EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING (EMDR) UNTUK MENURUNKAN PTSD PADA KORBAN PELECEHAN SEKSUAL DI YAYASAN LEMBAGA PERLINDUNGAN ANAK D.I YOGYAKARTA Dwi Sari Rizki, Khoirudin Bashori, Elli Nur Hayati Magister Profesi Psikologi Klinis Universitas ahmad dahlan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh EMDR untuk menurunkan PTSDkorban pelecehan seksual di YLPA (Yayasan Lembaga Perlindungan Anak) DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta. Karakteristik subjek penelitian adalah perempuan usia 17 tahun tergolong kategori remaja akhir, mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) akibat pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya, sesuai dengan hasil screening menggunakan skala IES-R (Impact of event scale-Revised). Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan single case experimental(N=1) dengan desain A-B-A-Bwith Follow Up.Subjek mendapat perlakuan terapi EMDR sebanyak tujuh kali pertemuan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi EMDR (eye movement desensitization reprocessing) dan variabel tergantung adalah PTSD (post-traumatic stress disorder) korban pelecehan seksual. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori PTSD, hal itu terlihat dari hasil pretest mendapat skor 35, setelah postest mengalami penurunan skor menjadi 4, dan pada saat dilakukan follow-up mengalami penurunan skor menjadi 3. Hasil penelitian didukung oleh hasil wawancara dan observasi yang menunjukkan subjek dapat mengelola emosinya dan mampu mengendalikan diri ketika melihat benda-benda yang menstimulasi traumanya dan subjek mampu menemukan keyakinan-keyakinan positif yang baru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa EMDR mampu menurunkan PTSD korban pelecehan seksual di YLPA DIY. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini diterima. Keyword : Terapi EMDR, PTSD pelecehan seksual EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING (EMDR)TO REDUSE PTSD SUFFERED BY VICTIM OF SEXUAL HARASSMENT IN YLPA D.I YOGYAKARTA Abstract This study aims to find out the effect of EMDR in reducing PTSD (posttraumatic stress disorder) suffered by a victim of sexual harassment in YLPA (child protection agency foundation) of DIY (Yogyakarta special region).Characteristics of the study subject were woman aged 17 years (belong to the category of the late teens), has PTSD symptoms according to the results of a screening using the scale of IES-R(Impact of event scale-Revised). Research carried out using a single case experimental design (N=1) with the design of the A-B-A-B with Follow Up. EMDR therapy was treated to the subject through a total of seven sessions. The independent variable in this study is EMDR therapy and the dependent variable is the victim’s score ofPTSD of the victim. The results showed a decrease in the category of score of PTSD, as seen from the results of the pretest (a score of 35), posttest scores decreased to 4, and at the time of follow-up decreased the score to 3. The results are supported by interviews and observations that show the subject was able manage her emotions and being able to control her selves when looking at objects that stimulate the trauma, and she was able to find new positive beliefs. Based on these results, it is concluded that EMDR can decrease PTSD score suffered by victim of sexual harassment in the LPA DIY. Thus, the research hypothesis is accepted. Keyword: EMDR therapy, PTSD sexual harassment dalam kandungan. Usia tersebut sangat PENDAHULUAN Perempuan dan anak rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuk. tindak kekerasan, meskipun tindakan kekerasan terhadap tersebut melanggar, menghambat dan Lawson (Huraerah, 2007) ada empat mengabaikan macam merupakan sasaran hak empuk asasi untuk manusia namun tindakan kekerasan tersebut terus terjadi di masyarakat. Kekerasan menimbulkan dampak fisik melainkan juga dampak psikologis. Dampak fisik umumnya tidak anak menurut kekerasan fisik, kekerasan emosi, kekerasan secara verbal dan kekerasan seksual. terhadap perempuan dan anak tidak saja yaitu Bentuk-bentuk Kekerasan satunya merupakan seksual salah kasus paling banyak dialami oleh anak. Pelecehan seksual adalah terminologi yang paling dampak tepat untuk memahami pengertian psikologisnya umumnya cukup berat kekerasan seksual. Pelecehan seksual dan membutuhkan intervensi dari para memiliki rentang yang sangat luas, professional baik di bidang kesehatan, mulai dari ungkapan verbal (komentar, psikologi/psikiatri, maupun di bidang gurauan hukum jorok/tidak senonoh, perilkau tidak mencolok namun (Direktori Perlindungan dan senonoh Korban Kekerasan DIY, 2013). sebagainya) (mencolek, yang meraba, mengelus, memeluk dan sebagainya), Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dari orang dewasa kerap menjadi sasaran untuk melampiaskan kekerasan. Menurut undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002, menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih mempertunjukkan gambar porno/jorok, serangan dan paksaan yang tidak senonoh seperti, memaksa untuk mencium mengancam akan atau memeluk, menyulitkan si perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga perkosaan (Sumera, 2013). Menurut Kurnianingsih (2003) penemuan untuk aktivitas seksual, usaha pelecehan perkosaan dan perkosaan itu sendiri. seksual dapat berupa verbal dan Dalam Kitab Undang-Undang berupa godaan fisik. Secara verbal Hukum Pidana (KUHP) (Sumera, dapat berupa bujukan seksual yang 2013) ada beberapa perbuatan yang tidak diharapkan, gurauan atau pesan masuk kategori kekerasan/ pelecehan seksual yang terus menerus, mengajak seksual yaitu: Merusak kesusilaan di kencan terus menerus walaupun telah