PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (Telaah Epistemologis Ilmu Nahwu Klasik) Oleh: Nurul Hadi (Direktur Nuha Institute for Foreign Language Teaching Sampang) Abstrak: لقد طرحت حماوالت مستمرة ألجل تيسري تعليم اللغة العربية من تطوير مناهجها وجتديد طرق تدريسها وتنويع أساليبها ومن ضمنها تيسري النحو فاعترب اللغويون القدماء واحملدثون أن النحو القدمي وتعليمه كعامل.التعليمي أساسي يف صعوبة تعليم اللغة العربية قبل مناهجه؛ فلذلك يتوقف تيسري تعليم وهذه الورقة تعرض عن اقرتاحات.اللغة العربية على جتديد النحو وتعليمه جذابة يف جتديد النحو التعليمي بعد حبثه العميق عن جدور مشكلة الصعوبة .يف النحو واللغة العربية مستعينا مبقاربة نظرية فلسفة العلوم احلديثة Kata Kunci: Pembaharuan, Pembelajaran, Ilmu Nahwu, Bahasa Arab PENGANTAR Timur, Pembelajaran dan wilayah Afrika sampai 1 bahasa Arab Andalusia (Spanyol) di barat. Teaching) telah orang yang terkesima dengan kemajuan banyak mengalami perkembangan yang peradaban Islam sampai abad ke-14 M, signifikan. diakui, berlomba untuk belajar bahasa Arab, setelah runtuhnya kekhalifahan Turki termasuk kaum oreintalis dan Barat, Ustmani (1924 M) pembelajaran bahasa sehingga Arab Islam yang ditulis dalam bahasa Arab (Arabic Language Meskipun, mengalami harus stagnasi karena karya-karya pada gencar terjemahkan ke dalam bahasa mereka, pembelajaran itu. Sejarah bahasa mencatat Arab mulai digandrungi oleh penutur non-arab sejak itu pemikir kuatnya arus sekularisasi yang sangat kala masa-masa besar Orang- mereka seperti Al-Qânûn karya Ibnu Sina dan banyak karya lainnya. abad ke-1 H atau abad ke-7 M, seiring dengan penyebaran Islam yang meliputi Byzantium di Utara, wilayah Persia di 1 Kees Versteegh, Al-Lughah Al‘Arabiyyah, Târîkhuhâ wa Mustawayâtuhâ wa Ta’tsîruhâ, terj. Muhammad Asy-Syarqâwî, (Kairo: Al-Majlis Al-A’la Li Ats-Tsaqafah, 2003), hlm. 106. PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Sedangkan pembelajaran Namun demikian, meluasnya bahasa Arab di Indonesia dipastikan pembelajaran bahasa Arab bagi penutur bersamaan dengan masuknya Islam ke non-arab menimbulkan problem baru. nusantara. Namun Banyak pembelajaran bahasa bersifat alphabetic demikian, Arab method abjadiyah) dalam membaca Al-Quran. masih praktisi mengeluhkan bahasa Arab kesulitan dalam (metode mengajarkan bahasa Arab bagi penutur pembelajaran non-arab. Kesulitan tersebut banyak Baru kemudian ditemukan dalam pembelajaran kaidah sejak munculnya cikal bakal pesantren bahasa Arab yang bertumpu kepada nusantara yang dipelopori oleh Sunan ilmu Nahwu. Anehnya, belakangan, 2 kesulitan untuk memahami ilmu Nahwu mulai tersebut tidak hanya dirasakan oleh para berkembang pada pemahaman kitab- pelajar dari non-Arab (ghayr al-‘arab) kitab klasik, yang penekanannya lebih saja, tetapi juga dirasakan oleh para kepada penguasaan gramatikal (nahwu pelajar Arab sendiri. Hal ini diungkapkan Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M), pembelajaran bahasa Arab 3 dan sharf). oleh Dr. Syauqi Dhaif dalam salah satu Sejak dulu kala, pemahaman ilmu nahwu selalu diidentikkan dengan bahasa Arab, sehingga orang yang menguasai ilmu nahwu akan menyandang status linguist (al-lughawi) dalam bahasa Arab. Sebut saja, Sibawayh (w. 180 H), bapak ilmu nahwu dengan Al-Kitab, Ibn Jinni (w 392 H), penulis kitab al-Khashâish, Ibnu Malik (w.672 H), penulis kitab nahwu terkenal bukunya Taysîr an-Nahw at-Ta’lîmî Qadîman wa Hadîtsan, berkata: مر ّ "مجيع البالد العربية اليوم تشكو الشكوى من أن الناشئة فيها ال حتسن أو بعبارة أخرى ال حتسن النطق،النحو وكأمنا أصيبت،بالعربية نطقا سليما ألسنتها بشيئ من اإلعوجاج واإلحنراف ًال تستطيع أداء العربية أداء4 جعلها "صحيحا Alfiyah, Ibnu Hisyam Al-Anshori (w 761 H) penulis Syudzûr Audlâh Adz-Dzahab, nama-nama ahli al-Masâlik dan nahwu dan sederet (an-nuhat) lainnya yang sering menjadi referensi penting linguistik bahasa Arab. “Semua Negara Arab sekarang sangat mengeluhkan keberadaan para pemuda mereka yang tidak bisa ilmu Nahwu, atau bisa dikatakan bahwa mereka tidak dapat berbicara bahasa Arab dengan benar. Seakan-akan lidah mereka terkena kesalahan dan penyimpangan yang membuat mereka tidak dapat menyampaikan bahasa Arab dengan benar”. 2 Mastuki HS, M. Ishom El-Saha (ed.), Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: DIVA PUSTAKA, 2003), hlm. 8. 