EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING

advertisement
EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING (EMDR)
UNTUK MENURUNKAN PTSD PADA KORBAN PELECEHAN SEKSUAL
DI YAYASAN LEMBAGA PERLINDUNGAN ANAK D.I YOGYAKARTA
Dwi Sari Rizki, Khoirudin Bashori, Elli Nur Hayati
Magister Profesi Psikologi Klinis
Universitas ahmad dahlan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh EMDR untuk
menurunkan PTSDkorban pelecehan seksual di YLPA (Yayasan Lembaga
Perlindungan Anak) DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta. Karakteristik subjek
penelitian adalah perempuan usia 17 tahun tergolong kategori remaja akhir,
mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) akibat pelecehan seksual yang
dilakukan oleh ayah kandungnya, sesuai dengan hasil screening menggunakan skala
IES-R (Impact of event scale-Revised).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan single case
experimental(N=1) dengan desain A-B-A-Bwith Follow Up.Subjek mendapat
perlakuan terapi EMDR sebanyak tujuh kali pertemuan. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah terapi EMDR (eye movement desensitization reprocessing) dan
variabel tergantung adalah PTSD (post-traumatic stress disorder) korban pelecehan
seksual.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori PTSD, hal itu
terlihat dari hasil pretest mendapat skor 35, setelah postest mengalami penurunan
skor menjadi 4, dan pada saat dilakukan follow-up mengalami penurunan skor
menjadi 3. Hasil penelitian didukung oleh hasil wawancara dan observasi yang
menunjukkan subjek dapat mengelola emosinya dan mampu mengendalikan diri
ketika melihat benda-benda yang menstimulasi traumanya dan subjek mampu
menemukan keyakinan-keyakinan positif yang baru. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa EMDR mampu menurunkan PTSD korban
pelecehan seksual di YLPA DIY. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini diterima.
Keyword : Terapi EMDR, PTSD pelecehan seksual
EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING (EMDR)TO
REDUSE PTSD SUFFERED BY VICTIM OF SEXUAL HARASSMENT IN
YLPA D.I YOGYAKARTA
Abstract
This study aims to find out the effect of EMDR in reducing PTSD (posttraumatic stress disorder) suffered by a victim of sexual harassment in YLPA (child
protection agency foundation) of DIY (Yogyakarta special region).Characteristics of
the study subject were woman aged 17 years (belong to the category of the late
teens), has PTSD symptoms according to the results of a screening using the scale of
IES-R(Impact of event scale-Revised).
Research carried out using a single case experimental design (N=1) with the
design of the A-B-A-B with Follow Up. EMDR therapy was treated to the subject
through a total of seven sessions. The independent variable in this study is EMDR
therapy and the dependent variable is the victim’s score ofPTSD of the victim.
The results showed a decrease in the category of score of PTSD, as seen from
the results of the pretest (a score of 35), posttest scores decreased to 4, and at the
time of follow-up decreased the score to 3. The results are supported by interviews
and observations that show the subject was able manage her emotions and being able
to control her selves when looking at objects that stimulate the trauma, and she was
able to find new positive beliefs. Based on these results, it is concluded that EMDR
can decrease PTSD score suffered by victim of sexual harassment in the LPA DIY.
Thus, the research hypothesis is accepted.
Keyword: EMDR therapy, PTSD sexual harassment
dalam kandungan. Usia tersebut sangat
PENDAHULUAN
Perempuan
dan
anak
rentan
terhadap
kekerasan
dalam
berbagai
bentuk.
tindak kekerasan, meskipun tindakan
kekerasan
terhadap
tersebut melanggar, menghambat dan
Lawson (Huraerah, 2007) ada empat
mengabaikan
macam
merupakan
sasaran
hak
empuk
asasi
untuk
manusia
namun tindakan kekerasan tersebut
terus terjadi di masyarakat. Kekerasan
menimbulkan
dampak
fisik
melainkan juga dampak psikologis.
Dampak fisik umumnya tidak
anak
menurut
kekerasan
fisik,
kekerasan emosi, kekerasan secara
verbal dan kekerasan seksual.
terhadap perempuan dan anak tidak
saja
yaitu
Bentuk-bentuk
Kekerasan
satunya
merupakan
seksual
salah
kasus
paling
banyak dialami oleh anak. Pelecehan
seksual adalah terminologi yang paling
dampak
tepat untuk memahami pengertian
psikologisnya umumnya cukup berat
kekerasan seksual. Pelecehan seksual
dan membutuhkan intervensi dari para
memiliki rentang yang sangat luas,
professional baik di bidang kesehatan,
mulai dari ungkapan verbal (komentar,
psikologi/psikiatri, maupun di bidang
gurauan
hukum
jorok/tidak senonoh, perilkau tidak
mencolok
namun
(Direktori
Perlindungan
dan
senonoh
Korban Kekerasan DIY, 2013).
sebagainya)
(mencolek,
yang
meraba,
mengelus, memeluk dan sebagainya),
Anak
yang
seharusnya
mendapatkan perlindungan dan rasa
aman dari orang dewasa kerap menjadi
sasaran
untuk
melampiaskan
kekerasan. Menurut undang-undang
perlindungan anak no. 23 tahun 2002,
menyatakan
bahwa
anak
adalah
seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih
mempertunjukkan
gambar
porno/jorok, serangan dan paksaan
yang tidak senonoh seperti, memaksa
untuk
mencium
mengancam
akan
atau
memeluk,
menyulitkan
si
perempuan bila menolak memberikan
pelayanan seksual, hingga perkosaan
(Sumera, 2013).
Menurut
Kurnianingsih
(2003)
penemuan
untuk
aktivitas
seksual,
usaha
pelecehan
perkosaan dan perkosaan itu sendiri.
seksual dapat berupa verbal dan
Dalam Kitab Undang-Undang
berupa godaan fisik. Secara verbal
Hukum Pidana (KUHP) (Sumera,
dapat berupa bujukan seksual yang
2013) ada beberapa perbuatan yang
tidak diharapkan, gurauan atau pesan
masuk kategori kekerasan/ pelecehan
seksual yang terus menerus, mengajak
seksual yaitu: Merusak kesusilaan di
kencan terus menerus walaupun telah
depan
ditolak, pesan yang menghina atau
pemerkosaan,
pembunuhan,
merendahkan, komentar yang sugestif
pencabulan.