depan ditolak, pesan yang menghina atau pemerkosaan, pembunuhan, merendahkan, komentar yang sugestif pencabulan. Perkosaan atau cabul, ungkapan sexist mengenai hubungan seksual pakaian, tubuh, pakaian atau aktivitas tanpa kehendak bersama, dipaksakan seksual permintaan oleh salah satu pihak pada pihak pelayanan seksual yang dinyatakan lainnya. Korban dapat berada di bawah perempuan, dengan ancaman maupun terbuka. dalam bentuk tidak langsung Pelecehan seksual godaan fisik di umum, perzinahan, dan adalah yang dilakukan ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak beradaya, berada di bawah antaranya adalah tatapan yang sugestif umur, terhadap tubuh keterbelakangan mental dan kondisi atau kecacatan lain, sehingga tidak dapat (menatap bagian-bagian payudara, pinggul atau bagian tubuh yang lain), lirikan yang menolak menggoda dan mengejap-ngejapkan mengerti, mata, bertanggungjawab rabaan; mencakup cubitan, remasan, menggelitik, mendekap, dan apa mengalami yang atau terjadi, tidak atas apa tidak dapat yang terjadi padanya. mencium, gangguan seksual seperti rabaan atau ciuman yang terjadi karena situasi yang sangat mendukung atau memojokkan perempuan untuk dicium, proposisi seksual, tekanan yang halus Menurut Maslihah (2013) secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum seksual, pencurian, kekerasan fisik, anak mencapai batasan umur tertentu pengasuhan yang ditetapkan oleh hukum negara penelantaran, penculikan, bullying, dan yang orang kekerasan psikis. Dari jenis kasus yang dewasa atau anak lain yang usianya dilaporkan, kekerasan seksual menjadi lebih tua atau orang yang dianggap kasus yang paling banyak dialami, memiliki pengetahuan lebih dari anak tecatat sebanyak 13 orang mengalami memanfaatkannya untuk kesenangan korban kekerasan seksual. bersangkutan dimana seksual atau aktivitas seksual. Pelaku yang kurang tepat, Dua diantaranya remaja putri seksual mengalami tindak kekerasan berupa terhadap anak umumnya orang-orang pemerkosaan yang dilakukan oleh yang sudah dikenal dan dipercaya ayah anak. kekerasan tersebut berdampak kepada kehamilan seksual terhadap anak yang dilaporkan yang tidak diinginkan. Ketidaksiapan pada Komnas Perlindungan Anak, korban menerima kondisi tersebut, pelaku kekerasan terhadap anak bisa berdampak kepada ayah kandung, ibu kandung, ayah tiri, psikologisnya yang menunjukkan ibu perilaku sosial dengan Dari tiri, kandung, kekerasan kasus-kasus paman, kakek, tante, nenek, saudara kandungnya. anti Pemerkosaan kondisi cara tetangga, menarik diri dari lingkungan, tidak bapak guru, ibu guru, anak, teman berminat untuk ke sekolah dan hanya ataupun pacar (Maslihah, 2013). berdiam diri di rumahnya. Kondisi Berdasarkan hasil statistik LPA DIY, selama tahun 2015 terhitung hingga bulan November telah tercatat sebanyak mengalami 49 orang korban anak tersebut membuat keluarga khawatir, mengingat tersebut akan memiliki dan mengasuh seorang anak. yang kekerasan. remaja Sesuai dengan pendapat Romauli & Vindari (2012) dampak Kekerasan yang dialami oleh korban yang ditimbulkan oleh pelecehan berbeda-beda diantaranya; kekerasan seksual pada anak adalah membunuh jiwanya. Luka pelecehan seksual korban akan apatis tersebut akan dibawa oleh anak hingga menarik dewasa, menjadi luka abadi yang sulit agresif, liar dan sulit diatur. dihilangkan. Korban akan mengalami diri, menjadi melakukan dan perilaku Bersamaan dengan pasca trauma yang pahit. Dampak pendapatnya Kessler (Leitch, 2007) lainnya meskipun setelah beberapa tahun, yang ditimbulkan oleh pelecahan seksual adalah korban dapat simptom-simptom merubah kepribadiannya 180 derajat, traumatis akan tetap ada dan tidak dari sebelumnya periang akan menjadi berkurang pemurung, kehilangan Rathus & Greene (2003) mengatakan semangat hidup. Pada beberapa kasus, bahwa reaksi-reaksi maladaptive yang korban berkelanjutan lesu akan menarik diri, dan menjadi apatis melakukan dan perilaku agresif, liar dan sulit diatur. Sesuai pendapat Romauli & Vindari (2012) dampak yang ditimbulkan spontan. terhadap Nevid, suatu stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder). PTSD merupakan gangguan pelecehan emosional yang menyebabkan distress seksual pada anak adalah membunuh yang bersifat menetap yang terjadi jiwanya. seksual setelah menghadapi ancaman keadaan tersebut akan dibawa oleh anak hingga yang membuat individu merasa benar- dewasa, menjadi luka abadi yang sulit benar tidak berdaya atau ketakutan. dihilangkan. Korban akan mengalami Korban merasa mengalami kembali pasca trauma yang pahit. Dampak trauma itu akan menghindari stimulus lainnya oleh yang terkait dan memiliki tingkat pelecahan seksual adalah korban dapat kewaspadaan yang tinggi. Gangguan merubah kepribadiannya 180 derajat, emosional dari sebelumnya periang akan menjadi serangan fisik terutama perkosaan, pemurung, kehilangan kecelakaan lalu lintas, bencana alam semangat hidup. Pada beberapa kasus, atau kematian mendadak orang yang Luka yang lesu oleh secara peristiwa pengalaman traumatis disebut dengan Gangguan dengan dari pelecehan ditimbulkan dan yang terjadi setelah dicintai dapat memunculkan timbulnya bermimpi akan kehadiran ayahnya. PTSD (Durand & Barlow, 2006). Ketakutan itu masih ia rasakan sampai Taylor (2003) menjelaskan saat ini. bahwa PTSD merupakan gangguan yang terjadi ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis yang bereaksi dengan ketakutan yang terus menerus, merasa tidak tertolong, dan horor, yang gejala-gejala tersebut berkembang selama minimal sebulan. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu korban pelecehan yang bernama O yang memiliki usia 17 tahun, ia mengalami pemerkosaan oleh ayah kandungnya sendiri. Ibu O mengaku bahwa anaknya dipaksa oleh ayahnya untuk melakukan berhubungan badan dan dijanjikan hadiah barang. Semenjak itu, ayahnya semakin sering melakukan hubungan badan dengan O hingga hamil. Setelah ibu mengetahui kehamilan biologis anaknya, dilaporkan maka ayah kepada pihak berwajib, sehingga ayah di penjara. O telah melahirkan bayi dan berniat untuk menitipkan anaknya kepada orang lain. Hingga sekarang O masih takut dan sering terbayang jika ayahnya keluar dari penjara, O sering O merasa ketakutan dan merasa kembali melihat bayangan kejadian pelecehan seksual ketika melihat pintu dan kunci kamarnya. Pintu dan kunci merupakan stimulus yang merangsang traumanya. Hal itu dikarenakan pada saat peristiwa tersebut terjadi, O sedang tidur dengan kondisi pintu kamar terkunci, akan tetapi bapak kandung dapat masuk ke dalam kamar dengan cara mencongkel semua pintu. O merasa tidak berdaya menolak dikarenakan adanya ketakutan yang mendalam terhadap ayahnya. Ayah merupakan seorang yang keras dan galak, apabila semua keinginannya ditolak, O akan mendapat tindakan kekerasan. Kejadian tersebut berlangsung pada saat ibunya sedang berada di luar rumah. Hingga saat ini semua peristiwa tersimpan tersebut dengan rapi masih dalam ingatannya. Leitch (2007) menyatakan bahwa EMDR terbukti merupakan tritmen yang paling secara konsisten dan memberikan efek yang positif untuk menangani mengatasi pelecehan seksual. trauma. Penelitian ini menjadi penting untuk diteliti karena membantu b) Bagi dalam PTSD peneliti, korban menambah seseorang yang mengalami trauma pengetahuan dan penerapan akan teori telah diperoleh merasa kecemasan tersebut takut dan timbul sewaktu-waktu. akan mengganggu Hal berpengaruh aktifitas dan sehari-hari seseorang yang mengalami trauma. yang selama perkuliahan. c) Bagi intansi, membantu dalam penanganan pelecehan kasus korban seksual yang mengalami trauma. Tujuan penelitian Kerangka teori Berdasarkan uraian di atas, penelitian 1. Post-Traumatic Stress ini bertujuan untuk menguji efektifitas Disorder pelecehan EMDR seksual untuk menurunkan PTSD korban pelecehan seksual. PTSD diklasifikasikan ke dalam gangguan kecemasan Manfaat Penelitian (anxiety merupakan 1. Manfaat teoritis Hasil penelitan ini dapat memberikan informasi mengenai efektifitas menurunkan EMDR untuk PTSD korban kelanjutan dari Acute Stress Disorder (ASD). Menurut DSM (Diagnostic and IV-TR Statistikal Manual of Mental Disorder IV- melibatkan sekelompok gejala 2. Manfaat praktis a) Bagi korban pelecehan seksual tambahan yang Text Revised) (1994), PTSD pelecehan seksual. sebagai disorder) informasi kecemasan yang terjadi setelah seseorang peristiwa telah traumatis terkena yang mengakibatkan perasaan ngeri, Willis (2014) tidak berdaya atau takut. PTSD mengungkapkan didefinisikan kelamin sebagai reaksi hubungan terjadi antara dua maladaptif yang berkelanjutan orang di luar nikah sedangkan terhadap suatu peristiwa mereka adalah berkerabat dekat traumatis yang melibatkan sekali. Hal ini sering terjadi kematian atau ancaman pada masyarakat yang taraf kematian atau cedera fisik kehidupannya amat rendah, dan serius atau ancaman terhadap juga keselamatan diri sendiri atau (broken orang lain (Nevid & Rathus & disebabkan Greene 2003). keluarga Perkosaan merupakan bagian kurang ditemukan disiplin dan dari kaburnya pelecehan seksual. keluarga yang home). pecah Hal karena yang ini pada seperti ini norma-norma Perkosaan tersebut merupakan kehidupan seabgai pegangan tindakan pemaksaan hubungan dalam kehidupan berkeluarga. seksual dari laki-laki kepada Incest mungkin terjadi antara perempuan. Pemaksaan anak gadis dengan ayahnya, tersebut atau kakak laki-laki dengan dapat berupa ancaman secara adiknya, atau bahkan anak fisik maupun secara psikologis. dengan ibunya. hubungan Hubungan seksual seksual antara Willis (2014) pelaku dan korban tidak hanya menambahkan berupa penetrasi vaginal, akan perbuatan tetapi pemaksaan hubungan seks antara ayah hubungan secara anal dan oral dengan anak gadisnya akan (Ekandari, berakibat dua hal. Pertama, meliputi Mustaqfirin, Faturochman, 2001). bahwa incest seperti secara biologis apabila anak gadis itu hamil dan melahirkan, maka bayi dengan hubungan korban sedarah itu akan mendapatan (perkosaan) mengalami stres kelainan tertentu, yang langsung terjadi dan stres misalnya berupa penyakit aneh jangka panjang. Remaja yang yang mengalami biologis sulit disembuhkan. pelecehan seksual kekerasan Kedua, akan terjadi gangguan merasakan dampak kekerasan psikis pada anak gadis tersebut, tersebut. Dampak yang terjadi berupa trauma psikis yang sulit adalah pula disembuhkan. Biasanya mengintegrasikan hubungan seks yang dilakukan memiliki gambaran diri yang ayah anaknya negatif, mendapat biasanya diikuti dengan unsur negatif dari paksaan dan ancaman. Hal sehingga merasa takut ditolak inilah dari pergaulan dengan teman terhadap yang gangguan tersebut, pendiam, menyebabkan jiwa pada dengan mengucilkan remaja gagal diri, stigma lingkungan gadis sebaya. Berbagai dampak yang gejala dirasakan akan mempengaruhi diri, dalam memenuhi tugas takut (trauma) untuk menikah, perkembangan, bahkan pula tugas perkembangan yang diri utama. Kegagalan dalam ada kecenderungan bunuh (suicide). khususnya menyelesaikan tugas gangguan perkembangan tersebut stress pasca trauma berbeda- mengakibatkan remaja beda mengalami Tingkatan parah bergantung seberapa kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban. Seperti yang diungkapkan oleh Ekandari, dkk (2001) bahwa kebingungan identitas atau krisis identitas. a. Gejala-gejala Post-Traumatic Stress Disorder korban Individu yang kecenderungan post-traumatic stress disorder akan terlihat kombinasi sejumlah gejala spesifik dari ketiga kelompok simtom di atas, dan muncul tiga bulan setelah peristiwa traumatic (DSM-IV, Kriteria PTSD yang yang 1994). harus dipenuhi sesuai dengan DSM IV, yaitu: 1) Paparan terhadap peristiwa traumatis Subjek yang mengalami peristiwa traumatis menderita cedera serius atau ancaman kematian dan emosi negatif yang dialami secara intens. 