Pertemuan Manajemen Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan

advertisement
Newletter:
Pertemuan Manajemen Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan
Visi Jawa Barat: Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera
Volume 1, Issue 1
Dasar Pemikiran:
Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan
pada manusia, tidak terlepas dari peran faktor
lingkungan. Hubungan interaktif antara manusia serta
perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit, juga dikenal sebagai
proses kejadian penyakit.
Sedangkan proses kejadian
penyakit satu dengan yang
lain masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
Dalam hal ini faktor lingkungan memegang peranan
sangat penting. Interaksi
manusia dengan lingkungan
telah menyebabkan kontak
antara kuman dengan
manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal di tubuh
host kemudian berpindah ke
manusia karena manusia
tidak mampu menjaga
kebersihan lingkungan. Hal
ini tercermin dari tingginya
kejadian penyakit berbasis
lingkungan yang masih
merupakan masalah
kesehatan terbesar
masyarakat Indonesia. Untuk mengurangi masalah
kesehatan akibat penyakitpenyakit lingkungan adalah
dengan merencanakan dan
melaksanakan suatu manajemen penyakit yang berbasis wilayah (Depkes RI,
2002).
Manajemen penyakit
mestinya tidak hanya dilakukan pada manusia atau
sejumlah penduduk yang
Bandung,
mengalami sesuatu penyakit. Manajemen demikian
tidak akan menyelesaikan
problem penyakit yang bersangkutan, karena hanya
berupa pendekatan kuratif,
yaitu penanganan pada
tingkat hilir. Seharusnya
dalam penanganan sesuatu
penyakit, baik penyakit
menular maupun tidak menular, manajemen penyakit
yang paling tepat diterapkan adalah manajemen factor risikokesehatan lingkungan. Mengingat faktorfaktor lingkungan sangat
dominan dalam proses kejadian suatu penyakit, maka
manajemen berbasis lingkungan harus dilibatkan
dalam upaya-upaya
pencegahan maupun pengendaliannya. Manajemen
berbasis lingkungan untuk
penanggulangan penyakit,
dimulai dari tingkat hulu
menuju hilir. Perhatian utama pada faktor penyebab,
media transmisi, dengan
memperhatikan faktor
penduduk sebagai objek
yang terjangkit atau terpajan, sebelum melakukan penanganan pada manusia
yang menderita penyakit
Saat
ini
akses
masyarakat terhadap
sarana sanitasi dasar di
Jawa Barat belum memenuhi
target yang diharapkan.
Cakupan Air Bersih yang
memenuhi syarat kesehatan
tahun 2010 sebesar
72,28%, Jamban Keluarga
yang memenuhi syarat
kesehatan 52,16%, cakupan
rumah sehat 61,29%, TTU
yang memenuhi syarat
63,80% dan cakupan TPM
yang memenuhi syarat
50,90% AKI di Jawa Barat
tahun 2002 sebesar 32,15
per 100.000 (BPS, 2002),
AKB tahun 2008 di Jawa
Barat sebesar 38,1 per
1000 kelahiran hidup.
Pelaksanaan kebijakan
peningkatan
upaya
kesehatan lingkungan di
Jawa Barat dirumuskan dan
diarahkan untuk mencapai
Visi Pemerintah Provinsi
Jawa Barat tahun 20082013 yaitu “Tercapainya
Masyarakat Jawa Barat
yang Mandiri, Dinamis dan
Sejahtera”.
Upaya kesehatan
lingkungan dalam Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun
2009, tentang RPJMD tahun
2008-2013 merupakan
bagian dalam upaya
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit
menular dan tidak menular.
Sasarannya adalah
terkendalinya pencemaran
lingkungan sesuai dengan
standar kesehatan terutama
di daerah lintas batas kab/
kota dan provinsi. Jawa
Barat menghadapi tantangan yang cukup besar
untuk mencapai target tersebut, oleh sebab itu perlu
kerja keras. Untuk itu maka
perlu dirumuskan beberapa
indikator penyehatan
lingkungan, diantaranya
yang berkaitan dengan
manajemen faktor risiko
kesehatan lingkungan.
