1 PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI BIONOMI KUPU-KUPU RAJA Troides haliphron Boisduval (LEPIDOPTERA : PAPILIONIDAE) MELALUI PEMBERIAN PAKAN BUATAN SRI NUR AMINAH NGATIMIN P0100309035 S-3 ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 2 3 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan luas lautnya berkisar 3,1 juta km 2 (Tuwo, 2011). Kondisi iklimnya yang tropis dengan sinar matahari sepanjang tahun memberikan kesempatan besar untuk berkembang secara optimal bagi flora dan fauna yang berada di tempat tersebut. Salah satu fauna yang sangat menarik karena keindahannya adalah kupu-kupu. Pulau yang dipisahkan oleh lautan memungkinkan terjadinya perbedaan spesies kupu-kupu di wilayah barat dan timur Indonesia. LIPI memprediksi sekitar ± 2.500 jenis kupu-kupu yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Di antara jumlah tersebut sekitar 42% merupakan spesies yang endemik (Dishut, 2003). Bantimurung merupakan salah satu daerah pusat sebaran kupu-kupu yang sangat terkenal di dunia sehingga Alfred Russell Wallace memberikan julukan “The Kingdom of Butterfly” saat mengunjungi kawasan tersebut dalam ekspedisinya pada tahun 1890. Wallace menemukan sekitar 256 spesies kupu-kupu yang diduga bukan hanya berasal dari Bantimurung tapi telah bercampur dengan kupu-kupu yang berasal dari Halmahera Irian Jaya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, telah ditetapkan empat jenis kupukupu yang dilindungi di Propinsi Sulawesi Selatan famili Papilionidae dan Nymphalidae yaitu : Troides helena Linne, Troides haliphron Boisduval, Troides hypolithus-cellularis Rothschild dan Cethosia myrina. Jenis kupu-kupu ini dapat ditemukan di wilayah TN Bantimurung Bulusaraung Kabupaten Maros (Dishut, 2003). Hasil eksplorasi Mattimu dkk (1987) menemukan 108 spesies kupu-kupu di Bantimurung dengan jenis endemik : Papilio blumei, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolithus-cellularis dan Graphium androcles. Berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), ketiga jenis Troides spp yang berada di Bantimurung masuk dalam CITES Appendix II, salah satu diantaranya adalah kupu-kupu T. haliphron (Dishut, 2003). Namun kenyataannya keberadaan kupu-kupu tersebut mulai terancam 4 akibat adanya perburuan liar. Selain perburuan liar, menurunnya populasi T. haliphron di alam terjadi karena berkurangnya pakan untuk larva akibat teknik budidaya tanaman Aristolochia tagala kurang diketahui oleh masyarakat. Fakta lainnya adalah Maryatul dkk (2010) melaporkan bahwa imago kupu-kupu T. haliphron hanya muncul pada bulan tertentu terutama di awal musim hujan yaitu Januari, Maret, Agustus, September dan Oktober. Dua jenis lainnya yaitu T. helena dan T. hypolithus-cellularis biasanya dapat ditemukan sepanjang tahun di TWA Gua Pattunuang dan Bantimurung. Anonim (2012) mengemukakan bahwa masuknya T. haliphron dalam daftar perdagangan kupu-kupu internasional menyebabkan harganya melonjak tinggi sehingga masyarakat mengambil langsung dari alam dan bukan dari penangkaran. Sebagai ilustrasi kupu-kupu raja (Troides spp) dan kupu-kupu Bidadari (Cethosia myrina) harganya sekitar Rp. 300.000 sampai Rp. 1.000.000 per ekor dan Papilio alexandria sekitar $USD 500 atau sekitar Rp. 85.000.000,-. Selama perkembangannya dari larva menjadi imago, T. haliphron adalah serangga monofag yang hanya makan daun Aristolochia tagala (sirih hutan). Tanaman ini banyak tumbuh merambat di hutan-hutan hujan tropis dan mengandung aristolochic acid yang berbahaya bagi beberapa jenis larva Lepidoptera (Braby, 2000). Bagi larva T. haliphron, aristolochic acid yang masuk ke dalam integumen menyebabkan predator terutama burung gereja akan muntah saat memangsanya karena berasa pahit. Hal