BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberitaan mengenai kekerasan di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan publik maupun di dalam rumah tangga. Kekerasan dapat terjadi pada siapa saja baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak. Dengan semakin terbukanya saluran informasi dan komunikasi, maka akses masyarakat terhadap informasi tentang berbagai bentuk tindak kekerasan diberbagai tempat semakin terbuka. Saat ini tindak kekerasan yang sedang menjadi perhatian publik adalah kekerasan terhadap anak dalam lingkungan pendidikan. Di Indonesia sendiri pemberitaan mengenai kekerasan terutama kekerasan seksual terhadap anak sudah mencapai tahap yang sangat meresahkan, hal ini terlihat dengan seringnya pemberitaan mengenai kasus ini muncul di media cetak maupun elektronik. Pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan telah menyulut kemarahan publik. Lingkungan pendidikan yang dipercayakan untuk dapat mendidik dan menjaga anak-anak menjadi tercoreng setelah ditemukannya kasus kekerasan terhadap anak ini. Para orangtua menaruh kepercayaan mereka pada para pendidik untuk dapat memberikan pengaruh positif pada anak mereka, pengaruh positif ini tidak hanya terbatas pada kemajuan secara 1 2 akademis saja, namun juga karakter, mental dan perkembangan anak. Namun pada kenyataanya masih saja terdapat pihak yang memanfaatkan kepercayaan ini untuk berbuat buruk pada anak-anak di dalam lingkungan sekolah. Pada tahun 1999, kosultasi WHO pada Pencegahan Kekerasan Anak mendefinisikan, kekerasan atau perlakuan buruk terhadap anak merupakan segala bentuk kekerasan fisik dan/atau emosional, kekerasan seksual, penelantaran, dan eksploitasi, yang mengakibatkan menjadi buruknya perkembangan anak. Dalam definisi tersebut, kekerasan anak dapat di bagi menjadi empat bentuk, yaitu kekerasan fisik (Pshysical Abuse), kekerasan emosional (Emotional Abuse), kekerasan seksual (Sexual Abuse) dan penelantaran atau pengabaian (Neglect). Segala bentuk kekerasan terhadap anak jelas melanggar hukum, serta berbagai bentuk kekerasan ini pada akhirnya akan berpengaruh buruk bagi kesehatan dan perkembangan anak nantinya. Konsekuensi buruk yang akan mempengaruhi anak berbeda-beda berdasarkan pada seberapa parah tindak kekerasan yang dialaminya. Dampak jangka panjang maupun pendek tentu saja dapat menghancurkan perkembangan anak kedepannya. Dalam kasus kekerasan yang berkepanjangan, termasuk menyaksikan kekerasan, dapat mengakibatkan rasa gelisah atau takut yang berkepanjangan, dapat juga memperburuk kekebalan tubuh anak, cedera pada bagian tubuh, penyakit dan masalah sosial, seperti perilaku agresif, depresi, dan gangguan daya ingat pada anak. Kasus kekerasan sendiri sebenarnya telah menjadi masalah sosial tidak hanya di negara berkembang saja, di negara maju pun kasus kekerasan terhadap anak seperti 3 ini masih sering terjadi, serta kasus kekerasan ini dapat terjadi dalam masyarakat kelas bawah maupun masyarakat kelas atas. Salah satu negara maju dengan budaya Hallyu yang menyebar ke berbagai belahan dunia, yaitu negara Korea, kasus kekerasan pada anak masih saja terjadi. Dengan berkembangnya kemampuan masyarakat dalam menciptakan karya sastra saat ini, sudah banyak karya sastra modern yang menampilkan tema kekerasan khususnya kekerasan terhadap anak dalam meciptakan karya sastra mereka. Salah satu contoh karya sastra yang mengangkat tema kekerasan terhadap anak adalah film. Film merupakan ciptaan dari pemikiran dan imajinasi yang didalamnya dapat menjadi sebuah kritik, pengungkapan kebenaran dan juga menyampaikan sebuah pesan. Salah satu film yang mengangkat tema kekerasan terhadap anak adalah film Dogani (도가니) atau Silenced. Film Korea Selatan ini merupakan film yang diadaptasi dari novel dengan judul sama yaitu, Dogani (도가니) karya Gong Ji-young. Penulisan dalam novel tersebut juga terinspirasi oleh kejadian nyata kekerasan terhadap anak di sebuah sekolah luar biasa Inhwa di Gwangju, Korea Selatan. Film yang dirilis pada tahun 2011 dan disutradai oleh Hwang Dong-hyuk ini berhasil menjadi Box Office di negara asalnya dengan total pendapatan US$30,723,856 (http://en.wikipedia.org). Melalui film Dogani (도가니) dapat terlihat gambaran visual seperti emosi, gerakan, serta akibat yang