membentuk peserta didik berbasis karakter melalui konsep

advertisement
MEMBENTUK PESERTA DIDIK BERBASIS KARAKTER
MELALUI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1)
Dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
LUTHFIYATUS SHOLEHAH
NIM: 131310000303
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA ( UNISNU) JEPARA
2015
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp : Hal
: Naskah Skripsi
An. Sdr. Luthfiyatus Sholehah
Kepada Yth
Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UNISNU Jepara
Assalamu’allaikum Wr.Wb.
Setelah saya mengadakan
koreksi dan memberi petunjuk serta
mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah
skripsi saudari:
Nama
: Luthfiyatus Sholehah
NIM
: 131310000303
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep
Pendidikan Islam
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqosahakan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jepara 29 September 2015
Pembimbing
Dr. Sa’dullah Assa’idi, M. Ag
iv
ABSTRAK
Nama
: Luthfiyatus Sholehah
NIM
: 131310000303
Judul Skripsi: Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui Konsep
Pendidikan Islam
Pendidikan karakter merupakan sebuah nilai yang harus dipelajari,
dirasakan dan diterapkan dalam keseharian setiap anak. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui: konsep pendidikan karakter Islam , konsep pendidikan Islam,
strategi pendidikan islam guna membentuk karakter peserta didik. Skripsi ini
menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan
diperpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi
kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, Koran, majalah, dokumen) dan lain
sebagainya. Penulis fokuskan penelitian ini pada pendidikan karakter Islam dan
konsep pendidikan Islam.
Teknik penulisan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi data mengenai hal- hal
yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Karena objek
dalam penelitian ini adalah buku- buku maka penulis menelaah dan mengkaji
buku- buku yang dipilih sebagai bahan penelitian. Setelah data terkumpul maka
dilakukan penelaahan sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang
diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Data yang
terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, induktif dan analitik
sintesa yang menunjukkan bahwa:
Konsep pendidikan karakter Islam adalah pendidikan nilai, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah dalam
rangka pembinaan kepribadian generasi muda yang mencakup 3 aspek yaitu
pengetahuan moral, sikap moral, dan perilaku moral. Konsep pendidikan Islam
adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang seara maksimal sesuai dengan ajaran Islam yang menyangkut
pembinaan aspek jasmani, akal, dan hati anak didik. Pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan Islam adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai- nilai
luhur yang bersumber dari budaya Islam.
v
MOTTO
               
(٣٦ :‫)اﻻﺳﺮاء‬
 
Artinya: dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.(Q.S. Al-Isra’: 36)
vi
vi
PERSEMBAHAN
Dengan rendah hati dan ucapan terima kasih serta rasa syukur yang tiada tara
kehadirat Allah SWT beserta RasulNya dengan penuh penghormatan karya ini
saya persembahkan kepada:
1. Ayahku
Abdul Aziz dan Ibuku zubaedah tersayang yang selalu
mendo’akan dan memberikan dukungan materil serta moral hingga aku
seperti sekarang.
2. Suamiku yang tercinta Syariful Anam yang selalu memberikan motivasi
3. Kakak dan Adikku tersayang khozinul Wafa dan M. Fatkhul Jamal
4. Dosen- dosen serta guru- guruku yang telah banyak memberikan ilmu dan
do’anya
5. Bapak Dr. Sa’dullah assa’idi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini
6. Teman –teman mahasiswa UNISNU Jepara yang saya banggakan.
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga, tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi
yang terdapat dalam refrensi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara,
Deklarator,
Luthfiyatus Sholehah
NIM: 131310000303
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah memberi petunjuk kepada manusia, sehingga manusia menjadi lebih berarti.
Dan yang telah member akal sehingga manusia berbeda dengan makhluk lainnya.
Segala puji-pujian hanya milik Allah atas limpahan nikmat yang tak terhingga
jumlahnya.
Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad
SAW. Yang telah membuka lebar pintu kebenaran dari dunia jahiliyyah. Petunjuk
bagi semesta alam dari suri tauladan atau figur yang baik bagi umatnya.
Dengan taufik, hidayah serta inayah dari Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Membentuk Peserta Didik Berbasis
Karakter Melalui Konsep Pendidikan Islam Penulis menyadari bahwa
selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak.
Untuk itu sangat tepat kiranya jika pada kesempatan ini, penulis sampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat;
1.
Bapak Prof. Dr.KH. Muhtarom HM selaku rektor UNISNU Jepara yang telah
memberikan ilmu, nasehat dan do’anya.
2.
Bapak Drs. H Akhirin Ali, M.Ag selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan persetujuan terhadap
skripsi ini.
3.
Bapak Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah
banyak member petunjuk, pengarahan dan nasehat dengan kesabaran dan
penuh pengertian sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
4.
Orang tuaku, suamiku dan keluargaku yang telah memberikan dorongan,
bimbingan dan do’a yang tulus sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Sahabat- sahabat seperjuangan yang telah memberikan semangat dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
6.
Semua pihak yang terkait dengan ikhlas memberikan bantuan baik materi
maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.
Akhirnya, penulis hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT senantiasa
menerima amal shaleh dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
skripsi ini dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun pembaca. Amin
Jepara,
Penulis,
Luthfiyatus Sholehah
NIM: 131310000303
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING………………………………... ii
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………….. iii
HALAMAN MOTTO………………………………………………… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………… v
HALAMAN DEKLARASI………………………………………….. vi
HALAMAN KATA PENGANTAR…………………………………. Vii
HALAMAN DAFTAR ISI…………………………………………… ix
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………….1
B. Penegasan Istilah……………………………………………..4
C. Rumusan Masalah…………………………………………….7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….7
E. Kajian Pustaka………………………………………………..8
F. Metode Penelitian…………………………………………….9
G. Sistematika Penulisan Skripsi………………………………..12
BAB II: LANDASAN TEORI………………………………………….14
A. Konsep Pendidikan Islam…………………………………....14
B. Konsep Pendidikan Karakter………………………………...32
C. Konsep Peserta Didik………………………………………44
BAB III: KAJIAN OBYEK PENELITIAN…………………………...49
Konsep Pendidikan Islam tentang Pendidikan karakter………..49
BAB IV: ANALISIS PENELITIAN…………………………………..57
A. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam tentang Pendidikan
Karakter…………………………………………………….57
B. Bagaimana Strategi dalam Pendidikan Islam Guna
Membentuk Karakter……………………………………….63
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran- Saran
C. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN- LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan
kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah
satu kebutuhan fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang
mempersiapkan dan mebuka serta membentuk disiplin hidup. Pernyataan ini
setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas
manusia, memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum,
kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan
didalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup
manusia.1 manusia sebagai makhluk paedagogik yang dilahirkan membawa
potensi dapat dididik dan dapat mendidik sehingga mampu menjadikan Kholifah
di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Manusia dilengkapi dengan
fitrah Allah berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai
kecakapan dan ketrampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya
sebagai makhluk mulia.2
Pendidikan dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat
penting. Dalam terminologi bahasa arab, istilah pendidikan (education) secara
leksikal berarti “tarbiyah”, mempunyai pengertian
1
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 2003), Cet.3,
hlm.67.
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),Cet.8,hlm.17.
2
mengembangkan, memelihara, mengasuh, dan membesarkan. Kata
tarbiyah disini bermaksud mengembangkan atau meningkatkan secara
bertahap demi tahap. Kandungan makna tepatnya berlaku pada manusia
selaku makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang, karena berkembangnya makhluk hidup bersifat alamiah
maka pendidikan atau tarbiyahnya merujuk pada adanya berbagai sarana,
lingkungan yang tepat baginya.3 Pendidikan adalah salah satu unsur yang
penting dalam pembelajaran. Pendidik merupakan sosok yang mutlak
diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, bukan hanya sebagai
panutan utama bagi siswa, tetapi pendidik atau guru juga mampu
membantu mengembangkan intelektual, afektif serta psikomotorik siswa
melalui pengetahuan, latihan-latihan, keterampilan, harus memiliki
kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
Belajar bagi pesrta didik adalah proses psikologis dan moral yang
melibatkan cara berfikir, berkehendak, berlatih, dan hal-hal produktif
lainya. Proses ini untuk sementara melibatkan perubahan dipihak peserta
dididk, baik perubahan dalam perilaku, karakter, perangai, dan
penampilannya. Puncak pendidikan yang ditanami dengan ketulusan hati,
adalah membekali pesrta didik kemandirian moral yang berarti memiliki
3
Yedi Kurniawan, Pendidikan Sejak dini Hingga Masa Depan, (Jakarta:Asda
Studio,1993), hlm 1.
3
undang-undang moral diri yang universal, bersifat pribadi, dan juga
mampu menempatkan diri.4
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban -kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.5
Islam sebagai agama yang syamil (holistik) telah memberikan perangkatperangkat kehidupan bagi manusia dalam segala aspeknya. Diantaranya,
islam sangat menaruh perhatian yang sangat terhadap
pendidikan.
Berbeda dengan model pendidikan Barat yang berdasarkan materialisme
sekuleristik yang menafihkan nilai-nilai ruhiyah dan ilahiyah sehingga
melahirkan kepribadian yang tidak utuh sebagai manusia.6
Pendidikan
karakter
merupakan
upaya
untuk
membantu
perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin,
dari sifat
kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan lebih baik.
Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya: anjuran atau suruhan
terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar
tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat
terhadap orang tua, menyayangi yang muda, menghormati yang tua,
menolong teman, dan seterusnya merupakan proses pendidikan karakter.
Sehubungan dengan itu, Dewantara pernah mengemukakan beberapa hal
4
Shafique Ali
Setia,2005).hlm. 8.
Khan,
filsafat
pendidikan
Al-
Ghazali
(Bandung:CV
Pustaka
5
Indonesia”
6
Ahmad Taufiq, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta:Yuma Pustaka, 2011) Cet.1,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa
(Jakarta:Balai pustaka,1997). Hlm.10.
hlm.217.
4
yang yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngertingroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut
senada dengan ungkapan orang sunda diJawa Barat, bahwa pendidikan
karakter harus merujuk pada adanya keselarasan antara tekad-ucap-lampah
(niat, ucapan atau kata-kata, dan perbuatan).7
Dari keterangan diatas mendorong peneliti mengangkat tema ini
dengan judul
“Membentuk
Peserta Didik Berbasis Karakter Melalui
Konsep Pendidikan Islam” (StudiAnalisis).
B. Penegasan Istilah
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari istilah yang untuk
menghindari kesalah pahaman terhadap penulisan skripsi dan membantu
penulis untuk memberikan batasan-batasan terhadap pembahasan judul
diatas, sehingga pemahaman akan
dapat diarahkan. Oleh karena itu,
sekiranya penting untuk memberikan pengertian dan penegasan terhadap
judul tersebut.
