“REPRESENTASI NILAI KESETIAAN ANAK KEPADA ORANG TUA DALAM FILM ANIMASI SPIRITED AWAY” (Analisis Semiotika terhadap Film Animasi Spirited Away Karya Miyazaki Hayao) Disusun Oleh : RATU ANNISA D1211063 Jurnal Guna untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 “REPRESENTASI NILAI KESETIAAN ANAK KEPADA ORANG TUA DALAM FILM ANIMASI SPIRITED AWAY” (Analisis Semiotika terhadap Film Animasi Spirited Away Karya Miyazaki Hayao) Ratu Annisa Sri Hastjarjo Mahfud Anshori Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Film is one of media which can convey messages and information to the public, which is the audience. Yet, we must take a look at the role of film as communication tools to deliver the messages to the audience. As a mass media, Film is used to reflect the reality, or even to shape the reality. In this case, it is by the movie entitled Spirited Away. This film is about a child who can save her parents when they are in trouble. The main character is namely Chihiro. This study aims to describe the representation of children’s loyalty to parents in an animation film entitled Spirited Away seen from Japanese culture point of view. The methodology used in this study was Roland Barthes’s semiotics in which we analyzed symbols and myths of Japanese culture. From the symbols, we could represent the meaning of the film. The result of the study showed that the Children’s loyalty to parents could be seen by 3 categories. First, willing to sacrifice was showed by verbal and non-verbal symbols. It was when Chihiro sacrificed herself to work for a witch and was willing to change her name; even she was willing to be cursed as a pig when she could not do her job well. The second category was dedication showed by verbal and non-verbal symbols. It was when Chihiro declared her promise to save her parents while crying in front of them who had been cursed as pigs. And the third category was affection which was showed by verbal and non-verbal symbols. It was when Chihiro could not stand but helping her parents as soon as possible. She cried when she was scared that her parents would be eaten by The Gods. Keyword: Film , Spirited Away , Roland Barthes’s Semiotics 1 Pendahuluan Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk saling berinteraksi antar individu. Salah satu media yang membantu untuk saling bertukar informasi adalah film. Film merupakan salah satu media massa yang dapat menyampaikan pesan maupun informasi kepada khalayak yaitu penonton. Sebagai media massa, film digunakan untuk media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi. Jepang adalah salah satu negara yang banyak memberikan pengaruh terhadap negara-negara lainnya, baik dalam bidang teknologi, budaya, maupun hiburan. Salah satu pengaruh Jepang dalam bidang hiburan yang dapat kita rasakan, selain musik dan komik adalah tayangan anime atau film animasi Jepang yang banyak diputar di televisi. Animasi Jepang atau anime pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1960 dengan serial TV yang berjudul Astro Boy dan Speed Racer. Semakin meledaknya manga dan komik Jepang, membuat anime semakin dikenal di Amerika melalui saluran TV kabel dan sampai saat ini memiliki penggemar dan menarik banyak audiens.1 Salah satu anime yang menarik dan berhasil mendapatkan pengakuan serta berbagai penghargaan dari dunia internasional adalah anime produksi studio Ghibli yang berjudul Sen To Chihiro No Kamikakushi. Sen To Chihiro No Kamikakushi atau yang lebih dikenal dengan judul Spirited Away merupakan salah satu karya terbaik Miyazaki Hayao, seorang sutradara ternama di Jepang. Anime yang dirilis di Jepang pada bulan Juli 2001 ini berhasil meraup keuntungan sebesar 30 miliar yen dan disaksikan oleh sekitar 23 juta penduduk Jepang. Hal ini menjadikannya sebagai film dengan pendapatan tertinggi mengalahkan film Titanic pada tahun 1997. Kemudian, anime ini dialihsuara ke dalam bahasa Inggris dan dirilis di Amerika oleh Walt Disney Picture dengan judul Spirited Away. 1 Robin Brenner. 2007. Anime’s Brave New World. Reed Elsevier Brookline. Vol 12. Hal 132 2 Kepopuleran Spirited Away membuat anime ini berhasil memenangkan berbagai penghargaan. Pada tahun 2003, Spirited Away menjadi film animasi pertama yang berhasil memenangkan piala Oscar dalam kategori film animasi terbaik. Selain piala Oscar, anime ini juga berhasil meraih penghargaan lainnya, seperti penghargaan Golden Bear dalam Berlin Internasional Film Festival (2002), film terbaik dalam Japanese Academy Awards (2001), film Asia terbaik dalam Hong Kong Film Awards, dan sebagainya. Film ini meraih kurang lebih 30 penghargaan tidak hanya di dalam negeri tapi juga datang dari luar negeri. Tidak hanya itu saja Film Spirited Away ini telah disunting dan dialihsuara ke dalam 14 bahasa di seluruh dunia, Korea, Prancis, Spanyol, Portugal, Jerman dan banyak negara eropa lainnya termasuk Inggris. Selain itu puluhan review dari surat kabar luar negeri seperti New York Times, Wall Street Journal, dan Holywood Reporter dan puluhan majalah dan surat kabar lainnya membahas tentang film animasi garapan sutradara Miyazaki Hayao ini.2 Tema yang sederhana, jalan cerita yang menarik, dan penciptaan karakter yang kuat menambah daya tarik anime ini. Selain itu, pesan yang disampaikan dalam film ini pun sangat kuat tentang bagaimana nilai kesetiaan seorang anak untuk menyelamatkan kedua orang tuanya. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimanakah representasi nilai kesetiaan anak kepada orang tua dalam film animasi Spirited Away karya Miyazaki Hayao?” Tinjauan Pustaka a. Teori Konstruksi Sosial atas Realitas Teori Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku The Social Construction of Reality: A Treatise in the sociological of Knowledge. Berger dan Lackman mengatakan bahwa realitas sosial terdiri dari tiga macam, yaitu realitas subjektif, realitas objektif, dan realitas simbolik. Realitas obektif 2 Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki/ diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB 3 adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar dari individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sementara itu, realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui internalisasi3. Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial tersebut memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Jadi individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksi kenyataan dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya4. b. Film sebagai Media Komunikasi Massa Kehadiran film sebagai media komunikasi saat ini mulai berupaya untuk mencari perspektif yang lebih mampu menangkap substansi film. Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni (film as art) tetapi lebih sebagai “komunikasi massa” (Jowett dan Linton, 1981) dan “praktik sosial” (Turner, 1991)5. Perspektif ini telah mengurangi bias normatif yang hanya mencari teoritis film yang cenderung membuat idealisasi namun lebih meletakkan film secara obyektif. Sebagai perspektif komunikasi massa, kajian film memandang bahwa komunikasi merupakan transmission of message serta productions and exchange of meanings. Pertama melihat komunikasi sebagai proses penyampaian pesan-pesan (transmission of message). Seperti yang disefinisikan oleh Carl I. Hoveland6 bahwa komunikasi merupakan proses yang dilakukan oleh individu (communicator) yang mengirimkan rangsangan (bisanya simbol-simbol verbal) untuk mengubah tingkah laku individu lain 3 Burhan Bungin. Metode Penelitian Kualitatif.(Jakarta: Rajawali, 2001). hlm 5 Ibid. 5 Budi Irwanto. Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. (Yogyakarta: Media Prsindo, 1999). hlm 11 6 Onong Effendy U. Televisi Siaran Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Mandar Maju, 1993). 4 4 (communicate). Kemudian yang kedua melihat komunikasi sebagai suatu aktivitas produksi serta pertukaran makna-makna (production of exchange meaning). Hal ini berkaitan dengan bagaimana pesan-pesan atau teks berinteraksi dalam pembuatan makna. Sebagai media komunikasi massa, film dilihat sebagai proses komunikasi massa, film dimaknai sebagai sebuah pesan yang disampaikan dalam cara penyampaian komunikasi film, yang memahami hakikat, fungsi, dan efeknya . Dalam film digunakan tanda-tanda ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda tersebut termasuk sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efeknya. c. Film sebagai Representasi Sebuah Realitas Masyarakat Komunikasi memerlukan representasi dari pengalaman, pengetahuan dan pemahaman yang sudah dimediasi dalam pikiran komunikator. Melalui persepsi, sebuah representasi realitas dapat ditangkap dan ditafsirkan menjadi sebuah makna dari segi internal maupun eksternal, sedangkan komunikasi mewakili ide dan informasi untuk dibagi antara individu satu dengan individu lainnya7. Film merupakan produk komunikasi yang dapat mewakili gambaran dari sebuah masyarakat dimana film tersebut dibuat. Film merekam berbagai macam aktivitas dari kehidupan masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke atas layar. Film dapat mengangkat berbagai macam gejala-gejala serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kemudian disajikan kembali kepada masyarakat. Film merupakan salah satu media massa yang mampu merepresentasikan suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Film dalam merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh lingkup sosial dan ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan berpengaruh terhadap kondisi 7 Elliot Gaines. 