Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Manajemen Risiko DISCLAIMER Isi kodifikasi ini adalah himpunan peraturan Bank Indonesia yang disusun secara sistematis berdasarkan kelompok dan topik tertentu untuk memudahkan pembaca memahami peraturan dan menelusuri rekam jejak keberlakuan suatu peraturan Bank Indonesia. Penyusunan kodifikasi ini telah melalui proses pemeriksaan dan editing terkait keakuratan dan kelengkapan peraturan yang dikodifikasikan. Namun demikian mengingat bahwa peraturan Bank Indonesia dapat berubah dari waktu ke waktu, maka setiap akses dan penggunaan atas kodifikasi ini agar dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan tanggal unggah dan sumber orisinal dari masing-masing peraturan Bank Indonesia yang dirujuk.1 1 Peraturan Bank Indonesia dapat diakses pada situs resmi Bank Indonesia http://www.bi.go.id/ atau melalui fasilitas pencarian peraturan pada situs resmi Bank Indonesia (http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Search/). Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Manajemen Risiko Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Siti Astiyah Wahyu Yuwana Hidayat Komala Dewi Wirza Ayu Novriana Anggayasti Hayu Anindita Tresna Kholilah Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia Telp: 021‐ 29817321 Fax.: 021‐ 2311580 email: [email protected] Hak Cipta © 2013, Bank Indonesia 2013 Manajemen Manajemen Risiko DAFTAR ISI Paragraf Daftar Isi Rekam Jejak Regulasi Manajemen Risiko Dasar Hukum Regulasi Terkait Regulasi Bank Indonesia Hal. i – x Hal. xi Hal. xii Hal. xii – xiii Hal. xiv Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Par. 1 Par. 2 – 4 Par. 5 – 7 Ketentuan Umum Ruang Lingkup Manajamen Risiko Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Par. 5 Par. 6 Par. 7 Umum Kewenangan dan Tanggungjawab Dewan Komisaris Kewenangan dan Tanggungjawab Direksi Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Par. 8 – 9 Par. 8 Par. 9 Kebijakan Manajemen Risiko Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Par. 10 – 12 Par. 10 Par. 11 Par. 12 Umum Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Sistem Informasi Manajemen Risiko Sistem Pengendalian Intern Umum Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko Organisasi dan Fungsi Manajemen RIsiko Rencana Kegiatan (Action Plan) Penerapan Manajemen Risiko Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru Laporan Lain Batas Waktu Penyampaian Laporan Format Laporan dan Alamat Penyampaian Lain‐Lain Penilaian Penerapan Manajemen Risiko Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko Hal. 6 Hal. 6 Hal. 6 – 7 Hal. 7 – 9 Hal. 7 – 8 Hal. 8 – 9 Hal. 9 – 11 Hal. 9 Hal. 9 – 11 Hal. 11 Hal. 11 – 13 Par. 13 – 14 Par. 15 Hal. 11 – 12 Hal. 13 Par. 16 – 19 Hal. 13 – 16 Par. 18 Par. 19 Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru Pelaporan Hal. 1 – 2 Hal. 2 – 5 Hal. 6 – 7 Par. 13 – 15 Par. 16 Par. 17 Umum Komite Manajemen Risiko Satuan Kerja Manajemen Risiko Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko Sanksi Halaman Hal. 13 Hal. 14 Hal. 14 – 16 Hal. 16 Par. 20 – 22 Par. 23 – 30 Hal. 16 – 18 Hal. 18 – 24 Par. 23 – 24 Par. 25 – 26 Hal. 18 – 19 Hal. 19 – 21 Par. 27 Par. 28 Par. 29 – 30 Hal. 21 – 23 Hal. 23 Hal. 23 – 24 Par. 31 – 33 Hal. 24 Par. 31 – 32 Hal. 24 Par. 33 Hal. 24 Par. 34 – 35 Hal. 24 – 25 i Manajemen Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) Umum Pedoman Manajemen Risiko Pelaporan Lain‐Lain Sanksi Par. 36 Par. 37 – 39 Par. 40 – 44 Par. 45 – 46 Par. 47 – 48 Hal. 26 Hal. 26 – 27 Hal. 27 – 28 Hal. 28 Hal. 28 Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas Umum Pedoman Manajemen Risiko Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Identifikasi Pengukuran Pemantauan Pengendalian Strategi Pendanaan Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuditas Harian Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuditas Intragroup Pengelolaan Aset Likluiditas Berkualitas Tinggi Rencana Pendanaan Darurat/ Contigency Funding Plan (CFP) Sistem Informasi Manajemen Risiko Sistem Pengendalian Intern Pelaporan Sanksi Par. 49 Par. 50 – 93 Hal. 28 – 29 Hal. 29 – 43 Par. 50 – 53 Hal. 29 – 30 Par. 54 – 67 Par. 68 – 89 Par. 68 Par. 69 – 73 Par. 74 – 78 Par. 79 Hal. 31 – 33 Hal. 33 – 42 Hal. 33 Hal. 33 – 38 Hal. 38 Hal. 38 Par. 80 Par. 81 Par. 82 Par.83 Par. 84 Hal. 38 – 39 Hal. 39 – 40 Hal. 40 Hal. 40 Hal. 41 – 42 Par. 85 – 89 Par. 90 – 93 Hal. 42 – 43 Hal. 43 Par. 94 – 101 Par. 102 Hal. 43 – 45 Hal. 45 Par. 103 Par. 104 – 108 Hal. 45 – 46 Hal. 46 – 50 Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana Umum Penerapan Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko secara Umum Penerapan Manajemen Risiko untuk masing‐masing Aktivitas Bank sebagai Investor Reksa Dana Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana Bank sebagai Bank Kustodian Rencana dan Pelaporan Bank yang pertama kali akan melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Bank yang sudah pernah melaksanakan aktivitas dan terdaftar atau memperoleh izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Par. 104 – 105 Par. 106 – 108 Hal. 46 Hal. 46 – 50 Par. 106 Par. 107 Par. 108 Hal. 46 – 47 Hal. 47 – 49 Hal. 49 – 50 Par. 109 – 113 Hal. 50 – 55 Par. 109 Hal. 50 – 53 Par. 110 Hal. 53 – 54 Par. 111 Hal. 54 Par. 112 Hal. 54 ii Manajemen Manajemen Risiko Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian Alamat Penyampaian Laporan Lain‐Lain Sanksi Par. 113 Hal. 55 Par. 114 Par. 115 – 116 Hal. 55 Hal. 56 Par. 117 Par. 118 – 125 Hal. 56 – 58 Hal. 59 – 65 Par. 118 Par. 119 – 122 Hal. 59 Hal. 59 – 62 Par. 119 Par. 120 Par. 121 Par. 122 Par. 122 – 125 Hal. 59 Hal. 59 – 60 Hal. 60 Hal. 61 – 62 Hal. 62 – 65 Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Umum Penerapan Manajemen Risiko dalam Rangka Bancassurance Umum Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank Penyusunan Perjanjian Kerjasama Penggunaan Data Nasabah Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis Bancassurance Referensi Kerjasama Distribusi Integrasi Produk Pelaporan Laporan Aktivitas Baru Bancassurance Laporan Berkala Bancassurance Penyampaian Laporan Tata Cara Pengenaan Sanksi Par. 123 Hal. 62 Par. 124 Par. 125 Hal. 63 – 64 Hal. 64 – 65 Par. 126 – 138 Hal. 65 – 68 Par. 132 – 132 Par. 133 – 135 Hal. 65 – 67 Hal. 67 Par. 136 – 138 Hal. 67 – 68 Par. 139 – 140 Hal. 68 Penerapan strategi Anti Fraud bagi bank Umum Umum Penerapan Manajemen Risiko Strategi Anti Fraud Pelaporan dan Sanksi Par. 141 Par. 142 Par. 143 Par. 144 – 145 Hal. 68 – 69 Hal. 69 – 70 Hal. 70 Hal. 70 – 71 Par. 146 Par. 147 Par. 148 Par. 149 – 150 Hal. 71 – 72 Hal. 72 – 73 Hal. 74 Hal. 75 Par. 151 – 154 Par. 155 Par. 156 – 157 Par. 158 Par. 159 – 160 Hal. 75 – 78 Hal. 78 – 79 Hal. 79 – 84 Hal. 84 – 85 Hal. 85 – 86 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Umum Penerapan Manajemen Risiko Lain‐Lain Sanksi Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak Ketentuan Umum Sistem dan Informasi Pelaporan Perhitungan KPMM Penilaian Kualitas Aktiva Perhitungan BMPK iii Manajemen Manajemen Risiko Par. 161 Par. 162 – 163 Par. 164 – 165 Par. 166 Par. 167 Par. 168 Hal. 86 – 87 Hal. 87 Hal. 88 Hal. 88 – 90 Hal. 90 – 91 Hal. 91 Ketentuan Umum Ruang Lingkup Manajemen Risiko Teknologi Informasi Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Par. 169 Par. 170 – 171 Par. 172 – 185 Hal. 92 – 93 Hal. 93 – 94 Hal. 94 – 100 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Kecukupan Kebijakan dan Prosedur Penggunaan Teknologi Informasi di Bank Proses Manajemen Risiko Terkait Teknologi Informasi Sistem Pengendalian dan Audit Intern atas Penyelanggaraan Teknologi Informasi Par. 172 – 175 Hal. 94 – 95 Par. 176 – 177 Hal. 95 – 97 Par. 178 – 182 Par. 183 – 185 Hal. 97 – 99 Hal. 99 –100 Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Pihak Penyedia Jasa Teknologi Informasi Par. 186 – 189 Hal. 100 – 108 Umum Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center Par. 186 Par. 187 Pengelolaan Perusahaan Anak Penilaian Tingkat Kesehatan dan Profil Risiko Bank Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetepan Status Bank Pelaporan Sanksi Ketentuan Lain‐Lain Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi oleh Pihak Penyedia Jasa Electronic Banking Pelaporan Laporan Penggunaan Teknologi Informasi Laporan Perubahan Mendasar Laporan Lain Format dan Alamat Penyampaian Laporan Lain‐lain Sanksi Prinsip Kehati‐hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain Ketentuan Umum Alih Daya Penerapan Prinsip Kehati‐Hatian dan Manajemen Risiko Pemilihan Perusahaan Penyedia Jasa Perjanjian Alih Daya Penerapan Manajemen Risiko Pelaporan Sanksi Ketentuan Peralihan Lain‐Lain Hal. 100 – 104 Hal. 104 – 105 Par. 188 – 189 Hal. 106 – 108 Par. 190 – 191 Par. 192 – 196 Hal. 108 – 109 Hal. 109 – 112 Par. 192 Par. 193 Par. 194 Hal. 109 – 110 Hal. 110 – 111 Hal. 111 – 112 Par. 195 – 196 Hal. 112 Par. 197 Par. 198 – 200 Hal. 112 Hal. 112 – 113 Par. 201 – 202 Par. 203 – 206 Par. 207 – 216 Hal. 113 – 115 Hal. 115 – 120 Hal. 121 – 129 Par. 207 – 209 Par. 210 Hal. 121 – 122 Hal. 122 – 124 Par. 211 – 216 Hal. 124 – 129 Par. 217 – 218 Par. 219 – 220 Par. 221 – 222 Par. 223 – 224 Hal. 129 – 133 Hal. 133 – 134 Hal. 134 – 135 Hal. 135 iv Manajemen Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ketentuan Umum Ruang Lingkup Manajemen Risiko Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah Umum Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Kebijakan Manajemen Risiko Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Par. 225 Par. 226 – 229 Par. 230 – 233 Hal. 135 – 137 Hal. 137 – 139 Hal. 139 – 142 Par. 230 Par. 231 Hal. 139 Hal. 140 Par. 232 Par. 233 Hal. 140 – 141 Hal. 141 – 142 Par. 234 – 235 Hal. 142 – 143 Par. 234 Par. 235 Hal. 142 Hal. 143 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Par. 236 – 238 Hal. 143 – 145 Umum Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Par. 236 Par. 237 Hal. 143 – 144 Hal. 144 – 145 Sistem Informasi Manajemen Risiko Par. 238 Hal. 145 Par. 239 – 241 Hal. 145 – 147 Par. 239 – 240 Par. 241 Hal. 145 – 146 Hal. 146 – 147 Par. 242 – 245 Hal. 147 – 150 Par. 242 Hal. 147 Par. 243 Par. 244 Par. 245 Hal. 147 – 148 Hal. 149 – 150 Hal. 150 Par. 246 – 249 Hal. 151 – 152 Par. 246 – 247 Par. 248 Hal. 151 – 152 Hal. 152 Par. 249 Hal. 152 Par. 250 – 252 Hal. 152 – 153 Par. 250 – 251 Par. 252 Hal. 152 – 153 Hal. 153 Par. 253 – 254 Hal. 153 – 154 Par. 255 Par. 256 Par. 257 Hal. 154 – 155 Hal. 155 – 156 Hal. 156 – 157 Sistem Pengendalian Intern Umum Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko Organisasi dan Fungsi Manajemen Risiko Umum Komite Manajemen Risiko Satuan Kerja Manajemen Risiko Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko Pelaporan Laporan Profil Risiko Laporan Lain Alamat Penyampaian Lain‐Lain Penilaian Penerapan Manajemen Risiko Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko Sanksi Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor Ketentuan Umum Cakupan Pengaturan Penerapan Manajemen Risiko dan Prinsip Kehati‐Hatian Dalam Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor v Manajemen Manajemen Risiko Pengaturan LTV atau FTV Pada Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti dan Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti Pengaturan Down Payment Pada Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor Tata Cara Pengenaan Sanksi Ketentuan Lain‐Lain Ketentuan Peralihan Par. 258 Hal. 157 – 162 Par. 259 Hal. 162 Par. 260 Par. 261 Par. 262 Hal. 162 – 164 Hal. 164 Hal. 164 Lampiran Lampiran 1 : Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi Sumber Daya Manusia (SDM) Organisasi Manajemen Risiko Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Strategi Manajemen Risiko Tingkat Risiko yang Akan Diambil (Risk Appetite) dan Toleransi Risiko (Risk Appetite) Kebijakan dan Prosedur Limit Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Identifikasi Risiko Pengukuran Risiko Pemantauan Risiko Pengendalian Risiko Sistem Informasi Manajemen Risiko Sistem Pengendalian Intern Pedoman Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing‐Masing Risiko Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Likuiditas Risiko Operasional Risiko Hukum Risiko Stratejik Risiko Kepatuhan Risiko Reputasi Pedoman Penilaian Profil Risiko Lampiran 2 : Struktur Organisasi Manajemen Risiko Pedoman Umum Struktur Organisasi Manajemen Risiko Format 1 Format 2 Format 3 Hal. 165 – 630 Hal. 166 – 275 Hal. 166 – 191 Hal. 166 – 175 Hal. 167 – 169 Hal. 169 – 170 Hal. 170 – 175 Hal. 175 – 181 Hal. 175 – 176 Hal. 177 Hal. 177 – 180 Hal. 180 – 181 Hal. 181 – 188 Hal. 182 Hal. 182 – 185 Hal. 185 – 186 Hal. 186 Hal. 186 – 188 Hal. 188 – 191 Hal. 191 – 274 Hal. 191 – 206 Hal. 207 – 218 Hal. 218 – 236 Hal. 236 – 247 Hal. 247 – 252 Hal. 253 – 261 Hal. 261 – 268 Hal. 268 – 274 Hal. 275 Hal. 276 – 280 Hal. 277 Hal. 277 – 280 Hal. 277 Hal. 278 Hal. 279 vi Manajemen Manajemen Risiko Format 4 Lampiran 3 : Laporan Rencana Kegiatan (Action Plan) Uraian Umum Rencana Kegiatan Uraian Rinci Kegiatan Petunjuk Penyusunan Laporan Rencana Kegiatan Lampiran 4 : Laporan Realisasi Kegiatan (Progress Report) Informasi Umum Uraian Status dan TIndak Lanjut yang DIlakukan Uraian RInci Mengenai Status dan Tindak Lanjut yang Dilakukan Lampiran 5 : Laporan Profil Risiko Lampiran 6 : Analisis Risiko Lampiran 7 : Laporan Profil Maturitas Rupiah Valuta Asing Pedoman Pengisian Laporan Profil Maturitas Lampiran 8 : Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum Latar Belakang Ruang Lingkup Sistem Pengendalian Intern Bank Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern Bank Pihak‐Pihak yang Berkepentingan dengan Sistem Pengendalian Intern Bank Faktor Pertimbangan dalam Penyusunan Sistem Pengendalian Intern Bank Lingkungan Pengendalian Elemen Utama Sistem Pengendalian Intern Bank Pengawasan oleh Manajemen dan Budaya Pengendalian Identifikasi dan Penilaian Risiko Kegiatan Pengendalian dan Pemisahan Fungsi Sistem Akuntansi, Informasi dan Komunikasi Kegiatan Pemantauan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan Lain‐Lain Lampiran 9 : Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet (Internet Banking) Pendahuluan Pokok‐Pokok Penerapan Manajemen Risiko Internet Banking Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi Bank Pengendalian Pengamanan Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi Lampiran 10 : Laporan Aktivitas Baru yang Berupa Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Lampiran 11 : Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana Lampiran 12 : Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana Lampiran 13 : Laporan Reksadana (Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksadana) Hal. 280 Hal. 277 – 285 Hal. 282 Hal. 283 Hal. 284 – 285 Hal. 286 – 291 Hal. 287 Hal. 288 Hal. 289 – 291 Hal. 292 – 294 Hal. 295 – 297 Hal. 298 – 314 Hal. 299 – 301 Hal. 301 – 304 Hal. 305 – 314 Hal. 315 – 336 Hal. 316 – 320 Hal. 317 – 318 Hal. 317 – 318 Hal. 318 – 319 Hal. 319 – 320 Hal. 320 Hal. 320 – 336 Hal. 321 – 324 Hal. 324 – 325 Hal. 325 – 329 Hal. 329 – 333 Hal. 333 – 335 Hal. 335 – 336 Hal. 337 – 353 Hal. 338 – 339 Hal. 312 – 326 Hal. 339 – 342 Hal. 342 – 346 Hal. 346 – 353 Hal. 354 – 355 Hal. 356 – 357 Hal. 358 – 359 Hal. 360 – 361 vii Manajemen Manajemen Risiko Lampiran 14 : Laporan Aktivitas Baru yang Berupa Bancassurance Lampiran 15 : Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance Lampiran 16 : Laporan Berkala Bancassurance Lampiran 17 : Pedoman Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum Latar Belakang Pedoman Umum Penerapan Strategi Anti Fraud Penerapan Manajemen Risiko Strategi Anti Fraud Lampiran 18 : Laporan Penerapan Strategi Anti Fraud Lampiran 19 : Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Latar Belakang Kebijakan Layanan Nasabah Prima Manajemen Risiko pada Aspek‐Aspek Tertentu Lampiran 20 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Neraca) Lampiran 21 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Laporan Laba Rugi) Lampiran 22 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Komitmen dan Kontinjensi) Lampiran 23 : Laporan Perhitungan KPMM Secara Konsolidasi Lampiran 24 : Laporan Rincian ATMR Secara Konsolidasi Lampiran 25 : Laporan Kualitas Aktiva dan Pembentukan PPA Secara Konsolidasi Lampiran 26 : Laporan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait Bank Secara Konsolidasi Lampiran 27.a : Laporan Pelampauan BMPK Secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait Lampiran 27.b : Laporan Pelampauan BMPK Secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait Lampiran 28 : Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Tekonologi Informasi oleh Bank Umum Kata Pengantar Manajemen Pengembangan dan Pengadaan Aktivitas Operasional Teknologi Informasi Jaringan Komunikasi Pengamanan Informasi Business Continuity Plan End User Computing Electronic Banking Audit Intern Teknologi Informasi Penggunaan Pihak Penyediaan Jasa Teknologi Informasi Glossary Lampiran 28.1 : Contoh Penilaian Risiko Lampiran 28.2 : Kategori User pada End User Computing Hal. 362 – 363 Hal. 364 – 365 Hal. 366 – 371 Hal. 372 – 384 Hal. 373 – 374 Hal. 374 – 375 Hal. 375 – 378 Hal. 378 – 384 Hal. 385 – 387 Hal. 388 – 407 Hal. 389 Hal. 389 – 394 Hal. 394 – 407 Hal. 408 – 410 Hal. 411 – 412 Hal. 413 – 414 Hal. 415 – 416 Hal. 417 – 418 Hal. 419 – 420 Hal. 421 – 422 Hal. 423 – 424 Hal. 425 – 426 Hal. 427 – 562 Hal. 429 Hal. 430 – 446 Hal. 448 – 463 Hal. 464 – 473 Hal. 474 – 478 Hal. 479 – 489 Hal. 490 – 498 Hal 499 – 503 Hal. 504 – 519 Hal. 520 – 525 Hal. 526 – 540 Hal. 541 – 554 Hal. 555 – 559 Hal. 562 viii Manajemen Manajemen Risiko Lampiran 29 : Formulir Pelaporan dan Permohonan Persetujuan Penggunaan Teknologi Informasi Penjelasan Cara Pengisian Laporan Lampiran 29.1 : Laporan Penggunaan Tekonologi Informasi Lampiran 29.1.1 : Manajemen Lampiran 29.1.2 : Aplikasi dan Pengembangan Lampiran 29.1.3 : Operasional Teknologi Informasi Lampiran 29.1.4 : Jaringan Komunikasi Lampiran 29.1.5 : Pengamanan Informasi Lampiran 29.1.6 : Business Continuity Plan Lampiran 29.1.7 : End User Computing Lampiran 29.1.8 : Electronic Banking Lampiran 29.1.9 : Audit Teknologi Informasi (Audit TI) Lampiran 29.1.10 : Penyelenggaraan TI oleh Pihak Lain Lampiran 29.2 : Rencana Perubahan Mendasar Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran 29.2.1 : Rencana Penerbitan Electronic Banking Transaksional Lampiran 29.2.2 : Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran 29.2.3 : Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran 29.2.4 : Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran 29.2.5 : Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran 29.3 : Laporan Realisasi Perubahan Mendasar Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran 29.3.1 : Realisasi Penerbitan Electronic Banking Transaksional Lampiran 29.3.2 : Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran 29.3.3 : Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran 29.3.4 : Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran 29.3.5 : Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Hal. 573 – 606 Hal. 566 – 567 Hal. 568 Hal. 569 Hal. 570 Hal. 571 Hal. 572 Hal. 573 – 574 Hal. 575 Hal. 576 Hal. 577 – 578 Hal. 579 Hal. 580 Hal. 581 Hal. 582 Hal. 583 – 584 Hal. 585 – 586 Hal. 587 – 588 Hal 589 – 590 Hal. 591 Hal. 592 Hal. 593 Hal. 594 Hal. 595 Hal. 596 Lampiran 29.4 : Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran 29. 5 : Laporan Kejadian Kritis, Penyalahgunaan dan/atau Kejahatan dalam Penyelenggaraan Teknologi Informasi (TI) Lampiran 29.6 : Permohonan Persetujuan Ulang Penyelenggaraan Data Center Dan Atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri bagi Kantor Cabang Bank Asing Hal. 597 – 600 Lampiran 30 : Contoh Pekerjaan Pokok dan Penjelasannya Lampiran 31 : Contoh Pekerjaan Penunjang dan Penjelasannya Lampiran 32 : Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan Dan/ Atau Penambahan Rencana Alih Daya Lampiran 33 : Laporan Alih Daya yang Bermasalah Lampiran 34 : Penetapan LTV atau FTV untuk Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti Hal. 603 – 605 Hal. 606 – 610 Hal. 611 Hal. 601 Hal. 602 Hal. 612 Hal. 613 – 615 ix Manajemen Manajemen Risiko Lampiran 35 : Penetapan LTV atau FTV untuk Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Properti Lampiran 36 : Penetapan LTV atau FTV untuk Perjanjian Kredit atau Pembiayaan yang Mengikat Lebih dari 1 (satu) Properti pada Saat Bersamaan dan/atau Beberapa Perjanjian Kredit atau Pembiayaan Terhadap Beberapa Properti di Tanggal yang Sama Lampiran 37 : Penetapan LTV atau FTV Berdasarkan Nilai Properti yang Menjadi Agunan dengan Baki Debet dari Fasilitas Kredit atau Pembiayaan Sebelumnya dengan Menggunakan Agunan yang Sama Hal. 616 – 618 Hal. 619 – 626 Hal. 627 – 630 x Manajemen Manajemen Risiko Rekam Jejak Regulasi Penerapan Manajemen Risiko SE 15/40/DKMP 2013 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor SE 15/6/DPNP 2013 Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti SE 14/10/DPNP 2012 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian KPR dan KKB SE 13/29/DPNP 2011 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Layanan Nasabah Prima SE 14/33/DPBs 2012 Penerapan KPPPR dan pembiayaan KKB BUS dan UUS 13/23/PBI/2011 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ‐ 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/ PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum ‐ 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme ‐ 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum ‐ 7/50/PBI/2005 Perubahan 3/22/PBI/ 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Angka 3, 4 dan 9, Lampiran 1, 5, 6, dan 7 Tidak berlaku bagi BUS dan UUS Angka IV, VI, dan VIA SE 12/35/DPNP 2010 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Banassuance) SE 11/36/DPNP 2009 Perubahan 7/19/DPNP 2005 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksadana SE 11/35/DPNP 2009 Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru Pasal 1, 2, 4, 8, 20, 20A, 21, 24, 25, 26, 29, 33, 34, 35, 35A Prinsip Kehati‐hatian bagi Bank Umum yang Melaksanakan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kpd Pihak Lain SE 13/23/DPNP 2011 Perubahan atas SE 5/21/DPNP 2003 perihal Manajemen Risiko bagi Bank Umum 11/25/PBI/2009 Perubahan PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum ‐ Undang‐Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ‐ 14/15/PBI/2012 Penilaian Kualitas Aset Bank Umum ‐ 14/2/PBI/2012 Perubahan atas 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK ‐ 11/25/PBI/2009 Perubahan atas 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum ‐ 9/15/PBI/2007 Penetapan Manajemen RIsiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum ‐ 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum ‐ 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Angka 10 Lampiran 1 Bab IV, angka 4 dan 5 Lampiran 7 ‐ 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme ‐ 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ‐ 10/17/PBI/2008 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah ‐ SE 13/6DPNP/2011 Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar ‐ SE 12/38/DPNP/2010 Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi ‐ 27/162/KEP/DIR/1995 Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum SE 9/30/DPNP 2007 Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 9/15/PBI/2007 Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Lampiran III.3 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme SE 7/19/DPNP 2005 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksadana ‐ 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/ PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum ‐ 13/1/PBI/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ‐ 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme ‐ 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum ‐ 7/50/PBI/2005 Perubahan 3/22/PBI/ 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank ‐ 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah 13/25/PBI/2011 SE 13/28/DPNP 2011 Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum Tidak berlaku bagi BUS dan UUS SE 11/16/DPNP 2009 Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas ‐ 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme ‐ 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum ‐ 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ‐ 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah SE 14/20/DPNP 2012 SE 6/18/DPNP 2004 Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayananan jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) SE 6/43/DPNP 2004 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Banassuance) ‐ 14/2/PBI/2012 Perubahan atas 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK ‐ 7/6/PBI/2005 Transparansi Informasi Produk Bank dan Data Pribadi Nasabah Tidak berlaku bagi Bank Umum SE 8/27/DPNP 2006 Prinsip Kehati‐hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak 8/6/PBI/2006 Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak 8/4/PBI/2006 Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum 5/8/PBI/2003 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum ‐ 11/28/PBI/2009 Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum ‐ 11/2/PBI/2009 Penilaian Kualitas Aktiva ‐ 10/15/PBI/2008 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum ‐ 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum ‐ 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ‐ 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ‐ 5/10/PBI/2003 Prinsip Kehati‐hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal ‐ 14/8/DPNP/2012 Perubahan kedua atas SE 8/15/DPNP/2005 perihal Laporan Berkala Bank Umum ‐ 13/3/PBI/2011 Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank ‐ 13/1/PBI/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ‐ 11/2/PBI/2009 Perubahan Ketiga 7/2/ PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva ‐ 10/15/PBI/2008 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum ‐ 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ‐ 7/50/PBI/2005 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/ PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank ‐ 5/10/PBI/2003 Prinsip Kehati‐hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal ‐ SE 14/5/DSM/2012 Perubahan kedua atas SE 11/2DSM/2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Keterangan : SE 5/22/DPNP 2003 Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum SE 5/21/DPNP 2003 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum ‐ 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/PBI/ 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum ‐ 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum Diubah Dicabut Pasal 6 huruf c Terkait PBI/ KEP DIR Masih Berlaku SE 31/18/UPPB 1998 31/179/KEP/DIR Pemantauan Likuiditas Bank Umum PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku SE Masih Berlaku SE Tidak Berlaku Regulasi Terkait xi Manajemen Manajemen Risiko Dasar Hukum : ‐ Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ‐ Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ‐ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‐Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ‐ Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 2009 ‐ Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐ Undang Nomor 10 Tahun 1998 Regulasi Terkait : ‐ Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ‐ Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah ‐ Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ‐ Undang‐undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/40/PBI/2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/3/PBI/2008 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/10/PBI/2003 tentang Prinsip Kehati‐hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP 2012 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/DPNP 2012 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/5/DSM 2012 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia xii Manajemen ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Manajemen Risiko Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP 2011 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP 2011 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/2/DPbS 2011 perihal Tindak lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Syariah dalam Status Pengawasan Khusus Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP 2010 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/31/DPNP 2009 perihal Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/DPNP 2009 perihal Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/3/UKMI 2008 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/31/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Model internal dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/16/DPbS 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/57/DPbS 2005 perihal Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/48/DPNP 2005 perihal Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/25/DPNP 2005 perihal Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/26/BPS 2003 perihal Pelaksanaan Pedoman Akutansi Perbankan Syariah Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank xiii Manajemen ‐ Manajemen Risiko Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR/1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum Regulasi Bank Indonesia : ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati‐hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen RIsiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi bagi bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak ‐ Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP 2013 perihal Penerapan Manajemen RIsiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP 2012 perihal Prinsip Kehati‐hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/29/DPNP 2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/28/DPNP 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP 2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/35/DPNP 2010 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Penawaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP 2009 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/19/DPNP 2005 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP 2009 perihal Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/30/DPNP 2007 perihal Penerapan Manajemen RIsiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP 2006 perihal Prinsip Kehati‐hatian dan laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/19/DPNP 2005 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP 2004 perihal Penerapan Manajemen RIsiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/22/DPNP 2003 perihal Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum ‐ Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi bank Umum xiv Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB I Pasal 1 11/25/PBI/2009 Angka 1 1 Manajemen Risiko Ketentuan Perbankan Manajemen Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐ Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Umum Konvensional adalah Bank Umum Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. 5. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank. 6. Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 7. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. 8. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 9. Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian‐kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. 10. Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang‐undangan dan ketentuan yang berlaku. 11. Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. 12. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. 13. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 14. Direksi: a) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas; 1 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2 BAB II Pasal 2 11/25/PBI/2009 Manajemen Risiko Ketentuan b) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perusahaan Daerah; c) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perkoperasian; d) bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing 15. Dewan Komisaris: a. bagi Bank berbentuk Perseroan Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas; b. bagi Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perkoperasian. 16. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri dari: a. Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh perseratus); b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan; c. Perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) yang memenuhi persyaratan yaitu: i. kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing‐masing sama besar; dan ii. masing‐masing pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; d. Entitas lain yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib dikonsolidasikan. Ruang Lingkup Manajemen Risiko (1) Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Termasuk dalam cakupan penerapan Manajemen Risiko adalah penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris yang sebelumnya dikenal dengan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC). (2) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; 2 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. SE 5/21/DPNP (3) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum 2003 merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib Butir 1 ‐ 2 dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. (4) Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman penerapan manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan manajemen risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini). SE 13/23/DPNP (5) Penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana 2011 dimaksud pada ayat 4 dilakukan paling lambat tanggal 30 November Butir 1.3 2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diselesaikannya penyempurnaan pedoman tersebut. SE 13/23/DPNP (6) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, 2011 paling kurang memuat: Butir 2.4 a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum, yang mencakup mengenai pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing‐Masing Risiko, yang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing‐masing Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. c. Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system), baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. SE 5/21/DPNP (7) Bank wajib melakukan langkah‐langkah persiapan, pengembangan dan 2003 atau penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan Butir 8 manajemen risiko yang efektif, antara lain: a. melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen 3 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 3 Pasal 3 5/8/PBI/2003 SE 5/21/DPNP 2003 Butir 11 4 Pasal 4 11/25/PBI/2009 Manajemen Risiko Ketentuan Risiko Bagi Bank Umum. b. menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana kegiatan (action plan). c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank. d. menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi kegiatan (progress report) sesuai dengan Lampiran 3 dan Lampiran 4 sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 3 dan Lampiran 4 dalam kodifikasi ini). e. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan realisasi rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil risiko triwulanan. (1) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 dalam kodifikasi ini) wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Kompleksitas usaha antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan usaha. Kemampuan Bank antara lain kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung dan kemampuan sumberdaya manusia. (2) Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan Proses manajemen risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan Prinsip Syariah. (1) Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 dalam kodifikasi ini) mencakup: a. Risiko Kredit; Termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi kredit. Risiko konsentrasi kredit merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. b. Risiko Pasar; Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko komoditas, dan Risiko ekuitas. Risiko suku bunga adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen 4 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan keuangan dari posisi Trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi Banking Book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga. Dalam kategori Risiko suku bunga termasuk pula Risiko suku bunga dari posisi Banking Book yang antara lain meliputi repricing risk, yield curve risk, basis risk, dan optionality risk. Risiko Nilai Tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko Komoditas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko Ekuitas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book yang disebabkan oleh perubahan harga saham. c. Risiko Likuiditas; d. Risiko Operasional; e. Risiko Hukum; Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang‐ undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. f. Risiko Reputasi; Risiko ini timbul antara lain karena adanya pemberitaan media dan/atau rumor mengenai bank yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi bank yang kurang efektif. g. Risiko Stratejik; dan Risiko ini timbul antara lain karena bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank, melakukan analisis lingkungan stratejik yang tidak komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik (strategic plan) antar level stratejik. Selain itu Risiko Stratejik juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait. h. Risiko Kepatuhan (2) Bank Umum Konvensional wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk seluruh Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 5 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB III Bagian Pertama 5 6 7 Manajemen Risiko Ketentuan Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Umum Pasal 5 5/8/PBI/2003 Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 dalam kodifikasi ini). Bagian Kedua Pasal 6 5/8/PBI/2003 Kewenangan dan Tanggungjawab Dewan Komisaris Bagian Ketiga Pasal 7 5/8/PBI/2003 Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 5 dalam kodifikasi ini) bagi dewan Komisaris sekurang‐kurangnya: a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko; Evaluasi kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris sekurang‐kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor‐faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a; Evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh dewan Komisaris sekurang‐kurangnya secara triwulanan. Kewenangan dan Tanggungjawab Direksi (1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 5 dalam kodifikasi ini) bagi Direksi sekurang‐kurangnya: a. menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif; termasuk dalam kebijakan dan strategi Manajemen Risiko adalah penetapan dan persetujuan limit Risiko baik RIsiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, maupun per aktivitas fungsional. Kebijakan dan strategi Manajemen Risiko disusun sekurang‐ kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor‐faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. b. bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan; Termasuk tanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko adalah: 1. mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satuan kerja manajemen risiko; 2. penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada dewan Komisaris secara triwulanan. 6 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi (2) BAB IV Bagian Pertama Pasal 8 11/25/PBI/2009 8 Manajemen Risiko Ketentuan c. mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi; Transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi antara lain transaksi yang telah melampaui kewenangan pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi, sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern yang berlaku. d. mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi; Pengembangan budaya Manajemen Risiko antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya pengendalian intern yang efektif. e. memastikan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko; Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan mengenai penerapan Manajemen Risiko. f. memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen; Yang dimaksud dengan pengertian independen antara lain adanya pemisahan fungsi antara satuan kerja Manajemen Risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan Risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi. g. melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan: Kaji ulang secara berkala antara lain dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan faktor eksternal dan faktor internal. 1. keakuratan metodologi penilaian Risiko; 2. kecukupan implementasi sistem informasi manajemen; dan 3. ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko. Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank. Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b (Paragraf 2 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini) sekurang‐ 7 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 9 Bagian Kedua Pasal 9 5/8/PBI/2003 Manajemen Risiko Ketentuan kurangnya memuat: Kebijakan Manajemen Risiko ditetapkan antara lain dengan cara menyusun strategi manajemen risiko untuk memastikan bahwa: 1. Bank tetap mempertahankan eksposur Risiko sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank dan peraturan perundang‐undangan serta ketentuan lain yang berlaku; dan 2. Bank dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keahlian di bidang Manajemen Risiko sesuai dengan kompleksitas usaha Bank. Penyusunan strategi Manajemen Risiko dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Bank, organisasi Bank, dan Risiko yang timbul sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan faktor internal. a. penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan; b. penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko; c. penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko; Toleransi Risiko merupakan potensi kerugian yang dapat diserap oleh permodalan Bank. d. penetapan penilaian peringkat Risiko; Penetapan penilaian peringkat Risiko merupakan dasar bagi Bank untuk mengkategorikan peringkat Risiko Bank. Peringkat Risiko bagi Bank Umum Konvensional dikategorikan menjadi 5 (lima) peringkat, yaitu 1 (Low), 2 (Low to Moderate), 3 (Moderate), 4 (Moderate to High), dan 5 (High). e. penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario); f. penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko. Prosedur dan Penetapan Limit Risiko (1) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b (Paragraf 2 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini) wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank. Tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) memperhatikan pengalaman yang dimiliki Bank dalam mengelola Risiko. (2) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang‐kurangnya memuat: a. akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas; b. pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala; 8 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Pengertian secara berkala sekurang‐kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis Risiko, kebutuhan dan perkembangan Bank. c. dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai. Pengertian dokumentasi yang memadai adalah dokumentasi yang tertulis, lengkap dan memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail) untuk keperluan tujuan pengendalian intern Bank. d. Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mencakup: a. limit secara keseluruhan; b. limit per jenis Risiko; dan c. limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko. BAB V 10 Bagian Pertama Pasal 10 5/8/PBI/2003 Bagian Kedua 11 Pasal 11 5/8/PBI/2003 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Umum (1) Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c (Paragraf 2 ayat (2) huruf c dalam kodifikasi ini) terhadap seluruh faktor‐faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material. Faktor‐faktor Risiko adalah berbagai parameter yang mempengaruhi eksposur Risiko. Faktor‐faktor Risiko yang bersifat material adalah faktor‐faktor Risiko baik kuantitatif maupun kualitatif yang berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didukung oleh: a. sistem informasi manajemen yang tepat waktu; dan b. laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan Bank, kinerja aktivitas fungsional dan eksposur Risiko Bank. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko (1) Pelaksanaan proses identifikasi Risiko sekurang‐kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap: Proses identifikasi Risiko antara lain dapat didasarkan pada pengalaman kerugian Bank yang pernah terjadi. a. karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank, 9 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan (2) Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib sekurang‐ kurangnya melakukan: Untuk memperkirakan Risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan, baik kualitatif maupun kuantitatif, disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; Pengertian secara berkala sekurang‐kurangnya secara triwulanan atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai dengan perkembangan usaha Bank dan kondisi eksternal yang langsung mempengaruhi kondisi Bank. b. penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang bersifat material. Perubahan yang bersifat material adalah perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan Bank. c. dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking Supervision pada Bank for International Settlements maupun dengan metode pengukuran yang advanced (internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model tersebut dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan di masa mendatang. Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan risiko pasar yang terkait dengan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku. (3) Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib sekurang‐ kurangnya melakukan: a. evaluasi terhadap eksposur Risiko; Evaluasi terhadap eksposur risiko dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan Risiko yang bersifat material atau yang berdampak kepada kondisi permodalan Bank, yang antara lain didasarkan atas penilaian potensi Risiko dengan menggunakan historical trend. b. penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat material. 10 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (4) Pelaksanaan proses pengendalian Risiko wajib digunakan Bank untuk mengelola Risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pengendalian Risiko dapat dilakukan antara lain dengan cara lindung nilai, metode mitigasi risiko dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian. (5) Dalam melaksanakan fungsi pengendalian Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, dan Risiko likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf c (Paragraf 4 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam kodifikasi ini), Bank sekurang‐kurangnya menerapkan assets and liabilities management (ALMA). Sistem Informasi Manajemen Risiko 12 Bagian Ketiga Pasal 12 5/8/PBI/2003 (1) Sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c (Paragraf 2 ayat (2) huruf c dalam kodifikasi ini), sekurang‐kurangnya mencakup laporan atau informasi mengenai: a. eksposur Risiko; Laporan atau informasi eksposur Risiko mencakup eksposur kuantitatif dan kualitatif, secara keseluruhan (composite) maupun rincian per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional. b. kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 (Paragraf 8 dan Paragraf 9 dalam kodifikasi ini); c. realisasi pelaksanaan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan (2) Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi. Laporan atau informasi yang disampaikan kepada Direksi dapat ditingkatkan frekuensinya sesuai dengan kebutuhan Bank. BAB VI Bagian Pertama Pasal 13 5/8/PBI/2003 SE 5/22/DPNP 2003 Butir 1 – 5 13 Sistem Pengendalian Intern Umum (1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank. (2) Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum merupakan acuan standar Sistem Pengendalian Intern yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. (3) Bank yang telah memiliki Sistem Pengendalian Intern namun belum memenuhi acuan Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum, wajib menyesuaikan dan menyempurnakannya dengan 11 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi (4) (5) (6) 14 Pasal 14 5/8/PBI/2003 (1) (2) Manajemen Risiko Ketentuan berpedoman pada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesa ini (Lampiran 8 dalam kodifikasi ini). Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat 3, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau selambat‐lambatnya tanggal 31 Desember 2004. Dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern, Bank wajib mempertimbangkan total aset, produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk produk dan jasa baru, kompleksitas operasional, jaringan kantor, profil risiko dari setiap kegiatan usaha, metode yang digunakan untuk pengolahan data dan pengukuran risiko, serta ketentuan terkait yang berlaku. Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum sekurang‐kurangnya mencakup 5 (lima) elemen pokok, yaitu. a. pengawasan oleh manajemen dan budaya pengendalian; b. identifikasi dan penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi; d. sistem akuntansi, informasi dan komunikasi; dan e. kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 13 dalam kodifikasi ini) sekurang‐kurangnya mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi. Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memastikan: a. kepatuhan terhadap peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan intern Bank; b. tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu; Informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. c. efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan Efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional antara lain diperlukan untuk melindungi aset dan sumberdaya Bank lainnya dari Risiko terkait. d. efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi Bank secara menyeluruh. Efektivitas budaya Risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan penyimpangan secara lebih dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada pada Bank secara berkesinambungan. 12 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Bagian Kedua 15 16 Manajemen Risiko Ketentuan Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko Pasal 15 5/8/PBI/2003 (1) Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d (Paragraf 2 ayat (2) huruf d dalam kodifikasi ini) sekurang‐kurangnya mencakup: a. kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank; b. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan, prosedur dan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 (Paragraf 8 dan Paragraf 9 dalam kodifikasi ini); c. penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian; d. struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank; e. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu; f. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan perundang‐undangan yang berlaku; g. kaji ulang yang efektif, independen dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank; h. pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi manajemen; i. dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit; j. verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan‐kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan‐penyimpangan yang terjadi. (2) Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI). BAB VII Organisasi dan Fungsi Manajemen RIsiko Umum Bagian Pertama Pasal 16 5/8/PBI/2003 (1) Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 dalam kodifikasi ini), Bank wajib membentuk: a. komite Manajemen Risiko; dan Komite Manajemen Risiko harus bersifat non struktural. b. satuan kerja Manajemen Risiko. Satuan kerja Manajemen Risiko harus bersifat struktural. SE 5/21/DPNP 2003 Butir 5 (2) Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen Risiko pada Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 2 dalam kodifikasi ini). 13 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Bagian Kedua Komite Manajemen Risiko 17 Pasal 17 (1) Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf 5/8/PBI/2003 a (Paragraf 16 huruf a dalam kodifikasi ini) sekurang‐kurangnya terdiri dari: Keanggotaan Komite Manajemen Risiko dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan Bank. a. mayoritas Direksi; dan Salah satu anggota dari mayoritas Direksi dalam komite Manajemen Risiko adalah Direktur Kepatuhan. b. pejabat eksekutif terkait. Pejabat eksekutif adalah pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja operasional dan satuan kerja Manajemen Risiko. Keanggotaan pejabat eksekutif dalam Komite Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan Bank. (2) Wewenang dan tanggung jawab komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang‐kurangnya meliputi: a. penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan Manajemen Risiko; b. perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan dimaksud; c. penetapan (justification) hal‐hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities). Termasuk dalam keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal antara lain pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis Bank dan pengambilan posisi/eksposur Risiko yang menyimpang dari limit yang telah ditetapkan. 18 Satuan Kerja Manajemen Risiko Bagian Ketiga Pasal 18 5/8/PBI/2003 (1) Struktur organisasi satuan kerja Manajemen Risiko Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b (Paragraf 16 huruf b dalam kodifikasi ini) disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank. Pengaturan ini dimaksudkan agar Bank dapat menentukan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi Bank, termasuk kemampuan keuangan dan sumberdaya manusia. (2) Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk‐taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. 14 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Pengertian independen antara lain tercermin dari adanya: 1. pemisahan fungsi/tugas antara satuan kerja Manajemen Risiko dengan satuan kerja operasional (risk‐taking unit) dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern; 2. proses pengambilan keputusan yang tidak memihak atau menguntungkan satuan kerja operasional tertentu atau mengabaikan satuan kerja operasional lainnya. (3) Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus. Mengingat ukuran dan kompleksitas usaha Bank yang berbeda maka satuan kerja Manajemen Risiko dapat bertanggung jawab langsung kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus oleh Bank seperti Direktur Kepatuhan atau Direktur Manajemen Risiko. Istilah Direktur Utama dapat dipersamakan dengan Presiden Direktur. (4) Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko meliputi: Kewenangan dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi; b. pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; Stress testing dilakukan guna mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi Manajemen Risiko terhadap kinerja dan pendapatan masing‐masing satuan kerja operasional atau aktivitas fungsional Bank. c. kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko; Kaji ulang antara lain dilakukan berdasarkan temuan audit intern dan atau perkembangan praktek‐praktek Manajemen Risiko yang berlaku secara internasional. d. pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru; Termasuk dalam pengkajian adalah penilaian kemampuan Bank untuk melakukan aktivitas dan atau produk baru dan kajian usulan perubahan sistem dan prosedur. e. evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model); 15 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi f. Manajemen Risiko Ketentuan memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan atau kepada komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; Rekomendasi antara lain memuat rekomendasi yang terkait dengan besaran atau maksimum eksposur Risiko yang wajib dipelihara oleh Bank. g. menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi Risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite Manajemen Risiko secara berkala. Profil Risiko merupakan gambaran secara menyeluruh atas besarnya potensi Risiko yang melekat pada seluruh portofolio atau eksposur Bank. Frekuensi penyampaian laporan wajib ditingkatkan apabila kondisi pasar berubah dengan cepat. Untuk eksposur Risiko yang berubah relatif lama, seperti Risiko Kredit maka penyampaian laporan disampaikan selambat‐lambatnya satu kali dalam satu bulan. Bagian Keempat 19 20 Pasal 19 5/8/PBI/2003 BAB VIII Pasal 20 11/25/PBI/2009 Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko Satuan kerja operasional (risk taking unit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) (Paragraf 18 ayat (2) dalam kodifikasi ini) wajib menginformasikan eksposur Risiko yang melekat pada satuan kerja yang bersangkutan kepada satuan kerja Manajemen Risiko secara berkala. Frekuensi penyampaian informasi eksposur Risiko disesuaikan dengan karakteristik jenis Risiko. Termasuk dalam definisi satuan kerja operasional (risk taking unit) antara lain satuan kerja perkreditan, treasuri, dan pendanaan. Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru (1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis untuk mengelola risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru Bank. Yang dimaksud dengan produk Bank adalah instrument keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Yang dimaksud dengan aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain jasa keagenan dan/atau kustodian. (2) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. sistem dan prosedur (standard operating procedures) dan kewenangan dalam pengelolaan produk atau aktivitas baru; b. identifikasi seluruh Risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru baik yang terkait dengan Bank maupun nasabah; ‐ c. masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan Risiko terhadap produk atau aktivitas baru; 16 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Masa uji coba dimaksudkan untuk memastikan bahwa metode pengukuran dan pemantauan Risiko telah teruji. d. sistem informasi akuntansi untuk produk atau aktivitas baru; Sistem informasi akuntansi paling kurang menggambarkan profil Risiko, tingkat keuntungan maupun kerugian untuk produk atau aktivitas baru secara akurat. e. analisa aspek hukum untuk produk atau aktivitas baru; dan Analisa aspek hukum mencakup kemungkinan adanya Risiko hukum yang akan ditimbulkan oleh produk dan aktivitas baru serta kesesuaian dengan ketentuan dan perundang‐undangan yang berlaku. f. transparansi informasi kepada nasabah. Dalam menerapkan transparansi informasi kepada nasabah, aspek‐ aspek yang perlu diperhatikan oleh Bank paling kurang adalah: 1. informasi yang disampaikan lengkap, benar, dan tidak menyesatkan nasabah; 2. informasi yang berimbang antara potensi manfaat yang mungkin diperoleh dengan Risiko yang mungkin timbul bagi nasabah; dan 3. informasi yang disampaikan tidak menyamarkan, mengurangi, atau menutupi hal‐hal yang penting terkait dengan Risiko yang mungkin timbul. (3) Produk atau aktivitas Bank merupakan suatu produk baru atau aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya oleh Bank; atau Termasuk dalam kriteria tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya adalah produk atau aktivitas yang telah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank lain, namun belum pernah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank yang bersangkutan. b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank. Perubahan eksposur Risiko dalam pengaturan ini tidak mencakup perubahan eksposur Risiko yang terkait produk atau aktivitas konvensional seperti giro, tabungan, deposito, kredit, produk derivatif yang bersifat plain vanilla, dan aktivitas kustodian. 