BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini 1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini
1. Kedisiplinan
a. Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari
bahasa latin disciplina yang menunjuk pada kegiatan belajar dan
mengajar. Sedangkan istilah bahasa Inggrisnya adalah discipline yang
berarti:
1. Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri.
2. Latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu,
sebagai kemampuan mental atau karakter moral.
3. Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki.
4. Kumpulan atau sistem-sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku
(www.edukasi.com, 2011: 1).
Menurut Hurlock (1999: 82) bahwa disiplin adalah keinginan
seorang untuk belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang
pemimpin. Jadi kedisiplinan adalah perbuatan seseorang yang dilakukan
secara sukarela dan teratur tanpa paksaan dari siapapun.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Rahmawati (tt: 1) menjelaskan bahwa disiplin secara umum dapat
diartikan
sebagai
pengendalian
diri
sehubungan
dengan
proses
penyesuaian diri dan sosialisasi. Disiplin merupakan faktor positif dalam
hidup, sebagai perkembangan dari pengawasan dari dalam yang menuntut
seseorang ke arah pola perilaku dapat diterima oleh masyarakat dan yang
menunjang kesejahteraan diri sendiri.
Beberapa definisi tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa
kedisiplinan adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang
telah ditetapkan yang dilakukan secara sukarela dan teratur tanpa paksaan
dari siapapun, baik tertulis, lisan maupun berupa peraturan-peraturan atau
kebiasaan.
b. Unsur-unsur Disiplin
Unsur-unsur disiplin terdiri dari:
1. Peraturan
Menurut Hurlock (1999: 85) bahwa peraturan adalah pola yang
ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut ditetapkan oleh orang tua
dengan tujuan untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang
disetujui dalam situasi tertentu. Pola tersebut mungkin ditetapkan oleh
orang tua, guru atau teman bermain.
Peraturan sekolah yang dijadikan rujukan misalnya peraturan
yang menyatakan kepada anak apa yang harus dan apa yang tidak
bolah dilakukan sewaktu berada di dalam kelas, koridor sekolah, ruang
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
makan sekolah, kamar kecil atau lapangan bermain sekolah.
Sebaliknya mereka tidak mengatakan apa yang tidak boleh dilakukan
di rumah, lingkungan sekitar rumah atau kelompok bermain yang tidak
diawasi guru.
Peraturan di rumah mengajarkan anak apa yang harus dan apa
yang boleh dilakukan di rumah atau dalam hubungan dengan anggota
keluarga seperti tidak boleh mengambil barang milik saudara, tidak
boleh membantah nasehat orang tua, dan tidak boleh lalai melakukan
bagian tugas rumah tangga mereka, misalnya menata meja atau
membersihkan kamar mereka.
Peraturan mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam
membantu anak menjadi makhluk bermoral, yaitu:
a) Peraturan
mempunyai
nilai
pendidikan
karena
peraturan
memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota
kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang
memberi dan mendapat bantuan dalam tugas yang dibuatnya
sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima di
sekolah untuk menilai prestasinya.
b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
Bila merupakan peraturan keluarga menetapkan bahwa tidak
seorang anak pun boleh mengambil mainan atau milik saudaranya
tanpa pengetahuan dan izin si pemilik, maka anak segera belajar
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka
dimarahi atau dihukum bila melakukan tindakan terlarang ini.
Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, maka
peraturan dimengerti, diingat, dan diterima oleh anak. Bila peraturan
diberikan dalam kata-kata yang tidak dimengerti atau hanya sebagian
yang dimengerti, maka peraturan itu tidak berharga sebagai pedoman
perilaku dan gagal mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
Alamat website www.kafebalita.com (2009: 1) memberikan
penjelasan bahwa membuat peraturan bagi anak merupakan bagian
mendasar dari usaha untuk mendisiplinkan anak. Dalam membuat
peraturan untuk anak ada beberapa hal yang harus orang tua
perhatikan, yaitu orang tua harus tahu dengan jelas apa konsekuensi
yang akan dihadapi oleh anak saat ia melanggar peraturan tersebut.
Hal yang terpenting adalah pastikan bahwa orang tua telah sepakat
akan peraturan dan konsekuensinya. Untuk itu dibutuhkan waktu
khusus bagi orang tua untuk membicarakan tentang hal ini.
Peraturan yang orang tua buat untuk si kecil sebaiknya bisa
bersifat luas dan meliputi segala situasi, misalnya tidak boleh
berbohong, selalu menghormati orang yang lebih tua, tidak boleh
ngambek, tidak boleh bertengkar dengan saudara, tidak boleh berteriak
saat bicara, dan sebagainya. Konsekuensi yang orang tua berikan jika
si kecil melanggar peraturan tersebut pun harus jelas dan setimpal
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
dengan pelanggaran yang dibuat. Jangan membuat konsekuensi yang
terlalu kejam untuk dijalani anak. Orang tua hanya cukup memberinya
pelajaran agar tidak mengulangi kesalahannya lagi.
Menurut Zepe (2011: 1-4) bahwa manfaat peraturan bagi anak
anak usia dini adalah:
a) Anak Belajar Bertanggung Jawab
Peraturan buat anak harus dibuat secara bersama, yaitu
antara orang tua dan anak yang disepakati secara bersama. Dengan
adanya peraturan yang telah disepakati bersama, maka anak pun
akan belajar bertanggung jawab.
b) Mempermudah Mendisiplinkan Anak
Tidaklah mudah untuk mendisiplinkan anak. Kadang secara
sadar atau tidak orang tua akan memakai cara kekerasan misalnya
dengan membentak dengan maksud agar orang tua menunjukkan
ketegasannya.
Dengan
adanya
peraturan
orang
tua
akan
meminimalisir hal itu dalam mendisiplinkan anak.
c) Anak Mengerti Arti Konsekuensi (Sebab Akibat)
Apa yang kita tabur, maka itulah yang kita tuai. Bagi seorang
anak tentu akan sangat sulit memaknai kalimat tersebut. Namun
dengan peraturan secara tidak langsung orang tua telah
mengajarkan makna dari kalimat bijak tersebut. Saat orang tua
membuat peraturan bersama anak tentu orang tua sudah
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
menjelaskan sebab-sebab dari dibuatnya peraturan tersebut dan
akibatnya bila anak melanggar. Misalnya mengapa seluruh anggota
keluarga harus tidur di bawah jam 22.00. Si anak sudah tahu kalau
sebabnya adalah agar semua tidak terlambat bangun pagi. Bila
anak melanggarnya apa akibatnya? Orang tua harus memberikan
konsekuensi kepada anak, misalnya dengan mengurangi uang jajan
dan lain-lain. Tentu saja konsekuensi ini tidak hanya berupa
hukuman saja, melainkan juga penghargaan. Penghargaan bisa
orang tua berikan berupa pujian atau memberikan hadiah buat
anak.
d) Anak Belajar Patuh Kepada Orang Tua
Tidak sedikit anak menjadi pribadi yang suka memberontak
karena pola asuh yang salah. Misalnya dengan terlalu sering
menggunakan kekerasan seperti berbicara keras dan main tangan
untuk mendidik dan mendisiplinkan anak. Dengan adanya
peraturan orang tua tidak perlu menggunakan kekerasan, tetapi
anak akan belajar patuh kepada orang tua. Agar anak tahu bahwa
peraturan dibuat demi kebaikannya, maka sebelum membuat
peraturan orang tua harus menjelaskan manfaatnya. Orang tua
menjelaskan kepada anak bahwa peraturan tersebut dibuat karena
orang tua menyayangi mereka karena orang tua ingin mereka
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
menjadi anak yang baik serta karena orang tua ingin agar si kecil
disayang oleh Tuhan, guru, teman, dan orang tua.
e) Melatih Daya Ingat Anak
Memunculkan
peraturan
secara
tidak
langsung
akan
mendidik anak untuk belajar melatih daya ingat. Anak akan
berusaha untuk mengingat peraturan-peraturan yang ada untuk
mematuhinya dan agar mendapatkan penghargaan dari orang tua.
f) Mencegah Pengaruh Buruk dari Luar
Bila orang tua membiasakan anak untuk patuh pada
peraturan, maka sang anak pun akan merasa aneh bila
melanggarnya dan menanyakan hal itu kepada orang tua.
Banyak sekali manfaat dari peraturan anak. Akan lebih baik bagi
orang tua mulai membuat peraturan sedini mungkin, agar anak tidak
melakukan kesalahan-kesalahan yang selalu diulang dan berubah
menjadi kebiasaan. Hal yang perlu diingat dalam membuat peraturan
adalah harus diimbangi dengan teladan yang baik dari orang tua.
