BAB II TINJAUAN TENTANG PERUSAHAAN DAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN (BADAN USAHA) 2.1. Pengertian dan Syarat-syarat Perusahaan. Manusia sebagai makhluk sosial (Zoon Politikon) yang hidup bermasyarakat selalu melakukan interaksi memenuhi kepentingan baik secara perseorangan maupun kolektif 46 . Kepentingan dimaksud meliputi berbagai bidang, termasuk diantaranya dibidang ekonomi, khsusunya bidang aktivitas dunia usaha/perusahaan. Kegiatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi baik orang perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan-badan usaha baik yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum.47 Kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan dimaksud harus dilakukan (1) secara terus menerus, (2) secara terang-terangan dalam pengertian sah (bukan illegal), (3) kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan. Pengertian Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus 46 47 Ade Maman Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 17 . Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, hal. 4. dirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam Wilayah Negara Indonesia dengan tujuan memperoleh ke Untungan / Laba 48. Sebelum istilah “Perusahaan” dahulu dikenal dengan istilah “Pedagang”. Untuk itu, maka akan diuraikan secara sepintas tentang sejarah perkembangan dari istilah pedagang dan perusahaan itu, sebelum memahami secara lebih dalam tentang berbagai aspek yang menyangkut perusahaan. Sebelum dicabut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Kophandel) dikenal istilah “Pedagang” dan “Perbuatan Dagang” yang diatur pada pasal 2 sampai dengan pasal 5 KUH Dagang, akan tetapi sejak tahun 1938 dicabut berdasarkan Stb. 1938 No.276 tanggal 17 Juli 1938.49 Dengan dicabutnya pasal 2 sampai dengan pasal 5 KUH Dagang, maka muncul istilah “Perusahaan” dalam KUH Dagang. Hal ini dapat ditemui dalam pasal 6, pasal 16 dan pasal 36 KUH Dagang sebagai berikut : Pasal 6 : Setiap orang yang menjalan perusahaan wajib membuat pembukuan ….. Pasal 16 : Firma adalah badan usaha yang menjalankan perusahaan….. Pasal 36 : Tujuan perseroan diambil dari tujuan perusahaan ….. Dari istilah perusahaan tersebut di atas hanya saja tidak ada rumusan yang jelas mengenai pengertian perusahaan. Untuk itu, 48 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Perinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,Edisi Revisi, Rajawali Pers, 2005. Hal. 34. 49 Sentosa Sembiring, 2001, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 5. mengenai pengertian perusahaan dibiarkan berkembang menurut pandangan dari para sarjana. Ada beberapa pendapat yang memberikan pengertian tentang perusahaan sebagai berikut : 1. 2. 3. Menurut Pemerintah Belanda, yang pada waktu itu membacakan “memorie van toelichting” rencana undang-undang di muka Parlemen, menerangkan bahwa yang disebut "perusahaan" ialah keseluruhan perbuatan, yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba (bagi diri sendiri); Menurut Prof, Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghisilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Di sini Molengraaff memandang perusahaan dari sudut "ekonomi", Menurut Polak, baru ada perusahaan, bila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Di sini Polak memandang perusahaan dari sudut "komersiil". Sudut pandangan ini adalah sama dengan Molengraaff, tetapi unsur pengertian perusahaan adalah lain. Pengertian perusahaan menurut Molengraaff mempunyai enam unsur, sedang menurut Polak cukup dua unsur.50 Berkaitan dengan pengertian perusahaan ada dua aliran yang berbeda, pertama; yaitu membedakan pengertian “Perusahaan” dan “Badan Usaha” sedangkan yang kedua; Aliran yang tidak membedakan seperti tersebut, artinya tidak membedakan Perusahaan dengan Badan Usaha .51 Bagi mereka yang menganut aliran pertama, maka hadan usaha adalah suatu organisasi yang dengan mempergunakan faktor-faktor produksi berusaha mencari laba. Sedang perusahaan adalah tempat 50 Purwosutjipto, HMN, 1991, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1 Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, hal. 15-16. 51 Wasis, 1986, Pengatu Ekonomi Perusahaan, Alumni Bandung, hal. 4. dimana faktor-faktor prosuksi tersebut dipadukan dengan mana dapat diprodusir hasil atau jasa. Dengan membedakan pengertian badan usaha dan perusahaan, maka usaha tanpa perusahaan orang dan beranggapan atau ada usaha. Badan usaha tanpa perusahaan bahwa perusahaan ada badan tanpa badan berarti hanya ada organisasi formil, tetapi tidak melakukan kegiatan yang produktif dan dengan demikian usaha untuk mencari laba tidak dijalankan. Sebaliknya perusahaan tanpa badan usaha berarti ada kegiatan produktif, tetapi tidak ada organisasi yang menentukan kebijakan (policy), dan yang mengaturnya. 