1. Peserta Didik.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan.8 sedangkan
peserta didik dalam pendidikan islam dapat diartikan individu yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikolgis, sosial
7
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara,2012) Cet.2, hlm. 1.
8
Dwi Siswoyo, Ilmu Pendidikan, ( Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.87.
5
dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat
kelak.9
2.Pendidikan Karakter.
Menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter adalah pendidikan
untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi
pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak
orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa
karakter
itu
erat
kaitannya
dengan
kebiasaan
yang
kerap
dimanifestasikan dalam tingkah laku.10 Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. hal ini mencakup keteladanan
bagaimana
perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi dan berbagai hal terkait lainnya. 11
3. Pendidikan Islam
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa,
maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu
diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “ pendidikan” yang umum kita
gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah” dengan
9
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
cet.I, hlm. 173.
10
Heri Gunawan, Pendidikan karakter, ( Bandung: Alfabeta, 2012), Cet. 2, hlm. 23.
11
Ibid., 24.
6
kata kerja “rabba”. Kata “ pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah
“Ta’lim” dengan kata kerjanya “‘allama”. Pendidikan dan pengajaran
dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan “pendidikan
islam “ dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.12
Menurut Omar Mohammad At- Toumi Asy- Syaibany pendidikan
islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi- profesi
asasi dalam masyarakat.13 Pengertian tersebut memfokuskan perubahan
tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain
itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek- aspek produktivitas
dan kreativitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan
masyarakat dan alam semesta.14
Selanjutnya, Chabib Toha menyatakan, pendidikan dan falsafah
dasar dan tujuan serta teori- teori yang dibangun untuk melaksanakan
praktek pendidikan berdasarkan nilai- nilai dasar islam yang terkandung
dalam Al- Qur’an an Hadits.15
12
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014),
Cet.11, hlm.25.
13
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), Cet. 2, hlm.27.
14
Ibid.
15
M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), hlm.99.
7
Pendidikan
Islam
adalah
pendidikan
yang
berusaha
mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam dari
generasi
kegenerasi
selanjutnya.16
Pendidikan
islam
bertujuan
membentuk anak sehingga berkepribadian islami dan berprilaku baik.
Dari batasan masalah diatas, maka yang dimaksud dengan judul
dalam penulisan ini adalah Membentuk Peserta Didik Berbasis Karakter
Melalui Konsep Pendidikan Islam.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat menarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter Islam ?
2. Bagaimana strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter
peseta didik?
D. Manfaat Penelitian
1. Tujuan yang hendak dicapai dalam judul ini adalah:
a. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter.
b. Untuk mengetahui strategi dalam pendidikan Islam
guna
membentuk karakter peserta didik.
2. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Dari
segi
teoritis, untuk
menambah pengetahuan tentang
bagaimana konsep pendidikan karakter.
16
Samaun Bakri, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: Pustaka
Banny Qurays, 2005), hlm.3
8
b. Dari segi praktis, dapat dijadikan konsep atau pedoman dalam
menerapkan peserta didik yang berbasis karakter islam.
c. Dari segi akademis, untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana strata satu pendidikan Islam di Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu keguruan UNISNU Jepara.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka disini adalah suatu upaya untuk melakukan
penelusuran karya ilmiah baik berupa buku, skripsi atau karya ilmiah
lainnya dengan tujuan supaya tidak ada kesamaan antara tema yang akan
dikaji dengan tema yang sudah ada karena apabila ada kesamaan maka
akan sia-sia kita melakukan penelitian.
Sampai pada bagian telaah pustaka ini, penulis telah melakukan
penulusuran beberapa buku dan tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan
dengan pendidikan karakter, terutama yang mengulas konsep pendidikan
islam.
1. Dalam buku yang berjudul “Pendidikan Agama Islam” karya Ahmad
Taufiq dan Muhammad Rohmadi dijelaskan tentang Kerangka Dasar
Ajaran Islam dan Konsep Pendidikan Islam, yang intinya islam
memberikan model pendidikan yang terpadu. Dan menjelaskan faktorfaktor terbentuknya pendidikan menurut pandangan islam, yang
dimaksud adalah konsep pendidikan yang bersumber pada Al- qur’an,
Al-hadits dan pendapat ulama pendidikan.
9
2. Dalam buku yang berjudul “ Manajemen Pendidikan Karakter” karya E.
Mulyasa didalam buku tersebut yang intinya keberhasilan peserta didik
dalam membangun karakter pribadinya, serta keberhasilan guru dalam
membangun karakter peserta didik, yang didalmnya juga ada 9 pilar
karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan
karakter, baik disekolah maupun diluar sekolah salah satunya adalah
cinta Allah dan kebenaran, tanggung jawab, disiplin dan mandiri.
3. Dalam buku yang berjudul “Pendidikan Karakter Konsep dan
Implementasi” karya Heri Gunawan didalam buku tersebut dijelaskan
mengenai Metode dan Pendekatan Dalam Implementasi Pendidikan
Karakter yang intinya didalam buku tersebut ada 9 ragam metode
pendidikan karakter antara lain, metode hiwar, metode Qishah, Metode
perumpamaan, Metode keteladanan, metode Pembiasaan, Metode
‘ibrah, dan Metode janji atau ancaman.
F. Metode Penelitian
Karya ilmiah tentunya menggunakan metode untuk menganalisa
dan medeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai
landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah
dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan mudah dipahami.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian.
10
Didalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
Kualitatif. Hal ini merupakan salah satu jenis metode yang menitik
beratkan pada penalaran yang berdasarkan realitas sosial secara
objektif dan melalui paradigma. Fenomenologis, artinya metode ini
digunakan atas tiga pertimbangan: pertama, untuk mempermudah
pemahaman realitas ganda. kedua, menyajikan secara hakiki antara
peneliti dan realitas. Ketiga, metode ini lebih peka dan menyesuaikan
diri pada bentuk nilai yang dihadapi.17
2. Jenis Penelitian.
Penelitian ini lebih merupakan penelitian kepustakaan (Library
reseach) yaitu penelitian yang objek utamanya buku- buku
kepustakaan dan literatur lainnya yang berkaitan dengan judul diatas. 18
3. Teknik Pengumpulan Data.
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa teknik pengumpulan
data, yaitu observasi partisipan, wawancara secara mendalam, studi
dokumentasi dan gabungan ketiganya.19 Penelitian ini menggunakan
teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, surat kabar, majalah dan agenda-agenda.
a. Sumber Data
17
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian kualitatif , (Bandung: Rosda Karya,2008) , hlm.92
93.
18
Sutrisno hadi, Metodologi Research Untuk Menulis Paper, Skripsi, Tases Dan
Desertasi, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1982), hlm.9.
19
Lexy . J. Moleong , op. Cit., hlm.114.
11
Dalam penelitian ini pengumpulan data didasarkan atas data primer
dan sekunder.
1) Data primer.
Merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.20 Sedangkan
sumber primer dalam penelitian ini adalah pendidikan karakter
berbasis Agama Islam.
2) Data Sekunder.
data yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh
peneliti atau data penunjang yang ada kaitannya dengan
permasalahan pokok.
4. Teknik Analisis Data.
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul digunakan
beberapa metode antara lain:
a. Metode Deduktif
Digunakan untuk manganalisis pada bab II tentang landasan
teori, yaitu analisis suatu permasalahan yang berasal dari
generalisasi yang bersifat umum kemudian ditarik pada fakta yang
bersifat khusus atau yang kongkrit terjadi.
b. Metode Induktif
Digunakan untuk menganalisa pada bab III tentang
permasalahan yang akan diteliti yaitu analisis masalah yang bersifat
20
Marzuki, Metode Riset, ( Yogyakarta: Hamidita Offset, 1997), hlm.55.
12
khusus, kemudian, kemudian diarahkan pada penarikan kesimpulan
yang bersifat umum.
Pada bab III penulis membahas tentang konsep pendidikan
Islam kemudian penulis menyimpulkannya den Isngan relevansi
pendidikan karakter tersebut dalam pendidikan islam pada
umumnya.
c. Metode Komparatif
Yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan
beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik
kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut.
G. Sitematika Penulisan Skripsi.
Sistematika penulisan ditunjukkan untuk mempermudah dalam
penyajian dan pemahaman, maka skripsi ini disusun berdasarkan
sistematika sebagai berikut.
BAB I
:merupakan bab pendahuluan yang menjalaskan latar belakang
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II
:Merupakan bab Landasan Teori, bab ini akan membahas
tentang
pengertian pendidikan islam, pengertian pendidikan
berbasis karakter, bentuk- bentuk pendidikan berbasis karakter,
strategi pembentukan karakter.
BAB III :Kajian Obyek Penelitian yang memuat tentang konsep
pendidikan Islam dalam membentuk Karakter Peserta Didik.
13
BAB IV: Analisis
penelitian yang memuat dua sub bahasan yang
pertama ialah bagaimana konsep pendidikan islam terhadap
pembentukan karakter. Sub bahasan yang kedua ialah
bagaimana strategi dalam pendidikan islam guna membentuk
karakter
BAB V
: Penutup yang memuat tentang Kesimpulan, Saran-Saran, dan
Penutup.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Islam
Dalam membahas konsep pendidikan Islam, ada beberapa hal yang
menjadi bahasan penting yaitu tentang pengertian pendidikan Islam,
Landasan Pendidikan Islam, serta Tujuan Pendidikan Islam.
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menunjukkan adanya pendidikan tertentu,
yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang berdasarkan
Islam. Untuk menjelaskan tentang pendidikan Islam, terlebih dahulu
akan dibahas pendidikan menurut pakar, setelah itu barulah dibahas
definisi pendidikan Islam.
Pendidikan Islam menurut prof. Dr.Omar Muhammad Al Touny
al-Syaebani, diartikan sebagai “ Usaha mengubah tingkah laku
individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya,
dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai
profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.21
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan adalah suatu proses
yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan
21
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), Cet.I, hlm.28.
