1 BAB II LANDASAN TEORI 1 2 I. Tinjauan Umum 2.1 Kondisi

advertisement
8
BAB II
LANDASAN TEORI
I.
Tinjauan Umum
2.1
Kondisi Kesenian di Jakarta
Jakarta sebagai ibukota negara, dengan kondisi masyarakat yang beraneka
ragam mempunyai banyak seniman-seniman muda yang berbakat dan mereka
sebagian besar ditunjang oleh latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dalam
bidangnya. Pendidikan kesenian tersebut diperoleh lewat yayasan-yayasan musik,
pendidikan tari, sampai akhirnya terbentuk Dewan Kesenian Jakarta.
Dengan adanya fasilitas-fasilitas kesenian tersebut maka Jakarta kini sudah
menjadi Pusat Kesenian Nasional. Dengan merancang program yang teratur maka
prestasi kesenian serta tingkat apresiasi masyarakat terhadap nilai seni tari akan dapat
meningkatkan pendapatan devisa negara secara bertahap.
Meningkatnya arus wisatawan baik domestik maupun luar negri, juga adanya
program pemerintah di bidang kebudayaan, dapat disajikan modal untuk
meningkatkan kegiatan kesenian di Indonesia. Disamping untuk memperkenalkan
hasil budaya bangsa kepada wisatawan, kegiatan tersebut juga akan meningkatkan
mutu kesenian tari dan para senimannya di Jakarta.
2.2
Sarana Kesenian Yang Ada di Jakarta
Sarana kesenian yang ada berfungsi sebagai wadah bagi kegiatan-kegiatan
kesenian seniman dan budayawan guna memelihara dan mengembangkan berbagai
kesenian baik seni tradisional, modern, maupun kontemporer.
1. Taman Ismail Marzuki
Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki yang populer disebut Taman
Ismail Marzuki (TIM) merupakan sebuah pusat kesenian dan kebudayaan. Di sini
terletak Institut Kesenian Jakarta, Planetarium Jakarta, dan Gedung Teater Jakarta.
Selain itu, TIM juga memiliki enam teater modern, balai pameran, galeri, gedung
arsip, dan bioskop. Taman Ismail Marzuki mempunyai beberapa wadah untuk seni
pertunjukan yaitu :
a. Teater Besar (Grand Teater)
9
Ruang pertunjukan yang berada di dalam Gedung Teater Jakarta ini
mempunyai kapasitas 1200 penonton. Dilengkapi dengan mesin hidrolik untuk
efek pertunjukan. Efek visual dan sound yang modern melengkapi ruang teater
besar. Selain itu, di belakang panggung dilengkapi dengan 10 ruang ganti artis
dengan toilet, wardrobe, dan make up station.
b. Graha Bhakti Budaya
Graha Bhakti Budaya (GBB) adalah Gedung Pertunjukan yang besar,
mempunyai kapasitas 800 kursi, 600 kursi berada di bawah dan 200 kursi di
balkon. Panggung GBB berukuran 15x10x6m. Gedung ini dapat dipergunakan
untuk gedung pertunjukan konser musik, teater baik tradisional maupun
modern, tari, film, dan dilengkapi dengan tata cahaya, sound sistem akustik,
serta pendingin ruangan.
c. Galeri Cipta II dan Galeri Cipta III
Galeri Cipta II adalah ruang pameran yang lebih besar dari Galeri Cipta III.
Kedua ruang tersebut dapat dipergunakan untuk pameran seni lukis, seni
patung, diskusi dan seminar, dan pemutaran film pendek. Gedung ini dapat
memuat sekitar 80 lukisan dan 20 patung serta dilengkapi dengan pendingin
ruangan, tata cahaya khusus, tata suara serta panel yang dapat dipindahpindahkan.
d. Teater Kecil/Teater Studio
Merupakan ruang pertunjukan yang dipersiapkan untuk 200-300 orang. Berada
di dalam Gedung Teater Jakarta satu bangunan dengan Teater Besar. Ruang
pertunjukan ini mempunyai banyak fungsi seperti seni pertunjukan teater,
musik, pembacaan puisi, seminar,dll. Teater Kecil mempunyai ukuran
panggung 10x5x6m. Gedung ini juga dilengkapi sistem akustik, tata cahaya
dan pendingin ruangan.
e. Teater Halaman (Studio Pertunjukan Seni)
Dipersiapkan untuk pertunjukan seni eksperimen bagi seniman muda teater
dan puisi, mempunyai kapasitas penonton yang fleksibel.
f. Plaza dan Halaman
TIM mempunyai areal parkir yang cukup luas yang merupakan lahan serba
guna dan dapat dipergunakan untuk berbagai pertunjukkan kesenian open air.
10
2. Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta hanya mempunyai satu wadah yang dapat menampung
seni pertunjukan yaitu ruang auditorium dengan kapasitas 440 penonton, yang
dapat menampung segala jenis seni pertunjukan (multi purpose). Sebagai sebuah
tempat pertunjukan seni, Gedung Kesenian Jakarta memiliki fasilitas yang bagus
dan memadai, di antaranya ruang pertunjukan berukuran 24x17.5 meter, panggung
berukuran 10,75x14x17 meter, peralatan tata cahaya, kamera (CCTV) di setiap
ruangan, TV monitor, ruang foyer berukuran 5,80 x 24 meter, serta fasilitas
outdoor berupa electric billboard untuk keperluan publikasinya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Kesenian_Jakarta;
internet
accessed
8
Maret 2013)
3. Teater Salihara
Teater Salihara adalah satu-satunya teater blackbox yang ada di Indonesia.
Dengan kapasitas ruangan 200 penonton, akustik teater blackbox yang baik,
menjadi membuatnya istimewa. Pengaturan kursi dan panggung lebih fleksibel.
Dengan berbagai formasi, tetap dapat mencapai akustik yang maksimal. Empat
sisi dindingnya berlapis bata yang di cat hitam. Dari bagian tengah ke bawah, bata
ditumpuk biasa, mulai dari tengah ke atas, terlihat susunan bata yang berputar
perlahan hingga mencapai sudut 90 derajat. Susunan bata inilah yang
memaksimalkan akustik ruangan. (Majalah Idea,2012)
2.3
Pagelaran
Pagelaran adalah suatu kegiatan dalam rangka mempertunjukkan karya seni
kepada orang lain (masyarakat umum) agar mendapat tanggapan dan penilaian.
Pergelaran adalah bentuk komunikasi antara pencipta seni (apresian) dan penikmat
seni (apresiator). Dalam arti bahwa, para seniman menciptakan karya seni bertujuan
untuk mengaktualisasi seni yang diciptakan, sedangkan bagi penikmat seni dapat
menjadi bahan apresiasi.
Kegiatan pagelaran merupakan suatu kegiatan dalam rangka membentuk
pengalaman dari kreativitas, kemampuan musikal, tanggung jawab, pengenalan jati
diri terutama dalam hal karya seni. Bentuk pagelaran dapat disajikan secara
bermacam-macam. Penyajian pagelaran tunggal disebut solo, penyajian pagelaran
secara berkelompok dapat disebut ensambel. Dalam ensambel itu sendiri dapat
disesuaikan dari jumlah penyaji. Dua orang penyaji dalam pagelaran disebut duet, tiga
11
orang penyaji disebut trio, empat orang penyaji disebut kwartet, lima orang penyaji
disebut kwintet dan seterusnya, sedangkan penyaji yang tampil dalam jumlah besar
bisa disebut group. Pagelaran dapat berhasil dengan baik apabila mendapat persiapan
yang matang. Untuk dapat mencapai keberhasilan yang optimal maka diperlukan
adanya suatu persiapan yang meliputi:
1. Pembentukan panitia.
2. Melakukan audisi untuk pementasan.
3. Mengumpulkan crew dan pemain.
4. Menentukan tema.
5. Latihan intensif para pemain.
6. Menyusun proposal untuk pendanaan.
7. Penjadwalan pagelaran.
8. Menyusun tempat, dekorasi, dan perlengkapan.
9. Penampilan karya seni kelompok maupun individu.
(http://lirikindonesia-lirikku.blogspot.com/2010/06/pengertian-pagelaran-pagelaranadalah.html; internet accessed 18 Februari 2013)
2.3.1 Definisi Pagelaran atau Teater
Teater adalah sesuatu yang relatif, suatu “permunculan”, suatu revolusi yang
terus menerus. “Theater is the gathering together of a group of people to witness a
planned performances. It is materially non-productive, its values being entirely
spritual and cultural” Teater adalah pertemuan dari sekelompok orang untuk
menyaksikan pertunjukan yang direncanakan. Ini adalah material non-produktif, nilainilainya seluruhnya untuk spritual dan budaya. (Burris Meyer, H& Cole E.C, Theater
and Auditoriums, Reinhold, New York, 1957)
2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pagelaran
Pagelaran mempunyai fungsi dan tujuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Manfaat yang langsung adalah sarana untuk berkreasi diri. Sedangkan
manfaat tidak langsungnya adalah dapat untuk mengembangkan dan menambah
kehalusan budi pekerti. Fungsi dan tujuan pagelaran secara umum adalah sebagai
berikut:
12
A. Fungsi Pagelaran
1. Sebagai sarana pengembangan bakat.
2. Sebagai media ekspresi.
3. Sebagai media apresiasi.
4. Sebagai media komunikasi.
B. Tujuan Pagelaran
1. Memberikan hiburan kepada masyarakat.
2. Menumbuhkan motivasi untuk berkarya.
3. Memperingati hari-hari besar
4. Melestarikan budaya.
5. Sebagai sarana apresiasi.
6. Untuk kegiatan amal/sosial.
(http://lirikindonesia-lirikku.blogspot.com/2010/06/pengertian-pagelaran-pagelaranadalah.html; internet accessed 18 Februari 2013)
2.3.3 Menyusun Pagelaran
Sebelum menyusun kegiatan pagelaran, terlebih dahulu adalah menentukan
tema. Penentuan tema bisa didasarkan pada jenis peristiwa monumental. Karena tema
adalah ide dasar pokok pagelaran, maka setidaknya sebelum mengadakan pagelaran,
perlu adanya analisa latar belakang terjadinya peristiwa yang dapat diangkat menjadi
tema dengan persyaratan seperti aktual, singkat dan jelas, dan waktunya terbatas.
Setelah tema terbentuk, kemudian menyusun proposal yang memiliki banyak
fungsi seperti, sumber pencarian dana/sponsor, pemahaman program dan rencana
pelaksanaan. Proposal itu sendiri memiliki arti sebagai rencana yang dituliskan dalam
bentuk rancangan kerja.
Tempat pagelaran dapat dilakukan didalam ruangan (indoor) maupun di luar
ruangan (out door). Kebutuhan tempat dapat disesuaikan dengan bentuk pagelaran.
Jika memang tempat pagelaran direncanakan untuk menampung penonton yang
banyak/ secara massal (bentuk konser), dapat dilakukan di luar ruangan. Sedangkan
jika memang penonton dibatasi dengan tiket maupun dengan undangan (musik
13
chamber
/
musik
kamar),
pagelaran
dapat
dilakukan
didalam
ruangan.
(http://lirikindonesia-lirikku.blogspot.com/2010/06/pengertian-pagelaran-pagelaranadalah.html; internet accessed 18 Februari 2013)
2.3.4 Gedung Pagelaran
Gedung pagelaran adalah suatu wadah penampungan dari suatu penyajian seni
pertunjukan kepada sekelompok penonton yang behasrat untuk memenuhi kebutuhan
jiwanya untuk menyaksikan suatu pertunjukan yang terencana dengan cara melihat
dan mendengarkan. Mencakup unsur-unsur pokok yaitu materi yang dipagelarkan,
mayarakat
yang
melakukan
kegiatan
penikmatan,
dan
pemain
yang
menyelenggarakan pagelaran. (Gho See Tjhiong,1990:27)
Beberapa definisi tentang gedung pagelaran atau teater :
1. Suatu struktur ruang luar untuk pertunjukan pada masa Yunani, meliputi :
Panggung dengan sebuah bangunan dan biasanya tingkatan-tingkatan tempat
duduk tak beratap berbentuk setengah lingkaran.
2. Sebuah bangunan untuk pertunjukan pada masa modern, terutama berupa :
Sebuah panggung dan flies (sebuah struktur menggantung di langit-langit),
dengan ruang ganti untuk pemain, dan auditorium yang seringkali dilengkapi
balkon dan box-box. (Wisnu Haryono,1997:7)
2.3.5 Jenis Gedung Pagelaran
Bangunan pertunjukan dapat dikelompokan kedalam beberapa kategori
berdasarkan bentuk, menurut kapasitasnya, menurut jenis panggungnya, menurut
fungsinya, dll. Disini akan dijabarkan secara singkat pembagian jenis bangunan
pertunjukan berdasar macam-macam kategori, yaitu :
a. Lokasi
Diuraikan berdasarkan area cakupan, jumlah populasi, dan tingkat aksesbilitas
menjadi :