52 Pendapat yang kedua tidak membedakan dua pengertian seperti pada pendapat yang pertama. Pcrusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang bertujuan mencari laba dengan mempergunakan faktor-faktor produksi menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan masyarakat. Adalah bukan perusahaan kalau organisasi itu tidak mempunyai tujuan mencari laba. Laba tidak mungkin dapat direalisir tanpa kegiatankegiatan produktif pada satu tempat dimana faktor-faktor produksi secara bersama-sama difungsikan. Kegiatan produktif tanpa faktorfaktor produksi yang diorganisir untuk keperluan itu adalah mustahil. Perusahaan adalah merupakan unit, satu kesataun. Perusahaan dibentuk untuk memperoleh laba, dapat diperoleh dengan jalan memprodusir barang atau jasa untuk keperluan masyarakat, pendapat tersebut juga 52 hal. 72. Komarudin, Ekonomi Perusahaan dan Manajemen, Alumni, Bandung, diungkapkan oleh John A. Shubin, yaitu "A firm is an ownership organization which combines the factors of production in a 'plant' for the purpose of producing goods or services and selling them at a profit" 53 Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi pemilikan yang menggabungkan faktor-faktor produksi didalam suatu tempat dengan maksud memprodusir barang atau jasa dan menjualnya dengan laba.54 Perkataan 'plant' dalam definisi diatas berarti 'physical unit seperti pabrik, toko, bengkel dan yang lainnya. Ditempat itu kegiatan produksi dijalankan. Di sini orgnisasi dipisahkan antara tempat kegiatan produktif dengan tempat tata usaha atau kegiatan administratif dijalankan. Tetapi tidak dibedakan antara badan usaha dengan perusahaan. Menurut hemat penulis, pendapat yang kedua lebih realistis, mendekati kenyataan dan perkembangannya saat ini. Dalam praktek para ahli ketika menyebut perusahaan adalah sama dengan badan usaha. Dewasa ini seperti pendapat pertama makin lama makin kabur, dan kelihatannya tidak rasional, jika ditilik dari tujuan perusahaan mencari laba. Suatu organisasi dapat disebut perusahaan apabila organisasi tersebut memenuhi syarat-syarat tertentu, itu untuk menguatkan 53 John A. Shubin, 1968, Business Management, Barnes and Woble, Inc, New York, hal. 12. 54 Wasis, Op.Cit, hal. 5. pendapat yang tidak membedakan antara “Badan Usaha” dan “Perusahaan” ; 1. Untuk dapat disebut perusahaan maka organisasi itu harus bertujuan mencari laba. Profit motive. Jika organisasi itu tidak bertujuan mencari laba maka organisasi itu bukan perusahaan. 2. Tujuan mencari laba itu bukan hanya untuk satu dua kali atau secara insidentil saja, akan tetapi secara terus- menerus, secara kontinyu, secara berkesinambungan. 3. Tujuan mencari laba secara terus-menerus itu diusahakan melalui organisasi faktor-faktor produksi, dalam organisasi tersebut diperhatikan proportionalitet atau perbandingan kwantitatif dari faktor-faktor produksi yang diusahakan dengan kemampuan managerial yang scbaik-baiknya. 4. Ketiga hal tersebut diatas harus dijalankan pada suatu tempat yang jelas. Artinya bahwa organisasi itu mempunyai tempat kedudukan secara geografis. jelas lokasinya. Adalah bukan perusahaan apabila tidak mempunyai alamat lokasi secara geografis, Perusahaan harus nyata .55 Empat hal seperti disebutkan diatas merupakan syarat yang mutlak perlu apabila organisasi itu akan dinamakan suatu perusahaan. Keempat-empatnya harus ada dan tidak boleh kurang. Misalnya rumah sakit adalah organisasi yang diadakan secara terus-menerus, ada organisational skills dan tempat kedudukannya, akan tetapi rumah sakit tidak mencari laba, oleh sebab itu ia bukan perusahaan. 2.2. Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) Kegiatan ekonomi sebagaimana telah diutarakan pada uraian sebelumnya dilakuan oleh para pelaku ekonomi, oleh subyek pribadi ataupun badan hukum (publik maupun privat), dan bahkan oleh 55 Wasis, Op.Cit. hal. 6 gabungan/kelompok orang yang bukan badan hukum. Jadi dapat dikatakan bahwa pelaku ekonomi adalah mereka yang menjalankan perusahaan dalam pengertian melaukan kegiatan yang terus-menerus secara terang-terangan dalam rangka mencari keuntungan. Secara teoritis badan usaha dapat digoloongkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : 1. Badan usaha yang bukan badan hukum 2. Badan usaha yang berbentuk badan hukum. 56 Apa yang dimaksud dengan badan hukum, undang-undang sendiri tidak memberikan pengertian tentang badan hukum. Dalam pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya disebutkan jenis perkumpulan badan hukum, yaitu ; 1. Yang diadakan oleh kekuasaan umum 2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum 3. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan. 57 Badan hukum disebut juga corporate. dan istilah corporate dimaksudkan adalah suatu badan hukum; yaitu sekumpulan manusia yang menurut hukum terikat mempunyai tujuan yang sama, atau berdasarkan sejarah menjadi bersatu, yang memperlihatkan sebagai 56 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 50. 