14
15
pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang
sedang dididik.22
Menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi adalah pendidikan
Islam tidak seluruhnya bersifat keagamaan, akhlak, dan spiritual,
namun tujuan ini merupakan landasan bagi tercapainya tujuan yang
bermanfaat. Dalam asas pendidikan Islam tidak terdapat pandangan
yang bersifat materialistis, namun pendidikan Islam memandang
materi, atau usaha mencari rizeki sebagai masalah temporer dalam
kehidupan, dan bukan ditunjukan untuk mendapatkan materi sematamata, melainkan untuk mendapatkan manfaat yang seimbang. Didalam
pemikiran al-Farabi, ibn Sina, dan Ikhwan al-Syafa terdapat pemikiran,
bahwa kesempurnaan seseorang tidak mungkin akan tercapai, kecuali
dengan menyeimbangkan antara agama dan ilmu.23
menurut Marimba (1998:4) memberikan definisi pendidikan
Islam sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukumhukum Islam, menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran Islam. Dari pengertian tersebut, sangat jelas bahwa pendidikan
Islam
adalah
suatu
proses
edukatif
yang
mengarah
kepada
pembentukan akhlak atau kepribadian secara utuh dan menyeluruh,
menyangkut aspek jasmani dan rohani.24
22
Ibid.,
23
Ibid., hlm.30.
24
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 9.
16
Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawy sebagaimana yang dikutip
Azyumardi
azra memberikan pengertian
pendidikan
Islam
yaitu
pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya,
akhlaq dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan
manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat
dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Jadi Pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada peserta
didik secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangka potensi
fitrahnya untuk mencapai kepribadian Islam berdasarkan nilai- nilai ajaran
islam.25
2. Landasan Pendidikan Islam
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk
mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak
yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu
membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua
kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu
dihubungkan.
Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al
maslahah al mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya.
a. Al-Qur’an
25
Muhammad Rohmadi dan Ahmad Taufiq (ed.), Pendidikan Agam Islam, (Surakarta:
Yuma Presindo, 2011), Cet.1, hlm.219-220.
17
Al-qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Didalamnya terkandung
ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh
aspek kehidupan melalui Ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH,
dan yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH.26
Al –Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang
pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang
diturunkan dari Tuhan.
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsipprinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.
Sebagai contoh dapat dibaca kisah lukman mengajari anaknya
dalam surat lukman ayat 12 s/d 19. Cerita itu menggariskan prinsip
materi pendidikan yang terdiri dari masalah aman, akhlak ibadat,
sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup
dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa
kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh
karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai
sumber utama dalam
merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus
berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya dapat
26
19.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 11, hlm.
18
dilakukan berdaarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan
pembaharuan.27
b. As- Sunnah
As- Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan
Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan
beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al- Qur’an.
Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah
berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat manjadi manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah
menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik,
pertama dengan menggunakan ruamah Al-Arqam ibn Abi AlArqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk
mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke
daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah
pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan
masyarakat Islam.
Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara
pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka
kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa
27
Ibid., hlm. 20.
19
ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah
yang berkaitan dengan pendidikan.28
c. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuquha, yaitu berpikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at
Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum Syari’at
Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh
Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi
seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah. Namun demikian, ijtihad
harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak
boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan sunnah tersebut.
Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam
yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasul Allah wafat.
Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam
kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan
sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa
semakin urgen dan msndesak, tidak saja dibidang materi atau isi,
melainkan juga dibidang sistem dalam artinya yang luas.
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an
dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli
pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang
28
Ibid., hlm.20-21
20
berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada
kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad
harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.29
3. Tujuan Pendidikan Islam
tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha
atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha
dan kegiatan yang berproses melalui tahap- tahap dan tingkatan –
tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi
merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan
dengan seluruh aspek kehidupannya.30
Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, akan
terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang
mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian
seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa
Insan kamil artinya manusia utuh rihani dan jasmani, dapat hidup dan
berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah
SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran
Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia
29
Ibid., hlm. 22.
30
Ibid.,hlm. 29.
21
sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari
alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat
nanti. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai.
Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan
kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian
tujuan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.31
a. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.
Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi
sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan
umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi
dan kondisi dengan kerangka yang sama. Bentuk insane kamil
dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang
yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang
rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pila dengan
tujuan pendidikan nasional Negara tempat pendidikan Islam itu
dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional
lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu
tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran,
pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan
31
Ibid., hlm.29-30.
22
kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan itu pada
pendidikan formal ( sekolah, madrasah), dirumuskan dalam bentuk
tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan
intruksional.32
b. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selam hidup, maka tujuan
akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula.
Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa
dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang
dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan
pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan
Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan,
memelihara
dan
mempertahankan
tujuan
pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam
bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam
rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang- kurangnya
pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun
pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal.
Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman
Allah:
            
32
Ibid., hlm.30.
23
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.( Q.S. Ali
Imran 102).33
Mati dalam keadaan berserah diri kapada Allah sebagai muslim
yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas
berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang
dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan
akan menghadap
Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses
pendidikan Islam.34
Dalam proses pendidikan, tujuan pendidikan merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang ingin diwujudkan ke dalam pribadi murid. Oleh karena
itu, rumusan tujuan pendidikan bersifat komprehensif, mencakup semua
aspek dan terintegrasi dalam pola kepribadian yang ideal. Menurut
Sikun Pribadi dalam A. zayadi (2006), tujuan pendidikan merupakan
masalah inti dalam pendidikan, dan sari pati dari seluruh renungan
pedagogik.35
Bahwa
pendidikan
harus
ditujukan
untuk
menciptakan
keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh,
dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan dan fisik manusia,
dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh
potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intelektual baik secara
33
Ibid., hlm.31
34
Ibid.
35
Heri Gunawan, op. cit., hlm.10.
24
perorangan maupun kelompok dan mendorong tumbuhnya seluruh
aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan
akhir dari pendidikan terletak pada terlaksanya pengabdian yang penuh
kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun
kemanusiaan dalam arti yang seluas- luasnya.
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan
dari berbagai pendapat para pakar pendidikan seperti: Al- Attas,
Athiyah al- Abrasy, Munir Mursy, Ahmad D Marimba, Muhammad
fadhil al-Jamali Mukhtar Yahya dam Muhammad Quthb.36
Tujuan
pendidikan
yang
paling
sederhana
adalah
“
memanusiakan manusia”, atau “membantu manusia menjadi manusia”.
Naguib al- Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
manusia
yang
baik.
Kemudian
Marimba
mengatakan
tujuan
pendidikan Islam adalah terciptanya orang yang berkepribadian
muslim. Al- Abrasy menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam itu
adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia
(akhlak al –
karimah). Munir Musyi mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan
Islam adalah manusia yang sempurna (al- Insan al- Kamil). 37
Menurut Langgulung tujuan pendidikan adalah tujuan hidup
manusia itu sendiri, sebagaimana yang tersirat dalam peran dan
kedudukannya sebagai khalifatullah dan ‘abdullah. Oleh karena itu,
36
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet.1,
37
Heri Gunawan, loc. Cit.
hlm.62.
25
menurutnya, tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia
agar dapat mengemban tugas dan kedudukan tersebut. Dengan
demikian, tujuan pendidikan menurut Langgulung adalah membentuk
pribadi “khalifah” yang dilandasi dengan sikap ketundukan, kepatuhan
dan kepasrahan heri sebagai mana hamba Allah.38
Menurut Muhammad Atthiyah Al- Abrasyi, tujuan pendidikan
Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad sewaktu hidupnya, yaitu terbentuknya moral yang tinggi,
karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun
tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.39
Ibnu Khaldun, yang dikutip oleh Muhammad Athiyah Al- Abrasyi,
merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan berpijak pada firman
Allah sebagai berikut:
            
              
  
Artinaya: .dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. ( Q.S. Al- Qashash 77).40
38
Ibid, hlm.10.
39
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta:Amzah, 2011), Cet.2, hlm.61.
40
Ibid.
26
Berdasarkan ayat di atas, Ibnu Khaldun merumuskan bahwa tujuan
pendidikan terbagi atas dua macam, yaitu tujuan yang berorientasi
ukhrawi, yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban
kepada Allah, dan tujuan yang berorientasi duniawi yaitu, membentuk
manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan
tantangan kehidupan, agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi
orang lain.
Berikut ini adalah sajian tentang berbagai tujuan pendidikan yang
bersumber dari al- Qur’an al- Karim dan sunah Nabi Muhammad Saw
yang mulia.
1) Manusia mengetahui kepada penciptanya dan membangun
hubungan diasntara keduanya atas dasar ketuhanan Tuhan
dan kehambaan makhluk.
Allah berfirman dalam al-Qur’an: “dan kami tidak mengutus
seorang
Rasalpun
sebelum
kamu,
melainkan
kami
wahyukankepadanya,”bahwasannya tidak ada Tuhan ( yang
hak) Qmelainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Aku” (Q.S. al- Anbiya:25).
2) Mengembangakan
perilaku
individu
(manusia)
dan
mengubah berbagai orientasi (hidupnya) agar sesuai dengan
berbagai tujuan Islam.
Allah SWT berfirman: “ sesungguhnya beruntunglah orang
yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat
27
nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orangorang kafir) memilih kehidupan duniawi, dan akhirat itu
lebih baik dan lebih kekal” ( Q.S.al-‘Alaa: 14-16).
3) Melatih individu (manusia) agar menghadapi berbagai
kebutuhan hidup yang bersifat material.
Allah SWT berfirman: “ Dialah yang menjadikan bumi itu
mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rezeqi- Nya, dan hanya kepadaNyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” ( Q.S. AlMulk: 15).
4) Meneguhkan umat Islam agar mengikuti ikatan akidah
Islamiah dan Syariatnya yang adil.
Firman Allah SWT: “ Sesungguhnya orang –orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan
tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang
Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung –melindungi,
dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum
berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu
melindungi mereka, sebelum meraka berhijrah, (akan tetapi)
jika mereka meminta pertolongan kepadamudalam (urusan
pembelaan)
agama,
maka
kamu
wajib
memberikan
pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada
28
perjanjian antara kamu dengan mereka, dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan. Adapun orang-orang yang
kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian
yang lain, jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan
apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan dimuka bumi dan kerusakan yang besar. Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
kepada pada jalan Allah, dan orang-orang yang member
tempat kediaman dan member pertolongan (kepada orangorang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benarbenar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
(nikmat) yang mulia” (Q.S.al-Anfal: 72-74). Ini adalah
berbagai kolerasi antara iman kepada Allah SWT dengan
keharusan melakukan jihad di jalan-Nya, hijrah serta
berkumpul dalam satu Negara, saling menjamin masyarakat,
dimana orang-orang kuat menolong orang-orang yang lemah.
5) Mengarahkan
orang-orang
muslim
untuk
memikul
(menyebarkan) risalah (ajaran) Islam kepada dunia.
Allah SWT berfirman: “Dialah yang telah mengutus RasalNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama
yang benar untuk dimenangkan –Nya atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai” (Q.S.atAtubah: 33).
29
6) Menanamkan iman kedalam hati dengan persatuan manusia
dan persamaan derajat manusia.
Allah berfirman: “Sesengguhnya ( agama tauhid) ini, adalah
agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah
Tuhanmu,
maka
bertakwalah
kepada-Ku”
(QS.
