refleksi penerapan alat akuntabilitas sosial di

advertisement
AKUNTABILITAS SOSIAL :
REFLEKSI PENERAPAN ALAT AKUNTABILITAS SOSIAL DI SEKTOR
PENYEDIAAN AIR BERSIH
Oleh Rizki Estrada OP
LATAR BELAKANG
Negara menjamin Hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif
, karena Negara-lah yang menguasai sumber daya air yang tentunya untuk
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya.1
Terbersit didalam pikiran setelah mengutip pernyataan yang tertuang dalam salah
satu undang-undang yang berkenaan dengan sumber daya air, disandingkan
dengan apa yang dirasakan saat ini secara kenyataan, yang mendorong sebuah
pertanyaan besar didalam pikiran, apa benar bahwa negara telah menjamin hak
setiap orang untuk mendapatkan air? Apakah benar bahwa negara telah menjamin
air yang diperoleh sehat dan bersih? Dan apakah benar bahwa sumber daya air
yang kaya di negeri ini memang diperuntukkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat? Sudahkah rakyat kita makmur?
Pada umumnya warga menilai bahwa air yang didapat bukanlah sepenuhnya dari
negara, tapi diperoleh dari alam yang telah lama ada sebelum adanya negara,
diperoleh secara cuma-cuma dan tentunya tanpa pungutan biaya, tapi bagaimana
sekarang senyatanya terjadi, setelah di kelola negara, hampir semua air yang
diperoleh tidak semua bisa didapatkan secara cuma-cuma dan gratis, melainkan
berbatas, dibagi dan tentunya semua harus membayar.
Jaminan negara untuk air sehat dan bersih, semua hanya janji. Senyatanya air sehat
dan bersih hanya dapat diperoleh dengan cara membeli, yang notabene air sehat
cuma di miliki swasta yang diperoleh melalui air-air kemasan yang diperjualbelikan
secara bebas tanpa ada pengendalian dan pengawasan yang ketat dari negara,
sumber air permukaan seperti sungai penuh pencemaran dari limbah industri,
sehingga mendorong warga masyarakatnya kudu membeli air kemasan bahkan air
jerigen untuk kebutuhan sehari-harinya, yang terkadang yakin dan tidak yakin air itu
layak dan aman untuk dikonsumsi atau tidak, karena tidak dijamin oleh negara.
Ironisnya, negara yang ada cuma pemberian izin yang sebesar-besarnya bagi pihak
swasta, perusahaan milik negara bahkan perorangan, yang justru mendorong
eskploitasi besar-besar bagi rakyat untuk memperjualbelikan air, dan tak heran
pertumbuhan penjual air kemasan atau isi ulang sudah terus bertumbuh pesat, dan
negara seakan tutup mata dengan kenyataan tersebut. Jadi pertanyaanya, rakyat
mana yang makmur? Jika petani harus berebut air demi ladang pertaniannnya
dengan kepentingan industri, pembangkit energi maupun pertambangan, air tanah
1
Dikutip dari UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 5 dan Pasal 6
semakin berkurang karena pertumbuhan penduduk yang mendorong bertumbuhnya
ladang untuk pembangunan permukiman baru berupa perumahan mewah dan
apartemen, maupun kaum kapitalis elit
yang menguasai air tanah untuk
kepentingannya sendiri seperti kolam renang, pencucian kendaran, dsb. Sebatas air
hujanlah harapan untuk kelangsungan rakyat kelak, meskipun tidak menentu
tersedia, dan yang tentunya tidak dapat dijamin oleh negara, tapi oleh alam. Dan
apabila esok lusa air sudah semakin langka dan sulit diperoleh, barulah negara
berperan, yaitu memberikan subsidi untuk air bersih.
MENUNTUT AKUNTABILITAS SOSIAL DALAM PEMENUHAN HAK ATAS
AIR
Negara yang terdiri dari organ politik, birokrasi dan hukum didalamnya, sebenarnya
telah berjanji pada rakyatnya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak
atas air, yang diantaranya mencegah terganggunya pemenuhan hak atas air baik
langsung maupun tidak langsung, mencegah keterlibatan pihak-pihak lain , dan
mengambil langkah untuk mencapai pemenuhan hak atas air bagi warga negaranya.