Jangan sampai orang tua membuat peraturan, tetapi orang tua sendiri
sering melanggarnya. Hal yang tidak kalah penting dalam membuat
peraturan adalah dengan memperbanyak konsekuensi yang positif atau
dengan lebih banyak memberikan penghargaan daripada hukuman.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
2) Hukuman
Hurlock (1999: 86-87) menjelaskan bahwa hukuman berasal
dari kata kerja bahasa Latin, yaitu punire yang artinya menjatuhkan
hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Walaupun tidak
dikatakan secara jelas, tetapi tersirat di dalamnya bahwa kesalahan
perlawanan atau pelanggaran ini disengaja dalam arti bahwa orang itu
mengetahui bahwa perbuatan itu salah, tetapi tetap melakukannya.
Hukuman mempunyai dua peran penting, yaitu:
a) Menghalangi
Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak
diinginkan oleh masyarakat. Bila anak menyadari bahwa bila
melakukan tindakan tertentu akan dihukum, maka anak biasanya
urung melakukan tindakan tersebut. Nilai penghalangnya juga
penting bagi anak yang belum belajar tentang apa yang benar dan
salah.
b) Mendidik
Hukuman
adalah
mendidik.
Sebelum
anak
mengerti
peraturan mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan
yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan
tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka
melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
usia mereka belajar peraturan, terutama lewat pengajaran verbal.
Mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal
mematuhi peraturan, maka sudah barang tentu mereka akan
dihukum. Hal ini memperkuat pengajaran verbal.
Aspek edukatif lain dari hukuman yang sering kurang
diperhatikan adalah mengajar anak membedakan besar kecilnya
kesalahan yang diperoleh mereka. Kriteria yang diterapkan pada
anak-anak adalah frekwensi dan beratnya hukuman. Jika hukuman,
maka mereka akan selalu dihukum untuk tindakan yang salah.
Beratnya hukuman membuat mereka mampu membedakan
kesalahan yang serius dari yang kurang serius.
c) Memberi Motivasi
Tujuan dari memberi motivasi adalah untuk menghindari
perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan tentang
akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk
menghindari
kesalahan
tersebut.
Bila
anak
mapu
mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing
alternatif mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu
tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka
memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk
menghindari tindakan tersebut.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Dalam http://id.wikipedia.org (2012: 1) dikatakan bahwa fungsi
dari hukuman adalah:
a) Membatasi perilaku. Dalam hal ini hukuman menghalangi
terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan.
b) Bersifat mendidik.
c) Memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku
yang tidak diharapkan.
Lebih jauh Hurlock (1999: 89) bahwa bentuk hukuman yang
baik adalah:
a) Hukuman harus disesuai dengan pelanggaran dan harus mengikuti
pelanggaran sedini mungkin, sehingga anak akan mengasosiasikan
keduanya.
b) Hukuman yang diberikan harus konsisten, sehingga anak
mengetahui bahwa kapan saja peraturan dilanggar, maka hukuman
tidak dapat dihindari.
c) Apapun bentuk hukuman yang diberikan sifatnya
harus
impersonal, sehingga anak itu tidak akan menginterprestasikannya
sebagai kejahatan si pemberi hukuman.
d) Hukuman harus konstruktif, sehingga memberi motivasi untuk
yang disetujui secara sosial di masa mendatang.
e) Suatu penjelasan mengenai alasan mengapa hukuman diberikan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
harus menyertai hukuman agar anak itu akan melihatnya sebagai
hal yang adil dan benar.
f) Hukuman harus mengarah pada pembentukan hati nurani untuk
menjamin pengendalian perilaku dari dalam di masa mendatang.
g) Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau
menimbulkan rasa permusuhan.
Purwanto (2002: 188-189) menguraikan bahwa berhasil atau
tidaknya suatu hukuman tergantung pada pribadi si pendidik, pribadi
anak, dan bahan atau cara yang dipakai dalam menghukum anak.
Selain itu ditentukan atau dipengaruhi pula oleh hubungan antara
pendidik serta suasana atau saat ketika hukuman diberikan.
Setiap hukuman pedagogis mengandung maksud yang sama,
yaitu bertujuan untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik
meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan. Beberapa dampak
dari hukuman adalah:
a) Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum. Hal ini adalah
akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung
jawab. Akibat semacam inilah yang harus dihindari oleh pendidik.
b) Menyebabkan anak menjadi lebih pandai menyembunyikan
pelanggaran. Hal ini pun akibat yang tidak baik, kadang-kadang
bisa juga menimbulkan akibat yang tidak disukai.
c) Memperbaiki tingkah laku si pelanggar. Misalnya anak yang suka
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
bercakap-cakap di dalam keloas karena mendapat hukuman
mungkin pada akhirnya berubah juga kelakuannya.
d) Mengakibatkan si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah
karena kesalahannya dianggap telah dibayar dengan hukuman yang
telah dideritanya.
e) Akibat yang lain adalah memperkuat kemauan si pelanggar untuk
menjalakan kebikan. Biasanya ini adalah akibat dari hukuman
normatif.
3) Penghargaan
Demikian pula Hurlock (1999: 90) mendefinisikan bahwa
penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang
baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa
kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Sifat dari
penghargaan adalah suatu hal yang menyusul hasil yang dicapai.
Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik.
b) Sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara
sosial.
c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui
secara sosial.
Jenis penghargaan yang dapat diberikan kepada anak, yaitu
penerimaan sosial, hadiah, dan perlakuan yang istimewa.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Ilmawati (2011: 1-2) menjelaskan bahwa ada beberapa yang
perlu diperhatikan ketika pendidik memberikan penghargaan (reward)
kepada anak. Penghargaan semestinya diberikan jika anak berhasil
melakukan sesuatu sesuai dengan standar prestasi atau pencapaian
tertentu berdasarkan kemampuan dan keadaan anak. Sebaiknya standar
prestasi itu dibuat berdasarkan kesepakatan yang menantang bukan
yang menekan agar anak tidak stres, nyaman, dan senang
melakukannya. Penghargaan juga bisa diberikan saat pendidik
mempunyai harapan tertentu terhadap perilaku anak. Walau anak tidak
melakukan dengan sempurna, tetapi bisa memenuhi harapan pendidik,
maka memberikan penghargaan menjadi langkah yang tepat.
Unaradjan (2003: 16) mengatakan bahwa beberapa fungsi
penghargaan dalam disiplin yang berperan dalam mengajari anak
untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat adalah:
a) Penghargaan yang memiliki nilai mendidik, yaitu imbalan yang
diberikan setelah anak berperilaku tertentu, sehingga anak tahu
bahwa perilaku itu adalah perilaku yang baik.
b) Penghargaan menyediakan suatu motivasi untuk mengulangi
perilaku yang diterima masyarakat.
c) Imbalan menyediakan penguat (reinforcement) bagi perilaku yang
diterima masyarakat.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
4) Konsistensi
Ezra (2011: 1) menerangkan bahwa konsistensi adalah sebuah
kekuatan. Konsistensi merupakan salah satu faktor kesuksesan.
Konsisten adalah tindakan yang dilakukan terus menerus untuk
mencapai tujuan. Konsisten adalah tekad yang disertai tujuan yang
jelas. Ada 2 hal yang bisa membuat seseorang konsisten, yaitu visi dan
nilai (value).
Kelebihan dari konsistensi bagi seseorang adalah:
a) Orang yang konsisten akan mendapat kepercayaan.
b) Orang yang konsisten akan mendapat hasil akhir yang baik.
c) Orang yang konsisten akan mendapat banyak kesempatan
d) Orang yang konsisten akan mempunyai keberuntungan (luck
factor).
Beberapa hal yang diperlukan agar seseorang bisa konsisten
adalah:
a) Mempunyai arah yang tepat dan jelas (visi).
b) Komitmen terhadap nilai-nilai.
c) Ada apresiasi sebab kalau tidak ada apresiasi akan berhenti di
tengah jalan.
d) Didikan, penghargaan (reward), dan hukuman (punishment).
e) Kontrol dan keteladanan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Halangan dan rintangan seringkali menggoyahkan konsistensi.
Jika hal ini terjadi hendaklah tetap konsisten. Ibarat pesawat terbang
yang sudah didesain dengan tepat kordinatnya, maka meski terjadi
guncangan pesawat akan sampai ke tujuan. Begitu juga dalam hidup,
yaitu kalau tujuan dan visi yang kita desain sudah jelas dan kuat, maka
meski ada halangan dan rintangan kita akan tetap konsisten mencapai
tujuan tersebut.
Hurlock (1999: 91-92) menjelaskan
bahwa
konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi
tidak sama dengan ketetapan yang berarti tidak adanya perubahan,
tetapi suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus
menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam cara
peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi
dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman
yang diberikan kepada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar,
dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.
Peran konsistensi dalam disiplin adalah:
a) Konsistensi mempunyai nilai mendidik yang besar.
b) Konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat
c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan
orang yang berkuasa.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Demikian pula Unaradjan (2003: 16) menjelaskan bahwa
konsistensi berarti keseuaian atau stabilitas (uniformity or stability).
