PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Desember 2005 MOHAMAD ZAINURI NRP. A. 154040105 ABSTRAK MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan, perbaikan kualitas hidup . Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras, upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi kasus dengan menentukan subyek kasus. Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK. Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif. Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin dilakukan dengan cara menyempurnakan PPK melalui diklat pengembangan PPK dan asesmen kebutuhan keluarga miskin. @ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI Tugas Akhir : Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Nama : MOHAMAD ZAINURI NRP : A. 154040105 Dis etujui: Komisi Pembimbing Edi Suharto, M.Sc., Ph.D. Ir. Ivanovich Agusta, M.Si. Ketua Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 20 Desember 2005 Lulus tanggal : PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah “Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”. Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat. 3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir. 4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat. 5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2. 6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pendidikan Strata-2. 7. Camat Pangkalan Kuras beserta staf yang telah memberikan izin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis. 8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis. 9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan materiil dan sprirituil kepada penulis. 10. Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yang telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program pembangunan kesejahteraan sosial. Bogor, Des ember 2005 Mohamad Zainuri RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2000. Sejak tahun 1992 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Riau yang sekarang menjadi Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau di Pekanbaru. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................1 i DAFTAR TABEL .............................................................................................1 v DAFTAR MATRIK ..........................................................................................1 vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................1 vii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................1 viii I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1 1.2. Masalah Penelitian ........................................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9 1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 10 II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Kemiskinan ................................................................................................ 11 2.1.1. Komunitas ................................................................................................ 14 2.1.2. Modal Sosial ................................................................................................ 15 2.1.3. Evaluasi Program ................................................................ 15 III 2.2. Pekerjaan Sosial .............................................................................................. 16 2.3. Pemberdayaan ................................................................................................ 20 2.4. Partisipasi . ................................................................................................ 23 2.5. Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 25 METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ........................................................... 28 3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data ............................................................. 30 3.3. Metodologi Analisis Data ................................................................ 35 3.4. Jadwal Pelaksanaan ............................................................................................. 36 ix IV POLA HUBUNGAN MASYARAKAT YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG INDAH 4.1. 4.2. 4.3. V Kecamatan Pangkalan Kuras ................................................................ 38 4.1.1. Geografi ................................................................................................ 38 4.1.2. Kependudukan ................................................................ 40 4.1.3. Sistem Ekonomi ................................................................45 4.1.4. Struktur Komunitas ................................................................ 47 4.1.5. Organisasi dan Kelembagaan ................................................................ 48 4.1.6. Pengelolaan Sumber Daya ................................................................ 53 Desa Sialang Indah ............................................................................................ 56 4.2.1. Geografi ................................................................................................ 56 4.2.2. Kependudukan ................................................................ 57 4.2.3. Sistem Ekonomi ................................................................58 4.2.4. Struktur Komunitas ................................................................ 58 4.2.5. Organisasi dan Kelembagaan ................................................................ 59 4.2.6. Pengelolaan Sumber Daya ................................................................ 63 Ikhtisar ................................................................................................ 64 UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS 5.1. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ................................ 68 5.1.1. Sosialisasi ................................................................................................ 70 5.1.2. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan 71 PPK ................................................................................................ 5.1.3. Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK ................................ 71 5.1.4. UPK,Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan 72 PPK ................................................................................................ 5.1.5. Pendanaan ................................................................................................ 72 5.1.6. Mekanisme Pencairan Dana ................................................................ 73 5.1.7. Dana Operasional UPK dan Pelaksanaan di Desa ................................ 73 5.1.8. Alur Kegiatan PPK ................................................................ 73 5.1.9. Pelaksanaan Kegiatan ................................................................ 78 5.1.10. Pelestarian Kegiatan ................................................................ 80 x 5.2. 5.3. Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD) ............................ 81 5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal ................................ 5.2.2. Pengembangan Modal Sosial ................................................................ 84 5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ................................ 87 Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial ................................................................ 88 VI ANALISIS PEMBERDAYAAN TERHADAP PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL 6.1. 6.2. 6.3. 84 PROGRAM MENURUT Partisipasi Keluarga Miskin dalam Setiap Tahapan Kegiatan ............................ 91 6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan ................................................................ 91 6.1.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan ................................ 97 Transfer Kekuasaan dalam setiap Kegiatan ................................ 103 6.2.1. Pilihan-Pilihan Personal dan Kesempatan103 Kesempatan Hidup ................................................................ 6.2.2. Pendefinisian Kebutuhan ................................................................ 104 6.2.3. Ide atau Gagasan ................................................................ 105 6.2.4. Lembaga-Lembaga ................................................................ 106 6.2.5. Sumber-Sumber ................................................................ 107 6.2.6. Aktivitas Ekonomi ................................................................ 107 Perbaikan Kualitas Hidup ................................................................ 107 6.3.1. Syarat-syarat yang Memadai ................................................................ 108 6.3.2. Sasaran Perubahan Program ................................................................ 113 VII RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK 7.1. 7.2. 7.3. Latar Belakang ................................................................................................ 118 7.1.1. Asesmen Masalah ................................................................ 118 7.1.2. Desain Program................................................................123 Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan ................................ 125 7.2.1. Program ................................................................................................ 126 7.2.2. Tujuan ................................................................................................ 126 7.2.3. Sasaran Program ................................................................ 126 7.2.4. Kegiatan-kegiatan yang Dilaksanakan ................................ 127 Strategi Pemberdayaan ................................................................ 131 xi 7.4. Pelaksanaan Program Pemberdayaan ................................................................ 133 7.4.1. Melibatkan Keluarga Miskin ................................................................ 133 7.4.2. Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK ................................ 134 VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan ................................................................................................ 136 8.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................................139 8.2.1. Pelaku PPK................................................................................................ 139 8.2.2. Pemerintah ................................................................................................ 140 8.2.3. Keluarga Miskin ................................................................ 140 8.2.4. Pekerja Sosial ................................................................ 141 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 143 LAMPIRAN ........................................................................................................ 149 xii DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1. Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Fase I di Kecamatan Pangkalan 6 Kuras Tahun 2001…………………………………………………… 2. Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………………... 8 Daftar Nama Subyek Kasus dan Informan di Kecamatan Pangkalan Kuras …………………………………………………………………. 31 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005 …………………………… 37 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Kelompok Umur Tahun 2004 ………………………………………... 41 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ……………………………………... 42 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 ……………………………………….. 42 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Sumber Penerangan Tahun 2004 …………………………………….. 43 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004 ………………………… 43 10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004 ……………………………………………………. 45 11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004 ……………………………………………………. 46 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. xiii DAFTAR MATRIK Halaman Nomor Teks 1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………………………………………………... 35 2. Permasalahan, sebab dan akibat ………………………………………. 120 3. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang In dah Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan 126 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman Nomor Teks 1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Keluarga Miskin menurut Perspektif Pekerjaan Sosial …………………………………………... 27 2 Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK ………………………………… 96 3 Diagram Alir Program Penyempurnaan PPK ……………………….. 132 4 Proses Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui PPK Perspektif Pekerjaan Sosial ……………………………………………………… 132 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Outline Kajian Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial 149 2. Catatan Harian 151 3. Foto Kegiatan Pengumpulan Data dan Gedung Bantuan PPK 160 4. Foto MAD dan MUSDES Sosialisasi 161 xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Program anti kemiskinan mempunyai tujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu program anti kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK mempunyai tujuan: (1) menanggulangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan pedesaan; (2) mendukung perencanaan dan pembangunan yang partisipatif di tingkat desa: (3) mendukung program pembangunan infrastruktur ekonomi di desa miskin: (4) memperkuat institusi lokal, terpercaya dan efektif dalam mempertemukan kebutuhan pembangunan. PPK merupakan penyempurnaan dari Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Untuk melaksanakan kegiatan, PPK menentukan forum-forum musyawarah. Musyawarah terdiri dari Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pertemuan dusun, Pertemuan Penggalian Gagasan, MUSDES Perencanaan, MAD Prioritas Usulan, MAD Penetapan Usulan, MUSDES Info Hasil (Departemen Dalam Negeri, 2005), Forum-forum tersebut digunakan sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam kegiatan PPK. PPK memanfaatkan forum musyawarah untuk menyampaikan informasi tentang PPK dan pemetaan sosial desa sebagai sasaran bantuan. Bidang kegiatan yang didanai oleh PPK adalah kegiatan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat, perluasan kesempatan dan peluang usaha serta pembangunan sarana fisik desa. Kegiatan peningkatan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat berupa pendidikan, kesehatan, bidang pelatihan , dan bantuan manajemen untuk meningkatkan kapasitas. Kegiatan perluasan kesempatan dan peluang usaha berupa Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kegiatan Simpan P injam bagi Kelompok Perempuan. Kegiatan pembangunan sarana fisik berupa pengerasan jalan, 2 pembuatan jembatan, pengadaan sarana air bersih, pembangunan irigasi desa dan rehabilitasi gedung sekolah. PPK dimulai penyelenggaraannya tahun 1998/1999 dan berakhir pada tahun 2006. Menurut Suhartono (2003), program nasional ini telah melibatkan staf proyek 1.159 orang pada tahun 2000 dan fasilitator desa 15.332 orang. Fasilitator Desa (FD) terdiri dari 2 orang yang direkrut dari setiap desa penerima bantuan. Tugas FD adalah memfasilitasi masyarakat desa untuk melakukan penggalian gagasan dan menemukan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian ini, pelibatan FD dalam kegiatan PPK belum mampu menggerakan keluarga miskin untuk berperan dalam kegiatan PPK. Selama pelaksanaan kegiatan pada tahun pertama (1998/1999) PPK menyediakan bantuan bagi 501 kecamatan yang tersebar pada 50 kabupaten di 20 provinsi di seluruh Indonesia. Cakupan wilayah yang diikutsertakan dalam tahun kedua (1999/2000) bertambah sejumlah 269 kecamatan. Total desa yang tercakup mencapai lebih 5.000 desa, dan terus bertambah pada tahun ketiga. PPK menyediakan hibah sebesar Rp 350 juta sampai Rp 1 miliar untuk setiap kecamatan yang dipilih. Dengan dana sebesar itu, rata-rata perolehan di tingkat desa sekitar Rp. 75 juta, atau sepuluh kali lipat penerimaan bersih desa dari dana Inpres Bantuan Desa (Bangdes). Dengan memperbaiki kinerja organisasi daripada Program IDT, otonomi masyarakat desa dalam penggunaan dana sebesar ini baru mampu memberdayakan sekitar 35 % kecamatan pemanfaat (Agusta, et. al., 2000). Data tersebut memberikan gambaran gagalnya PPK dalam memberdayakan keluarga miskin. Program tersebut gagal disebabkan: pertama, terjadinya inkonsistensi tujuan, prinsip dan pelaksanaan aturan-aturan PPK. Inkonsistensi berupa tujuan program adalah untuk mengentaskan kemiskinan tetapi tidak mengundang keluarga miskin dalam MAD (tidak ada tokoh keluarga miskin yang mewakili dalam pelaksanaan MAD). Kedua, peraturan dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) telah membatasi partisipasi keluarga miskin sehingga keluarga miskin tidak memperoleh peluang dan kekuasaan untuk mengambil keputusan atas usulan kegiatan yang didanai oleh PPK. Ketiga, PPK 3 tidak mempertimbangkan antara target dan waktu yang disediakan serta tujuan yang akan dicapai. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya hasil bantuan PPK baik pemanfaatannya maupun pemeliharaan. Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri (2002) PPK melibatkan banyak desa dalam tahap perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan. Pertemuan tingkat desa dan kecamatan dalam rangka mensosialisasikan dan merencanakan kegiatan PPK diikuti oleh perwakilan desa, dengan tingkat partisipasi perempuan berkisar 26-45 persen dan kelompok miskin (keluarga miskin) 53 persen. Menurut hasil evaluasi pelaksanaan PPK yang telah dilakukan oleh Jaringan Kerja Pemberdayaan Masyarakat (JKPM) di 10 kabupaten di 5 propinsi pada tahun 1999 (CESDAL3ES, 2001), bahwa partisipasi yang berhasil ditumbuhkan di tingkat desa cenderung elitis. Hasil laporan PPK dan penelitian tersebut kontradiktif, seh ingga menimbulkan keraguan terhadap laporan yang telah ada. Sejak dimulainya PPK, Badan Pusat Statistik (1998) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia 47,9 juta orang atau 24,2 %. Jumlah ini menurun pada tahun 2000 menjadi 37,3 juta orang atau 18,9 % dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 39 juta orang atau 15,6 %. Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau (2004) mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.008.321 jiwa (231.508 keluarga miskin) dari jumlah penduduk propinsi 4.535.225 jiwa (977.288 keluarga) atau 22,28 %. Persentase keluarga miskin yang meningkat dan menurun jumlah bukan dipengaruhi oleh adanya pelaksanaan kegiatan PPK, tetapi peningkatan jumlah persentase angka kemiskinan dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan dan khusus di daerah perkebunan kelapa sawit dikarenakan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menurun. Berkaitan dengan hal ini, salah seorang keluarga miskin di Kecamatan Pangakalan Kuras yang bernama S menyatakan bahwa: “Kecamatan Pangkalan Kuras yang penduduknya terdiri dari penduduk asli Melayu Pelalawan dan mayoritas penduduk tempatan dari eks warga transmigrasi PIR kelapa sawit, di sini meningkat dan menurunnya jumlah angka kemiskinan tergantung pada harga kelapa sawit TBS per kilo gram”. 4 Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pada saat harga kelapa sawit turun, maka pendapatan buruh dan petani kelapa sawit juga menurun. Dengan kondisi seperti ini, warga desa khususnya keluarga miskin memerlukan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan keluarga. Program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh para pelaku PPK mengutamakan proyek pembangunan sarana fisik desa seperti: pengerasan jalan dan pembuatan jembatan, dari pada proses pemberdayaan keluarga miskin. Proyek pembangunan sarana fisik memberikan hasil nyata. Pembangunan sarana fisik sesuai dengan tujuan PPK butir 3 yaitu hasil proyek dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Tujuan PPK tersebut mendasari indikator keberhasilan program yang diukur dari bangunannya (hasil) bukan siapa (pelaku) yang terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Menurut Suharto (2003) Program antikemiskinan yang didanai World Bank masih melihat kemiskinan berdasarkan sistem pengukuran dan indikator sosial ekonomi yang masih dominan. Pendekatan ini masih berfo kus pada outcomes dan kurang memperhatikan aspek aktor dan pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya, sehingga indikator keberhasilan program diukur dengan kondisi sebelum ada bantuan dan hasil bantuan. Pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK, dapat dipahami melalui analisis pemberdayaan dari perspektif pekerjaan sosial. Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti keluarga miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Fokus pemberdayaan menurut pekerjaan sosial adalah model yang berbasis pada kekuatan klien. Oleh karena itu, keluarga miskin memperoleh kekuatan diri diperlukan peluang dan kekuasaan dalam proses pemberdayaan. Berdasarkan konteks situasi, strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualization dan self determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan yang unik (Suharto, 2005). Prinsip lain yang digunakan dalam praktek pekerjaan sosial adalah 5 menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help themselves), bekerja dengan masyarakat (working with people). Prinsip ini memberikan tekanan pada penggalian sumber -sumber dan kemampuan keluarga miskin. Kemampuan menumbuhkan inner power keluarga miskin. Kemiskinan dapat dikurangi melalui proses pemberdayaan masyarakat yang didasarkan kerjasama antara keluarga miskin dengan pekerja sosial untuk mendorong berkembangnya kapabilitas individu dan masyarakat. Proses pemberdayaan dilaksanakan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang dihadapinya. Proses pemberdayaan diarahkan upaya keluarga miskin berperan aktif sebagai aktor dan pelaku untuk mencapai tujuan program yang telah dipilihnya. Keluarga miskin memperoleh kekuasaan untuk merencanakan, mengambil keputusan dan melaksanakan serta melakukan evaluasi kegiatan dalam mencapai keberdayaan masyarakat dalam keterlibatannya pada upaya-upaya pengembangan masyarakat. Keberdayaan keluarga miskin dalam pengembangan masyarakat menjadi parameter keberhasilah dalam upaya pengembangan masyarakat pedesaan (lokal). Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat Lokal (PML) merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial memfasilitasi masyarakat untuk menemukan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada tujuan proses (process goal) dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product). Setiap anggota masyarakat (termasuk keluarga miskin) bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat yang merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal. Program pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan peta dan struktur sosial lokal serta program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan. Hal ini bermanfaat untuk merancang program pemberdayaan keluarga miskin pedesaan dengan strategi mengikutsertakan masyarakat dan kelompok sasaran 6 dalam menentukan kebutuhan sehingga dapat mencapai proses pemberdayaan, pembelajaran, dan pemanfaatan sumber daya lokal. Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memiliki perhatian mendalam pada pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan dinamika masyarakat. Analisis pemberdayaan PPK menurut perspektif pekerjaan sosial dilaksanakan dengan mengevaluasi tujuan, proses dan hasil pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK. Dengan demikian indikator keberhasilan PPK dilihat dari analisis pekerjaan sosial tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sebagai penyebab kegagalan PPK dan keleb ihan yang dapat dilanjutkan serta dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga miskin pedesaan di masa mendatang. Hasil kegiatan desa yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Desa Pengusul Rawang Sari Mayang Sari Sari Mulya Sari Makmur Sorek Dua Genduang Dungangan Betung Terantang Manuk Surya Indah Palas Beringin Indah Sialang Indah Kemang Meranti Kegiatan Gorong-gorong, Pengerasan jalan dan gorong-gorong Jembatan kayu, gorong -gorong dan pengerasan jalan Pengerasan jalan dan gorong-gorong Pengerasan jalan dan jembatan semi permanen Pelebaran Jalan, listrik diesel, sumur bor Pengerasa jalan dan listrik diesel Listrik diesel dan listrik diesel Sumur gali dan listrik diesel MCK dan sumur gali Listrik diesel dan gedung SLTP Listrik diesel dan gedung SD Jarak Jauh Pengerasan jalan Pengerasan jalan dan gedung SMK Swadaya Pengerasan jalan dan MCK Pengerasan jalan dan MCK Sumber: Laporan PPK tahun 2002 Hasil keputusan MAD Prioritas Usulan Kegiatan PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras seratus persen murni kegiatan pembangunan sarana fisik. Hal ini disebabkan pihak PPK dan otoritas pemerintah kecamatan telah menentukan 7 kegiatan yang didanai PPK. Usulan kegiatan telah diputuskan dalam MAD Sosialisasi, sehingga musyawarah desa hanya sebagai formalitas. Keluarga miskin belum memiliki peluang dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan kegiatan ini. Penyebabnya adalah peserta MAD telah ditentukan dalam PTO PPK, sehingga keluarga miskin tidak hadir dalam musyawarah tersebut. Berkaitan dengan keputusan dalam MAD, Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pelalawan mengatakan bahwa masyarakat desa masih memerlukan bantuan sarana fisik. MAD Prioritas Usulan Kegiatan membahas dan memutuskan kegiatan yang didanai PPK. Musyawarah menggunakan prinsip kompetisi sehat. Desa-desa bersaing untuk memenangkan usulan kegiatan dalam musyawarah. Desa-desa competitor yang kalah tidak menerima bantuan. Jika ditelaah lebih lanjut, desa yang memenangkan kompetisi adalah desa yang masyarakatnya mampu menyusun rencana pembangunan. Peran fasilitasi yang dilaksanakan oleh Fasilitaor Kecamatan (FK) dan Fasilitator Desa (FD) masih lemah. Menurut Huraerah (2004) sebagai seorang “community organizer”, pekerja sosial membantu masyarakat miskin agar dapat mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhannya, mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Hal ini dipahami bahwa masyarakat memiliki keunikan dan potensi yang dapat dikembangkan, dan pekerja sosial dapat menjadi fasilitator. 1.2.Masalah Penelitian 1.2.1. Justifikasi Permasalahan yang diteliti adalah proses pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras. Bantuan PPK berupa pembangunan sarana fisik di pedesaan belum memberdayakan keluarga miskin. Penyebabnya adalah PPK belum melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan, belum ada 8 transfer kekuasaan, dan belum ada perb aikan kualitas hidup keluarga miskin. Proses partisipasi belum melibatkan keluarga miskin secara langsung karena keluarga miskin hanya berperan sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin belum mempunyai peluang dan kekuasaan untuk berperan dalam setiap tahapan PPK secara optimal, sehingga bantuan PPK yang diserahkan kepada masyarakat tidak berkelanjutan (unsustainable). Berkaitan dengan hal tersebut, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Des a Kecamatan Pangkalan Kuras menyatakan bahwa “Meskipun masyarakat telah berjanji gotong royong pembangunan jalan lingkungan desa tidak ada perawatan, pasir dan batunya telah berserakan ke tepi jalan. Jembatan semi permanen, pegangan kayunya telah banyak yang rusak. Tetapi masyarakat masih memanfaatkan hasil proyek tersebut. Hasil bantuan PPK lainnya seperti diesel tidak dirawat dengan baik. Bahkan ada yang hilang”. Kondisi ini terjadi di beberapa desa Kecamatan Pangkalan Kuras. Salah satu contoh adalah bantuan diesel bagi PPK di Desa Terantang Manuk. Kondisi diesel di Desa Terantang Manuk dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 No Lokasi bantuan Kondisi Sistem perawatan Keterangan Digunakan 2 tahun Digunakan 1.5 tahun Tidak diketahui 1 RT. 1 Rusak Tidak diperbaiki 2 RT. 2 Rusak Tidak diperbaiki 3 RT. 3 Hilang 4 RT. 4 Baik, dimanfaatkan Gotong royong pemakai 5 RT. 5 Baik, tidak dimanfaatkan Disimpan di rumah Ketua RT - 6 RT. 6 Rusak Tidak diperbaiki Di gunakan 2 tahun 7 RT. 7 Baik, dimanfaatkan 8 RT. 8 Hilang Gotong Royong pemakai - - Tidak diketahui Sumber: Fasilitator Desa Terantang Manuk 2005 Diesel bantuan PPK telah dimanfaatkan warga di desa wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras. Diesel yang masih dimanfaatkan dan dirawat oleh masyarakat 9 Desa Terantang Manuk sebanyak 2 (dua) unit atau hanya 25 % dari 8 (delapan) unit. Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, tentang proses dan hasil bantuan PPK, PPK belum berhasil meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin. Keluarga miskin tetap dalam kondisi miskin. Seperti telah terungkap dari pernyataan keluarga miskin di atas. Program pemberdayaan keluarga miskin yang efektif diperlukan analisis faktor penyebab kegagalan dan keberhasilannya. Penelitian ini dilaksanakan untuk memahami proses pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras. 1.2.2. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah menganalisis program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras menurut perspektif pekerjaan sosial. Pokok penelitian tentang pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK ditujukan pada proses pelibatan keluarga miskin dalam kegiatan PPK, transfer peluang dan kekuasaan, serta perbaikan kualitas hidup. Data yang diperoleh dari analisa program tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras. 1.2.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (2) Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (3) Bagaimana proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial? (4) Bagaimana keluarga miskin menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras? 10 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1.3.1. Untuk memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehid upan keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras. 1.3.2. Untuk memahami upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan di Kecamatan Pangakalan Kuras . 1.3.3. Untuk menganalisis PPK menurut perpektif pekerjaan sosial. 1.3.4. Untuk menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras. 1.4.Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: 1.4.1. Memberikan masukan strategis yang lebih efektif dan efisien kepada pemegang kebijakan program pemberdayaan keluarga miskin yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam perencanaan kegiatan pada program secara mandiri. 1.4.2. Memberikan evaluasi Program Pengembangan Kecamatan yang telah dilaksanakan dalam perspektif pekerjaan sosial yang ditujukan kepada pelaku PPK, pemerintah baik lokal maupun kabupaten, keluarga miskin serta pekerja sosial. 1.4.3. Memberikan sumbangan hasil diskusi bersama komunitas keluarga miskin kepada aparat kecamatan dan komponen masyarakat tentang program yang diperlukan masyarakat. BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang atau kelompok atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar. Konsep kemiskinan sangat fenomenologis, karena merujuk pada bagaimana konsep itu didefinisikan. Pada kajian ini kemiskinan difahami sebagai kondisi yang dibuat oleh manusia, yakni terabaikannya upaya-upaya yang serius untuk menanggulangi kesenjangan karena terlalu mementingkan pertumbuhan ekonomi (Baswir, 2003). Sayogyo (2002) membuat penggolongan atas tingkat pen ghasilan miskin dan cukup/mampu. Setelah itu, membandingkan tingkat pangan antara yang keluarga miskin dan keluarga yang mampu. Untuk masyarakat pedesaan garis kemiskinan ditetapkan pada penghasilan senilai 240 kg ekuivalen beras per orang setahun dan untuk rumah tangga kota senilai 360 kg/orang-tahun (50 % lebih tinggi). Di balik rata-rata 1.718 kalori pada rumah tangga desa di Jawa ditemukan perbedaan besar antara tingkat pangan dua golongan penghasilan itu: golongan cukup/mampu rata-rata mendapat 2.172 kalori dan 53,6 gram protein, sedangkan golongan miskin hanya 1.283 kalori dan 26,9 gram protein sehari-hari, atau: kontras cukup pangan, ukuran kalori maupun protein dan: kurang kalori dan protein. Kemiskinan dapat dibedakan menurut kondisi keluarga miskin dalam kehidupannya sehari-hari yaitu: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Lebih jelas Suharto (1997: 74-75) mengelompokan jenis-jenis kemiskinan terdiri dari kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kes ehatan, dan transportasi. Indikator diukur oleh batas kemiskinan atau garis kemiskinan (poverty line) baik yang berupa indikator 12 tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar atau kombinasi beberapa indik ator. Untuk mempermudah pengukuran, indikator tersebut umumnya dikonversikan dalam bentuk uan g (pendapatan atau pengeluaran). Kemiskinan relatif adalah keadaan kemiskinan yang dialami individu dan kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Jika batas kemiskinan 30.000 per kapita per bulan, seseorang yang memiliki pendapatan 75.000 per kapita per bulan sec ara absolut tidak miskin, namun apabila pendapatan rata-rata masyarakat setempat 100.000 per kapita per bulan maka secara relatif ia dik ategorikan miskin. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu kepada sikap, gaya hidup, nilai orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs for achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan terjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Proses praktek monopoli, oligopoly dalam bidang ekonomi misalnya. Dicontohkan para petani tidak memiliki tanah sendiri atau hanya memiliki sedikit bidang tanah, para nelayan tidak mempunyai perahu. Keluarga dikatakan miskin apabila sebuah keluarga memiliki ciri-ciri seperti rumah tidak layak huni, fisik anggota keluarga yang lemah, kerentanan, terisolasi dan tidak berdaya. Menurut Chambers (1983) ada lima ketidakberuntungan yang dimiliki oleh keluarga miskin, yaitu: rumah reot, fisik yang lemah (physical weakness), kerentanan (vulnerability), keterisolasian (isolation), dan ketidakberdayaan (powerlessness) Kemiskinan ditandai dengan (pertama) rumah yang reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, tidak memiliki MCK sendiri, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang; (kedua) pendapatan mereka tidak menentu dan dalam jumlah yang 13 tidak memadai, sehingga keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh pada hari itu juga. Fisik yang lemah (physical weakness) d isebabkan adanya rasio ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga tersebut dengan anggota keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Ketergantungan anggota keluarga muda karena mereka belum dapat mencari nafkah dan anggota keluarga yang dewasa mempunyai kemampuan terbatas dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, jumlah anggota keluarga yang ditanggung anggota keluarga dewasa tidak sebanding dengan jumlah anggota keluarga muda. Anggota keluarga dewasa sedikit dan anggota keluarga muda lebih banyak. Akibat dari ketergantungan ini menyebabkan anggota keluarga miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan baik pangan, sandang, kesehatan maupun perumahan yang layak. Kerentanan (vulnerability) keluarga miskin berupa tidak memiliki cadangan berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat, sehingga akan menjual barang apa saja yang mereka miliki, utang kepada tetangga atau rentenir. Keterisolasian (isolation) keluarga miskin disebabkan secara geografis atau tidak memiliki akses terhadap sumber informasi, misalnya pada saat diadakan pertemuan hanya kelompok elit desa yang hadir. Ketidakberdayaan (powerlessness) keluarga miskin yang disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari rendahnya keterampilan, pendidikan dan kemauan untuk berubah. Faktor eksternal terdiri adanya tekanan-tekanan dari keluarga miskin, seperti: keluarga miskin tidak berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang sering mengeksploitasi mereka dan aparat yang sering tidak ramah kepada mereka. Suhendra (1995) menyatakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan itu dapat disebabkan oleh hambatan -hambatan yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagai contoh hambatan internal yaitu kemiskinan dapat menimpa orang cacat yang karena kecacatannya tidak mampu secara optimal menjalankan fungsi sosialnya di dalam masyarakat. Contoh hambatan ekternal: dalam dunia kerja yang kompetitif seringk ali kurang memberikan kesempatan dan 14 peluang baginya untuk memperoleh pekerjaan dan pendap atan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat pula menimpa orang-orang yang secara sosial psikologis tidak mengalami hambatan pribadi. Perubahan sosial yang berlangsung di sekeliling kita dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diharapkan baik yang langsung maupun tidak langsung menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Mata pencaharian kelompok miskin merupakan simpul dari jaringan ekonomi yang lebih luas, di luar batas-batas komunitas. Dari mulai kegiatan produksi, distribusi, dan pemasaran produk-produk manufaktur pertanian dan non pertanian. Kerentanan buruh dan petani kelapa sawit berawal dari posisinya di dalam jaringan -jaringan ini yaitu ketika uang tidak ada, tenaga kerja tidak ada, barang-barang lebih mahal, tempat beraktivitas tidak dikuasai, dan hubungan baik sangat terbatas. 