MEMBENTUK PESERTA DIDIK BERBASIS KARAKTER MELALUI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Oleh: LUTHFIYATUS SHOLEHAH NIM: 131310000303 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA ( UNISNU) JEPARA 2015 i NOTA PEMBIMBING Lamp : Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Luthfiyatus Sholehah Kepada Yth Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Assalamu’allaikum Wr.Wb. Setelah saya mengadakan koreksi dan memberi petunjuk serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudari: Nama : Luthfiyatus Sholehah NIM : 131310000303 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul Skripsi : Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam Dengan ini saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqosahakan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jepara 29 September 2015 Pembimbing Dr. Sa’dullah Assa’idi, M. Ag iv ABSTRAK Nama : Luthfiyatus Sholehah NIM : 131310000303 Judul Skripsi: Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam Pendidikan karakter merupakan sebuah nilai yang harus dipelajari, dirasakan dan diterapkan dalam keseharian setiap anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: konsep pendidikan karakter Islam , konsep pendidikan Islam, strategi pendidikan islam guna membentuk karakter peserta didik. Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, Koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Penulis fokuskan penelitian ini pada pendidikan karakter Islam dan konsep pendidikan Islam. Teknik penulisan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi data mengenai hal- hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Karena objek dalam penelitian ini adalah buku- buku maka penulis menelaah dan mengkaji buku- buku yang dipilih sebagai bahan penelitian. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, induktif dan analitik sintesa yang menunjukkan bahwa: Konsep pendidikan karakter Islam adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda yang mencakup 3 aspek yaitu pengetahuan moral, sikap moral, dan perilaku moral. Konsep pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang seara maksimal sesuai dengan ajaran Islam yang menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal, dan hati anak didik. Pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Islam adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai- nilai luhur yang bersumber dari budaya Islam. v MOTTO (٣٦ :)اﻻﺳﺮاء Artinya: dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.(Q.S. Al-Isra’: 36) vi vi PERSEMBAHAN Dengan rendah hati dan ucapan terima kasih serta rasa syukur yang tiada tara kehadirat Allah SWT beserta RasulNya dengan penuh penghormatan karya ini saya persembahkan kepada: 1. Ayahku Abdul Aziz dan Ibuku zubaedah tersayang yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan materil serta moral hingga aku seperti sekarang. 2. Suamiku yang tercinta Syariful Anam yang selalu memberikan motivasi 3. Kakak dan Adikku tersayang khozinul Wafa dan M. Fatkhul Jamal 4. Dosen- dosen serta guru- guruku yang telah banyak memberikan ilmu dan do’anya 5. Bapak Dr. Sa’dullah assa’idi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Teman –teman mahasiswa UNISNU Jepara yang saya banggakan. DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga, tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam refrensi yang dijadikan bahan rujukan. Jepara, Deklarator, Luthfiyatus Sholehah NIM: 131310000303 KATA PENGANTAR ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberi petunjuk kepada manusia, sehingga manusia menjadi lebih berarti. Dan yang telah member akal sehingga manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Segala puji-pujian hanya milik Allah atas limpahan nikmat yang tak terhingga jumlahnya. Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membuka lebar pintu kebenaran dari dunia jahiliyyah. Petunjuk bagi semesta alam dari suri tauladan atau figur yang baik bagi umatnya. Dengan taufik, hidayah serta inayah dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Untuk itu sangat tepat kiranya jika pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat; 1. Bapak Prof. Dr.KH. Muhtarom HM selaku rektor UNISNU Jepara yang telah memberikan ilmu, nasehat dan do’anya. 2. Bapak Drs. H Akhirin Ali, M.Ag selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan persetujuan terhadap skripsi ini. 3. Bapak Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah banyak member petunjuk, pengarahan dan nasehat dengan kesabaran dan penuh pengertian sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 4. Orang tuaku, suamiku dan keluargaku yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan do’a yang tulus sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Sahabat- sahabat seperjuangan yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini 6. Semua pihak yang terkait dengan ikhlas memberikan bantuan baik materi maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya, penulis hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT senantiasa menerima amal shaleh dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca. Amin Jepara, Penulis, Luthfiyatus Sholehah NIM: 131310000303 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN………………………………………... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING………………………………... ii HALAMAN ABSTRAK…………………………………………….. iii HALAMAN MOTTO………………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………… v HALAMAN DEKLARASI………………………………………….. vi HALAMAN KATA PENGANTAR…………………………………. Vii HALAMAN DAFTAR ISI…………………………………………… ix BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………….1 B. Penegasan Istilah……………………………………………..4 C. Rumusan Masalah…………………………………………….7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….7 E. Kajian Pustaka………………………………………………..8 F. Metode Penelitian…………………………………………….9 G. Sistematika Penulisan Skripsi………………………………..12 BAB II: LANDASAN TEORI………………………………………….14 A. Konsep Pendidikan Islam…………………………………....14 B. Konsep Pendidikan Karakter………………………………...32 C. Konsep Peserta Didik………………………………………44 BAB III: KAJIAN OBYEK PENELITIAN…………………………...49 Konsep Pendidikan Islam tentang Pendidikan karakter………..49 BAB IV: ANALISIS PENELITIAN…………………………………..57 A. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam tentang Pendidikan Karakter…………………………………………………….57 B. Bagaimana Strategi dalam Pendidikan Islam Guna Membentuk Karakter……………………………………….63 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran- Saran C. Penutup DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN- LAMPIRAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan mebuka serta membentuk disiplin hidup. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan didalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.1 manusia sebagai makhluk paedagogik yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik sehingga mampu menjadikan Kholifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan ketrampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk mulia.2 Pendidikan dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam terminologi bahasa arab, istilah pendidikan (education) secara leksikal berarti “tarbiyah”, mempunyai pengertian 1 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 2003), Cet.3, hlm.67. 2 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),Cet.8,hlm.17. 2 mengembangkan, memelihara, mengasuh, dan membesarkan. Kata tarbiyah disini bermaksud mengembangkan atau meningkatkan secara bertahap demi tahap. Kandungan makna tepatnya berlaku pada manusia selaku makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang, karena berkembangnya makhluk hidup bersifat alamiah maka pendidikan atau tarbiyahnya merujuk pada adanya berbagai sarana, lingkungan yang tepat baginya.3 Pendidikan adalah salah satu unsur yang penting dalam pembelajaran. Pendidik merupakan sosok yang mutlak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, bukan hanya sebagai panutan utama bagi siswa, tetapi pendidik atau guru juga mampu membantu mengembangkan intelektual, afektif serta psikomotorik siswa melalui pengetahuan, latihan-latihan, keterampilan, harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Belajar bagi pesrta didik adalah proses psikologis dan moral yang melibatkan cara berfikir, berkehendak, berlatih, dan hal-hal produktif lainya. Proses ini untuk sementara melibatkan perubahan dipihak peserta dididk, baik perubahan dalam perilaku, karakter, perangai, dan penampilannya. Puncak pendidikan yang ditanami dengan ketulusan hati, adalah membekali pesrta didik kemandirian moral yang berarti memiliki 3 Yedi Kurniawan, Pendidikan Sejak dini Hingga Masa Depan, (Jakarta:Asda Studio,1993), hlm 1. 3 undang-undang moral diri yang universal, bersifat pribadi, dan juga mampu menempatkan diri.4 Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban -kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.5 Islam sebagai agama yang syamil (holistik) telah memberikan perangkatperangkat kehidupan bagi manusia dalam segala aspeknya. Diantaranya, islam sangat menaruh perhatian yang sangat terhadap pendidikan. Berbeda dengan model pendidikan Barat yang berdasarkan materialisme sekuleristik yang menafihkan nilai-nilai ruhiyah dan ilahiyah sehingga melahirkan kepribadian yang tidak utuh sebagai manusia.6 Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya: anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menolong teman, dan seterusnya merupakan proses pendidikan karakter. Sehubungan dengan itu, Dewantara pernah mengemukakan beberapa hal 4 Shafique Ali Setia,2005).hlm. 8. Khan, filsafat pendidikan Al- Ghazali (Bandung:CV Pustaka 5 Indonesia” 6 Ahmad Taufiq, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta:Yuma Pustaka, 2011) Cet.1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa (Jakarta:Balai pustaka,1997). Hlm.10. hlm.217. 