“REPRESENTASI NILAI KESETIAAN ANAK

advertisement
“REPRESENTASI NILAI KESETIAAN ANAK KEPADA ORANG TUA
DALAM FILM ANIMASI SPIRITED AWAY”
(Analisis Semiotika terhadap Film Animasi Spirited Away
Karya Miyazaki Hayao)
Disusun Oleh :
RATU ANNISA
D1211063
Jurnal
Guna untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
“REPRESENTASI NILAI KESETIAAN ANAK KEPADA ORANG TUA
DALAM FILM ANIMASI SPIRITED AWAY”
(Analisis Semiotika terhadap Film Animasi Spirited Away
Karya Miyazaki Hayao)
Ratu Annisa
Sri Hastjarjo
Mahfud Anshori
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Film is one of media which can convey messages and information to the public,
which is the audience. Yet, we must take a look at the role of film as
communication tools to deliver the messages to the audience. As a mass media,
Film is used to reflect the reality, or even to shape the reality. In this case, it is by
the movie entitled Spirited Away. This film is about a child who can save her
parents when they are in trouble. The main character is namely Chihiro. This
study aims to describe the representation of children’s loyalty to parents in an
animation film entitled Spirited Away seen from Japanese culture point of view.
The methodology used in this study was Roland Barthes’s semiotics in which we
analyzed symbols and myths of Japanese culture. From the symbols, we could
represent the meaning of the film. The result of the study showed that the
Children’s loyalty to parents could be seen by 3 categories. First, willing to
sacrifice was showed by verbal and non-verbal symbols. It was when Chihiro
sacrificed herself to work for a witch and was willing to change her name; even
she was willing to be cursed as a pig when she could not do her job well. The
second category was dedication showed by verbal and non-verbal symbols. It was
when Chihiro declared her promise to save her parents while crying in front of
them who had been cursed as pigs. And the third category was affection which
was showed by verbal and non-verbal symbols. It was when Chihiro could not
stand but helping her parents as soon as possible. She cried when she was scared
that her parents would be eaten by The Gods.
Keyword: Film , Spirited Away , Roland Barthes’s Semiotics
1
Pendahuluan
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk saling
berinteraksi antar individu. Salah satu media yang membantu untuk saling
bertukar informasi adalah film. Film merupakan salah satu media massa yang
dapat menyampaikan pesan maupun informasi kepada khalayak yaitu penonton.
Sebagai media massa, film digunakan untuk media yang merefleksikan realitas,
atau bahkan membentuk realitas. Media ini banyak digemari banyak orang karena
dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi.
Jepang adalah salah satu negara yang banyak memberikan pengaruh
terhadap negara-negara lainnya, baik dalam bidang teknologi, budaya, maupun
hiburan. Salah satu pengaruh Jepang dalam bidang hiburan yang dapat kita
rasakan, selain musik dan komik adalah tayangan anime atau film animasi Jepang
yang banyak diputar di televisi. Animasi Jepang atau anime pertama kali muncul
di Amerika Serikat pada tahun 1960 dengan serial TV yang berjudul Astro Boy
dan Speed Racer. Semakin meledaknya manga dan komik Jepang, membuat
anime semakin dikenal di Amerika melalui saluran TV kabel dan sampai saat ini
memiliki penggemar dan menarik banyak audiens.1 Salah satu anime yang
menarik dan berhasil mendapatkan pengakuan serta berbagai penghargaan dari
dunia internasional adalah anime produksi studio Ghibli yang berjudul Sen To
Chihiro No Kamikakushi.
Sen To Chihiro No Kamikakushi atau yang lebih dikenal dengan judul
Spirited Away merupakan salah satu karya terbaik Miyazaki Hayao, seorang
sutradara ternama di Jepang. Anime yang dirilis di Jepang pada bulan Juli 2001
ini berhasil meraup keuntungan sebesar 30 miliar yen dan disaksikan oleh sekitar
23 juta penduduk Jepang. Hal ini menjadikannya sebagai film dengan pendapatan
tertinggi mengalahkan film Titanic pada tahun 1997. Kemudian, anime ini
dialihsuara ke dalam bahasa Inggris dan dirilis di Amerika oleh Walt Disney
Picture dengan judul Spirited Away.
1
Robin Brenner. 2007. Anime’s Brave New World. Reed Elsevier Brookline. Vol 12. Hal 132
2
Kepopuleran Spirited Away membuat anime ini berhasil memenangkan
berbagai penghargaan. Pada tahun 2003, Spirited Away menjadi film animasi
pertama yang berhasil memenangkan piala Oscar dalam kategori film animasi
terbaik. Selain piala Oscar, anime ini juga berhasil meraih penghargaan lainnya,
seperti penghargaan Golden Bear dalam Berlin Internasional Film Festival (2002),
film terbaik dalam Japanese Academy Awards (2001), film Asia terbaik dalam
Hong Kong Film Awards, dan sebagainya. Film ini meraih kurang lebih 30
penghargaan tidak hanya di dalam negeri tapi juga datang dari luar negeri. Tidak
hanya itu saja Film Spirited Away ini telah disunting dan dialihsuara ke dalam 14
bahasa di seluruh dunia, Korea, Prancis, Spanyol, Portugal, Jerman dan banyak
negara eropa lainnya termasuk Inggris. Selain itu puluhan review dari surat kabar
luar negeri seperti New York Times, Wall Street Journal, dan Holywood Reporter
dan puluhan majalah dan surat kabar lainnya membahas tentang film animasi
garapan sutradara Miyazaki Hayao ini.2 Tema yang sederhana, jalan cerita yang
menarik, dan penciptaan karakter yang kuat menambah daya tarik anime ini.
