BADAN USAHA

advertisement
BAB II
TINJAUAN TENTANG PERUSAHAAN DAN
BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN (BADAN USAHA)
2.1. Pengertian dan Syarat-syarat Perusahaan.
Manusia sebagai makhluk sosial (Zoon Politikon) yang hidup
bermasyarakat selalu melakukan interaksi memenuhi kepentingan baik
secara perseorangan maupun kolektif
46
.
Kepentingan dimaksud
meliputi berbagai bidang, termasuk diantaranya dibidang ekonomi,
khsusunya bidang aktivitas dunia usaha/perusahaan.
Kegiatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pelaku-pelaku
ekonomi baik orang perorangan yang menjalankan perusahaan atau
badan-badan usaha baik yang mempunyai kedudukan sebagai badan
hukum atau bukan badan hukum.47
Kegiatan
ekonomi
pada
hakekatnya
adalah
kegiatan
menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung
pengertian bahwa kegiatan dimaksud harus dilakukan (1) secara terus
menerus, (2) secara terang-terangan dalam pengertian sah (bukan
illegal), (3) kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh
keuntungan.
Pengertian Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus
46
47
Ade Maman Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 17 .
Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, hal. 4.
dirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam Wilayah Negara Indonesia
dengan tujuan memperoleh ke Untungan / Laba 48.
Sebelum istilah “Perusahaan” dahulu dikenal dengan istilah
“Pedagang”. Untuk itu, maka akan diuraikan secara sepintas tentang
sejarah perkembangan dari istilah pedagang dan perusahaan itu,
sebelum memahami secara lebih dalam tentang berbagai aspek yang
menyangkut perusahaan.
Sebelum dicabut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(Wetboek van Kophandel) dikenal istilah “Pedagang” dan “Perbuatan
Dagang” yang diatur pada pasal 2 sampai dengan pasal 5 KUH Dagang,
akan tetapi sejak tahun 1938 dicabut berdasarkan Stb. 1938 No.276
tanggal 17 Juli 1938.49
Dengan dicabutnya pasal 2 sampai dengan pasal 5 KUH
Dagang, maka muncul istilah “Perusahaan” dalam KUH Dagang. Hal
ini dapat ditemui dalam pasal 6, pasal 16 dan pasal 36 KUH Dagang
sebagai berikut :
Pasal 6 :
Setiap orang yang menjalan perusahaan wajib membuat
pembukuan …..
Pasal 16 :
Firma adalah badan usaha yang menjalankan perusahaan…..
Pasal 36 :
Tujuan perseroan diambil dari tujuan perusahaan …..
Dari istilah perusahaan tersebut di atas hanya saja tidak ada
rumusan yang jelas mengenai pengertian perusahaan. Untuk itu,
48
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Perinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,Edisi
Revisi, Rajawali Pers, 2005. Hal. 34.
49
Sentosa Sembiring, 2001, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 5.
mengenai
pengertian
perusahaan
dibiarkan
berkembang
menurut
pandangan dari para sarjana. Ada beberapa pendapat yang memberikan
pengertian tentang perusahaan sebagai berikut :
1.
2.
3.
Menurut Pemerintah Belanda, yang pada waktu itu membacakan
“memorie van toelichting” rencana undang-undang di muka
Parlemen, menerangkan bahwa yang disebut "perusahaan" ialah
keseluruhan perbuatan, yang dilakukan secara tidak terputus-putus,
dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk
mencari laba (bagi diri sendiri);
Menurut Prof, Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan
perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar,
untuk mendapatkan penghisilan, dengan cara memperniagakan
barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan
perjanjian-perjanjian
perdagangan.
Di
sini
Molengraaff
memandang perusahaan dari sudut "ekonomi",
Menurut Polak, baru ada perusahaan, bila diperlukan adanya
perhitungan-perhitungan
tentang
laba-rugi
yang
dapat
diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Di
sini Polak memandang perusahaan dari sudut "komersiil". Sudut
pandangan ini adalah sama dengan Molengraaff, tetapi unsur
pengertian perusahaan adalah
lain. Pengertian
perusahaan
menurut Molengraaff mempunyai enam unsur, sedang menurut
Polak cukup dua unsur.50
Berkaitan dengan pengertian perusahaan ada dua aliran yang
berbeda, pertama; yaitu membedakan pengertian “Perusahaan” dan
“Badan Usaha” sedangkan yang kedua; Aliran yang tidak membedakan
seperti tersebut, artinya tidak membedakan Perusahaan dengan Badan
Usaha .51
Bagi mereka yang menganut aliran pertama, maka hadan usaha
adalah suatu organisasi yang dengan mempergunakan faktor-faktor
produksi berusaha mencari laba. Sedang perusahaan adalah tempat
50
Purwosutjipto, HMN, 1991, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia
1 Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, hal. 15-16.
51
Wasis, 1986, Pengatu Ekonomi Perusahaan, Alumni Bandung, hal. 4.
dimana faktor-faktor prosuksi tersebut dipadukan dengan mana dapat
diprodusir hasil atau jasa. Dengan membedakan pengertian badan usaha
dan perusahaan, maka
usaha
tanpa perusahaan
orang
dan
beranggapan
atau
ada
usaha. Badan usaha tanpa perusahaan
bahwa
perusahaan
ada
badan
tanpa
badan
berarti hanya ada organisasi
formil, tetapi tidak melakukan kegiatan yang produktif dan dengan
demikian usaha untuk mencari laba tidak
dijalankan.
Sebaliknya
perusahaan tanpa badan usaha berarti ada kegiatan produktif, tetapi
tidak ada organisasi yang menentukan kebijakan (policy), dan yang
mengaturnya.