ini menyebabkan larva T. haliphron tidak disukai oleh predator (Nishida et al., 1993). Keberadaan aristolochic acid sebagai senyawa metabolit sekunder juga mempengaruhi warna larva instar awal kupu-kupu Battus philenor (Fordyce dan Nice, 2008). Dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan aplikasi pakan buatan untuk perbanyakan serangga. Pakan buatan adalah campuran berbagai bahan yang diperlukan dalam upaya perbanyakan serangga yang akan digunakan sebagai bahan penelitian di laboratorium. Pakan buatan yang digunakan untuk serangga memberikan banyak manfaat antara lain : berkembangnya teknik pemeliharaan, peningkatan pemahaman kebutuhan nutrisi serangga, pengembangan penelitian di bidang fisiologi, biokimia serta bioteknologi terutama pengembangan penelitian tentang patologi serangga dan konservasi (Yoshio dan Ishii, 1996; Veda et al. 1997). 5 Pakan buatan terbagi dalam dua jenis yaitu pakan buatan yang tidak menggunakan ekstrak tumbuhan serta pakan semi-artificial yaitu pakan buatan yang mengandung ekstrak tumbuhan seperti yang digunakan dalam perbanyakan kupu-kupu Monarch (Danaus plexippus L.) menggunakan pakan buatan yang diberikan ekstrak daun milkyweed Aesclapias syriaca. Hasil percobaan menunjukkan bahwa keberhasilan pupa menjadi imago kupu-kupu D. plexippus mencapai 13,6% dalam waktu 7 hari yang hampir menyamai hasil larva yang dipelihara pada pakan alami berupa daun A. syriaca yaitu 13,4% dalam waktu 8 hari (Glass dan Pan, 1982). Jenis kupu-kupu yang berhasil diperbanyak di laboratorium dengan menggunakan pakan buatan adalah Papilio xuthus L., Pieris brassicae L. dan Pieris rapae crucivora Boisduval (Yoshio dan Ishii, 1996). Beberapa jenis serangga Lepidoptera lainnya yang telah dipelihara pada pakan buatan menunjukkan bahwa penambahan pollen dapat meningkatkan jumlah telur per betina sebesar 118,38 butir telur saat diaplikasikan pada instar awal larva Cricula trifenestrata Helfer (Prihatin dan Situmorang, 2001). Selama perkembangannya, metode membuat pakan buatan mempunyai beberapa formulasi yaitu : bubuk, pasta dan padat. Pengembangan pakan buatan dengan menggunakan bubuk daun kering yang berasal dari tanaman inang bertujuan memperpanjang daya simpannya. Formulasi bubuk pakan buatan sangat sesuai untuk perbanyakan massal spesies tertentu yang mengkonsumsi banyak tanaman inang untuk perkembangannya karena biasanya pertumbuhan tanaman inang lebih lambat daripada serangga konsumennya. Keuntungan dari perbanyakan massal serangga yang diberi pakan buatan adalah efisiensi waktu, biaya produksinya lebih murah, jumlahnya banyak dan mudah tersedia dalam jangka waktu yang singkat (Glass dan Pan, 1982). Saat ini di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan belum pernah dilakukan upaya budidaya kupu-kupu T. haliphron dengan menggunakan pakan buatan. Diharapkan penelitian yang akan dilakukan dapat memberikan kontribusi mencegah kepunahan T. haliphron di alam. 6 B. Rumusan Masalah Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aspek bionomi T. haliphron dengan penggunaan pakan buatan? 2. Apakah pakan buatan berpengaruh terhadap penampilan morfologi larva dan imago T. haliphron? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah: a. Mempelajari aspek bionomi T. haliphron yang diperbanyak dengan pakan buatan. b. Mempelajari pengaruh pakan buatan terhadap penampilan morfologi larva dan imago T. haliphron. D. Kegunaan penelitian Kegunaan penelitian adalah : memberikan informasi pengaruh pakan buatan terhadap bionomi kupu-kupu T. haliphron. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup aspek bionomi kupu-kupu T. haliphron yang akan diperbanyak pada pakan buatan dengan bentuk atau formulasi yang berbeda untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan larva T. haliphron. 