Perkosaan
atau cabul, ungkapan sexist mengenai
hubungan seksual
pakaian, tubuh, pakaian atau aktivitas
tanpa kehendak bersama, dipaksakan
seksual
permintaan
oleh salah satu pihak pada pihak
pelayanan seksual yang dinyatakan
lainnya. Korban dapat berada di bawah
perempuan,
dengan
ancaman
maupun terbuka.
dalam
bentuk
tidak
langsung
Pelecehan seksual
godaan
fisik
di
umum,
perzinahan,
dan
adalah
yang dilakukan
ancaman fisik dan/atau psikologis,
kekerasan, dalam keadaan tidak sadar
atau tidak beradaya, berada di bawah
antaranya adalah tatapan yang sugestif
umur,
terhadap
tubuh
keterbelakangan mental dan kondisi
atau
kecacatan lain, sehingga tidak dapat
(menatap
bagian-bagian
payudara,
pinggul
atau
bagian tubuh yang lain), lirikan yang
menolak
menggoda dan mengejap-ngejapkan
mengerti,
mata,
bertanggungjawab
rabaan;
mencakup
cubitan,
remasan, menggelitik, mendekap, dan
apa
mengalami
yang
atau
terjadi,
tidak
atas
apa
tidak
dapat
yang
terjadi padanya.
mencium, gangguan seksual seperti
rabaan atau ciuman yang terjadi karena
situasi yang sangat mendukung atau
memojokkan perempuan untuk dicium,
proposisi seksual, tekanan yang halus
Menurut
Maslihah
(2013)
secara umum pengertian kekerasan
seksual pada anak adalah keterlibatan
seorang anak dalam segala bentuk
aktivitas seksual yang terjadi sebelum
seksual, pencurian, kekerasan fisik,
anak mencapai batasan umur tertentu
pengasuhan
yang ditetapkan oleh hukum negara
penelantaran, penculikan, bullying, dan
yang
orang
kekerasan psikis. Dari jenis kasus yang
dewasa atau anak lain yang usianya
dilaporkan, kekerasan seksual menjadi
lebih tua atau orang yang dianggap
kasus yang paling banyak dialami,
memiliki pengetahuan lebih dari anak
tecatat sebanyak 13 orang mengalami
memanfaatkannya untuk kesenangan
korban kekerasan seksual.
bersangkutan
dimana
seksual atau aktivitas seksual.
Pelaku
yang
kurang
tepat,
Dua diantaranya remaja putri
seksual
mengalami tindak kekerasan berupa
terhadap anak umumnya orang-orang
pemerkosaan yang dilakukan oleh
yang sudah dikenal dan dipercaya
ayah
anak.
kekerasan
tersebut berdampak kepada kehamilan
seksual terhadap anak yang dilaporkan
yang tidak diinginkan. Ketidaksiapan
pada Komnas Perlindungan Anak,
korban menerima kondisi tersebut,
pelaku kekerasan terhadap anak bisa
berdampak
kepada
ayah kandung, ibu kandung, ayah tiri,
psikologisnya
yang
menunjukkan
ibu
perilaku
sosial
dengan
Dari
tiri,
kandung,
kekerasan
kasus-kasus
paman,
kakek,
tante,
nenek,
saudara
kandungnya.
anti
Pemerkosaan
kondisi
cara
tetangga,
menarik diri dari lingkungan, tidak
bapak guru, ibu guru, anak, teman
berminat untuk ke sekolah dan hanya
ataupun pacar (Maslihah, 2013).
berdiam diri di rumahnya. Kondisi
Berdasarkan hasil statistik LPA
DIY, selama tahun 2015 terhitung
hingga bulan November telah tercatat
sebanyak
mengalami
49
orang
korban
anak
tersebut membuat keluarga khawatir,
mengingat
tersebut
akan
memiliki dan mengasuh seorang anak.
yang
kekerasan.
remaja
Sesuai
dengan
pendapat
Romauli & Vindari (2012) dampak
Kekerasan yang dialami oleh korban
yang
ditimbulkan
oleh
pelecehan
berbeda-beda diantaranya; kekerasan
seksual pada anak adalah membunuh
jiwanya.
Luka
pelecehan
seksual
korban
akan
apatis
tersebut akan dibawa oleh anak hingga
menarik
dewasa, menjadi luka abadi yang sulit
agresif, liar dan sulit diatur.
dihilangkan. Korban akan mengalami
diri,
menjadi
melakukan
dan
perilaku
Bersamaan
dengan
pasca trauma yang pahit. Dampak
pendapatnya Kessler (Leitch, 2007)
lainnya
meskipun setelah beberapa tahun,
yang
ditimbulkan
oleh
pelecahan seksual adalah korban dapat
simptom-simptom
merubah kepribadiannya 180 derajat,
traumatis akan tetap ada dan tidak
dari sebelumnya periang akan menjadi
berkurang
pemurung,
kehilangan
Rathus & Greene (2003) mengatakan
semangat hidup. Pada beberapa kasus,
bahwa reaksi-reaksi maladaptive yang
korban
berkelanjutan
lesu
akan
menarik
diri,
dan
menjadi
apatis
melakukan
dan
perilaku
agresif, liar dan sulit diatur.
Sesuai
pendapat
Romauli & Vindari (2012) dampak
yang
ditimbulkan
spontan.
terhadap
Nevid,
suatu
stress
pascatrauma
(posttraumatic stress disorder).
PTSD merupakan gangguan
pelecehan
emosional yang menyebabkan distress
seksual pada anak adalah membunuh
yang bersifat menetap yang terjadi
jiwanya.
seksual
setelah menghadapi ancaman keadaan
tersebut akan dibawa oleh anak hingga
yang membuat individu merasa benar-
dewasa, menjadi luka abadi yang sulit
benar tidak berdaya atau ketakutan.
dihilangkan. Korban akan mengalami
Korban merasa mengalami kembali
pasca trauma yang pahit. Dampak
trauma itu akan menghindari stimulus
lainnya
oleh
yang terkait dan memiliki tingkat
pelecahan seksual adalah korban dapat
kewaspadaan yang tinggi. Gangguan
merubah kepribadiannya 180 derajat,
emosional
dari sebelumnya periang akan menjadi
serangan fisik terutama perkosaan,
pemurung,
kehilangan
kecelakaan lalu lintas, bencana alam
semangat hidup. Pada beberapa kasus,
atau kematian mendadak orang yang
Luka
yang
lesu
oleh
secara
peristiwa
pengalaman traumatis disebut dengan
Gangguan
dengan
dari
pelecehan
ditimbulkan
dan
yang
terjadi
setelah
dicintai dapat memunculkan timbulnya
bermimpi akan kehadiran ayahnya.
PTSD (Durand & Barlow, 2006).
Ketakutan itu masih ia rasakan sampai
Taylor
(2003)
menjelaskan
saat ini.
bahwa PTSD merupakan gangguan
yang
terjadi
ketika
seseorang
mengalami peristiwa traumatis yang
bereaksi dengan ketakutan yang terus
menerus, merasa tidak tertolong, dan
horor,
yang
gejala-gejala
tersebut
berkembang selama minimal sebulan.
Seperti yang diungkapkan oleh salah
satu korban pelecehan yang bernama
O yang memiliki usia 17 tahun, ia
mengalami pemerkosaan oleh ayah
kandungnya sendiri. Ibu O mengaku
bahwa anaknya dipaksa oleh ayahnya
untuk melakukan berhubungan badan
dan
dijanjikan
hadiah
barang.
Semenjak itu, ayahnya semakin sering
melakukan hubungan badan dengan O
hingga hamil. Setelah ibu mengetahui
kehamilan
biologis
anaknya,
dilaporkan
maka
ayah
kepada
pihak
berwajib, sehingga ayah di penjara. O
telah melahirkan bayi dan berniat
untuk menitipkan anaknya kepada
orang lain. Hingga sekarang O masih
takut
dan
sering
terbayang
jika
ayahnya keluar dari penjara, O sering
O merasa ketakutan dan merasa
kembali melihat bayangan kejadian
pelecehan seksual ketika melihat pintu
dan kunci kamarnya. Pintu dan kunci
merupakan stimulus yang merangsang
traumanya. Hal itu dikarenakan pada
saat peristiwa tersebut terjadi, O
sedang tidur dengan kondisi pintu
kamar terkunci, akan tetapi bapak
kandung dapat masuk ke dalam kamar
dengan cara mencongkel semua pintu.