3 Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009, cet. 4), hlm. 28. 40 4 Syauqi Dhaif, Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, (Kairo: Dar al-Maârif, 1993), hlm. 3. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Dari pernyataan Syauqi di atas, kita dapat dengan mudah mengambil kesimpulan pembelajaran ilmu kendala Nahwu yang dalam bahasa Arab sudah terjadi pada untuk masa Al-Jâhidz sejak 12 abad lalu. bahwa Bahkan, konon yang menjadi titik awal menjadi dibukukannya ilmu Nahwu oleh Abu al- dalam Aswad ad-Duali adalah tersebarnya lahn pokok pembelajaran bahasa Arab. Apalagi bagi (kesalahan-kesalahan) pelajar penggunaan bahasa Arab yang terjadi di (santri) di pondok-pondok dalam pesantren yang notabene mencurahkan zamannya, konsentrasi pelajaran bahasa Arabnya umat Islam dari kalangan non-Arab (al- pada ilmu Nahwu, sehingga berimplikasi mawâli) waktu itu.5 kepada penguasaan bahasa Arab terutama pada Fenomena kalangan inilah, yang terpadu, di mana mereka tidak melatih memotivasi penulis untuk mendalami kecakapan berbicara, membaca dan lebih menulis dalam bahasa Arab sebelum pembelajaran ilmu Nahwu yang akhirnya memahami ilmu nahwu. berdampak yang Dengan demikian, terdapat dalam kerumitan ilmu Nahwu lanjut letak kesulitan pada dalam kesulitan dalam pembelajaran bahasa Arab pula. Kalau memang kerumitan-kerumitan dalam sebagai pilar utama kaidah bahasa Arab Nahwu itu benar-benar nyata, maka menjadi kendala dalam pembelajaran solusi apa yang dapat kita lakukan untuk bahasa Arab di tingkat teknis dan menuju pembelajaran bahasa Arab yang praksisnya (at-tathbîq praktis? mumârasah), sehingga kalau banyak wa tidak kalangan alheran, muda dan menelusuri masalah pelajar pemula juga merasa kesulitan telaah dalam sanalah mempelajari bahasa Arab. Penulis jawaban ini epistemologis, muncul kesalahan dalam pengetahuan menggunakan bahasa Arab (lahn) landasan filsafat pelajar Arab terkenal, yaitu: di kalangan sebagaimana diutarakan Syauqi di atas. mencoba dari dengan Akibatnya, merebak akan rumusan menggunakan di mana teori-teori (science) ilmu ilmu dengan yang kajian epistemologis, dan aksiologis. dari tiga sangat ontologis, 6 Apalagi para pelajar non-Arab yang mempelajari bahasa Arab bukan sebagai bahasa ibu (the first language). Ditilik dari akar sejarahnya, PEMBAHASAN ternyata lahn dalam berbahasa Arab bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja, di mana pemahaman masyarakat terhadap ilmu Nahwu sudah semakin jauh dan dangkal. Tetapi, fenomena lahn 5 Syaikh Muhammad Thanthawi, Nasy’ah an-Nahw wa Târikh Asyhuri an-Nuhât, (Kairo: Dar el-Ma`arif, t.t., Cet. III), hlm. 34. 6 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, cet. xvi,), hlm. 35. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 41 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Banyak hipotesis yang menuding Pertama, pada kajian ontologis ilmu nahwu sebagai jalan terjal pintu akan fokus pada objek ilmu nahwu, dan masuk Arab, faktor-faktor yang diduga kuat sebagai dalam kesulitan dalam pembelajarannya. Dari satunya sini kita harapkan dapat menemukan al-Khatib, secara kronologis asal mula munculnya yang menganggap bahwa ilmu Nahwu ilmu nahwu dan objek bahasannya. Lalu klasik merupakan pintu utama sulitnya beralih kemudian kepada faktor apa jalan yang menyebabkan ilmu nahwu itu pembelajaran sebagaimana bahasa tergambar pendahuluan. Salah diungkapkan oleh masuk Husam pembelajaran bahasa 7 Arab. Untuk menganalisis hipotesis ini (dianggap) lebih jauh, penulis coba mengurainya beberapa lama berhasil dikodifikasikan berdasarkan pada teori filsafat ilmu sebagai disiplin (epistemology). Dalam analisis ini penulis memadukan Sudah jamak diketahui bahwa filsafat ilmu selalu datang di saat suatu 8 ilmu menemukan jalan buntu. kebuntuan ilmu tersebut Ketika berhasil diuraikan secara epistemologis, maka akan melahirkan pembaharuan pendapat sulit dipelajari ilmu beberapa 9 yang setelah mandiri. tokoh bahasa Arab dengan penulis terkait kendala linguist pengalaman praktis di lapangan tentang pembelajaran bahasa Arab. atau Sementara kajian epistemologis bahkan ilmu baru. Oleh karena itu, pembahasan ini merupakan tindak lanjut penulis ingin