KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Makalah yang berjudul “Ekonomi Makro di Era Reformasi di Indonesia” diharapkan dapat memperdalam dan menambah informasi tentang perkembangan kebijakan-kebijakan ekonomi makro di negara Indonesia dan masalah ekonomi yang sering terjadi pada masa reformasi. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga hambatan yang saya temui dalam pembuatan makalah ini bisa teratasi. Terima kasih saya ucapkan terutama kepada ibu Lia Amalia selaku dosen mata kuliah makroekonomi yang terus membimbing saya. Saya sadari bahwa makalah ini belum sempurna dikarenakan keterbatasan teori dan praktek. Oleh karenanya kritik dan saran yang positif sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga Allah SWT selalu meridhai kita dan semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita. Aamiin. 1 DAFTAR ISI Bab Halaman Kata Pengantar ___________________________________________________________1 Daftar Isi ________________________________________________________________2 I. Pendahuluan _____________________________________________________________3 1.1. Latar Belakang ________________________________________________________3 1.2. Rumusan Masalah ______________________________________________________3 1.3. Identifikasi Masalah ____________________________________________________4 1.4. Tujuan _______________________________________________________________4 II. Tinjauan Teori ____________________________________________________________5 2.1. Teori Ekonomi Makro __________________________________________________5 2.1.1. Teori Ekonomi Klasik_______________________________________________5 2.1.2. Teori Ekonomi Neo-Klasik___________________________________________6 2.2. Ekonomi Makro Di Indonesia_____________________________________________7 2.2.1. Kondisi Perekonomian Indonesia Sebelum Reformasi _____________________7 2.2.2. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Reformasi Dan Kebijakan Yang Diambil __8 III. Implikasi Judul ___________________________________________________________15 IV. Kesimpulan dan Saran _____________________________________________________15 V. Daftar Pustaka ____________________________________________________________16 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang tidak lepas dengan aktivitas manusia karena selalu berkaitan dengan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Analisis dasar dalam ilmu ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu mikroekonomi dan makroekonomi. Makroekonomi mempelajari variabel-variabel ekonomi secara global baik dari ruang lingkup maupun titik fokus analisisnya seperti perubahan keseluruhan kegiatan ekonomi, investasi total, pengeluaran konsumsi nasional dan tabungan masyarakat. Analisa mengenai penentuan tingkat kegiatan yang dicapai suatu perekonomian merupakan bagian terpenting dari analisa makroekonomi. Analisa tersebut menunjukkan bagaimana permintaan agregat dan penawaran agregat akan menentukan tingkat kegiatan suatu perekonomian dalam suatu periode tertentu dan pendapatan nasional atau produksi nasional yang tercipta. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sendiri mengalami fluktuasi dari berbagai era. Seperti tahun 1997 nilai rupiah terhadap dollar Amerika semakin menurun sehingga berimbas pada merosotnya perekonomian Indonesia. Daya beli menjadi rendah dan sejalan dengan itu pemerintah harus menanggung beban keuangan yang besar. Krisis ekonomi yang melanda menjadi salah satu faktor pendorong lahirnya gerakan reformasi. 1.2 Rumusan Masalah Melihat latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu : 1. Bagaiman keadaan perekonomian Indonesia pada masa sebelum reformasi? 2. Bagaimana sejarah perekonomian Indonesia di era reformasi dan apa saja kebijakankebijakan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ekonomi di era reformasi? 3 1.3 Identifikasi Masalah 2. Hutang Luar Negeri Pemerintah tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sektor swasta yang umumnya berjangka pendek. Hal ini diperburuk oleh menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat yang cenderung mengabaikan dalam menghadapi besarnya dan persyaratan hutang swasta tersebut 3. Lemahnya System Perbankan Indonesia Mekanisme pengawasan dan pengendalian pemerintah tidak efektif khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu dan pelanggaran kriteria layak kredit. 4. System Pemerintahan Sentralistik System pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Begitu krisis menghantam, maka kemampuan kelembagaan pemerintah berkurang untuk bertindak cepat, adil dan efektif. 5. Perkembangan Situasi Politik Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan. 1.4 Tujuan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui keadaan perekonomian di Indonesia pada masa sebelum reformasi 2. Untuk mengetahui sejarah perekonomian Indonesia era reformasi dan kebijakan – kebijakan yang diambil untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi. 4 BAB II TNJAUAN TEORI 2.1. Teori Ekonomi Makro 2.1.1. Teori Ekonomi Klasik Dalam pemikiran kaum klasik, perekonomian makro akan tumbuh dan berkembang apabila perekonomian diserahkan kepada pasar. Peran pemerintah terbatas kepada masalah penegakan hukum, menjaga keamanan dan pembangunan infrastruktur. Jean Baptiste Say (1767-1832) berpendapat supply creates its own demand sehingga tidak akan ada kelebihan produksi. Adam Smith (1723-1790) juga berpendapat bahwa ada invisible hands yang akan membimbing individu untuk mempromosikan kepentingan masyarakat. Washington Consensus berpendapat bahwa peran pemerintah di dalam pembangunan harus lebih dititikberatkan kepada penertiban APBN dan pemanfaatan kekuatan pasar. Peran pemerintah dalam pembangunan harus dibatasi dan berorientasi kepada pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Campur tangan pemerintah yang berkelebihan dalam perencanaan pembangunan dikhawatirkan menimbulkan Government Failure seperti birokrasi yang berlebihan, KKN dan lain sebagainya. Membatasi APBN dapat mengurangi defisit karena akan menimbulkan ketidakstabilan di dalam ekonomi. Pemanfaatan kekuatan pasar yaitu mengembangkan pasar yang efisien, bebas dari monopoli, oligopoli, dan eksternal disekonomis. Oleh karena itu kebijakan harus bersifat Market Friendly. Suku bunga dan nilai tukar asing harus ditentukan oleh pasar. Harga yang dibentuk pasar dianggap sebagai harga yang sebenarnya. Pasar dianggap lebih efisien daripada pemerintah yang menggarap sektor perekonomian sehingga perekonomian lebih optimal. Adam Smith dalam buku “The Wealth of Nations” lebih jauh menjelaskan harga pasaran dapat berbeda dengan harga alami di mana akan menyesuaikan dengan 5 keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian harga alami dengan harga pasaran. 