Selain itu, pesan yang disampaikan dalam film ini pun sangat kuat tentang
bagaimana nilai kesetiaan seorang anak untuk menyelamatkan kedua orang
tuanya.
Perumusan Masalah
Rumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah,
“Bagaimanakah
representasi nilai kesetiaan anak kepada orang tua dalam film animasi Spirited
Away karya Miyazaki Hayao?”
Tinjauan Pustaka
a. Teori Konstruksi Sosial atas Realitas
Teori Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)
diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku The
Social Construction of Reality: A Treatise in the sociological of Knowledge.
Berger dan Lackman mengatakan bahwa realitas sosial terdiri dari tiga macam,
yaitu realitas subjektif, realitas objektif, dan realitas simbolik. Realitas obektif
2
Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki/ diunduh pada Rabu, 13
Februari 2013, 11.45 WIB
3
adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di
luar dari individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas
simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai
bentuk. Sementara itu, realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai
proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu
melalui internalisasi3.
Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran
individu baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial tersebut
memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara
subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.
Jadi individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksi kenyataan
dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas
individu lain dalam institusi sosialnya4.
b. Film sebagai Media Komunikasi Massa
Kehadiran film sebagai media komunikasi saat ini mulai berupaya
untuk mencari perspektif yang lebih mampu menangkap substansi film. Film
tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni (film as art) tetapi lebih sebagai
“komunikasi massa” (Jowett dan Linton, 1981) dan “praktik sosial” (Turner,
1991)5. Perspektif ini telah mengurangi bias normatif yang hanya mencari
teoritis film yang cenderung membuat idealisasi namun lebih meletakkan film
secara obyektif.
Sebagai perspektif komunikasi massa, kajian film memandang bahwa
komunikasi merupakan transmission of message serta productions and
exchange of meanings. Pertama melihat komunikasi sebagai proses
penyampaian
pesan-pesan
(transmission
of
message).
Seperti
yang
disefinisikan oleh Carl I. Hoveland6 bahwa komunikasi merupakan proses yang
dilakukan oleh individu (communicator) yang mengirimkan rangsangan
(bisanya simbol-simbol verbal) untuk mengubah tingkah laku individu lain
3
Burhan Bungin. Metode Penelitian Kualitatif.(Jakarta: Rajawali, 2001). hlm 5
Ibid.
5
Budi Irwanto. Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. (Yogyakarta: Media
Prsindo, 1999). hlm 11
6
Onong Effendy U. Televisi Siaran Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Mandar Maju, 1993).
4
4
(communicate). Kemudian yang kedua melihat komunikasi sebagai suatu
aktivitas produksi serta pertukaran makna-makna (production of exchange
meaning). Hal ini berkaitan dengan bagaimana pesan-pesan atau teks
berinteraksi dalam pembuatan makna. Sebagai media komunikasi massa, film
dilihat sebagai proses komunikasi massa, film dimaknai sebagai sebuah pesan
yang disampaikan dalam cara penyampaian komunikasi film, yang memahami
hakikat, fungsi, dan efeknya . Dalam film digunakan tanda-tanda ikonis, yaitu
tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Film umumnya dibangun dengan
banyak tanda. Tanda-tanda tersebut termasuk sistem tanda yang bekerjasama
dengan baik untuk mencapai efeknya.
c. Film sebagai Representasi Sebuah Realitas Masyarakat
Komunikasi memerlukan representasi dari pengalaman, pengetahuan
dan pemahaman yang sudah dimediasi dalam pikiran komunikator. Melalui
persepsi, sebuah representasi realitas dapat ditangkap dan ditafsirkan menjadi
sebuah makna dari segi internal maupun eksternal, sedangkan komunikasi
mewakili ide dan informasi untuk dibagi antara individu satu dengan individu
lainnya7. Film merupakan produk komunikasi yang dapat mewakili gambaran
dari sebuah masyarakat dimana film tersebut dibuat. Film merekam berbagai
macam aktivitas dari kehidupan masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke
atas layar. Film dapat mengangkat berbagai macam gejala-gejala serta
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kemudian disajikan
kembali kepada masyarakat.
Film
merupakan
salah
satu
media
massa
yang
mampu
merepresentasikan suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna film
merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi dari
realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan
kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Film dalam
merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh lingkup sosial dan
ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan berpengaruh terhadap kondisi
7
Elliot Gaines. 2006. Communication and The Semiotic of Space. Sage Publication New Delhi, Thousand
Oaks, London. Journal of Creative Communication. Vol 1. Hal 2
5
masyarakatnya.8 Hubungan antara film dan ideologi kebudayaan bersifat
problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya,
tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut. Menurut
Turner bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan, film
pun bekerja dalam sistem-sistem makna untuk memperbarui, memproduksi,
atau me-reviewnya9.
Konsep awal dalam representasi dari sebuah film adalah ingin
menggambarkan kembali sesuatu hal yang ada pada cerita di sebuah film.
