Geomorfologi gunungapi guntur (Garut, Jawa Barat

advertisement
25
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Letak Geografis
Kompleks G. Guntur terdiri atas beberapa kerucut, yaitu Gunung Masigit
(2249 m) sebagai kerucut tertinggi dan pada bagian tenggara terdapat kerucut
Gunung Parukuyan (2135 m), kerucut Gunung Kabuyutan (2048) dan kerucut
Gunung Guntur (1956 m). G. Guntur lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan
sebutan G. Gede. G. Guntur merupakan gunungapi tipe Strato yang terletak pada
07° 08' 30''LS dan 107° 20'BT dengan ketinggian 2.249 m dpl dan secara
administratif terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Garut, Jawa Barat
(Gambar 8). Menurut Volcanological Survey of Indonesia (VSI), G. Guntur
dikelaskan ke dalam Gunungapi tipe A yaitu gunungapi tercatat pernah
mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah 1600. Secara
keruangan batas-batas wilayah penelitian, yaitu : sebelah utara berbatasan dengan
Desa Leles, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuresmi, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Tarogong, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Samarang.
Gunungapi Guntur (G. Guntur) merupakan salah satu tubuh gunungapi
yang terletak di sekitar kompleks pegunungan vulkanik, yaitu kompleks
pegunungan Leles dan Pegunungan Garut bersambungan dengan deretan
pegunungan lain yang terdiri dari Gunung Kunci, Kawah Kamojang, Gunung
Sanggar, Gunung Rakutak dan diakhiri dengan kompleks Gunungapi Papandayan.
Permukiman di sekitar G. Guntur pada umumnya berada pada ketinggian 600
– 1000 m dpl, dimana sebagian besar terpusat di kaki gunung bagian tenggara dan
selatan sedangkan sebagian kecil tersebar di kaki gunung bagian timur dan utara.
4.2. Topografi
Topografi suatu daerah menunjukkan bagaimana bentuk daerah tersebut,
termasuk perbedaan kecuraman lereng. Berdasarkan analisis peta Rupabumi
Indonesia skala 1 : 25.000 untuk lembar Samarang dan data DEM (digital
elevation model), daerah penelitian memiliki topografi yang bervariasi dari datar
hingga bergunung, dengan bentuklahan (landform) perbukitan, kerucut vulkanik,
aliran lava,
26
Gambar 8. Lokasi Penelitian
27
Gambar 9. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Garut
28
Gambar 10. Peta Elevasi Kabupaten Garut
29
dan dataran piroklastik. Peta kelas kemiringan lereng berdasarkan Peta Sistem
Lahan RePPProt tahun 1989 disajikan pada Gambar 9.
Secara umum, daerah penelitian didominasi oleh lereng yang sangat curam
yaitu lebih dari 40%, daerah ini tersebar hampir diseluruh bagian selatan
Kabupaten Garut. Sedangkan daerah datar yaitu < 2% terletak di bagian tengah
dan daerah pesisir yang agak landai didominasi oleh kelas lereng 9-15%. Relief
dan elevasi juga merupakan faktor penting dalam menggambarkan bentuk
permukaan bumi. Peta Elevasi Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 10.
Secara umum daerah penelitian didominasi oleh daerah dengan ketinggian lebih
dari 300 m. Dibagian selatan didominasi oleh daerah dengan ketinggian 11-50 m
dan 51-300 m.
4.3. Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik
dalam modifikasi bentuk muka bumi atau bentanglahan (landscape). Iklim dapat
mempengaruhi tingkat pelapukan batuan khususnya batuan vulkanik hasil letusan
gunungapi. Unsur-unsur iklim yang berpengaruh pada proses tersebut antara lain
curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur.
Secara umum wilayah Garut dikategorikan sebagai daerah beriklim tropis
basah (humid tropical climate) karena memiliki tipe iklim Af sampai Am
berdasarkan klasifikasi Koppen. Iklim dan cuaca di daerah Garut dipengaruhi oleh
tiga faktor utama yaitu pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation
pattern), topografi regional yang bergunung dan elevasi. Curah hujan rata-rata
tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan
dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai
3.500 - 4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24°C-27°C
(Pemerintah Kabupaten Garut, 2009). Selama musim hujan, secara tetap bertiup
angin Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian
barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif
tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara. Besarnya curah hujan tahunan
pada stasiun Nariewatie (stasiun klimatologi terdekat dengan G. Guntur) tahun
2004-2008 menunjukkan nilai yang cukup bervariasi (Gambar 11). Stasiun ini
30
terletak pada koordinat geografis sekitar 07° 15' LS dan 108° 00' BT dan
Curah Hujan Tahunan (mm)
berada pada elevasi 295 m, Kabupaten Garut.