Pusat Metropolitan.

Pusat Regional.

Town Center.

Neighbourhood Center.
14

Resor, Urban, Luar Kota (Rural), Tepi Laut.

Pusat Khusus (Specialist Center).

One-off Event.
b. Kepemilikan

Pemerintah Lokal.

Institusi Pendidikan.

Sektor Komersial.

Pihak Swasta.

Sektor Sukarelawan.

Organisasi Masyarakat.

Pihak atau Badan Lain.
c. Jenis Pertunjukan

Satu jenis pertunjukan utama : musik klasik, tari opera, musikal, jazz,
musik pop/rock, drama.

Kombinasi beberapa jenis pertunjukan atau digabungkan dengan olahraga,
seperti pada auditorium mulitipurpose.
d. Bentuk Auditorium

Format proscenium.

Format arena.

Format open-trust.

Format gabungan (multiform).

Format multiuse.
e. Kapasitas Tempat Duduk

Sangat Besar, kapasitas 1500 tempat duduk atau lebih.

Besar, kapasitas 900-1500 tempat duduk.

Sedang, Kapasitas 500-900 tempat duduk.

Kecil, Kapasitas dibawah 500 tempat duduk.

Area Terbuka
f. Peran Fasilitas

Markas suatu organisasi atau perusahaan profesional

Markas beberapa grup profesional

Untuk fasilitas lingkungkan sekitarnya
15

Untuk pengajaran

Untuk festival atau acara tertentu
g. Pilihan Produksi

Pertunjukan baru

Pertunjukan yang telah rutin (established work).

Pertunjukan ekspresimental.
h. Pola Pemakaian

Repetisi (berulang atau rutin).

Berulang dalam jangka waktu tertentu.

Musiman.

Acara sesekali.
i. Jenis dan Jumlah Penonton

Bebas untuk semua.

Terbatas untuk kalangan tertentu, seperti : anak-anak.

Ditujukan pada kalangan tertentu : klub, organisasi, karyawan perusahaan,
dll.
j. Kebijaksanaan Finansial

Mencari keuntungan.

Tidak mencari keuntungan (dengan atau tanpa subsidi).
k. Kebijaksanaan Bangunan

Permanen atau temporer.

Indoor atau outdoor.

Formal atau informal.

Tingkat adaptasi.

Standar bangunan umum.
l. Aktivitas Tambahan

Aktivitas yang dapat didukung auditorium, seperti : konferensi

Fasilitas umum lainnya : bar, restoran.

Fasilitas seni lainnya.

Fasilitas lainnya.

Fasilitas produksi.
m. Komplek Bangunan

Lebih dari 1 auditorium dan fasilitas pendukung.
16

Kompleks lebih besar, seperti instuisi pendidikan.
(Wisnu Haryono,1997:14-15)
2.3.6 Jenis Auditorium Menurut Fungsi
a. Auditorium Frontal Tetap

Tipe yang paling banyak digunakan

Tidak dapat berubah dengan mudah

Umum dipakai untuk proyek teater
b. Auditorium Frontal Semi Fleksibel

Dapat dirubah komposisi tempat duduknya,walaupun terbatas

Berbentuk amphiteater dengan galeri

Amphiteater terbagi dua : bagian depan dapat naik turun dan berubah
fungsi menjadi orchestra pit atau panggung tambahan.
c. Auditorium Konvertibel

Memiliki kemampuan berbagai macam konfigurasi auditorium dan
panggung, sesuai dengan pertunjukan
d. Auditorium Bebas

Tipe ini memberi kebebasan pada pemakai untuk mengatur sendiri
konfigurasi auditoriumnya.

Ditujukan bagi fasilitas auditorium sekolah.

Berupa ruang kosong.
e. Auditorium Multi Fungsi

Hampir sama dengan tipe auditorium semi-fleksibel, namun lebih
ditujukan pada fleksibilitas aktifitas dan fungsi, daripada fleksibilitas
tempat duduk.
f. Teater Outdoor

Bentuk menyerupai bentuk teater klasik.

Menyatukan penonton, pemain, dan alam lingkungan sekitar.
(Wisnu Haryono,1997:15-18)
2.3.7 Jenis Auditorium Menurut Susunan Teater
a. Auditorium Amphiteater
17
Gambar 2.1 Maison de la Culture – Le Harve, Perancis 1982 (Oscar Niemyer)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
b. Auditorium dengan Box-Box
Gambar 2.2 Performing Art Center – Ithaca, New York 1988
(James Stirling & Michael Wilford)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
18
c. Auditorium dengan Balkon
Gambar 2.3 Stadt Theater – Basel, Switzerland 1975
(Schwartz & Gutman)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
d. Auditorium Kembar
Gambar 2.4 Theater de Genevilliers – Genevilliers, Prancis 1986
(Claude Vasconi)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
2.3.8 Jenis Auditorium Menurut Hubungan Antara Penonton dan Area Pentas
Berdasar hubungan antara penonton dengan area pentasnya bentuk ruang pertunjukan
dibagi menjadi 7, yaitu :
19
a. Tipe Melingkar 360o
Dimana penonton mengelilingi panggung, tidak memerlukan penghanyatan yang
serius. Pentas dan penonton berada di satu ruang.
Sifat-sifatnya :

Komunikasi penonton dengan penonton dan pemain cukup erat.

Tidak dapat menggunakan dekor/latar belakang untuk menciptakan
suasana.

Kharisma pemain kurang baik.

Faktor akustik kurang merata.

Dapat memuat penonton dalam jumlah yang relatif banyak.

Persyaratan jarak pengelihatan baik.
Gambar 2.5 (360o)
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
b. Tipe Melingkar 210o-220o
Merupakan variasi dari tipe melingkar 360o , dimana pemain dapat ke arena pentas
tanpa melalui penonton.
Sifat-sifatnya :

Komunikasi penonton dengan pemain cukup erat.

Faktor akustik kurang merata.

Dapat memuat penonton dalam jumlah yang relatif banyak.

Persyaratan jarak penglihatan baik.
20
Gambar 2.6 (210-220o)
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
c. Tipe Melingkar 180o
Suatu pentas yang menjulur ke dalam arena auditorium. Dengan tempat duduk
yang disusun pada ketiga sisi dari bentuk ruang pamerannya. Sedang sisi keempat
digunakan untuk unsur-unsur tata seni rupa yang permanen atau latar belakang
arsitektural. Meskipun dalam perwujudan secara struktural dia dihubungkan
dengan pentas proscenium, tetapi perkembangan kronologisnya berasal dari
pentas arena.
Sifat-sifatnya :

Penonton dengan pemain berada di dalam suasana tempat yang sama,
sehingga menimbulkan kesan intim.

Persyaratan jarak penglihatan baik.

Penonton tidak dapat menikmati ekspresi pemain sepenuhnya, karena tidak
semua berhadapan muka dengan pemain.

Keluar masuk/naik turun pemain kurang mewujudkan kharisma dari
pemain.
21
Gambar 2.7 (180o)
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
d. Tipe Melingkar 90o
Di mana penonton menyaksikan pagelaran dalam satu arah di depan pertunjukan.
Luasan pentas kecil, sehingga ada ide untuk membuat yang lebih besar.
Sifat-sifatnya :

Ekspresi pemain terlihat dengan baik.

Panggung terlalu kecil sehingga kadang menyulitkan pemain.
Gambar 2.8 (90o)
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
e. Pentas Transverse
Merupakan perkembangan dan variasi dari tipe arena. Pentas membagi ruang
tersebut menjadi 2 bagian dengan penonton berada di kedua ujungnya menghadap
ke tengah ruang atau pentas.
Sifat-sifatnya :
22

Tidak dapat menggunakan latar belakang sebagai dekor.

Tidak dapat menyaksikan ekspresi pemain sepenuhnya karena pada
kondisi tertentu membelakangi penonton.

Faktor akustik kurang baik, karena sumber menghadap salah satu sisi
penonton.
Gambar 2.9 Transverse Stage
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
f. Pentas Proscenium
Pentas yang umum dalam teater konvensional, bisa dikenal sebagai teater dua
ruang. Penonton tersusun dalam jajaran yang menghadap suatu dinding yang
berongga seterusnya dapat melihat suatu ruang kedua yang berpentas. Kedua
ruang ini umumnya dipisahkan satu sama lain dengan sebuah relung proscenium
dan tirai layar. Dinding proscenium bertindak sebagai penutup bagi peralatan
pentas belakang, lampu dan penimbunan peralatan lain agar tidak terlihat dari
auditorium.
Sifat-sifatnya :

Meningkatkan pandangan ke panggung sehingga semua penonton dapat
melihat pertunjukan secara merata.

Melimitkan/membatasi orientasi pandangan (sudut kecil) dari pemain ke
penonton.

Mudah mengontrol pemain dari samping panggung.

Mudah dalam penyebaran suara sehubung dengan akustik, karena sumber
bunyi menghadap ke penonton.
23
Gambar 2.1.0 Proscenium
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
g. Pentas Space Stage
Dimana pentas mengelilingi sebagian bahkan semua penonton.
Sifat-sifatnya :

Karena luasnya panggung maka penonton tidak dapat menyaksikan
sepenuhnya, karena harus mengalihkan pandangan.