Konsistensi harus menjadi ciri dari seluruh segi penanaman disiplin.
Hukuman diberikan bagi pelaku yang tidak sesuai dan hadiah untuk
yang sesuai.
Fungsi konsistensi yang penting dalam disiplin adalah:
a) Konsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk disiplin.
b) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk
melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi
tindakan yang buruk.
c) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada
aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang
telah berdisiplin secara konsisten mempunyai standar yang berlaku
dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak
konsisten.
c. Fungsi Disiplin
Unaradjan (2003: 16-17) menjelaskan bahwa di balik keteraturan
dan keterarahan hidup manusia terhadap keadamaian, keberhasilan, dan
kebahagiaan yang merupakan dambaan setiap insan. Sepanjang hidupnya
manusia membutuhkan suasana yang aman dan harmonis. Kebutuhan dan
dan harapan akan keadaan tersebut mendorong manusia untuk berdisiplin
diri. Oleh karena setiap manusia adalah makhluk individual dan sosial,
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
maka manfaat disiplin diri tersebut dirasakan oleh pribadi yang
bersangkutan maupun orang-orang di sekitarnya.
Unaradjan (2003: 20) melanjutkan penjelasannya bahwa fungsi
disiplin secara umum terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Bagi Diri Sendiri
Disiplin dapat memungkinkan seseorang mencapai keberhasilan
usaha. Setiap orang yang belajar tentu mengharapkan supaya dirinya
berhasil.
Contohnya
seorang
pelajar
sangat
menginginkan
keberhasilan ujian akhir maupun ujian semester atau seorang
mahasiswa yang berharap agar skripsi atau tesis atau atau disertasinya
dapat selesai pada waktunya. Untuk mencapai keberhasilan, maka
berbagai macam tuntutan dan persyaratan harus dipenuhi. Dalam hal
ini pengendalian diri dari berbagai kecenderungan yang dapat
menghambat kelancaran usaha tersebut atau pengaturan waktu sangat
penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keinginan untuk
mencapai keberhasilan dalam suatu karya mendorong seseorang
berdisiplin diri.
Setiap manusia sebetulnya mendambakan kebebasan. Kebebasan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebebasan yang
sungguh-sungguh memenuhi hasrat hati manusia adalah kebebasan
sejati. Kebebasan inilah yang menentukan manusia mewujudkan diri
sebagai makhluk personal, sosial, dan insan yang bertuha. Realisasi ini
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
membuat manusia merasa bahagia karena keharmonisan realisasinya
baik dengan sesama, Tuhan, dan dengan dirinya sendiri. Kebebasan
sejati merupakan buah dari pengendalian diri tanpa paksaan dan
tekanan dari pihak lain. Oleh karena itu seseorang merasa terdorong
untuk berdisiplin guna memperoleh kebebasan seperti itu.
Setiap pribadi yang mampu mengontrol dan mengekang diri
akan dihargai dalam masyarakat. Kebutuhan akan penghargaan ini
merupakan salah satu kebutuhan psikologis manusia yang penting.
Wujud penghargaan antara lain berupa pengakuan akan hak dan
kewajiban manusia. Setiap individu tentu mengharapkan hak-haknya
diakui oleh orang lain. Sebaliknya dia pun diharapkan memiliki sikap
yang sama. Dapat dikatakan bahwa penghargaan merupakan salah satu
kebutuhan psikologis yang wajib diakui oleh manusia. Supaya hak dan
kewajiban dapat dihayati secara seimbang, maka pengaturan dan
pengontrolan diri yang sadar dari setiap pribadi sangat berguna.
2) Bagi Orang Lain
Hakekat manusia sebagai makhluk individu dan sosial membuat
disiplin juga berfungsi ganda. Selain berguna untuk diri sendiri
disiplin juga berguna untuk orang lain. Sebagai anggota masyarakat
pola hidup disiplin dari sesorang akan ditiru oleh orang lain terutama
pribadi-pribadi yang telah mengalami efek positif dari hidup ini. Oleh
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin berguna bagi setiap individu
maupun masyarakat di mana dirinya menjadi anggotanya.
Dalam kaitannya dengan hal ini dapat dikatakan bahwa disiplin
diri berhubungan erat dengan disiplin nasional karena disiplin nasional
merupakan sikap mental suatu bangsa yang nyata dalam tingkah laku
terpola. Suatu bangsa adalah sejumlah orang yang mendiami wilayah
atau daerah. Oleh karena itu kalau setiap orang menghayati disiplin
dengan baik, maka disiplin nasional juga akan terjamin. Dengan
demikian tujuan pembangunan yang menjadi aspirasi seluruh rakyat
dapat tercapai.
Dalam www.kaskus.us (2011: 1-8) disebutkan beberapa fungsi dari
disiplin bagi seorang anak, yaitu:
1) Menumbuhkan kepekaan. Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka
atau berperasaan halus dan percaya kepada orang lain. Sikap-sikap
seperti ini akan memudahkan dirinya mengungkapkan perasaannya
kepada orang lain termasuk orang tuanya. Hasilnya adalah anak akan
mudah menyelami perasaan orang lain juga.
2) Menumbuhkan kepedulian. Anak menjadi peduli pada kebutuhan dan
kepentingan orang lain. Disiplin membuat anak memiliki integritas
selain dapat memikul tanggung jawab, mampu memecahkan masalah
dengan baik, dan mudah mempelajari sesuatu.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
3) Mengajarkan keteraturan. Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur
dan mampu mengelola waktunya dengan baik.
4) Menumbuhkan ketenangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bayi yang tenang atau jarang menangis ternyata lebih mampu
memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap
selanjutnya ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain.
5) Menumbuhkan sikap percaya diri. Sikap ini tumbuh saat anak diberi
kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan
sendiri.
6) Menumbuhkan
kemandirian.
Dengan
kemandirian
anak
dapat
diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Anak juga
dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik. Disiplin merupakan
bimbingan pada anak agar sanggup menentukan pilihan bijak.
7) Menumbuhkan keakraban. Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap
orang lain karena kemampuannya beradaptasi lebih terasah.
8) Membantu perkembangan otak. Pada usia tiga tahun pertama
pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini ia menjadi peniru
perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin yang
dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk
kebiasaan dan sikap yang positif.
9) Membantu anak yang hiperaktif. Dengan menerapkan disiplin, maka
anak dengan kebutuhan khusus akan mampu hidup lebih baik.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
10) Menumbuhkan kepatuhan. Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah
kepatuhan. Anak akan menuruti aturan yang diterapkan orang tua atas
dasar kemauan sendiri.
Hurlock (1999: 83) menyebutkan bahwa beberapa kebutuhan masa
kanak-kanak yang dapat diisi dengan kedisiplinan sebagai berikut:
1) Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang
boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
2) Dengan disiplin membantu anak menghindari perasaan bersalah
dan rasa malu akibat perilaku yang salah, yaitu perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk.
Dengan disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang
disetujui kelompok sosial, sehimgga memperoleh persetujuan sosial.
3) Dengan disiplin anak belajar bersikap menurut cara yang akan
mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih
sayang dan penerimaaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian yang
berhasil dan membahagiakan hati anak.
4) Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi
pendorong ego untuk mencapai apa yang diharapkan dari anak.
5) Disiplin membantu mengembangkan hati nurani.
d. Penanaman Disiplin Sebagai Bentuk Pengendalian
Setiap sekolah memiliki peraturan dan tata tertib yang harus
dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua siswa. Peraturan yang dibuat
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
sekolah merupakan kebijakan sekolah yang tertulis dan berlaku sebagai
standar untuk tingkah laku siswa, sehingga siswa mengetahui batasanbatasan dalam bertingkah laku. Dalam disiplin terkandung pula ketaatan
dan mematuhi segala peraturan dan tangung jawab. Dalam hal ini sikap
patuh siswa ditunjukkan pada peraturan yang telah ditetapkan ( Listiani,
2005: 24).
Rahmawati (tt: 1-4) memaparkan bahwa disiplin bisa diartikan
sebagai pengendalian atau pengawasan terhadap tingkah laku manusia.
Dalam kondisi tertentu disiplin kelas dapat diartikan sebagai suatu
keadaan tertib di mana guru dan anak didik yang tergabung dalam suatu
kelas tunduk pada peraturan yang telah ditentukan dengan senang hati.
Disiplin siswa merupakan suatu keadaan di mana sikap, penampilan dan
tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan ketentuanketentuan yang berlaku di sekolah.
Pada saat ini banyak penyimpangan perilaku anak didik yang perlu
penanggulangan secepatnya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara
mengidentifikasi
penyebab
penyimpangan
perilaku
tersebut.
Penyimpangan sikap muncul karena adanya perbedaan persepsi atau
pandangan terhadap sikap anak itu sendiri. Perbedaan persepsi inilah yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam perkembangan anak.
