BAB I PENDAHULUAN Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika. Di Indonesia sendiri dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi dunia pendidikan. Prestasi belajar merupakan fenomena yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini sekolah sebagai pihak penyelenggara. Prestasi belajar menjadi tolok ukur dalam suatu proses pembelajaran. Keberhasilan atau kegagalan suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalaui prestasi belajar yang diperoleh siswa. Prestasi belajar merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Untuk itu, dalam bab ini penulis akan menjelaskan latar belakang pentingnya prestasi belajar bagi siswa secara khusus prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. Naik turunnya prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara eksternal maupun internal. Dalam penelitian ini, penulis melihat tiga faktor yakni dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri, dan jenis kelamin dalam hubungannya dengan prestasi belajar siswa SMA Kristen YPKPM Ambon. 1 1.1 Latar Belakang Globalisasi sebagai sebuah tatanan masyarakat terus menggelinding tanpa bisa dicegah sebab mampu melintasi batas, transnasional dan transinternasional. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Salah satu faktor pendukungnya adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Oleh karena itu, kehadiran globalisasi adalah sesuatu yang riil dan tak bisa dihindari. Sudah bisa dipastikan bahwa globalisasi membawa pengaruh besar bagi kehidupan suatu negara, termasuk negara Indonesia (kompasiana.com tanggal 24 Februari 2012). Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang terkena dampak dari globalisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Admadi & Setyaningsih (2005) menjelaskan bahwa bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif (comparative advantage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam. 2 Sementara itu, keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang berkualitas sangat menentukan pembangunan sebuah negara. Sesuai dengan Laporan majunya Human Development Report 2013 dari United Nation Development Program (UNDP) atau Organisasi Program Pembanggunan milik PBB, Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di posisi 121 dari 187 negara di dunia. HDI sendiri adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas SDM di Indonesia saat ini merupakan hal yang sangat utama. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh kepala BKKBN bahwa isu yang menjadi problem kependudukan antara lain jumlah penduduk Indonesia sangat besar, diperkirakan mencapai 240 juta jiwa. Dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) mencapai 1,49 persen per tahun. Setiap tahunnya penduduk Indonesia bertambah empat hingga lima juta jiwa. Itu berarti setiap hari lahir 10.000 bayi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa jika jumlah penduduk yang besar tidak diimbangi dengan kulitas yang tinggi, maka hal tersebut dapat menjadi sebuah petaka bagi negara tersebut (sumber: antaranews.com). Bertolak dari fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kulitas SDM adalah tugas utama yang harus dikerjakan oleh pemerintah saat ini. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan 3 melalui berbagai cara, salah satu diantaranya yakni peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia dewasa ini cukup memprihatinkan. Admadi & Setiyaningsih (2005) menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang menyebabkan terpuruknya pendidikan di Indonesia adalah dana pendidikan yang relatif masih kecil, sarana dan pra sarana pendidikan yang tidak memadai, kurikulum yang kurang menunjang peningkatan mutu karena masih terlalu sentralistis, tidak realistis terhadap kondisi nyata siswa dan sarat beban, “kesemrawutan” sistem administrasi dan manajemen pendidikan, campur tangan birokrasi pemerintah secara berlebihan, serta rendahnya mutu guru. Rendahnya kualitas pendidikan berdampak terhadap prestasi belajar. Salah satu fenomena rendahnya prestasi belajar dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh saat mengumumkan hasil akhir Ujian Nasional 2013 untuk tingkat SMA dan sederajat di Jakarta, Kamis (23/5/2013), mengatakan, tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat tahun 2013 mengalami penurunan, dibandingkan tahun 2012. Tahun 2013 persentase kelulusan UN SMA adalah 99,48%, sedangkan pada 2012 persentase kelulusan UN SMA adalah 99,5%, dan persentase kelulusan UN SMA pada 2011 sebesar 99,51 persen. Berarti persentase kelulusan tahun 2013 turun 0,02% dari tahun sebelumnya yang mencapai 99,5 persen (Purwanti, 2013 dalam sindonews.com). 