7 METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Pengambilan pupa T. haliphron akan dilakukan di TWA Gua Pattunuang dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Kabupaten Maros. Pemeliharaan serangga dan aplikasi pakan buatan akan dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, mulai bulan Juni sampai Desember 2012. B. Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam perbanyakan larva T. haliphron adalah kurungan kain kasa berkerangka kayu dengan ukuran 1m x 1m x 1m, pinset, gunting, cawan petri, erlenmeyer, jarum ose, pipet tetes, kuas, lup, termohigrometer, mikroskop binokuler merk Olympus, oven merk Heraeus T-5042, kamera digital Sony dan alat tulis menulis. Bahan yang akan digunakan adalah : daun A. tagala, bahan tepung (ubi jalar putih, kacang merah, kacang kedelai, beras) larutan etil alkohol, formalin 4%, asam sorbat, madu, tisu gulung, selotip, tali rafia dan akuades. C. Persiapan Penelitian 1. Perbanyakan Tanaman A. tagala Tanaman A. tagala yang digunakan sebagai salah satu bahan baku makanan buatan berasal dari biji yang disemaikan dalam kotak berisi sekam bakar. Biji yang matang berwarna cokelat kehitaman ditabur dalam kotak sekam bakar lembab dan ditaruh pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah biji berkecambah dan mempunyai daun 3-4 helai lalu dipindahkan ke dalam polibag berisi sekam bakar. Tanaman dipelihara sampai berumur 2 bulan dan siap untuk aplikasi. 2. Perbanyakan Massal Serangga Uji Pupa yang akan digunakan dalam perbanyakan serangga uji adalah T. haliphron. Pupa yang diperoleh digantung dalam kurungan pemeliharaan berukuran 1mx1mx1m dan diberi tanggal. Ke dalam kurungan ditempatkan termohigrometer untuk 8 mengukur suhu dan kelembaban udara. Saat pupa menetas menjadi imago maka imago jantan dan betina berumur 24 jam dimasukkan ke dalam kurungan kopulasi dan siap aplikasi untuk percobaan selanjutnya. D. Pelaksanaan Penelitian Tahap I 1. Percobaan Aspek Bionomi Sepasang imago T. haliphron yang berasal dari perbanyakan massal ditaruh dalam kurungan kopulasi ukuran 1mx1mx1m berisi 5 polibag tanaman A. tagala dan termohigrometer. Pasangan imago yang melakukan kopulasi dicatat perilaku dan lamanya waktu kopulasi. Peristiwa tersebut didokumentasi dengan kamera digital. Setiap hari tanaman A. tagala berisi telur diganti dengan tanaman yang baru. Saat mengganti tanaman dicatat posisi dan jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina T. haliphron. Telur diambil dengan cara menggunting daun A. tagala lalu ditempatkan dalam cawan petri, diberi label hari dan tanggal peletakan telur. Telur yang menetas segera ditempatkan dalam cawan petri dan siap aplikasi untuk percobaan berikutnya. Untuk mendapatkan larva T. haliphron yang sehat, telur disterilkan dengan formalin 4% selama 5 menit lalu dikering anginkan. Telur dipelihara sampai menetas menjadi larva yang siap untuk aplikasi. Parameter pengamatan untuk telur adalah persentase telur menetas. Dicatat pula penyebab telur yang gagal menetas. Parameter pengamatan untuk imago T. haliphron adalah lama hidup imago jantan dan betina. Percobaan disusun dalam RAK dengan 10 kali ulangan. Cara mengamati parameter (Birch, 1948) adalah : Jumlah larva % telur menetas =--------------------------------------------------------------- x 100% Jumlah larva + jumlah telur yang tidak menetas 2. Aspek Keperidian Imago Serangga Betina T. haliphron Imago betina T. haliphron yang berasal dari percobaan (1) dan telah mati dibedah abdomennya di bawah mikroskop. Sebelum dibedah, abdomen disikat dengan kuas halus yang telah dicelup ke dalam etil alkohol untuk menghilangkan sisiknya. 