21 Pasal 20 A 11/25/PBI/2009 Bank dilarang menugaskan atau menyetujui pengurus dan/atau pegawai Bank untuk memasarkan produk atau melaksanakan aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank. 17 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 22 Pasal 21 11/25/PBI/2009 BAB IX Bagian Pertama Pasal 22 5/8/PBI/2003 23 24 Pasal 23 5/8/PBI/2003 Manajemen Risiko Ketentuan Termasuk dalam kategori tindakan menyetujui adalah mengetahui namun tidak melarang atau membiarkan terjadinya pemasaran produk atau aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank oleh pengurus dan/atau pegawai. Bank wajib menerapkan transparansi informasi produk atau aktivitas Bank kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf f (Paragraf 20 ayat (2) huruf f dalam kodifikasi ini), baik secara tertulis maupun lisan. Cakupan transparansi informasi yang perlu diungkapkan kepada nasabah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank, termasuk prosedur, skim, dan materi yang perlu diungkapkan, seperti karakteristik produk atau aktivitas, Risiko, serta hak dan kewajiban nasabah. Pelaporan Rencana Kegiatan (Action Plan) Penerapan Manajemen Risiko (1) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 dalam kodifikasi ini) dapat dilaksanakan dengan atau tanpa tahapan. (2) Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank wajib menyampaikan laporan action plan kepada Bank Indonesia. Action plan disusun untuk memenuhi persyaratan minimum penerapan Manajemen Risiko yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (3) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penyesuaian terhadap laporan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila action plan dinilai belum sepenuhnya memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (4) Jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan selambat‐lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak laporan action plan diterima oleh Bank Indonesia. Perhitungan jangka waktu 9 (sembilan) bulan termasuk penyesuaian terhadap action plan yang dinilai Bank Indonesia belum sepenuhnya memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (5) Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan atau selambat‐lambatnya tanggal 31 Desember 2004. (1) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi action plan penerapan Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia. 18 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Laporan realisasi action plan disusun dan digunakan untuk memantau tingkat pencapaian penerapan Manajemen Risiko. (2) Laporan realisasi action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan selambat‐lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah tahapan realisasi action plan. 25 26 Bagian Kedua Pasal 24 11/25/PBI/2009 SE 13/23/DPNP 2011 Butir 4.9.a Pasal 25 11/25/PBI/2009 Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru (1) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko kepada Bank Indonesia. Laporan profil Risiko memuat antara lain informasi tentang tingkat dan trend seluruh eksposur Risiko. (2) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko, wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Direktur Utama dan Komite Manajemen Risiko. (3) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Laporan profil Risiko disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya. (4) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. (5) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank menyampaikan laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diluar jangka waktu yang ditetapkan. (6) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko baik secara individual maupun secara konsolidasi kepada Bank Indonesia secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember, yang disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. (7) Format dan isi laporan profil Risiko berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 5 dan Lampiran 6 dalam kodifikasi ini). (8) Laporan profil Risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Direktur Utama dan Komite Manajemen Risiko (9) Mekanisme penilaian profil Risiko, penetapan tingkat Risiko dan penetapan peringkat profil Risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. (1) Bank wajib menyampaikan laporan produk atau aktivitas baru kepada Bank Indonesia, yang terdiri dari: a. Laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas 19 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi (2) (3) (4) (5) (6) Manajemen Risiko Ketentuan baru; dan b. Laporan realisasi penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. Laporan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan atau pelaksanaan produk atau aktivitas baru. Produk atau aktivitas baru yang wajib dilaporkan mencakup seluruh produk atau aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) (Paragraf 20 ayat (3) dalam kodifikasi ini). Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk atau aktivitas baru dilakukan. Selain memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru yang memenuhi kriteria dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a (Paragraf 20 ayat (3) huruf a dalam kodifikasi ini) wajib dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank. Rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Bank Indonesia dapat melarang Bank untuk menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru yang direncanakan. Evaluasi Bank Indonesia mencakup antara lain aspek kesiapan Bank, penerapan Manajemen Risiko, transparansi informasi produk, dan perlindungan nasabah. Dalam hal di kemudian hari berdasarkan evaluasi Bank Indonesia, produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan memenuhi kondisi sebagai berikut: a. tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk atau aktivitas baru yang dilaporkan kepada Bank Indonesia; Ketidaksesuaian tersebut meliputi antara lain prosedur, skim, karakteristik produk atau aktivitas, Risiko, serta hak dan kewajiban nasabah. b. berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; dan/atau Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank antara lain dapat disebabkan oleh Risiko Reputasi dan Risiko Pasar dari penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas Bank. 20 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 13/23/DPNP 2011 Butir 4.9.b 27 Bagian Ketiga Pasal 26 11/25/PBI/2009 SE 13/23/DPNP 2011 Butir 4.9.c SE 13/23/DPNP 2011 Butir 4.9.d Manajemen Risiko Ketentuan c. tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dimaksud. (7) Laporan rencana dan realisasi atas penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu dapat diatur secara tersendiri dalam ketentuan Bank Indonesia. Cakupan, format, dan cara penyampaian laporan produk dan aktivitas baru mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. Laporan Lain (1) Bank wajib menyampaikan laporan lain kepada Bank Indonesia selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 25 dalam kodifikasi ini), dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan lain yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko dan/atau terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan. Laporan terkait penerapan Manajemen Risiko meliputi antara lain Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Laporan terkait aktivitas tertentu meliputi antara lain laporan pelaksanaan keagenan reksadana dan/atau laporan pelaksanaan kegiatan bancassurance. (3) Format dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur tersendiri dalam ketentuan Bank Indonesia. (4) Laporan lain dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. Dalam hal ini, kondisi Bank tersebut antara lain dapat berupa: 1) Bank telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam status Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan khusus; 2) Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas yang sangat signifikan; dan/atau 3) kondisi eksternal (pasar) mengalami fluktuasi yang sangat tajam dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh Bank. Laporan ini bersifat insidentil yang disampaikan kepada Bank Indonesia berdasarkan kondisi terkini Bank yang memiliki eksposur tertentu dan hasil penilaian Bank Indonesia terhadap Bank tersebut. (5) Laporan lain terkait penerapan Manajemen Risiko, antara lain laporan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas 1) Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan laporan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas kepada Bank 21 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2) 3) 4) 5) 6) Manajemen Risiko Ketentuan Indonesia, yang terdiri dari: a) Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.4).c).(2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini); dan b) Laporan Profil Maturitas dalam rangka mengukur Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.2).d).(2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini), baik dalam rupiah maupun valuta asing. Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).a) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai dengan format internal Bank. Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011 yang mencakup proyeksi arus kas hari Senin tanggal 10 Oktober 2011 sampai dengan hari Jumat tanggal 14 Oktober 2011. Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada angka 2) mencakup paling kurang pos‐pos neraca dan pos‐pos rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia. Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).b) disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran 7 Surat Edaran Bank indonesia ini (Lampiran 7 dalam kodifikasi ini). Tata cara penyampaian laporan Profil Maturitas kepada Bank Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum. Selama format Laporan Profil Maturitas dalam laporan Berkala Bank Umum (LBBU) belum sesuai dengan format pada Lampiran 7 Surat Edaran Bank indonesia ini (Lampiran 7 dalam kodifikasi ini), Bank tetap wajib menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan format dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum yang berlaku. Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Bank Indonesia secara on‐line yaitu: a) Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank 22 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 28 Bagian Keempat Pasal 27 5/8/PBI/2003 29 Bagian Kelima Pasal 28 5/8/PBI/2003 30 Pasal 29 11/25/PBI/2009 Manajemen Risiko Ketentuan Umum (LKPBU); b) Laporan Profil Maturitas melalui LBBU. 7) Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan secara on‐line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara offline oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 8) Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Bank Indonesia dalam kondisi tertentu dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.2).d).(3) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko dan laporan stress testing sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3.c.2).d).(4) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini). (6) Laporan lain terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan aktivitas berkaitan dengan reksadana, laporan pelaksanaan kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance). Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Batas Waktu Penyampaian Laporan Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, dan Paragraf 26 dalam kodifikasi ini) apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian. Format Laporan dan Alamat Penyampaian Format dan petunjuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, dan Paragraf 26 dalam kodifikasi ini) ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26, dan Paragraf 27) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 23 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. BAB X Bagian Pertama Pasal 30 5/8/PBI/2003 Lain‐Lain Penilaian Penerapan Manajemen Risiko 31 Bank Indonesia dapat melakukan penilaian terhadap penerapan Manajemen Risiko pada Bank. Penilaian terhadap Manajemen Risiko Bank termasuk penilaian Risiko yang melekat (inherent risk) dan kecukupan sistim pengendalian Risiko (risk control system). 32 33 Pasal 31 5/8/PBI/2003 Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penerapan Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia. Bagian Kedua Pasal 32 5/8/PBI/2003 Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko (1) Pengungkapan Manajemen Risiko dalam laporan tahunan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank wajib disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia ini. Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang‐ kurangnya mencakup kinerja Manajemen Risiko dan arah kebijakan Manajemen Risiko. Kinerja Manajemen Risiko merupakan hasil penerapan Manajemen Risiko untuk periode awal tahun (Januari) sampai dengan akhir tahun (Desember) termasuk profil Risiko, sedangkan arah kebijakan Manajemen Risiko merupakan arah dan strategi Manajemen Risiko periode satu tahun kedepan. (2) (3) 34 BAB IX Pasal 33 11/25/PBI/2009 Penyesuaian pengungkapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pertama kali dilakukan untuk laporan tahunan posisi akhir Desember 2004. Sanksi (1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 ayat (1) huruf b dan ayat (7) dan Pasal 26 ayat (2) (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan. Yang dimaksud dengan hari adalah hari kerja (2) Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Pasal 26 ayat (2) (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dalam kodifikasi ini) setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu 24 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan penyampaian laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan. Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Pasal 26 ayat (2) (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan telah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia. (4) Bank yang tidak menyampaikan laporan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a (Paragraf 26 ayat (1) huruf a dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (5) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Pasal 26 ayat (2) (Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dalam kodifikasi ini) namun dinilai tidak lengkap secara signifikan atau tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material sesuai dengan format yang ditentukan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir. 35 Pasal 34 11/25/PBI/2009 Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang‐undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak‐pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. 25 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 36 Manajemen Risiko Ketentuan Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) Umum SE 6/18/DPNP 2004 Romawi I 1. Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan. 2. Internet Banking dapat berupa Informational Internet Banking, Communicative Internet Banking dan Transactional Internet Banking. Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). 3. Mengingat aktivitas internet banking yang mengandung risiko tinggi adalah transactional internet banking, maka kewajiban penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini hanya diberlakukan bagi penyelenggaraan transactional internet banking. 4. Ketentuan dan peraturan perundang‐undangan lainnya, yaitu antara lain Undang‐undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) juga berlaku dalam hubungannya dengan penyelenggaraan internet banking. Pedoman Manajemen Risiko 37 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi II.1 38 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi II.2 39 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi II.3 Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif, yang meliputi: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. sistem pengamanan (security control); c. manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 1 (Paragraf 37 dalam kodifikasi ini) wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis, dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). Bank yang telah melaksanakan aktivitas internet banking dan telah memiliki kebijakan, prosedur dan atau pedoman tertulis penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking wajib menyesuaikan dan 26 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran Surat Edaran ini (Lampiran 9 dalam kodifikasi ini). Pelaporan 40 41 42 43 44 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi III.1 Bank wajib menyampaikan laporan rencana perubahan Sistem Teknologi Informasi (TSI) yang menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet banking selambat‐lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan. Format laporan mengacu kepada Format laporan mengacu kepada Formulir Isian TSI yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Nomor 27/9/UPPB tanggal 31 Maret 1995. SE 6/18/DPNP Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet banking, wajib 2004 melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat‐lambatnya 7 Romawi III.2 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan. Format laporan mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 (Lampiran 1 sampai dengan 7 dalam kodifikasi ini) yang memuat : a. Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan (standar operating procedures/SOP) internet banking; b. Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan internet banking; c. Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap risiko yang melekat pada internet banking; d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank; e. Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan f. Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking. SE 6/18/DPNP Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 2004 (Paragraf 41 dalam kodifikasi ini) dikecualikan dalam hal penyelenggaraan Romawi III.3 aktivitas baru internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penerapan manajemen risiko. SE 6/18/DPNP Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana 2004 dimaksud pada angka 3 (Paragraf 42 dalam kodifikasi ini), kewajiban untuk Romawi III.4 menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan. SE 6/18/DPNP Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana 2004 angka 4 (Paragraf 43 dalam kodifikasi ini), kewajiban untuk menyampaikan Romawi III.4 – 5 laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan sebagaimana diatur dalam dalam Surat Keputusan Direksi 27 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaa Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tetap berlaku Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau b. Kantor Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. Lain‐Lain 45 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi IV.1 Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, Bank wajib melakukan evaluasi dan audit secara berkala terhadap aktivitas internet banking dengan menggunakan auditor internal (Satuan Kerja Audit Intern/SKAI) atau auditor eksternal. 46 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi IV.2 Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektivitas dan kecukupan penerapan manajemen risiko khususnya yang berkaitan dengan aktivitas internet banking pada Bank. Sanksi 47 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi V.1 48 SE 6/18/DPNP 2004 Romawi V.2 Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka III.1 dan angka III.4 (Paragraf 40 dan Paragraf 43 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi administratif tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka angka III. 2 (Paragraf 41 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 49 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi I Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas Umum 1. Salah satu Risiko yang dihadapi Bank dalam kegiatan usahanya adalah Risiko Likuiditas. Risiko Likuiditas merupakan Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 2. Ketidakmampuan memperoleh sumber pendanaan arus kas sehingga menimbulkan Risiko Likuiditas dapat disebabkan: (1) ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari aset produktif maupun yang berasal dari penjualan aset termasuk aset likuid; dan/atau (2) ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari penghimpunan dana, transaksi antar Bank, dan pinjaman yang diterima. 3. Ketidakmampuan Bank memperoleh pendanaan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat sehingga semakin meningkatkan Risiko Likuiditas, dan selanjutnya dapat mempengaruhi aspek‐aspek keuangan lainnya yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. 28 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 4. Mengingat permasalahan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat memberikan dampak yang signifikan, maka Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas secara efektif baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. 5. Tujuan utama dari penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas adalah untuk memastikan kecukupan dana secara harian baik pada saat kondisi normal maupun kondisi krisis dalam pemenuhan kewajiban secara tepat waktu dari berbagai sumber dana yang tersedia, termasuk memastikan ketersediaan aset likuid berkualitas tinggi. 6. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas secara efektif paling kurang mencakup: (1) pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; (2) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko; (3) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; (4) sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 7. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas harus terintegrasi dengan penerapan Manajemen Risiko secara keseluruhan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank umum. 8. Dalam penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas, Bank perlu melakukan evaluasi profil Risiko Likuiditas yang dihadapi dikaitkan dengan kecukupan modal. 9. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas perlu diterapkan pula dalam penetapan harga internal (internal pricing) dan pengukuran kinerja masing‐masing unit bisnis sehingga insentif masing‐masing unit bisnis dapat ditetapkan sejalan dengan eksposur Risiko Likuiditasnya. 10. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas yang efektif dapat meminimalkan Risiko Likuiditas yang terjadi pada satu Bank dan juga meningkatkan stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan. Penerapan Manajemen Risiko Likuiditas Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi 50 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.A.1 51 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.A.2 52 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.A.3 Dalam rangka pelaksanaan pengawasan aktif, Dewan Komisaris dan Direksi harus memahami Risiko Likuiditas dan menyadari pentingnya penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas efektifitas penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Dewan Komisaris paling kurang berwenang dan bertanggung jawab terhadap hal‐hal berikut: a. melakukan persetujuan dan evaluasi berkala mengenai kebijakan dan strategi yang terkait dengan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk rencana pendanaan darurat (Contingency Funding Plan). Evaluasi berkala dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) 29 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan tahun atau dalam frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor‐faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan; b. melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa Direksi telah menerapkan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas sesuai dengan kebijakan dan strategi Bank. 53 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.A.4 Direksi paling kurang berwenang dan bertanggung jawab terhadap hal‐hal berikut: a. menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur yang komprehensif terkait penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas dengan mempertimbangkan toleransi Risiko dan memperhatikan dampaknya terhadap permodalan; b. menjabarkan dan mengkomunikasikan kebijakan, strategi, dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas kepada seluruh satuan kerja terkait; c. memastikan dan mengevaluasi penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas; d. mengevaluasi kebijakan, strategi, dan prosedur terkait penerapan Manajemen Risiko secara berkala; e. melakukan evaluasi terhadap kondisi likuiditas Bank paling kurang 1 (satu) bulan sekali; f. melakukan evaluasi segera terhadap kondisi likuiditas dan profil Risiko Bank apabila terjadi perubahan yang signifikan antara lain atas kondisi‐ kondisi berikut: 1) peningkatan biaya penghimpunan dana; 2) peningkatan konsentrasi aset atau kewajiban; 3) peningkatan liquidity gap; 4) keterbatasan alternatif sumber pendanaan; 5) pelampauan yang material terhadap limit; 6) penurunan signifikan pada portofolio aset likuid berkualitas tinggi; dan/atau 7) perubahan kondisi pasar yang dapat menyebabkan permasalahan di masa datang; g. melakukan penyesuaian kebijakan dan strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan f; h. menyampaikan laporan kepada Dewan Komisaris yang paling kurang mencakup: 1) hasil evaluasi secara berkala terhadap kondisi likuiditas sebagaimana dimaksud pada huruf e; 2) hasil evaluasi terhadap kondisi likuiditas sebagaimana dimaksud pada huruf f; dan 3) penyesuaian kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud pada huruf g. 30 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 54 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.1 55 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.2 56 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.3 57 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.4 Manajemen Risiko Ketentuan Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Dalam menetapkan kebijakan mengenai Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas, termasuk penetapan strategi dan limit Manajemen Risiko, Bank wajib menyesuaikan kebijakan tersebut dengan visi, misi, strategi bisnis, tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite), kecukupan permodalan, kemampuan sumber daya manusia, dan kapasitas pendanaan Bank secara keseluruhan. Kebijakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 (Paragraf 54 dalam kodifikasi ini) dan prosedur Manajemen Risiko harus dikomunikasikan kepada seluruh satuan kerja Bank yang aktivitasnya berdampak pada likuiditas, agar dapat diterapkan dalam melakukan kegiatan operasional. Kebijakan dan prosedur tersebut paling kurang meliputi hal‐hal sebagai berikut: a. kewenangan dan tanggung jawab manajemen likuiditas, antara lain alur yang jelas mengenai kewenangan, tanggung jawab, dan pelaporan terkait dengan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk menugaskan dan memberikan kewenangan kepada satuan kerja tertentu untuk menentukan pasar, instrumen, serta transaksi dengan pihak lawan yang memenuhi kriteria (eligible counterparty); b. komposisi aset dan kewajiban; c. diversifikasi dan kestabilan sumber pendanaan; d. penetapan jenis dan alokasi aset yang diklasifikasikan sebagai aset likuid berkualitas tinggi; e. manajemen likuiditas pada berbagai jenis valuta, berbagai wilayah, dan lini bisnis; f. manajemen likuiditas harian termasuk intrahari; g. manajemen likuiditas intragroup (kelompok usaha); h. penetapan indikator yang merupakan indikator peringatan dini (early warning indicator) untuk Risiko Likuiditas; i. penetapan limit; j. penerapan stress testing; k. sistem informasi Manajemen Risiko dan sistem lain yang secara memadai diperlukan untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas termasuk pelaporan likuiditas; l. rencana pendanaan darurat (contingency funding plan), antara lain yang menjelaskan mengenai pendekatan dan strategi dalam menghadapi kondisi krisis yang berdampak pada likuiditas. Kebijakan manajemen likuiditas intragroup antara lain meliputi pengaturan atas likuiditas intragroup, termasuk penentuan pendekatan yang digunakan (sentralisasi atau desentralisasi), ketergantungan likuiditas intragroup, mekanisme, jenis, dan limit penyediaan dana intragroup (misalnya pemberian committed dan uncommitted line). Termasuk sebagai intragroup adalah perusahaan‐perusahaan lain yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank baik Bank sebagai perusahaan induk, perusahaan anak, maupun Bank sebagai perusahaan dalam kelompok usaha. 31 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 58 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.5 59 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.6 60 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.7 61 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.8 62 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.9 63 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.10 64 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.11 65 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.12 66 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.B.13 Manajemen Risiko Ketentuan Penetapan indikator peringatan dini sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf h (Paragraf 56 huruf h dalam kodifikasi ini) antara lain bertujuan untuk mengidentifikasi dan sebagai dasar menentukan tindak lanjut untuk memitigasi eksposur Risiko Likuiditas. Indikator peringatan dini meliputi indikator internal dan indikator eksternal. Indikator internal antara lain meliputi kualitas aset yang memburuk, peningkatan konsentrasi pada beberapa aset dan sumber pendanaan tertentu, peningkatan currency mismatches, pengulangan terjadinya pelampauan limit, peningkatan biaya dana secara keseluruhan, dan/atau posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat maturity mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek. Indikator eksternal antara lain meliputi informasi publik yang negatif terhadap Bank, penurunan hasil peringkat oleh lembaga pemeringkat, penurunan harga saham Bank secara terus menerus, penurunan fasilitas credit line yang diberikan oleh bank koresponden, peningkatan penarikan deposito sebelum jatuh tempo, dan/atau keterbatasan akses untuk memperoleh pendanaan jangka panjang. Penetapan limit sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf I (Paragraf 56 huruf i dalam kodifikasi ini) harus diimplementasikan secara konsisten guna mengendalikan eksposur dan konsentrasi Risiko Likuiditas. Limit yang ditetapkan harus konsisten dan relevan dengan bisnis Bank, kompleksitas aktivitas, toleransi Risiko, karakteristik produk, valuta, pasar di mana Bank tersebut aktif melakukan transaksi, data historis, tingkat profitabilitas, dan modal yang tersedia. Limit dimaksud juga harus sesuai dengan rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) untuk memastikan bahwa rencana pendanaan darurat tersebut diterapkan secara efektif. Penetapan limit dapat meliputi antara lain limit mismatch arus kas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang termasuk arus kas yang berasal dari posisi rekening administratif, limit konsentrasi pada aset dan kewajiban, pinjaman overnight, dan rasio‐rasio likuiditas lainnya. Penetapan limit tidak hanya digunakan untuk mengelola likuiditas harian pada kondisi normal namun juga harus meliputi limit agar Bank dapat terus beroperasi pada periode krisis baik krisis pasar secara umum maupun krisis yang spesifik bagi Bank atau kombinasi keduanya. Kebijakan, prosedur, dan proses penetapan limit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap sehingga memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail). 