Sebagian penonton dikelilingi pentas, sehingga dapat menciptakan
keakraban.

Keluar masuknya pemain kurang mewujudkan kharisma pemain.

Faktor akustik kurang merata.

Jarak pandang baik.
(Gho See Tjhiong,1990:28-33)
Gambar 2.1.1 Space Stage
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
24
2.3.9 Menurut Bentuk Auditorium
Berdasar bentuk auditorium ruang pertunjukan dibagi menjadi 5, yaitu :
a. Proscenium Theaters

Jenis teater ini merupakan jenis teater masa lalu yang hingga saat ini menjadi
dasar bentuk dari teater modern.

Teater proscenium ialah teater dimana panggung pertunjukan menghadap
penonton pada satu sisinya.

Jenis teater ini memiliki hubungan yang kurang erat antara penonton dengan
pemainya.

Pada masa mendatang, jenis teater ini akan tetap menjadi dasar bentuk teater
modern.

Teater Proscenium merupakan bentuk teater yang fleksibel, karena dapat
mewadahin berbagai jenis pertunjukan.
Gambar 2.1.2 Bentuk Teater Menurut Auditorium (Proscenium Shape)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
b. Arena Theaters

Jenis teater arena adalah teater yang memiliki bentuk dan letak panggung
ditengah auditorium dan dikelilingi penonton.

Bentuk ini lebih murah dalam pelaksanaannya karena meniadakan bentuk
dekorasi latar belakang panggung.
25

Keterbatasan bentuk teater ini adalah : panggung dikelilingi penonton pada 4
sisinya, hal ini menuntut pola pertunjukan yang rumit. Kemudian sulitnya
penempatan dan pengaturan lampu panggung, karena tidak adanya latar
belakang dan orientasi segala arah. Terbatasnya kemampuan dalam variasi tata
letak dekoraasi panggung.

Keuntungan utama dari bentuk ini adalah keakraban hubungan penonton dan
pemain, hingga kapasitas 1000 tempat duduk jarak penonton terjauh hanya
9,75 meter.
Gambar 2.1.3 Bentuk Teater Menurut Auditortium (Arena Shape)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
c. Open-Thrust Theaters

Teater ini memiliki bentuk dasar panggung proscenium yang diperpanjang
menjorok ke arah penonton

Tujuannya untuk mengurangi kelemahan bentuk proscenium. Hingga teater ini
dapat lebih mempererat hubungan penonton dan pemain

Bentuk teater ini lebih fleksibel daripada teater arena.

Sistem pencahayaan menjadi unsur yang sangat penting disini, karena tidak
ada latar belakang.

Bentuk teater ini sangat rumit dalam perancangannya.
26

Untuk jenis
pertunjukan
yang
sangat
realistik, tidak
cocok untuk
ditampilkan
pada
bentuk teater
ini.
Gambar 2.1.4 Bentuk Teater Menurut Auditortium (Open-Trust Shape)
Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
d. Multiform Theaters

Jenis teater ini memiliki kemampuan untuk merubah bentuk panggung dan
susunan auditoriumnya.

Teater yang dapat berubah bentuk panggung ini muncul untuk menekan biaya
konstruksi.

Kelemahan dari teater multiform ini adalah tidak akan tercapainya kualitas
maksimal dari bentuk teater yang dibuat.

Teater multiform tidak dapat menjadi satu teater proscenium atau teater arena
yang sempurna.
e. Multiuse Theaters

Teater multiuse sebenarnya adalah suatu bangunan aula atau auditorium yang
kosong tanpa panggung dan tempat duduk permanen.
27

Jenis teater ini juga bukan teater yang baik, karena kualitas teater tidak dapat
maksimal.

Biasa digunakan pada lingkungan sekolah atau akademi.