Proses sosialisasi dibutuhkan anak didik untuk membawa ke arah
pemenuhan apa yang dihadapkan oleh lingkungannya dari dirinya yaitu
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
keluarga, sekolah dan masyarakat. Bahkan sering menimbulkan konflik
antara tuntutan sosial dan keinginan anak. Sekolah perlu bertindak tegas
untuk bisa mengkondisikan lingkungan sekolah menjadi tempat yang
menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan seperti terpenjara dalam
peraturan yang mengikat. Jadi disiplin merupakan aspek dari hubungan
orang tua dan anak maupun hubungan guru dan anak didik.
Harapan dengan adanya penanaman disiplin bagi anak didik agar
mereka dapat memahami bahwa disiplin itu perlu agar dapat hidup serasi
dengan lingkungannya. Oleh karena itu lembaga sekolah harus
menggunakan metode-metode disiplin agar tidak mematuhi keinginan
tuntutan pendidikan semata. Pendidik harus dapat menunjukkan secara
konsisten pada anak didik mengenai tingkah laku mana yang dinilai baik
dan mana yang tidak.
Metode disiplin yang bisa diterapkan sekolah salah satunya dengan
penertiban terhadap aturan sekolah. Aturan atau tata tertib sekolah
merupakan salah satu alat untuk melatih anak didik mempraktekkan
disiplin di sekolah. Tata tertib dan disiplin sekolah harus diusahakan
menunjang dinamika sekolah dalam semua kegiatannya karena secara
eksplisit mencakup sanksi-sanksi yang akan diterima jika terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sekolah.
Tujuan disiplin anak didik adalah untuk mengontrol tingkah laku anak
didik seperti yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
dengan optimal. Selain itu anak didik belajar hidup dengan pembiasaan
yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya,
sehingga perkembangan dan pertumbuhan anak didik meningkat.
Pencapaian tujuan pembinaan disiplin kelas antara lain dengan
beberapa teknik yang bisa dilakukan antara lain:
1) Teknik inner control, artinya kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan
berkembang dari dalam diri anak.
2) Teknik external control, artinya pengendalian ini berasal dari luar diri
anak berupa bimbingan dan penyuluhan.
3) Teknik cooperative control, artinya disiplin kelas yang baik harus
mengandung kesadaran kerja sama antara guru dan anak didik secara
harmonis, respektif, efektif, dan produktif.
Fungsi kedisiplinan secara individual dapat mengatur pergaulan di
sekolah menjadi teratur, tidak ada yang berkelakuan dan bersikap
semaunya sendiri. Pelaksanaan tata tertib kedisiplinan bisa berjalan baik
apabila tata tertib tersebut disosialisasikan kepada anak didik harus ada
pengawasan tentang dilaksanakan atau tidaknya secara intensif dan
apabila terjadi pelanggaran harus ada tindakan.
Kedisiplinan perlu ditanamkan kepada siswa karena beberapa hal,
yaitu:
1) Memberikan
dukungan
bagi
terciptanya
perilaku
yang
tidak
menyimpang.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
2) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
3) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya
terhadap lingkungannya.
4) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan
individu lainnya.
5) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.
6) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
7) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.
8) Kebiasaan baik menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya.
Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, dan tenang memberi
gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian,
sungguh-sungguh, dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan
disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil
dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif di
antara mereka.
Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian tersebut
diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun, dan disiplin. Keunggulan
tersebut baru dapat dimiliki apabila dalam diri seseorang terdapat sikap
dan perilaku disiplin (www.edukasi.com, 2011: 4-5).
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
e. Metode Penanaman Disiplin
Menurut Utami Munandar seperti yang dikutip oleh Rahmawati (tt:
4-5) bahwa cara yang bisa pendidik lakukan adalah dengan cara proses
imitasi
(peniruan),
identifikasi
(keteladanan),
dan
internalisasi
(penyerapan) anak secara berangsur-angsur belajar mengenai nilai-nilai
sosial dan susila sebagai pedoman tingkah laku. Dengan makin besarnya
anak nilai-nilai yang semula ditanamkan dan diteladankan oleh pendidik
akhirnya diinternalisasi menjadi sistem nilai anak itu sendiri yang sudah
mencapai otonomi dalam menilai baik buruk perilaku. Jadi hendaknya
disiplin hukuman diberikan bagi anak-anak yang menunjukkan perilaku
menyimpang dari apa yang diharapkan atau sebagai pemberian kendali
dari luar.
Memang
kadang-kadang
pemberian
hukuman
tidak
dapat
dihindarkan jika dengan cara-cara lain pendidikan perilaku anak tidak
dapat dikendalikan. Tetapi tujuan akhir dari penanaman disiplin ialah
perkembangan dari internal control (pengendalian dari dalam) dan disiplin
diri. Sekolah harus bisa membedakan antara tujuan disiplin jangka pendek
dan tujuan jangka panjang. Jika yang pertama adalah konformitas anak
terhadap tuntutan orang tua, yaitu pengendalian oleh orang tua terhadap
perilaku anak, yang terakhir adalah perkembangan dari pengendalian diri
atau disiplin dari dalam.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Dalam http://lifehacks.web.id (2012: 1) dijelaskan bahwa orang tua
seringkali merasa bingung dengan sikap anak yang tidak mau diatur dan
cenderung membantah perkataan orang tua sehingga akhirnya orang tua
menggunakan kekerasan pada anak secara fisik misalnya memukul atau
secara psikis misalnya membentak agar anak menuruti perintah orang tua.
Namun hal tersebut malah membuat anak semakin tidak mendengarkan
orang tua.
Selanjutnya dalam http://lifehacks.web.id (2012: 1-2) disebutkan
beberapa cara untuk menanamkan disiplin pada anak antara lain:
1) Konsisten (tidak berubah). Ada kesepakatan antara ayah dan ibu,
sehingga setiap tindakan dalam menanamkan disiplin tidak berubahubah.
2) Jelas. Berikan aturan yang sederhana dan jelas, sehingga anak mudah
melakukannya.
3) Memerhatikan harga diri anak. Jangan menegur anak di hadapan orang
lain karena hal itu akan membuat anak merasa malu, sehingga tetap
mempertahankan tingkah laku tersebut.
4) Beralasan dan dapat dipahami. Alasan dan tata tertib yang dilakukan
itu perlu dijelaskan kepada anak, sehingga anak melakukannya dengan
penuh kesadaran.
5) Memberi hadiah. Hadiah berupa pujian, penghargaan, barang atau
kegiatan seperti memperbolehkan bermain, nonton televis, dan lain-
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
lain diberikan apabila anak melakukan perilaku positif. Hal tersebut
akan menumbuhkan rasa percaya diri.
6) Hukuman. Orang tua harus berhati-hati dalam memberikan hukuman.
Jangan sampai menyakiti fisik atau jiwa anak. Hukuman merupakan
pilihan terakhir. Lebih baik memuji perbuatannya yang benar daripada
menghukum kesalahannya.
7) Luwes. Jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, tetapi
sesuaikan dengan keadaan anak.
8) Keterlibatan anak. Sebaiknya anak dilibatkan dalam setiap membuat
tata tertib, sehingga anak merasa dihargai dan diakui dalam keluarga.
9) Bersikap tegas. Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar baik dalam
tindakan fisik atau perbuatan.
10) Jangan emosional. Dalam menghukum anak sebaiknya hindari emosi
yang berlebihan.
Dalam http://goodboy.co.id (2008: 1-3) bahwa selain orang tua
setiap sekolah memiliki metode serta peraturan yang berbeda. Secara
umum metode kedisiplinan yang diterapkan di Taman Kanak-kanak
memiliki kemiripan, yaitu:
1) Menyontohkan
Pendekatan positif sangat perlu agar anak-anak tidak stres dan
terbebani saat mengikuti aturan. Guru harus memberikan contoh baik
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
dan konkret karena anak-anak akan meniru orang dewasa yang seharihari perilakunya diamatinya (role model).
2) Punishment and Reward
Sistem punishment and reward sangat cocok dalam penerapan
disiplin anak. Misalnya aturan dalam bermain dan makan. Aturannya
adalah setiap anak harus antri cuci tangan kemudian duduk di tempat
masing-masing dan berdoa lalu makan dengan tenang serta tidak boleh
sambil mengobrol. Kalau ada yang menyela antrian atau mengobrol
saat makan padahal hari itu ada kegiatan berenang, maka hukuman
yang harus mereka terima adalah tidak jadi berenang bersama pada
hari itu. Sebaliknya, jika anak-anak disiplin, maka guru tak segan
memberikan pujian atau hadiah. Misalnya tanda bintang di buku
nilainya atau sebatang coklat. Tidak harus mahal yang penting anak
merasa dihargai usahanya.