32 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 67 SE 11/16/DPNP 2000 Romawi II.B.14 68 69 Manajemen Risiko Ketentuan Kebijakan dan prosedur serta limit harus dievaluasi dan dikinikan secara berkala atau sewaktu‐waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi yang signifikan. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Identifikasi SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.1 Bank wajib melakukan identifikasi Risiko Likuiditas, baik eksposur Risiko saat ini maupun yang akan timbul di masa datang. Identifikasi Risiko Likuiditas merupakan proses yang berkelanjutan dan harus dilakukan secara berkala. 1. Dalam rangka melakukan identifikasi Risiko Likuiditas, Bank harus melakukan analisis terhadap seluruh sumber Risiko Likuiditas. Sumber Risiko Likuiditas meliputi: 1) Produk dan aktivitas perbankan yang dapat mempengaruhi sumber dan penggunaan dana baik pada posisi aset dan kewajiban maupun rekening administratif; dan 2) Risiko‐Risiko lain yang dapat meningkatkan Risiko Likuiditas, misalnya Risiko Kredit, Risiko Pasar dan Risiko Operasional. 2. Analisis terhadap seluruh sumber Risiko Likuiditas dilakukan untuk mengetahui jumlah dan tren kebutuhan likuiditas, serta sumber pendanaan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengukuran SE 11/16/DPNP 1. Bank wajib memiliki alat pengukuran yang dapat mengkuantifikasi 2009 Risiko Likuiditas secara tepat waktu dan komprehensif. Romawi II.C.2.a – 2. Alat pengukuran tersebut paling kurang meliputi: d 1) Proyeksi arus kas, yaitu proyeksi seluruh arus kas masuk dan arus kas keluar termasuk kebutuhan pendanaan untuk memenuhi komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif; 2) Rasio likuiditas, yaitu rasio keuangan yang menggambarkan indikator likuiditas dan/atau mengukur kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; 3) Profil maturitas, yaitu pemetaan posisi aset, kewajiban, dan rekening administratif ke dalam skala waktu tertentu (maturity buckets) berdasarkan sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo (remaining maturity); dan 4) Stress testing, yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan skenario tertentu terhadap posisi likuiditas Bank dalam kondisi krisis. 3. Pendekatan pada setiap alat pengukuran Risiko Likuiditas yang digunakan Bank, harus disesuaikan dengan kompleksitas aktivitas bisnis dan profil Risiko Bank. Dalam hal Bank melakukan kegiatan usaha yang lebih kompleks, maka Bank harus menggunakan pendekatan pengukuran yang bersifat simulasi dan lebih dinamis yang didasarkan pada berbagai asumsi. Bank dapat dikatakan melakukan kegiatan usaha yang kompleks jika Bank antara lain melakukan transaksi treasuri secara aktif termasuk transaksi derivatif, memiliki atau menawarkan produk terstruktur (structured product). 33 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 70 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.2.e Manajemen Risiko Ketentuan 4. Pengukuran Risiko Likuiditas Bank harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan, untuk memastikan kewajaran, akurasi, dan integritas data. Pengukuran dengan menggunakan proyeksi arus kas sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) (Paragraf 69 ayat 2 angka 1) dalam kodifikasi ini) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Proyeksi arus kas menyajikan arus kas yang berasal dari aset, kewajiban, dan rekening adminisitratif serta kegiatan usaha lainnya dan dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan asumsi yang digunakan. Asumsi juga digunakan untuk menghitung arus kas dari posisi likuiditas yang memiliki jatuh tempo secara kontraktual. 2) Proyeksi arus kas harus disusun paling kurang setiap bulan dengan periode proyeksi sesuai kebutuhan Bank dengan memperhatikan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif, yang paling kurang meliputi periode 1 (satu) bulan. Pembagian periode proyeksi arus kas ke dalam skala waktu disesuaikan dengan Laporan Profil Maturitas. 3) Cakupan pos aset, kewajiban, dan rekening administratif dalam proyeksi arus kas disesuaikan dengan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif masing‐masing Bank. Dalam hal Bank memiliki posisi likuiditas dalam valuta asing, maka Bank harus menyusun proyeksi arus kas dalam valuta asing. 4) Faktor‐faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi antara lain karakteristik produk, perilaku pihak lawan (counterparty) dan/atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis. 5) Penetapan asumsi harus dilakukan secara realistis, yang antara lain terkait dengan hal‐hal berikut: a) perpanjangan jangka waktu aset dan kewajiban; b) persetujuan kredit baru dan perolehan dana nasabah; c) perilaku aset dan kewajiban (asset and liability behaviour) yang tidak memiliki jatuh tempo, misalnya pola transaksi giro atau tabungan yang tidak memiliki jatuh tempo; d) perilaku aset (asset behaviour) yang memiliki fitur tertentu seperti opsi pelunasan dini (prepayment option); e) pembelian dan/atau penjualan aset termasuk aset likuid; f) perkiraan penarikan dan penerimaan dari rekening administratif, antara lain komitmen kredit, L/C, dan bank garansi; g) akses pada sumber‐sumber pendanaan, antara lain pinjaman antar Bank, pendanaan antar perusahaan dalam kelompok usaha Bank (intragroup), dan fasilitas pinjaman siaga (standby facility); h) asumsi lainnya yang relevan, antara lain diskon (haircut) pada penjualan aset. 6) Asumsi yang digunakan dalam penyusunan proyeksi arus kas harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan sesuai kebijakan internal Bank, didokumentasikan, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar Bank, dan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah Bank. 34 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 71 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.2.f Manajemen Risiko Ketentuan Pengukuran dengan menggunakan rasio likuiditas sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) (Paragraf 69 ayat 2 angka 2) dalam kodifikasi ini) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penetapan rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur RIsiko Likuiditas harus disesuaikan dengan strategi bisnis, toleransi Risiko, dan kinerja masa lalu. 2) Untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi actual likuiditas Bank, hasil pengukuran dengan menggunakan rasio perlu dianalisis dengan memperhatikan informasi kualitatif yang relevan. Informasi kualitatif antara lain informasi mengenai kemungkinan terjadi peningkatan penarikan deposito sebelum jatuh tempo, penurunan fasilitas kredit, dan perubahan volume transaksi. 72 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.2.g Pengukuran dengan menggunakan profil maturitas sebagaimana dimkasud pada huruf b angka 3) (Paragraf 69 ayat 2 angka 3) dalam kodifikasi ini) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Profil maturitas menyajikan pos‐pos asset, kewajiban, dan rekening administratif yang dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan sisa waktu sampai dengan jatuh tempo sesuai kontrak dan/atau berdasarkan asumsi khususnya untuk pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual (non maturity items). Penyusunan profil maturitas bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya gap likuiditas dalam skala waktu tertentu. 2) Profil maturitas harus disusun paling kurang setiap bulan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Apabila Bank memiliki posisi likuiditas dalam berbagai valuta asing dengan jumlah yang signifikan, dalam hal diperlukan untuk keperluan internal, Bank dapat menyusun profil maturitas dalam masing‐masing valuta asing dimaksud. 3) Faktor‐faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi untuk mengestimasi pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual antara lain karakteristik produk, perilaku pihak lawan dan/atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis. 4) Asumsi yang digunakan dalam penyusunan profil maturitas harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan sesuai kebijakan internal Bank, didokumentasikan, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar Bank, dan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah Bank. 73 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.2h Pengukuran dengan menggunakan stress test sebagaimana dimaksud pada Pragraf 69 ayat 2 angka 4) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Stress test harus dapat menggambarkan kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dalam kondisi krisis, yang didasarkan pada berbagai skenario. 2) Penetapan cakupan dan frekuensi stress test harus sesuai dengan skala dan kompleksitas usaha, serta eksposur Risiko Likuiditas Bank, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Stress test harus dilakukan dengan menggunakan skenario stress secara spesifik pada Bank (bank‐specific stress scenario) maupun 35 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan stress pada pasar (general market stress scenario) dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang antara lain meliputi berbagai jenis peristiwa yang telah atau berpotensi menyebabkan kondisi krisis likuiditas, durasi peristiwa tersebut, dan kedalaman (severity) permasalahan yang ditimbulkan peristiwa tersebut. b) Dalam menetapkan skenario untuk stress test, Bank menggunakan skenario yang bersifat historis (historical scenario) dan/atau hipotesis (hyphotetical scenario) dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis dan kerentanan Bank. c) Stress test juga dapat dilakukan dengan menggunakan skenario: (1) krisis yang melanda suatu negara tertentu (country‐specific crisis) yang dapat berdampak pada Bank, antara lain karena Bank memiliki jaringan operasi yang signifikan di negara tersebut; atau (2) krisis yang terjadi atas suatu instrumen keuangan atau produk tertentu yang dapat berdampak pada Bank yang memiliki eksposur pada suatu instrumen keuangan atau produk tertentu, misalnya produk terstruktur (structured product). d) Stress test harus memperhitungkan implikasi skenario pada berbagai jangka waktu yang berbeda, termasuk secara harian. e) Stress test dengan menggunakan skenario stress secara spesifik pada Bank (bank‐specific stress scenario) paling kurang dilakukan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, atau dalam rentang waktu yang lebih pendek jika Bank mengalami potensi peningkatan Risiko Likuiditas yang signifikan dan/atau atas permintaan Bank Indonesia. f) Stress test dengan menggunakan skenario stress pada pasar (general market stress scenario) paling kurang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau dalam rentang waktu yang lebih pendek jika Bank menganggap bahwa kondisi krisis yang terjadi dapat menyebabkan Bank terekspos pada Risiko Likuiditas yang tidak dapat ditolerir dan/atau atas permintaan Bank Indonesia. 3) Skenario stress secara spesifik pada Bank (bank‐specific stress scenario), yang dapat digunakan antara lain: a) penurunan peringkat Bank oleh lembaga pemeringkat; b) penarikan dana besar‐besaran; c) peningkatan kredit bermasalah; d) hambatan dalam memperoleh pendanaan dengan atau tanpa jaminan (secured atau unsecured); e) keterbatasan dalam melakukan transaksi pertukaran (konversi) valuta tertentu; f) gangguan/kegagalan sistem yang mendukung operasional Bank. 4) Skenario stress pada pasar (general market stress scenario) yang dapat digunakan antara lain: a) perubahan indikator ekonomi, misalnya tingkat inflasi, perubahan suku bunga, dan/atau depresiasi/apresiasi valuta; b) perubahan kondisi pasar, baik lokal maupun global, misalnya mengeringnya likuiditas pasar, penurunan harga saham, dan/atau pelebaran rentang antara kuotasi beli dan jual (bid and ask spread). 5) Dalam melakukan stress test, Bank harus mempertimbangkan faktor‐ faktor berikut: 36 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 6) 7) 8) 9) 10) Manajemen Risiko Ketentuan a) kemungkinan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah yang dapat mempengaruhi arus kas; b) kemungkinan perubahan perilaku dari pelaku pasar lainnya sebagai respon dari kondisi krisis di pasar. Berdasarkan jenis skenario sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) dan kedalaman permasalahan dalam skenario serta faktor‐faktor sebagaimana dimaksud pada angka 5), Bank harus mengembangkan asumsi‐asumsi stress test secara konservatif dan mempertimbangkan kesesuaian dari asumsi‐asumsi tersebut, yang antara lain meliputi: a) likuiditas pasar dari aset Bank dan tingkat diskon (haircut) yang mempengaruhi penurunan nilai aset likuid; b) penurunan sumber pendanaan baik dari sisi jumlah maupun jenis; c) jumlah pendanaan dari pasar dengan atau tanpa agunan (secured atau unsecured); d) penambahan margin call dan/atau agunan; e) jumlah klaim kontijensi dan penarikan fasilitas komitmen oleh pihak lawan dan/atau nasabah; f) kebutuhan likuiditas yang terkait dengan produk/transaksi yang kompleks; g) besarnya tingkat penurunan peringkat Bank; h) jumlah pendanaan intragroup; i) ketersediaan jaminan untuk memperoleh fasilitas likuiditas dari pihak lain; j) pertumbuhan neraca di masa yang akan datang. Dalam mengidentifikasi dan menganalisis faktor‐faktor yang dapat berdampak secara signifikan terhadap posisi likuiditas, Bank dapat melakukan analisis senstivitas atas hasil stress test untuk asumsi‐asumsi tertentu sehingga dapat diperoleh informasi tambahan mengenai tingkat kerentanan Bank terhadap faktor‐faktor tertentu. Bank harus mendokumentasikan seluruh skenario, asumsi, dan hasil stress test, serta melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi Bank, dengan memperhatikan antara lain hal‐hal berikut: a) Perubahan jenis, skala, dan kompleksitas usaha Bank; b) Perubahan kondisi pasar; c) Pengalaman Bank dalam kondisi krisis. Dalam melakukan stress test untuk Risiko Likuiditas, Bank harus mempertimbangkan hasil penilaian yang dilakukan terhadap jenis Risiko lainnya (antara lain Risiko Pasar, Risiko Kredit, Risiko Reputasi) dan menganalisis kemungkinan interaksi dengan berbagai jenis Risiko tersebut. Terhadap hasil stress test, Bank harus mempertimbangkan hal‐hal berikut: a) menyesuaikan kebijakan dan strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas, serta posisi likuiditas sejalan dengan hasil stress test; b) mengembangkan atau menyempurnakan rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) yang efektif dengan berdasarkan hasil stress test; 37 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan c) menggunakan hasil stress test secara eksplisit dalam penetapan limit. 11) Hasil stress test dan tindak lanjut atas stress test tersebut harus dilaporkan kepada dan dievaluasi oleh Direksi. Pemantauan 74 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.3.a 75 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.3.b 76 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.3.c SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.3.d Bank harus memantau posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas antara lain melalui hasil pengukuran Risiko Likuiditas termasuk kepatuhan terhadap limit yang ditetapkan. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a (Paragraf 74 dalam kodifikasi ini) harus memperhatikan indikator peringatan dini untuk mengetahui potensi peningkatan Risiko Likuiditas. Pemantauan harus dilakukan oleh pegawai atau unit yang tidak terkait dengan pegawai atau unit yang menangani pendanaan. 77 78 79 80 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.3.e Hasil pemantauan digunakan sebagai dasar penentuan tindak lanjut bagi Bank untuk memitigasi eksposur Risiko Likuiditas dan melakukan penyesuaian yang diperlukan secara tepat waktu terhadap strategi manajemen likuiditas Bank. Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana diatur dalam kebijakan internal Bank. Pengendalian SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4 Pengendalian Risiko Likuiditas dilakukan melalui strategi pendanaan, pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas intragroup, pengelolaan aset likuid berkualitas tinggi, dan rencana pendanaan darurat. Strategi Pendanaan 1) Strategi pendanaan mencakup strategi diversifikasi sumber dan jangka waktu pendanaan yang dikaitkan dengan karakteristik dan rencana bisnis Bank. 2) Diversifikasi dilakukan berdasarkan counterparty, dana dengan atau tanpa jaminan (secured dan unsecured), jenis instrumen, jenis valuta, dan lokasi geografis pasar sumber pendanaan. 3) Bank harus mengidentifikasi dan memantau faktor‐faktor utama yang mempengaruhi kemampuannya untuk memperoleh dana, termasuk mengidentifikasi dan memantau alternatif sumber pendanaan yang dapat memperkuat kapasitasnya untuk bertahan pada kondisi krisis. Alternatif sumber pendanaan tersebut, antara lain: a) penerbitan instrumen hutang jangka pendek dan jangka panjang; b) transfer intragroup; c) penambahan modal baru; SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4.a 38 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 4) 5) 6) 7) 81 Manajemen Risiko Ketentuan d) penjualan perusahaan anak/bisnis tertentu; e) sekuritisasi aset; f) repo aset likuid atau penjualan aset; g) penarikan fasilitas siaga (standby facility); h) fasilitas likuiditas lainnya. Bank harus melakukan evaluasi terhadap strategi pendanaan secara berkala dengan memperhatikan perubahan internal maupun eksternal. Untuk memastikan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas yang efektif, Bank harus memelihara akses pasar, termasuk sumber likuiditas pada masing‐masing valuta asing bagi Bank yang aktif melakukan transaksi pada berbagai valuta asing. Pemeliharaan akses pasar sebagaimana dimaksud pada angka 5) dapat meliputi: a) memperluas pasar untuk penjualan aset atau meningkatkan jumlah fasilitas siaga dengan atau tanpa agunan (secured atau unsecured); b) berpartisipasi aktif pada pasar yang relevan dengan strategi pendanaan Bank; c) memelihara hubungan yang baik dengan penyedia dana sehingga dapat melakukan diversifikasi sumber dana dengan baik. Bank harus memiliki analisis mengenai dampak gangguan pasar pada kondisi krisis, dan mempertimbangkannya dalam strategi pendanaan. Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuiditas Harian SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4.b 1) Pengelolaan secara aktif atas posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian bertujuan untuk memenuhi kewajiban setiap saat sepanjang hari (intrahari) secara tepat waktu baik pada kondisi normal maupun kondisi krisis dengan memprioritaskan kewajiban yang kritikal. 2) Dalam memenuhi tujuan tersebut, Bank harus menganalisis perubahan posisi likuiditas yang terjadi akibat pembayaran dan/atau penerimaan dana sepanjang hari. 3) Dalam mengelola posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, Bank paling kurang harus memiliki kemampuan untuk melakukan hal‐hal berikut: a) mengestimasi arus kas masuk dan keluar pada setiap waktu sepanjang hari dan memprediksi kebutuhan pendanaan yang mungkin terjadi pada setiap waktu sepanjang hari. Dalam melakukan estimasi tersebut, Bank harus: (1) memahami mekanisme sistem pembayaran dan sistem setelmen; (2) mengidentifikasi pihak lawan utama termasuk bank koresponden dan kustodian yang terkait dengan sumber arus kas masuk atau keluar; (3) mengidentifikasi waktu dan kondisi dimana arus kas dan/atau kebutuhan pendanaan meningkat; dan (4) memahami bisnis yang mendasari arus kas dan/atau kebutuhan pendanaaan dari setiap unit bisnis maupun nasabah utama Bank. b) memantau posisi likuiditas intrahari sehingga dapat membantu Bank mengalokasikan likuiditas secara efisien di antara kebutuhan Bank dan kebutuhan nasabah Bank. 39 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 82 Manajemen Risiko Ketentuan c) mengupayakan pendanaan intrahari yang memadai untuk memenuhi kebutuhan intrahari. d) melakukan pengelolaan aset berkualitas tinggi yang dapat dijadikan agunan untuk memperoleh dana intrahari. 4) Dalam mengelola posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, Bank harus menyusun proyeksi arus kas setiap hari baik dalam rupiah maupun valuta asing yang paling kurang mencakup proyeksi untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang dan disajikan secara harian. Penyusunan proyeksi arus kas tersebut disusun oleh unit yang melakukan kegiatan treasuri. Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuiditas Intragroup SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4.c 1) Dalam pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas intragroup, Bank harus memperhitungkan dan menganalisis: a) kebutuhan pendanaan perusahaan dalam kelompok usaha Bank yang dapat mempengaruhi kondisi likuiditas Bank; dan b) kendala/hambatan untuk mengakses likuiditas intragroup. 2) Dalam hal Bank menyediakan dukungan likuiditas kepada perusahaan dalam kelompok usaha Bank, misalnya dalam bentuk garansi atau fasilitas pinjaman yang dapat ditarik sewaktu‐waktu jika diperlukan, Bank harus memastikan bahwa dukungan likuiditas tersebut diperhitungkan dalam pengukuran Risiko Likuiditas. Pengelolaan Aset Likuid Berkualitas Tinggi SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4.d 1) Bank harus memiliki aset likuid berkualitas tinggi dengan jumlah yang cukup dan komposisi yang disesuaikan dengan karakterisitik bisnis dan profil Risiko Likuiditas. 2) Bank harus mengelola aset sebagaimana dimaksud pada angka 1) untuk memenuhi kebutuhan likuiditas intrahari, jangka pendek, dan jangka panjang. 3) Bank harus melakukan evaluasi terhadap seluruh posisi aset sebagaimana dimaksud pada angka 1), termasuk aset yang telah diikat sebagai agunan dan aset yang tersedia untuk dijadikan agunan. 4) Bank harus memantau aset dan komposisi aset sebagaimana dimaksud pada angka 1), termasuk ketersediaan pasar aktif dan kemudahan penjualan/pengagunan serta waktu yang dibutuhkan untuk proses pengagunan. 5) Bank harus memiliki prosedur operasional untuk mengagunkan atau menyerahkan agunan kepada pihak lawan, bank koresponden, bank kustodian, dan/atau Bank Indonesia. 6) Dalam hal Bank telah mengagunkan aset likuid berkualitas tinggi yang dimiliki, Bank harus memantau level agunan yang telah diagunkan dan memahami prosedur dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali agunan tersebut. 7) Bank harus mempertimbangkan potensi gangguan pada operasional dan likuiditas yang dapat meningkatkan kebutuhan tambahan agunan. 8) Bank yang melakukan transaksi derivatif harus mempertimbangkan potensi kebutuhan deposit/collateral tambahan sebagai dampak perubahan posisi pasar atau perubahan pada credit rating atau posisi keuangan Bank. 83 40 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 84 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.4.e Manajemen Risiko Ketentuan Rencana Pendanaan Darurat /Contingency Funding Plan (CFP) 1) Bank harus memiliki rencana pendanaan darurat / contingency funding plan (CFP) untuk menangani permasalahan likuiditas dalam berbagai kondisi krisis. 2) Rencana pendanaan darurat harus disesuaikan dengan tingkat profil Risiko, hasil stress test, kompleksitas usaha, cakupan bisnis dan struktur organisasi, serta peran Bank dalam sistem keuangan. 3) Rencana pendanaan darurat meliputi kebijakan, strategi, prosedur, dan 4) rencana tindak (action plan) untuk memastikan kemampuan Bank memperoleh sumber pendanaan yang diperlukan secara tepat waktu dan dengan biaya yang wajar. 5) Rencana pendanaan darurat sebagaimana dimaksud pada angka 3) paling kurang mencakup: a) penetapan indikator dan/atau peristiwa yang digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya kondisi krisis; b) mekanisme pemantauan dan pelaporan internal Bank mengenai indikator sebagaimana dimaksud pada huruf a) secara berkala; c) strategi dalam menghadapi berbagai kondisi krisis dan prosedur pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan atas perubahan perilaku dan pola arus kas yang menyebabkan defisit arus kas; d) strategi untuk memperoleh dukungan pendanaan (back‐up liquidity) dalam kondisi krisis dengan mempertimbangkan biaya serta dampaknya terhadap modal serta berbagai aspek penting lainnya yang antara lain mencakup: (1) sumber pendanaan utama, jumlah yang tersedia atau dapat diperoleh, dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh dana tersebut; (2) kemungkinan ketersediaan back‐up liquidity dan prakondisi penggunaan dana tersebut; (3) alternatif pendanaan lainnya pada saat back‐up liquidity yang dimiliki tidak dapat digunakan. (4) dampak kondisi krisis di pasar pada kemampuan Bank untuk menjual, mengagunkan, dan/atau melakukan sekuritisasi aset; (5) kemampuan Bank untuk memperoleh fasilitas likuiditas lainnya; e) koordinasi manajerial (line of command) yang paling kurang mencakup: (1) penetapan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi terjadinya kondisi krisis; (2) pembentukan tim khusus (contingency crisis team) dan/atau penunjukan pihak yang bertanggung jawab sebagai koordinator dan pelaksana dalam pelaksanaan rencana pendanaan darurat; (3) penetapan dan pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam pelaksanaan rencana pendanaan darurat sehingga setiap anggota memahami perannya dalam kondisi krisis; dan (4) penetapan strategi dan prosedur komunikasi baik kepada pihak internal yang meliputi komunikasi antar satuan kerja, maupun eksternal Bank termasuk pihak media dan nasabah dalam hal terdapat pemberitaan atau publikasi negatif; 41 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan f) prosedur pelaporan internal untuk memastikan ketersediaan berbagai informasi yang diperlukan secara tepat waktu dalam rangka pengambilan keputusan oleh manajemen; dan g) prosedur untuk menetapkan prioritas hubungan dengan nasabah termasuk debitur, kreditur, dan pihak‐pihak lawan dalam transaksi rekening administratif untuk mengatasi permasalahan likuiditas dalam kondisi krisis; 6) Rencana pendanaan darurat harus didokumentasikan, dievaluasi, dikinikan, dan diuji secara berkala untuk memastikan tingkat keandalan; 7) Pengujian rencana pendanaan darurat dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan Bank memperoleh dana dari pihak lawan yang ada atau dari pasar, dengan berbagai skenario. Pengujian rencana pendanaan darurat dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain: a) menguji kemampuan Bank untuk memperoleh likuiditas dalam jumlah yang memadai, tepat waktu dan dengan biaya yang wajar antara lain melalui penggunaan credit line secara berkala, menjual aset keuangan dan/atau melakukan transaksi repo atas aset keuangan tertentu, memperoleh pinjaman tanpa agunan dan/atau jaminan, dan memperoleh pinjaman yang bukan overnight. b) melakukan simulasi terhadap efektivitas jalur komunikasi, baik dilingkup internal maupun eksternal; c) menguji kemampuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan manajemen secara tepat waktu. Sistem Informasi Manajemen Risiko 85 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.5.a 86 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.5.b 87 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.5.c Bank harus memiliki sistem informasi Manajemen Risiko yang memadai dan andal untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian, serta pelaporan Risiko Likuiditas dalam kondisi normal dan kondisi krisis secara lengkap, akurat, kini, dan utuh. Sistem informasi Manajemen Risiko harus dapat menyediakan informasi terkini dan tepat waktu mengenai Risiko Likuiditas kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan satuan kerja yang terkait dalam penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Sistem informasi Manajemen Risiko harus dapat menyediakan informasi paling kurang mengenai: 1) arus kas dan profil maturitas dari aset, kewajiban, dan rekening administratif; 2) kepatuhan terhadap kebijakan, strategi, dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk limit dan rasio likuditas; 3) laporan profil Risiko dan trend likuiditas untuk kepentingan manajemen secara tepat waktu; dan 4) informasi yang dapat digunakan untuk keperluan stress testing. Sistem informasi Manajemen Risiko dan informasi yang dihasilkan dapat disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas bisnis Bank. 42 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 88 SE 11/16/DPNP Informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi Manajemen Risiko meliputi 2009 antara lain: Romawi II.C.5d 1) posisi dan valuasi portofolio aset likuid berkualitas tinggi; 2) konsentrasi sumber pendanaan; 3) aset dan kewajiban serta tagihan dan kewajiban off balance sheet, yang bersifat tidak stabil (volatile); 4) proyeksi arus kas dan profil maturitas; 5) analisa arus kas dan ketersediaan akses pendanaan; 6) kepatuhan terhadap strategi dan limit yang telah ditetapkan; 7) kemampuan untuk meminjam atau melakukan penjualan aset pada berbagai pasar; 8) kapasitas penyedia standby facilities untuk memenuhi komitmen; 9) dampak dari penurunan kualitas aset, gangguan operasional, atau gangguan di pasar terhadap arus kas di masa datang dan kepercayaan pasar. 89 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.C.5.e Sistem informasi Manajemen Risiko harus mendukung pelaksanaan pelaporan kepada Bank Indonesia. Sistem Pengendalian Intern 90 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.D.1 Bank harus memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk memastikan integritas, efektifitas, dan kewajaran dari proses Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. 91 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.D.2 Bank harus melakukan evaluasi atas penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Evaluasi dimaksud meliputi: a. kepatuhan pada kebijakan dan prosedur pengelolaan likuiditas; b. kecukupan sistem dan prosedur untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas; c. efektivitas proses pelaksanaan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas secara berkala; d. integritas laporan sistem informasi Manajemen Risiko. 