O merasa tidak berdaya menolak
dikarenakan adanya ketakutan yang
mendalam terhadap ayahnya. Ayah
merupakan seorang yang keras dan
galak, apabila semua keinginannya
ditolak, O akan mendapat tindakan
kekerasan.
Kejadian
tersebut
berlangsung pada saat ibunya sedang
berada di luar rumah. Hingga saat ini
semua
peristiwa
tersimpan
tersebut
dengan
rapi
masih
dalam
ingatannya.
Leitch
(2007)
menyatakan
bahwa EMDR terbukti merupakan
tritmen yang paling secara konsisten
dan
memberikan efek yang positif untuk
menangani
mengatasi
pelecehan seksual.
trauma.
Penelitian
ini
menjadi penting untuk diteliti karena
membantu
b) Bagi
dalam
PTSD
peneliti,
korban
menambah
seseorang yang mengalami trauma
pengetahuan
dan
penerapan
akan
teori
telah
diperoleh
merasa
kecemasan
tersebut
takut
dan
timbul
sewaktu-waktu.
akan
mengganggu
Hal
berpengaruh
aktifitas
dan
sehari-hari
seseorang yang mengalami trauma.
yang
selama perkuliahan.
c) Bagi intansi, membantu dalam
penanganan
pelecehan
kasus
korban
seksual
yang
mengalami trauma.
Tujuan penelitian
Kerangka teori
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
1. Post-Traumatic Stress
ini bertujuan untuk menguji efektifitas
Disorder pelecehan
EMDR
seksual
untuk
menurunkan
PTSD
korban pelecehan seksual.
PTSD diklasifikasikan
ke dalam gangguan kecemasan
Manfaat Penelitian
(anxiety
merupakan
1. Manfaat teoritis
Hasil
penelitan
ini
dapat
memberikan informasi mengenai
efektifitas
menurunkan
EMDR
untuk
PTSD
korban
kelanjutan
dari
Acute Stress Disorder (ASD).
Menurut
DSM
(Diagnostic
and
IV-TR
Statistikal
Manual of Mental Disorder IV-
melibatkan sekelompok gejala
2. Manfaat praktis
a) Bagi korban pelecehan seksual
tambahan
yang
Text Revised) (1994), PTSD
pelecehan seksual.
sebagai
disorder)
informasi
kecemasan yang terjadi setelah
seseorang
peristiwa
telah
traumatis
terkena
yang
mengakibatkan perasaan ngeri,
Willis
(2014)
tidak berdaya atau takut. PTSD
mengungkapkan
didefinisikan
kelamin
sebagai
reaksi
hubungan
terjadi
antara
dua
maladaptif yang berkelanjutan
orang di luar nikah sedangkan
terhadap
suatu
peristiwa
mereka adalah berkerabat dekat
traumatis
yang
melibatkan
sekali. Hal ini sering terjadi
kematian
atau
ancaman
pada masyarakat yang taraf
kematian atau cedera
fisik
kehidupannya amat rendah, dan
serius atau ancaman terhadap
juga
keselamatan diri sendiri atau
(broken
orang lain (Nevid & Rathus &
disebabkan
Greene 2003).
keluarga
Perkosaan merupakan bagian
kurang ditemukan disiplin dan
dari
kaburnya
pelecehan
seksual.
keluarga
yang
home).
pecah
Hal
karena
yang
ini
pada
seperti
ini
norma-norma
Perkosaan tersebut merupakan
kehidupan seabgai pegangan
tindakan pemaksaan hubungan
dalam kehidupan berkeluarga.
seksual dari laki-laki kepada
Incest mungkin terjadi antara
perempuan.
Pemaksaan
anak gadis dengan ayahnya,
tersebut
atau kakak laki-laki dengan
dapat berupa ancaman secara
adiknya, atau bahkan anak
fisik maupun secara psikologis.
dengan ibunya.
hubungan
Hubungan
seksual
seksual
antara
Willis
(2014)
pelaku dan korban tidak hanya
menambahkan
berupa penetrasi vaginal, akan
perbuatan
tetapi
pemaksaan
hubungan seks antara ayah
hubungan secara anal dan oral
dengan anak gadisnya akan
(Ekandari,
berakibat dua hal. Pertama,
meliputi
Mustaqfirin,
Faturochman, 2001).
bahwa
incest
seperti
secara biologis apabila anak
gadis itu hamil dan melahirkan,
maka bayi dengan hubungan
korban
sedarah itu akan mendapatan
(perkosaan) mengalami stres
kelainan
tertentu,
yang langsung terjadi dan stres
misalnya berupa penyakit aneh
jangka panjang. Remaja yang
yang
mengalami
biologis
sulit
disembuhkan.
pelecehan
seksual
kekerasan
Kedua, akan terjadi gangguan
merasakan dampak kekerasan
psikis pada anak gadis tersebut,
tersebut. Dampak yang terjadi
berupa trauma psikis yang sulit
adalah
pula disembuhkan. Biasanya
mengintegrasikan
hubungan seks yang dilakukan
memiliki gambaran diri yang
ayah
anaknya
negatif,
mendapat
biasanya diikuti dengan unsur
negatif
dari
paksaan dan ancaman. Hal
sehingga merasa takut ditolak
inilah
dari pergaulan dengan teman
terhadap
yang
gangguan
tersebut,
pendiam,
menyebabkan
jiwa
pada
dengan
mengucilkan
remaja
gagal
diri,
stigma
lingkungan
gadis
sebaya. Berbagai dampak yang
gejala
dirasakan akan mempengaruhi
diri,
dalam
memenuhi
tugas
takut (trauma) untuk menikah,
perkembangan,
bahkan
pula
tugas
perkembangan
yang
diri
utama.
Kegagalan
dalam
ada
kecenderungan
bunuh
(suicide).
khususnya
menyelesaikan
tugas
gangguan
perkembangan
tersebut
stress pasca trauma berbeda-
mengakibatkan
remaja
beda
mengalami
Tingkatan
parah
bergantung
seberapa
kejadian
tersebut
mempengaruhi
kondisi
psikologis dari korban. Seperti
yang
diungkapkan
oleh
Ekandari, dkk (2001) bahwa
kebingungan
identitas atau krisis identitas.
a. Gejala-gejala Post-Traumatic
Stress
Disorder
korban
Individu
yang
kecenderungan
post-traumatic stress disorder
akan
terlihat
kombinasi
sejumlah gejala spesifik dari
ketiga kelompok simtom di
atas, dan muncul tiga bulan
setelah
peristiwa
traumatic
(DSM-IV,
Kriteria
PTSD
yang
yang
1994).
harus
dipenuhi sesuai dengan DSM
IV, yaitu:
1) Paparan terhadap peristiwa
traumatis
Subjek
yang
mengalami
peristiwa
traumatis
menderita
cedera
serius
atau ancaman kematian dan
emosi negatif yang dialami
secara intens.
2) Perasaaan
mengalami
kembali persitiwa traumatis
Perasaan
kembali
dapat
mimpi buruk, dan emosi
negatif terhadap peristiwa
pelecehan seksual
mempunyai
bentuk kilas balik kejadian,
mengalami
(re-experiencing)
terwujud
dalam
traumatis.
