Filsafat Islam - WordPress.com

advertisement
FILSAFAT ISLAM
1. Pengantar Filasafat Islam
Menurut Mustofa Abdur Razik pemakaian kata filsafat di kalangan umat Islam adalah kata hikmah.
Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam (hakim-hakim Islam) sama
dengan falasifatul Islam (failasuf-failasuf Islam). Hal ini dikuatkan oleh Dr. Faud Al-Ahwani, bahwa
kebanyakan pengaran-pengarang Arab menempatkan kalimat hikmah di tempat kalimat filsafat, dan
menempatkan kalimat hakim di tempat kalimat failusuf atau sebaliknya. Namun demikian, mereka
mengatakan bahwa sebenarnya kata hikmah itu berada di atas kata filsafat.
Al-Farabi berkata: Failusuf adalah orang yang menjadikan seluruh kesungguhan dari kehidupannya
dan seluruh maksud dari umurnya mencari hikmah yaitu mema'rifati Allah yang mengandung
pengertian mema'rifati kebaikan.
Ibnu Sina mengatakan, hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan dapat
menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun
praktik menurut kadar kemampuan manusia.
Kemudian Ahli tafsir Muhammad Abduh mengatakan bahwa hikmah adalah ilmu yang berhubungan
dengan rahasia-rahasia, yang kokoh/rapi, dan bermanfaat dalam menggerakkan amal pekerjaan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa asal makna hikmah adalah tali kendali untuk kuda dalam
mengekang kenakalannya. Dari sini makna diambillah kata hikmah dalam arti pengetahuan atau
kebijaksanaan karena hikmah ini menghalang-halangi dari orang yang mempunyai perbuatan rendah.
Kemudian hikmah diartikan perkara yang tinggi yang dapat dicapai oleh manusia dengan melalui alatalatnya yang tertentu yaitu akal dan metode-metode berpikirnya.
Apabila melihat ayat-ayat Al-Qur’an, maka ada beberapa arti yang dikandung dalam kata hikmah itu,
antara lain adalah:
Untuk memperhatikan keadaan dengan seksama untuk memahami rahasia syariat dan maksudmaksudnya.
Kenabian
Dengan demikian hikmah yang diidentikkan dengan filsafat adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat sesuatu, baik yang bersifat teoritis (etika, estetika maupun metafisika) atau yang bersifat
praktis yakni pengetahuan yang harus diwujudkan dengan amal baik.
Sampailah kita pada pengertian Filsafat Islam yang merupakan gabungan dari filsafat dan Islam.
Menurut Mustofa Abdur Razik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di
bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini
diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitabkitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat
Islam.
Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu ras
atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam, karena Islam
bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri
dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup
seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau orangorang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi (Fuad Al-Ahwani, Hal. 15).
Drs. Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada
manusia itu menurunkan nakal (wahyu/sunnah) untuk dia. Dengan akal itu ia membentuk
pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh nakal, menjadilah ia filsafat Islam.
Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya
dengan riset, filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga
kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum (Drs. Sidi
Gazalba, hal. 31).
Dengan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah suatu ilmu yang dicelup
ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Banyak di kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam. Apakah ia merupakan
filsafat Islam atau filsafat Arab atau ada nama lain dari kedua istilah itu.
Prof. Mu'in, menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat Arab, berarti mengeluarkan orang
Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan orang India. Oleh karena itu memilih dengan Filsafat
Islam. Demikian pula orientalis Perancis Courbin, seorang Islamolog dan kebudayaan Iran, membela
dengan Filsafat Islam. Sebagaimana dikatakannya. Jika kita mengambil nama Filsafat Arab,
pengertiannya sempit sekali bahkan keliru.
Berbeda dengan As-Sahrawardi Ar-Razi, beliau lebih suka memilih pendapat yang menamakannya
Filsafat di dunia Islam, adapun Mauric de Wild, Emik Brehier dan Lutfi As Sayid menyebutkan
dengan Filsafat Arab. Pada umumnya pendapat yang menyebutkan Filsafat Arab beralasan bahwa
filsafat itu ditulis dalam bahasa Arab, atau ia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan menambah
unsur-unsur baru dalam bahasa Arab.