92 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.D.3 Kelemahan dan permasalahan yang teridentifikasi dalam evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 (Paragraf 91 dalam kodifikasi ini) harus dilaporkan kepada pihak yang bertanggung jawab dan ditindaklanjuti. 93 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi II.D.4 Bank harus memastikan bahwa pihak yang melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 (Paragraf 91 dalam kodifikasi ini) adalah pihak intern yang independen dan memiliki kompetensi yang memadai. 94 Pelaporan SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.A Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia: 1. Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud pada butir II.C.4.b.4 (Paragraf 81 ayat 4 dalam kodifikasi ini); dan 2. Laporan Profil Maturitas, baik dalam rupiah maupun valuta asing. 43 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 95 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.B Manajemen Risiko Ketentuan Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 (Paragraf 94 angka 1 dalam kodifikasi ini) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai dengan format internal Bank. Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 3 Juli 2009 yang mencakup proyeksi arus kas hari Senin tanggal 6 Juli 2009 sampai dengan hari Jumat tanggal 10 Juli 2009. Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 96 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.C 97 SE 11/16/DPNP 2009 Huruf D Angka Romawi IV.D 98 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.E 99 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.F 100 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.G Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada huruf B (Paragraf 95 dalam kodifikasi ini) mencakup paling kurang pos‐pos neraca dan pos‐pos rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia. Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 2 (Paragraf 94 angka 2 dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 7 dalam kodifikasi ini). Laporan tersebut disampaikan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum. Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Bank Indonesia secara on‐line yaitu: 1. Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU); 2. Laporan Profil Maturitas melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan secara on‐line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off‐line oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1. Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Selama format Laporan Profil Maturitas dalam LBBU belum sesuai dengan format pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 7 dalam kodiifkasi ini), Bank tetap wajib menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum yang berlaku. 44 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 101 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi IV.H 102 103 Manajemen Risiko Ketentuan Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana dimaksud pada huruf A (Paragraf 94 dalam kodifikasi ini), Bank Indonesia dalam kondisi tertentu dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dimaksud pada butir II.C.2.b.1 (Paragraf 69 ayat 2 angka 1 dalam kodifikasi ini) dan laporan stress testing sebagaimana dimaksud pada butir II.C.2.b.4 (Paragraf 69 ayat 2 angka 4 dalam kodifikasi ini). Sanksi SE 11/16/DPNP 2009 Romawi V 1. Pelanggaran terhadap dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tetap berlaku.dikenakan sanksi sesuai Peraturan tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 2. Pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban penyampaian laporan, selain dikenakan sanksi sesuai ayat 1, juga dikenakan sanksi sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan Laporan Berkala Bank Umum yang berlaku. Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana Umum SE 7/19/DPNP 2005 Romawi I 1. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana maka disadari bahwa aktivitas tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi Bank diantaranya risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko hukum dan risiko reputasi. Sehubungan dengan itu, Bank perlu meningkatkan penerapan manajemen risiko secara efektif dengan melakukan prinsip kehati‐hatian dan melindungi kepentingan nasabah. 2. Aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana meliputi Bank sebagai investor, Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan Bank sebagai Bank Kustodian. Aktivitas Bank sebagai investor merupakan aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana termasuk dalam hal Bank sebagai sponsor. Yang dimaksud dengan sponsor adalah aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana sebagai penempatan dana awal dengan jumlah dan jangka waktu sesuai ketentuan otoritas pasar modal. Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual efek Reksa Dana yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang memiliki izin Wakil Agen Penjual Reksa Dana untuk menjual efek Reksa Dana. Aktivitas Bank sebagai Bank Kustodian Reksa Dana merupakan aktivitas Bank dalam melaksanakan penitipan kolektif, menyimpan dan 45 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana, mengadministrasikan/ mencatat mutasi unit penyertaan serta jasa lain termasuk menghitung Nilai Aktiva Bersih, menyelesaikan transaksi, menerima dividen, bunga dan hak‐hak lain. 3. Bank yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib mematuhi ketentuan yang berlaku di bidang perbankan dan pasar modal. 4. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank yang bertindak sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menerapkan transparansi informasi produk dengan menyediakan informasi baik secara tertulis maupun lisan. Penerapan Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko secara Umum 104 SE 7/19/DPNP 2005 Romawi II.A.1 105 SE 7/19/DPNP 2005 Romawi II.A.2 106 SE 7/19/DPNP 2005 Romawi II.B.1 Dalam rangka mendukung penerapan manajemen risiko yang efektif, hal‐ hal utama yang wajib dilakukan Bank adalah: 1. memastikan bahwa Manajer Investasi yang menjadi mitra dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana telah terdaftar dan memperoleh izin dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; 2. memastikan bahwa Reksa Dana yang bersangkutan telah memperoleh pernyataan efektif dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; 3. mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul atas aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati‐hatian, Bank dilarang melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan Reksa Dana memiliki karakteristik seperti produk Bank misalnya tabungan atau deposito. Tindakan–tindakan yang dilarang tersebut antara lain meliputi: 1. memberikan jaminan atas: 1) pelunasan (redemption) Reksa Dana; 2) kepastian besarnya imbal hasil Reksa Dana termasuk nilai aktiva bersih, baik secara langsung maupun tidak langsung; 2. membuat komitmen untuk membeli sewaktu‐waktu (stand by buyer) aset yang mendasari Reksa Dana baik secara langsung maupun tidak langsung; 3. melakukan intervensi pengelolaan portofolio efek Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Penerapan Manajemen Risiko untuk masing‐masing Aktivitas Bank sebagai Investor Reksa Dana 1. Sesuai Peraturan tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank dilarang memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk saham dan atau Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham. Dengan 46 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 107 Manajemen Risiko Ketentuan demikian maka Bank dilarang melakukan investasi pada Reksa Dana dengan aset yang mendasari berbentuk saham. 2. Dalam melakukan investasi dalam Reksa Dana, Bank wajib memastikan bahwa investasi tersebut memenuhi ketentuan kehati‐hatian yang berlaku antara lain: 1) memperhatikan kemampuan dan kondisi keuangan Bank serta kebijakan, strategi, dan pedoman investasi internal Bank; 2) pada saat pembelian, Reksa Dana yang bersangkutan memenuhi kriteria lancar sesuai ketentuan yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; 3) tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) diperhitungkan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar. 3. Dalam rangka memastikan kualitas Reksa Dana digolongkan lancar sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 angka 2),sebelum melakukan aktivitas sebagai investor, Bank wajib melakukan analisis yang memadai terhadap Reksa Dana dan Manajer Investasi yang meliputi: 1) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; 2) kualitas Manajer Investasi dengan penekanan antara lain terhadap: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. 4. Bank wajib memantau eksposur risiko dari aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana secara berkala yakni dengan memantau perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut: 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; c) pengelolaan likuiditas; d) prinsip keterbukaan kepada publik; e) penerapan prinsip kehati‐hatian sesuai ketentuan otoritas pasar modal. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal‐hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana SE 7/19/DPNP 2005 Romawi II.B.2 1. Bank hanya dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana melalui pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana sesuai ketentuan yang berlaku. Pegawai Bank yang menjadi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana tersebut harus 47 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2. 3. 4. 5. 6. Manajemen Risiko Ketentuan mendapat penugasan secara khusus dari Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank. Bank maupun pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana dilarang bertindak sebagai Sub Agen Penjual Efek Reksa Dana atau mengalihkan fungsi Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada pihak lain. Reksa Dana yang dapat dijual oleh Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Reksa Dana yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Pasar Modal di Indonesia. Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang menyatakan secara jelas fungsi, wewenang dan tanggung jawab Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal‐hal sebagai berikut: 1) kejelasan hak dan kewajiban masing – masing pihak; 2) penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama; 3) penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; 4) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing‐masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 5) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data nasabah kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang bersangkutan. Bank wajib melakukan pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut: 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) pengelolaan likuiditas. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal‐hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank wajib: 1) melakukan analisis dalam memilih Reksa Dana yang akan ditawarkan antara lain dengan mempertimbangkan kinerja, reputasi dan keahlian Manajer Investasi serta karakteristik Reksa Dana seperti reputasi pihak yang bertindak sebagai sponsor Reksa Dana, kebijakan investasi, komposisi, diversifikasi dan kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; 48 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 7. 8. 9. 10. 108 Manajemen Risiko Ketentuan 2) memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Dalam memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 angka 2), Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas serta menyampaikannya kepada nasabah secara tertulis dan atau lisan, antara lain: 1) Reksa Dana merupakan produk pasar modal dan bukan produk Bank serta Bank tidak bertanggung jawab atas segala tuntutan dan risiko atas pengelolaan portofolio Reksa Dana; 2) investasi pada Reksa Dana bukan merupakan bagian dari simpanan pihak ketiga pada Bank dan tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan; 3) informasi mengenai Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana; 4) informasi mengenai Bank Kustodian serta penjelasan bahwa konfirmasi atas investasi nasabah akan diterbitkan oleh Bank Kustodian tersebut; 5) jenis Reksa Dana dan risiko yang melekat pada produk Reksa Dana termasuk kemungkinan kerugian nilai investasi yang akan diderita oleh nasabah akibat berfluktuasinya Nilai Aktiva Bersih sesuai kondisi pasar dan kualitas aset yang mendasari; 6) kebijakan investasi serta komposisi portofolio; 7) biaya‐biaya yang timbul berkaitan dengan investasi pada Reksa Dana. Pada setiap dokumen terkait dengan Reksa Dana yang dibuat oleh Bank, wajib dicantumkan secara jelas dan mudah dibaca kalimat: 1) “Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana”; 2) “Reksa Dana adalah produk pasar modal dan bukan merupakan produk Bank sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan”. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dilarang menerbitkan konfirmasi atas investasi yang dilakukan oleh nasabah. Dalam aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur penerapan prinsip mengenal nasabah bagi nasabah pembeli Reksa Dana yang mencakup: 1) penerimaan nasabah termasuk verifikasi yang lebih ketat (enhanced due diligence) untuk high risk customer; 2) identifikasi nasabah; 3) pemantauan transaksi nasabah; 4) identifikasi dan pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Bank sebagai Bank Kustodian SE 7/19/DPNP 2005 Romawi II.B.3 1. Aktivitas sebagai Bank Kustodian wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal‐hal sebagai berikut: 49 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2. 3. 4. 5. 6. Manajemen Risiko Ketentuan 1) kejelasan hak dan kewajiban masing–masing pihak; 2) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing‐masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 3) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai hak Bank Kustodian untuk memperoleh data nasabah dari Manajer Investasi maupun Agen Penjual Efek Reksa Dana serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang bersangkutan. Sesuai ketentuan otoritas pasar modal, Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi. Bank wajib mengadministrasikan dan mencatat efek yang dititipkan secara tersendiri dan terpisah dari aset dan kewajiban Bank. Dalam menerbitkan konfirmasi atas investasi nasabah, Bank sebagai Bank Kustodian dilarang mendelegasikan kewajibannya kepada pihak lain termasuk kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana. Dalam melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dalam hal Bank yang melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian juga melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, maka Bank wajib memastikan antara lain hal‐hal sebagai berikut: 1) mempunyai dan menerapkan sistem pengendalian intern secara efektif, termasuk adanya prinsip pemisahan fungsi (segregation of duties) antara lain pejabat dan pegawai Bank yang berfungsi sebagai Bank Kustodian berada pada unit kerja yang terpisah dari unit kerja yang berfungsi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; 2) memastikan adanya verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan‐kelemahan yang bersifat material pada aktivitas sebagai Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana serta terdapat tindakan untuk memperbaiki penyimpangan‐penyimpangan yang terjadi; 3) menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan (conflict of interest); 4) pihak yang menandatangani atau mengesahkan konfirmasi atas investasi nasabah adalah hanya dari unit kerja Bank Kustodian. Dalam hal ini Bank wajib menunjuk dan menetapkan pejabat dan atau pegawai yang berwenang melakukan hal tersebut. 109 SE 11/36/DPNP 2009 Romawi IV.A Rencana dan Pelaporan Bank yang pertama kali akan melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian 1. Bank wajib mencantumkan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana pelaksanaan aktivitas tersebut. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis Bank Umum. Format pencantuman rencana pelaksanaan aktivitas baru 50 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 10 dalam kodifikasi ini). 2. Bank yang telah memenuhi ketentuan pada ayat 1, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari: a. Laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian; dan b. Laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian. 3. Penyampaian laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dilakukan sebagai berikut: a. Untuk aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana terdiri dari 2 (dua) laporan, yaitu: 1) Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana a) Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a), paling kurang memuat hal‐hal terkait dengan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagai berikut: (1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT); (2) analisa manfaat dan biaya (cost and benefits analysis); (3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/SOP), organisasi dan kewenangan pelaksanaan dengan memperhatikan pengaturan penerapan Manajemen Risiko pada butir II.B.2 (Paragraf 107 dalam kodifikasi ini). (4) kesiapan sumber daya manusia paling kurang mengacu pada persyaratan pada butir II.B.2.a (Paragraf 107 ayat 1 dalam kodifikasi ini); (5) kesiapan Bank terkait sistem informasi; (6) rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT) dengan mengacu pada pengaturan butir II.B.2.j (Paragraf 107 ayat 10 dalam kodifikasi ini); (7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan; (8) penilaian Bank atas kesiapan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; dan (9) Surat Tanda Terdaftar sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM‐LK). Dalam hal Surat Tanda Terdaftar belum diterbitkan, maka Bank dapat menyampaikan kepada Bank 51 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Indonesia fotokopi bukti permohonan pendaftaran sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada BAPEPAM‐LK. Selanjutnya, setelah BAPEPAM‐LK menerbitkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, maka Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen. c) Format Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 11 dalam kodifikasi ini). d) Bank Indonesia menyampaikan surat penegasan terhadap rencana menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 2) Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana a) Laporan wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan penjualan efek Reksa Dana. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a), paling kurang memuat hal‐hal terkait dengan rencana penjualan efek Reksa Dana sebagai berikut: (1) informasi umum terkait efek Reksa Dana paling kurang meliputi: jenis, bentuk Reksa Dana, dan komposisi underlying asset, serta prospektus; (2) penilaian terhadap manajer investasi mengacu pada butir II.A.1.a dan butir II.B.2.e.2) (Paragraf 104 ayat 1 dan Paragraf 107 ayat 5 angka 2 dalam kodifikasi ini); (3) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang meliputi antara lain: brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi dengan mengacu pada butir II.B.2.f.2), butir II.B.2.g, dan butir II.B.2.h (Paragraf 107 ayat 6 angka 2), ayat 7, dan ayat 8 dalam kodifikasi ini); (4) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; (5) dokumen yang terkait dengan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana antara lain draft final perjanjian antara Bank dengan pihak‐pihak yang terkait dengan penjualan efek Reksa Dana dengan mengacu pada butir II.B.2.d (Paragraf 107 ayat 4 dalam kodifikasi ini); (6) Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana yang dikeluarkan oleh BAPEPAM‐LK. Dalam hal Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana belum diterbitkan, maka Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia fotokopi bukti permohonan Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana kepada BAPEPAM‐LK. Selanjutnya, setelah BAPEPAM‐ LK menerbitkan Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran 52 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 110 Manajemen Risiko Ketentuan Reksa Dana, maka Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen. c) Format Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 12 dalam kodifikasi ini). d) Bank Indonesia menyampaikan surat penegasan terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Surat penegasan Bank Indonesia tersebut merupakan penegasan bahwa dari aspek Manajemen Risiko, Bank dinilai mampu untuk menerapkan Manajemen Risiko yang memadai atas aktivitas penjualan efek Reksa Dana. e) Setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3.a.1).d) Paragraf 109 ayat 3 huruf a.1).d) dalam kodifikasi ini) dan mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3.a.2).d) (Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).d) dalam kodifikasi ini), Bank dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. b. Untuk aktivitas sebagai Bank Kustodian, penyampaian laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Bank Kustodian dilakukan sebagai berikut: (1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), paling kurang memuat informasi dan penjelasan dalam rangka pelaporan produk atau aktivitas baru sesuai peraturan mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. Bank yang sudah pernah melaksanakan aktivitas dan terdaftar atau memperoleh izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian SE 11/36/DPNP 2009 Romawi IV.B Untuk aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana a. Bank wajib memenuhi ketentuan yang terkait dengan Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana apabila penerbitan Reksa Dana memerlukan Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana dilakukan sebagai berikut: 1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan penjualan efek Reksa Dana 2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), paling kurang memuat hal‐hal terkait dengan rencana penjualan efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3.a.a.2).b) (Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).b) dalam kodifikasi ini). 53 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 3) Format Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 12 dalam kodifikasi ini). c. Persyaratan pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana mengacu pada pengaturan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.3.a.2).d) dan butir IV.A.3.a.2).e) Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).d) dan huruf a.2).e) dalam kodifikasi ini). Untuk aktivitas sebagai Bank Kustodian Perubahan atau pengembangan terhadap aktivitas Bank sebagai kustodian tidak termasuk dalam kriteria aktivitas baru, sehingga pengembangan aktivitas sebagai Bank Kustodian oleh Bank yang sudah pernah melakukan aktivitas tersebut tidak terkena kewajiban pelaporan rencana pelaksanaan aktivitas baru. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian SE 11/36/DPNP 2009 Romawi IV.C 1. Laporan wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah aktivitas baru tersebut direalisasikan pelaksanaannya. 2. Yang dimaksud dengan tanggal realisasi adalah tanggal sejak aktivitas tersebut mulai ditawarkan oleh Bank dan sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. 3. Laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a) jenis dan tanggal realisasi aktivitas baru oleh Bank; dan b) kesesuaian realisasi aktivitas baru dengan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang telah disampaikan. Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian SE 11/36/DPNP 2009 Romawi IV.D 1. Bank yang telah melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian wajib menyusun laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana secara bulanan. 2. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap triwulan yang meliputi posisi setiap akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut‐turut dengan menggunakan format Lampiran 4 (Lampiran 13 dalam kodifikasi ini) paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah akhir bulan ke 3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Untuk pertama kali laporan tersebut disampaikan untuk posisi akhir bulan Maret 2010. Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah hari libur dimaksud. 3. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Bank Kustodian mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum. 111 112 54 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Alamat Penyampaian Laporan 113 SE 11/36/DPNP 1. Laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana dimaksud 2009 dalam butir IV.A dan butir IV.B (Paragraf 109, Paragraf 110 dalam Romawi IV.E kodifikasi ini), serta laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C (Paragraf 111 dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 2. Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana a. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada butir IV.D (Paragraf 112 dalam kodifikasi ini) disampaikan secara on‐line melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). b. Selama format Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dapat disampaikan secara on‐line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off‐line oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. Lain‐Lain 1. SE 7/19/DPNP 2005 Romawi V 2. 3. 114 Dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, maka Bank yang telah melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib melakukan evaluasi dan audit terhadap aktivitas tersebut atas pemenuhan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II (Paragraf 104, Paragraf 105, Paragraf 106, Paragraf 107 dan Paragraf 108 dalam kodifikasi ini). Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektifitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko khususnya untuk aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang dilakukan Bank. Dalam hal Bank memasarkan Reksa Dana yang diterbitkan oleh Manajer Investasi yang merupakan anak perusahaan, Bank wajib pula menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu kepada ketentuan tentang Prinsip Kehati‐hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal. 55 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Sanksi 115 SE 11/36/DPNP 2009 Romawi VI.1 Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam angka II (Paragraf 104, Paragraf 105, Paragraf 106, Paragraf 107 dan Paragraf 108 dalam kodifikasi ini) dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak‐pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. 116 SE 11/36/DPNP 2009 Romawi VI.2 Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3, butir IV.B.1.b, butir IV.C.1 dan butir IV.E.2.b (Paragraf 109 ayat 3, Paragraf 110 huruf b, Paragraf 111 ayat 1 dan Paragraf 113 ayat 2 huruf b dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sebagaimana dalam Peraturan tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 117 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi I Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Umum 1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerjasama pemasaran antara Bank dengan perusahaan asuransi yang selanjutnya disebut bancassurance dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah aktivitas kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. Aktivitas kerjasama ini diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis sebagai berikut: a. Referensi Referensi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi kepada nasabah. Aktivitas ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Referensi dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada Bank atas Risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh Bank kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya produk asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan banker’s clause karena Bank sebagai 56 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan penerima manfaat. Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan asuransi adalah: a) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau bangunan yang dibiayai oleh Bank serta asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). b) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. c) Kredit kepada pegawai/pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). 2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dapat dilakukan melalui: a) Bank meneruskan brosur, leaflet, dan/atau hal‐hal sejenis yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari perusahaan asuransi mitra Bank atas suatu produk asuransi kepada nasabah Bank, baik secara tatap muka maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan website Bank. Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut atau bermaksud membeli produk asuransi yang direferensikan melalui pemasaran tersebut, maka Bank harus mengarahkan nasabah ke perusahaan asuransi mitra Bank yang bersangkutan. b) Bank menyediakan ruangan di dalam lingkungan kantor Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi (in‐branch sales) kepada nasabah. c) Bank menyediakan data nasabah yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan mematuhi prinsip‐ prinsip sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3 (Paragraf 121 dalam kodifikasi ini). b. Kerjasama Distribusi Kerjasama distribusi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah, tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti karakteristik, 57 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2. 3. 4. 5. 118 Manajemen Risiko Ketentuan manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan dan meneruskan minat atau permintaan pembelian produk asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank. c. Integrasi Produk Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankan dan perasuransian, antara lain ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan manajemen risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan otoritas pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance. Dalam melakukan bancassurance, Bank dilarang menanggung atau turut menanggung Risiko yang timbul dari produk asuransi yang ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi tersebut menjadi tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama adalah produk yang telah tercatat di Bapepam dan LK, serta telah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan untuk dipasarkan melalui bancassurance. Penerapan Manajemen Risiko dalam Rangka Bancassurance Umum SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.A 1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengingat Bank menghadapi berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. 