9 Kemudian dibuka secara ventral menggunakan gunting yang berujung runcing mulai dari bagian terminal segmen abdomen menuju ke batas antara toraks dan abdomen. Kulit abdomen dibelah lalu tepinya ditusuk dengan jarum pentul (metode Genc dan Nation, 2004). Sisa telur yang tertinggal dalam ovary dihitung dan dicatat lalu digabungkan dengan jumlah telur yang diletakkan untuk mendapatkan nilai keperidian mutlak. Percobaan disusun dalam RAK dengan 10 kali ulangan. E. Pelaksanaan Penelitian Tahap II 1. Formulasi Makanan Buatan untuk Larva T. haliphron Pembuatan makanan buatan menggunakan resep Prihatin dan Situmorang (2001) yang telah dimodifikasi seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi makanan buatan untuk T. haliphron (modifikasi resep Prihatin dan Situmorang, 2001) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. Substansi Daun A. tagala bubuk Vitamin B Vitamin C Tepung beras Pollen jagung Tepung kedelai Tepung kacang hijau Kalsium karbonat (kulit telur ayam) Tepung ubi jalar putih Tepung kacang merah Asam sorbat Kloramfenikol Agar-agar Akuades Banyaknya (g) 46.17 0,06 1,5 5 30 5 0,8 0,96 0,24 0,16 1,6 0,08 8,43 175 ml Cara Kerja : Daun A. tagala segar dicuci bersih lalu dikering-anginkan selama 5-7 hari dan digiling halus. Pollen yang berasal dari bunga jantan jagung digerus dengan bantuan 10 mortar lalu dioven sampai kering dalam suhu 20◦C dan disimpan dalam wadah kedap udara. Kulit telur ayam dicuci bersih dan dibuang selaput yang berada di dalamnya, lalu dijemur dan digiling halus. Semua biji-bijian digiling halus lalu diaduk secara homogen dan dimasukkan dalam blender. Agar-agar dan asam sorbat dididihkan dengan akuades 175 ml. Semua bahan diblender bersamaan dan dituang dalam cawan petri dengan ketebalan 0,5 cm dan disimpan pada suhu 4°C. Pakan buatan dibuat seminggu sekali dan digunakan maksimal 8 hari setelah tanggal pembuatan. Hasil uji pendahuluan menunjukkan larva T. haliphron tidak menyukai formulasi bubuk karena diduga menyebabkan larva mengalami dehidrasi. 2. Preferensi dan Lama Perkembangan Larva T. haliphron pada Makanan Buatan Larva T. haliphron instar I yang berasal dari imago hasil perbanyakan massal dipelihara dalam cawan petri (Ø= 16 cm, tinggi = 2 cm) untuk 1 ekor larva. Ke dalam cawan petri dimasukkan formulasi pakan buatan berbentuk lempengan sebanyak 50 mg, panjang 7 cm, lebar 3 cm dengan ketebalan 0,5 cm. Perlakuan yang akan dicobakan adalah : A : pakan alami berupa irisan daun A. tagala segar (kontrol). B : pakan buatan tanpa bubuk A. tagala. C : pakan buatan + irisan daun A. tagala segar. D : pakan buatan tanpa pollen. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam. Pakan ditimbang sebelum aplikasi, saat pengamatan dan pakan buatan diganti setiap dua hari sekali. Feses yang ada dalam cawan petri dibersihkan setiap hari dengan kuas halus untuk mencegah larva terjangkit penyakit. Saat larva mendekati akhir instar V (pre-pupa) ditandai dengan larva mulai malas bergerak dan mengeluarkan lendir pada mulutnya. Saat itu larva dipindahkan dalam kurungan pupa kemudian dimasukkan potongan ranting kayu untuk tempat larva membuat pupa. Saat sudah terbentuk pupa maka potongan kayu yang berisi pupa 11 kemudian digantung di dalam kandang pemeliharaan. Parameter pengamatan untuk fase larva dan pupa adalah : berat larva, waktu yang dibutuhkan untuk membuat pupa, lamanya fase kepompong, berat kepompong, nisbah kelamin dan corak warna imago yang dihasilkan. Dicatat suhu dan kelembaban laboratorium saat dilakukan pengamatan. Perlakuan disusun dalam RAK dan masing-masing perlakuan diulang 10 kali. Cara mengamati parameter (Birch, 1948) adalah : Jumlah larva bertahan hidup % larva bertahan hidup =------------------------------------------------------------------ x 100% Jumlah larva yang