Jenis teater ini terkadang disebut Uncommitted Theater Space.
(Wisnu Haryono,1997:19-21)
2.3.10 Sistem Pentas
a. Flying System
Sistem gerakan vertikal (terangkat) yang terdiri dari pipa-pipa panjang sebagai
tempat menggantungkan layar, lampu-lampu pentas dan pembatas lainnya.
Sebagai dekorasi cukup baik karena dapat berubah secacra cepat. Sistem ini tidak
menggunakan banyak tempat. Peralatan ini dapat diangkat dan diturunkan dengan
cara manual maupun otomatis (mekanis).
Gambar 2.1.5 Flying System
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
b. Lift System
Sistem panggung yang dapat dinaik turunkan dengan hidrolik, baik secara
keseluruhan atau beberapa bagian dari panggung. Mempermudah dalam
penggantian dekorasi (setting) efek-efek khusus untuk mewujudkan suatu
pertunjukan yang spektakuler. Biasanya untuk ballet, opera, dan pantomim. Dapat
merupakan multi level stage, special effects, dan moving scenery.
28
Gambar 2.1.6 Lift System
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
c. Revolving Stage
Sistem penggantian dekorasi / setting panggung dengan cara berputar tanpa perlu
menutup layar. Dapat dilakukan dalam waktu yang tepat (hemat waktu). Terdiri
dari jenis pemutar tunggal dan ganda. Juga dalam bentuk yang bisa dibawa.
(portable).
Gambar 2.1.7 Revolving System
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
d. Wagon Stage
29
Persiapan dekorasi / setting panggung pada sayap panggung yang dapat didorong
ke pusat panggung dengan peralatan yang sudah dipersiapkan. Membutuhkan
tempat yang luas dan harus lebih lebar dari pada bukaan pentas.
Gambar 2.1.8 Wagon System
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
2.3.11 Bagian Panggung
Panggung teater modern memiliki bagian-bagian atau ruang-ruang yang secara
mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian panggung, auditorium (tempat penonton),
dan ruang depan. Bagian yang paling kompleks dan memiliki fungsi artistik
pendukung pertunjukan adalah bagian panggung. Masing-masing memiliki fungsinya
sendiri. Seorang penata panggung harus mengenal bagian-bagian panggung secara
mendetail.
30
Gambar 2.1.9 Bagian-bagian Gedung Pertunjukan 1
Sumber gambar: theatresprojectconsultans.com,2013
Gambar 2.2.0 Bagian-bagian Gedung Pertunjukan 2
Sumber gambar: theatreprojects.com,2013
Bagian dari bangunan gedung pertunjukan :
1.
Apron
Wilayah tahap proscenium terletak Downstage dari dinding proscenium dan dgn
kasar orkestra pit. Jika lantai orkestra dinaikkan ke level stage (dengan mesin atau
dengan platform) maka dapat membentuk perpanjangan apron, disebut ekstensi
forestage atau tahap.
2.
Arbor Pit
slot terbuka di lantai panggung bawah dinding tali-temali yang memungkinkan
arbors penyeimbang untuk melakukan perjalanan lebih rendah
31
dari lantai panggung untuk memberikan peningkatan perjalanan reng. Juga ruang
atau ruang bawah slot.
3.
auditorium
tempat duduk penonton atau ruang dari ruang kinerja; rumah
4.
belakang rumah (BOH) backstage
(Kata benda) bidang teater tidak terbuka untuk umum, di mana kinerja yang
disiapkan
(Kata sifat) dalam atau yang berkaitan dengan bidang teater di mana kinerja yang
disiapkan.
5.
balkon, lingkaran, mezzanine, tingkat
(Kata benda) yang pagar pembatas yang membentuk bagian depan balkon; atau
bar untuk pemasangan lampu sorot panggung di depan.
6.
balkon rel
(Kata benda) area tempat duduk mengangkat dalam sebuah auditorium yang
membentang di atas area tempat duduk di bawah balkon.
7.
boom box
(Kata benda) posisi mounting untuk lampu sorot panggung di sisi depan
auditorium, biasanya pipa vertikal.
8.
kotak, kotak opera
(Kata benda) area tempat duduk di auditorium, biasanya (a) duduk antara dua dan
dua belas penonton, (b) dengan longgar bukan kursi tetap, dan (c) dipisahkan dari
daerah yang berdekatan dengan pagar atau setengah dinding
9.
Jembatan
(Kata benda) sebuah galeri atau catwalk, kadang-kadang diskors dari kecurangan
overhead memungkinkan untuk naik, turun, atau direposisi juga jembatan
pencahayaan, jembatan pemuatan.
10.
ruang kontrol
(Kata benda) ruang, biasanya di bagian belakang auditorium, dari mana
pencahayaan, suara, dan peralatan kontrol lainnya adala dioperasikan selama
kinerja juga pencahayaan ruang kontrol, ruang kontrol suara.
11.
Penyeberangan
(Kata benda) suatu bagian, biasanya di belakang panggung, yang digunakan oleh
pemain dan staf untuk berpindah dari satu sisi tahap ke yang lain tanpa masuk ke
pandangan penonton. Crossover juga koridor, Crossover galeri.
32
12.
Dek
(kata benda) lantai panggung
13.
terbang, terbang loft, terbang menara, loteng, tower tahap
(kata benda) bagian atas rumah panggung di mana pemandangan, tirai, dan
peralatan dapat ditunda keluar dari view of penonton
14.
terbang rel, indeks rel, rel penguncian
(kata benda) pagar di mana rigging panggung, biasanya penyeimbang rigging,
dioperasikan
15.
followspot booth
(kata benda) daerah mengangkat, biasanya tertutup, dari mana lampu sorot
intensitas tinggi yang dioperasikan untuk "mengikuti" artis
16.
forestage
(kata benda) merupakan perluasan dari tahap Downstage proscenium dari dinding
proscenium dan apron
17.
forestage jaringan
(kata sifat) yang berkaitan dengan daerah di atas dan di sekitar forestage yang
18.
depan rumah (FOH)
(kata benda) grid di atas bagian depan auditorium yang rigging dapat
dipergunakan (kata benda) area umum teater (kata sifat) 1. di atau berhubungan
dengan area publik teater; 2. berkaitan dengan pencahayaan panggung yang
terletak di dalam auditorium (depan catwalk rumah, slot, booming kotak).
19.
Galeri
(kata benda) 1. area mengangkat audiens duduk, balkon, sebuah area tempat
duduk dibangkitkan pada sisi dari sebuah auditorium, sering dengan hanya satu
atau dua baris kursi longgar; 2. yang mengangkat platform kerja dalam rumah
panggung, menyediakan trotoar untuk staf dan operasi dan pemasangan posisi
untuk teater peralatan. Crossover juga galeri, lantai terbang, terbang galeri,
pencahayaan galeri, loading galeri, galeri operasi.
20.
grid, lapangan hijau
(kata benda) lantai struktural saluran baja atau kisi-kisi yang membentang di atas
bagian atas rumah panggung. Menyediakan pemasangan posisi untuk peralatan
teater dan staf akses ke setiap titik di atas panggung untuk rigging dan
pemeliharaan.
21.
rumah
33
(kata benda) 1. daerah atau penonton duduk ruang dari ruang pertunjukan,
auditorium, 2. Penonton (kata sifat) dalam atau yang berkaitan dengan ruang
penonton.
22.
Jump
(kata benda) platform kerja mengangkat dalam rumah panggung; galeri
juga pencahayaan melompat.
23.
pencahayaan catwalk
(kata benda) sebuah trotoar mengangkat, biasanya di atas auditorium, dengan
operasi dan pemasangan posisi untuk lampu sorot panggung
24.
posisi campuran
(kata benda) lokasi dalam auditorium, sering sementara, dari mana suara
pencampuran konsol dioperasikan selama
kinerja
25.
orkestra
(kata benda) dalam penggunaan Amerika, tempat duduk di lantai utama
auditorium, atau dalam porsi lantai utama
paling dekat dengan panggung, disebut warung dalam penggunaan Inggris
(kata sifat) dalam atau yang berkaitan dengan daerah tempat duduk ini
26.
orkestra
(kata benda) daerah tertekan lantai segera Downstage dari (atau sebagian di
bawah) apron, di mana orkestra memainkan selama pertunjukan. Orkestra pit
sering dilengkapi dengan lift atau platform untuk meningkatkan tingkat lantai
untuk membentuk perluasan area tempat duduk penonton atau ekstensi panggung.
(kata sifat) dalam atau yang berkaitan dengan daerah ini.
27.
parter, lingkaran parket, orkestra lingkaran
(kata benda) tempat duduk mengelilingi bagian belakang orkestra (atau warung),
biasanya sedikit lebih tinggi dan dipisahkan oleh dinding setengah, (kata sifat)
dalam atau yang berkaitan dengan daerah tempat duduk ini
28.
pin rel
(kata benda) pagar di mana spotline rigging dioperasikan.
29.
baris plester
(kata benda) dalam penggunaan Amerika, wajah dgn kasar selesai dinding
proscenium, tirai api, atau pilaster yang peralatan dan pemandangan yang
dimensioned. Lihat juga pengaturan line.
34
30.
proyeksi booth
(kata benda) ruang yang tinggi dan tertutup di mana peralatan proyeksi
ditempatkan dan dioperasikan.
31.
proscenium, proscenium arch, proscenium pembukaan, pro
(kata benda) pembukaan di dinding proscenium melalui panggung terlihat oleh
penonton, (kata sifat) di bidang atau berkaitan dengan sekali panggung ini.
32.
kotak proscenium, kotak panggung
(kata benda) kotak berdekatan dengan dinding proscenium
33.
dinding proscenium
(kata benda) dinding yang memisahkan panggung dari auditorium.
34.
duduk wagon
(Kata benda) platform bergerak (di roda atau Kastor udara) dengan kursi penonton
tetap. Wagon duduk ditempatkan pada orkestra angkat untuk menyediakan
tambahan tempat duduk penonton, dan pindah ke penyimpanan ketika tidak
diperlukan.
35.
pengaturan jalur
(Kata benda) dalam penggunaan Inggris, garis yang sejajar dengan proscenium
dan biasanya dgn kasar dari tirai rumah yang jelas dari setiap
penghalang permanen dan dari mana peralatan dan pemandangan yang
dimensioned. Lihat juga garis plester.
36.
suara dan kunci cahaya (SLL)
(Kata benda) ruang depan yang memisahkan auditorium dari lobi atau daerah
sirkulasi, untuk menjaga suara dan cahaya dari auditorium, ruang depan yang
serupa memisahkan panggung dari belakang rumah
37.
tahap
(Kata benda) suatu daerah yang digunakan untuk kinerja drama atau hiburan
lainnya. Dalam proscenium teater, daerah ini biasanya dinaikkan di atas baris
pertama dari penonton duduk dan sebagian tertutup oleh rumah panggung.
(Kata sifat) dalam atau yang berkaitan dengan daerah ini
38.
rumah panggung
(Kata benda) bagian dari sebuah bangunan teater dgn kasar dari dinding
proscenium yang meliputi panggung, sayap, galeri, gridirons, dan daerah terkait,
(Kata sifat) dalam atau berkaitan dengan ini bagian dari teater
39.
kandang
35
(Kata benda) dalam penggunaan Inggris, tempat duduk di lantai utama auditorium,
atau dalam porsi lantai utama paling dekat dengan panggung, disebut orkestra
dalam penggunaan Amerika.
40.
ruangan berdiri
(Kata benda) suatu daerah, biasanya di bagian belakang auditorium atau sisi
galeri, di mana berdiri penonton mungkin melihat kinerja untuk mengurangi
harga.
41.
Ruang perangkap
(Kata benda) ruang di bawah area panggung yang digunakan untuk efek indah.
Perangkap kamar dapat dibuka ke panggung rumah oleh perangkap dilepas di
lantai panggung. (Kata sifat) dalam atau terkait dengan ruangan ini
42.
penyimpanan gerobak
(Kata benda) ruang bawah auditorium atau tahap, dan baik secara langsung dgn
kasar atau Downstage dari orkestra, digunakan untuk toko wagon duduk.
43.
sayap (s)
(Kata benda) sisi panggung kiri panggung dan di luar panggung tepat digunakan
untuk pemandangan, persiapan pemain dan sirkulasi,
dan pengoperasian peralatan teater.
2.4
Seni Pertunjukan
2.4.1 Unsur-unsur Seni Pertunjukan
a. Seni tari
Seni tari yaitu gerakan mata, kepala, dan anggota badan yang dilakukan secara
ritmis dan dinamis. Setiap daerah dan setiap negara mempunyai ciri-ciri khas
dalam seni tarinya. Sifat pertunjukannya bermacam-macam, dapat dilakukan
dalam kelompok besar, kecil, maupun perorangan.
b. Seni musik dan vokal
Seni musik sebenarnya adalah “SENI MUSA” yang oleh bangsa yunani diartikan
sebagai seni yang merupakan santapan bagi pikiran dan perasaan. Dan sejak
tersiarnya agama kristen yang dimaksud dengan seni musik terutama adalah seni
bunyi. Musik tradisional Indonesia antara lain adalah gamelan yang mempunyai 2
36
skala nada yaitu 5 nada atau 7 nada. Musik barat adalah musik diatonis yang
mempunyai 12 nada dengan 2 skala bunyi dalam 1 tangga nadanya.
c. Seni drama/teater, seni pendalangan, dan seni film
Seni drama, pendalangan, dan film melibatkan sebagian besar bidang seni,
menggambarkan kehidupan manusia dengan segala tingkah laku, keinginan, citacita, dan , masalah yang dihadapi. Dalam hal ini penampilan watak dan mimik
sangat penting terutama dalam penghayatan peran yang dilakukan. Seni
pendalangan merupakan salah satu bentuk kesenian di Indonesia. Sebagai nama
atau sebutan untuk pertunjukan seni wayang atau boneka. Pertunjukan seni
drama/teater dan seni pendalangan kadang kala dibutuhkan suasana yang
melibatkan penonton, karena itu dalam seni drama dan seni pendalangan penonton
menjadi unsur yang cukup penting untuk melengkapi suatu pertunjukan.
Sedangkan dalam seni film, pertunjukan ditampilkan dalam sebuah layar lebar,
karena itu peran penonton bersifat pasif.
2.4.2 Pengelompokan Seni Pertunjukan
a. Seni Pertunjukan Tradisional
Adapun yang dimaksudkan seni pertunjukan tradisional adalah yang merupakan
seni pertunjukan tradisional yang berasal dari seluruh daerah di nusantara ini. Seni
pertunjukan ini sangat banyak macam dan ragamnya. Terdapat beberapa macam
kesenian tradisional dari berbagai daerah yang sudah dikenal oleh masyarakat
umum dan menjadi cukup terkenal, dan kesenian inilah yang biasanya
dipertunjukan di kota-kota besar.
Pada dasarnya sifat dari seni pertunjukan tradisional adalah sebagai berikut :

Mempunyai jalan cerita dan penampilan yang sederhana dan mudah
dimengerti.

Hubungan antara penonton dan pemain erat, tidak ada batas yang tegas antara
pemain dan penonton merupakan bagian dari pertunjukan, sifat aktif dan
berada di ruang yang sama.
37

Tidak memerlukan sistem teknik pentas yang sempurna, karena mereka biasa
memainkan suatu pertunjukan di alam terbuka dengan dekor alamiah
seadanya.
Selanjutnya apabila pertunjukan kesenian tradisional akan dipertunjukan di
suatu pentas, maka suasana penempatan pentas dan penonton harus
disesuaikan dengan keadaan aslinya. Dalam hal ini yang paling tepat adalah
ruang pertunjukan dengan Pentas Arena atau Pentas Terbuka.
b. Seni Pertunjukan Modern
Struktur dan pengolahan banyak didasarkan pada teknik Teater Barat. Susunan
naskah, cara pementasan, gaya penyuguhan, cara pendekatan, dan pola
pemikirannya banyak bersumber dari pola pendekatan dan pemikiran dari
kebudayaan Barat. Seni pertunjukan modern mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :

Umumnya antara penonton dan pemain terdapat jaraj dan juga terpisah baik
secara fisik maupun kegiatannya.

Diperlukan suatu teknik pentas sempurna.