2.1.1. Komunitas Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), dimana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial – budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitasaktivitas kolektif (collective action).” Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, dimana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.” Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, dimana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas. Komunitas yang dimaksud adalah kumpulan indiv idu dan kelompok keluarga miskin yang tinggal dan berinteraksi sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. 15 2.1.2. Modal Sosial Walaupun keluarga miskin kurang berdaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi keluarga miskin masih ada kekuatan yang dapat dikembangkan melalui berbagai cara. Adapun kekuatan itu adalah modal sosial. Grootaer dan Bastelaer (2002) mengemukakan bahwa: Social capital is assuming an increasingly important in the Word Bank’s poverty reduction strategy. The World Development Report 2000/2001 identities three pillars to that strategy: promoting opportunity, facilitating, emporwerment, and enhanc ing security. Building social capital is at the core of the empowerment agenda, together with promoting pro -poor institutional reform and removing social barriers. However, social capital is also critical asset for creating opportunies that enhance well-being and for achieving greater security and reduced vulnerability (World Bank 2001). Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kemiskinan dunia dengan menggunakan modal sosial yaitu: memberikan kesempatan kepada keluarga miskin, kegiatan fasilitasi, pemberdayaan, dan meningkatkan keamanan. Mengembangkan modal sosial adalah mengagendakan pemberian kekuasaan kepada keluarga miskin, bersama-sama membuat kelembagaan yang berpihak kepada keluarga miskin dan menyingkirkan hambatan sosial. Selain itu, modal sosial digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka dan mencapai kesuksesan dalam jaring pengaman serta mengurangi kerentanan. 2.1.3. Evaluasi Program Menurut Agusta (2001) Evaluas i PPK (Program Pengembangan Kecamatan) disini dilaksanakan terhadap wacana normatif yang tercantum dalam aturan main program (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, manual teknis/petunjuk operasional), dan efektivitas dalam mencapai hasil (outcome) proyek/kegiatan. Dengan pandangan sistemis tersebut, evaluasi menghasilkan rekomendasi bagi perencanaan dan pelaksanaan program PPK. Menurut Owen (1999) mengevaluasi dampak sebuah program perlu meliputi: (1) The range and extent of outcomes of program; (2) whether the program has been implemented as planned and how implementation has affected outcomes ; (3) evidence to funder, senior managers and politicians about the extent to which resources allocated to a program 16 have been spent wisely; (3) informing decisions about replication or extension of the program. Menurut Agusta (2004) studi atas impak memberikan informasi tentang efek program terhadap kesejahteraan pemanfaat secara umum. Suharto (2005) menyatakan bahwa evaluasi dapat ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana. Menurut Bramley (1996) untuk mengevaluasi efektivitas program dilihat efektivitas perubahan individu, efektivitas perubahan tim, dan efektivitas perubahan organisasi. Menurut Chambers (2000) mengukur efektivitas program dilakukan dengan mengukur tujuan kegiatan dengan kriteria ekonomi yang baku yaitu: Adequacy, Equity, and Efficiency. The center efficiency question is always whether there is a better (least costly, more cost effective) means to achieve a given outcome. Dalam evaluasi program perspektif pekerjaan sosial akan dilihat eligibilitas program telah memadai sehingga dapat menjamin keberlanjutan program. Dalam efektifitas dapat dilihat bagaimana distribusi bantuan telah adil. Dan bagaimana tujuan akan dapat dicapai secara efisien (hemat biaya) dan efektifitas (ketepatan biaya) program b isa memuaskan semua pihak. 2.2.Pekerjaan Sosial Menurut Suharto (2005) Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat. Pekerjaan sosial adalah aktivitas kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad yang lalu telah memiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to the help themselves), penentuan nasib sendiri (self determination), bekerja dengan masyarakat (working with people) dan 17 bukan bekerja untuk masyarakat (working for people), menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan masyarakat. Menurut Zastrow dalam Suharto (2005), pemberdayaan didefinisikan sebagai proses membantu individu, kelompok, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan personal, interpersonal, sosio ekonomi, dan politik, serta mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan lingkungan mereka. Kegiatan tersebut berguna untuk meningkatkan kekuatan pada diri keluarga miskin (klien). Oleh karena itu, model berbasis pada kekuatan klien menekankan pada kemampuan, nilai-nilai, perhatian, keyakinan, sumber-sumber, pencapaian pencapaian, dan aspirasi- aspirasi orang yang menjadi klien pekerja sosial. Proses pemberdayaan ini dapat ditransfer melalui peluang dan kekuasaan yang diperoleh dari struktur sosial di mana klien berada. Menurut Suharto (2005) kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah, jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas konsep ini menekankan pada pengertian tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga pola hubungan antara kekuasaan dan struktur sosial dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemberdayaan. Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800an (Zastrow, 1999; Zastrow, 2000; Shulman, 2000), pekerjaan sosial terus berkembang mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian seperti halnya profesi lain (misalnya kedokteran, keguruan), fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan. Tan dan Envall (2000) menyatakan bahwa while social work explores changes and adapts to various demands … the basic integredients of social work must remain in the changing tide.Selanjutnya Tan dan Envall mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut: The social work proefession promotes problem solving in human relationships, social work change, empowerment and liberation of people, and the enhancement of society. Utilition theories of human 18 behavior and social systems, social work intervences at the points where people interact with environtments. Principles of human rights and social justice are fundamental to social work. Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial (Suharto, 2005). Prinsip pekerjaan sosial dan asumsi pemberdayaan dalam pekerjaan sosial digunakan mengukur proses keterlibatan keluarga miskin dalam pemberdayaan. Menurut beberapa penulis, seperti Solomon, Rappaport, Pinderhughes, Swift, Swift & Levin, Weick, Rapp, Sulivan dan Kisthardt, terdapat beberapa prinsip dan asumsi pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto,1997) yaitu: pemberdayaan adalah proses kolaboratif dengan mana masyarakat miskin dan pekerja sosial bekerjasama sebagai partner, proses pemberdayaan menempatkan masyarakat miskin sebagai kompeten dan mampu menjangkau sumber -sumber dan kesempatan -kesempatan, masyarakat miskin melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan, kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat miskin, solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut, jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan pengendalian seseorang, masyarakat miskin berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri, tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubah an, pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumbersumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber -sumber tersebut secara efektif, proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan selalu memiliki beragam solusi, pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel. 19 Pemberdayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan dalam pekerjaan sosial meliputi: pelaku yang terlibat dalam bekerjasama dan proses (partisipasi), sumber-sumber sebagai potensi yang mendukung (transfer kekuasaan kepada orang yang akan diberdayakan), dan efektivitas program pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial (perbaikan kualitas hidup). Dubois dan Miley (1992) dalam bukunya Social Work: An Empowering Profession memberi beberapa cara atau teknik khusus yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dengan: membangun relasi, komunikasi dan keterlibatan klien dalam pemecahan masalah. Pemberdayaan masyarakat dengan membangun relasi pertolongan terdiri dari: merefleksikan respon empati; menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination); menghargai keberbedaan dan keunikan individu; menekankan kerjasama klien (client partnerships). Pemberdayaan masyarakat dengan membangun komunikasi dengan cara: menghormati martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan keragaman individu; berfokus pada klien; menjaga kerahasiaan klien. Pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan keterlibatan klien (keluarga miskin) dalam pemecahan masalah dengan cara: memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak klien; merangkai tantangan -tantangan sebagai kesempatan belajar; melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi. Para pekerja sosial melaksanakan teknik di atas untuk memberikan kekayaan dalam mendampingi keluarga miskin untuk berperan dalam setiap kegiatan program yang telah dipilih. Program yang dipilih didasarkan hasil relasi, komunikasi dan keterlibatan keluarga miskin serta konsistensi dalam pelaksanaan kegiatan program. Suharto (2005) mengatakan bahwa keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Aspek kemampuan ekonomi terdiri dari: kemampuan dalam 20 pemenuhan kebutuhan dan kemampuan untuk memperoleh penghasilan. Aspek kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan terdiri dari: kemampuan menjangkau sumber-sumber kesejahteraan sosial yang ada di sekitarnya. Aspek kemampuan kultural dan politik terdiri dari kemampuan dalam memahami proses kebudayaan yang berlangsung di sekitarnya. Sedangkan kemampuan politik adalah kemampuan untuk terlibat dalam proses pembelajaran politik di pedesaan. 2.3. Pemberdayaan Menurut Rappapot dalam Dubois dan Miley (1992) pemberdayaan adalah “a way that people, organizations, and communities gain mastery over their lives”. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya. Dengan demikian rakyat didorong untuk mengelola kehidupannya dengan cara mereka sendiri. Sehingga rakyat sebagai bagian yang lebih luas dari komunitas secara terorganisasi dapat membantu komunitas yang bermasalah dapat diberdayakan. Pengaruh yang datang dari luar komunitas sebagai bagian yang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak didapatkan dari dalam diri masyarakat tersebut. Ife (1995) menyatakan bahwa increasing the power of the disadvantaged, it is necessary to look not only at what constitute power, but also at the nature of disadvantage. Pemberdayaan dilakukan untuk memberikan kekuasaan kepada yang tidak beruntung agar mereka menjadi berdaya. Menurut Swift dan Levin dalam Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada usaha realocation of power melalui pengubahan struktur sosial. Proses pemberdayaan mengutamakan adanya penempatan kekuasaan kepada keluarga miskin yang selama ini tidak mendapatkan kekuasaan dalam upaya pengembangan masyarakat. Orang-orang yang tidak beruntung mendapatkan kekuasaan untuk melakukan pengambilan keputusan, membuat perencanaan dalam memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahannya sendiri. Kesempatan yang diperoleh dalam struktur sosial akan dapat mengembangkan akses dan partisipasi orang-orang tidak beruntung dalam setiap program yang dibuat sebagai hasil kolaborasi 21 dengan institusi dalam struktur sosial untuk mengatasi berbagai persoalan mereka. Menurut Dubois dan Miley (1992) proses memberdayakan dan tujuan pemberdayaan menjadi orientasi professional pekerjaan sosial.: The empowering process and the empowerment goal undergird social work’s professional orientation. The process and goal are reflected in the dual focus of the purpose of social work: to enable the system’s competence for mutually adaptive transactions with the environt and to enhance the humane responsiveness of social institutions and the availability of opportunies and resources. Social worker practice form an empowerment orientation to achieve empowered social system trough empowering social structure. Tujuan dan proses merupakan refleksi tujuan pekerjaan sosial: menghubungkan sistem sosial untuk transaksi yang menguntungkan dalam penyesuaian dan meningkatkan respons manusia terhadap institusi sosial dan mendapatkan kesempatan serta sumberdaya. Hal ini dapat diperoleh melalui pemberdayaan yang diberikan struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial dan politik memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memberikan partisipasi dan terlibat dalam setiap program. Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan: “To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients ”. Bahwa proses pemberdayaan dilakukan dengan membantu orang yang tidak berdaya untuk memperoleh kekuasaan dalam keikutsertaannya pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan. Pemberdayaan merupakan upaya untuk membantu orang perorangan atau kelompok untuk memperoleh sumber-sumber dan meningkatkan potensi 22 yang dimilikinya agar dapat meningkatkan kehidupannya seperti meningkat pendapatan, membiayai anak-anak sekolah minimal wajib belajar sembilan tahun, memberi makan keluarga, membeli pakaian, memperbaiki rumah dan sebagainya. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Okley dan Marsden, 1984). Kegiatan itu seperti perbaikan jalan, pembuatan sumur (pengadaan air bersih) pada musim kemarau dan sebagainya. Proses ini disebut kecenderungan primer. Kedua yang disebut kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Antar kedua proses saling terkait. (Pranarka dan Vidyanandika, 1996). Libussi dan Maluccio (1986) menerjamahkan hal ini ke dalam praktek pekerjaan sosial dengan memandang kelayan sebagai mitra kolaboratif sebagai orang yang memiliki asset dan protensinya yang dianggap lebih sebagai sumber patologi. Menurut Parsons, et. al (1994: 106), pemberdayaan sed ikitnya mencakup tiga dimensi yaitu: (1) Seb uah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar; (2) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya-diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain (3) Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upayaupaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Suharto, 1997). Menurut Ife untuk mengembangkan model pemberdayaan dalam masyarakat, ada tujuh kekuasaan yang perlu dipertimbangkan sebagai dasar strategi pemberdayaan masyarakat. Tujuh tipe kekuasaan itu adalah: (1) Pilihan - 23 pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan; (2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya (3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan; (4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan; (5) Sumber -sumber: kemampuan memobilisasi sumbersumber formal, informal dan kemasyarakatan; (6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa; (7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi (Suharto, 2005). 2.4. Partisipasi Menurut Mubyarto (1985), partisipasi sebagai kesadaran untuk membangun berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi yaitu : (1) adanya kemampuan yaitu kemampuan individu atau kelompok untuk berbuat dalam sebuah kegiatan; (2) adanya kesempatan yaitu ruang yang diberikan kepada invidu atau kelompok untuk terlibat dalam kegiatan; (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Selanjutnya Sahidu (1998) menjelaskan bahwa faktor-fak tor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, kebutuhan, penghargaan, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah modal dan pengalaman yang dimiliki. 24 Partisipasi didasarkan adanya kemampuan dan peluang yang diciptakan dalam berbagai kesempatan yan g diberikan kepada masyarakat. Kemampuan seseorang digunakan untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan. Namun demikian, kemampuan seseorang tidak bermanfaat, jika tidak ada peluang yang memberikan peran kepada seseorang untuk menjalankan peran pada setiap kegiatan. Indikator keberhasilan partisipasi didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam meraih peluang dan menggunakan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan. Ndraha (1990) membagi partisipasi sebagai berikut: (1) partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial. (2) dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional; (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, tidak lepas dari hubungan dengan pihak lain. Adanya hubungan dengan pihak luar masyarakat lokal dalam pembangunan, tidak terlepas dari pertukaran sosial yang diberikan antara pihak luar (institusi pemerintah pembawa program) dan masyarakat (sebagai agency yang akan merubah dirinya sendiri). Menurut Mustafa (2003) bahwa hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya akan memperoleh imbalan. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward ), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit), sehingga perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya akan menguntungkan. Partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam pemberdyaan masyarakat desa. Berbagai upaya dilakukan untuk mendukung adanya partisipasi dari masyarakat. Cendikia (2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 metoda dasar dalam teknologi partisipasi, yaitu: metoda diskusi, metoda workshop dan metoda perencanaan tindakan (action plan). Pusic dalam Suharto (1997) menambahkan bahwa perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan 25 merupakan perencanaan diatas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi dalam perencanaan. Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosio nal terhadap program -program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama. Sisi negatif perencanaan adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah partisipasi individu atau kelompok (keluarga miskin) dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan bersama. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, di mana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Salah satu akar masalah dalam pembangunan dewasa ini adalah berkembangnya mentalitas yang materialistik dan mentalitas ingin serba cepat (instant). Masalah lain adalah lemahnya sumberday a manusia dan etos kerja kelompok masyarakat tertentu (Adi, 2003). 2.5.Kerangka Pemikiran Untuk mengurangi angka kemiskinan di pedesaan dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan keluarga miskin dalam perspektif pekerjaan sosia l dilihat dari (1) partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan program pemberdayaan; (2) adanya transfer kekuasaan dalam struktur sosial lokal dari kelompok atas kepada kelompok bawah (keluarga miskin); (3) adaya perbaikan kualitas hidup keluarga miskin yaitu dari kondisi miskin menjadi tidak miskin baik secara ekonomi (meningkat pendapatannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga) secara sosial (dapat berperan dalam kehidupan 26 masyarakat di sekitarnya dan dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dalam keluarga). Keluarga miskin dalam berpartisipasi memerlukan beberapa hal yaitu: (1) kemampuan seperti keterampilan dan pendidikan untuk mendukung keluarga miskin dalam berpartipasi pada proses pemberdayaan masyarakat; (2) kesempatan dalam mempero leh kekuasaan untuk berperan dalam kegiatan seperti pemberian waktu dan peran dalam proses pelaksanaan sebuah program pemberdayaan; (3) kemauan untuk berubah seperti mempunyai semangat yang tinggi dan tidak malas yang dapat mendorong untuk berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Hal-hal yang diperlukan keluarga miskin dalam proses transfer kekuasaan adalah (1) menentukan pilihan kebutuhan dan memperoleh kesempatan; (2) mendefinisikan kebutuhan; (3) menyampaikan ide; (4) mengakses lembagalembaga dan sumber-sumber; (5) melakukan aktivitas ekonomi. Untuk memperoleh kekuasaan, keluarga miskin sebagai agen perubahan memerlukan hal-hal seperti: (1) mengetahui kebutuhannya sendiri (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain); (2) kemauan (motivasi); kemampuan (keterampilan -keterampilan yang dimiliki dalam berperan); (3) memiliki kedisiplinan dalam setiap kegiatan; (4) rasa percaya diri (keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan berhasil jika dilaksanakan dengan sungguhsungguh); dan (5) gaya hid up. Gaya hidup mempunyai pengaruh pada sikap dan performa keluarga miskin dalam menjadi perubah dirinya sendiri. Bagaimana pemerintah lokal menjaga prinsip-prinsip PPK seperti keberpihakan terhadap keluarga miskin (program yang diperuntukan keluarga miskin); partisipasi (keterlibatan keluarga miskin dalam setiap kegiatan); transparansi, desentralisasi (disusun oleh masyarakat desa yang akan dibantu oleh PPK); kompetisi sehat (persaingan sehat); dan keterbukaan benar-benar memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemberdayaan PPK. Bagaimana proses transfer kekuasaan dari PPK kepada keluarga miskin, sehingga keluarga miskin dapat mengembangkan partisipasi, dan meningkatkan 27 kualitas hidup. Indikator keberhasilan ev aluasi ini adalah keluarga miskin mampu berp artisipasi, terjadinya proses transfer peluang dan kekuasaan, dan meningkatnya kualitas hidup. Pemberdayaan keluarga miskin diharapkan meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan dan kes ehatan); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam program pengembangan masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk keluar dari tekanan struktur sosial (tekanan kultural dan politik). Pemberdayaan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1. KEMISKINAN Institusi Pemerintah: Program anti kemiskinan Pemberdayaan perspektif pekerjaan sosial: - Partisipasi - Transfer kekuasaan - Perbaikan kualitas hidup - Keluarga Miskin (agency ): Kebutuhan Kemauan Kemampuan Kedisiplinan Rasa percaya diri Gaya hidup Mampu memenuhi kebutuhan Mampu berperan sosial Mampu keluar dari tekanan Gambar 1. Kerangka pemikiran pemberd ayaan keluarga m iskin menurut perspektif pekerjaan sosial BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus Peneliti memilih Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan sebagai lokasi penelitian dengan fokus Desa Sialang Indah. Lokasi penelitian merupakan salah satu kecamatan yang menerima bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) pada Phase I tahun 1998/1999 dan Phase III tahun 2005. PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dinyatakan berhasil. Bantuan PPK seratus persen berupa pembangunan sarana fisik (seperti dikatakan Konsultan Menejemen Kabupaten Pelalawan dalam BAB I). Tetapi program ini tidak mampu meningkatkan pendapatan keluarga miskin, sehingga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan sosial keluarga miskin. Jumlah penduduk miskin Kecamatan Pangkalan Kuras berada di urutan keempat setelah Kecamatan Ukui, Bunut dan Pangkalan Kerinci sebagai Ibukota Kabupaten Pelalawan (BPS, 2004). Dengan demikian, terjadi kontradiksi antara tujuan PPK dengan kehidupan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras. berdasarkan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kabupaten Pelalawan, maka bantuan laik diberikan kepada dua kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Kecamatan Bunut. Tetapi yang terjadi adalah Kecamatan Bunut tidak memperoleh bantuan berikutnya. Kecamatan ini dinilai gagal karena adanya penyelewengan dana bantuan PPK dan Kecamatan Ukui kalah dalam kompetisi. Untuk memilih desa sebagai fokus penelitian, peneliti melakukan pendataan awal ke 7 desa dari 15 desa dan 1 kelurahan yang ada di wilayah Kec amatan Pangkalan Kuras. Desa-desa tersebut dipilih satu desa yang persentase penduduk miskinnya di bawah 13 % dan PPK-nya dinilai berhasil. Data yang telah terkumpul dianalisis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara kegagalan dan keberhasilan program dengan kondisi kemiskinan suatu wilayah dengan program. Untuk mengetahui korelasi ini dikaji keterlibatan keluarga 29 miskin dalam pelaksanaan proses kegiatan, jenis kegiatan yang didanai Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan efektivitas program. Potensi lokal dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan program. Kegiatan penelitian ditujukan untuk menyusun program pemberdayaan keluarga miskin. Untuk memperoleh informasi, memakai metode wawancara (individu maupun kelompok), pengamatan peran serta dan penelitian dokumentasi. Hasil yang diharapkan adala h memahami peta sosial kecamatan dan peta sosial desa, memahami permasalahan (asesmen kebutuhan), kelemahan dan kelebihan PPK dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin yang tepat. Komunitas Subyek Kasus adalah keluarga miskin yang bermukim di desa penerima bantuan PPK Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Untuk mempertajam analisis, keluarga miskin d ibagi dua kelompok yaitu keluarga miskin penduduk asli dan keluarga miskin penduduk tempatan (eks transmigrasi) yang telah lama tinggal di des a tersebut. Seperti diungkapkan oleh Kepala Desa Palas mengatakan bahwa: “Keluarga miskin di sini terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai kebun kelapa sawit. Penyebab kemiskinan di sini berhubungan dengan sikap menunggu dan kurang rajin bekerja (malas). Kenyataan ini dapat dilihat antara pendatang dan penduduk asli di sini. Kami mengakui adanya perbedaan bahwa kemiskinan para pendatang dikarenakan oleh kenyataan bahwa karena pendapatannya kecil. Sedangkan kemiskinan warga kami adalah karena kurang kreatif dan tidak memiliki semangat yang tinggi seperti diperlihatkan oleh para pendatang. Di desa ini, para pendatang umumnya sukses karena pola hidup hemat”. Karakteristik ini diperlukan untuk mengetahui sebab -sebab masalah, akibat dan pemecahan masalah yang dikonfirmasikan kepada keluarga miskin. Perbedaan sebab-sebab masalah dan akibat mempengaruhi pemecahan masalah yang ditawarkan oleh keluarga miskin. Penyusunan program dirancang untuk memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk melaksanakan peran sebagai perencana, pelaksana dan pengevaluasi program. Menurut Bungin (2003), prosedur sampling dilakukan dengan cara menentukan key people (orang kunci) dalam hal ini salah seorang informan. Penentuan informan dilakukan dengan sengaja (purposive) yaitu memilih informan 30 yang sesuai dengan desain penelitian. Penen tuan informan ini representatif karena telah lama menyatu dengan aktivitas yang menjadi informasi, aktif dalam lingkungan, mempunyai banyak waktu untuk diwawancarai, informasi cenderung apa adanya berdasarkan realita. Prosedur pemilihan subyek kasus dilakukan dengan teknik snowball yaitu penentuan sampling dimulai dari informan kunci yang diminta menunjuk keluarga miskin yang menjadi subyek kasus dan keluarga miskin ini kemudian juga menunjuk teman-temannya yang lain sesuai dengan kriteria penelitian. Peneliti menetapkan subyek kasus dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) Pengkaji berupaya memperoleh data awal melalui informan kunci (Kepala Desa, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras); (2) Melalui data tersebut pengkaji menetapkan satu nama sebagai subyek kasus; (3) Melalui nama yang dipilih tersebut, pengkaji berupaya memperoleh nama lain yang memenuhi kriteria dan seterusnya; (4) Setelah data/informasi dianggap jenuh, kegiatan snowballing dihentikan dan diperoleh beberapa nama untuk digunakan sebagai subyek kasus. Penelitian difokuskan pada salah satu desa di Kecamatan Pangkalan Kuras yang memiliki keluarga miskin dan menerima bantuan PPK. Penelitian pengembangan masyarakat yang menganalisis pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK di lokasi tersebut, diharapkan menemukan program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK di masa mendatang. 3.2.Data dan Metode Pengumpulan Data Sumber data primer dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari subyek kasus dan informan. Subyek kasus penelitian adalah keluarga miskin yang desanya menerima bantuan PPK. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki pendapatan kurang Rp 600.000,00 per KK atau per orang per bulan Rp 150.000,00 atau warga yang pekerjaan buruh di kebun kelapa sawit baik di perusahaan atau kebun milik warga. Informannya adalah Warga kecamatan, Tokoh informal, Perangkat desa, Pemuda, Perempuan, Keluarga miskin, Mantan Fasilitator Kecamatan, Konsultan, dan pengamatan lapangan (kondisi rumah keluarga miskin, 31 kondisi usaha ekonomi produktifnya, suasana relasi antar anggota keluarga miskin). Lebih lanjut daftar subyek kasus dan informan dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3 Daftar nama subyek kasus dan informan di Kecamatan Pangkalan Kuras: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24 25 26 27 29 30 31 Nama Suparjo Trioyono Sabar Sukirno Pardi Rukiyat Sutarjo Ahmad Budiman Drs. Ali Umar Pekerjaan Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Ka BPMD Kab. Pelalawan Ir. Donal KM Kab. Pelalawan Ir. Yusrizal FK. Pangkalan Kuras Ir. Heru FK. Langgam Drs. May Hendri, Kasi Pembangunan dan M.Si. Bansos BPMD Kab. Pelalawan Umar Kades Terantang Manuk Eko Purwanto Kades Surya Indah Mukhlis Kades Palas Yeprizal, S.H. Kasi PMD Kec. Pangkalan Kuras (PJOK) T. Kaz Har Haroen Camat Pangkalan Kuras Ir. Sofyan KORWIL III PPK Novi Guru/FD Hidayat Ketua LKMD Rino Buruh Edi Syahputra FD Idris Kades Kemang Attan Buruh Amir Penjaga Sekolah Singjon Wakil perempuan/istri buruh Iwan Ketua KUD Subyek Kasus X X X X X X X X X Informan X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumendokumen dari: dokumen kecamatan, dokumen PPK, dan dokumen kabupaten. Dokumen Kecamatan Pangkalan Kuras meliputi data kependudukan, potensi dan kekurangan kecamatan tentang geografi, diperoleh dari dokumen 32 monografi kecamatan. Selain itu, data lain yang berkaitan dengan data kecamatan tetap digunakan untuk menganalisis data berbagai sisi seperti data dari Badan Pusat Statistik. Dokumen PPK Kecamatan Pangkalan Kuras meliputi tahapan kegiatan PPK diperoleh dari laporan kegiatan PPK yang isinya warga yang dilibatkan menjadi pelaku-pelaku PPK, proses pemilihan, undangan dan waktu yang dipakai dalam pelaksanaan kegiatan. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah ketidaklengkapan data di desa-desa yang menjadi target pengumpulan data. Dokumen Kabupaten melalui KM Kabupaten Pelalawan dan Kasi Bantuan Pembangunan Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat diperoleh data tentang Statistik Kabupaten, seperti Laporan-laporan berupa Laporan PPK tahun 2001 dan tahun 2002, kegiatan MAD, surat-surat resmi PPK dan lain-lain se Kabupaten Pelalawan). Peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data yaitu: pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dan penelitian dokumen. Metode tersebut digunakan untuk memenuhi bahan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menitikberatkan pembicaraan sebenarnya, isyarat dan tindakan sosial lainnya sebagai bahan mental penelitian (Mulyana, 2003). Masing-masing metode digunakan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan peneliti. Data yang diperoleh dari masing-masing metode dianalisis berdasarkan pada penggunaan data tersebut. Pertama, pengamatan berperan serta yaitu interaksi sosial yang terjadi antara peneliti dengan subyek kasus atau informan secara langsung. Peneliti memilih salah satu rumah penduduk Desa Sialang sebagai temp at menginap dalam kegiatan ini. Pilihan ini didasarkan pada kemungkinan informasi yang luas dan dipercaya serta menghubungkan dengan orang-orang yang diperlukan dalam rangkaian penelitian. Yang bersangkutan menguasai informasi desa itu dan relasi yang luas di luar desa, sehingga tidak saja informasi tentang warga desa di wilayahnya tetapi juga desa-desa tetangga yang diperoleh. Selama dua minggu, tinggal di rumah penduduk, peneliti dapat mengamati dan menggali data tentang keluarga miskin memandang realitas 33 kehidupan mereka yaitu rutinitas kerja, kebiasaan-kebiasan, perilaku, potensi, komunikasi dan jejaring sosial yang ada untuk meningkatkan pendapatan mereka. Selama pengamatan memperoleh data tentang suasana relasi antar anggota keluarga miskin, antar anggota keluarga miskin, keluarga miskin dan pemimpin lokal, keluarga miskin dengan aparat desa, kondisi rumah keluarga miskin, dan kondisi desa secara umum. Selain itu, memahami latarbelakang keberhasilan program dan kegagalan program pada setiap kegiatan PPK. Kedua, penelitian menggunakan metode wawancara mendalam. Wawancara adalah proses komunikasi dan interaksi antara peneliti dengan subyek penelitian atau informan dalam rangka memperoleh keterangan tentang diri mereka dan masyarakatnya. Wawancara dapat dilakukan kepada seseorang secara pribadi. Untuk masalah sosial yang mencakup seluruh masyarakat (se-RT, Sedusun, sedesa, dsb), wawancara kelompok memberi manfaat besar (Agusta, 1998). Wawancara Mendalam adalah komunikasi antara peneliti dan subyek kasusatau informan untuk memperoleh informasi melalui tatap muka berulang kali di fokus lokasi penelitian. Wawancara ini bersifat fleksibel dengan susunan outline wawancara yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokasi penelitian. Wawancara mendalam ditujukan pada keluarga miskin, Aparat desa, Badan Perwakilan Desa, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, Fasilitator Desa, Fasilitator Kecamatan dan pelaku PPK lainnya baik di desa maupun kecamatan. Informasi yang ingin diperoleh adalah pemberdayaan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial. Data tersebut digunakan sebagai data utama dalam menganalisa peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam proses pemberdayaan yang dilaksanakan PPK melalui keterlibatan keluarga miskin, jenis kegiatan yang didanai PPK dan efektivitas program serta penyusunan rencana program pemberdayaan keluarga miskin selanjutnya. Ketiga, metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode penelitian dokumen. Metode Penelitian Dokumen berupaya untuk melakukan penggalian data tentang pelaksanaan kegiatan PPK oleh Keluarga miskin 34 khususnya dan warga masyarakat umumnya melalui PPK dengan mempelajari dokumen-dokumen. Dalam hal ini dokumen -dokumen yang terdapat di kantor desa, kecamatan, Kabupaten Pelalawan dan sebagainya. Dokumen di desa dan di kecamatan umumnya sudah tidak jelas keberadaannya. Data dokumen didapatkan dari Konsultan Manajemen Kabupaten Pelalawan dan Kasie Bantuan Pembangunan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pelalawan. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan peta sosial dan karakteristik keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras, profil PPK dan upaya program pemberdayaan yang telah dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial yaitu: (1) partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan PPK, (2) mengkaji transfer kekuasaan dalam PPK, (3) mengkaji perbaikan kualitas hidup keluarga miskin dengan mengevaluasi efektivitas pemberdayaan PPK dilihat dari dampak dan manfaatnya, serta menyusun program setelah data terkumpul dari masyarakat. Kendala dalam mengumpulkan data adalah jarak pemukiman desa ke pemukiman desa yang lain rata-rata 2 s.d. 7 km. Untuk menuju lokasi pemukiman satu ke pemukiman lainnya memerlukan waktu yang lama dan alat transportasi yang tepat (seperti telah diuraikan di atas). Penelitian dilaksanakan setiap tahapan dengan unsur data yang telah dipersiapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi pada saat itu. Hal ini menghindari kehilangan waktu dan energi dalam penelitian. Peneliti dan pendamping selalu berdiskusi pada saat merencanakan (tujuan, waktu, lokasi, orang yang akan ditemui dan kendaraan yang dipilih untuk melaksanakan kegiatan termasuk alternative action jika mengalami kegagalan) dan mengevaluasi kegiatan telah selesai dilaksanakan. Untuk melihat rangkaian penelitian mulai dari perumusan masalah sampai dengan sumber data dan metode pengumpulan datanya dapat dilihat pada Matrik 1 35 Matrik 1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 Metode Pengumpulan Data No a. Aspek Pola hubungan Kecamatan Pangkalan Kuras Variabel - b. c. Program pemberdayaan Analisis PPK perspektif pekerjaan sosial - - Geografi Kependudukan Sistem ekonomi Struktur komunitas Organisasi kelembagaan Pengelolaan sumber daya PPK PPLTDD Partisipasi keluarga miskin dalam menyusun rencana kegiatan PPK Pengamatan Peran serta Wawancara Penelitian Dokumen x x x x x x - x x - x - - transfer peluang dan kekuasaan - perbaikan kualitas d. Penyusunan rancangan program pemberdayaan keluarga miskin hidup - Rencana program - Tujuan program - Strategi 3.3.Metodologi Analisis Data Kegiatan analisis data dilakukan setelah seluruh data yang diperoleh beserta maknanya dikelompokkan menurut subyek kasus/informan. Data itu terdiri dari karakteristik desa dan keluarga miskin, relasi-relasi dalam masyarakat seperti relasi antar anggota dalam keluarga, antar keluarga, antara pemimpin lokal dan masyarakat, antara keluarga miskin dengan pemimpin lokal, antara masyarakat dengan program. Selain itu, analisis keterlibatan keluarga miskin dalam setiap kegiatan PPK dan dampak dari program yang telah dilaksanakan serta keinginankeinginan keluarga miskin penyusunan pelaksanaan, evaluasi dan pengembangannya). program (baik tujuan, metode, 36 Data selanjutnya disunting, untuk menentukan kelengkapan data dan keabsahan data. Keabsahan data dicek ulang dengan membandingkan antar data. Seluruh data primer dan sekunder ditelaah. Pada analisis untuk suatu topik masalah menghimpun fakta-fakta untuk menurut unit analisis. Baru kemudian data-data dalam unit analisis yang sama dipisah lagi menurut konsep -konsep penting yang dijadikan dasar untuk menyederhanakan gambaran himpunan (Agusta, 1998). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu yang menitikberatkan pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan tindakan sosial lainnya sebagai bahan mental penelitian (Mulyana, 2003). Metode analisis menggunakan studi kasus. Metode penelitian ditujukan untuk mengkaji program PPK. Peneliti mengkaji jumlah bantuan dan jenis, jumlah keluarga miskin, dan jumlah keluarga miskin yang mendapat bantuan PPK dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan dan kualitas bantuan. 3.4.Jadwal Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian tentang penelitian Pemberdayaan Keluarga Miskin dalam PPK Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dilakukan selama kurang lebih 3 bulan. Pelaksanaan kegiatan dimulai dari studi pustaka dan diakhiri dengan penyusunan laporan sebagai bahan ujian akhir. Kegiatan penelitian setelah studi pustaka dan proposal disetujui, peneliti melakukan pengumpulan data di 7 (tujuh) desa dari 15 (limabelas) desa dan 1 (satu) kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras yaitu Desa Kemang, Palas, Terantang Manuk, Surya Indah, Beringin Indah, Sialang Indah dan Meranti. Untuk membantu kegiatan ini karena lokasi dan karakteristik masyarakat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu penduduk asli dan tempatan. Tiap tim terdiri dua orang. Tim pertama terdiri Arifin dan Sali (adalah pemuda pendamping untuk Desa Kemang, Palas dan Terantang Manuk). Tim kedua terdiri dari Eko (Mahasiswa tingkat terakhir S1 yang sedang mengadakan penelitian d i Kabupaten Pelalawan adalah penduduk Kabupaten Pelalawan) dan Triyono (penduduk Desa 37 Sialang yang sebagai tempat tinggal dan penghubung dengan warga Desa Sialang sebagai fokus penelitian ini. Tim ini direkrut kembali karena telah memberikan masukan dan bekerja sangat cepat. Tim telah dipersiapkan sebelumnya, untuk mengantisipasi kendala yang mungkin muncul dalam penelitian (seperti kesulitan memperoleh data dan prosedural birokrasi). Untuk memperkuat data, peneliti melengkapi camera digital dan alat tulis (buku dan bolpoin) dalam setiap perjalanan penelitian. Tujuannya adalah untuk mengabadikan peristiwa dan kejadian-kejadian dalam penelitian. Transportasi peneliti memilih kendaraan roda dua yang disesuaikan dengan geografi lokasi. Peneliti melakukan evaluasi dan diskusi dengan para pendamping setelah melaksanakan kegiatan di lokasi penelitian. Tim memberikan informasi dan data yang akurat dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Hasil kegiatan ditulis dalam catatan harian, difoto dan direkam dalam video. Hasil kegiatan tersebut dipindahkan ke komputer untuk memudahkan penulisan penelitian. Kegiatan ini sekaligus menganalisis data baik data kuantitatif dan data kualitatif yang diperoleh sebelumnya. Penulisan draft laporan kegiatan dilakukan setelah penelitian selesai. Meskipun demikian peneliti masih berhubungan dengan contact person, jika mengalami kekurangan informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan. Untuk lebih jelas rincian kegiatan peneliti dapat dilihat dalam jadwal pelaksanaan pada Tabel 4 Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat Di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005 Keigatan 1.Studi Pustaka 2.Pembuatan desain (proposal Penelitian) 3.Pengumpulan data lapangan 4.Pengolahan data dan analisis data 5.Penulisan draft laporan 6.Seminar akademik 7.Ujian akhir 8.Perbaikan laporan 4 X X 5 X X 6 X X 2005 7 8 X X 9 10 X X X X X BAB IV POLA HUBUNGAN MASYARAKAT YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG INDAH Untuk meneliti pola hubungan yang ada di masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, dilihat bentuk-bentuk hubungan masyarakat pedes aan yang disebabkan kondisi geografi, kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas, kelembagaan, dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dalam bab ini diuraikan satu persatu tentang aspek-aspek di atas. Kecamatan Pangkalan Kuras memiliki 15 desa yang memiliki karakteritik hampir sama satu dengan yang lainnya. Desa-desa tersebut merupakan eks desa transmigrasi. Karakteristik tersebut antara lain setiap desa memiliki penduduk asli dan penduduk tempatan (eks transmigrasi), jalan ke lokasi desa-desa jalan pasir batu, perekonomian desa bertumpu pada hasil kebun kelapa sawit, dan memiliki koperasi unit desa. Salah satu desa yang memiliki kriteria sama tersebut adalah Desa Sialang Indah yang dipilih sebagai fokus penelitian (seperti dijelaskan pada BAB III). Oleh karena itu, bab ini menjelaskan pula secara rinci tentang Desa Sialang Indah. 4.1.Kecamatan Pangkalan Kuras 4.1.1. Geografi Kecamatan Pangkalan Kuras dibentuk berdasarkan Perda No. 10 tahun 2001 yang merupakan pemecahan dari Kecamatan Langgam, terdiri dari 11 desa dan satu kelurahan dengan luas wilayah 136.211 hektar. Desa-desa tersebut adalah Sorek Dua, Dundangan, Terantang Manuk, Palas, Kemang, Meranti, Sialang Indah, Beringin Indah, Surya Indah, Betung, Desa Kesuma, Talau, Tanjung Beringin, dan Batang Kulim serta satu tersebut adalah Kelurahan Sorek Satu. Desa-desa tersebut merupakan eks desa transmigrasi yang telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten. Penduduknya berasal dari berbagai suku dan agama sesuai dari daerah asal mereka. Penduduk tersebut kemudian disebut 39 penduduk tempatan oleh pemerintah daerah baik pemerintah kabupaten maupun provinsi. Kecamatan Pangkalan Kuras berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Kerinci di sebelah Utara. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Lesung, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Langgam dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bunut. Secara umum kondisi geografi Kecamatan Pangkalan Kuras terdiri dari luas tanah datar 875,511 atau 70 persen dan perbukitan 375,219 km atau 30 persen. Pangkalan Kuras terletak pada ketinggian 140 m dari permukaan laut. Pangkalan Kuras mempunyai Suhu antara 28 s.d 32 derajat Celcius. Hujan terjadi sebanyak 135 hari dalam setahun dengan volume curah hujan 2.438,2 mm. Kondisi di atas, memunculkan masalah -masalah alat transportasi kebiasaan, dan perekonomian masyarakat. Pertama, masalah transportasi antar desa terdiri dari jenis kendaraan yang dapat digunakan oleh masyarakat dan ketiadaan angkutan umum, sehingga masyarakat memerlukan transportasi pribadi untuk melakukan mobilitas dari desa satu ke desa lainnya. Jenis angkutan yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat sesuai dengan kondisi geografis dan jarak antar desa adalah sepeda motor. Oleh karena itu, hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi. Kendaraan bermotor tersebut diperoleh melalui pembelian kredit dan tunai. Pembelian sepeda motor secara kredit bisa melalui bank, Koperasi Unit Desa (KUD), dan dealer sepeda motor. Sedangkan pembelian tunai bisa langsung ke dealer p enjualan sepeda motor. Kedua, muncul kebiasaan masyarakat seperti: masyarakat jarang menggunakan jaket walaupun menaiki kendaraan roda 2, bahkan di desa-desa yang jauh dari kota kecamatan pengendara sepeda motor tidak memakai pakaian atau telanjang dada. Masyarakat sudah terbiasa dengan telanjang dada bertamu ke tetangga mereka. Atau pakaian mereka digantung di pundak. Hal tersebut disebabkan daerah Kecamatan Pangkalan Kuras yang panas. Jarak ibukota kecamatan ke ibukota propinsi 114 km ditempuh 2,5 jam. Bisa ditempuh dengan memakai kendaraan roda 4 dan roda 2. Alat transportasi selain kendaraan pribadi dapat dicapai dengan memakai angkutan umum setiap hari, ongkos per orang Rp. 15.000,00 dan setiap pagi hingga sore hari. Pada 40 malam hari bisa ditempuh dengan bus antar propinsi khususnya tujuan ke Pulau Jawa. Jarak ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten 45 km ditempuh 0,45 jam, dicapai dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum, ongkos per orang Rp. 6.000,00. Jarak terjauh desa ke ibukota kecamatan Desa Kemang dengan 30 km dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi dan angkutan umum ongkos per orang Rp. 4.000,00 s.d. Rp. 5.000,00. Ketiga, masalah perekonomian masyarakat seperti: fisik geografi wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras berimplikasi mahalnya transportasi antar desa. Akibatnya barang-barang yang masuk ke desa-desa mahal dan biaya hidup di desa-desa wilayah Pangkalan Kuras menjadi tinggi. Contoh: pada saat ini, warga masyarakat memperoleh harga barang yang telah dinaikkan sampai 65,5 % dari harga sebelumnya. Misalnya harga televisi 21 inch seharga Rp 950.000,00 menjadi Rp 1.450.000,00. Selain itu, pembelian dengan cara kredit menjadi trend di masyarakat. 4.1.2. Kependudukan Menurut Badan Pusat Statistik (2004) penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras pada tahun 2004 sebanyak 32.896 jiwa. Data kependudukan tersebut mencatat bahwa jumlah penduduk miskin Kecamatan Pangkalan Kuras menempati urutan ke 4 (empat) se-Kabupaten Pelalawan setelah Kecamatan Ukui, Bunut dan Pangkalan Kerinci yaitu 1.046 keluarga (4.126 jiwa) atau 12,54 %. Jumlah keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras hanya 10,44 % dari jumlah total penduduk yang ada. Jumlah ini masih jauh lebih sedikit dibandingkan angka kemiskinan Provinsi Riau (seperti telah dijelaskan pada BAB I). Jumlah angka kemiskinan ini menggambarkan bahwa kecamatan ini tidak miskin dilihat dari jumlah keluarga miskin. Jumlah keluarga miskin masih kecil dibandingkan dengan kecamatan lain yang memiliki jumlah keluarga miskin lebih besar, sehingga masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras belum memerlukan bantuan karena pemerintah dapat memobilisasi keluarga yang kaya membantu keluarga miskin melalui sebuah program pengembangan masyarakat. Untuk memahami jumlah keluarga miskin dan pengaruhnya pada pola hubungan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, 41 jumlah keluarga miskin dikaji menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, lapangan usaha, sumber penerangan, bantuan yang pernah diterima. Keluarga miskin di Pangkalan Kuras berdasarkan kelompok umur 30 – 54 berjumlah 632 kk. Kelompok ini merupakan keluarga yang memerlukan biaya besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut antara lain: menyekolahkan anak, kebutuhan pokok makan, kesehatan, dan perumahan (menambah kamar). Umur ini merupakan kelompok usia produktif dan kelompok ini berjumlah yang besar dari jumlah keluarga miskin yang ada. Kelompok umur ini mempunyai potensi berupa tenaga. Untuk lebih jelas keberadaan keluarga miskin menurut kelompok umur dapat dilihat Tabel 6 Tabel 5 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Kelompok Umur Tahun 2004 No 1 2 3 Kelompok umur (tahun) Kurang 30 30 – 54 55 keatas Jumlah Jumlah keluarga miskin 226 632 188 1.046 Persen (%) 22,57 61,03 16,39 100,00 Sumber data: BPS tahun 2004 Penelitian tingkat pendidikan, jumlah keluarg a miskin di Pangkalan Kuras lulusan sekolah dasar. Hasil penelitian kondisi geografis, sarana dan prasarana serta jumlah keluarga miskin, menggambarkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah rendahnya pendidikan keluarga miskin. Tingkat keluarga miskin hanya lulus sekolah dasar bahkan sebagian besar tidak tamat SD. Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Desa Palas bahwa: “Penduduk di sini pendidikannya rendah hanya lulus SD. Mereka tidak dapat bersaing untuk dapat bekerja di RAPP yang memerlukan tenaga kerja lulusan SLTA. Kami telah meminta prioritas perekrutan tenaga kerja perusahaan tetapi kami tidak memiliki ijazah SLTA” Hal menunjukkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Rendahnya pendidikan disebabkan oleh sarana dan prasarana serta jarak antara keberadaan sekolah dengan penduduk jauh, kesulitan medan, sarana transportasi. Untuk mengetahui jumlah keluarga miskin di 42 Kecamatan Pangkalan Kuras menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2004 No 1 2 3 4 Tingkat Pendidikan Buta huruf SD SLTP SLTA keatas Jumlah Jumlah keluarga miskin 447 546 53 1.046 Persen (%) 40,63 50,69 8,32 0,37 100,00 Sumber data: BPS tahun 2004 Sebagian besar keluarga miskin masih buta huruf, sehingga kurang dapat menduduki posisi penting di desa dan selalu menjadi bawahan oleh orang-orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi di daerahnya. Jika ada yang memiliki peluang menduduki jabatan di desa, mereka tidak memiliki keberanian untuk memberikan ide-ide dan mewakili keluarga miskin. Hal ini disebabkan sebagai besar dari mereka hanya sebagai pelengkap. Pekerjaan keluarga miskin Pangkalan Kuras paling banyak di sektor pertanian yaitu 789 kepala keluarga atau 75,33 persen. Bidang pertanian ini meliputi: buruh tani, petani yang tidak mempunyai lahan, petani yang mempunyai ladang sempit kurang dari 0,5 hektar. Untuk mengetahui jumlah keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras menurut lapangan usaha dapat dilihat Tabel 8 Tabel 7 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jenis lapangan usaha Tidak bekerja Pertanian Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Angkutan Lembaga Keuangan Jasa Jumlah Sumber data: BPS tahun 2004 Jumlah keluarga miskin 64 789 3 8 4 27 7 144 1.046 Persen (%) 5,11 75,33 0,75 3,86 0,29 2,21 3,48 2,01 0,02 6,94 100,00 43 Keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras juga dapat dilihat dari jenis penerangan rumah yang dimiliki. Hal ini mempengaruhi keterbatasan informasi yang didapat, keleluasaan usaha, dan belajar anak-anak mereka. Jika hal ini tidak diperhatikan maka akan melanjutkan generasi yang bodoh. Jumlah keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras menurut sumber penerangan rumah dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 8 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Sumber Penerangan Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 Jenis penerangan Listrik PLN Listrik non PLN Petromak Pelita/sentir Lainnya Jumlah Jumlah keluarga miskin 20 346 158 496 26 1.046 Persen (%) 1,91 33,08 15,11 47,42 2,48 100,00 Sumber data: BPS tahun 2004 Jenis bantuan terbesar dari pemerintah dalam bentuk raskin. Sementara jenis bantuan lainnya masih sangat kecil di terima oleh mereka. Jumlah keluarga miskin berdasarkan jenis bantuan yang pernah diterima dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9 Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 Jenis bantuan Tidak dapat Raskin Beasiswa Dana bergulir Kartu sehat Sertifikat lahan Lainnya Jumlah Jumlah keluarga miskin 105 834 5 20 71 3 8 1.046 Persen (%) 10,04 79,73 0,48 1,91 6,79 0,29 0,76 100,00 Sumber data: BPS tahun 2004 Menurut data monografi tahun 2004, jumlah penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras 32.896 jiwa, terdiri dari 8.078 kk dengan jumlah laki-laki 17.279 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 15.617 jiwa. Penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras, umur balita berjumlah 3.500 anak, terdiri laki-laki 1.714 anak 44 dan perempuan sebanyak 1.786 anak. Dapat diprediksikan pada 10 tahun mendatang usia produktif meningkat 18,84 %. Untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang besar diselenggarakan pos klinik Keluarga Berencana sebanyak 4 buah. Jumlah pasangan usia subur (PUS) sebesar 4.068 orang dan yang mengikuti program KB sebanyak 2.911 orang. Mayoritas penduduk produktif akan menimbulkan kondisi kependudukan wilayah ini menjadi banyaknya tenaga kerja produktif. Permasalahan yang dihadapi keluarga miskin adalah keluarga miskin memerlukan perhatian pada gizi anak-anak dan pelayanan kesehatan untuk anak anak balita. Permasalahan ini sulit diatasi karena minimnya para medis dan sarana kesehatan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari jumlah puskesmas 1 buah, rumah sakit bersalin 1 buah, Balai Pengobatan 1 buah, Puskesmas Pembantu 5 buah, dokter 7 orang, Perawat 11 orang, Bidan 4 orang, dan apotik dan depot obat 10 buah. Orang yang berobat dalam setahun berjumlah 10.260 orang yang terbagi di Rumah Sakit bersalin sebanyak 3.026 orang, Balai Pengobatan sebanyak 2.560 orang dan Puskesmas sebanyak 4.670 orang, sehingga setiap harinya orang yang berobat sebanyak 28 orang. Pusat kesehatan terletak di ibukota kecamatan sehingga menjadi kenadala dalam berobat. Hal ini disebabkan ketiadaan transportasi umum dan jalan yang kurang baik. Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 18.582 orang terdiri laki-laki 9.928 orang dan perempuan sebanyak 8.654 orang. Jumlah usia produktif berjenis kelamin laki-laki meningkatkan jumlah tenaga kerja kasar di Kecamatan Pangkalan Kuras. Tenaga kerja tersebut mempunyai peluang memperoleh pekerjaan sebagai petani dan buruh (pabrik kelapa sawit dan di perkebunan baik plasma dan kebun inti kelapa sawit), sektor informal terdiri dari jualan makanan kecil, kedai harian, warung makan. Jumlah petani yang memiliki tanah berjumlah 4.501 orang, buruh yang bekerja sebagai buruh di perkebunan penduduk 7.662 orang. Pengangguran yang masih memerlukan pekerjaan berjumlah 398 orang terdiri laki-laki sebanyak 197 orang dan perempuan sebanyak 201 orang. Jumlah tenaga kerja yang masih mencari pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 10 45 Tabel 10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 21 23 24 27 28 30 29 31 27 29 22 23 17 14 11 10 13 7 9 3 201 197 Kelompok Usia 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 Jumlah Jumlah (orang) 44 51 58 60 56 45 31 21 20 12 398 Persentase (%) 11,06 12,81 14,57 15,08 14,07 11,31 7,79 5,03 5,03 3,02 100,00 Sumber data: Monografi Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004 4.1.3. Sistem Ekonomi Sistem perekonomian Kecamatan Pangkalan Kuras terbentuk dari kebijakan pemerintah dalam program Transmigrasi Perkebunan Inti Rakyat (TRANS PIR) pada akhir tahun 1990, setelah kebijakan transmigrasi umum beberapa tahun silam mengalami kegagalan, sebagai perbaikan program yang mengalami kegagalan pada tahun sebelumnya. Potensi alam berupa lahan yang luas, mendorong keberhasilan program tersebut. Hal ini ditandai pendapatan penduduk meningkat dari tidak memiliki pendapatan menjadi memiliki pendapatan tetap. Program ini diprotes penduduk lokal, karena mereka menilai program ini hanya diberikan kepada pendatang. Untuk mengakomodir kepentingan bersama antara masyarkat dan pemerintah, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan tansmigrasi lokal. Setelah itu, perekonomian masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras diubah dari petani berpindah ke petani kebun kelapa sawit dan petani ladang yang menetap. Perkebunan kelapa sawit menggeser perkebunan karet yang sebelumnya menjadi primadona bagi masyarakat. Warisan kebun karet ditebang masyarakat dan digantikan tanaman kelapa sawit. Kebiasaan ini melembaga dalam kehidupan masyarakat seperti: bertani ladang menetap, berkebun kelapa sawit, 46 menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, gotong royong ala penduduk Jawa dan sebagainya. Lembaga-lembaga yang dibentuk seperti kelompok tani, KUD, pasar, sekolah baik umum maupun berbasiskan Agama Islam dan aturan-aturan penimbangan, memanen, membeli obat-obatan pertanian, penyemprotan, menyiangi, dan sebagainya adalah untuk mendukung berlangsungnya kegiatan perkebunan kelapa sawit yang dipelihara para petani. Mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh perkebunan yang menempati urutan pertama berjumlah 7.662 orang atau 50,43 %. Hal ini terjadi akibat terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan sektor formal. Luasnya lahan di wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras memberikan peluang besar kepada pekerjaan sekto r pertanian dan perkebunan. Implikasinya jumlah buruh perkebunan meningkat, sehingga mengurangi jumlah pendapatan buruh pada sektor ini. Akibatnya tidak terpemenuhi kebutuhan keluarga buruh perkebunan. Kondisi ini menjadi siklus kemiskinan penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras yang tak berujung. Untuk lebih jelas komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Jenis Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil TNI/POLRI Nelayan Pensiunan PNS, TNI/POLRI Pengusaha Petani Kebun Buruh Industri Buruh Bangunan Buruh Perkebunan Pengangkutan Pedagang Peternak Lain-lain Jumlah Jumlah (orang) Persentase (%) 505 50 156 6 15 4.501 1.451 275 7.662 90 401 21 59 15.192 3,32 0,32 1,03 0,04 0,10 29,63 9,55 1,81 50,43 0,59 2,64 0,14 0,39 100,00 Sumber: Data Kecamatan Pangkalan Kuras tahun 2004 47 4.1.4. Struktur Komunitas Penduduk Pangkalan Kuras bisa dikatakan heterogen. Hiterogenitas berdasarkan suku yang tinggal di wilayah tersbut. Penduduk terdiri dari berbagai suku (Melayu Pelalawan, Jawa, Madura, Batang dan Minang). Beragamnya suku disebabkan adanya program transmigrasi dan peluang pekerjaan yang ada di wilayah itu. Mereka bekerja di berbagai bidang yang ada. Penduduk sebagian besar bekerja sebagai buruh perkebunan dan petani kelapa sawit (lihat tabel 3) Kelompok-kelompk lain hanya sedikit jumlahnya. Kegiatan sehari-hari lebih kepada kegiatan berpusat pada perkebunan kelapa sawit. Meskipun tidak bekerja di perkebunan sebagian besar mereka memiliki hubungan dengan kelapa sawit seperti sebagai penjual alat-alat perkebunan kelapa sawit, atau memiliki kebun kelapa sawit tetapi tidak dikerjakan sendiri karena ia sebagai pegawai negeri (guru), bekerja di pabrik kelapa sawit dan sebagainya. Pangkalan Kuras merupakan wilayah tujuan penampung setelah para pendatang tidak memperolehkerja di wilayah Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan (bekerja di Pabrik Kertas dan Tripleks). Kemudian, mereka tinggal di Pangkalan Kuras sebagai buruh perkebunan. Pendatang tidak hanya datang dari satu wilayah (Jawa, Medan, Jambi dan Padang). Pelapisan atas hanya terdiri beberapa orang yaitu para pejabat kecamatan, pemangku adat di tingkat kecamatan. Kelompok atas tingkat desa yang diperhitungkan pendapatnya di tingkat kecamatan adalah kepala desa, aparat desa, Ketua BPD dan Ketua LKMD. Pelapisan didasarkan pada pekerjaan seperti pegawai, ketokohan (tokoh agama dan tokoh masyarakat) sebagai lapisan atas dan pekerjaan buruh dan petani (pelapisan bawah). Pelapisan atas mempunyai pengaruh dalam menentukan keputusan-keputusan yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok. Selain itu, mereka mempunyai pengaruh dalam keteladanan perilaku, sebagai panutan, dan mereka mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada posisi-posisi strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas namun diakui oleh masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas. 48 Lapisan bawah yang terdiri buruh tani kebun kelapa sawit (keluarga miskin) mempunyai perilaku pasrah pada pimpinan lokal untuk kepentingan desa. Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa mereka tidak mampu dalam mengelola desa dan lapisan atas dianggap mampu untuk mengelola desa. Pelapisan mempengaruhi proses pembangunan di desa-desa wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras. Lapisan bawah mengikuti apa yang telah diputuskan oleh lapisan atas. Kondisi ini membuat kelompok bawah kurang diperhatikan dan dikesampingkan. Pandangan mengenai pembangunan desa didasarkan pendapatpendapat kelompok atas. Setiap rapat dan pertemuan-pertemuan yang sering mempunyai usul dan berpendapat adalah kelompok atas. Kondisi ini yang kemudian menjadi salah satu faktor kegagalan dalam membangun kecamatan setempat. Tokoh pemuda masuk pelapisan tengah. Keberadaannya belum mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas. Mereka hanya mempunyai pengaruh di kelompok pemuda karena menduduki sebagai ketua organisasi kepemudaan. Pelapisan menengah tidak diperhitungkan dalam pembangunan wilayah. Sehingga pertemuan -pertemuan hanya sebagai sarana kelompok elit di tingkat kecamatan dalam memuluskan program yang dibawa oleh pemerintah. Warga masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi belum memberikan pengaruh dalam pelapisan sosial dalam komunitas kecamatan, karena warga masyarakat lulusan pendidikan tinggi lebih suka hidup di kota dari pada di desa. Sebagian besar pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan tidak kembali ke desa. Desa mereka tidak dapat memberikan jaminan kehidupan , sehingga mereka memilih mencari pekerjaan di perkotaan. 4.1.5. Organisasi dan Kelembagaan Kecamatan Pangkalan Kuras mempunyai organisasi yang bersifat formal dan informal. Organisasi formal terdiri dari organisasi-organisasi yang mempunyai status formal dan aturan-aturan yang jelas dan dimanfaatkan oleh komunitas untuk urusan-urusan formal. Organisasi formal ini terdiri dari pemerintahan kecamatan, pemerintahan desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), 49 LKMD, Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Organisasi informal terdiri dari wiridan, kelompok-kelompok arisan keluarga dan arisan profesi. Kelembagaan sosial Kecamatan Pangkalan Kuras berdasarkan kebutuhan pokok manusia terdiri dari: (1) kelembagaan politik pemerintahan kecamatan dan desa; (2) kelembagaan kekerabatan; (3) kelembagaan ekonomi; (4) kelembagaan pendidikan; (5) Kelembagaan keagamaan; (6) kelembagaan kesehatan; (7) kelembagaan gotong royong; dan (8) kelembagan olehraga. Kelembagaan kelembagaan tersebut diuraikan sebagai berikut: Pertama, Kelembagaan pemerintahan yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras sebagian besar merupakan kelembagaan sebagai hasil dari bentukan pemerintah diatasnya. Lembaga tersebut bersifat formal yaitu ada aturan tertulis yang mengatur hubungan antar anggotanya. Lembaga-lembaga itu adalah kecamatan yang dipimpin oleh seorang camat, dan dibantu oleh staf pegawai kecamatan. Kelembagaan tersebut bergerak dibidang kegiatan pemerintahan tingkat kecamatan yang struktur kedudukannya dibawah seorang bupati. Kelembagaan pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala Desa bersama BPD (Badan Perwakilan Desa), LKMD, Kadus, RW dan RT. Kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan pembangunan desa seperti adanya forum warga yang menampung aspirasi warga, kegiatan pengorganisasian masyarakat seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk, keamanan dan ketentraman masyarakat, kegiatan perempuan dibawah pembinaan PKK, dan kegiatan kepemudaan oleh karang taruna serta ikatan remaja masjid. Kelembagaan pemerintahan untuk mengatur adat istiadat dipimpin dan diatur oleh Kepala Adat baik dalam perkawinan, pembagian hutan (batas-batas wilayah dan hutan) dan sebagainya. Adat yang dimaksud adalah adat Melayu Pelalawan. Kedua, kelembagaan kekerabatan terdiri dari: pernikahan dan perceraian. Kelembagaan kekerabatan tidak ditemukan aturan-aturan secara nyata, namun aturan -aturan tidak tertulis itu ditaati dan dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Misalnya: dalam pernikahan, acara berbalas pantun untuk memasuki rumah perempuan setelah selesai baru dipersilahkan masuk. Pengantin lelaki juga diwajibkan membawa barang -barang hantaran sebagai maharnya yang telah disepakati pada saat pelamaran. 50 Perceraian umumnya jarang dilakukan karena menganggap perkawinan wajib dijaga kelangsungannya. Ketiga, Kelembagaan ekonomi terdiri dari: kelembagaan pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, pertukangan, perburuhan dan transportasi darat. Kelembagaan pertanian yang ada dalam masyarakat menganut ladang berpindah dan berburu serta memancing. Pergeseran roda ekonomi dengan menanam karet setelah tidak berpindah-pindah dan terakhir menanam kelapa sawit dilakukan tidak tertulis dan ditaati semua pihak. Dari mulai menanam dan merawat karet hingga menderes serta menjual hasilnya ke toke (agen yang membeli karet-karet mereka). Menurut model penanaman di perkebunan kelapa sawit, ada tiga macam yaitu sistem plasma, inti dan penanaman pribadi para petani. Perkebunan plasma merupakan tanaman milik petani dengan biaya sendiri, namun penjualan hasil panen dikelola oleh kelompok tani dan KUD. Petani memanen, mengumpulkan ke tempat penimbangan kemudian ditimbang oleh kelompok tani dan diangkut oleh truk KUD ke perusahaan. Perusahaan melakukan penimbangan dan penyortiran kelapa sawit yang sesuai dan tidak sesuai dengan aturan jual beli. Kemudian perusahaan memberikan uang hasil penjualan dalam bentuk gaji bulanan pada setiap akhir bulan atau awal bulan. Ketentuan waktu pembayaran disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran. Pembayaran dilakukan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada di setiap desa. Model ked ua, kebun inti milik perusahaan dipanen dan dirawat oleh perusahaan sendiri. Model ketiga, kebun kelapa sawit perorangan merupakan kebun kelapa sawit milik masyarakat yang ditanam sendiri tanpa ada campur tangan dari perusahaan dan KUD. Mereka menjual ke agen-agen terlebih dahulu sebelum hasil panen kelapa sawit dijual ke perusahaan kelapa sawit. Harga ditetapkan oleh agen pembeli kelapa sawit. Lembaga perdagangan yang ada di kecamatan berbentuk pasar mingguan di setiap desa. Hasil pertanian kebun pekarang an dan ladang yang tidak ditanami 51 karet dan kelapa sawit seperti sayur-sayuran dijual di pasar di setiap hari pasar yang telah ditetapkan di desa masing-masing. Kelembagaan ekonomi lainnya mempunyai kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung lancarnya usaha perkebunan baik dalam penyediaan peralatan dan penyaluran kredit kendaraan. Kelembagaan tersebut mempunyai aturan-aturan tidak tertulis seperti dalam tata cara panen, pembayaran kepada para buruh di kebun kelapa sawit, juga mengatur berapa nominal upah dodos, babat dan sebagainya. Pasar mingguan diadakan di desa-desa wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras untuk menekan harga agar tidak terlalu tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa yang jauh dari pusat perekonomian kota kecamatan dan kabupaten. Untuk memperlancar perekonomian rakyat, Koperasi Unit Desa (KUD) yang tersebar di desa-desa mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Koperasi bermanfaat dalam memperoleh fasilitas pinjaman dana ke bank, kredit kendaraan dan pengadaan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Selain itu, KUD mengatur sirkulasi pengadaan pupuk, obat-obatan dan perawatan jalan. Keempat, Kelembagaan pendidikan terdiri dari: pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Kelembagaan pendidikan formal di Kecamatan Pangkalan Kuras dari taman kanak -kanak hingga sekolah lanjutan atas. Pendidikan non formal yang dilakukan di wilayah ini adalah pendidikan keagamaan yaitu pendidikan agama Islam di luar sekolah formal. Umumnya berlokasi sekitar masjid dan ada pula yang diluar masjid. Orang tua mereka membayar dengan ketentuan bersama antara pihak pengelola TPA dan orang tua. Anak -anak diberikan pelajaran tentang ajaran agama Islam. Karena mayoritas masyarakat dan suku Melayu beragama Islam. Sekolah dasar baik negeri maupun swasta tersebar di setiap desa. Ada yang definitif dan ada juga kelas jauh. Pendidikan lanjutan pertama hanya ada beberapa desa, yaitu Kelurahan Sorek Satu, Desa Surya Indah dan Desa Sialang Indah. Sekolah lanjutan atas sangat terbatas, sehingga anak -anak mereka harus bersekolah di kota kabupaten. Sekolah lanjutan atas hanya ada di kota kecamatan dan Desa Sialang Indah. 52 Fasilitas pendidikan yang sangat terbatas ini menyebabkan keluarga miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya. Anak-anak tersebut diarahkan untuk membantu orang tua mereka mencari nafkah sebagai buruh di perkebunan yang dimiliki perusahaan dan perkebunan milik rakyat. Kebiasaan bekerja anak anak di perkebunan memberikan dampak pada tingkat pendidikan yang anak -anak buruh tani rendah. Orang tua mereka hanya mampu menyekolahkan yang ada di desanya. Kelima, kelembagaan keagamaan berupa kegiatan pengajian dimulai dari kelompok RT, kelompok keluarga dan tingkat desa. Kelompok pengajian ibu-ibu dilakukan pada sore hari dan kelompok pengajian bapak-bapak dilakukan pada malam hari. Kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan orang-orang. Kegiatan berfungsi untuk penyampaian informasi desa. Lembaga Majelis Taklim dan Dewan Kegiatan Masjid, Madrasah, Tempat Pengajian Agama tersebar di beberapa desa yang berada di wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras. Kegiatan keagamaan lainnya dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan jenazah di masing masing masjid. Keenam, kelembagaan kesehatan yang ada di dalam masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras memberikan pelayanan kesehatan, peningkatan gizi dan keluarga berencana dan penyuluhan kesehatan. Puskesmas pembantu yang ada memberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan yang ada. Puskesmas pembantu dipimpin oleh seorang perawat karena dokter tidak ada dan masih berkonsentrasi di puskesmas induk dan pusat kota. Ketujuh, Kelembagaan gotong royong masih diyakini oleh masyarakat desa untuk dapat menyelesaikan permasalahan di wilayahnya khususnya menyangkut pembangunan sarana fisik di desa. Kelembagaan ini dapat membantu keringanan biaya dalam pembangunan fisik tersebut. Kelembagaan ini juga digunakan semangatnya untuk mengikuti lomba desa sehingga salah satu desa Kecamatan Pangkalan Kuras memenangi lomba desa sebagai juara pertama Lomba Desa Tingkat Propinsi Tahun 2002 yaitu Desa Meranti. Desa tersebut merupakan desa yang jauh dari pusat ibukota baik ibukota kecamatan maupun kabupaten. 