dan kekuasaan agar keluarga miskin mampu
bekerja dan menyusun rencana kegiatannya.
Keluarga miskin membiasakan diri untuk melakukan kegiatan dengan
melakukan musyawarah dengan peserta khusus keluarga miskin. Selanjutnya,
hasil keputusan musyawarah keluarga miskin disampaikan pada musyawarah
yang lebih besar (seperti musyawarah desa).
Keluarga miskin dalam menyusun perencanaan kegiatan (membuat peta
sosial kebutuhan desa dan keluarga miskin) dilakukan dengan cara berlatih. Untuk
141
mendukung usaha ini pihak luar memberikan kesempatan kepada keluarga miskin
untuk melaksanakan hal tersebut. Kegiatan menyusun program tersebut tetap
dilakukan meskipun tidak ada bantuan dari pemerintah maupun pihak luar.
8.2.4. Pekerja Sosial
Pekerja sosial dalam
melaksanakan praktek pekerjaan sosial di
masyarakat, perlu meningkatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu pekerjaan sosial
yang baru. Agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan
relevan dengan upaya pemberdayaan masyarakat di pedesaan.
Para praktisi bersikap dinamis dalam melaksanakan tu gas, agar tidak
terjebak dalam kesulitan bisa menghambat dalam membantu keluarga miskin
dalam keterlibatannya pada proses pemberdayaan. Untuk dapat bersikap dinamis,
pekerja sosial memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas tentang
perkembangan masyarakat dari waktu ke waktu.
Pekerja sosial perlu memperhatikan potensi dan keunikan lokal dengan
tanpa mengabaikan kepentingan dan masyarakat yang lebih luas. Pemahaman ini
didasarkan atas adanya pengalaman bahwa para pekerja sosial sering
mengabaikan potensi dan keunikan keluarga miskin serta memecahkan semua
persoalan dengan program yang sama.
Para pekerja sosial bekerja dengan masyarakat untuk memperoleh
informasi tentang masyarakat lokal. Selain itu, pekerja sosial memperhatikan
dinamika kebutuhan masyarakat.
Lembaga
Pendidikan
Pekerjaan
Sosial
seperti
Sekolah
Tinggi
Kesejahteraan Sosial, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia dan
Univesitas Islam Negeri lebih memfokuskan pada literatur pekerjaan sosial.
Lembaga pendidikan dalam menyusun kurikulum lebih diarahkan pada integrasi
ilmu yang memadai. Untuk memperoleh hal tersebut lembaga pendidikan bekerja
sama dengan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) dan Ikatan
Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI).
Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada klien (termasuk keluarga
miskin), lembaga pelayanan sosial mempekerjakan sarjana pekerjaan sosial.
142
Selain itu, konsistensi lembaga terhadap fungsi dan tugas pelayanan, serta
mengadakan komunikasi dengan lembaga pelayanan sosial lainnya.
Lembaga pelayanan sosial ini memperbaiki kinerja menejemen pelayanan
dengan menggunakan parameter administrasi pekerjaan sosial. Hal ini, tidak
hanya membedakan lembaga pelayanan publik lainnya, tetapi untuk menuju
professional kerja. Selain itu, lembaga pelayanan ini bisa dijadikan model
pelayanan bagi keluarga miskin yang memerlukan bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
__________________. 2002. Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan
Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE. UI.
Adimihardja, Kusnaka. Harry Hikmat. 2004. Participatory Research
Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat.
Bandung: Humaniora.
Agusta, Ivanovich. 2004. Jejak-Jejak Kesejahteraan: Evaluasi Manfaat
Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal. PT.
Blantickindo Aneka.
_______________. 2001. Evaluasi Pembangunan Desa Melalui Jaringan
dalam Kecamatan. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor
______________. 2000. Asumsi-Asumsi Program Pemberdayaan Masyarakat
Pedesaan Indonesia. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
______________. 1998. Cara Mudah Menggunakan Metode Kualitatif pada
Sosiologi Pedeaan. Bogor: Laboratorium Sosiologi, Antropologi, dan
Kependudukan Fakultas Pertanian IPB.
