Asal Mula Asuransi Syariah

advertisement
Asal Mula Asuransi Syariah
1)Al-Aqila

Al-Aqilah yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika
salah seorang dari anggota suatu suku terbunuh oleh anggota satu suku yang lain,
maka pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi
oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut
aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu) yang diperuntukkan
membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak disengaja.

Ibnu Hajar Al-Asqolani mengemukakan bahwa sistem Aqilah ini diterima dan
menjadi bagian dari hukum Islam. Hal ini terlihat dari hadits yang menceritakan
pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail, dimana salah seorang dari
mereka memukul yang lainnya dengan batu hingga mengakibatkan kematian
wanita tersebut dan juga bayi yang sedang dikandungnya. Pewaris korban
membawa permasalahan tersebut ke Pengadilan. Rasulullah memberikan
keputusan bahwa konpensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan
budak, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan konpensasi atas membunuh
wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh Aqilah (saudara pihak
ayah) dari yang tertuduh.

Al-Muwalat yaitu perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin
seseorang yang tidak memiliki waris dan tidak dikeketahui ahli warisnya.
Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut
melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh
mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.(Az ZarqaÂ’ dalam Aqdud
TaÂ’min).

Yaitu sebuah konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia. Sistem ini
melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan
uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli
waris yang dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa
pembunuhnya atau tidak ada keterangan saksi yang layak untuk benar-benar
secara pasti mengetahui siapa pembunuhnya.
2) At-Tanahud
o
Tanahud merupakan ibarat dari makanan yang dikumpulkan dari para
peserta safar yang dicampur menjadi satu. Kemudian makanan tersebut
dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati mereka mendapatkan
porsi yang berbeda-beda.
o
Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Marga AsyÂ’ari (AsyÂ’ariyin) ketika
keluarganya mengalami kekurangan makanan, maka mereka
mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu kumpulan. Kemudian
dibagi diantara mereka secara merata. Mereka adalah bagian dari kami dan
kami adalah bagian dari mereka." (HR. Bukhari)
o
Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadarnya atau
berbeda-beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi
sama porsinya atau berbeda-beda.
3) Aqd Al-hirasah
o
Yaitu kontrak pengawal keselamatan. Di dunia Islam terjadi berbagai
kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia
membuat kontrak dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya,
dimana ia membayar sejumlah uang kepada pengawal, dengan konpensasi
kemanannya akan dijaga oleh pengawal.
4) Dhiman Khatr Thariq
o
Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para pedagang
muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan keslamatan,
lalu ia membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di
daerah rawan. Mereka membayar sejumlah uang, dan pihak lain menjaga
keselamatan perjalanannya.
C. Cikal Bakal Asuransi Syariah
1) Bentuk-bentuk muamalah di atas (Al-Aqilah, Al-Muwalah, At-Tanahud, dsb)
karena memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip asuransi Islam, oleh sebagian
ulama dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang
dikelola secara profesional. Bedanya, sistem muamalah tersebut didasari atas
amal tathawwu dan tabarru yang tidak berorientasi pada profit.
2) Kemudian secara syakliyah, bentuk-bentuk akad di atas memang memiliki
kemiripan dengan asuransi, meskipun beberapa diantaranya dipertanyakan
'pengakuan' Islam terhadap akad tersebut. Seperti Al-Muwalat, yang sebenarnya
merupakan satu sistem pewarisan dalam pola kehidupan jahiliyah, yang pada
masa peralihan zaman permulaan Islam memang diakui. Namun kemudian Islam
menetapkan sistim mawarisnya sendiri sehingga akad tersebut tidak mempunyai
wujud lagi.
3) Lalu pada Aqilah, yang justru 'pembayar premi' tidak mendapatkan 'manfaat'
dari preminya tersebut, karena diperuntukkan bagi orang lain. Hal ini
