Produksi kacang tanah rendah aflatoksin melalui - CEMycoS

advertisement
Membangun Kerjasama antara Akademisi, Pelaku bisnis, dan Pemerintah untuk
Pengendalian Aflatoksin
(Endang S. Rahayu)
Latar belakang
Sektor pertanian harus mendapatkan prioritas untuk ditingkatkan karena dapat digunakan untuk
memantapkan ketahanan pangan dan juga merupakan penyumbang perekonomian negara
yang utama. Peningkatan sektor pertanian juga dapat digunakan untuk pemberdayaan
ekonomi masyarakat pedesaan, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, dan juga
peningkatan kesejahteraan petani. Agar program yang terkait dengan peningkatan sektor
pertanian tepat sasaran maka permasalahan yang ada pada level petani perlu dilakukan
identifikasi.
Permasalahan yang ada pada level petani adalah sempitnya lahan yang diolah, mutu dan
keamanan produk yang rendah, pasar yang tidak pasti dan rendahnya adopsi innovasi
teknologi. Lemahnya kelembagaan di level petani mengakibatkan posisi tawar petani rendah
apalagi saat panen raya. Pengembangan usaha tani saat ini terhambat karena terbatasnya
modal dan lemahnya kemampuan akses terhadap sumber permodalan. Biaya produksi yang
tinggi, harga benih dan pupuk yang mahal, serangan hama penyakit dan musim yang tidak
menentu, bencana alam, menyebabkan kerugian di tingkat petani dan apabila terus menerus
berlangsung akan berakibat pada penurunan tingkat kesejahteraan petani.
Keamanan pangan saat ini merupakan tuntutan global yang tidak dapat dihindari lagi oleh
negara-negara berkembang. Salah satu penyebab makanan menjadi “tidak aman” adalah
tercemarnya bahan pangan dengan toksin yang dihasilkan oleh jamur (mikotoksin). Indonesia
sebagai negara beriklim tropis sangat rentan terhadap pencemaran jamur dan toksinnya pada
produk-produk pertanian yang dihasilkan. Aflatoksin adalah salah satu jenis mikotoksin yang
dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus.
Toksin ini bersifat
karsinogenik dan mutagenik pada hewan maupun manusia. Munculnya cemaran aflatoksin
pada bahan pangan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan saja tetapi juga perekonomian,
dikarenakan sulitnya produk-produk pertanian lokal Indonesia yang tidak memenuhi
persyaratan mutu untuk menembus pasar global. Cemaran aflatoksin dapat menurunkan daya
saing produk-produk pertanian lokal. Bahkan kini telah dirancang pula SNI yang terkait dengan
batasan cemaran aflatoksin dan mikotoksin lainnya dalam bahan pangan.
Pemerintah melalui BPOM telah meluncurkan Sistem Keamanan Pangan Terpadu yang
melibatkan berbagai departemen dan pihak terkait lainnya. Gambar 1 menunjukkan rantai
pangan “from farm to table” beserta instansi yang terkait di dalam mendukung keamanan
pangan secara global. Koordinasi yang baik diperlukan agar program di masing-masing
departemen yang terkait dengan sistem keamanan pangan dapat dijalankan secara efisien dan
efektif, dari hulu sampai hilir.
1
Food Safety Chain
From farm to table
Ministry/Agency
in charge
Agricultural Practices
Post Harvest and
Handling Practrices
Imported
material
Ministry of Agriculture
Ministry of Marine
Affairs and Fisheries
Raw material
Fresh produce
Manufacturing practices
Food products
Distribution / transportation
Ministry of Agriculture
Ministry of Marine
Affairs and Fisheries
Ministry of Industry
Indonesian National
Agency of Drug and
Food Control
Ministry of Health
Consumers
Gambar 1. Food safety chain and ministries or agencies in charge
Program keamanan pangan Jurusan TPHP, FTP UGM
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian memiliki Program yang tertuang di dalam
Program Hibah Kompetisi B adalah peningkatan daya saing bangsa yang difokuskan pada
peningkatan mutu dan keamanan pangan produk pertanian lokal. Untuk menyelenggarakan
program ini telah dirintis kerjasama dengan berbagai instansi terkait. Komoditas pertanian lokal
yang dipilih di dalam menyelenggarakan program ini adalah jagung dan kacang tanah yang
merupakan komoditas unggulan skala nasional, dan khususnya untuk Propinsi Jawa Tengah.