16 Februari 2011
Indikator Penyehatan
Lingkungan Dalam
RPJMN dan Renstra
2010—2014:
1. Persentase penduduk yang
memiliki akses terhadap air
minum berkualitas
2. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat
3. Persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat
4. Persentase Kab/Kota/
Kawasan yang telah
melaksanakan Kab/Kota/
Kawasan sehat
5. Persentase Penduduk Stop
Buang Air Besat Sembarangan (BABS)
6. Persentase Cakupan daerah
potensial yang
melaksanakan strategi
adaptasi dampak
kesehatan akibat perubahan iklim
7. Persentase cakupan tempattempat umum yang memenuhi syarat kesehatan
8. Persentase cakupan rumah
yang memenuhi syarat
kesehatan
9. Persentase provinsi yang
memfasilitasi penyelenggaraan STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat) sebesar 100% Kab/Kota
10. Persentase cakupan tempat
pengolahan Makanan yang
memenuhi syarat kesehatan
11. Persentase provinsi yang
memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang
sesuai standar sebesar 50%
Permasalahan
Pemetaan Wilayah
Komitmen mulai berubah
Transekwalk melihat BAB sembarangan
FGD Alur masuk Tinja ke Tubuh
Manusia
Tindak Lanjut oleh Masyarakat
Berdasarkan latar
belakang di atas maka permasalahan yang diambil
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap timbulnya penyakit?
2. Bagaimana sistem manajemen factor r isiko
kesehatan lingkungan
yang dilakukan dalam
upaya untuk mengendalikan wabah?
3. Bagaimana penerapan
manajemen factor risiko
kesehatan lingkungan
yang dilakukan dalam
upaya untuk mengendalikan penyakit berbasis
lingkungan ?
Kegiatan manajemen
factor risiko kesehatan lingkungan di Jawa Barat mulai
dikembangkan sejak tahun
1995 sampai dengan
sekarang, namun pelaksanaan kegiatan ini belum berjalan secara maksimal.
Kegiatan manajemen faktor
risiko dilaksanakan di Klinik
Sanitasi Puskesmas, Sanitarian mengumpulkan data hasil
konseling penyakit berbasis
lingkungan
dengan
menggunakan instrument
sesuai buku pedoman klinik
sanitasi dari Depkes RI. Sejak tahun 2009 telah dilakukan entry data
menggunakan equsioner
epidata, pengolahan data
menggunakan SPSS dan
Arcview.
Dari sebayak
1017 puskesmas se Jawa
Barat, yang melaksanakan
manajemen factor risiko
kesehatan lingkungan
sebanyak 552 puskesmas
atau 52,27%.
Tahun 2011 akan dilakukan evaluasi kegiatan-
manajemen factor risiko
kesehatan lingkungan,
dengan harapan agar
kegiatan ini dapat berjalan
sesuai yang diharapkan,
dan dapat diaplikasikan
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan tindak
lanjut.
Manajemen Penyakit
Berbasis
Wilayah:
Manajemen penyakit berbasis wilayah harus dilakukan secara terpadu dan
pelaksanaannya dilakukan
mengacu kepada teori Simpul, yakni adanya
keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media transmisi, dan pengendalian factor resiko
kependudukan serta
penyembuhan kasus penyakit
pada suatu wilayah komunit a s
t e r t e n t u .
Manajemen yang dapat dilakukan berdasarkan teori
Simpul dapat dijelaskan sebagai berikut (Achmadi,
2008):
1. Manajemen Simpul 1
(Pengendalian pada sumber penyakit).
Pengendalian penyakit atau
manajemen penyakit secara
terpadu berbasis wilayah,
dimulai dari pengendalian
sumber penyakit. Pengendalian pada sumber penyakit merupakan upaya preventif promotif. Sumber penyakit menular dan penyakit
tidak menular pada dasarnya dapat dibedakan.
Sumber penyakit menular
yaitu penderita penyakit itu
sendiri. Dengan melakukan
pencarian kasus secara aktif
dan menetapkan kasus
(melakukan diagnosis secara
cepat dan tepat terhadap
kasus) serta pengobatan
hingga sembuh, maka sumber
penularan dapat dieliminasi
bahkan dihilangkan. Manajemen kasus penyakit menular merupakan upaya promotif sekaligus preventif,
karena mencegah agar tidak
timbul penularan lebih lanjut
dalam masyarakat. Untuk itu
diperlukan petugas lapangan
untuk membantu mencari dan
mengobati kasus dengan
baik secara proaktif, misalnya juru malaria desa dan
juru kusta.
1. Sumber penyakit tidak
menular yaitu sumber agent
penyakit berupa bahan
toksik, fisik seperti radiasi
atau kebisingan. Misalnya,
knalpot kendaraan bermotor
secara terus-menerus mengeluarkan gas-gas toksik seperti Karbonmonoksida, SO2,
NOx. Contoh lain yaitu cerobong asap, titik buangan
limbah industry, titik buangan
limbah rumah tangga, asap
rokok dan lain-lain. Untuk
menghilangkan potensi bahaya dari sumber tersebut
maka beberapa teknik
dapat ditempuh, misalnya
dengan mengganti bahan
bakar bensin menjadi bahan
bakar gas. Memperbaiki
proses mesin menjadi lebih
efisien dan efektif, atau
diberi alat penyaring bahan
pencemar.