3) Tanpa Emosi
Disiplin tidak sama dengan kekerasan, kemarahan, luapan
emosi, atau hukuman. Hukuman adalah cara terakhir yang diterapkan
bila disiplin sudah berulangkali dilanggar. Hukuman tidak boleh
menyakiti secara fisik, mental atau verbal, tetapi berupa kesepakatan
bahwa si anak akan kehilangan haknya tertentu bila melanggar disiplin
tertentu.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Jangan memberikan hukuman yang tidak disepakati bersama
sebelumnya, sehingga menyebabkan anak merasa bingung, frustrasi,
dan merasa bahwa guru hanya ingin mengambil hak-hak dan
kesenangannya saja tanpa alasan yang berarti. Saat anak didik mulai
berulah, maka guru jangan marah atau emosi. Alihkan perhatian anak
dan tawarkan sesuatu yang menarik hatinya dan membuatnya berhenti
berulah. Anak sangat senang bila diminta membantu pekerjaan orang
dewasa.
Mereka bangga bila dapat melakukan hal-hal yang dilakukan
gurunya. Meminta anak membantu mengambilkan spidol atau
membawakan buku ke ruang guru lalu setelahnya anak diberi reward
berupa pujian atas hal itu akan mengubah sikap dan perilaku mereka.
Berikan pujian secara tulus pada saat anak bersikap manis dan
mematuhi peraturan. Pujian yang tulus atas achievement anak akan
membuat mereka bangga dan berarti. Anak akan terus berusaha
mendapatkan pengakuan ini. Punishment yang diberikan pun harus
berupa hal yang anak suka. Contohnya dengan melarang main boneka
favorit anak. Hal tersebut tentu akan menimbulkan efek jera. Begitu
juga dengan reward dapat diberikan berupa hal yang anak suka dengan
catatan jika anak memunculkan perilaku taat disiplin.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
4) Konsisten
Disiplin diperkenalkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan guru dan anak. Kunci utamanya adalah konsistensi.
Guru dan orangtua hendaknya bersikap konsisten sehingga anak tidak
mendapat celah untuk melanggar aturan yang telah disepakati.
Misalnya tidak boleh berbicara ketika sedang makan, maka aturan
tersebut harus konsisten dilaksanakan.
Konsisten juga diperlukan antara peraturan yang diterapkan di
rumah dengan di sekolah, sehingga anak tidak memiliki standar ganda
yang menyebabkan anak tidak menganggap serius peraturan yang ada.
Aturan dibuat tidak hanya oleh guru saja melainkan berupa
kesepakatan bersama dengan anak. Dengan
demikian dalam
pelaksanaannya anak dapat lebih bertanggung jawab terhadap
tindakannya.
5) Kalimat Positif
Menurut para ahli tumbuh kembang anak, baik medis, psikologi
maupun pendidikan sejak balita sudah harus diperkenalkan dengan
disiplin dan keteraturan. Kata kuncinya adalah kasih sayang,
kelemahlembutan, konsistensi, pengenalan pada batasan dan peraturan
serta tanpa kekerasan, baik verbal maupun mental dan fisik.
Cara yang salah dalam mendisiplinkan anak akan membunuh
rasa percaya dirinya karena anak takut mengembangkan dan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Rasa percaya diri anak
akan tereduksi bila anak mengalami ketakutan besar untuk bertindak
dan mengambil risiko (guilt), sehingga akan menjadi pribadi minder,
apatis, bahkan agresif. Pengalaman negatif yang dialami semasa
kanak-kanak akan direkam otak dan terbawa sampai dewasa karena
90% perkembangan otak terjadi pada usia di bawah tujuh tahun. Jadi,
apabila ingin anak mempunyai rasa percaya diri untuk dapat
menjelajahi kehidupannya kelak ketika dewasa berikan sebanyaknya
pengalaman positif, yaitu dengan menggantikan kata-kata jangan atau
tidak boleh dengan kata-kata yang dapat memotivasi serta membangun
rasa percaya dirinya.
Orang tua dan guru harus selalu menggunakan kalimat positif.
Tidak mengatakan banyak kata jangan, tetapi cari persamaan kata dari
suatu tindakan yang akan anak lakukan. Contohnya kalimat “Jangan
teriak-teriak!” diganti dengan kalimat “Ayo sayang berbicara yang
halus”.
6) Ucapkan Maaf
Sebagai manusia yang tak luput dari emosi kadang sebagai orang
dewasa guru suka kelewat batas kalau marah. Jangan buat anak
menjadi takut, sehingga membuat mereka enggan ke sekolah dengan
alasan gurunya galak. Meskipun anak sering melakukan kesalahan
ataupun melanggar aturan yang telah diterapkan jangan sampai
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
terlontar kata-kata kasar dari mulut guru karena akan sangat
menyakitkan anak tersebut.
Guru harus rendah hati dan tidak pelit untuk meminta maaf
kalau melakukan kesalahan. Sebagai pendidik sekaligus role mode
guru harus bisa mengontrol emosi. Bahasa yang tidak berguna,
mengandung makna yang negatif, dan tidak memotivasi akan dicontoh
dan direkam di memori otak anak dengan cepat dan mudah.
2. Anak Usia Dini
Menurut Setiawati (2006: 42-43) bahwa anak usia dini adalah anak
yang berada pada rentang usia sejak lahir hingga delapan tahun. Batasan usia
nol sampai delapan tahun merupakan batasan usia yang mengacu pada konsep
Developmentally Aprropriate Practices (DAP), yaitu acuan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) yang diterbitkan oleh Asosiasi PAUD di Amerika. Dalam
DAP sudah dikembangkan kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan penilaian
(assessment) yang disesuaikan dengan perkembangan anak berdasarkan usia
dan kebutuhan individunya.
Berdasarkan karakteristik usia tersebut, anak usia dini dibagi menjadi:
a. Usia nol sampai satu tahun merupakan masa bayi.
b. Usia satu sampai tiga tahun merupakan masa toddler (batita).
c. Usia enam tahun merupakan masa prasekolah.
d. Usia enam sampai delapan tahun merupakan masa Sekolah Dasar (SD)
kelas awal.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Meskipun demikian batasan anak usia dini ini ada perbedaan konsep di
Indonesia terutama konsep yag dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Ssekolah. Di Indonesia anak usia dini didefinisikan sebagai
anak usia nol sampai enam tahun. Batasan usia 0-6 tahun ini antara lain
karena pertimbangan batas masuknya anak dalam pendidikan dasar atau
formal.
Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat di mana
tinggi badan dan berat badan anak bertambah cukup pesat dibanding dengan
pertumbuhan pada usia di atasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak di
mana otak sebagai pusat koordinasi berbagai kemampuan manusia tumbuh
sangat pesat pada anak usia dini. Pada usia empat tahun pertumbuhan otak
anak sudah mendekati 80% sempurna. Pada usia empat sampai 12 tahun
pertumbuhan otak tersebut mencapai kesempumaan. Pemberian stimulasi
pendidikan pada saat pertumbuhan fisik anak yang pesat dan otak sedang
tumbuh dan mengalami kelenturan atau pada usia kematangannya akan
mendapat hasil yang maksimal disbandingkan pada usia sebelum dan
sesudahnya. Dengan demikian sebagai pendidik perlu memahami kapan
munculnya masa peka atau usia kematangan anak tersebut.
Di samping pertumbuhan perkembangan anak usia dini pun muncul
dengan
pesat.
Berbagai
macam
aspek
yang
berkembang
sering
dikelompokkan sebagai perkembangan fisik (motorik halus dan kasar),
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
inteligensi (daya pikir dan daya cipta), bahasa (kosa kata dan komunikasi),
sosial emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, dan moral). Pada usia dini
perkembangan masing-masing aspek memiliki karakteristik khusus yang
berbeda pada usia-usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan
karakteristik
perkembangan
anak
akan
menjadikan
berbagai
aspek
perkembangan anak berkembang maksimal. Dengan demikian pemahaman
para pendidik terhadap berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini
sangat diperlukan guna memberikan perlakukan yang baik pada anak
didiknya.
Cara anak usia dini berkembang memiliki ciri tersendiri. Banyak
pandangan yang dikemukakan para ahli tentang perkembangan anak usia dini.
Salah satunya adalah prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut S.
Bredekamp dan C. Copple yang dikutip oleh Aisyah, dkk. (2009: 1.17-1.23),
yaitu:
a. Perkembangan Aspek Fisik, Sosial, Emosional, dan Kognitif
Perkembangan dalam satu aspek dapat bersifat membatasi atau
mendukung perkembangan pada aspek lainnya. Misalnya perkembangan
fisik motorik anak dalam hal kematangan alat-alat ucap (artikulator) akan
memudahkan anak dalam perkembangan bahasa khususnya dalam
pengucapan berbagai kosa kata. Sebaliknya ketika anak sedang terfokus
untuk belajar berjalan, maka perkembangan bicaranya seolah-olah terhenti
sejenak.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
b. Perkembangan Aspek Fisik Motorik, Emosi, Sosial, Bahasa, dan Kognitif
Kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan anak dibangun
berdasarkan pada apa yang sebelumnya telah diperolehnya. Meskipun
terdapat berbagai variasi perkembangan anak sesuai kultur budaya
setempat, tetapi secara umum urutan perkembangan tersebut mengikuti
pola dan urutan tertentu yang dapat diperkirakan.
