6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Bayi dan Balita a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Bayi dan Balita
a. Pengertian
Bayi adalah masa anak yang berumur 0 sampai 1 tahun. Terdapat
dua masa pada bayi yaitu masa neonatal usia 0-28 hari dan masa pasca
neonatal 29 hari sampai 1 tahun. Balita adalah anak yang berumur
dibawah 5 tahun yang perlu tempat bergantung pada orang dewasa
untuk mendukung usaha anak balita tumbuh dan berkembang. Pada
masa ini, pertumbuhan fisik anak relatif lebih cepat, namun bayi lebih
rentan terhadap penyakit.
Pola pertumbuhan dan perkembangan pada setiap anak sama,
tetapi kecepatannya berbeda-beda. Pertumbuhan merupakan perubahan
dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun
individu.
Sedangkan
perkembangan
merupakan
bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan. Tumbuh kembang merupakan suatu proses
yang dipengaruhi oleh dua faktor penentu, yaitu faktor genetik atau
faktor dari dalam dan faktor lingkungan atau faktor dari luar. Faktor
genetik menunjukkan potensi anak meliputi ras/ bangsa, keluarga,
6
7
umur, jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan menentukan apakah
faktor genetik akan tercapai, meliputi gizi (pada saat ibu hamil) dan gizi
masa pertumbuhan, perilaku hidup sehat, zat kimia/radiasi, penyakit
infeksi,
sosio-ekonomi,
lingkungan
tumbuh
dan
berkembang,
stimulasi/rangsangan khususnya dalam keluarga (misalnya penyediaan
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain
terhadap kegiatan anak).
Penilaian pertumbuhan anak, bayi maupun balita dapat dilakukan
pengukuran secara antropometrik meliputi berat badan, tinggi badan
(panjang badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas, gigi dan organorgan
tubuh.
Sedangkan
penilaian perkembangan
anak
dapat
menggunakan DDST (Denver Development Screening Test) yang
merupakan salah satu metode skrining terhadap kemungkinan adanya
penyimpangan dari perkembangan anak dengan mengkaji tingkah laku
anak apakah sesuai dengan tumbuh kembangnya. Denver II memuat
125 tugas perkembangan/item yang dibagi dalam 4 sektor meliputi
personal sosial, fine motor adaptive (gerakan motorik halus), bahasa,
gross motor (motorik kasar).
Personal sosial berupa aspek yang berhubungan dengan
kemampuan
mandiri,
bersosialisasi
dan
berinteraksi
dengan
lingkungannya, seperti tersenyum spontan, berpakaian tanpa bantuan
dan menyebut nama teman. Motorik halus melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot kecil, memerlukan koordinasi
8
yang cermat seperti menjangkau, mencoret-coret dan mencontoh.
Bahasa berupa kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan, seperti menoleh ke arah
suara, bicara dengan dimengerti dan mengartikan kata. Motorik kasar
melibatkan sebagian besar dari bagian-bagian tubuh dan memerlukan
tenaga seperti duduk tanpa dibantu, berjalan, melompat dan menari..
(Kepmenkes RI, 2015; Maryunani, 2010; Yuni, 2009).
b. Penyakit infeksi yang menyertai balita
Rampengan (2008) membagi beberapa penyakit infeksi yang
sering menyertai balita sebagai berikut:
a) Infeksi Bakteri, antara lain demam thypoid, difteri, pertusis dan
tetanus
b) Infeksi Virus, antara lain parotitis epidemika, morbili atau campak,
varisela, poliomyelitis, demam berdarah dengue dan hepatitis B.
c) Infeksi Parasit, antara lain malaria, askariasis dan toksoplasmosis.
2. Campak dan Diare
a. Pengertian
Campak (morbili) merupakan penyakit sangat menular dengan
gejala
prodromal
seperti
demam,
batuk,
coryza/pilek,
dan
konjungtivitis, diikuti dengan munculnya ruam makulopapuler di
seluruh tubuh yang timbul secara berurutan mulai dari leher, wajah,
badan, anggota atas dan bawah (Setiawan, 2008; Maryunani, 2010;
Widagdo, 2011).
9
Campak merupakan penyakit infeksi virus akut, sangat menular
yang ditandai dengan beberapa stadium, yaitu stadium inkubasi,
stadium
prodromal,
stadium
erupsi,
dan
stadium
konvalensi
(Rampengan, 2008; Ridha, 2014; Hassan dkk, 2007).
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair
ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>
3 kali sehari) disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007; Dewi, 2010).
b. Etiologi
Virus campak termasuk famili Paramyxovirus yang merupakan
virus single stranded RNA. Di dalam virus terdapat nukleokapsid yang
bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat
(RNA). Selubung luar merupakan suatu protein yang bersifat
hemaglutinin (Setiawan, 2008; Rampengan, 2008).
Campak merupakan penyakit infeksi yang sangat mudah menular
atau infeksius sejak awal masa prodormal, yaitu kurang lebih 4 hari
pertama
sejak
munculnya
ruam.
Campak
disebabkan
oleh
Paramyxovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung,
mulut maupun tenggorokan penderita campak. Virus ini terdapat di
sekret nasofaring, darah dan urin. Virus dapat bertahan hidup pada suhu
kamar selama 34 jam (Maryunani, 2010; Widagdo, 2011).
Virus campak stabil 1-2 hari pada suhu kamar dan dapat
menularkan virus selama 1-2 hari sebelum timbulnya gejala (sekitar 5
10
hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam
(Hassan dkk, 2007; Nelson, 2014).
Menurut Dewi (2010), diare dapat disebabkan karena beberapa
faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi. Campak
disertai diare disebabkan oleh faktor infeksi :
1) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan
merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enternal
meliputi :
a) Infeksi
bakteri
:
Vibrio,
E.
Coli, Salmonella, Shigella
campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
b) Infeksi virus : Entero Virus, seperti virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
c) Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan
Strongylodies),
Protozoa
(Entamoeba
histolytica,
Giardia
lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida
albicans).
2) Parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
misalnya
otitis
media
akut
(OMA),
tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis
c. Patofisiologi
Virus menyebar lewat udara dan masuk ke dalam tubuh melalui
saluran nafas. Virus bereplikasi pada saluran nafas kemudian menyebar
ke jaringan limfe di sekitarnya. Semakin bertambahnya virus di dalam
11
kelenjar limfe mengakibatkan terjadinya viremia primer, kemudian
menyebar ke berbagai jaringan dan organ limpoid termasuk kulit,
ginjal, saluran cerna, dan hati (Setiawan, 2008).
Virus campak pada stadium prodromal terdapat hiperplasi
jaringan limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan apendiks.
Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi eksudat serous dan proliferasi sel
mononukleus serta beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler.
Kelainan ini terjadi pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan
konjungtiva (Rampengan, 2008).
