11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah dapat diartikan dalam beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut (Dalam Rizky, 2004) : Tanah mempunyai hubungan erat dengan rumah, bangunan atau tanaman yang berdiri di atasnya, sehingga pada hakekatnya benda - benda yang berdiri diatasnya merupakan kesatuan dari tanah tersebut. (Menurut Kurdinanto (2004) Tanah tidak bergerak sehingga secara fisik tidak dapat diserahkan/dipindah atau dibawa. Selain itu, tanah juga bersifat abadi. Tanah tidak dapat dirubah dalam tingkatnya sebagai bagian dari bumi itu sendiri, juga tidak dapat ditambah/dikurangi sebagaimana halnya dengan bentuk - bentuk kekayaan yang lainnya. (S. Rowton Simpson) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi atas sekali; keadaan bumi di suatu tempat; permukaan bumi yang diberi batas; bahan - bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya). Dalam hukum disebutkan juga kata tanah, tanah dalam arti yuridis adalah sebagai suatu pengertian yang telah diberikan batasan resmi oleh Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), dengan demikian pengertian tanah dalam arti yuridis adalah ”permukaan bumi.” Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 12 Tanah merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan dalam berbagai segi kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat dan ruang untuk hidup dan berusaha, untuk mendukung vegetasi alam yang manfaatnya sangat diperlukan oleh manusia dan sebagai wadah bahan mineral, logam, bahan bakar fosil dan sebagainya untuk keperluan manusia (Soemadi 1994, dalam Ely 2006). Tanah memiliki beberapa pengertian berdasarkan pendapat ahli di atas telah kita ketahui beberapa pengertian tahan, tanah bisa diartikan permukaan bumi yang dalam penggunaannya, termasuk bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu. Selanjutnya akan dibahas mengenai lahan dan penjelasan mengapa dalam penelitina ini lebih menekankan pada lahan dari pada tanah. B. Lahan Lahan merupakan bagian permukaan bumi yang menjadi tempat aktivitas manusia. Dalam hal ini, lahan merupakan sumber daya yang bersifat terbatas yang penting dalam perekonomian. Keterbatasan lahan menuntut adanya suatu sistem alokasi yang efektif dan efisien sehingga penggunaan akan membawa manfaat paling optimal. Karena sebagian besar lahan dapat dipergunakan untuk beragam aktivitas, maka akan terdapat kompetisi kepentingan dalam kepemilikan dan penggunaan lahan. Berikut ini beberapa pengertian lahan menurut para ahli, Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 13 Lahan sebagai satu kesatuan dari sejumlah sumberdaya alam yang tetap dan terbatas dan dapat mengalami kerusakan atau penurunan produkti fitas sumberdaya alam tersebut. (Jamulya dan Sunarto (1991:1) Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, vegertasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat. (Arsyad Sitanala (1989: 207) Lahan ialah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu, dalam hal: iklim (atmosfer), bantuan dan struktur (litosfer), berbentuk lahan dan proses (morfosfer), tanah (pedosfer), vegetasi/penggunaan lahan (biosfer) dan fauna/manusia (antroposfer). Ini berarti bahwa lahan meliputi segala hubungan timbal balik aspek-aspek atau faktor-faktor biofisik di permukaan bumi yang dapat dipandang dari segi ekologikal. (Mangunsukarjo (1996: 1) Lahan merupakan objek penelitian, keadaanya kompleks dan tidak merupakan suatu unsur fisik atau sosial ekonomi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil interaksi dari lingkungan biofisisnya. (Jamulya dan Sunarto (1991: 1) Land (lahan) diartikan sebagai permukiman daratan dengan kekayaan benda – benda padat, cair bahkan gas (Rafi‟i (1982: 9). Lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 14 dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. (Bintarto (1983:14) Lahan adalah suatu wilayah dipermukaan bumi yang mempunyai sifat-sifat agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal diatas maupun dibawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan binatang yang