periklanan dan etika

advertisement
DAFTAR ISI
ETIKA BISNIS
PERIKLANAN DAN ETIKA
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 2
1.
Fungsi Periklanan.......................................................................................................................... 2
2.
Periklanan dan kebenaran ............................................................................................................. 2
3.
Manipulasi dengan periklanan ...................................................................................................... 3
4.
Pengontrolan terhadap iklan.......................................................................................................... 4
5.
Penilaian etis terhadap iklan ......................................................................................................... 5
6.
Beberapa kasus etika periklanan ................................................................................................... 7
Perlunya Etika Periklanan ......................................................................................................................... 9
BAB III ....................................................................................................................................................... 15
KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 15
0
BAB I
PENDAHULUAN
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap
sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media
komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan
dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.
Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi
konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang
terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan
yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah
memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya
periklanan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ada 6 pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan
yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan dalam konteks kita.
1. Fungsi Periklanan
Dalam buku-buku tentang manajemen periklanan, iklan dipandang sebagai upaya
komunikasi. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual
dan calon pembeli.
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi
pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang sematamata persuasif.
Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya
iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan
iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsure persuasif yang lebih
menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah.
Tercampurnya unsure informative dan unsure persuasive dalam periklanan, membuat
penilaian etis terhadapnya menjadi lebih kompleks.
2. Periklanan dan kebenaran
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan
bahkan menipu publik.
Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming
calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia
menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya. Bahasa
periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Di sini si pengiklan tidak
2
bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen tahu bahwa retorika itu tidak
perlu dimengerti secara harfiah.
Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan
seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk
diketahui. Contohnya, iklan tentang mobil bekas yang berbunyi “semua mobil yang kami jual
sebelumnya diperiksa oleh montir ahli” tetap berbohong, bila hal itu memang benar, tapi montir
tidak berbuat apa-apa bila menemukan ketidakberesan serius pada suatu mobil.
Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bias dipecahkan dengan cara
hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya
atau tidak.
3. Manipulasi dengan periklanan
Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak
terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang
tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Dikhawatirkan bahwa periklanan-seperti propaganda lain-bisa memanipulasi public.
Tetapi sekarang pada umumnya orang tidak begitu takut lagi akan bahaya dimanipulasikan
melalui propaganda dan periklanan. Namun demikian, tetap benar juga bahwa periklanan
berusaha mempengaruhi tingkah laku konsumen.
Contohnya : iklan kosmetika selalu berusaha menciptakan suatu suasana romantic yang
khas, sehingga menggiurkan untuk public konsumen.
Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Tetapi,
iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan.
Ada 2 cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan :
a. Subliminal advertising
3
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan
begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang
kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New Jersey
yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”.
Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.
b. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan
dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada
manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.
4. Pengontrolan terhadap iklan
Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :
a. Kontrol oleh pemerinah
Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap
keganasan periklanan.
Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan
cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission.
Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari
Departemen Kesehatan.
b. Kontrol oleh para pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun
sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan, khususnya
oleh asosiasi biro-biro periklanan.
4
Jika suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia
pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.
c. Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan.
Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi
efek-efek negatif dari periklanan.
Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif
sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan.
Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan
dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indonesia ada Citra
Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
5. Penilaian etis terhadap iklan
Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip
etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.

Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak
baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya
menjadi tidak etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa
roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan
roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini
sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.

Isi iklan
5
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan.
Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun
demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu
informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu
tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum.

Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai
informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam
masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah
tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu
pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang
biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern.
Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan
memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu.

Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah
biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama
dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada
dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja
sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya.
6
6. Beberapa kasus etika periklanan

Tiket gratis dari Bouraq
Pada tanggal 11 dan 18 Mei 1992, maskapai Penerbangan Bouraq memasang iklan di
sebuah harian yang berbunyi : “tukarkan 10 lembar tiket bekas penerbangan Bouraq dengan
sebuah tiket gratis di perwakilan Bouraq setempat”. Tidak diberi penjelasan lain. Lalu seorang
pengusaha di Banjarmasin kebetulan menyimpan 50 tiket bekas dan berencana menukarkannya
dengan harapan memperoleh 5 tiket gratis.
Ia mendapat keterangan dari petugas bahwa yang bisa ditukarkan hanyalah tiket 5
Agustus 1992 ke atas. Keterangan ini tidak dimuat dalam iklan dan juga tidak disebut bahwa
konsumen bisa memperoleh informasi lebih lanjut di kantor perwakilan Bouraq. Karena itu,
boleh diandaikan saja bahwa informasi dalam iklan itu lengkap.

Iklan plaza senayan
Sangat disayangkan pada nyanyian dan tokoh pelaku iklan plaza senayan. Begitu
konsumtif degan menggunakan helikopter belanja dan terkesan hura-hura ditambah konteks
nyanyian: “Hidup hanya …..jangan sia-siakan” apakah betul yang hanya sekali itu harus diisi
dengan hura-hura belanja penuh kemegahan
Apakah tidak terbesit sedikitpun utuk menggunakan hidup yang sekali itu dengan
menjalankan ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak berekonomi
lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah di tempat megah, membeli makanan di
warungpun mikir.

Iklan kijang
Mendengar iklan mobil Toyota Kijang di radio maupun di televisi, yang melibatkan
seorang anak usia sekolah. Iklan itu secara ditdak langsung telah mendidik anak dan keluarga
untuk bergaya hidup dan berbudaya konsumtif.
7
Sangat memrihatinkan, begitu banyak anak di negeri ini yang jangankan liburan ke Bali
dan naik “Kijang”, untuk sekolah mereka tidak mampu dan harus bekerja siang malam sekadar
untuk makan 1 hari.
Sungguh merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami
fakta sosial teman-teman seusianya yang tersuruk di tengah kerasnya perjuangan mereka,
ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan ke Bali hanya karena sudah terlanjur
bercerita kepada teman-temannya. Eksploitasi anak-anak untuk iklan saja sudah merupakan
sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi iklan yang mewah dan konsumtif.
8
Perlunya Etika Periklanan
Diperlukan dalam mengatur perilaku individu agar lebih mengutamakan kepentingan orang
banyak, sedangkan aktivitas periklanan suatu dampak sosial budaya dan ekonomi tertentu bagi
khalayaknya. Sebab itu agar dampaknya tidak negatif, maka diperlukan pengaturan membuat
iklan itu tidak semena- mena baik berita dan gambarnya harus mengacu nilai moralitas yang
berlaku pada kalangan masyarakat.
Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang
berkembang pesat juga tidak lepas dari problematika penataan reklame/ iklan yang mash
semrawut. Pemasangan papan reklame di sepanjang jalan, baik yang membentang maupun yang
berada di tepi jalan, harus mulai diatur dengan baik. Memang, jalan merupakan salah satu tempat
yang paling strategis untuk memasang iklan. Penataan reklame saat ini saya rasa kurang tertata
rapi dan kurang teratur. Berikut ini merupakan beberapa contoh pelanggaran Etika Bisnis
Periklanan yang ada di wilayah khususnya Surabaya:
9
Gambar 1: Reklame brosur yang ditempel/ melekat pada tiang listrik di daerah Jl.
Indrapura (Juma’at, 15 Nov 2015 pukul 10:00WIB)
10
Gambar 2: Reklame kain yang ditempel/ melekat pada tiang listrik di daerah Jl. Gunung
Anyar (Sabtu, 15 Nov 2013 pukul 12:00)
11
Gambar 3: Reklame selebaran yang ditempel/ melekat pada kotak/ tiang listrik di daerah
Jl. Rungkut Menanggal Surabaya (Sabtu, 15 Nov 2015 pukul 14:00)
12
Ulasan
Dimana tiang listrik dialihfungsikan sebagai tempat:
1. (Gambar 1) Untuk menempelkan brosur jasa cuci sofa.
2. (Gambar 2) Untuk memasang reklame Caleg DPRD Sda.
3. (Gambar 3) Untuk menempelkan brosur kertas jasa Badut.
Hal tersebut sudah melanggn ar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame mengenai Larangan Penyelenggaraan Reklame
yang berbunyi “Dilarang menempatkan atau memasang Reklame Selebaran pada temboktembok, pagar, pohon, tiang listrik, tiang telepon dan sejenisnya”. Selain itu pada Gambar 2 juga
menyebutkan kata “Gratis” dimana menurut EPI kata tersebut tidak boleh di cantumkan dalam
periklanan.
13
Ulasan:
Dimana pemasangan reklame tersebut telah melanggar UU no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Peralatan yang digunakan sangat minim yakni sebagai penyangga/ penguat hanyalah kerangka
dari bambu. Hal ini sangat berbahaya apalagi ukurannya cukup besar yang sangat berpotensi bisa
roboh jika terkena angin karena penyangga tidak akan kuat menahan yang dapat menimpa
pengguna jalan apabila reklame tersebut roboh sewaktu- waktu. Tidak hanya itu, reklame juga
terpasang tepat dimana tempat tersebut masih dikuasai oleh Pemerintah Daerah yakni di lintasan
pintu rel kereta api yang saya rasa penempatannya tidak cocok karena menurut saya dapat
merusak keindahan dan kebersihan kota menggunakan fasilitas umum sebagai media untuk
mempromosikan produk. Selain itu jaraknya kurang dari 30 meter dari palang pintu perlintasan
kereta api.
14
BAB III
KESIMPULAN
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang
iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan .
Iklan mempunyai unsure promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming
calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Masalah
manipu lasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari
seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari
dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Maka di dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
K. Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.
15
Download