Kedua komoditas ini sangat rentan dengan cemaran aflatoksin, sehingga di dalam program ini,
peningkatan keamanan pangan difokuskan pada rendahnya cemaran aflatoksin.
Di dalam melaksanakan program keamanan pangan Jurusan TPHP melalui PHK-B menyusun
kerjasama antara akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah yang disebut kerjasama ABG.
Tujuan kerjasama ABG ini adalah
1. Menyusun program terintegrasi agar sistem pertanian dari hulu sampai hilir dapat
berlangsung secara efisien dan efektif, disertai jaminan pasar dan harga yang mantap
agar petani mendapatkan keuntungan yang memadai
2. Melaksanakan program terintegrasi secara bersama-sama menggunakan potensi
(resources) yang ada pada masing-masing stakehoulder terkait
3. Mengarahkan ”profit oriented” pada petani atau UKM agar kesejahteraan rakyat kecil
dapat segera ditingkatkan
Outcome dari kegiatan ini secara umum adalah
2
1. meningkatnya daya saing produk pertanian lokal, dan meningkatnya serapan pasar,
khususnya kacang dan jagung dan
2. meningkatnya kesejahteraan petani
Program terintegrasi perlu dirancang dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait agar produksi
hasil pertanian dapat berlangsung secara efektif dan efisien dengan hasil yang memiliki mutu
tinggi dan aman dikonsumsi. Pihak terkait yang dimaksud adalah pelaku bisnis (mulai dari
petani sampai pabrik), pemerintah dan universitas. Sehingga diperlukan kerjasama semua
pihak terkait (pelaku bisnis mulai dari petani sampai industri, pemerintah) untuk menyusun
program terintegrasi. Model kerjasama ABG dapat digambarkan seperti skema pada Gambar 1.
Di dalam model ini, kerjasama dibangun dengan melibatkan 3 (tiga) pihak. Pihak pemerintah,
baik pusat sampai dengan daerah perlu memiliki kesamaan misi agar program yang telah
dirancang dapat dilaksanakan dengan baik. Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai
pengatur kebiajkan, regulator, coordinator serta fasilitator.
Di dalam mengatur harga
pemerintah memiliki peran penting baik di dalam penentuan harga pupuk sampai dengan
produk hasil pertanian. Harga sebaiknya diupayakan agar profit centre berada di pihak rakyat
kecil, agar kesejahteraan rakyat bisa segera terwujud. Saat ini masalah harga masih dirasakan
sangat merugikan pihak petani, biaya produksi yang tinggi, dan lahan sempit yang diolah petani,
menyebabkan petani sulit mendapatkan keuntungan dari kegiatan pertaniannya. Pendidikan ke
petani dalam bentuk penyuluhan dan pendampingan juga sangat diperlukan, Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL) perlu digalakkan kembali. Pemerintah juga harus dapat bertindak
sebagai fasilitator untuk permodalan petani, demikian pula untuk pengadaan sarana-sarana fisik,
perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu tentang kebutuhan petani, agar setiap bantuan yang
diberikan tetap sasaran dan berdaya guna.
Peningkatan daya saing
dan kesejahteraan petani
Government
Kebijakan
Regulator
Koordinator
Fasilitator
Pendidikan
Penyuluhan
Pedampingan
Mengatur harga
Academia
Program bersama
Permasalahan
Pendidikan
Penyuluhan
Pedampingan
Konsultansi
Mediator
Business
Pabrik
Pengolah/UKM
Pengecer/Pedagang
Penebas/Pengumpul
Petani
Gambar 1. Skema kerjasama ABG (Academia, Government and Business)
Pihak perguruan tinggi mempunya peran sebagai pendamping, konsultan atau sebagai
mediator. Pelaku bisnis yang terlibat di dalam kegiatan ini adalah meliputi petani, penebas,
3
pengumpul sampai dengan pabrik. Semakin panjang rantai perdagangan keuntungan di pihak
petani semakin kecil, Kerjasama yang dibangun yang melibatkan level petani maupun pabrik
ditujukan juga untuk memotong rantai perdagangan dan juga untuk membuka akses pasar.
Saat ini yang sering dialami oleh pihak industri pengolah makanan adalah pasokan bahan dasar
yang kualitasnya rendah serta ketersediaan bahan yang tidak pasti. Oleh karena itu pabrikpabrik pengolah makanan, khususnya yang berbasis jagung dan kacang tanah cenderung
memilih impor bahan baku.