Penyebaaran virus terjadi secara percikan ludah (droplet) pada
saat stadium prodromal. Lesi didapatkan di kulit terutama di sekitar
kelenjar sebasea, folikel rambut, mukosa nasofaring, bronkus, saluran
cerna dan konjungtiva (Widagdo, 2011).
Penyakit campak hanya menyerang manusia, secara bertahap
dapat direduksi, eliminasi, dan akhirnya dapat dieradiksi. Daya tular
sangat tinggi, sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif
dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah
kebal berlangsung selama 1 tahun. Orang-orang yang rentan terhadap
campak antara lain, bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak
mendapatkan imunisasi, remaja dan dewasa muda yang belum
mendapatkan imunisasi kedua (Maryunani, 2010).
12
Viremia primer menyebarkan virus, terjadi viremia sekunder 5-7
hari sesudah infeksi awal karena monosit terinfeksi virus dan leukosit
lain menyebarkan virus ke saluran pernapasan, kulit dan organ lain.
Tempat-tempat terinfeksi ini dimanifestasikan sebagai ruam dan gejala
klasik batuk, konjungtivitis dan pilek. Virus ditemukan pada sekresi
pernapasan, darah, dan urine individu yang terinfeksi. (Nelson, 2014).
Patofisiologi Campak
Virus Campak
Droplet/kontak
Sekret nasofaring dan darah
Eksudat serous
Proliferasi sel mononuklear
Peningkatan polimorfonuklear di sekitar kapiler
Stadium Inkubasi
8-12 hari :
Tanpa Gejala
Stadium Prodromal
3-5 hari :
a. Panas tidak tinggi
b. Batuk tidak
produktif
c. Korisa
d. Konjungtivitas
Stadium erupsi :
a. Panas tinggi
b. Batuk
meningkat
c. Ruam
menyebar
d. Bercak koplik
Stadium
konvalensi
(penyembuhan) :
Erupsi berkurang
Komplikasi
a. Diare akut
b. Otitis Media
c. Ensefalitis
Bagan 2.1
Sumber yang diolah : Nelson, 2014; Widagdo, 2011; Hassan dkk, 2007
13
Menurut Dewi (2010), patofisiologis terjadinya penyakit campak
disertai diare disebabkan oleh faktor, yaitu :
1) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan
daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasistas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin
bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan
dan elektrolit akan meningkat.
Patofisiologi diare berdasarkan infeksi
Faktor
Infeksi virus campak
Kuman masuk dan berkembang dalam usus
Toksin dalam dinding usus halus
Hiperskresi air elektrolit (isi rongga) usus meningkat
Diare
Bagan 2.2
Sumber yang diolah : Mandal, 2008; Widagdo, 2011; Dewi, 2010
14
d. Keluhan Subyektif
Keluhan pasien campak meliputi demam, ruam pada kulit, batuk,
pilek, tidak nafsu makan. Campak pada umumnya disertai rasa gatal
pada ruam kulit yang diawali demam tinggi. Keluhan lainnya antara
lain kejang, muntah atau diare (Rampengan, 2008; Widagdo, 2011).
Gejala umum pasien diare meliputi berak cair atau lembek dan
sering adalah gejala khas diare. Muntah, bising usus meningkat,
demam, gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, nadi cepat, mulut kering,
ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah. (Nursalam, 2005).
e. Manifestasi Klinis
Menurut Nelson (2014), penyakit campak memiliki 4 stadium,
yaitu :
1) Stadium Inkubasi
Berlangsung selama 8-12 hari dengan tanpa gejala dari saat pajanan
sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah pajanan sampai
terjadinya ruam.
2) Stadium Prodromal (Kataral)
Berlangsung selama 3-5 hari dengan gejala ringan seperti, panas
tidak tinggi, batuk tidak produktif, konjungtivitis, dan koriza (trias
kalsik 3C : cough, coryza, conjunctivitis). Gejala khas adalah
timbulnya bercak koplik (enantema) sebagai tanda patognomonik
dari campak terlihat pada hari 2-3, berupa bintik putih keabuan
kadang berdarah, terletak setinggi gigi molar, kadang menyebar
15
secara tidak teratur ke mukosa pipi sekitarnya. Bercak hanya terlihat
dalam waktu 12-18 jam. Sebelum timbul bercak Koplik, merupakan
tanda penting akan adanya campak yaitu garis melintang pada
inflamasi konjungtiva dengan atau tanpa disertai fotofobia.
3) Stadium Eksantematosa (Ruam)
Berlangsung 2-3 hari dengan gejala panas tinggi dan konvulsi. Suhu
dengan cepat meningkat pada saat ruam keluar, dan begitu ruam
timbul di betis dan kaki maka dalam waktu 2 hari gejala-gejala
mereda dan suhu cepat menjadi normal kembali. Ruam berawal dari
makula halus terletak di leher bagian samping atas, belakang
telinga, sepanjang garis rambut, dan di pipi bagian belakang. Dalam
waktu 24 jam makula cepat berubah menjadi makulopapel dan
menyebar ke seluruh kepala, leher, lengan atas dan dada bagian
atas. Dalam waktu 24 jam berikutnya ruam mencapai punggung,
perut, seluruh lengan dan paha.
Saat mencapai kaki yaitu hari ke 2-3, maka yang di muka mulai
berkurang. Secara berurutan seperti saat timbulnya maka ruam
tersebut
mengalami
deskuamasi
dan
hiperpigmentasi
yang
kemudian hilang sama sekali dalam waktu 7-10 hari.
4) Stadium Penyembuhan (konvalensi)
Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit
berkurang.
16
f. Diagnosis
Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.
Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas. Pemeriksaan serologi dengan
ELISA IgM lebih sensitif bila diperiksa antara hari ke-3 sampai hari ke28 timbulnya rash. Pada pemeriksaan serologis dengan cara
hemaglutinin inhibition test akan ditemukan adanya antibodi yang
spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya
pada 2-4 minggu kemudian (Rampengan, 2008).
Untuk pemastian diagnosis diperlukan pemeriksaan serologi dan
biakan. Antibodi dapat terdeteksi bila sudah keluar ruam, dan terdapat 4
kali kenaikan titer yaitu saat rekonvalesen dibandingkan dengan titer
saat prodromal. Bila terjadi ensefalitis, pada cairan serebospinal (CSS)
akan didapatkan kenaikan protein dan limfositosis ringan, dan kadar
glukosa normal. Bila diduga ada komplikasi pada paru dan jantung
diperlukan pemeriksaan foto rontgen toraks dan EKG.
Sebagai diagnosis banding ialah rubella, roseola infantum, infeksi
ekovirus, koksakivirus, dan adenovirus, mononucleosis infeksiosa,
toksoplasmosis, meningokokemia, demam skarlatina, riketsia, penyakit
Kawasaki, dan serum sickness / drag rashes (Widagdo, 2011).