3) Keinginan
untuk
menghindar dari stimulus
yang mengingatkan tentang
kejadian
traumatis
serta
perasaan mati rasa. Subjek
akan menghindari segala
sesuatu
yang
berkaitan
dengan peristiwa traumatis,
baik itu individu, perilaku,
suasana dan tempat. Selain
itu,
subjek
tidak
dapat
merasakan perasaan apapun
setelah peristiwa traumatis
berlangsung.
4) Meningkatnya
kewaspadaan berlebih
Subjek akan meningkatan
kewaspadaan
atau
kesiagaannya terhadap halhal yang sebenarnya tidak
berbahaya
bagi
dirinya,
misalnya mudah terkejut
jika ada suara gemuruh.
5) Adanya penurunan fungsi
psikologis
Penurunan
fungsi
3) Sering
mengingat
orang
psikologis di sini tidak
yang melakukan tindakan
hanya
kekerasan seksual.
fungsi
individu
secara pribadi tetapi juga
4) Korban
kekerasan
akan
dalam kehidupan sosialnya.
menganggap
Subjek cenderung menarik
trauma sebagai mengancam
diri dari orang-orang di
kehidupan
sekitarnya dan mengalami
penurunan
dalam
menjalankan
aktivitas
kejadian
5) Memiliki kemarahan yang
besar
terhadap
kejadian
Pelecehan.
6) Sering menyalahkan diri
sehari-hari.
6) Gejala timbul selama satu
sendiri dan orang lain
7) Menganggap hidup mereka
bulan atau lebih.
Berbagai kriteria gejala di
berada dalam bahaya dan
atas dialami oleh subjek
terluka secara fisik.
selama satu bulan atau
Gejala-gejala
lebih
setelah
berlangsungnya
peristiwa
traumatis.
Ullman
&
Filipas
tampak
setelah
kekerasan
seksual
yang
terjadinya
menurut
Dunmore,
dkk
(2001)
dipengaruhi
oleh
adanya
(2001) menemukan beberapa
perubahan secara kognitif yang
gejala PTSD akibat kekerasan
berupa :
seksual, diantaranya:
1) kebingungan mental.
1) Memiliki reaksi sosial yang
2) Merasa terbebani dengan
lebih negatif kepada orang
tanggapan
lain.
orang lain.
2) Memiliki sifat yang negatif
di lingkungan sosial.
negatif
3) Menunjukkan
dari
perubahan
perilaku secara menetap.
4) Memiliki keyakinan negatif
tentang diri dan dunia.
3) Kurangnya
pengetahuan
dan tingkat pendidikan
5) Menghindar
dari
4) Status ekonomi keluarga.
lingkungan sosial karena
5) Perempuan yang memiliki
menganggap tidak aman
status sosial dan ekonomi
untuk dirinya.
yang rendah akan rentan
6) Merasa orang lain tidak
dapat diandalkan.
7) Memiliki
buruk
menyalahkan
8) Menimbulkan emosi yang
seperti
kemarahan,
bersalah
terjadinya
pelecehan
seksual.
6) Tingginya
diri sendiri.
kuat
cenderung
diperlakukan buruk setelah
pikiran-pikiran
dan
dan
kecemasan,
serta
kehidupan pada lingkungan
sosial
karena
atau
masyarakat
karena
perempuan
malu
seksual.
ancaman
bahwa
lebih
b. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
PTSD
korban pelecehan seksual
&
Filipas
(2001) mendeskripsikan bahwa
faktor-faktor terjadinya PTSD
diakibatkan pelecehan seksual
dapat dipengaruhi oleh:
1) Usia yang belum matang.
2) Adanya
kebudayaan.
layak
menjadi korban.
7) Kurangnya
Ullman
stereotip
pengaruh
penerimaan
sosial dan reaksi sosial
yang
negatif
termasuk
menyalahkan
korban,
memperlakukan
korban
secara berbeda.
8) Latar
belakang
keluarga
kurang
memiliki
yang
kehangatan.
9) Kepribadian korban yang
mengalami
seksual.
pelecehan
Faktor
risiko
utama
pelecehan seksual diperlukan
untuk PTSD menurut Anna, et
bantuan baik secara medis
al (2014) adalah korban yang
maupun
telah diserang secara seksual
korban tidak merasa tertekan
oleh lebih dari satu orang akan
lagi dan bisa hidup secara
menderita gangguan stres akut
normal
kembali
seperti
(ASD)
sebelum
kejadian
trauma.
tak
lama
setelah
psikologis,
agar
serangan itu. Setelah itu korban
Pendampingan itu sendiri juga
akan
terluka,
harus dengan metode-metode
kecenderungan
yang benar sehingga dalam
mengingat
menjalani penyembuhan atau
kembali sejarah dari trauma
terapi korban tidak mengalami
sebelumnya.
tekanan-tekanan
mengalami
memiliki
depresi,
dan
Peningkatan
baru
yang
risiko mengembangkan PTSD
diakibatkan
disebabkan oleh kombinasi dari
pendampingan
kerentanan korban dan sejauh
(Wardhani & Lestari, 2007).
mana
sifat
serangan
dramatis
saat
ini.
dari
Wanita
dari
proses
itu
sendiri
Menurut
Filipas
Ullman
(2001)
&
pemulihan
memiliki resiko yang besar
PTSD akibat pelecehan seksual
mengalami
dapat
PTSD,
namun
dilakukan
dengan
dapat diatasi dengan terapi
berbagai cara, antara lain:
yang tepat.
1) Adanya penerimaan dari
lingkungan sosial.
c. Pemulihan
PTSD
korban
pelecehan seksual
Untuk
menyembuhkan
gangguan stress pasca trauma
pada korban kekerasan atau
2) Menghilangkan
anggapan
negatif terhadap korban.
3) Memberikan
dukungan
penuh agar korban mampu
menjalani kehidupannya.
4) Menghilangkan
stigma
subjek
selama
ini,
memberikan
dengan layak dan tidak
pemahaman kepada lingkungan
dikucilkan.
sosial
Pemulihan
lain
dari
PTSD dapat dilakukan dengan
berbagai
hal,
seperti
yang
ditemukan oleh Dunmore, dkk
(2001) korban dapat dilakukan
upaya
agar
mampu
mengendalikan pikiran yang
mengganggu mereka selama
ini.
mengendalikan
pemikiran yang mengganggu
negatif terhadap subjek
5) Memperlakukan
diantaranya
Upaya
tersebut
dapat
dilakukan agar dapat menekan
trauma
akibat
terkait
dengan
pelecehan
seksual.
Korban
sebaiknya
didampingi
pengalaman
agar
mereka
merasa ada yang menerima dan
mendukung
korban
agar
mampu untuk percaya diri
sehingga kehidupannya dapat
berjalan
sebagaimana
mestinya.
Pemulihan
stigma
akibat pelecehan seksual dapat
dilakukan dengan berbagai hal,
menghilangkan
negatif
mengenai
pelecehan seksual, dan korban
harus didampingi agar mereka
merasa diterima agar mampu
menumbuhkan
diri
rasa
dalam
percaya
menjalani
kehidupannya (Dunmore, dkk,
2001). Menurut Connor &
Butterfield (2003) treatment
yang dapat digunakan untuk
menangani
pasien
yang
mengalami stres pasca trauma
salah satunya adalah EMDR
yang
memadukan
pergerakan
mata,
pengingatan
kembali
antara
trauma,
serta
verbalization.