4 yang yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngertingroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut senada dengan ungkapan orang sunda diJawa Barat, bahwa pendidikan karakter harus merujuk pada adanya keselarasan antara tekad-ucap-lampah (niat, ucapan atau kata-kata, dan perbuatan).7 Dari keterangan diatas mendorong peneliti mengangkat tema ini dengan judul “Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam” (StudiAnalisis). B. Penegasan Istilah Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari istilah yang untuk menghindari kesalah pahaman terhadap penulisan skripsi dan membantu penulis untuk memberikan batasan-batasan terhadap pembahasan judul diatas, sehingga pemahaman akan dapat diarahkan. Oleh karena itu, sekiranya penting untuk memberikan pengertian dan penegasan terhadap judul tersebut. 1. Peserta Didik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan.8 sedangkan peserta didik dalam pendidikan islam dapat diartikan individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikolgis, sosial 7 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara,2012) Cet.2, hlm. 1. 8 Dwi Siswoyo, Ilmu Pendidikan, ( Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.87. 5 dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.9 2.Pendidikan Karakter. Menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.10 Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi dan berbagai hal terkait lainnya. 11 3. Pendidikan Islam Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “ pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah” dengan 9 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet.I, hlm. 173. 10 Heri Gunawan, Pendidikan karakter, ( Bandung: Alfabeta, 2012), Cet. 2, hlm. 23. 11 Ibid., 24. 6 kata kerja “rabba”. Kata “ pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “Ta’lim” dengan kata kerjanya “‘allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan “pendidikan islam “ dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.12 Menurut Omar Mohammad At- Toumi Asy- Syaibany pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi- profesi asasi dalam masyarakat.13 Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek- aspek produktivitas dan kreativitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta.14 Selanjutnya, Chabib Toha menyatakan, pendidikan dan falsafah dasar dan tujuan serta teori- teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan berdasarkan nilai- nilai dasar islam yang terkandung dalam Al- Qur’an an Hadits.15 12 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet.11, hlm.25. 13 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), Cet. 2, hlm.27. 14 Ibid. 15 M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm.99. 7 Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berusaha mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam dari generasi kegenerasi selanjutnya.16 Pendidikan islam bertujuan membentuk anak sehingga berkepribadian islami dan berprilaku baik. Dari batasan masalah diatas, maka yang dimaksud dengan judul dalam penulisan ini adalah Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep pendidikan karakter Islam ? 2. Bagaimana strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter peseta didik? D. Manfaat Penelitian 1. Tujuan yang hendak dicapai dalam judul ini adalah: a. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter. b. Untuk mengetahui strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter peserta didik. 2. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: a. Dari segi teoritis, untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana konsep pendidikan karakter. 16 Samaun Bakri, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: Pustaka Banny Qurays, 2005), hlm.3 8 b. Dari segi praktis, dapat dijadikan konsep atau pedoman dalam menerapkan peserta didik yang berbasis karakter islam. c. Dari segi akademis, untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan UNISNU Jepara. E. Kajian Pustaka Kajian pustaka disini adalah suatu upaya untuk melakukan penelusuran karya ilmiah baik berupa buku, skripsi atau karya ilmiah lainnya dengan tujuan supaya tidak ada kesamaan antara tema yang akan dikaji dengan tema yang sudah ada karena apabila ada kesamaan maka akan sia-sia kita melakukan penelitian. Sampai pada bagian telaah pustaka ini, penulis telah melakukan penulusuran beberapa buku dan tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pendidikan karakter, terutama yang mengulas konsep pendidikan islam. 1. Dalam buku yang berjudul “Pendidikan Agama Islam” karya Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi dijelaskan tentang Kerangka Dasar Ajaran Islam dan Konsep Pendidikan Islam, yang intinya islam memberikan model pendidikan yang terpadu. Dan menjelaskan faktorfaktor terbentuknya pendidikan menurut pandangan islam, yang dimaksud adalah konsep pendidikan yang bersumber pada Al- qur’an, Al-hadits dan pendapat ulama pendidikan. 9 2. Dalam buku yang berjudul “ Manajemen Pendidikan Karakter” karya E. Mulyasa didalam buku tersebut yang intinya keberhasilan peserta didik dalam membangun karakter pribadinya, serta keberhasilan guru dalam membangun karakter peserta didik, yang didalmnya juga ada 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik disekolah maupun diluar sekolah salah satunya adalah cinta Allah dan kebenaran, tanggung jawab, disiplin dan mandiri. 3. Dalam buku yang berjudul “Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi” karya Heri Gunawan didalam buku tersebut dijelaskan mengenai Metode dan Pendekatan Dalam Implementasi Pendidikan Karakter yang intinya didalam buku tersebut ada 9 ragam metode pendidikan karakter antara lain, metode hiwar, metode Qishah, Metode perumpamaan, Metode keteladanan, metode Pembiasaan, Metode ‘ibrah, dan Metode janji atau ancaman. F. Metode Penelitian Karya ilmiah tentunya menggunakan metode untuk menganalisa dan medeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan mudah dipahami. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian. 10 Didalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Kualitatif. Hal ini merupakan salah satu jenis metode yang menitik beratkan pada penalaran yang berdasarkan realitas sosial secara objektif dan melalui paradigma. Fenomenologis, artinya metode ini digunakan atas tiga pertimbangan: pertama, untuk mempermudah pemahaman realitas ganda. kedua, menyajikan secara hakiki antara peneliti dan realitas. Ketiga, metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri pada bentuk nilai yang dihadapi.17 2. Jenis Penelitian. Penelitian ini lebih merupakan penelitian kepustakaan (Library reseach) yaitu penelitian yang objek utamanya buku- buku kepustakaan dan literatur lainnya yang berkaitan dengan judul diatas. 18 3. Teknik Pengumpulan Data. Dalam penelitian kualitatif ada beberapa teknik pengumpulan data, yaitu observasi partisipan, wawancara secara mendalam, studi dokumentasi dan gabungan ketiganya.19 Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, surat kabar, majalah dan agenda-agenda. a. Sumber Data 17 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian kualitatif , (Bandung: Rosda Karya,2008) , hlm.92 93. 18 Sutrisno hadi, Metodologi Research Untuk Menulis Paper, Skripsi, Tases Dan Desertasi, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1982), hlm.9. 19 Lexy . J. Moleong , op. Cit., hlm.114. 11 Dalam penelitian ini pengumpulan data didasarkan atas data primer dan sekunder. 1) Data primer. Merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.20 Sedangkan sumber primer dalam penelitian ini adalah pendidikan karakter berbasis Agama Islam. 2) Data Sekunder. data yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti atau data penunjang yang ada kaitannya dengan permasalahan pokok. 4. Teknik Analisis Data. Dalam menganalisis data yang telah terkumpul digunakan beberapa metode antara lain: a. Metode Deduktif Digunakan untuk manganalisis pada bab II tentang landasan teori, yaitu analisis suatu permasalahan yang berasal dari generalisasi yang bersifat umum kemudian ditarik pada fakta yang bersifat khusus atau yang kongkrit terjadi. b. Metode Induktif Digunakan untuk menganalisa pada bab III tentang permasalahan yang akan diteliti yaitu analisis masalah yang bersifat 20 Marzuki, Metode Riset, ( Yogyakarta: Hamidita Offset, 1997), hlm.55. 12 khusus, kemudian, kemudian diarahkan pada penarikan kesimpulan yang bersifat umum. Pada bab III penulis membahas tentang konsep pendidikan Islam kemudian penulis menyimpulkannya den Isngan relevansi pendidikan karakter tersebut dalam pendidikan islam pada umumnya. c. Metode Komparatif Yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut. G. Sitematika Penulisan Skripsi. Sistematika penulisan ditunjukkan untuk mempermudah dalam penyajian dan pemahaman, maka skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut. BAB I :merupakan bab pendahuluan yang menjalaskan latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II :Merupakan bab Landasan Teori, bab ini akan membahas tentang pengertian pendidikan islam, pengertian pendidikan berbasis karakter, bentuk- bentuk pendidikan berbasis karakter, strategi pembentukan karakter. BAB III :Kajian Obyek Penelitian yang memuat tentang konsep pendidikan Islam dalam membentuk Karakter Peserta Didik. 13 BAB IV: Analisis penelitian yang memuat dua sub bahasan yang pertama ialah bagaimana konsep pendidikan islam terhadap pembentukan karakter. Sub bahasan yang kedua ialah bagaimana strategi dalam pendidikan islam guna membentuk karakter BAB V : Penutup yang memuat tentang Kesimpulan, Saran-Saran, dan Penutup. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Islam Dalam membahas konsep pendidikan Islam, ada beberapa hal yang menjadi bahasan penting yaitu tentang pengertian pendidikan Islam, Landasan Pendidikan Islam, serta Tujuan Pendidikan Islam. 1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan Islam menunjukkan adanya pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang berdasarkan Islam. Untuk menjelaskan tentang pendidikan Islam, terlebih dahulu akan dibahas pendidikan menurut pakar, setelah itu barulah dibahas definisi pendidikan Islam. Pendidikan Islam menurut prof. Dr.Omar Muhammad Al Touny al-Syaebani, diartikan sebagai “ Usaha mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.21 Menurut Hasan Langgulung, pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan 21 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet.I, hlm.28. 