PENGEMBANGAN MIKROENKAPSULASI IODIUM, BESI DAN VITAMIN A UNTUK FORTIFIKASI BERAS DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEKURANGAN ZAT GIZIMIKRO Wisnu Cahyadi1) dan Yusep Ikrawan2) 1 Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung email : [email protected] dan [email protected] 2 Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung email : [email protected] Abstract Essential micro-nutrient deficiency disorders is the problem to more than a third of the world population, especially indeveloping countries, especially Indonesia. There are three micronutrient deficiency problem in Indonesia is the main result of iodine deficiency disorders(IDD), iron deficien cyanemia (IDA) and vitamin A deficiency (VAD). This method of research were carried out the manufacture of microcapsule material, rice fortification process and analysis of micronutrient substance by using high performance liquid chromatography and atomic absorption spectrophotometry methods. The result of ricefortification analysis showed that moisture, iodine, vitamin A and iron content were 8-10%; 73.24; 1.79; 15.64 ppm respectively.Whereas results of determination on cooked rice fortification showed that levels of iodine, vitaminA and Fe-fumarate were 1.65; 1.0 and 12.92 ppm respectively. The results of research were safe and suitable for consumption as a rice with high micronutrient substance which was sufficient for human needs per day per person according to the Regulation of the Ministerof Health Replubic Indonesia. The shelf life of rice triple fortification was 92 days stored at a temperature of 25oC. Keywords : micronutrient, rice, fortification, microencapsulation 1. potensi sosial ekonomi dari masyarakat.Kekurangan vitamin A, iodium, dan besi dapat menghabiskan 5% dari produk domestik bruto (PDR) suatu Negara (Raileanu I, et al., 2006).Kekurangan zat gizi mikro tersebut banyak dijumpai di negara-negara pengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Zat gizi mikro adalah zat gizi berupa vitamin dan mineral, yang walaupun kuantitas kebutuhannya relatif sedikit namun memiliki peranan yang sangat penting pada proses metabolisme dan beberapa peran lainnya pada organ tubuh (Cahyadi, W., 2008 ;Diosady et al., 2002). PENDAHULUAN Kekurangan akan zat gizimikro esensial secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia, terutama di negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Ada tiga masalah defisiensi zat gizi mikro utama di Indonesia yaitu gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB) dan kurang vitamin A (KVA).Kekurangan zat gizi mikro esensial mengakibatkan ketidakmampuan belajar dengan baik, keterlambatan mental (gangguan pertumbuhan fisik dan mental), kesehatan yang buruk, kapasitas kerja yang rendah, kebutaan, gondok dan kematian yang prematur.Hal ini mengakibatkan kehilangan 1 Fortifikasi pangan umumnya digunakan untuk mengatasi masalah gizi mikro pada jangka menengah dan panjang.Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi atau masyarakat.Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis.Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya (Fidler, MC., 2003 ; Kanpairo, et el., 2012) Dalam rangka membantu mengatasi gangguan akibat kekurangan zat gizimikro telah dilakukan berbagai upaya, di antaranya adalah fortifikasi zat gizimikro pada beras. Secara umum beras memenuhi 22 persen dari total energi yang dibutuhkan. Di negara berkembang, beras berkontribusi memberikan presentase terbesar dalam pemenuhan kalori dan protein.Namun rendahnya asupan energi dan protein merupakan masalah umum yang dihadapi oleh negara-negara pengkonsumsi beras.FAO mencatat setidaknya setengah dari penduduk di Asia Selatan tidak memiliki asupan energi yang cukup untuk memenuhi aktivitas