4 Sementara itu, terkait dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon pada lima tahun terakhir berhasil menyaingi sekolah-sekolah negeri yang dianggap unggul. Pada tahun ajaran 2009/2010 SMA YPKPM Ambon berhasil masuk dalam peringkat 10 besar dalam hal prestasi akademik untuk tingkat Kota Madya. Dalam bidang Sains, tahun 2010 siswa SMA Kristen YPKPM Ambon mengungguli siswa dari SMA lain, yaitu juara lomba Olimpiade Sains Astronomi dan berhasil mewakili Provinsi Maluku ke tingkat Nasional yang akhirnya meraih peringkat 10 besar. Kemudian, tahun 2011 berhasil mewakili Provinsi Maluku untuk lomba Karya Ilmiah Remaja di Universitas Negeri Malang, dan berhasil meraih juara II Tingkat Nasional. Fenomena di atas memperlihatkan sisi positif yang dicapai dari kerja keras guru dalam pengelolaan pembelajaran di kelas untuk secara kontinyu meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas. Namun, sangat disayangkan bahwa di tengah gemilangnya prestasi belajar yang diraih siswa, kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dalam hal ini oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku. Selain itu, pemerintah juga masih belum membuat pendampingan dan umpan balik terhadap keberlanjutan prestasi yang diraih oleh siswa secara memadai. Dengan kata lain, ada masalah yang muncul terkait dengan kemampuan guru untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan di SMA Kristen YPKPM melalui prestasi belajar yang dicapai siswa sangat terbatas. 5 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, ditemukan bahwa pada tahun ajaran 2012/2013 terdapat lima orang siswa SMA Kristen YPKPM Ambon tidak lulus dalam menghadapi UAN. Ketidaklulusan ini disebabkan oleh hampir semua mata pelajaran yang diujikan dalam UAN tidak tuntas atau tidak mencukupi standart yang ditentukan secara nasional. Selain itu, masih berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, data lain yang sangat menghawatirkan, yang ditemukan penulis, yakni adanya ketidaktuntasan sejumlah siswa pada hampir semua mata pelajaran di semester I tahun ajaran 2013/2014. Adanya ketidaktuntasan karena sebagian besar siswa tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan di awal tahun pelajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang karakteristik memiliki hampir sama. Pertimbangan pendidikan atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM yang memiliki berbagai berfungsi, salah satu diantaranya yakni sebagai acuan bagi guru mata pelaajaran untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD ) atau Standar Kompetensi (SK) suatu mata pelajaran. Berikut ini adalah data empiris 6 yang penulis temukan di lapangan sehubungan dengan ketidaktuntasan siswa pada setiap mata pelajaran berdasarkan standar KKM. Dari Tabel 1.1 di atas terlihat jelas bahwa ketidaktuntasan siswa kelas X terlihat pada semua mata pelajaran dengan jumlah terbesar ada pada mata pelajaran kimia yakni 167 siswa dari 327 siswa karena tidak mencapai KKM (60). Untuk kelas XI IA ketidaktuntasan ada pada 14 mata pelajaran dari 17 mata pelajaran yang diajarkan dengan jumlah terbesar pada mata pelajaran KBA yang berjumlah 28 siswa. Ketidaktuntasan kelas XI IS ada pada 7 mata pelajaran dengan jumlah terbesar juga pada mata pelajaran KBA. Ketidaktuntasan Kelas XII IA 7 ada pada 5 mata pelajaran KBA dengan jumlah terbesar 2 siswa, sedangkan ketidaktuntasan kelas XII IS ada pada 4 mata pelajaran dengan jumlah terbesar pada mata pelajaran KBA dengan jumlah 8 siswa. Jumlah siswa yang tidak tuntas ini akan terlihat lebih jelas pada tabel berikut ini. Tabel 1.2 Jumlah Ketidaktuntasan Siswa Pada Masing-masing Kelas Kelas X XI XII Jumlah Jumlah Siswa 327 232 238 797 Tuntas 102 (31.19%) 112 (48.49%) 180 (75.33%) 394 (49%) Tidak Tuntas 225 (68.80%) 120 (51.51%) 58 (24.27%) 403 (51%) Dari Tabel 1.2 di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pada semester I tahun ajaran 2013/2014 terdapat 51% siswa yang mengalami ketidaktuntasan dalam proses belajar. Jumlah 51% merupakan satu jumlah yang sangat besar. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa pada saat ini prestasi belajar siswa di SMA YPKPM mengalami penurunan dan perlu mendapat perhatian yang serius dari para guru selaku penyelenggara pendidikan. Oleh sebab itu prestasi belajar perlu mendapat perhatian penting dari pemerintah, secara khusus sekolah sebagai pihak penyelenggara. Nurhidayati (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hal yang penting untuk diperhatikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh prestasi belajar merupakan gambaran kemampuan yang dimiliki siswa, setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 8 Pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan membentuk pola pikir (kognitif) yang kemudian akan memberikan pengaruh terhadap perilaku siswa dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu, Nurwati (2009) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, baik itu guru di sekolah (terlibat langsung) maupun orang tua di rumah (secara tidak langsung). Situasi ini disebabkan oleh adanya prestasi belajar yang diraih peserta didik dari aktivitas belajar baik berupa pengetahuan maupun keterampilan masih belum memuaskan (ada yang baik dan ada yang masih kurang baik). Pada akhirnya prestasi belajar tersebut dapat memengaruhi sikap dan tingkah laku peserta didik. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa prestasi belajar memiliki dampak atau manfaat bagi peserta didik. Prestasi akademik sudah sejak lama menjadi kajian yang menarik dalam berbagai penelitian, terutama dalam penelitian bidang psikologi pendidikan. Ini dikarenakan prestasi akademik merupakan salah satu tolok ukur dari keberhasilan siswa dalam dunia akademik. Prestasi akademik, baik pada tingkat dasar maupun lanjutan merupakan masalah yang selalu dianggap penting dalam dunia pendidikan (Latipah, 2010). Kemudian, Susanto (2013) mengemukakan bahwa fungsi utama prestasi belajar antara lain: 1) sebagai indikator kualitas dan kualitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik, 2) sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, 3) sebagai bahan informasi dalam inovasi 9 pendidikan, 4) sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan, 5) dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Selain itu, prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. Jika dilihat dari beberapa fungsi, fungsi prestasi tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Di samping itu, prestasi belajar juga berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga dapat menentukan apakah perlu mengadakan diagnosis, bimbingan atau penempatan anak didik. Kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, bergantung kepada ahli dan versinya masingmasing. Namun diantaranya adalah sebagai umpan balik bagi pendidik dalam mengajar, untuk keperluan diagnosa, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, seleksi, penempatan, isi kurikulum maupun dalam menentukan kebijaksanaan sekolah (Kasabonline, 15 April 2012). Berdasarkan fenomena di atas, maka menurut hemat penulis, prestasi belajar merupakan hal yang penting untuk diteliti. Prestasi belajar merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat pengetahuan siswa. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan siswa, maka guru dapat mengukur sejauh mana pencapaian dari sasaran belajar dimana belajar adalah sebuah proses dari yang tidak tahu menjadi tahu. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Irwanto (1997) bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum 10 mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, dampak positif dari meneliti tentang prestasi belajar adalah untuk mengetahui tentang hasil yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran. Lebih lanjut, dengan meneliti tentang prestasi belajar, dapat mengidentifikasi bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang dilakukan dan menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh, sehingga akan membentuk kepribadian siswa, memperluas kepribadian siswa, dan memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan kemampuan siswa. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Rasmi & Prasad (2013) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa sehingga perlu untuk diteliti. Karena dengan mengetahui prestasi belajar, maka guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang dijalankan. Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Walgito (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri dari: kesehatan fisik, kelelahan, motivasi, minat, konsentrasi, natural curiosity, self confidence, self control, intelegensi, ingatan, tempat, peralatan belajar, suasana, waktu belajar, kedisiplinan, dukungan sosial, dan pergaulan. Dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Ini 11 berarti bahwa dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan prestasi belajar siswa. Pada suatu kesempatan, Mead, dkk (dalam Solomon, 2004) telah jauh meneliti dukungan teman sebaya dan menyatakan bahwa dukungan teman sebaya merupakan sistem memberi dan menerima bantuan yang dibangun berdasar prinsip-prinsip kunci yang meliputi rasa hormat, berbagi tanggung jawab, dan persetujuan yang sama mengenai apa itu menolong. Melalui sistem ini individu merasa tertolong dan dapat saling berbagi dalam setiap hal, termasuk hal yang berkaitan dengan pendidikan misalnya membahas tugas atau materi pelajaran yang diwujudkan melalui prestasi belajar. Sementara itu, Scholte & van Aken (2006) menyatakan bahwa anak dalam pertumbuhannya juga membutuhkan adanya keberadaan teman yang bisa menjadi tempat berbagi. Ada berbagai penelitian yang menemukan bahwa teman sebaya memiliki peran yang besar dalam perkembangan anak usia remaja. Lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi teman sebaya salah satunya yakni menolong dalam memberikan masuk berkaitan dengan pelajaran di sekolah.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurwati (2009) menyatakan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berarti adanya hubungan yang positif signifikan dukungan sosial teman sebaya dan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Solomon (2004), Davidson, dkk (2005), 12 Rensi & Sugiarti (2010), Puspitasari, dkk (2010), Wulansari (2010), Fitriana (2011), Sinthia (2011), serta penelitian yang dilakukan oleh Wren, dkk (2012). Adanya hubungan yang positif signifikan ini disebabkan oleh, pertama, siswa memiliki komunitas untuk belajar bersama dalam memecahkan setiap persoalan sehubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan, serta siswa merasa nyaman karena ada individu-individu yang seusia, yang dapat memberikan masukan ketika mengalami permasalahan sehubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan di kelas, yang semuanya memberikan pengaruh besar terhadap prestasi belajar siswa. Kedua, dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya merupakan hal yang sangat penting dan mendukung perkembangan individu, terutama sehubungan dengan peningkatan prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbukaan dan kebersamaan rekan yang terjalin di antara sebaya sehingga meningkatkan kemampuan dari dalam diri untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar. Selain dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri (Self Control) juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa. Peserta didik perlu memiliki kontrol diri dengan melakukan latihan yang memperkuat diri sendiri agar selalu terbiasa patuh dan mempertinggi daya kontrol diri. Kontrol diri yang muncul dari kesadaran diri sendiri akan lebih memacu dan tahan lama dibandingkan dengan kontrol diri yang timbul karena adanya pengawasan dari orang 13 lain. Kontrol diri secara empiris merupakan disiplin diri dari seseorang yang dibina melalui latihan, pendidikan, dan penanaman kebiasaan yang harus dimulai sejak dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang sehingga menjadi disiplin yang semakin kuat. Kontrol diri yang kurang dimiliki oleh remaja menyebabkan tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat, dapat menjadi perilaku menyimpang (behavior disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan remaja terlihat gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Perilaku menyimpang pada remaja mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan (Tella dkk, 2009). Menurut penelitian tentang kontrol diri yang dilakukan oleh Ajzen dkk (dalam Jawahar, 2001) menyebutkan bahwa orang dengan kontrol diri yang tinggi cakap dalam memecahkan isyarat-isyarat dalam lingkungan sosialnya dan juga pandai dalam menyelaraskan tingkah lakunya agar sesuai dengan konteks sosialnya. Sebaliknya, perilaku dengan kontrol diri yang rendah merefleksikan perasaan dan sikap mereka tanpa menghargai situasi atau konsekuensi interpersonal akibat perilakunya tersebut. Menurut Skinner (dalam Alwisol, 2004), kontrol diri (self control) dapat dijalankan dengan jalan menganalisis tingkah laku berdasarkan hubungan sebab dan akibat, dimana sebab-sebab itu sendiri bersifat dapat dikendalikan, karena tingkah laku yang dihasilkan itu bersifat teratur dan berubah-ubah, dan tujuan kita ialah 14 mengendalikannya. Self control ini paling baik dengan menemukan hubungan-hubungan