Sebenarnya perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab bagaimanapun juga hidup
dan suburnya pemikiran filsafat tersebut adalah di bawah naungan Islam dan kebanyakan ditulis
dalam bahasa Arab. Kalau yang dimaksud dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut adalah
hasil orang Arab semata-mata, maka tidak benar. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa Islah telah
mempersatukan berbagai-bagai umat, dan kesemuanya telah ikut serta dalam memberikan
sumbangannya dalam filsafat tersebut. Sebaliknya kalau yang dimaksud dengan filsafat Islam adalah
hasil pemikiran kaum muslimin semata-mata, juga berlawanan dengan sejarah, karena mereka
pertama-tama berguru pada aliran Nestorius dan Yacobias dari golongan Masehi, Yahudi dan
penganut agama Shabi’ah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan filsafat selalu berhubungan
dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada pada masanya.
Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin lebih tepat disebut filsafat Islam,
mengingat bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi juga peradaban. Pemikiran filsafat ini sudah
barang tentu berpengaruh oleh peradaban Islam tersebut, meskipun pemkiran itu banyak sumbernya
dan berbeda-beda jenis orangnya. Corak pemikiran tersebut adalah Islam, baik tentang problemproblemnya, motif pembinaannya maupun tujuannya, karena Islam telah memadu dan menampung
aneka peradaban serta pemikiran dalam satu kesatuan. Apabila hal ini ditunjang dengan pemakaian
buku-buku yang berasal dari filosuf Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, ataupun Al-Farabi.
Adapun pengertian Islam, dari segi bahasa dapat diartikan selamat sentosa, berserah diri, patuh,
tunduk dan taat. Seseorang yang bersikap demikian disebut muslim, yaitu orang yang telah
menyatakan dirinya ta’at, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.
Selanjutnya pengertian Islam dari segi istilah adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Ajaran-ajaran Islam tersebut
selanjutnya terkandung dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Dari pengertian filsafat dan Islam sebagaimana diuraikan diatas, kita dapat berkata bahwa filsafat
Islam, adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal tentang hakikat segala sesuatu
berdasarkan ajaran Islam. Singkatnya Filsafat Islam itu dalah Filsafat yang berorientasi pada Al
Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.
Jadi ciri utama kegiatan Filsafat Islam adalah berpikir tentang segala sesuatu sejalan dengan semangat
Islam. Dengan berfilsafat, seseorang akan memiliki wawasan yang luas tentang segala sesuatu, dapat
berpikir teratur, tidak cepat puas dalam penemuan sesuatu, selalu bertanya dan bertanya, saling
menghargai pendapat orang lain.
2. Obyek kajian filsafat islam
Telah disebutkan bahwa objek filsafat adalah menelaah hakikat tentang Tuhan, tentang manusia dan
tentang segala realitas yang nampak di hadapan manusia. Ada beberapa persoalan yang biasa
dikedepankan dalam mencari objek filsafat meskipun akhirnya tidak akan lepas dari ketiga hal itu,
yaitu:
Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen
menjadi air?
Apakah jaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud semua perkara?
1. Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup?
2. Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
3. Apa jiwa itu? Jika jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah?
Dan masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan lain.
Persoalan-persoalan tersebut membentuk ilmu fisika dan dari sini kita meningkat kepada ilmu yang
lebih umum ialah ilmu metafisika, yang membahas tentang wujud pada umumnya, tentang sebab
wujud, tentang sifat zat yang mengadakan. Dari sini kita bisa menjawab pertanyaan: Apakah alam
semesta ini wujud dengan sendirinya ataukah ia mempunyai sebab yang tidak nampak?