menunjukkan terdapat perbedaan syakliyah antara asuransi dengan Aqilah. Hal
serupa juga terjadi pada akad Dhaman Khatr Tariq, dimana penjamin memberikan
jaminannya secara sukarela, dan tidak berdasarkan 'premi' yang dibayar oleh
terjamin.
D. Antara Akad-Akad Islam Dengan Sistem Asuransi
o
Kendati akad-akad di atas memiliki beberapa kemiripan dengan sistem
asuransi, namun sesungguhnya secara syakliyah terdapat perbedaanperbedaan mendasar yang cukup membedakannya dengan asuransi.
o
Harus diakui bahwa dunia Islam baru berkenalan dengan asuransi pada
sekitar abad ke 19, ketika terjadi penjajahan Dunia Barat terhadap negerinegeri Islam.
o
Oleh karenanya sesungguhnya asuransi merupakan sesuatu yang baru dan
asing di kalangan muslim. Dan secara karakter, asuransi sangat kental
dengan karakteristik negeri tumbuh dan berkembangnya yang tentunya
sangat berbeda dengan karakter Muamalah Islamiyah.
o
Namun bukan berarti bahwa hal tersebut secara hukum Islam tidak sah
dan tidak diperbolehkan. Karena dalam masalah muamalah pada
prinsipnya yang penting tidak melanggar atau bertentangan dengan prinsip
syariah. Kaidah syariah mengatakan :
"Pada dasarnya hukum sesuatu itu adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan pengharamannya".
E. Pembicaraan Pertama Asuransi Dalam Kitab Klasik
o
Ibnu Abidin (1784–1836) dianggap orang pertama di kalangan fuqoha
yang mendiskusikan masalah asuransi. Ibnu Abidin adalah seorang ulama
bermazhab Hanafi, yang mengawali untuk membahas asuransi dalam
karyanya yang popular, yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fashl
Isti'man Al-Kafir.
o
Beliau menulis, "Telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa
kapal dari seorang harby, mereka membayar upah pengangkutannya. Ia
juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang berada di negeri
asal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi) dengan
ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya itu,
apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atau sebagainya,
maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagai
imbalan uang yang diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang
mereka terkena masalah yangdisebutkan di atas, maka si wakillah yang
membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar
junlah uang yang pernah diterimanya.
F. Mencari Alternatif Asuransi Islami
o
Pada hakekatnya manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Untuk
dapat meraih kehidupan bersama, manusia harus saling tolong menolong
dan saling menanggung antara yang satu dengan yang lain.
o
Sistem At-Takaful, yaitu saling menanggung antara sesama manusia,
merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia bagi kegiatan menusia
sebagai makhluk sosial.
o
Dengan dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan
yang Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung
bersama atas risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau
lainnya.
o
Semangat bertakaful menekankan pada kepentingan bersama atas dasar
rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat mengutamakan kepertingan
pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan
seminimal mungkin dalam asuransi syariah.
G. Berasuransi Syariah Mengamalkan Hadits Ukhuwah
Dalam sebuah riwayat digambarkan:
ُ ‫َوت ََرا ُح ِم ِه ْم َوتَعَا‬
‫سو ُل ه‬
‫ط ِف ِه ْم ه‬
‫صلهى‬
ُ ‫ِير قَا َل قَا َل َر‬
َ ‫اَّللُ َعلَ ْي ِه َو‬
ٍ ‫ان ب ِْن بَش‬
َ ِ‫اَّلل‬
ِ ‫سله َم َمث َ ُل ْال ُمؤْ ِمنِينَ فِي ت ََو ِاد ِه ْم َع ْن النُّ ْع َم‬
ْ
ْ
ْ
ُ‫س ِد ِإذَا ا ْشتَكَى ِم ْنه‬
‫س ِد ِبال ه‬
ُ ‫)مسلم‬
َ ‫س َه ِر َوال ُح همى (رواه َمث َ ُل ال َج‬
َ ‫سائِ ُر ال َج‬
َ ُ‫عض ٌْو تَدَا َعى لَه‬
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan
persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka
adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit,
maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa
tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam
masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada
satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal
dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan
yang diterima, jumlahnya melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan.
Sehingga terjadilah surplus, yang minimal dapat mengurangi beban penderitaan
orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem
Asuransi Syariah.
Download