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 11. Curah Hujan Tahunan Stasiun Nariewatie Tahun 2004-2008
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa curah hujan tahunan yang jatuh di
sekitar G. Guntur mempunyai curah hujan tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar
3.866 mm dan terendah pada tahun 2006 sebesar 2.228 mm. Untuk curah hujan
Curah Hujan Rata‐rata Bulanan (mm)
rata-rata bulanan yang jatuh di wilayah G. Guntur disajikan pada Gambar 12.
600
500
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
Bulan
Gambar 12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun Nariewatie Tahun 2004-2008
31
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa curah hujan bulanan yang jatuh di wilayah
tersebut relatif tinggi pada musim hujan dan relatif rendah pada musim kemarau.
Sehingga fluktuasi curah hujan bulanan yang jatuh pada musim hujan dan musim
kemarau cukup besar. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober yaitu sebesar 477,76 mm. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan
terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 14,12 mm.
Unsur iklim yang lain seperti temperatur dan kelembaban udara juga
merupakan unsur yang penting dalam proses geomorfik. Temperatur maksimum
pada tahun 2004-2008 rata-rata berkisar 21,92° C pada tahun 2005 dan temperatur
minimum rata-rata berkisar pada suhu 21,25° C pada tahun 2006 dengan
kelembaban udara maksimum sebesar 87,8% dan kelembaban minimum sebesar
86,5%.
4.4. Geologi G. Guntur
Berdasarkan Peta Geologi Gunungapi Guntur, Jawa Barat skala 1 : 25.000
(Gambar 13), tatanan dan urutan batuan penyusun di wilayah G. Guntur di bagian
utara di dominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan atau
erupsi. Erupsi ini berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode
Kuarter (1,81 juta tahun) lalu sehingga menghasilkan material vulkanik baik
berupa breksi, dan tufa yang banyak mengandung kuarsa maupun lahar. Catatn
kejadian erupsi tertua terjadi pada tahun 1690 dan catatan erupsi terakhir terjadi
pada tahun 1847. Deposit yang dihasilkan G. Guntur antara lain aliran lava,
jatuhan piroklastika, aliran piroklastika, longsoran gunungapi, lahar dan alluvial
(Direktorat Vulkanologi Indonesia, 1998).
G. Guntur merupakan gunungapi tipe strato yang terjadi akibat erupsi
campuran sehingga menyebabkan lerengnya berlapis dan terdiri dari bermacammacam batuan antara lain batuan lava basaltis dan andesitis. Hasil erupsi tahun
1847 merupakan aliran lava teratas mengalir kearah selatan dan membentuk
cabang pada bagian ujungnya. Lava ini berkomposisi basaltis (SiO2 51,29%),
porfiritik dengan komposisi mineral
olivine, augit, hipersten, plagioklas dan
magnetit sebagai fenokris dalam masadasar gelas. Bagian permukaan berbongkahbongkah dengan sudut tajam dan bervesikular. Sedangkan hasil erupsi tahun 1840
32
Gambar 13. Peta Geologi G. Guntur
33
mengalir kearah tenggara dan berakhir di daerah Cipanas. Aliran ini membentuk
tanggul pada bagian tepinya dan cekung pada bagian tengahnya. Aliran lava ini
berkompisisi basaltis (SiO2 51,56%), porfiritik dengan olivine, augit, hipersten
plagioklas dan magnetit sebagai fenokris dalam masadasar gelas. Bagian tengah
tampak berbongkah-bongkah dengan sudut tajam dan bervesikular (Direktorat
Vulkanologi Indonesia, 1998). Berdasarkan kandungan SiO2, batuan lava hasil
erupsi 1840 agak mirip dibandingkan dengan lava hasil erupsi tahun 1847. Bagian
selatan G. Guntur didominasi oleh lahar yang terkonsentrasi pada bagian kaki
gunungapi. Lahar ini tersusun atas blok-blok lava andesit dan basaltis, berukuran
kerakal-bongkah, membundar dengan ukuran sedang, tertanam dalam matriks
pasir kasar.