Representasi menunjuk baik pada proses maupun dari produk pemaknaan suatu
tanda. Representasi sendiri adalah suatu proses perubahan konsep-konsep
ideologi yang abstrak dalam bentuk yang konkrit. Representasi juga
mempunyai beberapa pengertian diantaranya adalah konsep yang digunakan
dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia:
dialog, tulisan, video, fotografi, film, dan sebagainya10.
d. Film Animasi
Film animasi merupakan salah satu jenis kategori film baru. Dimana
film animasi lebih banyak dikenal sebagai film kartun yang memanfaatkan
gambar-gambar atau lukisan maupun benda-benda mati yang lain, seperti
boneka, meja, dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi. Animasi
sendiri diambil dari bahasa latin „anima‟ yang artinya jiwa, hidup, nyawa,
semangat. Animasi memiliki arti yaitu gambar dua dimensi yang seolah-olah
bergerak karena kelemahan mata yang selalu menyimpan/ mengingat di otak
imaji yang terlihat sebelumnya11.Sebenarnya animasi mempunyai prinsip
teknik yang sama dengan pembuatan film dengan subyek yang hidup. Sama
juga dalam hal memerlukan 24 gambar (atau bisa juga kurang) perdetik untuk
menciptakan ilusi gerak. Sedikit banyaknya gambar itu menentukan kasar dan
halus pada ilusi yang tercipta12.
e. Kesetiaan Anak Kepada Orang Tua
8
Budi Irwanto. Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Op. Cit, hlm 14-16
Ibid. hlm 16
10
K Zaman Budi. Bahasa Film: Teks dan Ideologi. Op. Cit, hlm 83
11
Anggara Yuda Ramadianto. Membuat Gambar Vektor dan Animasi Atraktif dengan Flash Proffesional 8.
(Jakarta: Yrama Widya, 2008). hlm 93
12
Sumarno Marselli. Dasar-dasar Apresiasi Film. (Jakarta: Grasindo, 1996).hlm 16
9
6
Kesetiaan berasal dari kata setia, dalam bahasa Jepang kesetiaan adalah
chuugi. Setia disini berarti tidak mengkhianati. Pada saat seseorang setia
kepada sesamanya, maka orang tersebut telah percaya bahwa dirinya tidak
akan dikhianati. Nilai kesetiaan merupakan nilai-nilai yang diberikan kepada
pihak yang disayanginya. Selain itu, nilai kesetiaan dalam masyarakat feodal
Jepang dianggap sangat penting. Kesetiaan merupakan salah satu sikap yang
wajib dimiliki oleh setiap samurai. Kesetiaan seorang samurai diperlihatkan
dengan perilaku terhadap atasannya. Para samurai setia terhadap atasan atas
dasar kecintaan mereka terhadap atasaan itu sendiri sehingga mereka tidak
pernah meminta balasan kesetiaan yang telah mereka berikan kepada atasan13.
Semangat samurai atau biasa yang disebut semangat bushido sampai
saat ini menjadi kode etik yang ditanamkan oleh bangsa Jepang. Seorang
samurai kepada atasannya akan menimbulkan sikap kepatuhan dalam diri
individu samurai. Semangat bushido yang diperlihatkan dalam bentuk
kesetiaan yaitu kesungguhan hati seorang samurai untuk mengabdi terhadap
atasannya dan sikap berani mati mengorbankan seorang samurai demi
atasannya14. Bukan hanya kepada samurai, semangat bushido pun diajarkan
kepada murid-murid sekolah di Jepang melalui pelajaran etika sebagai
pedoman moral. Baik itu kesetiaan terhadap keluarga, masyarakat, maupun
terhadap negara.
Sajian dan Analisis Data
a. Rela Berkorban
Gambar 1. Scene 17 dalam Film Spirited Away
Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/
13
Inazo Nitobe. Bushido: The Soul of Japan. (Tokyo: Charles E. Tuttle, 1969) hlm 82
Ibid.
14
7
Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam
scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan
Chihiro pada saat ia meminta pekerjaan berkali-kali hingga ia diterima kerja
oleh Yubaba. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Chihiro meminta pekerjaan
kepada Yubaba bertujuan untuk tetap bertahan hidup di dunia para dewa dan
dengan tujuan utama yaitu demi menyelamatkan kedua orang tuanya. Oleh
sebab itu, Chihiro berkali-kali meminta pekerjaan kepada Yubaba sampai
Yubaba mengizinkannya. Dalam masyarakat Jepang, kesuksesan bangsa
Jepang terletak pada kemampuan mereka beradaptasi secara cepat, serta
dilihat dari budaya kerjanya, pengelolaan yang bagus, kreativitas, dan
semangat juang yang tinggi tanpa mengenal arti lelah. Bangsa Jepang
memiliki semangat pantang menyerah. Mereka tidak takut dengan cobaan dan
kesusahan. Mereka sanggup berhadapan dengan segala cobaan demi mencapai
tujuannya15. Chihiro yang baru tersesat di dunia para dewa berusaha untuk
menyesuaikan dirinya mencari cara agar dapat bertahan hidup dengan
meminta pekerjaan pada Yubaba, selain itu ia tidak menyerah ketika ia ditolak
Yubaba. Ia terus berusaha berkali-kali meminta pekerjaan hingga akhirnya
Yubaba menerimanya.
Perjuangan Chihiro untuk meminta pekerjaan tidak mudah. Yubaba
tidak secara langsung menerima permintaan Chihiro untuk bekerja di
pemandian air panas miliknya. Yubaba menolak untuk memperkerjakan
Chihiro. Ia kesal dan ragu untuk menerima Chihiro, ia mengatakan bahwa
Chihiro malas, manja, dan menyebutnya bodoh. Teknik kamera yang diambil
pun menggunakan close up, teknik tersebut memperlihatkan ekspresi wajah
secara keseluruhan dari objek. Objek menjadi titik perhatian utama dan hanya
fokus pada wajah. Teknik kamera ini digunakan sebagai komposisi gambar
yang paling baik untuk menggambarkan emosi atau reaksi seseorang16. Pada
saat kamera mengambil gambar Yubaba menolak permintaan Chihiro, wajah
15
Agus Susanto. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Diposting 6 Mei 2008. http://excemart.files.wordpress.com
/2008/05/rahasia-bisnis-orang-Jepang.pdf diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB
16
Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal 150
8
Yubaba memperlihatkan ekspresi marah dan kesal. Terlihat dari volume suara
Yubaba yang meningkat dan mengerenyitkan dahi serta memicingkan mata.
Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang disiplin, pekerja keras,
mandiri. Pantas saja seorang pemimpin tidak mau menerima pekerja yang
tidak siap dalam dunia kerja. Namun, karena Chihiro berusaha untuk
beradaptasi dan berusaha untuk bertahan hidup, ia berusaha meyakinkan
bahwa ia benar-benar ingin kerja pada Yubaba. Ia memohon untuk diberikan
pekerjaan. Pada akhirnya Yubaba pun memberikan kesempatan kepada
Chihiro dengan jaminan ia melakukan beberapa perjanjian dengan
menandatangani kontrak kerja.
Tanda verbal lain yang menggambarkan Sikap rela berkorban
ditunjukkan oleh tokoh Chihiro dengan menandatangani surat kontrak kerja
yang ditawarkan oleh Yubaba. Dengan persyaratan, namanya diubah menjadi
“Sen”. Nama Chihiro sendiri di negara Jepang digunakan untuk anak
perempuan yang memiliki arti seribu pertanyaan, dan Yubaba mengambil satu
kata dari namanya yaitu “Chi” atau seribu dan ia ganti menjadi “Sen” yang
berarti sama, yaitu seribu17. Menurut sang sutradara dalam film ini, Hayao
Miyazaki, “Nama adalah bagian yang fundamental dari identitas”18. Bagi
masyarakat Jepang sendiri, pada saat lahir, seorang anak harus bisa menjaga
nama baik bagi diri sendiri maupun nama keluarganya. Nama merupakan
suatu pembeda antara orang satu dengan orang lainnya. Dalam Film ini,
Yubaba mengganti nama Chihiro bertujuan untuk mengubah identitasnya dan
jika ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka nama aslinya akan hilang
dan ia akan lupa. Bagi masyarakat Jepang itu disebut dengan Giri terhadap
nama, yaitu seseorang yang berhutang bisa mempertaruhkan namanya ketika
ia meminta pinjaman. Atau giri terhadap nama pun dapat digambarkan sebagai
rasa terimakasih dan rasa kesetiaan untuk menghilangkan noda atas
17
Nickelodeon, Baby Names World by Nickmom. 2013. http://babynamesworld.parentsconnect.com
/meaning_of_Chihiro.html diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB
18
Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki /sen/credits.html, diunduh
pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB
9
kehormatan seseorang19. Chihiro rela mengorbankan namanya demi bisa
bekerja kepada Yubaba atas kesalahan orang tuanya, dan demi bisa
menyelamatkan orang tuanya. Dalam hal ini, rela berkorban yang ditunjukkan
tokoh Chihiro merupakan pengorbanan yang bersifat non materi.
Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene
ini. Gesture atau gerak tubuh yang ditunjukkan Chihiro pada saat meminta
pekerjaan pada Yubaba, terlihat berdiri tegap namun ia mengepalkan
tangannya di depan badan dan bergemetar seolah-olah ada rasa takut dalam
dirinya. Kamera pun menyorot objek dengan menggunakan teknik medium
shot agar fokus untuk memperlihatkan objek dari ujung kepala hingga
pinggul. Medium shot biasanya digunakan untuk menunjukkan ekspresi
maupun gesture dan emosi dari objek yang diambil20. Sehingga, dari teknik
pengambilan gambar tersebut terlihat gesture Chihiro ketika ia gemetar dan
mengepalkan tangannya didepan badannya serta ketika ia menganggukan
kepala. Selain itu, komposisi lighting yang hanya menggunakan lampu redup
serta alunan musik mistis mendukung situasi yang memperlihatkan situasi
Chihiro gemetar dan hormat kepada seorang penyihir, Yubaba. Dalam budaya
Jepang, kepalan tangan yang disimpan di depan badan tersebut biasa
dilakukan oleh seorang anak perempuan atau wanita dewasa. Hal tersebut
memiliki arti mereka hormat terhadap lawan bicara. Jika seorang laki-laki, ia
mengepalkan tangan disamping badannya21. Chihiro memperlihatkan rasa
hormatnya sambil memohon kepada Yubaba untuk meminta pekerjaan. Selain
itu, pada saat Chihiro menyetujui dan telah menandatangani kontrak kerja, ia
menjawab
“Ya”
sambil
menganggukan
kepalanya.
Hal
tersebut
memperlihatkan bahwa ia menyanggupi dan menyetujui perjanjian diantara
mereka berdua.
19
Ruth Benedict. Pedang Samurai dan Bunga Seruni . Pola-pola Kebudayaan Jepang. (Jakarta Timur: Sinar
Harapan, 1982). Terjemahan Pamudji.