14 15 pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.22 Menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi adalah pendidikan Islam tidak seluruhnya bersifat keagamaan, akhlak, dan spiritual, namun tujuan ini merupakan landasan bagi tercapainya tujuan yang bermanfaat. Dalam asas pendidikan Islam tidak terdapat pandangan yang bersifat materialistis, namun pendidikan Islam memandang materi, atau usaha mencari rizeki sebagai masalah temporer dalam kehidupan, dan bukan ditunjukan untuk mendapatkan materi sematamata, melainkan untuk mendapatkan manfaat yang seimbang. Didalam pemikiran al-Farabi, ibn Sina, dan Ikhwan al-Syafa terdapat pemikiran, bahwa kesempurnaan seseorang tidak mungkin akan tercapai, kecuali dengan menyeimbangkan antara agama dan ilmu.23 menurut Marimba (1998:4) memberikan definisi pendidikan Islam sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukumhukum Islam, menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Dari pengertian tersebut, sangat jelas bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian secara utuh dan menyeluruh, menyangkut aspek jasmani dan rohani.24 22 Ibid., 23 Ibid., hlm.30. 24 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 9. 16 Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawy sebagaimana yang dikutip Azyumardi azra memberikan pengertian pendidikan Islam yaitu pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlaq dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Jadi Pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada peserta didik secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangka potensi fitrahnya untuk mencapai kepribadian Islam berdasarkan nilai- nilai ajaran islam.25 2. Landasan Pendidikan Islam Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah al mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya. a. Al-Qur’an 25 Muhammad Rohmadi dan Ahmad Taufiq (ed.), Pendidikan Agam Islam, (Surakarta: Yuma Presindo, 2011), Cet.1, hlm.219-220. 17 Al-qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui Ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH.26 Al –Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsipprinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah lukman mengajari anaknya dalam surat lukman ayat 12 s/d 19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah aman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya dapat 26 19. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 11, hlm. 18 dilakukan berdaarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.27 b. As- Sunnah As- Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al- Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat manjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan ruamah Al-Arqam ibn Abi AlArqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa 27 Ibid., hlm. 20. 19 ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.28 c. Ijtihad Ijtihad adalah istilah para fuquha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum Syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan msndesak, tidak saja dibidang materi atau isi, melainkan juga dibidang sistem dalam artinya yang luas. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang 28 Ibid., hlm.20-21 20 berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.29 3. Tujuan Pendidikan Islam tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap- tahap dan tingkatan – tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.30 Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa Insan kamil artinya manusia utuh rihani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia 29 Ibid., hlm. 22. 30 Ibid.,hlm. 29. 21 sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat nanti. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.31 a. Tujuan Umum Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi dengan kerangka yang sama. Bentuk insane kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut. Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pila dengan tujuan pendidikan nasional Negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan 31 Ibid., hlm.29-30. 22 kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal ( sekolah, madrasah), dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan intruksional.32 b. Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung selam hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang- kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah: 32 Ibid., hlm.30. 23 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.( Q.S. Ali Imran 102).33 Mati dalam keadaan berserah diri kapada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.34 Dalam proses pendidikan, tujuan pendidikan merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ingin diwujudkan ke dalam pribadi murid. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan bersifat komprehensif, mencakup semua aspek dan terintegrasi dalam pola kepribadian yang ideal. Menurut Sikun Pribadi dalam A. zayadi (2006), tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan, dan sari pati dari seluruh renungan pedagogik.35 Bahwa pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan dan fisik manusia, dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intelektual baik secara 33 Ibid., hlm.31 34 Ibid. 35 Heri Gunawan, op. cit., hlm.10. 24 perorangan maupun kelompok dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir dari pendidikan terletak pada terlaksanya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas- luasnya. Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan dari berbagai pendapat para pakar pendidikan seperti: Al- Attas, Athiyah al- Abrasy, Munir Mursy, Ahmad D Marimba, Muhammad fadhil al-Jamali Mukhtar Yahya dam Muhammad Quthb.36 Tujuan pendidikan yang paling sederhana adalah “ memanusiakan manusia”, atau “membantu manusia menjadi manusia”. Naguib al- Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Marimba mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya orang yang berkepribadian muslim. Al- Abrasy menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (akhlak al – karimah). Munir Musyi mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang sempurna (al- Insan al- Kamil). 37 Menurut Langgulung tujuan pendidikan adalah tujuan hidup manusia itu sendiri, sebagaimana yang tersirat dalam peran dan kedudukannya sebagai khalifatullah dan ‘abdullah. Oleh karena itu, 36 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet.1, 37 Heri Gunawan, loc. Cit. hlm.62. 25 menurutnya, tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia agar dapat mengemban tugas dan kedudukan tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan menurut Langgulung adalah membentuk pribadi “khalifah” yang dilandasi dengan sikap ketundukan, kepatuhan dan kepasrahan heri sebagai mana hamba Allah.38 Menurut Muhammad Atthiyah Al- Abrasyi, tujuan pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad sewaktu hidupnya, yaitu terbentuknya moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.39 Ibnu Khaldun, yang dikutip oleh Muhammad Athiyah Al- Abrasyi, merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan berpijak pada firman Allah sebagai berikut: Artinaya: .dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. ( Q.S. Al- Qashash 77).40 38 Ibid, hlm.10. 39 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta:Amzah, 2011), Cet.2, hlm.61. 40 Ibid. 26 Berdasarkan ayat di atas, Ibnu Khaldun merumuskan bahwa tujuan pendidikan terbagi atas dua macam, yaitu tujuan yang berorientasi ukhrawi, yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah, dan tujuan yang berorientasi duniawi yaitu, membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan tantangan kehidupan, agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain. Berikut ini adalah sajian tentang berbagai tujuan pendidikan yang bersumber dari al- Qur’an al- Karim dan sunah Nabi Muhammad Saw yang mulia. 1) Manusia mengetahui kepada penciptanya dan membangun hubungan diasntara keduanya atas dasar ketuhanan Tuhan dan kehambaan makhluk. Allah berfirman dalam al-Qur’an: “dan kami tidak mengutus seorang Rasalpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukankepadanya,”bahwasannya tidak ada Tuhan ( yang hak) Qmelainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (Q.S. al- Anbiya:25). 2) Mengembangakan perilaku individu (manusia) dan mengubah berbagai orientasi (hidupnya) agar sesuai dengan berbagai tujuan Islam. Allah SWT berfirman: “ sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat 27 nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orangorang kafir) memilih kehidupan duniawi, dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” ( Q.S.al-‘Alaa: 14-16). 3) Melatih individu (manusia) agar menghadapi berbagai kebutuhan hidup yang bersifat material. Allah SWT berfirman: “ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeqi- Nya, dan hanya kepadaNyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” ( Q.S. AlMulk: 15). 4) Meneguhkan umat Islam agar mengikuti ikatan akidah Islamiah dan Syariatnya yang adil. Firman Allah SWT: “ Sesungguhnya orang –orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung –melindungi, dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum meraka berhijrah, (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamudalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada 28 perjanjian antara kamu dengan mereka, dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain, jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi dan kerusakan yang besar. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad kepada pada jalan Allah, dan orang-orang yang member tempat kediaman dan member pertolongan (kepada orangorang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benarbenar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia” (Q.S.al-Anfal: 72-74). Ini adalah berbagai kolerasi antara iman kepada Allah SWT dengan keharusan melakukan jihad di jalan-Nya, hijrah serta berkumpul dalam satu Negara, saling menjamin masyarakat, dimana orang-orang kuat menolong orang-orang yang lemah. 5) Mengarahkan orang-orang muslim untuk memikul (menyebarkan) risalah (ajaran) Islam kepada dunia. Allah SWT berfirman: “Dialah yang telah mengutus RasalNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan –Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai” (Q.S.atAtubah: 33). 