1. Immune System Targeting By Biodegradable Nanoparticles For Cancer Vaccines (Silva., et al. 2013) Konsep terapi vaksin kanker didasarkan pada aktivasi sistem kekebalan tubuh melawan sel tumor setelah adanya antigen tumor. Nanopartikel (NP) telah menunjukkan potensi besar sebagai sistem penghantar untuk vaksin kanker karena mereka mempotensiasi co-pengiriman antigen tumor terkait dan bahan pembantu menuju sel dendrit (DC), menjamin aktivasi efektif dari sistem kekebalan tubuh terhadap sel tumor. Dalam ulasan ini, dibahas mengenai mekanisme kekebalan di balik vaksin kanker, termasuk peran DC dalam stimulasi limfosit T dan penggunaan reseptor Toll-like (TLR) ligan sebagai adjuvant. Gambaran dari masing-masing dari tiga komponen penting vaksin kanker terapi yaitu antigen, adjuvant dan sistem penghantarannya dijelaskan dengan khusus yang ditekankan pada potensi sistem pengiriman partikel untuk vaksin kanker, khususnya yang terbuat dari bahan biodegradable poliester alifatik, seperti poli (asam laktat-co-glikolat) (PLGA) dan poli-ε-kaprolakton (PCL). Lebih khusus, dijelaskan bahwa penyerapan antigen oleh sel dendrit tergantung pada beberapa faktor seperti : ukuran, bentuk, muatan permukaan, hidrofob/hidrofilisitas, serta interaksi reseptor. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sistem penghantaran yang terdiri dari partikulat bisa meningkatkan penyerapan antigen dan adjuvant oleh sel dendrit. Sistem nanopartikel juga memberikan perlindungan kepada protein, peptida, dan asam nukleat. Sistem Nanopartikel yang terdiri dari polimer biodegradable, seperti amphiphilic poliester mampu memberi profil pelepasan terkontrol, sedangkan laju pelepasan dapat diatur oleh manipulasi sifat fisikokimia polimer seperti berat molekul. Selain itu penggunaan adjuvant seperti ligan TR berfungsi untuk merangsang Dendrit Cells, untuk produksi sitokin pro-inflamasi dan untuk membalikkan aksi imunosupresif. Beberapa keuntungan inilah yang memicu pengembangan vaksin kanker dengan penggunaan bahan nanopartikel. Namun, dalam jurnal ini juga masih dipermasalahkan mengenai beberapa hal dalam pembuatan vaksin nanopartikel untuk terpai kanker, diantaranya mengenai serapan bahan nanopartikel oleh sel dendrit, kemudian ukuran nanopartikel yang diinginkan, muatan permukaan nanopartikel juga rute pemberian yang diinginkan. 2. Mucosal Vaccines: The Promise And The Challenge (Neutra, Marian., et al. 2006) Kebanyakan agen infeksi masuk ke dalam tubuh di permukaan mukosa dan karena itu respon imun mukosa berfungsi sebagai garis pertahanan pertama. Respon pelindung mukosa yang paling efektif disebabkan oleh imunisasi mukosa melalui mulut, hidung, dubur, atau vagina. Tetapi sebagian besar vaksin yang digunakan saat ini berupa injeksi. Dalam jurnal ini dijelaskan beberapa hal yang penting seperti, mekanisme proteksi dari permukaan mukosa pernafasan, saluran GI dan genital, respon imun dari mukosa, tantangan dalam design vaksin mukosa, juga pengembangan vaksin mukosa untuk HIV. Penelitian saat ini memberikan wawasan baru ke dalam fungsi jaringan mukosa dan interaksi respon imun bawaan dan adaptif yang menghasilkan perlindungan kekebalan pada permukaan mukosa. Kemajuan ini untuk mempercepat pengembangan dan pengujian vaksin mukosa baru terhadap banyaknya penyakit termasuk HIV / AIDS. Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan terhadap efektivitas vaksin mukosa pada penderita HIV, memang masih menunjukkan hasil yang kurang optimal. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi hasilnya, beberapa hipotesa yang muncul adalah kurang tepatnya adjuvan yang digunakan, respon yang rendah antara vaksin terhadap permukaan mukosa, dan masih banyak lagi hal yang mempengaruhi. Maka dari itu, penelitian ini masih terus berlanjut guna menemukan rancangan yang tepat untuk pengembangan vaksin mukosa ini. 3. Duration of effectiveness of pertussis vaccine: evidence from a 10 year community study (Jenkinson, 1988) Dalam penelitian ini vaksin pertusis dinilai sangat efektif dalam mengurangi kejadian batuk rejan ( batuk yang disebabkan infeksi paru – paru oleh bakteri pada saluran pernafasan) di inggris. Telah banyak upaya untuk mengukur efek dan durasi efeknya dan dihasilkan angka yang berbeda untuk kemanjuran vaksin tersebut dan sedikit informasi tentang efeknya. Dalam studi kali ini peneliti inigin mengukur durasi efektivitas vaksin pertusis seara longitudinal. Vasksinasi pertusis merupakan satu – satunya imunisasi untuk bayi yang tidak diperkuat kelanjutanya ketika anak tersebut pertama masuk ke sekolah. Kebanyakan kasus batuk rejan oleh bayi didapatkan ole saudara tuanya yang telah terinfeksi di sekolah. Oleh karena itu penguatan vaksin ini sebaiknya dilakukan oleh saudara tua atau rekan – rekanya yang berada di sekolah guna mengurangi tertularnya pada bayi pada waktu dirumah. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemanjuran vaksin pertusis dapat menyeleseikan hanya tahun pertama setelah imunisasi dan jatuh bertahap selama tiga tahun kedepan meskipun pada tahun ke empat masih efektif sekitar 84%. Selama masa tiga tahun keberhasilan vaksin tersebut sekitar 50 % yang mungkin tidak memadai. Mungkin tidak banyak dari konsekuensi bagi anak individu usia sekolah jika vaksin gagal melindungi dia, tetapi mungkin penting untuk bayi muda di rumah. Sebuah program vaksinasi pertusis harus mampu mencapai kawanan baik kekebalan, dan vaksin hadir atau jadwal penggunaan tidak tampaknya akan mencapainya. Pertimbangan mungkin diberikan untuk termasuk vaksinasi pertusis dalam program imunisasi prasekolah. 4. A CONTROLLED TRIAL OF A TWO-COMPONENT ACELLULAR, A FIVE-COMPONENT ACELLULAR, AND A WHOLE-CELL PERTUSSIS VACCINE (Gustafsson, Hallander, Olin, Reizenstein, & Storsaeter, 1996) Dikarenakan adanya kekhawatiran dan keselamatan adanya vaksin, vaksin pertusif telah diasukkan kedalam program vaksinasi di pemerintahan swedia 1979. Dalam penelitian ini untuk memberikan data yang mungkin mengizinkan reintroduksi pertusis sebuah vaksin, kami melakukan uji coba terkontrol plasebo dari dua acellular dan satu vaksin pertusis sel utuh.metode yang digunakan dengan cara anak – anak sebanyak 9829 kelahiran tahun 1992 secara acak ditugaskan untuk menerima salah satu dari empat vaksin yaitu dua-komponen aselular difteri tetanus pertusis- (DTP) vaksin (2566 anak-anak), sebuah lima komponen vaksin DTP acellular (2587 anak-anak), sebuah Seluruh sel vaksin DTP berlisensi di Amerika Serikat (2102 anak-anak), atau (sebagai kontrol) sebuah vaksin yang mengandung difteri dan toxoid tetanus (DT) saja (2574 anak-anak). Vaksin diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan , dan anak-anak kemudian diikuti tanda-tanda pertusis untuk tambahan 2 tahun (untuk usia rata-rata 21/2 tahun). hasilnya vaksin seluruh sel dikaitkan dengan tingkat menangis, sianosis,, demam, dan reaksi lokal dari tiga vaksin lainnya.Tingkat efek samping adalah serupa untuk vaskin acellular vaksin dan vaksin kontrol DT. Setelah tiga dosis, khasiat vaksin terhadap pertusis terkait dengan kasus yang dikonfirmasi laboratorium pertusis atau kontak dengan anggota rumah tangga