57 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 17. subjek hukum tersendiri dan oleh hukum dianggap sebagai suatu kesatuan…. 58 Penggunaan istilah badan hukum (rechthspersoon; legal entity) sebagai subyek hukum semata-mata untuk membedakan dengan manusia (naturlijke persoon) sebagai subyek hukum. 59 Mengingat rumusan badan hukum tidak ditemui dalam undangundang, maka para ahli hukum mencoba membuat kriteria, badan usaha yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum jika memiliki unsurunsur; 1. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan pemilik usaha. 2. Mempunyai tujuan tertentu 3. Mempunyai kepentingan sendiri 4. Adanya organisasi teratur. 60 Jika tidak memenuhi unsur-unsur tersebut diatas, maka suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum. Berikut ini akan diuraikan badan usaha yang tidak termasuk dalam kelompok badan hukum sebagai berikut : 58 H.E. Algra et.al., 1983, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal BelandaIndonesia, Bina Cipta, Bandung, hal. 83 59 Ali Rido, 1986, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Bagi Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, hal. 1-9 60 Ibid. hal. 20. 2.2.1. Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD) Usaha Dagang (UD) ada juga yang menyebutnya dengan Perusahaan Dagang (PD). Beberapa pihak memberikan pengertian Usaha Dagang (UD)/ Perusahaan Dagang (PD) sebagai berikut : 1. Irma Devita Purnamasari; Usaha Dagang adalah suatu badan usaha yang dijalankan secara mandiri oleh satu orang saja dan tidak memerlukan partner dalam berusaha. Kalaupun ada yang membantu usaha tersebut, kedudukannya tidak sama dengan pemilik UD. Jadi orang yang membantu itu tidak memiliki UD, tetapi hanya bertindak sebagai karyawan atau bawahan UD.61 2. Sentosa Sembiring Perusahaan Dagang (PD) adalah perusahaan perseorangan yang dilakukan oleh seorang pengusaha. Perusahaan Dagang dapat dikelola oleh satu orang atau lebih, modal milik sendiri. Perusahaan Dagang belum diatur khusus dalam undang-undang, tetapi dalam praktek diterima sebagai pelaku usaha.62 Usaha Dagang (UD) adalah merupakan bentuk usaha yang paling sederhana dan sudah umum ditemui didalam praktek bisnis. Usaha Dagang ini dimiliki oleh satu orang sebagai pengusahanya, dengan modal sendiri dengan melakukan kegiatan usaha guna memperoleh laba atau keuntungan. Dalam aktivitas atau dalam perusahaan perseorangan/Usaha Dagang, operasional sebuah sering melibatkan orang-orang, baik sebagai pekerja/buruh atau pembantu dalam 61 Irma Devita Purnamasari, 2010, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Mendirikan BAdan Usaha, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hal. 5. 62 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 18. perusahaan, sedangkan pemilik atau pengusaha tetap tunggal (hanya satu perusahaan orang). Pemilik bertanggung jawab, menanggung resiko dan menikmati keuntungan sendiri, sebaliknya orang-orang seperti pekerja/buruh adalah merupakan orang yang bekerja di bawah pimpinan pemilik dengan menerima upah. Bila dilihat dari segi pengaturannya, tidak ada pengaturan secara resmi dalam bentuk perundang-undangan tentang Usaha Dagang (UD) ini. Namun demikian dalam praktek bisnis UD ini eksistensinya diakui masyarakat. Mengingat belum diatur dalam undang-undang, maka baginya berlaku hukum kebiasaan dan jurisprudensi. Mengingat belum diatur dalam undang-undang, maka untuk mendirikan UD. tidak ada diharuskan adanya bentuk tertentu. Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada pelaku bisnis (pengusaha) untuk menentukannya sendiri, apakah secara lisan, tertulis, dengan akta dibawah tangan, atau dengan akta notaris. Dari hasil penelitian HMN Purwosutjipto, dalam praktek pendirian Usaha Dagang dilakukan sebagai berikut : 1. Pengusaha atau kuasanya datang ke Kantor Notaris untuk dibuatkan akta pendirian perusahaan/usaha dagang, yang pokok-pokok isinya ditetapkan oleh pengusaha yang bersangkutan. 2. Akta pendirian tersebut tidak perlu didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri. 3. Pengusaha minta izin usaha kepada Kepala Kantor Wilayah Perdagangan setempat. 4. Pengusaha minta izin tempat usaha kepada Pemerintah Daerah setempat 5. Bila dipandang perlu, pengusaha mengusahakan izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan, yang dapat dimintakan kepada Pemerintah setempat. 