29 6) Menanamkan iman kedalam hati dengan persatuan manusia dan persamaan derajat manusia. Allah berfirman: “Sesengguhnya ( agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku” (QS. Al- Muminun: 52). Kemudian dalam ayat yang lain dikatakan : “Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan, tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka ketenangan- ketenangan yang nyata , karena dengki antara mereka sendiri, maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak- Nya, dan Allah selalu memberi petunjuk bagi orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus” (QS. Al- Baqarah : 213). Dari beberapa rumusan tersebut, pada hakikatnya tujuan pendidikan terfokus pada dasar penciptaan. Beberapa kunci yang dipakainya adalah “sulalah min tin”, “hama masnun”, “salsal”, “nutfah” dan “turab” sebagai dasar penciptaan yang harus masuk 30 kedalam “ keyakinan dan kesadaran manusia terhadap Tuhan”. Diyakini dan didasari bahwa Tuhan menciptakan hal tersebut. Alur perkembangan penciptaan itu memang dijelaskan oleh al-Qur’an melalui “proses” yang ditangkap melalui alam ideal, misalnya pergeseran dari sulallah min tin menjadi nutfah hingga menjadi makhluk manusia, sudah masuk kedalam kesadaran manusia mengenai proses reproduksi. Firman “Fa iza sawaituhu wa nafakhtu fihi min ruhi faqa’u lahu sajidin” (apabila aku telah menyempurnakan ciptaan (manusia itu) dan meniupkan ke dalam ruh (ciptaan) ku maka tunduk kepadanya dengan bersujud) yang ditampilkan oleh rahman ini memperlihatkan, bahwa Allah telah memberikan karakter yang utama terhadap satuan wujud manusi yang bersifat biologis dengan penekanannya pada reproduksi dan sekaligus bersifat spiritual. Bertolak dari ruh (spirit), maka timbullah agensi fungsional manusia sehingga membangun relasi-relasi terutama dengan Tuhan, ajaran yang diwahyukan-Nya melalui seorang Rasul Nabi Muhammad maupun kitab suci yang harus dipelajari manusia sendiri, dan praktek beragamanya sendiri dengan pengalaman keberagamaan yang intensif. Berdasarkan kritiknya, Rahman memposisikan manusia secara utuh, tidak dipisahkan antara jasmani dengan rohani atau materi dan imateri, sehingga perkataan nafs menjadi penting baginya. Perkataan nafs dipergunakan al- 31 Qur’an dan diterjemahkan sebagai “jiwa”(soul) sebenarnya berarti “pribadi” (person) atau “kedirian”(self). Dengan dimensi-dimensi dan potensi-potensi yang dimilikinya, manusia tidak bisa direduksi hanya dari aspek-apek tertentu saja. Dari berbagai pendapat para pakar tentang tujuan pendidikan Islam diatas, sebenarnya tidak ada pertentangan satu sama lain. Jika terlihat ada perbedaan, maka perbedaan tersebut hanyalah pada segi penekanan. Ada yang mengemukakan tujuan pendidikan Islam secara spesifik, dan ada yang secara global. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai tujuan hidup Muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya. Disamping itu juga untuk mengembangkan potensi-spotensi, baik jasmaniah maupun rohaniah, emosional maupun intelektual, serta keterampilan agar manusia mampu mengatasi problema hidup secara mandiri serta sadar dapat hidup menjadi manusia-manusia yang berpikir bebas. Sehingga dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat serta dapat mempertanggung jawabkan amal perbuatannya dihadapan Allah SWT. Pendidikan Islam bertugas disamping menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai Islam juga 32 mengembangkan anak didik agar mampu mengamalkan ilmu-ilmu secara dianamis dan fleksibel. Hal ini berarti pendidikan Islam secara optimal harus bias mendidik anak didik agar memiliki “ kedewasaan atau kematangan” dalam beriman, bertakwa, dan mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir yang sekaligus pengamal ajaran Islam, yang dialogis terhadap perkembangan zaman. B. Konsep pendidikan karakter 1. Pengertian Karakter Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa inggris, character yang berarti watak, sifat, dan karakter. Dalam bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, dan berarti pula tabiat dan budi pekerti, dengan demikian, pendidikan karakter adalah upaya memengaruhi segenap pikiran dan sifat batin peserta didik dalam rangka membentuk watak, budi pekerti, dan kepribadiannya. Selanjutnya yang dimaksud dengan sifat adalah rupa dan keadaan yang tampak pada sesuatu benda.41 Karakter adalah istilah yang diambil dari bahasa yunani yang berarti to mark ( menandai), yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang. Seseorang dapat disebut sebagai “orang yang berkarakter” ( 41 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.266. 33 a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.42 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.43 Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten secara lahiriyah dan batiniah. Karakter adalah hasil kegiatan yang sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa kearah pertumbuhan sosial.44 Dalam bahasa Arab, pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama dengan pendidikan akhlaq.45 Secara singkat definisi akhlaq menurut bahasa artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik dan agama.46 Sedangkan secara terminologi Al-Ghazali dikutip oleh Zubaedi mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai ( watak atau tabiat) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan 42 Bambang Q – Annes dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an, ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), Cet.I. hlm.107. 43 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:Balai Pustaka, 1993), Cet.4. hlm. 389. 44 Djaali, psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 3. Hlm. 48-49. 45 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet.2, hlm.65. 46 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012), hlm.27. 34 sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.47 Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu murid memahami nilai-nilai prilaku manusia yang berhubungan denagan Allah dan kultur serta adat istiadat.48 Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberikan pengertian atau definisi- definisi tentang baik dan buruk, melainkan sebagai upaya mengubah sifat, watak, kepribadian dan keadaan batin manusia sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap luhur dan terpuji. Malalui pendidikan karakter ini diharapkan dapat dilahirkan manusia yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya, tanpa paksaan, disertai rasa penuh tanggung jawab. Yaitu manusia-manusia yang merdeka, dinamis, inovatif dan bertanggung jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara. Jika dihubungkan dengan informasi yang terdapat dalam AlQur’an dan al- Sunnah, akan tampak memiliki persamaan. Al-Qur’an dan al-Sunnah lebih menekankan pada seseorang untuk membiasakan, mempraktikkaan dan mengamalkan nilai-nilai yang baik dan menjahui nilai-nilai yang buruk dan ditujukan agar manusia mengetahui tentang 47 48 Zubaedi, op. cit., hlm.67. M. Mahbubi, Pendidikan karakter implementasi aswaja sebagai nilai pendidikan karakter,( Yogyakarta: pustaka ilmu, 2012), hlm.44. 35 cara hidup, atau bagaiman hidup yang seharusnya, karakter (akhlak) menjawab pertanyaan manusia tentang manakah hidup yang baik bagi manusia dan bagaimanakah seharusnya berbuat, agar hidup memiliki nilai, kesucian dan kemuliaan. Selanjutnya pendidikan karakter menurut Al-Qur’an ditujukan untuk membebaskan manusia dari kehidupan yang gelap gulita (tersesat) menuju kehidupan yang terang (lurus). (QS. Al-Ahzab:43), meluruskan manusia dari kehidupan yang keliru kepada kehidupan yang benar (Q.S. Al- Jumu’ah:2; mengubah manusia yang biadab (jahiliyah) manjadi manusia yang beradab (QS. Al-Baqarah:67); mendamaikan manusia yang bersaudara dan menyelamatkan manusia dari jurang kehancuran menjadi manusia yang selamat didunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan karakter menurut Al-Quran bukan hanya sekedar mengajarkan atau memberikan pengetahuan tentang baik dan buruk, melainkan membiasakan, menyontohkan, melatihkan, menanamkan dan mendarah dagingkan sifat-sifat yang baik dan menjahui perbuatan yang buruk. Pendidikan karakter dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah pendidikan pembiasaan, pendarah dagingan, praktik, internalisasi dan transformasi nilai-nilai yang baik kedalam diri sesorang. Bahwa penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dalam diri manusia menurut Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah sebuah prosesnperjuangan atau jihad yang berat, yakni jihad al-nafs, 36 perang mengendalikan dan mengalahkan hawa nafsu, bujukan setan dan karakter buruk, sehingga tampil sebagai pemenang yang seantiasa mempraktikkan nilai-nilai yang baik. Doni koesoema menambahkan, istilah karakter berasal dari Yunani (karasso) nyang artinya format dasar. Ia memandang terdapat dua makna karakter, yaitu. Pertama, kumpulan kondisi yang telah ada begitu saja. Karakter ini dipandang sebagai sesuatu yang telah ada (given). Kedua, tingkat kekuatan individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter ini disebut proses yang dikehendaki (wiled). Berbeda dengan Ratna Megawangi, menurutnya karakter merupakan usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari Nila-nilai karakter yang perlu ditanamkan ialah nilai-nilai universal, dimana seluruh agama, tradisi dan kultur pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal itu harus menjadi perekat bagi seluruh masyarakat meski berbeda latar belakang kultur, suku dan agama. Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter pada warga pengetahuan,kesadaran sekolah atau yang kemauan meliputi dan komponen tindakan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti,moral, watak atau pendidikan 37 etika. Tujuannya untuk mengembangkan potensi murid untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu kedalam kehidupan sehari-hari. Dari definisi diatas, maka penulis simpulkan bahwa karakter adalah sifat yang kuat dan menyatu dalam diri seseorang sehingga secara spontanitas menjadi landasan individu dalam bersikap dan berprilaku, dimana sifat yang kuat dan menyatu tersebut selalu berbeda antara individu satu dengan yang lain menjadi ciri khas bagi masingmasing individu. Thomas lickona memberikan suatu cara berfikir tentang karakter yang tepat bagi pendidikan nilai, yaitu karakter terdiri dari nilai operatif, nilai dalam tindakan. Kita berproses dalam karakter kita, seiring suatu nilai menjadi suatu kebaikan, suatu diposisi batin yang dapat diandalkan untuk menggapai situasi dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter yang terasa demikian memiliki tiga bagian yang saling brerhubungan, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri darti mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. Kebiasaan dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral dan membentuk kedewasaan moral.49 49 Thomas Lickona, Educating for Character Mendidik untuk Membentuk Karakter, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet.II, hlm.81-82. 