1 pengembangan mikroenkapsulasi iodium, besi dan vitamin a

advertisement
PENGEMBANGAN MIKROENKAPSULASI IODIUM, BESI DAN VITAMIN A
UNTUK FORTIFIKASI BERAS DALAM UPAYA PENANGGULANGAN
KEKURANGAN ZAT GIZIMIKRO
Wisnu Cahyadi1) dan Yusep Ikrawan2)
1
Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung
email : [email protected] dan [email protected]
2
Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung
email : [email protected]
Abstract
Essential micro-nutrient deficiency disorders is the problem to more than a third of the world
population, especially indeveloping countries, especially Indonesia. There are three micronutrient
deficiency problem in Indonesia is the main result of iodine deficiency disorders(IDD), iron
deficien cyanemia (IDA) and vitamin A deficiency (VAD). This method of research were carried
out the manufacture of microcapsule material, rice fortification process and analysis of micronutrient substance by using high performance liquid chromatography and atomic absorption
spectrophotometry methods. The result of ricefortification analysis showed that moisture, iodine,
vitamin A and iron content were 8-10%; 73.24; 1.79; 15.64 ppm respectively.Whereas results of
determination on cooked rice fortification showed that levels of iodine, vitaminA and Fe-fumarate
were 1.65; 1.0 and 12.92 ppm respectively. The results of research were safe and suitable for
consumption as a rice with high micronutrient substance which was sufficient for human needs per
day per person according to the Regulation of the Ministerof Health Replubic Indonesia. The shelf
life of rice triple fortification was 92 days stored at a temperature of 25oC.
Keywords : micronutrient, rice, fortification, microencapsulation
1.
potensi
sosial
ekonomi
dari
masyarakat.Kekurangan vitamin A, iodium, dan
besi dapat menghabiskan 5% dari produk
domestik bruto (PDR) suatu Negara (Raileanu
I, et al., 2006).Kekurangan zat gizi mikro
tersebut banyak dijumpai di negara-negara
pengkonsumsi
beras
sebagai
makanan
pokoknya. Zat gizi mikro adalah zat gizi berupa
vitamin dan mineral, yang walaupun kuantitas
kebutuhannya relatif sedikit namun memiliki
peranan yang sangat penting pada proses
metabolisme dan beberapa peran lainnya pada
organ tubuh (Cahyadi, W., 2008 ;Diosady et al.,
2002).
PENDAHULUAN
Kekurangan akan zat gizimikro esensial
secara luas menimpa lebih dari sepertiga
penduduk dunia, terutama di negara-negara
berkembang khususnya Indonesia. Ada tiga
masalah defisiensi zat gizi mikro utama di
Indonesia yaitu gangguan akibat kekurangan
iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB) dan
kurang vitamin A (KVA).Kekurangan zat gizi
mikro esensial mengakibatkan ketidakmampuan
belajar dengan baik, keterlambatan mental
(gangguan pertumbuhan fisik dan mental),
kesehatan yang buruk, kapasitas kerja yang
rendah, kebutaan, gondok dan kematian yang
prematur.Hal ini mengakibatkan kehilangan
1
Fortifikasi pangan umumnya digunakan
untuk mengatasi masalah gizi mikro pada
jangka
menengah
dan
panjang.Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan tingkat
konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi atau
masyarakat.Peran pokok dari fortifikasi pangan
adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian
menghindari terjadinya gangguan yang
membawa kepada penderitaan manusia dan
kerugian sosio ekonomis.Namun demikian,
fortifikasi pangan juga digunakan untuk
menghapus dan mengendalikan defisiensi zat
gizi dan gangguan yang diakibatkannya (Fidler,
MC., 2003 ; Kanpairo, et el., 2012)
Dalam rangka membantu mengatasi
gangguan akibat kekurangan zat gizimikro telah
dilakukan berbagai upaya, di antaranya adalah
fortifikasi zat gizimikro pada beras. Secara
umum beras memenuhi 22 persen dari total
energi yang dibutuhkan. Di negara berkembang,
beras berkontribusi memberikan presentase
terbesar dalam pemenuhan kalori dan
protein.Namun rendahnya asupan energi dan
protein merupakan masalah umum yang
dihadapi oleh negara-negara pengkonsumsi
beras.FAO mencatat setidaknya setengah dari
penduduk di Asia Selatan tidak memiliki
asupan energi yang cukup untuk memenuhi
aktivitas hariannya (Tulyathan, V, et al., 2006).