Dengan
demikian
perkembangan
merupakan
proses
yang
berkesinambungan di mana pengalaman belajar dan ketercapaian tugas
perkembangan pada suatu periode akan mendasari proses perkembangan
berikutnya.
c. Perkembangan Berlangsung dalam Rentang yang Bervariasi antar Anak
dan antar Bidang Pengembangan dari Masing-masing Fungsi
Variasi ini terjadi dalam dua dimensi, yaitu variasi dari rata-rata
perkembangan dan variasi keunikan setiap anak sebagai individu. Variasi
dari rata-rata perkembangan anak artinya adalah dalam menentukan urutan
perkembangan usia anak hanyalah menrupakan indeks kasar yang sifatnya
perkiraan
saja,
sehingga
kemungkinan
akan
terdapat
variasi
perkembangan di antara anak yang berusia sama. Sedangkan variasi
keunikan perkembangan setiap anak artinya adalah tidak ada anak yang
perkembangannya sama persis meskipun anak kembar. Setiap anak akan
memiliki keunikan tersendiri yang dapat terjadi dalam hal kepribadian,
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
temperamen, gaya belajar, latar belakang pengalaman atau latar belakang
keluarga.
d. Pengalaman Awal Anak Memiliki Pengaruh Kumulatif dan Tertunda
Terhadap Perkembangan Anak
Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif yang artinya jika
suatu pengalaman memiliki jika suatu pengalaman jarang terjadi, maka
hanya berpengaruh sedikit terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika
suatu pengalaman yang sama sering terjadi berulang-ulang, maka akan
berpengaruh kuat dan bertahan lama pada anak.
Pengalaman awal memiliki pengaruh tertunda yang artinya suatu
perlakuan tertentu yang diberikan kepada anak pengaruhnya tidak
langsung terasa saat itu juga, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
Misalnya upaya memberikan motivasi ekstrinsik untuk jangka pendek.
Namun dalam jangka waktu lama strategi ini justru akan memperlemah
motivasi intrinsik pada diri anak.
e. Perkembangan Anak Berlangsung ke Arah yang Semakin Kompleks,
Khusus, Teorganisasi, dan Terinternalisasi.
Anak secara bertahap belajar dari hal-hal yang sederhana dan
konkret kemidian berlanjut mempelajari hal-hal yang lebih sulit, banyak
menggunakan simbol, dan abstrak. Misalnya melalui tulisan, gambar atau
penjelasan. Anak juga mulai memahami dunia sekitarnya dengan lebih
mendalam, sehingga pemahaman ini menyatu (internalisasi) dalam
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
dirinya. Misalnya awalnya anak hafal berbagai macam berbagai benda
yang ada di dalam rumahnya, maka lambat laun anak mulai paham tentang
posisi, bentuk atau segala hal tentang berbagai benda tersebut secara
terperinci.
f. Perkembangan dan Cara Belajar Anak Terjadi dan Dipengaruhi oleh
Konteks Sosial Budaya yang Majemuk
Konteks sosial budaya ini dimulai sejak dari lingkungan keluarga,
pendidikan sampai masyarakat secara umum. Berbagai jenis lingkungan
tersebut akan saling berhubungan dan semuanya berpengaruh terhadap
perkembangan anak.
g. Anak adalah Pembelajar Aktif yang Berusah Membangun Pemahamannya
tentang Lingkungan Sekitar dari Pengalam Fisik, Sosial, dan Pengetahuan
Diperolehnya
Anak berperan dalam perkembangan dan belajarnya sendiri saat saat
anak berinteraksi dengan pengalaman sehari-hari di rumah, sekolah atau
masyarakat. Sejak lahir anak telah terlibat secara aktif dalam membangun
pemahaman mereka sendiri melalui berbagai pengalaman dengan dunia
sekitarnya. Pemahaman ini juga diperantarai oleh lingkungan sosialnya
terutama oleh lingkungan keluarga pada masa bayi dan tiga tahun pertama.
h. Perkembangan dan Belajar Merupakan Interaksi Kematangan Biologis dan
Lingkungan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Lingkungan fisik adalah berbagai benda atau peristiwa yang dapat
diamati anak, sedang lingkungan sosial adalah manusia di sekitar anak.
Meskipun awalnya terdapat perbedaan pandangan tentang mana yang
lebih dominan bagi perkembangan anak, keturunan atau lingkungan, tetapi
saat ini diakui bahwa keduanya saling berinteraksi dalam perkembangan
dan belajar anak.
Perkembangan akan terjadi sebagai hasil dari proses hubungan
sebab akibat antara individu yang berkembang (faktor keturunan) dan
berbagai pengalaman yang dia peroleh dari lingkungan fisik dan sosialnya
(faktor lingkungan).
i. Bermain Merupakan Sarana Penting bagi Perkembangan Sosial,
Emosional, Kognitif Anak, dan Menggambarkan Perkembangan Anak
Meskipun bermain seolah-olah hanya untuk bersenang-senang bagi
anak, tetapi memiliki manfaat yang sangat besar bagi perkembangannya.
Manfaat bermain tersebut antara lain memberikan kesempatan kepada
anak
untuk
memahami
lingkungan
dan
berinteraksi
sosial,
mengekspresikan dan mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan
simbolik anak dalam menyatakan ide, pikiran dan perasaannya,
menyelesaikan konflik, mengembangkan kreativitas, dan lain-lain.
Melalui bermain anak dapat membangun pengetahuannya dan
membangun kemampuan berpikir representatif. Orang dewasa juga akan
meningkat wawasannya tentang perkembangan anak dengan mengamati
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
kegiatan bermain anak, sehingga dapat memberikan dukungan bagi
perkembangan tersebut dengan berbagai strategi yang diterima anak. Oleh
karena manfaatnya sangat besar, maka bermain digunakan sebagai prinsip
dalam pendidikan dan pembelajaran anak.
j. Perkembangan akan Mengalami Percepatan Apabila Anak Berkesempatan
untuk Mempratekkan Berbagai Keterampilan yang Diperoleh dan
Mengalami Tantangan Setingkat Lebih Tinggi dari Hal-hal yang
Dikuasainya
Teori motivasi menyebutkan bahwa seseorang termasuk anak
cenderung malas dan tidak termotivasi ketika dihadapkan pada hal-hal
yang terlalu sulit atau terlalu mudah. Hal-hal yang dianggapnya terlalu
mudah akan membuatnya cepat bosan. Sedangkan hal-hal yang
dianggapnya terlalu sulit akan membuatnya akan membuat anak takut
gagal, sehingga ia mudah mengalami frustasi. Sebaliknya jika anak merasa
tertantang pada suatu persoalan, maka motivasinya akan meningkat. Hal
ini akan menumbuhkan kecintaan pada belajar, rasa ingin tahu, dan
perhatian.
k. Anak Memiliki Modalitas Beragam untuk Mengetahui Sesuatu
Prinsip
perbedaan
modalitas
pada
teori
psikologi
belajar
menyebutkan bahwa seseorang memahami lingkungan dengan banyak
cara dan cenderung memilih cara belajar yang disukainya atau yang lebih
kuat pengarunya bagi dirinya.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
l. Kondisi Terbaik Anak untuk Berkembang dan Belajar adalah Komunitas
yang Menghargainya, Memenuhi Kebutuhan Fisiknya, dan Aman Secara
Fisik maupun Psikologi
Kondisi demikian akan mendorong anak untuk mengekspresikan
dan mengaktualisasikan dirinya secara optimal. Jika tidak ada tekanan
psikologis anak akan bebas bergerak, berperilaku, dan menyatakan
pendapat. Jika anak merasa aman secara fisik dia akan terhindar dari halhal yang dapat membahayakan dirinya. Anak usia dini memerlukan
aktivitas fisik yang membuat mereka aktif dan ini akan membantu mereka
aktif dan hal ini akan membantu pembentukan kepercayaan dirinya.
Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain,
dan
bernyanyi.