6. Surat-surat lain, bila diperlukan. Hal ini tergantung kepada keadaan setempat, dan jenis barang yang diperdagangkan63 Pengusaha yang mendirikan Usaha Dagang bertanggung jawab secara pribadi dan sepenuhnya terhadap risiko usaha dan terhadap para kreditur perusahaan. Tanggungjawab pribadi terhadap segala perikatan perusahaan tersebut melihat dengan seluruh harta kekayaan (hak milik) yang ada pada pengusaha tersebut. Disini tidak ada pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan. Dalam hal ini berlaku ketentuan pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi : “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perorangan” Konsekuensinya, apabila harta kekayaan perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajibannya kepada para anggota, maka harta kekayaan pribadi pengusaha tersebut dapat ikut 63 dilibatkan. Dalam hal ini tanggung jawab dari Tukirin Sy. Sastroresono, 1987, Materi Pokok Hukum Dagang dan Hukum Perdata, Karunika, Jakarta, hal. 7.3-7.4. pengusaha/pemilik Usaha Dagang adalah penuh terhadap pihak ketiga. 2.2.2. Persekutuan Perdata (Maatschap) Keberadaan Persekutuan Perdata sebagai badan usaha diatur dalam Pasal 1618 - Pasal 1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apa yang dimaksud dengan Persekutuan Perdata? Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana 2 (dua) orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya. (lihat Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dari rumusan di atas dapat diketahui ciri-ciri Rersekutuan Perdata yaitu adanya: a. Perjanjian antara 2 (dua) orang itau lebih; b. Memasukkan sesuatu (inbreng); c. Tujuannya membagi keuntungan atau kemanfaatan.64 Dalam bentuk perusahaan Matschap ini terdapat beberapa orang yang mengadakan perjanjian akan berusaha bersama-sama guna memperoleh keuntungan benda, dan untuk mencapai tujuan itu mereka masing-masing berjanji akan 64 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal. 19. menyerahkan uang atau barang-barang atau menyediakan kekuatan kerja/kerajinannya (pasal 1619 KUH Perdata).65 Menurut kepustakaan, maatschap ini bersifat 2 (dua) muka, yaitu dapat untuk kegiatan komersial atau dapat pula untuk kegiatan non komersial, termasuk dalam hal ini untuk pesekutuan-persekutuan menjalankan profesi. 66 Dalam praktek dewasa ini yang paling banyak dipakai bentuk Matschaap justru untuk non profit kegiatan profesi, misalnya; persekutuan diantara para lawyer atau akuntan yang biasa dikenal sebagai “associates” atau “Partner” (rekan) atau “Compagnon” yang disingkat “Co”. Sementara menurut revisi Uniform Partnership Act (UPA) th. 1994, definisi persekutuan : “A Partnership is an association of two or more persons to carry on as co-owners a business for profit”. Dapat diuraikan Persekutuan adalah suatu asosiasi dari dua orang atau lebih, menangani bisnis dan untuk keuntungan 67. Maatschap ini merupakan bentuk kerjasama yang paling sederhana, oleh karena tidak ada penetapan jumlah modal tertentu yang harus disetor, bahkan dapat diperbolehkan pula seorang anggota hanya menyumbangkan tenaga saja. Selain itu lapangan pekerjaannya tidak dibatasi sesuatu hal tertentu, 65 CST. Kansil, 1985, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 3. 66 Rudhi Prasetya, 2004, Maatschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 4-5. 67 Melvin Aron Eisenberg, 1994, Corporations And Business Associations, uniform Partnership Act (UPA), America, hal.42. sehingga bentuk ini kiranya dapatlah dipakai juga untuk melakukan perdagangan.68 Apabila dicermati pengertian persekutuan seperti yang diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pendirian persekutuan perdata dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Demikian juga halnya bila dicermati dalam Pasal 1624 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa persekutuan perdata berdiri sejak adanya kesepakatan di antara para pendiri atau saat berdirinya ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan. Namun demikian, jika hendak mendirikan persekutuan perdata ada syarat yang harus dipenuhi, yakni: a. Tidak dilarang oleh undang-undang; b. Tidak bertentangan dengan tata susila atau ketertiban umum; c. Tujuannya adalah kepentingan bersama, untuk mencari keuntungan. Mengenai tanggung jawab dari sekutu para Maatschap diatur dalam pasal 1642 sampai dengan pasal 1645 KUH Perdata. Mengenai pertanggungjawaban ini sebelumnya ditekankan disini bahwa karena Maatschap bukan badan hukum, maka secara 68 CST. Kansil, 1979, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, hal. 76. umum Maatschap tidak pernah dapat dipertanggung jawabkan terhadap pihak ketiga.69 Para sekutu Maatschap tidak dapat dipertanggungjawabkan seluruhnya untuk hutang-hutang maatschap, sedangkan seorang sekutu tidak dapat melibatkan sekutu lain untuk ikut memikul tanggung jawabnya, apabila untuk tindakan yang dilakukannya itu tidak mendapat kuasa dari pihak yang bersangkutan (pasal 1642 KUH Perdata). Sekutu yang melakukan tindakan itulah yang secara penuh bertanggung jawab. 70 2.2.3. Persekutuan Firma (Fa) Keberadaan Badan Usaha Firma (Fa) diatur dalam pasal 16 – pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang). Secara sederhana pengertian Firma dijabarkan dalam pasal 16 KUH dagang. Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Dikatakan persekutuan, karena dalam Firma pengusaha/ anggotanya merupakan sekutu (partner) yang terdiri lebih dari satu orang untuk bekerjasama melakukan kegiatan Firma (Fa) 69 adalah tiap persekutuan usaha. yang didirikan untuk Achmad Ichsan, 1986, Dunia Usaha Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, hal, 292. 70 Ibid. mejalankan perusahaan dibawah satu nama bersama dan bertanggung jawab secara tanggung (secara renteng). Dengan memperhatikan ketentuan pasal 22 dan pasal 23 KUHD, tidak mendirikan Firma. dituntut Untuk harus bentuk mendirikan tertentu sebuah Firma dalam bisa dibuat dengan akta notaris, akta dibawah tangan, dan bahkan secara lisan. Dalam praktek, pendirian Firma selalu dibuat dengan akta autentik (dengan akta notaris). Akta pendirian Firma tersebut didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan penumuman selesai dilakukan, maka Firma tersebut telah sah berdiri dan dapat melakukan kegiatan bisnisnya. Berdasarkan pasal 18 KUH Dagang, masing-masing sekutu tersebut berkewajiban menanggung seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekutu lainnya secara tanggung menanggung atau secara tanggung renteng. Tanggung renteng tersebut tidak terbatas hanya pada kekayaan dari para sekutu yang dikontribusikan (diinbrengkan atau dimasukkan) ke dalam Firma, juga termasuk harta pribadi yang berada diluar persekutuan.71 71 Irma Devita Purnamasari, Op.Cit, hal. 18. Terkait dengan tanggung jawab renteng dari para sekutu Firma tersebut, maka dapat dilihat dari hubungan sekutu dengan pihak ketiga. Setiap anggota atau sekutu Firma dapat melakukan perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama perusahaan (perseroan) tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya. Misalnya Firma (Fa) Mukti yang sekutunya terdiri dari Adam, Jodi dan Sony, semuanya dapat bertindak keluar untuk dan atas nama perusahaan. Apabila seorang saja misalnya Adam bertindak keluar maka secara hukum juga mengikat Jodi dan Sony. Dalam hal pihak ketiga dirugikan, maka ia dapat menggugat Adam, Jodi dan Sony baik secara sendiri-sendiri atau ketiganya bersama-sama di Pengadilan. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas pada harta kekayaan perusahaan (firma) saja, tetapi meliputi juga harta pribadi dari masingmasing sekutu. 2.2.4. Persekutuan Komanditer (CV) Menurut ketentuan pasal 19 KUH Dagang disebutkan bahwa persekutuan komanditer (CV) adalah persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk oleh beberapa orang sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sekutu sebagai pelepas uang pada pihak lainnya. Pada CV ada yang namanya sekutu pelepas uang atau sekutu pasif (sekutu komanditer) dan sekutu aktif atau sekutu pengurus (sekutu komplementer). Alam pikiran yang mendasari pembentukan persekutuan komdanditer (CV) ialah adanya seorang atau lebih yang mepercayakan uang atau barang lainnya untuk dipergunakan dalam suatu perusahaan kepada seorang atau lebih yang menjalankan perusahaannya atau pembiayaan bersama. 72 Orang yang mempercayakan untuk menyerahkan uang atau barang lainnya itu disebut dengan “sekutu komanditer”, sedangkan orang yang menerima kepercayaan untuk menjalankan pengurusan perusahaan disebut dengan sekutu “komplementer”. Jadi, sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan dalam persekutuan tetapi dia sendiri tidak campur tangan dalam pengurusan pesekutuan. Dengan demikian, seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan seorang penitip modal pada suatu perusahaan, untuk itu ia akan menerima hasil. Sementara sekutu komplementer adalah sekutu yang bekerja (sekutu pengurus), dialah yang menggerakkan modal 72 Tukirin Sy. Sastroresono, Op.Cit,. hal. 7.24 – 7.25. tersebut. Sekutu komplementer itu adalah sekutu yang mengurus persekutuan. Dalam hal ini perlu diketahui, baik sekutu komanditer maupun sekutu komplimenter sama-sama menyetorkan sejumlah uang atau barang sebagai pemasukan pada persekutuan, dengan tanggung jawab bersama (untung rugi dipikul bersama). Pengaturan masalah CV ini berada di dalam pengaturan masalah Firma, sebab pada dasarnya CV. juga merupakan Firma dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada adanya sekutu komanditer yang tidak terdapat dalam firma. Secara khusus CV. diatur dalam pasal 19, 20, dan 21 KUHD. Disamping ketentuan khusus tersebut berlaku pula ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata. KUHD tidak mengatur secara khusus bagaimana prosedur mendirikan CV. Sama seperti Firma. Untuk mendirikan CV dapat dilakukan dengan lisan, dengan akta dibawah tangan, atau dengan akta notaris. Dalam praktek CV. umumnya dibuat/didirikan dengan akta notaris. Akta pendirian atau perjanjian pendirian CV. tersebut kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam berita negara melalui percetakan negara di Jakarta. Seperti sudah dijelaskan dimuka, bahwa dalam CV. terdapat dua jenis sekutu yaitu sekutu aktif (komplementer) dan sekutu pasif (komanditer). Sekutu aktif disamping menanamkan