merupakan basil aktivitas manusia dimasa lampau maupun masa sekarang, dan perluasan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia disaat sekarang maupun dimasa yang akan datang. (FAO dikutip dari Taufiq 2011) Berdasarkan beberapa pengertian lahan diatas dapat disimpulkan bahwa lahan mempunyai makna yang sangat luas dari tanah serta dengan pengelolaan yang sesuai lahan juga merupakan lingkungan fisik yang dapat mencerminkan pola kehidupan masyarakat suatu wilayah. Oleh karena itu, ruang sebagai tempat hidup masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya manusia sebagai subjek penting dalam mempergunakan lahan maka dalam melakukan interaksi dengan lahan, manusia perlu memperhatikan karakter lahan atau wilayah tempat tinggalnya baik secara, fisik maupun sosialnya. Dalam penelitan ini lebih menekankan pada lahan dari pada tanah melihat dalam pengertian lahan lebih memiliki arti yang luas serta memiliki makna yang lebih luas dari pada tanah. oleh karna itu untuk bahasan selanjutnya akan di temukan istilah-istilah lahan. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 15 C. Nilai dan Harga Lahan Dalam pembahasan mengenai nilai lahan ini perlu dijelaskan makna nilai lahan sendiri. Harga lahan dan nilai lahan memiliki keterkaitan fungsional dalam pengertiannya, dimana harga lahan umumnya ditentukan oleh nilai lahan atau harga lahan akan mencerminkan tinggi rendahnya nilai lahan (Waskitho, 2010). Nilai lahan merupakan suatu penilaian atas lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonimis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya (Drabkin dalam Yunus 2000 : 89). Sedangkan harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan luas pada pasaran lahan. (Yunus (2006: 89) Nilai lahan selain berkaitan dengan harga lahan juga sangat erat hubungannya dengan penggunaan lahan. Nilai lahan banyak tergantung pada “fertility” (kesuburan), faktor lingkungan, keadaan drainase dan lokasi dimana lahan tersebut berada. Dalam hal ini lahan juga berkaitan dengan masalah aksebilitas. Lahan-lahan yang subur pada umumnya memberikan “out put” yang lebih besar dibandingkan dengan lahan yang tidak subur dan akibatnya akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta harga yang lebih tinggi pula. Walaupun demikian, ada pula nilai-nilai lahan yang tidak ditentukan oleh lokasi. Dalam hal ini untuk lokasi tertentu mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Derajat aksesibilitas mewarnai tinggi rendahnya nilai lahan ini. Semakin tinggi aksesibilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai lahannya dan biasanya hal ini dikaitkan dengan keberadaan konsumen akan barang dan jasa. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 16 Dalam realitanya, nilai lahan dibagi menjadi dua, yaitu nilai lahan langsung dan nilai lahan tidak langsung. a. Nilai lahan langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan lahan yang secara langsung memberikan nilai produktifitas dan kemampuan ekonomisnya,atau lahan tersebut diusahan seperti misalnya lahan atau tanah yang secara langsung dapat berproduksi. b. Nilai lahan tidak langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan lahan dilihat dari segi letak strategis sehingga dapat memberikan nilai produktifitas dan kemampuan ekonomis, seperti misalnya lahan yang letaknya berada di pusat perdagangan, industri, perkantoran dan tempat rekreasi. (Sukanto 1985, dalam Ernawati 2005). Nilai lahan menurut Chapin dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, antara lain : a. Nilai keuntungan yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. b. Nilai kepentingan umum yang dihubungkan dengan kepentingan umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. c. Nilai sosial yang melekat pada masyarakat, merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan sekitar, pelestarian lahan , tradisi, kepercayaan dan sebagainya, (dalam Johara (1999) Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 17 Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa suatu lahan mungkin saja nilainya secara langsung rendah