2. Bank wajib menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis mengenai bancassurance dengan berpedoman pada ketentuan Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 58 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 119 Manajemen Risiko Ketentuan Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.B.1 Bank wajib melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan memenuhi paling kurang hal‐hal sebagai berikut: 1. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra Bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat solvabilitas paling kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan data terkini dari Bapepam dan LK. 2. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh surat persetujuan dari Menteri Keuangan untuk melakukan bancassurance. 3. Bank wajib memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank secara berkala paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu‐waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang diketahui melalui berbagai sumber informasi. 4. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila: 1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1; dan/atau 2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang secara signifikan akan mempengaruhi profil Risiko Bank. 5. Dalam hal Bank mengakhiri kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat 4, Bank wajib: 1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat dalam perjanjian kerjasama dimaksud; dan 2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban nasabah sehubungan dengan produk asuransi yang telah dipasarkan. 6. Dalam hal produk asuransi yang dipasarkan terkait dengan unit link, Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) telah memenuhi persyaratan terkait unit link sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; 2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang bersumber dari investasi produk unit link; dan 3) melaksanakan hal‐hal lain yang diperlukan agar dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola secara optimal, profesional, dan independen. Penyusunan Perjanjian Kerjasama SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.B.2 Perjanjian kerjasama dalam rangka bancassurance antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank, wajib disusun dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan paling kurang memuat hal‐hal sebagai berikut: 1. Kejelasan hak dan kewajiban masing‐masing pihak (Bank dan 120 59 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan perusahaan asuransi mitra Bank), terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung jawab masing‐masing pihak dalam melakukan bancassurance, antara lain sebagai berikut: 1) Untuk model bisnis Referensi dan/atau Kerjasama Distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas produk asuransi yang dijual. 2) Untuk model bisnis Integrasi Produk, Bank hanya bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk Bank. Klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur khusus produk asuransi untuk model bisnis Kerjasama Distribusi terkait produk unit link, yaitu antara lain perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi produk unit link. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan. Jangka waktu perjanjian. Kejelasan tanggung jawab masing‐masing pihak yaitu Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank dalam melaksanakan kewajiban customer due diligence (CDD) atau know your customer (KYC). Penetapan klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan berakhirnya perjanjian kerjasama, termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.1.d (Paragraf 119 ayat 4 dalam kodifikasi ini) atau atas perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.g (Paragraf 122 ayat 7 dalam kodifikasi ini). Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing‐masing pihak (Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank), termasuk kewajiban kepada pihak tertanggung dan/atau pihak penerima manfaat, apabila perjanjian kerjasama berakhir, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama maupun karena dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 6. Kejelasan batas tanggung jawab Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank pada setiap produk yang dipasarkan apabila terjadi perselisihan dengan nasabah. Kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 121 Penggunaan Data Nasabah SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.B.3 1. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi ketentuan: 1) mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. 2) Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. Berdasarkan ketentuan di atas, dalam bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah. 2. Dalam melakukan bancasssurance, Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank wajib menerapkan customer due dilligence atau know your customer principle sesuai ketentuan yang berlaku. 60 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 122 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.B.4 Manajemen Risiko Ketentuan Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah 1. Dalam melakukan bancassurance, Bank wajib menerapkan prinsip‐ prinsip transparansi dengan menjelaskan secara lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai berikut: 1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang‐ undangan mengenai lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo dan/atau atribut Bank dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk. 2) Penggunaan logo dan/atau atribut Bank lainnya dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan untuk menunjukkan adanya kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 3) Karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur, Risiko, manfaat, biaya‐biaya asuransi, persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah. 2. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak dicantumkan dalam polis asuransi. 3. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal Bank yang menerbitkan tanda kepesertaan, maka tanda kepesertaan tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. 4. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya‐biaya yang harus dibayar, termasuk apabila dalam premi asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka bancassurance. 5. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk: 1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko produk baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen pemasaran/ penawaran. 2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah. 3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak yang berwenang menandatangani. 6. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang‐undangan yang berlaku di bidang perasuransian antara lain: 1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan 61 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 2) kewajiban pelaporan produk. 7. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan evaluasi Bank Indonesia, bancassurance yang dilaksanakan: 1) tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada Bank Indonesia dan/atau persetujuan bancassurance dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK; 2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank; dan/atau 3) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 8. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance sebagaimana dimaksud pada ayat 7, maka Bank: 1) dilarang melanjutkan pemasaran atas produk bancassurance dimaksud; dan 2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis Bancassurance Referensi 123 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.C.1 Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B (Paragraf 119 sampai dengan 122 dalam kodifikasi ini), Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Referensi sebagai berikut: 1. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.1) (Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 1) dalam kodifikasi ini): 1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank harus menawarkan pilihan produk asuransi dimaksud paling kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan Pihak Terkait Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit. 2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan dan produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan bagi nasabah. 2. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.2) (Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 2) dalam kodifikasi ini) yang dilakukan antara lain melalui in‐branch sales sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.2)b) (Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 2)b) dalam kodifikasi ini), perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan ruangan/counter/meja yang disediakan Bank harus tetap menunjukkan nama perusahaan asuransi mitra Bank secara jelas pada ruangan/counter/meja yang digunakan. Selain itu, pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan identitas pegawai perusahaan asuransi mitra Bank dan tidak diperkenankan memakai seragam yang sama dengan pegawai Bank. 62 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Kerjasama Distribusi 124 SE 12/35/DPNP Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama 2010 bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B (Paragraf 119 Romawi II.C.2 sampai dengan 122 dalam kodifikasi ini), Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Kerjasama Distribusi sebagai berikut: 1. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggungjawab atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bancassurance. 2. Pegawai Bank yang menangani bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkan. 3. Pegawai marketing atau customer service Bank dapat melakukan penawaran awal produk asuransi dalam bancassurance namun penjelasan lengkap atas produk asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus dilakukan oleh Pegawai Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 4. Bank bertanggung jawab hanya sampai dengan penawaran produk asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan polis, perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait dengan produk asuransi tetap harus dilaksanakan dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra Bank. 5. Bank hanya diperkenankan melakukan Kerjasama Distribusi terkait dengan: 1) produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan; dan/atau 2) produk unit link. 6. Bank yang melakukan Kerjasama Distribusi produk unit link sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 angka 2) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) memiliki unit kerja khusus bancassurance; 2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank bertanggung jawab secara penuh atas pengelolaan dana investasi produk unit link tersebut; 3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana investasi produk unit link dilakukan dan merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen yang memberikan penjelasan manfaat dan Risiko produk unit link sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.e.1) (Paragraf 123 ayat 5 angka 1) dalam kodifikasi ini); 4) Produk yang dipasarkan terbatas pada produk unit link yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan mengenai produk unit link yang diatur oleh otoritas pengawas perasuransian. 5) Selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, pegawai Bank yang menangani produk unit link wajib memiliki keahlian dan sertifikasi keagenan khusus produk unit link. 63 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 6) Kegiatan pemasaran produk unit link harus dilakukan oleh pegawai Bank. 7. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. Integrasi Produk 125 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi II.C.3 Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B (Paragraf 119 sampai dengan 122 dalam kodifikasi ini), Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Integrasi Produk sebagai berikut: 1. Budled Product yang dipasarkan tetap harus dapat dipisahkan atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank sehingga Risiko masing‐ masing dapat diidentifikasi, diukur, dipantau dan dikendalikan. 2. Bank hanya diperkenankan melakukan Integrasi Produk terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindngan. 3. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan website Bank, maka sara tersebut hanya sebagai media pengenalan awal mengenai bundled product dan proses selanjutnya tetap harus melalui tatap muka dengan nasabah untuk penjelasan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 4. 4. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban Bank, perusahaan asuransi mitra Bank, dan nasabah. 5. Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam produk asuransi kolektif sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.c (Paragraf 122 ayat 3 dalam kodifikasi ini). 6. Bank wajib membentuk unit kerja khusus bancassurance dengan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan bancassurance dengan model bisnis lainnya, maka unit kerja ini juga sekaligus menangani bancassurance dalam bentuk model bisnis lainnya tersebut. 7. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja khusus bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan dipasarkan. 8. Bank hanya diperkenankan mulai melakukan pemasaran, apabila perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh persetujuan bancassurance dengan model bisnis Integrasi Produk dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan bundled product dari Bapepam dan LK. 9. Masa pertanggungan asuransi paling kurang harus sama dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah. 10. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. 64 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan 11. Nama produk yang merupakan bundled product harus mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan produk Bank dan produk asuransi. Pelaporan Laporan Aktivitas Baru Bancassurance 126 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.1 Bank yang pertama kali melakukan bancassurance wajib mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan aktivitas. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis bank umum. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 14 dalam kodifikasi ini). 127 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.2 Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 (Paragraf 126 dalam kodifikasi ini) atau sebelumnya telah melakukan bancassurance, wajib menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan bancassurance yang telah memenuhi kriteria aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari: 1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance; dan 2. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance. 128 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.3 Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance; atau 2. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan bancassurance yang dilakukan, antara lain: perubahan model bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra, perubahan premi, perubahan manfaat, perubahan jangka waktu, perubahan nama produk, perubahan syarat, dan perubahan lainnya, yang memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau pelaporan kepada Bapepam dan LK terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan. 129 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.4 Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a (Paragraf 127 angka 1 dalam kodifikasi ini) dilakukan sebagai berikut: 1. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan format pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 15 dalam kodifikasi ini), paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/ SWOT) bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan serta model bisnis yang akan dilaksanakan; 65 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan penilaian dan analisa solvabilitas serta perizinan perusahaan asuransi mitra Bank; 3) analisa manfaat dan biaya (cost and benefit analysis); 4) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas berupa bancassurance; 5) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/SOP), organisasi dan kewenangan pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan pengaturan mengenai penerapan manajemen risiko; 6) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran bancassurance; 7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan mengenai bancassurance; 8) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance; 9) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT); 10) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa bancassurance antara lain konsep perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi mitra Bank; 11) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang meliputi antara lain brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi; dan 12) surat persetujuan kerjasama bancassurance dari Menteri Keuangan dan surat pernyataan pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK. Dalam hal surat persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau surat pernyataan pencatatan dari Bapepam dan LK belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia bukti permohonan persetujuan dan pencatatan tersebut. Setelah surat persetujuan kerjasama bancassurance dan surat pernyataan pencatatan produk asuransi telah diterbitkan, Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia. 3. Bank dapat melaksanakan bancassurance 1 (satu) hari setelah menerima penegasan dari Bank Indonesia. Penegasan dari bank Indonesia diberikan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia termasuk surat persetujuan dan surat pencatatan yang sudah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 angka 12). 2) 130 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.5 Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas baru berupa bancassurance setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penegasan dari Bank Indonesia maka surat penegasan dimaksud dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sesuai ketentuan berlaku. 66 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 131 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.6 Manajemen Risiko Ketentuan Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b (Paragraf 127 angka 2 dalam kodifikasi ini) wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a. Nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan; b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat dimanfaatkan oleh nasabah; c. kesesuaian aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaksanakan dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah disampaikan. 132 133 134 SE12/35/DPNP 2010 Romawi III.A.7 Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas baru berupa bancassurance pada saat Bank sudah memasarkan produk asuransi dan fungsi Bank dalam bancassurance sudah dapat dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan Berkala Bancassurance SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.B.1 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.B.2 Bank yang melakukan bancassurance wajib menyusun Laporan Berkala Bancassurance secara bulanan. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 1 (Paragraf 133 dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia setiap 3 (tiga) bulan atau triwulanan yang meliputi posisi setiap akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut‐turut dengan menggunakan format sesuai Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 16 dalam kodifikasi ini). 135 136 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.B.3 Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 (Paragraf 134 dalam kodifikasi ini) dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah akhir bulan ke‐3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah hari libur dimaksud. Penyampaian Laporan SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.C.1 Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.a (Paragraf 127 angka 1 dalam kodifikasi ini) dan Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.b (Paragraf 127 angka 2 dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 67 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 137 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.C.2 Manajemen Risiko Ketentuan Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 (Paragraf 133 dalam kodifikasi ini) disampaikan secara on‐line melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum. 138 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi III.C.3 Selama Laporan Berkala Bancassurance belum dapat disampaikan secara on‐line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off‐line kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indoesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, JL. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Tata Cara Pengenaan Sanksi Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagai dimaksud dalam angka II (Paragraf 118 sampai dengan 125 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi administratif sebagaimana ketentuan Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak‐pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. 139 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi IV.1 140 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi IV.2 Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4 dan butir III.A.6 (Paragraf 129 dan Paragraf 131 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 (Paragraf 34 dalam kodifikasi ini) tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Penerapan Strategi Anti Fraud bagi bank Umum Umum 141 SE 13/28/DPNP 2011 Romawi I 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Fraud dalam ketentuan ini adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. 68 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 3. Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern, khususnya untuk mengendalikan Fraud, Bank wajib memiliki dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, yang paling kurang memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 (Lampiran 17 dalam kodifikasi ini). 4. Strategi anti Fraud merupakan bagian dari kebijakan strategis yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian Fraud (Fraud control system). 5. Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, Bank wajib memperhatikan paling kurang hal‐hal sebagai berikut: a. kondisi lingkungan internal dan eksternal; b. kompleksitas kegiatan usaha; c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan. 6. Bank yang telah memiliki strategi anti Fraud, namun belum memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 (Lampiran 17 dalam kodifikasi ini), wajib menyesuaikan dan menyempurnakan strategi anti Fraud yang telah dimiliki. 142 Penerapan Manajemen Risiko SE 13/28/DPNP 2011 Romawi II Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dengan penguatan pada beberapa aspek, antara lain sebagai berikut: 1. Pengawasan Aktif Manajemen Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko secara umum, kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi mencakup pula hal‐hal yang terkait dengan pengendalian Fraud. Keberhasilan penerapan strategi anti Fraud secara menyeluruh sangat tergantung pada arah dan semangat dari Dewan Komisaris dan Direksi Bank. Dalam hal ini Dewan Komisaris dan Direksi Bank wajib menumbuhkan budaya dan kepedulian anti Fraud pada seluruh jajaran organisasi Bank. 2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban Dalam meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani penerapan strategi anti Fraud dalam organisasi Bank. Pembentukan unit atau fungsi ini harus disertai dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Unit atau fungsi tersebut bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama serta memiliki hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada Dewan Komisaris. 3. Pengendalian dan Pemantauan Pengendalian dan pemantauan Fraud merupakan salah satu aspek penting sistem pengendalian intern Bank dalam mendukung efektivitas penerapan strategi anti Fraud. Pemantauan Fraud perlu dilengkapi dengan sistem informasi yang memadai sesuai dengan kompleksitas dan tingkat risiko terjadinya Fraud pada Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan Manajemen Risiko terkait Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 (Lampiran 17 69 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan dalam kodifikasi ini). 143 Strategi Anti Fraud SE 13/28/DPNP 2011 Romawi III Strategi anti Fraud yang dalam penerapannya berupa sistem pengendalian Fraud, memiliki 4 (empat) pilar sebagai berikut: 1. Pencegahan Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah‐langkah dalam rangka mengurangi potensi risiko terjadinya Fraud, yang paling kurang mencakup anti Fraud awareness, identifikasi kerawanan, dan know your employee. 2. Deteksi Pilar deteksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah‐langkah dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan Fraud dalam kegiatan usaha Bank, yang mencakup paling kurang kebijakan dan mekanisme whistleblowing, surprise audit, dan surveillance system. 3. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah‐langkah dalam rangka menggali informasi (investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi atas Fraud dalam kegiatan usaha Bank. 4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak Lanjut merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah‐ langkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi Fraud, serta mekanisme tindak lanjut. Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 (empat) pilar penerapan strategi anti Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 (Lampiran 17 dalam kodifikasi ini). 144 Pelaporan dan Sanksi SE 13/28/DPNP 1. Dalam rangka memantau penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, hal‐hal sebagai berikut: 2011 a. Strategi anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka III (Paragraf Romawi IV.1 dan 143 dalam kodifikasi ini), paling lambat tanggal 9 Juni 2012. 2 b. Laporan penerapan strategi anti Fraud, setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan laporan, dengan format dan cakupan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 (Lampiran 18 dalam kodifikasi ini). Laporan ini harus disampaikan terhitung sejak laporan posisi akhir bulan Juni 2012. c. Setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan perhatian publik, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Bank mengetahui terjadinya Fraud. Laporan dimaksud paling kurang memuat nama pelaku, bentuk penyimpangan/jenis Fraud, tempat kejadian, informasi singkat mengenai modus, dan indikasi kerugian. Pelaporan tersebut tidak mengurangi kewajiban Bank untuk melakukan langkah‐langkah sesuai dengan strategi anti Fraud yang dimiliki. 70 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 145 SE 13/28/DPNP 2011 Romawi IV.3 146 SE 13/29/DPNP 2011 Romawi I Manajemen Risiko Ketentuan 2. Strategi anti Fraud dan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yaitu: a. sanksi administratif sesuai Pasal 34 (Paragraf 35 dalam kodifikasi ini), dan b. untuk pelanggaran penyampaian strategi dan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 (Paragraf 145 dalam kodifikasi ini), dikenakan pula sanksi kewajiban membayar sesuai Pasal 33 (Paragraf 34 dalam kodifikasi ini). Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima (LNP) Umum 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi Nasabah Prima. 3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah lain pada umumnya. 4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada peraturan‐ peraturan antara lain sebagai berikut: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah; c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan 71 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Peraturan perundang‐undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan oleh Bank. 5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang mencakup hal‐hal sebagai berikut: a. Persyaratan Nasabah Prima Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat diperlakukan sebagai Nasabah Prima. b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas Bank. c. Cakupan keistimewaan LNP Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang‐undangan lain yang terkait. d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima. f. 147 Penerapan Manajemen Risiko SE 13/29/DPNP 2011 Romawi II Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek‐aspek tertentu sebagai berikut: 1. Aspek pendukung keistimewaan layanan Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang paling kurang mencakup : a. Sumber daya manusia Bank harus memastikan tersedianya sumber daya manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know your employee, sistem remunerasi yang jelas dan transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia antara lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti. b. Operasional LNP Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir I.5 (Paragraf 146 ayat 5 dalam kodifikasi ini), Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan 72 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT). c. Penawaran produk dan/atau aktivitas Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang akan ditawarkan dalam LNP kepada masing‐masing Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan karakteristik dan profil Nasabah Prima. d. Teknologi informasi Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya manusia yang memadai, Bank perlu memiliki infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta memastikan keamanan data dan informasi yang ada. 2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah, Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal‐hal sebagai berikut: a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing‐masing kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan, serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan Nasabah Prima Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling kurang memuat hak dan kewajiban masing‐masing pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan. c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. d. Menyampaikan informasi secara berkala Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau eksposur masing masing Nasabah Prima berdasarkan kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. 