Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015 ISSN : 2337 - 8085 EKSTRAK DAUN KIRINYUH (Eupatorium odoratum) DAN LALAT BUAH (Drosophila melanogaster) 1,2,3) Ade Putri Oktary1, M. Ridhwan2, Armi3 Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah ABSTRAK Salah satu tumbuhan yang dianggap mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai insektisida adalah tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum). Tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum) memiliki kandungan sesquiterpen diharapkan mampu mengendalikan tingkat mortalitas pada lalat buah (Drosophila melanogaster). Selain itu, tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum) juga mengandung 11-17% αpinene, 12,5-24,8% cymene, serta 10,6% thymyl acetate. Kata Kunci: Ekstrak Daun Kirinyuh, Lalat Buah 1 PENDAHULUAN Salah satu tumbuhan yang dianggap mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai insektisida adalah tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum). Tumbuhan kirinyuh (Eupatorium odoratum) berasal dari Amerika selatan, di Indonesia tumbuh dengan baik pada ketinggian 200 – 1800m dpl. Secara ekologi, kirinyuh dianggap sebagai tumbuhan pengganggu karena tumbuh seperti rumput. Di tanah yang tidak subur sering tumbuh banyak sekali (Grainge & Ahmed dalam Hadi, 2008). Selama ini, tanaman kirinyuh (Euphatorium odoratum) yang merupakan tanaman liar dan mudah ditemui disekitar kita, belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pengendali biologi. Kandungan sesquiterpen pada daun nimba efektif terhadap tingkat mortalitas rayap. Daun kirinyuh (Euphatorium odoratum) memiliki kandungan yang sama sesquiterpen diharapkan mampu mengendalikan tingkat mortalitas pada rayap. Dari potensi kirinyuh sebagai insektisida, dapat dijadikan sebagai pengendali rayap (Coptotermes sp.) yang ramah lingkungan (Hartto dalam Hadi, 2008) Insektisida sintetis sebagai alternatif utama dalam pengendalian OPT selalu digunakan oleh petani karena insektisida sintetis mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah dan memberikan hasil yang cepat (Wudianto, 2007). Hal inilah yang meningkatkan minat petani cenderung menerapkan penggunaan insektisida sintetis secara terus - menerus dan terjadwal yang berbasis sistem kalender. Namun disisi lain apabila dikaji lebih lanjut maka insektisida sintetis akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dalam jangka waktu pendek ataupun di masa yang akan datang. Akibat dampak negatif yang disebabkan oleh insektisida sintetis, maka mulai dirancang suatu konsep pengendalian hama yang efektif, tetapi aman bagi lingkungan. Konsep ini disebut dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hama lalat buah diperkirakan telah merusak sekitar 17.000 hektar tanaman jeruk yang berada di daerah Kabupaten Karo dan menyebabkan produksi per hektarnya mengalami penurunan yang drastis menjadi 20 ton dari sebelumnya 60 ton. Bahkan kualitas buah jeruk yang dihasilkannya juga amat buruk sehingga harga jualnya di tingkat petani turun hingga 50% (Manik & Bangun dalam Manurung dan Eka, 2010). Penggunaan insektisida sintetis secara kontinyu dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan gangguan kesehatan . Gangguan kesehatan tubuh yang dapat di alami akibat penggunaan insektisida sintetis, yaitu nyeri pada bagian perut, gangguan pada jantung, ginjal, hati, mata, pencernaan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Selain itu penggunaan insektisida sintesis dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran pada tanah, air, tumbuhan, dan rusaknya rantai makanan suatu ekosistem. 