2. EMDR
(Eye
Movement
Desensitization and Reprocessing).
a. Definisi
PTSD
agar
EMDR
(Eye
Movement Desensitization and
Reprocessing).
EMDR
awalnya
untuk menyeimbangkan semua
diperkenalkan pada tahun 1989
pemrosesan informasi. Setiap
dengan studi terkontrol secara
informasi
acak yang diterbitkan yang
sistem jaringan memori yang
dievaluasi efek pengobatan satu
terstruktur
sesi dengan trauma individu.
neurobiologis, di salam struktur
Pada saat itu disebut Eye
neurobiologis
Movement Desensitisasi atau
semua
EMD karena orientasi perilaku
imajinasi, khayalan, emosi, dan
dan dasar pemikiran bahwa
sensasi. Selama proses adaptif
gerakan mata yang unik dalam
yang normal, setiap informasi
menyebabkan
terjadi dalam bentuk asosiasi
efektif.
desensitisasi
Efek
dipandang
pengobatan
terutama
yang
tersimpan
dalam
secara
ini
tersimpan
ingatan,
pikiran,
tepat
sehingga
sebagai
pengalaman digunakan secara
pengurangan rasa takut dan
konstruktif dan proses belajar
kecemasan yang dihasilkan dari
pun berjalan secara adaptif. Hal
trauma
ini
tersebut
(Adler
&
Tapia, 2008).
(2001)
bahwa
terapi
EMDR didasarkan pada sebuah
konsep Adaptive information
model.
Teori
model
ini
menjelaskan bahwa manusia
diasumsikan memiliki sistem
pemrosesan informasi inheren
yang
secara
neurobiologist
distress
emosional bias tertangani dan
Shapiro
menjelaskan
menyebabkan
fisiologis
dan
menjadi
alat
seimbangkan
secara
baik.
EMDR terdiri dari 8 sesi
dengan menggunakan gerakan
mata yang terarah sehingga
memberikan keefektifan usaha
untuk
menyembuhkan
suatu
emosi yang komplek akibat
peristiwa
traumatis
yang
menggangu perjalanan hidup.
Bersamaan
dengan
pendapat tersebut Forgash &
Copeley
(2008)
menjelaskan
bahwa
juga
integratif.
Pola-pola
ini
terapi
mungkin terkait dengan isu-isu
EMDR merupakan pendekatan
yang belum terselesaikan dan
yang
pikiran-pikiran
mengintegrasikan
beberapa
baris
yang
psikoterapi
menggangu yang merugikan,
teori, praktek, dan penelitian
menyakitkan dan membentuk
untuk membantu klien dengan
trauma. Menggunakan EMDR
permasalahan yang kompleks.
dapat
Pada terapi EMDR terdapat
informasi
AIP (The Adaptive Information
membantu individu bergerak
Processing
menuju kenyamanan dan dapat
Model)
yang
mengintegrasikan
neurobiologis
merupakan dasar untuk metode
membebaskan
terapi EMDR. Cara kerjanya
besar
mengelola informasi neurologis
(Shapiro, Kaslow & Maxfield,
berdasarkan
2007).
yang
intrinsik
berfungsi
sistem
mengganggu
menjadi
kenangan yang hidup yang
tidak menggangu.
EMDR
kecilnya
dari
trauma
untuk
mengubah pengalaman hidup
yang
dan
individu
dan
b. Delapan Fase EMDR (Eye
Movement Desensitization and
Reprocessing).
Leeds (2009) menyusun
digambarkan
delapan tahap terapi EMDR
sebagai pendekatan yang kuat
yang juga disempurnakan dari
untuk memfasilitasi integrasi
penemu aslinya Saphiro sebagai
individu. Ini adalah hipotesis
berikut:
bahwa otak individu dengan
1) Menggali riwayat
sejarah
memiliki
traumatis
gangguan
kapasitas
mengembangkan
mungkin
dalam
untuk
pola
Tujuan :
a) Membangun
hubungan
baik pada saat terapi
b) Mengumpulkan
sejarah
psikososial dan medis
rencana
perlakuan dan kasus
d) Singkirkan
kriteria
pengecualian
a) Mendapatkan narasi atau
sejarah secara rinci
Tujuan
dari
gejala
c) Mengidentifikasi
untuk
target
mengulang:
peristiwa
saat
gejala
muncul, pemicu gejala,
tujuan
Tugas :
a) Mengenalkan
informasi
psikoterapi EMDR untuk
masalah trauma pasien.
b) Memperhatikan
Tugas:
b) Penilaian
hubungan
terapeutik
c) Mengembangkan
perumusan
e) Memperkuat
dimasa
akan
datang.
kesadaran
selama
pemrosesan kembali
c) Pastikan
pasien
dari
catatan
dibantu
oleh
metode untuk kontrol diri
3) Asesmen
Tujuan :
a) Memilih target utama
yang menjadi rencana
terapi
EMDR
untuk
memperoses kembali.
b) Memperoleh
2) Persiapan
baseline
dengan SUD dan VoC
Tujuan :
a) Mendapatkan persetujuan
Tugas :
a) Memperoleh gambaran,
untuk terapi
b) Memberikan psikoedukasi
keyakinan negatif saat
c) Praktik untuk mengolah
ini, keyakinan positif
yang diinginkan, emosi
diri
d) Memiliki
mingguan
catatan
saat ini, dan sensasi
fisik.
b) Mengukur
tingkat
a) Melanjutkan
target
baseline dengan SUD
pemrosesan
dan VoC
dengan memasukkannya
4) Desensitisasi
kembali
keyakinan positif yang
Tujuan:
diinginkan
a) Pemprosesan ulang target
pengalaman
b) Mengintegrasikan secara
sampai
penuh keyakinan yang
menuju adaptif seperti
disukai ke dalam memori
ditunjukkan oleh 0 SUD.
hingga skor Voc menjadi
Tugas :
7
a) Memberikan
stimulasi
bilateral
(BLS)
berlainan
dan
perubahan
laporan
singkat
yang
Tugas :
a) Memberikan
stimulasi
menilai
bilateral
untuk
melalui
menyadarkan
pasien
dari
pasien
dengan keyakinan positif
yang diinginkan.
b) Kembali kepada target
b) Lanjutkan sampai pasien
untuk menilai kemajuan
mencapai skor 7 atau
dan mengenali sisa dari
skor 6 VoC.
materi
yang
telah
diberikan
c) Gunakan
6) Body scan
Tujuan :
intervensi
a) Pastikan dan gangguan
tambahan bila pada saat
yang
pemrosesan
target
terjadi penolakan
5) Instalasi
Tujuan:
kembali
terkait
dengan
sepenuhnya
diproses ulang.
b) Izinkan
pasien
untuk
mencapai tingkat yang
lebih tinggi dari semua
Pastikan apakah semua aspek
perpaduan terapi.
dari rencana terapi
Tugas :
sedang
Memberikan
simulasi
bilateral saat pasien berfokus
pada pengolahan ulang setiap
sensasi
sampai
mencapai
yang
ditangani
sudah
terlaksana dengan baik.