digunakan dalam tiap perlakuan Jumlah imago menetas dari pupa % imago =------------------------------------------------------------------ x 100% Jumlah larva yang digunakan dalam tiap perlakuan F. PELAKSANAAN PENELITIAN TAHAP III 1. Evaluasi Imago yang Berasal dari Pakan Buatan Sepasang imago T. haliphron yang berasal dari percobaan dengan pakan buatan ditaruh dalam kurungan kopulasi ukuran 1mx1mx1m. Setiap hari daun berisi telur diganti. Telur ditaruh Dicatat lama hidup imago. dalam cawan petri dan diberi tanggal. Telur yang menetas dipelihara dengan diberi pakan buatan masing-masing 1 ekor larva untuk setiap cawan petri. Parameter pengamatan larva T. haliphron adalah : lama hidup, lamanya fase larva, lamanya fase pra-pupa dan pupa, nisbah kelamin dan corak imago yang dihasilkannya. Dilakukan bedah abdomen untuk imago betina (metode Genc dan Nation, 2004). Perlakuan disusun dalam RAK dengan 10 kali ulangan. G. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji lanjut Duncan dan dijabarkan secara representatif dengan bentuk tabel dan grafik (Steel dan Torrie, 1980). 12 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Kupu-kupu dalam Perdagangan Internasional. http://majalah.tempointeraktif.com/ (diakses 23 Mei 2012). Birch, LC., 1948. The Intrinsic Rate of Natural Increase of An Insect Population p. 50-61 in E. William Hazen (Ed). Reading in Population and Community Ecology. W.B. Saunders Company, Phill. London. Toronto. Braby, M.F, 2000. Butterflies of Australia : Their Identification, Biology and Distribution. CSIRO Publishing Victoria, Australia. Dishut, 2003. Informasi Kawasan Konservasi : Potensi Kupu-kupu di Wilayah Kerja Balai KSDA Sulawesi Selatan I. Departemen Kehutanan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam BKSDA Sulawesi Selatan. Fordyce, JA and Nice CC., 2008. Antagonistic, Stage-Spesific Selection of Defensive Chemical Sequestration in a Toxic Butterfly. Journal Evolution (Online), 62(7):1610-1617 (diakses 03 Oktober 2011). Genc, H and Nation, JL., 2004. An Artificial Diet for the Butterfly Phyciodes phaon (Lepidoptera : Nymphalidae). Journal of Florida Entomologist (Online), 87(2):194198 (diakses 10 Mei 2012). Glass, HW and Pan ML, 1982. Laboratory Rearing of Monarch Butterflies (Lepidoptera : Danaiidae) Using an Artificial Diet. Annals of The Entomological Society of America (Online), 76:475-476 (diakses 15 Oktober 2011). Maryatul Q, Heru S, Sriyanti P, M. Azis, Mursidin dan Fajri, 2010. Identifikasi Keragaman Jenis Kupu-kupu di Bantimurung. Departemen Kehuyanan Dirjen Perlindungan hutan dan Konservasi Alam Balai TN Bantimurung-Bulusaraung Kabupaten Maros. Nishida R, Weintraub JD, Feeny P and Fukami H., 1993. Aristolochic Acid from Thottea sp (Aristolochiaceae) and The Osmeterial Secretions of Thottea-Feeding Troidine Swallowtail Larvae (Papilionidae). Journal of Chemical Ecology (Online) 19(7):1587-1594 (diakses 03 Oktober 2011). 13 Prihatin J dan Situmorang J, 2001. Pakan Buatan Menggunakan Daun Jambu Mete untuk Ulat Sutera Emas Cricula trifenestrata Helf. (Lepidoptera : Saturniidae). Jurnal Teknosains 14(3):397-408 (diakses 03 Maret 2012). Steel, R.G.D and Torrie, J.H, 1980. Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical Approach 2nd ed. McGraw-Hill, New York. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut : Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brillian Internasional Surabaya. 412 hal. Veda, K, Nagai I and Horikomi M, 1997. Silkworm rearing. Science Publisher Inc. New Hampshire USA. Yoshio M and Ishii M, 1996. Rearing Larva of the Great Mormon Butterfly, Papilio memnon L. (Lepidoptera : Papilionidae) on Artificial Diet. Japan Journal Entomology (Online) 64(1):30-34 (diakses 28 September 2011).