335 Ade Putri Oktary, M. Ridhwan, Armi Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi dampak pencemaran oleh insektisida sintesis,antara lain dengan pencegahan, pengurangan penggunaan insektisida, dan penggunaan insektisida alami. Insektisida alami dapat berupa predator alami dari serangga maupun tanaman. Insektisida berupa predator alami antara lain adalah kepik. Kepik dapat memakan serangga lain, seperti kutu daun. Selain itu, mudah ditemukan dalam lingkungan sekitar. Solusi lain dari masalah tersebut adalah insektisida botanikal (Kartoharjo dalam Misrol hasanah, 2012). Insektisida botanikal adalah insektisida dari tumbuhan.Tumbuhan yang memiliki senyawa kimia atau metabolit sekunder yang dapat mempertahankan dirinya terhadap gangguan serangga dan organisme berpotensi penyakit. Metabolit sekunder dapat berupa kristal, pati, dan lain-lain. Metabolit sekunder biasa disimpan dalam tumbuhan sebagai cadangan makanan, maupun sebagai penangkal serangga. Berdasarkan hasil observasi awal peneliti menemukan beberapa pendapat dari pedagang buah. Dimana pedagang buah memiliki keluhan dengan adanya lalat buah disekitar tempat mereka berjualan, karena jika ada 1 lalat buah maka buah yang lain sudah bisa di waspadai akan kehadiran lalat tersebut, terutama jika mereka menjual buah-buah seperti pepaya dan sawo, buah tersebut tidak perlu dikupas kulitnya lalat buah tersebut akan menghampirinya. Ada yang mengatakan lalat buah akan banyak disaat senja atau saat cuaca mendung. Meskipun begitu pedagang buah yang ditemui belum ada yang menggunakan pestisida buatan, karena mereka tahu bahaya dari penggunaan pestisida tersebut akan membahayakan orang yang akan mengkonsumsinya. Para pedagang juga belum pernah mencoba pestisida alami, melainkan hanya meletakkan daun kuda-kuda di atas buah yang dijualnya. PEMBAHASAN Tumbuhan Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Morfologi Tumbuhan Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Kirinyuh (Euphatorium odoratum) merupakan tumbuhan berbentuk perdu, berasa pahit, tumbuh tegak, bercabang banyak, berbau, tingginya 2 sampai 6 m, rantingnya bulat, berambut pendek dan rapat, daun berhadapan, daun berbentuk segitiga hingga bundar telur dengan ujung lancip, pinggir daun bergerigi kasar hampir rata dengan permukaan berbulu halus (Don, 2000). Tumbuhan ini merupakan perdu yang tumbuh tegak dan bercabang banyak. Tinggi tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum) 2 – 6 m. Diameter batang kirinyuh (Euphatorium odoratum) sekitar 2 cm. Daun tunggal, berhadapan, bulat telur, tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, permukaan berbulu halus pertulangan menyirip, berwarna hijau muda dengan panjang 4-5 cm dan lebar 1-1,5 cm, serta bertangkai pendek. Bunga majemuk, tumbuh di ujung batang, kelopak bentuk lonceng dan mahkota bunga berbentuk jarum. Buah kecil, berbulu coklat kehitaman dengan biji berbentuk jarum, kecil dan berwarna hitam. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut : 336 Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015 ISSN : 2337 - 8085 Gambar 2.1. Tumbuhan Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Sumber: Don, 2000 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa daun berbentuk oval, bagian bawah lebih lebar, makin ke ujung makin runcing. Panjang daun 6-10 cm dan lebarnya 3-6 cm. Tepi daun bergerigi menghadap ke pangkal, letak daun juga berhadap-hadapan. Karangan bunga terletak di ujung cabang (terminal). Setiap karangan terdiri atas 20-35 bunga. Warna bunga pada waktu muda kebiru – biruan, semakin tua menjadi coklat (Prawiradiputra, 2007). Di Asia dan Afrika, kirinyuh (Euphatorium odoratum) merupakan gulma penting karena kemampuannya tumbuh menjadi guma berkayu, menghasilkan banyak biji yang disebarkan oleh angin sehingga dengan cepat mendominasi daerah sekitarnya. Hal ini dimungkinkan oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungannya. Gulma ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dan juga pada tanah yang miskin unsur hara (Djamin dalam Alizar, 2007).Gulma ini merupakan tumbuhan perdu berkayu tahunan, tangguh karena batangnya keras berkayu dan perakarannya kuat serta dalam. Selain itu gulma ini menghasilkan biji yang sangat banyak dan mudah tersebar dengan bantuan angin. Batang tegak berkayu, ditumbuhi rambut-rambut halus, bercorak bergaris bujur dan paralel, tingginya mencapai 100-200 cm (Sakdiah, 2006). Kirinyuh (Euphatorium odoratum) tumbuh cepat dengan