Dalam pertunjukan opera, alat dan pemain musik berada di ruangan terpisah
dan tidak terlihat. Mereka berada di bagian bawah muka panggung. Seringkali
pula musiknya hanya merupakan rekaman.
Berdasarkan sifat-sifat diatas, maka ruang pertunjukan untuk seni pertunjukan
modern, haruslah mempunyai sistem teknik pentas dan ruangan yang sempurna
baik dalam tata suara, tata lampu, serta sirkulasi udara. Adapun bentuk ruang yang
tepat adalah bentuk Pentas Relung Prosenium.
c. Seni Pertunjukan Kontemporer
Seni
pertunjukan
kontemporer
ini
merupakan
seni
pertunjukan
yang
mengkombinasikan seni tradisional dengan seni modern. Biasanya jenis
pertunjukan kontemporer ini dapat dipertunjukan di ruang pertunjukan manapun,
apakah teater arena, tapal kuda ataupun prosenium, hal tersebut akan sangat
tergantung dari keinginan para seniman yang bersangkutan.
2.4.3 Sifat Kegiatan Seni Pertunjukan
38
a. Seni Hiburan
Seni hiburan bersifat komersial, bertujuan untuk memuaskan selera populer
masyarakat. Seni hiburan ini berfungsi sebagai pengisi waktu senggang dan untuk
mengalihkan diri dari kesibukan rutin aktifitas sehari-hari.
b. Seni Kreatif
Seni kreatif lebih mengarah kepada penciptaan baru tanpa memperhitungkan
selera kepopuleran masyarakat, akan tetapi lebih kepada selera pencipta itu
sendiri. Keadaan ini akan selalu memberikan jarak antara seni kreatif ini dengan
masyarakat kebanyakan, karena setiap hal yang baru tidak selalu dengan mudah
diterima masyarakat. Oleh karena itu pada umumnya konsumen seni kreatif selalu
merupakan kelompok yang paling kecil. Walaupun demikian jenis kegiatan seni
ini menumbuhkan kekayaan rohani bagi masyarakat.
Kedua jenis kegiatan seni tersebut, baik seni hiburan maupun seni kreatif
merupakan satu sistem yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai arti yang penting
bagi masyarakat.
2.5
Seni Tari
2.5.1 Pengertian Tari
Tari adalah gerak yang ritmis. (Sach, Curt.(1937).World History of The
Dance.New York: V.W.W. Norton Company Inc.) Selain itu, tari adalah gerak
ekspresi jiwa manusia, melalui gerak-gerak ritmis yang indah, yang berarti gerak yang
bukan
sembarangan
(natural),
tapi
gerak
yang
sudah
distilir.
(Winotokusumo,Soedarso.(1968).Indonesia Dancer.Yogyakarta: Akademi Seni Tari
Indonesia)
Seni tari adalah keindahan gerak anggota-anggota badan manusia yang
bergerak, berirama, dan berjiwa atau dapat diberi arti bahwa seni tari adalah
keindahan bentuk anggota badan manusia yang bergerak, berirama, dan berjiwa yang
harmonis. (Bagong Kussudiardja, 2000:11)
Menari berarti melakukan gerakan yang dilakukan seseorang dengan
memanfaatkan keterampilan motorik pada tubuh dan menyerasikannya dengan bunyi.
Arti kata tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”,
39
kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari
haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan
pengungkapan wujud gerak yang luluh.
Seni tari bersifat universal, artinya seni tari ini dilakukan dan dimiliki seluruh
manusia di dunia. Mengingat tempat kedudukan manusia satu dengan yang lain
berbeda-beda, maka pengalaman hidup mereka itu beraneka ragam pula. Akhirnya
dasar titik tolak pengetahuan merekapun berbeda-beda. Bagi manusia yang hidup di
daerah tropis tentu akan berbeda dengan mereka yang hidup di daerah kutub. Bagi
yang hidup di daerah pegunungan pasti berbeda dengan yang hidup di padang pasir.
Perjuangan mereka berbeda-beda dalam memecahkan suatu masalah. Maka dari
itulah, biarpun aspek kejiwaannya sama namun dalam penentuan pembatasan atau
dalam memberikan definisi seni tari terdapat keaneka-ragaman.
Untuk membatasai apa yang disebut tari, maka lahirlah bermacam-macam
definisi tari. Definisi tersebut disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau tokoh bidang
seni lain yang dalam hidupnya banyak berkecimpung dalam bidang seni tari. Para
tokoh tersebut antara lain mendefinisikan tari sebagai berikut:
1. Ingkang kawastanan beksa inggih punika ebahing sadaya saranduning badan,
kesarengan ungeling gangsa, katata pika tuk wiramaning gending, jumbuhing
pasemon kalihan pikajenging joged (arti: tari adalah gerak seluruh badan yang
diiringi irama lagu musik yang diselaraskan dengan ekspresi tarinya).
Dikemukakan oleh BPH Suryodiningrat, seorang ahli tari dari Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam bukunya “Babad lan Mekaring Joged Jawi”.
2. Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah.
Dikemukakan oleh Drs. Sudarsono dalam bukunya “Djawa dan Bali: Pusat
Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”.
3. Tari adalah ekspresi estetis dalam gerak dengan media tubuh manusia.
Dikemukakan oleh Drs. Wisnoe Wardhana dalam bukunya “Pengajaran Tari”.
4. Tari adalah keteraturan bentuk gerak tubuh di dalam ruang. Dikemukakan oleh
Drs. Sudharso Pringgobroto dalam kuliah-kuliah ASTI Yogyakarta sekitar tahun
1967.
5. Tari adalah gerak yang ritmis. Dikemukakan oleh Curt Sach, seorang ahli tari
Jerman dalam bukunya “World History of the Dance”.
40
6. Tari adalah gerak-gerak yang berbentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang.
Dikemukakan oleh Corrie Hartong dalam bukunya “Danskunst”.
7. Tari dapat dikatakan sebagai suatu naluri, suatu desakan emosi dalam diri kita
yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar
yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada bentuk-bentuk
tertentu. Dikemukakan oleh Kamaladevi Chattopadhyaya, seorang ahli seni dari
India.
8. Tari adalah ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif. Dikemukakan oleh La
Meri dalam bukunya “Dance Compotition”.
(Supardjan dan I Gusti Ngurah Supartha, 1982 : 17)
2.5.2 Unsur Tari
Pemahaman tari yang paling mendalam adalah unsur-unsur tari, yang terdiri
atas unsur utama dan unsur penunjang. Yang dimaksud unsur utama adalah unsur
yang menjadi elemen dasar, yang tidak dapat ditinggalkan dalam suatu karya tari.
Sedangkan unsur penunjang tari adalah unsur yang keberadaannya menunjang elemen
dasar tari.
1.
Unsur Utama Tari.
a. Gerak
Unsur utama tari adalah gerak. Gerak tari selalu melibatkan unsur
anggota badan manusia. Unsur-unsur anggota badan tersebut di dalam
membentuk gerak tari, dapat berdiri sendiri. Ada gerak realistik stilir dan
simbolik. Ada juga gerak lemah, tegang, lembut, dan kasar. Terdapat 2 macam
gerak, yaitu :
 Gerak murni adalah gerak tari dari hasil pengolahan gerak, yang dalam
pengungkapannya tidak mempertimbangkan suatu pengertian dari gerak tari
tersebut. Disini yang dipertimbangkan adalah faktor nilai keindahan gerak
tarinya saja. Misalnya gerak-gerak memutar tangan pada pergelangan
tangan, beberapa gerak leher.
 Gerak maknawi adalah gerak yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang
dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud
disamping keindahannya. Misalnya dalam tari nelayan, kita dapat melihat
gerak tari yang menggambarkan nelayan yang sedang mendayung. Gerak
mendayung dalam tari nelayan ini disamping sedap dilihat karena
41
keindahannya, juga tampak mengandung suatu arti atau maksud yaitu
gambaran seorang nelayan yang sedang mengayunkan dayungnya agar
perahunya dapat laju jalannya.
b. Ritme
Di dalam kehidupan dunia, ritme ini selalu ada dan bersifat tetap.
Contoh yang paling dekat bahwa matahari selalu terbit dari sebelah timur
sampai tenggelam di sebelah barat pada waktu sore hari. Ritme itu sendiri
sebenarnya merupakan jarak yang tetap. Untuk memberikan suatu kehidupan,
maka perjalanan sepanjang jarak ini dilaksanakan dengan adanya daya naik
dan turun.
c. Iringan
Di atas telah disebutkan bahwa tari adalah suatu gerak ritmis. Untuk
memperkuat dan memperjelas gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat
dilaksanakan dengan iringan. Iringan tersebut pada umumnya berupa suara
atau bunyi-bunyian. Sumber bunyi sebagai iringan tari yang pertama adalah
suara manusia sendiri.
Bangsa-bangsa primitif menari-nari dengan teriakan-teriakan sebagai musik
pengiringnya. Perkembangan selanjutnya, di Indonesia terdapat bermacam-macam
alat bunyi-bunyian yang semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan di setiap
daerah. Ensambel instrumen pengiring yang lengkap pada umumnya terdapat di
pulau Jawa dan pulau Bali. Tariannya telah diiringi dengan saru unit alat bunyibunyian yang disebut gamelan. Dalam buhungannya dengan seni tari, pada
umumnya iringan itu berfungsi sebagai penguat ataupun pembentuk suasana.
2.
Unsur Penunjang Tari
Selain unsur utama diperlukan unsur penunjang. Unsur penunjang terdiri atas :
a. Make up/Tata Rias
Membuat garis-garis wajah sesuai dengan ide/konsep garapan (misalnya: Rias
kelinci, tata riasnya dengan memakai bedak putih pada seluruh wajah dengan
garis-garis hitam pada mata, alis). Pengaturan make up/tata rias termasuk juga
tata rambut.
42
b. Tata busana
Yang dimaksud busana adalah semua kebutuhan sandang yang dikenakan pada
tubuh penari di pentas yang sesuai dengan peranan yang dibawakan. Seorang
penata busana juga harus memperhitungkan efek lampu serta komposisi warna
yang disusun, demikian juga kemungkinan keleluasaan gerak penari sesuai
dengan watak dan perannya.
c. Iringan musik dan tata suara
Keduanya saling berhubungan. Iringan tari harus disesuaikan dengan konsep
garapan. Pengertian tata suara pada suatu pergelaran biasanya tidak hanya dihubungkan dengan suara-suara yang keluar dari pemain serta suara-suara yang
keluar dari alat-alat musik pengiringnya. Tetapi juga harus memperhitungkan
efek suara yang di hasilkan.
d. Tempat
Arena pertunjukan tari yang dipakai untuk pergelaran dan disesuaikan dengan
ide garapan. Pengaturan tempat pertunjukan/panggung di sini adalah
pengaturan bentuk lantai tari yang akan dipakai untuk pementasan sampai
pada dekorasinya. Beberapa alternatif tempat pertunjukan adalah arena,
lingkaran, pendopo, procenium.
e. Tata lampu
Tata lampu di dalam pergelaran tari, di samping untuk menerangi serta
menyinari juga dipakai untuk membentuk suasana yang diperlukan dalam
adegan-adegan yang ditampilkan. seorang penata lampu harus peka terhadap
efek yang ditimbulkan akibat pengaturan lampunya.
f. Tema tari
Bersumber pada kejadian sehari-hari, binatang, cerita kepahlawanan/epos,
cerita rakyat, dan legenda. Untuk menentukan tema perlu dilakukan lima
penilaian yaitu: Keyakinan koreografi akan tema, dapatkah tema itu ditarikan,