2. Manajemen Simpul 2
(Pengendalian pada media penularan/ wahana
transmisi).
Manajemen Simpul 2 dilakukan jika manajemen Simpul 1 mengalami kegagalan.
Manajemen simpul 2 dilakukan dengan -
Volume 1, Issue 1
mengendalikan agent penyakit melalui media transmisi, misalnya saja:
 Pengendaliann vektor.
Pengendalian vektor
merupakan salah satu
cara mengendalikan penyakit yang ditularkan
vektor penyakit, seperti
nyamuk penular malaria,
penular demam berdarah
dan sebagainya.
 Penyehatan makanan.
P e ny e hat a n p a n ga n
merupakan upaya untuk
melakukan pencegahan
penularan penyakit melalui pangan, misalnya
sanitasi makanan, proses
pengolahan yang memenuhi standar kesehatan,
penggunaan bahanbahan yang tidak berpotensi bahaya penyakit
(misalnya daging yang
mengandung Bacillus anthracis).
c. P e n y e h a t a n
air.
Penyehatan air identik
dengan penyediaan air
bersih bagi seluruh
penduduk. Misalnya, air
yang tercemar bakteri
harus dimasak.
d. Pembersihan udara dalam
ruangan. Penyehatan
udara dapat dilakukan
dengan cara penyediaan
air filter di ruangan yang
penuh dengan asap rokok. Untuk membersihkan
polusi udara di perkotaan
dengan cara menanam
pephonan, memperbanyak air mancur, telaga
dan lain sebagainya.
e. Pada manusia pembawa
penyakit (misalnya pengobatan, atau containment penderita). Sedangkan penularan pen-
yakit melalui manusia
selain pengobatan pada
manusia itu sendiri, juga
diminta menggunakan
alat pelindung diri, seperti masker pada penderita
penyakit TBC agar tidak
menularkan pada orang
lain.
3. Manajemen Simpul 3
(Pengendalian proses pajanan/ kontak pada
masyarakat).
Emisi sumber agent penyakit
yang telah berada pada
media transmisi (lingkungan)
kemudian berinteraksi
dengan penduduk atau
masyarakat setempat. Intensitas hubungan interaktif antara media transmisi
(lingkungan) dengan
masyarakat tergantung pola
perilaku individu atau kelompoknya, misalnya perilaku menghindar, perilaku
sselalu mengkonsumsi air
yang telah dimasak, hobi,
pekerjaan, dan sebagainya.
Ada sederet upaya
(termasuk upaya teknologi)
untuk mencegah agar
masyarakat tertentu tidak
melakukan kontak dengan
komponen yang memiliki potensi membahayakan
kesehatan. Upaya yang telah
dikenal antara lain upaya
perbaikan
PHBS,
penggunaan alat pelindung
diri, imunisasi dan kekebalan
alamiah ketika terjadi wabah
demam berdarah.
mengalami proses yang amat
kompleks di dalam tubuh
manusia tersebut. Tentu saja
tubuh manusia dengan sistem
pertahanannya tidak sertamerta menyerah begitu saja.
Hal ini dikenal sebagai sistem pertahanan seluler. Untuk
kasus penyakit lingkungan
yang menular, mikroba yang
masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai media
transmisi tentu akan ditahan
dan dibunuh oleh sel-sel pertahanan tubuh manusia. Sakit merupakan keadaan patologis pada individu maupun
sekelompok orang berupa
kelainan fungsi maupun morfologi. Untuk memastikan
kondisi seseorang dinyatakan
sakit, bisa melalui pemeriksaan secara sederhana hingga pemeriksaan dengan alat
teknologi tinggi. Kondisi
gangguan penyakit merupakan kegagalan pengendalian
faktor risiko pada simpul 1,
2, dan 3. Saat itulah diperlukan manajemen kasus penderita dengan baik dan
tuntas, terutama untuk kasus
penyakit menular. Kasus penyakit menular memerlukan
pengobatan yang baik untuk
mencegah timbulnya penularan. Untuk penyakit yang
tidak menular, upaya yang
dilakukan
dengan
menggunakan dukungan
teknik diagnostik dan penentuan faktor risiko agar orang
lain tidak menderita penyakit
serupa.
4. Manajemen Simpul 4
(Pengobatan penderita
sakit/ manajemen kasus)
Tujuan:
Pengobatan terhadap penderita kasus tersebut dikenal
sebagai manajemen kasus
atau penderita penyakit.