karena tingkat kesuburunnya rendah, tetapi berdasarkan letak strategisnya sangat ekonomis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kesatuan moneter yang melekat pada suatu properti yang dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik dan faktor fisik yang dinyatakan dalam harga dimana harga ini mencerminkan nilai dari properti tersebut (Presylia, 2002). Nilai lahan adalah perwujudan dari kemampuan lahan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan, dimana penentuan nilai lahannya tidak terlepas dari nilai keseluruhan dimana lokasi lahan tersebut. (Sujarto (1986), dalam Ely (2006). Nilai lahan dan harga lahan mempunyai hubungan yang fungsional, dimana harga lahan ditentukan oleh nilai lahan atau harga lahan mencerminkan tinggi rendahnya nilai lahan. Dalam hubungan ini, perubahan nilai lahan serta penentuan nilai dengan harga lahan dipengaruhi oleh faktor - faktor yang menunjang kemanfaatan, kemampuan dan produktifitas ekonomis tanah tersebut. Harga lahan ditentukan oleh jenis kegiatan yang ditempatkan di atasnya dan terwujud dalam bentuk penggunaan lahan . Harga lahan merupakan refleksi dari nilai lahan artinya harga merupakan cerminan dari nilai lahan tersebut. (Brian Berry (1984), dalam Luky (1997), Pengertian umum dari nilai dan harga tanah adalah : Nilai lahan adalah perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 18 Harga lahan adalah salah satu refleksi dari nilai lahan dan sering digunakan sebagai indeks bagi nilai lahan. Lahan akan memiliki nilai atau harga yang tinggi bila terletak pada lokasi yang strategis (aktifitas ekonomi yang tinggi, lokasi mudah dijangkau dan tersedia infrastruktur yang lengkap). Harga lahan bergerak turun seiring jarak dari pusat kota (produktif) ke arah pedesaan(konsumtif). Pada daerah sub - sub pusat kota, harga lahan tersebut naik kemudian turun mengikuti jarak dan tingkat aktivitas diatasnya (Cholis 1995, dalam Luky 1997). D. Pola dan Struktur Nilai lahan Nilai lahan dibagi ke dalam dua tipe yang berbeda, yaitu nilai lahan pertanian yang dikaitkan dengan usaha - usaha dalam bidang pertanian dan nilai lahan spekulatif sebagai akibat adanya antisipasi terhadap perluasan fisik kota yang meningkat pada areal yang bersangkutan sehingga penentuan besarnya nilai lahan selalu dikaitkan dengan kepentingan non agraris, (Yunus 2002, dalam Ernawati 2005). Karena gejala perluasan kota dianggap sebagai sesuatu yang berjalan terus, walau lambat namun pasti, maka para petani mempunyai penilaian bahwa nilai lahan yang mendekati kota mempunyai nilai spekulasi yang semakin tinggi. Ketersediaan infrastruktur termasuk di dalamnya sarana dan pra sarana perhubungan di kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif dan efek saling ketergantungan dengan nilai lahan, (Von Thunen (Herman : 97) . Dengan adanya infrastruktur, menyebabkan nilai lahan menjadi lebih tinggi, sebaliknya Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 19 proyek infrastruktur juga tidak dapat dilaksanakan jika harga lahan yang menjadi calon lokasi harganya terlalu mahal. Menurut Chapin (Sri Purwati 1999, dalam Ernawati 2002), pola dan struktur nilai lahan kota dikemukakan sebagai berikut : 1. Pusat wilayah perdagangan atau CBD (Central Business District) mempunyai nilai lahan tertinggi dibandingkan dengan wilayah - wilayah lain. 2. Pusat wilayah kerja dan pusat perkotaan yang terletak disekeliling perbatasan pusat kota mempunyai nilai lahan tertinggi setelah CBD. 3. Di luar dari kawasan tersebut, terdapat kawasan perumahan dengan nilai tanah yang semakin jauh dari pusat kota semakin berkurang nilai tanahnya. 