2.1.2. Teori Ekonomi Neo-Klasik Alfred Marshall (1842-1924) berpendapat bahwa selain faktor biaya, harga juga dibentuk oleh unsur subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun produsen. Unsur subjektif dari pihak produsen misalnya keadaan keuangan perusahaan. Sedangkan unsur subjektif dari pihak konsumen misalnya pendapatan (dayabeli). Nilai dan harga barang dipasar dipengaruhi oleh konsumen maupun produsen. Permintaan bersumber pada marginal utility yang ditentukan oleh penilaian subjektif konsumen. Hal itu tercermin pada harga permintaan (demand price) dipasar yang ditentukan oleh konsumen. Demand price tersebut terletak pada suatu tingkat harga tertentu. Pada tingkat harga tertentu itu, barangnya akan diminta dalam sejumlah tertentu oleh pihak pembeli. Teori Ekonomi Neo-Klasik mengenai perkembangan ekonomi menganggap: 1. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam perkembangan ekonomi 2. Perkembangan itu merupakan proses yang gradual 3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif 4. Aliran ekonomi Neo Klasik optimis terhadap perkembangan ekonomi 5. Adanya aspek international dalam perkembangan tersebut. Dalam perspektif teori ekonomi Neo-Klasik, akumulasi modal berkaitan dengan tingkat bunga dan tingkat pendapatan. Dengan tingkat bunga yang rendah, maka akan menentukan tingginya tingkat investasi dan mendorong aktivitas ekonomi produktif meningkat, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan. Perkembangan ekonomi yang demikian berproses secara gradual dan berkelanjutan. Dari perspektif yang lain, teori ekonomi Neo-Klasik optimis bahwa perkembangan ekonomi tidak akan berhenti karena terbatasnya SDA karena ada kemampuan manusia untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan itu, sehingga berbeda 6 dengan pandangan teori ekonomi klasik bahwa pertumbuhan ekonomi akan terhenti karena keterbatasan SDA. Kemudian Blinder dan Fischer (1981 dalam Zijp,1990) menggunakan penyesuaian bertahap dari stok barang untuk mencapai suatu model Neo-Klasik yang menghasilkan siklus bisnis. Dalam konteks tersebut diperkenalkan istilah efek kapasitas. Mereka menyatakan bahwa pada awalnya investasi akan meningkat tajam setelah shock, akan tetapi sesudah itu menurun secara bertahap. Hal ini disebabkan, perusahaan tidak dapat mengurangi secara drastis kapasitas terpasang dari produksi yang telah ada. Namun, hal ini tidak sesuai dengan bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa investasi dan output meningkat selama beberapa periode sebelum menurun. Dua penjelasan dapat diberikan untuk ini. Pertama, lag informasi mungkin lebih dari satu periode. Kedua, proyek investasi melibatkan perencanaan, sehingga terdapat lag yang panjang dari perencanaan untuk meningkatkan stok kapital sampai ketika kapital baru tersebut mulai berproduksi. 2.2. Ekonomi Makro di Indonesia 2.2.1. Kondisi Perekonomian Sebelum Reformasi Indonesia berada pada masa Orde Baru dimana Presiden Soeharto berhasil membenahi perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk. Soeharto menekan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15%. Karena inflasi yang rendah ini, kreditur asing tertarik meminjamkan modalnya termasuk IMF dan Bank Dunia. Banyak perusahaan Indonesia meminjam dollar Amerika. Kemudian ketika rupiah menguat terhadap dollar, level efektivitas hutang mereka dan biaya financial telah berkurang. Saat Thailand mengambangkan Baht di bulan Juli 1997, Ototritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8% ke 12% dan rupiah mulai terserang kuat di Agustus. IMF memberi bantuan sebesar 23 miliar dollar namun rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan 7 rupiah dan permintaan dollar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta mencapai titik terendah pada September. 2.2.2. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Reformasi dan Kebijakan yang Diambil Pada masa krisis ekonomi ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. 1. Masa kepemimpinan B.J. Habibie Masa kepimpinan Habibie dimulai dengan kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu proses pemulihan ekonomi. Selain itu Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Di bidang ekonomi ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga level Rp 6.500,00 per dollar AS. Ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah berikut: Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00 Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2. Masa kepimpinan K.H. Abdurrahman Wahid 8 Kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan kondisi moneter dalam negeri sudah mulai stabil. Namun praktek KKN semakin intensif. Hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, Otonomi daerah terutama kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuannya kepada Indonesia. Bahkan Bank Dunia juga sempat mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan Indonesia macet. Ketidakstabilan politik dan social yang tidak surut menaikkan tingkat country risk Indonesia. Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk. Bahkan, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service mengkonfirmasikan bertambah buruknya country risk Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi makro mengalami perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial, lembaga rating lainnya (seperti Standard & Poors) menurunkan prospek jangka panjang Indonesia dari stabil ke negative. Pemerintah tidak menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip once and for all. Pemerintah cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi fiskal, restrukturisasi utang, dan divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang controversial dan inkonsistens, 9 termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya sense of crisis terhadap kondisi riil perekonomian Negara. Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001 menunjukkan growth trend yang negative. Selama periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku bisnis dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia setidaknya untuk periode jangka pendek. Indicator kedua adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Seperti yang dapat kita lihat pada grafik di bawah ini, pada awal tahun 2000 kurs rupiah sekitar Rp7.000,- per dolar AS dan pada tanggal 9 Maret 2001 tercatat sebagai hari bersejarah sebagai awal kejatuhan rupiah, menembus level Rp10.000,- per dolar AS. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intervensi pasar dengan melepas puluhan juta dolar AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun, pada tanggal 12 Maret 2001, ketika Istana Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Presiden Soeharto mundur, nilai tukar rupiah semakin merosot. Pada bulan April 2001 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh Rp12.000,- per dolar AS. 10 Lemah dan tidak stabilnya nilai tukar rupiah tersebut sangat berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bisa membawa Indonesia ke krisis kedua yang dampaknya lebih besar daripada krisis pertama. Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama, perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik untuk barangbarang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi. Kedua, utang luar negeri (ULN) Indonesia dalam nilai dolar AS, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar. 3. Masa kepimpinan Megawati Soekarno Putri Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain : Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. 11 Kebijakan privatisasi BUMN. Kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. 4. Masa kepimpinan Susilo Bambang Yudhoyono 1 Terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM atau menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu yang mempertemukan para investor dengan kepalakepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah. Selain itu pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. 12 Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 200 Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak kondisi dalam negeri masih kurang kondusif. Namun selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah inflasi. Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit. Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro environment) mendorong pertumbuhan PDB. Diwujudkan dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah peningkatan konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas produksi di sector riil yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja baru. Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan terobosan pembangunannya berupa master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan 13 Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara UsS 14.250-USS 15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USS 4,0-4,5 triliun. 5. Masa pemerintahan susilo bambang yudhoyono 2 Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan 4 kebijakaan untk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional Negara yaitu : 1. BI rate 2. Nilai tukar 3. Operasi moneter 4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal. Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia. Beberapa pengamat ekonomi bahkan berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4 raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC (Brazil, Rusia, India, dan China). Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009. Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil menembus angka 3.800. 14 BAB III IMPLIKASI JUDUL Ekonomi makro Indonesia Era reformasi dimulai ketika orde baru berakhir. B. J. Habibie yang mengawali masa reformasi membuat kebijakan yang diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid , belum ada tindakan berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Pemerintahan dilanjutkan oleh Megawati Soekarnoputri yang mengalami masalah-masalah mendesak untuk dipecahkan, yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, terdapat kebijakan kontroversial, yaitu mengurangi subsidi BBM dan Bantuan Langung Tunai (BLT). Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan perkapita ditempuh dengan cara mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999. 15 Namun sejak masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, perekonomian Indonesia mulai membaik. Krisis global tahun 2008 membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009. Kemajuan perekonomian di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik-menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya. Saat ini Indonesia sudah mulai berorientasi ke luar dalam hal menjalin kerjasama dengan dunia luar di bidang ekonomi. Memang pada kenyataannya, apabila Indonesia menerapkan pembangunan dalam bidang ekonomi yang berorientasi ke luar, hal tersebut bisa merubah tatanan baru dan menciptakan stabilitas perekonomian di Indonesia, walaupun tidak sepenuhnya stabil dalam aspek-aspek lainnya. BAB V DAFTAR PUSTAKA http://labuank.blogspot.com www.bi.go.id Sukirno Sadono (2011). Teori Pengantar Makroekonomi edisi ketiga.Jakarta: Rajawali Pers http://heroekaputra.blogspot.com/2010/12/perkembangan-pemikiran-makroekonomi.html http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_makro http://speunand.blogspot.com/2011/01/mazhab-neo-klasik.html http://www.neraca.co.id/article/16213/Mengintip-Perkembangan-IHSG 16