Peranan probiotik dalam budidaya akuakultur Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak didapati sentra – sentra budidaya perikanan air tawar baik di waduk, di kolam tanah, ataupun kolam air deras yang memperlihatkan kondisi kualitas air tidak mendukung kehidupan ikan yang dipelihara untuk bertumbuh secara optimal. Pemeliharaan yang semakin intensip ditandai oleh tingkat kepadatan ikan yang tinggi dan ketergantungan yang penuh terhadap pakan buatan pabrik ikut mendukung percepatan penurunan kualitas air. Padat tebar ikan per volume ruang yang tinggi pada dasarnya meningkatkan persaingan akan kebutuhan oksigen dan buangan hasil pencernaan pakan. Demikian pula pada sisi yang lain kualitas pakan yang tidak baik, kandungan protein yang rendah memperlambat proses pertumbuhan, memperburuk konversi pakan dan pada akhirnya meningkatkan sedimen dasar kolam oleh sisa pakan. Sebagai konsekuensi logis, bisa dilihat pada meningkatnya kejadian kasus serangan wabah penyakit yang melanda budidaya perikanan. Seperti pada era tahun 1980-an dimana terjadi wabah aeromonas hydrophila yang menyerang ikan. Bakteri ini dapat menyerang ikan mas mulai dari yang berukuran sebesar jari dan menyebabkan kematian ikan secara massal dalam waktu singkat. Aeromonas merupakan bakteri gram negatip yang oportunis yang mewabah dan menginfeksi ikan apabila ikan dalam kondisi stres atau dipelihara dalam kepadatan tinggi. Sampai sejauh ini, tindakan pengobatan dilakukan melalui pemberian bahan kimia dan antibiotika. Meskipun kebanyakan tidak efektif karena antibiotika dengan dosis kira-kira cepat menimbulkan resistensi dan pemberian bahan kimia berpotensi meracuni ikan. Vaksinasi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk pencegahan infeksi aeromonas. Terhadap benih ikan dilakukan perendaman dalam larutan vaksin hidrovet (biakan murni bakteri aeromoas hydrophila). Pada periode tahun 2002 - 2004 koi herpes virus (KHV) menyerang golongan ikan mas dan menyebabkan kerugian yang sangat besar (Taukhid et al, 2005). Penyakit KHV pertama kali ditemukan berjangkit di Inggris tahun 1996 dan merupakan penyakit yang sangat cepat menyebar. Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes yang diklasifikasikan sebagai virus DNA dan termasuk dalam famili herpesviridae. Pada populasi ikan yang peka tingkat mortalitas akibat serangan KHV dapat mencapai 80 – 100 %. Gejala klinis pada ikan biasanya terlihat pada kisaran suhu air 22 dan 27 oC. Sejauh ini belum ada pengobatan yang ampuh untuk mengendalikan penyakit KHV. Berbeda dengan serangan virus, terhadap bakteri biasanya ditanggulangi melalui pemberian antibiotika dengan dosis pengobatan. Tetapi langkah pengobatan yang di antaranya dengan pemberian quinolone, ataupun tetrtacycline acapkali tidak efektif jika diberikan langsung di kolam karena salah satunya takaran dosis yang tidak tepat (rata). Pemberian lewat pakan langsung dari pabrik mungkin lebih efektif tetapi penggunaan seperti itu biasanya tidak dibenarkan dan skala pabrik adalah skala massal. Penggunaan antibiotika dalam pakan dengan dosis preventif yang dilakukan dalam jangka panjang menimbulkan resistensi dan belum lagi memperhitungkan dampak residu dalam daging. Oleh karena itu langkah tepat dalam upaya meminimalkan potensi serangan penyakit adalah dengan melakukan manajemen pemeliharaan yang baik khususnya memelihara kualitas air dan lingkungan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ikan secara optimal. Besarnya kendala dalam aplikasi pemberian antibiotik dalam budidaya perikanan untuk mengendalikan infeksi mikro organisme pathogen telah meningkatkan potensi penggunaan probiotik. Sebenarnya probiotik sudah sejak lama dikenal dalam budidaya peternakan yang ditujukan untuk menekan populasi bakteri merugikan dalam saluran pencernaan ternak. Probiotik demikian lebih banyak dikenal sebagai bakteri gram positif yang terkait dengan genus Lactobacillus. Bakteri lactobacillus sp ini merupakan jenis bakteri pertama yang digunakan sebagai probiotik dan menghasilkan asam laktat. Belakangan probiotik banyak digunakan dalam budidaya perikanan untuk tujuan memelihara