53 Kedelapan, kelembagaan olah raga masih dilaksanakan oleh masyarakat pusat kota kecamatan dengan adanya GOR di belakang kantor kecamatan. Masyarakat desa memilih olah raga sepakbola dan bola volley yang memerlukan orang banyak. Kelembagaan olahraga ini memberikan manfaat kerjasama dalam satu tim kegiatan. Kelembagaan timbul tenggelam seiring dengan berjalannya waktu. Kegiatan dalam GOR (bulutangkis dilakukan sesuai jadwal dilakukan sore dan malam hari) dengan pengelolaan staf kecamatan. Sepak bola dan volley ball di desa-desa dilakukan sore hari setelah pulang dari kegiatan di kebun masing masing. Kelembagaan lainnya yang berkembang di Kecamatan Pangkalan Kuras berupa kelompok-kelompok arisan. Kelembagaan ini berkembang di masyarakat dalam bentuk arisan uang atau barang, tempatnya berpindah-pindah dari rumah yang satu kerumah yang lain. Arisan dilakukan satu bulan sekali. Kelembagaan ini dimanfaatkan untuk mempererat persaudaraan dengan berbagai suku dan agama. Kelembagaan ini berkembang karena dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat dengan anggapan bahwa dengan mengikuti arisan telah menabung. Kelompok arisan bervariasi dari mulai arisan RT, arisan RW, dan arisan PKK untuk tingkat desa. Selain itu, arisan juga ada yang dikarenakan masih kerabat, kesukuan, dan asal daerah. Model arisan pun bervariasi dari mulai diundi setiap kali pertemuan, ada yang diundi pada awal pertemuan sehingga masing masing anggota telah mengetahui kapan akan memperolehdan dapat direncanakan penggunaan pada waktu yang akan datang. Pembukaan undian juga bervariasi: ada yang dibuka untuk 1 orang, dua orang dan sebagainya. 4.1.6. Pengelolaan Sumber Daya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras dilihat dari pendidikan, kemampuan dam keinginan-keinginan. Berkaitan dengan penelitian pemberdayaan keluarga miskin, maka sumber daya manusia yang dianalisis adalah keluarga miskin. Keluarga miskin yang umumnya memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki daya saing pada bidang keahlian secara administratif. Potensi keluarga miskin terletak pada jumlah pada usia produktif 54 besar, sehingga memberikan masukan berharga pada ketersediaan jumlah tenaga kerja kasar. Kondisi struktural bidang pendidikan dan pekerjaan ini berimplikasi pada munculnya kelas sosial di tingkat kecamatan dan desa-desa. Kelas paling bawah (buruh) tidak memiliki akses dalam kegiatan-kegiatan dalam pengambilan keputusan, dalam rapat dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh para elit desa dimana mereka bertempat tinggal. Kelompok masyarakat ini sebagian tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, atau jika memiliki penghasilan baik tidak memiliki menejemen keuangan keluarga yang baik. Hal ini berpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan dan perilaku seperti: hidup boros, penggunaaan penghasilan yang berlebihan dan konsumtif. Tujuannya adalah untuk dapat mensejajarkan diri dengan penduduk lainnya yang memiliki penghidupan yang lebih baik. Jika kondisi sep erti ini tidak dilakukan penyadaran dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan masa depan untuk keturunan mereka akan mengakibatkan kemunduran untuk beberapa dekade selanjutnya. Beberapa desa masih memperlihatkan semangat kegotongroyongannya seperti pembangunan MCK umum, perbaikan jalan lingkungan dan kegiatannya lainya. Hasil beberapa kegiatan dapat dilihat dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Tidak hanya untuk pembuatan sarana fisik tetapi juga kegiatan keb ersamaan lainnya untuk kepentingan desanya. Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras berupa sungai dan lahan. Beberapa desa dilewati sungai besar yang bernama Nilo. Sungai masih dimanfaatkan untuk mencari ikan dan pengangkutan kayu hutan. Kekayaan isi air berupa ikan sungai yang dimanfaatkan untuk memperolehpenghasilan pokok disebagian masyarakat yang hidup di sepanjang sungai tersebut. Keterampilan turun temurun dalam mencari ikan sungai dan memeliharanya dalam bentuk kubu-kubu ikan merupakan mata pencaharian yang dimiliki. Hasil pancingan ikan dijual ke pasar atau langsung ke konsumen yang memerlukan. Hasil penjualan ikan juga dilakukan oleh tengkulak -tengkulak kecil 55 yang berjualan keliling baik menggunakan sepeda motor dan sepeda biasa. Selain itu, sungai digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat ke daerah lain dengan menggunakan perahu-perahu motor yang ada. Masyarakat sebagian besar memiliki kemampuan dalam kegiatan mengolah komoditi yang berasal dari sungai. Ikan tidak hanya dijual dalam keadaan basah tetapi dibuat ikan salai, dengan cara dipanggang dan sebagainya. Masyarakat asli hanya memancing dan memelihara dalam bentuk kubu-kubu yang dipasang dipinggir-pinggir sungai. Masyarakat memanfaatkan lahan (tanah) dalam bentuk bangunan rumah, kantor pemerintahan, perusahaan, bangunan pasar, sekolah, pertanian padi, kebun, kolam dan lain-lain. Selain itu, ada sebagian hutan milik perusahaan, adat dan milik pemerintah. Status kepemilikan tanah terdiri dari tanah yang memiliki surat hak milik 4040 hektar, belum bersertifikat 50.533 hektar, hak guna bangunan 500 hektar dan hak guna usaha 42.000 hektar. Selain itu, tanah juga digunakan sebagai sarana transportasi yaitu jalan darat. Jalan raya yang telah diaspal adalah jalan raya lintas timur. Sedangkan untuk jalan antar desa dalam bentuk pasir batu (sirtu). 56 4.2.Desa Sialang Indah 4.2.1. Geografi Desa Sialang Indah sebagai fokus lokasi penelitian merupakan hasil pemekaran Desa Palas yang dibentuk berdasarkan Perda No. 10 tahun 2001 bersamaan dengan terbentuknya Kecamatan Pangkalan Kuras. Desa Sialang Indah berbatasan dengan Desa Harapan Jaya di sebelah Utara. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Beringin Indah. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Langgam. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Palas. Secara umum wilayah terdiri dari bergelombang 95 persen dan perbukitan 5 persen Desa Sialang Indah terletak 140 m dari permukaan laut. Suhu antara 28 s.d 32 derajat Celcius. Hujan terjadi sebanyak 135 hari dalam setahun dengan volume curah hujan 2.438,2 mm. Jalan penghubung antar desa berupa pasir batu. Lahan tanah banyak dimanfaatkan untuk kebun kelapa sawit. Jarak desa ke ibukota propinsi 109 km ditempuh 3 jam. Kota tersebut bisa ditempuh dengan memakai kendaraan roda 4 dan roda 2. Alat transportasi terdiri dari: kendaraan pribadi dan angkutan umum. Angkutan umum ada setiap hari, yaitu angkutan umum jurusan dari Tembilahan ke Pekanbaru, atau bis jurusan dari Jambi ke Pekanbaru ongkos per orang Rp. 15.000,00. Angkutan umum tersebut beroperasi setiap hari dari pagi hingga sore hari, sedangkan perjalanan malam dapat dilakukan dengan menggunakan bis jurusan Jawa ke Pekanbaru. Pintu gerbang Desa Sialang Indah berada di Desa Palas dan Desa Terantang Manuk. Untuk mencapai desa tersebut bisa ditempuh naik kendaraan pribadi atau naik ojek yang mangkal di Desa Palas dengan ongkos Rp. 30.000,00. Jasa angkutan ojek hanya ada pada pagi hingga sore hari, sedangkan untuk malam hari tidak ada. Sehingga untuk menuju lokasi sebaiknya dilakukan pada pag i hingga sore hari. Jarak desa ke ibukota kecamatan 10 km dengan waktu tempuh 30 menit. 4.2.2. Kependudukan Menurut data Desa Sialang Indah pada tahun 2004 penduduk berjumlah 454 kk atau 1.691 jiwa atau 12,78 %. Penduduk mengalami pertambahan setiap 57 tahun, dengan laju perkembangan penduduk tahun 2004 sebesar 1,72 %. Dengan asumsi bahwa lapangan pekerjaan di bidang perkebunan kelapa sawit (lahan tetap), maka akan terjadi pertambahan pengangguran. Pendapatan keluarga berkurang. Jumlah buruh perkebunan meningkat un tuk kebun plasma dan inti. Masih tahun 2004, keluarga miskin Desa Sialang Indah berjumlah 58 kk atau 219 jiwa atau 11,58 %. Jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras, maka Desa Sialang Indah bukanlah masuk kategori miskin. Posisi jumlah penduduk miskin Desa Sialang Indah di atas sedikit ratarata penduduk miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras 0,91 %. Dan posisi desa di Kecamatan Pangkalan Kuras, Desa Sialang Indah bukanlah desa miskin kemiskinannya masih jauh di atas rata-rata desa miskin yaitu 18,56 %. Desa paling miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras adalah Desa Talau 34,12 %, kedua Desa Palas 33,46 % dan ketiga Desa Betung 24,08 %. Menurut data monografi tahun 2005, jumlah penduduk Desa Sialang Indah Kecamatan Pangkalan Kuras 1.871 jiwa, terdiri dari jumlah laki-laki 984 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 887 jiwa. Penduduk Desa Sialang, umur balita berjumlah 197 anak, terdiri laki-laki 95 anak dan perempuan sebanyak 102 anak. Untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang besar diselenggarakan Keluarga Berencana sebanyak 1 buah di Puskesmas Pembantu. Posyandu 3 buah ada di setiap dusun. Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 1.117 orang terdiri lakilaki 596 orang dan perempuan sebanyak 521 orang. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang (guru), Petani kelapa sawit 363 orang, dan bekerja tidak tetap (termasuk buruh tani kebun) sebanyak 70 orang. Selebihnya sebagai ibu rumah tangga dan masih sekolah. 4.2.3. Sistem Ekonomi Sistem perekonomian Kecamatan Pangkalan Kuras direkayasa oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan Transmigrasi Perkebunan Inti Rakyat (TRANS PIR) sangat berpengaruh kepada kehidupan Desa Sialang Indah menjadi mapan. Dengan didukung potensi alam berupa lahan yang luas, kebijakan ini berkembang dengan baik dan berhasil meningkatkan pendapatan penduduk. 58 Perkebunan kelapa sawit menggeser perkebunan karet yang sebelumnya menjadi primadona bagi masyarakat. Kebun karet banyak ditebang masyarakat dan digantikan tanaman kelapa sawit memberikan harapan kepada masyarakat. Kebiasaan ini melembaga ke dalam kehidupan masyarakat seperti: bertani ladang menetap, berkebun kelapa sawit, menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, gotong royong ala penduduk Jawa dan sebagainya. Lembagalembaga yang dibentuk seperti kelompok tani, KUD, pasar (lembaga ekonomi), sekolah baik umum maupun berbasiskan Agama Islam (lembaga pendidikan) dan aturan -aturan penyemprotan, penimbangan, menyiangi, memanen, dan membeli sebagainya obat-obatan adalah untuk pertanian, mendukung berlangsungnya kegiatan perkebunan kelapa sawit yang dipelihara para petani (kelembagaan pertanian). 4.2.4. Struktur Komunitas Penduduk Pangkalan Kuras bisa dikatakan heterogen terdiri dari berbagai suku (Melayu, Jawa, Batak dan Minang), agama (Is lam dan Kristen). Penduduk sebagian besar bekerja sebagai buruh perkebunan dan petani kelapa sawit (seperti telah dijelaskan pada komposisi penduduk). Kelompok-kelompk lain hanya sedikit jumlahnya. Kegiatan sehari-hari lebih kepada kegiatan berpusat pada perkebunan kelapa sawit. Meskipun tidak bekerja di perkebunan sebagian besar mereka memiliki hubungan dengan kelapa sawit seperti sebagai penjual alat-alat perkebunan kelapa sawit, atau memiliki kebun kelapa sawit tetapi tidak dikerjakan sendiri karena ia sebagai pegawai negeri, bekerja di pabrik kelapa sawit. Pelapisan didasarkan pada pekerjaan seperti pegawai, tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai lapisan atas dan pekerjaan buruh dan petani (pelapisan bawah). Pelapisan atas mempunyai pengaruh dalam men entukan keputusan keputusan penting di desa. Selain itu, mereka mempunyai keteladanan perilaku, sebagai panutan, dan mereka mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada posisi-posisi strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas, tetapi pelapisan tersebut diakui masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas. Pelapisan mempengaruhi proses pembangunan di desa. Meskipun pelapisan atas hanya terdiri beberapa orang, tetapi mempunyai pengaruh dimana 59 mereka berdomisili. Sehingga perumusan pembangunan desa diwarnai oleh keputusan kelompok ini. Kelompok bawah mengikuti apa yang telah diputuskan oleh kelompok diatasnya. Kondisi ini membuat kelompok bawah kurang diperhatikan dan terkesan diabaikan. Pandangan mengenai pembangunan didasarkan pendapat-pendapat kelompok atas. Setiap rapat dan pertemuan pertemuan yang sering mempunyai usul adalah kelompok atas. Tokoh pemuda tidak begitu hanya masuk dalam tokoh kedua dalam masyarakat, tetapi mereka berpengaruh pula di kelompok pemuda karena menduduki sebagai ketua organisasi kepemudaan. Pelapisan menengah tidak diperhitungkan dalam pembangunan wilayah. Sehingga pertemuan -pertemuan hanya sebagai sarana kelompok elit desa sering menjadi mitra dalam memuluskan program yang dibawa oleh pemerintah. Tingkat pendidikan belum memberikan warna dalam pelapisan sosial dalam komunitas itu. Lulusan pendidikan tinggi belum memberikan pengaruh yang besar kepada masyarakat. Pengaruh pendidikan hanya sebatas pada mereka yang masih sekolah. Kelompok kepemudaan kurang memberikan afeksi pada pembangunan desa. 4.2.5. Organisasi dan Kelembagaan Desa mempunyai dua macam organisasi formal dan informal. Organisasi formal terdiri dari organisasi-organisasi yang mempunyai status formal dan aturan -aturan yang jelas dan dimanfaatkan oleh komunitas untuk urusan -urusan formal.Organisasi formal ini terdiri dari pemerintahan desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), LKMD, Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Organisasi informal terdiri dari wiridan, kelompok-kelompok arisan keluarga dan arisan profesi. Kelembagaan sosial Desa Sialang Indah berdasarkan kebutuhan pokok manusia terdiri dari: (1) kelembagaan politik pemerintahan kecamatan dan desa; (2) kelembagaan kekerabatan; (3) kelembagaan ekonomi; (4) kelembagaan pendidikan; (5) Kelembagaan keagamaan; (6) kelembagaan kesehatan; (7) kelembagaan gotong royong; dan (8) kelembagan olehraga. Kelembagaan kelembagaan tersebut diuraikan sebagai berikut: 60 Pertama, kelembagaan pemerintahan yang ada di Desa Sialang Indah sebagian besar merupakan kelembagaan sebagai hasil dari bentukan pemerintah atasnya. Lembaga tersebut bersifat formal yaitu ada aturan tertulis yang mengatur hubungan antar anggotanya. Kelembagaan tersebut bergerak dibidang kegiatan pemerintahan tingkat desa dengan struktur kedudukannya dibawah seorang camat. Kelembagaan pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala Desa bersama BPD (Badan Perwakilan Desa), LKMD, Kadus, RW dan RT. Kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan pembangunan desa seperti adanya forum warga yang menampung aspirasi warga, kegiatan pengorganisasian masyarakat seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk, keamanan dan ketentraman masyarakat, kegiatan perempuan dibawah pembinaan PKK, dan kegiatan kepemudaan oleh karang taruna serta ikatan remaja masjid. Kelembagaan pemerintahan untuk mengatur adat istiadat dipimpin dan diatur oleh Kepala Adat baik dalam perkawinan, pembagian hutan (batas-batas wilayah dan hutan) dan sebagainya. Adat yang dimaksud adalah adat Melayu Pelalawan. Kedua, kelembagaan kekerabatan terdiri dari: pernikahan, perceraian, dan poligami. Kelembagaan kekerabatan tidak ditemukan aturan-aturan secara nyata, namun diikuti secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Tatacara pern ikahan antara lain: acara berbalas pantun untuk memasuki rumah perempuan; pengantin lelaki diwajibkan membawa barang-barang hantaran sebagai mahar yang telah disepakati pada saat pelamaran. Perceraian umumnya jarang dilakukan karena menganggap perkawinan wajib dijaga kelangsungannya. Poligami adalah seorang suami memiliki dua orang istri atau lebih. Poligami hanya dilakukan orang-orang yang mempunyai kedudukan dan mempunyai kekayaan lebih. Banyaknya pendatang dari berbagai suku, agama dan asal daerah memberikan keragamaman dalam kelembagaan kelembagaan di atas. Ketiga, kelembagaan ekono mi terdiri dari kelembagaan pertanian, koperasi, perdagangan, pertukangan, perburuhan dan transportasi darat. Perkebunan plasma adalah tanaman kelapa sawit milik rakyat telah diatur oleh perusahaan dalam hal penjualan hasil produksinya. Penjualan hasil pro duksi melalui KUD Sialang Makmur dan kelompok tani yang ada. Petani memanen, 61 mengumpulkan ke tempat penimbangan kemudian ditimbang oleh kelompok tani dan diangkut oleh truk KUD ke perusahaan. Setelah ditimbang dan dilakukan penyortiran yang layak dan tidak layak. Kemudian dicatat jumlah kelapa sawit yang dijual dan dihitung pada setiap tanggal yang telah ditentukan masing-masing desa tidak sama. Uang hasil penjualan diberikan dalam bentuk gaji bulanan pada akhir bulan atau awal bulan menurut ketentuan pembagian waktu sesuai dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran. Kelembagaan perdagangan berupa pasar mingguan yang dilaksanakan setiap seminggu sekali di desa tersebut. Hasil pertanian kebun pekarangan dan ladang yang tidak ditanami karet dan kelapa sawit seperti sayur-sayuran dijual di pasar disetiap ada pasaran sesuai hari yang telah ditetapkan di desa masing masing. Kelembagaan ekonomi lainnya mempunyai kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung lancarnya usaha perkebunan baik penyediaan peralatan, kredit, perbaikan sarana jalan oleh KUD dari hasil potongan hasil penjualan kelapa sawit. Kelembagaan tersebut mempunyai aturan-aturan tidak tertulis seperti dalam tata cara panen, pembayaran kepada para buruh di kebun kelapa sawit, juga mengatur berapa nominal upah dodos, babat dan sebagainya. Untuk memperlancar perekonomian rakyat, Koperasi Unit Desa (KUD) di Desa Sialang Indah mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Koperasi bermanfaat dalam memperolehfasilitas pinjaman dana ke bank, kredit uang Rp. 10.000.000,00 ke bawah dan pengadaan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Selain itu, KUD mengatur sirkulasi pengadaan pupuk, obat-obatan dan perawatan jalan. Keempat, kelembagaan pendidikan terdiri dari: pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Kelembagaan pendidikan formal di Desa Sialang Indah dari taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas. Pendidikan non formal yang dilakukan di wilayah ini adalah pendidikan keagamaan yaitu pendidikan agama Islam diluar sekolah formal. Umumnya berlokasi sekitar masjid dan ada pula yang diluar masjid dengan lokal tersendiri. Orang tua mereka membayar dengan ketentuan bersama antara pihak pengelola TPA dan orang tua. Anak -anak 62 diberikan pelajaran tentang ajaran agama Islam. Karena mayoritas masyarakat dan suku Melayu beragama Islam. Kelima, kelembagaan keagamaan berupa kelompok-kelompok pengajian dimulai dari kelompok RT, kelompok keluarga dan tingkat desa. Kelompok pengajian ibu-ibu dilakukan pada sore hari dan kelompok pengajian bapak-bapak dilakukan pada malam hari. Sehingga kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan orang-orang. Kelompok ini selain digunakan untuk pengajian berfungsi untuk penyampaian informasi desa. Lembaga Majelis Taklim dan Dewan Kegiatan Masjid, Madrasah, dan Tempat Pengajian Agama. Kegiatan keagamaan lainnya dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan jenazah di masing-masing masjid. Sehingga kelembagaan keagamaan tidak hanya dalam persaudaraan Islam tetapi juga menyangkut pendidikan dalam masyarakat yang lebih luas. Masyarakat meyakini bahwa kegiatan ini menumbuhkan solidaritas kehidupan bermasyarakat. Keenam, kelembagaan kesehatan yang ada di dalam masyarakat Desa Sialang Indah memberikan pelayanan kesehatan, peningkatan gizi dan keluarga berencana. Puskesmas pembantu yang ada memberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan yang ada. Puskesmas pembantu dipimpin oleh seorang perawat karena dokter tidak ada dan masih berkonsentrasi di puskesmas induk. Ketujuh, Kelembagaan gotong royong masih diyakini oleh masyarakat desa untuk dapat menyelesaik an permasalahan di wilayahnya khususnya menyangkut pembangunan fisik di desa. Hal ini dapat dilihat pada Program Pengembangan Kecamatan yang ada di Desa Sialang Indah. Di desa sebagai lokasi bantuan dana PPK diberikan kepada masyarakat, gotong royong untuk pengerasan jalan dengan pasir batu, pembuatan MCK dan sebagainya. Kelembagaan ini dapat membantu keringanan biaya dalam pembangunan fisik tersebut. Desa tersebut merupakan desa yang jauh dari pusat ibukota baik ibukota kecamatan maupun kabupaten. Keberhasilan PPLTDD karena masyarakat desa melaksanakan falsafah gotong royong. Untuk memperoleh PPLTDD, masing-masing kepala keluarga iuran selama beberapa bulan untuk pengadaan diesel dan peralatannya serta biaya pemasangannya. Penggunaan listrik digunakan meteran listrik dan masing-masing 63 membayar tiap bulannya yang di atur oleh pemerintahan desa. Semangat gotong royong tersebut juga dimanfaatkan untuk pemeliharaan jalan dan jembatan dengan di potong setiap kilogram hasil penjualan kelapa sawit mereka. Pada kelembagaan ini tidak mengenal kaya dan tidak mengenal keluarga miskin. Sebatas pada kemampuan yang dimiliki masing-masing. Kedelapan, masyarakat desa memilih olah raga sepakbola. Hasilnya untuk kejuaraan Tingkat Kecamatan Tahun 2004, Desa Sialang Indah meraih juara pertama dan menerima Piala Bergilir. Kelembagaan olah raga memberikan manfaat kerjasama dalam satu tim kegiatan. Tata cara kelembagaan olah raga tidak tertulis d i desa. Kegiatan olah raga dilakukan oleh warga desa pada sore hari, karena warga masyarakat bekerja di kebun pada waktu pagi dan siang hari. Kelembagaan lainya yang berkembang di masyarakat dalam bentuk arisan uang atau barang, tempatnya berpindah -pindah dari rumah yang satu kerumah yang lain. Arisan dilakukan satu bulan sekali. Bentuk arisan bermacam-macam, ada yang didasarkan suku, agama, dan domisili. Kelembagaan ini dimanfaatkan untuk mempererat persaudaraan dengan berbagai suku dan agama. Kelembagaan ini berkembang karena dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat dengan anggapan bahwa dengan mengikuti arisan telah menabung. Kelompok arisan bervariasi dari mulai arisan RT, arisan RW, dan arisan PKK untuk tingkat desa. Selain itu, arisan juga ada yang dikarenakan masih kerabat, kesukuan, dan asal daerah. Model arisan pun bervarias i dari mulai diundi setiap kali pertemuan, ada yang diundi pada awal pertemuan sehingga masing masing anggota telah mengetahui kapan akan memperolehdan dapat direncanakan penggunaan pada waktu yang akan datang. Pembukaan undian juga bervariasi: ada yang dibuka untuk 1 orang, dua orang dan sebagainya. 4.2.6. Pengelolaan Sumber Daya Sumber Daya Manusia (SDM) penduduk desa dilihat dari pendidikan, kemampuan dan keinginan-keinginan. Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 1.117 orang terdiri laki-laki 596 orang dan perempuan sebesar 521 orang. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang (guru), Petani kelapa sawit 363 orang, dan bekerja tidak tetap (termasuk buruh tani 64 kebun) sebanyak 70 orang. Selebihnya sebagai ibu rumah tangga dan masih sekolah. Potensi lahan (tanah) yang digunakan sebagai sandaran ekonomi masyarakat yaitu untuk lahan perkebunan kelapa sawit. Tanah ini cocok untuk tanaman kelapa sawit, sehingga perkebunan ini memberikan keuntungan bagi para petani yaitu memperoleh penghasilan setiap bulannya. Kelapa sawit dapat dipanen oleh petani setiap per 6 bulan . Namun, masa panen setiap pohon tidak dapat serempak, sehingga petani dapat memanen kelapa sawit yang berbeda setiap minggunya. Pendapatan petani menjadi teratur setiap bulan nya. Para petani dapat mengatur perekonomian mereka dengan mengatur konsumsi rumah tangga mereka dengan terencana dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tanah desa bisa dimanfaatkan untuk usaha ekonomi warga masyarakat melalui pembuatan batu-bata. Usaha ekonomi ini menjanjikan keuntungan yang besar karena warga masyarakat desa yang berada di desa khususnya dan kecamatan pada umumnya sedang membangun rumah mereka. Desa Palas sebagai desa induk telah terlebih dulu memanfaatkan keuntungan ini. Warga Desa Sialang Indah belum memanfaatkannya. Para petani masih sibuk dengan kelapa sawitnya. Sebagian besar masyarakat desa berperilaku boros dan mereka memanfaatkan penghasilannya untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif. Mereka ingin sejajar dengan penduduk lainnya yang memiliki penghidupan lebih baik. Jika kondisi seperti ini tidak dilakukan penyadaran dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan masa depan untuk keturunan mereka mengakibatkan destorsi sumber daya alam di masa mendatang. 4.3.Ikhtisar Berdasarkan jumlah keluarga miskin yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras, maka kecamatan tersebut tidak tergolong miskin, hal ini dilihat dari jumlah penduduk miskin wilayah ini hanya 10,44 %. Sedangkan Desa Sialang Indah merupakan desa yang memiliki jumlah keluarga miskin sedikit di banding desadesa lainya atau berada di urutan sembilan. Jika dianalisa potensi geografi dan demografi wilayah, maka kecamatan ini dapat menanggulangi kemiskinan di 65 wilayah sendiri. Dengan kondisi tersebut, maka bantuan PPK kurang tepat untuk desa tersebut karena masih ada desa lainnya yang lebih membutuhkan bantuan tersebut. Karakteristik keluarga miskin dibagi dua yaitu keluarga miskin yang berpendapatan rendah dan keluarga miskin yang disebabkan oleh perilaku mereka sehingga menjadi miskin. Proses hubungan antar anggota masyarakat terjadi karena adanya hubungan pertemanan, hubungan ketetanggaan, hubungan buruh dan pemilik lahan, pemilik toko yang menyediakan barang-barang kebutuhan dengan para petani kelapa sawit, koperasi unit desa dengan para petani, dan koperasi dengan perusahaan. Pola hubungan juga dipengaruhi adanya struktur komunitas munculnya kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok atas mempunyai peluang yang besar untuk mengambil keputusan kepentingan bersama di desa dan kelompok bawah mengikuti hasil keputusan yang diambil oleh kelompok atas. Implikasi dari hubungan ini adalah kelompok bawah sebagai obyek pembangunan desa dan tidak menjadi subyek dalam pembangunan. Potensi wilayah kecamatan ini terdiri dari adanya lembaga-lembaga keuangan yang dapat membantu dalam kredit (bank dan KUD). Selain itu, keluarga miskin di desa-desa ini umumnya masih bisa memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan yang dapat membantu mengelola keuangan mereka sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kelemahan wilayah kecamatan ini adalah jarak pemukiman yang berjauhan dan untuk menjangkau dari desa yang satu ke desa lain melewati hutan kelapa sawit, sehingga rawan kriminal. Oleh karena itu, diperlukan sistem keamanan lingkungan swadaya. Kelemahan lainnya adalah transportasi desa antar desa tidak ada menyebabkan harga-harga barang di desa yang jauh dari perkotaan menjadi mahal. Desa Sialang Indah memiliki kesamaan dengan Kecamatan Pangkalan Kuras. Secara umum Desa Sialang Indah merupakan miniatur Kecamatan 66 Pangkalan Kuras. Hal ini berdasarkan pada persentase keluarga miskin antara desa dan kecamatan tidak berbeda jauh. Karakteristik penduduk kecamatan sebagian besar di miliki Desa Sialang Indah. Koperasi yang menonjol di Kecamatan Pangkalan Kuras berada di Desa Sialang Indah. Desa Sialang Indah juga memiliki sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas. BAB V UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat (PM) adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. PM meliputi berbagai pelayanan sosial yang berbasis masyarakat mulai pelayanan preventif dan pelayanan kuratif dan pengembangan untuk keluarga yang berpendapatan rendah agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemenuhan kebutuhan dasar keluarga miskin terdiri dari: pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sosial serta keamanan. Inti partisipasi keluarga miskin adalah keterlibatan keluarga miskin dalam setiap tahap kegiatan yang ada. Keluarga miskin menjadi aktor dan pelaku dalam kegiatan pengembangan diri. Untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh masyarakat desa di Kecamatan Pangkalan Kuras, diperlukan evaluasi program pengembangan masyarakat Desa Sialang Indah. Evaluasi ini ditujukan untuk mengetahui sejauhmana program pembangunan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan masyarakat desa khususnya yang berkaitan dengan pengembangan keluarga miskin. Kegiatan evaluasi program yang ada di Desa Sialang Indah ditujukan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penerangan Tenaga Listrik Diesel Desa (PPLTDD). Hasil evaluasi digunakan sebagai acuan dan entry point dalam menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan keluarga miskin. Evaluasi dilakukan oleh keluarga miskin melalui wawancara, pengamatan dan kajian dokumen. Program pemberdayaan yang berasal dari atas (pemerintah) dan dari bawah (masyarakat) memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut didasarkan pada asal program, pelaku, proses pelaksanaan kegiatan dan sumber dana. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) berasal dari pemerintah, dalam proses pelaksanaan kegiatan ada pendampingan dan pelibatan pihak ketiga (kontraktor) 68 pelaku terdiri pemerintah, swasta dan warga masyrakat serta sumber dana dari bantuan Bank Dunia yang diberikan kepada pemerintah pusat. Program ini ditujukan untuk mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Sedangkan Program Penerangan Tenaga Listrik Diesel Desa (PPLTDD) berasal dari inisiatif masyarakat desa setempat, dalam proses pelaksanaannya dilakukan bersama dengan perusahaan swasta yang mereka pilih sendiri, dan sumber daya kegiatan berasal dari swadaya masyarakat (ketentuan jumlah penarikan dana disepakati melalui musyawarah). Program tersebut didasarkan kebutuhan masyarakat desa. 5.1.PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Pangkalan Kuras merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memberdayakan masyarakat perdesaan dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. PPK merupakan koreksi terhadap sistem pembangunan terdahulu yang pada umumnya dinilai bersifat sentralistik. Selain itu, PPK merupakan penyempurnaan terhadap program penanggulangan kemiskinan terdahulu seperti IDT dan P3DT. PPK diharapkan dapat menjadi suatu sistem pembangunan yang memungkinkan segala bentuk sumberdaya pembangunan dapat diakses secara merata dan adil oleh seluruh pelaku dan komponen bangsa. Secara umum, visi PPK adalah terwujudnya masyarakat mandiri dan sejahtera. Mandiri berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumberdaya di luar lingkungannya, serta mengelola sumberdaya tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, khususnya masalah kemiskinan. Sejahtera berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Visi PPK diwujudkan melalui misi yang telah disusun. Misi PPK adalah memberdayakan masyarakat pedesaan dalam rangka menanggulangi kemiskinan melalui: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan system pembangunan partisipatif; (3) pengoptimalan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dasar masyarakat; (5) pengembangan kemitraan dalam pembangunan. 69 Misi PPK tersebut dapat dicapai melalui tahapan PPK I, PPK II, PPK III dan diharapkan dapat dilanjutkan melalui PPK Mandiri. PPK Phase I Kecamatan Pangkalan Kuras telah dilaksanakan pada tahun 1998/1999. Bantuan berupa pembangunan sarana fisik. Adapun sarana fisik yang telah didanai PPK adalah pembangunan jembatan, pengerasan jalan, sumur dan diesel. PPK Phase I belum berhasil memberdayakan keluarga miskin dan menyisakan permasalahan pada pemeliharaan hasil bantuan PPK. Sarana fisik yang telah dibangun banyak yang terlantar (seperti diterangkan pada BAB I). Kecamatan Pangakalan Kuras tidak menerima bantuan PPK Phase II tahun 2002. PPK Phase II dialihkan ke daerah lain. Pengalihan bantuan tersebut dikarenakan kepentingan politik daerah pada saat itu, sehingga bantuan PPK diberikan pada pelaksanaan PPK Phase III. PPK Phase III Pangkalan Kuras merupakan tahap pelembagaan, yaitu tahapan transisi dari PPK yang dikelola dengan pendekatan keproyekan kepada PPK yang dikelola secara regular/umum. Proyek diharapkan dapat memberikan peran masyarakat dan pemerintahan lokal, serta berkurangnya peran pemerintah pusat dan konsultan secara simultan. PPK Phase III juga diharapkan memberikan ruang yang luas kepada dunia usaha untuk ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan pedesaan. Sesuai dengan tahapannya, tujuan PPK diharapkan menyesuaikan dengan dinamika yang berkembang. Tujuan umum PPK adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat, pemerintahan lokal, serta penyediaan sarana sosial dasar dan ekonomi. Tujuan khusus PPK meliputi: (1) meningkatkan peran serta masyarakat terutama kelompok miskin dan perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian program; (2) melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan potensi dan sumberdaya lokal; (3) mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfalisitasi pengelolaan pembangunan pedesaan yang berkelanjutan; (4) menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan 70 masyarakat; (5) melembagakan pengelolaan keuangan mikro dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin. 5.1.1. Sosialisasi Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan atau menyebarluaskan mengenai PPK kepada masyarakat sebagai penerima program dan kelompok masyarakat lainny serta kepada para pelaku, instransi atau lembaga pendukung PPK. Kegiatan ini melalui 2 (dua) cara yaitu: pertemuan langsung dan melalui media informasi. Pertemuan langsung yaitu pertemuan yang sengaja diadakan dalam rangka PPK adalah sebagai berikut: (1) Pertemuan Sosialisasi PPK di Propinsi; (2) Pertemuan Sosialisasi PPK di Kabupaten; (3) Sosialisasi PPK di Kecamatan melalui MAD Sosialisasi (4) Sosialisas i PPK di desa MUSDES Sosialisasi; (5) Sosialisasi PPK di dusun dan kelompok masyarakat sekaligus sebagai media penggalian gagasan dari masyarakat. Kedua, sosialisasi PPK melalui media yaitu informasi disampaikan lewat radio, televise dan brosur dan sebagainya. Hal ini untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Di mana masyarakat tersebar di pelbagai pelosok dan jauh dari kota. Melalui media ini, masyarakat diharapkan dapat mengetahui tentang PPK secara jelas. PPK Pangkalan Kuras hanya memanfaatkan pertemuan langsung yaitu melaksanakan MAD Sosialisasi tahun 2005 atau MAD I tahun 1998/1999) pada tanggal 7 Juni 2001. Kegiatan ini diikuti oleh 20 desa dan 1 kelurahan. Hasil musyawarah menetapkan 15 desa dapat berpartisipasi dalam proses PPK selanjutnya. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan MAD tahun ketiga PPK Phase I. Kegiatan MAD tahun I dan II tidak ada berkasnya. dan tidak mengoptimalkan media sebagai penyampaian informasi PPK kepada keluarga miskin. Sehingga informasi hanya terbatas pada orang-orang tertentu yang diundang dalam pertemuan PPK. 71 5.1.2. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan PPK Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui dana bantuan langsung masyarakat (BLM), diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi keriteria: (1) lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin; (2) mendesak untuk dilaksanakan; (3) bisa dikerjakan oleh masyarakat; (4) didukung oleh sumberdaya yang ada dimasyarakat; (5) memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan. Jenis -jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM PPK meliputi: (1) kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana dasar (infrastruktur pedesaan) yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat; (2) kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin melalui bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan informal); (3) kegiatan simpan pinjam khusus bagi kelompok perempuan. Kegiatan yang didanai oleh PPK Phase I adalah pembangunan sarana fisik. Sarana fisik tersebut meliputi: jembatan, sumu r, jalan, diesel, gedung sekolah dan los pasar. Desa-desa yang menerima bantuan PPK Phase I tahun I Kecamatan Pangkalan Kuras adalah Sorek Dua, Palas, Tanjung Beringin, Genduang, Dusun Tua, dan Pangkalan Lesung. PPK Phase I Tahun kedua, desa-desa yang men erima bantuan PPK adalah Talau, Air Emas, Bukit Gajah, Sari Mkmur, Ukui Satu, Kemang, Sialang Indah, Kelurahan Sorek I, Lubuk K. Bunga, Ukui Dua, Surya Indah, Meranti, Dundangan, Terantang Manuk dan Kesuma. Pada tahun ketiga, PPK Phase I memberikan bantuan d i desa-desa: Sari Makmur, Sialang Indah, Surya Indah, Meranti, Dundangan, Terantang Manuk, Sorek Dua, Palas, Genduang, Betung, Beringin Indah, Rawang Sari, Sari Mulya dan Mayang Sari. 5.1.3. Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK Desa yang memanfaatkan dana BLM diberi kesempatan oleh PPK untuk mengajukan 3 (tiga) usulan. Usulan desa berupa jenis kegiatan/paket kegiatan yang terdiri 3 bidang dan saling berkaitan. Tiga usulan tersebut adalah (1) usulan kegiatan sarana dan prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan; (2) usulan kegiatan 72 simpan pinjam bagi kelompok perempuan yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Secara umum alokasi dana untuk keg iatan ini maksimal 25 % dari dana BLM di kecamatan. Namun demikian alokasi maksimal dana kegiatan simpan pinjam bagi kelompok perempuan per desa adalah sebesar Rp. 10.000.000,00. Kelancaran pengembalian dan/atau peningkatan prosentase pengembalian pinjaman sebelumnya harus dipertimbangkan dalam mengalokasikan dana simpan pinjam bagi kelompok perempuan ini; (3) usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan dan pendidikan) yang ditetapkan oleh musyawarah desa perencanaan. 