membentuk daun dan ranting yang lebat pada musim penghujan. Pada akhir musim penghujan yaitu sekitar akhir bulam Mei, pucuk akan berubah dari pucuk yang bersifat vegetatif menjadi generatif, pucuk akan berubah menjadi bunga karang (Tjitrosemito dkk, 2000). Kandungan Kimia Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Menurut Hadi, dkk (2000), bahwa dalam ekstrak daun kirinyuh (Eupatorium odoratum) terdapat 66% senyawa monoterpene dan 28% sesquiterpene. Selain itu, kirinyuh juga mengandung 11-17% α-pinene, 12,5-24,8% cymene, serta 10,6% thymyl acetate. Gulma kirinyuh (Euphatorium Odoratum) sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup petani. Apabila gulma ini dikonsumsi oleh lembu atau jenis ternak yang lain, maka ternakternak ini akan mati, karena daya racun gulma ini menyebabkan kerusakan pada hati (Vanderwoude dalam Prawiradiputra 2007). Tumbuhan ini selain mengandung senyawa nitrat juga mengandung alkaloid, pyrolizidin, α-pinen, β-cubebene, 7 dan 9 Angeloylrefroncecine, intermedine, Riderime, dan 3Actylrinderine. 337 Ade Putri Oktary, M. Ridhwan, Armi Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Morfologi Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis holtikultura, khususnya tanaman buah dan sayur. Jenis tanaman buah dan sayur yang sangat riskan terserang lalat buah adalah jambu biji, pepaya, belimbing, mangga, melon, apel, cabai merah dan tomat. Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva (belatung), pupa dan akhirnya menjadi serangga dewasa (imago). Umur imago atau lalat buah dewasa bisa mencapai satu bulan. Telur yang berumur 2-3 hari diletakkan oleh serangga betina kedalam kulit buah menggunakan alat bertelurnya (ovipositor). Selain itu, telur akan berdiam dibawah permukaan kulit buah dan menetas menjadi larva atau belatung. Selama hidupnya, larva atau belatung tersebut berada didalam buah dan memakan isi buah. Akibatnya buah tampak busuk dan berkembang (Kardinan agus 2010). Warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Berukuran kecil, antara 3-5 mm. Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya. Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan. Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung. Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah. Terdapat mata oceli pada bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk, kepala berbentuk elips. Thorax berbulubulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam. Sayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula dari thorax. Drosophila betina berukuran lebih besar dari Drosophila jantan (Kardinan, agus, 2010). Lalat buah (Drosophila melanogaster) seringkali digunakan dalam penelitian biologi terutama dalam perkembangan ilmu genetika dan juga sebagai pakan alami burung walet (Redaksi Trubus dalam Nur aini, 2008). Fisiologi Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Lalat buah ini memiliki sifat dimorfisme. Tubuh lalat jantan lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara makroskopis adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Shorrock dalam Nur aini, 2008). Banyak mutan-mutan lalat buah (Drosophila melanogaster) yang dapat diamati dengan mata biasa, dalam artian tidak memerlukan alat khusus. Lalat buah (Drosophila melanogaster) tipe liar mempunyai mata merah, tipe sepia mempunyai mata coklat tua dan tipe ebony mempunyai tubuh berwarna hitam mengkilap (Iskandar dalam Nur aini, 2008). Lalat buah (Drosophila melanogaster) tergolong serangga, pada umumnya ringan dan memiliki eksoskeleton atau integumen yang kuat. Jaringan otot dan organ-organ terdapat di dalamnya. Di seluruh permukaan tubuhnya, integumen serangga memiliki berbagai syaraf penerima rangsang cahaya, tekanan, bunyi, temperatur, angin dan bau. Pada umumnya serangga memiliki 3 bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan abdomen. Kepala berfungsi sebagai tempat dan alat masukan makanan dan rangsangan syaraf, serta untuk memproses informasi (otak). Lalat memiliki tipe mulut spons pengisap. Toraks yang terdiri atas tiga