20
Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing, Op, Cit. hal 150
21
Hamiru Aqui. 2004. 20 Japanese Gesture. Tokyo: IBC Publishing. http://www.scribd.com/doc/46165206
/70-Japanese-Gestures diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 20.12 WIB
10
Lambang non-verbal yang lainnya yaitu, intonasi suara yang
ditunjukkan pada saat memohon pekerjaan, Chihiro berkata lantang sambil
berteriak. Dalam budaya Jepang, berteriak tidak hanya digunakan ketika orang
sedang marah. Berteriak pun bisa digunakan ketika seseorang menunjukkan
eksistensinya disekitarnya. Di Jepang terkenal dengan olahraga bela diri
karate. Di dalam karate ada istilah Kiai, yaitu teriakan semangat yang
merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah karate. Ada beberapa
Tujuan kiai yang selalu dilakukan oleh karateka. Yang pertama tentu saja
menunjukkan semangat bertarung atau mengumpulkan spirite. Yang kedua
adalah untuk mengalihkan perhatian lawan dan membuat lawan gentar. Yang
ketiga menghilangkan keraguan dan ketakutan dalam diri22. Dari ketiga hal
tersebut, Chihiro berusaha untuk menguatkan diri menghilangkan rasa takut,
serta mengalihkan perhatian Yubaba agar ia di dengar. Semua lambang yang
ditunjukkan pada scene ini baik lambang verbal maupun non-verbal, dapat kita
lihat sikap rela berkorban dan usaha Chihiro untuk bekerja pada Yubaba agar
ia bisa bertahan hidup dan membebaskan kedua orang tuanya.
b. Pengabdian
Gambar 2. Scene 24 dalam Film Spirited Away
Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/
Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam
scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan
Chihiro pada saat ia mengucap janji. “Ayah, Ibu, aku berjanji akan
menyelamatkanmu!
Jangan
jadi
terlalu
gemuk
atau
mereka
akan
memakanmu!”. Dari dialog tersebut, terlihat seorang anak yang tidak mau
22
Bachtiar Effendi. Mengapa Kita Harus Kiai. Diposting Desember 2007. http://indoshotokan.blogspot.com
/2007/12/mengapa-kita-harus-kiai.html diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 16.17 WIB
11
kehilangan kedua orang tuanya, ia berjanji akan menyelamatkan mereka.
Sebagai seorang anak, diwajibkan untuk membalas budi baik orang tua,
mengingat
bagaimana
perjuangan
orang
tua
untuk
mendidik
dan
membesarkan anaknya. Sebagai anak yang berbakti, tentunya ketika orang tua
sedang dilanda kesulitan, lemah (sakit) dan tak berdaya, sang anak dapat
menunjukkan pengabdiannya untuk merawat dan menjaganya. Hal tersebut
pula yang dilakukan oleh tokoh Chihiro.
Janji merupakan ucapan untuk memenuhi sesuatu yang harus ditepati.
Janji berati “iya”. Janji adalah hutang. Atau dalam budaya Jepang dikenal
dengan Giri23. Giri merupakan kewajiban untuk membayar hutang atas sikap
atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain dengan setimpal. Menurut
Ruth Benedict, Giri bagi orang Jepang adalah hal yang paling berat. Baik itu
giri terhadap negara, kehidupan sosial, maupun keluarga. Hutang seseorang
pada orang tuanya adalah hutang terhadap semua hal yang telah dilakukan
oleh orang tuanya dalam membesarkan dirinya sejak kecil hingga dapat
mandiri. Atau dengan kata lain, seorang anak dituntut untuk membayar giri
pada orang tuanya dengan cara membalas kebaikan dan menjaganya. Tanpa
mengucapkan janji pun, seorang anak sesungguhnya berkewajiban untuk
berbakti kepada orang tua. Namun, ketika tokoh Chihiro mengatakan bahwa
ia
berjanji,
maka
terlihat
kesungguhan
seorang
anak
untuk
melindungi/menyelamatkan kedua orang tuanya.
Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene
ini. Pada saat ia memasuki kandang, kamera menyoroti sekitar kandang
tersebut menggunakan teknik long shot. Teknik long shot mengarah pada
size/ frame compotition yang ditembak, yaitu keseluruhan gambar dari objek
terlihat dari kepala sampai kaki atau keadaan seluruh ruangan atau kondisi
sekitar objek. Long shot dikenal sebagai landscape format
23
yang
Rahmadia Hasibuan. Analisis Perilaku On dan Giri (Balas Budi) dalam Novel Samurai Kazegatan Karya
Ichirou Yukiyama. Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara. Medan: 2010.
http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/20143/3/ChapterII.pdf diunduh pada Kamis, 26 September
2013, 19.33 WIB
12
mengantarkan mata penonton pada keluasan suatu suasana objek24. Teknik
tersebut bertujuan untuk memperlihatkan susana kandang yang dipenuhi oleh
orang-orang yang telah dikutuk menjadi babi oleh Yubaba. Selain itu, kamera
tersebut sebagai mata Chihiro yang sedang mencari kedua orang tuanya
dengan memperhatikan seluruh sudut ruangan tersebut.
Tidak hanya itu, ketika Chihiro berjanji akan menyelamatkan kedua
orang tuanya, sambil menatap kedua orang tuanya yang telah menjadi babi, ia
meneteskan air mata (menangis). Pada adegan tersebut, kamera menyorot
ekspresi Chihiro dengan menggunakan teknik close up. Chihiro menjadi titik
perhatian utama dalam pengambilan gambar dan latar belakang hanya terlihat
sedikit. Pada teknik ini, gambar yang diambil sangat jelas untuk
menggambarkan ekspresi marah, kesal, senang, sedih, kagum, dan lain-lain25.
Kamera dengan jelas menangkap ekspresi sedih ketika Chihiro berbicara
kepada kedua orang tuanya dan terlihat dengan jelas tetesan air mata yang
jatuh dari matanya. Alunan musik simponi yang mengalun perlahan dan
rendah, mendukung suasana yang semakin sedih. Air mata dapat
mengungkapkan berbagai perasaan. Dapat mewakili perasaan marah, terharu,
ataupun sedih. Namun, pada scene ini, Chihiro meneteskan air mata untuk
kedua orang tuanya. Ia merasa sedih, melihat kondisi kedua orang tuanya.