4. Pusat - pusat pengelompokan industri dan perdagangan yang menyebar mempunyai nilai tanah yang tinggi dibanding dengan sekelilingnya , dimana biasanya kawasan ini dikelilingi perumahan. E. Pengaruh perkembangan Nilai Lahan Perkembanagn nilai lahan terjadi karna adanya hal- hal tertentu yang mempengaruhinya. Untuk itu perlu di ketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangaan nilai lahan. Karna lahan sendiri merupakan bentuk pengelompokan terhadap tanah, untuk itu faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai lahan diasmusikan berbanding lurus dengan harga lahan. Nilai lahan tidak dapat dilepaskan pengaruhnya dengan nilai tanah Menurut Kurdinanto, (Cholis 1995, dalam Luky 1997) nilai lahan terbentuk oleh Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 20 faktor - faktor yang mempunyai hubungan, pengaruh serta daya tarik yang kuat terhadapnya, yang dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu : 1. Nilai lahan terukur (tangible factors) Nilai lahan terukur adalah pembentuk harga lahan yang bisa diolah secara ilmiah menggunakan logika – logika akademik. Faktor ini kemunculannya terencana dan bentuk fisiknya ada di lapangan, misalnya aksesbilitas (jarak dan transportasi) dan jaringan infrastruktur (sarana dan prasarana kota seperti jalan, listrik, perkantoran dan perumahan). 2. Nilai lahan tak terukur (intangible factors) Nilai lahan tak terukur adalah pembentuk harga lahan yang muncul tiba tiba (dengan sendirinya) dan tidak bisa dikendalikan di lapangan.( Wilcox (1983), dalam Luky 1997), faktor tak terukur ini dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Faktor adat kebiasaan (custom) dan pengaruh kelembagaan (institutional factors), tanah lelulur yang patut di pertahankan. b. Faktor estetika, kenikmatan dan kesenangan (esthetic amenity factors) keakraban bertetangga dan kesenangan. c. Faktor spekulasi (speculation motives), seperti antisipasi perubahan / konservasi penggunaan lahan, pertimbangan pada perubahan moneter. Segala aktivitas manusia memerlukan ruang sekalipun harus dibayar mahal. Kebutuhan ruang yang berada di atas lahan tersebut menjadi kebutuhan dasar sehingga lahan menjadi komoditas ekonomi yang dapat dipertukarkan melalui mekanisme tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa lahan mempunyai nilai. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 21 Di menurut Wolcott, 1987 mengemukakan empat faktor yang dapat mempengaruhi nilai harta lahan dan bangunan antara lain: a. Faktor ekonomi, ditunjukkan dengan hubungan permintaan dan penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Variabel permintaan meliputi jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tingkat suku bunga dan biaya transaksi. Variabel penawaran meliputi jumlah lahan yang tersedia, biaya perijinan, pajak dan biaya overhead lainnya. b. Faktor sosial, ditunjukkan dengan karakteristik penduduk yang meliputi jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan lain-lain. Faktor ini membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah. c. Faktor pemerintah, seperti halnya berkaitan dengan ketentuan perundangundangan dan kebijakan pemerintah bidang pengembangan atau penggunaan tanah (zoning). Penyediaan fasilitas dan pelayanan oleh pemerintah mempengaruhi pola penggunaan tanah, misalnya fasilitas keamanan, kesehatan, pendidikan, jaringan transportasi, peraturan perpajakan, peraturan admistrasi daerah dan lain-lain. d. Faktor fisik, antara lain kondisi lingkungan, tata letak atau lokasi dan ketersediaan fasilitas sosial. ( Dalam Jurnal ekonomi pembangunaan: 65 – 78) Eckert, (Eckert 1990, dalam Ernawati 2005 ), membedakan faktor - faktor yang mempengaruhi nilai lahan menjadi 4, yaitu : Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 22 1. Faktor ekonomi Faktor ekonomi berhubungan dengan kondisi perekonomian internasional, nasional, regional dan lokal yang selanjutnya akan berpengaruh pada variabel ketersediaan dan kebutuhan yang tentunya juga akan mempengaruhi nilai lahan (supply and demand ).Adapun variabel kebutuhan yang mempengaruhi nilai lahan antara lain adalah tingkat pengangguran, upah rata-rata, tingkat pendapatan, kekuatan membeli dan aspek - aspek finansial lainnya. 2. Faktor sosial Faktor sosial berhubungan dengan keinginan masyarakat untuk mendapatkan daerah yang aman dan tenteram, dimana hal tersebut diwujudkan dalam kelompok - kelompok masyarakat yang cenderung untuk mendekati pusat kota. 3. Faktor hukum, pemerintahan dan politik Faktor ini dapat mempengaruhi naik turunnya kebutuhan akan lahan. Kegiatan dan fasilitas infrastruktur yang dibangun pemerintah seperti jalan, sekolah, transportasi, rumah sakit, polisi dan pemadam kebakaran juga menyebabkan kebutuhan lahan meningkat dan mempengaruhi nilai lahan. 