Pembelajaran
disusun,
sehingga
menyenangkan,
menggembirakan, dan demokratis agar menarik anak untuk terlibat dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang
mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan
berbagai benda dan orang di lingkungannya, baik secara fisik maupun
mental. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak harus menerapkan esensi
bermain. Esensi bermain meliputi perasaan menyenangkan, merdeka,
bebas memilih, dan merangsang anak. Jadi prinsip bermain sambil belajar
mengandung
arti
bahwa
setiap
kegiatan
pembelajaran
harus
menyenangkan, gembira, aktif, dan demokratis.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Sehubungan dengan pembelajaran anak usia dini Suyanto (2005: 127128) menjelaskan bahwa pembelajaran di TK didesain untuk memungkinkan
anak belajar. Setiap kegiatan harus mencerminkan jiwa bermain, yaitu senang,
merdeka, volunter, dan demokratis. Permainan memang baik untuk mendidik
anak, tetapi permainan tersebut harus diberi muatan pendidikan sehingga anak
dapat belajar.
Secara rinci esensi bermain meliputi:
a. Motivasi internal, yaitu anak ikut bermain berdasarkan keinginannya
sendiri.
b. Aktif, anak melakukan berbagai kegiatan, baik fisik maupun mental.
c. Nonliter, artinya anak dapat melakukan apa saja yang diinginkan terlepas
dari realitas seperti berpura terbang dan mengendari mobil atau terbang
serta menjadi superhero.
d. Tidak memiliki tujuan eksternal yang ditetapkan sebelumnya. Misalnya
anak bermain dengan huruf pada papan magnetis. Ia tidak memiliki tujuan
untuk belajar huruf atau membuat kata. Jika setelah bermain anak mampu
mengembangkan kosa kata interaksi dengan huru, maka itu adalah
persoalan lain. Partisipasi bermain lebih penting daripada tujuan bermain.
3. Kedisiplinan bagi Anak Usia Dini
Dalam www.edukasi.com (2011: 6) disebutkan bahwa disiplin sekolah
menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang kondusif bagi
kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu kepala sekolah, guru, dan
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
orang tua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan
disiplin sekolah. Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu diharapkan para
siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu unggul dan
sukses. Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan.
Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan hasil dirinya.
Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah dapat
dilakukan melalui tahapan preventif, represif, dan kuratif. Mendorong siswa
melaksanakan tata tertib sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib itu baik
untuk perkembangan dan keberhasilan sekolah.
Disiplin individu yang baik menunjang peningkatan hasil belajar dan
perkembangan perilaku yang positif. Langkah represif sudah berurusan
dengan siswa yang telah melanggar tata tertib sekolah. Siswa-siswa ini
ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi dengan jalan nasehat, peringatan
atau sangsi disiplin. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan
pendampingan siswa yang melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi
disiplin. Upaya tersebut merupakan langkah pemulihan, memperbaiki,
meluruskan serta menyembuhkan perilaku yang salah dan tidak baik.
Disiplin merupakan bagian dari proses menerapkan self-responsibility
pada anak. Ketika anak bisa mengembangkan rasa tanggung jawab kepada
dirinya untuk mengembangkan potensi dan karakter serta membuat pilihan
yang tepat, maka hal ini disebut dengan disiplin. Untuk mencapai tahap
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
disiplin seorang anak perlu memulai bersikap tanggung jawab mulai dari hal
yang sederhana. Linda Eyre dan Richard Eyre mengatakan bahwa disiplin
merupakan bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri sementara
tanggung jawab memiliki arti yang lebih luas. Tanggung jawab berarti anak
memiliki kewajiban terhadap seluruh aspek kehidupan dan situasi saat anak
berada, yaitu terhadap bakat, potensi, perasaan, pemikiran, tindakan, dan
kebebasan diri sendiri. Tanggung jawab ini bukan merupakan hasil dari
kematangan, tetapi sesuatu yang anak pelajari.
Proses tanggung jawab menurut Linda Eyre dan Richard Eyre seperti
yang dikutip Lubis (2009: 2-3) dimulai dari:
a. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Kepatuhan
Umumnya terjadi pada saat anak berusia enam tahun ke bawah.
Pada saat ini anak belum memahami aturan maupun tingkah laku yang
diharapkan muncul darinya. Sikap tanggung jawab yang dimunculkan
merupakan bagian dari kepatuhan mereka terhadap orang tua mereka dan
kepatuhan mereka untuk melakukan suatu tugas tertentu.
b. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Moral
Sejalan dengan perkembangan mereka muncul pemahaman bahwa
tindakan atau tingkah laku yang mereka tampilkan memiliki pengaruh
terhadap orang lain. Saat ini anak memunculkan sikap tanggung jawab
terhadap lingkungannya yang mengacu pada moralnya.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
c. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Kedisiplinan
Setelah melalui tahapan sebelumnya anak mulai mengembangkan
disiplin. Mereka mulai menyadari selain tindakan dan tingkah laku mereka
dapat mempengaruhi orang lain. Mereka juga memiliki tanggung jawab
kepada diri mereka. Mereka memiliki bakat, potensi, dan pilihan dalam
hidup yang perlu mereka asah dan kembangkan tanpa tuntutan atau
dorongan dari orang lain.
d. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Pelayanan
Tahap yang terakhir merupakan tanggung jawab mereka terhadap
orang lain. Mereka mulai memahami peranan mereka terhadap lingkungan
sosial. Mereka dituntut untuk memberikan kontribusi atau dapat
diandalkan untuk melakukan suatu tugas tertentu.
Terkait dengan pembiasaan kedisiplinan pada anak, maka dijabarkan
secara rinci dalam beberapa indikator yang diterapkan di Busthanul Athfal
Aisyiyah Panican dalam Tata Tertib Sekolah (2011: 1) sebagai berikut:
a. Selalu masuk sekolah kecuali jika sakit.
b. Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan.
c. Mengucapkan doa-doa pendek.
d. Sabar menunggu giliran atau antri.
e. Memasukan tas pada loker atau menaruh tas pada tempat yang telah
disediakan.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
f. Berangkat sekolah tepat waktu.
g. Pulang pada jam yang telah ditentukan tanpa mengeluh dan menangis.
h. Membereskan dan membersihkan kembali tempat dan peralatan usai
kegiatan.
i. Mengembalikan barang mainan yang telah dipinjamkan.
j. Melaksanakan tugas dalam pembelajaran sampai tuntas.
k. Menjaga kebersihan lingkungan.
B. Teknik Bercerita
1. Pengertian Teknik Bercerita
Menurut
Arindawat dan
Huda (2004: 42) bahwa teknik bercerita
adalah suatu cara mengajak siswa dengan bercerita. Dalam teknik bercerita
ini, baik guru maupun siswa dapat berperan sebagai penuntur. Guru dapat
menugaskan salah seorang atau beberapa siswa untuk menceritakan suatu
peristiwa atau topik. Salah satu bentuk dari teknik bercerita adalah membaca
cerita.
Gunarti, dkk. (2008: 4.21) mengutarakan bahwa teknik bercerita
merupakan metode kegiatan pengembangan yang ditandai dengan pendidik
memberikan pengalaman belajar kepada anak melalui pembacaan cerita
secara lisan. Pendidik perlu memilih isi cerita yang sesuai untuk anak. Dalam
pengembangan perilaku metode bercerita sangat efektif digunakan karena
penanaman nilai moral sangat baik diberikan melalui teknik bercerita.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Sujiono, dkk. (2009: 7.3) mendefinisikan bahwa teknik bercerita adalah
menyampaikan sesuatu dengan bertutur atau memberikan penerangan atau
penjelasan secara lisan melalui cerita. Dalam hal ini guru bukan memberi
ceramah pada anak usia TK. Cerita harus menarik dengan tujuan yang ingin
dicapai dengan gerak-gerak yang wajar dan intonasi yang bervariasi. Anak
diberi kesempatan untuk bertanya dan memberi tanggapan atau kesimpulan.
Dari beberapa penjelasan tersebut, maka disimpulkan bahwa teknik
bercerita adalah metode kegiatan pengembangan dengan mengajak siswa
bercerita untuk menyampaikan sesuatu.
2. Manfaat Teknik Bercerita
Cerita merupakan kebutuhan universal manusia mulai dari anak-anak
hingga orang dewasa. Bagi anak-anak cerita tidak sekedar memberi manfaat
emotif, tetapi juga membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek.
Oleh karena itu bercerita merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan
dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Cerita bagi anak memiliki
manfaat yang sama pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu
sendiri.
Menurut Taningsih (2006: 29) bahwa manfaat dari teknik bercerita
adalah:
a. Melalui bercerita kosa kata anak akan bertambah. Hal ini dapat membantu
dalam mengembangkan bahasa mereka.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
b. Bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan
kebutuhan imajinasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat
menulis anak, merangsang minat baca anak, dan membuka cakrawala
pengetahuan anak.
Moeslichatoen
(2004: 168) menjelaskan bahwa teknik bercerita
mempunyai beberapa manfaat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan TK.
Bagi anak usia TK mendengarkan cerita yang menarik sesuai dengan
lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Guru TK yang
terampil bertutur dan kreatif dapat menggetarkan perasaan anak. Guru dapat
memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian,
kesetiaan, keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam
kehidupan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah.
Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilainilai moral, dan keagamaan. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman
belajar
untuk
berlatih
mendengarkan.
Melalui
mendengarkan
anak
memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai, dan
sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Gunarti (2008: 4.21) mengatakan bahwa dalam pengembangan perilaku
metode bercerita sangat efektif digunakan karena penanaman nilai moral
sangat baik diberikan metode cerita. Melalui teknik bercerita anak dapat
mengenal tindakan baik yang harus dipelihar seperti sikap menyayangi
sesama, saling menghormati, bekerja sama, dan membantu orang lain yang
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
mengalami kesulitan. Selain itu melalui pembacaan cerita anak akan ikut
berimajinasi tentang tokoh, latar, gaya bahasa, dan alur ceritanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manfaat dari teknik
bercerita adalah:
a. Penguasaan kosa kata anak berkembang.
b. Sebagai
media menanamkan kejujuran,
keberanian,
kesetiaan,
keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam kehidupan
lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah.
c. Memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan, sehingga
anak memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai,
dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Melalui teknik bercerita anak dapat mengenal tindakan baik yang harus
dipelihar seperti sikap menyayangi sesama, saling menghormati, bekerja
sama, dan membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Selain itu
melalui pembacaan cerita anak akan ikut berimajinasi tentang tokoh, latar,
gaya bahasa, dan alur ceritanya.
3. Tujuan Bercerita
Kegiatan bercerita merupakan kegiatan menuturkan suatu informasi
yang berisi tentang suatu hal misalnya kejadian yang bersifat atau kejadian
yang bersifat rekaan juga pesan moral dan agama yang ingin disampaikan.
Metode ini dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan
dasar pada anak usia dini.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Sumediyani (2002: 21) menyatakan bahwa tujuan bercerita sebagai
berikut:
1) Menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dan
guru dengan murid.
2) Mengasah perasaan dan membentuk kepribadian anak.
3) Menambah perbendaharaan bahasa dan kosa kata anak.
4) Meningkatkan kepekaan rasa estetika.
5) Melatih kreativitas dan imajinasi anak.
6) Mengenalkan sebab akibat.
7) Melatih memecahkan masalah (problem solving).
8) Memperkenalkan budaya dan perilaku manusia.
Sedangkan menurut Moeslichatoen R. (2004: 170) bahwa tujuan metode
bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi
pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang
disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita, maka anak akan menyerap
pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang
sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Gunarti (2008: 5.5) menyampaikan tujuan teknik bercerita sebagai
berikut:
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
a. Mengembangkan
kemampuan berbahasa di
antaranya
kemampuan
menyimak (listening) juga kemampuan dalam berbicara (speaking) serta
menambah kosa kata.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir karena dengan bercerita anak
diajak untuk memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita
serta mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolik.
c. Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan
mengembangkan kemampuan moral dan agama misalnya konsep benarsalah atau konsep ketuhanan.
d. Mengembangkan kepekaan sosial emosi anak tentang hal-hal yang terjadi
di sekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikan.
e. Melatih daya ingat atau memory anak untuk menerima dan menyimpan
informasi melalui tuturan peristiwa yang disampaikan.
f. Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang
dituturkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari bercerita adalah:
a. Menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dan
guru dengan murid.
b. Penghayatan nilai-nilai untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
d. Melatih daya ingat anak.
e. Mengembangkan kreativitas anak.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
C. Penilaian
1.
Hasil Belajar Siswa
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk melihat sejauh mana
keberhasilannya dalam usaha atau proses penanaman pembiasaan sikap dan
tingkah laku anak, yaitu dengan mengadakan penilaian (Departemen
Pendidikan Nasional, 2003: 80).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini disebutkan bahwa penilaian adalah proses
pengumpulan
dan
pengolahan
informasi
untuk
menentukan
tingkat
pencapaian perkembangan anak (Jamun, dkk., 2011: 11).
Gunarti, dkk. (2008: 7.29) menjelaskan bahwa penilaian kegiatan
penanaman kedisiplinan dapat dilakukan dengan check list perkembangan.
Check list merupakan teknik yang dilakukan dengan memberikan tanda √
pada setiap item yang mengindikasikan daftar dari karakter, sikap atau
perilaku, konsep, dan keterampilan yang diobservasi yang telah ditentukan
sebelumnya. Check list sangat penting karena check list merupakan cara
sederhana untuk menemukan keterampilan dan pengetahuan apa saja yang
telah dicapai oleh anak yang didemonstrasikan dan dikerjakan di sekolah.
Pendidik dapat membuat check list untuk mendokumentasikan setiap tugas
yang dikerjakan oleh anak.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
2.
Pedoman Penilaian
Menurut Kementerian Pendidikan nasional (2010: 11) bahwa cara
pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut:
1) Catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada
kolom penilaian pada Rencana Kegiatan Harian (RKH).
2) Anak yang Belum Berkembang (BB) perkembangan sesuai dengan
indikator seperti diharapkan dalam melaksanakan tugas selalu dibantu
guru, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anak dan diberi tanda
satu bintang ().
3) Anak yang sudah Mulai Berkembang (MB) sesuai dengan indikator
seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda dua bintang
().
4) Anak yang sudah Berkembang Sesuai Harapan (BSH) pada indikator
dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ().
5) Anak yang Berkembang Sangat Berkembang (BSB) melebihi indikator
seperti yang diharapkan dalam RKH mendapat tanda empat bintang
().
Perlu ditekankan bahwa penggunaan tanda bintang merupakan simbol
untuk menunjukkan tingkat pencapaian perkembangan peserta didik dan
hanya terjadi catatan guru.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
3.
Kriteria atau Indikator Hasil Belajar
Menurut
Sudjana (2010: 63) bahwa kriteria dalam menilai proses
belajar mengajar, yaitu jumlah siswa yang dapat melaksanakaan tugas sesuai
instruksi minimal 75% dari jumlah instruksional yang harus dicapai.
Djamarah (2010: 107) mengatakan bahwa setipa proses belajar
mengajar selalu menghasilkan hasil belajar yang telah dicapai. Sehubungan
dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Adapun tingkatan keberhasilan tersebut sebagai berikut:
a. Istimewa atau maksimal, yaitu apabila seluruh bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
b. Baik sekali atau optimal, yaitu apabila sebagian besar (75% sampai
dengan 99%) bahan pelajaran yang dijarkan dikuasai oleh siswa.
c. Baik atau minimal, yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya
60% sampai dengan 75% oleh siswa.
d. Kurang, yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60%
dikuasai oleh siswa.
D. Kerangka Berpikir
Hasil pengamatan peneliti pada kondisi awal bahwa dari 20 anak yang dapat
dikatakan memiliki kedisiplinan yang baik sebanyak 2 anak . Rata-rata hal ini
karena pengaruh kedisiplinan yang diterapkan di sekolah berbeda dengan di
rumah. Bila di rumah rata-rata bila anak tidak melaksanakan aturan yang berlaku
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
oleh orang tua tidak diberi sanksi. Dengan kata lain rata-rata orang tua di rumah
masih bersikap sangat melindungi perilaku dan sikap anak yang salah, sehingga
anak tampak tidak disiplin. Kemudian peneliti melakukan tindakan pembiasaan
kedisiplinan melalui metode bercerita yang peneliti terapkan dalam bentuk
penelitian tindakan kelas.
Pada siklus I peneliti peneliti menyusun perencanaan, melakukan tindakan,
pengamatan, dan releksi. Bila hasil belum optimal, maka peneliti melakukan
perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan langkah-langkah yang sama pada
siklus I. Pada siklus II diharapkan hasil belajar anak meningkat dan lebih baik
daripada siklus sebelumnya.
Untuk mengetahu langkah-langkah yang akan peneliti lakukan
pada
pelaksanaan pembiasaan kedisiplinan melalui metode bercerita dapat dilihat pada
bagan di bawah ini.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
1. ingkat kedisiplinan
rendah
2. Anak kurang
Kondisi
awal
mematuhi perintah
guru
3. Guru belum
menggunakan metode
yang tepat
Siklus I
Dalam menerapkan
kedisiplinan
menggunakan metode
bercerita.
1. Kedisiplinan anak
meningkat dan sesuai
harapan.
2. Anak dapat memahami
isi cerita dengan baik
1. Kedisiplinan anak belum
optimal dan belum
sesuai harapan
2. Anak belum dapat
memahami isi cerita
dengan baik
Siklus II
Dalam menerapkan
kedisiplinan
menggunakan metode
bercerita.
Gambar 2.1
Bagan kerangka berpikir
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang peneliti ajukan adalah: “Dengan melalui teknik bercerita,
maka pembiasaan kedisiplinan anak di Busthanul Athfal Aisyiyah Panican
Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga dapat meningkat”.
Upaya Pembiasaan Kedisiplinan..., Umi Markhamah, FKIP UMP, 2012
Download