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau. 2004.
Baharsyah, Justika. 1999. Menuju Masyarakat yang Berketahanan Sosial
Pelajaran dari Krisis. Departemen Sosial RI. Jakarta.
Barker Robert L. 1987. The Social Work Dictionary. Silver Spring Maryland:
NASW.
Baswir, Revrisond dkk., 2003, Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Elsam, Jakarta.
Cendikia, Ilham. 2002. Metode Fasilitasi Pembuatan Keputusan Partisipasi.
Jakarta: Pattiro.
Centre for Human Rights. 1994. Human Rights and Social Work. New York
and Geneva: United Nation.
144
Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Masyarakat Desa. Penerjemah: Pepe
Sudrajat. Jakarta: LP3ES.
Chambers, Robert. 1983. Rural Development Putting the Last First. Published
by Longman Inc.
Chandra, Eka. Dkk. 2003. Membangun Forum Warga: Implementasi
Partisipasi dan Penguatan Masyarakat Sipil. Bandung: Yayasan
AKATIGA.
Coleman, James. 1988. Social Capital in the Creation of human Capital.
American journal of Sosiology 94 (supplement)
Dasgupta, Partha. Ismail Serageldin. 2000. Social Capital. A Multifaceted
Perspectiive. Washington, D.C.: The World Bank.
Departemen Dalam Negeri RI. 2005. Petunjuk Teknis Operasional PPK.
Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.
__________________________. 2002a. Forum-forum Musyawarah PPK.
Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.
__________________________. 2002b. Jenis dan Proses Pelaksanaan
Kegiatan-Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.
__________________________. 2002c. Tugas dan Tanggung Jawab Pelaku
PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.
__________________________. 2002d. UPK, Penyaluran Dana dan
Administrasi Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.
Dharmawan, A.H. 2000. Poverty, Powerlessness and Poor People
Empowerment: A Conceptual Analysis with Special Reference to the
Case of Indonesia. Paper presented in the workshop on Rural
Institutional Empower ment held in the Indonesian Consulate General
of Republic of Indonesia in Frankfurt am Main Germany. August 26t h
2000.
Djohani, Rianingsih. 1996. Buku Acuan Penerapan PRA: Berbuat Bersama
Berperan Setara. Bandung: Studio Driya Media.
DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley (1992), Social Work: An
Empowering Profession, Boston: Allyn and Bacon
Fakih, Mansour. 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Insist Press bekerja sama dengan Pustaka Pelajar
(Anggota IKAPI)
145
Fear, F.A and Schwarzweller, H.K. 1985. Introduction: Rural Sociology,
Community and Community Development. In Fear, F.A. and
Schwarzweller, H.K (eds). 1985. Research in Rural Sociology and
Development, Focus on Community. Greenwich and London: JAI.
Gabriel, T. 1991. The Human Factor in Rural Development. London. And
New York. Belhaven Press.
Hardiman, Margaret and James Midgley. 1992. The Social Dimensions of
development Jhon Willey dan Sons Ltd, New York.
Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives
Vision, Analysis And Practis. Melbourne: Longman.
Iskandar, Jusman. 1993. Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarat. Seri
Praktek Pekerjaan Sosial Dalam Pembangunan Masyarakat.
Bandung: Penerbit Kopma STKS Bandung.
Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Laporan Bulanan Desember. 2001, Program Pengembangan Kecamatan Fase
I Tahun Ke II, Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan,
Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya
Laporan Bulanan Ke II. Mei 2000, Program Pengembangan Kecamatan Fase
I Tahun Ke II. Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan,
Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya
Levy Charles S. 1992. Social Work Ethics on The Line. New York: The
Haworth Press, Inc.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan.