Al-
Muminun: 52). Kemudian dalam ayat yang lain dikatakan :
“Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul
perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi, sebagai
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
kitab yang benar, untuk memberi keputusan diantara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan,
tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang
telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang
kepada mereka ketenangan- ketenangan yang nyata , karena
dengki antara mereka sendiri, maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak- Nya, dan
Allah selalu memberi petunjuk bagi orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus” (QS. Al- Baqarah : 213).
Dari beberapa rumusan tersebut, pada hakikatnya tujuan
pendidikan terfokus pada dasar penciptaan. Beberapa kunci yang
dipakainya adalah “sulalah min tin”, “hama masnun”, “salsal”,
“nutfah” dan “turab” sebagai dasar penciptaan yang harus masuk
30
kedalam “ keyakinan dan kesadaran manusia terhadap Tuhan”.
Diyakini dan didasari bahwa Tuhan menciptakan hal tersebut. Alur
perkembangan penciptaan itu memang dijelaskan oleh al-Qur’an
melalui “proses” yang ditangkap melalui alam ideal, misalnya
pergeseran dari sulallah min tin menjadi nutfah hingga menjadi
makhluk manusia, sudah masuk kedalam kesadaran manusia
mengenai proses reproduksi.
Firman “Fa iza sawaituhu wa nafakhtu fihi min ruhi faqa’u
lahu sajidin” (apabila aku telah menyempurnakan ciptaan (manusia
itu) dan meniupkan ke dalam ruh (ciptaan) ku maka tunduk
kepadanya dengan bersujud) yang ditampilkan oleh rahman ini
memperlihatkan, bahwa Allah telah memberikan karakter yang
utama terhadap satuan wujud manusi yang bersifat biologis dengan
penekanannya pada reproduksi dan sekaligus bersifat spiritual.
Bertolak dari ruh (spirit), maka timbullah agensi fungsional
manusia sehingga membangun relasi-relasi terutama dengan
Tuhan, ajaran yang diwahyukan-Nya melalui seorang Rasul Nabi
Muhammad maupun kitab suci yang harus dipelajari manusia
sendiri, dan
praktek beragamanya sendiri dengan pengalaman
keberagamaan yang intensif. Berdasarkan kritiknya, Rahman
memposisikan manusia secara utuh, tidak dipisahkan antara
jasmani dengan rohani atau materi dan imateri, sehingga perkataan
nafs menjadi penting baginya. Perkataan nafs dipergunakan al-
31
Qur’an dan diterjemahkan sebagai “jiwa”(soul) sebenarnya berarti
“pribadi” (person) atau “kedirian”(self). Dengan dimensi-dimensi
dan potensi-potensi yang dimilikinya, manusia tidak bisa direduksi
hanya dari aspek-apek tertentu saja.
Dari berbagai pendapat para pakar tentang tujuan pendidikan
Islam diatas, sebenarnya tidak ada pertentangan satu sama lain.
Jika terlihat ada perbedaan, maka perbedaan tersebut hanyalah
pada segi penekanan. Ada yang mengemukakan tujuan pendidikan
Islam secara spesifik, dan ada yang secara global.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah untuk mencapai tujuan hidup Muslim, yakni
menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT,
agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang
berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya. Disamping itu juga
untuk mengembangkan potensi-spotensi, baik jasmaniah maupun
rohaniah, emosional maupun intelektual, serta keterampilan agar
manusia mampu mengatasi problema hidup secara mandiri serta
sadar dapat hidup menjadi manusia-manusia yang berpikir bebas.
Sehingga dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan
masyarakat serta dapat mempertanggung
jawabkan amal
perbuatannya dihadapan Allah SWT.
Pendidikan Islam bertugas disamping menginternalisasikan
(menanamkan
dalam
pribadi)
nilai-nilai
Islam
juga
32
mengembangkan anak didik agar mampu mengamalkan ilmu-ilmu
secara dianamis dan fleksibel. Hal ini berarti pendidikan Islam
secara optimal harus bias mendidik anak didik agar memiliki “
kedewasaan atau kematangan” dalam beriman, bertakwa, dan
mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi
pemikir yang sekaligus pengamal ajaran Islam, yang dialogis
terhadap perkembangan zaman.
B. Konsep pendidikan karakter
1. Pengertian Karakter
Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa inggris, character
yang berarti watak, sifat, dan karakter. Dalam bahasa Indonesia, watak
diartikan sebagai sifat batin manusia yang memengaruhi segenap
pikiran dan perbuatannya, dan berarti pula tabiat dan budi pekerti,
dengan demikian, pendidikan karakter adalah upaya memengaruhi
segenap pikiran dan sifat batin peserta didik dalam rangka membentuk
watak, budi pekerti, dan kepribadiannya. Selanjutnya yang dimaksud
dengan sifat adalah rupa dan keadaan yang tampak pada sesuatu
benda.41
Karakter adalah istilah yang diambil dari bahasa yunani yang
berarti to mark ( menandai), yaitu menandai tindakan atau tingkah laku
seseorang. Seseorang dapat disebut sebagai “orang yang berkarakter” (
41
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm.266.
33
a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah
moral.42
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakter
adalah
sifat-sifat
kejiwaan,
akhlaq
atau
budi
pekerti
yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.43 Karakter dapat
didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten
secara lahiriyah dan batiniah. Karakter adalah hasil kegiatan yang
sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa kearah
pertumbuhan sosial.44
Dalam bahasa Arab, pendidikan karakter mempunyai orientasi
yang sama dengan pendidikan akhlaq.45 Secara singkat definisi akhlaq
menurut bahasa artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang
baik dan agama.46 Sedangkan secara terminologi Al-Ghazali dikutip
oleh Zubaedi mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai ( watak
atau tabiat) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan
42
Bambang Q – Annes dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an, ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), Cet.I. hlm.107.
43
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ( Jakarta:Balai Pustaka, 1993), Cet.4. hlm. 389.
44
Djaali, psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 3. Hlm. 48-49.
45
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet.2, hlm.65.
46
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Bangsa Berperadaban,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012), hlm.27.
34
sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara
mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.47
Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu murid memahami
nilai-nilai prilaku manusia yang berhubungan denagan Allah dan
kultur serta adat istiadat.48
Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya sekedar
memberikan pengertian atau definisi- definisi tentang baik dan buruk,
melainkan sebagai upaya mengubah sifat, watak, kepribadian dan
keadaan batin manusia sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap luhur
dan terpuji. Malalui pendidikan karakter ini diharapkan dapat
dilahirkan manusia yang memiliki kebebasan untuk menentukan
pilihannya, tanpa paksaan, disertai rasa penuh tanggung jawab. Yaitu
manusia-manusia yang merdeka, dinamis, inovatif dan bertanggung
jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, manusia, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Jika dihubungkan dengan informasi yang terdapat dalam AlQur’an dan al- Sunnah, akan tampak memiliki persamaan. Al-Qur’an
dan al-Sunnah lebih menekankan pada seseorang untuk membiasakan,
mempraktikkaan dan mengamalkan nilai-nilai yang baik dan menjahui
nilai-nilai yang buruk dan ditujukan agar manusia mengetahui tentang
47
48
Zubaedi, op. cit., hlm.67.
M. Mahbubi, Pendidikan karakter implementasi aswaja sebagai nilai pendidikan
karakter,( Yogyakarta: pustaka ilmu, 2012), hlm.44.
35
cara hidup, atau bagaiman hidup yang seharusnya, karakter (akhlak)
menjawab pertanyaan manusia tentang manakah hidup yang baik bagi
manusia dan bagaimanakah seharusnya berbuat, agar hidup memiliki
nilai, kesucian dan kemuliaan.
Selanjutnya pendidikan karakter menurut Al-Qur’an ditujukan
untuk membebaskan manusia dari kehidupan yang gelap gulita
(tersesat) menuju kehidupan yang terang (lurus). (QS. Al-Ahzab:43),
meluruskan manusia dari kehidupan yang keliru kepada kehidupan
yang benar (Q.S. Al- Jumu’ah:2; mengubah manusia yang biadab
(jahiliyah) manjadi manusia yang beradab (QS. Al-Baqarah:67);
mendamaikan manusia yang bersaudara dan menyelamatkan manusia
dari jurang kehancuran menjadi manusia yang selamat didunia dan
akhirat.
Dengan demikian, pendidikan karakter menurut Al-Quran
bukan hanya sekedar mengajarkan atau memberikan pengetahuan
tentang baik dan buruk, melainkan membiasakan, menyontohkan,
melatihkan, menanamkan dan mendarah dagingkan sifat-sifat yang
baik dan menjahui perbuatan yang buruk. Pendidikan karakter dalam
Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah pendidikan pembiasaan, pendarah
dagingan, praktik, internalisasi dan transformasi nilai-nilai yang baik
kedalam diri sesorang. Bahwa penanaman nilai-nilai pendidikan
karakter dalam diri manusia menurut Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah
sebuah prosesnperjuangan atau jihad yang berat, yakni jihad al-nafs,
36
perang mengendalikan dan mengalahkan hawa nafsu, bujukan setan
dan karakter buruk, sehingga tampil sebagai pemenang yang seantiasa
mempraktikkan nilai-nilai yang baik.
Doni koesoema menambahkan, istilah karakter berasal dari
Yunani (karasso) nyang artinya format dasar. Ia memandang terdapat
dua makna karakter, yaitu. Pertama, kumpulan kondisi yang telah ada
begitu saja. Karakter ini dipandang sebagai sesuatu yang telah ada
(given). Kedua, tingkat kekuatan individu mampu menguasai kondisi
tersebut. Karakter ini disebut proses yang dikehendaki (wiled).
Berbeda dengan Ratna Megawangi, menurutnya karakter
merupakan usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
keputusan dengan bijak dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari
Nila-nilai karakter yang perlu ditanamkan ialah nilai-nilai
universal, dimana seluruh agama, tradisi dan kultur pasti menjunjung
tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal itu
harus menjadi
perekat bagi seluruh masyarakat meski berbeda latar belakang kultur,
suku dan agama.
Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai
karakter
pada
warga
pengetahuan,kesadaran
sekolah
atau
yang
kemauan
meliputi
dan
komponen
tindakan
untuk
merealisasikan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai pendidikan nilai, budi pekerti,moral, watak atau pendidikan
37
etika. Tujuannya untuk mengembangkan potensi murid untuk
memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu kedalam kehidupan sehari-hari.
Dari definisi diatas, maka penulis simpulkan bahwa karakter
adalah sifat yang kuat dan menyatu dalam diri seseorang sehingga
secara spontanitas menjadi landasan individu dalam bersikap dan
berprilaku, dimana sifat yang kuat dan menyatu tersebut selalu berbeda
antara individu satu dengan yang lain menjadi ciri khas bagi masingmasing individu.