Dalam budaya Jepang, dikenal istilah Omoiyari perasaan simpati yang
muncul ketika seseorang merasakan penderitaan orang lain, peduli terhadap
orang lain, serta memiliki pertimbangan terhadap perasaan orang lain.
Biasanya rasa ini ditunjukkan dalam konteks tertentu seperti kesedihan atau
kekecewaan26.
24
Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing , Op. Cit. hal 149
25
Ibid.
26
Permata Inggrid. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui Doritoru Karya Natsu
Midori. Fakultas Sastra, Universitas Bina Nusantara. 2012.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1DOC /2011-2-00983-Bab1001.doc diunduh pada Jumat,
27 September 2013, 11.45 WIB
13
c. Kasih Sayang
Gambar 3. Scene 55 dalam Film Spirited Away
Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/
Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam
scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan
Chihiro pada saat ia menolak ajakan Zeniba untuk menginap semalam
dirumahnya. Secara tidak langsung, ia menolak ajakan Zeniba untuk menginap
dengan penolakan yang halus. Ia mengucapkan “Aku harus pulang oba-chan
(panggilan Zeniba). Mereka akan mati jika aku duduk disini terus, mereka
mungkin sudah memakan ayah dan ibuku”. Teknik kamera yang diambil
menggunakan middle close up. Gambar diambil dari dada sampai kepala.
Teknik tersebut digunakan untuk memperdalam dan menunjukkan profil dari
objek yang disorot.27 Jadi, ketika Chihiro menolak ajakan Zeniba, terlihat
ekspresi keduanya pada saat berbicara dan terlihat pula adanya kedekatan
yang terjadi antara seorang anak yang memohon kepada orang lain (yang lebih
tua) agar ia bisa pergi untuk menyelamatkan kedua orang tuanya. Tidak hanya
itu, komposisi gambar diperlihatkan dengan adanya lighting yang banyak dari
setiap sudut ruangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hari semakin malam
dan gelap.
Didalam kebudayaan Jepang sebuah penolakan terkadang dapat
memberi kesan “menolak” tidak hanya kepada ajakan ataupun permintaan
yang diberikan. Penolakan tersebut dapat juga sekaligus menyatakan
penolakan secara tidak langsung kepada hubungan personal. Orang Jepang
biasanya sangat hati-hati agar tidak menyakiti perasaan lawan bicaranya
27
Andi Fachrudin,. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing, Op Cit. hal 150
14
dengan menghindari menyatakan dengan tegas sebuah penolakan28. Oleh
sebab itu, terkadang mereka menggunakan permintaan kata maaf disertai
penyesalan apabila benar-benar menunjukkan penolakan. Bahkan pernyataan
yang bermakna ambigu pun terkadang digunakan orang Jepang untuk
menghindari pernyataan secara langsung. Ketika Zeniba mengajak Chihiro
menginap dirumahnya, Chihiro menolak dengan halus dengan memberikan
sebuah pernyataan: “Aku harus pulang oba-chan (panggilan Zeniba). Mereka
akan mati jika aku duduk disini terus, mereka mungkin sudah memakan ayah
dan ibuku”.
Budaya Jepang mengenal istilah Ninjou. Ninjou atau dalam kamus
besar kojien didefinisikan sebagai kebaikan hati, tenggang rasa, kasih sayang,
getaran alami hati manusia. Ninjou adalah perasaan kasih sayang manusia
yang dicurahkan kepada sesamanya. Perasaan ini murni dari hati yang paling
dalam dan dipunyai oleh setiap umat manusia di dunia. Ninjou dilakukan oleh
seseorang terutama bila ia melihat orang lain sedang dalam kesulitan dan
membutuhkan
pertolongan,
merujuk
pada
kecenderungan
perasaan
perikemanusiaan29. Hal tersebut ditunjukkan oleh Chihiro kepada kedua orang
tuanya. Ia khawatir dengan kondisi kedua orang tuanya. ia tidak bisa tinggal
diam ketika kedua orang tuanya membutuhkan pertolongannya. Meskipun
Chihiro telah selamat dan ia berada di tempat yang aman, namun ia tetap
memikirkan kedua orang tuanya, dan ia harus menyelamatkannya.
Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene
ini. Chihiro menangis di depan Zeniba pada saat ia harus kembali ke
pemandian air panas karena khawatir kondisi ayah dan ibunya. Teknik kamera
yang digunakan yaitu close up, sehingga ekspresi dari wajah Chihiro terlihat
bahwa ia sedang merasa sedih. Dari matanya mengeluarhai air mata
kesedihan, khawatir terhadap orang tuanya. Seperti scene yang sebelumnya,
Air mata dapat mengungkapkan berbagai perasaan. Dapat mewakili perasaan
marah, terharu, ataupun sedih. Namun, pada scene ini, Chihiro meneteskan air
28
Roger J. Davies dan Osamu Ikeno. The Japanese Mind. (North Clarendon Vermont: Tuttle Publishing ,
2002) Hal 10
29
Takeo Doi. The Anatomy of Dependence. (Japan: Kodansha International, 2002)
15
mata untuk kedua orang tuanya. Ia merasa sedih, khawatir dan takut terhadap
kondisi kedua orang tuanya. Dalam budaya Jepang, dikenal istilah Omoiyari
perasaan simpati yang muncul ketika seseorang merasakan penderitaan orang
lain, peduli terhadap orang lain, serta memiliki pertimbangan terhadap
perasaan orang lain. Biasanya rasa ini ditunjukkan dalam konteks tertentu
seperti kesedihan atau kekecewaan30.