Indikator
pemenuhan
nutrisi
yang
dihimpun dari 34 negara pengkonsumsi beras
didapat bahwa kelahiran dengan bobot rendah,
kematian bayi, kematian anak dibawah 5 tahun,
dan anak-anak dengan bobot badan kurang
sangat tinggi dibandingkan dengan negaranegara lain.Selain itu beras merupakan bahan
pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90%
penduduk Indonesia. Konsumsi beras di
Indonesia saat ini sekitar 150 kg/kapita, atau
sekitar 200 g/hari, sedangkan kebutuhan zat
gizimikro untuk pertumbuhan normal pada
manusia dewasa sekitar 150 μg iodium/hari,
500 – 600 µg vitamin A/hari, sedangkan
kebutuhan Fe untuk anak-anak 7-10 mg/hari,
dewasa
8-18 mg/hari dan ibu hamil 27
mg/hari. Tujuan dasar dari program fortifikasi
pangan adalah (1) untuk manjamin bahwa zat
gizimikro yang dibutuhkan tersedia dan
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup; (2)
meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi
yang ditambahkan untuk meningkatkan status
gizi populasi (Kao FJ,et al., 2012.
Fortifikasi
zat
gizimikro
adalah
penambahan vitamin A, Fe dan iodium (kalium
iodat/kalium iodida) dalam jumlah tertentu pada
suatu produk pangan (beras) sedemikian rupa
sehingga produk tersebut dapat berfungsi
sebagai sumber penyedia zat gizimikro, yang
bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami
GAKI,AGB dan KVA. Mikroenkapsulasi
adalah suatu proses pembuatan mikrokapsul
dari bahan aktif yang berbentuk padat, cair atau
suatu bentuk dispersi, dengan suatu lapisan tipis
penyalut.Mikroenkapsulasi
zat
gizimikro
diharapkan
dapat
menjaga
kestabilan
kandungan zat gizimikro dalam beras fortifikasi
selama proses pengolahan dan penyimpanan
(Clugston GA, et al., 2002 ; Thankachan P,
2012)
Masalah
yang
dihadapi
adalah
mempertahankan kandungan zat gizimikro pada
beras selama penyimpanan, penanganan,
pencucian dan pemasakan. Mikroenkapsulasi
memberikan perlindungan
terhadap kondisi
lingkungan yang merugikan seperti suhu tinggi,
kelembaban, cahaya dan reaksi dengan bahan
lain yang tidak diinginkan. Selain itu, dengan
mikroenkapsulasi, laju pelepasan bahan aktif
dapat dikendalikan (controlled release)
sehingga dapat memperpanjang tingkat
ketersediaan iodium (Budiharjo, K., dkk, 2003 ;
Yuliani, S., 2009).
2. METODE PENELITIAN
Bahan dan Peralatan
Bahan-bahanutama
yang
digunakanpadapenelitianiniadalahberasvarietas
IR 64-3, beras RASKIN, whey tahu,
maltodekstrin, vitamin A, Fe-fumaratedanKIO3,
KI, H2SO4, Na2S2O3, amylum 1%, HNO3pekat,
asamposfat, danaquadest. Peralatan yang
digunakandalampenelitian adalah gelaskimia,
gelasukur,
biuret,
timbangan
digital,
homogenizer (Micra D9, 40233, Jerman), spray
drying
(Lab
Plant
SD-05,
Jerman)
danultrasonic digester, sprayer, rotary molen
dryer, dantray dryer,Atomic Absorption
2
Spectrofotometry (AAS) dan kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC).