52
Pendapat yang kedua tidak membedakan dua pengertian seperti
pada pendapat yang pertama. Pcrusahaan adalah suatu bentuk organisasi
yang bertujuan mencari laba dengan mempergunakan faktor-faktor
produksi menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan masyarakat.
Adalah bukan perusahaan kalau organisasi itu tidak mempunyai tujuan
mencari laba. Laba tidak mungkin dapat direalisir tanpa kegiatankegiatan produktif pada satu tempat dimana faktor-faktor produksi
secara bersama-sama difungsikan. Kegiatan produktif tanpa faktorfaktor produksi yang diorganisir untuk keperluan itu adalah mustahil.
Perusahaan adalah merupakan unit, satu kesataun. Perusahaan dibentuk
untuk memperoleh laba, dapat diperoleh dengan jalan memprodusir
barang atau jasa untuk keperluan masyarakat, pendapat tersebut juga
52
hal. 72.
Komarudin, Ekonomi Perusahaan dan Manajemen, Alumni, Bandung,
diungkapkan oleh John A. Shubin, yaitu "A firm is an ownership
organization which combines the factors of production in a 'plant' for
the purpose of producing goods or services and selling them at a
profit" 53
Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi pemilikan yang
menggabungkan faktor-faktor produksi didalam suatu tempat dengan
maksud memprodusir barang atau jasa dan menjualnya dengan laba.54
Perkataan 'plant' dalam definisi diatas berarti 'physical unit seperti
pabrik, toko, bengkel dan yang lainnya. Ditempat itu kegiatan produksi
dijalankan. Di sini orgnisasi dipisahkan antara tempat kegiatan
produktif dengan tempat tata usaha atau kegiatan administratif
dijalankan. Tetapi tidak dibedakan antara badan usaha dengan
perusahaan.
Menurut hemat penulis, pendapat yang kedua lebih realistis, mendekati
kenyataan dan perkembangannya saat ini. Dalam praktek para ahli
ketika menyebut perusahaan adalah sama dengan badan usaha. Dewasa
ini seperti pendapat pertama makin lama makin kabur, dan kelihatannya
tidak rasional, jika ditilik dari tujuan perusahaan mencari laba.
Suatu organisasi dapat disebut perusahaan apabila organisasi
tersebut memenuhi syarat-syarat tertentu, itu untuk menguatkan
53
John A. Shubin, 1968, Business Management, Barnes and Woble, Inc,
New York, hal. 12.
54
Wasis, Op.Cit, hal. 5.
pendapat
yang
tidak
membedakan
antara
“Badan
Usaha”
dan
“Perusahaan” ;
1. Untuk dapat disebut perusahaan maka organisasi itu
harus bertujuan mencari laba. Profit motive. Jika organisasi
itu tidak bertujuan mencari laba maka organisasi itu
bukan perusahaan.
2. Tujuan mencari laba itu bukan hanya untuk satu dua kali
atau secara insidentil saja, akan tetapi secara terus- menerus,
secara kontinyu, secara berkesinambungan.
3. Tujuan mencari laba secara terus-menerus itu diusahakan
melalui organisasi faktor-faktor produksi, dalam organisasi
tersebut diperhatikan proportionalitet atau perbandingan
kwantitatif dari faktor-faktor produksi yang diusahakan
dengan kemampuan managerial yang scbaik-baiknya.
4. Ketiga hal tersebut diatas harus dijalankan pada suatu
tempat yang jelas. Artinya bahwa organisasi itu mempunyai
tempat kedudukan secara geografis. jelas lokasinya. Adalah
bukan perusahaan apabila tidak mempunyai alamat lokasi
secara geografis, Perusahaan harus nyata .55
Empat hal seperti disebutkan diatas merupakan syarat yang
mutlak perlu apabila organisasi itu akan dinamakan suatu perusahaan.
Keempat-empatnya harus ada dan tidak boleh kurang. Misalnya rumah
sakit adalah organisasi yang diadakan secara terus-menerus, ada
organisational skills dan tempat kedudukannya, akan tetapi rumah sakit
tidak mencari laba, oleh sebab itu ia bukan perusahaan.
2.2. Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha)
Kegiatan ekonomi sebagaimana telah diutarakan pada uraian
sebelumnya dilakuan oleh para pelaku ekonomi, oleh subyek pribadi
ataupun badan hukum (publik maupun privat), dan bahkan oleh
55
Wasis, Op.Cit. hal. 6
gabungan/kelompok orang yang bukan badan hukum. Jadi dapat
dikatakan bahwa pelaku ekonomi adalah mereka yang menjalankan
perusahaan dalam pengertian melaukan kegiatan yang terus-menerus
secara terang-terangan dalam rangka mencari keuntungan.
Secara teoritis badan usaha dapat digoloongkan dalam 2 (dua)
bentuk, yaitu :
1. Badan usaha yang bukan badan hukum
2. Badan usaha yang berbentuk badan hukum. 56
Apa yang dimaksud dengan badan hukum, undang-undang
sendiri tidak memberikan pengertian tentang badan hukum. Dalam pasal
1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya disebutkan jenis
perkumpulan badan hukum, yaitu ;
1. Yang diadakan oleh kekuasaan umum
2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum
3. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu
yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan. 57
Badan hukum disebut juga corporate. dan istilah
corporate
dimaksudkan adalah suatu badan hukum; yaitu sekumpulan manusia
yang menurut hukum terikat mempunyai tujuan yang sama, atau
berdasarkan sejarah menjadi bersatu, yang memperlihatkan sebagai
56
Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 50.