modal ke dalam perusahaan juga bertugas mengurus perasahaan, sedangkan sekutu pasif hanya memasukkan modal saja, dan tidak ikut melakukan pengurusan perusahaan. Apabila CV mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan apabila kemudian harta CV. tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utang tersebut, maka sekutu aktif bertanggung jawab tidak saja terbatas pada kekayaan CV. saja tetapi juga kekayaan pribadi sekutu dapat dilibatkan. Tanggung jawab seperti ini sama dengan tanggung jawab sekutu pada sekutu Firma. Sedangkan sekutu positif (sekutu komanditer) hanya bertanggung jawab terbatas pada pemasukan (modal) yang dimasukkannya saja. 2.2.5. Perseroan Terbatas (PT) Dalam kegiatan ekonomi atau hukum dagang dikenal adanya sebuah PT yang merupakan singkatan Perseroan Terbatas, yaitu salah satu bentuk perusahaan disamping bentuk-bentuk lainnya seperti sebenarnya Firma, berasal CV, dari dan bentuk Koperasi.73 Bentuk perusahaan Belanda PT. NV (Naamloze Venootschap) 74 PT. merupakan badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan 73 Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, I.G. Rai Widjaja, 1994, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 1. 74 Sudargo Gautama et.al., 1991, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting Bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 83. dengan memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang,75 dalam hal ini adalah UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut pendapat dari H. Rochmat Soemitro memberikan pengertian tentang Perseroan Terbatas (PT) sebagai berikut : a. b. c. d. Persekutuan (persetujuan antara dua orang atau lebih untuk menyerahkan atau memusatkan sesuatu, barang, uang atau tenaga dengan maksud untuk mengusahakan itu dan membagi keuntungan yang didapatnya) Dengan modal peseroan yang tertentu yang terbati atas saham-saham. Para pesero ikut serta dalam modal itu dengan mengambil satu saham atau lebih. Melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibawah nama yang sama, dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan. 76 Dalam ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PT. diberikan pengertian sebagai berikut : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan perlaksanaannya. 75 76 I.G. Rai Widjaja, Loc.Cit. H. Rochmat Soemitro, 1983, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, PT. Eresco, Jakarta, hal. 6 Dari definisi tentang PT sebagaimana disampaikan di atas bahwa PT adalah merupakan badan hukum. PT berbeda dengan CV dan Firma yang bukan merupakan badan hukum. Sebagai badan hukum dalam PT ada pemisahan kekayaan antara milik perusahaan dengan milik pribadi pengusaha. Sebagai badan hukum PT wajib mendapatkan pengesahan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman. Bentuk usaha yang bukan badan hukum tidak memiliki kewajiban yang demikian. Bila Perseroan Terbatas sudah menjadi badan hukum, maka keberadaan Perseroan Terbatas (PT) dalam lalu lintas hukum diakui sebagai subyek hukum, artinya PT dapat menuntut dan dituntut dimuka pengadilan (Persona Standi Injudicio). 77 Mengenai Perseroan Terbatas ini pada awalnya diatur dalam pasal 36 – 56 KUH Dagang. Pengaturan PT yang hanya dalam 20 pasal tersebut tentunya tidak dapat memenuhi tuntutan atau menampung berbagai aspek PT yang sudah semakin berkembang dengan pesat, terlebih-lebih bila dikaitkan pada era perdagangan bebas. Dengan latar belakang seperti itu maka dikeluarkanlah UU.PT No. 1 Tahun 1995 untuk mengganti ketentuan tentang PT sebagaimana termuat dalam KUHD tersebut. Selanjutnya karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan 77 Chidir Ali, 1982, Yurisprudensi Hukum Dagang, Alumni, Bandung, hal. 310. hukum dan kebutuhan masyarakat, maka kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Untuk mendirikan PT harus melalui beberapa tahapan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang PT (UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007). Adapun tahapan dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan Akta Pendirian PT. Dengan Akta Notaris. Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan Akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia (pasal 7 ayat (1)). Yang dimaksud dengan orang disini adalah orang perseorangan atau badan hukum. 78 Perseroan Terbatas (PT) harus didirikan dengan Akta Notaris dengan ancaman tidak sah kalau tidak demikian. Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka perseroan yang telah didirikan tidak akan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan tidak dianggap sebagai badan hukum. 79 Dalam undang-undang PT ini berlaku prinsip bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan oleh karena itu mempunyai lebih dari satu pemegang saham. Para pendiri yang terdiri dari dua 78 I.G. Rai Widjaya, 2003, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, hal. 14. 