Thomas lickona memberikan suatu cara berfikir tentang karakter
yang tepat bagi pendidikan nilai, yaitu karakter terdiri dari nilai
operatif, nilai dalam tindakan. Kita berproses dalam karakter kita,
seiring suatu nilai menjadi suatu kebaikan, suatu diposisi batin yang
dapat diandalkan untuk menggapai situasi dengan cara yang menurut
moral itu baik. Karakter yang terasa demikian memiliki tiga bagian
yang saling brerhubungan, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral
dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri darti mengetahui hal
yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik.
Kebiasaan dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan
dalam tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu
kehidupan moral dan membentuk kedewasaan moral.49
49
Thomas Lickona, Educating for Character Mendidik untuk Membentuk Karakter, ( Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), Cet.II, hlm.81-82.
38
Dengan demikian dapat dipahami, karakter adalah sifat, watak,
tabiat, budi pekerti atau akhlaq yang dimiliki seseorang yang
merupakan ciri khas yang dapat membedakan antara satu dengan yang
lainnya. Meskipun karakter berada direlung paling dalam sisi batin
manusia, namun karakter dapat terlihat atau terdeteksi dalam perilaku
seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter atau akhlaq adalah pendidikan untuk membentuk
kepribadian seseorang agar memiliki karakter tertentu, yang hasilnya
terlihat dalam tindakan nyata berupa tingkah laku yang baik, seperti
jujur, bertanggung jawab, kerja keras, menghormati orang lain dan
sebagainya.
2. Bentuk- Bentuk Pendidikan Berbasis Karakter
Menurut Yahya Khan, terdapat lima bentuk pendidikan karakter
yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara lain:
a. Pendidikan karakter berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter
yang berlandaskan kebenaran wahyu (konversi moral)
b. Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti,
pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para
pemimpin bangsa.
c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konversi lingkungan)
39
d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri yaitu sikap pribadi,hasil
proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan (konversi humanis)
e. Pendidikan karakter berbasis potensi diri ialah proses aktifitas yang
dilakukan dengan segala upaya secara sadar dan terencana, untuk
mengarahkan murid agar mereka mampu mengatasi diri melalui
kebebasan dan penalaran serta mampu mengembangkan segala potensi
diri.
Sedangkan menurut Mansur Munir terdapat tiga bentuk desain
dalam pemogaraman pendidikan karakter yang efektif dan utuh.
Pertama, berbasis sekolah. Desain ini baebasis pada relasi guru sebagai
pendidik dan murid sebagai pembelajar. Yang dimaksud dengan relasi
guru pembelajar ialah bukan menolong,melainkan dialog dengan
banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan murid yang
saling berinteraksi dengan media materi.
Kedua berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun
kultur sekolah yang mampu membentuk karakter murid dengan
bantuan pranata sekolah agar nilai itu terbentuk dalam diri murid.
Misalnya, untuk menanamkan nilai kejujuran tidak hanya memberikan
pesan moral, namun ditambah dengan peraturan tegas serta sanksi bagi
pelaku ketidak jujuran.
Ketiga, berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas
sekolah tidak berjuang sendirian. Keluarga, masyarakat dan Negara
40
juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan
pendidikan karakter diluar sekolah.50
3. Metode pendidikan karakter
Secara umum, Ratna Megawangi menengarai perlunya penerapan
metode 4 M dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai,
menginginkan dan mengajarkan (knowing the good, loving the good,
desiring the good and acting the good) kebaikan secara simultan dan
berkesinambungan. Metode ini menunjukkan bahwa karakter adalah
sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedangkan
kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secara sadar,
dicintainyadan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini, barulah tindakan
dapat menghasilkan karakter yang utuh pula.
Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter
yaitu, mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas, praksis prioritas
dan refleksi.
Mengajarkan. Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai
bekal konsep- konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi
perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter berarti memberikan
pemahaman pada pesrta didik tentang stuktur nilai tertentu, keutamaan
(bila
50
dilaksanakan),
dan
Mengajarkan
nilai
pengetahuan
konseptual
maslahatnya
memiliki
dua
(bila
faedah,
tak
pertama
baru, kedua menjadi
dilaksanakan).
memberikan
pembanding atas
M. Mahbubi, Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter,
( Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), Cet. 1, hlm. 49.
41
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka
proses “mengajarkan” tidaklah menology, melainkan melibatkan peran
serta peserta didik.
Keteladanan. Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka
lihat. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Guru harus
terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Guru adalah
yang digugu dan ditiru, peserta didik akan meniru apa yang dilakukan
gurunya ketimbang yang dilaksanakan sang guru. Bahkan, sebuah
pepatah kuno memberi peringatan pada guru bahwa peserta didik akan
meniru karakter negatif secara lebih ekstrem ketimbang gurunya, “ Guru
kencing berdiri, murid kencing berlari”.
Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru, melainkan juga dari
seluruh manusia yang ada dilembaga pendidikan tersebut. Juga
bersumber dari orang tua, kerabat karib dan siapa pun yang sering
berhubungan dengan peserta didik. Pada titik ini, pendidikan karakter
membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh, saling mengajarkan
karakter.
Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus
ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan
karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak
dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau tidak
berhasil. Pendidikan karakter menghimpu kumpulan nilai yang dianggap
penting bagi pelaksanaan dan realisasi visi kewajiban. Pertama,
42
menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan pada peserta didik;
Kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus
memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam lembaga
pendidikan karakter; Ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku
standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter standar harus
dipahami oleh anak didik, orang tua, dan masyarakat.
Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan
prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter
tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh
mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam
lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga
pendidikan itu.
Refleksi berarti kemampuan sadar khas manusiawi. Dengan
kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan
kualitas hidupnya agar menjadi lebih baik. Ketika pendidikan karakter
sudah melewati fase tindakan dan praksis perlu diadakan pendalaman dan
refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil
atau gagal dalam merealisasikan pendidikan karakter. Keberhasilan dan
kegagalan itu lantas menjadi barometer untuk meningkatkan kemajuan
yang dasarnya ialah pengalaman itu sendiri.
Sedangkan pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an dapat
berlangsung dengan pengalaman pembelajaran atau pengenalan.
Pengalaman adalah suatu kegiatan yang melibatkan dimensi kognitif
43
dan afektif, melalui pengsalaman ini, peserta didik mengalami suatu
tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta,
ide baru dari pendidik melalui pengalaman konteks ( pengetahuan asal,
kebiasaan dasar, pengalaman sebelumnya) yang dibawa peserta didik
dihadapkan pada suatu pengalaman baru, sesuatu yang memungkinkan
untuk sepaham atau berkebalikan dengan konteks yang sebelumnya
telah dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman pembelajaran merupakan
penerapan dua dari empat metode yaitu mengetahui dan mencintai.
Refleksi, pada tahap ini peserta didik dapat menghasilkan
kesimpulan prinsip-prinsip nilai yang telah dirancang oleh guru,
semisal: setiap tindakan pasti dilakukan atas dasar apa atau atas dasar
siapa, tindakan yang baik dilakukan atas dasar kasih sayang. Kebaikan
yang patut mendapat pujian didapatkan pada orang yang memelihara
lingkungan, kasih sayang pada sesama, dan merencanakan masa
depannya.
Aksi atau afirmasi, pada tahapan ini system pembelajaran data
menerapkan proyek riyadhoh. Pertama peserta didik bersepakat dengan
pengajaranya
untuk
melakukan
proyek
riyadhoh
(pelatihan
pembentukan kebiasaan baru). Kedua, pengajar dan peserta didik
menentukan standar penilaian apa yang akan ditetapkan bagi proyek
tersebut dan beberapa batas waktu yang hendak detempuh. Ketiga,
pengajar
menetapkan
bahwa
peserta
didik harus
menuliskan
44
perkembangan pelaksanaan proyek tersebut dalam setiap harinya pada
buku khusus. Misalnya buku riyadhoh.
Evaluasi, setelah melewati batas waktu yang ditentukan, peserta
didik dapat menyetorkan apa yang menjadi proyeknya. Peserta didik
dan pengajar melakukan evaluasi secara bersama-sama: bagaimana
pengalamannya, tingkat kesulitan, keberhasilan menghadapi tantangan,
keberhasilan untuk konsisten, apa hasil positif yang didapatkan, dan
seterusnya.
Pendidikan karakter
bukanlah pengajaran yang menjadi
informasi dari satu pihak, melainkan memproses informasi melalui
dialog atau metode pembelajaran tertentu (diskusi, peer group,
dinamika kelompok, dll). Oleh karena itu syarat utama
pendidik
adalah mengetahui dan mempraktekkan karakter yang hendak
diajarkan pada peserta didik. Selain itu pendidik harus memahami dan
menguasai seluruh materi yang hendak diajarkan. Karena Al-Qur’an
yang menjadi sumber pendidikan karakter, maka pendidik haruslah
paham betul kata kunci, konteks, makna, dan prinsip nilai dari AlQur’an yang hendak diajarkan.
C. Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu ( Undang-
45
Undang Sisdiknas, pasal 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam yang
menjadi pesrta didik bukan hanya anak- anak, melainkan juga orang
dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikis. Hal itu
sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam berakhir setelah
seseorang meninggal dunia. Buktinya, seorang yang hampir wafat
masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.51
Pendidikan umum, mengartikan pesrta didik sebagai raw input
(masukan mentah) atau raw material ( bahan mentah) dalam proses
transformasi yang disebut dengan pendidikan ( Muri Yusuf, 1982: 37).
Lebih jauh dijelaskan, bahwa peserta didik adalah anak yang sedang
tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis
(Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 177), untuk mencapai tujuan
pendidikan melalui lembaga pendidikan.
Peserta didik merupakan sasaran (Obyek) dan sekaligus sebagai
subyek pendidikan. Oleh sebab itu dalam memahami hakikat peserta
didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri
umum peserta didik, setidaknya secara umum peserta didik memiliki
lima ciri yaitu:
a. Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya maksudnya, ia dalam
keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan
sebagainya.
b. Mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa.
51
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Amzah, 2011), Cet. 2, hlm.103.
46
c. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda.
d. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya
dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu.52
Peserta didik dalam pandangan Islam hurus memperoleh
perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai
makhluk Allah SWT. Dengan demikian, system pendidikan Islam
peserta didik tidak hanya sebatas pada Obyek pendidikan, melainkan
pula sekaligus sebagai subyek pendidikan.