57
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 17.
subjek hukum tersendiri dan oleh hukum dianggap sebagai suatu
kesatuan…. 58
Penggunaan istilah badan hukum (rechthspersoon; legal entity)
sebagai subyek hukum semata-mata
untuk membedakan dengan
manusia (naturlijke persoon) sebagai subyek hukum. 59
Mengingat rumusan badan hukum tidak ditemui dalam undangundang, maka para ahli hukum mencoba membuat kriteria, badan usaha
yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum jika memiliki unsurunsur;
1. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan pemilik
usaha.
2. Mempunyai tujuan tertentu
3. Mempunyai kepentingan sendiri
4. Adanya organisasi teratur. 60
Jika tidak memenuhi unsur-unsur tersebut diatas, maka suatu
badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum. Berikut
ini akan diuraikan badan usaha yang tidak termasuk dalam kelompok
badan hukum sebagai berikut :
58
H.E. Algra et.al., 1983, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal BelandaIndonesia, Bina Cipta, Bandung, hal. 83
59
Ali Rido, 1986, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Bagi
Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, hal. 1-9
60
Ibid. hal. 20.
2.2.1. Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD)
Usaha Dagang (UD) ada juga yang menyebutnya dengan
Perusahaan
Dagang
(PD).
Beberapa
pihak
memberikan
pengertian Usaha Dagang (UD)/ Perusahaan Dagang (PD)
sebagai berikut :
1.
Irma Devita Purnamasari;
Usaha Dagang adalah suatu badan usaha yang dijalankan
secara mandiri oleh satu orang saja dan tidak
memerlukan partner dalam berusaha. Kalaupun ada yang
membantu usaha tersebut, kedudukannya tidak sama
dengan pemilik UD. Jadi orang yang membantu itu tidak
memiliki UD, tetapi hanya bertindak sebagai karyawan
atau bawahan UD.61
2.
Sentosa Sembiring
Perusahaan
Dagang
(PD)
adalah
perusahaan
perseorangan yang dilakukan oleh seorang pengusaha.
Perusahaan Dagang dapat dikelola oleh satu orang atau
lebih, modal milik sendiri. Perusahaan Dagang belum
diatur khusus dalam undang-undang, tetapi dalam
praktek diterima sebagai pelaku usaha.62
Usaha Dagang (UD) adalah merupakan bentuk usaha
yang paling sederhana dan sudah umum ditemui didalam praktek
bisnis. Usaha Dagang ini dimiliki oleh satu orang sebagai
pengusahanya, dengan modal sendiri dengan melakukan kegiatan
usaha guna memperoleh laba atau keuntungan.
Dalam
aktivitas
atau
dalam
perusahaan perseorangan/Usaha Dagang,
operasional
sebuah
sering melibatkan
orang-orang, baik sebagai pekerja/buruh atau pembantu dalam
61
Irma Devita Purnamasari, 2010, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak
Mendirikan BAdan Usaha, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hal. 5.
62
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 18.
perusahaan, sedangkan pemilik atau pengusaha
tetap tunggal (hanya
satu
perusahaan
orang). Pemilik bertanggung
jawab, menanggung resiko dan menikmati keuntungan
sendiri,
sebaliknya orang-orang seperti pekerja/buruh adalah merupakan
orang yang bekerja di bawah pimpinan pemilik dengan menerima
upah.
Bila
dilihat
dari
segi
pengaturannya,
tidak
ada
pengaturan secara resmi dalam bentuk perundang-undangan
tentang Usaha Dagang (UD) ini. Namun demikian dalam praktek
bisnis UD ini eksistensinya diakui masyarakat. Mengingat belum
diatur dalam undang-undang, maka baginya berlaku hukum
kebiasaan dan jurisprudensi.
Mengingat belum diatur dalam undang-undang, maka
untuk mendirikan UD. tidak ada diharuskan adanya bentuk tertentu.
Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada pelaku bisnis
(pengusaha) untuk menentukannya sendiri, apakah secara lisan,
tertulis, dengan akta dibawah tangan, atau dengan akta notaris. Dari
hasil penelitian HMN Purwosutjipto, dalam praktek pendirian
Usaha Dagang dilakukan sebagai berikut :
1. Pengusaha atau kuasanya datang ke Kantor Notaris
untuk dibuatkan akta pendirian perusahaan/usaha
dagang, yang pokok-pokok isinya ditetapkan oleh
pengusaha yang bersangkutan.
2. Akta pendirian tersebut tidak perlu didaftarkan ke
Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
3. Pengusaha minta izin usaha kepada Kepala Kantor
Wilayah Perdagangan setempat.
4. Pengusaha minta izin tempat usaha kepada
Pemerintah Daerah setempat
5. Bila dipandang perlu, pengusaha mengusahakan izin
berdasarkan Undang-Undang Gangguan, yang dapat
dimintakan kepada Pemerintah setempat.
6. Surat-surat lain, bila diperlukan. Hal ini tergantung
kepada keadaan setempat, dan jenis barang yang
diperdagangkan63
Pengusaha
yang
mendirikan
Usaha
Dagang
bertanggung jawab secara pribadi dan sepenuhnya terhadap
risiko
usaha
dan
terhadap
para
kreditur
perusahaan.
Tanggungjawab pribadi terhadap segala perikatan perusahaan
tersebut melihat dengan seluruh harta kekayaan (hak milik)
yang ada pada pengusaha tersebut. Disini tidak ada pemisahan
antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan. Dalam
hal ini berlaku ketentuan pasal 1131 KUH Perdata yang
berbunyi : “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk
segala perikatannya perorangan”
Konsekuensinya, apabila harta kekayaan perusahaan
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajibannya kepada para
anggota, maka harta kekayaan pribadi pengusaha tersebut dapat
ikut
63
dilibatkan.