hariannya (Tulyathan, V, et al., 2006). Indikator pemenuhan nutrisi yang dihimpun dari 34 negara pengkonsumsi beras didapat bahwa kelahiran dengan bobot rendah, kematian bayi, kematian anak dibawah 5 tahun, dan anak-anak dengan bobot badan kurang sangat tinggi dibandingkan dengan negaranegara lain.Selain itu beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia saat ini sekitar 150 kg/kapita, atau sekitar 200 g/hari, sedangkan kebutuhan zat gizimikro untuk pertumbuhan normal pada manusia dewasa sekitar 150 μg iodium/hari, 500 – 600 µg vitamin A/hari, sedangkan kebutuhan Fe untuk anak-anak 7-10 mg/hari, dewasa 8-18 mg/hari dan ibu hamil 27 mg/hari. Tujuan dasar dari program fortifikasi pangan adalah (1) untuk manjamin bahwa zat gizimikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup; (2) meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi (Kao FJ,et al., 2012. Fortifikasi zat gizimikro adalah penambahan vitamin A, Fe dan iodium (kalium iodat/kalium iodida) dalam jumlah tertentu pada suatu produk pangan (beras) sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi sebagai sumber penyedia zat gizimikro, yang bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami GAKI,AGB dan KVA. Mikroenkapsulasi adalah suatu proses pembuatan mikrokapsul dari bahan aktif yang berbentuk padat, cair atau suatu bentuk dispersi, dengan suatu lapisan tipis penyalut.Mikroenkapsulasi zat gizimikro diharapkan dapat menjaga kestabilan kandungan zat gizimikro dalam beras fortifikasi selama proses pengolahan dan penyimpanan (Clugston GA, et al., 2002 ; Thankachan P, 2012) Masalah yang dihadapi adalah mempertahankan kandungan zat gizimikro pada beras selama penyimpanan, penanganan, pencucian dan pemasakan. Mikroenkapsulasi memberikan perlindungan terhadap kondisi lingkungan yang merugikan seperti suhu tinggi, kelembaban, cahaya dan reaksi dengan bahan lain yang tidak diinginkan. Selain itu, dengan mikroenkapsulasi, laju pelepasan bahan aktif dapat dikendalikan (controlled release) sehingga dapat memperpanjang tingkat ketersediaan iodium (Budiharjo, K., dkk, 2003 ; Yuliani, S., 2009). 2. METODE PENELITIAN Bahan dan Peralatan Bahan-bahanutama yang digunakanpadapenelitianiniadalahberasvarietas IR 64-3, beras RASKIN, whey tahu, maltodekstrin, vitamin A, Fe-fumaratedanKIO3, KI, H2SO4, Na2S2O3, amylum 1%, HNO3pekat, asamposfat, danaquadest. Peralatan yang digunakandalampenelitian adalah gelaskimia, gelasukur, biuret, timbangan digital, homogenizer (Micra D9, 40233, Jerman), spray drying (Lab Plant SD-05, Jerman) danultrasonic digester, sprayer, rotary molen dryer, dantray dryer,Atomic Absorption 2 Spectrofotometry (AAS) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Pengujian kadar zat gizimikro pada beras triple fortifikasi Pengujian stabilitas iodium, Fe dan vitamin A(zat gizimikro)selama penyimpanan dan pengolahan dan penentuan konstanta laju penurunan kadar zat gizimikro dalam beras triplefortifikasi. Dalam penelitian ini, beras yang mengandung ketiga zat gizimikrodikemas dalam kantong plastik polipropilen dan disimpan dalam inkubator bersuhu25°, 35° dan 45°C pada kondisi kelembaban ruang. Selain itu juga dilakukan pengujian beras fortifikasi selama proses pengolahan yaitu dengan cara pencucian dan pemasakan. Metode yang digunakan untuk menentukan konstanta laju penurunan zat gizimikro adalah Accelerated Shelf-Life Test (ASLT). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri UV/visible dan HPLC untuk menentukan kadar iodium, Fe dan vitamin A. Sedangkan metode statistik yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dan linier regresi. Proses pembuatan bahan pengkapsul Suatu proses pembuatan bahan pengkapsul (campuran whey tahu dengan maltodekstrin) yang mengandung iodium (KIO3), vitamin A dan Fe-fumarat yang meliputi tahapan-tahapan, a) pembuatan whey tahu kering dengan cara mengeringkan bagian padat whey tahu dengan spray dryer yang sebelumnya ditambah maltodekstrin dengan konsentrasi 0,05%, b)mencampur whey tahu kering dengan maltodekstrin dan zat gizimikro. Perbandingan bahan pengkapsul whey tahu dengan maltodekstrin adalah 30 : 70, sedangkan konsentrasi KIO3 adalah 7,5%, vitamin A 1% dan Fe-fumarat 1%. Perbandingan campuran bahan pengkapsul dengan air adalah 20% : 80%. Campuran dihomogenisasi dengan homogenaizer (Micra D9, 40233, Jerman) selama 15 menit dengan kecepatan putaran alat 11000 rpm. Kemudian dikeringkan dengan spray dryer (Lab Plant 05, Jerman) dengan suhu inlet 170 oC dan laju alir 15 ml/ menit. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan di Balai Besar Pasca Panen dan Pertanian Bogor, Jawa Barat dengan membuat bahan pengkapsul serbuk. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahan pengkapsul yang terbuat dari campuran maltodekstrin dan whey tahu bubuk (70 : 30), KIO3 7,5%, vitamin A 1% dan Fe fumarat 1%.Hasil pengujian terhadap bahan pengkapsul menunjukkan bahwa bahan pengkapsul memiliki karakteristik paling baik.Hasil analisis karakteristik bahan pengkapsul dapat dilihat dalam Tabel 1. Proses fortifikasi beras dengan iodium, Fe dan vitamin A terkapsulasi. Dalam penelitian ini, fortifikasi dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi mikrokapsul selama proses pemolesan beras. Percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu penetapan kondisi proses pengkabutan dan fortifikasi beras dengan cara pengkabutan. Mikrokapsul disuspensikan ke dalam akuades pada konsentrasi 70 g/l (dengan asumsi recovery 100%). Jumlah ini mengacu pada kebutuhan zat gizi mikro dengan asumsi konsumsi beras 300-400 g/hari.Suspensi mikrokapsul dikabutkan ke dalam beras dan pada saat yang sama beras diumpankan ke dalam mesin pemoles hingga laju fortifikasi beras sekitar 0.5 ml/kg/menit. Beras triple fortifikasi ditampung dalam ember, lalu ditimbang dan disimpan dalam kantong plastik untuk pengamatan lebih lanjut. Tabel 1.Karakteristik bahan pengkapsul. Karakteristik Bahan Pengkapsul Nilai Kadar Air (%) 3,22 Water Activity(%) 0,254 Tingkat Kelarutan (%) 86,96 Kadar Fe (%) 0,033 Kadar iodium (%) 4,54 Kadar Vitamin A (ppm) 6,37 3 Kadar Iodium Kadar Fe (ppm) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar iodium dalam beras fortifikasi adalah 73,24 ppm dan pada nasi 1,65 ppm. Perlakuan proses pengolahan pencucian dan pemasakan mengakibatkan penurunan kadar iodium, hal ini disebabkan karena pada proses pencucian dan pemanasan beras yang sudah difortifikasi, mikronutrisi yang melekat pada beras dalam bentuk mikroenkapsulasi akan larut dan terbuang dalam air yang digunakan untuk pencucian beras. Zat gizi pada beras yang telah mengalami fortifikasi atau pun pengkayaan (enrichment) akan hilang selama proses penyimpanan, pembilasan, pencucian dan pemasakan dengan tingkat kehilangan mencapai kurang lebih 60%. Namun demikian dengan menggunakan metode pelapisan (coating) dapat mempertahankan tingkat kehilangan akibat pencucian dan pemasakan beras sekitar 10 – 30 %, namun pemasakan beras menjadi nasi menggunakan air yang berlebih akan menyebabkan persentasi kehilangan menjadi lebih tinggi yaitu lebih dari 80%.Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan KIO 3 adalah kelembaban udara, suhu dan waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam terutama besi (Fe), kandungan air, cahaya, keasaman, dan zat-zat pengotor yang bersifat reduktor atau higroskopis (Cahyadi, W., 2008 ; Clugston GA, et al., 2002). KIO3 dengan suhu tinggi akan terurai menjadi I2, dan I2 akan menguap selama proses penyimpanan dan pemasakan. Menurut Diosady et al. (2002) menerangkan bahwa I2 yang terbentuk dari penguraian KIO3akan cepat menguap pada kondisi suhu kamar bahkan akan hilang sama sekali pada suhu 40oC. 60 50 40 30 20 10 0 7% b/v 14% b/v 21% b/v Beras beras cuci 1 kali nasi Perlakuan Gambar 1. Grafik Kadar Fe pada Beras dan Nasi yang Difortifikasidari Beras Tanpa Pencucian Berdasarkan Gambar 1, terlihat adanya penurunan kadar Fe selama proses pengolahan,hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan menjadi nasi, beras yang sudah disalut oleh larutan fortikan mengalami proses pencucian 1 (satu) kali sebelum kemudian ditanak/dimasak menjadi nasi. Pada proses pencucian inilah fortikan yang telah menempel pada permukaan beras terlarut dalam air dan kemudian air cucian beras tersebut dibuang. Menurut Fidler (2003) menerangkan bahwa fortifikasi beras dengan menggunakan metode penyalutan sangat rentan dan dapat hilang selama proses pencucian dan pemasakan. Akan tetapi proses mikroenkapsulasi pada fortikan, dalam hal ini adalah Fe fumarat secara langsung dapat mengurangi dampak kehilangan selama proses pencucian dan pemasakan, terlebih Fe fumarat merupakan senyawa besi yang sedikit larut dalam air tetapi larut dalam suasana asam. Proses mikroenkapsulasi memberikan perlindungan terhadap fortikan terhadap dampak proses pengolahan terutama pencucian dan pemasakan (Yuliani, S. 2011). Kadar Besi Hasil analisa kadar Fe pada beras tanpa pencucian yang difortifikasi adalah 15,64 ppm dan pada nasi 12,92 ppm, dari data tersebut terjadi penurunan kadar Fe pada beras fortifikasi selama proses pengolahan menjadi nasi. Untuk lebih jelasnya penurunan kadar Fe selama proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 1. Kadar Vitamin A Dari hasil analisis ternyata bahan pengkapsul yang digunakan mengandung vitamin A sebanyak6,37 ppm. Hasil analisis kadar vitamin A terhadap beras fortifikasi adalah 1,79 ppm, hal ini mengalami penurunan sebesar 85,50 %. Hal ini diantaranya 4 disebabkan terjadi peningkatan suhu pada saat dilakukan fortifikasi yang mengakibatkan kerusakan vitamin A, karena sifat vitamin A yang mudah rusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas.Kromatogram vitamin A dalam beras fortifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan hasil analisis pada nasi fortifikasi diperolehkadar vitamin A sebesar 1,0ppm, terjadi kehilangan vitamin A sebesar 44,16 %.Kehilangan ini disebabkan adanya kontak dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama menyebabkan rusaknya vitamin A (Aini, 2008). Kadar vitamin A yang masih terdapat pada nasi fortifikasi sebesar 1,0 ppm atau 1000 µg/g adalah masih memenuhi standar, karena menurut FAO/WHO kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin A berkisar antara 500 – 600 µg.Dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan Tabel Anava terhadap nilai mutu organoleptik menunjukkan bahwa beras dan nasi fortifikasi tidak berbeda nyata terhadap warna, rasa dan aroma dibandingkan dengan beras dan nasi biasa (tanpa fortifikasi). penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan semakin besar nilai kinetika (konstanta laju) penurunan kadar iodium (Cahyadi, W., 2008). Umur simpan beras fortifikasi yang paling lama yaitu 92 hari yang disimpan pada suhu 25oC.Hasil perhitungan regresi linier penurunan kadar iodium dalam beras fortifikasi pada suhu dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil perhitungan regresi linier penurunan kadar iodium pada suhudan lama penyimpanan yang berbeda Temperatur (oC) 25 C 40oC 65oC Kadar Kadar Iodiu Kadar ln ln Iodium(mg m Iodium(mg a a C C /kg) (mg/k /kg) g) 3,2 3,2 26,27 26,27 26,27 7 7 2,5 2,6 12,85 14,19 22,30 5 5 2,3 2,3 10,13 10,14 10,84 1 2 1,6 2,0 5,42 8,12 6,77 7 9 1,0 0,0 2,71 0,67 0,67 0 0 o Lama Penyimpa nan (jam) 0 48 96 144 192 ln Ca 3,2 7 3,1 0 2,3 8 1,9 1 0,0 0 