Pemeriksaan laboratorium lengkap hanya dikerjakan jika diare
tidak sembuh dalam 5-7 hari. Menurut Suraatmaja (2007) dan Soebagyo
(2008), pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan :
17
1) Pemeriksaan tinja
a) Makroskopik meliputi bau, konsistensi, keberadaan darah, dan
parasit dalam tinja.
b) Mikroskopik meliputi ada atau tidaknya sel epitel, makrophag,
sisa makanan, sel ragi, telur dan jentik cacing, protozoa.
c) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
d) Tes resitensi terhadap berbagai antibiotik.
e) pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
2) Pemeriksaan darah
a) Darah lengkap.
b) Pemeriksaan elektrolit, pH, dan cadangan alkali (jika dengan
pemberian RL i.v. masih terdapat asidosis).
c) Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal).
3) Intubasi duodenum yaitu pada diare kronik untuk mencari kumpulan
penyebab.
g. Pencegahan
Rampengan (2008), campak dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi baik aktif maupun pasif.
1) Imunisasi Aktif
Vaksin yang terdiri dari virus campak hidup yang sudah dilemahkan
yaitu strain Schwarz. Vaksin ini diberikan secara subkutan
sebanyak 0,5 mL pada umur 9 bulan. Vaksin campak tidak boleh
dilakukan bila :
18
a) Menderita saluran nafas akut atau infeksi akut lainnya yang
disertai dengan demam lebih dari 380C
b) Terdapat riwayat kejang demam
c) Defisiensi imunologik
d) Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
2) Imunisasi Pasif
a) Globulin imun
Antibodi kekebalan yang diperoleh hanya bersifat sementara.
Biasanya antibodi tersebut diberikan pada bayi usia kurang dari
1 tahun yang terpapar campak, wanita hamil, dan anak dengan
immunocompromise.
b) Globulin imun intravena
Menurut Widagdo (2011), Bayi memperoleh kekebalan secara
transplasenta dari ibu yang mempunyai kekebalan karena pernah
mendapat infeksi atau vaksinasi. Sampai umur 4-6 bulan kekebalan
masih lengkap, kemudian berkurang dan bayi sebaiknya diberi
imunisasi campak pada umur 9-10 bulan. Pada pasca kontak dan
peletusan maka vaksinasi diberikan lebih awal yaitu umur 6 bulan.
Suntikan ke-2 adalah 4 minggu kemudian. Vaksinasi berikutnya
diberikan pada umur 4-6 tahun, 11-12 tahun, dan pada usia remaja atau
usia angkatan kerja.
Pencegahan pasca terpajan adalah efektif bila immunoglobulin
diberikan dalam waktu 6 hari setelah terpajan. Untuk bayi (<12 bulan)
19
diberikan 0,25 ml/kg intramuscular segera atau <5 hari terpajan. Bayi
<6 bl dari ibu yang non-imun juga diberikan imunisasi, dan bayi
dianggap terlindung bila ibunya imun.
Menurut Maryunani (2010), vaksin campak merupakan bagian
dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam
bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR / mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau
lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada
umur 9 bulan. Dalam benuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia
12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
h. Komplikasi
Maryunani (2010), pada anak yang sehat dan gizinya cukup,
campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa
menyertai campak antara lain :
1) Infeksi bakteri (pneumonia dan infeksi telinga tengah atau otitis
media),
2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit)
sehingga
penderita
mudah
memar
dan
mudah
mengalami
perdarahan,
3) Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000-2000 kasus.
Komplikasi lain ialah glomerulonephritis, miokarditis, noma,
gangren yang timbul sebagai akibat dari purpura fulminant atau
koagulasi intravascular menyebar (DIC). Dapat juga terjadi komplikasi
20
berupa pneumonia interstitialis (giant cell pneumonia), trakeitis,
eksaserbasi TB, dan miokarditis. Komplikasi neurologi adalah
ensefalomielitis, sindrom guillain barre, hemiplegia, tromboplebitis
otak, dan neuritis retrobulbar. Subacute sclerosing panencephalitis
(SSPE) atau ensefalitis Dawson adalah komplikasi yang timbul lambat
dengan kejadian yang jarang yaitu 8-9 per 106 kasus campak (Widagdo,
2011).
Pada beberapa kasus juga ditemukan enteritis dan diare akut
dimana anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret
pada fase prodrormal. Hal ini disebabkan karena invasi virus ke dalam
sel mukosa usus. Apabila penderita telah banyak mengalami kehilangan
air dan elektrolit, maka potensial terjadi dehidrasi. (Mandal, 2008;
Sodikin, 2011).
i. Prognosis
Campak merupakan penyakit self-limiting dan berlangsung antara
7-10 hari sehingga bila tidak disertai komplikasi, prognosis baik
(Rampengan, 2008).
Campak dengan komplikasi diare, bila tidak segera mendapat
pertolongan, anak dapat mengalami dehidrasi berat dan dapat berakibat
fatal. Dengan terjadinya infeksi berulang akan semakin menimbulkan
daya proteksi pada setiap infeksi berikutnya. Di negara maju angka
kematian sudah turun menjadi 1-2 per 1000 kasus karena perbaikan
tingkat sosial ekonomi dan infeksi sekunder dapat diatasi dengan baik.
21
Angka kematian di negara berkembang lebih tinggi yaitu 7-25% karena
status gizi yang rendah dan manifestasi penyakit lebih berat ( Widagdo,
2011).
Campak tanpa komplikasi jarang menjadi fatal pada anak-anak
yang sebelumnya. Penyakit ini merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas yang penting pada anak-anak dengan malnutrisi di negara
berkembang (Mandal dkk, 2008).
Kematian
sering
disebabkan
oleh bronkopneumonia
atau
ensefalitis, dengan resiko kematian yang lebih tinggi pada pasien
keganasan atau yang terinfeksi virus HIV (Human Immunodeciency
Virus). Bentuk lain dari ensefalitis karena campak pada pasien
immunokompeten disangkutpautkan dengan angka mortalitas sebesar
15%, dengan 20-30% dari yang hidup memiliki gejala sisa yang berat
(Nelson, 2014).
j. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Penyakit Campak merupakan suatu penyakit self-limiting yang belum
ada obat antivirus spesifik sehingga pengobatannya hanya bersifat
simptomatis dan bersifat suportif, yaitu:
1) Menilai status gizi anak dengan memperhatikan asupan nutrisi dan
cairan yang adekuat
2) Memperbaiki keadaan umum dengan tirah baring atau istirahat di
tempat tidur, anak dengan penderita campak dapat diisolasi untuk
mencegah penularan
22
3) Perawatan personal hygiene yang baik perlu diperhatikan terutama
hygiene kulit, mulut dan mata dengan tujuan menghindari
penyebaran ruam di seluruh tubuh
4) Memberikan
tindakan/pengobatan
pada
penyakit
campak
didasarkan pada gejala yang diklasifikasikan sebagai berikut,
Tabel 2.1 Klasifikasi Pengobatan Campak
GEJALA
KLASIFIKASI
TINDAKAN/PENGOBATAN
a) Ada tanda bahaya Campak
dengan a) Beri vitamin A
umum atau
komplikasi berat
b) Beri dosis pertama antibiotik
b) Kekeruhan pada
yang sesuai
kornea mata atau
c) Jika ada kekeruhan pada
c) Luka di mulut
kornea atau mata bernanah,
yang dalam atau
bubuhi
tetes/salep
mata
luas.