Dalam
hal
ini
tanggung
jawab
dari
Tukirin Sy. Sastroresono, 1987, Materi Pokok Hukum Dagang dan
Hukum Perdata, Karunika, Jakarta, hal. 7.3-7.4.
pengusaha/pemilik Usaha Dagang adalah penuh terhadap pihak
ketiga.
2.2.2. Persekutuan Perdata (Maatschap)
Keberadaan Persekutuan Perdata sebagai badan usaha
diatur dalam Pasal 1618 - Pasal 1652 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Apa yang dimaksud dengan Persekutuan
Perdata?
Dalam
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
disebutkan Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian dengan
mana 2 (dua) orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud
untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh
karenanya. (lihat Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata). Dari
rumusan di
atas dapat diketahui ciri-ciri
Rersekutuan Perdata yaitu adanya:
a. Perjanjian antara 2 (dua) orang itau lebih;
b. Memasukkan sesuatu (inbreng);
c. Tujuannya membagi keuntungan atau kemanfaatan.64
Dalam
bentuk
perusahaan
Matschap
ini
terdapat
beberapa orang yang mengadakan perjanjian akan berusaha
bersama-sama guna memperoleh keuntungan benda, dan untuk
mencapai tujuan itu mereka masing-masing berjanji akan
64
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 19.
menyerahkan
uang
atau
barang-barang
atau
menyediakan
kekuatan kerja/kerajinannya (pasal 1619 KUH Perdata).65
Menurut kepustakaan, maatschap ini bersifat 2 (dua)
muka, yaitu dapat untuk kegiatan komersial atau dapat pula
untuk kegiatan non komersial, termasuk dalam hal ini untuk
pesekutuan-persekutuan menjalankan profesi. 66
Dalam praktek
dewasa ini yang paling banyak dipakai bentuk Matschaap justru
untuk non profit kegiatan profesi, misalnya; persekutuan diantara
para lawyer atau akuntan yang biasa dikenal sebagai “associates”
atau “Partner” (rekan) atau “Compagnon” yang disingkat “Co”.
Sementara menurut revisi Uniform Partnership Act (UPA) th.
1994, definisi persekutuan : “A Partnership is an association of
two or more persons to carry on as co-owners a business for
profit”. Dapat diuraikan Persekutuan adalah suatu asosiasi dari
dua orang atau lebih, menangani bisnis dan untuk keuntungan 67.
Maatschap ini merupakan bentuk kerjasama yang paling
sederhana, oleh karena tidak ada penetapan jumlah modal
tertentu yang harus disetor, bahkan dapat diperbolehkan pula
seorang anggota hanya menyumbangkan tenaga saja. Selain itu
lapangan pekerjaannya tidak dibatasi sesuatu hal tertentu,
65
CST. Kansil, 1985, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 3.
66
Rudhi Prasetya, 2004, Maatschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 4-5.
67
Melvin Aron Eisenberg, 1994, Corporations And Business Associations, uniform
Partnership Act (UPA), America, hal.42.
sehingga bentuk ini kiranya dapatlah dipakai juga untuk
melakukan perdagangan.68
Apabila dicermati pengertian persekutuan seperti yang
diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
tampak bahwa pendirian persekutuan perdata dapat dilakukan
secara lisan atau tertulis. Demikian juga halnya bila dicermati
dalam Pasal 1624 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat
diketahui bahwa persekutuan perdata berdiri sejak adanya
kesepakatan di antara para pendiri atau saat berdirinya ditentukan
dalam anggaran dasar persekutuan. Namun demikian, jika hendak
mendirikan persekutuan perdata ada syarat yang harus dipenuhi,
yakni:
a. Tidak dilarang oleh undang-undang;
b. Tidak bertentangan dengan tata susila atau ketertiban
umum;
c. Tujuannya
adalah
kepentingan
bersama,
untuk
mencari keuntungan.
Mengenai tanggung jawab dari sekutu para Maatschap
diatur dalam pasal 1642 sampai dengan pasal 1645 KUH Perdata.
Mengenai pertanggungjawaban ini sebelumnya ditekankan disini
bahwa karena Maatschap bukan badan hukum, maka secara
68
CST. Kansil, 1979, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara
Baru, Jakarta, hal. 76.
umum Maatschap tidak pernah dapat dipertanggung jawabkan
terhadap pihak ketiga.69
Para sekutu Maatschap tidak dapat dipertanggungjawabkan seluruhnya untuk hutang-hutang maatschap, sedangkan
seorang sekutu tidak dapat melibatkan sekutu lain untuk ikut
memikul tanggung jawabnya, apabila untuk tindakan yang
dilakukannya itu tidak mendapat kuasa dari
pihak yang
bersangkutan (pasal 1642 KUH Perdata). Sekutu yang melakukan
tindakan itulah yang secara penuh bertanggung jawab. 70
2.2.3. Persekutuan Firma (Fa)
Keberadaan Badan Usaha Firma (Fa) diatur dalam pasal
16 – pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH
Dagang). Secara sederhana pengertian Firma dijabarkan dalam
pasal 16 KUH dagang. Firma adalah tiap-tiap persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan
nama bersama.
Dikatakan persekutuan, karena dalam Firma pengusaha/
anggotanya merupakan
sekutu (partner) yang terdiri lebih dari
satu orang untuk bekerjasama melakukan kegiatan
Firma (Fa)
69
adalah
tiap
persekutuan
usaha.
yang didirikan untuk
Achmad Ichsan, 1986, Dunia Usaha Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal, 292.