2006. Communication and The Semiotic of Space. Sage Publication New Delhi, Thousand Oaks, London. Journal of Creative Communication. Vol 1. Hal 2 5 masyarakatnya.8 Hubungan antara film dan ideologi kebudayaan bersifat problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut. Menurut Turner bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan, film pun bekerja dalam sistem-sistem makna untuk memperbarui, memproduksi, atau me-reviewnya9. Konsep awal dalam representasi dari sebuah film adalah ingin menggambarkan kembali sesuatu hal yang ada pada cerita di sebuah film. Representasi menunjuk baik pada proses maupun dari produk pemaknaan suatu tanda. Representasi sendiri adalah suatu proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk yang konkrit. Representasi juga mempunyai beberapa pengertian diantaranya adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, fotografi, film, dan sebagainya10. d. Film Animasi Film animasi merupakan salah satu jenis kategori film baru. Dimana film animasi lebih banyak dikenal sebagai film kartun yang memanfaatkan gambar-gambar atau lukisan maupun benda-benda mati yang lain, seperti boneka, meja, dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi. Animasi sendiri diambil dari bahasa latin „anima‟ yang artinya jiwa, hidup, nyawa, semangat. Animasi memiliki arti yaitu gambar dua dimensi yang seolah-olah bergerak karena kelemahan mata yang selalu menyimpan/ mengingat di otak imaji yang terlihat sebelumnya11.Sebenarnya animasi mempunyai prinsip teknik yang sama dengan pembuatan film dengan subyek yang hidup. Sama juga dalam hal memerlukan 24 gambar (atau bisa juga kurang) perdetik untuk menciptakan ilusi gerak. Sedikit banyaknya gambar itu menentukan kasar dan halus pada ilusi yang tercipta12. e. Kesetiaan Anak Kepada Orang Tua 8 Budi Irwanto. Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Op. Cit, hlm 14-16 Ibid. hlm 16 10 K Zaman Budi. Bahasa Film: Teks dan Ideologi. Op. Cit, hlm 83 11 Anggara Yuda Ramadianto. Membuat Gambar Vektor dan Animasi Atraktif dengan Flash Proffesional 8. (Jakarta: Yrama Widya, 2008). hlm 93 12 Sumarno Marselli. Dasar-dasar Apresiasi Film. (Jakarta: Grasindo, 1996).hlm 16 9 6 Kesetiaan berasal dari kata setia, dalam bahasa Jepang kesetiaan adalah chuugi. Setia disini berarti tidak mengkhianati. Pada saat seseorang setia kepada sesamanya, maka orang tersebut telah percaya bahwa dirinya tidak akan dikhianati. Nilai kesetiaan merupakan nilai-nilai yang diberikan kepada pihak yang disayanginya. Selain itu, nilai kesetiaan dalam masyarakat feodal Jepang dianggap sangat penting. Kesetiaan merupakan salah satu sikap yang wajib dimiliki oleh setiap samurai. Kesetiaan seorang samurai diperlihatkan dengan perilaku terhadap atasannya. Para samurai setia terhadap atasan atas dasar kecintaan mereka terhadap atasaan itu sendiri sehingga mereka tidak pernah meminta balasan kesetiaan yang telah mereka berikan kepada atasan13. Semangat samurai atau biasa yang disebut semangat bushido sampai saat ini menjadi kode etik yang ditanamkan oleh bangsa Jepang. Seorang samurai kepada atasannya akan menimbulkan sikap kepatuhan dalam diri individu samurai. Semangat bushido yang diperlihatkan dalam bentuk kesetiaan yaitu kesungguhan hati seorang samurai untuk mengabdi terhadap atasannya dan sikap berani mati mengorbankan seorang samurai demi atasannya14. Bukan hanya kepada samurai, semangat bushido pun diajarkan kepada murid-murid sekolah di Jepang melalui pelajaran etika sebagai pedoman moral. Baik itu kesetiaan terhadap keluarga, masyarakat, maupun terhadap negara. Sajian dan Analisis Data a. Rela Berkorban Gambar 1. Scene 17 dalam Film Spirited Away Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/ 13 Inazo Nitobe. Bushido: The Soul of Japan. (Tokyo: Charles E. Tuttle, 1969) hlm 82 Ibid. 14 7 Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan Chihiro pada saat ia meminta pekerjaan berkali-kali hingga ia diterima kerja oleh Yubaba. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Chihiro meminta pekerjaan kepada Yubaba bertujuan untuk tetap bertahan hidup di dunia para dewa dan dengan tujuan utama yaitu demi menyelamatkan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, Chihiro berkali-kali meminta pekerjaan kepada Yubaba sampai Yubaba mengizinkannya. Dalam masyarakat Jepang, kesuksesan bangsa Jepang terletak pada kemampuan mereka beradaptasi secara cepat, serta dilihat dari budaya kerjanya, pengelolaan yang bagus, kreativitas, dan semangat juang yang tinggi tanpa mengenal arti lelah. Bangsa Jepang memiliki semangat pantang menyerah. Mereka tidak takut dengan cobaan dan kesusahan. Mereka sanggup berhadapan dengan segala cobaan demi mencapai tujuannya15. Chihiro yang baru tersesat di dunia para dewa berusaha untuk menyesuaikan dirinya mencari cara agar dapat bertahan hidup dengan meminta pekerjaan pada Yubaba, selain itu ia tidak menyerah ketika ia ditolak Yubaba. Ia terus berusaha berkali-kali meminta pekerjaan hingga akhirnya Yubaba menerimanya. Perjuangan Chihiro untuk meminta pekerjaan tidak mudah. Yubaba tidak secara langsung menerima permintaan Chihiro untuk bekerja di pemandian air panas miliknya. Yubaba menolak untuk memperkerjakan Chihiro. Ia kesal dan ragu untuk menerima Chihiro, ia mengatakan bahwa Chihiro malas, manja, dan menyebutnya bodoh. Teknik kamera yang diambil pun menggunakan close up, teknik tersebut memperlihatkan ekspresi wajah secara keseluruhan dari objek. Objek menjadi titik perhatian utama dan hanya fokus pada wajah. Teknik kamera ini digunakan sebagai komposisi gambar yang paling baik untuk menggambarkan emosi atau reaksi seseorang16. Pada saat kamera mengambil gambar Yubaba menolak permintaan Chihiro, wajah 15 Agus Susanto. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Diposting 6 Mei 2008. http://excemart.files.wordpress.com /2008/05/rahasia-bisnis-orang-Jepang.pdf diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB 16 Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal 150 8 Yubaba memperlihatkan ekspresi marah dan kesal. Terlihat dari volume suara Yubaba yang meningkat dan mengerenyitkan dahi serta memicingkan mata. Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang disiplin, pekerja keras, mandiri. Pantas saja seorang pemimpin tidak mau menerima pekerja yang tidak siap dalam dunia kerja. Namun, karena Chihiro berusaha untuk beradaptasi dan berusaha untuk bertahan hidup, ia berusaha meyakinkan bahwa ia benar-benar ingin kerja pada Yubaba. Ia memohon untuk diberikan pekerjaan. Pada akhirnya Yubaba pun memberikan kesempatan kepada Chihiro dengan jaminan ia melakukan beberapa perjanjian dengan menandatangani kontrak kerja. Tanda verbal lain yang menggambarkan Sikap rela berkorban ditunjukkan oleh tokoh Chihiro dengan menandatangani surat kontrak kerja yang ditawarkan oleh Yubaba. Dengan persyaratan, namanya diubah menjadi “Sen”. Nama Chihiro sendiri di negara Jepang digunakan untuk anak perempuan yang memiliki arti seribu pertanyaan, dan Yubaba mengambil satu kata dari namanya yaitu “Chi” atau seribu dan ia ganti menjadi “Sen” yang berarti sama, yaitu seribu17. Menurut sang sutradara dalam film ini, Hayao Miyazaki, “Nama adalah bagian yang fundamental dari identitas”18. Bagi masyarakat Jepang sendiri, pada saat lahir, seorang anak harus bisa menjaga nama baik bagi diri sendiri maupun nama keluarganya. Nama merupakan suatu pembeda antara orang satu dengan orang lainnya. Dalam Film ini, Yubaba mengganti nama Chihiro bertujuan untuk mengubah identitasnya dan jika ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka nama aslinya akan hilang dan ia akan lupa. Bagi masyarakat Jepang itu disebut dengan Giri terhadap nama, yaitu seseorang yang berhutang bisa mempertaruhkan namanya ketika ia meminta pinjaman. Atau giri terhadap nama pun dapat digambarkan sebagai rasa terimakasih dan rasa kesetiaan untuk menghilangkan noda atas 17 Nickelodeon, Baby Names World by Nickmom. 2013. http://babynamesworld.parentsconnect.com /meaning_of_Chihiro.html diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB 18 Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki /sen/credits.html, diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB 9 kehormatan seseorang19. Chihiro rela mengorbankan namanya demi bisa bekerja kepada Yubaba atas kesalahan orang tuanya, dan demi bisa menyelamatkan orang tuanya. Dalam hal ini, rela berkorban yang ditunjukkan tokoh Chihiro merupakan pengorbanan yang bersifat non materi. Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene ini. Gesture atau gerak tubuh yang ditunjukkan Chihiro pada saat meminta pekerjaan pada Yubaba, terlihat berdiri tegap namun ia mengepalkan tangannya di depan badan dan bergemetar seolah-olah ada rasa takut dalam dirinya. Kamera pun menyorot objek dengan menggunakan teknik medium shot agar fokus untuk memperlihatkan objek dari ujung kepala hingga pinggul. Medium shot biasanya digunakan untuk menunjukkan ekspresi maupun gesture dan emosi dari objek yang diambil20. Sehingga, dari teknik pengambilan gambar tersebut terlihat gesture Chihiro ketika ia gemetar dan mengepalkan tangannya didepan badannya serta ketika ia menganggukan kepala. Selain itu, komposisi lighting yang hanya menggunakan lampu redup serta alunan musik mistis mendukung situasi yang memperlihatkan situasi Chihiro gemetar dan hormat kepada seorang penyihir, Yubaba. Dalam budaya Jepang, kepalan tangan yang disimpan di depan badan tersebut biasa dilakukan oleh seorang anak perempuan atau wanita dewasa. Hal tersebut memiliki arti mereka hormat terhadap lawan bicara. Jika seorang laki-laki, ia mengepalkan tangan disamping badannya21. Chihiro memperlihatkan rasa hormatnya sambil memohon kepada Yubaba untuk meminta pekerjaan. Selain itu, pada saat Chihiro menyetujui dan telah menandatangani kontrak kerja, ia menjawab “Ya” sambil menganggukan kepalanya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ia menyanggupi dan menyetujui perjanjian diantara mereka berdua. 19 Ruth Benedict. Pedang Samurai dan Bunga Seruni . Pola-pola Kebudayaan Jepang. (Jakarta Timur: Sinar Harapan, 1982). Terjemahan Pamudji. 20 Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing, Op, Cit. hal 150 21 Hamiru Aqui. 2004. 