Penerjemah: Nalle. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moellono, Ilya. 1996. Kebijakan Dan Strategi Menerapkan Metode PRA
Dalam Pengembangan Program. Bandung: Studio Driya Media.
Mubyarto. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Laporan Kaji Tindak
Program IDT. Yogyakarta: Aditya Media.
Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta:
BPEE.
146
Muhidin, Syarif. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: KOPMA
STKS Bandung.
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mustafa, Hasan. 2003. Perspektif dalam Psikologi Sosial. Bahan Mata Kuliah
Psikologi Sosial pada Program Studi Administrasi Negara Fisip
Unpar. Universitas Parahiyangan. Bandung.
Narayan, Deepa. Lant Pritchet. 2000. Social Capital: Evidence and
Implications. World Bank.
Ndraha, Tahziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Owen, John M. 1999. Program Evaluation: Forms and Approaches 2nd
edition. Australia: Allen & Unwin.
Pambudy, Rachmat. Adhi, Andriyono Kilat. 2002. Pemberdayaan
Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani.
Bogor: Pustaka Wirausaha Muda Bogor.
Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez. 1994. The
Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California.
Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory, Second Edition.
Macmillan Press Ltd. London.
Pillari, Vimala. 1998. Human Behavior In The Social Environment. The
Developing Person In Holistic Context. Kansas Newman College.
Brooks/Cole Publishing Company A Division Of International
Thomson Publisihing Company.
Poedjawiyatna. 1990. Etika, Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta.
Rozaki, Abdur dkk. 2004. Memperkuat Kapasitas Desa dalam Membangun
Ekonomi. Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta.
Rusli, Said. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta.
Sahidu, Arifudin. 1998. Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah
dalam Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Saragi, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Masyarakat Desa: Alternatif
Pemberdayaan Desa. Jakarta: CV. Cipuruy.
147
Sarah Banks. 1995. Ethics and Values in Social Work. England: Macmilland.
Sayogyo, Pudjiwati Sayogyo. 2002. Jilid 2. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan
Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
_______________________. 2001. Jilid 1. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan
Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Siporin Max. 1975. Introduction to Social Work Practice. New York:
Macmillan Publishing Co., Inc.
Soelaiman, Holil. 2005. Filsafat dan Etika Pekerjaan Sosial dan Hak Asasi
Manusia (Bahan Perkuliahan Pascasarjana STKS). Bandung.
Soetarso. 1993. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: KOPMA STKS
Bandung.
Stephen K. Sanderson. 2000. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap
Realitas Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sukoco,
Dwi Heru. 1993. Profesi Pekerjaan
Pertolongannya. Bandung: KOPMA STKS
Sosial
dan
Proses
Suharto, Edi. 2005a. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Penerbit C.V. Alfabeta
Bandung
___________. 2005b. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Pendekatan Holistik dalam Pekerjaan Sosial. STKS Press. Bandung
___________. 2004. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial. Jakarta:
BALATBANGSOS DEPSOS RI.
___________. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Spektrum Pemikiran. LSP STKS Bandung. Penerbit: Mitra Anda.
Bandung
Suhendra, K. 1995. Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial di Indonesia.
Bandung: STKS Bandung
Sutomo, Sumengen. Harry Hikmat. Tumpal Saragi. 2003. Modul Pelatihan
dan Pedoman Praktis: Perencanaan Partisipatif
Tim Penyusun. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian: Karya Ilmiah. Seri
Pustaka IPB P ress.
Usman, Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
148
Verhagen. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina
Rena Pariwara. Jakarta.
Wilkinson, KP. 1970. The Community as a Social Field. Social Force, Vol
48/3. Pp. 311-322.
Worldbank. 2001. What is Social Capital dalam http://www.
Worldbank.org/poverty/scapital/whatsc.htm tanggal 5/22/01.
Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Desain dan Metode. Penerjemah: M.
Djauzi Mudzakir. Ed. Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaja.
Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Download