70
Ibid.
mejalankan
perusahaan
dibawah
satu
nama
bersama
dan
bertanggung jawab secara tanggung (secara renteng).
Dengan memperhatikan ketentuan pasal 22 dan pasal
23 KUHD,
tidak
mendirikan
Firma.
dituntut
Untuk
harus
bentuk
mendirikan
tertentu
sebuah
Firma
dalam
bisa
dibuat dengan akta notaris, akta dibawah tangan, dan bahkan
secara lisan. Dalam praktek, pendirian Firma selalu dibuat
dengan akta autentik (dengan akta notaris). Akta pendirian Firma
tersebut didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan
diumumkan
dalam
Berita
Negara. Apabila pembuatan akta,
pendaftaran, dan penumuman selesai dilakukan, maka Firma
tersebut telah sah berdiri dan dapat melakukan kegiatan
bisnisnya.
Berdasarkan pasal 18 KUH Dagang, masing-masing
sekutu tersebut berkewajiban menanggung seluruh perbuatan
hukum yang dilakukan oleh sekutu lainnya secara tanggung
menanggung atau secara tanggung renteng. Tanggung renteng
tersebut tidak terbatas hanya pada kekayaan dari para sekutu
yang dikontribusikan (diinbrengkan atau dimasukkan) ke dalam
Firma, juga termasuk
harta pribadi yang berada diluar
persekutuan.71
71
Irma Devita Purnamasari, Op.Cit, hal. 18.
Terkait dengan tanggung jawab renteng dari para sekutu
Firma tersebut, maka dapat dilihat dari hubungan sekutu dengan
pihak ketiga. Setiap anggota atau sekutu Firma dapat melakukan
perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan
atas nama perusahaan (perseroan) tanpa perlu adanya surat kuasa
khusus dari sekutu lainnya. Misalnya Firma (Fa) Mukti yang
sekutunya terdiri dari Adam, Jodi dan Sony, semuanya dapat
bertindak keluar untuk dan atas nama perusahaan. Apabila
seorang saja misalnya Adam bertindak keluar maka secara
hukum juga mengikat Jodi dan Sony. Dalam hal pihak ketiga
dirugikan, maka ia dapat menggugat Adam, Jodi dan Sony baik
secara
sendiri-sendiri
atau
ketiganya
bersama-sama
di
Pengadilan. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung
jawab renteng atau tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang
dapat digugat tidak terbatas pada harta kekayaan perusahaan
(firma) saja, tetapi meliputi juga harta pribadi dari masingmasing sekutu.
2.2.4. Persekutuan Komanditer (CV)
Menurut ketentuan pasal 19 KUH Dagang disebutkan
bahwa persekutuan komanditer (CV) adalah persekutuan untuk
menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk oleh beberapa
orang sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggung
jawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau
lebih sekutu sebagai pelepas uang pada pihak lainnya.
Pada CV ada yang namanya sekutu pelepas uang atau
sekutu pasif (sekutu komanditer) dan sekutu aktif atau sekutu
pengurus (sekutu komplementer). Alam pikiran yang mendasari
pembentukan persekutuan komdanditer (CV) ialah adanya
seorang atau lebih yang mepercayakan uang atau barang lainnya
untuk dipergunakan dalam suatu perusahaan kepada seorang atau
lebih yang menjalankan
perusahaannya atau pembiayaan
bersama. 72
Orang yang mempercayakan untuk menyerahkan uang
atau barang lainnya itu disebut dengan “sekutu komanditer”,
sedangkan orang yang menerima kepercayaan untuk menjalankan
pengurusan perusahaan disebut dengan sekutu “komplementer”.
Jadi, sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan
uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan dalam persekutuan
tetapi dia sendiri tidak campur tangan dalam pengurusan
pesekutuan. Dengan demikian, seorang sekutu komanditer dapat
disamakan dengan seorang penitip modal pada suatu perusahaan,
untuk itu ia akan menerima hasil.
Sementara sekutu komplementer adalah sekutu yang
bekerja (sekutu pengurus), dialah yang menggerakkan modal
72
Tukirin Sy. Sastroresono, Op.Cit,. hal. 7.24 – 7.25.
tersebut. Sekutu komplementer itu adalah sekutu yang mengurus
persekutuan. Dalam hal ini perlu diketahui, baik sekutu
komanditer
maupun
sekutu
komplimenter
sama-sama
menyetorkan sejumlah uang atau barang sebagai pemasukan pada
persekutuan, dengan tanggung jawab bersama (untung rugi
dipikul bersama).
Pengaturan masalah CV ini berada di dalam pengaturan
masalah Firma, sebab pada dasarnya CV. juga merupakan Firma
dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada
adanya sekutu komanditer yang tidak terdapat dalam firma.
Secara khusus CV. diatur dalam pasal 19, 20, dan 21 KUHD.
Disamping ketentuan khusus tersebut berlaku pula ketentuan
umum yang terdapat dalam KUH Perdata.
KUHD
tidak
mengatur
secara
khusus
bagaimana
prosedur mendirikan CV. Sama seperti Firma. Untuk mendirikan
CV dapat dilakukan dengan lisan, dengan akta dibawah tangan,
atau dengan akta notaris. Dalam praktek CV. umumnya
dibuat/didirikan dengan akta notaris.
Akta pendirian
atau
perjanjian pendirian CV. tersebut kemudian didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam berita
negara melalui percetakan negara di Jakarta.