4.1.Geokimia Batuan
Pada penelitian ini akan ditunjukkan analisis geokimia batuan G. Guntur
terkait dengan geomorfologi gunungapi tersebut. Telaah mengenai petrology dan
geokimia pada komplek gunungapi Guntur telah dilakukan oleh penelitian
pendahulu (Purbawinata, 1990). Letusan G. Guntur pada tahun 1840
menghasilkan semburan deposit vulkanik yang mengandung Low-K tholeiites dan
hampir menutupi kawasan sekitarnya. Aliran lava muda mengalir membentuk
lidah panjang yang sempit sepanjang 100 - 500 m. Pada Tabel 5 ditunjukkan
komposisi unsur utama batuan pada G. Guntur.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan silikat pada batuan Low-K
tholeiites sebesar 50,96% sehingga batuan ini termasuk dalam batuan beku
(kandungan 45%-52%) dengan struktur skori (scoria). Struktur skori (Gambar 14)
merupakan salah satu jenis lava atau lapili magmatic berstruktur vesikular
(berongga), tidak berserat, agak berat dan cenderung tenggelam di dalam air.
Skori G. Guntur sebagian besar berwarna cokelat kemerahan yang disebabkan
oleh proses oksidasi. Batuan ini berasal dari magma yang berkomposisi basaltik
(Direktorat Vulkanologi Indonesia, 2010)
33
Tabel 5. Komposisi Kandungan Unsur Mayor pada Batuan (Purbawinata, 1990)
Unsur
oxida wt %
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MnO
MgO
CaO
Na2O
K2O
P2O5
Mg/Mg+Fe2+
FeO
FeOMgO
Jumlah (%)
Unsur
50,96
0,98
19,17
3,49
6,2
0,17
4,99
9,69
2,8
0,44
0,17
58,92
9,69
1,942
Ba
Sr
Pb
Rb/Sr
Y
Th
Unsur
Zr
Nb
Cr
Y
Ni
Cu
Zn
Rb
Ga
Jumlah (%)
121
302
8
0,03
25
1
4
80
2
19
238
9
62
68
10
17
Gambar 14. Batuan Skori (scoria) di G. Guntur (27 September 2010)
4.1. Tanah
Jenis tanah di daerah penelitian diperoleh dari Peta Tanah Sistem Lahan
Garut skala 1 : 250.000 RePPProt tahun 1989. Berdasarkan peta tersebut, terdapat
12 SPT di wilayah Kabupaten Garut yang terbagi kedalam 4 ordo yaitu Inceptisol,
Entisol, Ultisol, dan Alfisol.
34
Inceptisol
Hydrandepts,
terdiri
Eutropepts,
dari
Great
Grup
Humitropepts,
Dystrandepts,
Eutrandepts,
Humitropepts,
Tropaquepts,
dan
Dystropepts. Jenis tanah ini mempunyai solum yang cukup tebal, teksturnya agak
bervariasi yaitu liat berdebu, liat, dan lempung berliat, struktur gumpal bersudut,
sedang konsistensinya adalah gembur sampai teguh. Kandungan bahan organik
umumnya sangat rendah. Reaksi tanah (pH) sekitar 6,0 - 7,5. Kadar unsur hara
yang terkandung umumnya tinggi, tetapi banyak tergantung kepada bahan
induknya. Daya menahan air dan permeabilitasnya sedang. Kepekaan terhadap
erosi adalah sedang hingga besar. Tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik yang
sedang sampai baik dan sifat kimia umumnya baik, sehingga nilai produktivitas
tanah ini sedang sampai tinggi.
Entisol terdiri dari Great Grup Tropopsamments dan Tropoquents. Jenis
tanah dengan Great Grup Tropopsamments terbentuk pada daerah dengan bentuk
fisiografi dataran banjir. Bahan-bahan endapan yang dibawa oleh sungai
kemudian diendapkan dan terakumulasi pada daerah ini. Proses pengendapan
yang berlangsung berulang-ulang menyebabkan tanah yang terbentuk berlapislapis sehingga lapisan tersebut tidak mencirikan suatu horison tertentu. Lapisanlapisan tanah tersebut umumnya lebih bervariasi baik warna maupun distribusi
ukuran butir bahan penyusunnya. Tekstur tanah ini didominasi oleh pasir. Jenis
tanah dengan Great Grup Tropoquents terbentuk dari bahan induk abu dan pasir
vulkan intermedier. Bentuk wilayahnya berombak sampai bergunung. Konsistensi
lepas sampai gembur dan memiliki pH sekitar 6,0 – 7,0.