dan memperbaiki kesehatan air yang secara tidak langsung akan meningkatkan kesehatan ikan peliharaan. Probiotik adalah mikro organisma hidup yang mempunyai sifat menguntungkan bagi hewan inang, sehingga populasi mikro organisma pathogen yang merugikan tidak menjadi bertambah dan selanjutnya mengubah keseimbangan mikro flora yang ada dalam saluran pencernaan. Probiotik bisa terdiri atas satu atau campuran (mix) beberapa kultur mikro organisma hidup. Probiotik dengan kata lain merupakan makanan tambahan bagi hewan inang berupa sel mikro organisma (mikroba) atau sebagai pakan mikroskopik yang bertujuan memenangkan kompetisi dalam sistem saluran pencernaan ikan (hewan inang) dengan bakteri merugikan (pathogen). Kompetisi tersebut berlangsung dalam hal pemanfaatan nutrisi yang berasal dari hasil metabolisme pakan dan upaya penempatan ruang dalam saluran pencernaan untuk membentuk koloni. Performans ikan sangat ditentukan oleh kualitas air yang biasanya diukur dengan mengamati beberapa parameter utama seperti faktor fisika (pH, O2 terlarut, suhu, Fe, Hg dll) dan faktor kimia (NH3, NO2, CaCO3 dll). Dalam banyak kasus, kualitas air yang buruk (tidak mendukung kesehatan ikan) banyak disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya meningkatnya timbunan bahan organik di dasar kolam yang berasal dari ekskreta ikan, sisa pakan pabrik, pupuk organik maupun bangkai ikan dan sampah budidaya lainnya. Fenomena itu akan diperparah oleh sistem budidaya perikanan yang semakin intensif (tingkat padat penebaran tinggi) yang memicu peningkatan stres ikan. Manajemen pengelolaan air yang baik sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan ekosistem yang mendukung usaha budidaya. Dalam kaitan dengan memburuknya kualitas air, belakangan pengertian probiotik juga diperluas dengan pengertian upaya penambahan mikro organisma ke dalam kolam atau wadah pemeliharaan ikan lainnya. Probiotik diaplikasikan untuk memperbaiki kondisi kualitas air dengan bertindak sebagai agen pengurai yang ditebarkan secara langsung ke air. Probiotik akan bekerja secara eksternal yaitu menguraikan senyawa toksik yang terdapat dalam air kolam seperti NH3, NO3, NO2, juga menguraikan bahan organik, dan menekan populasi alga biru hijau. Beberapa jenis mikroba sebagai probiotik pengurai antara lain nitrosomonas, cellumonas, bacillus subtilus, dan nitrobacter. Bakteri gram positip Bacillus spp banyak digunakan sebagai probiotik untuk memperbaiki kualitas air dibandingkan dengan jenis bakteri gram negatip. Bacillus sppp diketahui lebih efisien dalam mengkonversikan kembali bahan organik menjadi CO2. Sedangkan bakteri gram negatip mengkonversi karbon organik menjadi biomas bakteri dalam persentase lebih banyak. Sehingga dengan mengupayakan populasi bakteri Bacillus tetap dalam jumlah besar di dalam perairan kolam akan meminimalkan pembentukan partikulat terlarut karbon organik selama siklus budidaya. Sekaligus juga akan memacu perkembangan phytoplankton dengan meningkatnya produksi CO2. Populasi dan jenis mikro organisma (mikro flora) yang terdapat di dalam sedimen atau dalam air pemeliharaan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis mikroba yang terdapat dalam feses yang dihasilkan banyak spesies hewan di lingkungan tersebut. Jika terdapat populasi bakteri pathogen dalam lingkungan demikian maka populasinya dalam tubuh ikan akan meningkat dengan cepat lewat interaksi dalam saluran pencernaan dan dalam feses. Bakteri tersebut akan diserap / terserap ke dalam pakan yang diberikan sebelum dikonsumsi ikan. Sebaliknya dengan cara yang sama, probiotik (mikro organisma) yang ditambahkan ke dalam air juga akan diserap oleh pakan dan ikut masuk ke dalam sistem pencernaan untuk berkompetisi dengan bakteri pathogen. Populasi ganggang (alga) (phytoplankton) dalam air lingkungan yang terlalu tinggi disebabkan oleh adanya suplai nutrisi yang berlebihan di dalam air khususnya fosfor dan nitrogen. Unsur nutrisi demikian bisa berasal dari sisa pemupukan di lahan pertanian yang terbawa arus air, pemupukan dasar kolam dengan menggunakan pupuk kandang secara belebihan, atau sisa kelebihan pakan