Agent penyakit yanng masuk
ke tubuh seseorang akan
Memberikan informasi evaluasi manajemen factor risiko
kesehatan lingkungan dalam
kegiatan klinik sanitasi
Umum:
Gerakan Sanitasi di
Masyarakat
Kondisi Awal
Ini Karya Ku
Monitoring Sendiri
D IN AS K E SE H AT A N
PR O V INS I JA W A B AR AT
PROGRAM PENINGKATAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
Kebijakan Nasional
AMPL:
1. Air Merupakan Benda
Sosial dan Benda Ekonomi
Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam
Pendekatan Tanggap
Kebutuhan
2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
3. Pendidikan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
4. K e b e r p i h a k a n p a d a
Masyarakat Miskin
5. Peran Perempuan dalam
Pengambilan Keputusan
6. Akuntabilitas Proses Pembangunan
7. Peran Pemerintah Sebagai
Fasilitator
8. Peran Aktif Masyarakat
9. Pelayanan Optimal dan
Tepat Sasaran
10. Penerapan Prinsip Pemulihan
Khusus:

1. Pengembangan KlinikSanitasi dalam menunjang pencapaian Lingkungan Sehat di Indonesia

2. Aplikasi manajemen factor risiko kesehatan lingkungan sebagai strategi
manajemen penyakit berbasis wilayah
3. Implementasi epidata
dalam manajemen factor
risiko kesehatan lingkungan
 MENGHENTIKAN PRAKTEK BUANG AIR BESAR (BAB) DI TEMPAT
TERBUKA
 MENCUCI TANGAN PAKAI
SABUN
 MENGELOLA PEMBUANGAN
SAMPAH
 MENGATUR DAN MENYIMPAN
AIR DAN MAKANAN DENGAN
CARA YANG AMAN
 MENGELOLA AIR LIMBAH DOMESTIK SECARA AMAN
Anggaran:
Biaya penyelenggaraan
dibebankan pada DPA APBD
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Kegiatan Peningkatan Upaya
Kesehatan
Lingkungan Tahun 2011
4. Diketahuinya kendala
dan hambatan kegiatan
Klinik Sanitasi
Waktu & Tempat:
Narasumber:
Hari
1. Direktur Penyehatan
Lingkungan, Kementerian
Kesehatan RI
5 Pilar Perubahan
Perilaku dalam Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) :
Kepala Seksi Akreditasi
Sarana Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa
Barat
26 Kepala Seksi
Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kab./
Kota se Jawa Barat
2. Fakultas Kesehatan
Masyarakat-Universitas
Indonesia, Depok
3. Program Study Ilmu
Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas,
Padang
4. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
Peserta:
Jumlah Peserta 30 orang
terdiri dari:



Kepala Seksi P3Matra,
Kepala Seksi Pencegahan Penyakit
Kepala Seksi Pelayanan
Kesehatan Dasar
Waktu:
: Kamis
Tanggal : 24 Februari 2011
Pukul
: 09.00 s/d selesai
Tempat:
Aula Balai Pelatihan
Kesehatan Prov. Jawa Barat
Jl. Pasteur No. 31 Bandung
Metode:
Direktur Penyehatan Lingkungan Kemkes RI
10.30 - 12.30
Ceramah/Diskusi:
Aplikasi manajemen factor risiko kesehatan lingkungan sebagai strategi
manajemen penyakit berbasis wilayah, oleh Dr. dr
Rahmadhi Purwana, SKM
FKM—UI
 Ishoma : 12.30—13.15
 Paparan Narasumber:
13.15 -15.15
Ceramah/Diskusi:
Implementasi epidata dalam manajemen factor
risiko kesehatan lingkungan, oleh Defriman
Djafri, SKM, MKM FK—
Unand - Padang.
15.15 - 15.45
Ceramah/Diskusi:
Evaluasi Manajemen
Faktor Risiko Kesehatan
Lingkungan di Jawa Barat,
oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa
Barat
 Kesepakatan/Penutupan:
15.45 - 16.00
Ceramah, Tanya-Jawab
Jadwal:
 Registrasi : 08.00-09.00
 Pembukaan: 09.00-09.30
Pembukaan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
 Paparan Narasumber:
09.30 - 10.30
Ceramah/Diskusi:
Pengembangan Klinik
Sanitasi dalam menunjang
pencapaian Lingkungan
Sehat di Indonesia, oleh
Kontak Person:
Budi Satria : 08122459161
Elia Yulaeva: 081322283438
Kantor:
Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
Jl. Pasteur No. 25 Bandung
Telp/Fax: 022-4266665
Email [email protected]
Download