38 Dengan demikian dapat dipahami, karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti atau akhlaq yang dimiliki seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat membedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun karakter berada direlung paling dalam sisi batin manusia, namun karakter dapat terlihat atau terdeteksi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter atau akhlaq adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang agar memiliki karakter tertentu, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata berupa tingkah laku yang baik, seperti jujur, bertanggung jawab, kerja keras, menghormati orang lain dan sebagainya. 2. Bentuk- Bentuk Pendidikan Berbasis Karakter Menurut Yahya Khan, terdapat lima bentuk pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara lain: a. Pendidikan karakter berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter yang berlandaskan kebenaran wahyu (konversi moral) b. Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa. c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konversi lingkungan) 39 d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri yaitu sikap pribadi,hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konversi humanis) e. Pendidikan karakter berbasis potensi diri ialah proses aktifitas yang dilakukan dengan segala upaya secara sadar dan terencana, untuk mengarahkan murid agar mereka mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan penalaran serta mampu mengembangkan segala potensi diri. Sedangkan menurut Mansur Munir terdapat tiga bentuk desain dalam pemogaraman pendidikan karakter yang efektif dan utuh. Pertama, berbasis sekolah. Desain ini baebasis pada relasi guru sebagai pendidik dan murid sebagai pembelajar. Yang dimaksud dengan relasi guru pembelajar ialah bukan menolong,melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan murid yang saling berinteraksi dengan media materi. Kedua berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter murid dengan bantuan pranata sekolah agar nilai itu terbentuk dalam diri murid. Misalnya, untuk menanamkan nilai kejujuran tidak hanya memberikan pesan moral, namun ditambah dengan peraturan tegas serta sanksi bagi pelaku ketidak jujuran. Ketiga, berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Keluarga, masyarakat dan Negara 40 juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pendidikan karakter diluar sekolah.50 3. Metode pendidikan karakter Secara umum, Ratna Megawangi menengarai perlunya penerapan metode 4 M dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengajarkan (knowing the good, loving the good, desiring the good and acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan. Metode ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedangkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secara sadar, dicintainyadan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini, barulah tindakan dapat menghasilkan karakter yang utuh pula. Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter yaitu, mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas, praksis prioritas dan refleksi. Mengajarkan. Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal konsep- konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada pesrta didik tentang stuktur nilai tertentu, keutamaan (bila 50 dilaksanakan), dan Mengajarkan nilai pengetahuan konseptual maslahatnya memiliki dua (bila faedah, tak pertama baru, kedua menjadi dilaksanakan). memberikan pembanding atas M. Mahbubi, Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter, ( Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), Cet. 1, hlm. 49. 41 pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka proses “mengajarkan” tidaklah menology, melainkan melibatkan peran serta peserta didik. Keteladanan. Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Guru adalah yang digugu dan ditiru, peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya ketimbang yang dilaksanakan sang guru. Bahkan, sebuah pepatah kuno memberi peringatan pada guru bahwa peserta didik akan meniru karakter negatif secara lebih ekstrem ketimbang gurunya, “ Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru, melainkan juga dari seluruh manusia yang ada dilembaga pendidikan tersebut. Juga bersumber dari orang tua, kerabat karib dan siapa pun yang sering berhubungan dengan peserta didik. Pada titik ini, pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh, saling mengajarkan karakter. Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Pendidikan karakter menghimpu kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi visi kewajiban. Pertama, 42 menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan pada peserta didik; Kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam lembaga pendidikan karakter; Ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter standar harus dipahami oleh anak didik, orang tua, dan masyarakat. Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu. Refleksi berarti kemampuan sadar khas manusiawi. Dengan kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi lebih baik. Ketika pendidikan karakter sudah melewati fase tindakan dan praksis perlu diadakan pendalaman dan refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam merealisasikan pendidikan karakter. Keberhasilan dan kegagalan itu lantas menjadi barometer untuk meningkatkan kemajuan yang dasarnya ialah pengalaman itu sendiri. Sedangkan pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an dapat berlangsung dengan pengalaman pembelajaran atau pengenalan. Pengalaman adalah suatu kegiatan yang melibatkan dimensi kognitif 43 dan afektif, melalui pengsalaman ini, peserta didik mengalami suatu tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta, ide baru dari pendidik melalui pengalaman konteks ( pengetahuan asal, kebiasaan dasar, pengalaman sebelumnya) yang dibawa peserta didik dihadapkan pada suatu pengalaman baru, sesuatu yang memungkinkan untuk sepaham atau berkebalikan dengan konteks yang sebelumnya telah dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman pembelajaran merupakan penerapan dua dari empat metode yaitu mengetahui dan mencintai. Refleksi, pada tahap ini peserta didik dapat menghasilkan kesimpulan prinsip-prinsip nilai yang telah dirancang oleh guru, semisal: setiap tindakan pasti dilakukan atas dasar apa atau atas dasar siapa, tindakan yang baik dilakukan atas dasar kasih sayang. Kebaikan yang patut mendapat pujian didapatkan pada orang yang memelihara lingkungan, kasih sayang pada sesama, dan merencanakan masa depannya. Aksi atau afirmasi, pada tahapan ini system pembelajaran data menerapkan proyek riyadhoh. Pertama peserta didik bersepakat dengan pengajaranya untuk melakukan proyek riyadhoh (pelatihan pembentukan kebiasaan baru). Kedua, pengajar dan peserta didik menentukan standar penilaian apa yang akan ditetapkan bagi proyek tersebut dan beberapa batas waktu yang hendak detempuh. Ketiga, pengajar menetapkan bahwa peserta didik harus menuliskan 44 perkembangan pelaksanaan proyek tersebut dalam setiap harinya pada buku khusus. Misalnya buku riyadhoh. Evaluasi, setelah melewati batas waktu yang ditentukan, peserta didik dapat menyetorkan apa yang menjadi proyeknya. Peserta didik dan pengajar melakukan evaluasi secara bersama-sama: bagaimana pengalamannya, tingkat kesulitan, keberhasilan menghadapi tantangan, keberhasilan untuk konsisten, apa hasil positif yang didapatkan, dan seterusnya. Pendidikan karakter bukanlah pengajaran yang menjadi informasi dari satu pihak, melainkan memproses informasi melalui dialog atau metode pembelajaran tertentu (diskusi, peer group, dinamika kelompok, dll). Oleh karena itu syarat utama pendidik adalah mengetahui dan mempraktekkan karakter yang hendak diajarkan pada peserta didik. Selain itu pendidik harus memahami dan menguasai seluruh materi yang hendak diajarkan. Karena Al-Qur’an yang menjadi sumber pendidikan karakter, maka pendidik haruslah paham betul kata kunci, konteks, makna, dan prinsip nilai dari AlQur’an yang hendak diajarkan. C. Peserta Didik 1. Pengertian Peserta Didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu ( Undang- 45 Undang Sisdiknas, pasal 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam yang menjadi pesrta didik bukan hanya anak- anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikis. Hal itu sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam berakhir setelah seseorang meninggal dunia. Buktinya, seorang yang hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.51 Pendidikan umum, mengartikan pesrta didik sebagai raw input (masukan mentah) atau raw material ( bahan mentah) dalam proses transformasi yang disebut dengan pendidikan ( Muri Yusuf, 1982: 37). Lebih jauh dijelaskan, bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 177), untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan. Peserta didik merupakan sasaran (Obyek) dan sekaligus sebagai subyek pendidikan. Oleh sebab itu dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik, setidaknya secara umum peserta didik memiliki lima ciri yaitu: a. Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya maksudnya, ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya. b. Mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa. 51 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Amzah, 2011), Cet. 2, hlm.103. 46 c. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda. d. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu.52 Peserta didik dalam pandangan Islam hurus memperoleh perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai makhluk Allah SWT. Dengan demikian, system pendidikan Islam peserta didik tidak hanya sebatas pada Obyek pendidikan, melainkan pula sekaligus sebagai subyek pendidikan. 2. Kode Etik Peserta Didik Tidak sembarang peserta didik dalam pendidikan Islam, akan tetapi ia harus memiliki sifat-sifat dan kode etik tertentu, yang merupakan suatu kewajiban yang mesti dilaksanakan dalm proses pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Husain Bahreisi merumuskan beberapa kode etik peserta didik yaitu: a. Belajar dengan niat untuk taqarrub kepada Allah, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk senantiasa menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak tercela. b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi. c. Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya. d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. 52 hlm.144. Jalaludin, Teologi Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 3, 47 e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun duniawi. f. Belajar dengan bertahap atau berjenjang, dengan memulaipelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar, atau dari ilmu yang fardhu ain menuju fardu kifayah. g. Anak didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit kepada dokternya, mengikuti prosedur dan metode, mazhab lain yang diajarkan oleh pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi anak didik untuk mengikuti kesenian yang baik. Selain hal tersebut diatas, terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh setiap peserta didik sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali, karramallahu wajhah, yang merupakan kompetensi mutlak dan dibutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan. Imam Ali berkata:”Ingatlah, engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat. Aku akan menjelaskan keenam syarat itu kepadamu, yaitu kecerdasan akal (dzakaain), motivasi atau kemauan yang keras (hirshun), sabar (ishtibarin), tersedianya sarana(bulghat), adanya petunjuk guru (irsyad al—ustadzin), serta terus menerus atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu (thulu al-zaman)”.53 53 Heri Gunawan, Op Cit, hlm.222. 48 49 BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN A. Konsep Pendidikan Islam Tentang Pembentukan Karakter 1. Karakter dalam Sudut Pandang Islam Pendidikan adalah proses internalisasi kultur kedalam individu dan masyarakat sehingga menjadi beradab. Pendidikan bukan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, namun sebagai sarana proses pengkulturan dan penyaluran nilai. Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh demensi dasar kemanusiaan. Konsep pendidikan semakna dengan education, yang dalam bahasa latinnya educare. Secara etimologi educare berarti melatih. Dalam istilah pertanian, kata educare berarti menyuburkan. pendidikan juga bermakna sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mendewasakan, mengarahkan, mengembangkan berbagi potensi agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat. Sekolah merupakan lembaga yang berperan sebagai penyelenggara pendidikan dan pengembangan ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni. Tujuan pendidikan ialah membentuk kepribadian, kemandirian, ketrampilan sosial dan karakter. Oleh sebab itu, berbagai program dirancang dan diimplementasikan 50 untuk mewujudkan tujuan pendidikn tersebut, terutama dalam rangka pembinaan karakter.54 Dalam islam, tidak ada disiplin ilmu terpisah dari etika Islam. Pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral. Akhlak merujuk pada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakterdalam islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter didunia barat. Perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan tentang pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral. Inti dari perbedaan- perbedaan ini adalah kebenaran wahyu Illahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam islam. Akibatnya, pendidikan karakter dalam islam lebih sering dilakukan secara doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis. Pendekatan semacam ini membuat pendidikan karakter dalam Islam lebih cenderung pada teaching right and wrong. Atas kelemahan ini, pakar- pakar pendidikan Islam kontemporer seperti Muhmmad Iqbal, Sayyed Hosen Nasr, Naquib Al-Attas dan Wan 54 M. Mahbubi, op.cit., hlm.37-38. 51 Daud, menawarkan pendekatan yang memungkinkan pembicaraan yang menghargai bagaimana pendidikan moral dinilai, dipahami secara berbeda dan membangkitkan pertanyaan mengenai penerapan model pendidikan moral barat.55 Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat, bahwa karakter seseorang dapat diubah atau dibentuk melalui kegiatan pendidikan. Pendidikan yang baik akan menyebabkan karakter seseorang menjadi baik, dan pendidikan yang buruk akan menyebabkan karakter seseorang menjadi buruk. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Selain memiliki potensi jasmani dan rohani, manusia juga memiliki fitrah kalbu, akal dan nafsu. Berbagai potensi ini dapat didorong kearah yang baik dan kearah yang buruk, tergantung kepada pendidikan yang diberikan kepada manusia. Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan didunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengalaman ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter 55 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.1, hlm. 58-59. 52 seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan karakter Nabi Fathonah. 2. Peran Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Tidak akan pernah berhenti dikalangan kita tentang seputar peranan pendidikan agama bagi pembentukan karakter. Negara kita berlandaskan Pancasila dimana sila pertama adalah menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa. Intinya adalah Negara kita bukan atheis tapi Negara yang religius yang menjadikan sila pertama dari pancasila tersebut sebagai inti dari keempat sila yang lain. Salah satu pemikir pendidikan karakter kotemporer, Thomas Lichona misalnya, memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampur adukkan. Bagi dia, nilai dasar yang berkaitan dengan pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja secara damai. Nilainilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, persaan senasib sependeritaan, pemecah konflik secara damai, merupakan nilai- nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter. Menurutnya, agama bukanlah urusan sekolah negeri. Dan pendidikan karakter tidak ada urusan dengan ibadat dan doa- doa yang dilakukan didalam lingkungan sekolah, atau promosi anti 53 aborsi oleh kalangan agama tertentu atau menerapkan ajaran-ajaran konservatif atau liberal dalam diri anak didik. Ia membedakan secara tegas antara pendidikan agama dan pendidikan karakter. Bagi dia, agama memiliki pola hubungan vertical antara seorang pribadi dengan keilahian sedangkan pola hubungan pendidikan karakter adalah horizontal antara manusia didalam masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan karakter berusaha dengan pengajaran nilai-nilai dasar yang secara virtual dapat diterima oleeh semua masyarakat yang beradab, tanpa peduli dimana dan kapan. Ntilai-nilai ini semestinya mengatasi nilai-nilai keyakinan agama apapun.56 Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah perjuangan untuk memelihara kelngsungan hidup umat manusia agar tidak jatuh pada kehancuran. Sejarah kehidupan bangsabangsa dari sejak zaman dahulu hingga sekarang telah mengingatkan dan mengajarkan, bahwa kemajuan dan kehancuran suatu bangsa sangat tergantung pada maju mundurnya atau kuat lemahnya karakter bangsa tersebut. Pendidikan karakter telah menjadi perhatian utama para intelektual muslim dari sejak zaman klasik hingga zaman ssekarang. Konsep pendidikan karakter yang mereka kemukakan 56 Ibid. 61-62 54 memiliki perbedaan antara satu dan lainnya, namun tujuannnya sama, yaitu menyelamatkan umat dari kehancuran. selanjutnya, pendidikan karakter merupaka upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu murid memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah dan sesama manusia yang trwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan normanorma agama, hukum, tata karma, kultur serta adat istiadat. Nilai – nilai pendidikan karakter itu antara lain: a. Nilai karakter hubungan dengan Tuhan 1) Religius Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai ketuhanan. b. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri 1) Jujur Perilaku yang didasarka pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalamperkataan, tindakan dan pekerjaan. 2) Bertanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat. 3) Bergaya Hidup Sehat 55 Segala upaya untuk menerapakan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. 4) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada bebagai ketentuan dan peraturan. 5) Cinta Ilmu Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. c. Nilai Karakter dalam Hubungannya dengan Sesama 1) Sadar Akan Hak dan Kewajiban Diri dan Orang Lain Sikap tau dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain 2) Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya kesemua orang 3) Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. d. Nilai Karakter dalam Hubungan dengan Lingkungan 1) Peduli sosial dan Lingkungan 56 Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu inngin member bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. e. Nilai Kebangsaan Cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan individu dan kelompok 1) Nasionalis Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan pilitik bangsanya. 2) Menghargai Keberagaman Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku dan agama. 57 BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam Tentang Pembentukan Karakter Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Pendidikan Islam sebagai proses bimbingan oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan dan instuisi) dan raga obyek didik dengan bahanbahan materi tertentu. Jadi pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada peserta didik secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan potensi fitrahnya untuk mencapai kepribadian islam berdasarkan nilai-nilai ajaran islam.57 Pendidikan karakter adalah membentuk tabiat, watak, dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu dalam hati, pikiran, ucapan dan perbuatan dan menampakkan pengaruhnya dalam realitas kehidupan secara mudah atas kemauan sendiri, orisinal dan ikhlas semata karena Allah SWT. Penanaman dan pembentukan kepribadian 57 Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta: Yuma Pressindo, 2011), Cet 1, hlm.219-220. 