Pengujian kadar zat gizimikro pada beras
triple fortifikasi
Pengujian stabilitas iodium, Fe dan vitamin
A(zat gizimikro)selama penyimpanan dan
pengolahan dan penentuan konstanta laju
penurunan kadar zat gizimikro dalam beras
triplefortifikasi. Dalam penelitian ini, beras
yang mengandung ketiga zat gizimikrodikemas
dalam kantong plastik polipropilen dan
disimpan dalam inkubator bersuhu25°, 35° dan
45°C pada kondisi kelembaban ruang. Selain
itu juga dilakukan pengujian beras fortifikasi
selama proses pengolahan yaitu dengan cara
pencucian dan pemasakan. Metode yang
digunakan untuk menentukan konstanta laju
penurunan zat gizimikro adalah Accelerated
Shelf-Life Test (ASLT). Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
spektrofotometri UV/visible dan HPLC untuk
menentukan kadar iodium, Fe dan vitamin A.
Sedangkan metode statistik yang digunakan
adalah rancangan acak kelompok (RAK) dan
linier regresi.
Proses pembuatan bahan pengkapsul
Suatu proses pembuatan bahan pengkapsul
(campuran whey tahu dengan maltodekstrin)
yang mengandung iodium (KIO3), vitamin A
dan Fe-fumarat yang meliputi tahapan-tahapan,
a) pembuatan whey tahu kering dengan cara
mengeringkan bagian padat whey tahu dengan
spray dryer yang sebelumnya ditambah
maltodekstrin dengan konsentrasi 0,05%,
b)mencampur whey tahu kering dengan
maltodekstrin dan zat gizimikro. Perbandingan
bahan pengkapsul whey tahu dengan
maltodekstrin adalah 30 : 70, sedangkan
konsentrasi KIO3 adalah 7,5%, vitamin A 1%
dan Fe-fumarat 1%. Perbandingan campuran
bahan pengkapsul dengan air adalah 20% :
80%. Campuran dihomogenisasi dengan
homogenaizer (Micra D9, 40233, Jerman)
selama 15 menit dengan kecepatan putaran alat
11000 rpm. Kemudian dikeringkan dengan
spray dryer (Lab Plant 05, Jerman) dengan
suhu inlet 170 oC dan laju alir 15 ml/ menit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pendahuluan dilakukan di Balai
Besar Pasca Panen dan Pertanian Bogor, Jawa
Barat dengan membuat bahan pengkapsul
serbuk. Dalam penelitian tersebut didapatkan
hasil bahan pengkapsul yang terbuat dari
campuran maltodekstrin dan whey tahu bubuk
(70 : 30), KIO3 7,5%, vitamin A 1% dan Fe
fumarat 1%.Hasil pengujian terhadap bahan
pengkapsul menunjukkan bahwa bahan
pengkapsul memiliki karakteristik paling
baik.Hasil
analisis
karakteristik
bahan
pengkapsul dapat dilihat dalam Tabel 1.
Proses fortifikasi beras dengan iodium, Fe
dan vitamin A terkapsulasi.
Dalam penelitian ini, fortifikasi dilakukan
dengan
cara
menyemprotkan
suspensi
mikrokapsul selama proses pemolesan beras.
Percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu
penetapan kondisi proses pengkabutan dan
fortifikasi beras dengan cara pengkabutan.
Mikrokapsul disuspensikan ke dalam akuades
pada konsentrasi 70 g/l (dengan asumsi
recovery 100%). Jumlah ini mengacu pada
kebutuhan zat gizi mikro dengan asumsi
konsumsi beras 300-400 g/hari.Suspensi
mikrokapsul dikabutkan ke dalam beras dan
pada saat yang sama beras diumpankan ke
dalam mesin pemoles hingga laju fortifikasi
beras sekitar 0.5 ml/kg/menit. Beras triple
fortifikasi ditampung dalam ember, lalu
ditimbang dan disimpan dalam kantong plastik
untuk pengamatan lebih lanjut.
Tabel 1.Karakteristik bahan pengkapsul.