yang terinfeksi dengan paroxysmal batuk selama 21 hari adalah 58,9 persen untuk dua komponen Vaksin (95 persen interval kepercayaan, 50,9 untuk 65,9 persen), 85,2 persen untuk vaksin lima komponen (95 persen interval kepercayaan, 80,6-88,8 persen), dan 48,3 persen untuk vaksin seluruh sel (95 persen interval kepercayaan, 37,0-57,6 persen). Dari penelitian tersebut dapat disimpulkanvaskin pertusif lima komponen aseluler dapat direkomendasikan untuk digunakan secara umum , karena memiliki profil kamanan dan memberi perlindungan berkelanjutan terhadap pertusis. Dua-komponen Vaksin aselular dan vaksin seluruh sel yang kurang efektif. 5. Next-Generation Dengue Vaccines: Novel Strategies Currently Under Development. Viruses and . Novel adjuvants & delivery vehicles for vaccines development: A road ahead (Teena Mohan., et al, 2013) Rekombinan murni dan antigen sintetis digunakan dalam vakin modern umumnya kurang immunogenik dari older style live/attenuated dan membunuh vaksin organisme secara keseluruhan. Satu dapat meningkatkan kualitas produksi vaksin dengan memasukkan imunomodulator atau adjuvant dengan kenderaan pengiriman dimodifikasi yaitu liposom, kompleks merangsang kekebalan tubuh (ISCOMS), mikro/ nanospheres bagian dari alum, digunakan sebagai standar emas. Adjuvant digunakan untuk menambah efek vaksin dengan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk merespon vaksin , lebih keras , dan dengan demikian memberikan peningkatan kekebalan terhadap penyakit tertentu . Adjuvant menyelesaikan tugas dengan meniru set spesifik molekul dilestarikan evolusi yang meliputi lipopolisakarida ( LPS ) , komponen dari dinding sel bakteri , endocytosed asam nukleat seperti dsRNA , ssDNA dan unmethylated CpG dinukleotida mengandung DNA . Dari literatur , tampaknya bahwa respon imun humoral telah diamati untuk sebagian adjuvan dan platform pengiriman sementara virus - vektor , ISCOMS dan Montanides telah menunjukkan respon sel T sitotoksik dalam uji klinis . MF59 dan MPL® telah menimbulkan tanggapan Th1 , dan partikel mirip virus ( VLP ) , nanopartikel non - degradable dan liposom juga telah menghasilkan imunitas seluler . Komponen vaksin tersebut juga telah dievaluasi untuk rute alternatif administrasi dengan keberhasilan klinis dilaporkan untuk pengiriman intranasal dari virus - vektor dan proteosomes dan pengiriman oral vaksin VLP . DAFTAR PUSTAKA Joana M. Silva, Mafalda Videira, Rogério Gaspar, Véronique Préat, Helena F. Florindo. System Targeting by Biodegradable Nanoparticles for Cancer Vaccines. Journal of Controlled Release 168 (2013) 179–199 Marian R. Neutra, Pamela A. Kozlowski. Mucosal vaccines: the promise and the challenge. Nature Reviews Immunology (2006) 148-158 Teena Mohan, Priyanka Verma, D. Nageswara Rao. Novel adjuvants & delivery vehicles for vaccines development: A road ahead. Indian J Med Res 138, (2013), pp 779-795 Gustafsson, L., Hallander, H. O., Olin, P., Reizenstein, E., & Storsaeter, J. (1996). A controlled trial of a two-component acellular, a five-component acellular, and a wholecell pertussis vaccine. The New England Journal of Medicine, 334(6), 349–355. Jenkinson, D. (1988). Duration of effectiveness of pertussis vaccine: evidence from a 10 year community study. British Medical Journal (Clinical Research Ed.), 296(6622), 612–4. TUGAS SISTEM PENGHANTARAN OBAT JOURNALS REVIEW: VAKSIN INKONVENSIONAL Oleh : Nyoman Yoga Irwan P 051211131063 Hanif Rifqi P 051211133021 M. Ashraf Bin Kamil 051211133103 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA TAHUN AJARAN 2015/2016