Seperti sudah dijelaskan dimuka, bahwa dalam CV.
terdapat dua jenis sekutu yaitu sekutu aktif (komplementer) dan
sekutu pasif (komanditer). Sekutu aktif disamping menanamkan
modal ke dalam perusahaan juga bertugas mengurus perasahaan,
sedangkan sekutu pasif hanya memasukkan modal saja, dan tidak
ikut melakukan pengurusan perusahaan. Apabila CV mempunyai
banyak utang sehingga jatuh pailit, dan apabila kemudian harta
CV. tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utang tersebut,
maka sekutu aktif bertanggung jawab tidak saja terbatas pada
kekayaan CV. saja tetapi juga kekayaan pribadi sekutu dapat
dilibatkan. Tanggung jawab seperti ini sama dengan tanggung
jawab sekutu pada sekutu Firma. Sedangkan sekutu positif
(sekutu komanditer) hanya bertanggung jawab terbatas pada
pemasukan (modal) yang dimasukkannya saja.
2.2.5. Perseroan Terbatas (PT)
Dalam kegiatan ekonomi atau hukum dagang dikenal
adanya sebuah PT yang merupakan singkatan Perseroan Terbatas,
yaitu salah satu bentuk perusahaan disamping bentuk-bentuk
lainnya
seperti
sebenarnya
Firma,
berasal
CV,
dari
dan
bentuk
Koperasi.73 Bentuk
perusahaan
Belanda
PT.
NV
(Naamloze Venootschap) 74
PT. merupakan badan hukum Indonesia yang didirikan
berdasarkan
73
Peraturan
Perundang-Undangan
yang
berlaku,
I.G. Rai Widjaja, 1994, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 1.
74
Sudargo Gautama et.al., 1991, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai
Negara yang Penting Bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 83.
dengan memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang,75 dalam hal ini adalah UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Menurut
pendapat
dari
H.
Rochmat
Soemitro
memberikan pengertian tentang Perseroan Terbatas (PT) sebagai
berikut :
a.
b.
c.
d.
Persekutuan (persetujuan antara dua orang atau lebih untuk
menyerahkan atau memusatkan sesuatu, barang, uang atau
tenaga dengan maksud untuk mengusahakan itu dan
membagi keuntungan yang didapatnya)
Dengan modal peseroan yang tertentu yang terbati atas
saham-saham.
Para pesero ikut serta dalam modal itu dengan mengambil
satu saham atau lebih.
Melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibawah nama yang
sama, dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas
pada modal yang mereka setorkan. 76
Dalam ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PT. diberikan
pengertian sebagai berikut : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya
disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang serta peraturan perlaksanaannya.
75
76
I.G. Rai Widjaja, Loc.Cit.
H. Rochmat Soemitro, 1983, Penuntun Perseroan Terbatas dengan
Undang-Undang Pajak Perseroan, PT. Eresco, Jakarta, hal. 6
Dari definisi tentang PT sebagaimana disampaikan di
atas bahwa PT adalah merupakan badan hukum. PT berbeda
dengan CV dan Firma yang bukan merupakan badan hukum.
Sebagai badan hukum dalam PT ada pemisahan kekayaan antara
milik perusahaan dengan milik pribadi pengusaha. Sebagai badan
hukum PT wajib mendapatkan pengesahan dari pemerintah,
dalam hal ini Menteri Kehakiman. Bentuk usaha yang bukan
badan hukum tidak memiliki kewajiban yang demikian.
Bila Perseroan Terbatas sudah menjadi badan hukum,
maka keberadaan Perseroan Terbatas (PT) dalam lalu lintas
hukum diakui sebagai subyek hukum, artinya PT dapat menuntut
dan dituntut dimuka pengadilan (Persona Standi Injudicio). 77
Mengenai Perseroan Terbatas ini pada awalnya diatur
dalam pasal 36 – 56 KUH Dagang. Pengaturan PT yang hanya
dalam 20 pasal tersebut tentunya tidak dapat memenuhi tuntutan
atau menampung berbagai aspek PT yang sudah semakin
berkembang dengan pesat, terlebih-lebih bila dikaitkan pada era
perdagangan bebas. Dengan latar belakang seperti itu maka
dikeluarkanlah UU.PT No. 1 Tahun 1995 untuk mengganti
ketentuan tentang PT sebagaimana termuat dalam KUHD
tersebut. Selanjutnya karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
77
Chidir Ali, 1982, Yurisprudensi Hukum Dagang, Alumni, Bandung, hal. 310.
hukum dan kebutuhan masyarakat, maka kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Untuk mendirikan PT harus melalui beberapa tahapan
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang PT (UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007). Adapun tahapan dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan Akta Pendirian PT. Dengan Akta Notaris.
Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan
Akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia (pasal 7
ayat (1)). Yang dimaksud dengan orang disini adalah orang
perseorangan atau badan hukum. 78
Perseroan Terbatas (PT) harus didirikan dengan Akta
Notaris dengan ancaman tidak sah kalau tidak demikian.
Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka perseroan yang telah
didirikan tidak akan mendapat pengesahan dari Menteri
Kehakiman dan tidak dianggap sebagai badan hukum. 79
Dalam undang-undang PT ini berlaku prinsip bahwa
pada dasarnya sebagai badan hukum perseroan dibentuk
berdasarkan perjanjian, dan oleh karena itu mempunyai lebih
dari satu pemegang saham. Para pendiri yang terdiri dari dua
78
I.G. Rai Widjaya, 2003, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,
Megapoin, Jakarta, hal. 14.