Karakteristik Bahan Pengkapsul
Nilai
Kadar Air (%)
3,22
Water Activity(%)
0,254
Tingkat Kelarutan (%)
86,96
Kadar Fe (%)
0,033
Kadar iodium (%)
4,54
Kadar Vitamin A (ppm)
6,37
3
Kadar Iodium
Kadar Fe (ppm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
iodium dalam beras fortifikasi adalah 73,24
ppm dan pada nasi 1,65 ppm. Perlakuan proses
pengolahan
pencucian
dan
pemasakan
mengakibatkan penurunan kadar iodium, hal ini
disebabkan karena pada proses pencucian dan
pemanasan beras yang sudah difortifikasi,
mikronutrisi yang melekat pada beras dalam
bentuk mikroenkapsulasi akan larut dan
terbuang dalam air yang digunakan untuk
pencucian beras. Zat gizi pada beras yang telah
mengalami fortifikasi atau pun pengkayaan
(enrichment) akan hilang selama proses
penyimpanan, pembilasan, pencucian dan
pemasakan dengan tingkat kehilangan mencapai
kurang lebih 60%. Namun demikian dengan
menggunakan metode pelapisan (coating) dapat
mempertahankan tingkat kehilangan akibat
pencucian dan pemasakan beras sekitar 10 – 30
%, namun pemasakan beras menjadi nasi
menggunakan air yang berlebih akan
menyebabkan persentasi kehilangan menjadi
lebih tinggi yaitu lebih dari 80%.Faktor-faktor
yang mempengaruhi kestabilan KIO 3 adalah
kelembaban
udara,
suhu
dan
waktu
penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam
terutama besi (Fe), kandungan air, cahaya,
keasaman, dan zat-zat pengotor yang bersifat
reduktor atau higroskopis (Cahyadi, W., 2008 ;
Clugston GA, et al., 2002). KIO3 dengan suhu
tinggi akan terurai menjadi I2, dan I2 akan
menguap selama proses penyimpanan dan
pemasakan. Menurut Diosady et al. (2002)
menerangkan bahwa I2 yang terbentuk dari
penguraian KIO3akan cepat menguap pada
kondisi suhu kamar bahkan akan hilang sama
sekali pada suhu 40oC.
60
50
40
30
20
10
0
7% b/v
14% b/v
21% b/v
Beras
beras cuci 1 kali
nasi
Perlakuan
Gambar 1. Grafik Kadar Fe pada Beras dan
Nasi yang Difortifikasidari Beras Tanpa
Pencucian
Berdasarkan Gambar 1, terlihat adanya
penurunan
kadar
Fe
selama
proses
pengolahan,hal ini disebabkan karena pada saat
proses pengolahan menjadi nasi, beras yang
sudah disalut oleh larutan fortikan mengalami
proses pencucian 1 (satu) kali sebelum
kemudian ditanak/dimasak menjadi nasi. Pada
proses pencucian inilah fortikan yang telah
menempel pada permukaan beras terlarut dalam
air dan kemudian air cucian beras tersebut
dibuang. Menurut Fidler (2003) menerangkan
bahwa fortifikasi beras dengan menggunakan
metode penyalutan sangat rentan dan dapat
hilang selama proses pencucian dan pemasakan.
Akan tetapi proses mikroenkapsulasi pada
fortikan, dalam hal ini adalah Fe fumarat secara
langsung dapat mengurangi dampak kehilangan
selama proses pencucian dan pemasakan,
terlebih Fe fumarat merupakan senyawa besi
yang sedikit larut dalam air tetapi larut dalam
suasana asam. Proses mikroenkapsulasi
memberikan perlindungan terhadap fortikan
terhadap dampak proses pengolahan terutama
pencucian dan pemasakan (Yuliani, S. 2011).
Kadar Besi
Hasil analisa kadar Fe pada beras tanpa
pencucian yang difortifikasi adalah 15,64 ppm
dan pada nasi 12,92 ppm, dari data tersebut
terjadi penurunan kadar Fe pada beras
fortifikasi selama proses pengolahan menjadi
nasi. Untuk lebih jelasnya penurunan kadar Fe
selama proses pengolahan dapat dilihat pada
Gambar 1.