menganalisis fenomena dari kesulitan ilmu nahwu ini dari aspek sebelumnya. ontologisnya terlebih dahulu, lalu diikuti beberapa penawaran solutif berkenaan dengan gambaran dengan ditemukannya sumber-sumber sebagai petunjuk epistemologisnya jalan untuk mengetahui akar permasalahan. Lalu hasil penemuan Di sini ontologis akan muncul kesulitan ilmu nahwu dan sistematika pembelajarannya. dari hasil uraian tersebut, filsafat ilmu Yang terakhir, kajian aksiologis diharapkan mampu memberikan solusi dalam pembahasan ini lebih kepada terbaiknya langkah-langkah untuk menemukan praksis dari hasil pembaharuan dalam ilmu nahwu yang penelusuran dua aspek ontologis dan dapat mengatasi kesulitan pembelajaran epistemolgis bahasa Arab sebagai 9 Husam al-Khatib, Al-Lughah al‘Arabiyyah, Idhâ`ah `Ashriyyah, (Kairo: al-Hay`ah al-Mishriyah al-`Ammah lil Kutub, 1995), hlm. 79. 8 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, cet. Ke-4 (Bandung: Rosda, 2009), hlm. 41-44. 42 baik aspek aksiologisnya. 7 sebelumnya; Sedikitnya terdapat 33 buku dan artikel jurnal kontemporer yang membahas pembaharuan ilmu Nahwu sejak tahun 1937 M sampai tahun 2000 M, baik bersifat konstruktif maupun dekonstruktif. Para tokoh yang menulis buku dan artikel tersebut secara keseluruhan adalah penulis Arab yang notabene berasal dari Mesir. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi berkenaan dengan objek kajian ilmu Al-‘Imrithî nahwu maupun pada aspek sistematika mengatakan dalam bentuk nadzam: pembelajarannya. analisis Karena epistemologis bisa saja ilmu nahwu atau pun terkait dengan penyusunannya atau keduanya secara bersamaan, sehingga 11 dimaksud akan tampak jelas, apakah dari aspek objek kajiannya ataukah dari pembelajarannya atau keduanya saling berkaitan. Artinya: “Ilmu Nahwu harus diketahui lebih awal, karena bahasa Arab tidak dapat dipahami dengan benar, apabila tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu nahwu.” Ilmu Nahwu adalah ilmu tentang bahasa Arab, yang dengannya pelajar bahasa Arab bisa menghindari kesalahan-kesalahan (lahn) dalam mengungkapkan bahasa Arab; baik lisan maupun tulisan.10 Dengan demikian, identik mengetahui dengan menggunakan ilmu nahwu kemampuan bahasa Arab dengan benar, sehingga tidak heran banyak pelajar bahasa Arab yang sejak awal menggeluti pelajaran ilmu nahwu untuk mencapai target penguasaan bahasa Arab yang “benar” tadi. Tujuan pembelajaran ilmu nahwu ini dijelaskan oleh dalam yang kitab Pernyataan ini sebuah justifikasi yang sangat konkret menunjukkan objek dan tujuan sebagian sejatinya ulama juga pengenalan cakupan ilmu nahwu secara makro dari ilmu nahwu tersebut. Penulis nahwu, yaitu: menghindari lahn dalam penggunaan Karena itu, sangat beralasan apabila akhir-akhir ini keluhan akan kesulitan pembelajaran ilmu nahwu juga berdampak pada lemahnya penguasaan bahasa Arab para pelajar. Kesulitan pembelajaran Ahmad Al-Hasyimi, Al-Qawâ’id AlAsâsiyyah lil Lughah al-‘Arabiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.t.), hlm. 4. ilmu nahwu tersebut diindikasikan oleh proses penguasaan ilmu nahwu yang memakan waktu lama. Penguasaan ilmu nahwu di pondokpondok pesantren tradisional misalnya, membutuhkan rentang waktu sampai tiga tahun secara berturut-turut. Dengan artian, untuk memahami ilmu nahwu secara utuh membutuhkan waktu sampai tiga tahun. Itu baru pada tataran kaidah yang bersifat teoritis, belum masuk pada pembelajaran bahasa Arab praktis yang berupa keterampilan kebahasaan (al-mahârât lughawiyyah), yakni: mendengar kecakapan 10 ilmu bahasa Arab. Ilmu Nahwu Klasik (Kajian Ontologi): kaidah-kaidah tegas إذ الكالم دونه لم يفهما# النحو أولى أوال أن يعلما pembaharuan dalam ilmu nahwu yang sistematika dengan temuan berkenaan dengan objek pokok bahasan sistematika misalnya (mahârah berbicara al- kecakapan al-istimâ’), (mahârah al- 11 Syeikh Syarifuddin, Nadzm Al-‘Imrithî, bait ke-9, terj. Harun Syamsuri, (Pamekasan: PP. Darul Ulum Banyuanyar, 2012), hlm. 3. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 43 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi kalâm), kecakapan membaca (mahârah Meskipun al-qirâah) tersebut cukup berhasil melokalisasi dan (mahârah kecakapan menulis al-kitâbah). kecakapan ini dalam Keempat titik-titik keberadaan perbedaan, buku-buku tetapi tidak pembelajaran mengurangi perseteruan kedua belah bahasa Arab harus mendapatkan porsi pihak. Salah satu buku klasik yang yang ditulis pada abad ke-6 H, Al-Inshâf fî sama dan membutuhkan 12 konsentrasi yang seimbang. Lamanya Masâil al-Khilâf bayn an-Nahwiyyîn Alilmu Bashriyyîn wa Al-Kûfiyyîn (Penengah sesungguhnya dalam masalah khilaf antara ulama mempunyai alasan historis, di mana nahwu Bashrah dan Kufah) ditulis oleh kodifikasi Ibnu Al-Anbari yang coba memediasi nahwu pembelajaran klasik dengan ini disiplin ilmu perdebatan ini dua dipenuhi madrasah kedua perbedaan (madzhab) besar; Bashrah dan Kufah. terjebak Kedua kubu terhadap salah satu madzhab.14 ini saling menguatkan pendapatnya secara filosofis dengan argumentasi-argumentasi Akhirnya para dipaksa pelajar untuk rasional. ilmu memahami nahwu alur ke tersebut dalam justru keberpihakan Dalam catatan sejarahnya, Ilmu Nahwu memang baru dikodifikasikan oleh Imam Sibawaih (w. 180 H), generasi ketiga ulama Bashrah dalam argumentasi kedua belah pihak tersebut, karya di samping kajian tentang materi pokok Walaupun peletakan dasar ilmu Nahwu ilmu nahwu itu sendiri. klasik sudah dimulai sejak Abu al-Aswad Bahkan tidak sedikit dari sarjanasarjana bahasa ad-Duali pada abad pertama Hijriyah. Lalu terus berkembang di kota Bashrah spesifik merangkum perbedaan kedua secara transmisi (bi an-naql) dari lisan belah akar ke lisan melalui ulama Nahwu (nuhât) argumentasi masing-masing demi untuk ternama, seperti Nashr bin `Ashim al- memetakan dan Laitsi (w. 89 H.), Anbasah bin Ma`dan al- 13 Mahri (wafat sekitar awal tahun 100 H.), mempertajam dan yang Al-Kitâb. secara pihak Arab monumentalnya, menelusuri perbedaan kesamaan-kesamaan. 12 Ali Ahmad Madzkur, Tadrîs Funûn AlLughah Al-‘Arabiyyah, (Riyadh: Dar Asy-Sayawaf, 1991), hlm. 41. 13 Beberapa buku tersebut adalah: Ikhtilâf An-Nahwiyyîn karya Tsa’lab (w. 291 H); Al-Masâil ‘alâ Madzhab An-Nahwiyyîn fîmâ Ikhtalafa fîhi AlBashriyyûn wa Al-Kûfiyyûn karya Ibnu Kîsân (w. 320 H); Al-Muqni’ fî Ikhtilâf Al-Bashriyyîn karya Abu Jakfar An-Nahhas (w. 337 H); Ar-Radd ‘Alâ Tsa’lab fi Ikhtilâf An-Nahwiyyîn karya Ibnu Durustawaih (w 347 H); Al-Inshâf fî Masâil alKhilâf bayn an-Nahwiyyîn Al-Bashriyyîn wa AlKûfiyyîn karya Ibnu Al-Anbari (w. 577 H); I’tilâf 44 An-Nushrah fî Ikhtilâf Nuhât Al-Kûfah wa AlBashrah karya Az-Zubaidi (w 802 H) dan lain-lain. selengkapnya, lihat Ali Burhan, “Kajian Kritis Ilmu Nahwu: Madrasah Bashrah vis a vis Madrasah Kufah”, Jurnal HIMMAH, vol. II (Kairo: PPMI Mesir, 2007), hlm. 16. 14 Nuri Hasan Hamid al-Masallati, Asbâb Ikhtilâf an-Nuhât min Khilâl Kitâb Al-Inshâf, (Kairo: Dar Al-Fadhilah, 2005), hlm. 8. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi dan Abdurahman bin Hurmuz (w. 117 H.). 15 akibat tersebut. kemudian Oleh karena ulama’ itu, nahwu Dari generasi awal ini, kemudian mengemukakan teori baru tentang ‘âmil, semakin berkembang, bukan hanya di yaitu: bahwa ‘âmil dalam bahasa Arab kota Bashrah sebagai pusat kajian ilmu ada dua: 1. ‘âmil lafdzî (‘âmil yang Nahwu, tapi juga merambah ke kota tampak), 2. ‘âmil ma’nawî (yang tidak Kufah di bawah kepakaran Abu Jakfar tampak), bin al-Hasan ar-Ru’asi (al-Kufi) sehingga merasionalisasikan rafa’nya mubtada’, bersamaan dengan Khalil bin Ahmad al- muncullah Farahidi ma’nawi. (al-Bashri), guru utama 16 untuk terma Artinya, baru, yaitu rafa’nya ‘âmil mubtada’ sesungguhnya disebabkan oleh ‘âmil Sibawaih dalam ilmu Nahwu. Eksistensi kedua madzhab besar ma’nawi, yaitu ibtida’ (keberadaan ini terus mewarnai kajian ilmu nahwu mubtada’ di awal kalimat merupakan klasik ‘âmil lengkap dengan argumentasi- yang sejatinya merafa’kan argumentasi rasional, yang dalam ilmu mubtada’), meskipun tidak terlihat oleh nahwu disebut ‘illah. Satu contoh yang mata. coba penulis angkat di sini adalah Dari contoh di atas, seorang tentang struktur Mubtada’ + Khabar. pelajar ilmu nahwu akan dihadapkan Dalam klasik, pada pemahaman rasional terhadap االسم المرفوع العاري عن definisi mubtada’ sebelum mengetahui ( العوامل اللفظيةisim [kata benda] yang contoh mubtada’ yang lebih konkret. dirafa’kan tetapi tidak terdapat ‘âmil Alih-alih lafdzi di depannya [yang