Kemudian kita dapat membuat obyek pembahasa lagi, yaitu pengetahuan/pengenalan itu sendiri, caracara dan syarat-syarat kebenaran atau salahnya, dan dari sini maka keluarlah ilmu logika (ilmu
mantiq) yang tidak ada kemiripannya dengan ilmu-ilmu positif. Kemudian kita melihat kepada akhlak
dan apa yang seharusnya diperbuat oleh perorangan, keluarga dan masyarakat, yang berbeda dengan
ilmu. Sosiologi lebih menekankan kepada pengertian tentang gejala-gejala kemasyarakatan dan
hubungannya, tanpa meneliti apa yang seharusnya terjadi.
Dari uraian ini, maka filsafat sebagai ilmu yang mengungkap tentang wujud-wujud melalui sebabsebab yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin yang sampai kepada munculnya suatu sebab. Ilmu
terhadap wujud-wujud itu adalah bersifat keseluruhan, bukan terperinci, karena pengetahuan secara
terperinci menjadi lapangan ilmu-ilmu khusus. Oleh karena sifatnya keseluruhan, maka filsafat hanya
membicarakan benda pada umumnya atau kehidupan pada umumnya.
Dengan demikian filsafat mencakup seluruh benda dan semua yang hidup yakni pengetahuan terhadap
sebab-sebab yang jauh yang tidak perlu lagi dicari sesudahnya. Filsafat berusaha untuk menafsirkan
hidup itu sendiri yang menjadi sebab pokok bagi partikel-partikel itu beserta fungsi-fungsinya.
Cakupan filsafat Islam tidak jauh berbeda dari objek filsafat ini. Hanya dalam proses pencarian itu
Filsafat Islam telah diwarnai oleh nilai-nilai yang Islami. Kebebasan pola pikirannya pun
digantungkan nilai etis yakni sebuah ketergantungan yang didasarkan pada kebenaran ajaran ialah
Islam.
3. Hubungan filsafat islam dengan filsafat lainnya
a. Hubungan Filsafat Islam Dengan Filsafat Yunani
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakkan begitu saja bahwa pemikiran filsafat Islam
terpengaruh oleh filsafat Yunani. Para filosuf Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan
mereka banyak tertarik terhadap pemikiran-pemikiran Platinus. Sehingga banyak teori-teori filosuf
Yunani diambil oleh filsuf Islam.
Demikian keadaan orang yang dapat kemudian. Kedatangan para filosuf Islam yang terpengaruh oleh
orang-orang sebelumnya, dan berguru kepada filsuf Yunani. Bahkan kita yang hidup pada abad ke-20
ini, banyak yang berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetap berguru tidak
berarti mengekor dan mengutip, sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan
semata-mata dari Aristoteles, sebagaimana yang dikatakan oleh Renan, karena filsafat Islam telah
mampu menampung dan mempertemukan berbagai aliran pikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan
salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya.
Pertukaran dan perpindahan suatu pikiran bukan selalu dikatakan utang budi. Suatu persoalan dan
hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak. Seorang dapat mengemukakan persoalan yang
pernah dikemukakan oleh orang lain sambil mengemukakan teorinya sendiri. Spinoza, misalnya,
meskipun banyak mengutip Descartes, ia mempunyai mahzab sendiri. Ibnu Sina, meskipun menjadi
murid setia Aristoteles, ia mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
Para filsuf Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang
dialami oleh filsuf-filsuf lain. Sehingga pengaruh lingkungan terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa
dilupakan. Pada akhirnya, tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat
yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
b. Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Islam
Keunggulan khusus bagi filsafat Islam dalam masalah pembagian cabang-cabangnya adalah
mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun falak yang semuanya menjadi cabang
filsafat Islam. Sehingga hal ini menjadi nilai lebih bagi filsafat Islam. Dengan demikian filsafat Islam
secara khusus memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan
keidentikan dengan Pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori tentang pembagian
filsafat oleh filosuf-filosuf Islam.
Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu ke-Islaman dan mempengaruhi pembatas-pembatasnya.
Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia Islam. Dan yang menjadi
perluasan ilmu dengan tidak membatasi diri dari hasil-hasil karya filosuf Islam saja, tetapi dengan
memperluas pembahasannya. Hasil ini meliputi ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh dan tarikh tasyri’.
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat ada yang lebih berani dan lebih bebas
daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana
perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan tasawuf banyak terdapat pemikiran dan teori-teori
yang tidak kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam.
Pemikiran Islam mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dengan filsafat Aristoteles, seperti halnya
pemikiran Islam pada ilmu kalam dan tasawuf. Demikian pula pada pokok-pokok hukum Islam
(tasyri’) dan Ushul Fiqh juga terdapat beberapa uraian yang logis dan sistematis dan mengandung
segi-segi kefilsafatan. Syekh Mustafa Abdur Raziq adalah orang yang pertama mengusulkan ilmu
Fiqh menjadi bagian dari filsafat. Berikut ini ada beberapa hubungan filsafat Islam dengan Ilmu
Tasawuf, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Pengetahuan:
c. Filsafat Islam dengan Ilmu Kalam
Problem yang ada terhadap filsafat Islam, apakah identik dengan Ilmu Kalam? Ataukah sebagai ilmu
yang berdiri sendiri? Apakah ilmu kalam itu sebagai cabang dari filsafat?
Ada beberapa pendapat ahli yang mencoba menjawab pertanyaan di atas antara lain:
Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan ilmu
kalam. Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan
pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifatsifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bahwa syariat-Nya. Objek
filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti
filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang
mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme.
Ilmu kalam adalah suatu ilmu Islam asli yang menurut pendapat paling kuat, bahwa ia lahir dari
diskusi-diskusi sekitar Al-Qur’an yaitu Kalam Allah, apakah ia Qadim atau makhluk. Perbedaan
pendapat terjadi antra Kaum Mu’tazilah, pengikut Ahmad bin Hambal dan pengikut-pengikut Asy’ari.
Adapun filsafat adalah istilah Yunani yang masuk ke dalam bahasa Arab sebagai penegasan Al-Farabi
bahwa nama filsafat itu berasal dari Yunani dan masuk ke dalam bahasa Arab.
Pada Abad 2 H, telah lahir filsafat Islam, dengan bukti adanya filosuf-filosuf Islam seperti Al-Kindi.
Di samping itu, di kalangan ahli ilmu kalam sudah ada ahli yang terkenal seperti Al-Annazam, AlJubbai, Abul-Huzail Al-‘Allaf. Para ahli ilmu kalam ini tidak ada yang menamakan diri sebagai
filosuf. Dan ada pertentangan tajam di antara kedua belah pihak. Sebagaimana Al-Ghazali sebagai
pengikut aliran Asy’ariyah yang menulis kitab Tahafutul Falasifah. Namun dari kalangan ahli filsafat,
Ibnu Rusyd menjawab terhadap tuduhan itu dengan menulis: Tahafutul Al-Tahafuit (Inkosistensinya
kitab Tahafut).
Prof. Tara Chana
Dia mengemukakan bahwa istilah filsafat Islam adalah untuk arti dari ilmu kalam. Ia lebih lanjut
menyatakan bahwa filsafat itu telah lahir dari kebutuhan Islam dan perdebatan keagamaan dan pada
dasarnya mementingkan pengukuhan landasan aqidah atau mencarikan dasar filosofisnya, ataupun
untuk membangun pemikiran-pemikiran theologi keagamaan.
Prof. Fuad Al-Ahwani
Ia mengakui, bahwa sekolah pada abad ke-6 H, filsafat telah bercampur dengan ilmu kalam, sampai
yang terakhir ini telah menelan filsafat sedemikian rupa dan memasukkannya di dalam kitab-kitabnya.
Sehingga kitab-kitab tauhid yang membahas ilmu kalam didahului dengan pendahuluan mengenai
logika Aristoteles dengan mengikuti cara para filosuf.
Download