Untuk menyusun program yang terintegrasi diperlukan identifikasi permasalahan dan cara
penyelesaiannya, seperti disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Identifikasi permasalah dan cara penyelesaiannya
No
1
2
Permasalahan
Daya saing produk yang rendah
Serapan pasar yang rendah
Posisi tawar petani yang rendah
3
Cuantiítas, mutu dan keamanan
pangan yang rendah
4
Budidaya dan pasca panen yang
belum tepat
Adopsi teknologi yang rendah
Benih unggul yang belum tersedia
5
Lahan sempit
Kurang modal
Cara penyelesaian
permasalahan
Kepastian pasar
Penguatan kelembagaan
di level petani
Peningakatn cuantiítas,
mutu dan keamanan
pangan
Pelatihan
Pendampingan
Modul-modul
Benih unggul
Fasilitas pendukung pradan pasca panen
Akses terhadap
permodalan
Institusi terkait
Pemerintah
Pelaku bisnis
Pemerintah
Pelaku bisnis
Pemerintah
Pelaku bisnis
Universitas
Pemerintah
Pelaku bisnis
Universitas
Pemerintah
Pelaku bisnis
Berikut in akan diuraikan kersama yang dibangun oleh Jurusan TPHP dengan berbagai pihak
seperti disajikan pada Gambar 1.
Kerjasama yang dirintis oleh Jurusan TPHP melalui program PHK-B, diawali dengan
penyelenggaraan Aflatoksin Forum Indonesia, di bulan Februari 2006, berlanjut dengan
kerjasama dengan Dispertan Propinsi Jawa Tengah. Setelah kerjasama ini dilaksanakan pada
Tahun pertama 2006, maka berlanjut dengan kerjasama berikutnya yang melibatkan instansiinstansi yang lain.
Yang berada di lingkaran I sampai dengan V adalah kerjasama yang sudah dirintis dan program
sudah tersusun, sedang yang berada diluar lingkaran I – V, tapi berada dalam lingkaran besar
adalah instansi yang sudah terlibat di dalam kegiatan yang terkait dengan Aflatoksin Forum
Indonesia yang diinisiasi jurusan namun belum memiliki program kerjasama.
BB Alsintan
4
GAPMMI
Kampung Teknologi
produksi kacang tanah
GAPPI
Departemen
Perindustrian
Balitvet
Kab. Jepara
Deptan
P2HP
V
BB
Pasca Panen
BPOM
Kelompok
Tani
PT
BKP
Balitbang
Jateng
Garuda Food
Perusda
Jepara
Balitkabi
Dispertan
Jateng
III
BBMKP
Jateng
IV
Kab.
Sragen
DIY
Distanak
Purbalingga
Aflatoksin Forum
Indonesia (AFI)
PHK-B TPHP UGM
I
Distanak
Pati
II
Distanak
Rembang
Gambar 2. Kerjasama antara akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah
Keterangan :
I.
AFI ( TPHP)
II.
Kerjasama antara TPHP – Dispertan Jawa tengah
III.
Model Produksi Kacang Tanah – Kampung Teknologi
IV.
Kerjasama ABG – Kampung Teknologi - Kacang Tanah
V.
Kerjasama ABG – pasca panen jagung
I. Aflatoksin Forum Indonesia
Melalui program PHK-B yang sedang dijalankan oleh Jurusan TPHP, FTP UGM telah
diselenggarakan Aflatoksin Forum Indonesia pertama di UGM (24 Februari 2006) dan
dilanjutkan dengan AFI kedua di Surabaya. Berbagai pihak yang telah terlibat dengan
penelitian atau survey terkait dengan aflatoksin, instansi pemerintah dan swasta yang terkait,
hadir dalam pertemuan AFI ini. Tujuan dari forum ini adalah
1. Up-dating informasi hasil penelitian aflatoksin pada berbagai komoditi pertanian di
Indonesia
2. Up-dating peta cemaran aflatoksin terkini
5
3.
4.
5.
6.
7.
Up-dating informasi metoda untuk uji aflatoksigenik fungi dan aflatoksin
Kolaborasi dalam rangka validasi metoda analisis
Menetapkan prioritas penanganan cemaran aflatoskin from farm to table
Pembentukan jejaring untuk pengendalian aflatoksin
Penyusunan rencana kegiatan dan sharing resources
Dari hasil pertemuan diperoleh informasi terkini tentang hasil-hasil penelitian aflatoksin pada
bahan pangan atau pakan. Pertemuan ini juga dilanjutkan dengan meeting-meeting berikutnya
dengan peserta yang lebih terbatas dan sudah terfokus pada penyusunan kerjasama.