4. Faktor fisik, lingkungan alam dan lokasional Faktor ini secara umum berpengaruh pada wilayah perkotaan atau perdagangan. Nilai lahan berubah karena adanya letak relatif lahan terhadap pusat bisnis, akses ke jalan raya, pusat perbelanjaan dan sekolahan. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 23 Golberg dan Chiloy (dalam Ernawati 2005) menentukan faktor - faktor yang berpengaruh terhadap nilai lahan dengan karakteristik yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Karakteristik Fisik Karakteristik fisik ini menyangkut kemiringan lahan, ketinggian, bentuk, jenis tanah dan luas dari area tertentu. Karakteristik tanah yang paling umum adalah sebagai berikut : a. Ruang (space). Karakteristik luas lahan suatu area mungkin merupakan karakteristik fisik yang paling penting. Luas lahan yang akan ditempati merupakan hal penting untuk pemahaman perhitungan ekonomi dari sebentuk lahan tersebut. b. Kestabilan lahan (indestructibility). lahan secara fisik tidak bisa dihancurkan ataupun diciptakan, sedangkan pada ruang tertentu, struktur ketahanan tanah mempengaruhi ketersediaan tanah setiap waktunya. c. Tidak dapat dipindahkan (immobility). Ruang di permukaan bumi tidak dapat dipindahkan ke tempat lain. Keberadaan lahan tersebut adalah permanen terhadap lokasi fisik di mana lahan tersebut terletak. d. Keunikan (uniqueness). Setiap lokasi di permukaan bumi memiliki keunikan masing - masing. Karakteristik setiap tempat ditentukan oleh kemiringan, bentuk, ketinggian, luas, iklim dan karakteristik lain masing masing tempat. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 24 2. Karakteristik Lokasional Lokasi suatu lahan akan berkaitan dengan penggunaan lahan yang dapat dilakukan di lahan tersebut, sebagai contohnya perkotaan akan di gunakan untuk kegiatan ekonomi dan sosial. 3. Karakteristik Legal Dalam pengenalan keunikan lahan perkotaan, dibentuk suatu intitusi legal yang berkaitan dengan pengaturan penggunaan, penempatan dan pemilikan lahan perkotaan. Berdasarkan Surat Edaran Departemen Keuangan RI, Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-55/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Teknis Analisis Penentuan NIR (Nilai Indikasi Rata- Rata), variabel yang menentukan nilai tanah adalah sebagai berikut : 1. Faktor Fisik : a. Keluasan tanah b. Bentuk tanah c. Sifat fisik tanah seperti topografi, elevasi, banjir/tidak banjir, kesuburan (untuk pertanian) dan sebagainya. 2. Lokasi dan aksesbilitas : a. Jarak dari pusat kota b. Jarak dari fasilitas pendukung c. Lokasi secara spesifik d. Kemudahan pencapaian Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 25 e. Jenis jalan f. Kondisi lingkungan. F. Faktor Penyebab Perubahan Nilai dan Harga lahan Pada dasarnya nilai suatu lahan dapat diciptakan, dipelihara, diubah atau dirusak oleh permainan keempat kekuatan penggerak kehidupan masyarakat, (Riza (2005) yaitu: a. Standar kehidupan sosial b. Perubahan dan penyesuaian kehidupan ekonomi c. Peraturan Pemerintah d. Pengaruh - pengaruh alam dan lingkungan Karena nilai suatu lahan tersebut merupakan fungsi permintaan dan penawaran, maka faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan yang akan mempengaruhi penawaran dan permintaan lahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk 2. Perubahan komposisi umur penduduk 3. Perubahan dalam kecenderungan dan cita rasa 4. Perubahan dalam jenis masyarakat 5. Perubahan teknologi 6. Perubahan teknik pembangunan 7. Kemampuan pembeli di pasaran 8. Aksesbilitas terhadap berbagai fasilitas Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 26 9. Peruntukan tanah, Berdasarkan kajian-kajian mengenai teori dan studi-studi terkait, maka dirumuskanlah sintesa kajian teori guna mempermudah dalam hal penentuan faktor-faktor mampun variabel-variabel yang menjadi penentu terkait dengan penelitian nilai lahan Tabel 2.1 