Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar

advertisement
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari beberapa sumber seperti Departemen Perdagangan, Departemen
Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO,
IRSG (International Rubber Study Group), WEF (World Economic Forum),
Comtrade, APPI (Asosiasi Penelitian Perkebunn Indonesia), serta informasi lain
dari internet dan buku-buku pustaka lainnya.
4.2.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif yang
mengacu pada kerangka teoritis analisis keunggulan kompetitif (competitive
advantage) yang mencoba menjelaskan keberadaan sektor perkebunan, khususnya
karet alam di perdagangan internasional. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan metode deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat gambaran
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Analisis pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal
yaitu analisis keunggulan kompetitif komoditas karet alam Indonesia. Analisis
kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur pasar dan persaingan karet alam
Indonesia di pasar internasional. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Software Microsoft Excel 2007. Studi menggunakan analisis kuantitatif digunakan
untuk mendukung analisis deskriptif yang ada, yaitu menggunakan analisis
39
perbandingan RCA (Revealed Comparative Advantage) dan ECI (Export
Competitiveness Index).
4.2.1. Analisis Struktur Pasar
Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) adalah alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui struktur pasar yang dihadapi suatu industri. HI
merupakan alat yang mengukur besar kecilnya perusahaan-perusahaan dalam
suatu industri dan sebagai indikator jumlah persaingan di antara mereka. HI dan
CR sering digunakan untuk mengukur konsentrasi industri. Nilai HI
mencerminkan nilai penguasaan pangsa pasar oleh suatu perusahaan dalam suatu
industri.
Tahap pertama yang harus dilakukan untuk menganalisis pangsa pasar
dengan menggunakan Herfindahl Index adalah dengan menghitung pangsa pasar
tiap negara produsen karet alam di pasar internasional. Perhitungan pangsa pasar
dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut (Meryana, 2007):
𝑆𝑖𝑗 =
𝑋𝑖𝑗
𝑇𝑋𝑗
Keterangan:
Sij = Pangsa pasar karet alam negara i di pasar internasional
Xij = Nilai ekspor karet alam negara i di pasar internasional
TXj = Total nilai ekspor karet alam dipasar internasional
Alat analisis Herfindahl Index pada penelitian ini digunakan dengan tujuan
untuk mengetahui struktur pasar komoditas karet alam di pasar internasional
sekaligus mengukur penguasaan pasar masing-masing negara yang terlibat dalam
perdagangan karet alam tersebut. Pangsa pasar perdagangan karet alam suatu
negara dihitung dengan membandingkan ekspor karet alam negara tersebut
40
dengan total ekspor karet alam dunia. Formula yang sama kemudian digunakan
untuk mengukur struktur pasar dan pangsa pasar suatu negara dalam perdagangan
karet alam Internasional sebagai berikut (Anonim, 2007)2:
𝐻𝐼 = 𝑆12 + 𝑆22 + 𝑆32 + β‹― + 𝑆𝑛2
Keterangan:
HI = Herfindahl Index
Si = Pangsa pasar penjualan negara ke-i dalam perdagangan karet alam
dunia
n = Jumlah negara yang terlibat dalam perdagangan karet alam dunia
Indeks ini bernilai antara lebih dari nol hingga satu. Jika HI mendekati nol,
berarti struktur industri yang bersangkutan cenderung ke pasar persaingan
(competitive market), sementara jika indeks bernilai mendekati satu maka struktur
industri tersebut
cenderung bersifat
monopoli. Indeks Herfindahl juga
mencerminkan derajat penguasaan pasar dalam suatu industri dari tahun ke tahun.
Apabila indeks ini meningkat dari tahun ke tahun berarti pasar industri yang
bersangkutan cenderung berstruktur oligopoli, atau bahkan monopoli. Jika
sebaliknya, berarti struktur pasar mengarah ke persaingan sempurna.
CR-4 (Concentration Ratio of the 4 Largest Companies) ialah suatu
koefisien yang menjelaskan persentase penguasaan pangsa pasar oleh empat
perusahaan terbesar dalam suatu industri. Koefisien CR-4 yang semakin kecil
mencerminkan struktur yang semakin bersaing sempurna. Didasarkan pada
analisis standar dalam ekonomi industri, bahwa struktur industri dikatakan
berbentuk oligopoli bila empat produsen terbesar menguasai minimal 40% pangsa
pasar penjualan dari industri yang bersangkutan (CR4=40%) (Jaya, 2001). Apabila
kekuatan keempat produsen tersebut sama, maka pangsa penjualan atau produksi
2
http://www.quickmba.com/econ/micro/indcon.shtml [20 Maret 2010]
41
masing-masing produsen adalah 10% dari nilai penjualan atau produksi suatu
industri. Apabila penguasaan pasar oleh sepuluh produsen atau kurang dalam
suatu industri merupakan batas minimum suatu industri berbentuk oligopolistik,
maka terdapat kecenderungan peningkatan derajat penguasaan pasar dari tahun ke
tahun. Sejalan dengan peningkatan penguasaan pasar tersebut, beberapa subsektor
industri telah beralih ke arah persaingan oligopolistik.
Struktur
pasar
juga
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
rasio
konsentrasinya (CR), yaitu:
1) Struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition) ditunjukkan dengan
rasio konsentrasi yang sangat rendah.
2) Struktur
pasar
persaingan
monopolistik
(monopolistic
competition)
ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi untuk empat produsen terbesar
(CR4) di bawah 40%.