II. Kerjasama TPHP – Dispertan Propinsi Jawa Tengah
Didasarkan pada kesamaan misi yang dimiliki oleh Dispertan dan Fakultas Teknologi Pertanian
yaitu dalam hal peningkatan daya saing komoditas tanaman pangan dan hortikultura melalui
peningkatan mutu, telah disusun kerjasama, yang tertuang dalam kesepakatan bersama.
Jawa Tengah memiliki dua komoditi pertanian unggulan yaitu jagung dan kacang tanah yang
dapat menunjang kebutuhan pangan nasional serta sebagai sumber pendapatan daerah, oleh
karena itu, pada kerjasama peningkatan daya saing hanya dipusatkan pada kedua komoditi ini.
Lokasi survey untuk jagung ditetapkan Purbalingga dan untuk kacang tanah Pati dan Rembang.
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan dan penyebab permasalahan yang ada, khususnya
pada level petani maka selanjutnya disusun program kerja setiap tahun yang tertuang di dalam
kesepakatan bersama. Sasaran dari kegiatan ini adalah petani, pengumpul dan pedagang
kacang tanah dan jagung pada Kabupaten yang terpilih
Kegiatan ini berlangsung selama 3 tahun, anggaran 2006 s/d 2008. Kegiatan tahun pertama
dan kedua telah dilaksanakan, diantaranya adalah survey praktek budidaya dan pascapanen di
lokasi, dan mapping aflatoksin baik pada jagung dan kacang tanah. Selama kegiatan ini juga
telah dilaksanakan “uji coba” sekolah lapang, selama 3 hari di Pati.
Tabel 2. Program kerjasama antara TPHP UGM dan Dispertan Propinsi Jawa Tengah
No
1
Tujuan
Peningkatan
produktivitas
(kuantitatif)
Indikator
Peningkatan
kuantitatif
Program dan Tugas
Dispertan
TPHP UGM
Benih unggul
Pupuk organik
Fasilitasi pelatihan –
6
2
Peningkatan
Kualitas
Kualitas: Sesuai
SNI 01-3921 -1995
3
Penurunan
kadar aflatoksin
Kadar AFB1 <20
ppb
4
Peningkatan
pemasaran
Peningkatan nilai
tambah – yang
dilakukan oleh
UKM
Peningkatan
kesadaran
masyarakat
tentang
aflatoksin
Peningkatan
kesejahteraan
petani
Serapan pasar
Ke pabrik
Macam produk
Segmentasi pasar
5
6
7
Pengetahuan
masyarakat tentang
bahaya aflatoksin
meningkat
budidaya
Fasilitasi pelatihan –
pasca panen
Fasilitasi kemitraan temu usaha
Alat pengolahan
kacang tanah
Fasilitasi pelatihan
Fasilitasi pelatihan
Design pengering (2-3
ton)
Modul -pasca panen
dan material handling
Mapiing aflatoksin
Alat deteksi aflatoksin
(UV lamp)
Fasilitator
Modul - pengembangan
produk
Fasilitator
Modul – pengendalian
aflatoksin
Fasilitator
Income petani
Daya beli petani
(NTP)
III. Model Produksi Kacang Tanah yang Baik di Kampung Teknologi
Jurusan TPHP juga terlibat dalam persiapan pengembangan Kampung Teknologi di Jepara
bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Jepara, Dispertan Propinsi Jawa Tengah dan
Balitkabi Malang. Dalam kaitannya dengan kampung teknologi ini telah diaiapkan area demplot,
1 ha untuk produksi kacang tanah. Demplot yang segera akan ditanamai ini akan digunakan
sebagai model produksi kacang tanah yang baik untuk mendukung Sekolah Lapang yang telah
dirancang.
Sekolah Lapang Poduksi Kacang Tanah dirancang untuk dilaksanakan satu musim tanam
kacang, mulai dari persiapan, panen, pasca panen dan dilanjutkan dengan pengembangan
produk pangan berbasis kacang tanah dan pemasaran melalui kemitraan usaha. Kurikulum
yang dirancang di dalam SL difokuskan pada proses budidaya dan pasca panen yang baik
beserta pengendalian cemaran aflatoksin, seperti disajikan pada Gambar 3. Keterlibatan BB
Alsintan diperlukan sebagai perancang dan penyedia alat dan mesin pertanian. Alsintan
diperlukan di dalam industri pertanian untuk mengurangi kehilangan hasil, meningkatkan
rendemen produksi dan mutu, memberikan nilai tambah dan daya saing.