Secara tegas, kata “menjamin” merupakan “janji” negara terhadap warga negaranya
yang semestinya dipenuhi.
Lantas, bagaimana bila negara tidak mampu memenuhi hak warga negara nya untuk
memperoleh hak mendapatkan dan memperoleh air untuk kebutuhan mereka.
Jawabannya adalah dengan cara menagih dan menuntut janji tersebut. Bagaimana
bisa?, tentunya bisa, secara tegas undang-undang maupun peraturan pemerintah
telah mengatur hak-hak warga negara, yang salah satunya adalah berpartisipasi
aktif untuk mengeluarkan pendapat, penilaian, pelaporan dan pengaduan dan
tentunya memperoleh informasi publik.
Secara prinsipnya, negara pun tidak sendiri didalam mengimplementasikan amanah
yang telah dijanjikannya. Khusus sektor air bersih, negara mendelegasikan amanah
tersebut terhadap perangkat-perangkat negara untuk membantu pemenuhan hak
atas air bagi masyarakatnya. Sebagai contoh Negara Indonesia, terdapat beberapa
kementerian dan lembaga yang bertanggungjawab untuk mengurusi pemenuhan
hak atas air dan menjamin pemenuhan tersebut bagi warga negara untuk
mendapatkannya. Jaminan negara tersebut didelegasikan dilintas kementerian yang
diantaranya Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kesehatan, Menteri Lingkungan
Hidup dan Menteri Perumahan Rakyat, sedangkan lembaga atau setingkat badan
pun turut di bentuk, seperti halnya Badan Pengendali Sistem Penyediaan Air Minum
(BP-SPAM) serta Balai Besar Pengelolaan Sungai (BBWS) yang tetap berada
dibawah koordinasi kementrian Pekerjaan Umum.
Ditingkat pemerintahan daerah, amanah tersebut pun turut ditularkan terhadap
lembaga-lembaga yang memiliki hubungan vertikal hanya dibedakan berdasarkan
batas wilayah dan kewenangan antara propinsi dan kabupaten/kota. Akan tetapi,
kekhususnya di tingkat kabupaten/kota peran tanggungjawab didalam pemenuhan
hak atas air dibagi kepada Perusahan Daerah Air Minum (PDAM), yang merupakan
perusahaan milik daerah, yang berfungsi sebagai mesin anjungan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Banyak sudah lembaga-lembaga pemerintah yang mengemban amanah untuk
pemenuhan hak atas air bagi masyarakatnya, tidak menutup kemungkinan bahwa
pemerintah pun telah memberikan izin dan menggandeng pihak-pihak swasta
bermodal besar untuk meraih keuntuangan atas nama pemenuhan hak dan
penjaminan kesehatan bagi kehidupan masyarakatnya yang berkelanjutan.
Pertanyaannya sudahkah badan-badan publik maupun swasta telah memenuhi hak
masyarakatnya untuk menjadi lebih sehat dan produktif?
Ironisnya, semua janji dan jaminan telah dituangkan kedalam peraturan bahkan
perencanaan dan penganggaran pembangunan mulai tingkat nasional sampai
tingkat daerah.
Anggaran-anggaran yang diperoleh dari rakyat pun telah
dialokasikan setiap tahunnya kedalam program dan kegiatan untuk pemenuhan hak
atas ais bersih. Kendati demikian, masih banyak warga masyarakat yang justru
belum mendapatkan hak mereka semestinya.
Dana-dana pusat yang bersumber dari APBN atau dari hutang-hutang luar negeri
yang dikemas kedalam program nasional untuk pengembangan sistem air bersih
maupun air minum, bahkan dana pusat yang digelontorkan ke daerah kedalam
bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Alokasi Umum (DAU), bahkan
dana yang bersumber dari APBD yang dialokasikan setiap tahunnya belum mampu
menepati jaminan yang telah menjadi amanah.
Lantas kemanakah anggaran itu mengalir, seberapa “jernih” anggaran itu disalurkan
dan dilaksanakan. Kadang muncul banyakan pernyataan bahwa anggaran publik
bagi penyediaan layanan air bersih, tidak sebersih penyaluran dan pelaksanaanya.