a ln C = Penurunan kadar iodium Kinetika (konstanta laju) penurunan mutu pada suhu yang bervariasi bisa dihitung berdasarkan perhitungan matematis yaitu dengan metode kinetika reaksi menurut teori Arrhenius. Pada dasarnya harga logaritmik dari konstanta kecepatan reaksi adalah sebanding dengan seper suhu mutlaknya seperti yang terlihat pada Tabel 2. Dengan kata lain kinetika reaksi (k) sangat dipengaruhi oleh faktor suhu. Jenis parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah penurunan kadar iodium dalam beras fortifikasi. Hasil penentuan kinetika penurunan kadar iodium dalam beras fortifikasi mengikuti reaksi orde satu dengan kinetika (konstanta laju) penurunan kadar iodium rata-rata (k) adalah 0.0141 mg kg-1 hour-1 dan energi aktivasi (Ea) sebesar 1.692 kkal/mol/K seperti yang terlihat pada Tabel 3. Gambar 2. Kromatogram beras fortifikasi Stabilitas Kadar Zat Gizimikro dalam Beras Fortifikasi Hasil penelitian menunjukkan kinetika (konstanta laju) penurunan kadar iodium ratarata dalam beras fortifikasi (k) adalah 0,0141 mg kg-1 jam-1 dan energi aktivasi (Ea) sebesar 1,692 kkal mol-1 K-1. Hal ini menunjukkan bahwa iodium (sebagai KIO3) dalam bahan pengkapsul yang difortifikasi ke dalam beras cukup stabil selama penyimpanan, akan tetapi masih ada penurunan kadar iodium yang disebabkan oleh beberapa faktor. Hasil 5 4. KESIMPULAN Tabel 3. Hubungan konstanta penurunan kadar iodium (k) dengan suhu (1/T). Temperature 25oC 40oC 65oC Temperature (T+273) 298 313 338 1/T K ln k 0,00336 0,00319 0,00296 0,0113 0,0148 0,0161 -4,4829 -4,2131 -4,1289 Hasil pengujian terhadap beras triple fortifikasi menunjukkan kadar air 8-10%, kadar iodium 73,24 ppm, vitamin A 1,79 ppm dan Fe 15,64 ppm.Sedangkan hasil pengujian terhadap nasi fortifikasi menunjukkan kadar iodium 1,65 ppm, vitamin A 1,0 ppm dan Fe-fumarat 12,92 ppm. Hasil invensi ini aman dan layak untuk dikonsumsi sebagai beras kaya dengan zat gizimikro yang masih mencukupi untuk kebutuhan manusia per hari per orang (Wegmuller R, et al., 2006).Dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan Tabel Anava terhadap nilai mutu organoleptik menunjukkan bahwa beras dan nasi fortifikasi tidak berbeda nyata terhadap warna, rasa dan aroma dibandingkan dengan beras dan nasi biasa. Selain itu secara ekonomi berdasarkan hasil kajian studi kelayakan ekonomi menunjukkan layak untuk diproduksi secara masal (industrialisasi). Umur simpan beras fortifikasi yaitu 92 hari yang disimpan pada suhu 25oC. Energi Aktivasi (Ea) = 1,986 kal/mol k (852) = 1,692 kkal mol-1 K-1 Tabel 4. Hasil perhitungan kinetika penurunan kadar iodium pada suhu yang berbeda Suhu (K) 1/T 298 313 338 0,00336 0,00319 0,00296 Rata-rata Kinetika penurunan kadar iodium (mg kg-1 jam-1) 0,0119 0,0136 0,0167 0,0141 Melihat harga k dan Ea yang cukup besar menunjukkan bahwa iodiummasih cukup stabil dalam beras fortifikasi selama waktu penyimpanan tertentu, akan tetapi dengan adanya air, suhu, zat reduktor dan pengotor, asam, cahaya dan jenis pengemas serta proses pengolahan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar iodium (sebagai KIO3) dan akan terurai membentuk spesi iodida (I-) dan iodium (I2). Diketahuinya harga kinetika (konstanta laju) penurunan kadar iodium (k) dan energi aktivasi (Ea) maka dapat menghitung perkiraan besarnya penurunan kadar iodium dari beras fortifikasi dalam waktu penyimpanan tertentu dengan menggunakan metode kinetika reaksi menurut teori Arrhenius. Selain itu dengan metode ini dapat memperkirakan umur simpan produk beras fortifikasi yang berdasarkan parameter kandungan iodiumnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. (Diosady, L.L., et al., 2002; Wisnu, C., 2008). 5. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih disampaikan kepadaDirektorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, melalui Program Penelitian Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012, 2013 dan 2014 yang telah mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Usaha Logistik (BULOG) Divre Jawa Barat,Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Departemen Pertanian RI dan Universitas Pasundan Bandung yang telah menyediakan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian. Tabel 5. Hasil perhitungan umur simpan beras fortifikasi pada suhu yang berbeda Suhu (K) Kinetika penurunan kadar iodium (mg kg-1 jam-1) 298 0,0119 313 0,0136 338 0,0167 Keterangan : Umur simpan = konsentrasi awal (Co)/konstanta laju penurunan iodium (k) Umur simpan (hari) 92 80 65 6 6. [1] DAFTAR PUSTAKA from tuna precooking juice,Int Research J. 19 (3): 893-899. Badarudin, T. 2006. Penggunaan maltodekstrin pada yoghurt bubuk ditinjau dari uji kadar air keasaman, pH, rendemen, reabsoprsi uap air, kemampuan keterbasahan, dan sifat kedispersian. Skripsi. Prodi Teknologi Hasil Ternak, Fak. Peternakan Universitas Brawijaya, [9] Kao, FJ., Su NW, Lee MH. 2012. Effect of calcium sulfate concentration in soymilk on the microstructure of firm tofu and the protein constitutions in tofu whey,http://www,aseanfood,info/Articles/1 1019640,pdf[13 September 2012] [2] Budiharjo, K, Gunawan, S. 2003. The use of tofu whey for cocoa seedling (theobroma cacao L,).Sigma, J Sains dan Tekn. 6(2);135-147. [10] Mortazavian A, Razavi SH, Ehsani MR, Sohrabvandi S. 2007. Principles and methods of microencapsulation of probiotic microorganisms,Iranian JOf Biotech, [3] Cahyadi,W. 2008.Effect of Length Storage, Relative Humidity (RH), and Temperature on the Stability of Iodized Salt,J Tekno dan Industri Pangan, PATPI dan Fateta IPB, Bogor, Vol, XIX No, 1:40-46, [11] Raileanu I, Diosady LL, 2006. Vitamin A stability in salt triple fortified with iodine, iron, and vitamin A,Food and Nutr Bull. Vol 27 no 3: 252-259. [4] Cahyadi, W. 2008.Determination of iodine species content in iodized salt and foodstuff during cooking, Int Food Research J, Vol, 15, Issue 3, UPMMalayasia. [12]Thankachan P, Rah JH, Thomas T, Selvam S, Amalrajan V, Srinivasan K, Steiger G, Kurpad AV. 2012. Multiple micronutrient-fortified rice affects physical performance and plasma vitamin b-12 and homocysteine concentrations of indian school children,,J, Nutr,142:5. [5] Clugston, GA., Smith TE. 2002. Global nutrition problems and novel foods,Asia Pacific J Clin Nutr. 11(S6): S100-S111, [13]Tulyathan. V, Laukuldilok T, S, Jongkaewwattana. 2006. Retention of iodine in fortified parboiled rice and its pasting characteristics during storage, J. of Food Biochem. 31: 217-229. [6] Diosady, LL, Alberti, JO, MGV Mannar. 2002. Microencapsulation for iodinestability in salt with ferrous fumarate and potassium iodide,Food Research Int,35: 635-642, [7] Fidler, M.C. 2003. Optimizing The Absorption Of Fortification Iron.Dissertation.Diss ETH No. 15113. Swiss Federal Institute OfTechnology, Zurich. [8] Kanpairo, K, Usawakesmanee, W, Sirivongpaisal, P, Siripongvutikorn S. 2012. The compositions and properties of spray dried tuna flavor powder produced Food [14] Wegmuller R, Zimmermann MB, Buhr VG, Windhab EJ, RF Hurrell. 2006. Development, stability, and sensory testing of microcapsules containing iron, iodine, and vitamin A for use in food fortification,J. of Food Science. 71 : S181S188, [15] Yuliani S, Kailaku SI, Lubis S. 2009. Microencapsulation of iodine for rice fortification. In Workshop on Chemistry in Nature – Natural Resources: Chemical, Biological and Environmental Aspects, Chiang Mai, December 7-10th 7 [16]Yuliani, S. 2011 .Mikroenkapsulasi: Pendekatan strategis untuk fortifikasi pangan, Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian.7: 9-19. 8