20 Japanese Gesture. Tokyo: IBC Publishing. http://www.scribd.com/doc/46165206 /70-Japanese-Gestures diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 20.12 WIB 10 Lambang non-verbal yang lainnya yaitu, intonasi suara yang ditunjukkan pada saat memohon pekerjaan, Chihiro berkata lantang sambil berteriak. Dalam budaya Jepang, berteriak tidak hanya digunakan ketika orang sedang marah. Berteriak pun bisa digunakan ketika seseorang menunjukkan eksistensinya disekitarnya. Di Jepang terkenal dengan olahraga bela diri karate. Di dalam karate ada istilah Kiai, yaitu teriakan semangat yang merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah karate. Ada beberapa Tujuan kiai yang selalu dilakukan oleh karateka. Yang pertama tentu saja menunjukkan semangat bertarung atau mengumpulkan spirite. Yang kedua adalah untuk mengalihkan perhatian lawan dan membuat lawan gentar. Yang ketiga menghilangkan keraguan dan ketakutan dalam diri22. Dari ketiga hal tersebut, Chihiro berusaha untuk menguatkan diri menghilangkan rasa takut, serta mengalihkan perhatian Yubaba agar ia di dengar. Semua lambang yang ditunjukkan pada scene ini baik lambang verbal maupun non-verbal, dapat kita lihat sikap rela berkorban dan usaha Chihiro untuk bekerja pada Yubaba agar ia bisa bertahan hidup dan membebaskan kedua orang tuanya. b. Pengabdian Gambar 2. Scene 24 dalam Film Spirited Away Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/ Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan Chihiro pada saat ia mengucap janji. “Ayah, Ibu, aku berjanji akan menyelamatkanmu! Jangan jadi terlalu gemuk atau mereka akan memakanmu!”. Dari dialog tersebut, terlihat seorang anak yang tidak mau 22 Bachtiar Effendi. Mengapa Kita Harus Kiai. Diposting Desember 2007. http://indoshotokan.blogspot.com /2007/12/mengapa-kita-harus-kiai.html diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 16.17 WIB 11 kehilangan kedua orang tuanya, ia berjanji akan menyelamatkan mereka. Sebagai seorang anak, diwajibkan untuk membalas budi baik orang tua, mengingat bagaimana perjuangan orang tua untuk mendidik dan membesarkan anaknya. Sebagai anak yang berbakti, tentunya ketika orang tua sedang dilanda kesulitan, lemah (sakit) dan tak berdaya, sang anak dapat menunjukkan pengabdiannya untuk merawat dan menjaganya. Hal tersebut pula yang dilakukan oleh tokoh Chihiro. Janji merupakan ucapan untuk memenuhi sesuatu yang harus ditepati. Janji berati “iya”. Janji adalah hutang. Atau dalam budaya Jepang dikenal dengan Giri23. Giri merupakan kewajiban untuk membayar hutang atas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain dengan setimpal. Menurut Ruth Benedict, Giri bagi orang Jepang adalah hal yang paling berat. Baik itu giri terhadap negara, kehidupan sosial, maupun keluarga. Hutang seseorang pada orang tuanya adalah hutang terhadap semua hal yang telah dilakukan oleh orang tuanya dalam membesarkan dirinya sejak kecil hingga dapat mandiri. Atau dengan kata lain, seorang anak dituntut untuk membayar giri pada orang tuanya dengan cara membalas kebaikan dan menjaganya. Tanpa mengucapkan janji pun, seorang anak sesungguhnya berkewajiban untuk berbakti kepada orang tua. Namun, ketika tokoh Chihiro mengatakan bahwa ia berjanji, maka terlihat kesungguhan seorang anak untuk melindungi/menyelamatkan kedua orang tuanya. Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene ini. Pada saat ia memasuki kandang, kamera menyoroti sekitar kandang tersebut menggunakan teknik long shot. Teknik long shot mengarah pada size/ frame compotition yang ditembak, yaitu keseluruhan gambar dari objek terlihat dari kepala sampai kaki atau keadaan seluruh ruangan atau kondisi sekitar objek. Long shot dikenal sebagai landscape format 23 yang Rahmadia Hasibuan. Analisis Perilaku On dan Giri (Balas Budi) dalam Novel Samurai Kazegatan Karya Ichirou Yukiyama. Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara. Medan: 2010. http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/20143/3/ChapterII.pdf diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 19.33 WIB 12 mengantarkan mata penonton pada keluasan suatu suasana objek24. Teknik tersebut bertujuan untuk memperlihatkan susana kandang yang dipenuhi oleh orang-orang yang telah dikutuk menjadi babi oleh Yubaba. Selain itu, kamera tersebut sebagai mata Chihiro yang sedang mencari kedua orang tuanya dengan memperhatikan seluruh sudut ruangan tersebut. Tidak hanya itu, ketika Chihiro berjanji akan menyelamatkan kedua orang tuanya, sambil menatap kedua orang tuanya yang telah menjadi babi, ia meneteskan air mata (menangis). Pada adegan tersebut, kamera menyorot ekspresi Chihiro dengan menggunakan teknik close up. Chihiro menjadi titik perhatian utama dalam pengambilan gambar dan latar belakang hanya terlihat sedikit. Pada teknik ini, gambar yang diambil sangat jelas untuk menggambarkan ekspresi marah, kesal, senang, sedih, kagum, dan lain-lain25. Kamera dengan jelas menangkap ekspresi sedih ketika Chihiro berbicara kepada kedua orang tuanya dan terlihat dengan jelas tetesan air mata yang jatuh dari matanya. Alunan musik simponi yang mengalun perlahan dan rendah, mendukung suasana yang semakin sedih. Air mata dapat mengungkapkan berbagai perasaan. Dapat mewakili perasaan marah, terharu, ataupun sedih. Namun, pada scene ini, Chihiro meneteskan air mata untuk kedua orang tuanya. Ia merasa sedih, melihat kondisi kedua orang tuanya. Dalam budaya Jepang, dikenal istilah Omoiyari perasaan simpati yang muncul ketika seseorang merasakan penderitaan orang lain, peduli terhadap orang lain, serta memiliki pertimbangan terhadap perasaan orang lain. Biasanya rasa ini ditunjukkan dalam konteks tertentu seperti kesedihan atau kekecewaan26. 