2. Kode Etik Peserta Didik
Tidak sembarang peserta didik dalam pendidikan Islam, akan
tetapi ia harus memiliki sifat-sifat dan kode etik tertentu, yang
merupakan suatu kewajiban yang mesti dilaksanakan dalm proses
pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Husain
Bahreisi merumuskan beberapa kode etik peserta didik yaitu:
a. Belajar dengan niat untuk taqarrub kepada Allah, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk senantiasa
menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak tercela.
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah
ukhrawi.
c. Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara meninggalkan
kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
52
hlm.144.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 3,
47
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun
duniawi.
f. Belajar dengan bertahap atau berjenjang, dengan memulaipelajaran
yang mudah menuju pelajaran yang sukar, atau dari ilmu yang
fardhu ain menuju fardu kifayah.
g. Anak didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana
tunduknya orang sakit kepada dokternya, mengikuti prosedur dan
metode, mazhab lain yang diajarkan oleh pendidik pada umumnya,
serta diperkenankan bagi anak didik untuk mengikuti kesenian
yang baik.
Selain hal tersebut diatas, terdapat syarat yang harus dipenuhi
oleh setiap peserta didik sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali,
karramallahu wajhah, yang merupakan kompetensi mutlak dan
dibutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan. Imam Ali
berkata:”Ingatlah, engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu
kecuali dengan enam syarat. Aku akan menjelaskan keenam syarat
itu kepadamu, yaitu kecerdasan akal (dzakaain), motivasi atau
kemauan yang keras (hirshun), sabar (ishtibarin), tersedianya
sarana(bulghat), adanya petunjuk guru (irsyad al—ustadzin), serta
terus menerus atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu (thulu
al-zaman)”.53
53
Heri Gunawan, Op Cit, hlm.222.
48
49
BAB III
KAJIAN OBYEK PENELITIAN
A. Konsep Pendidikan Islam Tentang Pembentukan Karakter
1. Karakter dalam Sudut Pandang Islam
Pendidikan adalah proses internalisasi kultur kedalam
individu dan masyarakat sehingga menjadi beradab. Pendidikan
bukan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, namun sebagai sarana
proses pengkulturan dan penyaluran nilai. Anak harus mendapatkan
pendidikan yang menyentuh demensi dasar kemanusiaan.
Konsep pendidikan semakna dengan education, yang dalam
bahasa latinnya educare. Secara etimologi educare berarti melatih.
Dalam istilah pertanian, kata educare berarti menyuburkan.
pendidikan juga bermakna sebuah proses yang membantu
menumbuhkan, mendewasakan, mengarahkan, mengembangkan
berbagi potensi agar dapat berkembang dengan baik dan
bermanfaat.
Sekolah
merupakan
lembaga
yang
berperan
sebagai
penyelenggara pendidikan dan pengembangan ilmu, pengetahuan,
teknologi
dan seni. Tujuan pendidikan ialah membentuk
kepribadian, kemandirian, ketrampilan sosial dan karakter. Oleh
sebab itu, berbagai program dirancang dan diimplementasikan
50
untuk mewujudkan tujuan pendidikn tersebut, terutama
dalam rangka pembinaan karakter.54
Dalam islam, tidak
ada disiplin ilmu terpisah dari etika
Islam. Pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam
menentukan nilai-nilai moral. Akhlak merujuk pada tugas dan
tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum.
Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan
tingkah laku yang baik. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran
agama, pendidikan karakterdalam islam memiliki keunikan dan
perbedaan dengan pendidikan karakter didunia barat. Perbedaan
tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang
abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan
tentang pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap
otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral. Inti dari
perbedaan- perbedaan ini adalah kebenaran wahyu Illahi sebagai
sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam islam.
Akibatnya, pendidikan karakter dalam islam lebih sering dilakukan
secara doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis.
Pendekatan semacam ini membuat pendidikan karakter
dalam Islam lebih cenderung pada teaching right and wrong. Atas
kelemahan ini, pakar- pakar pendidikan Islam kontemporer seperti
Muhmmad Iqbal, Sayyed Hosen Nasr, Naquib Al-Attas dan Wan
54
M. Mahbubi, op.cit., hlm.37-38.
51
Daud,
menawarkan
pendekatan
yang
memungkinkan
pembicaraan yang menghargai bagaimana pendidikan moral
dinilai, dipahami secara berbeda dan membangkitkan pertanyaan
mengenai penerapan model pendidikan moral barat.55
Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat, bahwa karakter
seseorang dapat diubah atau dibentuk melalui kegiatan pendidikan.
Pendidikan yang baik akan menyebabkan karakter seseorang
menjadi baik, dan pendidikan yang buruk akan menyebabkan
karakter seseorang menjadi buruk.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Selain
memiliki potensi jasmani dan rohani, manusia juga memiliki fitrah
kalbu, akal dan nafsu. Berbagai potensi ini dapat didorong kearah
yang baik dan kearah yang buruk, tergantung kepada pendidikan
yang diberikan kepada manusia.
Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik
sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan didunia, seiring
dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau
menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri
mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada
aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak.
Pengalaman ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter
55
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, ( Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.1, hlm. 58-59.
52
seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan karakter
Nabi Fathonah.
2. Peran Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter
Tidak akan pernah berhenti dikalangan kita tentang seputar
peranan pendidikan agama bagi pembentukan karakter. Negara kita
berlandaskan Pancasila dimana sila pertama adalah menyatakan
bahwa Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa. Intinya
adalah Negara kita bukan atheis tapi Negara yang religius yang
menjadikan sila pertama dari pancasila tersebut sebagai inti dari
keempat sila yang lain.
Salah satu pemikir pendidikan karakter kotemporer, Thomas
Lichona misalnya, memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter
dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampur
adukkan. Bagi dia, nilai dasar yang berkaitan dengan pendidikan
karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika
sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja secara damai. Nilainilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain,
tanggung jawab pribadi, persaan senasib sependeritaan, pemecah
konflik secara damai, merupakan nilai- nilai yang semestinya
diutamakan dalam pendidikan karakter.
Menurutnya, agama bukanlah urusan sekolah negeri. Dan
pendidikan karakter tidak ada urusan dengan ibadat dan doa- doa
yang dilakukan didalam lingkungan sekolah, atau promosi anti
53
aborsi oleh kalangan agama tertentu atau menerapkan ajaran-ajaran
konservatif atau liberal dalam diri anak didik. Ia membedakan
secara tegas antara pendidikan agama dan pendidikan karakter.
Bagi dia, agama memiliki pola hubungan vertical antara seorang
pribadi dengan keilahian sedangkan pola hubungan pendidikan
karakter adalah horizontal antara manusia didalam masyarakat.
Oleh karena itu, pendidikan karakter berusaha dengan
pengajaran nilai-nilai dasar yang secara virtual dapat diterima
oleeh semua masyarakat yang beradab, tanpa peduli dimana dan
kapan. Ntilai-nilai ini semestinya mengatasi nilai-nilai keyakinan
agama apapun.56
Pendidikan
karakter
pada
hakikatnya
adalah
sebuah
perjuangan untuk memelihara kelngsungan hidup umat manusia
agar tidak jatuh pada kehancuran. Sejarah kehidupan bangsabangsa
dari
sejak
zaman
dahulu
hingga
sekarang
telah
mengingatkan dan mengajarkan, bahwa kemajuan dan kehancuran
suatu bangsa sangat tergantung pada maju mundurnya atau kuat
lemahnya karakter bangsa tersebut.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian utama para
intelektual muslim dari sejak zaman klasik hingga zaman
ssekarang. Konsep pendidikan karakter yang mereka kemukakan
56
Ibid. 61-62
54
memiliki perbedaan antara
satu dan lainnya, namun
tujuannnya sama, yaitu menyelamatkan umat dari kehancuran.
selanjutnya, pendidikan karakter merupaka upaya yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
murid memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Allah dan sesama manusia yang trwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan normanorma agama, hukum, tata karma, kultur serta adat istiadat. Nilai –
nilai pendidikan karakter itu antara lain:
a. Nilai karakter hubungan dengan Tuhan
1) Religius
Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan
selalu berdasarkan pada nilai ketuhanan.
b. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri
1) Jujur
Perilaku yang didasarka pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalamperkataan,
tindakan dan pekerjaan.
2) Bertanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas
dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan
terhadap diri sendiri dan masyarakat.
3) Bergaya Hidup Sehat
55
Segala upaya untuk menerapakan kebiasaan baik dalam
menciptakan
hidup
yang
sehat
dan
menghindarkan
kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
bebagai ketentuan dan peraturan.
5) Cinta Ilmu
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
pengetahuan.
c. Nilai Karakter dalam Hubungannya dengan Sesama
1) Sadar Akan Hak dan Kewajiban Diri dan Orang Lain
Sikap tau dan mengerti serta merealisasikan apa yang
menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta
tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain
2) Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
maupun tata perilakunya kesemua orang
3) Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
d. Nilai Karakter dalam Hubungan dengan Lingkungan
1) Peduli sosial dan Lingkungan
56
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan
pada
lingkungan
alam
disekitarnya,
dan
mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi dan selalu inngin member bantuan bagi
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
e. Nilai Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan individu
dan kelompok
1) Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan pilitik
bangsanya.
2) Menghargai Keberagaman
Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam
hal yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku dan agama.
57
BAB IV
ANALISIS PENELITIAN
A. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam Tentang Pembentukan
Karakter
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan
hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena
pendidikan Islam menyiapkan manusia manusia untuk hidup dan
menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya. Pendidikan Islam sebagai proses
bimbingan oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran,
perasaan, kemauan dan instuisi) dan raga obyek didik dengan bahanbahan materi tertentu. Jadi pendidikan Islam adalah proses bimbingan
kepada peserta didik secara sadar dan terencana dalam rangka
mengembangkan potensi fitrahnya untuk mencapai kepribadian islam
berdasarkan nilai-nilai ajaran islam.57
Pendidikan karakter adalah membentuk tabiat, watak, dan
kepribadian seseorang dengan cara menanamkan nilai-nilai luhur,
sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu dalam hati,
pikiran, ucapan dan perbuatan dan menampakkan pengaruhnya dalam
realitas kehidupan secara mudah atas kemauan sendiri, orisinal dan ikhlas
semata karena Allah SWT. Penanaman dan pembentukan kepribadian
57
Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta:
Yuma Pressindo, 2011), Cet 1, hlm.219-220.
58
tersebut dilakukan bukan hanya dengan cara memberikan pengertian dan
mengubah pola pikir dan pola pandang seseorang tentang sesuatu yang
baik dan benar, melainkan nilai-nilai kebaikan tersebut dibiasakan,
dilatihkan, dicontohkan dilakukan seara terus menerus dan dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep pendidikan karakter dalam Islam dibangun berdasarkan
sumber yang lengkap, yakni selain bersumber pada wahyu, instuisi, juga
bersumber pada pendapat akal pikiran, panca indera dan lingkungan yang
dibangun secara serasi dan seimbang. Islam tidak hanya memerhatikan
aspek fisik, pancaindera, akal, jiwa dan sosial, melainkan juga moral dan
spiritual secara seimbang. Dengan dasar inilah para filosof Islam
berusaha mengembangkannya.