Anehnya, masyarakat hanya bisa diam dan bingung dengan sendirinya, karena
tidak banyak tahu mengenai anggaran bahkan pelaksanaan anggaran publik bagi
program- program penyediaan air bersih, akibat dari tertutupnya keran informasi
publik yang semestinya diperoleh oleh masyarakat, khusunya di tingkat
kabupaten/kota.
Atas dasar persoalan diatas, maka pondasi akuntabilitas sosial adalah penting,
khususnya didalam penyediaan air bersih. Keterlibatan warga negara, atau dalam
hal ini warga biasa dan organisasi masyarakat sipil untuk mampu berpartisipasi
secara langsung maupun tidak langsung adalah wajib secara nyata untuk mampu
meminta dan menuntut pertanggungjawaban sosial dari negara atau pemerintah
yang telah menjanjikan untuk menjamin hak setiap orang didalam memperoleh hak
atas air.
PENERAPAN DAN PENGUNAAN ALAT AKUNTABILITAS SOSIAL: STUDI
KASUS DI DAERAH
Mekanisme akuntabilitas sosial bertujuan untuk memungkinkan warga negara,
dalam hal ini warga biasa maupun organisasi masyarakat sipil untuk terlibat didalam
proses pembuatan kebijakan, pelayanan, penyusunan anggaran dan analisis,
penelusuran belanja publik dan pemantauan kinerja pelayanan publik dengan cara
yang mengungkapkan terhadap sisi permintaan (demand side) dan menuntut
akuntabilitas dari pemerintah dan penyedia layanan untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya.
Meskipun di tingkat pemerintahan pusat, banyak ragam program-program
berplatform nasional digulirkan ke tingkat daerah untuk penyediaan air bersih
maupun sanitasi yang berbasis masyarakat, akan tetapi belum menjadi komitmen
pemerintah di daerah, khususnya tingkat kabupaten/kota untuk mampu mengadopsi
sepenuhnya. Beberapa praktik akuntabilitas sosial lebih banyak di dorong oleh
organisasi masyarakat sipil, untuk menggerakan sisi permintaan dari bawah ke atas
(bottom –up). Terdapat beberapa alat pendekatan yang umum dilakukan oleh
organisasi masyarakat sipil sebagai cara untuk menuntut akuntabilitas sosial
terhadap janji-janji pemerintah maupun janji politik didalam pemenuhan hak –hak
dasar warga negara melalui pendekatan penelitian sebagai basis bukti.
Sebagai contoh, Perkumpulan Inisiatif bersama jaringan kelompok masyarakat di
Kabupaten Bandung dan Garut pada tahun 2011-2012 melakukan uji akses
informasi publik yang dibarengi dengan kegiatan survey penelusuran belanja publik
atau public expenditure tracking survey (PETS) berkenaan dengan program–
program penyediaan air bersih yang di fasilitasi melalui PDAM maupun Dinas Cipta
Karya.
Berdasarkan hasil survey penelusuran , kelompok masyarakat dapat memetakan
aktor-aktor yang terlibat didalam penentuan anggaran, sumber anggaran program
penyediaan air bersih, mekanisme dan periode pelaksanaan anggaran sampai ke
tingkat masyarakat penerima manfaatnya. Hasil survey tersebut pun menunjukkan
bahwa alokasi anggaran untuk program-program penyediaan air bersih di tingkat
daerah, khususnya ditingkat kabupaten/kota lebih banyak disokong melalui
anggaran pusat melalui dana alokasi khusus (DAK) maupun dana alokasi
umum(DAU), dan sedikit sekali jumlahnya anggaran yang dialokasikan melalui
APBD.
Hal yang mendasari kegiatan survey penelusuran antara lain hasil dari kegiatan
survey yang sebelumnya pernah dilakukan sebelumnya, yakni Rapor Penilaian
Masyarakat atau Citizen Report Card (CRC), dari penelitian yang menitikberatkan
pada survey rumah tangga tersebut, menghasilkan bahwa sebagian besar
pelayanan program penyediaan air bersih dirasakan belum optimal, dari sudut
pandang rumah tangga pengguna PDAM maupun penerima manfaat dari program
melalui Dinas Cipta Karya.