Kadar Vitamin A
Dari hasil analisis ternyata bahan
pengkapsul yang digunakan mengandung
vitamin A sebanyak6,37 ppm. Hasil analisis
kadar vitamin A terhadap beras fortifikasi
adalah 1,79 ppm, hal ini mengalami penurunan
sebesar 85,50 %. Hal ini diantaranya
4
disebabkan terjadi peningkatan suhu pada saat
dilakukan fortifikasi yang mengakibatkan
kerusakan vitamin A, karena sifat vitamin A
yang mudah rusak oleh oksidasi terutama dalam
keadaan panas.Kromatogram vitamin A dalam
beras fortifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Sedangkan hasil analisis pada nasi fortifikasi
diperolehkadar vitamin A sebesar 1,0ppm,
terjadi kehilangan vitamin A sebesar 44,16
%.Kehilangan ini disebabkan adanya kontak
dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup
lama menyebabkan rusaknya vitamin A (Aini,
2008). Kadar vitamin A yang masih terdapat
pada nasi fortifikasi sebesar 1,0 ppm atau 1000
µg/g adalah masih memenuhi standar, karena
menurut FAO/WHO kebutuhan orang dewasa
terhadap vitamin A berkisar antara 500 – 600
µg.Dari pengolahan data secara statistik
dengan menggunakan Tabel Anava terhadap
nilai mutu organoleptik menunjukkan bahwa
beras dan nasi fortifikasi tidak berbeda nyata
terhadap warna, rasa dan aroma dibandingkan
dengan beras dan nasi biasa (tanpa fortifikasi).
penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu
penyimpanan semakin besar nilai kinetika
(konstanta laju) penurunan kadar iodium
(Cahyadi, W., 2008). Umur simpan beras
fortifikasi yang paling lama yaitu 92 hari yang
disimpan pada suhu 25oC.Hasil perhitungan
regresi linier penurunan kadar iodium dalam
beras fortifikasi pada suhu dan lama
penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil perhitungan regresi linier penurunan kadar
iodium pada suhudan lama penyimpanan yang berbeda
Temperatur (oC)
25 C
40oC
65oC
Kadar
Kadar
Iodiu
Kadar
ln
ln
Iodium(mg
m
Iodium(mg
a
a
C
C
/kg)
(mg/k
/kg)
g)
3,2
3,2
26,27
26,27
26,27
7
7
2,5
2,6
12,85
14,19
22,30
5
5
2,3
2,3
10,13
10,14
10,84
1
2
1,6
2,0
5,42
8,12
6,77
7
9
1,0
0,0
2,71
0,67
0,67
0
0
o
Lama
Penyimpa
nan
(jam)
0
48
96
144
192
ln
Ca
3,2
7
3,1
0
2,3
8
1,9
1
0,0
0
a
ln C = Penurunan kadar iodium
Kinetika (konstanta laju) penurunan mutu
pada suhu yang bervariasi bisa dihitung
berdasarkan perhitungan matematis yaitu
dengan metode kinetika reaksi menurut teori
Arrhenius. Pada dasarnya harga logaritmik dari
konstanta kecepatan reaksi adalah sebanding
dengan seper suhu mutlaknya seperti yang
terlihat pada Tabel 2. Dengan kata lain kinetika
reaksi (k) sangat dipengaruhi oleh faktor suhu.
Jenis parameter yang diuji dalam penelitian ini
adalah penurunan kadar iodium dalam beras
fortifikasi. Hasil penentuan kinetika penurunan
kadar iodium dalam beras fortifikasi mengikuti
reaksi orde satu dengan kinetika (konstanta
laju) penurunan kadar iodium rata-rata (k)
adalah 0.0141 mg kg-1 hour-1 dan energi
aktivasi (Ea) sebesar 1.692 kkal/mol/K seperti
yang terlihat pada Tabel 3.
Gambar 2. Kromatogram beras fortifikasi
Stabilitas Kadar Zat Gizimikro dalam Beras
Fortifikasi
Hasil penelitian menunjukkan kinetika
(konstanta laju) penurunan kadar iodium ratarata dalam beras fortifikasi (k) adalah 0,0141
mg kg-1 jam-1 dan energi aktivasi (Ea) sebesar
1,692 kkal mol-1 K-1. Hal ini menunjukkan
bahwa iodium (sebagai KIO3) dalam bahan
pengkapsul yang difortifikasi ke dalam beras
cukup stabil selama penyimpanan, akan tetapi
masih ada penurunan kadar iodium yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Hasil
5
4. KESIMPULAN
Tabel 3. Hubungan konstanta penurunan kadar iodium (k)
dengan suhu (1/T).