24 Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing , Op. Cit. hal 149 25 Ibid. 26 Permata Inggrid. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui Doritoru Karya Natsu Midori. Fakultas Sastra, Universitas Bina Nusantara. 2012. http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1DOC /2011-2-00983-Bab1001.doc diunduh pada Jumat, 27 September 2013, 11.45 WIB 13 c. Kasih Sayang Gambar 3. Scene 55 dalam Film Spirited Away Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/ Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan Chihiro pada saat ia menolak ajakan Zeniba untuk menginap semalam dirumahnya. Secara tidak langsung, ia menolak ajakan Zeniba untuk menginap dengan penolakan yang halus. Ia mengucapkan “Aku harus pulang oba-chan (panggilan Zeniba). Mereka akan mati jika aku duduk disini terus, mereka mungkin sudah memakan ayah dan ibuku”. Teknik kamera yang diambil menggunakan middle close up. Gambar diambil dari dada sampai kepala. Teknik tersebut digunakan untuk memperdalam dan menunjukkan profil dari objek yang disorot.27 Jadi, ketika Chihiro menolak ajakan Zeniba, terlihat ekspresi keduanya pada saat berbicara dan terlihat pula adanya kedekatan yang terjadi antara seorang anak yang memohon kepada orang lain (yang lebih tua) agar ia bisa pergi untuk menyelamatkan kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, komposisi gambar diperlihatkan dengan adanya lighting yang banyak dari setiap sudut ruangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hari semakin malam dan gelap. Didalam kebudayaan Jepang sebuah penolakan terkadang dapat memberi kesan “menolak” tidak hanya kepada ajakan ataupun permintaan yang diberikan. Penolakan tersebut dapat juga sekaligus menyatakan penolakan secara tidak langsung kepada hubungan personal. Orang Jepang biasanya sangat hati-hati agar tidak menyakiti perasaan lawan bicaranya 27 Andi Fachrudin,. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing, Op Cit. hal 150 14 dengan menghindari menyatakan dengan tegas sebuah penolakan28. Oleh sebab itu, terkadang mereka menggunakan permintaan kata maaf disertai penyesalan apabila benar-benar menunjukkan penolakan. Bahkan pernyataan yang bermakna ambigu pun terkadang digunakan orang Jepang untuk menghindari pernyataan secara langsung. Ketika Zeniba mengajak Chihiro menginap dirumahnya, Chihiro menolak dengan halus dengan memberikan sebuah pernyataan: “Aku harus pulang oba-chan (panggilan Zeniba). Mereka akan mati jika aku duduk disini terus, mereka mungkin sudah memakan ayah dan ibuku”. Budaya Jepang mengenal istilah Ninjou. Ninjou atau dalam kamus besar kojien didefinisikan sebagai kebaikan hati, tenggang rasa, kasih sayang, getaran alami hati manusia. Ninjou adalah perasaan kasih sayang manusia yang dicurahkan kepada sesamanya. Perasaan ini murni dari hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap umat manusia di dunia. Ninjou dilakukan oleh seseorang terutama bila ia melihat orang lain sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan, merujuk pada kecenderungan perasaan perikemanusiaan29. Hal tersebut ditunjukkan oleh Chihiro kepada kedua orang tuanya. Ia khawatir dengan kondisi kedua orang tuanya. ia tidak bisa tinggal diam ketika kedua orang tuanya membutuhkan pertolongannya. Meskipun Chihiro telah selamat dan ia berada di tempat yang aman, namun ia tetap memikirkan kedua orang tuanya, dan ia harus menyelamatkannya. Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene ini. Chihiro menangis di depan Zeniba pada saat ia harus kembali ke pemandian air panas karena khawatir kondisi ayah dan ibunya. Teknik kamera yang digunakan yaitu close up, sehingga ekspresi dari wajah Chihiro terlihat bahwa ia sedang merasa sedih. Dari matanya mengeluarhai air mata kesedihan, khawatir terhadap orang tuanya. Seperti scene yang sebelumnya, Air mata dapat mengungkapkan berbagai perasaan. Dapat mewakili perasaan marah, terharu, ataupun sedih. Namun, pada scene ini, Chihiro meneteskan air 28 Roger J. Davies dan Osamu Ikeno. The Japanese Mind. (North Clarendon Vermont: Tuttle Publishing , 2002) Hal 10 29 Takeo Doi. The Anatomy of Dependence. (Japan: Kodansha International, 2002) 15 mata untuk kedua orang tuanya. Ia merasa sedih, khawatir dan takut terhadap kondisi kedua orang tuanya. Dalam budaya Jepang, dikenal istilah Omoiyari perasaan simpati yang muncul ketika seseorang merasakan penderitaan orang lain, peduli terhadap orang lain, serta memiliki pertimbangan terhadap perasaan orang lain. Biasanya rasa ini ditunjukkan dalam konteks tertentu seperti kesedihan atau kekecewaan30. Gambar 4 Scene 57 dalam Film Spirited Away Sumber: http://www.nausicaa.net/miyazaki/ Dari