kloramfenikol/tetrasiklin
tanpa kortikosteroid 3x/hari
d) Jika demam tinggi (≥38,50C),
beri
dosis
pertama
parasetamol
a) Mata bernanah Campak
dengan a) Beri vitamin A
atau
komplikasi pada b) Jika mata bernanah, bubuhi
b) Luka di mulut
mata dan / atau
tetes/salep
mata
mulut
kloramfenikol/tetrasiklin
tanpa kortikosteroid 3x/hari
c) Jika ada luka di mulut, ajari
cara
mengobati
dengan
gentian violet 0,25% 2x/hari
selama 5 hari
d) Jika anak sangat kurus,
berikan vitamin A sesuai
dosis
a) Tidak ada tanda- Campak
tanda di atas
a) Beri vitamin A
Sumber : Depkes RI, 2008
23
5) Antibiotik oral yang dapat diberikan untuk penderita campak
apabila terjadi infeksi bakteri (Maryunani, 2010) sebagai berikut,
Tabel 2.2 Dosis Antibiotik Oral
KOTRIMOSAZOL
AMOKSISILIN
2 x sehari selama 5 hari
2 x sehari selama 5 hari
TAB
TAB
SIRUP
DEWASA ANAK
per 5 ml
SIRUP
(80 mg
(20 mg
TABLET
(40 mg
per 5 ml
Tmp +
Tmp +
(500 mg)
Tmp+ 200
(125 mg)
400 mg
100 mg
Smz)
Smz)
Smz)
2,5 ml
5 ml
2 bln-4 bln
¼
1
( ½ sendok
¼
( 1 sendok
(4 - 6 kg)
takar)
takar)
5 ml
10 ml
4 bln-12 bln
½
2
(1 sendok
½
(2 sendok
(6-10 kg)
takar)
takar)
7,5 ml
12,5 ml
12 bln-3 thn
(1 ½
¾
2½
2/3
(2 ½ sendok
(10-16 kg)
sendok
takar)
takar)
10 ml
15 ml
3–5 thn
1
3
( 2 sendok
¾
( 3 sendok
(16-19 kg)
takar)
takar)
Sumber : Depkes RI, 2008
6) Untuk menurunkan demam pada anak penderita campak, diberikan
obat anti-panas (Maryunani, 2010) sebagai berikut,
Tabel 2.3 Dosis Paracetamol Oral (Untuk Demam ≥ 38,5 oC)
PARACETAMOL
( Setiap 6 jam sampai demam atau nyeri hilang)
UMUR atau
TABLET
TABLET
SIRUP
BERAT BADAN
( 500 mg)
( 100 mg)
120 mg/ 5 ml
2 – 6 bulan
2,5 ml
1/8
½
( 4 – 7 kg)
( ½ sendok takar)
6 bln – 3 tahun
5 ml
¼
1
( 7 – 14 kg )
( 1 sendok takar)
7,5 ml
3 – 5 tahun
½
2
( 1 ½ sendok
( 14 – 19 kg )
takar )
Sumber : Depkes RI, 2008
24
7) Pemberian vitamin A diberikan apabila anak mengalami defisiensi
vitamin A atau menderita komplikasi yang meradang pada selaput
lendir (mata, mulut) (Nelson, 2014; WHO, 2009) sebagai berikut,
Tabel 2.4 Dosis Vitamin A
UMUR
<6 bulan
6 – 11 bulan
12 - 59 bulan
DOSIS
50.000 IU (½ kapsul biru)
100.000 IU (kapsul biru)
200.000 IU (kaps
ul merah)
Sumber : Depkes RI, 2008
Tabel 2.5 Pemberian Vitamin A untuk pengobatan
(dosis sesuai umur anak)
GEJALA
Sangat kurus
Sangat kurus dan
menderita campak
Menderita campak
Menderita
campak
dan komplikasi pada
mata
HARI KE 1
V
V
HARI KE 2
V
HARI KE 15
V
V
V
V
V
V
V
Sumber : Depkes RI, 2008
Penderita campak yang mengalami komplikasi berupa diare akut
dan potensial mengalami dehidrasi berat dapat diindikasikan masuk
rumah sakit dengan penatalaksanaan, sebagai berikut :
1)
Penggantian cairan (rehidrasi)
Aspek yang paling penting dari terapi diare adalah untuk
menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama
kejadian akut.
Diare
dapat
ditangani
dehidrasinya sesuai pedoman MTBS, yaitu :
berdasarkan tingkat
25
a) Rencana terapi A (diare tanpa dehidrasi)
(1) Berikan cairan pada anak lebih banyak dari biasanya untuk
mencegah dehidrasi, cairan yang dapat diberikan adalah
ASI, larutan garam, air tajin, air sayur bayam, dan susu
formula harus terus diberikan.
(2) Lanjutkan pemberian makanan sesuai usianya.
(3) Apabila keadaan anak tidak membaik dalam 5 hari atau
bahkan memburuk, bawa anak ke tempat pelayanan
kesehatan.
Selama
perjalanan
ke
tempat
pelayanan
kesehatan tetap berikan oralit.
b) Rencana terapi B (diare dengan dehidrasi ringan/sedang)
(1) Berikan oralit dan observasi di klinik selama 3 jam dengan
jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasarkan usia anak.
Pemberian oralit pada anak sebaiknya dengan menggunakan
sendok. Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia
atau berat badan dalam 3 jam pertama adalah :
Tabel 2.6 Jumlah pemberian oralit
Sampai 4 bulan
(<6 kg)
200-400 ml
4-12 bulan
12-24 bulan
(6-<10 kg)
(10-<12 kg)
400-700 ml
700-900 ml
Sumber : Depkes RI (2008)
2-5 tahun
(12-19 kg)
900-1400 ml
(2) Ajarkan pada ibu cara untuk membuat dan memberikan
oralit, yaitu satu bungkus oralit dicampur dengan 1 gelas
(ukuran 200 ml) air matang.
26
(3) Lakukan penilaian setelah anak diobservasi 3 jam. Apabila
membaik pemberian oralit dapat diteruskan di rumah sesuai
dengan
penanganan
diare
tanpa
dehidrasi.