ruas memberikan tumpuan bagi tiga pasang kaki (sepasang pada setiap ruas), dan jika terdapat sayap, dua pasang pada ruas kedua dan ketiga. Fungsi utama abdomen adalah untuk menampung saluran pencernaan dan alat reproduksi. Saluran pencernaan serangga terbagi menjadi tiga wilayah yaitu stomodaeum, proctodaeum dan mesenteron. Saluran pencernaan tersebut terbentuk pada saat embrio. Stomodeum terdiri dari pharing, esophagus, crop, proventrikulus dan kelenjar ludah. Mesenteron terdiri dari gastric kaeka, ventrikulus, membrane peritropik. Proktodeum terdiri dari tabung malphigi, ileum, colon, rektum dan anus (Davies dalam Nur aini, 2008). 338 Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015 ISSN : 2337 - 8085 Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan Kaufmann dalam Nur aini, 2008). Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Wiyono dalam Nur aini, 2008). Siklus Hidup Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Ketika serangga ini ditetaskan dari telur, dihasilkan serangga yang tidak memiliki wujud sama dengan serangga dewasa. Lalat buah (Drosophila melanogaster) tergolong Holometabola, memiliki periode istirahat yaitu dalam fase pupa. Dalam perkembangannya lalat buah (Drosophila melanogaster) mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan lalat buah (Drosophila Melanogaster) dewasa. Lalat betina setelah perkawinan menyimpan sperma di dalam organ yang disebut spermatheca (kantong sperma). Lalat jantan dan betina adalah diploid. Setiap kali pembelahan meiosis dihasilkan 4 sperma haploid di dalam testes lalat jantan dewasa sedangkan pada lalat betina dewasa hanya dihasilkan 1 butir telur dari setiap kali pembelahan (Wiyono dalam Nur aini, 2008). Tahap – tahap siklus hidup lalat buah (Drisophila melanogaster), sebagai berikut : 1. Telur Telur Drosophila memiliki panjang kira-kira setengah millimeter. Bagian struktur punggung telur ini lebih datar dibandingkan dengan bagian perut. Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan setelah 24 jam dari perkawinan. Perkembangan embrio, yang mengikuti pembuahan dan bentuk zigot, terjadi dalam membran telur. Lensa tangan akan mempermudah untuk mengamati telur-telur lalat. Setelah fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva (Wiyono dalam Nur aini 2008). 2. Larva Sekitar satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan menetas menjadi larva. Larva yang baru menetas disebut sebagai larva fase (instar) pertama dan hanya nampak jelas bila diamati dengan menggunakan alat pembesar. Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian berganti kulit mejadi larva fase kedua dan ketiga. Larva fase ketiga, dua sampai tiga hari kemudian berubah menjadi pupa. Setelah penetasan dari telur, larva mengalami dua kali molting (ganti kulit), memakan waktu kurang lebih empat hari untuk selanjutnya menjadi pupa. Fase terakhir dapat mencapai panjang sekitar 4,5 milimeter. Larva sangat aktif dan termasuk rakus dalam makan, sehingga larva tersebut bergerak pelan pada media biakan. Saat larva siap menjadi pupa, mereka berjalan perlahan dan menempel di permukaan relatif kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang diselipkan ke pakannya (Demerec dan Kaufmann dalam Nur aini, 2008). 3. Pupa Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit larva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan warnanya gelap. Diatas dari empat hari, tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah bentuk dan diberi sayap dewasa, dan akan tumbuh menjadi individu baru setelah 12 jam (waktu perubahan fase diatas berlaku untuk suhu 25 °C). Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). 339 Ade Putri Oktary, M. Ridhwan, Armi Ketika perkembangan tubuh sudah mencapai sempurna maka lalt buah (Drosophila melanogaster) dewasa akan muncul melalui anterior end dari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran sangat panjang dengan sayap yang belum berkembang. Waktu yang singkat, sayap mulai berkembang dan tubuhnya berangsur menjadi bulat. Hari kelima pupa terbentuk dan pada hari kesembilan keluarlah imago dari selubung pupa (puparium) (Wiyono dalam Nur aini 2008). 