Mereka itu antara lain Abu Nasr al-
Farabi, Abu Ali ibn Sina, dan Ibn Miskawaih. Mereka telah mempelajari
filsafat yunani, terutama pendapat-pendapat bangsa Yunani mengenai
akhlak. Yang paling menonjol diantara intelektual Muslim tersebut
adalah Ibn Miskawaih melalui bukunya yang berjudul Tahdzib-al Akhlaq
wa Tathir al-A’raq. Dalam bukunya ini ia mengembangkan teori
pertengahan tentang pendidikan karakter yang berbasis pada psikologi
manusia yang dipadukan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis.
Menurut Ibn Miskawaih, bahwa didalam tubuh manusia terdapat
akal pikiran yang berpusat dikepala, nafsu amarah yang berpusat didada,
dan nafsu syahwat yang berpusat pada perut. Ketiga potensi tersebut
harus digunakan secara seimbang, pertenghan dan adil. Penggunaan akal
59
secara adil akan melahirkan hikmah, penggunaan ghadlab secara adil
akan melahirkan sikap perwira, dan penggunaan syahwat secara adil akan
melahirkan ‘iffah (kemampuan mengendalikan dan menggunakan
syahwat secara benar). Sedangkan yang diamksud dengan adil atau
pertengahan ini adalah kemampuan dan kesanggupan jiwa dalam
mengelola ketiga potensi (akal, ghadlob, dan syahwat) secara berimbang
dan proposional dengan bimbingan Tuhan.
Selanjutnya Islam mengembangkan konsep pendidikan karakter
berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Menurut al-Toumy al-Syaibani,
prinsip pengembangan pendidikan karakter tersebut ada enam. Pertama,
prinsip bahwa akhlak termasuk salah satu diantara makna yang terpenting
dalam hidup ini,. Kedua, prinsip bahwa akhlak adalah kebiasaan atau
sikap yang mendarah dalam jiwa dari mana timbul perbuatan –perbuatan
dengan mudah dan gampang. Ketiga, prinsip bahwa akhlak Islam yang
bersandar syariat Islam yang kekal yang ditunjukkan oleh teks-teks
agama Islam dan ajaran –ajaran nya begitu juga dengan ijtihad-ijtihad
dan amalan-amalan ulama- ulama yang saleh dan pengikut-pengikutnya
yang baik, adalah akhlak kemanusiaan yang mulia. Ia sesuai dengan
fitrrah dan akal yang sehat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
perseorangan yang baik dan masyarakat yang mulia serta dalam segala
waktu dan tempatdan mengatur segala hubungan manusia dengan orang
lain.
60
Dalam konsep pendidikan karakter Islam telah diatur tentang hakhak yang harus dilakukan manusia secara lengkap, yaitu hak untuk Allah,
untuk kedua orang tua, anak-anak, kern seabat dan saudara, tetangga,
pekerja, sesame muslim, non muslim, Negara dan makhluk secara umum.
Pendidikan karakter dalam islam ini selanjutnya sebagai landasan
terpenting dalam kehidupan sosial.
Wacana pendidikan karakter yang dikemukakan dalam Islam
tersebut tampak lebih lengkap dan sempurna dibandingkan dengan
konsep akhlak yang terdapat pada pemikiran yang berkembang sebelum
dan sesudah Islam. Wacana pendidikan karakter dalammIslam diarahkan
pada upaya memelihara hak-hak asasi manusia yang paling pokok, yaitu
memelihara jiwa, memelihara agama, memelihara akal, memelihara harta
benda dan memelihara keturunan. Dan dengan terpeliharanya kelima hak
asasi manusia ini, maka akan terwujud kehidupan yang tertib, aman,
damai dan harmonis.58
Jika wacana pendidikan karakter dihubungkan dengan wacana
pendidikan karakter dalam Islam memiliki persamaan dan perbedaan
sebagai berikut:
Pertama, yang berkaitan dengan pendapat kaum adat sebagaimana
Islam mengkui dan menerima tentang adanya hal –hal yang baik yang
berasal dari masyarakat yang dapat digunakan yang dalam bahasa agama
dikenal dengan nama al- ma’ruf , yakni segala sesuatu yang dipandang
58
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
Cet.12, hlm.303-304.
61
baik dan maslahat oleh manusia. Hal ini dapat dipahami dari ayat yang
berbunyi:
            
  
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencega dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran :104).
Kedua,
yang
berkaitan
dengan
pendapat
kaum
hedonist
sebagaimana ditemukan kaum Epicurus , Islam mengakui bahwa manusia
memiliki dorongan syahwat biologis sebagai anugerah dan fitrah dari
Tuhan. Dorongan tersebut bersifat alami dan netral, yakni dapat
digunakan untuk positif dan negatif
dan
dorongan ini pula ynag
menyebabkan manusia memiliki motivasi dan gairah dalam kehidupan.
Islam memandang, bahwa manusia berhak merasakan kebahagiaan,
kelezatan dan kenikmatan dengan menggunakan syahwat biologisnya itu.
Ketiga, berkaitan dengan paham intuition yang mendasarkan
pendapatnya pada insctinct batin, Islam mengakui bahwa setiap diri
manusia terdapat potensi yang dapat membawa kebaikan, yaitu potensi
al- fuad ( kemampuan untuk menentukan baik dan buruk), serta al- ruh,
yang berasal dari Tuhan dan merupakan alat berkomunikasi dengan
tuhan, dan fithrah, yakni perasaan patuh dan tunduk kepada kekuatan
yang menguasai dirinya. Potensi ini masih diikuti dengan al-sirr, yakni
62
perasaan mencintai Tuhan, dan al-dzauq. Bahwa manusia selain memiliki
potensi panca indera, berupa pendengaran dan penglihatan juga
memilikipotensi
batin,
yaitu
al-af’idah
(hati),
al-fithra(perasaan
beragama, patuh, dan tunduk) dan al-ruh ( pancaran anugerah Tuhan).
Dengan kata lain, bahwa apa yang ditetapkan oleh instuisi tersebut tidak
dapat dinyatakan kebenarannya secara mutlak, karena boleh jadi intuisi
tersebut mendapat pengaruh dari lingkungan yang buruk.
Keempat, berkaitan dengan pendapat kaum evalusioner yang
menyatakan, bahwa baik itu adalah sesuatu yang bertahan sebagai akibat
dari proses seleksi dan perjuangan yang panjang, juga terdapat
persamaan dengan Isla. Islam mengakui adanya perubahan dan
peningkatan dari waktu ke waktu yang harus semakin baik. Dalam Islam,
bahwa apa yang diperbuat hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Setiap manusia yang dilahirkan didunia ini, dalam lingkungan individual
atau sosial apapun, menginginkan kesempurnaannya sendiri sesuai
dengan watak dan akal baawaannya.
Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa konsep pendidikan karakter
dalam Islam merupakan penyempurnaan dari konsep pendidikan karakter
yang telah dikemukakan para nabi, filosof dan pemikir sebelumnya.
Dalam kaitan ini, Islam menerima sebagian konsep pendidikan karakter
yang
dianggap
baik.
Jika
konsep
pendidikan
karakter
dapat
diumpamakan seperti sebuah bangunan rumah yang terdiri dari berbagai
bagian dan komponennya, maka para nabi dan filosof terdahulu
63
membawa dinding, genteng atau lantainya saja, maka Islam sebagaimana
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Membawa kekurangannya
dan mengkonstruksinya menjadi sebuah bangunan yang sempurna. Peran
Islam yang demikian itu dapat dipahami dari surat Al-Maidah ayat 3:
           
           
             
           
              
 
artinya: pada hari telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi
agama bagimu.(QS. Al- Maidah:3).
B. Bagaimana Strategi dalam Pendidikan Islam Guna Membentuk
Karakter
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara
pendidk dan peserta didik, yang dilakukan secara sadar dan terencana,
dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik yang lebih optimal.
Strategi
dalam
pendidikan
Islam
dapat
diartikan
sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pembentukan karakter peserta didik
diyakini perlu dan penting untuk dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan
64
semua stakeholders- nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan karakter disatuan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh
dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.
Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan
lingkungannya.
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter dikembangkan melalui
tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan, karakter tidak terbatas
pada pengetahuan saja. Strategi dalam pendidikan karakter mempunyai
kesamaan dengan strategi dalam pendidikan Islam, strategi dalam
pendidikan Islam guna membentuk karakter diantaranya adalah :
1. Pengalaman Pembelajaran atau Tahap pengenalan
Pengalaman adalah suatu keiatan yang melibatkan dimensi
kognitif dan afektif. Melalui pengalaman peserta didik mengalami
suatu tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan
fakta, ide, dan masukan baru dari pendidik. Melalui pengalaman,
konteks (pengetahuan asal, kebiasaan dasar, pengalaman sebelumya)
yang dibawa peserta didik dihadapkan pada suatu pengalaman baru,
sesuatu yang memungkinkan untuk sepaham atau berkebalikan
dengan konteks yang sebelumnya telah dimiliki peserta didik.
65
Pengalaman pembelajaran merupakan penerapan dari 2 dari metode
4M, yaitu mengetahui dan mencintai.
Metode yang dapat dilakukan untuk membawa peserta didik
pada pengalaman dapat berupa aktifitas bersama, problem solving,
aktivitas mandiri, dan peer- group learning.
2. Refleksi
Refleksi adalah proses pencarian arti untuk pengalamn
pembelajaran. Refleksi merupakan suatu proses untuk mengedepankan
perolehan makna dalam pengalaman manusiawi dengan pemahaman
lebih baik mengenai kebenaran yang telah dipelajari, untuk mengerti
akan sumber perasaan dan reaksi yang dialami seseorang lewat apa
yang dipelajari, untuk memperdalam pemahaman tentang implikasinya
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, untuk mendapat
pengertian personal akan kejadian-kejadian dan ide-ide yang ada.
Pada tahap refleksi ini pesera didik dapat menghasilkan
kesimpulan seperti prinsip-prinsip nilai yang telah dirancang oleh
guru.
3.
Aksi atau Afirmasi
Setelah peserta didik melakukan refleksi dan menemukan makna
yang membangkitkan kecintaan dan keinginan untuk melakukan,
pesera didik didorong melakukan aksi tertentu.