5.1.4. UPK, Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK Pelembagaan UPK adalah UPK yang dinilai layak dan berpotensi untuk terus mengelola dana bergulir akan mendapat dukungan untuk pengembangan sebagai lembaga pengelola keuangan mikro yang mempunyai akuntabilitas, criteria penilaian UPK mencakup 3 aspek yaitu: aspek keuangan, aspek kelembagaan, dan aspek kemampuan pengelola. Selain itu, dukungan yang diberikan kepada UPK yang dinilai layak berupa bantuan teknis pelatih an dan kegiatan lain yang mendukung pengembangannya. 5.1.5. Pendanaan Sumber dana PPK berasal dari (1) swadaya masyarakat; (2) cost sharing yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); (3) APBN yang bersumber dari pinjaman dari luar negeri dan rupiah murni; (4) partisipasi dunia usaha. PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras berasal dari cost sharing yaitu APBD sebanyak 70 % dan APBN sebanyak 30 %. Dana ini digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana fisik. Penyaluran dana dimengerti sebagai proses penyaluran dana BLM dari KPPN dan atau Kas Daerah ke rekening kolektif BPPK yang dikelola oleh UPK. Mekanisme penyaluran dana BLM sebagai berikut: (1) Penyaluran dana yang berasal dari pemerintah pusat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan; (2) Penyaluran dana cost sharing yang berasal dari pemerintah daerah, dilakukan melalui mekanisme APBD dan diatur dalam Surat Edaran Direktur 73 Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan; (3) Dana cost sharing yang berasal dari APBD harus disalurkan terlebih dahulu ke masyarakat, selanjutnya diikuti dengan penyaluran dana yang berasal dari APBN yang bersumber dari pinjaman luar negeri; (4) Besaran dana cost sharing dari APBD yang disalurkan ke masyarakat harus utuh (net) tidak termasuk pajak, retribusi dan biaya lainnya. 5.1.6. Mekanisme Pencairan Dana Pencairan dana adalah proses pencairan dari rekening kolektif BPPK yang dikelola UPK kepada TPK di tingkat desa. Mekanisme pencairan dana sebagai berikut: (1) Pembuatan surat perjanjian pemberian bantuan antara UPK dengan TPK; (2) TPK menyiapkan rencana penggunaan dana sesuai kebutuhannya dilampiri dengan dokumen-dokumen proposal usulan kegiatan; (3) Untuk pencairan berikutnya dilengkapi dengan laporan penggunaan dana sebelumnya dan dilengkapi dengan bukti-bukti sah. 5.1.7. Dana Operasional UPK dan Pelaksana di Desa Untuk membiayai kebutuhan operasional kegiatan TPK/desa dan UPK pada prinsipnya bertumpu pada swadaya masyarakat. Namun untuk menumbuhkan keswadayaan tersebut diberikan bantuan stimulant dana dari PPK. Dana operasional UPK sebesar maksimal 2 % dari bantuan dana PPK yang dialokasikan di kecamatan tersebut. Dana operasional desa/TPK maksimal 3 % dari dana PPK yang dialokasikan untuk desa yang bersangkutan. 5.1.8. Alur Kegiatan PPK Alur kegiatan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) meliputi tahap tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan. PPK memulai kegiatan dengan melakukan orientasi terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk Kecamatan Pangkalan Kuras. Kegiatan yang dilakukan dalam orientasi desa antara lain : (1) mengidentifikasi potensi dan sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan PPK di tingkat desa, termasuk pelaku-pelaku pada tahap sebelumnya; (2) kondisi kegiatan atau bangunan yang telah dibiayai melalui PPK pada tahap sebelumnya; (3) inventarisasi data kependudukan, pembangunan desa yang ada di desa calon penerima bantuan PPK. 74 Kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi PPK secara informal kepada masyarakat. Tahap ini dimanfaatkan oleh seluruh pelaku PPK di semua tingkatan sebagai upaya untuk mendorong partisipasi dan pengawasan dari semua pihak, sehingga semua pelaku PPK memiliki pemahaman atau persepsi yang sama terhadap program. Pada dasarnya sosialisasi dapat dilakukan pada setiap saat atau kesempatan oleh pelaku-pelaku PPK melaksanakan sosialisasi pada setiap ada kesempatan melalui pertemuan baik formal maupun informal. Sistem kelembagaan lokal dan pertemuan informal masyarakat seperti: pertemuan keagamaan; (pengajian, yasinan, persekutuan gereja dan lain-lain), pertemuan adat istiadat; (gotong-royong, arisan, upacara adat dan lain -lain) merupakan alternative untuk menyebarluaskan informasi dan media penerapan prinsip transparansi. Media cetak seperti Koran dan tabloid serta media elektronika seperti radio dan televisi dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi PPK. Kegiatan perencanaan dilaksanakan melalui Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pelatihan Pelaku PPK tingkat desa, penggalian gagasan, MUSDES Khusus Perempuan, Penulisan Usulan Desa, Verifikasi Usulan, MAD Prioritas Usulan, MAD menetapkan Usulan, MUSDES Informasi Hasil MAD, Pengesahan Alokasi Bantuan oleh Camat, dan Pengesahan Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB). Musyawarah antar desa sosialisasi merupakan forum pertemuan antar desa untuk sosialisasi tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun hal-hal yang berkaitan dengan PPK serta untuk menentukan kesepakatan-kesepakatan antar desa dalam melaksanakan PPK. Narasumber dalam pertemuan adalah TK PPK Kabupaten, Camat, dan Instansi tingkat kecamatan terkait. Sedangkan fasilitator pertemuan adalah PJOK, PJAK, UPK dari FK. Sumber pendanaan berasal stimulant dana operasional kegiatan (DOK) dari PPK dan atau swadaya desa atau kecamatan. MAD atau UDKP I atau MAD I dilaksanakan tanggal 7 Juni 2001 di aula kecamatan. Diikuti 20 desa dan 1 kelurahan. Menetapkan 15 desa dapat mengikuti proses PPK selanjutnya, MUSDES Sosialisasi atau Musbangdes I tanggal 11 s.d. 75 20 Juni 2001, serta menetapkan sanksi yang bagi yang melanggar aturan PPK. Sanksi tersebut antara lain: bagi desa tidak mengirimkan wakil dalam MAD tidak akan menerima bantuan PPK dan peserta dalam MUSDES sedikitnya 25 orang. MUSDES Sosialisasi merupakan forum pertemuan masyarakat desa sebagai ajang sosialisasi atau penyebarluasan informasi PPK di tingkat desa. MUSDES Sosialisasi dilaksanakan tanggal 11 s.d. 20 Juni 2001, dan untuk Desa Sialang Indah (masih tergabung dengan Desa Palas) MUSDES dilaksanakan tanggal 16 Juni 2001. Pada kesempatan itu menetapkan usulan desa yaitu pembangunan gedung SMK. Pelatihan Pelaku PPK tingkat desa, seperti: kader desa, kader teknik dan TPK yang telah terpilih dalam musyawarah desa sosialisasi, selanjutnya akan memandu serangkaian tahapan kegiatan PPK yang diawali dengan proses penggalian gagasan di tingkat dusun dan kelompok masyarakat. Sebelum melakukan tugasnya, pelaku tingkat desa akan mendapat pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan FD dilaksanakan tanggal 3 s.d. 7 Juli 2001 bertempat di aula kecamatan. Peserta pelatihan sebanyak 30 FD serta terpilih 2 orang asisten Fasilitator Kecamatan (FK). Masing-masing desa mengirimkan 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Tahap awal proses penggalian gagasan adalah mengadakan pertemuan di tingkat dusun untuk membuat peta sosial kemiskinan bersama-sama dengan warga dusun setempat. Metode atau teknik yang digunakan dalam pembuatan peta sosial dalam pertemuan dusun adalah penentuan klasifikasi kesejahteraan, penyusunan peta sosial, pertemuan penggalian gagasan. Kegiatan penggalian gagasan dilakukan dengan memanfaatkan pertemuan rutin kelompok yang sudah ada (formal maupun informal). Hasil yang diharapkan dari pertemuan pertemuan penggalian gagasan adalah: (1) Masyarakat memahami hal-hal pokok tentang PPK, meliputi: tujuan, prinsip, ketentuan dasar, dan alur kegiatan PPK yang akan dilakukan; (2) Analisis permasalahan dan penyebab kemiskinan masyarakat; (3) Gagasan-gagasan kegiatan maupun visi ke depan dari masyarakat untuk mengatasi permasalahan dan penyebab kemiskinan. 76 Musyawarah desa khusus perempuan dihadiri oleh kaum perempuan dan dilakukan dalam rangka membahas gagasan-gagasan dari kelompok-kelompok perempuan dan menetapkan usulan kegiatan yang merupakan aspirasi khusus dari perempuan. Usulan hasil musyawarah tersebut selanjutnya dilaporkan ke forum musyawarah desa penetapan usulan untuk disyahkan sebagai bagian dari usulan desa. Hasil yang diharapkan melalui pertemuan itu adalah: gagasan-gagasan kegiatan dan visi ke depan dari kelompok perempuan di desa dalam mengatasi penyebab kemiskinan; ditetapkannya usulan kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan, jika ada gagasan yang diusulkan; ditetapkannya usulan yang merupakan aspirasi perempuan selain kegiatan simpan pinjam; dan terpilihnya calon-calon wakil perempuan yang akan hadir di musyawarah antar desa kedua. Penulisan usulan desa merupakan kegiatan menguraikan secara tertulis gagasan kegiatan masyarakat yang sudah disetujui sebagai usulan desa yang akan diajukan pada musyawarah antar desa. Kegiatan dilaksanakan tanggal 9 s.d. 15 Agustus 2001. Proses ini dilakukan oleh Tim Penulis Usulan yang telah dipilih dalam forum musyawarah desa perencanaan yaitu tanggal 30 Agustus 2001. Sebelum melakukan penulisan, TPU akan mendapatkan pelatihan atau penjelasan terlebih dahulu dari Fasilitator Kecamatan. Hasil yang diharapkan dari proses penulisan usulan adalah dokumen proposal usulan kegiatan desa yang terlebih dahulu disetujui dalam musyawarah desa perencanaan dan musyawarah khusus perempuan, termasuk data isian formulir pendukungnya. Verifikasi usulan merupakan tahap kegiatan yang bertujuan untuk memeriksa dan menilai kelayakan usulan kegiatan dari masing-masing desa yang akan didanai PPK. Verifikasi usulan dilakukan oleh Tim Verifikasi (TV) yang dibentuk tanggal 9 Oktober 2001 di tingkat kecamatan dengan beranggotakan 5 – 10 orang yang memiliki keahlian sesuai usulan kegiatan. Sebelum menjalankan tugasnya TV memperoleh pelatihan atau penjelasan terlebih dulu dari FK, Fasilitator Teknik atau KM Kab. TV menilai setiap usulan kegiatan untuk melihat kesesuaian usulan dengan kriteria penilaian usulan kegiatan yang meliputi: lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin, mendesak untuk dilaksanakan, bisa dikerjakan oleh masyarakat, tingkat dikerjakan oleh masyarakat, tingkat 77 keberhasilan dan keberlanjutan cukup tinggi, dan didukung oleh sumber daya yang ada di masyarakat. Musyawarah Antar Desa (MAD) Prioritas Usulan adalah forum di tingkat kecamatan yang bertujuan membahas dan menyusun prioritas atau peringkat usulan kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 21 November 2001. Penyusunan prioritas usulan kegiatan didasarkan atas kriteria usulan kegiatan sebagaimana yang digunakan oleh TV dalam menilai usulan kegiatan. Hasil yang diharapkan dari MAD Prioritas Usulan adalah: disepakatinya cara memeriksa dan menilai usulan kegiatan, ditetapkannya urutan atau peringkat usulan kegiatan sesuai dengan skala prioritas kelayakan dan kebutuhan, d ipilih dan ditetapkannya pengurus UPK (Ketua, Sekretaris dan Bendahara), disepakatinya sanksi-sanksi yang akan diterapkan selama pelaksanaan PPK di tingkat kecamatan, dan ditetapkannya jadwal musyawarah desa ketiga dari masing-masing usulan. Musyawarah Antar Desa (MAD) Menetapkan Usulan merupakan forum untuk mengambil keputusan terhadap usulan yang akan didanai oleh PPK. Keputusan pendanaan harus mengacu pada tingkat usual yang telah dibuat pada saat musyawarah antar desa prioritas usulan. Jika pada saat musyawarah antar desa prioritas usulan, seluruh usulan atau proposal telah selesai dibuat berikut detail desain dan RABnya, maka keputusan penetapan usulan yang akan didanai oleh PPK bisa langsung diselenggarakan setelah agenda musyawarah antar desa penetapan usulan diselesaikan. Namun jika belum selesai desain RABnya, maka musyawarah antar desa penetapan usulan dilakukan pada waktu yang berbeda. Musyawarah desa informasi hasil MAD merupakan forum sosialisasi atau penyebarluasan hasil penetapan alokasi dana PPK yang diputuskan dalam musyawarah antar desa penetapan usulan. Forum ini dilaksanakan baik desa yang mendapatkan dana maupun tidak. Forum ini sekaligus memberikan informasi kepada desa yang memenangkan dan tidak memenangkan kompetisi sehat yang telah dilaksanakan dalam musyawarah sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah pengesahan alokasi bantuan PPK yang akan diberikan kepad a desa yang memenangkan kompetisi sehat. Hasil keputusan musyawarah antar desa disyahkan oleh camat atas nama bupati menjadi Surat 78 Penetapan Camat (SPC) yang berisi tentang daftar alokasi dananya, dengan dibuat lampirannya yang mencantumkan nama desa, jenis kegiatan, jumlah alokasi dana, dikirimkan oleh PJOK kepada TK PPK Kabupaten dengan temusan kepada Bupati, FK dan KM Kab. Tahap terakhir dalam proses perencanaan kegiatan PPK adalah pengesahan surat perjanjian pemberian bantuan. Ketua TPK, PJOK dan Ketua UPK membuat surat perjanjian pemberian bantuan (SPPB), dan diketahui Kepala Desa dan Camat atas nama Bupati. Pengesahan SPPB dilakukan langsung segera sesudah diterbitkan SPC dan tidak perlu menunggu persetujuan dari kabupaten. Kegiatan ini diinformasikan melalui papan informasi yang ada di kecamatan. 5.1.9. Pelaksanaan kegiatan Program yang matang dan terencana serta tetap mengacu pada prinsip dan asas PPK sebagai kegiatan persiapan untuk menjamin kualitas proses pelaksanaan program. Persiapan ditujukan kepada penyiapan aspek sumber daya manusia, seperti: masyarakat, TPK dan seluruh pelaku PPK lainnya. Masyarakat dipersiapkan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan di desa mereka. TPK dipersiapkan untuk melaksanakan kegiatan yang telah diputuskan bersama. Kegiatan persiapan berupa rapat koordinasi awal di kecamatan yang merupakan Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi dan rapat persiapan pelaksanaan di desa melalui Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi sampai dengan tahap pengesahan surat perjanjian pemberian bantuan (seperti telah dibahas bagian sebelumnya). Tahap pelaksanaan kegiatan PPK terdiri dari: Pencairan dana, pengadaan tenaga kerja, pengadaan bahan dan alat, dan rapat evaluasi TPK. Tahapan kegiatan ini telah diatur oleh PPK dan dibat asi oleh waktu. Peraturan tersebut mengikat kegiatan yang dilaksanakan. Peraturan cenderung membatasi kreativitas keluarga miskin. Misalnya: pencairan dana yang ditentukan bulan tertentu dan dengan waktu yang sangat dekat kurang memberikan keleluasaan kelu arga miskin untuk terlibat dalam kegiatan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilaksanakan secara tergesa-gesa tersebut mengakibatkan keluarga miskin 79 tidak puas karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Tetapi hasil keputusan tersebut menguntungkan PPK dan kalangan elit desa, sehingga pencapaian target program hanya bersifat politis. Musyawarah Desa Pertanggunjawaban dilaksanakan untuk mewujudkan transparansi dalam proses pelaksanaan PPK, TPK wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara bertahap kepada masyarakat. Musyawarah pertanggung jawaban minimal dilakukan dua kali yaitu setelah memanfaatkan dana PPK tahap pertama dan tahap kedua. Sertifikasi adalah penerimaan hasil pekerjaan berdasarkan spesifikasi teknis oleh Fasilitator Teknik (FT) untuk mendorong kualitas pekerjaan atau kegiatan. Kegiatan dilakukan sertifikasi, dengan harapan fokus TPK dialihkan dari mengejar target fisik ke target kualitas. Namun demikian, seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, pencapaian target hanya bersifat politis dan belum menyentuh kebutuhan keluarga miskin. Pelaku PPK melakukan revisi kegiatan, jika pada tahap pelaksanaan program kegiatan terjadi kesalahan di lapangan atau terjadi bencana alam. Revisi dilakukan dengan tidak menambah jumlah anggaran dana yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan yang telah diputuskan bersama melalui musyawarah desa. Revisi tersebut dibuat oleh TPK dan disetujui oleh PJOK, Ketua TPK, dan FK serta secara terbuka ada pemberitahuan kepada masyarakat. Revisi bertujuan untuk mencapai efektivitas program dalam mencapai target yang telah ditentukan. Revisi juga diperlukan untuk meminimalisir hambatan -hambatan yang menggagalkan tujuan yang akan dicapai. Kegiatan yang dimaksud adalah penyelesaian tiap jenis kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai bagian pertanggungjawaban TPK di desa. Kegiatan ini meliputi: pembuatan laporan penyelesaian pelaksanaan kegiatan, pembuatan realisasi kegiatan dan biaya, musyawarah desa serah terima, pembuatan surat pernyataan penyelesaian pelaksanaan kegiatan, pembuatan dokumen penyelesaian, pembuatan berita acara status pelaksanaan kegiatan (pada kondisi khusus). 80 5.1.10. Pelestarian kegiatan Kegiatan PPK diatur dan dipelihara untuk memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan tersebut dilaksanakan agar bermanfaat pada semua pihak, maka aspek pemberdayaan, sistem dan proses perencanaan, aspek good governance, serta prinsip-prinsip PPK yang dapat mengatur kegiatan bantuan, sehingga kegiatan memberikan dampak perubahan positif dan berkelanjutan bagi masyarakat. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka semua pelaku PPK harus mengetahui dan mampu memahami latar belakang, dasar pemikiran, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PPK secara benar. Hasil kegiatan PPK yang berupa prasarana, simpan pinjam, kegiatan bidang pendidikan dan kesehatan merupakan asset bagi masyarakat yang harus dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan. Sebagaimana sanksi yang ditentukan dari pemerintah, bahwa jika hasil kegiatan tidak dikelola dengan baik seperti tidak terpelihara bahkan tidak bermanfaat atau pengembalian macet maka desa atau kecamatan tidak akan mendapat lagi dana PPK untuk tahun berikutnya. Pelestarian kegiatan merupakan tahapan paska pelaksanaan yang dikelola dan merupakan tanggung jawab masyarakat. Namun demikian dalam melakukan tahapan pelestarian, masyarakat tetap berdasarkan atas prinsip -prinsip PPK. Untuk mendukung pelestarian kegiatan diperlukan hal-hal sebagai berikut: (1) Peningkatan kemampuan teknis dan manajerial yang harus mampu dimiliki oleh kelompok-kelompok masyarakat, TPK, serta pelaku -pelaku lain PPK di desa dan kecamatan.; (2) Penyediaan system dan mekanisme monitoring, evaluasi, perencanaan pengendalian secara partisipatif yang memungkinkan anggota masyarakat dapat mengetahui serta ikut mengontrol kegiatan -kegiatan yang direncanakan, sedang berjalan, maupun yang sudah diselesaikan; (3) Penguatan lembaga-lembaga masyarakat di kecamatan dan desa, termasuk lembaga pengelola prasarana/sarana. Sistem pemeliharaan PPK diarahkan kepada adanya perawatan dan pengembangan berbagai sarana dan prasarana yang ada, sehingga dapat secara terus menerus dimanfaatkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien. 81 FK dibantu KM Kab wajib memberikan pelatihan kepada Tim Pemeliraharaan atau yang ditunjuk pada waktu pelaksanaan program hamper selesai. Dalam pelatihan tersebut, masyarakat diberi penjelasan mengenai kepentingan pemeliharaan, organisasi pengelola dan pemeliharaan, dan teknik teknik yang digunakan seperti: teknik membuat inventarisasi masalah dan teknik memperbaikinya. Disamping itu akan dilakukan praktek lapangan agar materi pelatihan dapat dipahami. 5.2.PROGRAM PENERANGAN LISTRIK TENAGA DIESEL DESA (PPLTDD) Salah satu program pengembangan masyarakat di Desa Sialang Indah adalah Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD). Sementara kegiatan PPLTDD swadaya masyarakat yang berkolaborasi dengan CV. Putri Agung (swasta). Evaluasi proses dan hasil program difokuskan kepada manfaat yang dirasakan oleh masyarakat desa dan keluarga miskin yang ada di desa. Hal ini mengacu adanya kerancuan dalam pendefinisian manfaat program bagi masyarakat dan keluarga miskin. Sering dikatakan bahwa program pengentasan kemiskinan bermanfaat bagi masyarakat desa, tetapi tidak dirasakan manfaatnya bagi keluarga miskin yang ada di desa. hal ini menyebabkan banyaknya program pengembangan masyarakat yang disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah lokal tidak mendapatkan hasil maksimal. Hal ini didasarkan padan tujuan utama yaitu program dilaksanakan untuk mengurangi angka kemiskinan. PPLTDD diawali dengan pemikiran kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan listrik secara hemat. Sampai sekarang, kebutuhan listrik diperoleh dari diesel pribadi yang perawatannya sangat mahal. Biaya yang harus dikeluarkan oleh warga yang memiliki diesel adalah biaya membeli solar (setiap malam menghabiskan solar 4 liter dengan pemakaian jam 18.00 wib sampai dengan jam 23.00 wib). Dengan asumsi harga solar per liter Rp 2.100,00, maka satu bulan seorang warga mengeluarkan biaya Rp 264.000,00. Pembelian solar dilakukan langsung ke depot Pertamina, tentunya dengan tambahan ongkos 82 perjalanan. Jika dipesan melalui orang lain, maka seorang warga akan menambah ongkos dan kenaikan harga. Selain biaya untuk membeli solar, warga juga harus mengeluarkan dana jika ada kerusakan. Beberapa warga desa mempunyai pengalaman kalau diesel yang dimiliki harganya murah, maka akan mengeluarkan biaya servis lebih besar. Karena diesel ini hanya tahan satu tahun. Sehingga masyarakat merasa perlu untuk bekerjasama dengan CV. Putri Agung (perusahaan swasta) yang bekerja di bidang listrik. Pertemuan pertama dilakukan oleh kepala desa beserta staf dan tokoh-tokoh masyarakat Desa Sialang Indah (purnawirawan TNI dan POLRI, guru, dan pemuka agama) pada bulan Juli 2001, yang membicarakan kemungkinan adanya listrik tenaga diesel di desa karena kalau menunggu PLN mungkin masih lama. Program berasal dari ide para elit desa yang mempertimbangkan penghematan biaya dan memperoleh kemudahan untuk melaksanakan pemasangan listrik. Pertemuan para elit desa dengan pihak perusahaan dilaksanakan untuk penjajagan kemungkinan adanya investasi perusahaan ke desa tersebut. Kegiatan pertemuan tersebut juga mengidentifikasi tentang berapa biaya, waktu pemasangan dan prosedur pemasangan listrik. Pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada bulan Desember 2001 dengan melibatkan berbagai elemen desa (kepala desa beserta staf, kepala dusun, Ketua RW/RT, para purnawirawan TNI dan POLRI, guru, pemuka ag ama dan masyarakat termasuk keluarga miskin) yang membicarakan besarnya iuran setiap warga, waktu pembayaran, dan bagaimana cara pembayarannya. Pertemuan dilanjutkan dengan melibatkan dua desa tetangga yang memiliki program yang sama yaitu Desa Meranti dan Desa Harapan Jaya. Selanjutnya kesepakatan jumlah dan cara pembayaran dicapai antara wakil desa (kepala desa, Ketua BPD dan Ketua LKMD) dengan Direktur CV. Putri Agung diantaranya masyarakat di desa per KK membayar pengadaan diesel dan perlengkapannya sebesar Rp 3.700.000,00 (Tiga Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah) yang diangsur selama 24 bulan dipotong melalui KUD per bulan Rp 155.000,00 mulai bulan November 2004 sampai dengan Desember 2006 untuk yang memiliki kebun kelapa sawit dan masyarakat yang tidak mem iliki kebun termasuk buruh 83 tani kebun kelapa sawit (termasuk keluarga miskin) membayar langsung ke KUD sebesar Rp 100.000,00 mulai bulan November 2004 sampai dengan April 2006 (30 bulan). Perusahaan (CV. Putri Agung) menyiapkan diesel dan perlengkapannya setelah pembayaran dilakukan penduduk desa melalui KUD kepada perusahaan tersebut. Kesepakatan lainnya, CV Putri Agung mengelola selama 25 tahun (mulai bulan Juni 2005 sampai dengan Mei 2030) dan selanjutnya pengelolaan diserahkan ke desa masing-masing, termasuk as et listrik yang telah ada di desa itu. Selama pengelolaan perusahaan disepakati: (1) KUD menerima uang jasa per bulan sebesar 1 % dari pembayaran masyarakat desa; (2) Kantor Desa sebesar Rp. 400.000,00 per bulan; (3) Karang Taruna Desa Sialang Ind ah menerima Rp. 100.000,00 per bulan. Sehingga masyarakat menerima keuntungan ganda yaitu listrik telah terpasang yang telah dimanfaatkan dan pada akhirnya pengelolaan dan aset listrik menjadi milik masyarakat desa. Tujuan PPLTDD adalah mendapatkan penerangan listrik desa secara swadaya. Selama ini, mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk penerangan listrik desa. Tujuan jangka panjang program ialah memiliki penerangan yang dapat dikelola oleh masyarakat desa. Kegiatan yang d ikelola oleh KUD dan Supeno yang telah direkrut oleh CV Putri Agung. Secara keseluruhan karyawan CV Putri Agung yang berpusat di Desa Sialang Indah berjumlah 3 orang yaitu 1 orang tenaga ahli diesel dari perusahaan, 1 orang warga desa yang telah direkrut dan 1 orang dari desa tetangga yang pengelolaan listriknya sama dengan di desa itu. Sistem kerja swadaya PPLTDD telah diatur melalui kesepakatan antara perusahaan dan warga setempat. Kesepakatan itu menyangkut besarnya pembayaran dan cara pembayaran, serta sanksi bagi yang terlambat membayar berupa diberikan denda sebesar Rp 10.000,00 dan apabila selama tiga bulan tidak membayar tunggakannya diputuskan saluran listrik ke rumah tersebut. Besarnya pembayaran ditentukan oleh biaya pemakaian arus listrik per bulan di tambah dengan abonemen sebesar Rp. 50.000,00. Cara pembayarannya lewat KUD bagi yang tidak memiliki kebun kelapa sawit dan bagi yang memiliki kebun kelapa 84 sawit dipotong gaji bulanan mereka melalui KUD. KUD selaku pengelola dan kolektor menyetor ke perusahaan. 5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal Kepentingan, kebutuhan, potensi dan dinamika masyarakat yang berkembang di kehidupan masyarakat desa, menempatkan ekonomi lokal menjadi isu penting. Isu mencakup adanya kesenjangan yang luar biasa di daerah antara kondisi keluarga kaya dan keluarga miskin, aspek etnis, dinamika lokal, dan pengelolaan desa. Faktor-faktor itu menjadikan masyarakat secara luas berbeda dalam bereaksi mengenai pembangunan. Program pembangunan semestinya juga berbeda untuk daerah -daerah tertentu. Hal ini disesuaikan kondisi daerah (geografi, kependudukan, tingkat kesejahteraan sosial dan sebagainya). PPLTDD bertujuan untuk “menghidupkan desa”: (1) untuk mendapatkan informasi lebih luas baik tingkat regional, nasional dan internasional; (2) Meningkatkan perputaran perekonomian desa; (3) Masyarakat mempunyai pelayanan umum swadaya; (4) Meningkatkan SDM di desa. 5.2.2. Pengembangan Modal Sosial Keabsahan informasi daerah dalam menyusun program pembangunan sangat penting. Informasi tersebut meliputi: kondisi demografi, ekonomi, lingkungan bisnis, perangkat keras, kemasyarakatan, dan daerah lain disekitar wilayah tersebut. Informasi tersebut bermanfaat dalam mengakomodir kebutuhan, potensi dan kepentingan masyarakat yang terdiri anggota masyarakat yang beraneka ragam kepentingan. Informasi juga digunakan oleh masyarakat desa sendiri untuk melakukan kegiatan bersama dalam rangka menyatukan visi. Kegiatan bersama memberikan kekuatan kepada masyarakat yang secara konsisten melaksanakan kegiatan sampai tujuan tercapai. Keluarga miskin yang beragam suku, pekerjaan, dan keahlian merupakan potensi yang dapat digunakan dalam kegiatan pembangunan desa. Kegiatan tersebut dapat berkembang dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat seperti pertalian dan kebersamaan yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Aspek kebersamaan d ikembangkan oleh seluruh elemen desa (Kepala Desa beserta stafnya, Tokoh Masyarakat, masyarakat dan keluarga 85 miskin) bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan tersebut sebagai akar kegiatan swadaya masyarakat dalam PPLTDD Sialang Indah, Meranti, dan Harapan Jaya serta Surya Indah memberikan keteladanan kuatnya kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama desa. PPK yang merupakan program anti kemiskinan yang dilaksanakan oleh masyarakat desa. PPK juga membangun kebersamaan yaitu dengan melaksanakan MUSDES, kegiatan tersebut mengesampingkan keberadaan keluarga miskin sebagai kekuatan utama dalam upaya pengembangan masyarakat karena mereka tidak memperoleh undangan secara khusus. PPK sebagai program yang digunakan untuk mengembangkan masyarakat belum dapat memberikan kesempatan kepada keluarga miskin untuk berperan dalam program pengentasan kemiskinan tersebut. Program tersebut berbeda dengan PPLTDD sebagai program desa telah melibatkan semua pihak termasuk keluarga miskin, sehingga masyarakt menilai berhasil karena program memanfaatkan potensi masyarakat desa. Kegiatan swadaya murni desa ini memberikan contoh bagaimana seharusnya program dari luar desa menjadi program milik desa dan program anti kemiskinan menjadi milik keluarga miskin. Indikator sederhana dapat diimplementasikan dengan melibatkan sasaran atau obyek dan obyek dijadikan subyek dalam pelaksanaan kegiatan. Misalnya: PPLTDD melibatkan masyarakat secara keseluruhan sesuai kemampuan masing-masing. PPLTD membagi kemampuan masyarakat dua kekuatan yaitu masyarakat yang memiliki kebun kelapa sawit dan masyarakat yang tidak memiliki kebun (keluarga miskin). Modal sosial masyararakat ada pada kehidupan sehari-hari dalam hubungan kekerabatan yang telah terjalin di Desa Sialang Indah (dalam program masyarakat desa secara tidak langsung menggunakan kekuatan modal sosial yang berupa mempertimbangkan peraturan, kaidah yang ada, hubungan antar anggota masyarakat, kepentingan semua pihak dan masyrakat yang memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensi desa dalam melaksanakan kegiatan). Masyarakat desa melalui pemimpinnya menjalin kerjasama dengan komunitas luar desa (Desa Meranti dan Harapan Jaya) untuk mewujudkan cita-cita. Visi desa berkaitan dengan program swadaya dibangun oleh masyarakat antar desa bukan merupakan 86 kompetisi tetapi berbentuk kerjasama untuk memperkuat posisi tawar masyarakat terhadap perusahaan yang menanam investasi ketiga desa tersebut. Linkage berjalan dengan baik meskipun berbeda lokasi, etnik dan agama. Desa Sialang Indah menjadi pusat kegiatan PPLTDD dan memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penguatan institusi lokal baik institusi pemerintahan (Pemerintah Desa Sialang) dan institusi ekonomi desa (KUD). Selain itu, relasi pemimpin lokal dan seluruh elemen masyarakat yang sinergis memberikan poin keberhasilan tersendiri dalam melaksanakan kegiatan itu. Meskipun organasisasi pemerintahan kurang baik dalam menejemennya tetapi relasi yang dijalin antara pemimpin formal dan informal serta masyarakat sangat menentukan keberhasilan kegiatan ini. Relasi yang terjalin menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya yang telah membawa keberhasilan. Kegiatan perubahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sialang Indah adalah membaktikan diri mereka dalam mendorong perubahan dari tanpa listrik menjadi listrik permanent. PPLTDD berorientasi pada perubahan sikap pemborosan dan individualis menjadi penghematan (jangka panjang) dan kebersamaan untuk mencapai kepemilikan listrik desa. Tujuan lain kegiatan ini adalah meningkatkan SDM melalui informasi media elektronik yang dihasilkan oleh energi listrik diesel, manfaat ekonomi rumah tangga dan sektor keamanan desa dengan jalan-jalan lebih terang menjadikan desa hidup lebih lama dari biasanya. Untuk mencapai tujuan di atas, masyarakat dan pemerintah desa menyadari arti pentinya kebersamaan dan relasi dalam kehidupan masyarakat desa. Kebersamaan dan relasi memberikan kekuatan yang sangat besar untuk memobilisasi diri mencapai tujuan yang diinginkan bersama yaitu mendapatkan penerangan listrik di desa. Berawal dari kesadaran masing-masing keluarga yang memiliki diesel pribadi dan para pengguna diesel yang menumpang tetangganya bahwa penghematan biaya penerangan listrik dapat dihemat melalui biaya yang ditanggung bersama. Mereka melihat kota yang menggunakan listrik siang malam dengan pembayaran murah setiap bulannya. 87 Kesadaran pribadi-pribadi ini menjadi kesadaran kelompok masyarakat dan akhirnya menjadi kesadaran masyarakat setelah diadakan pertemuan di desa dan dilakukan penjajagan sebelumnya oleh Kepala Desa Sialang Indah ke perusahaan yang bergerak di bidang perlistrikan. Kepala desa melakukan konsolidasi ke masyarakatnya melalui pertemuan -pertemuan dan sosialisasi secara informal untuk mendapatkan dukungan dan menemukan kebutuhan -kebutuhan yang berkaitan dengan PPLTDD tersebut. Setelah itu, kepala desa dan perwakilan desa melakukan pertemuan lanjutan dengan pemimpin perusahaan untuk mencari kesepakatan-kesepakatan saling menguntungkan kedua belah pihak. Proses pembangunan di pedesaan sangat memungkinkan dilakukan oleh masyarakat dengan memenuhi kebutuhan melalui: (1) bekerjasama dan saling mengisi antar anggota masyarakat; (2) anggota masyarakat yang kuat membantu yang lemah; dan (3) mengidentifikasi kebutuhan dan masalah bersama. 5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Kebijakan dibuat oleh pemerintah lokal bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat desa. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah bersama masyarakat desa menyusun rencana desa. Dalam perencanaan desa, masyarakat merumuskan program swadaya sebagai manifestasi keinginan yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat Desa Sialang Indah. Perencanaan desa disusun oleh masyarakat setelah kebijakan desa dikeluarkan melalui pertemuan masyarakat desa dan hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat desa. PPLTDD adalah program yang disusun oleh seluruh elemen masyarakat desa termasuk keluarga miskin. Progam tersebut dalam melibatkan masyarakat desa membagi dua criteria. Kriteria tersebut adalah masyarakat yang memiliki kebun kelapa sawit dan tidak memiliki kebun kelapa sawit. Kriteria tersebut bermanfaat untuk memberikan ruang kepada warga masyarakat dalam berpartisipasi pada kegiatan yang dilaksanakan perwakila n desa. Masyarakat memberikan keleluasaan keluarga-keluarga untuk berpartisipasi agar mempermudah proses pelaksanaan kegiatan dalam hal pengumpulan dana secara swadaya. 88 5.3.Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial Pemberdayaan keluarga miskin dalam pekerjaan sosial menurut Parsons, et al. (1994) bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, namun hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Intervensi pekerjaan sosial tidak hanya dilakukan secara individual dan kolektivitas. Beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Program pemberdayaan dalam upaya pengembangan masyarakat di Pangkalan Kuras dilakukan pendekatan kolektif. Strategi pemberdayaan kolektif yang digunakan dengan mempercepat proses pemberdayaan yang melibatkan stakholders dan shareholders. Dengan demikian mobilisasi menuju proses pemberdayaan melibatkan semua pihak, tanpa terkecuali keluarga miskin. Kelemahan program ini adalah pelaksanaan kegiatan belum mempertimbangkan keberadaan keluarga miskin secara nyata. Kekuatan yang terlibat dalam kegiatan adalah lapisan atas dan keluarga mampu. Hal ini didasarkan kemampuan dinilai sama, sehingga bertentangan strategi pemberdayaan keluarga miskin yang memperhatikan kultur lokal, kebiasaan dan keunikan keluarga miskin, struktur sosial, dan potensi lokal (SDA dan SDM). Pemberdayaan keluarga miskin dapat dicapai melalui proses dan hasil program yang dilaksanakan. Proses mengacu pada keluarga miskin menjadi berdaya, dengan melihat indikator memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas -tugas kehidupannya. Pembangunan sarana fisik dapat memberdayakan miskin dengan syarat program bermanfaat dan berdampak langsung kepada keluarga miskin 89 seperti: meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan dan kesehatan); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam program pengembangan masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan dalam mengatasi permasalahannya yaitu keluar dari tekanan struktur sosial (tekanan kultural dan politik). Strategi yang menjadi entry point profesi pekerjaan sosial adalah meskipun para pengembang masyarakat telah ahli di bidangnya, tetapi harus membiasakan pandangan keluarga miskin dan masyarakat desa secara luas karena keluarga miskin bukanlah orang bodoh. Fenomena yang berkembang di masyarakat desa bahwa kepandaian bukan satu-satunya kepentingan yang menonjol di dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat membutuhkan kepercayaan dari pihak luar untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan sendiri. Para pengembang masyarakat belum memperhatikan apa kebutuhan keluarga miskin. Mereka bekerjasama dengan para elit desa dan kegiataan pokok yaitu membantu berjalannya proses pemberdayaan keluarga miskin. Kritik penting tentang kedua program di atas adalah program belum melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan. Prioritas program belum sesuai dengan kebutuhan keluarga miskin. Program lebih menonjolkan kepentingan program itu sendiri yang diputuskan oleh kelompok elit desa (lapisan atas), sehingga kebutuhan mereka rasakan bukan kebutuhan keluarga miskin. Peluang dan kesempatan yang diberikan kepada keluarga miskin masih semu dan terputus karena pola hubungan yang terbentuk dalam masyarakat, menyebabkan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat desa mempengaruhi proses pemberdayaan keluarga miskin . Program pembeerdayaan belum dapat menyentuh langsung kebutuhan keluarga miskin karena format partisipasi dibatasi oleh peraturan yang mengesampingkan keluarga miskin. Keluarga miskin kurang memperoleh peluang dan kesempatan secara luas untuk berperan dalam setiap program pengentasan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan kurang memberikan ruang keluarga miskin untuk berpartisipasi. 