ditimbulkan dari kekerasan, sehingga dapat mendukung penelitian ini. 4 Film ini mengisahkan tentang perjuangan seorang pengajar yang baru diangkat menjadi guru di sebuah sekolah luar biasa untuk mendapatkan keadilan atas kejahatan yang didapatkan oleh ketiga muridnya yang tuna rungu dan wicara, yang mana pelaku dari tindak kekerasan tersebut adalah staf di sekolah tersebut dan kepala sekolah. Film ini berhasil menarik lebih dari 4 juta penonton di Korea Selatan, dan kemunculan film ini menyulut kemarahan masyarakat Korea Selatan terhadap kasus kekerasan terhadap anak dan memaksa para penegak hukum di Korea Selatan untuk membuka kembali kasus tersebut. Kemunculan film ini juga membuat pemerintah Korea Selatan merevisi Undang-Undang Kejahatan Seksual, yang disebut dengan “UU Dogani”. Film Dogani (도가니) ini menarik untuk diteliti karena film ini mengangkat tema kekerasan terhadap anak dalam lingkungan pendidikan, yang mana seharusnya lingkungan pendidikan menjadi tempat yang aman bagi anak-anak dalam kegiatan belajar atau mencari ilmu. Kekerasan yang menjadi tema film ini juga merupakan cerita yang diadaptasi dari sebuah novel dengan judul sama dan penulisan novel tersebut terinspirasi dari kejadian nyata. Dengan meniliti film ini maka dapat diketahui bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak yang mungkin terjadi di dalam kehidupan nyata. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah 5 1. Bagaimanakah bentuk kekerasan terhadap anak di Korea? 2. Bagaimanakah bentuk kekerasan terhadap anak dalam film Dogani (도가니)? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, a) Mendeskripsikan bentuk kekerasan terhadap anak di Korea. b) Mendeskripsikan bentuk representasi kekerasan terhadap anak dalam film Dogani (도가니). 1.4 Tinjauan Pusataka Tinjauan pustaka pada penelitian ini menggunakan referensi berupa skripsi yaitu, skripsi yang berjudul “Representasi Modernisasi di Korea: Kajian Sosiologi Sastra dalam Film “The Way Home””, yang ditulis oleh Nyoman Mirah Trinipastika, jurusan Bahasa Korea. Dalam penelitian tersebut dijelaskan mengenai kehidupan modern yang berbentuk fisik maupun non-fisik dalam masyarakat Korea yang tercermin dalam film “The Way Home” . Skripsi berjudul “Realita Masyarakat Korea Pada Masa Penjajahan Jepang Dalam Antologi Puisi Buat Rakyat Indonesia: Pendekatan Sosiologi Sastra”, yang ditulis oleh Norwegia Sinaga, jurusan Bahasa Korea. Dalam penelitian tersebut 6 dijelaskan mengenai realita sosial pada masa penjajahan Jepang di Korea yang tercermin dalam puisi karya Park In Hwa (박인화). Kedua penelitian di atas menggunakan puisi dan film yang berjudul “The Way Home” sebagai objek penelitiannya, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan film berjudul Dogani (도가니) sebagai objek penelitian, teori dalam penelitian ini tidak jauh berbeda, sehingga penelitian di atas dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan di kalangan akademik, maupun masyarakat dalam pengaplikasian teori sosiologi sastra melalui film Korea. Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan para pembaca akan bentuk representasi kekerasan terhadap anak yang terdapat pada film Dogani (도가니). 1.6 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah soisiologi sastra. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat oleh status 7 sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial (Damono, 1984:1), sehingga Karya sastra berfungsi untuk menginvestasikan sejumlah besar kejadiankejadian yang telah dikerangkakan dalam pola-pola kreativitas dan imajinasi. Pada dasarnya seluruh kejadian dalam karya satra merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Nyoman, 2003:35), dan sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya (Suwardi 2003:78). Dalam pandangan Wolff (Faruk via Suwardi 2003:77) sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat. Dalam bukunya yang berjudul The Sociology of Litterature, Swingewood (1972), mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial (via Faruk. 2003:1). Pandangan yang sangat populer dalam studi sosiologi satra adalah pendekatan cermin. Melalui pendekatan ini, karya satra dimungkinkan menjadi cermin pada jamannya (Endaswara, 2003:88). Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. George Lukacs (Endaswara, 2003:89), 8 mempergunakan “cermin” sebagai ciri khas dalam keseluruhan karya. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah “proses yang hidup”. Sastra tidak mencerminkan realitas seperti fotografi, melainkan lebih sebagai bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Meskipun realita sosial yang benar ada dalam masyarakat tidak secara mentahmentah dipindahkan ke dalam sebuah karya sastra. Sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra bukan sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis (Endaswara, 2003:78). Karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradadaban yang telah menghasilkan. Ia harus, dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya satra itu sendiri merupakan obyek kultural yang rumit. Bagaimanapun, karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri (Grebstein via Damono, 1984:4). 1.7 Metode Penelitian Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah film Dogani (도가니) atau Silenced. Representasi kekerasan terhadap anak yang terdapat di dalam 9 film tersebut akan menjadi objek dalam penelitian ini. Sehingga tahap-tahap yang diperlukan adalah metode pengumpulan data, metode analisis data dan tahap-tahap penelitian. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diawali dengan menonton film Dogani (도가니), lalu memahami dan menerjemahkan dialog untuk dapat mempermudah analisis. Data-data yang berkaitan dengan film ini didapatkan secara online. Serta mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak untuk mempermudah proses analisis. 1.7.2 Metode Analisis Data Kekerasan terhadap anak pada penelitian ini diteliti menggunakan kajian sosiologi sastra. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan adegan dan dialog yang menunjukkan kekerasan, dialog selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bantuan kamus buku dan kamus online. Potongan adegan serta dialog yang telah diterjemahkan akan di masukan ke dalam kelompok dari bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak. Proses analisis dilakukan dengan menjelaskan setiap potongan adegan serta kutipan percakapan. Kemudian dilakukan penelitian dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Untuk dapat menunjang proses analisis maka metode kepustakaan dilakukan pada penelitian ini. Buku, karya tulis dan data dari 10 internet yang berhubungan dengan film serta kekerasan terhadap anak dijadikan referensi dalam penelitian ini. Berikut ini adalah bagan yang menjelaskan skema analisis, bagan diurutkan dari langkah yang dikerjakan, Menonton Film Menentukan potongan gambar serta dialog yang menunjukkan kekerasan terhadap anak Menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia Mengklasifikasi data ke dalam bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak Mendiskripsikan kekerasan terhadap anak di Korea Mendiskripsikan bentuk kekerasan terhadap anak di dalam film Bagan 1. Skema Analisis Data 1.7.3 Tahap-tahap Penelitian a. Menentukan objek material b. Menentukan Sampel 11 c. Klasifikasi data untuk menentukan sampel d. Membaca dan memahami e. Mencari sumber lain yang berkaitan dengan objek material dan objek formal f. Melakukan analisis data g. Menarik kesimpulan dan menyusun 1.8 Sistematika Penyajian Penulisan ini akan disajikan dalam empat bab, Bab pertama adalah pendahuluan, berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian, landasan teori, dan metode penelitian serta sistematika penyajian. Bab kedua menjelaskan mengenai bentuk-bentuk dari kekerasan terhadap anak, kasus kekerasan terhadap anak di Korea Selatan serta kesulitan yang dihadapi dalam menemukan kasus tersebut, dan terakhir adalah kekerasan terhadap anak di sekolah luar biasa Inhwa yang menjadi inspirasi film Dogani (도가니). Bab ketiga adalah bab yang berisi analisis dari bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak yang muncul dalam film Dogani (도가니), kekerasan fisik yang terbagi menjadi kekerasan fisik di lingkungan sekolah dan lingkungan asrama, kekerasan seksual yang terbagi menjadi kekerasan seksual pada murid perempuan dan murid laki-laki, kekerasan emosional dan terkahir penelantara. Kemudian Bab 12 keempat adalah penutup, menjelaskan tentang simpulan analisis serta saran yang berkaitan dengan analisis yang telah dilakukan.