beberapa lambang verbal dan non-verbal yang ditunjukkan dalam scene tersebut, pertama dapat kita lihat lambang verbal yang ditunjukkan Chihiro ketika ia menanyakan kondisi mereka “Ayah, Ibu, apa kau yakin baikbaik saja?” Dari dialog tersebut terlihat rasa sayang anak kepada kedua orang tuanya. Ia khawatir kepada ayah dan ibunya dan memastikan kondisi mereka baik-baik saja. gambar diambil dengan menggunakan teknik long shot. Long shot merupakan teknik yang mengarah pada keseluruhan gambar dari objek, terlihat dari atas kepala sampai kaki dan keadaan seluruh ruangan atau kondisi sekitar objek. Long shot dikenal sebagai landscape format yang mengantarkan mata penonton pada keluasan suatu suasana dan objek31. Pada saat kamera menyorot Chihiro dan kedua orang tuanya, memperlihatkan sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ibu, ayah dan anak. Selain itu, memperlihatkan sebuah keluarga kecil yang berada pada sebuah padang rumput yang luas dan tidak ada orang lain atau sesuatu disekitar mereka. Angin sepoi-sepoi, hening, sepi, dan 30 Permata Inggrid. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui Doritoru Karya Natsu Midori. Op, Cit. 31 Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Op Cit, hal 149 16 damai, sehingga terlihat bahwa mereka telah bebas dan keluar dari masalah yang telah terjadi. Khawatir merupakan rasa takut, gelisah, atau cemas terhadap suatu hal yg belum diketahui dengan pasti32. Oleh sebab itu, pada scene tersebut Chihiro memastikan kalau orang tuanya benar-benar sudah kembali seperti semula dan mereka baik-baik saja. dan memastikan bahwa ia dan orang tuanya telah selamat dari dunia arwah tersebut. Selain lambang verbal, muncul juga lambang non-verbal dalam scene ini. Ketika Chihiro dan orang tuanya menyusuri lorong yang gelap menuju mobil yang berada di ujung jalan. Chihiro memegang erat tangan ibunya. Kamera menyorotnya dengan menggunakan teknik middle close up yang diarahkan pada tokoh Chihiro. Gambar yang diambil pada teknik ini dari ujung kepala hingga dada Chihiro. Pengambilan gambar dengan teknik ini dapat dikategorikan sebagai komposisi “potret setengah badan”. Middle close up memperdalam gambar dengan menunjukkan profil dari objek yang direkam33. Terlihat gambaran seorang anak yang memegang erat tangan ibunya ketika menyusuri lorong. Chihiro sebagai seorang anak, tidak mau kehilangan ibunya lagi dan membutuhkan sosok ibu ketika ia merasa takut untuk menyusuri lorong yang gelap. Selain itu, komposisi pada gambar terlihat ketika lighting hanya mengarah pada satu arah, yaitu dari depan objek. Hal tersebut menunjukkan bahwa disaat Chihiro dan orang tuanya menyusuri ruangan yang gelap, diluar sana ada cahaya yang dapat menuntun mereka untuk menuju jalan keluar. Dari hal tersebut, kita dapat belajar bahwa sesulit apapun masalah kita, pada akhirnya kita pasti menemukan titik terang dari masalah tersebut. Dalam ilmu komunikasi lintas budaya dikenal dengan istilah Haptik. Haptik adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang memegang dan merangkul orang lain. Memegang tangan atau menepuk bagian belakang menunjukkan adanya derajat keintiman seperti fungsional/ profesional, sosial dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan 32 33 Artikata.com. http://artikata.com/arti-335039-khawatir.html diunduh 27 September 2013, 12.15 WIB Andi Fachrudin. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing, Op Cit, hal 150 17 keintiman, dan daya tarik seksual34. Dalam scene ini, Chihiro memegang tangan ibunya menandakan adanya hubungan intim (keluarga) diantara keduanya yaitu antara ibu dan anak. Atau di dalam budaya Jepang dikenal dengan istilah Amae, yaitu hubungan yang terjadi antara anak dan orang tua terutama ibu dan anak. Pola budaya Amae terbentuk atas dasar ketergantungan anak kepada orang tua. Sejak bayi, anak diberi kasih sayang, dirawat, dan dijaga oleh seorang ibu sampai ia menginjak remaja. Ketika remaja, anak dibolehkan untuk hidup mandiri, namun tetap saja, sang anak akan membutuhkan orang tua terutama ibu35. Oleh karena itu, meskipun Chihiro sudah bisa hidup mandiri, namun ketika ia berjalan menyusuri lorong yang gelap, ia tetap takut dan berdiri disamping ibunya sambil memegang tangan sang ibu. Kesimpulan Film merupakan gambaran dari sebuah realitas masyarakat dimana film tersebut dibuat. Dapat dikatakan bahwa film merupakan salah satu media massa yang mampu merepresentasikan suatu realitas. Sang sutradara Miyazaki Ayao berusaha membangun realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang melalui tokoh utama Chihiro dalam Filmnya yang berjudul Spirited Away. Peneliti merepresentasikan suatu realitas melalui lambang atau simbol yang ada dalam film yang sang sutradara bangun dari realitas kehidupan budaya Jepang. Penelitian ini diperkuat dengan adanya teori dari Berger mengenai teori konstruksi sosial atas realitas yang mengatakan bahwa realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan seperti itu, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan 34 Kukuh Herdianto. Diposting 12 Desember 2010. Perilaku verbal dan non-verbal pada Komunikasi Lintas Budaya. http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2010/12/perilaku-verbal-dan-non-verbal-pada.html diunduh pada 27 September 2013, 20.00 WIB 35 Noneng Fatonah. Nilai-nilai Moral yang Terdapat dalam Manga Doraemon. Program Studi JepangFakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 2008. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digita l/125957-RB08F40n-Nilai-nilai%20moral-HA.pdf diunduh pada Jumat, 27 September 2013. 13.00 WIB 18 lingkungan pergaulan sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Dari landasan teori tersebut, peneliti melihat realitas yang dibangun oleh Miyazaki berasal dari kerangka berfikir dan pengalamannya sebagai masyarakat Jepang. Bagaimana ia menyampaikan pesan kepada audience mengenai sebuah realitas berdasarkan pemikirannya melalui film tersebut. Oleh karena itu, Film dengan segala unsur pembentuknya juga masuk dalam kajian ranah ilmu komunikasi yang mengerucut pada penelitian semiotik. Saran Setiap orang memiliki penafsiran atau interpretasi yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu. Seperti halnya dalam penelitian semiotika film. Hal tersebut tergantung pada teori apa yang dipakai untuk acuan penelitiannya. Selain itu, latar belakang penulis yang berbeda-beda memungkinkan interpretasi yang dibangun berbeda pula. Penulis disini berharap akan ada penelitian yang serupa yang bisa digunakan sebagai pembanding dan tidak menutup kemungkinan akan menghasilkan interpretasi yang berbeda pula, sehingga penilitian ini akan semakin beragam dan pengetahuan mengenai semiotika film pun akan bertambah.lanjut. Daftar Pustaka Artikata.com. http://artikata.com/arti-335039-khawatir.html diunduh pada 27 September 2013, 12.15 WIB Aqui, Hamiru. (2004). 20 Japanese Gesture. Tokyo: IBC Publishing. http://www.scribd.com/doc/46165206/70-Japanese-Gestures diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 20.12 WIB Benedict, Ruth. (1991). The chrysanthemum and The Sword. Patterns of Japan Culture. Rutland, Vermont: Charles E.Tuttle Company, Inc. Budi, K Zaman. (1993). Bahasa Film: Teks dan Ideologi. Laporan Penelitian, Yogyakarta: FISIPOL UGM. Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali. Brenner, Robin. Anime’s Brave New World. 132 (12) p.46. Reed Elsevier Brookline. (2007) Davies, Roger J dan Osamu Ikeno. (2002). The Japanese Mind. North Clarendon Vermont: Tuttle Publishing. 19 Effendi, Bachtiar. Mengapa Kita Harus Kiai. Diposting Desember 2007. http://indoshotokan.blogspot.com/2007/12/mengapa-kita-harus-kiai.html diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 16.17 WIB Effendy U. Onong. (1993). Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung: PT. Mandar Maju. Fachrudin, Andi. (2012). Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Fatonah, Noneng. Nilai-nilai Moral yang Terdapat dalam Manga Doraemon. Program Studi Jepang-Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. (2008). http://lontar.ui.ac.id diunduh pada Jumat, 27 September 2013. 13.00 WIB Gaines, Elliot. Communication and The Semiotic of Space. Journal of Creative Communication. 1 (2) p.174. Sage Publication New Delhi, Thousand Oaks, London. Vol 1. Hal 2 (2006) Hasibuan, Rahmadia. Analisis Perilaku On dan Giri (Balas Budi) dalam Novel Samurai Kazegatan Karya Ichirou Yukiyama. Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara. Medan: (2010). http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/20143/3/ChapterII.pdf diunduh pada Kamis, 26 September 2013, 19.33 WIB Herdianto, Kukuh. Diposting 12 Desember (2010). Perilaku verbal dan nonverbal pada Komunikasi Lintas Budaya. http://belajarkomunikasi.blogspot .com/2010/12 /perilaku-verbal-dan-non-verbal-pada.html diunduh pada 27 September 2013, 20.00 WIB Inggrid, Permata. Analisis Tindakan Omoiyari pada Tokoh Toru dalam Film Juui Doritoru Karya Natsu Midori. Fakultas Sastra, Universitas Bina Nusantara. (2012). http://library.binus.ac.id /eColls/eThesisdoc/Bab1DOC /2011-200983-Bab1001.doc diunduh pada Jumat, 27 September 2013, 11.45 WIB Irwanto, Budi. (1999). Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Prsindo. Marselli, Sumarno. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo. Nickelodeon, Baby Names World by Nickmom. (2013). http://babynamesworld. parentsconnect.com/meaning_of_Chihiro.html diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB Nitobe, Inazo. (1969). Bushido: The Soul of Japan. Tokyo: Charles E. Tuttle. Susanto, Agus. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Diposting 6 Mei 2008. http://excemart.files.wordpress.com/2008/05/rahasia-bisnis-orangJepang.pdf diunduh pada Rabu, 12 September 2013, 14.40 WIB Team Ghiblink Production. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki/ diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB ____________________. Diposting 2001 http://www.nausicaa.net/miyazaki /sen/credits.html, diunduh pada Rabu, 13 Februari 2013, 11.45 WIB 20