58 tersebut dilakukan bukan hanya dengan cara memberikan pengertian dan mengubah pola pikir dan pola pandang seseorang tentang sesuatu yang baik dan benar, melainkan nilai-nilai kebaikan tersebut dibiasakan, dilatihkan, dicontohkan dilakukan seara terus menerus dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep pendidikan karakter dalam Islam dibangun berdasarkan sumber yang lengkap, yakni selain bersumber pada wahyu, instuisi, juga bersumber pada pendapat akal pikiran, panca indera dan lingkungan yang dibangun secara serasi dan seimbang. Islam tidak hanya memerhatikan aspek fisik, pancaindera, akal, jiwa dan sosial, melainkan juga moral dan spiritual secara seimbang. Dengan dasar inilah para filosof Islam berusaha mengembangkannya. Mereka itu antara lain Abu Nasr al- Farabi, Abu Ali ibn Sina, dan Ibn Miskawaih. Mereka telah mempelajari filsafat yunani, terutama pendapat-pendapat bangsa Yunani mengenai akhlak. Yang paling menonjol diantara intelektual Muslim tersebut adalah Ibn Miskawaih melalui bukunya yang berjudul Tahdzib-al Akhlaq wa Tathir al-A’raq. Dalam bukunya ini ia mengembangkan teori pertengahan tentang pendidikan karakter yang berbasis pada psikologi manusia yang dipadukan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis. Menurut Ibn Miskawaih, bahwa didalam tubuh manusia terdapat akal pikiran yang berpusat dikepala, nafsu amarah yang berpusat didada, dan nafsu syahwat yang berpusat pada perut. Ketiga potensi tersebut harus digunakan secara seimbang, pertenghan dan adil. Penggunaan akal 59 secara adil akan melahirkan hikmah, penggunaan ghadlab secara adil akan melahirkan sikap perwira, dan penggunaan syahwat secara adil akan melahirkan ‘iffah (kemampuan mengendalikan dan menggunakan syahwat secara benar). Sedangkan yang diamksud dengan adil atau pertengahan ini adalah kemampuan dan kesanggupan jiwa dalam mengelola ketiga potensi (akal, ghadlob, dan syahwat) secara berimbang dan proposional dengan bimbingan Tuhan. Selanjutnya Islam mengembangkan konsep pendidikan karakter berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Menurut al-Toumy al-Syaibani, prinsip pengembangan pendidikan karakter tersebut ada enam. Pertama, prinsip bahwa akhlak termasuk salah satu diantara makna yang terpenting dalam hidup ini,. Kedua, prinsip bahwa akhlak adalah kebiasaan atau sikap yang mendarah dalam jiwa dari mana timbul perbuatan –perbuatan dengan mudah dan gampang. Ketiga, prinsip bahwa akhlak Islam yang bersandar syariat Islam yang kekal yang ditunjukkan oleh teks-teks agama Islam dan ajaran –ajaran nya begitu juga dengan ijtihad-ijtihad dan amalan-amalan ulama- ulama yang saleh dan pengikut-pengikutnya yang baik, adalah akhlak kemanusiaan yang mulia. Ia sesuai dengan fitrrah dan akal yang sehat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan perseorangan yang baik dan masyarakat yang mulia serta dalam segala waktu dan tempatdan mengatur segala hubungan manusia dengan orang lain. 60 Dalam konsep pendidikan karakter Islam telah diatur tentang hakhak yang harus dilakukan manusia secara lengkap, yaitu hak untuk Allah, untuk kedua orang tua, anak-anak, kern seabat dan saudara, tetangga, pekerja, sesame muslim, non muslim, Negara dan makhluk secara umum. Pendidikan karakter dalam islam ini selanjutnya sebagai landasan terpenting dalam kehidupan sosial. Wacana pendidikan karakter yang dikemukakan dalam Islam tersebut tampak lebih lengkap dan sempurna dibandingkan dengan konsep akhlak yang terdapat pada pemikiran yang berkembang sebelum dan sesudah Islam. Wacana pendidikan karakter dalammIslam diarahkan pada upaya memelihara hak-hak asasi manusia yang paling pokok, yaitu memelihara jiwa, memelihara agama, memelihara akal, memelihara harta benda dan memelihara keturunan. Dan dengan terpeliharanya kelima hak asasi manusia ini, maka akan terwujud kehidupan yang tertib, aman, damai dan harmonis.58 Jika wacana pendidikan karakter dihubungkan dengan wacana pendidikan karakter dalam Islam memiliki persamaan dan perbedaan sebagai berikut: Pertama, yang berkaitan dengan pendapat kaum adat sebagaimana Islam mengkui dan menerima tentang adanya hal –hal yang baik yang berasal dari masyarakat yang dapat digunakan yang dalam bahasa agama dikenal dengan nama al- ma’ruf , yakni segala sesuatu yang dipandang 58 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet.12, hlm.303-304. 61 baik dan maslahat oleh manusia. Hal ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi: Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencega dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran :104). Kedua, yang berkaitan dengan pendapat kaum hedonist sebagaimana ditemukan kaum Epicurus , Islam mengakui bahwa manusia memiliki dorongan syahwat biologis sebagai anugerah dan fitrah dari Tuhan. Dorongan tersebut bersifat alami dan netral, yakni dapat digunakan untuk positif dan negatif dan dorongan ini pula ynag menyebabkan manusia memiliki motivasi dan gairah dalam kehidupan. Islam memandang, bahwa manusia berhak merasakan kebahagiaan, kelezatan dan kenikmatan dengan menggunakan syahwat biologisnya itu. Ketiga, berkaitan dengan paham intuition yang mendasarkan pendapatnya pada insctinct batin, Islam mengakui bahwa setiap diri manusia terdapat potensi yang dapat membawa kebaikan, yaitu potensi al- fuad ( kemampuan untuk menentukan baik dan buruk), serta al- ruh, yang berasal dari Tuhan dan merupakan alat berkomunikasi dengan tuhan, dan fithrah, yakni perasaan patuh dan tunduk kepada kekuatan yang menguasai dirinya. Potensi ini masih diikuti dengan al-sirr, yakni 62 perasaan mencintai Tuhan, dan al-dzauq. Bahwa manusia selain memiliki potensi panca indera, berupa pendengaran dan penglihatan juga memilikipotensi batin, yaitu al-af’idah (hati), al-fithra(perasaan beragama, patuh, dan tunduk) dan al-ruh ( pancaran anugerah Tuhan). Dengan kata lain, bahwa apa yang ditetapkan oleh instuisi tersebut tidak dapat dinyatakan kebenarannya secara mutlak, karena boleh jadi intuisi tersebut mendapat pengaruh dari lingkungan yang buruk. Keempat, berkaitan dengan pendapat kaum evalusioner yang menyatakan, bahwa baik itu adalah sesuatu yang bertahan sebagai akibat dari proses seleksi dan perjuangan yang panjang, juga terdapat persamaan dengan Isla. Islam mengakui adanya perubahan dan peningkatan dari waktu ke waktu yang harus semakin baik. Dalam Islam, bahwa apa yang diperbuat hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Setiap manusia yang dilahirkan didunia ini, dalam lingkungan individual atau sosial apapun, menginginkan kesempurnaannya sendiri sesuai dengan watak dan akal baawaannya. Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa konsep pendidikan karakter dalam Islam merupakan penyempurnaan dari konsep pendidikan karakter yang telah dikemukakan para nabi, filosof dan pemikir sebelumnya. Dalam kaitan ini, Islam menerima sebagian konsep pendidikan karakter yang dianggap baik. Jika konsep pendidikan karakter dapat diumpamakan seperti sebuah bangunan rumah yang terdiri dari berbagai bagian dan komponennya, maka para nabi dan filosof terdahulu 63 membawa dinding, genteng atau lantainya saja, maka Islam sebagaimana yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Membawa kekurangannya dan mengkonstruksinya menjadi sebuah bangunan yang sempurna. Peran Islam yang demikian itu dapat dipahami dari surat Al-Maidah ayat 3: artinya: pada hari telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.(QS. Al- Maidah:3). B. Bagaimana Strategi dalam Pendidikan Islam Guna Membentuk Karakter Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara pendidk dan peserta didik, yang dilakukan secara sadar dan terencana, dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik yang lebih optimal. Strategi dalam pendidikan Islam dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pembentukan karakter peserta didik diyakini perlu dan penting untuk dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan 64 semua stakeholders- nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter disatuan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Strategi pelaksanaan pendidikan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan, karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Strategi dalam pendidikan karakter mempunyai kesamaan dengan strategi dalam pendidikan Islam, strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter diantaranya adalah : 1. Pengalaman Pembelajaran atau Tahap pengenalan Pengalaman adalah suatu keiatan yang melibatkan dimensi kognitif dan afektif. Melalui pengalaman peserta didik mengalami suatu tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta, ide, dan masukan baru dari pendidik. Melalui pengalaman, konteks (pengetahuan asal, kebiasaan dasar, pengalaman sebelumya) yang dibawa peserta didik dihadapkan pada suatu pengalaman baru, sesuatu yang memungkinkan untuk sepaham atau berkebalikan dengan konteks yang sebelumnya telah dimiliki peserta didik. 65 Pengalaman pembelajaran merupakan penerapan dari 2 dari metode 4M, yaitu mengetahui dan mencintai. Metode yang dapat dilakukan untuk membawa peserta didik pada pengalaman dapat berupa aktifitas bersama, problem solving, aktivitas mandiri, dan peer- group learning. 