Hal tersebut sangatlah timpang, apabila dari pandangan rumah tangga maupun
masyarakat penerima layanan air bersih, menilai bahwa pemenuhan hak mereka
atas air belumlah sepenuhnya optimal, sementara kucuran dana dari pusat dan
daerah hampir setiap tahun dialokasikan dan dialirkan kedalam bentuk program dan
kegiatan pengembangan sistem penyediaan air bersih, lantas pertanyaanya
seberapa efektifkah anggaran tersebut dilaksanakan, toh pada masyarakat masih
menilai pemenuhan atas akses air bersih , masih lebih dominan dipenuhi oleh pihak
swasta, dengan cara membeli air-air kemasan dan isi ulang.
Tak cukup sampai disitu, pembuktian lainnya bahwa masyarakat menilai bahwa
keberadaan program dan kegiatan penyediaan air bersih pun terkadang tidak jelas
siapa sasarannya, lokasi dibangunnya serta jumlah anggaran yang dilaksanakan
untuk sebuah pembanguna prasarana air bersih, kareana senyatanya tak jarang
bahwa pelaksanaan pembangunan lebih banyak dilakukan oleh pihak kontraktor,
yang tidak semua masyarakat tahu kredibilitas penyedia jasa kontruksi tersebut,
serta tidak semua tahu bagaimanakah proses penentuan penyedia jasa tersebut.
Kondisi yang digambarkan diatas, merupakan hasil kegiatan audit sosial yang
dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri, masyarakat yang merupakan penerima
manfaat langsung dari program pelayanan air bersih. Sebagai contoh, masyarakat
pada umumnya menilai bahwa kualitas air yang diperoleh dari PDAM, berbau
kaporit. Yang tentunya, mereka enggan untuk mengkonsumsi langsung dari sumber
tersebut, disebabkan mereka tidak yakin bahwa kandungan kaporit yang terdapat
pada air yang mereka konsumsi sehat dan aman.
Disisi lain, program dan kegiatan penyediaan prasarana air bersih yang difasilitasi
melalui dinas cipta karya, yang bersumber dari anggaran pusat maupun daerah,
masyakat masih menemukan, selain lokasi dan jumlah sasaran yang tidak jelas, ada
hal-hal lain yang selalu luput dari pengawasan pemerintah pada khususnya, yakni
menyangkit soal aset prasarana yang dibangun, umumnya tidak jelas secara
kepemilikan, serah terima prasarana serta hak dan kewajiban pengelolaan semakin
tidak jelas, dan prasarana yang malfungsi.
Disamping itu, indikasi kecurangan didalam memainkan spesifikasi barang pun
kerap sekali terjadi, yang ditandai adanya perubahan pelaksanaan pembangunan
prasarana, tanpa masyarakat tahu tentang alasan mendasar dari perubahan
pelaksanaan teknis pembangunan tersebut, yang senyatanya pada umumnya
masyarakat hanya dilibatkan sebagai pekerja didalam pembangunannya. Informasi
berkenaan dengan desain teknis, perubahan teknis pelaksanaan, anggaran
pelaksanaan, sangatlah jarang dapat diakses oleh masyarakat, dan cenderung
terkunci rapat. Padahal, masyarakatlah yang kedepan terbebani untuk memelihara
prasarana tersebut.
KESIMPULAN DAN PEMBELAJARAN
Sekilas beberapa praktik yang disampaikan diatas, merupakan upaya-upaya warga
masyarakat atau organisasi masyarakat sipil didalam memainkan peran didalam
pengawasan yang sekaligus menuntut akuntabilitas/pertanggungjawaban sosial
berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh sesuai dengan kenyataan yang tentunya
dialami oleh masyarakat itu sendiri.
Peran masyarakat secara aktif didalam upaya pengawasan sangatlah penting,
mengapa demikian? Karena tidak semua upaya pengawasan yang dilakukan oleh
badan dan lembaga pemerintah mampu mengawasi secara utuh kinerja program
dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah itu sendiri. Tak heran, banyak hal yang
selalu luput dari pengawasan didalam program penyediaan air bersih. Oleh
karenanya, masyarakat sepatutnya perlu di libatkan secara utuh didalam setiap
langkah kegiatan.
Beberapa alat akuntabilitas sosial yang umum dilakukan oleh organisasi masyarakat
sipil , diantaranya disajikan pada tabel-1
Tabel-1.