Ultisols terdiri dari Great Grup Tropudults, Paleudults, dan Tropohumults.
Jenis tanah ini bersifat gembur dan mempunyai perkembangan penampang dan
cenderung tidak teguh, peka terhadap pengikisan. Sedangkan Alfisol terdiri dari
Great Grup Tropoudalfs yang memiliki kejenuhan basa lebih dari 35% pada
kedalaman 1,8 m dari permukaan dan umumnya memiliki selaput liat (Hakim et
al., 1986). Penyebaran tanah-tanah tersebut disajikan pada Gambar 15.
35
26
Gambar 15. Peta Tanah Kabupaten Garut 36
4.5. Penggunaan dan Penutupan Lahan
Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam proses geomorfik. Penggunaaan lahan di Kabupaten Garut bagian utara
digunakan untuk persawahan sedangkan Garut bagian selatan didominasi oleh
penggunaan lahan perkebunan dan hutan. Tipe Penggunaan lahan Kabupaten
Garut tahun 2007 disajikan pada Tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Tipe Penggunaan Lahan Kabupaten Garut Tahun 2007
No
Penggunaan lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sawah
Hutan
Kebun campuran
Tegalan
Perkebunan
Pemukiman
Semak belukar
Pertambangan
Industri
Kolam
Situ/Danau
Penggunaan lahan lainnya
Jumlah
Luas (Ha)
49.455
71.265
15.124
51.146
26.825
39.513
7.005
200
41
1.826
207
2.907
306.519
Proporsi (%)
16,13
23,25
18,31
16,69
8,75
12,89
2,29
0,07
0,01
0,60
0,07
0,95
100,00
Sumber : BPN Kabupaten Garut (2007)
Penggunaan lahan di daerah G. Guntur dan kawasan sekitarnya antara lain
didominasi oleh penambangan, lokasi pemandian air panas, pemukiman, semak
belukar, tegalan, sawah dan hutan (Gambar 16). Penambangan di daerah G.Guntur
berupa penambangan beberapa jenis bahan galian (Gambar 17). Penambangan
dilakukan oleh masyarakat setempat yang dikelola oleh perorangan maupun
beberapa perusahaan swasta. Pengelolaan perorangan dilakukan secara tradisional
dan dengan peralatan yang sederhana sedangkan pengelolaan yang dilakukan oleh
perusahaan menggunakan peralatan yang lebih modern. Bahan galian gunungapi
di daerah G. Guntur antara lain: sirtu (pasir dan batu), batuan beku (andesitbasaltis), tanah lempung (hasil pelapukan batuan vulkanik), pasir sungai serta
obsidian. Bahan galian ini umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk
37
kepentingan pembuatan rumah, jalan, jembatan, dan bahan campuran
untuk keperluan industri.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 16. Penggunaan Lahan Sekitar G.Guntur pada Citra IKONOS (a)
Sawah, (b) Lokasi Pemandian Air Panas, (c) Tegalan, dan (d)
Pemukiman
Gambar 17. Kegiatan Penambangan Bahan Galian di G.Guntur Tahun 2010
4.6. Geomorfologi G. Guntur
Bentangalam (landscape) Kabupaten Garut bagian utara terdiri atas dua
bentang alam, yaitu (1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda
membuka ke arah utara, dan (2) rangkaian gunungapi aktif yang mengelilingi
38
dataran dan cekungan antar gunung seperti komplek G. Guntur, G. Kamojang, G.
Papandayan, G. Cikuray, G. Talagabodas, G. Galunggung sebelah timur dan
sebelah selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis
pantai sepanjang 80 km.
Bentukan asal gunungapi merupakan morfologi yang pembentukannya
sangat jelas berasal dari aktivitas gunungapi dan relatif muda. Menurut Suhadi et
al. (2001), morfologi G. Guntur dapat dipisahkan menjadi satuan morfologi lereng
tertoreh sedang, satuan morfologi lereng tertoreh lemah, dan satuan morfologi
aliran lava.