merafa’kannya] mubtada’ kajian ilmu mubtada’ adalah nahwu 17 Definisi ini sesungguhnya adalah dari tuntutan yang penggunaan benar, padahal menjelaskan mubtada’ langsung kepada secara langsung). dampak mempraktikkan argumentasi rasional kausalitas, di mana akibat harus contoh yang variatif tanpa menjelaskan teori, seperti di atas sesungguhnya lebih sederhana dan praktis.18 selalu ada sebabnya. Dalam hal ini, Lalu berkembanglah ide posisi rafa’ mubtada’ adalah akibat, penyederhanaan tetapi anehnya tidak terdapat sebab nahwu (‘âmil) yang menyebabkan terjadinya lamanya lebih banyak berkutat pada yang pembelajaran selama ilmu berabad-abad permasalahan-permasalahan teoretik 15 Syaikh Muhammad Thanthawi, Nasy’ah an-Nahw wa Târîkh Asyhur an-Nuhât, hlm. 36. 16 Ibid, hlm. 71. 17 Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari, Al-Kawâkib Ad-Durriyah; Syarh Mutammim AlJurumiyyah, (Surabaya: Nurul Hidayah, t.t.), hlm. 76. 18 Seperti yang dilakukan oleh Ali AlJarim dan Mustofa Amin dalam An-Nahw AlWâdlih. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 45 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi filosofis dan kurang memperkuat di 19 bidang praktik dan penerapan. berbagai Di era modern, barangkali orang yang pertama gencar di abad ke- 20 M dengan bentuknya dan mulai 21 menemukan format terbarunya. merumuskan Secara teoretis, ada beberapa penyederhanaan ilmu nahwu yang lebih usulan pembaharuan yang dilontarkan praktis tersebut adalah Rif’at Thahthawi berkenaan dengan pembaharuan ilmu (1873 M) di Mesir, setelah pulang dari nahwu. Di antaranya: tentang dominasi Prancis dengan kitabnya At-Tuhfah Al- pengaruh Maktabiyyah fi Taqrîb Al-Lughah Al- argumentasi ‘Arabiyyah, lalu dilanjutkan oleh Hefni munculnya terma i’rab taqdiri, ‘âmil Nâshif dengan kitabnya yang terkenal ma’nawi, ‘illah tsawani dan lain-lain. Qawa’id Al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Begitu Penggunaan istilah-istilah ilmu nahwu juga, Ali Al-Jârim dan Musthafa Amin yang sangat banyak, seperti rafa’ dan mengeluarkan kitab nahwu baru An- dlammah, nashab dan fathah, jarr dan Nahwu Al-Wâdlih dan terus mengalir ke kasrah Ibrahim Musthafa, Hasan Syarif, Amin beberapa bab pembahasan ilmu nahwu Al-Khuli, Ya’qub Abdun Nabi, Syauqi yang kurang produktif, seperti tentang Dhaif, Abdul Muta’al As-Shâ’idi dan tanâzu’ dan isytighâl. Ada juga usulan Ahmad Baraniq, di samping usaha dari perampingan bab dalam ilmu nahwu Departemen Pendidikan Mesir dalam tim yang semula mencapai 30 bab menjadi 20 ad hocnya. ilmu dan pemaparan nahwu, lain-lain; seperti membuang al-fathah, dan bâb al-kasrah saja.22 bentuk dari usaha pembaharuan ilmu secara beberapa dalam 3 bab besar, yaitu bâb ad-dlammah, bâb Penyederhanaan di atas adalah nahwu filsafat usaha praktis. yang Ada juga Tentu saja, usulan demi usulan ini terlebih dahulu ada daripada mencoba pembaharuaan ilmu nahwu yang praktis. memperbaharui ilmu nahwu dari aspek Karena ilmu nahwu praktis yang muncul teoretisnya. Usaha ini lebih bersifat kritik kemudian teoretis berupa wacana yang sudah wacana-wacana mulai bermunculan sejak abad ke-3 H sebelumnya. adalah manifestasi dari pembaharuan pada masa Jahidz, yang berarti lebih dari 1000 tahun yang silam. Namun, ide- Epistemologi Ilmu Nahwu Klasik: ide pembaharuan ilmu nahwu semakin Dari pemaparan secara ontologis di 19 Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, (Kairo: Markaz Al-Kitab li An-Nasyr, 2006, cet. II), hlm. 276. 20 Rusydi Balhabib, Qadhiyyah Al-I’râb wa Masyâri’ Tajdîd An-Nahw Al-‘Arabî, www.rouwaa.com (diakses pada 26 Oktober 2007). 46 atas, kita sedikit diperkenalkan kepada sebuah dinamika ilmu Nahwu dari masa ke masa. Kemudian muncul 21 Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, hlm. 277. 22 Ibid, hlm. 278-279. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi usaha untuk dengan menyederhanakannya menghilangkan kerumitan- Syauqi Dhaif dan tim ad hoc kementrian pendidikan Mesir. kerumitan yang terjadi pada ilmu Nahwu klasik ala Oleh karena itu, tidak berlebihan Sibawaih. Pertanyaannya, kalau ilmu Nahwu klasik dengan teori- mengapa ilmu Nahwu klasik dianggap teori rasionalitasnya ini ditengarai sarat sulit? Pertanyaan ini sebetulnya berakar muatan filosofis yang justru membuat dari ilmu pertanyaan yang lain, yaitu: nahwu tidak praktis. Hal ini Bagaimana penyusunan Ilmu Nahwu dikemukakan oleh Abdullah, mahasiswa klasik? Pertanyaan terakhir menyoal pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah kembali ilmu Jakarta dalam abstrak disertasinya yang pertanyaan berjudul “Kritik Ibn Madla terhadap Ushûl Nahwu aspek klasik, epistemologis sehingga tentang “mengapa” tadi akan terjawab al-Nahwi”. dengan sendirinya. terma-terma `âmil, ta’lîl tsawani (second Ilmu Nahwu klasik yang telah reason) Dia dan mengatakan qiyâs bahwa (analogi) yang menjadi satu disiplin ilmu di bawah dipandang sebagai pilar-pilar bangunan tangan kreatif ulama Bashrah dan Kufah nahwu lalu ulama intensitas penggunaan nalar di sana Baghdad dan Mesir, tidak terlepas dari cukup tinggi, dapat ditampilkan sebagai kekurangan bentuk-bentuk disusul kemudian dan oleh kritik konstruktif- epistemologis dari ulama Nahwu di (ushûl al-nahw) filosofis dan yang dari nahwu tradisional.” belakangnya. Kritikan yang paling tajam Setelah penulis coba membaca sempat dilontarkan oleh seorang pakar langsung karya (yang di-tahqîq oleh Dr. bahasa Arab asal Kordova, Ibn Madla Syauqi Dhaif dan terbit tahun 1947 M) (w. 592 H) dalam ar-Radd `alâ an-Nuhât tersebut, (Penolakan atas Ulama Nahwu) yang menjadi ditulis sekitar tahun 581 H. Penolakan kritikannya Ibn Madla dalam kitab ini berkisar pada klasik, seputar banyaknya teori’âmil- teori rasionalitas dalam pembentukan ma`mûl, i’râb bi at-taqdîr, dan teori ta`lîl ilmu Nahwu klasik yang cenderung tsawani memang benar adanya.24 ternyata catatan poin-poin Ibn terhadap yang Madla ulama dalam Nahwu “dipaksakan”, sehingga tak jarang kita Belakangan, Dr. Syauqi Dhaif menemukan kerumitan-kerumitan dalam sendiri, seorang pakar bahasa Arab dari 23 memahami logika ilmu Nahwu. Setelah Kairo yang sempat menjabat direktur beberapa lama kemudian, kritik Ibnu Majma’ al-Lughah Al-‘Arabiyyah di Kairo Madla’ (Majelis dipertajam oleh Ibrahim Musthafa, Hefni Nashif, Thaha Husain, Bahasa Arab Kairo), juga merumuskan satu kitab Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî Qadîman wa Hadîtsan” 23 Ibnu Madla’ Al-Qurthubi, Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, Tahqiq Syauqi Dhaif, (Kairo: Dar el-Ma’arif, 1982, cet. II), hlm. 23-40. 24 Ibid, hlm. 76. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 47 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi (Usaha Memudahkan Pembelajaran Setelah kajian ontologis di atas Ilmu Nahwu; Dulu dan Sekarang) yang berhasil intinya mendukung pembaharuan ilmu kerumitan dalam ilmu nahwu klasik, kini Nahwu tetap giliran epistemologi yang memainkan mempertahankan prinsip-prinsip dasar perannya. Untuk mencapai kemudahan kaidah-kaidah dalam pembelajaran ilmu nahwu (taysîr klasik dengan bahasa termuat di dalamnya. Arab pusat-pusat an-nahw at-ta’lîmî), harus dilakukan dua Wacana-wacana meretas yang 25 memetakan inilah munculnya yang pembaharuan hal, yaitu: Pertama, menghilangkan poin-poin kesukaran ilmu nahwu klasik pembelajaran ilmu nahwu (An-Nahwu dalam At-Ta’limi), berhasil dijabarkan di atas; Kedua, menyusun kerumitan ulang sistematika pembelajaran ilmu karena mengurai telah sumber-sumber yang terdapat dalam ilmu nahwu klasik. Kemudian tahun gayung 1938, bersambut. kementrian pembelajaran, sebagaimana nahwu (an-nahw at-ta’lîmî). Pada Di sini, epistemologi menemukan pendidikan dua hal yang sangat esensial dalam Mesir membentuk tim ad hoc yang pembelajaran khusus penyederhanaan objek bahasannya dan membahas dan merancang ilmu nahwu, format pembelajaran ilmu nahwu yang penyusunan lebih praktis (taysîr an-nahw at-ta’lîmî). pembelajarannya. Tim tersebut terdiri dari: Thaha Husayn, ilmu nahwu klasik (an-nahw al-qadîm) Ahmad Ibrahim sebagai ilmu teoretis harus dibedakan Bakar dengan pembelajaran ilmu nahwu (an- 26 nahw at-ta’lîmî) yang sifatnya praktis. memperkuat Sementara ini, pembelajaran bahasa beberapa wacana yang berkembang Arab yang bertumpu kepada ilmu nahwu sebelumnya merekomendasikan masih menggunakan ilmu nahwu teoritis pembaharuan dalam pembelajaran ilmu (an-nahwu al-qadîm), sehingga wajar Amin, Musthofa, Ali Al-Jarim, Muhammad Abu Ibrahim dan Abdul Majid As-Syafii. Akhirnya, 27 nahwu. tim inipun dan ulang yakni: sistematika Dengan demikian, Lalu, rekomendasi tersebut keluhan kesulitan dalam bahasa Arab diperkokoh lagi dalam seminar-seminar (ilmu nahwu) sering terdengar. Jadi, internasional di beberapa Negara Arab, untuk seperti di Qatar dan Libanon pada tahun Arab yang praktis, maka pembelajaran 1947 dan 1956 M. 28 menuju praktis muyassar) Syauqi Dhaif, Taysîr an-Nahw atTa`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, hlm. 3. 