Efek sesaat dari tema kepada penonton,

Perlengkapan teknik tari dari koreografer dan penarinya,

Fasilitas yang diperlukan (musik, tempat, tata busana, tata lampu, dan tata
suara). (La Meri, Dance Composition)
g. Perlengkapan tari-drama (dance property)
43
Yang dimaksud dengan perlengkapan tari adalah perlengkapan yang tidak
termasuk kostum, tidak termasuk pula perlengkapan panggung, tetapi
merupakan perlengkapan penari. Misalnya kipas, pedang, tombak, panah.
Property
seolah-olah
menjadi
satu
dengan
badan
penari,
maka
penggunaannya harus diperhatikan.
2.5.3 Sifat Tari
Ditinjau dari cara pengungkapannya ada dua bentuk tari, yaitu :
1. Tarian yang bersifat representatif
Gerak tari yang menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu dengan
gerakan tarian jelas. Gerak yang bersifat representatif pasti saja banyak disusun
dari gerak-gerak maknawi atau gesture.
2. Tarian yang bersifat non-representatif
Gerakan tari yang tidak menggambarkan suatu pengertian tertentu. Pada garapangarapan tari non representatif banyak digunakan gerak murni atau pure
movement.
Namun demikian dalam keseluruhan penggarapan sebuah tari pasti tidak
meninggalkan salah satu sifat tersebut di atas. Keduanya saling bertautan dan isi
mengisi. Hanya mana yang lebih ditekankan.
2.5.4 Komposisi dalam Tarian
Suatu karya tari dapat dinikmati dengan baik apabila sudah dikomposisikan
menjadi satu kesatuan garapan yang utuh. Artinya garapan karya tari tersebut
mengandung unsur utama, unsur penunjang dan elemen-elemen komposisi tari.
Sedang yang termasuk ke dalam elemen-elemen komposisi tari antara lain:
1. Desain Lantai
Yang dimaksud dengan desain lantai atau floor design ialah garis-garis di
lantai yang dibentuk oleh seorang penari atau garis-garis di lantai yang terbentuk
oleh formasi penari kelompok. Secara garis besar ada dua pola garis dasar pada
lantai yaitu garis lurus dan garis lengkung.
2.
Desain Atas
Desain atas atau air design adalah desain yang berada di atas lantai yang
dilihat oleh penonton dan tampak terlukis pada ruang yang berada di atas lantai.
Ada 19 desain atas yang masing-masing memiliki sentuhan emosional tertentu
44
terhadap penonton, yaitu : Datar, Dalam, Vertikal, Horizontal, Kontras, Murni,
Statis, Lurus. Lengkung, Bersudut, Spiral, Tinggi, Medium, Rendah, Terlukis,
Lanjutan, Tertunda, Simetris, Asimetris.
3.
Dinamika
Dinamika adalah kekuatan dalam yang menyebabkan gerak menjadi hidup dan
menarik. Dengan perkataan lain, dinamika dapat diibaratkan sebagai jiwa
emosional dari gerak. Elemen tari yang paling enak dirasakan adalah dinamika.
Dinamika bisa diwujudkan dengan berbagai teknik. Pergantian level yang diatur
tinggi, rendah dapat melahirkan dinamika. Pergantian tempo dari lambat ke cepat
dan sebaliknya, pergantian tekanan gerak dari lemah ke kuat dan sebaliknya,
pergantian cara menggerakkan badan atau anggota badan dengan gerak yang
patah-patah dan mengalun bergantian dan sebaliknya, semua itu dapat
menimbulkan dinamika.
Gerak mata yang penuh kekuatan dapat menimbulkan dinamika. Bahkan pose
diam yang dilakukan dengan ekspresi memiliki dinamika pula. Untuk dinamika
ini sering meminjam istilah-istilah musik untuk memudahkan pengertian.
Accelerando adalah dinamika atau lebih tepat teknik dinamika yang
dicapai
dengan mempercepat tempo.
4.
Komposisi Kelompok
Komposisi tari solo atau duet, berbeda cara penggarapannya dengan komposisi
tari kelompok. Apabila tari solo elemen-elemen koreografi seperti desain lantai,
desain atas, desain musik, desain dramatik, dinamika merupakan elemen-elemen
yang harus ada, maka untuk koreografi kelompok masih memerlukan satu desain
lagi yaitu desain kelompok.
Ada lima bentuk desain kelompok, yaitu :
a. Unison atau serempak, akan memberikan kesan teratur.
b. Balanced atau berimbang
Desain yang membagi sejumlah penari menjadi dua kelompok yang sama,
masing-masing ditempatkan pada dua desain lantai yang sama di atas stage
bagian kanan dan bagian kiri.
c. Broken atau terpecah
Setiap penari memiliki desain lantai dan desain atas sendiri. Dengan broken
ini memberikan kesan isolasi dari tiap-tiap penari.
d. Alternate atau selang seling
45
Desain yang menggunakan pola selang-seling pada desain lantai, desain atas
atau desain musik.
e. Canon atau bergantian
Setiap penari menari bergantian dengan yang lain secara susul menyusul.
Untuk koreografi kelompok desain canon ini sangat baik dipergunakan untuk
masuk dan keluar stage.
Perpaduan antara bentuk yang satu dengan bentuk yang lain akan lebih
memaniskan koreografi. Selain itu bentuk-bentuk desain kelompok tersebut
masing-masing memiliki kekuatan menyentuh perasaan penonton yang khas.
2.5.5 Jenis dan Karakteristik Tari
1. Berdasar Susunan Gerak Tariannya
Ditinjau dari susunan gerak tarinya dapat dibedakan atas :
a. Seni Tari Tradisional

Seni Tari Rakyat
Adalah seni tari rakyat dari daerah-daerah setempat yang merupakan ciri
khas bagi daerah tersebut sebagai akibat pengaruh dari faktor-faktor
geografis dan sosial yang ada.
Ciri-cirinya :
 Pada umumnya tidak dikenal penciptanya.
 Hubungan antara pemain dan penonton erat, seringkali penonton
merupakan bagian dari pertunjukan (aktif), di mana penonton
mengelilingi pemain seperti pada teater arena.
 Jumlah penari tidak terikat, karena penonton dapat ikut serta.
 Masih sangat sederhana dimana belum dikenal peralatan elektronik.
Suasana alam dan musik gamelan berfungsi sebagai dekor, sehingga
teater terbuka adalah tempat yang sangat sesuai.

Seni Tari Klasik
Adalah seni tari dimana didalamnya telah terdapat aturan-aturan/pola-pola
yang mengikat yang harus diikuti baik bagi pemain maupun pengiringnya.
Pada umumnya timbul dari kalangan kerajaan atau keraton.
Ciri-cirinya :
46
 Penciptaanya
biasanya
telah
diketahui
(dari
kalangan
kerajaan/keraton).
 Mempunyai pola-pola atau aturan-aturan yang mengikat dengan tujuan
lebih kearah seni tontonan/performance art.
 Terdapat batas antara penari dan penonton, dimana penonton hanya
melihat saja (pasif). Karena itu ruang pertunjukan dengan panggung
satu arah lebih sering digunakan
 Jumlah penari berkisar antara 1 sampai 25 orang.
b. Tari Kreasi Baru
Adalah seni tari hasil gabungan antara tradisional (tari rakyat/tari klasik)
dengan yang modern (yang bersumber pada tari-tarian barat). Dimana
penggabungan tersebut tidak lepas dari keinginan dan selera dari penciptanya.
Tari kreasi baru adalah tari-tari klasik yang dikembangkan sesuai dengan
perkembangan jaman dan diberi nafas Indonesia baru.
Ciri-cirinya :
 Umumnya tidak mempunyai ciri-ciri tertentu.
 Adanya unsur-unsur seni tradisional didalamnya yang dikembangkan
sesuai dengan selera penciptanya.
 Berkembang sesuai dengan kemajuan jaman dan sktuktur masyarakat
pada masa tersebut.
 Jumlah penari disesuaikan dengan keadaan.
 Wadah pementasan yang digunakan berkisar dari teater terbuka
berbentuk arena, teater tertutup, maupun prosenium.
c. Tari Modern
Adalah seni tari yang berasal dari luar. Sebuah tari yang mengungkapkan
emosi manusia secara bebas. Setiap penari bebas dalam mewujudkan ekspresi
emosionalnya yang tidak terikat oleh sebuah bentuk yang berstandar.
Ciri-cirinya :
 Pencipta telah dikenal.
 Hubungan antara pemain dan penonton umumnya kurang erat.
 Pengunaan alat-alat elektronik sangat menonjol (lighting dan sound
system, permainan lantai pentas, dan sebagainya)
 Jumlah penari tidak tetap, tergantung sutradara.
47
 Wadah pementasan yang ideal adalah teater tertutup, baik berbentuk
arena maupun proscenium.