Sintesa kajian teori penelitian Sumber Sintesa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai lahan Cholis (1995) 1. Faktor terukur a. aksesibilitas : jarak dan trasportasi b. infrastruktur : sarana dan prasarana umum 2. Faktor tak terukur a. adat kebiasaan b. faktor estetika : kenikmatan dan kesenangan c. spekulasi : penggunaan lahan Berry (1963) 1. Jarak 2. Aksesibilitas Chappin (1979) 1. Jarak 2. Pemanfaatan lahan Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 27 Tabel 2.1 (Lanjutan) Sadyohutomo 1. Kegunaan atau kepuasan yang di dapat (2008) 2. Kelangkaan 3. Sisi permintaan yang selalu berubah 4. Tingkat kemudahan untuk di pindah tanggankan 5. Peruntukan dalam RTRW Riza (2005) 1. Standar kehidupan sosial 2. Perubahan ekonomi 3. Peraturan pemerintah 4. Pengaruh alam/ lingkungan Golberg dan Chiloy 1. Fisik a. Kemiringan lahan b. Ketinggian c. Bentuk d. Jenis tanah e. Ruang f. Kestabilan lahan g. Tidak dapat di pindah (letak) h. Keunikan 2. Karakteristik lokasi Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 28 Tabel 2.1 (Lanjutan) 3. Karakteristik legal, Berdasarkan Surat Edaran Departemen Keuangan RI, Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-55/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Teknis Analisis Penentuan NIR (Nilai Indikasi Rata- Rata) a. Jarak dari pusat kota b. Jarak dari fasilitas pendukung c. Lokasi secara spesifik d. Kemudahan pencapaian e. Jenis jalan (protokol, ekonomi, lingkungan, gang) 4. Kondisi lingkungan. Rahman (1992) 1. Pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk 2. Perubahan komposisi umur penduduk 3. Perubahan dalam kecenderungan dan cita rasa 4. Perubahan dalam jenis masyarakat 5. Perubahan teknologi 6. Perubahan teknik pembangunan 7. Kemampuan pembeli di pasaran 8. Aksesbilitas terhadap berbagai fasilitas 9. Peruntukan tanah Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 29 Tabel 2.1 (Lanjutan) Wolcott (1987) 1. Indikator ekonomi 2. Indikator sosial 3. Indikator pemerintah 4. Fisik Giyanto (1998) Penggunaan lahan Priambudi (2006) 1. Kelas jalan 2. Aksesibilitas Andi (2005) 1. Untilitas (jaringan listrik, telepon, air) 2. Jalan Yunus (2001) 1. Indikator kerateristik lahan : a. Sarana dan prasarana transportasi b. Keberadaan untilits umum c. Jarak 2. Faktor keberadaan tata ruang 3. Faktor pemilik lahan a. Statsus sosial ekonomi 4. Faktor spekulasi lahan : a. Kelangkaan fasilias kawasan b. Aksesibilitas 5. Faktor keberadaan pengembang 6. Faktor kondisi prekonomian nasional Sumber: Referensi Peneliti 2012 Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 30 Setelah menjelaskan dan memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan konteks penelitian ini, maka dapat diperoleh indikator penelitian yang kemudian oleh penelitian di tentukan variabel-variabel didalamnya yang sesuai dengan kondisi eksisting yang mempengaruhi perkembangan nilai lahan di wilayah Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Barat. G. Tata Ruang wilayah Lahan (land) adalah sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Yang dimaksud dengan tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan. Hakekat dari tata guna lahan , yaitu bagaimana menata suatu lahan sesuai dengan peruntukannya (Johara, 1999). Istilah tata ruang wilayah juga berarti aturan atau pengaturan lahan agar diperoleh tatanan penggunaan yang di inginkan (Ely (2006). Keinginan tersebut merupakan tujuan yang secara normatif diformulasikan dalam bentuk azas - azas tata guna lahan yang disingkat LOSS (Lestari, Optimal, Serasi, dan Seimbang), yang artinya penggunaan lahan yang ada telah sesuai dengan yang diharapkan. Tata ruang wilayah biasanya dihubungkan dengan penatagunaan lahan, yang muncul setelah terbitnya Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, dimana yang dimaksud dengan penatagunaan tanah adalah rangkaian kegiatan merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan tata guna tanah ( Soemadi 1994, dalam Ely 2006). Jika ditinjau dari konteks perancangan kota maka pengertian pola penggunaan lahan (land use) adalah sebagai berikut (Danisworo 1991, dalam Ernawati 2005) : Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 31 a. Mikro land use, yaitu peruntukkan lahan pada suatu tempat yang secara langsung disesuaikan dengan masalah - masalah yang terkait dan bagaimana seharusnya daerah atau zona dikembangkan. b. Land use, yaitu ketentuan mengenai tata guna lahan dapat disesuaikan langsung dengan masalah bagaimana seharusnya suatu daerah dikembangkan. c. Land use planning, yaitu proses alokasi sumber daya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga manfaatnya dapat di rasakan seluruh masyarakat kota secara luas. Tata ruang wilayah di kota biasanya mempunyai pola yang teratur dan mudah diduga (Koestoer 2001), dalam Ely 2006). Nilai lahan dapat menentukan pola tata gunanya. Semakin tinggi dan baik nilai lahan cenderung menunjukkan pemiliknya hendak mengembangkannya untuk keuntungan paling tinggi. Tata guna lahan di kota besar digolongkan kedalam lahan pemukiman, ruang transportasi, lahan komersial dan industri, serta lahan milik umum. H. Pemekaran Wilayah Sejarah mencatat desentralisasi telah muncul ke permukaan sebagai paradigma dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970an. Ide desentralisasi ini tidak hanya didorong untuk mengurangi kekuasaan sentralitas pusat, namun juga oleh adanya tuntutan dari daerah-daerah yang mempunyai variasi sifat, potensi, identitas, dan kelokalan yang berbeda-beda untuk memperoleh kewenangan yang lebih besar. Makna desentralisasi kekuasaan ini tidak hanya berkisar pada adanya kewenangan Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu untuk melakukan 32 pemerintahannya sendiri namun telah bergeser kepada dorongan untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dan baik dari Pemerintahan Pusat. Kenyataannya, dimasa Orde Baru, pemerintah menerapkan sistem sentralisasi pemerintahan. Sehingga surplus produksi daerah yang kaya dan sumberdaya alam ditarik dan dibagi-bagi untuk kepentingan pusat bukan diinvestasikan untuk pembangunan daerah tersebut. Setelah tahun 1998 dan keluarnya Undang-undang Otonomi daerah, beberapa daerah ingin memisahkan diri dari pemerintahan Republik Indonesia seperti Aceh, Papua, Riau, dan Timor Timur. Selain itu muncul banyak aspirasi dan tuntutan daerah yang ingin membentuk provinsi atau kabupaten baru. Dalam upaya pembentukan provinsi dan kabupaten baru, terjadi tarik-menarik antara kelompok yang pro dan yang kontra. Akibatnya, rencana pemekaran wilayah berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah meningkatkan suhu politik lokal seperti yang terjadi di beberapa daerah. Suhu politik lokal yang memanas di berbagai tempat diantara kelompok-kelompok itu, baik pihak yang pro dan yang kontra terhadap pembentukan provinsi dan kabupaten baru, pemblokiran tempattempat strategis, mobilisasi massa (Pradjarta, 2004). Wilayah negara yang terbagi ke provinsi, dan provinsi terbagi dalam kabupaten/kota, yang kemudian dibagi wilayah kecamatan adalah satu totalitas. Selanjutnya, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan disahkannya UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah oleh Presiden Republik Indonesia. Sejak saat itu pula keinginan masyarakat di daerah untuk melakukan pemekaran meningkat tajam. Dimana sejak tahun 1999 hingga Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 33 Desember 2009 telah terbentuk sebanyak 215 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 173 kabupaten dan 35 kota. Dengan demikian, total daerah otonom di Indonesia adalah 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota. Data pemekaran tersebut diklasifikasikan pada 3 (tiga) fase yaitu : a. Fase berlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, dimekarkan 11 (sebelas) kabupaten/kota (masa 1974-1998). b. Fase berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 (1999-2003), telah dibentuk 149 (seratus empat puluh sembilan) daerah otonom baru, terdiri dari 7 (tujuh) provinsi baru, dan 142 kabupaten/kota baru. c. Fase berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, telah dibentuk 53 (lima puluh tiga) kabupaten/kota baru (hingga akhir desember 2009), (sumber : org/wiki/pem.daerah di Indonesia). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam rencana dan usulan pemekaran wilayah yakni syarat administratif, teknis dan kewilayahan. Secara administratif antara lain adalah persetujuan dari DPRD, Bupati/Walikota dan Gubernur serta Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sementara syarat teknis antara lain ialah kemampuan ekonomi, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, dan keamanan. Sedangkan persyaratan kewilayahan antara lain ialah minimal 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kabupaten/kota, dan minimal 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 34 Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama pembangunan daerah maka tekanan utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, dan peningkatan penerapan teknologi tepat guna. Disamping itu, perhatian juga lebih diarahkan untuk meningkatkan kegiatan produksi masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, serta kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai strategi dan kebijakan dilaksanakan. Dengan bergulirnya reformasi politik sebagai dampak dari krisis moneter yang muncul pada pertengahan tahun 1997, tuntutan terhadap pemekaran dilingkungan propinsi Sumatera Selatan juga demikian marak sebagaimana propinsi-propinsi lain di Indonesia. Tuntutan-tuntutan pemekaran yang dilakukan masyarakat ternyata membuahkan pemekaran yang relatif pesat. Sampai dengan tahun 2009, proses pemekaran wilayah kabupaten di Sumatera Selatan telah membuahkan peningkatan jumlah kabupaten dan kota menjadi 33 buah yang terdiri dari 26 kabupaten dan 7 kota. Salah satu daerah yang menuntut pelaksanaan pemekaran wilayah adalah Kepulauan Bangka Belitung yang dimekarkan dari Provinsi Sumatra selatan menjadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang wilayahnya diputuskan pada UU Nomor 27 Tahun 2000 adalah wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 35 Bangka dan Kabupaten Belitung menjadi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya sejak tanggal 27 Januari 2003 Propinsi Kepualauan Bangka Belitung mengalami pemekaran wilayah dengan menambah 4 Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, Belitung Timur dan Bangka Selatan. Kemudian Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003 mengenai pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur maka dengan demikian wilayah administrasi pemerintahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi dalam 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota. Dalam wilayah administrasi pemerintah kabupaten/kota terbagi dalam wilayah kecamatan, kelurahan/desa dengan rincian perkabupaten sebagai berikut: Kabupaten Bangka terdiri dari 8 kecamatan, 9 kelurahan dan 60 desa. Kabupaten Bangka Barat terdiri dari 5 kecamatan, 4 kelurahan dan 53 desa. Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari 6 kecamatan, 7 kelurahan dan 49 desa. Kabupaten Bangka Selatan terdiri dari 7 kecamatan, 3 kelurahan dan 50 desa. Kabupaten Belitung terdiri dari 5 kecamatan, 2 kelurahan dan 40 desa. Kabupaten Belitung Timur terdiri dari 4 kecamatan, dan 30 desa. Kota Pangkalpinang terdiri dari 5 kecamatan, 35 kelurahan dan 1 desa. Pemekaran wilayah memberikan banyak dampak pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menunjang perekonomian serta pembangunan di wilayah pemekaran pemerintah daerah mulai memperbaiki insprastruktur daerah tersebut seperti memperbaiki jaringan jarang serta memperbanyak sarana umum seperti Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 36 sekolah serta sarana kesehatan dan lain-lain. Pembangunan tesebut tentunya di atas sebuah lahan dan membutuhkan banyak lahan di kawasan pemekeran, hal ini sangat berpengaruh kepada nilai- nilai lahan di daerah pemekaran banyaknya pergeseran nilai-nilai lahan seperti sosial, fisik serta ekonimi yang tentunya berpengaruh terhadap harga suatu lahan. Anggi Ayu Lestari,2013 Perkembangan Nilai Lahan Di Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu