87 5 PEMBAHASAN UMUM Ikan T. sarasinorum merupakan salah satu ikan yang dominan di antara ikan-ikan endemik di Danau Matano. Ikan ini hidup di daerah litoral terutama pada bagian selatan danau. Bagian selatan Danau Matano mempunyai daerah litoral yang relatif lebar. Daerah tersebut juga dihuni oleh ikan-ikan endemik lain, tetapi khusus ikan T. sarasinorum mempunyai dua tipe habitat berbeda yang digunakan untuk pemijahan. Tipe habitat pertama adalah batu berpasir yang terletak pada daerah litoral yang dangkal dengan kontur dasar yang landai. Ikan berada pada kedalaman 0,30-0,60 m di arena pemijahan batu berpasir. Tipe habitat kedua adalah perakaran yang terletak pada daerah litoral yang dalam dengan kontur dasar curam. Arena pemijahan perakaran berada pada kedalaman 0,30-3,00 m. Seperti halnya danau-danau lainnya, aktivitas manusia di sekitar Danau Matano juga semakin lama semakin meningkat. Berdasarkan pengalaman di berbagai sistem perairan di wilayah lain, diketahui bahwa banyak aktivitas antropogenik yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap danau dan biota yang hidup di dalamnya antara lain perubahan kualitas air (Meybeck et al. 1989). Umumnya daerah litoral adalah yang pertama terkena pengaruh dari daerah sekitarnya; organisme dapat terpengaruh langsung oleh kekeringan dan tidak langsung oleh berkurangnya ketersediaan habitat dan sumber-sumber makanan. Aktivitas yang mengubah kondisi lahan di bagian atas akan berpengaruh terhadap perairan dan substrat dasar habitat ikan. Ikan memijah di dalam arena yang mendapat naungan dari bayang-bayang pohon atau batu besar yang ada di sekitarnya. Saat ini banyak vegetasi terestrial yang telah hilang akibat penebangan untuk pembangunan permukiman, perkebunan, jalan, hotel dan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian ini, vegetasi terestrial mendukung keberadaan ikan T. sarasinorum di Danau Matano. Tidak hanya memberikan naungan terhadap arena pemijahan, vegetasi terestrial juga berperan sebagai arena pemijahan itu sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa perakaran pohon tambeua (Myrtacea) -vegetasi asli danau- yang terbenam di dalam perairan dan telah diselimuti alga digunakan sebagai arena pemijahan ikan. 88 Telur tidak dilepas begitu saja di dalam arena, tetapi setelah dilepaskan kemudian ditutupi dengan alga. Struktur perakaran pohon tambeua yang kompleks mendukung keberadaan ikan ini. Selain itu, pohon Pandanus sp. yang ada di tepian danau digunakan sebagai daerah pengasuhan anak-anak ikan (nursery ground). Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa vegetasi tepian danau tersebut telah berkurang pada saat penelitian dilakukan dibandingkan dengan pada waktu penelitian pendahuluan. Selain itu, pada waktu penelitian sedang ada kegiatan pembangunan jalan lingkar danau yang menghubungkan Desa Matano dan Desa Nuha yang berfungsi untuk meningkatkan wisata danau. Kondisi hidrologis Danau Matano tidak alami lagi; tinggi muka air tidak seiring kenaikannya dengan curah hujan. Selama penelitian dilakukan, ada waktuwaktu sebagian daerah litoral danau mengering pada saat curah hujan rendah. Tinggi muka air turun hingga lebih dari 1 m. Pada saat itu massa air Danau Matano dilepaskan ke Danau Towuti. Penurunan tinggi muka air yang drastis dan tiba-tiba dapat membahayakan kehidupan ikan dan biota akuatik lain. Apabila penurunan muka air dilakukan secara bertahap maka akan ada kesempatan bagi ikan untuk beradaptasi atau berpindah ke tempat lain. Selama ini tidak ada penelitian yang mendalami tentang habitat ikan endemik Danau Matano yang dikaitkan dengan fungsinya dalam sejarah hidup ikan. Ikan T. sarasinorum mempunyai preferensi terhadap habitat pemijahan, yang dalam penelitian ini disebut sebagai arena pemijahan. Dengan demikian strategi konservasi yang harus dikembangkan adalah menyelamatkan arena pemijahan ikan. Vegetasi terestrial yang perakarannya terbenam di dalam perairan dan digunakan sebagai arena pemijahan harus dipertahankan keberadaannya. Daerah-daerah yang sudah mengalami penebangan harus ditanami kembali dengan vegetasi asli daerah tersebut. Hal ini karena vegetasi tersebut tidak hanya berfungsi sebagai arena pemijahan ikan, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penahan longsoran tanah ke dalam perairan atau mencegah abrasi tepian danau. Selain vegetasi terestrial, kegiatan pembangunan permukiman dan hotel yang dekat dengan danau juga harus dikurangi untuk mencegah kerusakan habitat ikan di daerah litoral. Pembukaan lahan perkebunan yang dilakukan di bagian 89 utara danau harus dapat mengurangi dampak sedimentasi yang ditimbulkan di perairan, serta tidak mengganggu atau mengubah dasar atau pinggiran danau. Pengaturan operasional dam harus mempertimbangkan aspek-aspek bioekologi ikan yang mempunyai dua tipe habitat pemijahan di daerah litoral danau ini. Penurunan massa air dalam jumlah besar dan tiba-tiba akan memberikan pengaruh yang tidak mendukung keberadaan ikan asli danau. Telurtelur yang baru dipijahkan akan kering dan mati, sehingga merusak keberhasilan pemijahan ikan. Selain itu, organisme akuatik lain yang berasosiasi dengan ikan ini juga akan terpengaruh, yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap ikan. Banyak habitat ikan di dalam sistem lain telah menghilang, misalnya pengaliran air dari danau ke daerah lain, atau pembangunan pipa di sungai (Maitland 1995; Xenopoulos et al. 2005). Kekhawatiran yang sama juga pada ikan T. sarasinorum yang mengalami perubahan kondisi hidrologis di habitatnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik kimiawi perairan Danau Matano masih mendukung keberadaan ikan T. sarasinorum di arena pemijahannya. Kekhawatiran rusaknya habitat pemijahan ikan yang spesifik ini muncul berdasarkan pengamatan di lapangan yang menunjukkan peningkatan aktivitas manusia yang semakin menjorok ke tepian danau. Kegiatan pembangunan yang menghilangkan vegetasi terestrial tepian danau, dan mengikis tanah di lahan atas dikhawatirkan merusak substrat di arena pemijahan. Penelitian ini tidak secara khusus ditujukan untuk mempelajari mengenai ikan-ikan bukan asli yang diintroduksi ke dalam Danau Matano. Walaupun demikian, sepanjang periode penelitian pengamatan bawah air menunjukkan bahwa terdapat ikan-ikan bukan asli di dalam habitat ikan T. sarasinorum. Tampak bahwa ikan lou han menyerang ikan T. sarasinorum dewasa yang berada di dalam habitat pemijahan terutama di daerah dengan substrat dasar batu berpasir. Keberadaan ikan-ikan introduksi di Danau Matano telah dilaporkan oleh Tantu & Nilawati (2007). Ikan-ikan tersebut berasal dari akuarium yang dilepaskan ke dalam danau oleh masyarakat. Tampak bahwa pemahaman masyarakat mengenai keberadaan ikan-ikan endemik Danau Matano dan ikanikan introduksi yang mengancam keberadaan ikan endemik masih sangat kurang. Oleh karena itu selama periode penelitian ini telah dilakukan sosialisasi mengenai 90 keberadaan ikan-ikan endemik dari kompleks Danau Malili, khususnya Danau Matano, serta ancaman yang dapat ditimbulkan oleh ikan-ikan bukan asli yang diintroduksi ke dalam danau. Program pengenalan ikan-ikan danau dan pendidikan konservasi ikan dan habitatnya kepada masyarakat perlu dikembangkan agar masyarakat secara sadar dapat turut melakukan upaya perlindungan ikan-ikan asli danau dan habitatnya. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan tentang ancaman introduksi ikan bukan asli terhadap ikan asli danau dan habitatnya. Program ini dapat diberikan kepada anak-anak sekolah mulai dari tingkat usia dini hingga tingkat menengah, serta kepada masyarakat umum. Program konservasi ikan endemik juga dapat dikembangkan melalui pengembangan wisata danau yang tidak mengganggu ikan dan habitatnya. Wisata danau dapat dilakukan antara lain dengan program wisata selam ke lokasi-lokasi pemijahan ikan T. sarasinorum. Berdasarkan hasil penelitian ini, lokasi yang memiliki jumlah ikan paling banyak adalah P. Otuno I dan P. Otuno II. Kedua pulau ini terletak di sisi selatan bagian timur danau. Terdapat dua tipe arena pemijahan ikan di pulau-pulau tersebut. Arena pemijahan batu berpasir di P. Otuno I terdapat di selat sebelah barat daya P. Otuno. Lebar selat adalah 20 m. Bagian daratan ke arah selatan danau adalah hutan. Terdapat tumbuhan dari famili Myrtacea dan Nephentes di tepian danau. Arena batu berpasir di lokasi ini ada dua buah yang luasnya masingmasing 5 m2 dengan jarak antara keduanya 4 m. Arena pemijahan berjarak 2 – 5 m dari tepi danau, dengan substrat dasar yang terdiri dari pasir, batu-batu kerikil dan batu-batu besar. Kira-kira 30 m ke arah timur laut dari arena pemijahan batu berpasir, terdapat arena perakaran. Pulau ini memiliki hutan di bagian utara dari lokasi pengamatan. Sepanjang tepi pulau ditumbuhi dengan tumbuhan famili Myrtacea dan Nephentes. Substrat dasar di lokasi ini terdiri atas batu-batu kerikil. Arena pemijahan perakaran ada dua buah dengan luas masing-masing 2 m2. Jarak arena pemijahan ke tepi pulau adalah 3 – 5 m. Ikan-ikan T. sarasinorum melakukan pemijahan pada kedalaman 2,50 – 3,00 m di akar-akar pohon yang menjuntai ke dalam perairan dan diselimuti oleh alga. Pada akhir waktu penelitian (Agustus 2009) daerah hutan di bagian utara pulau ini dibabat dan dijadikan 91 kebun pisang oleh masyarakat dari wilayah daratan sekitar Danau Matano (tidak ada masyarakat yang tinggal di pulau ini). Dikhawatirkan kegiatan ini dapat merusak habitat ikan T. sarasinorum karena sedimentasi yang disebabkan oleh turunnya tanah dari lahan atas ke dalam danau. Lokasi sampling di P. Otuno II terletak di bagian selatan pulau. Pulau Otuno II memiliki hutan yang masih alami. Pada tepi pulau sebelah tenggara (substrat batu berpasir) terdapat hutan pandan air Pandanus sp. dengan perakaran di dalam air. Tumbuhan ini memberikan naungan ke daerah di dekatnya termasuk ke arena pemijahan T. sarasinorum. Dasar perairan di daerah yang ditumbuhi Pandanus sp. relatif datar. Terdapat dua arena pemijahan yang terletak 4 – 5 m dari tepi pulau, dengan luas masing-masing 2,5 m2. Jarak antara kedua arena adalah 15 m. Substrat dasar terdiri atas pasir dan batu kerikil. Pada bagian selatan P. Otuno II, tepatnya di sebelah barat lokasi arena pemijahan batu berpasir, terdapat sebuah teluk kecil. Tepi pulau sebelah tenggara ditutupi oleh hutan Pandanus sp., sedangkan tepi pulau sebelah selatan (daerah teluk) melingkari pulau hingga ke sebelah timur pulau itu adalah berupa dinding batu-batu besar. Perairan teluk relatif berlumpur. Dasar perairan di sebelah barat pulau berbatu-batu besar dengan sebagian substrat berupa pasir bercampur lumpur. Kedalaman daerah ini antara 1,5 – 3, 0 m. Lebar daerah litoral di lokasi ini relatif sempit (10 m). Mulai dari daerah sebelah barat daya mengelilingi pulau searah jarum jam hingga ke sebelah timur terdapat daerah yang curam. Daerah sebelah selatan hingga tenggara pulau (selat) adalah daerah yang relatif datar dengan dasar perairan relatif berpasir dengan sedikit