Temperature
25oC
40oC
65oC
Temperature
(T+273)
298
313
338
1/T
K
ln k
0,00336
0,00319
0,00296
0,0113
0,0148
0,0161
-4,4829
-4,2131
-4,1289
Hasil pengujian terhadap beras triple
fortifikasi menunjukkan kadar air 8-10%, kadar
iodium 73,24 ppm, vitamin A 1,79 ppm dan Fe
15,64 ppm.Sedangkan hasil pengujian terhadap
nasi fortifikasi menunjukkan kadar iodium 1,65
ppm, vitamin A 1,0 ppm dan Fe-fumarat 12,92
ppm. Hasil invensi ini aman dan layak untuk
dikonsumsi sebagai beras kaya dengan zat
gizimikro yang masih mencukupi untuk
kebutuhan manusia per hari per orang
(Wegmuller R, et al., 2006).Dari pengolahan
data secara statistik dengan menggunakan
Tabel Anava terhadap nilai mutu organoleptik
menunjukkan bahwa beras dan nasi fortifikasi
tidak berbeda nyata terhadap warna, rasa dan
aroma dibandingkan dengan beras dan nasi
biasa. Selain itu secara ekonomi berdasarkan
hasil kajian studi kelayakan ekonomi
menunjukkan layak untuk diproduksi secara
masal (industrialisasi). Umur simpan beras
fortifikasi yaitu 92 hari yang disimpan pada
suhu 25oC.
Energi Aktivasi (Ea) = 1,986 kal/mol k (852)
= 1,692 kkal mol-1 K-1
Tabel 4. Hasil perhitungan kinetika penurunan kadar
iodium pada suhu yang berbeda
Suhu (K)
1/T
298
313
338
0,00336
0,00319
0,00296
Rata-rata
Kinetika
penurunan
kadar iodium
(mg kg-1 jam-1)
0,0119
0,0136
0,0167
0,0141
Melihat harga k dan Ea yang cukup besar
menunjukkan bahwa iodiummasih cukup stabil
dalam beras fortifikasi selama waktu
penyimpanan tertentu, akan tetapi dengan
adanya air, suhu, zat reduktor dan pengotor,
asam, cahaya dan jenis pengemas serta proses
pengolahan yang kurang tepat dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kadar
iodium (sebagai KIO3) dan akan terurai
membentuk spesi iodida (I-) dan iodium (I2).
Diketahuinya harga kinetika (konstanta laju)
penurunan kadar iodium (k) dan energi aktivasi
(Ea) maka dapat menghitung perkiraan
besarnya penurunan kadar iodium dari beras
fortifikasi dalam waktu penyimpanan tertentu
dengan menggunakan metode kinetika reaksi
menurut teori Arrhenius. Selain itu dengan
metode ini dapat memperkirakan umur simpan
produk beras fortifikasi yang berdasarkan
parameter kandungan iodiumnya, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4. (Diosady, L.L., et
al., 2002; Wisnu, C., 2008).
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih disampaikan
kepadaDirektorat Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Republik
Indonesia, melalui Program Penelitian Hibah
Kompetensi Tahun Anggaran 2012, 2013 dan
2014 yang telah mendanai penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Badan Usaha Logistik (BULOG) Divre Jawa
Barat,Balai BesarPenelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Departemen Pertanian
RI dan Universitas Pasundan Bandung yang
telah menyediakan fasilitas dalam pelaksanaan
penelitian.
Tabel 5. Hasil perhitungan umur simpan beras
fortifikasi pada suhu yang berbeda
Suhu (K)
Kinetika penurunan
kadar iodium (mg kg-1 jam-1)
298
0,0119
313
0,0136
338
0,0167
Keterangan :
Umur simpan = konsentrasi awal (Co)/konstanta laju
penurunan iodium (k)
Umur
simpan
(hari)
92
80
65
6
6.