Apabila
memburuk, segera pasang infus dan rujuk ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan segera.
c) Rencana terapi C (diare dengan dehidrasi berat)
(1) Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera rujuk.
Selama dalam perjalanan, mintalah ibu untuk terus
memberikan oralit sedikit demi sedikit dan anjurkan untuk
tetap memberikan ASI.
(2) Jika tidak ada penyakit berat lainnya, diperlukan tindakan
sebagai berikut :
(a) Jika dapat memasang infus, segera berikan cairan RL
atau NaCl secepatnya secara intravena sebanyak 100
ml/BB dengan pedoman sebagai berikut :
Tabel 2.7 Jumlah pemberian cairan intravena
Umur
Jumlah pemberian,
30 ml/kgBB, selama
Pemberian berikutnya,
70 ml/kgBB, selama
Bayi (<12 bulan)
1 jam pertama
5 jam berikutnya
Anak (1-5 tahun)
30 menit pertama
2,5 jam berikutnya
Sumber : Nursalam (2005)
(b) Jika tidak dapat
memasang infus
tetapi
dapat
memasang sonde, berikan oralit melalui nasogastric
dengan jumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jika
anak muntah terus-menerus dan perut kembung,
27
berikan oralit lebih lambat. Jika keadaan membaik
setelah 6 jam, teruskan penanganan seperti dehidrasi
ringan/sedang. Jika keadaan memburuk segera lakukan
rujukan.
(c) Jika tidak dapat memasang infus maupun sonde, rujuk
segera. Jika anak bisa minum, anjurkan ibu untuk
memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam
perjalanan.
2)
Terapi dietetik
Menurut Maryunani (2010), cara pemberian makanan untuk
penderita diare yaitu :
1) ASI tetap diberikan sesuai dengan umur bayi dan anak.
2) Bila tidak mendapat ASI atau sudah mendapat susu formula :
(1) Diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan-sedang, susu
formula tidak diganti.
(2) Diare dengan dehidrasi berat berikan susu formula bebas
laktosa.
(3) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang disertai gejala klinis
intoleransi laktosa yang jelas, dapat diberikan susu formula
bebas laktosa.
3) Makanan sehari-hari sesuai usianya diteruskan dan diberikan
sebanyak anak mau. Pemberian sedikit tapi sering lebih dapat
diterima dibanding jumlah besar tapi jarang.
28
4) Setelah diare berhenti, berikan makanan paling tidak satu kali
lebih banyak dari biasanya setiap hari selama 1 minggu.
5) Buah, air jeruk, pisang tetap diberikan adalah makanan yang
dapat merangsang peristaltik usus (pedas, asam, lemak).
6) Bubur, nasi tim dengan tahu, tempe, kecap, daging ayam tanpa
kulit dan wortel diberikan sesuai umur.
3) Terapi farmakologi
Selain pemberian antibiotik juga diberikan antipiretik dan terapi
untuk memperbaiki saluran cerna, yaitu :
1) Antipiretik
Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin)
dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna
untuk menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas
karena infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar
bersama tinja (Suraatmaja, 2007).
2) Zinc (Zn)
Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc
selama 10 hari berturut-turut (Depkes RI, 2008).
(1) Dosis obat Zinc (1 tablet = 20 mg)
Umur < 6 bulan = ½ tablet /hari
Umur ≥ 6 bulan = 1 tablet /hari
(2) Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI
(tablet mudah larut ±30 detik), segera berikan kepada anak.
29
(3) Bila anak muntah setengah jam setelah pemberian obat
Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan
lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh.
(4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infuse, tetap berikan obat Zinc segera setelah anak bisa
minum atau makan.
Penatalaksanaan pada balita dengan diare dalam bentuk bagan :
DIARE
1) BAB >3 kali
sehari
2) Konsistensi
cair
3) Dengan/tanpa
darah dan/atau
lendir
SIKAP BIDAN
1) Anamnesa
2) Evaluasai KU
dan VS balita
3) Berikan anak
minum
4) Cubit perut
untuk
mengetahui
turgor
DIARE DEHIDRASI
BERAT
a) Letargis atau tidak
sadar
b) Mata cekung
c) Tidak bisa/malas
minum
d) Cubitan kulit perut
kembalinya sangat
lambat
TINDAKAN
(1) Jika tidak ada klasifikasi berat
lain, berikan cairan untuk
dehidrasi berat (rencana terapi C)
dan tablet Zinc
(2) Jika ada klasifikasi berat lain :
(a) RUJUK SEGERA
(b) Jika masih bisa minum,
berikan ASI dan larutkan
oralit selama perjalanan
DIARE DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG
a) Gelisah,
rewel/mudah
marah
b) Mata cekung
c) Haus, minum
dengan lahap
d) Cubitan kulit perut
kembali lambat
TINDAKAN
(1) Beri cairan & makanan sesuai
rencana terapi B dan tablet Zinc
(2) Jika ada klasifikasi berat lain :
(a) RUJUK SEGERA
(b) Jika masih bisa minum,
berikan ASI dan larutkan
oralit selama perjalanan
DIARE TANPA
DEHIDRASI
Tidak cukup tandatanda untuk diklasifikasikan sebagai diare
dehidrasi berat atau
ringan/sedang
DISENTRI
Ada darah dalam tinja
TINDAKAN
(1) Berikan cairan sesuai rencana
terapi A dan tablet Zinc
(2) Jika anak tidak membaik dalam 5
hari:
(a) RUJUK SEGERA
(b) Jika masih bisa minum,
berikan ASI dan larutkan
oralit selama perjalanan
TINDAKAN
Beri antibiotik yang sesuai
Bagan 2.2 Skema penatalaksanaan diare
Sumber : Depkes RI, 2008
30
B. Teori Manajemen Kebidanan
Dalam kasus ini penulis menggunakan pengelolaan manajemen
kebidanan menurut Varney, terdiri dari 7 langkah, yaitu :
1. Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang
berkaitan dengan kondisi pasien (Varney, 2007).
Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada kasus campak
dapat diperoleh melalui:
a. Data subjektif
1) Biodata
Penyakit campak meyerang golongan umur 5-9 tahun, tetapi di
negara berkembang seperti Indonesia insiden tertinggi pada umur di
bawah 2 tahun (Rampengan, 2008).
Penderita campak sebagian besar bayi yang mendekati usia 1 tahun
(Nelson, 2014).
Sebagian besar diare terjadi pada umur kurang dari 2 tahun karena
pada masa ini anak mulai diberikan makanan pendamping
(Nursalam, 2005).
2) Keluhan utama
Keluhan utama berupa ruam pada kulit yang diawali demam tinggi.
Keluhan lainnya yaitu batuk, pilek, tidak nafsu makan, kadang
31
disertai dengan kejang, muntah atau diare (Widagdo, 2011).
Buang air besar (BAB) pada balita dengan frekuensi lebih dari tiga
kali dalam sehari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir darah (Suraatmaja, 2007).