26 Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, hlm. 279. 27 Ibid., hlm. 278. 28 Ibid. 48 bahasa ilmu nahwu pun sejatinya menggunakan yang 25 pembelajaran dan (ta’lîm atau an-nahw al- pembelajaran nahwu fungsonal (ta’lîm an-nahw alwadhîfî). Pemahaman pembelajaran “ilmu nahwu yang praktis” dan “ilmu nahwu OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi fungsional” dalam praktiknya istifhâm (pertanyaan), karena bagi diterjemahkan secara berbeda. Tokoh pelajar bahasa Arab pemula, istifhâm seperti Rif’at Thahthawi, Hefni Nasif, Ali menjadi sebuah kebutuhan. Sedangkan Al-Jarim dan lainnya menerjemahkan dalam ilmu nahwu klasik, materi istifhâm dengan buku akan ditemukan dalam bab-bab terakhir, pembelajaran ilmu nahwu yang lebih setelah bab al-kalâm, al-marfû’ât, al- praktis dengan langsung menghilangkan manshûbât dan lain-lain. penyusunan sumber-sumber menggunakan ulang kerumitannya contoh-contoh dan Belakangan, pembelajaran ilmu bahasa nahwu fungsional juga berkembang di Arab secara variatif dan dekat dengan pesantren-pesantren kehidupan para pelajar. Model buku- mengembangkan buku dominan cepat, seperti model Amtsilati Jepara, menggunakan metode deduktif, yang model al-iktisyaf Puncak Darus Salam dimulai dari kaidah kemudian dilanjutkan Pamekasan dan model-model lain yang dengan contoh-contoh, kecuali An-Nahw sejenis. Al-Wâdlih-nya Ali Al-Jarim yang sudah model menggunakan induktif, disesuaikan dengan kebutuhan pelajar diawali dengan contoh-contoh bahasa dan tingkat kemudahannya; baik dalam Arab, lalu diikuti dengan penjelasan bahasa Arab maupun dalam kemahiran kaidah membaca kitab. semacam ini masih pendekatan secara singkat, penyusunan kendati babnya diajarkan baca ilmu secara kitab nahwu acak masih menggunakan sistem yang lama. Sedangkan sistem Pembelajaran ini yang Pembaharuan Ilmu Nahwu (Aspek ilmu nahwu Aksiologi) fungsional sudah tidak lagi berpatokan Akhirnya, filsafat ilmu berhasil kepada sistematika penyusunan bab menemukan ilmu nahwu baru, di mana seperti pada ilmu nahwu klasik, tetapi ilmu nahwu klasik ditempatkan sebagai penjelasan nahwu ilmu nahwu yang sifatnya teoritis filosofis disesuaikan dengan kebutuhan para dengan ciri khasnya sendiri dan telah pelajar secara langsung. Pembelajaran berabad-abad lamanya eksis sebagai ilmu nahwu fungsional ini sering kita disiplin ilmu yang mandiri. Akan tetapi, jumpai ilmu nahwu klasik pada saat ini kurang Arab kaidah-kaidah dalam terpadu ‘arabiyyah pembelajaran (ta’lîm bahasa al-lughah al-muwahhad), di al- mana tepat untuk pembelajaran diajarkan bahasa Arab dalam praktis, dalam satu wahdah (unit), pembelajaran karena akan terbentur dengan sumber- bahasa Arab dengan tema tertentu, sumber kesulitan, sebagaimana dibahas langsung ilmu sebelumnya. Sedangkan ilmu nahwu nahwu secara fungsional. Bisa saja, baru yang dimaksud adalah ilmu nahwu kaidah praktis memasukkan yang diajarkan unsur dimulai dari dalam OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 pembelajaran bahasa 49 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Arab (an-nahw at-ta’lîmî al-muyassar) alasan kedua dan ketiga terhadap dan ilmu nahwu fungsional (an-nahw al- suatu wadhîfî). Padahal alasan pertama saja sudah Pokok-pokok pembaharuan ilmu Nahwu tersebut adalah rekonstruksi hukum i`râb yang terjadi. cukup memadai. 