79
H. Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan
Wakaf, PT. Eresco, Bandung, hal. 6.
orang atau lebih datang kepada Notaris untuk dibuatkan akta
pendirian PT. Akta pendirian yang pada dasarnya merupakan
perjanjian antara para
pendiri
PT tersebut
dituangkan dalam format khusus yang telah
untuk itu.
kemudian
disediakan
Akta pendirian PT dimaksud juga memuat
anggaran dasar dari PT tersebut.
2. Pengesahan dari Menteri Kehakiman.
Akta pendirian PT yang telah dibuat oleh Notaris
tersebut kemudian dikirimkan ke Jakarta untuk mendapatkan
pengesahan
dari
Menteri
Kehakiman
dalam
rangka
memperoleh status Badan Hukum. Status badan hukum
tersebut baru diperoleh setelah adanya pengesahan dari
Menteri (Pasal 7 ayat 4 UU PT.). Ketentuan pasal 10 UUPT
menegaskan bahwa Menteri Kehakiman akan memberikan
pengesahan dalam jangka waktu paling lama 60 hari setelah
diterimanya permohonan pengesahan PT lengkap dcngan
lampiran-lampirannya.
Begitu
pula
sebaiknya
apabila
permohonan tersebut ditolak, Menteri Kehakiman akan
memberitahukan kepada pemohon secara tertulis alasanalasan penolakan tersebut.
3. Pendaftaran
Akta pendirian yang berisikan anggaran dasar PT
secara
lengkap
beserta
SK
pengesahan
dari
Menteri
Kehakiman kemudian didaftarkan dalam daftar perusahaan
sesuai dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan.
Merupakan kewajiban Direksi untuk mendaftarkan
dalam Daftar Perusahaan atas akta pendirian PT yang sudah
memperoleh pengesahan dari Menteri.80
Kewajiban untuk
melakukan pendaftaran tersebut dibebankan oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 1982.81
4. Pengumuman.
Selain pendaftaran, akta pendirian PT yang sudah
memperoleh pengesahan selanjutnya diumumkan. Menteri
mengumumkan dalam
Tambahan Berita Negera Republik
Indonesia (TBNI) akta pendirian perseroan beserta keputusan
menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4).
Apabila
tahapan
terakhir
ini
telah
dilakukan,
maka
selanjutnya PT tersebut sudah dapat menjalankan kegiatannya
secara sah.
Selanjutnya mengenai tanggung jawab PT dapat
dilihat dari kata terbatas dari Perseroan Terbatas itu. Katakata terbatas dalam PT menunjukkan bahwa tanggung jawab
pengusaha (pemegang saham) terbatas sebesar saham yang
telah dimasukkannya saja. Ketentuan tanggung jawab terbatas
80
Normin S. Pakpahan, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia, Yayasan
Pengembangan Hukum Ekonomi, Jakarta, hal. 13.
81
Achmad Yani & Gunawan Widjaja, 2000, Perseroan Terbatas, PT. Raja
Grafindo Pesada, Jakarta, hal. 19.
tersebut diatas terdapat dalam pasal 3(1) UUPT yang
berbunyi sebagai berikut : “Pemegang saham perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama peseroan dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian perseroan melebihi nilai saham yang dimiliki.
Sistem tanggung jawab terbatas dimaksud menurut
pasal 3 (2) UUPT tidak berlaku apabila :
a.
b.
c.
d.
Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum
atau tidak dipenuhi.
Pemegang
saham
yang
bersangkutan
baik
langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.
Temegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan,
atau
Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan
kekayaan
perseroan
yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi hutang perseroan.
Menyadari adanya potensi penyalahgunaan prinsip
pertanggung
jawaban
terbatas
pada
PT
serta
untuk
melindungi kreditur, maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang PT tetap mengakui adanya tanggung jawab
terbatas sebagaimana ditentukan
pengecualian
tertentu
bahwa
pasal 3 ayat (1) dengan
tanggung
pemegang saham dapat ditiadakan82
82
Normin S. Pakpahan, Op.Cit, hal. 10
jawab
terbatas
Dengan hilangnya tanggung jawab terbatas pemegang
saham, maka kreditur yang menjadi korban dapat menuntut
harta kekayaan pribadi pemegang saham dan tidak lagi
terbatas hanya semata-mata dari harta kekayaan “legal entity”
yang bersangkutan.83 Inilah
prinsip yang dikenal dengan
“menyingkap tabir perseroan” (piercing the corporate veil)
sebagaimana ditentukan pasal 3 ayat (2) UU PT.
Penerapan
sebenarnya
prinsip
tidaklah
Piercing
mudah
dan
the
corporate
sederhana
veil
karena
memerlukan pembuktian yang dalam pada kasus-kasus
tertentu.84 Pembuktian sangat penting untuk menentukan luas
lingkup dan batas-batas tanggung jawab pemegang saham
pada PT.
2.2.6. Perusahaan Negara (Badan Usaha Milik Negara)
Selain bentuk-bentuk perusahaan sebagaimana telah
dikemukakan di atas, maka ada pula yang namanya bentuk
usaha negara atau perusahaan negara atau yang dikenal dengan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Ketentuan pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar
hukum yang dijadikan landasan pemikiran keterlibatan negara
83
Chatamarrasjid Ais, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal
Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.8.
84
Asrul Sani, 1995, Litigasi Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas,
Makalah pada Konferensi Perkembangan Akhir Undang-Undang Perseroan
Terbatas, Jakarta, 27 – 28 September 1995, hal. 12-13.
dibidang ekonomi. Pola keterlibatan itu diwujudkan oleh
pemerintah dengan membentuk perusahaan negara atau dalam
format selanjutnya disebut Badan Usaha Milik Negara. 85
Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah
sebagai berikut : Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya
disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan.