yang taat asas antara masukan-masukan ke dalam individu dengan tingkah laku yang keluar atau tingkah laku yang nampak dari individu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Trope dkk (2000) tentang penggunaan self-control secara aktif untuk mengatasi godaan/gangguan mengemukakan hasil penelitiannya yaitu individu dengan kontrol diri yang tinggi mampu mengatasi permasalahanpermasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan. Kontrol diri yang tinggi memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar individu. Hal ini terlihat jelas dalam penelitian yang dilakukan oleh Chan & Lam (2010) dalam penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan kontrol diri dengan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Marcal (2006), Zhu, Au, & Yates (2011), Duckworth, Quinn, & Tsukayama (2011), Chalacew & Lakshmi (2012). Adanya hubungan yang positif signifikan ini disebabkan oleh kemampuan mengontrol diri sebagai suatu kemampuan menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang mengarahkan individu ke arah konsekuensi positif. Sehubungan dengan prestasi belajar, lebih lanjut dilejaskan bahwa siswa dengan kontrol diri yang tinggi mampu mengendalikan diri dari berbagai macam godaan seperti menyontek, melakukan tindak kekerasan di sekolah, terlibat dalam pergaulan bebas yang pada akhirnya akan memengaruhi prestasi 15 belajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontrol diri memberikan pengaruh yang positif signifikan terhadap prestasi belajar. Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah jenis kelamin, yang dapat dijadikan variabel untuk mendapatkan hasil yang beragam dalam penelitian ini. Beberapa penelitian tentang pengaruh jenis kelamin juga pernah diteliti sebelumnya seperti, Wasonga, dkk (2003) juga melakukan penelitian tentang prestasi belajar siswa SMA di perkotaan, dan menemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada prestasi belajar. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Zahroh (2008). Namun hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh Naderi, dkk, (2008), Reese dkk (2009), Noya (2011), Heong dkk.(2011), serta penelitian yang dilakukan oleh Pambudiono, Zubaidah, dan Mahanal (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari jenis kelamin. Berdasarkan beberapa penelitian tentang jenis kelamin tersebut, penulis berkeinginan untuk meneliti kembali tentang jenis kelamin dalam kaitannya dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan bahwa jika ditinjau kembali, jenis kelamin selalu memberi kontribusi terhadap pencapaian prestasi. Kontribusi jenis kelamin dapat berbeda satu dengan yang lainnya dan juga dapat mempengaruhi prestasi seseorang. Atas dasar fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan rumusan masalah sebagai berikut: 16 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah hubungan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon? 2. Adakah pengaruh interaksi dukungan sosial teman sebaya dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon? 3. Adakah pengaruh interaksi kontrol diri dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon? 4. Adakah pengaruh interaksi dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri, dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon? 5. Adakah perbedaan prestasi belajar ditinjau dari jenis kelamin siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang akan dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. 2. Untuk mengetahui pengaruh interaksi dukungan sosial teman sebaya dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. 17 3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi kontrol diri dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. 4. Untuk mengetahui pengaruh interaksi dukungan sosial, kontrol diri, dan jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. 5. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar ditinjau dari jenis kelamin siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon. 1.4 Manfaat Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memperkaya konsep serta pola pikir kita tentang hubungan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap prestasi belajar siswa SMA Kristen YPKPM Ambon. Selain itu kiranya penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Kepada lembaga penyelenggara pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Kepada siswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas dan hasil belajar secara pribadi. 18