2. Berdasar Fungsinya
Ditinjau dari sudut fungsinya, maka dapat dibedakan atas :
a. Tari Ceremonial / Upacara
Jenis tari ini masih terpelihara pada masyarakat pedalaman yang masih agak
primitif. Tari-tarian ini antara lain, tari magis yang dapat dipergunakan untuk
mempengaruhi alam, tari ritual yang berhubungan dengan adat, dll. Tarian ini
banyak
terdapat
dipedalaman
Irian
Jaya,Sulaweswi,Kalimantan,Nusa
Tenggara dan Bali. Contohnya adalah tari Rejang, tari Pendhet, Debus dan
lain-lain.
b. Tari Hiburan
Tari hiburan adalah tari yang menitik beratkan pada segi hiburan yang
umumnya merupakan tarian pergaulan atau social dance. Contoh : Joged
(Bali), Ronggeng atau Tarub (Blora), Kethuk Tilu (Jawa Barat), Orek-Orek
(Surakarta), dan Lengger (Banyumas).
c. Tari Pertunjukan
Tari pertunjukan adalah sebuah tari yang menitikberatkan pada segi
keindahannya bukan pada segi hiburannya. Didalam tari pertunjukan, nilai
artistik atau nilai seni amat diperhatikan/diutamakan, sehingga dapat dikatakan
bahwa tari-tarian di Indonesia yang betul-betul mempunyai nilai seni adalah
tari-tarian pertunjukan.
3. Berdasar Jumlah Penarinya
Ditinjau dari jumlah penarinya dapat dibedakan atas :
a. Tari tunggal
Yang dimainkan oleh satu orang.
b. Tari duet
Yang dimainkan oleh dua orang (umumnya berupa tari pergaulan).
c. Tari massal/kelompok
Yang dimainkan oleh banyak orang tergantung dari ceritanya, dan jumlahnya
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
4. Berdasarkan Tema atau Isinya
Ditinjau dari tema atau isinya dapat dibedakan atas :
48
a. Tari Pantomim
Tari yang isi atau temanya mencoba untuk menirukan sesuatu. Yang ditirukan
dapat berupa kejala-gejala alam, misalnya hujan, angin, benda-benda alam,
kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
b. Tari Erotik
Tari yang mengambil tema percintaan pria dan wanita. Tarian hiburan pada
jaman feodal banyak yang mengambil tema erotik yang memang
mengasyikkan.
c. Tari Heroik atau Kepahlawanan
Tarian yang mengambil tema kepahlawanan. Biasanya berupa tarian perang.
Perang antara yang jahat melawan yang baik/benar. Juga menggambarkan
kecintaan seorang pahlawan terhadap tanah airnya.
d. Drama Tari
Rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa hingga melukiskan suatu kisah
atau cerita drama tari berdialog, baik prosa maupun puisi dan juga ada yang
berupa dialog (percakapan). Jika tanpa dialog, maka menggunakan tandatanda gerakan ekspresi muka atau mimik sebagai alat untuk berbicara. Adapun
cerita yang sangat digemari oleh masyarakat misalnya: Ramayana,
Mahabarata, Panji atau juga Babad.
(Gho See Tjhiong, 1990:23-27)
2.5.6 Tahapan dalam Membuat Tarian
Beberapa tahapan di dalam membuat tari antara lain:
1.
Eksplorasi
Eksplorasi dalam tari adalah pengamatan terhadap sesuatu objek yang akan
dijadikan sumber ide gerak dalam tari. Pengamatan dapat dilakukan terhadap alam
lingkungan, kehidupan sehari-hari, binatang, buku cerita dan lain-lain. Dalam
dunia seni, pengamatan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pengamatan secara internal yaitu pengamatan yang dilakukan di dalam diri si
pencipta dengan tidak melalui objek di luar dirinya.
b. Pengamatan secara eksternal yaitu pengamatan yang dilakukan oleh seorang
pencipta tari dengan cara langsung menggunakan objek-objek di luar dirinya.
49
2.
Improvisasi
Di atas telah diuraikan tentang produksi seni melalui eksplorasi. Pada tahap
berikutnya, setelah melakukan eksplorasi atau pengamatan pada objek yang akan
dijadikan sumber ide garapan gerak tari, maka tahap berikutnya melakukan
improvisasi atau eksperimentasi sesuai dengan hasil pengamatan yang telah Anda
peroleh.
Setelah melakukan eksplorasi dan improvisasi, mulai dengan memilih gerak yang
dapat dijadikan suatu tata susunan tari. Setelah melakukan pemilihan gerak dan
berimprovisasi, maka tahap terakhir adalah menyusun gerak-gerak tersebut, dan
menjadi susunan tari.
2.5.7 Kabaret
Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasan seni yang berasal
dari Dunia
Barat dimana
biasanya
seringkali sandiwara atau tari-tarian.
ada hiburan berupa musik, komedi dan
Perbedaan
utama
antara
kabaret
dengan
pertunjukan lainnya adalah tempat pertunjukannya (restoran atau kelab malam)
dengan sebuah panggung pertunjukan dan penontonnya yang duduk mengelilingi
meja-meja (seringkali sambil makan atau minum) dan menyaksikan pertunjukannya.
Tempatnya sendiri seringkali juga disebut "kabaret".
Pada peralihan abad ke-20, terjadi perubahan besar dalam budaya kabaret.
Para penarinya termasuk Josephine Baker dan penari waria Brasil João Francisco dos
Santos (alias Madame Satã). Pertunjukan-pertunjukan kabaret dapat beraneka ragam
dari satire politik hingga hiburan ringan, masing-masing diperkenalkan oleh
seorang master of ceremonies (MC), atau pembawa acara.
Istilah "cabaret" berasal dari sebuah kata Perancis untuk ruangan bar atau
café, tempat lahirnya bentuk hiburan ini, sebagai suatu bentuk yang lebih artistik
daripada café-chantant. Kata ini berasal dari kata dalam bahasa Belanda
Tengah cabret, melalui bahas Perancis Utara Kuno camberette, dari kata bahasa Latin
akhir camera. Pada intinya kata ini berarti "ruangan kecil.”
Kabaret juga merujuk ke bordil gaya Mediterania (bar dengan meja-meja dan
wanita-wanita yang berbaur serta mengibur para kliennya). Secara tradisional, tempat-
50
tempat ini juga dapat menampilkan beberapa bentuk hiburan, seringkali dengan
penyanyi dan penari (tergantung tempatnya masing-masing). Sifatnya dapat liar dan
kasar. Kabaret yang lebih canggih dan berkelaslah yang akhirnya melahirkan bentuk
tempat hiburan dan seni pertunjukan.
Sejarah
a. Kabaret Perancis
Gambar 2.2.1 Iklan untuk tur pertunjukan Kabaret Perancis, Le Chat Noir, 1896.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Cabaret
Kabaret pertama dibuka pada 1881 di Montmartre, Paris; ”Rodolphe Salís” (cabaret
artistique). Tak lama kemudian setelah tempat itu dibuka, namanya diganti menjadi Le
Chat Noir (Kucing Hitam). Kabaret ini menjadi tempat di mana para seniman kabaret
pendatang baru dapat mencoba pertunjukan-pertunjukan mereka di depan teman-teman
mereka sebelum dibawakan di depan penonton. Tempat ini mengalami sukses besar,
dikunjungi oleh orang-orang penting pada masa itu, seperti Alphonse Allais, Jean
Richepin, Aristide Bruant, dan orang-orang dari berbagai bidang kehidupan (kaum
perempuan dari kelas atas, para wisatawan, bankir, dokter, wartawan, dll). Chat Noir
adalah tempat di mana mereka dapat melupakan pekerjaan mereka. Pada 1887, kabaret
ditutup karena situasi ekonomi yang buruk yang membuat pertunjukan-pertunjukan
seperti ini menjadi vulgar.
Moulin Rouge, yang dibangun pada 1889 di daerah lampu merah Pigalle dekat
Montmartre, terkenal karena adanya sebuah kincir angin tiruan yang besar dan merah di
atapnya. Para artis terkenal di Moulin Rouge termasuk La Goulue, Yvette Guilbert, Jane
51
Avril, Mistinguett, dan Le Pétomane. Henri de Toulouse-Lautrec membuat sejumlah
lukisan dan adegan kehidupan malam di sana.
Folies-Bergère terus menarik sejumlah besar penonton hingga awal abad ke-20,
meskipun tempat ini lebih mahal daripada kabaret-kabaret yang lainnya. Orang merasa
nyaman berada di kabaret: mereka tidak perlu melepaskan topi, dapat mengobrol, makan
dan merokok kapan saja mereka mau, dll. Mereka tidak harus mengikuti aturan-aturan
yang biasa berlaku di masyarakat.
Di Folies-Bergère, seperti di banyak cafés-concerts, ada banyak jenis pertunjukan:
penyanyi, penari, pemain akrobat (juggler), badut, dan sensasi-sensasi seperti keluarga
Birmane, yang semuanya berjanggut. Para penontonnya tertarik oleh bahaya pertunjukanpertunjukan sirkus (kadang-kadang sang penjinak binatangnya dibunuh oleh singa-singa
mereka), tetapi apa yang terjadi di panggung bukan hanya hiburan. Seringkali penonton
mengamati sesamanya, jalan-jalan, menemui teman-teman atau pelacur. Pada awal abad
ke-20, ketika perang hampir meletus, harga-harga melonjak dan kabaret menjadi tempat
untuk orang-orang kaya.
Gambar 2.2.2 Toulouse-Lautrec, di Moulin Rouge 1892
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabaret
b. Kabaret berbahasa Jerman
Dua puluh tahun kemudian, Ernst von Wolzogen mendirikan kabaret Jerman yang
pertama, yang belakangan dikenal sebagai Buntes Theater (teater warna-warni). Namun
segala bentuk kritik masyarakat dilarang oleh sensor terhadap teater di Kekaisaran
Jerman. Sensor ini dihapuskan pada akhir Perang Dunia I, yang memungkinkan para
seniman kabaret membahas tema-tema social dan perkembangan-perkembangan politik
pada waktu itu. Ini berarti bahwa kabaret Jerman baru benar-benar berkembang pada
tahun 1920-an dan 1930-an, melahirkan segala jenis seniman kabaret yang baru, seperti
misalnya Werner
Finck di Katakombe, Karl
Valentin di Wien-München,
dan Cläre
52
Waldorf. Sebagian dari teks-teks mereka ditulis oleh tokoh-tokoh sastra besar seperti
misalnya Kurt Tucholsky, Erich Kästner, dan Klaus Mann.
Ketika Partai Nazi merebut kekuasaan pada 1933, mereka mulai menindas kritik
intelektual ini. Kabaret di Jerman terpukul hebat. Pada 1935 Werner Finck dipenjarakan
sebentar dan dikirim ke sebuah kamp konsentrasi, pada akhir tahun itu Kurt Tucholsky
bunuh diri, dan hampir semua seniman kabaret berbahasa Jerman melarikan diri
ke Swiss, Perancis, Skandinavia, atau Amerika Serikat. Yang tersisa di Jerman adalah
kabaret yang dikontrol pemerintah, di mana lelucon-lelucon disampaikan atau orangorang didorong untuk tetap berpura-pura gembira. Ketika perang berakhir, pasukanpasukan pendudukan memastikan bahwa kabaret-kabaret menampilkan kengerian
rezim Nazi.
Tak lama sesudahnya, berbagai kabaret juga berurusan dengan pemerintah, perang
dingin dan Wirtschaftswunder: Tol(l)leranten di Mainz, Kom(m)ödchen di Düsseldorf dan
Münchner Lach- und Schießgesellschaft di München. Semuanya ini diikuti pada oleh
kabaret televisi pada 1950-an.
Di Jerman Timur, kabaret negara yang pertama dibuka pada 1953, yaitu Die
Distel di Berlin. Kabaret ini disensor dan tidak mengkritik negara (1954: Die
Pfeffermühle di Leipzig).
c. Kabaret terkenal

Moulin Rouge dan Lapin Agile di Paris, Perancis

Cabaret Voltaire di Zürich.