4.8.1. Satuan Morfologi Lereng Tertoreh Sedang
Satuan morfologi ini merupakan bagian dari lereng G. Guntur yang
tersebar di sebelah selatan dan tenggara dengan kemiringan sekitar 30 - 45° dan
berada pada ketinggian 1.700 - 800 m dpl. Pola aliran sungai yang terdapat adalah
sub radier dan sub paralel, tertoreh sedang dengan lembah berbentuk V
berkedalaman maksimum antara 25 - 30 m. Batuan penyusunnya adalah lava dan
piroklastik dengan tutupan lahan berupa kebun dan alang-alang.
4.8.2. Satuan Morfologi Lereng Tertoreh Lemah
Morfologi ini berada pada lereng bagian bawah G. Guntur yang tersusun
oleh batuan lava dan piroklastik. Kenampakan morfologinya memperlihatkan
kemiringan yang relatif landai hingga sedang dengan torehan yang lemah.
Lembah-lembah sungai yang terbentuk berkedalaman antara 5 - 10 meter dan
berbentuk huruf V dangkal. Morfologi ini berada pada ketinggian 800 - 750 m dpl
dengan kemiringan lereng maksimum sekitar 10° - 20°. Tutupan lahan morfologi
ini berupa pemukiman, kebun dan persawahan.
4.8.3. Satuan Morfologi Aliran Lava
Morfologi ini dibangun oleh aliran lava produk gunungapi Guntur yang
terletak pada lereng tengah dan lereng bawah dengan kemiringan berkisar 15 45°. Tutupan lahannya berupa kebun, alang-alang dan pemukiman.
39
4.9. Sejarah Letusan G.Guntur
Letusan Gunung Guntur tercatat pertama kali pada tahun 1690. Saat itu
terjadi letusan besar yang banyak mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa.
Pada umumnya kegiatan Gunung Guntur hanya terbatas pada letusan abu yang
terkadang kuat hingga sekeliling menjadi hitam oleh abu letusan selanjutnya.
Tabel 7 dibawah ini menunjukkan ringkasan sejarah letusan G. Guntur.
Tabel 7. Sejarah Letusan G. Guntur (Padang, 1979)
Tahun
1690
1770
1777
1780
1800
1803
1807
1809
1815
1816
1818
1825
1828
1829
1832
1833
1834
1840
1841
1843
1847
1885
1887
Aktivitas
Terjadi suatu letusan yang mengakibatkan kerusakan cukup besar di
daerah sekitar gunung api dan korban manusia
Terjadi kegiatan, keterangan lebih lanjut tidak ada
Letusan terjadi, keterangan jelas tidak ada
Terjadi letusan dengan aliran lava pijar
Terjadi letusan eksplosif pada tengah kawah, dengan aliran pijar (panjang
aliran tidak diketahui)
Suatu letusan terjadi antara 3-15 April pada pusat kawah. Baha letusan
utama gas dan abu gunung api
Letusan terjadi pada tanggal 1-6 september
Letusan terjadi pada tanggal 9 Mei
Letusan terjadi pada 15 Agustus di tengah kawah
Letusan pada 21 September
Pada 21-24 Oktober terjadi letusan berupa letusan gas, abu gunung api
dan semburan hancuran lava pijar
Terjadi letusan pada 14 juni dan mengakibatkan kebakaran hutan
Letusan terjadi pada tanggal 15 Mei dan 8 Juli
Terjadi letusan merusak beberapa kampung dan banyak korban manusia
Terjadi letusan pada tanggal 16 Januari dan 8-13 Agustus
Terjadi letusan pada tangga 1 September
Terjadi letusan pada bulan Desember
Pada tanggal 24 Mei, tampak tiang asap dan muncul api dari kawah,
disusul aliran lava pijar mengalir ke arah Cipanas. Letusan disertai suara
ledakan dahsyat dan lemparan bom vulkanik.
Terjadi letusan sangat besar pada 14 November
Terjadi letusan besar dengan suara Guntur dahsyat disusul tiang asap
hitam tebal dari kawah menjulang tinggi ke angkasa
Terjadi letusan gas dan abu pada 16-17 Desember
Tidak ada keterangan lebih lanjut
Tidak ada keterangan lebih lanjut
Download