79 H. Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT. Eresco, Bandung, hal. 6. orang atau lebih datang kepada Notaris untuk dibuatkan akta pendirian PT. Akta pendirian yang pada dasarnya merupakan perjanjian antara para pendiri PT tersebut dituangkan dalam format khusus yang telah untuk itu. kemudian disediakan Akta pendirian PT dimaksud juga memuat anggaran dasar dari PT tersebut. 2. Pengesahan dari Menteri Kehakiman. Akta pendirian PT yang telah dibuat oleh Notaris tersebut kemudian dikirimkan ke Jakarta untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dalam rangka memperoleh status Badan Hukum. Status badan hukum tersebut baru diperoleh setelah adanya pengesahan dari Menteri (Pasal 7 ayat 4 UU PT.). Ketentuan pasal 10 UUPT menegaskan bahwa Menteri Kehakiman akan memberikan pengesahan dalam jangka waktu paling lama 60 hari setelah diterimanya permohonan pengesahan PT lengkap dcngan lampiran-lampirannya. Begitu pula sebaiknya apabila permohonan tersebut ditolak, Menteri Kehakiman akan memberitahukan kepada pemohon secara tertulis alasanalasan penolakan tersebut. 3. Pendaftaran Akta pendirian yang berisikan anggaran dasar PT secara lengkap beserta SK pengesahan dari Menteri Kehakiman kemudian didaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Merupakan kewajiban Direksi untuk mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan atas akta pendirian PT yang sudah memperoleh pengesahan dari Menteri.80 Kewajiban untuk melakukan pendaftaran tersebut dibebankan oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 1982.81 4. Pengumuman. Selain pendaftaran, akta pendirian PT yang sudah memperoleh pengesahan selanjutnya diumumkan. Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negera Republik Indonesia (TBNI) akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4). Apabila tahapan terakhir ini telah dilakukan, maka selanjutnya PT tersebut sudah dapat menjalankan kegiatannya secara sah. Selanjutnya mengenai tanggung jawab PT dapat dilihat dari kata terbatas dari Perseroan Terbatas itu. Katakata terbatas dalam PT menunjukkan bahwa tanggung jawab pengusaha (pemegang saham) terbatas sebesar saham yang telah dimasukkannya saja. Ketentuan tanggung jawab terbatas 80 Normin S. Pakpahan, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia, Yayasan Pengembangan Hukum Ekonomi, Jakarta, hal. 13. 81 Achmad Yani & Gunawan Widjaja, 2000, Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Pesada, Jakarta, hal. 19. tersebut diatas terdapat dalam pasal 3(1) UUPT yang berbunyi sebagai berikut : “Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama peseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang dimiliki. Sistem tanggung jawab terbatas dimaksud menurut pasal 3 (2) UUPT tidak berlaku apabila : a. b. c. d. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak dipenuhi. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi. Temegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan, atau Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan. Menyadari adanya potensi penyalahgunaan prinsip pertanggung jawaban terbatas pada PT serta untuk melindungi kreditur, maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT tetap mengakui adanya tanggung jawab terbatas sebagaimana ditentukan pengecualian tertentu bahwa pasal 3 ayat (1) dengan tanggung pemegang saham dapat ditiadakan82 82 Normin S. Pakpahan, Op.Cit, hal. 10 jawab terbatas Dengan hilangnya tanggung jawab terbatas pemegang saham, maka kreditur yang menjadi korban dapat menuntut harta kekayaan pribadi pemegang saham dan tidak lagi terbatas hanya semata-mata dari harta kekayaan “legal entity” yang bersangkutan.83 Inilah prinsip yang dikenal dengan “menyingkap tabir perseroan” (piercing the corporate veil) sebagaimana ditentukan pasal 3 ayat (2) UU PT. Penerapan sebenarnya prinsip tidaklah Piercing mudah dan the corporate sederhana veil karena memerlukan pembuktian yang dalam pada kasus-kasus tertentu.84 Pembuktian sangat penting untuk menentukan luas lingkup dan batas-batas tanggung jawab pemegang saham pada PT. 2.2.6. Perusahaan Negara (Badan Usaha Milik Negara) Selain bentuk-bentuk perusahaan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka ada pula yang namanya bentuk usaha negara atau perusahaan negara atau yang dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ketentuan pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar hukum yang dijadikan landasan pemikiran keterlibatan negara 83 Chatamarrasjid Ais, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.8. 84 Asrul Sani, 1995, Litigasi Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Makalah pada Konferensi Perkembangan Akhir Undang-Undang Perseroan Terbatas, Jakarta, 27 – 28 September 1995, hal. 12-13. dibidang ekonomi. Pola keterlibatan itu diwujudkan oleh pemerintah dengan membentuk perusahaan negara atau dalam format selanjutnya disebut Badan Usaha Milik Negara. 