[1]
DAFTAR PUSTAKA
from tuna precooking juice,Int
Research J. 19 (3): 893-899.
Badarudin, T. 2006. Penggunaan
maltodekstrin pada yoghurt bubuk ditinjau
dari uji kadar air keasaman, pH, rendemen,
reabsoprsi
uap
air,
kemampuan
keterbasahan, dan sifat kedispersian.
Skripsi. Prodi Teknologi Hasil Ternak,
Fak. Peternakan Universitas Brawijaya,
[9] Kao, FJ., Su NW, Lee MH. 2012. Effect of
calcium sulfate concentration in soymilk
on the microstructure of firm tofu and the
protein
constitutions
in
tofu
whey,http://www,aseanfood,info/Articles/1
1019640,pdf[13 September 2012]
[2] Budiharjo, K, Gunawan, S. 2003. The use
of tofu whey for cocoa seedling
(theobroma cacao L,).Sigma, J Sains dan
Tekn. 6(2);135-147.
[10] Mortazavian A, Razavi SH, Ehsani MR,
Sohrabvandi S. 2007. Principles and
methods
of
microencapsulation of
probiotic microorganisms,Iranian JOf
Biotech,
[3] Cahyadi,W. 2008.Effect of Length Storage,
Relative Humidity (RH), and Temperature
on the Stability of Iodized Salt,J Tekno dan
Industri Pangan, PATPI dan Fateta IPB,
Bogor, Vol, XIX No, 1:40-46,
[11] Raileanu I, Diosady LL, 2006. Vitamin A
stability in salt triple fortified with iodine,
iron, and vitamin A,Food and Nutr Bull.
Vol 27 no 3: 252-259.
[4] Cahyadi, W. 2008.Determination of iodine
species content in iodized salt and
foodstuff during cooking, Int Food
Research J, Vol, 15, Issue 3, UPMMalayasia.
[12]Thankachan P, Rah JH, Thomas T, Selvam
S, Amalrajan V, Srinivasan K, Steiger G,
Kurpad
AV.
2012.
Multiple
micronutrient-fortified rice affects physical
performance and plasma vitamin b-12 and
homocysteine concentrations of indian
school children,,J, Nutr,142:5.
[5] Clugston, GA., Smith TE. 2002. Global
nutrition problems and novel foods,Asia
Pacific J Clin Nutr. 11(S6): S100-S111,
[13]Tulyathan. V, Laukuldilok T, S,
Jongkaewwattana. 2006.
Retention of
iodine in fortified parboiled rice and its
pasting characteristics during storage, J. of
Food Biochem. 31: 217-229.
[6] Diosady, LL, Alberti, JO, MGV Mannar.
2002.
Microencapsulation
for
iodinestability in salt with ferrous fumarate
and potassium iodide,Food Research
Int,35: 635-642,
[7]
Fidler, M.C. 2003. Optimizing The
Absorption
Of
Fortification
Iron.Dissertation.Diss ETH No. 15113.
Swiss Federal Institute OfTechnology,
Zurich.
[8]
Kanpairo, K, Usawakesmanee, W,
Sirivongpaisal, P, Siripongvutikorn S.
2012. The compositions and properties of
spray dried tuna flavor powder produced
Food
[14] Wegmuller R, Zimmermann MB, Buhr
VG, Windhab EJ, RF Hurrell. 2006.
Development, stability, and sensory testing
of microcapsules containing iron, iodine,
and vitamin A for use in food
fortification,J. of Food Science. 71 : S181S188,
[15] Yuliani S, Kailaku SI, Lubis S. 2009.
Microencapsulation of iodine for rice
fortification. In Workshop on Chemistry in
Nature – Natural Resources: Chemical,
Biological and Environmental Aspects,
Chiang Mai, December 7-10th
7
[16]Yuliani, S. 2011 .Mikroenkapsulasi:
Pendekatan strategis untuk fortifikasi
pangan, Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian.7: 9-19.
8
Download