yang tidak termakan oleh ikan. Ganggang menyebabkan perubahan warna permukaan air, kebanyakan berwarna hijau meskipun ada juga perubahan warna menjadi merah, dan kuning kecoklatan. Populasi ganggang yang tinggi apabila mati akan didekomposisi oleh bakteri pengurai. Peningkatan populasi bakteri pengurai selanjutnya akan menggunakan lebih banyak oksigen terlarut dalam air. Terbatasnya ketersediaan oksigen akan menyebabkan bakteri vibrio yang pathogen menjadi lebih aktif dikarenakan kondisi yang anaerob dan dengan demikian akan membahayakan kesehatan ikan. Di samping itu, rendahnya oksigen terlarut dalam air sudah menimbulkan kendala yang besar bagi kelangsungan kehidupan ikan. Penggunaan probiotik merupakan salah satu kontrol biologis untuk mengendalikan penyakit pada budidaya perikanan. Mikro organisme yang dapat digunakan sebagai probiotik tidak hanya berasal dari golongan bakteri (Bacillus,Thiobacillus) tetapi juga berasal dari golongan yeast (Sacharomices cerevicae) dan mikro alga (Tetraselmis sp). Terkadang probiotik yang diindikasikan mengandung beberapa bakteri spesies Clostridium, Pseudomonas dan Enterococcus sebenarnya bersifat pathogen terhadap manusia dan hewan. Di beberapa negara penggunaan Enterococcus sp sebagai probiotik banyak dipertanyakan dari sisi keamanan (transfer gen yang resisten terhadap antibiotik). Peranan probiotik dalam budidaya akuakultur adalah : 1. Menekan populasi mikroba yang bersifat merugikan yang 2. berada dalam saluran pencernaan dengan cara berkompetisi untuk menempati ruang (tempat menempel) dan kesempatan mendapatkan nutrisi, Menghasilkan senyawa anti mikroba yang secara langsung akan menekan pertumbuhan mikroba pathogen dan mencegah terbentuknya kolonisasi mikroba merugikan dalam sistem pencernaan hewan inang. 3. Menghasilkan senyawa yang bersifat imunostimulan yaitu 4. meningkatkan sistem imun ikan (hewan inang) dalam menghadapi serangan penyakit dengan cara meningkatkan kadar antibodi dan aktivitas makrofag, misalnya lipo polisakarida, glikan dan peptidoglikan. Mikro organisme probiotik asam laktat yang diberikan secara oral pada hewan berdarah panas dapat memicu peningkatan resistensi terhadap infeksi enterik. Tetapi sampai saat ini masih belum jelas apakah bakteri yang digunakan sebagai probiotik dapat memberikan efek menguntungkan terhadap respon imun bagi hewan inang (ikan). Menghasilkan senyawa vitamin yang bermanfaat bagi hewan inang (yang diberikan probiotik) dan secara tidak langsung akan menaikkan nilai nutrisi pakan. Probiotik adalah bahan hidup yang seperti halnya antibiotik bekerja secara spesifik dan khusus. Demikian halnya, mikro organisma dalam probiotik sangat rentan terhadap kondisi situasi fisika dan kimia dalam saluran pencernaan hewan inang dan kondisi perairan. Lingkungan yang tidak cocok akan membunuh mikro organisma dalam probiotik dan dengan demikian tidak memungkinkan untuk berkompetisi dengan mikro organisma pathogen. Oleh karena itu kapasitas spesies mikro organisme yang digunakan sebagai probiotik apakah dalam bentuk tunggal atau campuran menjadi sangat penting yang menentukan keampuhan probiotik. Persaratan suatu probiotik untuk dapat bekerja dengan efektif adalah harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut, di antaranya : 1. Mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan (fisika dan kimia) hewan inang, 2. Dapat bertahan hidup pada suhu rendah dan konsentrasi 3. 4. 5. 6. asam organik yang tinggi di saluran pencernaan, juga terhadap cairan pankreas dan empedu yang dihasilkan di saluran usus halus bagian atas, Tidak bersifat pathogenik dan menghasilkan senyawa toksik yang merugikan hewan inang. Mampu hidup dan bermetabolisme dalam saluran usus hewan inang Dapat mempertahankan stabilitas dan sintasannya dalam waktu lama selama proses penyimpanan ataupun pada kondisi lapangan. Dapat diproduksi dalam skala besar (industri) dengan kualitas dan kuantitas yang terjaga dan terukur. Cara kerja antibiotik adalah spesifik terhadap bakteri tertentu, dan tidak efektif bekerja terhadap semua jenis bakteri. Demikian pula halnya dengan mikroorganisme dalam probiotik yang