85 Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah sebagai berikut : Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Bila dilihat ketentuan pasal 1 angka 2 dan angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 dan 2 bentuk perusahaannegara (BUMN), yaitu BUMN yang berbentuk Persero dan BUMN yang berbentuk Perum. Kedua bentuk BUMN tersebut dapat kiranya diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. 2. 85 Persero (Perusahaan Persero), yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham atau seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Perum (Perusahaan Umum), yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Himawan Estu Bagijo, 2000 Posisi Hukum BUMN Persero Pasca Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Artikel pada Majalah Yuridika Vol. 15 No.5 September-Oktober 2000, hal. 44. negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Perusahaan Negara adalah suatu subyek hukum yang merupakan badan hukum (rechtspersoon). 86 Didirikannya BUMN sebagai unit ekonomi negara karena didorong oleh rasa tanggung jawab dan kewajiban pemerintah untuk menumbuhkan dan mengembangkan sektor perekonomian rakyat. Sebagai lokomotif baru dalam perekonomian nasional BUMN diharapkan dapat berperan lebih aktif sesuai dengan misi dan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.87 Disamping itu, dengan adanya BUMN diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pemasukan keuntungan bagi negara dalam memperkuat dan meningkatkan APBN. 2.2.7. Perusahaan/Usaha Koperasi. Usaha Koperasi adalah badan hukum,88 sebagaimana juga ditegaskan dalam Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun 1992) tentang Perkoperasian. Menurut pasal 1 angka 1 Koperasi diberikan pengertian sebagai berikut : Koperasi tidak bisa disamakan dengan jenis atau bentuk perusahaan/usaha lainnya seperti Firma, CV, atau PT.89 Koperasi mempunyai karakter tersendiri bila dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya. Koperasi mempunyai arti 86 L.J. Van Apeldoorn, 1993, Terjemahan Octarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 191. 87 Aminuddin, 2000, Kerangka Dasar dan Arah Privatisasi BUMN, Artikel pada Majalah Yuridika, vol. 15 No. 6, September 2000, hal. 421. 88 R. Susanto, 1982, Hukum Dagang dan Koperasi di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 101. 89 Iting Partadireja, 1978, Pengetahuan & Hukum Dagang, Erlangga, Surabaya, hal. 60. bekerjasama. Adanya kerjasama dimaksud untuk mencapai tujuan kesejahteraan bersama anggota. Menurut Butterworths berpendapat ; “That currents of ideas and beliefs are instruments of power”. Ide dan kepercayaan adalah instrumen dari kekuatan 90. Dari definisi Koperasi sebagaimana tercantum dalam undang-undang koperasi, terdapat koperasi yang para anggotanya terdiri dari orang seorang yang disebut Koperasi Primer dan Koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi yang disebut Koperasi Sekunder (Pasal 1 angka 3 dan 4 UU No. 25 Tahun 1992). Untuk mendirikan Koperasi Primer dibutuhkan sekurang-kurangnya 20 orang anggota, dan untuk mendirikan Koperasi Sekunder sekurang-kurangnya harus terdapat 3 buah koperasi. Apabila persyaratan itu telah dipenuhi, maka dilanjutkan dengan pembuatan akta pendirian yang didalamnya berisikan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi. Langkah-langkah pembuatan akta pendirian koperasi antara lain ; 1. Dibentuk Tim sebagai perumus dan pendiri koperasi. 2. Tim pendiri memohon diadakan penyuluhan koperasi, kepada Kantor Dinas koperasi Propinsi. Kab./Kota/ Provinsi. 90 Butterworths,1984, The Sociology of Law an Introduction, Roger Cotterrell LLM, MSC (SOC), Quceen Mary College, University of London, hal.145. 3. Berdasarkan permohonan dari Tim pendiri, Dinas koperasi datang mengadakan penyuluhan berkaitan dengan koperasi. 4. Calon Pengurus didiklat terlebih dahulu. 5. Tim membentuk Pengurus, dan Pengawas, yang akan melanjutkan dan membuat konsep Akta pendiri yang memuat AD & ART. 6. Pengurus mengajukan Akta pendirian kedinas koperasi, perihal pengesahan akta pendiri (rangkap 3). 7. Dinas koperasi meneruskan konsep akta pendiri tersebut ke Notaris (Notaris yang telah diangkat dan bersertifikasi). 8. Notaris memperoses akta pendirian koperasi tersebut. 9. Notaris memanggil pengurus dan pengawas, berkaitan dengan pembuatan akta pendiri koperasi, hingga akta tersebut selesai. 10. Dinas koperasi menerima akta dari notaris dan melanjutkan akta tersebut ke Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri untuk pengesahannya. 11. Sambil menunggu akta, Pengurus mengurus Ijin Usaha, TDP, NPWP dan yang lainnya yang berkaitan dengan koperasi. 12. Dinas Koperasi memanggil pengurus koperasi, agar dapat menunjukkan Ijin-ijin seperti ijin usaha, TDP, NPWP dll. Sesuai dengan persyaratannya, jika telah terpenuhi oleh pengurus maka Pemerintah menyerahkan akta yang sah.