90 Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD) terlalu lama dikelola oleh pihak swasta, sehingga akan merugikan kepada pihak masyarakat desa. Kerugian antara lain: aset fisik yang telah d igunakan sudah dalam kondisi tidak bagus pada saat pengalihan wewenang pengelolaan, orang-orang yang melakukan kontrak telah tua dan kemungkinan telah meninggalkan desa, sehingga program pengalihan tidak berkesinambungan, kondisi desa belum tentu siap pada saat melakukan perbaikan dan penggantian alat yang rusak karena tidak memiliki tabungan (keuntungan diambil oleh pihak swasta yang mengelola). Oleh karena itu, diperlukan upaya pertemuan dengan pihak CV. Putri Agung untuk membicarakan kembali bagaimana kelanjutan mekanisme pengalihan dan perawatan aset listrik yang telah dipasang pada pasca pengelolaan perusahaan. Diusulkan kemudahan atau sebagian keuntungan dalam pengelolaan PPLTDD untuk tabungan perawatan. BAB VI ANALISIS PEMBERDAYAAN TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL 6.1.Partisipasi Keluarga Miskin dalam setiap Tahapan Kegiatan Pekerjaan sosial memandang penting perlunya partisipasi keluarga miskin dalam proses pemberdayaan. Pusic dalam Suharto (1997) mengatakan bahwa: Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan merupakan perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi keluarga miskin dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dianalisis kedalamannya pada setiap tahapan kegiatan. Aplikasi partisipasi keluarga miskin dalam setiap tahapan kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses pemberdayaan. Tinggi rendahnya partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan didasarkan besar kecilnya setiap peran yang dilaksanakannya. Selain itu, keberhasilan dan kegagalan proses partisipasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat dan pendorong yang ada di dalam dan luar diri keluarga miskin. 6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan Proses perencanaan dalam kegiatan PPK adalah MAD Sosialisasi hingga tahap penetapan usulan dalam MAD Prioritas Usulan Kegiatan. Kegiatan dimulai dengan Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi yaitu memberikan informasi tentang PPK kepada perwakilan desa di aula kecamatan. Peserta MAD Sosialisasi ditentukan PPK yaitu 6 orang terdiri dari kepala desa, 2 orang wakil dari BPD/nama lain yang sejenis, dan 3 orang tokoh masyarakat (minimal 3 dari keenam wakil tersebut adalah perempuan) dari semua desa di kecamatan dan anggota masyarakat lainnya yang berminat hadir. Keluarga miskin tidak termasuk sebagai peserta, karena tidak memperoleh undangan dalam MAD. 92 Setelah MAD Sosialisasi dilanjutkan MUSDES Sosialisasi dan penggalian gagasan pada tingkat dusun. Musyawarah desa dan penggalian gagasan tingkat dusun mempunyai tu juan untuk mengetahui rencana kegiatan desa. Pada tahap ini keluarga miskin dapat memberikan usulan-usulan, pendapat, dan sebagainya. Menurut data yang diperoleh dari Konsultan Manajemen Kabupaten Pelalawan masyarakat berpartitisipasi aktif. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat berlangsungnya MAD Sosialisasi dan Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, usulan dan pendapat muncul dari orang-orang yang sudah terbiasa terlib at dalam pertemuan atau rapat. Orang-orang tersebut adalah aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan guru. Mereka adalah kelompok elit desa (masyarakat lapisan atas). Keluarga miskin (masyarakat lapisan bawah) kurang aktif dalam pertemuan. Kondisi ini menunjukkan kuatnya dominasi kelompok elit desa selama berlangsungnya musyawarah dalam menentukan program desa. Akibatnya program desa kurang dipahami masyarakat khususnya keluarga miskin. Penyebab lain kurang dipahami program karena peralatan kurang lengkap pada saat berlangsungnya musyawarah (seperti gambar dan fotokopi materi tidak dibagikan ke peserta). MUSDES Khusus Perempuan dan MUSDES Perencanaan dilaksanakan hanya untuk memenuhi syarat penerimaan bantuan PPK, karena materi pembicaraan telah diperoleh dalam kegiatan MUSDES Sosialisasi. Peserta hadir dan menyetujui kegiatan yang telah dibicarakan dalam MUSDES Sosialisasi, sehingga tidak muncul keragaman usulan. PPK mempunyai kelemahan antara lain: pertama, peraturan yang ada dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) mengesampingkan partisipasi keluarga miskin, karena peserta MAD tidak termasuk keluarga miskin. Kedua, kepala desa telah menentukan undangan untuk peserta pada kegiatan Musdes dan musyawarah tingkat dusun. Pada tahap ini, keluarga miskin tidak menerima undangan khusus sehingga tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam rapat. Peluang kehadiran keluarga miskin disebabkan adanya perintah Ketua RT setempat. Ketiga, minimnya peralatan standar yang digunakan untuk penyampaian materi. 93 Kelebihan PPK antara lain: pertama, kegiatan PPK melibatkan banyak orang sehingga pertanggungjawaban pelaksanaannya. Kedua, setiap tahap dan transparansi lebih terjamin PPK memberikan pelajaran kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan desa, masyarakat diarahkan pada kebiasaan-kebiasaan bermusyawarah. PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan telah melaksanakan sosialisasi mulai dari MAD Sosialisasi, MUSDES Sosialisasi, pertemuan khusus perempuan, penulisan usulan, MAD Prioritas Usulan Kegiatan, pencairan dana tahap I, tahap II, tahap III, serta MUSDES pertanggungjawaban dan beberapa desa telah melaksanakan MUSDES serah terima (Laporan PPK tahun 2002). Hasil analisis peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam berpartisipasi dapat dijelaskan bahwa keluarga miskin tidak memiliki peluang. Hal ini ditandai dengan keluarga miskin tidak menerima undangan secara khusus baik dari PPK maupun desa. Dalam rapat desa, keluarga miskin yang kebetulan hadir, mereka hanya sebagai peserta dan bukan terlibat dalam usul atau berpendapat. Dalam hal ini, keluarga miskin yang memiliki peluang dan kekuasaan dikarenakan diajak Ketua RT untuk menghadiri pertemuan desa bukan atas undangan khusus. Peluang keluarga miskin dalam pengambilan keputusan tidak ada karena kegiatan ini didominasi oleh elit desa (kepala desa dan aparatnya, guru dan purnawirawan TNI dan POLRI). Hal ini dipengaruhi adanya struktur sosial dalam masyarakat desa yang tidak memberikan ruang dalam pengambilan keputusan. Kelompok elit desa memimpin dan menentukan kegiatan-kegiatan desa. Dengan demikian keluarga miskin belum memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan PPK dimiliki oleh elit desa dan para pelaku PPK. Faktor penyebabnya adalah pendidikan yang rendah (seperti telah dijelaskan dalam BAB IV), sikap pasrah, rendah diri dan kurangnya pengalaman keluarga miskin dalam kegiatan rapat. Sehingga dalam kegiatan rapat desa, keluarga miskin lebih banyak duduk diam dan mendengarkan saja. 94 Peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam pemanfaatan bantuan PPK hanya sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin tidak memiliki kekuasaan untuk menikmati bantuan PPK, karena bantuan dinikmati oleh keluarga kaya dan elit desa. Penelitian menemukan bahwa meskipun PPK mempunyai prinsip keberpihakan kepada keluarga miskin, tetapi tidak secara tegas melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan proyek. Hal ini seperti diakui oleh Syafwan sebagai KORWIL III untuk Wilayah Propinsi Riau dan Jambi bahwa “PPK belum membuat program secara khusus untuk keluarga miskin disebabkan kebimbangan pada data mana yang dipakai. Apakah data dari BPS, Depsos, atau BKKBN. Masing-masing mempunyai parameter yang berbeda. Kedua adanya ketakutan pada masyarakat desa bahwa program untuk masyarakat semua harus mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sehingga PPK memilih untuk mempersiapkan masyarakat desa untuk membuat visi, misi dan pemetaan sosial yang akan dijadikan program desa. Dalam bantuan yang diberikan juga memberikan peluang kepada keluarga miskin untuk menerima bantuan itu, karena kegiatan yang didanai PPK harus dibutuhkan oleh keluarga miskin dan mendesak ”. Pengalaman penelitian proses MAD, peserta yang hadir tidak aktif seperti yang digambarkan dalam laporan. Keaktifan peserta baru pada tingkat kehadiran dalam musyawarah. Ketentuan-ketentuan yang seharusnya ditentukan oleh peserta telah disiapkan oleh Fasilitator Kecamatan (FK). Hal ini tidak sesuai dengan prinsip partisipasi seperti yang tertulis dalam PTO. Kepala desa yang memberikan usulan adalah Kepala Desa Sialang, Kepala Desa Palas, Kepala Desa Kemang serta Lurah Sorek Satu (perempuan). Setelah peserta men entukan Unit Pengelola Keuangan Fasilitator Kecamatan tetap aktif dalam musyawarah. Kondisi tidak memberikan kekuasaan dan peluang dalam kegiatan perencanaan. Peserta mengambil keputusan dalam musyawarah telah diarahkan pada hasil yang diinginkan oleh Fasilitator Kecamatan. Inkonsistensi tujuan, prinsip dan pelaksanaan kegiatan ini membuat PPK hanya symbol bukan sarana dalam pemberdayaan keluarga miskin. Berdasarkan pengamatan dalam pelaksanaan MUSDES Sosialisasi, setelah dibuka oleh protokol dan sambutan kepala desa, Fasilitator Kecamatan (FK) mendominasi sampai acara selesai. Meskipun Fasilitator Desa (FD) dan Tim 95 Pengelola Kegiatan (TPK) telah dipilih, tetapi FK tidak ada melimpahkan wewenang kepada FD dan TPK untuk melanjutkan acara. FD dan TPK tetap duduk di tempat semula. Alasannya pada hari itu FK harus menghadiri 2 (dua) kegiatan serupa, sehingga diupayakan untuk meminimalkan pertemuan. Program yang diusulkan dalam pertemuan umumnya berasal dari ide tokoh masyarakat Ide yang disampaikan oleh tokoh masyarakat kemudian disetujui oleh peserta yang hadir, sehingga keluarga miskin belum memperoleh ruang peran dalam kegiatan perencanaan. Aparat dan tokoh masyarakat desa mendominasi pertemuan disebabkan oleh kurang efektifnya sosialisasi PPK, di mana sosialisasi yang dilaksanakan melalui pertemuan tanpa peralatan yang memadai. Menurut perspektif pekerjaan sosial proses partisipasi keluarga miskin dalam tahapan perencanaan yang digagas oleh PPK menjadi faktor penghambat. Hambatan tersebut berupa: (1) keluarga miskin belum dapat berpartisipasi dalam perencanaan secara optimal dikarenakan oleh tidak memperoleh undangan khusus dalam rapat; (2) keluarga miskin yang berkesempatan hadir tidak memiliki pengalaman berbicara di depan umum dan tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapat; (3) Pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan selalu dipegang oleh otoritas setempat (kepala desa) melalui musyawarah. Faktor yang mendorong keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan adalah keluarga miskin menyadari bahwa program mempunyai nilai positip dan perlu didukung oleh semua pihak. Namun demikian, keluarga miskin masih menjadi objek dalam pemberdayaan dan bukan sebagai pelaku dalam dalam proses pemberdayaan. Proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh PPK, keluarga miskin belum berpartisipasi dengan baik. Para elit desa mendominasi kegiatan dari perencanaan hingga evaluasi program. Pengalaman penelitian menemukan program kurang efektif disebabkan oleh peraturan yang membatasi partisipasi masyarakat seperti: jumlah undangan peserta, waktu dan jalannya proses sosialisasi serta pelaksanaan PPK di desa disusun berdasarkan persetujuan FK. Permasalahan tersebut mendorong kecilnya 96 kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan secara utuh. Masyarakat hanya memiliki kesempatan hadir dalam pertemuan desa dan menyetujui program yang telah diusulukan para elit desa. Masyarakat belum memiliki akses yang besar terhadap PPK dalam menentukan kebutuhannya. Proses kegiatan perencanaan dapat dilihat pada Gamb ar 2 MAD SOSIALISASI MUSDES SOSIALISASI PELATIHAN KADER DAN PELAKU PPK DI DESA PERTEMUAN DUSUN PERTEMUAN PENGGALIAN GAGASAN DI KELOMPOK MUSDES KHUSUS PEREMPUAN MUSDES PERENCANAAN PENULISAN USULAN TANPA DESAIN RAB VERIFIKASI USULAN MAD PRIORITAS USULAN MUSDES INFO HASIL MAD MAD PENETAPAN USULAN DESAIN RAB Gambar 2. Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK 97 Proses perencanaan diawali MAD untuk sosialisasi yaitu forum di tingkat kecamatan yang dihadiri oleh wakil dari desa-desa untuk mendapatkan penjelasan tentang PPK dan untuk menentukan kesepakatan-kesepakatan antar desa dalam melaksanakan PPK. Pertemuan ini ditekankan kepada masyarakat untuk menyampaikan usulan kegiatan dengan mekanisme berjenjang dan partisipatif. Tujuan pertemuan ini untuk menginformasikan pokok PPK (tujuan, prinsip prinsip, kebijakaan, pendanaan, organisasi, proses dan prosedur yang akan dilakukan); memilih ketua, sekretaris dan bendahara UPK, menyepakati jadwal MUSDES Sosialisasi. Peserta terdiri dari camat dan staf, instansi dinas terkait tingkat kecamatan, 6 orang wakil per desa (kepala desa, 2 orang wakil dari BPD, 3 orang tokoh masyarakat, dengan ketentuan dari 6 orang wakil 3 diantaranya perempuan) dan anggota masyarakat lain yang bersedia hadir. MUSDES sosialisasi merupakan kegiatan pertemuan masyarakat desa calon penerima bantuan PPK dan dilaksanakan dalam rangka memberikan informasi tentang PPK. Peserta MUSDES terdiri dari: kepala desa dan aparat desa, Pengurus Badan Perwakilan Desa (BPD), tokoh masyarakat desa, masyarakat yang berminat hadir. Musyawarah Khusus Perempuan bertujuan menentukan usulan kegiatan perempuan dan menentukan usulan kegiatan simpan pinjam. Setelah itu, MUSDES II bertujuan untuk mengesahkan hasil-hasil Musyawarah Khusus Perempuan, menetapkan usulan-usulan kegiatan yang akan diajukan desa ke MUSDES II, menetapkan 6 wakil desa ke MAD, menetapkan Tim Penulis Usulan (TPU), menetapkan calon pengurus UPK dan calon pengamat proses musyawarah antar desa. Setelah TPU menyusun laporan hasil keputusan desa, diperiksa oleh Tim Verifikasi (TV) sebelum dikompetisikan dalam MAD selanjutnya di tingkat kecamatan. Perencanaan dilanjutkan di MUSDES untuk merencanakan pelaksanaan kegiatan setelah cair dana bantuan. 6.1.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Keluarga miskin memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan proyek desa yang didanai PPK sebagai tenaga upahan. Kesempatan tersebut belum memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk 98 terlibat mendesain proyek. Mereka hanya melaksanakan pembangunan fisik yang telah ditentukan dalam MUSDES dan yang dimenangkan dalam MAD Prioritas Usulan Kegiatan. Keluarga miskin tidak memiliki kekuasaan untuk menunda kegiatan karena proyek segera dilaksanakan. Berkaitan dengan hal tersebut, ada kerugian materi yang dialami keluarga miskin dengan asumsi bahwa keluarga miskin memilih salah satu pekerjaan sebagai buruh di perkebunan dan sebagai buruh di proyek desa yang didanai oleh PPK. Jika kegiatan ini dikaitkan dengan tujuan diadakannya PPK di desa tersebut, bahwa PPK bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin, maka tidak ada tambahan penghasilan dari kegiatan PPK. Keluarga miskin tidak memiliki peran dalam pengelolaan proyek di desa itu. Sebagai tenaga upahan tidak dapat memilih waktu yang tepat untuk mencari alternative dalam menambah penghasilan sebagai buruh. Ketentuan telah diatur dan diarahkan oleh PPK yang dalam pelaksanaannya disusun oleh masyarakat desa terlibat dalam kegiatan pengelolaan proyek yaitu Tim Pelaksana Kegiatan. Keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan perspektif pekerjaan sosial, memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) kesadaran; (2) kemampuan; (3) kesempatan; (4) kontak awal; dan (5) tanggapan info. Kesadaran keluarga miskin untuk mengikuti kegiatan-kegiatan desa cukup tinggi dengan kehadiran pada saat diundang dalam pertemuan yang dilaksanakan desa. Mereka berharap agar kegiatan ini memberikan manfaat kepada masyarakat. Kehadiran itu dapat dibuktikan dengan jumlah warga yang dating pada hari pertemuan yang telah ditentukan oleh kepala desa. Di Desa Sialang misalnya: peserta terdiri dari kepala desa dan aparatnya, Pengurus BPD, Tokoh Masyarakat, dari 21 RT, yang hadir berjumlah 131 orang atau 87,33 %, maka hampir semua memenuhi panggilan kepala desa. Ini menunjukkan patuhnya rakyat terhadap kepemimpinan lokal. Masyarakat tidak keberatan dengan adanya PPK di desanya, bahkan senang sekali. Mereka senang terlibat dalam kegiatan itu. Namun kuantitas dan kualitas keterlibatan keluarga miskin dalam pelaksanaan program di atas masih 99 dipertanyakan. Papan informasi yang masih digunakan hanya di kecamatan, sementara di desa-desa telah menjadi papan kosong atau papan dengan informasi yang telah kadaluwarsa. Prinsip keterbukaan yang berjalan seperti yang diinginkan bersama. Kondisi ini diketahui dari beberapa warga yang ditemui secara acak di pinggir jalan menuju lokasi desa tidak semua mengenal PPK, bahkan dari 5 orang yang ditemui hanya 1 orang yang mengetahui adanya proyek PPK di desa itu. Kesadaran untuk menempelkan laporan di papan informasi desa masih slogan keterbukaan belum sampai pada pelaksanaan. Keluarga miskin menyadari keberadaannya di desa, sehingga ia tetap melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan desa. Keluarga miskin masih taat dan patuh pada kepemimpinan lokal dengan menghadiri pertemuan dan kegiatan yang memerlukan tenaga mereka. Program -program yang sifatnya datang dari atas selalu disambut antusias oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan keluarga miskin dengan mendahulukan pelaksanaan gotong royong daripada kepentingan pribadinya. Seperti yang disampaikan oleh Bapak T dari Desa Sialang bahwa “Saya siap melakukan gotong royong dengan jika pemberitahuannya jelas. Selama ini saya tidak mengetahui karena banyak kerja di luar desa. Setelah bekerja di desa sendiri kami lebih banyak mengetahui perkembangan desa kami”. Untuk mengetahui kesadaran memelihara hasil proyek, beberapa warga sekitar lokasi proyek bantuan PPK diketahui ada 2 model. Pertama, warga desa induk memelihara jalan lingkungan bantuan PPK tidak terawat dengan baik. Batu berserakan dan hamper habis. Kedua warga desa eks transmigrasi jalan lingkungan bantuan PPK gotong royong kalau sudah rusak berat. Warga desa eks transmigrasi memelihara jalan desa bantuan PPK dipelihara oleh KUD dengan memotong penghasilan petani setiap per kilo kelapa sawit per bulan. Bantuan gedung sekolah di bagi menjadi 2 model cara pemeliharaannya. Pertama, bantuan gedung sekolah yang dibantu telah menjadi sekolah negeri sehingga pemeliharaannya diambil alih oleh pemerintah melalui anggaran pemeliharaan gedung sekolah (SMPN 3 Pangkalan Kuras dan SDN 026 Desa 100 Palas). Sedangkan gedung SMK Pertanian Desa Sialang mengharapkan bantuan orang tua murid. Kemampuan keluarga miskin yang rendah mempengaruhi dalam berpartisipasi. Keluarga miskin berpartisipasi berupa sumbangan tenaga kerja dalam membangun sarana dan prasarana fisik dalam PPK. Partisipasi tenaga kerja lokal memberikan manfaat pada peningkatan pendapatan sementara. Partisipasi ini dibayar oleh PPK separoh dari upah yang sesungguhnya. Selain itu, keswadayaan masyarakat desa mewujudkan dalam bentuk gotong royong. Implikasi keterbatasan kemampuan keluarga miskin adalah tidak diikutkan dalam mengelola proyek secara keseluruhan dan ruang partisipasi menjadi sempit. Keluarga miskin belum memiliki kesempatan untuk berp eran dalam mengelola kegiatan. Penyebabnya adalah pendapatan rendah, pendidikan rendah, tidak mempunyai keterampilan selain bertani dan mencari ikan sungai. Hal ini juga lemahnya kemampuan memberikan usulan di depan orang banyak. Keluarga miskin yang sempat hadir dalam pertemuan hanya memberikan persetujuan tanpa ada keberanian dan kemampuan untuk menyanggahnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Bapak S mengatakan bahwa: Sebenarnya kami menginginkan dana itu digunakan untuk membuat pabrik batu -bata. Karena di sini tanahnya cocok dan banyak warga sedang membangun rumahnya. Batu bata harus kami beli ke Desa Kemang atau Desa Palas. Dengan membangun pabrik batu-bata kami bisa menambah penghasilan kami selain buruh tani di kebun kelapa sawit milik warga. Swadaya masyarakat yang dihasilkan dari pelaksanaan PPK berupa materi (uang, bahan bangunan), tenaga kerja (gotong-royong), dan ide yang disampaikan pada saat rapat pengambilan keputusan desa. Keterbatasan kemampuan masyarakat memelihara kesinambungan program disebabkan adanya kurang adanya kesadaran kesinambungan manfaat proyek yang telah dibangun bersama. Apalagi dana hibah dianggap masyarakat sebagai bantuan pemerintah pemerintah yang bertanggung jawab, pendapat ini muncul adanya pemikiran bahwa keluarga miskin dan desa yang miskin tidak akan mampu memelihara sarana fisik bantuan PPK. Masyarakat tetap menunggu bantuan pemerintah selanjutnya. 101 Kemampuan menjadi kendala besar dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin. Meskipun data sekunder memberikan hasil positif dalam kegiatan PPK (seperti dalam tabel 13), tetapi berbeda dengan realitas kemampuan dalam pelaksanaan sesungguhnya. Pengalaman penelitian di Desa Sialang memberikan gambaran kecilnya peran mengambil keputusan kegiatan desa dan pelaksanaan program. Hal ini menyangkut kemampuan yang dimiliki keluarga miskin dan tidak adanya kesempatan untuk memperoleh peran tersebut. Melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan proyek tidak dapat dilakukan maksimal karena PTO telah mengatur keterlibatan seseorang dalam proyek. Pembatasan jumlah peserta dalam pertemuan, ketatnya jadwal kegiatan dan sosialisasi program tidak maksimal. Permasalahan ini menjadi kendala keberhasilan program. Tidak adanya keterlibatan yang jelas dalam setiap tahapan kegiatan, menyebabkan program pemberdayaan PPK tidak ada pengaruhnya terhadap kemampuan keluarga miskin. Kesempatan keluarga miskin untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan merupakan kebutuhan. Namun demikian, model undangan yang diberikan kepada anggota masyarakat tidak menyertakan keluarga miskin secara khusus, keluarga miskin tidak memiliki kesempatan untuk memilih wakil desa (Fasilitator Desa, dan utusan untuk menghadiri MAD di kecamatan). Keluarga miskin tidak memiliki ruang partisipasi dalam pertemuan desa (MUSDES) baik dalam menyampaikan pendapat maupun memutuskan kegiatan desa. Kejelasan partisipasi keluarga miskin terletak pada perannya sebagai pekerja dalam proyek pembangunan fisik di desanya. Karena kegiatan itu memerlukan tenaga lokal untuk melaksanakan pembangunan. Kepala Desa Palas yang sebelumnya adalah FD mengatakan bahwa: ”Untuk membangun MCK, gedung SD, jalan dan jembatan kami menggunakan tenaga lokal sebagai bentuk partisipasi seperti yang telah disepakati sebelumnya”. Sehingga kesempatan keluarga miskin untuk memperoleh pengetahuan dalam mengelola kegiatan secara utuh tidak mendapatkan, mereka hanya melaksanakan. A sebagai warga Desa Palas menambahkan bahwa: “kami mengusulkan sama-sama atas usul Pak Kadus dan biarlah dipimpin orang c erdik pandai desa kami. Kami membantu tenaga saja”. 102 Pendapat itu menegaskan adanya ketidakadilan dalam program yang sesungguhnya untuk keluarga miskin. Kegiatan pemberdayaan semacam PPK lebih menonjolkan kepentingan proyek. Partisipasi menjadi semu, karena partisipasi yang dirancang telah membatasi proses pemberdayaan yang diinginkan dalam tujuan program. Kontak awal merupakan bagian dari sosialisasi. Keberhasilan atau kegagalan sosialisasi mempengaruhi pelaksanaan kegiatan. Keberhasilan sosialisasi program PPK hanya di kalangan elit desa dan warga masyarakat tertentu. Sosialisasi program kepada keluarga miskin terasa kurang menyentuh. Sosialisasi hanya dilakukan dari pertemuan ke pertemuan yang terbatas. Keinginan fasilitator untuk memberikan informasi kepada seluruh warga masyarakat tidak dapat terpenuhi karena adanya pembatasan waktu yang sangat sempit dalam kegiatan itu. Sosialisasi kurang maksimal ini ditandai adanya banyak warga di level bawah tidak mengerti adanya PPK. Warga yang mengetahui adalah warga yang mempunyai kesempatan hadir dalam pertemuan desa (MUSDES). Keluarga miskin yang tidak mendapatkan kesempatan ini tidak akan mengetahui secara pasti PPK. Kontak awal ini menjadi penting untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya. Hal ini mempengaruhi keterlibatan mereka dalam tahapan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan. Apakah keluarga miskin mendapatkan peran, ikutserta menentukan keputusan, melaksanakan dan keikutsertaan memelihara program. Tanggapan info yang positif merupakan salah satu pengaruh terhadap keberhasilan program pada awal program dilaksanakan, selanjutnya tergantung pada pelaksanaan substansi program itu sendiri. Masyarakat desa secara keseluruhan sangat antusias dengan bantuan PPK. Apalagi kegiatan PPK mengharuskan bermusyawarah untuk memutuskan kebutuhan desanya. Sehingga masyarakat desa hadir dalam pertemuan yang diadakan desa untuk mendapatkan bantun PPK. Kepala desa memobilisasi warganya untuk hadir dalam pertemuan dengan memotivasi warganya bahwa desanya akan menerima dana bantuan dari PPK. 103 6.2.Transfer kekuasaan dalam setiap Kegiatan Transfer kekuasaan dalam proses pemberdayaan diperlukan untuk memberikan peluang yang luas kepada keluarga miskin dalam setiap kegiatan. Beberapa kekuasaan yang diperlukan dalam mengembangkan model pemberdayaan dalam masyarakat adalah: 6.2.1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: Kemampuan keluarga miskin dalam membuat keputusan -keputusan. Keluarga miskin tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Hal tercermin dalam pengambilan keputusan kegiatan desa yang akan diusulkan mendapatkan bantuan dana dipengaruhi oleh open menu terbatas yang ditawarkan oleh PPK yaitu kegiatan pembangunan sarana fisik seperti pembangunan jalan, gedung sekolah, jembatan, MCK, dan los pasar serta penerangan listrik dari diesel (penjelasan rinci tentang program penerangan listrik desa dipaparkan pada BAB V). Ruang keputusan yang telah dibatasi oleh PPK ini mengarahkan masyarakat pada kebutuhan sarana yang kurang diminati oleh keluarga miskin. Seperti yang telah dijelaskan pada kemampuan masyarakat khususnya kemampuan keluarga miskin dalam menyampaikan pendapat masih lemah, memberikan arti bahwa ruang gerak pengambilan keputusan diambil alih oleh elit desa setempat. Masyarakat menilai pembangunan MCK di Desa Palas kurang tepat dan hasil pembangunan kurang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya keluarga miskin. Keluarga miskin karena air sumurnya keruh. Akibatnya keluarga miskin masih menggunakan rawa-rawa untuk kebutuhan air minum dan MCK mereka. Kondisi geografi juga mempengaruhi pengambilan keputusan masyarakat desa secara keseluruhan. Pembangunan jalan dan jembatan menjadi kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan kebutuhan keluarga miskin. Dengan pekerjaan sebagai buruh tani kebun kelapa sawit yang tidak setiap hari bekerja, mereka memilih kegiatan yang dapat menambah penghasilan pada setiap kesempatan di hari libur kerja. Di desa yang keluarga miskinnya di bawah 20 % dari jumlah 104 penduduk (Desa Sialang) mereka yang tersebar di setiap RT, tidak akan hadir semua dalam musyawarah desa. Salah satu penyebabnya adalah perasaan tidak enak masyarakat dan segan kepada peserta lain karena tidak diundang secara langsung oleh Ketua RT atau undangan resmi dari desa, sehingga kondisi minoritas ini memberikan pengaruh kecil pada pengambilan keputusan dalam musyawarah desa. 6.2.2. Pendefinisian kebutuhan Pendefinisian kebutuhan keluarga miskin berkaitan dengan kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. Kekuasaan keluarga miskin dalam mendefinisikan kebutuhan diri belum tercermin dalam bantuan yang diberikan oleh PPK. Keluarga miskin menerima bantuan dari apa yang telah diusulkan pelaku PPK tingkat kecamatan pada saat MAD. Pelaku PPK baik tingkat kecamatan dan kabupaten menilai PPK berhasil dalam mencapai tujuan yaitu mendukung program pembangunan infrastruktur desa (pembangunan sarana fisik). Namun demikian, PPK belum berhasil mengakomodir kebutuhan keluarga miskin. Dalam hal ini, PPK belum memberikan ruang bagi keluarga miskin untuk menyampaikan secara langsung kebutuhan mereka. Kebutuhan yang dibicarakan di tingkat desa dan kecamatan merupakan kebutuhan desa secara keseluruhan. Kebutuhan desa tersebut adalah pembangunan sarana fisik. Pembangunan sarana fisik kurang sesuai dengan kebutuhan keluarga miskin yaitu peningkatan pendapatan, beasiswa, dan bantuan biaya kesehatan. Perbedaan kebutuhan desa dan keluarga miskin mengakibatkan bantuan PPK belum dapat mengentaskan kemiskinan di pedesaan. Proses pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam proyek desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemberdayaraan masyarakat melaksanakan program bantuan yang difokuskan pada kegiatan yang memberikan peluang kepada keluarga miskin untuk mendefinisikan kebutuhannya. Program mengarah pada tujuan agar keluarga miskin dapat berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin. 105 6.2.3. Ide atau gagasan Pemberdayan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial, salah satunya keluarga miskin memperoleh kesempatan dalam penyampaian ide atau gagasan. Keluarga miskin diharapkan mampu mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. PPK belum memberikan ruang kepada keluarga miskin untuk berperan dalam kegiatan, sehingga transfer kemampuan untuk menyampaikan ide belum terlaksana dengan baik . Berdasarkan pelaksanaan kegiatan PPK melalui forumforum musyawarah, penyampaian ide masih didominasi pelaku PPK dan elit desa. MUSDES pengambilan keputusan masih didominasi elit desa. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang keluarga miskin yang bernama S warga Desa Sialang Indah: “Saya mengikuti pertemuan PPK baru tahun ini. Beberapa tahun yang lalu saya tidak diundang sehingga tidak mengetahui adanya PPK di desa kami. Pada saat sekarangpun bapak bisa lihat siapasiapa yang mempunyai usul dalam pertemuan ini. Mereka yang usul orang-orang yang pinter saja. Kami dari dulu kalau mengikuti pertemuan hanya sekedar meramaikan saja. Yang kebetulan kemarin diajak oleh Pak RT”. PPK berusaha menghidupkan kembali peran masyarakat dalam membangun desa melalui forum-forum PPK. Namun demikian, keluaga miskin belum memperoleh ruang dalam penyampaian ide dalam forum tersebut. Keluarga miskin hanya menyetujui kegiatan atas hasil keputusan bersama. Hal ini juga terjadi d i desa lain, kurangnya partisipasi keluarga miskin dan perempuan dalam menyampaikan ide atau gagasan dalam musyawarah. Mereka dikumpulkan dalam rapat pertemuan desa untuk memenuhi syarat saja. Seperti yang dinyatakan oleh Bapak Kades Kemang bahwa: Musdes dihadiri sekitar 100 orang yang sebagian besar laki-laki, 90 laki-laki dan perempuan 10 orang. Sedikitnya perempuan yang hadir, karena perempuan disini belum terbiasa dengan acara-acara pertemuan resmi. Oleh karena itu, tidak ada pertemuan khusus perempuan di desa ini. Kehadiran di desa berdasarkan undangan dan perwakilan tiap RT. Penduduk kami sedikit. Hampir seperlima keluarga yang ada di desa ini miskin atau sekitar 19,67 peren sebagai keluarga miskin dari total kelurga 427 keluarga. Penduduk miskin did esa kami memerlukan bantuan modal untuk usaha, 106 jaminan sekolah, keringanan biaya dalam di rumah sakit, perumahan serta perningkatan keterampilan. 6.2.4. Lembaga-lembaga: Proses pemberdayaan dalam PPK, keluarga miskin belum mampu menjangkau manfaat adanya PPK. PP K belum memfasilitasi keluarga miskin dalam menjangkau dan memanfaatkan lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan secara baik, sehingga Keluarga miskin masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Masalah tersebut mengak ibatkan keluarga miskin belum mampu meningkatkan kepercayaan dalam keterlibatannya pada sebuah program; keluarga miskin belum mampu mengatasi hambatan dalam menjangkau sumber-sumber bantuan; keluarga miskin mampu bertindak setara dengan unsur masyarakat lainnya dalam kontrol konsumsi keluarganya. Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pendidikan seperti dinas pendidikan dan perusahaan yang memberikan beasiswa kepada anak dari keluarga miskin masih sulit dijangkau. Keluarga miskin memerlukan bantuan tersebut dalam bentuk fasillitas untuk menjangkau lembaga-lembaga tersebut. Para pelaku PPK belum dapat memfasilitiasinya karena para pelaku PPK menterjemahkan kebutuhan pendidikan keluarga miskin dalam bentuk gedung sekolah bukan beasiswa bagi anak dari keluarga miskin. Keluarga miskin memerlukan bantuan biaya dan obat-obatan yang dapat dijangkau oleh keluarga miskin yang anggota keluarganya sakit. Lembaga yang bergerak dibidang inipun belum mampu dijangkau oleh keluarga miskin. Keluarga miskin masih membayar penuh untuk beaya pengobatan di rumah sakit. Sementara beaya pengobatan di rumah sakit sangat mahal. Lembaga kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan yang berada di ibukota kabupaten belum bisa dijangkau oleh keluarga miskin melalui bantuan PPK. Pengerasan jalan dan pembuatan jembatan dengan bantuan PPK, karena letak pembangunan sarana fisik tersebut belum dapat mendukung keluarga miskin dalam mengakses lembaga-lembaga yang dibutuhkan oleh masyarkat tersebut. 107 6.2.5. Sumber-sumber Keluarga miskin belum mampu memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan. Sumber-sumber tersebut dikuasai oleh elit desa dan keluarga mampu, sehingga keluarga miskin berada diluar sumber-sumber tersebut. Kondisi ini membuat keluarga miskin tidak memperoleh peluang untuk memanfaatkan sumber formal seperti sumber kesejahteraan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Sumber-sumber tersebut tidak dapat dijangkau keluarga miskin karena mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi, sosial dan politik. Bidang ekonomi, keluarga miskin berpendapatan rendah, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk membayar sekolah dan berobat sesuai kebutuhan. Bidang sosial, keluarga miskin belum memiliki kemampuan untuk berperan dalam kegiatan yang dilaksanakan di desa mereka. Bidang politik, keluarga miskin termasuk lapisan bawah dalam struktur sosial masyarakat. Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pendapat bahkan menjadi pemimpin di desa karena pendidikan yang rendah dan kurang pengalaman di bidang politik. 6.2.6. Aktivitas ekonomi: Keluarga miskin belum mampu memiliki kesempatan ekonomi yang setara. Karena bantuan PPK dalam bentuk pembangunan sarana fisik belum berhasil meningkatkan pendapatan keluarga miskin, sehingga keluarga miskin tetap belum mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Peluang keluarga miskin dalam memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa masih kurang. Hal ini terbukti dengan bantuan sarana fisik belum memberikan kemudahan keluarga miskin dalam memperoleh pelayanan keuangan. Kegiatan PPK keluarga miskin hanya mampu berperan sebagai buruh upahan. 6.3.Perbaikan Kualitas Hidup Untuk dapat memahami perbaikan kualitas hidup keluarga miskin, perlu dianalisis efektivitas program terhadap dampak dan manfaat yang dirasakan 108 keluarga miskin. Program yang efektif memiliki syarat-syarat yang memadai dan mempertimbangkan sasaran perubahan program. 