2) Perasaaan mengalami kembali persitiwa traumatis Perasaan kembali dapat mimpi buruk, dan emosi negatif terhadap peristiwa pelecehan seksual mempunyai bentuk kilas balik kejadian, mengalami (re-experiencing) terwujud dalam traumatis. 3) Keinginan untuk menghindar dari stimulus yang mengingatkan tentang kejadian traumatis serta perasaan mati rasa. Subjek akan menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa traumatis, baik itu individu, perilaku, suasana dan tempat. Selain itu, subjek tidak dapat merasakan perasaan apapun setelah peristiwa traumatis berlangsung. 4) Meningkatnya kewaspadaan berlebih Subjek akan meningkatan kewaspadaan atau kesiagaannya terhadap halhal yang sebenarnya tidak berbahaya bagi dirinya, misalnya mudah terkejut jika ada suara gemuruh. 5) Adanya penurunan fungsi psikologis Penurunan fungsi 3) Sering mengingat orang psikologis di sini tidak yang melakukan tindakan hanya kekerasan seksual. fungsi individu secara pribadi tetapi juga 4) Korban kekerasan akan dalam kehidupan sosialnya. menganggap Subjek cenderung menarik trauma sebagai mengancam diri dari orang-orang di kehidupan sekitarnya dan mengalami penurunan dalam menjalankan aktivitas kejadian 5) Memiliki kemarahan yang besar terhadap kejadian Pelecehan. 6) Sering menyalahkan diri sehari-hari. 6) Gejala timbul selama satu sendiri dan orang lain 7) Menganggap hidup mereka bulan atau lebih. Berbagai kriteria gejala di berada dalam bahaya dan atas dialami oleh subjek terluka secara fisik. selama satu bulan atau Gejala-gejala lebih setelah berlangsungnya peristiwa traumatis. Ullman & Filipas tampak setelah kekerasan seksual yang terjadinya menurut Dunmore, dkk (2001) dipengaruhi oleh adanya (2001) menemukan beberapa perubahan secara kognitif yang gejala PTSD akibat kekerasan berupa : seksual, diantaranya: 1) kebingungan mental. 1) Memiliki reaksi sosial yang 2) Merasa terbebani dengan lebih negatif kepada orang tanggapan lain. orang lain. 2) Memiliki sifat yang negatif di lingkungan sosial. negatif 3) Menunjukkan dari perubahan perilaku secara menetap. 4) Memiliki keyakinan negatif tentang diri dan dunia. 3) Kurangnya pengetahuan dan tingkat pendidikan 5) Menghindar dari 4) Status ekonomi keluarga. lingkungan sosial karena 5) Perempuan yang memiliki menganggap tidak aman status sosial dan ekonomi untuk dirinya. yang rendah akan rentan 6) Merasa orang lain tidak dapat diandalkan. 7) Memiliki buruk menyalahkan 8) Menimbulkan emosi yang seperti kemarahan, bersalah terjadinya pelecehan seksual. 6) Tingginya diri sendiri. kuat cenderung diperlakukan buruk setelah pikiran-pikiran dan dan kecemasan, serta kehidupan pada lingkungan sosial karena atau masyarakat karena perempuan malu seksual. ancaman bahwa lebih b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PTSD korban pelecehan seksual & Filipas (2001) mendeskripsikan bahwa faktor-faktor terjadinya PTSD diakibatkan pelecehan seksual dapat dipengaruhi oleh: 1) Usia yang belum matang. 2) Adanya kebudayaan. layak menjadi korban. 7) Kurangnya Ullman stereotip pengaruh penerimaan sosial dan reaksi sosial yang negatif termasuk menyalahkan korban, memperlakukan korban secara berbeda. 8) Latar belakang keluarga kurang memiliki yang kehangatan. 9) Kepribadian korban yang mengalami seksual. pelecehan Faktor risiko utama pelecehan seksual diperlukan untuk PTSD menurut Anna, et bantuan baik secara medis al (2014) adalah korban yang maupun telah diserang secara seksual korban tidak merasa tertekan oleh lebih dari satu orang akan lagi dan bisa hidup secara menderita gangguan stres akut normal kembali seperti (ASD) sebelum kejadian trauma. tak lama setelah psikologis, agar serangan itu. Setelah itu korban Pendampingan itu sendiri juga akan terluka, harus dengan metode-metode kecenderungan yang benar sehingga dalam mengingat menjalani penyembuhan atau kembali sejarah dari trauma terapi korban tidak mengalami sebelumnya. tekanan-tekanan mengalami memiliki depresi, dan Peningkatan baru yang risiko mengembangkan PTSD diakibatkan disebabkan oleh kombinasi dari pendampingan kerentanan korban dan sejauh (Wardhani & Lestari, 2007). mana sifat serangan dramatis saat ini. dari Wanita dari proses itu sendiri Menurut Filipas Ullman (2001) & pemulihan memiliki resiko yang besar PTSD akibat pelecehan seksual mengalami dapat PTSD, namun dilakukan dengan dapat diatasi dengan terapi berbagai cara, antara lain: yang tepat. 1) Adanya penerimaan dari lingkungan sosial. c. Pemulihan PTSD korban pelecehan seksual Untuk menyembuhkan gangguan stress pasca trauma pada korban kekerasan atau 2) Menghilangkan anggapan negatif terhadap korban. 3) Memberikan dukungan penuh agar korban mampu menjalani kehidupannya. 4) Menghilangkan stigma subjek selama ini, memberikan dengan layak dan tidak pemahaman kepada lingkungan dikucilkan. sosial Pemulihan lain dari PTSD dapat dilakukan dengan berbagai hal, seperti yang ditemukan oleh Dunmore, dkk (2001) korban dapat dilakukan upaya agar mampu mengendalikan pikiran yang mengganggu mereka selama ini. mengendalikan pemikiran yang mengganggu negatif terhadap subjek 5) Memperlakukan diantaranya Upaya tersebut dapat dilakukan agar dapat menekan trauma akibat terkait dengan pelecehan seksual. Korban sebaiknya didampingi pengalaman agar mereka merasa ada yang menerima dan mendukung korban agar mampu untuk percaya diri sehingga kehidupannya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemulihan stigma akibat pelecehan seksual dapat dilakukan dengan berbagai hal, menghilangkan negatif mengenai pelecehan seksual, dan korban harus didampingi agar mereka merasa diterima agar mampu menumbuhkan diri rasa dalam percaya menjalani kehidupannya (Dunmore, dkk, 2001). Menurut Connor & Butterfield (2003) treatment yang dapat digunakan untuk menangani pasien yang mengalami stres pasca trauma salah satunya adalah EMDR yang memadukan pergerakan mata, pengingatan kembali antara trauma, serta verbalization. 2. EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing). a. Definisi PTSD agar EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing). EMDR awalnya untuk menyeimbangkan semua diperkenalkan pada tahun 1989 pemrosesan informasi. Setiap dengan studi terkontrol secara informasi acak yang diterbitkan yang sistem jaringan memori yang dievaluasi efek pengobatan satu terstruktur sesi dengan trauma individu. neurobiologis, di salam struktur Pada saat itu disebut Eye neurobiologis Movement Desensitisasi atau semua EMD karena orientasi perilaku imajinasi, khayalan, emosi, dan dan dasar pemikiran bahwa sensasi. Selama proses adaptif gerakan mata yang unik dalam yang normal, setiap informasi menyebabkan terjadi dalam bentuk asosiasi efektif. desensitisasi Efek dipandang pengobatan terutama yang tersimpan dalam secara ini tersimpan ingatan, pikiran, tepat sehingga sebagai pengalaman digunakan secara pengurangan rasa takut dan konstruktif dan proses belajar kecemasan yang dihasilkan dari pun berjalan secara adaptif. Hal trauma ini tersebut (Adler & Tapia, 2008). (2001) bahwa terapi EMDR didasarkan pada sebuah konsep Adaptive information model. Teori model ini menjelaskan bahwa manusia diasumsikan memiliki sistem pemrosesan informasi inheren yang secara neurobiologist distress emosional bias tertangani dan Shapiro menjelaskan menyebabkan fisiologis dan menjadi alat seimbangkan secara baik. EMDR terdiri dari 8 sesi dengan menggunakan gerakan mata yang terarah sehingga memberikan keefektifan usaha untuk menyembuhkan suatu emosi yang komplek akibat peristiwa traumatis yang menggangu perjalanan hidup. Bersamaan dengan pendapat tersebut Forgash & Copeley (2008) menjelaskan bahwa juga integratif. Pola-pola ini terapi mungkin terkait dengan isu-isu EMDR merupakan pendekatan yang belum terselesaikan dan yang pikiran-pikiran mengintegrasikan beberapa baris yang psikoterapi menggangu yang merugikan, teori, praktek, dan penelitian menyakitkan dan membentuk untuk membantu klien dengan trauma. Menggunakan EMDR permasalahan yang kompleks. dapat Pada terapi EMDR terdapat informasi AIP (The Adaptive Information membantu individu bergerak Processing menuju kenyamanan dan dapat Model) yang mengintegrasikan neurobiologis merupakan dasar untuk metode membebaskan terapi EMDR. Cara kerjanya besar mengelola informasi neurologis (Shapiro, Kaslow & Maxfield, berdasarkan 2007). yang intrinsik berfungsi sistem mengganggu menjadi kenangan yang hidup yang tidak menggangu. EMDR kecilnya dari trauma untuk mengubah pengalaman hidup yang dan individu dan b. Delapan Fase EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing). Leeds (2009) menyusun digambarkan delapan tahap terapi EMDR sebagai pendekatan yang kuat yang juga disempurnakan dari untuk memfasilitasi integrasi penemu aslinya Saphiro sebagai individu. Ini adalah hipotesis berikut: bahwa otak individu dengan 1) Menggali riwayat sejarah memiliki traumatis gangguan kapasitas mengembangkan mungkin dalam untuk pola Tujuan : a) Membangun hubungan baik pada saat terapi b) Mengumpulkan sejarah psikososial dan medis rencana perlakuan dan kasus d) Singkirkan kriteria pengecualian a) Mendapatkan narasi atau sejarah secara rinci Tujuan dari gejala c) Mengidentifikasi untuk target mengulang: peristiwa saat gejala muncul, pemicu gejala, tujuan Tugas : a) Mengenalkan informasi psikoterapi EMDR untuk masalah trauma pasien. b) Memperhatikan Tugas: b) Penilaian hubungan terapeutik c) Mengembangkan perumusan e) Memperkuat dimasa akan datang. kesadaran selama pemrosesan kembali c) Pastikan pasien dari catatan dibantu oleh metode untuk kontrol diri 3) Asesmen Tujuan : a) Memilih target utama yang menjadi rencana terapi EMDR untuk memperoses kembali. b) Memperoleh 2) Persiapan baseline dengan SUD dan VoC Tujuan : a) Mendapatkan persetujuan Tugas : a) Memperoleh gambaran, untuk terapi b) Memberikan psikoedukasi keyakinan negatif saat c) Praktik untuk mengolah ini, keyakinan positif yang diinginkan, emosi diri d) Memiliki mingguan catatan saat ini, dan sensasi fisik. b) Mengukur tingkat a) Melanjutkan target baseline dengan SUD pemrosesan dan VoC dengan memasukkannya 4) Desensitisasi kembali keyakinan positif yang Tujuan: diinginkan a) Pemprosesan ulang target pengalaman b) Mengintegrasikan secara sampai penuh keyakinan yang menuju adaptif seperti disukai ke dalam memori ditunjukkan oleh 0 SUD. hingga skor Voc menjadi Tugas : 7 a) Memberikan stimulasi bilateral (BLS) berlainan dan perubahan laporan singkat yang Tugas : a) Memberikan stimulasi menilai bilateral untuk melalui menyadarkan pasien dari pasien dengan keyakinan positif yang diinginkan. b) Kembali kepada target b) Lanjutkan sampai pasien untuk menilai kemajuan mencapai skor 7 atau dan mengenali sisa dari skor 6 VoC. materi yang telah diberikan c) Gunakan 6) Body scan Tujuan : intervensi a) Pastikan dan gangguan tambahan bila pada saat yang pemrosesan target terjadi penolakan 5) Instalasi Tujuan: kembali terkait dengan sepenuhnya diproses ulang. b) Izinkan pasien untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari semua Pastikan apakah semua aspek perpaduan terapi. dari rencana terapi Tugas : sedang Memberikan simulasi