2. Refleksi Refleksi adalah proses pencarian arti untuk pengalamn pembelajaran. Refleksi merupakan suatu proses untuk mengedepankan perolehan makna dalam pengalaman manusiawi dengan pemahaman lebih baik mengenai kebenaran yang telah dipelajari, untuk mengerti akan sumber perasaan dan reaksi yang dialami seseorang lewat apa yang dipelajari, untuk memperdalam pemahaman tentang implikasinya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, untuk mendapat pengertian personal akan kejadian-kejadian dan ide-ide yang ada. Pada tahap refleksi ini pesera didik dapat menghasilkan kesimpulan seperti prinsip-prinsip nilai yang telah dirancang oleh guru. 3. Aksi atau Afirmasi Setelah peserta didik melakukan refleksi dan menemukan makna yang membangkitkan kecintaan dan keinginan untuk melakukan, pesera didik didorong melakukan aksi tertentu. Aksi adalah upaya untuk mengajari pesea didik dalam melakukan pilihan-pilihan dari berbagai sistem nilai yang ada. Aksi 66 disini berarti penentuan pilihan yang mengubah cara pandang lama ke cara pandang baru. Misalnya, peserta didik diminta untuk menyadari kebiasaan lamanya dan membandingkan dengan prinsip tindakan yang yang telah dihasilkan dalam refleksi, kemudian peserta didik didorong untuk mengganti atau mengubah tindakannya. 4. Evaluasi Setelah melewati batas waktu yang ditentukan, peserta didik dapat menyetorkan apa yang menjadi proyeknya. Peserta didik dan pengajar meakukan evaluasi secara bersama-sama bagaimana pengalamannya, tingkat kesulitan, keberhasilan menghadapi tantangan, keberhasilan untuk konsisten, apa hassil positif yang didapatkan dan seterusnya. Evaluasi berarti student centered evaluation. Evaluasi dilakukan dalam konteks dan pengalaman peserta didik yang melakukan tindakan atau aksi. Jadi yang digunakan bukan sudut pandang pendidik. Pendidik adalah subyek yang menemani peserta didik untuk berkembang, yang berarti juga teman bagi peserta didik untuk menilai perkembangan dirinya. Hasil yang ingin diraih dari evaluasi adalah pesera didik mampu mengerti dengan kesadarannya sendiri, terlebih tentang posisi dirinya terhadap tindakan yang dievalausi. Dalam pembentukan karakter atau moral ternyata sebagian tokoh mempunyai kecenderungan lebih menekankan kepada sikap keteladanan. Memang sikap keteladanan merupakan salah satu hal 67 yang penting dalam proses mewujudkan anak didik menjadi manusia yang berkarakter. Akan tetapi sebenarnya masih ada beberapa cara baik itu pendekatan atau metode dalam pembentukan karakter anak. Jika selama ini pendidikan karakter hanya bisa diterapkan melalui keteladanan, maka hendaknya harus ada beberapa terobosan baru baik itu strategi atau metode dalam pembentukan karakter yang inovatif. Adapun strategi-strategi atau metode-metode yang dapat diterapkan yaitu: penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan suasana yang kondusif dan internalisasi. Sebaiknya pendidikan karakter anak harus disesuikan dengan dunia anak. Dengan kata lain, pendidikan karakter anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Dan tahapyan-tahapan tersebut adalah: Adab (5-6 tahun), Tanggung jawab diri (7-8 tahun), Carringpeduli (9-10 tahun), Kemandirian (11-12 tahun), bermasyarakat (13 tahun keatas). 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari keseluruhan uraian dan analisis tentang “Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam”, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep Pendidikan Islam terhadap Pembentukan Karakter Pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang baik dan yang buruk atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melainkan suatu upaya mendarah dagingkan nilai-nilai yang luhur sehingga membentuk struktur antropologis membiasakan, manusia, melatihkan, dengan mentradisikan, cara menanamkan, membudayakan dan mencontohkan pelaksanaan nilai-nilai yang luhur, seperi jujur, disiplin, bertanggung jawab, sabar, ikhlas, cinta tanah air, manusiawi dan lain sebagainya. Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah perjuangan untuk memelihara kelangsungan hidup umat manusia agar tidak jatuh pada kehancuran. Sejarah kehidupan bangsa-bangsa dari sejak zaman dahulu hingga sekarang telah mengingatkan dan mengajarkan, bahwa kemajuan dan kehancuran suatu bangsa amat bergantung pada maju mundurnya atau kuat lemahnya karakter bangsa tersebut. 69 Bisa diambil kesimpulan bahwa unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran yang didalamnya terdapat seluruh program yang terbaentuk dari dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola pikir yang bisa mempengaruhi pearilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. 2. Strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter. Untuk mengatasi permasalahan sosial terkait moral bangsa diperlukan pendekatan yang komprehensif melalui pendidikan karakter yang berlandaskan nilai-nilai Islam yaitu Al-Qur’an dan AsSunnah. Dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling penting berdampak pada karakter seseorang disamping gen dan ada faktor lain yaitu makanan, teman, orang tua, dan tujuan merupakan faktor terkuat dala mewarnai karakter seseorang. Dengan demikian bahwa karakter itu dapat dibentuk. Dapat dipahami bahwa membangun karakter menggambarkan: 70 . a. Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan pada semangat pengabdian dan kebersamaan. b. Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter yang ddiharapkan c. Membina nilai atau karakter sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai-nilai dan falsafah hidup. Bisa disimpulkan pendidikan karakter berdiri diatas dua pijakan. Pertama, keyakinan bahwa pada diri manusia telah terdapat beni-benih karakter dan alat pertimbangan untuk menentukan tindakan kebaikan. Namun seperti sebuah benih, ia belum menjadi apa-apa, ia harus dibantu untuk ditumbuh kembangkan. Kedua, pendidikan berlangsung sebagai upaya pengenalan kembali sekaligus mengafirmasi apa yang sudah dikenal dalam aktualitas tertentu. B. Saran – Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis selama menyelesaikan skripsi ini, penulis berkeyakinan bahwa skripsi ini mempunyai signifikansi bagi pengembangan pendidikan karakter tentunya secar Islam. Untuk mengakhiri penulisan skripsi ini penulis mempunyai saran sebagai berikut: 71 1. Kajian tentang pendidikan karakter mungkin sudah banyak dilakukan, akan tetapi fokus tentang kajian yang bertumpu pada tiga pilar utama yaitu, pertama setiap manusia dilahirkan dalam keadaan ftitrah. Kedua setiap anak itu cerdas. Ketiga setiap aktifitas mempunyai tujuan masih sedikit. 2. Konsep pendidikan karakter Islam sangat perlu dikembangkan di Indonesia dalam rangka membangun masyarakat yang berwibawa dan berkarakter kuat. 3. Dengan meneliti konsep pendidikan Islam berkarakter, diharapkan akan memunculkan ide-ide kreatif serta warana baru dalam dunia pendidikan kita. Dengan demikian akan memperkaya khasanah kita tentang sistem dan metode pembelajaran yang tekstual akan tetapi mengarah pada kebutuhan. 4. Penelitian tentang pendidikan karakter Islam dalam skripsi ini difokuskan pada pendidikan yang gagasannya tentang pembentukan karakter dengan menjadikan masyarakat khususnya peserta didik sebagai subjek yang mandiri dalam membangun bangsa yang maju dan mempunyai peradaban yang tinggi berdasarkan pada ajaran agama Islam. C. Penutup Demikian kajian tentang membentuk peserta didik berbasis karakter melalui konsep pendidikan Islam. Dengan harapan apa yang telah penulis lakukan dapat bermanfaat bagi pendidikan Islam pada khususnya. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang ada dan jauh dari 72 kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstrutif sangat penulis harapkan untuk perbaikan karya- karya dimasa yang akan datang. Akhirnya, dengan mengucap syukur Alhamdulillah penulis panjatkan rasa syukur yang tidak terkira kepada Ilahirobbi dan udah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya bagi penulis. Amin……… 73 DAFTAR PUSTAKA Ali khan, Shafique, 2005, filsafat pendidikan Al- Ghazali, Bandung:CV Pustaka Setia. Annes, Bambang Q, dan Adang, Hambali, 2008, Pendidikan Karakter Berbasis Al- Qur’an, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Cet.I. Bakri, Samaun, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Banny Qurays. Daradjat, Zakiah, 2014, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 11. , 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.8. ,2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet.I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta:Balai pustaka. Dian Andayani, dan Abdul Majid, 2011, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.1. Djaali, 2008, psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 3. Gunawan, Heri, 2013, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hadi, Sutrisno, 1982, Metodologi Research Untuk Menulis Paper, Skripsi, Tases Dan Desertasi, Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. J. Moleong, Lexy, 2008, Metode Penelitian kualitatif , Bandung: Rosda Karya. Jalaludin, 2003, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet.3, Kurniawan, Yedi,1993, Pendidikan Sejak dini Hingga Masa Depan, Jakarta:Asda Studio. Lickona, Thomas, 2013, Educating for Character Mendidik untuk Membentuk Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.II. 74 Mahbubi, M, 2012, Pendidikan karakter implementasi aswaja sebagai nilai pendidikan karakter, Yogyakarta: pustaka ilmu, Cet.I. Marzuki, 1997, Metode Riset, Yogyakarta: Hamidita Offset. Mulyasa, 2012, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.2. Nata, Abuddin, 2013, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. , 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. I. Siswoyo, Dwi, 2008,Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press. Taufiq, Ahmad dan Muhammad Rohmadi (ed) , 2011,Pendidikan Agam Islam, Surakarta: Yuma Presindo, Cet.1. Taufiq, Ahmad, 2011, Pendidikan Agama Islam, Surakarta:Yuma Pustaka, Cet.1. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, Cet.4. Toha, M. cahabib, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Umar, Bukhari, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, Cet. 2. Wibowo, Agus, 2012, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Bangsa Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka pelajar. Zubaedi, 2012, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet.2. 75 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Luthfiyatus Sholehah Tempat/ Tanggal Lahir: Jepara, 15 Juli 1988 NIM : 131310000303 Alamat : Tahunan Rt 01/ 05 Kec. Tahunan, Kab. Jepara Agama : Islam Status : Menikah Jenjang Pendidikan Formal 1. Sekolah Dasar Negeri ( SDN) 02 Pecangaan Jepara 2. SMPN 03 Pecangaan Jepara 3. SMA Walisongo Pecangaan Jepara 4. Masuk Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Jepara, 6 Oktober 2015 Peneliti Luthfiyatus Sholehah NIM: 131310000303 76