6.3.1. Syarat-syarat yang memadai Untuk melaksanakan program pemberdayaan keluarga miskin dalam upaya mengurangi angka kemiskinan di pedesaan, maka program ditelaah agar memiliki syarat-syarat yaitu peraturan dan administrasi, kontrak dengan keluarga miskin, keputusan yang adil, menetapkan kekuatan keluarga miskin sebagai bentuk pemberdayaan sosial, memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah, diperkirakan dapat mencapai target dan mengkases sarana yang ada di tingkat lokal, distribusi yang adil (aspek dampak), keputusan komunitas terhadap hasil PPK (aspek manfaat). Peraturan dan administrasi program yang dimaksud adalah perarturan yang memudahkan keluarga miskin untuk terlibat dalam kegiatan. Hal ini berbeda peraturan yang ada dalam PPK yaitu adanya pembatasan dalam kegiatan MAD telah diatur dalam PTO mengenai peserta, jenis kegiatan, dan target waktu. Pembatasan peserta dalam MAD telah d itentukan perwakilan setiap desa 6 orang terdiri 3 laki-laki dan 3 perempuan. Perwakilan itu terdiri kepala desa, Ketua LKMD, Ketua BPD, tokoh perempuan dan tokoh masyarakat. PPK telah menentukan jenis kegiatan yang didanai semua sarana fisik desa, hal ini disampaikan pada saat MAD Sosialisasi dan dilanjutkan MUSDES Sosialisasi. Sehingga pertemuan-pertemuan selanjutnya hanya untuk mengesahkan kegiatan yang telah ditentukan dari awal pertemuan. Target waktu pendek, dimulai bulan Juli dan selesai pada bulan Desember. Target pencairan dana menjadi alas an utama dalam pencapaian target waktu penyelesaian proyek. Program yang mempunyai kontrak dengan keluarga miskin adalah program yang memihak keluarga miskin . Meskipun dalam prinsip PPK telah mencantumkan keberpihakan terhadap keluarga miskin, tetapi dalam aturan dan pelaksanaan kegiatan tidak mencantumkan keterlibatan keluarga miskin secara tegas. Program bantuan diberikan ke desa-desa yang memenangkan kompetisi. Pelaksanaan kegiatan tidak berdasarkan jumlah keluarga berpartisipasi dan memanfaatkan bantuan secara langsung. miskin yang 109 Keputusan yang adil kepada keluarga miskin memungkinkan berjalannya program. Pelaksanaan kegiatan PPK kurang mempertimbangkan kondisi sesungguhnya desa yaitu desa mampu atau tidak berkompetisi. Desa-desa yang memiliki kemampuan administrasi baik, akan memenangkan kompetisi dalam MAD PPK. Keputusan ini mengajarkan kepada desa-desa yang telah mempunyai kemampuan yang sama. Program prosedural ini, tidak memberikan manfaat kepada keluarga miskin secara langsung. Karena para pelaku program menilai sama terhadap kontestan dalam perebutan dana bantuan PPK. Program yang efektif adalah program yang menetapkan kekuatan keluarga miskin sebagai bentuk pemberdayaan sosial. Syarat ini belum dimiliki oleh PPK. PPK menetapkan kekuatan pada institusi dan kelembagaan lokal sebagai pemberdayaan. Hal itu telah menjadi tujuan program ini diadakan. Program ini mengesampingkan kekuatan keluarga miskin dalam setiap tahap kegiatannya. Keberadaan pusat program di kecamatan masih belum terjangkau oleh kekuatan keluarga miskin. Hal ini dapat dikaji dengan ketatnya peraturan dan waktu sosialisasi serta pelaksanaan kegiatan. Program memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah. Berdasarkan syarat ini, kontribusi PPK belum dapat menyentuh kebutuhan keluarga miskin, sehingga tujuan pemecahan masalah keluarga miskin tidak dapat dicapai dengan program yang telah dilaksanakan. Kebutuhan keluarga miskin adalah pekerjaan pada waktu luang setelah tidak bekerja di kebun. Mereka menginginkan pekerjaan untuk meningkatkan penghasilan yang diperoleh selama ini. Tujuannya adalah untuk menyekolahkan anak, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mengobatkan anggota keluarga ketika sakit. Program yang efektif juga diperkirakan dapat mencapai target dan mengakses sarana yang ada di tingkat lokal. Berkaitan dengan hal tersebut, PPK hanya dapat memenuhi salah satu tujuan program yaitu pembangunan infrastruktur desa. Syarat-syarat untuk mendapatkan tenaga lokal dapat dipenuhi oleh masyarakat setempat. Termasuk tenaga ahli bangunan dan perancang bangunan untuk tingkat desa. Sedangkan bahan mendatangkan dari desa lain, karena desa sumber daya desa tersebut tidak dapat menyediakan bahan bangunan 110 yang diperlukan. Desa tersebut tidak memiliki pab rik batu -bata, pasir bangunan, semen serta besi yang diperlukan. Toko bangunan yang ada masih terbatas dan harganya mahal. Program yang efektif adalah program yang memberikan distribusi bantuan yang adil (aspek dampak). Bantuan ini diberikan ke desa secara kolektif bukan perorangan. Khusus untuk Kecamatan Pangkalan Kuras, pembangunan sarana fisik yang telah didanai PPK memberikan arti penting bagi desa. Meskipun belum menyentuh langsung tujuan utama PPK. Warga masyarakat desa senang menerima bantuan PPK. Tidak ada satu kelompokpun yang menolak adanya PPK. Kepentingan bersama menjadi lebih penting dari sekedar kepentingan individu. Meskipun keluarga miskin tidak menerima manfaat secara langsung oleh adanya PPK, mereka tetap menerima PPK dengan senang hati. Interaksi yang terjalin antara keluarga miskin dan keluarga kaya tetap baik. Di Desa Sialang keluarga kaya membantu keluarga miskin yang memerlukan. Hubungan ketetanggaan dianggap sebagai persaudaraan dalam masyarakat. Bapak T mengatakan bahwa: “Kami men jemput keluarga yang melahirkan di RS Satya Insani, memakai mobil Bapak K. Bapak itu meminjamkan mobilnya karena sewa mobil dari rumah sakit itu mahal. Keluarga itu sedang susah. Kelahiran bayinya melalui operasi. Sedangkan untuk biaya itu kemarin telah meminjam ke tetangga yang memiliki uang untuk biaya operasi tersebut. Ya tidak tahu kapan mengembalikannya”. Jalinan interaksi yang baik di antara warga masyarakat desa seperti: warga masyarakat yang bertetangga saling memberi dan menerima di desa. Interaksi tersebut memberikan kenyamanan dalam keh idupan bermasyarakat di desa. Meskipun demikian, pembagian peranan dalam program masih terbatas kepada orang-orang yang memiliki kemampuan baik dalam ekonomi maupun politik . Program yang efektif dapat juga dinilai dari kepuasan komunitas terhadap hasil PPK sebagai aspek manfaat. PPK merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan kolektif bukan komunitas atau kelompok yang bermasalah. Mekanisme pelaksanaan program ini menggunakan pendekatan pembangunan partisipasi, dengan didasarkan pada asas ini dari, oleh dan untuk masyarakat. Pelaksanaan 111 PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras telah melaksanakan sampai tahap pemeliharaan dan pelestarian program, pada kenyataannya BLM telah dirasakan manfaatnya oleh penerima bantuan dan mereka pada umumnya dapat melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan, demikian pula pada pembangunan sarana dan prasarana pada umumnya masyarakat di 15 desa telah menikmati manfaatnya. Mekanisme perencanaan PPK memfasilitasi dalam menggali dan mengakomodasi usulan-usulan yang serta kebutuhan masyarakat, melalui musyawarah tingkat dusun, usulan desa dan dilanjutkan ke MUSDES II. Dalam kesempatan ini masyarakat telah mulai berani mengemukakan pendapat, gagasan tentang kebutuhan dan kegiatan yang akan dilakukan untuk membangun desanya. Proses pembelajaran pengusulan rencana partisipatif dengan kompetisi yang sehat mulai nampak, meskipun masih ada yang belum bisa menerima usulannya tidak disetujui oleh Tim Verifikasi. Upaya pemberdayaan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan berbagai dampak, baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak diprediksi. Salah satu dampak atau implikasi upaya pemberdayaan masyarakat yang dapat diperkirakan yaitu terhadap peranan yang dimainkan oleh pemerintah. Karakteristik pokok masyarakat yang telah diberdayakan adalah memiliki kemampuan dan kemandirian. Kemampuan mengurus kepentingannya sendiri dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Hal tersebut men imbulkan konsekuensi logis terhadap peranan yang selama ini dimainkan oleh pemerintah. Pelaksanaan pembangunan beberapa tahun yang lalu, pemerintah mendominasi hampir seluruh peran kehidupan masyarakat, baik sebagai stabilisator, dinamisator, innovator, maka perkembangan selanjutnya diperlukan pembagian peran yang lebih seimbang antara pemerintah dengan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat. Masyarakat yang selama ini berpartisipasi dalam pembangunan sebagai pelaksana kebijakan, pada gilirannya masyarakat juga dapat berpartisipasi pada tahap perumusan kebijakan. Inisiatif dan aktivitas kemasyarakatan yang selama 112 ini berada di tangan pemerintah secara bertahap beralih kepada masyarakat, sementara pemerintah berperan sebagai pembimbing, pelatih dan pembina. Masyarakat tidak lagi diatur dalam membangun desa. Pengaruh implementasi mekanisme perencanaan PPK dapat dilihat pada forum-forum musyawarah yang ada di desa. Tidak sabar dan perasaan jenuh dalam mengikuti tahapan-tahapan yang memakan waktu lama, sehingga budaya instant yang selama ini telah ditanamkan program pembangunan sebelumnya mempengaruhi tingkat kesabaran mereka. Kebiasaan -kebiasaan membicarakan rencana kegiatan pembangunan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat dan melanjutkannya dalam kegiatan pembangunan. Pendekatan PPK belum secara tegas memihak kepada keluarga miskin, karena ternyata yang menikmati bukan hanya mereka tetapi semua masyarakat termasuk yang memiliki kemampuan ekonomi. Pembangunan sarana fisik yang banyak memakan biaya justru masyarakat kalangan elit desa yang merasakan dampaknya. Dalam pengerasan jalan dengan pasir batu (sirtu) memberikan peluang kepada mereka untuk membeli mobil dan kemudahan dalam usaha ekonomi produktif. Sedangkan keluarga miskin tetap dalam kondisi tidak berdaya. Kondisi ini mungkin memberikan peluang jurang kemiskinan yang semakin lebar antara elit desa dengan keluarga miskin, akses ke luar desa kelompok elit desa semakin terbuka. Pelesatarian PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras dalam pemeliharaan sarana fisik yang telah dibangun, perlu dit ingkatkan kesadarannya. Pemahaman sarana yang telah dibangun menjadi milik masyarakat tidak diteruskan dalam swadaya pemeliharaan, mereka masih menggantungkan bantuan dana. Beberapa desa yang mempunyai penduduk penghasilan tetap tidak bermasalah khususnya bangunan jalan karena mereka telah mengalokasikan dana setiap penghasilan. Tetapi untuk sarana MCK, sumur, dan los pasar tidak memiliki dana khusus sehingga setelah selesai dibangun belum dipelihara dengan baik. Pembangunan sarana fisik di Kecamatan Pangkalan Kuras dirasakan manfaatnya kalangan elit desa dengan dapat mempermudah usaha mereka, menjalin mitra usaha dengan desa lain atau akses ke pusat informasi dan ekonomi 113 di kabupaten. Keluarga miskin (absolute) tidak dapat merasakan secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan, bahkan pengeluaran tetap tinggi. Bantuan PPK yang diberikan kepada masyarakat hanya diwujudkan dalam bentuk pembangunan sarana fisik sesuai hasil MUSDES. Pembangunan sarana fisik di berbagai desa Kecamatan Pangkalan Kuras dengan 95 persen dana anggaran yang disediakan PPK. Pembangunan tersebut telah menggunakan tenaga kerja lokal. Penyediaan barang-barang sebagian besar wilayah desa penerima bantuan PPK melibatkan warga masyarakat dan kontraktor sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan tetap diupayakan menggunakan bahan-bahan lokal yang masih dapat disediakan wilayah setempat. Berdasarkan hasil pembangunan sarana dan prasarana fisik, masyarak at belum banyak terlibat dalam kegiatan pemantauan/pengawasan. Masyarakat (keluarga miskin) hanya berperan sebagai tenaga upahan, karena masyarakat menganggap bahwa pemantauan merupakan tanggung jawab pemerintah atau para tenaga Tim Teknis Desa. Dampaknya adalah hasil pembangunan sarana fisik kurang terpelihara dengan baik. 6.3.2. Sasaran Perubahan Program Sasaran perubahan program pemberdayaan melalui PPK, pada dasarnya mencakup perubahan sikap, perubahan perilaku sosial, partisipasi sosial warga masyarakat, keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan, serta aspek aspek ekonomi dan sosio budaya. Sasaran perubahan program tersebut adalah perubahan sikap masyarkat, perubahan perilaku prososial, peningkatan partisipasi sosial masyarakat dalam kegiatan PPK, perbaikan ekonomi, peningkatan sarana dan prasarana sosial ekonomi serta fisik. Kelompok masyarakat (khususnya keluarga miskin) di desa penerima bantuan PPK belum berubah baik peningkatan pendapatan maupun kondisi ekonominya. Masyarakat juga belum ada perubahan sikap terhadap program bantuan yang telah diberikan kepadanya. Masyarakat menganggap bantuan itu adalah bantuan hibah yang aturan dan syaratnya telah diatur oleh pemerintah, sehingga mereka hanya menerima bantuan tersebut dan pasrah kepada elit desa serta pemerintah lokal. 114 Keluarga miskin dianggap tidak mampu oleh kelompok elit masyarakat (kepala desa) dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan, sehingga elit desa belum melibatkan keluarga miskin dalam pengelolaan proyek (kepengurusan). Oleh karena itu, perilaku masyarakat belum berubah meskipun telah ada PPK di desa mereka. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat mengikuti kegiatan ini tidak didasarkan pada kebutuhan tetapi pada kepentingan PPK. Masyarakat mengikuti kegiatan-kegiatan secara prosedural menurut prinsip -prinsip PPK. Pada kegiatan ini keluarga miskin tidak mendapatkan tempat untuk berperan. Kegiatan ini telah dibatasi oleh peraturan-peraturan dan prinsip PPK yang terbutki menghambat partisipasi dan proses pemberdayaan keluarga miskin di desa . Perilaku sosial didefinisikan sebagai bentuk segala tindakan yan g dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperhatikan motif-motif si penolong, yang berkisar pada tindakan-tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih. Perilaku prososial yang muncul di masyarakat penerima bantuan PPK antara lain kesediaan warga untuk menjadi Tim Teknis Desa (TTD), Fasilitator Desa (FD), Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Unit Pengelola Keuangan (UPK), tanpa memperhitungkan besar kecilnya honor. Kesepahaman dan kemampuan untuk menerima keputusan bersama diantara warga masyarakat dalam musyawarah. Pembangunan sarana dan prasarana fisik, warga rela melakukan gotong-royong. Masyarakat juga mampu melakukan swadaya untuk menunjang pembangunan fisik. Perilaku masyarakat semata-mata seperti: keluarga miskin bersedia menerima bantuan dan terlibat sebagai TTD dan FD, bukan karena untuk memenuhi kebutuhan keluarga miskin di desa, tetapi elit desa mempengaruhi keluarga miskin agar mau menerima bantuan yang diberikan PPK. Elit desa memiliki tujuan agar proyek PPK diberikan di desa mereka. Peningkatan partisipasi sosial masyarakat dalam kegiatan PPK belum dimanifestasikan dalam pemberian peran kepada keluarga miskin. Masyarakat belum mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan merumuskan definisi-definisi situasi. Masyarakat belum 115 mempunyai kekuasaan untuk menafsirkan permasalahan yang dihadapinya. Penyebabnya adalah PPK telah mengatur jumlah peserta, sehingga masyarakat yang hadir adalah masyarakat yang telah ditentukan dalam PPK. PPK belum menyebutkan secara khusus keluarga miskin sebagai peserta yang hadir dalam pertemuan dan menentukan kebutuhannya sendiri berkaitan bantuan dana program pengentasan kemiskinan yang ada. Perbaikan ekonomi keluarga miskin didasarkan pada peningkatan pendapatan keluarga miskin dan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan. Pembangunan sarana fisik yang didanai oleh PPK belum ada peningkatan ekonomi keluarga miskin secara signifikan. Pemanfaat bantuan adalah orangorang yang telah mempunyai kemampuan ekonomi baik dan mapan. Pembangunan sarana dan prasarana fisik yang tersebar di desa-desa sekecamatan meningkat setelah turunnya bantuan PPK, seperti jalan sirtu, MCK, sumur galian, gedung sekolah, jembatan dan los pasar. Proyek ini belum mampu meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga miskin. Hal ini dapat dipahami bahwa proyek sarana fisik yang dibangun tidak memberikan akses kepada keluarga miskin untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin. Hasil proyek cenderung dinikmati oleh keluarga-keluarga kaya yang ada di desa. Seperti sekolah yang dibangun tidak serta merta memberikan kebebasan atau keringanan dalam membayar uang sekolah. Tidak ada dispensasi dalam kegiatan administrasi sekolah dalam pembayaran maupun penggunaan fasilitas sekolah. Keluarga miskin dalam PPK tidak mendapatkan peluang dan kekuasaan untuk dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan PPK dikarenakan adanya pembatasan ruang partisipasi dalam forum-forum musyarawarah untuk menentukan kegiatan dalam pengentasan keluarga miskin. Hal ini telah diatur dalam PTO dan prinsip PPK. Keluarga miskin hanya berperan dalam kegiatan pembangunan fisik sebagai buruh upahan. Selain itu, pengaruh elit desa dalam setiap kegiatan dan budaya menghormati yang atas dan taat bagi yang bawah. Faktor-faktor interen keluarga miskin seperti percaya kepada pemimpin, merasa tidak diperhitungkan dan faktor eksteren yang mempengaruhi rendahnya peran keluarga miskin adalah dominannya kelompok elit desa dalam pengambilan 116 keputusan dan berpendapat, target dan waktu pelaksanaan proyek yang didanai oleh PPK yang sangat mendesak. Faktor interen dan eksteren inilah yang kemudian menyebabkan rendahnya partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan kegiatan yang ada di desa itu. PPK belum memberikan jaminan kepada keluarga miskin mampu keluar dari belenggu kemiskinan. Bantuan tidak menyentuh langsung kepada kepentingan keluarga miskin. Kepentingan PPK mengukur target, waktu dan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara fisik mempengaruhi keputusan keputusan musyawarah masyarakat telah diarahkan pada sebelumnya. Pengambilan keputusan dari musyawarah desa menjadi seremonial yang telah diatur oleh PPK yang dilaksanakan oleh aparat desa. Oleh karena itu, diperlukan bantuan disesuaikan dengan perlindungan sosial bagi keluarga miskin seperti memberikan hak -hak dalam pengambilan keputusan, jaminan sosial seperti asuransi untuk menyentuh kebutuhan keluarga miskin. Hal ini dapat berbentuk asuransi sosial desa. Untuk memberikan tambahan pendapatan keluarga miskin dengan cara memberikan pekerjaan di waktu luang yang dapat dikerjakan secara individu dan kelompok. Hasil kajian tentang tujuan, proses serta hasil program ini tidak efektif. Analisis tujuan membuktikan tidak terjadi peningkatan pendapatan keluarga miskin, sehingga keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri secara baik. Analisis proses menyatakan keluarga miskin tidak menjadi berdaya karena keluarga miskin tetap tidak mampu berperan dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh PPK. Analisis hasil program membuktikan proyek dinikmati keluarga kaya karena syarat-syarat kontrak kerja dengan keluarga miskin tidak terpenuhi. Peraturan cenderung membatasi keterlibatan keluarga miskin dalam proses pemberdayaan keluarga miskin. Saran untuk mengatasi permasalahan di atas dibagi dua yaitu berkaitan dengan (1) PPK diperlukan perbaikan atau perubahan pada aturan-aturan yang membatasi partisipasi dan kompetisi sehat difokuskan pada desa-desa yang jumlah keluaga miskinnya banyak; (2) asesmen kebutuhan keluarga miskin dilaksanakan dengan melibatkan keluarga miskin Kegiatan bertujuan untuk 117 meningkatkan partisipasi keluarga miskin dan meningkatkan kapasitas penggalian kebutuhannya sendiri. Keluarga miskin mempunyai peran yang besar dalam merumuskan, memilih kebutuhan mereka dan mewujudkannya dalam kegiatan baik yang didanai secara swadaya maupun donator dari luar desa. Kegiatan juga tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik desa, tetapi mengarah kepada peningkatan kesejahteraan sosial keluarga miskin pedesaan. VII RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK 7.1.Latar Belakang Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) menurut perspektif pekerjaan sosial bertujuan untuk memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin mampu melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Pemberdayaan keluarga miskin dalam perspektif ini menjadikan keluarga miskin sebagai pelaku dalam penanggulangan kemiskinan. Indikator keberhasilan rancangan ini terletak pada proses keberdayaan keluarga miskin . Program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK agar mempertimbangkan potensi, hambatan serta kebutuhan yang diperlukan, untuk mengakomodir aspek-aspek tersebut, disusun rancangan program penyempurnaan PPK menurut perspektif pekerjaan sosial. Berdasarkan hasil wawancara, pengamatan dan kajian dokumen (telah dianalisis pemberdayaan PPK di bab sebelumnya), maka ditemukan kelemahan dan potensi keluarga miskin; kelemahan PPK dan kelebihan PPK; sebab, akibat, dan cara mengatasi masalah. Program pemberdayaan keluarga miskin meliputi: kegiatan asesmen masalah dan mendesain program. Kegiatan tersebut untuk menggali masalah, potensi, dan rancangan program yang tepat. 7.1.1. Asesmen Masalah Kegiatan asesmen masalah terdiri dari: (1) identifikasi permasalahan: masalah yang dihadapi keluarga miskin, masalah PPK, rendahnya pendapatan, pendidikan, sempitnya peluang berpendapat atau menyampaikan usulan oleh kelu arga miskin; (2) identifikasi kebutuhan; (3) potensi sumber daya lokal; (4) analisa situasi; (5) analisa tujuan; dan (6) pihak -pihak yang terlibat. 119 Permasalahan internal yang dihadapi keluarga miskin di desa adalah (1) merasa minder dan percaya kepada pemimpin lokal; (2) tidak mengetahui tata cara mengelola proyek (tidak mempunyai pengalaman mengelola proyek; (3) mempercayai bahwa proyek yang dilakukan pemerintah telah diatur sedemikian rupa sehingga keluarga miskin tidak diperlukan; (4) tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Keluarga miskin hanya dilibatkan dalam peran sebagai tenaga upahan pada pelaksanaan kegiatan PPK. Hal ini disebabkan karena (1) PTO PPK membatasi partisipasi keluarga miskin (termasuk pembatasan waktu pelaksanaan proyek); (2) Anggapan keluarga miskin tidak sanggup mengelola kegiatan karena pendidikannya rendah; (3) keberadaan keluarga miskin sering diabaikan. Bantuan sarana fisik belum memberdayakan keluarga miskin. Hal ini disebabkan oleh: (1) Pembangunan sarana fisik adalah usulan elit desa; (2) Keluarga miskin tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan usulan Program pemberdayaan tidak efektif, hasil program hanya dinikmati langsung oleh keluarga kaya. Hal ini disebabkan oleh adanya inkonsistensi antara tujuan, peraturan dan pelaksanaan kegiatan proyek. Dalam tujuan mengungkapkan mengentaskan kemiskinan tetapi proyek yang dibiayai oleh PPK tidak menyentuh langsung pada kebutuhan keluarga miskin. Proyek-proyek sarana fisik yang ada di Desa Sialang Indah seperti bangunan sekolah tidak menyentuh kebutuhan keluarga miskin. Bantuan yang diperlukan dalam pendidikan berupa beasiswa. Hal ini seperti di ungkapkan oleh S bahwa: “Agar anak kami sekolah diberikan keringanan biaya. Di sini sekolah jauh dan memerlukan biaya yang besar. Sedangkan sekolah yang ada di sini tidak memberikan keringanan biaya bagi yang tidak mampu membayar sekolah”. Sedangkan dalam peraturan tidak partisipatif. Hal ini berlawanan dengan prinsip keberpihakan keluarga miskin dan prinsip partisipasi. Hal ini dapat dikaji pada peserta MAD yang telah ditentukan oleh PPK (di dalamnya tidak mencantumkan keluarga miskin sebagai peserta atau setidaknya tokoh keluarga miskin untuk mewakilinya. 120 Pelaksanaan PPK hanya memberikan kesempatan kepada keluarga miskin terlibat sebagai pekerja upahan dalam proyek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Matrik 2 Matrik 2 Permasalahan, sebab dan akibat Masalah Sebab Keluarga miskin tidak memiliki peluang dan kekuasaan Kegagalan PPK PTO PPK membatasi partisipasi keluarga miskin (termasuk pembatasan waktu pelaksanaan proyek) Pembangunan sarana fisik adalah usulan elit desa Keluarga miskin tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan usulan Adanya inkonsistensi antara tujuan, peraturan dan pelaksanaan kegiatan. Akibat Kurang percaya diri Pengetahuan kurang Merasa tidak diperlukan Kesempatan berpendapat Tidak mampu mengakses pelayanan sosial Keluarga miskin hanya dilibatkan dalam peran sebagai tenaga upahan Bantuan sarana fisik belum memberdayakan keluarga miskin Program pemberdayaan tidak efektif, hasil program hanya dinikmati langsung oleh keluarga kaya. Sumber: Hasil Penelitian 2005 Kegagalan PPK dalam mengurangi angka kemiskinan disebabkan tidak adanya peluang dan kekuasaan keluarga miskin berperan dalam program. Selain itu, PPK membatasinya dengan aturan, ketentuan jenis bantuan, inkonsistensi antara tujuan, peraturan dan pelaksanaannya. Tidak adanya peluang dan kekuasaan disebabkan oleh tekanan kelompok elit dalam struktur sosial desa. Tekanan itu berupa dominasi dalam usulan maupun peran pada kegiatan desa. Sehingga untuk mengefektifkan program dalam pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK diperlukan penyempurnaan. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek peluang dan kekuasaan yang tidak dimiliki oleh keluarga miskin dikarenakan pendapatan dan pendidikan yang 121 rendah, sempitnya peluang keluarga miskin dalam hal berpendapat atau menyampaikan usulan, tidak memiliki peran dalam kegiatan pembangunan desa. Pendapatan keluarga miskin masih rendah, sehingga keluarga miskin belum memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara memadai. Baik untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, transportasi dan lain-lain. Oleh karena itu, keluarga miskin mengalami kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Keluarga miskin tidak memiliki kesempatan bersekolah yang tinggi menyebabkan rendah diri, dan menyerahkan peran-peran kegiatan desa kepada elit desa. Hal ini mengakibatkan keluarga miskin tidak memiliki peluang dan kekuasaan untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dominasi elit desa dalam menyampaikan pendapat mengakibatkan keluarga miskin kehilangan peluang dan kekuasaan untuk menyampaikan pendapat dan ide-ide di forum terbuka seperti dalam musyawarah. Keluarga miskin menjadi termarjinalkan dengan hilangnya kesempatan tersebut. Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam musyarawarah menjadi milik elit desa bukan keluarga miskin. Hal ini menimbulkan permasalahan pada keputusan dalam musyawarah desa seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan keluarga miskin. Peran-peran kegiatan desa dimiliki oleh kelompok elit desa, karena tidak adanya kemampuan keluarga miskin dalam setiap program yang dilaksanakan. Selain itu, PPK membatasi partisipasi keluarga miskin dengan aturan peserta musyawarah tidak melibatkan keluarga miskin (hanya dilibatkan sebagai tenaga upahan), pembatasan waktu pelaksaan proyek yang terlalu singkat; ketentuan jenis bantuan, dan inkonsistensi tujuan, peraturan serta pelaksanaan kegiatan. Sebelum Program pemberdayaan keluarga miskin Desa Sialang Indah Kecamatan Pangkalan Kuras dilaksanakan perlu dilaksanakan identifikasi kebutuhan keluarga miskin dan kebutuhan desa secara utuh. Hal-hal yang perlu diidentifikasi adalah penghasilan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sumber daya lokal, situasi yang dapat mendorong proses pemberdayaan, tujuan, dan pihak-pihak terkait yang dapat memberikan kemudahan -kemudahan. 122 Penambahan penghasilan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan konsumsi domestik keluarga miskin. Kegiatan ini dapat berupa usaha ekonomi bersama yang dikelola oleh mereka sendiri. Untuk mendapatkan modal usaha melalui bantuan dana PPK. Sedangkan kebutuhan jaminan kesehatan dan pendidikan dapat diberikan dalam bentuk asuransi sosial desa. Pemilihan pengurus melibatkan keluarga miskin dan melalui pertemuan khusus keluarga miskin untuk memilih wakil yang akan duduk di kepengurusan. Sumber daya lokal berupa lahan pertanian dan perladangan desa yang masih luas belum dimanfaatkan secara maksimal. Tenaga kerja lebih banyak tenaga kasar untuk mengerjakan kebun (keluarga miskin berasal dari desa yang keahlian mereka bertani sawah dan ladang). Situasi yang mendukung proses pemberdayaan terdiri dari situasi yang diakibatkan oleh kondisi geografi, demografi, dan kelembagaan serta akses terhadap sumber-sumber. Penduduk berasal dari berbagai suku dan agama. Kondisi geografi berbukit -bukit dan jauh dari kota. Jarak antara desa dengan yang lain berjauhan, sehingga untuk memudahkan mobilitas diperlukan transportasi. Desa Sialang Indah tidak termasuk kategori desa miskin bila didasarkan penilaian jumlah keluarga miskinnya, masyarakat telah mampu membangun sarana dan prasarana fisik terbukti dengan adanya program PPLTDD. Melalui lembaga KUD Sialang Makmur yang ada di desa itu. Sedangkan untuk menambahkan modal telah ada bank di tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Selain itu, KUD telah mampu memberikan pinjaman kepada masyarakat desa Sialang Indah. Tujuan utama rancangan program ini adalah untuk meningkatkan program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Dengan demikian program dirancang untuk meningkatkan partisipasi, menguatkan keluarga miskin dan meningkatkan perlindungan sosial dalam kegiatan PPK. 123 Analisis stakeholders dan shareholders digunakan untuk menganalisis pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan keluarga miskin. Stakeholders tersebut adalah kepala desa dan aparatnya, tokoh masyarakat, para pelaku PPK (dari tingkat desa sampai tingkat nasional), para pelaku keuangan (dari tingkat desa hingga kabupaten). Shareholders adalah pihak-pihak yang berperan dalam membantu proses pemberdayaan masyarakat bukan hanya sebagai orang tetapi bentuk dukungan yang diberikan terhadap pemberdayaan tersebut. 7.1.2. Desain Program Setelah mengidentifikasi permasalahan PPK, kebutuhan dan permasalahan keluarga miskin Desa Sialang Indah, dilakukan penyusunan program. Program dirancang berdasarkan hasil wawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumentasi. Kesimpulan dibuat oleh keluarga miskin melalui wawancara tersebut dan penyusunan pro gram berdasarkan kebutuhan yang nyata dari keluarga miskin. Analisis program dilakukan oleh pendapat-pendapat keluarga miskin melalui wawancara (individu dan kelompok) dan dikolaborasikan dengan hasil pengamatan dilapangan. Kegiatan tersebut mengembangkan kemampuan keluarga miskin dalam pengelolaan kegiatan didasarkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di desa. Sumber daya manusia didasarkan pada pertimbangan kegiatan hanya membutuhkan pelatihan tidak terlalu lama dan mudah dikerjakan oleh keluarga miskin. Kegiatan dapat dikerjakan pada waktu -waktu luang keluarga miskin. Kegiatan tersebut tidak mengganggu jadwal mencari nafkah sebagai buruh tani di desa. Kelompok memerlukan tenaga-tenaga kasar untuk mendapatkan produksi yang besar. Sumber daya alam berupa tanah Desa Sialang yang tidak dimanfaatkan perkebunan masih luas. Karakteristik tanah cocok untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok kegiatan yang akan dilaksanakan. Dana yang dipergunakan sebagai modal tidak terlalu besar. Sumber dana didapat dari dana bantuan PPK, swadaya masyarakat, kredit dari KUD. Untuk menentukan perencanaan program pemberdayaan keluarga miskin diperlukan sumber-sumber yang dibutuhkan keluarga miskin dan dilakukan uji 124 kelayakan strategi program. Sumber tersebut berasal dari dalam diri dan luar diri keluarga miskin. Sumber dalam diri seperti kemauan dan kemampuan. Sumber dari luar diri keluarga miskin seperti kesempatan dan kekuasaan. Keluarga miskin memerlukan forum keluarga miskin untuk menampung aspirasi mereka dalam menentukan kebutuhan keluarga miskin, mereka memerlukan kesempatan dan kekuatan untuk dapat berperan dalam mengambil keputusan, untuk memilih alternatif sesuai kebutuhan sendiri. Kebutuhan tersebut terdiri dari: bantuan dana langsung yang dapat dipergunakan keluarga miskin untuk mengembangkan diri mereka dan keluarganya; jaminan sosial berupa bantuan pengobatan, pendidikan dan kesempatan kerja; subsidi silang sebagai bentuk pemberdayaan yang berasal dari masyarakat setempat (asuransi sosial desa). Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah rendahnya kesadaran keluarga kaya dan sumber daya manusia dalam mengelola desa rendah. Umumnya, warga hanya dapat mengelola diri sendiri dan kesulitan mengelola kelompok. Kebiasaan -kebiasaan buruk (seperti malas, tergantung pada orang lain dan pasrah) juga mempengaruhi program yang akan dijalankan. Sehingga keluarga miskin tidak dapat tersentuh oleh program maupun perhatian masyarakat setempat dalam bentuk bantuan nyata. Egoisme sektoral instansi yang berwenang melaksanakan kegiatan pemberdayaan (pertanian, sosial, pendidikan, perindustrian dan koperasi serta statistik). Kewajiban, keterlibatan semua elemen desa (aparat pemerintah desa dan kecamatan, tokoh masyarakat, tokoh agama) untuk mendukung dan mensukseskan kegiatan pemberdayaan keluarga miskin Desa Sialang Indah berupa peningkatan partisipasi, penguatan keluarga miskin dan peningkatan perlindungan sosial. Kewajiban aparat pemerintah desa adalah memberikan kemudahan lokasi yang akan dijadikan usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga miskin. Kewajiban para tokoh agama, tokoh masyarakat (para purnawirawan TNI dan POLRI, Guru dan Ustadz) untuk memberikan motivasi, teladan, membagi pengalaman dalam berbagai kesemp atan tentang bagaimana mengajukan kredit di bank dan KUD menghubungkan para konsumen yang akan menggunakan produk 125 para keluarg a miskin tersebut. Kewajiban lain adalah untuk memberikan peluang dan kekuasaan keluarga miskin untuk berbicara di forum dengan melibatkan keluarga miskin di setiap pertemuan desa. Keuntungan yang diperoleh keluarga miskin dalam program ini adalah menperoleh kesempatan bekerja di perkebunan plasma petani dan perkebunan inti perusahaan. Kesempatan ini bermanfaat bagi keluarga miskin untuk menambah penghasilan di waktu luang pada saat mereka tidak bekerja dikebun dan asuransi sosial desa memberikan manfaat kepada keberdayaan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar yang tidak dapat terpenuhi karena sakit atau tidak dapat membayar biaya sekolah anak. Keluarga miskin mempunyai peluang menperoleh modal dana untuk usaha dengan menjadi anggota koperasi di desa tersebut. Usaha ekonomi tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa, sehingga memudahkan pemasaran hasil produksi yang dimanfaatkan penduduk setempat dan di luar desa. 7.2.Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan Program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK menurut perspektif pekerjaan sosial adalah menjadikan keluargaa miskin sebagai pelaku dalam melaksanakan proses pemberdayaan. Keluarga miskin mempunyai peluang dan kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri. Sehingga keluarga miskin mempunyai hak untuk menentukan apa kebutuhan dan program yang diinginkannya. Program kegiatan terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yang akan didukung kegiatan -kegiatan lain sebagai penunjang. Kegiatan pokok adalah kegiatan yang didasarkan kesimpulan yang muncul dari unsur-unsur yang ada di desa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Matrik 3 126 Matrik 3. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Program Kegiatan Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui 1. Sosialisasi 2. Diklat Pengembangan PPK Penyempurnaan PPK Tujuan 3. Assesmen Kebutuhan 1. Peningkatan partisipasi 2. Peningkatan perlindungan sosial 3. Penguatan kapasitas Pelaksana Penanggung jawab Waktu Pelaku PPK Pelaku PPK Januari 2006 Keluarga miksin Keluarga Miskin Januari 2006 Sumber : hasil wawancara dengan keluarga miskin Desa Sialang dan Pelaku PPK 7.2.1. Program Kegiatan ini menempatkan keluarga miskin sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan proses pemberdayaan keluarga miskin di desa, maka disusun kegiatan: “PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGAN MIKSIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK”. 