tidak memungkinkan untuk diharapkan dapat mengendalikan semua jenis bakteri yang ada di dalam sistem pencernaan ikan ataupun yang terdapat di lingkungan air. Efektivitas probiotik sangat tergantung pada jenis bakteri yang digunakan karena populasi bakteri yang hidup pada suatu lingkungan dengan kondisi fisika kimia berbeda kemungkinan akan berbeda pula. Akan lebih efektif apabila probiotik menggunakan jenis mikro organisme indigenous (asli) yaitu yang diperoleh berasal dari saluran pencernaan dan lingkungan yang sama / mirip dengan hewan inang. Mikro organisme tersebut dipastikan akan lebih mampu beradaptasi dengan lokasi perlakuan dibandingkan jika mikro organisma diperoleh dari lingkungan yang berbeda. Probiotik sesungguhnya bukan antibiotika sehingga efeknya tidak dapat dirasakan seketika atau memberikan perbaikan / penyembuhan dalam waktu singkat. Probiotik oleh karena itu juga tidak tepat digunakan untuk tindakan pengobatan. Kemanjuran probiotik membutuhkan waktu meskipun tidak berarti bahwa penggunaan probiotik tidak pernah gagal. Kegagalan probiotik bisa terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal di antaranya salah penggunaan aplikasi di lapangan, cara penyimpanan probiotik yang salah mengakibatkan menurunnya viabilitas mikro organisma. Jenis bakteri yang digunakan mungkin saja tidak sesuai dengan kondisi hewan inang, dosis yang digunakan tidak memadai atau kepadatan populasi bakteri dalam probiotik terlalu rendah. Penambahan probiotik (mikro organisma) ke dalam lingkungan pemeliharaan budidaya diikuti dengan pengambilan mikro organisme tersebut secara masif oleh ikan. Masih tidak jelas apakah efek penambahan probiotik disebabkan oleh tertekannya bakteri pathogen atau merupakan konsekuensi secara langsung atau tidak langsung dari efek nutrisi dari probiotik. Cara kerja mikro organisma probiotik dalam kaitannya dengan bakteri pathogen meliputi berbagai model yaitu dengan cara menghasilkan senyawa penghambat, berkompetisi terhadap ketersediaan unsur kimia maupun enerji, berkompetisi untuk memperoleh tempat perlekatan, meningkatkan respon imun hewan inang, memperbaiki kualitas air lingkungan budidaya, berinteraksi dengan phytoplankton, sebagai sumber nutrisi mikro dan makro, serta menghasilkan enzym untuk meningkatkan kecernaan. Populasi mikroba pada umumnya dapat melepaskan substansi kimia yang bersifat baktrerisidal ataupun bakteriostatik terhadap populasi mikroba yang lain. Adanya substansi penghambat kimia yang terdapat di dalam saluran pencernaan, di permukaan tubuh inang atau di dalam media pemeliharaan ikan akan menciptakan semacam rintangan untuk mencegah perbanyakan dari bakteri pathogen (pembentukan koloni). Efek anti bakterial disebabkan oleh produksi beberapa faktor yang bertindak secara sendiri atau dalam kombinasi dari antibiotik, bakteriosin, sideophores, lysozyme, protease dan atau hidrogen peroksida. Produksi asam organik oleh bakteri akan merubah nilai pH. Koloni bakteri yang menempel di dinding saluran pencernaan dengan ekskresi senyawa penghambatnya akan mencegah kolonisasi dan perbanyakan bakteri pathogen di tempat yang sama. Perlekatan bakteri ke permukaan jaringan merupakan tahapan awal dari infeksi pathogenik sehingga kerja bakteri probiotik yang berkompetisi ruang dengan bakteri pathogen menjadi sangat penting untuk pencegahan penyakit. Perlekatan bisa bersifat non spesifik didasarkan atas faktor psikokemis atau bersifat spesifik melibatkan molekul pelekat di permukaan bakteri pelekat dan molekul reseptor dari sel – sel epithel. Penambahan probiotik apakah via pakan atau ditambahkan ke dalam air apabila diberikan dalam jumlah yang tepat dan jenis mikro organisma yang cocok akan memberikan pengaruh positip bagi performans ikan yang dipelihara. Probiotik komersial yang mengandung mikro organisma Streptococcus faecium dan campuran bakteri – ragi yang ditambahkan ke dalam pakan untuk anak ikan nila (Oreochromis niloticus) memberikan laju pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan ikan yang diberikan pakan kontrol. Gambaran yang sama diperlihatkan pada percobaan terhadap ikan mas Cyprinus carpio.