3) Data kesehatan meliputi :
a) Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi untuk mengetahui imunisasi apa saja yang
telah didapat oleh anak hingga sekarang. Salah satunya untuk
mengetahui apakah anak telah mendapatkan imunisasi campak
(Maryunani, 2010).
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi
aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang dilahirkan oleh
ibu
yang
pernah
menderita
campak
melalui
plasenta
(transplasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setalah itu kekebalan
mulai berkurang sehingga bayi menjadi rentan terhadap campak
saat mendektai usia 1 tahun (Rampengan, 2008; Nelson, 2014).
b) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang meyerupai influensa berupa batukbatuk demam yang tinggi lebih dari 38,50 C, malaise, fotofobia,
konjungtivitis, nyeri tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah
bening leher (Ridha, 2014).
32
Riwayat penyakit sekarang yaitu defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja
(Suraatmaja, 2007).
c) Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit terdahulu, yang perlu diperhatikan pemberian
vaksin campak pada bayi umur lebih dari 1 tahun apabila belum
atau tidak diberikan vaksin campak kemungkinan besar mudah
tertular virus campak (Maryunani, 2010).
d) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui apabila ibu belum
pernah menderita campak, bayi yang dilahirkannya tidak
mempunyai kekebalan terhadap campak dan dapat menderita
penyakit ini setelah bayi tersebut dilahirkan (Rampengan, 2008).
4) Data psikososial
Terfokus pada diri sendiri disebabkan oleh penyakit campak yang
dideritanya, sehingga terjadi penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan (Ridha, 2014).
5) Data kesehatan lingkungan
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak
terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini
merupakan daerah rawan terhadap penularan penyakit Campak.
(Nelson, 2014).
33
Insiden tertinggi penderita campak di negara berkembang seperti
Indonesia (Rampengan, 2008).
6) Data pemenuhan kebutuhan sehari-hari meliputi :
a) Nutrisi
Pada penderita campak merasakan tidak ada nafsu makan dan
malnutrisi (Widagdo, 2011).
b) Personal hygiene
Perawatan personal hygiene yang baik perlu diperhatikan
terutama hygiene kulit, mulut dan mata. Meliputi mandi, gosok
gigi, keramas, penggunaan handuk dan ganti baju (Ridha, 2014).
c) Eliminasi
Pada pasien yang mengalami diare frekuensi buang air besar lebih
dari 3 kali sehari dan konsistensi tinja menjadi lebih encer
(Suraatmaja, 2007).
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur,
diperoleh melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Data
objektif meliputi pemeriksaan secara umum, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan tingkat perkembangan dan pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan secara umum, meliputi :
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien campak adalah sedang, sedangkan untuk
pasien campak dengan tanda-tanda syok biasanya gelisah,
34
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/tampak
lemah (Ridha, 2014).
Dalam kasus bayi balita sakit dengan diare keadaan umumnya
cenderung lemah, lesu, dan lunglai (Maryunani, 2010).
b) Kesadaran
Kesadaran untuk pasien campak adalah composmentis, sedangkan
jika keadaan semakin parah menjadi apatis, sopor, atau koma.
Dalam kasus balita dengan diare kesadarannya composmentis
(Suraatmaja, 2007
c) Vital sign
Pada campak terdapat keadaan suhu yang meningkat (Maryunani,
2010).
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Ruam makular mulai timbul di kepala (seringkali di bagian bawah
garis rambut) pada penderita campak (Nelson, 2014).
Anak usia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun
besar (UUB) biasanya cekung (Nursalam, 2005).
b) Muka
Pada awalnya ruam terlihat di wajah, yaitu di depan dan di bawah
telinga serta di leher sebelah samping. Ditandai adanya ruam
jerawat merah yang mulai muncul pada muka selama 4 hingga 7
hari (Maryunani, 2010).
35
Rash timbul dari belakang telinga kemudian menyebar ke daerah
pipi kemudian seluruh wajah. Beberapa jam sebelum timbulnya
rash sudah ditemukan adanya koplik spot berupa bercak-bercak
kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna
merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu
(Rampengan, 2008).
c) Mata
Pada konjungtiva timbul garis radang transversal sepanjang
pinggir kelopak mata (garis Stimson) dan sering dikaburkan
dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas disertai adanya
edema palpebral (Nelson, 2014; Rampengan, 2008).
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya
cekung. Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung (Nursalam, 2005).
d) Telinga
Rash mulai sebagai eritema makulopapuler, mulai timbul dari
belakang telinga pada batas rambut. Beberapa jam sebelum
timbulnya rash sudah ditemukan adanya koplik spot berupa
bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum/pasir yang
berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna
putih kelabu (Rampengan, 2008).
36
e) Mulut
Bercak koplik berupa bintik putih keabuan kadang berdarah
jarang dijumpai di bagian tengah bibir bawah, palatum atau
karunkula lakrimalis (Widagdo, 2011).
- Tanpa dehidrasi
: mulut dan lidah basah
- Dehidrasi ringan/sedang : mulut dan lidah kering
- Dehidrasi berat
: mulut dan lidah sangat kering
f) Hidung
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi
berupa panas badan, hidung mengeluarkan sekret (Maryunani,
2010).
Black measles yaitu campak yang disertai perdarahan juga
terdapat di hidung dan traktus digestivus (Hassan dkk, 2007).
g) Leher
Ruam berawal dari makula halus terletak di leher bagian samping
atas. Terjadi pembesaran pada kelenjar getah bening mandibula
dan leher bagian belakang serta terdapat
splenomegaly atau
pembesaran limfa (Widagdo, 2011; Hassan, 2007; Ridha, 2014).
h) Dada
Rash timbul dari belakang telinga kemudian menyebar ke dada.
Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah ditemukan adanya
koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular sebesar
37
ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian
tengahnya berwarna putih kelabu (Rampengan, 2008).
i) Perut
Makula cepat berubah menjadi makulopapel dan menyebar ke
seluruh tubuh dalam 24 jam berikutnya ruam mencapai perut.
Tidak jarang disertai diare dan muntah (Hassan, 2007; Widagdo,
2011).
Kemungkinan mengalami distensi, kram, dan bising usus yang
meningkat (Nursalam, 2005).
j) Ekstremitas
Makula cepat berubah menjadi makulopapel dan menyebar ke
seluruh tubuh dalam 24 jam berikutnya ruam mencapai lengan
atas, seluruh lengan dan paha (Widagdo, 2011).
Rash mulai sebagai eritema makulopapuler menyebar ke seluruh
tubuh hingga mencapai kaki pada hari ketiga, setelah sampai kaki
rash yang timbul duluan mulai berangsur-angsur menghilang
(Rampengan, 2008).
k) Kulit
Adanya koplik spot berupa bercak-bercak kecil yang irregular
sebesar ujung jarum/pasir yang berwarna merah terang dan pada
bagian tengahnya berwarna putih kelabu menyebar di kulit
seluruh tubuh mulai dari kepala hingga kaki (Rampengan, 2008).