7.2.2. Tujuan Program pemberdayaan dilakukan dengan memperbaiki PPK yaitu Program Pemberd ayaan Keluarga Miskin Melalui PPK Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial yang mempunyai tujuan utama: untuk meningkatkan program pemberdayaan keluarga miskin melalui perubahan PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Tujuan khusus program ini adalah peningkatan penghasilan keluarga miskin, meningkatkan partisipasi, meningkatkan solidaritas sosial. Sedangkan target yang akan dicapai adalah peningkatan partisipasi, penguatan keluarga miskin dan peningkatan perlindungan sosial dalam kegiatan PPK. 7.2.3. Sasaran Program Sasaran program adalah para pelaku Program Pengembangan Kecamatan (PPK), keluaga miskin, dan pihak -p ihak yang terlibat dalam pembanguan di pedesaan Para pelaku PPK memperbaiki peraturan dalam PTO untuk dapat 127 mengakomodir kebutuhan dan kepentingan keluarga miskin. Perbaikan peraturan peserta MAD dengan melibatkan keluarga miskin, mengubah fokus kompetisi sehat antar desa menjadi antar desa miskin, masa sosialisasi diperpanjang. Keluarga miskin mampu terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh PPK melalui keikutsertaan dalam MAD, MUSDES, Penggalian Gagasan dan Pelaksanaan kegiatan PPK di desa. Pihak-p ihak terkait seperti KUD, Bank BRI, BNI dan BPD, pemerintah daerah dan pemerintah lokal (desa dan kecamatan), yang dapat dijadikan sistem sumber dalam pemberdayaan keluarga miskin. Pihak-pihak tersebut, diharapkan dapat memberikan kemudahan permohonan bantuan modal yang tidak dibantu oleh PPK. 7.2.4. Kegiatan-kegiatan Yang dilaksanakan Kegiatan PROGRAM PENYEMPURNAAN PPK terdiri dari: sosialisasi, pendidikan dan pelatihan pengembangan para pelaku PPK, dan serta asesmen kebutuhan keluarga miskin. Sosialisasi penyempurnaan PPK dilakukan melalui pertemuan -pertemuan dengan dengan para pelaku PPK tingkat kecamatan dan kabupaten. Hal ini dimaksudkan kelanjutan PPK diserahkan kepada kabupaten kabupaten yang melaksanakan pembangunan wilayah dengan pola -pola PPK. Sehingga PPK dapat disesuaikan pada wilayah pembangunan masing-masing. Sosialisasi PPK kepada masyarakat yang ditujukan untuk peningkatan partisipasi dilakukan dengan melibatkan keluarga miskin dalam pro yek pembangunan desa yang berkaitan langsung dengan pemecahan masalah keluarga miskin secara kolektif. Kegiatan ini meliputi peningkatan peran dan kekuasaan keluarga miskin dalam proyek. Melalui pemberian peluang dalam sebuah peran dan kekuasaan dalam meng ambil keputusan dalam perencanaan dengan kuota 30 % dari peserta musyawarah perencanaan sosial desa. Pelibatan keluarga miskin dalam proyek pembangunan yang bertujuan mengentaskan kemiskinan di Kecamatan dari perencanaan hingga evaluasi program hingga 20 % dari jumlah pengelola proyek. Kegiatan nyata yang dapat dilakukan adalah mengundang keluarga miskin pada setiap rapat-rapat desa (kegiatan yang berkaitan langsung dengan keluarga miskin). Pelaksanaan kegiatan 128 diberikan kepada keluarga miskin dan aparat desa bisa menjadi pembina dan pendamping. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak S bahwa “Seharusnya kami diundang untuk membicarakan kegiatan yang akan dilakukan desa kami. Sayangnya, selama ini undangan orangorangnya telah dipilih. Sekarang lumayan kami diundang, itupun tidak semua. kemarin diundang lewat pengumuman di upacara Proklamasi di halaman Balai Desa. Tetapi yang hadir mereka disini yang diajak oleh Pak RT berdasarkan surat undangan dari desa yang menyatakan bahwa undangan untuk Pak RT dengan mengajak warganya lima orang ”. Peningkatan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan keluarga miskin berupa menghubungkan kebutuhan-kebutuhan keluarga miskin dan memperoleh hak hidupnya seperti mempunyai rumah layak huni, berperan dalam kegiatan masyarakat dan memperoleh pelayanan khusus seperti pembuatan KTP, berobat, sekolah dan pendampingan perencanaan program. Kegiatan asuransi sosial desa bertujuan untuk memberikan jaminan kepada keluarga miskin dalam mengakses pelayanan sosial yang tidak dapat dijangkau oleh keluarga miskin karena faktor keterbatasan keuangan. Berkaitan dengan kegiatan ini, diperlukan perbaikan peraturan PPK dalam kompetisi sehat yang hanya melibatkan desa-desa miskin dengan kreteria dan data yang jelas. Misalnya sebagai parameter desa miskin adalah desa yang mempunyai keluarga miskin lebih 20 %, tidak memiliki sarana transportasi umum, jarak dari kota kecamatan 20 kilometer, tidak memiliki jalan utama aspal atau sirtu, tidak dapat dijangkau kendaraan roda empat dan sebagainya. Penguatan keluarga miskin melalui meningkatkan akses keluarga miskin (memberikan peluang dan kesempatan) pada setiap kegiatan, meningkatkan kontrol (meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan) yang terjadi di sekitar kehidupannya, mengurangi ketergantungan dengan pihak luar (kemandirian). Untuk mencapai kegiatan tersebut diperlukan kegiatan -kegiatan nyata seperti kegiatan pendidikan dan keterampilan, kegiatan usaha ekonomi bersama dan asuransi sosial desa. 129 Pendidikan meliputi peningkatan pengetahuan proyek yang akan berjalan di desa tersebut. Kegiatan ini mempunyai tujuan bahwa jika keluarga miskin mempunyai keterampilan yang memadai dalam pengelolaan proyek, mereka akan dilibatkan dalam kegiatan sehingga mampu ikut serta dalam menentukan pilihan program dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengembangkan dirinya sendiri. Keluarga miskin mempunyai daya tawar tinggi dalam kehidupan masyarakat desa untuk ikut menentukan kegiatan desa yang ditujukan untuk penanggulangan kemiskinan. Seperti apa yang disampaikan oleh Bapak S bahwa “Bagaimana kami akan dapat menentukan kegiatan desa. Apabila ada pembangunan desa atau proyek hanya orang-orang pinter yang banyak usul dan terlibat. Kami hanya ikut dalam kegiatan yang berkaitan dengan tenaga kasar”. Kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk menganalisis keadaannya sendiri, memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaannya, mengembangkan potensi dan keterampilannya untuk memperbaiki kehidupannya. Selain itu, keluarga miskin menjadi kuat, dan mengerti hak serta kewajibannya. Kegiatan penguatan yang berkaitan dengan pendidikan kepada keluarga miskin dengan sifat pembelajaran orang dewasa dengan melibatkannya dalam setiap kegiatan yang ada di desa (rapat-rapat desa yang menyangkut perecanaan program desa termasuk program kegiatan untuk penanggulan kemiskinan di desa). Fasilitator Desa dapat mengembangkan pendidikan kepada keluarga miskin dengan cara tukar pengalaman dan pengetahuan. Kegiatan usaha ekonomi bersama bertujuan untuk meningkatkan penghasilan keluarga miskin. Pengelolaan usaha ekonomi berupa kegiatan untuk mengisi waktu luang pada saat tidak bekerja sebagai buruh. Kegiatan tersebut tidak mengganggu pekerjaan pokok sehingga terjadi peningkatan pendapatan pada keluarga miskin. Tujuan jangka panjang dalam pemberdayaan keluarga miskin dalam pekerjaan sosial adalah tercapainya keberfungsian sosial yaitu (1) kemampuan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhannya sendiri: (2) kemampuan untuk melaksanakan peran dalam kehidupan bermasyarakat di desa; (3) kemampuan 130 untuk memecahkan permasalahannya sendiri. Sehingga penguatan kemampuan ditujukan pada hal-hal telah disebutkan di atas. Kegiatan dibiayai oleh PPK berasal dari dana untuk pelatihan Fasilitator Desa dan dana dinas terkait dengan pendidikan dan keterampilan. Selain itu, masyarkat dapat memberikan usulan maupun gagasan dalam rangka meningkatkan keahlian yang dimiliki sekarang sesuai dengan kepentingan tingkat lokal. Peraturan penyelenggaraan diserahkan kepada keluarga miskin dan masyarakat desa yang telah ditunjuk keluarga miskin untuk melaksanakan kegiatan. Kegiatan pendidikan dan latihan (Diklat) pengembangan ditujukan kepada para pelaku PPK yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti KM Kabupaten dan FK dan di tingkat desa FD. Diklat ini bertujuan untuk merubah menyempurnakan pelaksanaan PPK di tingkat desa-desa agar lebih efektif. Dengan memperhatikan target dan waktu kegiatan yang ada agar lebih partisipatif dan dapat menterjemahkan arti pemberdayaan yang bertumpu pada pelaku dalam pembangunan desa. Asesmen kebutuhan keluarga miskin bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan menguatkan keluarga miskin. Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah mengagendakan pertemuan -pertemuan dengan keluarga miskin. Pertemuan membicarakan masalah dan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan keluarga miskin itu sendiri. Kegiatan asesmen kebutuhan keluarga miskin melaksanakan identifikasi masalah-masalah, penyebab, akibat masalah dan alternatif penyelesaian yang diperlukan. Keluarga miskin membuat perancangan program sampai tahap evaluasi kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara invidu dan kelompok masyarakat menginginkan adanya pembuatan pabrik batu -bata dan asuransi sosial desa. Pembuatan pabrik batu-bata ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dengan mengisi waktu luang dan tidak mengganggu pekerjaan pokok sebagai buruh. Sedangkan asuransi sosial desa bertujuan untuk memberikan jaminan pendidikan dan kesehatan. 131 7.3.Strategi Pemberdayaan Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Penyempurnaan PPK dengan strategi sebagai berikut: (1) Memperbaiki PPK dengan merubah peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip partisipasi. Hal ini dimaksudkan untuk melibatkan keluarga miskin dalam proses pemberdayaan. Upaya yan g dilakukan adalah memperbaiki peraturan, prinsip dan pelaksanaan kegiatan yang mempertimbangkan aspek tujuan, target dan waktu serta kondisi keluarga mis kin dan desa miskin; (2) Melibatkan keluarga miskin dalam setiap tahapan proses kegiatan pemberdayaan, pemberian peluang dan kekuasaan untuk meningkatkan partisipasi serta menguatkan keluarga miskin. Kegiatan yang mengurangi hambatan -hambatan yang menghalangi prosesproses partisipasi dari luar sistem seperti: menganalisis kondisi geografi dan demografi dengan seksama dan melakukan sosialisasi lebih lama untuk memperoleh pemahaman yang maksimal dan memperoleh dukungan dari semua pihak. Hal-hal yang disampaikan dalam sosialisasi berkaitan dengan tujuan program, sehingga semua pihak dapat mempelajari dan memahami program dengan seksama. Strategi pelaksanaan kegiatan program dilakukan dengan sosialisasi kepada para pelaku PPK dan seluruh elemen desa (termasuk keluarga miskin). Khusus sosialisasi yang disampaikan kepada keluarga miskin dimaksudkan agar keluarga miskin memahami kegiatan yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan tersebut. Selain itu, program dapat melibatkan keluarga miskin dalam setiap tahap kegiatan dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi kegiatan. Kemudian dilakukan pertemuan-pertemuan pihak PPK dan keluarga miskin untuk menindaklanjuti kegiatan -kegiatan yang dipilih. Keluarga miskin selanjutnya berperan dalam pengentasan kemiskinan di desa tersebut melalui kegiatan-kegiatan yang didanai oleh PPK yang baru. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam perubahan Untuk lebih jelas dilihat pada Gambar 3. 132 Penyempurnaan PPK Program Strategi Perubahan PPK Tujuan Memberikan peluang dan kekuasaan Kegiatan Sosialisasi Pelibatan dan pelaksanaan peran Keluarga Miskin Menguatkan kapasitas keluarga miskin Meningkatkan partisipasi Asesmen Kebutuhan Diklat Pengembangan PPK Gambar 3. Diagram alir Program Penyempurnaan PPK Pemberdayaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan keluaga miskin dan sumber daya yang ada, sehingga bantuan PPK dapat memberikan manfaat kepada keluarga miskin. Kegiatan dilakukan dengan mengutamakan peran keluarga miskin dalam mengatasi permasalahannya sendiri. Program pemberdayaan ditujukan untuk memberikan peluang dan kekuasaan dalam menyusun rencana kegiatan hingga evaluasi. Indikator keberhasilan program adalah berdayanya keluarga miskin dalam mencapai tujuan program. Untuk lebih jelas proses pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat pada Gambar 4. Struktur sosial Pihak-pihak terkait Pemerintah PPK baru Kebutuhan keluarga miskin dan sumber daya aktivitas Peran keluaga miskin Kegiatan pemberdayaan (perencanaan s.d. evaluasi) Keberdayaan keluarga miskin Gambar 4. Proses pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK perspektif pekerjaan sosial 133 Proses pelaksanaan program pemberdayaan ini adalah proses memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin agar mampu melaksanakan peran, mampu menggunakan sumber lokal untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan sendiri. Tujuan program adalah peningkatan penghasilan keluarga miskin, meningkatkan partisipasi, menguatkan kapasitas keluarga miskin. Dan perlindungan sosial dalam kegiatan PPK. Pihak-p ihak yang terkait memberikan dukungan dengan pelatihan pelatihan dalam pengembangan sumber daya dan struktur sosial (kelas atas desa beranggapan bahwa keluarga miskin mampu dalam mengelola kegiatannya sendiri) sehingga kelompok kelas atas desa dapat memberikan bimbin gan kepada keluarga miskin untuk bersama-sama menjalankan peran dalam kegiatan tersebut. Keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan sampai evaluasi dan pelestarian program. 7.4.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK menurut perspektif pekerjaan sosial dilaksanakan dengan melakukan MAD Sosialisasi yang telah melibatkan keluarga miskin dilaksanakan pada PPK mendatang. Sebagai catatan bahwa PPK akan dilanjutkan oleh daerah masing-masing. Dana disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah. Kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk melibatkan keluarga miskin adalah kegiatan peningkatan berpartipasi dan kegiatan yang bertujuan memperbaiki dan konsistensi peraturan PPK adalah perlindungan sosial dan penguatan keluarga miskin. 7.4.1. Melibatkan keluarga miskin Untuk melibatkan keluarga miskin dalam setiap kegiatan PPK, peraturan telah diperbaiki dan disosialisasikan kepada kepada masyarakat dan pelaku -pelaku PPK baik di tingkat desa sampai pada tingkat kabupaten. 134 7.4.2. Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan perbaikan guna memenuhi kebutuhan penyempurnaan PPK adalah memperbaiki peraturan yang menghambat partisipasi dari semua pihak, konsisten terhadap target yang realistis dan pelaksanaannya, dan pihak -pihak yang dapat mendorong terjadinya proses perubahan. Peraturan yang menentukan peserta 6 orang untuk perwakilan desa (kepala desa, Ketua LKMD, Ketua BPD dan Tokoh Masyarakat) terdiri 3 laki-laki dan perempuan diganti dengan peserta MAD Sosialisasi perwakilan yang kepala desa, Ketua LKMD dan BPD, tokoh perempuan, tokoh keluarga miskin dan tokoh masyarakat. Undangan yang diberlakukan dalam MUSDES yang dihadiri kepala keluarga yang diundang Ketua RT diganti dengan peserta kelu arga miskin di wilayah masing-masing (contoh kriteria keluarga miskin adalah keluarga yang menerima raskin/keluarga miskin menurut warga setempat). Prinsip kompetisi sehat diganti fokus peserta kompetitornya, dari seluruh desa yang ada dikecamatan diganti dengan desa-desa miskin yang telah dipilih menurut kriteria kemiskinan di daerah masing-masing. Dengan menentukan terlebih dahulu keluarga miskin dan desa miskin. Dengan menggunakan data yang telah survey sebelumnya. Penentuan jenis kegiatan melalui open menu tidak ada lagi arahan pembatasan, melainkan ketentuan jenis kegiatan berdasarkan kebutuhan warga bukan kepentingan pembawa program. Target program ditentukan dengan memperhitungkan waktu dengan lokasi dimana keluarga miskin tinggal. Penentuan waktu yang telah ditentukan oleh pihak pemerintah melalui pihak swasta mendorong pelaksanaan tidak maksimal. Melaksanakan prinsip keterbukaan dan akutanbilitas untuk memberikan pelajaran dalam proses pemberdayaan. Tidak hanya dibuat papan informasi, tetapi pelaku PPK memberikan contoh penggunaan informasi sesuai dengan manfaatnya. 135 Pihak-p ihak yang terlibat dalam program selain para pelaku PPK dan keluarga miskin, seperti bank dan lembaga-lembaga keuangan di desa sampai pada tingkat kabupaten, dapat dioptimalkan dalam upaya pemberdayaan. Hal ini sesuai dengan prinsip pemberdayaan yang memanfaatkan partipasi untuk menciptakan peluang dan transfer kekuasaan. Target dan waktu pelaksanaan di sesuaikan dengan kondisi wilayah dan karakteristik keluarga miskin. Sehingga tidak lagi ada penyeragaman dan ketergesa-gesaan dalam pelaksanaannya. Hal lebih memberikan peluang kepada keluarga miskin dapat mengakses program dalam kegiatan pengentasan kemiskinan di wilayahnya. BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Berdasarkan hasil penelitian pemberdayaan keluarga miskin dalam Program Pengembangan Kecamatan (PPK) perspektif pekerjaan sosial, penulis membagi dua bagian pokok yaitu kesimpulan dan rekomendasi kebijakan. Pada bagian pertama berisi rangkuman analisa hasil penelitian. Bagian kedua berisi saran sebagai acuan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras umumnya dan khususnya Desa Sialang Indah. 8.1.Kesimpulan PPK masih melakukan pembatasan open menu bantuan dan waktu menjadi kurang partisipatif. Menu bantuan yang terdiri dari kegiatan ekonomi, pendidikan dan pembangunan sarana fisik tidak dijalankan. PPK Pangkalan Kuras mengarahkan pembangunan sarana fisik berupa jalan, jembatan dan gedung sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh prinsip kompetisi sehat dari PPK. Di mana prinsip tidak dapat mengakomodir kegiatan ekonomi seperti yang telah diusulkan oleh Desa Kemang dan Desa Sorek Dua. PPK kurang didukung oleh peraturan -peraturan yang partisipatif. Peraturan yang ada cenderung membatasi ruang peran keluarga miskin dalam kegiatan PPK. Sehingga peraturan menghambat partisipasi masyarakat khususnya keluarga miskin. Akibatnya, program pemberdayaan yang dikembangkan melalui program PPK belum berhasil seperti yang diharapkan pada tujuan utama program. Berdasarkan hasil penelitian pada saat ini, ada perencanaan program yang dilakukan kurang partisipatif karena masih meninggalkan salah satu kekuatan yang ada di masyarakat (keluarga miskin tidak dilibatkan secara khusus). Hal ini disebabkan oleh peraturan dalam pelaksanaan Musyawarah Antar Desa (MAD), Musyawarah Desa (MUSDES) dan Penggalian Gagasan PPK. Keluarga miskin belum terlibat dalam kegiatan secara optimal dikarenakan undangan dan peraturan 137 telah ditentukan program. Peraturan tersebut membatasi partisipasi keluarga miskin. Upaya peningkatan partisipasi dalam kegiatan PPK diperlukan perubahan dalam PTO tentang syarat peserta, penentuan kategori keluarga miskin dan desa miskin. Inti peraturan dalam pelaksanaan proses pemberdayaan sebaiknya melibatkan keluarga miskin dalam setiap kegiatan PPK; memberikan ruang kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi agar bisa setara dengan kesempatan yang diperoleh kalangan elit desa. Kecamatan sebagai pengendali kegiatan terlalu jauh (sebagai pusat dan fokus lokasi bantuan), sehingga memakan banyak biaya untuk mencapai tingkatan partisipasi masyarakat khususnya keluarga miskin dalam keterlibatannya di PPK. Kompetisi sehat yang dikembangkan pada PPK memarjinalkan keluarga miskin. Prinsip tersebut memberikan peluang kepada desa yang dapat memberikan argumen logis hasil yang ingin dicapai dari rencana pembangunan desa. Secara tidak langsung, kompetisi mengajak kepada pendukungnya untuk melakukan kegiatan fisik agar hasil pembangunannya dapat disaksikan. Sehingga menutup keinginan-keinginan keluarga miskin yang dianggap tidak rasional. Misalnya kegiatan ekonomi dalam bentuk simpan pinjam tidak dapat dilaksanakan karena dikhawatirkan macet dan program tidak berlanjut. Hasil pemberdayaan PPK melalui pembangunan sarana fisik belum memenuhi kebutuhan keluaga miskin. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi antar desa menyebabkan desa yang telah mampu ban berpengalaman akan mempunyai peluang mendapatkan bantuan terus menerus. Dan jika pola pemberdayaan di legal pada setiap desa akan menghambat partisipasi dan memberikan ruang kesenjangan desa yang maju semakin maju dan desa terbelakang akan semakin miskin. Misalnya penduduk Desa Sialang Indah semakin berpeluang menyekolahkan anakny a ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan penduduk Desa Palas tertinggal karena tidak mampu menyekolahkan anaknya. Proses transfer kekuasaan dalam PPK belum terjad i. Hal ini dikarenakan PPK kurang memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin sec ara 138 jelas. Kekuasaan tersebut antara lain dalam mengambil keputusan dan merencanakan program kegiatan yang akan didanai oleh PPK. Prinsip desentralisasi tidak terwujud karena keputusan-keputusan dalam MAD dan MUSDES banyak di pengaruhi oleh Fasilitator Kecamatan (FK). FK memberikan arahan yang mempersempit kreasi para peserta musyawarah antara lain: usulan desa yang didanai PPK. Kegiatan memberdayakan masyarakat (keluarga miskin) sebaiknya bekerjasama dengan masyarakat (keluarga miskin ), sehingga dapat dikatakan pemberdayaan melihat kepada tujuan utamanya. Bantuan PPK belum berhasil meningkatkan terjadi perbaikan kualitas kehidupan keluarga miskin, hal ini didasarkan manfaat dan dampak program lebih dirasakan oleh keluarga yang telah mampu mengakses setiap kesempatan yang ada di desa itu. PPK kurang memberikan peluang keluarga yang mampu untuk mengembangkan diri dan menimbulkan kesenjangan semakin lebar antara keluarga kaya dan keluarga miskin. Terjadinya inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan menjadikan program ini kurang efektif (seperti telah diuraikan pada BAB I dan BAB VI). Tujuan dan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan berlawanan , sehingga mengakibatkan tujuan program belum tercapai. Keberhasilan program secara fisik tidak dapat diikuti tercapainya tujuan utama yaitu memberdayakan keluarga miskin baik dalam partisipasi (meraih peluang dan kesempatan); penguatan kapasitas keluarga miskin untuk ikut mengelola kegiatan (bukan hanya sebagai obyek dan pekerja kasar tetapi juga ikut mengambil keputusan dan menduduki status dan melaksanakan peranan penting dalam kegiatan). Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin memerlukan waktu yang disesuaikan dengan kondisi desa baik geografi, kependudukan dan potensi serta kelemahan suatu desa. Kondisi geografi yang sulit dijangkau khususnya pada musim penghujan dan kesulitan transportasi serta faktor keamanan menjadi pertimbangan dalam penyusunan program. Oleh karena itu, pemberdayaan keluarga miskin di wilayah kecamatan dengan target dan waktu yang terlalu mendesak sebaiknya dipertimbangkan mendapatkan prioritas bantuan. dengan kondisi desa-desa yang 139 8.2.Rekomendasi Kebijakan 8.2.1. Pelaku PPK Pelaku PPK mulai mempertimbangkan kembali adanya pembatasan yang ada dalam prinsip partisipasi dan kompetisi sehat. Peraturan yang membatasi partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan PPK diganti dengan peraturan yang memberikan peluang kepada desa miskin dalam proses pemberdayaan keluarga miskin. Pengelompokan kategori desa miskin dan keluarga miskin dengan dilaksanakan survey terlebih dahulu yang selama ini tidak dilakukan. Hal ini perlu diperhatikan karena dalam PPK tidak melakukan survey terlebih dahulu, dan dalam menyusun perencanaan program kegiatan didasarkan asumsi dan kepentingan pemerintah. Pelaku PPK perlu memperhatikan undangan dan kehadiran bagi keluarga miskin dalam setiap kegiatan MAD, MUSDES dan Penggalian Gagasan serta kegiatan lainnya di luar PPK. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui keragaman kebutuhan, keinginan, dan kepentingan yang lebih luas termasuk kepentingan keluarga miskin. PPK dalam memberikan bantuan sebaiknya dikonsentrasikan pada kebutuhan keluarga miskin. Program bantuan yang diberikan kepada keluarga miskin bertujuan agar sesuai dengan prinsip partisipasi penuh dari mulai perencanaan hingga evaluasi program. Program membangun kesejahteraan sosial di pedesaan perlu diperhatikan peran keluarga miskin dalam keterlibatannya pada kegiatan pengambilan keputusan, peningkatan kekuasaan dan pelaksanaan program pemberdayaan yang efektif. Peningkatan peluang dan kesempatan pengembangan diri keluarga miskin dalam pelibatan kegiatan melalui pelibatan setiap kegiatan, perwakilan dalam MAD menghadirkan tokoh keluarga miskin, tidak hanya tokoh masyarakat. Untuk memperoleh data yang akurat tentang kebutuhan keluarga miskin, PPK mengadakan pertemuan khusus dengan keluarga miskin. Pertemuan diharapkan dapat memunculkan beragam ide, peran dan keputusan yang keluarga 140 miskin. Kebutuhan yang telah diputuskan atas usulan keluaga miskin dapat digunakan dalam menyusun rancangan program pemberdayaan. 8.2.2. Pemerintah Pemerintah perlu melakukan perubahan secara nyata pembangunan pendekatan dengan model bottom up melalui penekanan pada pelembagaan sosial dalam masyarakat. Model ini yang memerlukan inisiatif dan gagasan dari masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan pemerintah. Pemerintah membangun sistem otonomi daerah dengan cara memberikan peluang dan kekuasaan kepada masyarakat daerah dalam membangunan daerahnya agar lebih efektif dan efisien. Pembangunan dengan sistem proyek seperti pembatasan waktu dan program yang direncanakan dari atas sebaiknya mulai dirubah dengan cara memperpanjang waktu sosialisasi dan pelaksanaan untuk dapat mencapai pelembagaan sosial dalam masyarakat. Program anti kemiskinan pedesaan di masing-masing departemen/dinas dapat dilakukan dengan cara kerjasama lintas sektoral. Kegiatan dilakukan membuat model penanganan kemiskinan terpadu di desa yang telah ditentukan. Masing-masing instansi yang mempunyai kegiatan dalam penanganan kemiskinan tidak mengambil kegiatan spesifikasi yang sama, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan. 8.2.3. Keluarga Miskin Keluarga miskin menciptakan pertemuan-pertemuan keluarga miskin dalam rangka memperoleh peluang dan kekuasaan agar keluarga miskin mampu bekerja dan menyusun rencana kegiatannya. Keluarga miskin membiasakan diri untuk melakukan kegiatan dengan melakukan musyawarah dengan peserta khusus keluarga miskin. Selanjutnya, hasil keputusan musyawarah keluarga miskin disampaikan pada musyawarah yang lebih besar (seperti musyawarah desa). Keluarga miskin dalam menyusun perencanaan kegiatan (membuat peta sosial kebutuhan desa dan keluarga miskin) dilakukan dengan cara berlatih. Untuk 141 mendukung usaha ini pihak luar memberikan kesempatan kepada keluarga miskin untuk melaksanakan hal tersebut. Kegiatan menyusun program tersebut tetap dilakukan meskipun tidak ada bantuan dari pemerintah maupun pihak luar. 8.2.4. Pekerja Sosial Pekerja sosial dalam melaksanakan praktek pekerjaan sosial di masyarakat, perlu meningkatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu pekerjaan sosial yang baru. Agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan relevan dengan upaya pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Para praktisi bersikap dinamis dalam melaksanakan tu gas, agar tidak terjebak dalam kesulitan bisa menghambat dalam membantu keluarga miskin dalam keterlibatannya pada proses pemberdayaan. Untuk dapat bersikap dinamis, pekerja sosial memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas tentang perkembangan masyarakat dari waktu ke waktu. Pekerja sosial perlu memperhatikan potensi dan keunikan lokal dengan tanpa mengabaikan kepentingan dan masyarakat yang lebih luas. Pemahaman ini didasarkan atas adanya pengalaman bahwa para pekerja sosial sering mengabaikan potensi dan keunikan keluarga miskin serta memecahkan semua persoalan dengan program yang sama. Para pekerja sosial bekerja dengan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang masyarakat lokal. Selain itu, pekerja sosial memperhatikan dinamika kebutuhan masyarakat. Lembaga Pendidikan Pekerjaan Sosial seperti Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia dan Univesitas Islam Negeri lebih memfokuskan pada literatur pekerjaan sosial. Lembaga pendidikan dalam menyusun kurikulum lebih diarahkan pada integrasi ilmu yang memadai. Untuk memperoleh hal tersebut lembaga pendidikan bekerja sama dengan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) dan Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI). Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada klien (termasuk keluarga miskin), lembaga pelayanan sosial mempekerjakan sarjana pekerjaan sosial. 142 Selain itu, konsistensi lembaga terhadap fungsi dan tugas pelayanan, serta mengadakan komunikasi dengan lembaga pelayanan sosial lainnya. Lembaga pelayanan sosial ini memperbaiki kinerja menejemen pelayanan dengan menggunakan parameter administrasi pekerjaan sosial. Hal ini, tidak hanya membedakan lembaga pelayanan publik lainnya, tetapi untuk menuju professional kerja. Selain itu, lembaga pelayanan ini bisa dijadikan model pelayanan bagi keluarga miskin yang memerlukan bantuan. DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. __________________. 2002. Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE. UI. Adimihardja, Kusnaka. Harry Hikmat. 2004. Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora. Agusta, Ivanovich. 2004. Jejak-Jejak Kesejahteraan: Evaluasi Manfaat Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal. PT. Blantickindo Aneka. _______________. 2001. Evaluasi Pembangunan Desa Melalui Jaringan dalam Kecamatan. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor ______________. 2000. Asumsi-Asumsi Program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Indonesia. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. ______________. 1998. Cara Mudah Menggunakan Metode Kualitatif pada Sosiologi Pedeaan. Bogor: Laboratorium Sosiologi, Antropologi, dan Kependudukan Fakultas Pertanian IPB. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau. 2004. Baharsyah, Justika. 1999. Menuju Masyarakat yang Berketahanan Sosial Pelajaran dari Krisis. Departemen Sosial RI. Jakarta. Barker Robert L. 1987. The Social Work Dictionary. Silver Spring Maryland: NASW. Baswir, Revrisond dkk., 2003, Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Elsam, Jakarta. Cendikia, Ilham. 2002. Metode Fasilitasi Pembuatan Keputusan Partisipasi. Jakarta: Pattiro. Centre for Human Rights. 1994. Human Rights and Social Work. New York and Geneva: United Nation. 144 Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Masyarakat Desa. Penerjemah: Pepe Sudrajat. Jakarta: LP3ES. Chambers, Robert. 1983. Rural Development Putting the Last First. Published by Longman Inc. Chandra, Eka. Dkk. 2003. Membangun Forum Warga: Implementasi Partisipasi dan Penguatan Masyarakat Sipil. Bandung: Yayasan AKATIGA. Coleman, James. 1988. Social Capital in the Creation of human Capital. American journal of Sosiology 94 (supplement) Dasgupta, Partha. Ismail Serageldin. 2000. Social Capital. A Multifaceted Perspectiive. Washington, D.C.: The World Bank. Departemen Dalam Negeri RI. 2005. Petunjuk Teknis Operasional PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. __________________________. 2002a. Forum-forum Musyawarah PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. __________________________. 2002b. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. __________________________. 2002c. Tugas dan Tanggung Jawab Pelaku PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. __________________________. 2002d. UPK, Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. Dharmawan, A.H. 2000. Poverty, Powerlessness and Poor People Empowerment: A Conceptual Analysis with Special Reference to the Case of Indonesia. Paper presented in the workshop on Rural Institutional Empower ment held in the Indonesian Consulate General of Republic of Indonesia in Frankfurt am Main Germany. August 26t h 2000. Djohani, Rianingsih. 1996. Buku Acuan Penerapan PRA: Berbuat Bersama Berperan Setara. Bandung: Studio Driya Media. DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley (1992), Social Work: An Empowering Profession, Boston: Allyn and Bacon Fakih, Mansour. 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press bekerja sama dengan Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI) 145 Fear, F.A and Schwarzweller, H.K. 1985. Introduction: Rural Sociology, Community and Community Development. In Fear, F.A. and Schwarzweller, H.K (eds). 1985. Research in Rural Sociology and Development, Focus on Community. Greenwich and London: JAI. Gabriel, T. 1991. The Human Factor in Rural Development. London. And New York. Belhaven Press. Hardiman, Margaret and James Midgley. 1992. The Social Dimensions of development Jhon Willey dan Sons Ltd, New York. Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives Vision, Analysis And Practis. Melbourne: Longman. Iskandar, Jusman. 1993. Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarat. Seri Praktek Pekerjaan Sosial Dalam Pembangunan Masyarakat. Bandung: Penerbit Kopma STKS Bandung. Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Laporan Bulanan Desember. 2001, Program Pengembangan Kecamatan Fase I Tahun Ke II, Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya Laporan Bulanan Ke II. Mei 2000, Program Pengembangan Kecamatan Fase I Tahun Ke II. Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya Levy Charles S. 1992. Social Work Ethics on The Line. New York: The Haworth Press, Inc. Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Dan Upaya-Upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Penerjemah: Nalle. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moellono, Ilya. 1996. Kebijakan Dan Strategi Menerapkan Metode PRA Dalam Pengembangan Program. Bandung: Studio Driya Media. Mubyarto. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Laporan Kaji Tindak Program IDT. Yogyakarta: Aditya Media. Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPEE. 146 Muhidin, Syarif. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: KOPMA STKS Bandung. Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mustafa, Hasan. 2003. Perspektif dalam Psikologi Sosial. Bahan Mata Kuliah Psikologi Sosial pada Program Studi Administrasi Negara Fisip Unpar. Universitas Parahiyangan. Bandung. Narayan, Deepa. Lant Pritchet. 2000. Social Capital: Evidence and Implications. World Bank. Ndraha, Tahziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Owen, John M. 1999. Program Evaluation: Forms and Approaches 2nd edition. Australia: Allen & Unwin. Pambudy, Rachmat. Adhi, Andriyono Kilat. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda Bogor. Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez. 1994. The Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California. Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory, Second Edition. Macmillan Press Ltd. London. Pillari, Vimala. 1998. Human Behavior In The Social Environment. The Developing Person In Holistic Context. Kansas Newman College. Brooks/Cole Publishing Company A Division Of International Thomson Publisihing Company. Poedjawiyatna. 1990. Etika, Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta. Rozaki, Abdur dkk. 2004. Memperkuat Kapasitas Desa dalam Membangun Ekonomi. Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta. Rusli, Said. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta. Sahidu, Arifudin. 1998. Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Saragi, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Masyarakat Desa: Alternatif Pemberdayaan Desa. Jakarta: CV. Cipuruy. 147 Sarah Banks. 1995. Ethics and Values in Social Work. England: Macmilland. Sayogyo, Pudjiwati Sayogyo. 2002. Jilid 2. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. _______________________. 2001. Jilid 1. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Siporin Max. 1975. Introduction to Social Work Practice. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Soelaiman, Holil. 2005. Filsafat dan Etika Pekerjaan Sosial dan Hak Asasi Manusia (Bahan Perkuliahan Pascasarjana STKS). Bandung. Soetarso. 1993. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: KOPMA STKS Bandung. Stephen K. Sanderson. 2000. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sukoco, Dwi Heru. 1993. Profesi Pekerjaan Pertolongannya. Bandung: KOPMA STKS Sosial dan Proses Suharto, Edi. 2005a. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Penerbit C.V. Alfabeta Bandung ___________. 2005b. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Pendekatan Holistik dalam Pekerjaan Sosial. STKS Press. Bandung ___________. 2004. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial. Jakarta: BALATBANGSOS DEPSOS RI. ___________. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Spektrum Pemikiran. LSP STKS Bandung. Penerbit: Mitra Anda. Bandung Suhendra, K. 1995. Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial di Indonesia. Bandung: STKS Bandung Sutomo, Sumengen. Harry Hikmat. Tumpal Saragi. 2003. Modul Pelatihan dan Pedoman Praktis: Perencanaan Partisipatif Tim Penyusun. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian: Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB P ress. Usman, Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 148 Verhagen. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena Pariwara. Jakarta. Wilkinson, KP. 1970. The Community as a Social Field. Social Force, Vol 48/3. Pp. 311-322. Worldbank. 2001. What is Social Capital dalam http://www. Worldbank.org/poverty/scapital/whatsc.htm tanggal 5/22/01. Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi Mudzakir. Ed. Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaja. Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.