Els Quatre Gats di Barcelona, Spanyol

Tropicana di Havana, Kuba

Shadowbox Cabaret di Columbus, Ohio

The Café Carlyle di New York City

Feinstein's di New York City

54 Below di New York City

The Metropolitan Room di New York City

Don't Tell Mama di New York City

Wildflower Cabaret di Loveland, Colorado

Cabaret Red Light di Philadelphia, Pennsylvania

El Mocambo di Toronto, Ontario, Canada
53

Metro Chicago di Chicago, Illinois

The Butterfly Club di Melbourne, Australia

Slide Lounge di Sydney, Australia

Adelaide Cabaret Festival di Adelaide, Australia

Playhouse Theater di Bangkok, Thailand (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabaret)
II.
Tinjuan Khusus
2.6
Tinjauan Terhadap Yayasan Swara Maharddhika
2.6.1 Sejarah
Swara Maharddhika sebagai suatu organisasi pemuda yang dibentuk oleh
Guruh Soekarno Putra pada tahun 27 Maret 1977 merupakan sebuah organisasi tari
yang cukup terkenal di kota Jakarta pada jaman Orde Baru di Indonesia.
Swara Maharddhika dalam bahasa Sansekerta berarti “suara yang perkasa”.
(http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3051; internet accesed 7 Maret
2013) Berdirinya Swara Maharddhika berawal dari keinginan sekelompok anak muda
agar bisa tampil mengisi acara di TVRI Jakarta. Terbentuk dari sebuah vokal grup
SMA 4 Jakarta yang pada jaman itu memang banyak terdapat beberapa vokal grup
dari sekolah-sekolah menengah atas. Pelatih vokal grup dari SMA 4 Johny Lantang
mengenalkan vokal grup tersebut dengan Guruh Soekarno Putra dan mengajak serta
Guruh ikut andil dalam kegiatan vokal grup tersebut.. Tercetuslah ide dari Guruh
untuk dibuat gerakan dan koreografi di dalam iringan nyanyian dari vokal grup dan
dibuatlah sebuah tari-tarian untuk dapat lebih maksimal dalam mengekspresikan
kesenian tersebut.
Darisanalah Guruh memberikan beberapa alternatif nama, yang pada akhirnya
menetapkan nama Swara Maharddhika sebagai nama dari vokal grup tersebut. Dari
berbagai kegiatan seni timbul niat untuk mewadahkannya menjadi organisasi, dan
pada 27 Maret 1977 berdirilah secara resmi Swara Maharddhika. Sebagai organisasi,
Swara
Maharddhika merupakan
wadah
bagi
para
pemuda
untuk belajar
mengembangkan diri dalam berorganisasi dan sekaligus berkesenian. Dari sisi
seni, Guruh bereksperimen dan menemukan bentuk seni yang merupakan paduan
54
antara kebudayaan Barat dan kebudayaan tradisional. Dalam pandangannya, seni
tradisional harus diangkat agar lebih dihargai dan seni ini tidak harus dipentaskan
secara biasa-biasa saja melainkan bisa juga diramu secara mewah, penuh cahaya,
gemerlap, dan kolosal, sesuai tradisi pakaian daerah di seluruh Nusantara yang
gemerlapan penuh hiasan.
Swara Maharddhika banyak diundang untuk mengisi acara besar. Setiap
pementasannya melibatkan puluhan bahkan kadang lebih dari seratus pendukung.
Anggota aktifnya dibatasi 100 sampai 150 orang. Swara Maharddhika berpentas
pertama kali di Museum Fatahillah, Jakarta dalam acara dasawarsa Yayasan Mitra
Budaya sekaligus perpisahan Ali Sadikin pada akhir masa jabatannya sebagai
Gubernur DKI Jakarta. (http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3051;
internet accesed 7 Maret 2013) dan beberapa kali mengisi acara lainnya antara lain
dalam Dies Natalis Fakultas Psikologi VI. Organisasi Swara Maharddhika juga
menyanyikan lagu-lagu ciptaan Guruh Soekarno Putra yang menjadikan kelompok
vokal grup SMA 4 menjadi kelompok yang berbeda pada jaman itu. Dan jarang pada
saat itu ada kelompok tarian seperti Swara Maharddhika yang memiliki konsep
tersediri dalam menampilkan sebuah koreografi. Menjadikan Swara Maharddhika
sebuah role model untuk seni pertunjukan pada jaman itu. Tahun 1979 menjadi
tonggak awal Swara Maharddhika dikenal orang banyak karena pada tahun tersebut
menjadi tahun pertama Swara Maharddhika mengadakan pagelaran kolosal di Balai
Sidang.
Kepiawaian Guruh dalam mengekspresikan seni dalam kelompok Swara
Maharddhika ditunjukkan dalam Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra I pada
tahun 1979. Pagelaran tersebut berlangsung sukses dan menjadi modal utama untuk
kembali mengadakan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno II dengan tajuk
Untukmu Indonesiaku yang kemudian difilmkan dalam bentuk semi dokumenter
(1980) dan disusul kemudian dengan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra III
hingga ke Singapura dengan mengusung tema Cinta Indonesia Pagelaran Jakarta
Week (1984) serta Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno IV : Gilang Indonesia
Gemilang (1986). Selain itu, Guruh juga pernah menggelar pertunjukan kolosal
“JakJakJakJak Jakarta” dalam rangka ulang tahun Jakarta ke 462 tahun (1989) dan
55
dalam rangka 10 tahun Swara Maharddhika dengan judul pagelaran Gempita Swara
Maharddhika (1987).
Namun pada tahun 1987 kegiatan organisasi Swara Maharddhika dihentikan
karena terdapat perbedaan pendapat tentang visi dan misi di dalam anggota internal
Swara Maharddhika dan diganti menjadi sebuah yayasan kesenian dimana dari sebuah
yayasan tersebut dapat mengobarkan semangat nasionalisme dan cinta Tanah Air
kepada generasi muda lewat kesenian khususnya seni tari.
Dengan tujuan komersial untuk membiayai segala kegiatannya dalam jalur
bisnis pertunjukan profesional, Swara Maharddhika mendirikan sebuah badan usaha
bernama Gencar Semarak Perkasa. Perusahaan ini memproduksi antara lain
pertunjukan tari, menyediakan model iklan, peragawan-peragawati, memberikan
layanan jasa seperti barisan pagar ayu, penerima tamu, penata musik, dan koreografer,
serta membuka kursus tari Bali. Tujuan kelompok seni ini adalah mendirikan sebuah
sekolah
seni.
(http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3051;
internet
accesed 7 Maret 2013)
2.6.2 Tokoh
1. Guruh Soekarno Putra
Guruh
Soekarnoputra atau
lengkapnya Muhammad
Guruh
Irianto
Soekarnoputra (lahir di Jakarta, 13 Januari 1953; umur 60 tahun) adalah anak
bungsu dari pasangan presiden pertama RI, Soekarno dan Fatmawati serta adik
kandung dari presiden kelima RI. Sejak kecil, Guruh telah terlatih
sebagai penari yang terampil di samping mengasah bakatnya di dunia musik,
Ia
mendirikan
Production (Gencar
grup
kesenian
Semarak
Indonesia
Perkasa)
dan
yang
juga
bernama GSP
sebelumnya Swara
Mahardhika. Selain itu ia juga pernah mendirikan grup musik Guruh
Gipsy dan Gank Pengangsaan bersama Keenan Nasution, Abadi Soesman,
dan Chrisye.
Guruh Soekarnoputra menikah dengan Gusyenova Sabina Padmavati yang
berasal dari Uzbekistan. Sebagai bagian dari keluarga besar Bung Karno,
Guruh Soekarnoputra juga aktif dalam dunia politik Indonesia dan tercatat
sebagai anggota DPR dari PDIP. Tanggal 23 Maret 2011, bertepatan dengan
56
Perayaan Hari Musik Nasional, Guruh menerima Penghargaan Nugraha
Bhakti Musik Indonesia (NBMI) dari Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta
Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Guruh_Soekarnoputra;
internet
accessed
07
Maret 2013)
2. Denny Malik
Denny
Malik (lahir 18
Februari 1963;
umur
50
tahun)
adalah
seorang koreografer, pemeran dan penyanyi Indonesia. Denny terlahir sebagai
bangsawanKerajaan Inderapura, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dikarenakan
ia merupakan keturunan Raja Inderapura yang ke-37. Ia memulai karirnya
sebagai penari, kemudian merambah dengan menjadi aktor dan penyanyi.
Denny terjun ke dangdut dengan merilis album Asap Asmara di penghujung
tahun 2002. Ini bukan pertama kalinya Denny terlibat di dunia dangdut.
Sebelum itu, ia berperan sebagai Rangga di sinetron Melody Cinta. Dalam
sinteron itu dia berakting menyanyikan beberapa lagu dangdut populer. Tahun
2003, Denny mendapat penghargaan AMI Awards 2003 untuk kategori Artis
Pria Dangdut. Satu dekade sebelum Denny merilis album dangdut, ia telah
dikenal di jalur musik pop setelah merilis single Jalan-Jalan Sore di album Jak
Jak Jak Jakarta milik Guruh Soekarnoputra. Kiprahnya di jalur musik pop
ditegaskan dengan merilis album Puteri Impian. Sekarang ia aktif mengajar
mata pelajaran event organizer di SMA Negeri 28 Jakarta dan SMA Negeri 6
Jakarta. (http://id.wikipedia.org/wiki/Denny_Malik; internet accessed 07
Maret 2013)
2.6.3 Jenis dan Macam Kegiatan Organisasi Swara Maharddhika
a. Kegiatan Latihan
Berupa kegiatan latihan menari yang dilakukan secara rutin guna memperoleh
kemahiran sesuai dengan kelas / tingkat yang dimilikinya. Dalam kegiatan latihan
anggota diselipkan kegiatan kreatifitas seperti membuat kostum dan properti
pentas.
b. Kegiatan Pagelaran
Kegiatan ini berupa suatu pagelaran seni tari kreasi modern. Pagelaran tesebut
dapat berlangsung di kota Jakarta, di luar daerah maupun di luar negri, dimana
57
keterlibatan berbagai pihak dan simpatisan, terutama sponsor sangat membantu
kelancaran kegiatan.
c. Kegiatan Seminar / Ceramah & Diskusi
Kegiatan seminar / ceramah & diskusi ini diadakan guna menambah pengetahuan
para siswa mengenai teori-teori kesenian dan budaya khususnya seni tari, dengan
mengundang orang-orang yang berkompeten dalam bidang tari.
2.6.4 Frekuensi Kegiatan Organisasi Swara Maharddhika
a. Kegiatan Latihan :

1 minggu, 4 kali latihan (Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat)

1 hari, 1 kali latihan.

1 kali latihan, 2 jam (pk. 18.00-20.00 wib)
b. Kegiatan Pagelaran

+/- 1 tahun sekali, untuk pagelaran besar.

+/- 2 minggu sekali, untuk pagelaran yang berskala lebih kecil (dihotel bintang
lima, pengiring pada acara-acara tertentu)

Kegiatan seminar : +/- 1 bulan sekali
c. Sarana yang dimiliki

Ruang latihan dan perlengkapannya (ruang ganti, gudang, dan
perlengkapannya)

Kantor

Perpustakaan
2.6.5 Visi , Misi, dan Semboyan Swara Maharddhika
a. Visi : Menyanyi, Menari, Belajar, Bekerja, Berjuang. Wadah anak muda
berprestasi.
b. Misi :

Menciptakan identitas nasional yang tangguh menghadapi pergaulan antar
budaya.

Membina sifat jujur dan terbuka, memupuk rasa disiplin yang bertanggung
jawab.

Membulatkan tekad untuk bersatu padu mendobrak adat istiadat yang sudah
tidak sesuai dengan jaman, menuntut kemajuan dan meninggalkan kebodohan.
58

Menempuh pribadi menjadi “Pancasilais” yang penuh pengabdian kepada
tanah air.

Menampilkan sosok citra Indonesia dari keanekawarnaan unsur Barat-Timur.
c. Semboyan : Kesatuan dan Persatuan adalah Kekuatan.
2.6.6 Lambang Swara Maharddhika
Gambar 2.2.3 Lambang Swara Maharddhika
Sumber : Buku Acara 10 tahun Swara Maharddhika, 1987
59
Gambar 2.2.4 Slogan dan Janji Swara Maharddhika
Sumber : Buku Acara 10 tahun Swara Maharddhika, 1987
2.6.7 Data Survey
Tempat latihan GSP Production berlokasi di Jl. Wijaya I, no. 381 A, Jakarta
12170, Indonesia. Memiliki fasilitas lobi beserta area latihan, ruang meeting, dan
ruang kantor pengelola. Seperti yang dibahas dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Analisa data survey tempat latihan GSP Production
GAMBAR
ANALISA
Lobi dalam GSP Production menyatu dalam
area latihan. Dari pintu masuk langsung
terdapat meja resepsionis dan logo dari GSP
Production.
Lantai : diaplikasikan dengan lantai keramik
dan lantai plesteran (screeeding).
Dinding : dicet tembok berwarna putih.
Ceiling : gypsum dicet berwarna putih
dengan lampu general light.
60
Gambar di samping merupakan ruang tunggu
untuk tamu sekaligus untuk beristirahat
apabila sedang diadakannya latihan. Material
sama dengan lobi karena menyatu menjadi
satu area.
Gambar disamping merupakan area latihan
yang sering digunakan untuk latihan harian
GSP Production. Area latihan menyatu
dengan area lobi, area duduk, dan ruang
meeting. Tidak ada ruang khusus untuk
latihan.
Lantai : sama seperti di area lobi, terdiri dari
lantai
keramik
dan
lantai
plesteran
(screeeding).
Dinding : Sisi sebelah kanan dinding di
pasang cermin menerus di seluruh dinding.
Seluruh dinding dicet berwarna putih. Kaca
berfungsi hanya untuk dipakai untuk latihan.
Ceiling : gypsum dicet berwarna putih
dengan lampu general light.
61
Gambar
disamping
merupakan
kantor
pengelola dari GSP Production. Gambar yang
diambil hanya sebagian sudut-sudut tertentu
karena faktor privasi dari pengelola.
Download