1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode pascasalinatau disebut juga masa nifas (puerperium) merupakan masa sesudah persalinan hingga sekitar 6 bulan.Pada periode ini, organ reproduksi dan siklus ovulasi mengalami proses untuk kembali seperti saat sebelum terjadi kehamilan(Moalli et al., 2008). Periode pascasalin berkaitan dengan perubahan fisik, perubahan psikologi, dan perubahan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi dan seksual(Haran etal., 2014). Terdapatvariasi rentang waktu pasien pascasalindalam memulai hubungan seksual kembali dengan pasangannya. Beberapa individu memulai hubungan seksual kembali pada periode awal pascasalin (6 minggu), beberapa individu lainnya baru memulai hubungan seksual kembali pada bulan keenam(Barrett et al., 2000).Sebuah penelitian melaporkan bahwa terdapat perbedaan waktu untuk memulai hubungan seksual pada pasien pascasalin (Woranitat & Taneepanichskul, 2007). Perbedaan waktuini dipengaruhi oleh fungsi seksual(Clinical Effectiveness Unit, 2009). 1 2 Gangguan pada fungsi pasien pasca berlangsung seksual persalinan hingga et pascasalin(Kettle atau disfungsi secara bulan al., seksual normal kedua 2005). hanya periode Penyembuhan luka perineum biasanya akan sembuh pada minggu ke 4 atau ke 6 periode pascasalin sehingga memperbolehkan pasien melakukan hubungan seksual (Association of Reproductive Health professionals, 2013). Alat genitalia akan pulih kembali pada bulan ke 3 et al., Diagnostic and pascasalin(Leeman 2003). Berdasarkan klasifikasi dalam Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition, Text Revision (DSM IV TR) oleh American Psyichiatric (APA), Association dispareunia merupakan salah satu kriteria diagnostik untuk disfungsi seksual. Kriteria diagnostik (sexual lainnya desire), arousal), dan meliputi gangguan gangguan gangguan rangsang hasrat seksual seksual (sexual orgasme(American Psychiatric Association, 2000). Dunia kedokteran lebih sering memberikan perhatian pada pada depresi masa seksual, dan inkontinensi urin pascasalin daripada khususnya nyeri dispareunia.Padahal dispareunia sebagai gangguan gangguan disfungsi seksual atau pada masa 3 pascasalindapatmenimbulkan penurunan quality of lifeyang cukup besar pada pasien (Rogers et al., 2009). Episiotomi merupakan salah satu tindakan yang dilakukan pada persalinan vaginal untuk membantu proses kelahiran bayi. Tindakan operatif ini dilakukan melalui insisi mukosa vagina, fasia perineum, otot perineum, dan kulit pada kala II persalinan (Carroli & Mignini, 2012). Belumbanyak antara penelitian tindakan episiotomi yang melaporkan pada persalinan hubungan vaginal terhadap prevalensi dispareuniadi Indonesia.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persalinan vaginal dengan tindakan episiotomi terhadap prevalensi dispareunia di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. B. Rumusan masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara persalinan vaginal dengan tindakan dispareunia Yogyakarta? di episiotomiterhadap RSUD Panembahan prevalensi Senopati Bantul 4 C. Keaslian Penelitian Sejauh ini penelitian yang mencari hubungan persalinan vaginal dengan tindakan episiotomiterhadap prevalensi dispareunia cukup terbatas.Namun demikian, penelitian beberapa yang serupa negara.Penelitian pernah yang mediolateral vaginal yang terhadap digunakan untuk test, interruption dilakukan menilai vaginal test.Data pada pasien pascasalin floor.Alat manometry, yang oleh episiotomi pelvic fungsi di efek pelvic fungsi dilakukan dilakukan al.(2004)melaporkan Sartoreet digital hampir dan diambil yang flooradalah urine berupa stream kejadian dispareunia, nyeri perineum, inkontinensia anus, dan inkontinensia urin (Sartore et al., 2004). Penelitian lain menyimpulkan bahwa episiotomi menjadi faktor protektif terhadap gangguan pelvic floor dan mampu meningkatkan quality of life pada pasien pascasalin dibandingkan dengan pasien yang mengalami laserasi perineum derajat 3 dan 4 (Bertozzi et al., 2011). Rogers et al.mencari hubungan antara derajat trauma genital spontan dengan disfungsi seksual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien pascasalin yang memiliki trauma mayor dilaporkan mengalami penurunan 5 hasrat seksual dan dispareunia dibandingkan dengan pasien pascasalin yang mengalami trauma minor (Rogers et al., 2009). Perbedaan penelitian yang telah disebutkan di atas terhadap penelitian penelitian ini yang akan menilai dilakukan dispareuniapada adalah pasien pascasalin vaginal yang dilakukan tindakan epsisiotomi dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner Female Sexual Function Index (FSFI). D. Tujuan Penelitian 1. Umum Meningkatkan kualitas pascasalinvaginal hidup dengan cara pasien menurunkan prevalensidispareunia. 2. Khusus Mengetahui dengan hubungan antara persalinan tindakan terhadapprevalensidispareunia Senopati Bantul Yogyakarta. vaginal episiotomi di RSUD Panembahan 6 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat: 1. Bidang Akademik Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan dan tambahan referensi mengenai hubungan tindakan episiotomi dengandispareunia yang dialami pasien pascasalinvaginal. 2. Bidang Klinis Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah daftar Evidence Based Medicine mengenai hubungan tindakan episiotomi dengan dispareunia sehingga tenaga medis dapat lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan episiotomi agar menghindari risiko yang terjadi.