4. Imago Perkawinan biasanya terjadi setelah imago berumur 10 jam, tetapi meskipun demikian lalat betina biasanya tidak segera meletakkan telur sampai hari kedua. Lalat buah (Drosophila melanogaster) pada suhu 25°C, dua hari setelah keluar dari pupa mulai dapat bertelur kurang lebih 50 sampai 75 butir per hari sampai jumlah maksimum kurang lebih 400-500 dalam 10 hari, tetapi pada suhu 20°C mencapai kira-kira 15 hari. Jumlah telur tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, temperatur lingkungan dan volume tabung yang digunakan. Siklus hidup total terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar antara 10-14 hari (Mulyati dalam Nur aini, 2008). Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup lalat buah (Drosophila melanogaster) diantaranya sebagai berikut yaitu : a. Suhu Lingkungan Lalat buah (Drosophila melanogaster) mengalami siklus selama 8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30°C, lalat dewasa yang tumbuh akan steril. b. Ketersediaan Media Makanan Jumlah telur lalat buah (Drosophila melanogaster) yang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva betina. c. Tingkat Kepadatan Botol Pemeliharaan Botol medium sebaiknya diisi dengan medium buah yang cukup dan tidak terlalu padat. Selain itu, lalat buah yang dikembangbiakan di dalam botol pun sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa pasang saja. Pada lalat buah (Drosophila melanogaster) dengan kondisi ideal dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol medium terlalu padat akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa. d. Intensitas Cahaya Lalat buah (Drosophila melanogaster) lebih menyukai cahaya remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang gelap. 340 Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015 ISSN : 2337 - 8085 Pengaruh Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Terhadap Mortalitas Lalat Buah (Drosopita melanogaster) Ekstrak daun kiriyuh (Euphatorium odoratum) bersifat toksik yang efektif memberikan pengaruh mortalitas terhadap lalat buah (Droshopila melanogaster). Sifat toksik ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak daun kiriyuh (Euphatorium odoratum) seperti, terpenoid, tanin, saponin dan sesquiterpene. Senyawa – senyawa fenol, triterpenoid, alkaloid dan steroid yang terdapat pada tumbuhan merupakan bahan aktif sebagai pengendali hama. Senyawa ini menyebabkan adanya aktifitas biologi yang khas seperti toksik menghambat makan, antiparasit, dan pestisida. Terdapatnya senyawa toksik dalam ekstrak daun kiriyuh (Euphatorium odoratum) akan memberikan respon dengan cara menurunkan laju konsumsi dan efisiensi pencernaan serta metabolismenya. Pengaruhnya terlihat pada lamanya mortalitas. Selain itu, senyawa tersebut menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan. Racun perut akan mempengaruhi metabolisme larva setelah memakan racun. Racun akan masuk ke dalam tubuh dan diedarkan bersama darah. Racun yang terbawa darah akan mempengaruhi sistem saraf larva dan kemudian akan menimbulkan kematian. Alkaloid jenis PAS dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kirinyuh juga diperkirakan mampu menyebabkan kematian pada serangga (Hadi dkk, 2000). Secara fisiologi, senyawa bioaktif yang terkandung didalam ekstrak dapat merusak sistem syaraf serangga uji. Senyawa bioaktif yang mampu merusak sistem syaraf pada rayap adalah senyawa sisquiterpen. (Hadi, 2008) masuknya senyawa sisquiterpen diketahui dapat menghambat bekerjanya enzim asetilkolinesterase sehingga menyebabkan mortalitas pada rayap. Seskuiterpenoid merupakan senyawa bioaktif yang mampu merusak sistem syaraf pada serangga. Seperti dijelaskan pada (Untung dalam Titisari, 2000), bahwa dalam sistem syaraf serangga antara sel syaraf dan sel otot terdapat synaps. Asetilkolin yang dibentuk oleh sistem syaraf berfungsi pusat untuk menghantarkan impuls dari sel syaraf ke sel otot. Setelah implus dihantarkan, proses