bilateral saat pasien berfokus pada pengolahan ulang setiap sensasi sampai mencapai yang ditangani sudah terlaksana dengan baik. Tugas: a) Sesuaikan rencana terapi sesuai kebutuhan sensasi fisik yang netral dan berdasarkan laporan positif. pasien catatan 7) Closure (penutupan) dari harian b) Periksa kembali untuk Tujuan: Pastikan kondisi klien telah memastikan efek terapi stabil dan tujuan saat ini untuk ditutup pasien. dengan sesi kondisi stabil reprocessing. Tugas : Berdasarkan a) Gunakan teknik kontrol EMDR and Family Therapy diri jika diperlukan untuk Process (Shapiro et al, 2007), menjamin stabilitas dan antara lain: target saat ini. b) Meminta Handbook of (a) Client History and Treatment penjelasan Planning. pasien terkait pengaruh Terapis terapi. informasi termasuk riwayat c) Meminta pasien untuk menceritakan catatan terjadinya mengumpulkan trauma berhubungan dengan pengalaman selama sesi kecelakaan. terapi. mengumpulkan 8) Penilaian ulang Tujuan: yang Terapis juga informasi berdasarkan hubungan klien dengan anggota keluarganya dan dengan lingkungan (d) Desensitization sekitar klien. Terapis terlebih Terapis memproses kembali dahulu semua meminta informed consent. jaringan yang saling memori (b) Preparation berhubungan. Terapis membangun hubungan dengan mengajarkan Terapis memproses kembali EMDR, dan meningkatkan asosiasi- teknik-teknik asosiasi ke jaringan-jaringan stabilisasi dan meminta klien satu (e) Installation klien, memperkenalkan memilih saluran set latihan kognisi yang positif. (f) Body Scan gerakan mata atau model Terapis memproses kembali stimulasi bilateral lain untuk semua pemrosesan EMDR. memori yang bersifat fisik/ (c) Assessment diproses peristiwa manifestasi somatik. Terapis membuat target yang akan sisa berdasarkan kecelakaan dan (g) Closure Terapis mengembalikan klien ke dalam kondisi yang membuat rumus. 3 metode seimbang atau dalam kondisi untuk mengidentifikasi target: gangguan menetapkan target identifikasi penutup dilakukan jika sesi melalui klien selama masa pemrosesan asesmen, instruksi fload-back Dalam tahap ini pemrosesan yang berfokus pada sensasi bisa tuntas, bisa juga tidak. tubuh dan Jika tidak tuntas, terapis akan teknik fload-back menggunakan terendah. akan Tahap selesai. dengan melatih klien untuk menjaga mengarahkan bayangan untuk keseimbangan dirinya dengan mengurangi memori terhadap mengajarkan peristiwa tersebut. stabilisasi. teknik-teknik (h) Reevaluation Terapis penilaian mengadakan kembali terhadap Metode penelitiaN Penelitian ini akan target-target memori yang telah desain diproses. Klien dapat membuat (single-case jurnal untuk melihat kemajuan- merupakan sebuah desain penelitian kemajuannya. Hal yang paling untuk unik dari penampilan EMDR perlakuan (intervensi) dengan kasus adalah menginduksi tunggal. Kasus tunggal dapat berupa gerakan mata dengan cepat beberapa subjek dalam satu kelompok pada atau subjek yang diteliti adalah tunggal terapis klien selama proses eksperimen menggunakan kasus tunggal experimental design) mengevaluasi efek menghilangkan suatu hal yang (N=1). Desain kompleks (desensitisasi; seperti tunggal, baik imaginal eksposur) dan fase- maupun N=1, untuk kasus tertentu fase Pada dianggap paling cocok untuk meneliti umumnya, proses gerakan mata manusia, terutama apabila perilaku diinduksi dengan yang diamati tidak mungkin diambil untuk rata-ratanya. Dalam beberapa kasus, penginstalan. memerintahkan mengikuti kemudian klien jari terapis menggerakkannya rata-rata eksperimen suatu sampel kelompok mencerminkan kelompok tidak keadaan kasus dapat perilaku dengan cepat dan pada keempat individu di dalam kelompok itu. arah silang yang dapat dilihat Dengan kata lain, rata-rata kelompok oleh klien. Bentuk lain dari tidak selalu mencerminkan keadaan stimulus individu-individu dalam kelompoknya secara bergantian atau aktifitas (ketukan) (tapping/tepukan terkadang pada malah proses tangan) digunakan gerakan (Rauch & Cahill, 2003). mata (Latipun, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN dari skor PTSD korban pelecehan seksual pada saat pre-test, post test dan A. Analisis hasil penelitian yang diperoleh tersaji pada tabel berikut: 1. Deskripsi statistik Partisipan follow-up mendapatkan skor skala IES-R berjumlah 35 pada saat pre-test dengan kategori Pre-test sedang, setelah diberikan teknik stabilisasi sebanyak pertemuan, subjek kali 35 memperoleh Tabel 10. Hasil statistik Perlakuan Perlakuan Pos-test diberhentikan tiga 7 22 4 skor berjumlah 7. Pada saat tiga minggu tidak dilakukan terapi/ diberhentikan sementara, subjek mengalami peningkatan dari skor sebelumnya menjadi 22, artinya Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terapi efektik untuk menurunkan skor PTSD pada partisipan. pada saat terapi tidak diberikan subjek mengalami peningkatan 2. Analisis uji hipotesis Setelah skor, tetapi tidak melebihi baseline nya. Setelah terapi diberikan kembali dan diukur saat pos-test, subjek kembali mengalami penurunan skor menjadi 4. Setelah satu minggu setelah terapi subjek di follow-up untuk melihat perubahan lebih lanjut terhadap efek dari terapi. Subjek memperoleh skor 3, terlihat bahwa subjek mengalami penurunan tingkat PTSD. Deskripsi statistik Follow-up nilai pretest, posttest dan follow up diperoleh, maka untuk menguji hipotesis dilakukan analisis secara kuantitatif menggunakan teknik visual inspection. Langkahnya adalah dengan menampilkan dalam grafik skor PTSD fase awal (pretest), selama pemberhentian setelah terapi, sementara, mendapatkan fase fase perlakuan (pos-test), dan fase follow-up. 3 Kasus dalam penelitian ini, pelaku pelecehan dilakukan oleh ayah Skor yang diperoleh partisipan kandungnya sendiri. Ayah sebagai dapat dilihat