Gambar 4 Scene 57 dalam Film Spirited Away
Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/
Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam
scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan
Chihiro ketika ia menanyakan kondisi mereka “Ayah, Ibu, apa kau yakin baikbaik saja?” Dari dialog tersebut terlihat rasa sayang anak kepada kedua orang
tuanya. Ia khawatir kepada ayah dan ibunya dan memastikan kondisi mereka
baik-baik saja. gambar diambil dengan menggunakan teknik long shot. Long
shot merupakan teknik yang mengarah pada keseluruhan gambar dari objek,
terlihat dari atas kepala sampai kaki dan keadaan seluruh ruangan atau kondisi
sekitar objek. Long shot dikenal sebagai landscape format yang mengantarkan
mata penonton pada keluasan suatu suasana dan objek31. Pada saat kamera
menyorot Chihiro dan kedua orang tuanya, memperlihatkan sebuah keluarga
kecil yang terdiri dari ibu, ayah dan anak. Selain itu, memperlihatkan sebuah
keluarga kecil yang berada pada sebuah padang rumput yang luas dan tidak ada
orang lain atau sesuatu disekitar mereka. Angin sepoi-sepoi, hening, sepi, dan
30
Permata Inggrid. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui Doritoru Karya Natsu
Midori. Op, Cit.
31
Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing. Op Cit, hal 149
16
damai, sehingga terlihat bahwa mereka telah bebas dan keluar dari masalah
yang telah terjadi. Khawatir merupakan rasa takut, gelisah, atau cemas
terhadap suatu hal yg belum diketahui dengan pasti32. Oleh sebab itu, pada
scene tersebut Chihiro memastikan kalau orang tuanya benar-benar sudah
kembali seperti semula dan mereka baik-baik saja. dan memastikan bahwa ia
dan orang tuanya telah selamat dari dunia arwah tersebut.
Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene
ini. Ketika Chihiro dan orang tuanya menyusuri lorong yang gelap menuju
mobil yang berada di ujung jalan. Chihiro memegang erat tangan ibunya.
Kamera menyorotnya dengan menggunakan teknik middle close up yang
diarahkan pada tokoh Chihiro. Gambar yang diambil pada teknik ini dari ujung
kepala hingga dada Chihiro. Pengambilan gambar dengan teknik ini dapat
dikategorikan sebagai komposisi “potret setengah badan”. Middle close up
memperdalam gambar dengan menunjukkan profil dari objek yang direkam33.
Terlihat gambaran seorang anak yang memegang erat tangan ibunya ketika
menyusuri lorong. Chihiro sebagai seorang anak, tidak mau kehilangan ibunya
lagi dan membutuhkan sosok ibu ketika ia merasa takut untuk menyusuri
lorong yang gelap. Selain itu, komposisi pada gambar terlihat ketika lighting
hanya mengarah pada satu arah, yaitu dari depan objek. Hal tersebut
menunjukkan bahwa disaat Chihiro dan orang tuanya menyusuri ruangan yang
gelap, diluar sana ada cahaya yang dapat menuntun mereka untuk menuju jalan
keluar. Dari hal tersebut, kita dapat belajar bahwa sesulit apapun masalah kita,
pada akhirnya kita pasti menemukan titik terang dari masalah tersebut. Dalam
ilmu komunikasi lintas budaya dikenal dengan istilah Haptik. Haptik adalah
studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Memegang tangan atau menepuk bagian
belakang
menunjukkan
adanya
derajat
keintiman
seperti
fungsional/
profesional, sosial dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan
32
33
Artikata.com. http://artikata.com/arti-335039-khawatir.html diunduh 27 September 2013, 12.15 WIB
Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi,
Dokumenter, dan Teknik Editing, Op Cit, hal 150
17
keintiman, dan daya tarik seksual34. Dalam scene ini, Chihiro memegang
tangan ibunya menandakan adanya hubungan intim (keluarga) diantara
keduanya yaitu antara ibu dan anak. Atau di dalam budaya Jepang dikenal
dengan istilah Amae, yaitu hubungan yang terjadi antara anak dan orang tua
terutama ibu dan anak. Pola budaya Amae terbentuk atas dasar ketergantungan
anak kepada orang tua. Sejak bayi, anak diberi kasih sayang, dirawat, dan
dijaga oleh seorang ibu sampai ia menginjak remaja. Ketika remaja, anak
dibolehkan untuk hidup mandiri, namun tetap saja, sang anak akan
membutuhkan orang tua terutama ibu35. Oleh karena itu, meskipun Chihiro
sudah bisa hidup mandiri, namun ketika ia berjalan menyusuri lorong yang
gelap, ia tetap takut dan berdiri disamping ibunya sambil memegang tangan
sang ibu.
Kesimpulan
Film merupakan gambaran dari sebuah realitas masyarakat dimana film
tersebut dibuat. Dapat dikatakan bahwa film merupakan salah satu media massa
yang mampu merepresentasikan suatu realitas. Sang sutradara Miyazaki Ayao
berusaha membangun realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang
melalui tokoh utama Chihiro dalam Filmnya yang berjudul Spirited Away.
Peneliti merepresentasikan suatu realitas melalui lambang atau simbol
yang ada dalam film yang sang sutradara bangun dari realitas kehidupan budaya
Jepang. Penelitian ini diperkuat dengan adanya teori dari Berger mengenai teori
konstruksi sosial atas realitas yang mengatakan bahwa realitas tidak dibentuk
secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tapi sebaliknya, ia
dibentuk dan dikonstruksi. Dengan seperti itu, realitas berwajah ganda/plural.
Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas.
Setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan
34
Kukuh Herdianto. Diposting 12 Desember 2010. Perilaku verbal dan non-verbal pada Komunikasi Lintas
Budaya. http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2010/12/perilaku-verbal-dan-non-verbal-pada.html
diunduh pada 27 September 2013, 20.00 WIB
35
Noneng Fatonah. Nilai-nilai Moral yang Terdapat dalam Manga Doraemon. Program Studi JepangFakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 2008. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digita
l/125957-RB08F40n-Nilai-nilai%20moral-HA.pdf diunduh pada Jumat, 27 September 2013. 13.00 WIB
18
lingkungan pergaulan sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan
konstruksinya masing-masing.
Dari landasan teori tersebut, peneliti melihat realitas yang dibangun oleh
Miyazaki berasal dari kerangka berfikir dan pengalamannya sebagai masyarakat
Jepang. Bagaimana ia menyampaikan pesan kepada audience mengenai sebuah
realitas berdasarkan pemikirannya melalui film tersebut. Oleh karena itu, Film
dengan segala unsur pembentuknya juga masuk dalam kajian ranah ilmu
komunikasi yang mengerucut pada penelitian semiotik.
Saran
Setiap orang memiliki penafsiran atau interpretasi yang berbeda-beda
dalam melihat sesuatu. Seperti halnya dalam penelitian semiotika film. Hal
tersebut tergantung pada teori apa yang dipakai untuk acuan penelitiannya. Selain
itu, latar belakang penulis yang berbeda-beda memungkinkan interpretasi yang
dibangun berbeda pula. Penulis disini berharap akan ada penelitian yang serupa
yang bisa digunakan sebagai pembanding dan tidak menutup kemungkinan akan
menghasilkan interpretasi yang berbeda pula, sehingga penilitian ini akan semakin
beragam dan pengetahuan mengenai semiotika film pun akan bertambah.lanjut.
Daftar Pustaka
Artikata.com. http://artikata.com/arti-335039-khawatir.html diunduh pada 27
September 2013, 12.15 WIB
Aqui, Hamiru. (2004). 20 Japanese Gesture. Tokyo: IBC Publishing.
http://www.scribd.com/doc/46165206/70-Japanese-Gestures diunduh pada
Rabu, 12 September 2013, 20.12 WIB
Benedict, Ruth. (1991). The chrysanthemum and The Sword. Patterns of Japan
Culture. Rutland, Vermont: Charles E.Tuttle Company, Inc.
Budi, K Zaman. (1993). Bahasa Film: Teks dan Ideologi. Laporan Penelitian,
Yogyakarta: FISIPOL UGM.
Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali.
Brenner, Robin. Anime’s Brave New World. 132 (12) p.46. Reed Elsevier
Brookline. (2007)
Davies, Roger J dan Osamu Ikeno. (2002). The Japanese Mind. North Clarendon
Vermont: Tuttle Publishing.
19
Effendi, Bachtiar. Mengapa Kita Harus Kiai. Diposting Desember 2007.
http://indoshotokan.blogspot.com/2007/12/mengapa-kita-harus-kiai.html
diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 16.17 WIB
Effendy U. Onong. (1993). Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Mandar Maju.
Fachrudin, Andi. (2012). Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita,
Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Fatonah, Noneng. Nilai-nilai Moral yang Terdapat dalam Manga Doraemon.
Program Studi Jepang-Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia. (2008). http://lontar.ui.ac.id diunduh pada Jumat, 27 September
2013. 13.00 WIB
Gaines, Elliot. Communication and The Semiotic of Space. Journal of Creative
Communication. 1 (2) p.174. Sage Publication New Delhi, Thousand Oaks,
London. Vol 1. Hal 2 (2006)
Hasibuan, Rahmadia. Analisis Perilaku On dan Giri (Balas Budi) dalam Novel
Samurai Kazegatan Karya Ichirou Yukiyama. Departemen Sastra Jepang,
Universitas Sumatera Utara. Medan: (2010). http://repository.usu.ac.id
/bitstream/123456789/20143/3/ChapterII.pdf diunduh pada Kamis, 26
September 2013, 19.33 WIB
Herdianto, Kukuh. Diposting 12 Desember (2010). Perilaku verbal dan nonverbal pada Komunikasi Lintas Budaya. http://belajarkomunikasi.blogspot
.com/2010/12 /perilaku-verbal-dan-non-verbal-pada.html diunduh pada 27
September 2013, 20.00 WIB
Inggrid, Permata. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui
Doritoru Karya Natsu Midori. Fakultas Sastra, Universitas Bina Nusantara.
(2012). http://library.binus.ac.id /eColls/eThesisdoc/Bab1DOC /2011-200983-Bab1001.doc diunduh pada Jumat, 27 September 2013, 11.45 WIB
Irwanto, Budi. (1999). Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema
Indonesia. Yogyakarta: Media Prsindo.
Marselli, Sumarno. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo.
Nickelodeon, Baby Names World by Nickmom. (2013). http://babynamesworld.
parentsconnect.com/meaning_of_Chihiro.html diunduh pada Rabu, 12
September 2013, 14.40 WIB
Nitobe, Inazo. (1969). Bushido: The Soul of Japan. Tokyo: Charles E. Tuttle.
Susanto, Agus. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Diposting 6 Mei 2008.
http://excemart.files.wordpress.com/2008/05/rahasia-bisnis-orangJepang.pdf diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB
Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki/
diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB
____________________. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki
/sen/credits.html, diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB
20
Download