4. Menghilangkan teori qiyas (analogi) Nahwu.32 epistemologis penyusunan ilmu Nahwu dalam klasik demikian, untuk metetapkan bahwa dengan penekanan pada beberapa poin penting berikut: Nahwu. Karena Dengan fi`il Mudlâri` adalah mu`rab tidak perlu 1. Menyusun ulang sistematika 29 ilmu kita ilmu dianalogikan kepada isim. Karena hal tahu, itu hanya akan membuat bingung penyusunan ilmu Nahwu klasik masih pelajar. berlandaskan transmisi (bir riwayah), mengatakan bahwa fi`il Mudlâri` itu sehingga perlu berlandaskan Jadi, cukuplah kita disusun ulang mu`rab, sebagaimana orang Arab sistematika yang mempraktikkannya. memudahkan; dari global ke detail, Dari beberapa poin ini, ilmu dari sederhana ke kompleks, dengan Nahwu baru yang lebih sistematis dan membuang pembahasan yang tidak praktis penting dan lain-lain. menyelesaikan masalah kerumitan ilmu 2. Menghilangkan teori `âmil ma`nawî (faktor yang tidak Sebagaimana kita tampak). ketahui, 30 rasionalitas Nahwu dalam mampu pembelajaran bahasa Arab. ilmu Nahwu klasik disusun berlandaskan asas diharapkan PENUTUP (sebab-akibat), Dari penjabaran di atas, telaah sehingga i`râb (hukum kalimat) yang epistemologi ini berhasil menemukan tampak harus ada penyebabnya yang faktor-faktor penyebab kerumitan yang disebut tanpa terjadi pada ilmu Nahwu klasik. Dari ini, analisis epistemologis yang dilakukan bisa oleh Al-Jahidz, Ibnu Jinni, Ibnu Madla, `âmil. menjelaskan pelajar Padahal, `amil bahasa ma`nawi Arab juga mengklasifikasikannya secara jelas. 3. Menghilangkan teori ta`lîl tsawânî wa tsawâlits (alasan kedua dan ketiga) dalam i`râb. 31 Tentu ini, banyak Syauqi Dhaif, Thoha Husain, Ibrahim Mushtofa, Hefni Nasif kelemahan-kelemahan diidentifikasi dengan dan lainnya, itu sukses baik, sehingga menyulitkan pelajar bahasa Arab, muncullah tawaran-tawaran solutif untuk karena mereka harus mengetahui merumuskan ilmu Nahwu baru yang lebih praktis dan memudahkan para 29 Ibid, hlm. 49-58. Ibnu Madla’ Al-Qurthubi, Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, hlm. 24-35. 31 Ibid, hlm. 35-38. pelajar bahasa Arab. 30 50 32 Ibid, hlm. 38-42. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Usaha pembaharuan ilmu Nahwu ini, mendapat respon positif dari pemerintah Mesir dengan membentuk panitia ad hoc dalam rangka merumuskan formasi baru ilmu Nahwu tersebut. Epistemologi ilmu Nahwu baru yang dibangun adalah bagaimana Ilmu Nahwu mendekati bahasa DAFTAR PUSTAKA Arab sebagaimana adanya (bukan bagaimana seharusnya), tidak perlu memaksakan konsep rasionalitas (sebab-akibat) yang hakikatnya tidak terjadi dalam bahasa Balhabib, Rusydi, Qodhiyatu Al-I’rab wa Masyari’u Tajdid An-Nahwu AlArabi, www.rouwaa.com (diakses pada 26 Oktober 2007) Burhan, Ali, Kajian Kritis Ilmu Nahwu: Madrasah Bashrah vis a vis Madrasah Kufah, Jurnal HIMMAH, vol. II (PPMI Mesir: 2007). Dhaif, Syauqi, Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, (Kairo: Dar al-Maârif, 1993). Arab. Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009, cet. 4) al-Hasyimi, Ahmad, Al-Qawaid AlAsasiyah lil Lughati al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), t. tahun. Ibnu Abdul Bari, Muhammad bin Ahmad., Al-Kawâkib Ad-Durriyah; Syarh Mutammim Al-Jurumiyyah, (Surabaya: Nurul Hidayah, t.t.) al-Khatib, Husam., Al-Lughah al‘Arabiyyah, Idhâ`at `Ashriyyah, (Kairo: al-Hay`ah al-Mishriyah al`Ammah lil Kutub, 1995). Madkur, Ali Ahmad, Tadris Funun AlLughah Al-Arabiyah, Riyadh: Dar Asy-Sayawaf, 1991. al-Masallati, Nuri Hasan Hamid, Asbab Ikhtilafi an-Nuhat min Khilali Kitab Al-Inshof, Kairo: Dar Al-Fadhilah, 2005. Mastuki HS, M. Ishom El-Saha (ed.), Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: DIVA PUSTAKA, 2003). Muhammad ‘Athâ’, Ibrahim., Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 51 PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi (Kairo: Markaz Al-Kitab li AnNasyr, 2006, cet. II). Al-Qurthubi, Ibnu Madla.,’Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, Tahqiq Syauqi Dhaif, (Kairo: Dar el-Ma’arif, 1982, cet. II). Syarifuddin, Syeikh, Nadzam Al-‘Imrithy, bait ke-9, diteremahkan oleh Harun Syamsuri, Pamekasan: PP, Darul Ulum Banyuanyar, 2012. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, cet. xvi,) 52 Tafsir, Ahmad., Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosda, 2009, cet. iv) Thanthawi, Syaikh Muhammad., Nasy’ah an-Nahw wa Târikh Asyhuri an-Nuhât, (Kairo: Dar elMa`arif, t.t., Cet. III). Versteegh, Kees, Al-Lughah Al‘Arabiyyah, Târîkhuhâ wa Mustawayâtuhâ wa Ta’tsîrihâ, terj. Muhammad Asy-Syarqâwî, (Kairo: Al-Majlis Al-A’la Li AtsTsaqafah, 2003) OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012