dalam grafik berikut pelaku ini: nafsunya dan tidak mampu mengontrol tidak mampu mengontrol Grafik 1. Skor PTSD partisipan perilakunya. Selain itu faktor lain yang 40 menjadi penyebab peristiwa ini adalah 30 masalah ekonomi, 10 mudah memuluskan rencananya 0 dengan memberikan iming-iming 20 pelaku dengan kepada korban yang menjadi target dari pelaku. Ayah memberikan imingHasil penelitian iming berupa HP terbaru untuk subjek. menunjukkan bahwa skor PTSD partisipan pada Subjek mengalami trauma saat pretest pelecehan seksual berupa ketakutan 35, setelah yang sangat mendalam ketika melihat diberikan perlakuan berupa teknik stimulus yang ada disekitar tempat stabilisasi terjadinya mendapatkan skor subjek mengalami peristiwa. Peristiwa penurunan menjadi skor 7. Pada pelecehan seksual terjadi di dalam saat terapi tidak diberikan dan kamar subjek, sehingga subjek sangat tetap diukur, subjek mengalami takut ketika melihat pintu, jendela, dan peningkatan kain menjadi skor 22, yang digunakan pada saat namun setelah diberikan terapi dan peristiwa. diberikan post-test subjek kembali dimanifestasikan mengalami penurunan jumlah skor menolak mengingat dan menarik diri menjadi 4. Pada saat follow-up dari lingkungan sosial. Disamping itu, subjek apabila kembali mengalami penurunan jumlah skor menjadi 3. Ketakutan pada adik-adiknya subjek perilaku mengungkit kembali tentang peristiwa tersebut, subjek tidak dapat mengontrol terjadi dalam bentuk asosiasi yang kemarahannya dengan cara mencekik tepat sehingga pengalaman digunakan leher adiknya. Perilaku tersebut sangat secara konstruktif dan proses belajar menggangu dalam kehidupannya. pun berjalan secara adaptif. Hal ini Terapi EMDR sangat mempengaruhi terjadinya pengurangan tingkat PTSD yang dialami oleh partisipan. Dari skor semula 35 Mengalami penurunan menjadi 4. Pemberian terapi membantu EMDR penderita dikarenakan cara kerja dapat PTSD EMDR. Shapiro (2001) menjelaskan bahwa terapi EMDR didasarkan pada sebuah menyebabkan distress emosional dapat tertangani dan diseimbangkan secara baik. EMDR terdiri dari 8 sesi dengan menggunakan BLS (bilateral stimulation) yaitu gerakan mata yang terarah sehingga keefektifan memberikan usaha untuk menyembuhkan suatu emosi yang komplek akibat peristiwa traumatis yang menggangu perjalanan hidup. konsep Adaptive information model. Shapiro (2001) menjelaskan Teori model ini menjelaskan bahwa bahwa aktivitas elektrik yang tidak manusia diasumsikan memiliki sistem selaras di hemisphere otak merupakan pemrosesan informasi inheren yang unsur secara fisiologis dan neurobiologist gangguan) yang memunculkan PTSD. menjadi alat untuk menyeimbangkan Terapi semua pemrosesan informasi. Setiap mengsinkronisasikan, menyelaraskan) informasi tersimpan dalam sistem aktivitas elektrik tersebut sehingga jaringan terstruktur mengubah reaksi takut yang terkondisi secara neurobiologis, di dalam struktur pada pengalaman traumatis, menjadi neurobiologis ini tersimpan semua sebuah pengalaman netral. ingatan, pikiran, imajinasi, khayalan, EMDR emosi, dan sensasi. Selama proses (mengurangi adaptif yang normal, setiap informasi traumatis melalui proses reaksasi dan memori yang patogenik (mulanya EMDR juga terjadi berproses Terapi medesensitisasikan kepekaan) ingatan restrukturisasi (merubah) pola pikir desensitisasi dan pengolahan ulang yang memori tersimpan dalam ingatan traumatis tersebut. Sesuai beberapa EMDR dan bagaimana korban dapat mengubah perilakunya. dengan penelitian ini traumatis penemuan bahwa terapi dan efektif berhasil penelitian ini menemukan bahwa EMDR efektif diberikan untuk korban pelecehan seksual. diberikan kepada korban pelecehan seksual. Sesuai dengan penemuan dari Allon (2015) yang KESIMPULAN DAN SARAN melakukan A. Kesimpulan penelitian di Republik Demokratik Berdasarkan hasil penelitian Kongo mengenai efektifitas EMDR yang telah dilakukan, maka dapat untuk para wanita korban pelecehan disimpulkan bahwa terapi seksual (pemerkosaan) yang mederita efektif PTSD. Hasil penelitian menunjukkan korban pelecehan seksual di YLPA skala SUD mengalami penurunan yang DIY. Berdasarkan hasil data kualitatif, signifikan dibandingkan peserta yang dapat dilihat bahwa subjek dapat tidak diberikan terapi EMDR. merasakan perubahan yang terjadi Bersamaan dengan penelitian tersebut, Ricci menggunakan (2006) EMDR yang untuk mengurangi reaktifitas trauma masa kecil yang diakibatkan oleh pelecehan seksual incest. Korn (2009) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa EMDR mampu untuk mengobati kasus trauma pelecehan seksual pada anak. Tritmen ini mengeksplorasi dilakukan untuk hubungan ini antara untuk menurunkan EMDR PTSD setelah mengikuti terapi EMDR ini seperti merasakan kenyamanan, pada saat di dalam kamar subjek merasa tidak takut lagi, disamping itu terbentuk juga keyakinan yang baru untuk dapat menjaga diri dengan baik serta berani untuk melawan/ protes jika mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain. Selain itu perubahan yang terjadi juga terlihat dari skor PTSD yang mengalami penurunan dari pre- sehingga penggunaannya masih test mendapatkan skor 35 mengalami sangat terbatas, untuk itu perlu penurunan skor pada saat post test adanya pengembangan modul menjadi agar terapi ini dapat digunakan 4. mengalami Tingkat Setelah penurunan SUD follow-up menjadi terhadap 3. peristiwa pelecehan seksual juga mengalami secara efektif penanganan dalam kasus terutama kasus trauma. penurunan, pada saat tahap baseline c) Terapi EMDR ini masih jarang mendapat skala 6 hingga mengalami diterapkan dan dikembangkan penurunan skor menjadi 0, artinya di peristiwa trauma tersebut telah dapat UAD sendiri, oleh karena itu dikendalikan dengan baik. perlu adanya penelitian