Bila dilihat ketentuan pasal 1 angka 2 dan angka 4
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 dan 2 bentuk
perusahaannegara (BUMN), yaitu BUMN yang berbentuk
Persero dan BUMN yang berbentuk Perum. Kedua bentuk
BUMN tersebut dapat kiranya diberikan penjelasan sebagai
berikut :
1.
2.
85
Persero (Perusahaan Persero), yang selanjutnya disebut
Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas
yang modalnya terbagi dalam saham atau seluruh atau
paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan.
Perum (Perusahaan Umum), yang selanjutnya disebut
Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki
Himawan Estu Bagijo, 2000 Posisi Hukum BUMN Persero Pasca
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Artikel pada Majalah Yuridika Vol. 15
No.5 September-Oktober 2000, hal. 44.
negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Perusahaan Negara adalah suatu subyek hukum yang
merupakan
badan
hukum
(rechtspersoon). 86
Didirikannya
BUMN sebagai unit ekonomi negara
karena didorong oleh rasa tanggung jawab dan kewajiban
pemerintah untuk menumbuhkan dan mengembangkan
sektor perekonomian rakyat. Sebagai lokomotif baru
dalam perekonomian nasional BUMN diharapkan dapat
berperan lebih aktif sesuai dengan misi dan tujuan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.87
Disamping itu, dengan adanya BUMN diharapkan dapat
memberikan manfaat berupa pemasukan keuntungan bagi
negara dalam memperkuat dan meningkatkan APBN.
2.2.7. Perusahaan/Usaha Koperasi.
Usaha Koperasi adalah badan hukum,88 sebagaimana
juga ditegaskan dalam Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun
1992) tentang Perkoperasian. Menurut pasal 1 angka 1
Koperasi diberikan pengertian sebagai berikut :
Koperasi tidak bisa disamakan dengan jenis atau
bentuk perusahaan/usaha lainnya seperti Firma, CV, atau PT.89
Koperasi mempunyai karakter tersendiri bila dibandingkan
dengan bentuk usaha lainnya. Koperasi mempunyai arti
86
L.J. Van Apeldoorn, 1993, Terjemahan Octarid Sadino, Pengantar Ilmu
Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 191.
87
Aminuddin, 2000, Kerangka Dasar dan Arah Privatisasi BUMN, Artikel
pada Majalah Yuridika, vol. 15 No. 6, September 2000, hal. 421.
88
R. Susanto, 1982, Hukum Dagang dan Koperasi di Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 101.
89
Iting Partadireja, 1978, Pengetahuan & Hukum Dagang, Erlangga, Surabaya, hal. 60.
bekerjasama. Adanya kerjasama dimaksud untuk mencapai
tujuan kesejahteraan bersama anggota.
Menurut Butterworths berpendapat ; “That currents of
ideas and beliefs are instruments of power”. Ide dan
kepercayaan adalah instrumen dari kekuatan 90.
Dari definisi Koperasi sebagaimana tercantum dalam
undang-undang
koperasi,
terdapat
koperasi
yang
para
anggotanya terdiri dari orang seorang yang disebut Koperasi
Primer dan Koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum
koperasi yang disebut Koperasi Sekunder (Pasal 1 angka 3 dan
4 UU No. 25 Tahun 1992).
Untuk
mendirikan
Koperasi
Primer
dibutuhkan
sekurang-kurangnya 20 orang anggota, dan untuk mendirikan
Koperasi Sekunder sekurang-kurangnya harus terdapat 3 buah
koperasi. Apabila persyaratan itu telah dipenuhi, maka
dilanjutkan
dengan
pembuatan
akta
pendirian
yang
didalamnya berisikan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga koperasi. Langkah-langkah pembuatan akta pendirian
koperasi antara lain ;
1. Dibentuk Tim sebagai perumus dan pendiri koperasi.
2. Tim pendiri memohon diadakan penyuluhan koperasi,
kepada
Kantor
Dinas
koperasi
Propinsi.
Kab./Kota/
Provinsi.
90
Butterworths,1984, The Sociology of Law an Introduction, Roger Cotterrell LLM,
MSC (SOC), Quceen Mary College, University of London, hal.145.
3. Berdasarkan permohonan dari Tim pendiri, Dinas koperasi
datang mengadakan penyuluhan berkaitan dengan koperasi.
4. Calon Pengurus didiklat terlebih dahulu.
5. Tim
membentuk
Pengurus,
dan
Pengawas,
yang
akan
melanjutkan dan membuat konsep Akta pendiri yang memuat
AD & ART.
6. Pengurus mengajukan Akta pendirian kedinas koperasi, perihal
pengesahan akta pendiri (rangkap 3).
7. Dinas koperasi meneruskan konsep akta pendiri tersebut ke
Notaris (Notaris yang telah diangkat dan bersertifikasi).
8. Notaris memperoses akta pendirian koperasi tersebut.
9. Notaris memanggil pengurus dan pengawas, berkaitan dengan
pembuatan akta pendiri koperasi, hingga akta tersebut selesai.
10. Dinas koperasi menerima akta dari notaris dan melanjutkan
akta tersebut ke Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri untuk
pengesahannya.
11. Sambil menunggu akta, Pengurus mengurus Ijin Usaha, TDP,
NPWP dan yang lainnya yang berkaitan dengan koperasi.
12. Dinas Koperasi memanggil pengurus koperasi, agar dapat
menunjukkan
Ijin-ijin seperti ijin usaha, TDP, NPWP dll.
Sesuai dengan persyaratannya, jika telah terpenuhi oleh
pengurus maka Pemerintah menyerahkan akta yang sah.
Download