38
Kulit terkadang timbul perdarahan ringan dan rasa gatal. Pada
stadium konvalensi meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
di kulit (hiperpigmentasi) dan sering ditemukan pada kulit yang
bersisik (Hassan dkk, 2007).
Menurut Nursalam (2005) untuk mengetahui elastisitas kulit,
dapat dilakukan pemeriksaan turgor dengan cara mencubit daerah
perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku).
- Tanpa dehidrasi : turgor kembali dengan cepat (<2 detik)
- Dehidrasi ringan/sedang : turgor kembali dengan lambat
(dalam waktu 2 detik)
- Dehidrasi berat : turgor kembali sangat lambat (>2 detik).
l) Anus
Pada penderita diare karena terlalu sering defekasi, kulit pada anus
bisa mengalami iritasi (Nursalam, 2005).
3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Uji serologi dengan cara hemaglutinin inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibodi yang
spesifik, leukopeni pada pemeriksaan darah tepi, dan uji serologi
dengan ELISA IgM positif (Rampengan, 2008).
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pemeriksaan antara lain:
darah lengkap, urine lengkap, feces lengkap (Ridha, 2014).
39
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak
dan tidak membantu dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia
menjadi salah satu tanda campak. Pada pasien dengan ensefalitis
akut,
pada
pemeriksaan
cairan
serebrospinal
ditemukan
peningkatan protein, limfositik pleositosis dan kadar glukosa yang
normal. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM, timbul dalam
waktu 1-2 hari setelah ruam dan bertahan selama 1-2 bulan,
memperkuat diagnosis klinis (Nelson, 2014).
b) Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada kasus diare
meliputi darah dan tinja. Pemeriksaan darah yang diperlukan
yaitu darah lengkap, serum elektrolit, analisis gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekatan terhadap antibiotika. Sedangkan
pemeriksaan tinja terdiri dari pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik (Suraatmaja, 2007).
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah
atau diagnosis serta kebutuhan keperawatan kesehatan yang diidentifikasi
khusus. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan karena masalah
tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis
pertimbangan
dalam
mengembangkan
komprehensif kepada pasien (Varney, 2007).
tetapi dibutuhkan sebagai
rencana
perawatan
yang
40
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan
berdasarkan anamnesa atau data subjektif, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis kebidanan: An. A umur 4 bulan dengan campak disertai
diare dehidrasi sedang.
Dasar dari diagnosis tersebut adalah :
1) Dasar subjektif
a) Pernyataan orang tua tentang biodata pasien meliputi nama
lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir dan asal suku bangsa.
b) Pernyataan orang tua tentang keadaan pasien yaitu demam, ruam
kulit, hidung meler, batuk,dan mata merah (Rampengan, 2008).
2) Dasar objektif
a) Terdapat kenaikan suhu, batuk pilek (Rampengan, 2008).
b) Kulit terdapat ruam berbentuk makula maupun papula (ruam
kemerahan yang mendatar maupun menonjol) di depan dan di
bawah telinga serta di leher sebelah samping (Maryunani, 2010).
b. Masalah
Masalah yang sering terjadi pada campak adalah :
1) Pasien gelisah atau rewel yang disebabkan karena suhu badan naik
dan ruam – ruam pada tubuh (Ridha, 2014).
41
2) Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) disebabkan adanya asupan
yang tidak adekuat oleh karena menurunnya nafsu makan akibat
proses patologis (Widagdo, 2011).
c. Kebutuhan
Kebutuhan yang dapat dimunculkan pada kasus campak adalah :
1) Mempertahankan kondisi suhu tubuh dalam batas normal dengan
cara menurunkannya (Maryunani, 2010).
2) Memberikan asupan cairan secara adekuat serta memberikan
makanan lunak sedikit-sedikit (Widagdo, 2011; Maryunani, 2010).
3) Melakukan perawatan kulit secara aseptik (Widagdo, 2011).
4) Kebutuhan pada kasus balita sakit campak disertai diare meliputi
penggantian cairan tubuh (rehidrasi), memberikan kebutuhan nutrisi,
dan memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai diare pada
anak (Nursalam, 2005).
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial /
Diagnosa Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya
Diagnosa potensial yang paling serius adalah otitis media,
ensefalitis, dehidrasi berat, infeksi telinga atau infeksi pernafasan berat
seperti bronkopneumonia. Komplikasi dapat terjadi karena virus campak
menyebar
melalui
aliran
darah
ke
jaringan
tubuh
lainnya.
Bronkopneumonia dapat terjadi apabila anak dengan malnutrisi energi
protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis) dan leukemia.
Ensefalitis terjadi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam
42
satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak
(morbili) hidup dan pada penderita yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif serta sebagai SSPE (Subacute sclerosing panencephalitis).
Di Afrika anak dengan penderita campak dapat terjadi kebutaan
disebabkan malnutrisi (Nelson, 2014; Hassan, 2007).
Antisipasi yang dapat dilakukan oleh bidan antara lain dengan
memantau keadaan umum pasien, tanda – tanda vital pasien, serta tetap
memenuhi (memanajemen) dan memantau asupan cairan secara adekuat
dan nutrisi pasien dalam diet seimbang (Maryunani, 2010; Ridha, 2014).
4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan terhadap Tindakan Segera
Widagdo (2011) mengatakan belum ada obat antivirus spesifik untuk
campak. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif yaitu istirahat tempat
tidur, pemberian makan dan minum yang cukup, antipiretik seperti
acetaminophen dan ibuprofen peroral. Dengan tempat tidur yang bersih
dan nyaman serta pada suhu ruangan yang baik, pemberian ASI untuk
pemenuhan cairan dan nutrisi pada bayi umur 0-1 tahun. Untuk balita
pemenuhan cairan dan nutrisi dengan menu seimbang 4 sehat 5 sempurna.
Rampengan (2008) mengatakan kolaborasi dengan tim laboratorium
diperlukan dalam menegakkan diagnosis yang tepat, sehingga dapat
memberikan terapi yang tepat pula. Serta kolaborasi dengan dokter
spesialis anak untuk pemberian terapi antara lain antipiretika, sedatif dan
obat antitusif.