Alat Akuntabilitas Sosial
Alat
Akuntabilitas
Aspek yang
diukur
Tingkat
Penerapan
Sumber
Informasi
Utama
Tipe
Informasi
Metodologi
Survey
Penelusuran
Belanja
Publik
Public
Expenditure
Tracking
Survey
(PETS)
Anggaran
Publik dan
Penelusuran
Anggaran
Pusat dan
Daerah
Rapor
Penilaian
Masyarakat
Raport Penilaian
Komunitas
Audit Sosial
Citizen
Report
Card
(CRC)
Community Report Card
(CSC)
Social Audit (SA)
Kinerja
Pelayanan
Kinerja/efektifitas kinerja
program
Kinerja/efektifitas kinerja
program
Pusat dan
Daerah
Penyedia
layanan
publik&privat)
dan
Penerima
Manfaat
Dokumentasi
valid,
qualitatif dan
quantitatif
data
Review
dokumen,
wawancara
mendalam,
Penerima
manfaat
Kabupaten/kota
Kabupaten/kota
/kecamatan/desa/satuan /kecamatan/desa/satuan
wilayah terkecil
wilayah terkecil maupun
propinsi dan nasional
Penyedia layanan
Penyedia layanan
publik&privat) dan
publik&privat)
Penerima Manfaat
Persepsi,
kuantitatif
data
Kualitatif dan kuantitatif
data
Dokumentasi/bukti valid
dan kualitatif data
Survey
Diskusi kelompok
terarah (FGD)
Survey, wawancara
mendalam, FGD, dan
pertemuan
publik/dengar pendapat
survey
Sumber: Pengalaman Perkumpulan Inisiatif-Bandung 2010-2013
Alat –alat akuntabilitas sosial yang umum diterapkan merupakan upaya
didalam mengukur kinerja pelayanan publik, yang salah satu contohnya
adalah didalam penyediaan air bersih. Dari sisi kegunaan, masyarakat sangat
mudah untuk menerapkannya, dan disamping itu pendekatan diatas pun
merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat yang semestinya dapat
dijalankan secara berkelanjutan dan konsisten.
Apabila badan maupun lembaga pemerintah benar-benar sadar, dari sejumlah
peraturan yang mencantumkan tentang peran masyarakat didalam
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan, terkadang jauh dari apa
yang diimplementasikan. Kini, dengan pendekatan diatas sedikitnya
masyarakat dimampukkan untuk berani menuntut apa yang semestinya
mereka terima, dan mampu menilai apa yang sebenarnya mereka terima
selama ini dengan menggunakan beberapa alat yang telah disampaikan
diatas.
Pemerintah pada prinsipkan akan sangat diuntungkan, dengan adanya peran
aktif masyarakat, masukan maupun koreksi tidak hanya turun dari badanbadan publik yang kompenten, seperti BPK , BPKP dan inspektorat yang
senyatanya belum mampun mengukur dan mengawasi seluruh program dan
kegiatan di sektor publik. Akan tetapi, dengan alat dan pendekatan
akuntabilitas sosial, masyarakat mampu menyampaikan pendapat,
pengaduan dan pelaporan berdasarkan bukti-bukti yang mereka alami serta
dapat dipertanggungjawabkan.
Hanya, kedepan tinggal bagaimana pemerintah itu sendiri mampu menerima
pendekatan tersebut. toh faktanya,peran masyarakat yang terlalu aktif, dan
hasil-hasil yang diperoleh melalui alat akuntabilitas sosial tersebut selalu
dinilai sebagai “serangan” bukan sebuah masukan yang bermanfaat untuk
meningkatkan kinerja layanan mereka, tetapi selalu dipandang terbalik. Maka
tak heran, sebenarnya peran partisipasi masyarakat, khususnya dalam
program penyediaan air bersih masih terkesan tekstual, komitmen pemerintah
khususnya daerah masih sangatlah rendah untuk benar-benar melibatkan dan
mengakomodasi semua input dari masyarakatnya.
Kondisi demikian, mendorong terusnya upaya-upaya penuntutan hak
masyarakat untuk mendapatkan hak-nya sesuai dengan yang telah dijamin
oleh pemerintah, sampai pemerintah benar-benar sadar bahwa kedepan
masyarakat sudah semakin cerdas dan berdaya.
--------------------------------------------------------END--------------------------------------------------------------
Download