POLICY BRIEF KB DI KALIMANTAN SELATAN : PROGRAM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Oleh : Bandi Sulistiyanto, SE Pemerintah Indonesia telah mendukung penggunaan KB modern sejak tahun 1970, mengakui juga bahwa penggunaan kontrasepsi sangat 52 55 60 58 64 penting untuk mengurangi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Programprogram yang berhubungan dengan KB baik dari pemerintah dan non pemerintah telah sangat sukses dilaksanakan. Penggunaan alat kontrasepsi tradisional dan modern diantara wanita menikah meningkat dari 50 persen SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002- SDKI 2007 03 pada tahun 1991 menjadi 60 persen pada tahun 2003 dan 61 persen pada tahun 2007. Di Kalimantan Selatan, rata rata sebanyak 64% wanita berstatus kawin menggunakan alat kontrasepsi pada saat survei. Angka ini lebih tinggi daripada rata rata nasional. Mayoritas pengguna KB nasional, 57 persen diantaranya menggunakan metode modern, terutama suntik. Di Kalimantan Selatan, Metoda tradisional mencakup metoda siklus haid, senggama terputus, pantang berkala. Metoda tradisional bukan merupakan metoda yang disukai baik di Kalimantan Selatan maupun Indonesia secara keseluruhan. Secara nasional, suntikan merupakan metoda kontrasepsi paling populer (32%) diikuti oleh pil (13%). Di Kalimantan Selatan Pil merupakan alat/metoda kontraseposi yang paling populer diikuti oleh suntikan. Walaupun demikian penggunaan pil telah mengalami penurunan dari 32% pada 1991 menjadi 30% pada 2007. Sebaliknya , penggunaan suntikan meningkat dari 6% pada 1991 menjadi 27% pada 2007. Di Kalimantan Selatan, rata-rata wanita di perkotaan mempunyai kecenderungan Tempat Pendidikan 67 63 Perkotaan Pedesaan penggunaan 51 67 71 kontrasepsi modern dari wanita pedesaan. Penggunaan kontrasepsi Tdk Sekolah Tamat SD Tamat SMP + meningkat dengan meningkatnya pendidikan, Di Kalimantan Selatan, tidak terdapat pola hubungan yang jelas antara penggunaan metoda kontrasepsi dengan kekayaan rumah tangga. Hubungan serupa juga terlihat pada tingkat nasional Jenis metode yang digunakan bervariasi berdasarkan pada latar belakang wanita tersebut. Wanita pedesaan dan wanita dengan pendidikan rendah lebih memilih menggunakan suntik. Wanita perkotaan empat kali lebih banyak menggunakan IUD daripada wanita pedesaan. Wanita yang tidak ingin hamil tetapi tidak menggunakan metode apapun untuk mencegah kehamilan dikatakan memiliki unmet need terhadap kontrasepsi. Secara nasional, 9 persen wanita menikah saat ini memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi (unmet need) untuk ber-KB: 4 persen untuk pengaturan jarak kehamilan dan 5 persen untuk membatasi kehamilan. Unmet need untuk keluarga 9 6 berencana bervariasi 6 5 4 antar propinsi, dari tertinggi di Maluku Terbawah Menengah Kebawaah Menengah Kebawaah Menengah Keatas Teratas (22%) sampai ke terendah di Banka Belitung (3%). Unmet need untuk keluarga berencana di Kalimantan Selatan adalah 7%. Angka ini berada dibawah rata rata nasional. Di Kalimantan Selatan, Unmet need untuk pembatasan sama besar dengan untuk penjarangan kelahiran. Wanita dengan unmet need untuk penjarangan bersedia menunggu dua tahun atau lebih sebelum menjadi hamil 10 8 tapi tidak menggunakan metoda kontrasepsi. Wanita dengan unmet need untuk pembatasan 4 kelahiran tidak menginginkan lebih banyak anak tapi kontrasepsi. tidak Unmet menggunakan need untuk metoda KB di No education/primary incomplete Primary complete Some secondary or higher Kalimantan Selatan umumnya menurun ketika kekayaan rumah tangga meningkatbegitu juga dengan tingkat pendidikan, Hal serupa juga ditemukan untuk tingkat nasional. Promosi Keluarga berencana memberikan kontribusi. untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi. Dibandingkan dengan negara secara keseluruhan, perempuan di Kalimantan Selatan secara umum hasil survei menunjukkan bahwa dua pertiga dari seluruh responden wanita tidak terpapar terhadap satupun dari media masa. Media yang paling sering diakses adalah TV; 26 persen wanita berstatus kawin pernah melihat pesan KB melalui TV dalam enam bulan sebelum survei. Media cetak yang paling banyak di akses; 11 persen wanita membaca pesan KB dari poster dan 9 persen wanita membaca dari surat kabar/majalah. Selain itu, persentase wanita pernah kawin yang mendengan informasi KB sedikit bervariasi meneurut umur. Wanita kelompok umur 15 – 39 tahun cenderung lebih banyak menerima pesan KB melalui berbagai media dibandingkan wanita pada kelompok umur lebih tua. Dilihat dari tempat tinggal, responden yang berada diperkotaan lebih banyak yang terpapar pesan KB dari media masa dibandingkan dengan mereka yang tinggal dipedesaan. Program dan Implikasi Kebijakan. Diantara provinsi-provinsi di Indonesia yang menggunakan alat KB; Maluku masih berkisar di bawah 34 persen dan paling tinggi 74 persen di Bengkulu. Tidak jelas mengapa penggunaan keluarga berencana di Kalimantan Selatan hanya sekitar 64 persen. Pakar-pakar di Keluarga berencana perlu menentukan mengapa wanita lebih banyak yang tidak menggunakan KB dan memutuskan menggunakan metode kontrasepsi modern. Hanya satu dari sepuluh wanita menikah di Kalimantan Selatan memiliki unment need akan KB. Wanita yang tidak bersekolah cenderung memiliki unmet need dari perempuan lain. Tidak mengherankan apabila wanita dalam kelompok ini paling memungkinkan untuk menyerap pesan-pesan keluarga berencana di media massa dan melalui komunikasi interpersonal dengan provider layanan kesehatan dan tokoh masyarakat lainnya. Upaya-upaya khusus diperlukan untuk menjangkau wanita dalam kelompok ini dengan memberikan informasi dan dukungan untuk memakai metode kontrasepsi modern. Wanita menikah di Kalimantan Selatan cenderung lebih memilih kontrasepsi modern di bandingkan metode kontrasepsi tradisional. Lima persen dari wanita menikah menggunakan senggama terputus, lebih dari dua kali lipat angka nasional sebesar 2 persen. Penggunaannya paling tinggi terjadi pada wanita usia 46-49. Hal ini mungkin dikarenakan setelah selesai melahirkan, metode kontrasepsi jangka panjang dan permanen mungkin merupakan metode yang lebih handal.