43
5. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh
a. Berikan informasi mengenai asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
b. Perbaiki keadaan umum dengan tirah baring atau istirahat di tempat
tidur, anak dengan penderita campak dapat diisolasi untuk mencegah
penularan
c. Berikan vitamin A sesuai dosis
d. Berikan antibiotik yang sesuai
1) Antibiotik
a) Kotrimoksazol 2 x sehari selama 5 hari dapat berupa tablet (1 tab)
atau sirup 2,5 ml ( ½ sendok takar) untuk umur 2 - 4 bulan serta
2½ tab tablet atau sirup 5 ml (1 sendok takar) untuk umur 4 bulan
- < 12 bulan.
b) Amoksisilin 2 x sehari selama 5 hari dapat berupa 500 mg ¼
tablet atau sirup 5 ml (1 sendok takar) untuk umur 2 – 4 bulan
serta ½ tablet atau sirup 10 ml (2 sendok takar) untuk umur 4 - <
12 bulan.
2) Antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) 25 mg / tahun
/ kali.
3) Zinc 20 mg (1 tab) 1 x sehari selama 10 hari
4) Pemasangan infus untuk diare dengan dehidrasi sedang atau berat
e. Pemberian salep mata kloramfenikol apabila terdapat komplikasi
f. Pemberian gentian violet apabila terdapat luka di mulut
g. Berikan informasi mengenai perawatan personal hygiene yang baik
44
h. Dalam kasus balita dengan diare, rencana asuhan yang diperlukan
adalah observasi keadaan umum dan tanda-tamda vital balita,
memantau intake dan output dengan cermat meliputi frekuensi, warna,
dan konsistensi tinja, observasi tanda kekurangan cairan akibat diare
meliputi pemeriksaan mata dan pemeriksaan turgor kulit, penggantian
cairan (rehidrasi), terapi dietetik (pemberian makanan), dan kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian tindakan dan terapi berupa terapi
antibiotik, antipiretik, dan Zinc, pemasangan infus untuk diare dengan
dehidrasi sedang atau berat (Dewi, 2010).
6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan
Aman
Pada kasus An. A Umur 4 bulan dengan Campak disertai Diare
Dehidrasi Sedang, bidan berkolaborasi dengan dokter melakukan asuhan
yang menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan
secara efisien dan aman atas persetujuan klien.
7. Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan balita
sakit dengan campak, antara lain :
a. Gejala klinik dari campak yang meliputi demam, batuk, pilek dan ruam
pada kulit telah teratasi
b. Suhu tubuh kembali ke batas normal
c. Terpenuhinya kebutuhan aktivitas sehari-hari
d. Terpenuhinya intake nutrisi dan cairan secara adekuat
45
e. Menurunnya tingkat kegelisahan klien
f. Terpenuhinya informasi yang diperlukan klien
(Rampengan, 2008; Widagdo, 2011).
Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada
kasus balita dengan diare adalah:
a. Diharapkan pasien mencapai rehidrasi dan status nutrisi yang adekuat
ditandai dengan peningkatan berat badan dan turgor kulit kembali normal
b. Diharapkan hasil pemeriksaan tinja melalui laboratorium
dapat
menemukan penyebab pasti diare (Suraatmaja, 2007).
C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien
Tujuh Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP
(Subjektif, Objektif, Assesment, dan Plan). SOAP disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan
keadaan klien. Kepmenkes RI No : 938/MenKes/SK/VII/2007 menjelaskan
sebagai berikut :
1. S : Subjective (Data Subyektif)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa, sebagai langkah I Varney. Data subjektif yang dapat
mendukung diagnosa campak yaitu anamnesa dengan pasien mengenai
usia, daerah tempat tinggal yang memiliki keluhan antara lain, ruam,
batuk, pilek, peningkatan suhu tubuh atau demam, tidak nafsu makan,
kadang disertai dengan kejang, muntah atau diare (Widagdo, 2011;
Nelson, 2014).
46
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis yaitu anak sudah tidak cengeng, tidak gelisah, nafsu
makan baik, dan buang air besar sudah tidak encer dengan frekuensi
kurang dari 3 kali dalam sehari.
2. O : Objective (Data Obyektif)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney.
Data Objektif pada kasus bayi sakit dengan campak adalah keadaan
umum
sedang
dengan
kulit
disertai
gatal,
tingkat
kesadaran
composmentis, vital sign dengan suhu tinggi ≥38,50C, hasil pemeriksaan
fisik terdapat ruam dari wajah hingga ke seluruh tubuh, hasil
pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis apabila terdapat
komplikasi, dan terapi dari dokter Spesialis Anak yang sudah
dilaksanakan (Widagdo, 2011).
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain berupa keadaan umum anak
baik sadar, suhu tubuh normal (36,5 ºC-37,5ºC), pernafasan normal
teratur, berat badan mulai meningkat, dalam pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi, dan pemeriksaan penunjang
dalam keadaan baik (Suraatmaja, 2007).
47
3. A : Assesment (Analisis)
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah
kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah 2 Varney.
Diagnosis kebidanan pada An. A Umur 4 bulan dengan Campak
disertai Diare Dehidrasi Sedang. Masalah yang didapatkan pada kasus
bayi sakit dengan campak disertai dehidrasi sedang antara lain adalah
anak tidak nyaman karena ruam, turgor lambat dan mata cekung serta
kulit kering dan pucat, hipertermia, kurang nutrisi (kurang dari
kebutuhan), dan risiko cedera. Kebutuhan dalam kasus ini adalah
mempertahankan kondisi suhu tubuh dalam batas normal dengan cara
menurunkannya, pemenuhan intake cairan elektrolit dan pemberian ASI
secara adekuat, serta melakukan perawatan kulit secara aseptik
(Widagdo, 2011; Maryunani, 2010).
Diagnosa potensial yang paling serius adalah otitis media,
ensefalitis, diare dengan dehidrasi berat, infeksi telinga atau infeksi
pernafasan berat seperti bronkopneumonia. (Nelson, 2014; Hassan, 2007).
Antisipasi oleh bidan dengan memantau keadaan umum pasien,
tanda – tanda vital pasien, serta memenuhi dan memantau asupan cairan
secara adekuat dan nutrisi pasien dalam diet seimbang. Apabila terdapat
komplikasi yang serius segera rujuk (Maryunani, 2010; Ridha, 2014).
48
4. P : Planning (Rencana dan Penatalaksanaan)
Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan
dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan, sebagai langkah 3, 4, 5,
6 dan 7 Varney.
Pada kasus balita sakit dengan campak disertai dehidrasi sedang
perencanaan dan penatalaksanaan yang dilakukan adalah memperbaiki
keadaan umum dengan memperhatikan asupan cairan dan nutrisi,
perawatan personal hygiene, memberikan antipiretika apabila suhu pasien
tinggi, melakukan perawatan untuk menjaga kebersihan kulit, mulut, dan
mata, memberikan sedatif, obat batuk serta vitamin A dosis sesuai usia,
dan memberikan antibiotika apabila terdapat infeksi sekunder sera
memberikan obat saluran cerna. Sehingga diharapkan bayi sakit dengan
campak disertai dehidrasi sedang bisa berangsur sembuh dan tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut. (MTBS, 2008; Nelson, 2014).
Download