3) Struktur pasar oligopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi untuk
empat produsen terbesar (CR4) di atas 40%.
4) Struktur pasar monopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi untuk
empat produsen terbesar (CR4) mendekati 100%.
Rasio konsentrasi dirumuskan sebagai berikut (Jaya, 2001):
𝑛���
𝐢𝑅𝑛𝑖 =
𝑆𝑖𝑖𝑗
𝑗=1
Keterangan:
Sij = Pangsa pasar industri karet alam di negara j
CRni = n-rasio konsentrasi pada industri karet alam
Nilai rasio konsentrasi yang semakin besar menunjukkan bahwa industri
tersebut semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah produsen yang berada
42
di pasaran. Hal tersebut juga menggambarkan persaingan yang lebih ketat karena
tidak ada produsen yang secara signifikan menguasai pasar.
4.2.2. Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage)
RCA adalah indeks yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari
suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor
total negara tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam
perdagangan dunia (Kuncoro, 2008 dan Basri, 2002). Dengan kata lain, RCA
merupakan rasio antara nilai ekspor komoditas tertentu di negara tertentu dengan
total nilai ekspor (dunia) komoditas yang sama. Indeks RCA merupakan indikator
yang bisa menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau perubahan tingkat
daya saing industri suatu negara di pasar global (Tambunan, 2003).
Konsep keunggulan ini dikemukakan oleh Balassa pada tahun 1965.
Balassa (1965) dalam Saboniene (2009) menyatakan bahwa hasil dari kegiatan
ekspor digunakan untuk mengungkap keunggulan komparatif dari bagian negara
yang kurang terhadap bagian lain yang memiliki keunggulan pada faktor biaya.
Pola ekspor komoditas ini dinyatakan sebagai suatu pola yang merefleksikan
biaya relatif sebagaimana perbedaan pada faktor non-harga, yang dapat
menentukan struktur dari perdagangan, khususnya ekspor. Balassa (1965) dalam
Abdmoulah dan Laabas (2010) mengangkat teori bahwa nilai RCA menangkap
derajat spesialisasi perdagangan dari suatu negara. Indeks RCA dapat dikatakan
sebagai indeks yang melukiskan harga relatif yang berlaku dan faktor-faktor
penentunya sebagaimana yang terjadi pada produk distorsi pasar. Secara
43
matematis, indeks RCA yang dikenal sebagai Balassa Index dapat dirumuskan
sebagai berikut (Saboniene, 2009):
πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘ π‘…πΆπ΄π‘–π‘˜ =
Keterangan:
Xik =
Xi =
Wk =
Wt =
π‘‹π‘–π‘˜ 𝑋𝑖
π‘Šπ‘˜ π‘Šπ‘‘
Nilai ekspor komoditas karet alam dari negara i
Nilai ekspor total dari negara i
Nilai ekspor komoditas karet alam di dunia
Nilai ekspor total dunia
Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih
besar dari satu (>1), maka negara yang bersangkutan memiliki keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih
kecil dari satu (<1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut
tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai indeks, semakin
tinggi pula tingkat
keunggulan komparatifnya.
RCA digunakan untuk
menjelaskan kekuatan daya saing komoditas ekspor Indonesia secara relatif
terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) (Astuty dan Zamroni, 2000).
4.2.3. Analisis ECI (Export Competitiveness Index)
Export Competitiveness Index (ECI) menunjukkan rasio pangsa ekspor
suatu negara di pasar dunia untuk suatu komoditi tertentu pada periode tertentu (t)
dengan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk komoditi tersebut
pada periode sebelumnya (t-1) (Hadianto, 2009)3. Amir (2000) dalam Saboniene
(2009) menggunakan indeks daya saing ekspor ini untuk mengestimasi
keberhasilan atau kegagalan dalam suatu industri dalam rangka peningkatan
3
komunikasi pribadi
44
pertumbuhan dalam menghadapi peningkatan pertumbuhan pasar. Dengan
memperhitungkan share dari pasar suatu negara, maka indeks daya saing ini akan
menjadi indikator yang lebih baik dalam melihat keunggulan suatu komoditas.
ECI dapat dirumuskan sebagai berikut (Amir, 2000 dalam Saboniene, 2009):
πΈπΆπΌπ‘˜π‘– =
Keterangan:
Xki =
Xw =
t =
t-1 =
π‘‹π‘˜π‘– 𝑋𝑀 𝑑
π‘‹π‘˜π‘– 𝑋𝑀 𝑑−1
Nilai ekspor komoditi karet alam oleh negara i
Nilai ekspor dunia terhadap komoditi karet alam
Periode berjalan
Periode sebelumnya
Nilai ECI menunjukkan trend daya saing yang dihadapi oleh suatu negara
terhadap negara lain untuk suatu komoditas tertentu. Dengan kata lain, nilai ini
menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk
bersaing dengan negara lain yang merupakan negara pesaingnya. Apabila nilai
ECI suatu komoditi lebih besar dari satu, berarti komoditi tersebut menghadapi
trend daya saing yang meningkat. Sebaliknya, apabila nilai ECI lebih kecil dari
satu, maka komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar
atau daya saing yang melemah. Indeks ini juga dapat dilihat sebagai rasio
pertumbuhan suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap rata-rata
pertumbuhan komoditas tersebut pada pasar dunia. Berdasarkan paparan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bersaing dan bertahan di jajaran pasar
internasional, maka suatu produk hendaknya memiliki nilai indeks kompetitif
yang lebih besar dari satu.
45
Download