Pada Tahun 2007 sebagai uji coba telah dilakukan Sekolah Lapang selama 3 hari di Pati
dengan peserta 20 petani dan UKM yang terkait kacang tanah.
•
•
•
•
•
Penyiapan lahan
Varietas tahan jamur
Pengendalian hama dan penyakit
Pemeliharaan tanaman (irigasi dan pupuk)
Alsintan budidaya
7
Budidaya
Panen
Pasca panen
“Added value”
•
•
•
•
Jadwal panen yang tepat
Panen
Pengeringan, pembersihan, sortasi
Alsintan panen
•
•
•
•
•
Pengeringan (pengendalian kadar air bahan)
Penggudangan (suhu dan kelembaban)
Pengendalian hama gudang
Pengemasan
Alsintan pasca panen
• Pengembangan produk
• Dekontaminasi cemaran aflatoksin
fisikawi (sortasi), kimiawi, biologis
• Pemasaran
• Alsintan pengolahan
Gambar 3. Manajemen Pengendalian Aflatoksin
IV. Kerjasama ABG untuk produksi Kacang Tanah
Kerjasama dirancang untuk produksi kacang tanah rendah aflatoksin melalui penerapan dan
kawalan teknologi dalam rangka pengembangan Kampung Teknologi di Jepara.. Kerjasama ini
dirancang sebagai model kerjasama yang melibatkan unsur-unsur ABG.
Sebagai koordinator di dalam kerjasama ini adalah Badan Penelitian dan Pengembangan
Propinsi Jawa Tengah, sedang unsur-unsur lain yang terlibat dan fungsinya dapat dilihat pada
Tabel
Tabel 3. Model kerjasama ABG - produksi kacang tanah rendah aflatoksin melalui penerapan
dan kawalan teknologi dalam mendukung
Pengembangan KAMPUNG TEKNOLOGI di JEPARA, Jawa Tengah
G
Balitbang Jateng
Kabupaten Jepara
Balitkabi
Koordinator
Penyedia lahan
Uji serifikasi benih, support dan kawalan teknologi
pembibitan dan pra panen
8
Dispertan Jateng
BBMKP
A
Jur TPHP UGM
B
PT Garuda Food
Suport agro input, pelatihan kelompok tani on farm,
bantuan hardware/software
Suport pelatihan off farm, bantuan hardware, alat
deteksi aflatoksin
Kawalan teknologi pascapanen, design alat
pengering dan deteksi aflatoksin
Akses pasar dan harga kacang
Di dalam kerjasama ini, unsur bisnis yaitu PT Garuad Food yang menggunakan bahan dasar
kacang tanah, ikut aktif berpartisipasi dengan perannya sebagai akses pasar.
V. Kerjasama ABG untuk produksi Jagung
Pembahasan Kerjasama Kegiatan Penanganan Pascapanen Jagung telah dilakukan oleh Balai
Besar Penelitian Pengembangan Pascapanen Bogor, Jurusan TPHP dan Dinas Pertanian
Sragen, di Sragen tanggal 5 November. Kerjasama ini dirancang untuk efektifitas program silodryer di daerah Sragen. Hasil dari kerjasama ini dapat digunakan sebagai model untuk
pengembangan silo-silo di berbagai propinsi di Indonesia. Dukungan dari Pemerintah Sragen
sangat positif seperti disampaikan sendiri oleh Bapak Bupati saat pembahasan berlangsung.
Saat ini sedang dirancang program kegiatan untuk kerjasama in.
Kesimpulan
1. Keamanan pangan nasional dapat dicapai dengan program terintegrasi dari pihak-pihak
terkait
2. Forum komunikasi yang rutin dilaksanakan dapat digunakan sebagai sarana untuk
menyusun program terintegrasi
3. Kerjasama ABG dapat digunakan untuk melaksanakan program terintegrasi yang ditujukan
untuk mendukung program keamanan pangan
4. Program kerjasama ABG dapat digunakan untuk percepatan pencapaian tujuan.
Disampaikan pada Aflatoksin Forum Indonesia ke 3, 17 Januari 2008 (Focus Group Discussion)
9
Download