Tugas:
a) Sesuaikan
rencana
terapi sesuai kebutuhan
sensasi fisik yang netral dan
berdasarkan
laporan
positif.
pasien
catatan
7) Closure (penutupan)
dari
harian
b) Periksa kembali untuk
Tujuan:
Pastikan kondisi klien telah
memastikan efek terapi
stabil dan tujuan saat ini
untuk
ditutup
pasien.
dengan
sesi
kondisi
stabil
reprocessing.
Tugas :
Berdasarkan
a) Gunakan teknik kontrol
EMDR and Family Therapy
diri jika diperlukan untuk
Process (Shapiro et al, 2007),
menjamin stabilitas dan
antara lain:
target saat ini.
b) Meminta
Handbook
of
(a) Client History and Treatment
penjelasan
Planning.
pasien terkait pengaruh
Terapis
terapi.
informasi termasuk riwayat
c) Meminta pasien untuk
menceritakan
catatan
terjadinya
mengumpulkan
trauma
berhubungan
dengan
pengalaman selama sesi
kecelakaan.
terapi.
mengumpulkan
8) Penilaian ulang
Tujuan:
yang
Terapis
juga
informasi
berdasarkan hubungan klien
dengan anggota keluarganya
dan
dengan
lingkungan
(d) Desensitization
sekitar klien. Terapis terlebih
Terapis memproses kembali
dahulu
semua
meminta
informed
consent.
jaringan
yang
saling
memori
(b) Preparation
berhubungan.
Terapis
membangun
hubungan
dengan
mengajarkan
Terapis memproses kembali
EMDR,
dan meningkatkan asosiasi-
teknik-teknik
asosiasi ke jaringan-jaringan
stabilisasi dan meminta klien
satu
(e) Installation
klien,
memperkenalkan
memilih
saluran
set
latihan
kognisi yang positif.
(f) Body Scan
gerakan mata atau model
Terapis memproses kembali
stimulasi bilateral lain untuk
semua
pemrosesan EMDR.
memori yang bersifat fisik/
(c) Assessment
diproses
peristiwa
manifestasi
somatik.
Terapis membuat target yang
akan
sisa
berdasarkan
kecelakaan
dan
(g) Closure
Terapis mengembalikan klien
ke
dalam
kondisi
yang
membuat rumus. 3 metode
seimbang atau dalam kondisi
untuk mengidentifikasi target:
gangguan
menetapkan target identifikasi
penutup dilakukan jika sesi
melalui klien selama masa
pemrosesan
asesmen, instruksi fload-back
Dalam tahap ini pemrosesan
yang berfokus pada sensasi
bisa tuntas, bisa juga tidak.
tubuh
dan
Jika tidak tuntas, terapis akan
teknik
fload-back
menggunakan
terendah.
akan
Tahap
selesai.
dengan
melatih klien untuk menjaga
mengarahkan bayangan untuk
keseimbangan dirinya dengan
mengurangi memori terhadap
mengajarkan
peristiwa tersebut.
stabilisasi.
teknik-teknik
(h) Reevaluation
Terapis
penilaian
mengadakan
kembali
terhadap
Metode penelitiaN
Penelitian
ini
akan
target-target memori yang telah
desain
diproses. Klien dapat membuat
(single-case
jurnal untuk melihat kemajuan-
merupakan sebuah desain penelitian
kemajuannya. Hal yang paling
untuk
unik dari penampilan EMDR
perlakuan (intervensi) dengan kasus
adalah
menginduksi
tunggal. Kasus tunggal dapat berupa
gerakan mata dengan cepat
beberapa subjek dalam satu kelompok
pada
atau subjek yang diteliti adalah tunggal
terapis
klien
selama
proses
eksperimen
menggunakan
kasus
tunggal
experimental
design)
mengevaluasi
efek
menghilangkan suatu hal yang
(N=1).
Desain
kompleks (desensitisasi; seperti
tunggal,
baik
imaginal eksposur) dan fase-
maupun N=1, untuk kasus tertentu
fase
Pada
dianggap paling cocok untuk meneliti
umumnya, proses gerakan mata
manusia, terutama apabila perilaku
diinduksi
dengan
yang diamati tidak mungkin diambil
untuk
rata-ratanya. Dalam beberapa kasus,
penginstalan.
memerintahkan
mengikuti
kemudian
klien
jari
terapis
menggerakkannya
rata-rata
eksperimen
suatu
sampel
kelompok
mencerminkan
kelompok
tidak
keadaan
kasus
dapat
perilaku
dengan cepat dan pada keempat
individu di dalam kelompok itu.
arah silang yang dapat dilihat
Dengan kata lain, rata-rata kelompok
oleh klien. Bentuk lain dari
tidak selalu mencerminkan keadaan
stimulus
individu-individu dalam kelompoknya
secara
bergantian
atau
aktifitas
(ketukan)
(tapping/tepukan
terkadang
pada
malah
proses
tangan)
digunakan
gerakan
(Rauch & Cahill, 2003).
mata
(Latipun, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari skor PTSD korban pelecehan
seksual pada saat pre-test, post test
dan
A. Analisis hasil penelitian
yang
diperoleh
tersaji pada tabel berikut:
1. Deskripsi statistik
Partisipan
follow-up
mendapatkan
skor skala IES-R berjumlah 35
pada saat pre-test dengan kategori
Pre-test
sedang, setelah diberikan teknik
stabilisasi
sebanyak
pertemuan,
subjek
kali
35
memperoleh
Tabel 10. Hasil statistik
Perlakuan
Perlakuan
Pos-test
diberhentikan
tiga
7
22
4
skor berjumlah 7. Pada saat tiga
minggu tidak dilakukan terapi/
diberhentikan sementara, subjek
mengalami peningkatan dari skor
sebelumnya menjadi 22, artinya
Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa terapi
efektik untuk menurunkan skor
PTSD pada partisipan.
pada saat terapi tidak diberikan
subjek
mengalami
peningkatan
2. Analisis uji hipotesis
Setelah
skor, tetapi tidak melebihi baseline
nya.
Setelah
terapi
diberikan
kembali dan diukur saat pos-test,
subjek
kembali
mengalami
penurunan skor menjadi 4. Setelah
satu minggu setelah terapi subjek
di
follow-up
untuk
melihat
perubahan lebih lanjut terhadap
efek
dari
terapi.
Subjek
memperoleh skor 3, terlihat bahwa
subjek
mengalami
penurunan
tingkat PTSD. Deskripsi statistik
Follow-up
nilai
pretest,
posttest dan follow up diperoleh,
maka untuk menguji hipotesis
dilakukan
analisis
secara
kuantitatif
menggunakan
teknik
visual
inspection.
Langkahnya
adalah dengan menampilkan dalam
grafik skor PTSD fase awal (pretest),
selama
pemberhentian
setelah
terapi,
sementara,
mendapatkan
fase
fase
perlakuan
(pos-test), dan fase follow-up.