sejenis Indonesia terhadap penelitian dan konteks di yang bervariasi dan populasi yang B. Saran Berdasarkan khususnya dari kesimpulan, hasil lebih luas, seperti diterapkan maka untuk kasus PTSD akibat beberapa saran yang perlu diberikan, kecelakaan, kasus PTSD akibat antara lain: musibah 1. Saran teoritis kasus PTSD yang diakibatkan a) Hasil penelitan ini memberikan menurunkan 2. Saran praktis PTSD a) Bagi b) Terapi EMDR sangat efektif digunakan, dikarenakan harus dan oleh faktor lainnya. EMDR korban pelecehan seksual. untuk bumi informasi mengenaiefektifitas untuk dapat gempa partisipan agar dapat mengaplikasikan metode yang telah diberikan terutama teknik namun stabilisasi untuk mengontrol pelaksanaannya diri sendiri. Salain itu juga menggunakan modul terstandar dari yayasan EMDR diharapkan memperkuat agar tetap kayakinan- keyakinan positif yang telah sertifikat diperoleh selama proses terapi praktik. untuk melakukan berlangsung. d) Bagi penelitian selanjutnya apabila Daftar pustaka mengalami keterbatasan jumlah partisipan, dapat disiasati dengan mencari informasi pada lembaga pendampingan perempuan dan Adler-Tapia, R., & Settle, C. (2008). EMDR and the art of psychotherapy with children. New York: Springer Publishing Company. anak lainnya, ataupun pada LSM (lembaga swadaya masyarakat) lainnya. b) Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan untuk merancang jadwal periode waktu terapi, sehingga terapis dan subjek dapat mengalokasikan waktu sesuai jadwal tersebut. c) Bagi instansi terutama Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY, terapi ini dimanfaatkan dalam dapat selanjutnya penanganan kasus korban kekerasan seksual yang mengalami trauma.Untuk itu disarankan agar psikolog YLPA mengikuti pelatihan EMDR agar mendapat Allon, M. (2015). Emdr group therapy with women who were sexually assaulted in the congo. Journal of EMDR Practice and Research, 9(1), 28-34. American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and statistikal manual of mental disorders: DSM-IV Edisi 4. Washington DC: American Psychiatric Association. Anna, T.M., Backstrom., Sondergaard., Torbjorn., Peter, H. Helström & Lotti. (2014). Identifying risk factors for ptsd in women seeking medical help after rape. Plos One. 9(10), 1-9. Connor, K.M & Butterfield, M.I. (2003).Posttraumatic stress disorder. Fokus TheJournal of Lifelong Learning in I(3),247-262. Psychiatry. Copeley, M., & Forgash, C. (2008). Healing the heart of trauma and issociation with EMDR and ego state therapy. Springer Pub. Dunmore, E., Clark, D. M., & Ehlers, A. (2001). A prospective investigation of the role of cognitive factors in persistent posttraumatic stress disorder (PTSD) after physical or sexual assault. Behaviour Research and Therapy. 39(9), 1063-1084. Durand, V. M. dan Barlow, D. H. 2006. Psikologi abnormal. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Direktori Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa Yogyakarta edisi ketiga. (2013). Forum perlindungan korban kekerasan DIY. Badan pemberdayaan perempuan dan masyarakat DIY. Ekandari, Mustaqfirin, Faturochman. (2001). Perkosaan, dampak, dan alternatif penyembuhannya. Jurnal Psikologi. XXVIII( 1),1-18. Farkas, L., Cyr, M., Lebeau, T.M., & Lemay. J. (2010). Effectiveness of MASTR EMDR therapy for traumatized adolescents. Journal of Child & Adolescent Trauma. 3(2),125-142. Huraerah, A. (2007). terhadap Jakarta:Penerbit Kekerasan anak. Nuansa. Kurnianingsih, S. (2003). Pelecehan seksual terhadap perempuan di tempat kerja. Buletin Psikologi. XI(2),116-129. Korn, D.L. (2009). EMDR and the treatment of complex PTSD: A review. Journal of EMDR Practice and Research,3( 4), 264278. Latipun. (2002). Psikologi eksperimen. Malang: UMM press. Leeds, A. M. (2009). A guide to the standard EMDR protocols for clinicians, supervisors, and consultants. Springer Publishing Company. Leitch, M.L. (2007). Somatic experiencing treatment with tsunami survivors in Thailand: Broadening the scope of early intervention. traumatology.Sage Publications. Maslihah, S. (2013).Play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jurnal Penelitian Psikologi. 04(01), 21-34. Nevid, J. S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003). Psikologi abnormal. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rauch,S.A.M,Cahill, S.P.(2003).Treatment and preventionof posttraumatic stress disorder.Cinical Fokus Primary Psychiatry.10(8), 60-65. Ricci, R. J. (2006). Trauma resolution using eye movement desensitization and reprocessing with an incestuous sex offender. Clinical Case Studies, 5(3), 248-265. Romauli, S. Vindari, A.M. (2012). Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. . Shapiro, F. (2001). Eye movement desensitization and reprocessing: Basic principles, protocols, and procedures, 2nd ed. New York: The Guilford Press. Shapiro, F., Kaslow, F. W., & Maxfield, L. (Eds.). (2007). Handbook of EMDR and family therapy processes. John Wiley & Sons. Sumera, M.(2013). Perbuatan kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan. Lex et Societatis, I(2), 39-49. Taylor, S., Thordarson, D.S., Fedoroff, I.C., Maxfield, L., Lovell, K., Ogrodniczuk, J. (2003). Comparative efficacy, speed and adverse effects of three PTSDtreatments: Exposure therapy, EMDR and relaxation training. Ullman, S. E., & Filipas, H. H. (2001). Predictors of PTSD symptom severity and social reactions in sexual assault victims. Journal of traumatic stress,14(2), 369389. Wardhani, Y.F., Lestari, W. (2007). Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan Seksual danPerkosaan.PusatPeneliti an dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya. Willis,. S.S. (2014). Remaja masalahnya. Bandung:alfabeta. &