presiden ketiga yang beragama islam

advertisement
PRESIDEN KETIGA YANG BERAGAMA ISLAM
Avul Pakir Jainulabdeen Abdul Kalam demikian nama lengkap Abdul Kalam,
Presiden India yang baru. Ia adalah presiden ke-12 India serta menjadi presiden Muslim
ketiga di negeri yang tengah berseteru dengan Pakistan ini. Abdul Kalam dilantik Mahkamah
Agung BN Krippal lewat sebuah upacara yang sangat meriah di ruang utama parlemen.
Kalam ---loper koran yang kemudian menjadi arsitek program peluru kendali India--menggantikan Kocheril Raman Narayana yang telah menyelesaikan masa lima tahun
jabatannya.
Presiden baru itu datang ke gedung parlemen menumpang limousin bersama
Narayana. Ia diantar memasuki ruangan dengan kawalan pengawal berpakaian tradisional.
Sekitar 150 personil militer dari angkatan darat dan laut, menghadiri acara tersebut. Presiden
India merupakan panglima tertinggi angkatan bersenjata. Selain itu, meski kebanyakan
berperan sebagai pejabat seremonial, presiden berwenang pula memutuskan pemilu dini, atau
menunjuk partai mana yang diberikan kesempatan untuk membentuk sebuah pemerintahan.
Sekitar 700 anggota parlemen dari dewan tingkat tinggi maupun rendah, sejumlah diplomat,
para industrialis, dan pelajar hadir dalam acara tersebut. Perdana Menteri Atal Behari
Vajpayee, Wakil Perdana Menteri Lal Krishna Advani, dan pimpinan oposisi Sonia Gandhi,
tampak di antara tamu kehormatan.
Terpilihnya Kalam berkat dukungan semua pihak. Baik aliansi nasionalis Hindy yang
berkuasa maupun partai oposisi besar seperti Partai Kongres, mendukung pencalonan
ilmuwan berusia 71 tahun itu. Terpilihnya anak nelayan yang beragama Islam di tengah
mayoritas Hindu itu, menjadi make up bagi status India sebagai negara multikomunal. Selain
itu, Kalam yang berasal dari negara bagian Tamil Nadu lalu berhasil menjadi ilmuwan
kenamaan bahkan presiden, bagi sebagian besar warga India, menjadi simbol demokrasi.
Pemilihan Kalam sebagai presiden juga menggambarkan ambisi strategis dan politik India.
Sebab, lebih dari empat dekade, Kalam bekerja di laboratorium Departemen Pertahanan,
untuk mengembangkan program persenjataan rudal nuklir.
Para pengeritik Bharatiya Janata Party (BJP) menuduh pemilihan Kalam sebagai
presiden untuk menghindari citra anti-Muslim yang dibutuhkan pemerintah setelah
meletusnya kerusuhan Hindu-Islam di Gujarat, bulan Februari yang lalu. Oposisi dan lembaga
HAM Internasional menuduh, BJP yang berkuasa di Gujarat tidak mengambil langkah yang
cukup untuk menghentikan kekerasan itu. Sekitar seribu orang, sebagian besar Muslim tewas
dalam kerusuhan tersebut.
Namun, hampir semua kalangan beranggapan, Kalam adalah orang yang tepat untuk
ikut berperan memimpin India saat ini. Sebagai tokoh Muslim ia diharapkan dapat meredakan
konflik laten Hindu-Islam yang sudah lebih dari setengah abad terus menghantui India dan
setiap saat dapat meledak dalam bentuk bentrokan terbuka, massal, dan bersimbah darah. Di
India, warga Muslim merupakan kaum minoritas bersama warga penganut agama Kristen dan
ajaran Sikh. Untuk jangka pendek, Kalah diharapkan dapat meredakan gelombang kritik yang
ditujukan pada pemerintah yang dianggap gagal menghentikan aksi kekerasan sektarian di
Gujarat.
Dalam sistem politik India, jabatan presiden lebih merupakan jabatan seremonial.
Namun, sejarah menunjukkan, presiden India kerap memainkan peran krusial. Jika terjadi
kebuntuan di parlemen, fatwanya menjadi kata akhir bagi semua pihak. Ia juga dapat
menyerukan digelarnya pemilihan umum (pemilu) atau menetapkan partai mana yang
mendapat kesempatan menyusun pemerintahan. Sebagai presiden terpilih, menurut konstitusi,
Kalam juga akan menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata, meski dalam realitas,
kontrol efektif terhadap militer tetap berada di tangan pemerintah yang dipimpin perdana
menteri (PM).
Kalam memainkan peran amat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan uji coba
nuklir India pada tahun 1998 yang mengagetkan dunia, yang menjadikannya seorang tokoh
peraih Bharat Ratna atau Bintang India, tanda penghargaan tertinggi pemerintah India bagi
warga sipil. Media massa India selalu menghubungkan kemajuan India dalam teknologi rudal
terpadu dengan kepemimpinan Profesor Kalam. Para ilmuwan India juga memberinya
penghormatan dengan menyebutnya sebagai “bapak bom nuklir India”.
Sebaga presiden kini, ia menyatakan akan tetap mendukung program nuklir India. Ia
tak melihat senjata nuklir sebagai ancaman bagi perdamaian, khususnya dengan Pakistan,
negara tetangga, musuh bebuyutan India. Senjata nuklir, menurut Kalam, justru merupakan
benteng yang tangguh, yang dapat mencegah meletusnya perang antara kedua bangsa.
Presiden Pakistan Pervez Musharraf pun menyambut gembira atas terpilihnya Kalam sebagai
presiden India yang baru untuk masa bakti lima tahun ke depan, menggantikan Presiden
Kocheril Raman Narayan. Musharraf menyatakan optimis, dengan duduknya Kalam di kursi
kepresidenan India, ketegangan antara Pakistan dan India akan menurun.
Meski lahir dalam keluarga Muslim, Kalam tidak pernah menyebut diri sebagai
seorang Muslim. Ia justru seorang pemakan sayur-sayuran sebagaimana laiknya penganut
agama Hindu.***
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2002
Download