batu-batu kerikil. Pada bagian barat daya pulau terdapat dua arena pemijahan perakaran. Kedua arena pemijahan di P. Otuno II terdapat di daerah litoral dengan jarak 2 – 4 m dari tepi pulau. Jarak antara kedua arena adalah 15 m. Setiap arena pemijahan memiliki luas 3 m2. Substrat dasar arena pemijahan ini terdiri dari lumpur, pasir, kerikil dan batuan besar. Ikan-ikan tampak melakukan pemijahan pada kedalaman 2,00 – 2,50 m. Lokasi ini ditumbuhi oleh tumbuhan dari famili Myrtacea yang memberikan naungan kepada arena pemijahan T. sarasinorum. Jarak antara arena pemijahan yang terletak paling barat (arena batu berpasir) dan arena pemijahan yang letaknya paling timur (arena perakaran) adalah 40 m. 92 Pulau Otuno I dan P. Otuno II, walaupun terletak di kawasan pertambangan, tampak tidak terpengaruh oleh aktivitas tersebut. Hal ini mungkin karena lokasi pemijahan terletak di pulau yang terlindung oleh teluk; lokasi pertambangan terletak di wilayah daratan. Daerah ini memiliki jumlah ikan paling banyak dengan dua tipe arena pemijahan, sehingga dipandang layak untuk dijadikan daerah konservasi ikan T. sarasinorum. Terdapat perusahaan tambang besar yang berlokasi di kota Sorowako. Perusahaan ini memiliki kepentingan atas kelestarian habitat danau, oleh karena itu perusahaan dapat dilibatkan dalam upaya konservasi ikan dan habitatnya. Dengan demikian upaya konservasi ikan endemik ini perlu menyertakan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Dalam hal ini perlu dibuat aturan-aturan yang mendukung upaya konservasi. Pemeliharaan keberadaan habitat pemijahan ikan T. sarasinorum akan membantu menjaga tingkah laku pemijahan ikan ini di alam. Ikan yang memiliki kekhususan tipe habitat mungkin memiliki toleransi sempit terhadap perubahan lingkungan. Ikan demikian kemungkinan dapat menghilang dalam jangka waktu tertentu, atau melakukan adaptasi terhadap perubahan. Usaha-usaha untuk mencegah kepunahan ikan di alam mungkin dapat dilakukan lewat penangkaran. Ikan T. sarasinorum adalah ikan endemik Danau Matano berukuran kecil dengan warna indah, mempunyai tingkah laku pemijahan yang unik. Ikan ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai ikan hias. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeliharaan ikan di alam. Ikan T. sarasinorum dapat dipelihara selama beberapa hari di dalam akuarium dengan teknik-teknik tertentu. Pemeliharaan ikan di dalam kurungan secara in situ mungkin dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Individu hasil pemeliharaan ini kemudian dilepaskan ke alam. Cara ini dilakukan untuk tujuan konservasi, yaitu untuk menghasilkan ikan dengan semua karakteristik morfologi dan tingkah laku ikan yang dikonservasi, dan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan alam saat diintroduksi ke alam (Philippart 1995). Masyarakat dapat mengambil manfaat dari upaya konservasi ikan endemik ini. Pertimbangan bahwa ikan ini memiliki nilai ekonomis, maka dipandang perlu 93 segera diupayakan penangkarannya sehingga pada waktunya hanya ikan-ikan hasil penangkaran yang diperbolehkan untuk diperjual belikan. Berdasarkan paparan di atas, konsep konservasi ikan dan habitatnya adalah: memelihara kondisi arena pemijahan ikan di daerah litoral dengan menjaga keberadaan vegetasi terestrial tepian danau dan menanami kembali vegetasi asli Danau Matano sepanjang tepian danau; mengendalikan aktivitas antropogenik sekeliling danau yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap habitat pemijahan; menangkarkan ikan secara in situ untuk tujuan konservasi; mengembangkan program pendidikan konservasi kepada masyarakat; dan wisata danau di daerah P. Otuno I dan P. Otuno II.