3
Kasus dalam penelitian ini,
pelaku pelecehan dilakukan oleh ayah
Skor yang diperoleh partisipan
kandungnya sendiri. Ayah sebagai
dapat dilihat dalam grafik berikut
pelaku
ini:
nafsunya dan tidak mampu mengontrol
tidak
mampu
mengontrol
Grafik 1. Skor PTSD partisipan
perilakunya. Selain itu faktor lain yang
40
menjadi penyebab peristiwa ini adalah
30
masalah
ekonomi,
10
mudah
memuluskan
rencananya
0
dengan
memberikan
iming-iming
20
pelaku
dengan
kepada korban yang menjadi target
dari pelaku. Ayah memberikan imingHasil
penelitian
iming berupa HP terbaru untuk subjek.
menunjukkan bahwa skor PTSD
partisipan
pada
Subjek
mengalami
trauma
saat
pretest
pelecehan seksual berupa ketakutan
35,
setelah
yang sangat mendalam ketika melihat
diberikan perlakuan berupa teknik
stimulus yang ada disekitar tempat
stabilisasi
terjadinya
mendapatkan
skor
subjek
mengalami
peristiwa.
Peristiwa
penurunan menjadi skor 7. Pada
pelecehan seksual terjadi di dalam
saat terapi tidak diberikan dan
kamar subjek, sehingga subjek sangat
tetap diukur, subjek mengalami
takut ketika melihat pintu, jendela, dan
peningkatan
kain
menjadi
skor
22,
yang
digunakan
pada
saat
namun setelah diberikan terapi dan
peristiwa.
diberikan post-test subjek kembali
dimanifestasikan
mengalami penurunan jumlah skor
menolak mengingat dan menarik diri
menjadi 4. Pada saat follow-up
dari lingkungan sosial. Disamping itu,
subjek
apabila
kembali
mengalami
penurunan jumlah skor menjadi 3.
Ketakutan
pada
adik-adiknya
subjek
perilaku
mengungkit
kembali tentang peristiwa tersebut,
subjek
tidak
dapat
mengontrol
terjadi dalam bentuk asosiasi yang
kemarahannya dengan cara mencekik
tepat sehingga pengalaman digunakan
leher adiknya. Perilaku tersebut sangat
secara konstruktif dan proses belajar
menggangu dalam kehidupannya.
pun berjalan secara adaptif. Hal ini
Terapi
EMDR
sangat
mempengaruhi terjadinya pengurangan
tingkat PTSD yang dialami oleh
partisipan.
Dari
skor
semula
35
Mengalami penurunan menjadi 4.
Pemberian
terapi
membantu
EMDR
penderita
dikarenakan
cara
kerja
dapat
PTSD
EMDR.
Shapiro (2001) menjelaskan bahwa
terapi EMDR didasarkan pada sebuah
menyebabkan distress emosional dapat
tertangani dan diseimbangkan secara
baik. EMDR terdiri dari 8 sesi dengan
menggunakan
BLS
(bilateral
stimulation) yaitu gerakan mata yang
terarah
sehingga
keefektifan
memberikan
usaha
untuk
menyembuhkan suatu emosi yang
komplek akibat peristiwa traumatis
yang menggangu perjalanan hidup.
konsep Adaptive information model.
Shapiro (2001) menjelaskan
Teori model ini menjelaskan bahwa
bahwa aktivitas elektrik yang tidak
manusia diasumsikan memiliki sistem
selaras di hemisphere otak merupakan
pemrosesan informasi inheren yang
unsur
secara fisiologis dan neurobiologist
gangguan) yang memunculkan PTSD.
menjadi alat untuk menyeimbangkan
Terapi
semua pemrosesan informasi. Setiap
mengsinkronisasikan, menyelaraskan)
informasi tersimpan dalam sistem
aktivitas elektrik tersebut sehingga
jaringan
terstruktur
mengubah reaksi takut yang terkondisi
secara neurobiologis, di dalam struktur
pada pengalaman traumatis, menjadi
neurobiologis ini tersimpan semua
sebuah pengalaman netral.
ingatan, pikiran, imajinasi, khayalan,
EMDR
emosi, dan sensasi. Selama proses
(mengurangi
adaptif yang normal, setiap informasi
traumatis melalui proses reaksasi dan
memori
yang
patogenik
(mulanya
EMDR
juga
terjadi
berproses
Terapi
medesensitisasikan
kepekaan)
ingatan
restrukturisasi (merubah) pola pikir
desensitisasi dan pengolahan ulang
yang
memori
tersimpan
dalam
ingatan
traumatis tersebut.
Sesuai
beberapa
EMDR
dan
bagaimana
korban dapat mengubah perilakunya.
dengan
penelitian
ini
traumatis
penemuan
bahwa
terapi
dan
efektif
berhasil
penelitian
ini
menemukan
bahwa
EMDR efektif diberikan untuk korban
pelecehan seksual.
diberikan kepada korban pelecehan
seksual. Sesuai dengan penemuan dari
Allon
(2015)
yang
KESIMPULAN DAN SARAN
melakukan
A. Kesimpulan
penelitian di Republik Demokratik
Berdasarkan hasil penelitian
Kongo mengenai efektifitas EMDR
yang telah dilakukan, maka dapat
untuk para wanita korban pelecehan
disimpulkan bahwa terapi
seksual (pemerkosaan) yang mederita
efektif
PTSD. Hasil penelitian menunjukkan
korban pelecehan seksual di YLPA
skala SUD mengalami penurunan yang
DIY. Berdasarkan hasil data kualitatif,
signifikan dibandingkan peserta yang
dapat dilihat bahwa subjek dapat
tidak diberikan terapi EMDR.
merasakan perubahan yang terjadi
Bersamaan dengan penelitian
tersebut,
Ricci
menggunakan
(2006)
EMDR
yang
untuk
mengurangi reaktifitas trauma masa
kecil yang diakibatkan oleh pelecehan
seksual incest.
Korn (2009) dalam
penelitiannya juga menemukan bahwa
EMDR mampu untuk mengobati kasus
trauma pelecehan seksual pada anak.
Tritmen
ini
mengeksplorasi
dilakukan
untuk
hubungan
ini
antara
untuk
menurunkan
EMDR
PTSD
setelah mengikuti terapi EMDR ini
seperti merasakan kenyamanan, pada
saat di dalam kamar subjek merasa
tidak takut lagi, disamping
itu
terbentuk juga keyakinan yang baru
untuk dapat menjaga diri dengan baik
serta berani untuk melawan/ protes
jika mendapatkan perlakuan yang tidak
menyenangkan dari orang lain.
Selain
itu
perubahan
yang
terjadi juga terlihat dari skor PTSD
yang mengalami penurunan dari pre-
sehingga penggunaannya masih
test mendapatkan skor 35 mengalami
sangat terbatas, untuk itu perlu
penurunan skor pada saat post test
adanya pengembangan modul
menjadi
agar terapi ini dapat digunakan
4.
mengalami
Tingkat
Setelah
penurunan
SUD
follow-up
menjadi
terhadap
3.
peristiwa
pelecehan seksual juga mengalami
secara
efektif
penanganan
dalam
kasus
terutama
kasus trauma.
penurunan, pada saat tahap baseline
c) Terapi EMDR ini masih jarang
mendapat skala 6 hingga mengalami
diterapkan dan dikembangkan
penurunan skor menjadi 0, artinya
di
peristiwa trauma tersebut telah dapat
UAD sendiri, oleh karena itu
dikendalikan dengan baik.
perlu adanya penelitian sejenis
Indonesia
terhadap
penelitian
dan
konteks
di
yang
bervariasi dan populasi yang
B. Saran
Berdasarkan
khususnya
dari
kesimpulan,
hasil
lebih luas, seperti diterapkan
maka
untuk
kasus
PTSD
akibat
beberapa saran yang perlu diberikan,
kecelakaan, kasus PTSD akibat
antara lain:
musibah
1. Saran teoritis
kasus PTSD yang diakibatkan
a) Hasil
penelitan
ini
memberikan
menurunkan
2. Saran praktis
PTSD
a) Bagi
b) Terapi EMDR sangat efektif
digunakan,
dikarenakan
harus
dan
oleh faktor lainnya.
EMDR
korban pelecehan seksual.
untuk
bumi
informasi
mengenaiefektifitas
untuk
dapat
gempa
partisipan agar
dapat
mengaplikasikan metode yang
telah diberikan terutama teknik
namun
stabilisasi untuk mengontrol
pelaksanaannya
diri sendiri. Salain itu juga
menggunakan
modul
terstandar dari yayasan EMDR
diharapkan
memperkuat
agar
tetap
kayakinan-
keyakinan positif yang telah
sertifikat
diperoleh selama proses terapi
praktik.
untuk
melakukan
berlangsung.
d) Bagi
penelitian
selanjutnya
apabila
Daftar pustaka
mengalami
keterbatasan jumlah partisipan,
dapat disiasati dengan mencari
informasi
pada
lembaga
pendampingan perempuan dan
Adler-Tapia, R., & Settle, C.
(2008). EMDR and the art of
psychotherapy
with
children. New York: Springer
Publishing Company.
anak lainnya, ataupun pada
LSM
(lembaga
swadaya
masyarakat) lainnya.
b) Bagi
penelitian
selanjutnya,
diharapkan untuk merancang
jadwal periode waktu terapi,
sehingga terapis dan subjek
dapat mengalokasikan waktu
sesuai jadwal tersebut.
c) Bagi instansi terutama Yayasan
Lembaga Perlindungan Anak
DIY,
terapi
ini
dimanfaatkan
dalam
dapat
selanjutnya
penanganan
kasus
korban kekerasan seksual yang
mengalami trauma.Untuk itu
disarankan
agar
psikolog
YLPA
mengikuti
pelatihan
EMDR
agar
mendapat
Allon,
M. (2015). Emdr group
therapy with women who
were sexually assaulted in the
congo.
Journal
of
EMDR
Practice
and
Research,
9(1), 28-34.
American Psychiatric Association.
1994.
Diagnostic
and
statistikal manual of mental
disorders: DSM-IV Edisi 4.
Washington DC: American
Psychiatric Association.
Anna,
T.M.,
Backstrom.,
Sondergaard., Torbjorn.,
Peter, H.
Helström &
Lotti. (2014). Identifying
risk factors for ptsd in
women seeking
medical
help after rape. Plos One.
9(10), 1-9.
Connor, K.M & Butterfield, M.I.
(2003).Posttraumatic
stress
disorder.
Fokus
TheJournal
of
Lifelong
Learning
in
I(3),247-262.
Psychiatry.
Copeley, M., & Forgash, C.
(2008). Healing the heart of
trauma and issociation with
EMDR and ego state therapy.
Springer Pub.
Dunmore, E., Clark, D. M., &
Ehlers,
A.
(2001).
A
prospective
investigation
of the role of cognitive
factors
in
persistent
posttraumatic stress disorder
(PTSD) after physical
or
sexual
assault. Behaviour
Research and Therapy. 39(9),
1063-1084.
Durand, V. M. dan Barlow, D. H.
2006. Psikologi abnormal.
Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Direktori
Perlindungan
Korban
Kekerasan Daerah Istimewa
Yogyakarta edisi ketiga.
(2013). Forum perlindungan
korban
kekerasan
DIY.
Badan
pemberdayaan
perempuan dan masyarakat
DIY.
Ekandari,
Mustaqfirin,
Faturochman.
(2001).
Perkosaan,
dampak,
dan
alternatif
penyembuhannya.
Jurnal Psikologi. XXVIII(
1),1-18.
Farkas, L., Cyr, M., Lebeau, T.M.,
&
Lemay.
J.
(2010).
Effectiveness of
MASTR
EMDR
therapy
for
traumatized
adolescents.
Journal of
Child
&
Adolescent
Trauma.
3(2),125-142.
Huraerah, A. (2007).
terhadap
Jakarta:Penerbit
Kekerasan
anak.
Nuansa.
Kurnianingsih,
S.
(2003).
Pelecehan seksual terhadap
perempuan di tempat kerja.
Buletin Psikologi.
XI(2),116-129.
Korn, D.L. (2009). EMDR and the
treatment of complex PTSD: A
review.
Journal of
EMDR
Practice and Research,3( 4), 264278.
Latipun.
(2002).
Psikologi
eksperimen. Malang: UMM
press.
Leeds, A. M. (2009). A guide to the
standard EMDR protocols
for
clinicians,
supervisors,
and
consultants.
Springer
Publishing
Company.
Leitch,
M.L.
(2007).
Somatic
experiencing treatment with
tsunami
survivors
in
Thailand: Broadening the
scope of early intervention.
traumatology.Sage
Publications.
Maslihah, S. (2013).Play therapy
dalam
identifikasi
kasus
kekerasan
seksual
terhadap
anak.
Jurnal
Penelitian Psikologi. 04(01),
21-34.
Nevid, J. S., Rathus, S.A., & Greene,
B. (2003). Psikologi abnormal. Jilid
1.
Jakarta:
Penerbit
Erlangga.
Rauch,S.A.M,Cahill,
S.P.(2003).Treatment and
preventionof posttraumatic
stress
disorder.Cinical
Fokus
Primary
Psychiatry.10(8), 60-65.
Ricci, R. J. (2006). Trauma
resolution using eye
movement
desensitization
and reprocessing with an
incestuous sex
offender.
Clinical Case Studies, 5(3), 248-265.
Romauli, S. Vindari, A.M. (2012).
Kesehatan Reproduksi buat
Mahasiswi
Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
.
Shapiro, F. (2001). Eye movement
desensitization
and
reprocessing: Basic
principles, protocols, and
procedures, 2nd ed. New
York: The
Guilford Press.
Shapiro, F., Kaslow, F. W., &
Maxfield,
L.
(Eds.).
(2007). Handbook of EMDR
and family therapy processes. John
Wiley &
Sons.
Sumera, M.(2013). Perbuatan
kekerasan/pelecehan seksual terhadap
perempuan. Lex
et
Societatis, I(2), 39-49.
Taylor, S., Thordarson, D.S., Fedoroff,
I.C., Maxfield, L., Lovell, K.,
Ogrodniczuk,
J.
(2003).
Comparative efficacy, speed
and adverse effects of three
PTSDtreatments:
Exposure
therapy, EMDR and relaxation
training.
Ullman, S. E., & Filipas, H. H.
(2001). Predictors of PTSD
symptom
severity
and
social reactions in sexual
assault victims. Journal of
traumatic stress,14(2), 369389.
Wardhani, Y.F., Lestari, W. (2007).
Gangguan Stres Pasca
Trauma
pada Korban
Pelecehan
Seksual
danPerkosaan.PusatPeneliti
an dan
Pengembangan
Sistim dan
Kebijakan Kesehatan,
Surabaya.
Willis,.
S.S. (2014). Remaja
masalahnya.
Bandung:alfabeta.
&
Download