dihentikan oleh enzim asetilkolinesterase yang memecah asetilkolin menjadi asetil ko-A dan kolin. Terhambatnya kerja dari enzim asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang akan menyebabkan terjadinya kekacauan pada sistem penghantar impuls ke otot yang dapat berakibat otot kejang, terjadi kelumpuhan dan berakhir ke kematian. Kemungkinan seskuiterpenoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kirinyuh (Euphatorium odoratum) juga dapat menyebabkan mortalitas pada lalat buah (Drosophila melanogaster) yang nantinya akan diuji (Rahayu dwi, Febrianti novi, 2009). PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Salah satu tumbuhan yang dianggap mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai insektisida adalah tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum). 2. Tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum) memiliki kandungan sesquiterpen diharapkan mampu mengendalikan tingkat mortalitas pada lalat buah (Drosophila melanogaster). Selain itu, tumbuhan kirinyuh (Euphatorium odoratum) juga mengandung 11-17% α- pinene, 12,5-24,8% cymene, serta 10,6% thymyl acetate. 341 Ade Putri Oktary, M. Ridhwan, Armi DAFTAR PUSTAKA Aini Nur. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Lalat buah (Drosophila melanogaster). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Alizar, M. 2007. “Uji Toksisitas Ekstrak Daun dan Ranting Kirinyuh (Chomolaena odorata) Terhadap Mortalitas dan Perkembangan Crosidolomia pavonana Fab”. Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh: Fakultas Pertanian Unsyiah. Don. 2000. Tanaman Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Febrianti, Novi dan Dwi Rahayu.2012. Aktivitas insektisidal ekstrak etanol daun kirinyuh (Eupatorium odoratum l.) terhadap wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Seminar nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS, 661-664. Hadi, M., J. W. Hidayat, K. Baskoro. 2000. Uji Potensi Ekstrak Daun Euphatorium odoratum sebagai Bahan Insektisida Alternatif: Toksisitas dan Efek Antimakan Terhadap Larva Heliothis armigera Hubner. Jurnal Sains dan Matematika. Fakultas MIPA Undip. Semarang. Hadi, Mochammad. 2008. Pembuatan Kertas Anti Rayap Ramah Lingkungan dengan Memanfaatkan Ekstrak Daun Kirinyuh(Eupatorium odoratum). Bioma, Vol 6 No. 2: 12-18. Hanafiah, K, A. 2005. Rancangan Percobaan Teori dan aplikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Kandinan, Agus. 2010. Mengenal lebih dekat tanaman pengendalian lalat buah, PT. Agromedia Pustaka : Jakarta Manurung, Binari., dan Eka Levianna Ginting. 2010. Efektivitas Atraktan dalam Memerangkap Lalat Buah Bactrocera SpP. dan Kajian Awal Fluktuasi Populasinya pada Pertanaman Jeruk di Kabupaten Karo. Jumal Sains Indonesia, Vol.3:4 No. 2: 96 – 99. Prawiradiputra,Bambang R.2007 kirinyuh (chromolaena odorata (l) r.m. king dan h. robinson): gulma padang rumput yang merugikan. WARTAZOA Vol. 17 No. 1: 4653 Rahayu dwi, Febrianti novi. 2009. Aktivitas Insektisidal Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum) Terhadap Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal). Jurnal Pendidikan Biologi Unversitas Ahmad Dahlan . Yogyakarta Sakdiah, S. N. 2006. Pengaruh Tingkat Populasi Serangga Procecidochares connexa Dalam Mengendalikan Gulma Kirinyuh (Chromolaena odorata). Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh: Fakultas Pertanian Unsyiah. Tjitrosemito, S, dkk. 2000. Kemapanan dan Pengaruh Procecidochares connexa Agen Pengendali Gulma pada Pertumbuhan Chromolaena odorata di Pulau Jawa. Bogor: Soputheast Asian Regional Center for Tropical Biology. Thamrin, M, S. Asikin, dan M. Willis. 2013. Tumbuhan Kirinyuh (Euphatorium odoratum)Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ultar Grayak (Spodoptera). Vol. 32 No. 3 September 2013: 112-121 Vanderwoude et al. 2005 Kirinyuh (chromolaena odorata (l) r.m. king dan h. robinson): gulma padang rumput yang merugikan dalam Prawiradiputra (2007: 49). Wudianto, R., 2007. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta 342