Aksi adalah upaya untuk mengajari pesea didik dalam
melakukan pilihan-pilihan dari berbagai sistem nilai yang ada. Aksi
66
disini berarti penentuan pilihan yang mengubah cara pandang lama ke
cara pandang baru. Misalnya, peserta didik diminta untuk menyadari
kebiasaan lamanya dan membandingkan dengan prinsip tindakan yang
yang telah dihasilkan dalam refleksi, kemudian peserta didik didorong
untuk mengganti atau mengubah tindakannya.
4. Evaluasi
Setelah melewati batas waktu yang ditentukan, peserta didik
dapat menyetorkan apa yang menjadi proyeknya. Peserta didik dan
pengajar
meakukan
evaluasi
secara
bersama-sama
bagaimana
pengalamannya, tingkat kesulitan, keberhasilan menghadapi tantangan,
keberhasilan untuk konsisten, apa hassil positif yang didapatkan dan
seterusnya.
Evaluasi berarti student centered evaluation. Evaluasi dilakukan
dalam konteks dan pengalaman peserta didik yang melakukan tindakan
atau aksi. Jadi yang digunakan bukan sudut pandang pendidik.
Pendidik adalah subyek yang menemani peserta didik untuk
berkembang, yang berarti juga teman bagi peserta didik untuk menilai
perkembangan dirinya. Hasil yang ingin diraih dari evaluasi adalah
pesera didik mampu mengerti dengan kesadarannya sendiri, terlebih
tentang posisi dirinya terhadap tindakan yang dievalausi.
Dalam pembentukan karakter atau moral ternyata sebagian
tokoh mempunyai kecenderungan lebih menekankan kepada sikap
keteladanan. Memang sikap keteladanan merupakan salah satu hal
67
yang penting dalam proses mewujudkan anak didik menjadi manusia
yang berkarakter. Akan tetapi sebenarnya masih ada beberapa cara
baik itu pendekatan atau metode dalam pembentukan karakter anak.
Jika selama ini pendidikan karakter hanya bisa diterapkan
melalui keteladanan, maka hendaknya harus ada beberapa terobosan
baru baik itu strategi atau metode dalam pembentukan karakter yang
inovatif. Adapun strategi-strategi atau metode-metode yang dapat
diterapkan yaitu: penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan
suasana
yang kondusif dan internalisasi. Sebaiknya pendidikan
karakter anak harus disesuikan dengan dunia anak. Dengan kata lain,
pendidikan karakter anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Dan tahapyan-tahapan tersebut
adalah: Adab (5-6 tahun), Tanggung jawab diri (7-8 tahun), Carringpeduli (9-10 tahun), Kemandirian (11-12 tahun), bermasyarakat (13
tahun keatas).
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari keseluruhan uraian dan analisis tentang
“Membentuk Peserta
Didik Berbasis Karakter Melalui
Konsep
Pendidikan Islam”, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep Pendidikan Islam terhadap Pembentukan Karakter
Pendidikan
karakter
bukan
hanya
sekedar
memberikan
pengetahuan tentang hal-hal yang baik dan yang buruk atau hal-hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melainkan suatu upaya
mendarah dagingkan nilai-nilai yang luhur sehingga membentuk
struktur
antropologis
membiasakan,
manusia,
melatihkan,
dengan
mentradisikan,
cara
menanamkan,
membudayakan
dan
mencontohkan pelaksanaan nilai-nilai yang luhur, seperi jujur,
disiplin, bertanggung jawab, sabar, ikhlas, cinta tanah air, manusiawi
dan lain sebagainya.
Pendidikan
karakter
pada
hakikatnya
adalah
sebuah
perjuangan untuk memelihara kelangsungan hidup umat manusia agar
tidak jatuh pada kehancuran. Sejarah kehidupan bangsa-bangsa dari
sejak zaman dahulu hingga sekarang telah mengingatkan dan
mengajarkan, bahwa kemajuan dan kehancuran suatu bangsa amat
bergantung pada maju mundurnya atau kuat lemahnya karakter bangsa
tersebut.
69
Bisa diambil kesimpulan bahwa unsur terpenting dalam
pembentukan karakter adalah pikiran yang didalamnya terdapat
seluruh program yang terbaentuk dari dari pengalaman hidupnya,
merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk
sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola pikir yang
bisa mempengaruhi pearilakunya. Jika program yang tertanam
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka
perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku
tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan.
2. Strategi dalam pendidikan Islam guna membentuk karakter.
Untuk mengatasi permasalahan sosial terkait moral bangsa
diperlukan pendekatan yang komprehensif melalui pendidikan
karakter yang berlandaskan nilai-nilai Islam yaitu Al-Qur’an dan AsSunnah.
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling penting berdampak
pada karakter seseorang disamping gen dan ada faktor lain yaitu
makanan, teman, orang tua, dan tujuan merupakan faktor terkuat dala
mewarnai karakter seseorang. Dengan demikian bahwa karakter itu
dapat dibentuk. Dapat dipahami bahwa membangun karakter
menggambarkan:
70
.
a. Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk
membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat
kejiwaan
yang
berlandaskan pada semangat pengabdian dan kebersamaan.
b. Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter
yang ddiharapkan
c. Membina nilai atau karakter sehingga menampilkan karakter yang
kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang dilandasi dengan nilai-nilai dan falsafah hidup.
Bisa disimpulkan pendidikan karakter berdiri diatas dua
pijakan. Pertama, keyakinan bahwa pada diri manusia telah
terdapat beni-benih karakter dan alat pertimbangan untuk
menentukan tindakan kebaikan. Namun seperti sebuah benih, ia
belum menjadi apa-apa, ia harus dibantu untuk ditumbuh
kembangkan. Kedua, pendidikan berlangsung sebagai upaya
pengenalan kembali sekaligus mengafirmasi apa yang sudah
dikenal dalam aktualitas tertentu.
B. Saran – Saran
Dari
hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan
penulis
selama
menyelesaikan skripsi ini, penulis berkeyakinan bahwa skripsi ini
mempunyai signifikansi bagi pengembangan pendidikan karakter tentunya
secar Islam. Untuk mengakhiri penulisan skripsi ini penulis mempunyai
saran sebagai berikut:
71
1. Kajian tentang pendidikan karakter mungkin sudah banyak dilakukan,
akan tetapi fokus tentang kajian yang bertumpu pada tiga pilar utama
yaitu, pertama setiap manusia dilahirkan dalam keadaan ftitrah. Kedua
setiap anak itu cerdas. Ketiga setiap aktifitas mempunyai tujuan masih
sedikit.
2. Konsep pendidikan karakter Islam sangat perlu dikembangkan di
Indonesia dalam rangka membangun masyarakat yang berwibawa dan
berkarakter kuat.
3. Dengan meneliti konsep pendidikan Islam berkarakter, diharapkan akan
memunculkan ide-ide kreatif serta warana baru dalam dunia pendidikan
kita. Dengan demikian akan memperkaya khasanah kita tentang sistem
dan metode pembelajaran yang tekstual akan tetapi mengarah pada
kebutuhan.
4. Penelitian tentang pendidikan karakter Islam dalam skripsi ini difokuskan
pada pendidikan yang gagasannya tentang pembentukan karakter dengan
menjadikan masyarakat khususnya peserta didik sebagai subjek yang
mandiri dalam membangun bangsa yang maju dan mempunyai peradaban
yang tinggi berdasarkan pada ajaran agama Islam.
C. Penutup
Demikian kajian tentang membentuk peserta didik berbasis karakter
melalui konsep pendidikan Islam. Dengan harapan apa yang telah penulis
lakukan dapat bermanfaat bagi pendidikan Islam pada khususnya. Penulis
sadar bahwa masih banyak kekurangan yang ada dan jauh dari
72
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstrutif sangat penulis
harapkan untuk perbaikan karya- karya dimasa yang akan datang.
Akhirnya, dengan mengucap syukur Alhamdulillah penulis panjatkan
rasa syukur yang tidak terkira kepada Ilahirobbi dan udah-mudahan
skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya bagi penulis.
Amin………
73
DAFTAR PUSTAKA
Ali khan, Shafique, 2005, filsafat pendidikan Al- Ghazali, Bandung:CV
Pustaka Setia.
Annes, Bambang Q, dan Adang, Hambali, 2008, Pendidikan Karakter
Berbasis Al- Qur’an, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Cet.I.
Bakri, Samaun, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam,
Bandung: Pustaka Banny Qurays.
Daradjat, Zakiah, 2014, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.
11.
, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.8.
,2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, cet.I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, “Kamus Besar Bahasa
Indonesia”, Jakarta:Balai pustaka.
Dian Andayani, dan Abdul Majid, 2011, Pendidikan Karakter Perspektif
Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.1.
Djaali, 2008, psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 3.
Gunawan, Heri, 2013, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran
Tokoh, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hadi, Sutrisno, 1982, Metodologi Research Untuk Menulis Paper, Skripsi,
Tases Dan Desertasi, Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM.
J. Moleong, Lexy, 2008, Metode Penelitian kualitatif , Bandung: Rosda
Karya.
Jalaludin, 2003, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Cet.3,
Kurniawan, Yedi,1993, Pendidikan Sejak dini Hingga Masa Depan,
Jakarta:Asda Studio.
Lickona, Thomas, 2013, Educating for Character Mendidik untuk
Membentuk Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.II.
74
Mahbubi, M, 2012, Pendidikan karakter implementasi aswaja sebagai nilai
pendidikan karakter, Yogyakarta: pustaka ilmu, Cet.I.
Marzuki, 1997, Metode Riset, Yogyakarta: Hamidita Offset.
Mulyasa, 2012, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara,
Cet.2.
Nata, Abuddin, 2013, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, Cet. I.
Siswoyo, Dwi, 2008,Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press.
Taufiq, Ahmad dan Muhammad Rohmadi (ed) , 2011,Pendidikan Agam
Islam, Surakarta: Yuma Presindo, Cet.1.
Taufiq, Ahmad, 2011, Pendidikan Agama Islam, Surakarta:Yuma Pustaka,
Cet.1.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, Cet.4.
Toha, M. cahabib, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Umar, Bukhari, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, Cet. 2.
Wibowo, Agus, 2012, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Bangsa
Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Zubaedi, 2012, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya
dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Cet.2.
75
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Luthfiyatus Sholehah
Tempat/ Tanggal Lahir: Jepara, 15 Juli 1988
NIM
: 131310000303
Alamat
: Tahunan Rt 01/ 05 Kec. Tahunan, Kab. Jepara
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Jenjang Pendidikan Formal
1. Sekolah Dasar Negeri ( SDN) 02 Pecangaan Jepara
2. SMPN 03 Pecangaan Jepara
3. SMA Walisongo Pecangaan Jepara
4. Masuk Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Jepara, 6 Oktober 2015
Peneliti
Luthfiyatus Sholehah
NIM: 131310000303
76
Download