73 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Lain‐Lain 148 SE 13/29/DPNP 1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait kegiatan 2011 LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen atau warkat terkait Romawi III transaksi keuangan dan aktivitas Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan perundang‐undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang selalu dikinikan secara berkala. 2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam butir I.5 (Paragraf 146 ayat 5 dalam kodifikasi ini) dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan LNP sebagaimana dimaksud dalam angka II (Paragraf 147 dalam kodifikasi ini) paling kurang mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (lampiran 19 dalam kodifikasi ini). 3. Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut: a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada ketentuan tentang Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru; b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku wajib: a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan terhadap: 1) kebijakan LNP; dan 2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu; b. menyusun action plan untuk menyempurnakan kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang memiliki gap; c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang meliputi: 1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling lama 3 (tiga) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku; dan 2) realisasi action plan paling lambat akhir Juni 2012. 5. Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi action plan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c.2). 6. Laporan sebagaimana ayat 4 huruf c disampaikan kepada: a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 74 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 149 SE 13/29/DPNP 2011 Romawi IV.1 150 SE 13/29/DPNP 2011 Romawi IV.2 BAB I 151 Manajemen Risiko Ketentuan Sanksi Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini masing‐masing dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam: 1. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, bagi Bank Umum Konvensional (Paragraf 35 dalam kodifikasi ini); 2. Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bagi Bank Umum Syariah (Paragraf 241 dalam kodifikasi ini); 3. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; atau 4. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1 (Paragraf 149 dalam kodifikasi ini), Bank yang melanggar kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini diatur sebagai berikut: 1. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 (Paragraf 148 ayat 3 dalam kodifikasi ini) dan butir III.4.c (Paragraf 148 ayat 4 huruf c dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Paragraf 34; atau 2. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 (Paragraf 148 ayat 3 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak Ketentuan Umum Pasal 1 8/6/PBI/2006 1. 2. 3. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐ Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri, yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Pengendalian adalah Pengendalian sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang untuk selanjutnya disebut KPMM adalah KPMM sebagaimana diatur dalam ketentuan 75 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 152 Pasal 2 8/6/PBI/2006 153 Pasal 3 8/6/PBI/2006 Manajemen Risiko Ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. 5. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang untuk selanjutnya disebut BMPK adalah BMPK sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. (1) Bank yang memiliki dan atau melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. (2) Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Perusahaan Anak yang dimiliki dan atau dikendalikan oleh Bank karena adanya penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. Perusahaan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 152 ayat (1) dalam kodifikasi ini) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri dari: Termasuk dalam kegiatan usaha di bidang keuangan antara lain jasa perbankan, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, perusahaan pembiayaan serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan. a. Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh perseratus); b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan; c. Perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) yang memenuhi persyaratan yaitu: i. kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing‐masing sama besar; dan ii. masing‐masing pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; 76 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Yang dimaksud dengan Pengendalian secara bersama adalah pengendalian bersama oleh para pemilik atas Perusahaan Anak yang didasarkan pada perjanjian kontraktual. Pengendalian bersama harus dibuktikan dengan adanya kesepakatan atau komitmen secara tertulis dari para pemilik untuk memberikan dukungan baik finansial maupun non finansial sesuai kepemilikannya masing‐masing. d. Entitas lain yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib dikonsolidasikan. 154 Pasal 4 8/6/PBI/2006 SE 8/27/DPNP 2006 Romawi IV (1) Dalam hal Bank memiliki dan atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, maka: Asuransi memiliki karakteristik risiko yang sangat berbeda dengan Bank sehingga tidak diterapkan penilaian manajemen risiko secara konsolidasi terutama untuk hal‐hal yang bersifat kuantitatif. a. penerapan manajemen risiko secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 153 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan melalui penilaian dan penyampaian laporan penerapan manajemen risiko pada perusahaan asuransi secara tersendiri; Penilaian dilakukan dengan mengacu pada ketentuan dari otoritas yang berwenang. b. ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16 dan Pasal 18 (Paragraf 156, Paragraf 157, Paragraf 158, Paragraf 159, Paragraf 160, Paragraf 162, Paragraf 163, Paragraf 166 dan Paragraf 168 dalam kodifikasi ini) tidak diterapkan. (2) Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan Perusahaan Anak, juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dilakukan antara lain dengan cara: a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (RBC minimum) dan pemenuhan prinsip kehati‐hatian lainnya yang diatur oleh otoritas pengawas yang berwenang; dan b. memperhitungkan penyertaan pada perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi. (3) Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, maka perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan sebagai berikut: a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam ATMR Bank secara konsolidasi. 77 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 155 Manajemen Risiko Ketentuan b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka: 1) Penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva; dan 2) Kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar 100% (seratus perseratus), apabila Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang. c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal konsolidasi yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva. BAB II Sistem dan Informasi Pelaporan Pasal 5 8/6/PBI/2006 SE 8/27/DPNP 2006 Romawi II (1) Bank wajib memiliki sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak agar dapat menerapkan manajemen risiko secara konsolidasi dengan efektif. (2) Sistem yang wajib dimiliki Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang mencakup: a. Sistem informasi akuntansi; dan Sistem informasi akuntansi antara lain meliputi sistem yang dapat menghasilkan laporan keuangan, perhitungan KPMM, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva, perhitungan BMPK yang menghitung seluruh eksposur bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. Penyusunan laporan keuangan konsolidasi mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Sistem informasi akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling kurang harus mampu menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan laporan lain dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati‐hatian. Dalam menyusun laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan metode dan teknik konsolidasi yang digunakan, Bank wajib mengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sementara itu, prinsip kehati‐hatian yang wajib dilaksanakan oleh 78 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 8/27/DPNP 2006 Romawi II 156 Manajemen Risiko Ketentuan Bank antara lain mencakup perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara konsolidasi, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak, perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang menghitung seluruh eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. b. Sistem informasi manajemen risiko. Sistem informasi manajemen risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan: a) terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional Bank dan Perusahaan Anak; b) dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko; c) tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko. BAB III Perhitungan KPMM Pasal 6 8/6/PBI/2006 (1) Bank wajib memenuhi ketentuan KPMM baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan menghitung modal dan aktiva tertimbang menurut risiko dari laporan keuangan konsolidasi. Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, maka persentase KPMM untuk Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang KPMM Bank Umum dan KPMM Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, juga diberlakukan secara konsolidasi. Penyertaan pada perusahaan yang tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan KPMM secara konsolidasi, tetap diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi. 79 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 8/27/DPNP 2006 Romawi III.A Manajemen Risiko Ketentuan Untuk perhitungan KPMM Bank secara individual, penyertaan pada Perusahaan Anak yang dikonsolidasikan tetap diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang KPMM Bank Umum dan KPMM Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, perhitungan KPMM secara konsolidasi antara Bank dan Perusahaan Anak selain Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) (Paragraf 154 ayat (2) dan ayat (3) dalam kodifikasi ini), dilakukan dengan memperhatikan hal‐hal berikut: 1. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan cara membandingkan modal secara konsolidasi dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) secara konsolidasi. 2. Kewajiban perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk melakukan perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara individual sesuai ketentuan yang berlaku mengenai KPMM. 3. Perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. 4. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan risiko pasar diberlakukan bagi: a. Bank yang secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah diwajibkan untuk memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM; atau b. Bank yang secara konsolidasi memiliki posisi surat berharga termasuk posisi saham dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book sama atau lebih besar dengan kriteria posisi surat berharga dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book bagi Bank yang wajib memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (3) Cara menghitung KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebagai berikut: Aspek Permodalan 1) Modal secara konsolidasi meliputi modal inti secara konsolidasi ditambah dengan modal pelengkap secara konsolidasi. 2) Komponen‐komponen yang dapat diperhitungkan sebagai modal inti dan modal pelengkap dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi, termasuk Perusahaan Anak, mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. 3) Modal inti secara konsolidasi wajib telah memperhitungkan kekurangan modal (shortfall) dari pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (Risk Based Capital/RBC minimum) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b.2) (Paragraf 154 ayat (3) huruf b.2) dalam kodifikasi ini). 80 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan 4) Modal pelengkap konsolidasi hanya dapat diperhitungkan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari modal inti secara konsolidasi. 5) Kepentingan minoritas (minority interest) diperhitungkan sebagai modal inti, kecuali terdapat bagian dari kepentingan minoritas yang tidak sesuai dengan komponen modal inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai KPMM Bank Umum yang berlaku. 6) Jumlah kepentingan minoritas yang diperhitungkan sebagai modal inti sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dapat tidak diperhitungkan dalam modal secara konsolidasi oleh Bank Indonesia berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain: a) kepemilikan Bank pada Perusahaan Anak 50% (lima puluh perseratus) atau kurang; dan b) tidak terdapat keterkaitan/afiliasi antara pemegang saham lain (minority interest) dengan Bank; atau c) tidak terdapat kesediaan dari pemegang saham lain (minority interest) untuk mendukung modal kelompok usaha Bank yang dibuktikan dengan surat pernyataan atau keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) Perusahaan Anak. 7) Pinjaman subordinasi Perusahaan Anak dapat dijadikan modal pelengkap untuk perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi sepanjang memenuhi persyaratan (terms and condition) untuk diperhitungkan sebagai modal sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. Untuk dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap, Bank wajib menyampaikan data pendukung yang menunjukkan bahwa seluruh persyaratan (terms and condition) pinjaman subordinasi tersebut telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 8) Dalam hal Bank wajib memperhitungkan risiko pasar secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) angka 4, maka modal secara konsolidasi dapat ditambahkan dengan modal pelengkap tambahan. Perhitungan modal pelengkap tambahan secara konsolidasi wajib memenuhi kriteria dan persyaratan modal pelengkap tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar bagi Bank secara individual. 9) Perhitungan modal secara konsolidasi juga wajib memperhitungkan faktor pengurang berupa penyertaan Bank pada perusahaan yang tidak wajib dilakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva, kecuali penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. 81 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 157 Pasal 7 8/6/PBI/2006 SE 8/27/DPNP 2006 Romawi III.B Manajemen Risiko Ketentuan Bank wajib melakukan perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko untuk eksposur risiko Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Sebagai contoh, bagi Bank yang telah diwajibkan untuk menghitung risiko pasar dan memiliki Perusahaan Anak berupa perusahaan efek, maka perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko secara konsolidasi untuk risiko pasar juga mencakup perhitungan risiko ekuitas (equity risk) dari perusahaan efek tersebut. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ATMR secara konsolidasi terdiri dari ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi dan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi. 1) ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM bagi Bank secara individual. b) Dalam menghitung ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi, masing‐masing pos aktiva secara konsolidasi termasuk pos kewajiban komitmen dan kontinjensi, dihitung berdasarkan bobot risiko sesuai kadar risiko yang melekat pada aktiva tersebut. c) Pedoman perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu pada rincian Lampiran 5 Formulir 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 24 Formulir I dalam kodifikasi ini). 2) ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko ekuitas yang dilakukan dengan cara melakukan pembebanan modal. Dalam hal Bank atau Perusahaan Anak melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, maka perhitungan ATMR untuk risiko pasar hanya meliputi risiko nilai tukar. b) Risiko ekuitas merupakan risiko kerugian akibat perubahan harga dari posisi ekuitas yang dimiliki. Posisi ekuitas mencakup posisi yang timbul dari transaksi saham seperti transaksi saham biasa (common stocks) baik dengan atau tanpa hak suara (voting rights), surat berharga yang dapat dikonversi (convertible securities) yang memiliki karakteristik seperti saham, dan komitmen termasuk opsi untuk membeli dan menjual saham, namun tidak termasuk saham preferen yang tidak dapat dikonversi (non‐convertible preference shares). c) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi diperoleh dengan cara melakukan perkalian antara jumlah beban modal secara konsolidasi untuk seluruh jenis risiko pasar dengan angka 12,5 (dua belas koma lima). d) Perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi serta persyaratannya mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar. e) Perhitungan risiko ekuitas pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi wajib dilakukan oleh Bank yang melakukan 82 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan pengendalian terhadap Perusahaan Anak yang memiliki eksposur risiko ekuitas. Perhitungan risiko ekuitas meliputi risiko spesifik (specific risk) dan risiko umum (general market risk) pada trading book. f) Beban modal untuk risiko ekuitas dihitung dengan melakukan penjumlahan beban modal untuk risiko spesifik dan risiko umum. g) Posisi ekuitas yang diperhitungkan dalam risiko ekuitas adalah posisi long dan posisi short yang termasuk trading book. Posisi long dan posisi short harus dihitung secara terpisah untuk setiap pasar keuangan dimana Bank melakukan transaksi saham. h) Posisi long dan posisi short ekuitas dapat saling hapus apabila kedua posisi tersebut identik. Yang dimaksud dengan posisi identik adalah posisi ekuitas yang berasal dari emiten yang sama dan diperdagangkan di pasar keuangan yang sama. Sebagai contoh: Perusahaan Anak membeli saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dan Perusahaan Anak menjual kontrak berjangka (Forward) saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dapat saling hapus karena memenuhi syarat identik i) Perhitungan beban modal untuk risiko ekuitas dilakukan secara terpisah yaitu: i. perhitungan risiko spesifik sebesar 8% (delapan perseratus) dari gross equity position; dan ii. perhitungan risiko umum sebesar 8% (delapan perseratus) dari overall net position. Contoh: (a) Proses offsetting posisi long dan posisi short pada perusahaan A = (10.000 x Rp.100) ‐ (2.000 x Rp.100) =Rp. 800.000 (Long) (b) Jumlah posisi long = Rp. 800.000 + Rp. 4.000.000 = Rp. 4.800.000 (c) Jumlah posisi short = Rp. 3.000.000 + Rp. 2.000.000 +Rp. 1.000.000 = Rp.6.000.000 (d) Risiko spesifik = (Rp. 4.800.000 + Rp. 6.000.000) x 8% = Rp. 864.000 (e) Risiko umum = (Rp. 4.800.000 – Rp. 6.000.000) x 8% = Rp. 96.000 (f) Risiko ekuitas = Rp. 864.000 + Rp. 96.000 = Rp.960.000 Dari perhitungan tersebut, maka beban modal atas risiko ekuitas secara konsolidasi adalah sebesar Rp960.000,00 (sembilan ratus enam puluh ribu 83 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 158 Manajemen Risiko Ketentuan rupiah). Beban modal tersebut digabung dengan beban modal atas risiko pasar lainnya seperti beban modal atas risiko suku bunga dan risiko nilai tukar. Jumlah dari beban modal atas risiko pasar tersebut dikalikan dengan angka 12,5 (dua belas koma lima) untuk mendapatkan ATMR risiko pasar secara konsolidasi. BAB IV Penilaian Kualitas Aktiva Pasal 8 8/6/PBI/2006 SE 8/27/DPNP 2006 Romawi V (1) Untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan konsolidasi dan perhitungan KPMM, Bank wajib melakukan penilaian kualitas aktiva dan membentuk penyisihan penghapusan aktiva untuk seluruh aktiva Perusahaan Anak paling kurang sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar laporan keuangan konsolidasi dan perhitungan KPMM dapat dilakukan secara lebih tepat, sesuai dengan risiko yang telah dapat diperkirakan (expected risk). (2) Bank wajib melakukan penilaian kualitas aktiva terhadap aktiva Bank dan Perusahaan Anak dalam rangka membentuk penyisihan penghapusan aktiva. Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva dimaksudkan agar laporan keuangan Bank dan Perusahaan Anak dapat dikonsolidasikan secara wajar, dan perhitungan KPMM secara konsolidasi dapat dilakukan dengan lebih akurat. Penilaian kualitas aktiva secara konsolidasi dilakukan terhadap aktiva produktif dan aktiva non produktif Bank serta aktiva produktif Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. A. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif 1. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat disetarakan dengan kredit/pembiayaan pada Bank, penilaian kualitas aktiva oleh Bank atas aktiva produktif Perusahaan Anak paling kurang dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga/margin/fee/bagi hasil. 2. Berdasarkan penilaian pada angka 1, kualitas kredit/pembiayaan ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang lancar, Diragukan, dan Macet sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. 3. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat disetarakan dengan surat berharga pada Bank, maka penilaian kualitas surat berharga oleh Bank mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. 4. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki surat berharga berupa saham maka penetapan kualitas saham oleh Bank dilakukan sebagai berikut: a. lancar, sepanjang saham dimaksud aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara transparan. 84 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan b. apabila saham tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka penilaian kualitas mengacu pada ketentuan penilaian kualitas untuk penyertaan dengan metode biaya (cost method). 5. Untuk aktiva produktif di Perusahaan Anak yang merupakan perusahaan pembiayaan, penilaian kualitas aktiva produktif oleh Bank dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku mengenai penilaian dan penggolongan kualitas aktiva produktif yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang terhadap Perusahaan Anak. B. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Lainnya Penilaian kualitas untuk aktiva produktif Perusahaan Anak selain yang disetarakan dengan kredit dan surat berharga, dilakukan oleh Bank sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. C. Penyisihan Penghapusan Aktiva 1. Atas dasar penilaian kualitas aktiva produktif sebagaimana dimaksud pada huruf A dan B, Bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva untuk aktiva Bank maupun aktiva produktif Perusahaan Anak sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 2. Dalam hal besarnya penyisihan penghapusan aktiva yang wajib dibentuk secara konsolidasi masih belum memenuhi ketentuan, maka kekurangan penyisihan penghapusan aktiva tersebut akan menjadi faktor pengurang modal inti secara konsolidasi. 159 BAB V Perhitungan BMPK Pasal 9 8/6/PBI/2006 SE 8/27/DPNP 2006 Romawi VI (1) Bank wajib memenuhi ketentuan BMPK baik untuk penyediaan dana Bank secara individual maupun untuk penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, maka persentase BMPK untuk Bank secara individual sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum juga diberlakukan secara konsolidasi. (2) Dalam perhitungan BMPK untuk penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi, maka: a. penyediaan dana dari Perusahaan Anak kepada debitur Bank wajib diperhitungkan sebagai satu kesatuan dengan penyediaan dana Bank; b. komponen modal menggunakan modal secara konsolidasi. (3) Bank wajib melakukan pemantauan terhadap konsentrasi penyediaan dana dengan memperhatikan pemenuhan BMPK, baik untuk penyediaan dana dari Bank secara individual maupun penyediaan dana dari Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. BMPK secara konsolidasi adalah persentase maksimum total penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak yang diperkenankan terhadap modal Bank secara konsolidasi. A. Batasan (Limit) Penyediaan Dana Sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Batas 85 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 160 161 Pasal 10 8/6/PBI/2006 Manajemen Risiko Ketentuan Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Dalam hal perhitungan BMPK secara konsolidasi, penetapan batasan penyediaan dana kepada pihak terkait tersebut juga mencakup seluruh penyediaan dana Bank dan penyediaan dana Perusahaan Anak dibandingkan dengan modal konsolidasi. Hal yang sama berlaku pula untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait. BMPK secara konsolidasi untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait Bank ditetapkan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK Bank Umum, antara lain sebagai berikut: 1. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi; dan 2. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi. Dalam hal terdapat pelanggaran atau pelampauan BMPK secara konsolidasi, maka Bank akan dikenakan sanksi administratif dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK. B. Modal Dalam menghitung BMPK secara konsolidasi, modal yang digunakan adalah modal bank secara konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi merupakan penjumlahan antara modal inti konsolidasi dengan modal pelengkap konsolidasi. Perhitungan modal inti konsolidasi dan modal pelengkap konsolidasi mengacu pada perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi untuk perhitungan BMPK tersebut tidak termasuk modal pelengkap tambahan dan tidak dikurangi penyertaan. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak dimana Bank melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, tidak diperhitungkan sebagai penyediaan dana dalam perhitungan BMPK. BAB VI Pengelolaan Perusahaan Anak Pasal 11 8/6/PBI/2006 Ayat (1) – (3) (1) Bank wajib memastikan pengurus yang mengelola Perusahaan Anak memiliki integritas yang baik. Integritas yang baik antara lain dibuktikan dengan pengurus Perusahaan Anak tidak berasal dari pihak‐pihak yang terdapat dalam Daftar Tidak Lulus Bank Indonesia atau Daftar Kredit Macet. Yang dimaksud dengan pengurus yang mengelola Perusahaan Anak adalah komisaris dan direksi bagi badan hukum Perseroan Terbatas atau jabatan lain yang setara pada badan hukum lainnya. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pengurus yang mengelola Perusahaan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c (Paragraf 153 huruf c dalam kodifikasi ini). 86 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (3) Dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib menyampaikan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan Anak yang diusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada Bank Indonesia. SE 8/27/DPNP Laporan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan Anak wajib 2006 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan Romawi VII.2 RUPS. Laporan daftar calon pengurus dimaksud wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat diluar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Pasal 11 (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan paling 8/6/PBI/2006 lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS. Ayat (4) BAB VII 162 Penilaian Tingkat Kesehatan dan Profil Risiko Bank Pasal 12 8/6/PBI/2006 (1) Bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan baik secara individual maupun secara konsolidasi. Penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian tingkat kesehatan meliputi penilaian kuantitatif dan kualitatif. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan dan proyeksi rasio‐rasio keuangan. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor‐faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan. (2) Dalam hal terdapat perbedaan karakteristik usaha Perusahaan Anak dengan Bank, maka komponen‐komponen tertentu dalam penilaian tingkat kesehatan Bank dapat disesuaikan untuk penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. 163 Pasal 13 8/6/PBI/2006 (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan laporan profil risiko baik secara individual maupun secara konsolidasi. Penyusunan laporan profil risiko secara konsolidasi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. (2) Dalam hal terdapat perbedaan karakteristik usaha Perusahaan Anak dengan Bank maka parameter‐parameter pengukuran risiko tertentu dalam penyusunan profil risiko Bank dapat disesuaikan untuk penyusunan profil risiko secara konsolidasi. 87 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB VIII 164 Pasal 14 8/6/PBI/2006 165 Pasal 15 8/6/PBI/2006 166 Manajemen Risiko Ketentuan Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetepan Status Bank Ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank yang diterapkan bagi Bank secara individual diterapkan juga bagi Bank secara konsolidasi Parameter yang digunakan dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank antara lain rasio KPMM dan rasio kredit bermasalah adalah yang dihitung secara konsolidasi. Dalam penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 (Paragraf 164 dalam kodifikasi ini), bagi Bank yang secara konsolidasi telah memenuhi kriteria untuk dapat dicabut izin usahanya maka dalam pelaksanaannya Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan otoritas pengawas terkait. BAB IX Pelaporan Pasal 16 8/6/PBI/2006 Ayat (1) s.d (3) (1) Bank wajib menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak secara online sesuai format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Laporan Bulanan Bank Umum atau Laporan Berkala Bank Umum. (3) Selama belum dimungkinkan pelaporan secara online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka Bank wajib menyampaikan laporan secara offline setiap triwulan untuk periode bulan Maret, Juni, September dan Desember yang mencakup: a. Laporan keuangan setiap Perusahaan Anak. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi VIII.A SE 8/27/DPNP 2006 Romawi VIII.B Laporan keuangan Perusahaan Anak yang disampaikan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 158 dalam kodifikasi ini). Dalam hal laporan keuangan Perusahaan Anak belum dapat disampaikan secara online oleh Bank melalui LBU dan LBBU, maka Laporan keuangan Perusahaan Anak yang disampaikan oleh Bank mengacu pada format sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh masing‐masing otoritas pengawas yang berwenang. Dalam hal Perusahaan Anak merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Asuransi, maka penyampaian laporan keuangan dimaksud termasuk pula Laporan Perhitungan Tingkat Solvabilitas (RBC). b. Laporan keuangan konsolidasi Penyajian dan format laporan keuangan konsolidasi mengacu pada: 1. Lampiran 1 (Lampiran 20 dalam kodifikasi ini) : Laporan Neraca Konsolidasi 2. Lampiran 2 (Lampiran 21 dalam kodifikasi ini) : Laporan Laba Rugi Konsolidasi 88 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 8/27/DPNP 2006 Romawi VIII.C SE 8/27/DPNP 2006 Romawi VIII.D Pasal 16 8/6/PBI/2006 Ayat (4) – (8) Manajemen Risiko Ketentuan 3. Lampiran 3 (Lampiran 22 dalam kodiifkasi ini) : Laporan Komitmen dan Kontinjensi Konsolidasi c. Laporan perhitungan KPMM dan rincian aktiva tertimbang menurut risiko secara konsolidasi. Penyajian dan format laporan perhitungan KPMM dan Rincian ATMR secara konsolidasi mengacu pada : 1. Lampiran 4 (Lampiran 23 dalam kodifikasi ini) : Laporan Perhitungan KPMM secara Konsolidasi 2. Lampiran 5 (Lampiran 24 dalam kodifikasi ini) : Laporan Rincian ATMR secara Konslidasi Perhitungan ATMR untuk risiko kredit dilakukan sesuai format perhitungan pada Formulir I, sedangkan perhitungan ATMR untuk risiko pasar mengacu pada Formulir II.a dan II.b, Formulir III, Formulir IV, Formulir V serta Formulir VI pada rincian Lampiran 5 (Lampiran 24 dalam kodifikasi ini). Perhitungan Bank sesuai formulir‐formulir dimaksud didokumentasikan Bank dan apabila diperlukan Bank Indonesia dapat meminta hasil perhitungan ATMR yang dilakukan Bank. 3. Lampiran 6 (Lampiran 25 dalam kodifikasi ini) Laporan Penilaian Kualitas Aktiva secara Konsolidasi. d. Laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi. Penyajian dan format laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi mengacu pada : 1. Lampiran 7 (Lampiran 26 dalam kodifikasi ini) : Laporan penyediaan dana kepada Pihak Terkait Bank secara konsolidasi. 2. Lampiran 8 (Lampiran 27 dalam kodifikasi ini) : Laporan Pelampauan/ Pelanggaran BMPK secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait. Laporan‐laporan sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan kedua setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Bagi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, laporan‐laporan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan prinsip syariah. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan kedua setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. (5) Dalam hal tanggal 15 (lima belas) jatuh pada hari Sabtu/Minggu/Libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. (6) Laporan profil risiko secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 163 dalam kodifikasi ini) dan laporan penilaian terhadap penerapan manajemen risiko pada perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 154 dalam kodifikasi ini) wajib disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September dan Desember. 89 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Penyampaian laporan profil risiko Bank secara individual tetap mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. (7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah akhir bulan laporan. (8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) wajib disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. BAB X Sanksi Pasal 17 8/6/PBI/2006 (1) Bank yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 (Paragraf 152, Paragraf 155, Paragraf 156, Paragraf 157, Paragraf 158, Paragraf 159, Paragraf 161, Paragraf 162, dan Paragraf 163 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sesuai ketentuan terkait yang berlaku dan dapat dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; c. pencantuman pengurus dan atau pemegang saham Bank dalam daftar orang yang terlarang menjadi pemegang saham dan pengurus Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐ Undang Nomor 10 Tahun 1998. (2) Bank yang menyampaikan laporan setelah batas akhir waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dan ayat (7) (Paragraf 166 ayat (4) dan ayat (7) dalam kodifikasi ini), sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. (3) Bank yang belum menyampaikan atau menyampaikan laporan setelah batas akhir waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Bank yang belum menyampaikan laporan setelah batas akhir waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap diwajibkan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 (Paragraf 166 dalam kodifikasi ini). 167 90 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 8/27/DPNP 2006 Romawi IX 168 Manajemen Risiko Ketentuan Contoh perhitungan sanksi dalam hal Bank belum dapat menyampaikan laporan: Bank wajib menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan keuangan konsolidasi (lampiran 1 sampai dengan lampiran 3) (lampiran 20 sampai dengan lampiran 22 dalam kodifikasi ini), laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi (lampiran 4 sampai dengan lampiran 6) (lampiran 23 sampai dengan lampiran 25 dalam kodifikasi ini), serta laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi (lampiran 7 sampai dengan lampiran 8) (lampiran 26 sampai dengan lampiran 27 dalam kodifikasi ini) untuk posisi akhir Maret 2007. a) Bank X menyampaikan laporan tersebut diatas secara lengkap pada tanggal 14 Mei 2007, maka Bank X tidak terlambat menyampaikan laporan karena batas akhir waktu penyampaian laporan adalah paling lambat tanggal 15 Mei 2007. b) Bank Y menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada tanggal 16 Mei 2007, maka Bank Y dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 hari kerja sehingga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c) Bank Z menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak dan laporan keuangan konsolidasi pada tanggal 14 Mei 2007. Namun Bank Z menyampaikan laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi serta laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada tanggal 18 Mei 2007. Dengan demikian, Bank Z dinyatakan terlambat menyampaikan laporan karena laporan yang disampaikan tidak lengkap secara signifikan, selama 3 hari kerja sehingga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). d) Bank A menyampaikan laporan keuangan perusahaan anak, laporan keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada tanggal 8 Juni 2007, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) karena Bank A dianggap belum menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007 dan melewati 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007, yaitu tanggal 4 Juni 2007. BAB XI Ketentuan Lain‐Lain Pasal 18 8/6/PBI/2006 Peningkatan penyertaan Bank karena akumulasi laba Perusahaan Anak dimana Bank melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, tidak diperhitungkan dalam batasan portofolio penyertaan Bank. Batasan portofolio penyertaan Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Prinsip Kehati‐hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal. Akumulasi laba Perusahaan Anak yang tidak diperhitungkan dalam batasan portofolio penyertaan Bank tidak dibatasi jangka waktunya. 91 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB I 169 Pasal 1 9/15/PBI/2007 Manajemen Risiko Ketentuan Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. 2. Teknologi Informasi adalah teknologi terkait sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya yang digunakan dalam pengolahan data keuangan dan atau pelayanan jasa perbankan. 3. Layanan Perbankan Melalui Media Elektronik atau selanjutnya disebut Electronic Banking adalah layanan yang memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone. 4. Rencana Strategis Teknologi Informasi (Information Technology Strategic Plan) adalah dokumen yang menggambarkan visi dan misi Teknologi Informasi Bank, strategi yang mendukung visi dan misi tersebut dan prinsip‐prinsip utama yang menjadi acuan dalam penggunaan Teknologi Informasi untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan mendukung rencana strategis jangka panjang. 5. Pusat Data (Data Center) adalah fasilitas utama pemrosesan data Bank yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak untuk mendukung kegiatan operasional Bank secara berkesinambungan. 6. Database adalah sekumpulan data komprehensif dan disusun secara sistematis, dapat diakses oleh pengguna sesuai wewenang masing‐ masing, dan dikelola oleh database administrator. 7. Disaster Recovery Center (DRC) adalah fasilitas pengganti pada saat Pusat Data (Data Center) mengalami gangguan atau tidak dapat berfungsi antara lain karena tidak adanya aliran listrik ke ruang komputer, kebakaran, ledakan atau kerusakan pada komputer, yang digunakan sementara waktu selama dilakukannya pemulihan Pusat Data Bank untuk menjaga kelangsungan kegiatan usaha (business continuity). 8. Business Continuity Plan (BCP) adalah kebijakan dan prosedur yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah‐langkah pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan/bencana dan proses pemulihan agar kegiatan operasional Bank dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. 9. Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi adalah kegiatan berupa penambahan, perubahan, penghapusan, dan/atau otorisasi data yang dilakukan pada sistem aplikasi yang digunakan untuk memproses transaksi. 10. Komisaris : a. bagi Bank berbentuk hukum perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang‐ Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi Bank berbentuk hukum perusahaan daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk hukum koperasi adalah pengawas 92 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; d. bagi kantor cabang bank asing adalah pejabat yang ditunjuk kantor pusat bank asing untuk melakukan fungsi pengawasan. 11. Direksi: a. bagi Bank berbentuk hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi Bank berbentuk hukum perusahaan daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; d. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing. BAB II Ruang Lingkup Manajemen Risiko Teknologi Informasi 170 Pasal 2 8/6/PBI/2006 SE 9/30/DPNP 2007 Romawi I. 2, 3 171 Pasal 3 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan Teknologi Informasi. (2) Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi; b. kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan Teknologi Informasi; dan d. sistem pengendalian intern atas penggunaan Teknologi Informasi. (3) Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan Teknologi Informasi sejak proses perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan hingga penghentian dan penghapusan sumber daya Teknologi Informasi. Sumber daya Teknologi Informasi mencakup antara lain perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, sumber daya manusia dan data/informasi. (4) Dalam hal Bank tidak dapat menyelenggarakan sendiri Teknologi Informasi tersebut, Bank dimungkinkan untuk menggunakan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (5) Mengingat penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan risiko yang dihadapi Bank, maka Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. Penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 170 dalam kodifikasi ini) wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha Bank. 93 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Kompleksitas usaha meliputi antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan kantor serta teknologi pendukung yang digunakan. Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi BAB III Bagian Pertama 172 Pasal 4 9/15/PBI/2007 173 Pasal 5 9/15/PBI/2007 174 Pasal 6 9/15/PBI/2007 Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penggunaan Teknologi Informasi. Dalam menetapkan wewenang dan tanggung jawab tersebut perlu memperhatikan antara lain prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties), misalnya pihak yang melakukan input data berbeda dari pihak yang melakukan validasi data. Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 172 dalam kodifikasi ini) bagi dewan Komisaris paling kurang mencakup: a. mengarahkan, memantau dan mengevaluasi Rencana Strategis Teknologi Informasi dan kebijakan Bank terkait penggunaan Teknologi Informasi; b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi. Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam PAsal 4 (Paragraf 172 dalm kodifikasi ini) bagi Direksi paling kurang mencakup: a. menetapkan Rencana Strategis Teknologi Informasi dan kebijakan Bank terkait penggunaan Teknologi Informasi; b. memastikan bahwa : 1. Teknologi Informasi yang digunakan Bank dapat mendukung perkembangan usaha, pencapaian tujuan bisnis Bank dan kelangsungan pelayanan kepada nasabah; 2. terdapat upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan penggunaan Teknologi Informasi; Upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia dilakukan antara lain melalui penyelenggaraan pendidikan atau pelatihan. 3. penerapan proses manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi dilaksanakan secara memadai dan efektif; 4. tersedianya kebijakan dan prosedur Teknologi Informasi yang memadai dan dikomunikasikan serta diterapkan secara efektif baik pada satuan kerja penyelenggara maupun pengguna Teknologi Informasi; 5. terdapat sistem pengukuran kinerja proses penyelenggaraan Teknologi Informasi yang paling kurang dapat: a) mendukung proses pemantauan terhadap implementasi strategi; b) mendukung penyelesaian proyek; 94 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan c) mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia dan investasi pada infrastruktur; d) meningkatkan kinerja proses penyelenggaraan Teknologi Informasi dan kualitas layanan penyampaian hasil proses kepada pengguna. 175 Pasal 7 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib memiliki Komite Pengarah Teknologi Informasi (Information Technology Steering Committe). (2) Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Direksi yang paling kurang terkait dengan: a. Rencana Strategis Teknologi Informasi (Information Technology Strategic Plan) yang searah dengan rencana strategis kegiatan usaha Bank; b. kesesuaian proyek‐proyek Teknologi Informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi Informasi; c. kesesuaian antara pelaksanaan proyek‐proyek Teknologi Informasi dengan rencana proyek yang disepakati (project charter); d. kesesuaian Teknologi Informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen dan kebutuhan kegiatan usaha Bank; e. efektivitas langkah‐langkah meminimalkan risiko atas investasi Bank pada sektor Teknologi Informasi agar investasi tersebut memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan bisnis Bank; f. pemantauan atas kinerja Teknologi Informasi dan upaya peningkatannya; g. upaya penyelesaian berbagai masalah terkait Teknologi Informasi, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggara, secara efektif, efisien dan tepat waktu. (3) Komite Pengarah Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang beranggotakan: Struktur komite dapat disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas kegiatan Bank serta struktur kepemilikan/legal entity Bank. a. direktur yang membawahi satuan kerja Teknologi Informasi; b. direktur yang membawahi satuan kerja Manajemen Risiko; c. pejabat tertinggi yang membawahi satuan kerja penyelenggara Teknologi Informasi; d. pejabat tertinggi yang membawahi satuan kerja pengguna utama Teknologi Informasi. Bagian Kedua 176 Pasal 8 9/15/PBI/2007 Ayat (1) dan (2) Kecukupan Kebijakan dan Prosedur Penggunaan Teknologi Informasi di Bank (1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b (Paragraf 170 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini). (2) Kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi paling kurang meliputi aspek‐aspek sebagai berikut : Kedalaman kebijakan dan prosedur selain disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha Bank, juga memperhatikan profil risiko Bank. 95 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 9/30/DPNP 2007 Romawi II.4.g Pasal 8 9/15/PBI/2007 Ayat (3) Manajemen Risiko Ketentuan a. Manajemen; b. Pengembangan dan pengadaan; c. Operasional Teknologi Informasi; d. Jaringan komunikasi; e. Pengamanan informasi; f. Business Continuity Plan; g. End user computing; h. Audit i. Electronic Banking; dan j. Penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (3) Bank wajib menetapkan limit risiko yang dapat ditoleransi untuk dapat memastikan aspek‐aspek terkait Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berjalan dengan optimal. SE 9/30/DPNP (4) 2007 Romawi II. 1 – 3 , 5, 6 (5) (6) (7) (8) Limit risiko merupakan tingkat kesalahan yang masih bisa ditoleransi oleh sistem (risk tolerance) atau standar pengamanan yang ditetapkan atau disetujui untuk tidak dilampaui. Standar pengamanan ini disesuaikan dengan risk appetite yang dimiliki Bank. Dalam penggunaan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa, Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi tersebut, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang digunakan Bank dalam mengelola sumber daya Teknologi Informasi dalam rangka mendukung kelangsungan bisnis Bank terutama pelayanan kepada nasabah. Sumber daya ini mencakup antara lain perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, sumber daya manusia serta data/ ifnormasi. Kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 28 dalam kodifikasi ini) dan Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bank. Pedoman dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia (Lampiran 28 dalam kodifikasi ini) merupakan pokok‐pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar menggunakan parameter yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal‐hal yang dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 28 dalam kodifikasi ini). Sementara itu Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang relatif kecil dapat menggunakan parameter yang lebih ringan dari hal‐hal yang dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia (Lampiran 28 dalam kodifikasi ini), sepanjang Bank telah mempertimbangkan hasil penilaian terhadap risiko dalam aktivitas bisnis Bank, profil keamanan Teknologi Informasi serta cost and benefit. 96 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 177 Pasal 9 (1) Bank wajib memiliki Rencana Strategis Teknologi Informasi (Information 9/15/PBI/2007 Technology Strategic Plan) yang mendukung rencana strategis kegiatan usaha Bank. (2) Rencana Strategis Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam Rencana Bisnis bank 178 Bagian Ketiga Proses Manajemen Risiko Terkait Teknologi Informasi Pasal 10 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib melakukan proses manajemen risiko yang mencakup identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian atas risiko terkait penggunaan Teknologi Informasi. (2) Proses manajemen risiko dilakukan terhadap aspek‐aspek terkait Teknologi Informasi yang paling kurang mencakup pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi, operasional Teknologi Informasi, jaringan komunkasi, pengamanan informasi, Business Continuity Plan, end user computing, Electronic Banking, dan penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (3) Dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain untuk menyelenggarakan Teknologi Informasi, Bank wajib memastikan bahwa pihak penyedia jasa Teknologi Informasi menerapkan juga manajemen risiko yang paling kurang sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ini. 179 Pasal 11 9/15/PBI/2007 Dalam melakukan pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi Bank wajib melakukan langkah‐langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan data yang terjaga kerahasiaan dan integritasnya serta mendukung pencapaian tujuan Bank, antara lain mencakup: a. menetapkan dan menerapkan prosedur dan metodologi pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi secara konsisten; b. menerapkan manajemen proyek dalam pengembangan sistem; c. melakukan testing yang memadai pada saat pengembangan dan pengadaan suatu sistem, termasuk uji coba bersama satuan kerja pengguna, untuk memastikan keakuratan dan berfungsinya sistem sesuai kebutuhan pengguna serta kesesuaian satu sistem dengan sistem yang lain; d. melakukan dokumentasi sistem yang dikembangkan dan pemeliharaannya; e. memiliki manajemen perubahan sistem aplikasi. 180 Pasal 12 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib mengidentifikasi dan memantau serta mengendalikan risiko yang terdapat pada aktivitas operasional Teknologi Informasi, pada jaringan komunikasi serta pada end user computing untuk memastikan efektifitas, efisiensi dan keamanan aktivitas tersebut antara lain dengan: Aktivitas operasional Teknologi Informasi mencakup aktivitas pada Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center maupun pada pengguna Teknologi Informasi. a. b. menerapkan pengendalian fisik dan lingkungan terhadap fasilitas Pusat Data (Data Center) dan Disaster Recovery Center; menerapkan pengendalian hak akses secara memadai sesuai kewenangan yang ditetapkan; 97 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan menerapkan pengendalian pada saat input, proses, dan output dari informasi; d. memperhatikan risiko yang mungkin timbul dari ketergantungan Bank terhadap penggunaan jaringan komunikasi; e. memastikan aspek desain dan pengoperasian dalam implementasi jaringan komunikasi sesuai dengan kebutuhan; f. melakukan pemantauan kegiatan operasional Teknologi Informasi termasuk adanya audit trail; g. melakukan pemantauan penggunaan aplikasi yang dikembangkan atau diadakan oleh satuan kerja di luar satuan kerja Teknologi Informasi. (2) Bagi Bank yang memiliki unit usaha yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, wajib memiliki sistem yang dapat menghasilkan laporan yang terpisah bagi kegiatan usaha Bank berdasarkan prinsip syariah. c. Yang dimaksud memiliki sistem yang dapat menghasilkan laporan yang terpisah adalah yang dapat mengidentifikasikan input dan proses serta output dari transaksi berdasarkan prinsip syariah. 181 Pasal 13 9/15/PBI/2007 182 Pasal 14 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib memastikan Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan dapat dilaksanakan secara efektif agar kegiatan usaha Bank tetap berjalan saat terjadi gangguan yang signifikan pada sarana Teknologi Informasi yang digunakan Bank. Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan disusun selain mencakup rencana pemulihan pada situasi total disaster juga pada berbagai tingkat gangguan dan bencana misalnya minor (berdampak kecil dan tidak memerlukan biaya besar serta dapat diselesaikan dalam jangka waktu pendek), major ( berdampak besar dan dapat menjadi lebih parah apabila tidak diatasi segera) dan catastrophic (berdampak terjadi kerusakan yang bersifat permanen sehingga memerlukan relokasi/penggantian dengan biaya yang besar). Yang dimaksud dengan dapat dilaksanakan secara efektif adalah operasional Teknologi Informasi dapat berjalan kembali segera setelah gangguan terjadi sehingga tidak mengganggu pelayanan kepada nasabah. (2) Bank wajib melakukan uji coba atas Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan terhadap seluruh sistem/aplikasi dan infrastruktur yang kritikal sesuai hasil Business Impact Analysis, paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan melibatkan end user (end to end). (3) Bank wajib melakukan pengkinian Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan. Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan paling kurang hal‐hal sebagai berikut: a. pengamanan informasi ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaannya (availability) secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 98 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan b. pengamanan informasi dilakukan terhadap aspek teknologi, sumber daya manusia dan proses dalam penggunaan Teknologi Informasi; c. pengamanan informasi mencakup pengelolaan aset bank yang terkait dengan informasi, kebijakan sumber daya manusia, pengamanan fisik, pengamanan akses, pengamanan operasional, dan aspek penggunaan Teknologi Informasi lainnya; d. adanya manajemen penanganan insiden dalam pengamanan informasi; dan e. pengamanan informasi diterapkan berdasarkan hasil penilaian terhadap risiko (risk assessment) pada informasi yang dimiliki Bank. Sistem Pengendalian dan Audit Intern atas Penyelanggaraan Teknologi Informasi Bagian Keempat 183 Pasal 15 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap semua aspek penggunaan Teknologi Informasi. Dalam melaksanakan sistem pengendalian intern Teknologi Informasi Bank mengacu pada prinsip‐prinsip umum sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pedoman standar sistem pengendalian intern. (2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. pengawasan oleh manajemen dan adanya budaya pengendalian; b. identifikasi dan penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi; d. sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi; e. kegiatan pemantauan dan koreksi penyimpangan, yang dilakukan oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya. (3) Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus didukung oleh teknologi, sumber daya manusia dan struktur organisasi Bank yang memadai. Yang dimaksud dengan memadai antara lain teknologi yang sesuai dengan kegiatan operasional Bank, sumber daya manusia yang kompeten dan struktur organisasi yang tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya. (4) Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e paling kurang meliputi: a. kegiatan pemantauan secara terus menerus; b. pelaksanaan fungsi audit intern yang efektif dan menyeluruh; c. perbaikan terhadap penyimpangan baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya. 99 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 184 Pasal 16 (1) Pelaksanaan fungsi audit intern Teknologi Informasi sebagaimana 9/15/PBI/2007 dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) huruf b (Paragraf 183 ayat (4) huruf b dalam kodifikasi ini) memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan mengenai standar pelaksanaan fungsi audit intern. (2) Dalam hal terdapat keterbatasan kemampuan satuan kerja audit intern Teknologi Informasi maka pelaksanaan fungsi audit intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh auditor ekstern. Penggunaan auditor ekstern untuk melaksanakan fungsi audit intern atas Teknologi Informasi tidak mengurangi tanggung jawab pimpinan Satuan Kerja Audit Intern Bank. Selain itu penggunaan auditor ekstern harus telah mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. (3) Pelaksanaan audit intern wajib dilakukan secara berkala. 185 Pasal 17 9/15/PBI/2007 (1) Pedoman audit intern yang dimiliki Bank wajib mencakup audit intern terhadap penggunaan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan sendiri atau oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (2) Bank wajib menyampaikan hasil audit intern terhadap Teknologi Informasi sebagai bagian dari laporan pelaksanaan dan pokok‐pokok hasil audit intern sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern. (3) Bank wajib melakukan kaji ulang atas fungsi audit intern atas penggunaan Teknologi Informasi paling kurang setiap 3 (tiga) tahun sekali. (4) Kaji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menggunakan jasa pihak ekstern yang independen. (5) Hasil kaji ulang disertai saran perbaikan dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari laporan kaji ulang sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern. BAB IV 186 Bagian Pertama Pasal 18 9/15/PBI/2007 Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Pihak Penyedia Jasa Teknologi Informasi Umum (1) Bank dapat menyelenggarakan Teknologi Informasi sendiri dan/atau menggunakan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. Yang dimaksud dengan menggunakan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi adalah penggunaan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi Bank secara berkesinambungan dan/atau dalam periode tertentu. Yang dimaksud dengan pihak lain bagi kantor cabang bank asing termasuk kantor pusat dan kantor bank lainnya di luar negeri maupun kelompok usaha Bank. Yang dimaksud pihak lain bagi bank yang dimiliki pihak asing termasuk kantor induk dan kelompok usaha Bank. 100 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan (2) Penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang Bank dan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. bagi Bank: 1) Bank tetap bertanggung jawab atas penerapan manajemen risiko; Yang dimaksud tanggung jawab Bank dalam menerapkan manajemen risiko antara lain dengan memastikan bahwa penyedia jasa menerapkan manajemen risiko secara memadai pada kegiatan Bank yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi sesuai yang dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini. 2) Bank mampu untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Bank yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi; 3) pemilihan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi dilakukan oleh Bank berdasarkan cost and benefit analysis dan melibatkan satuan kerja penyelenggara Teknologi Informasi Bank; 4) Bank wajib memantau dan mengevaluasi kehandalan pihak penyedia jasa secara berkala baik yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa dan kelangsungan penyediaan layanan; 5) Bank tetap memberikan akses kepada auditor intern, ekstern dan Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi setiap kali dibutuhkan; Akses untuk memperoleh data dan informasi dimaksudkan agar pemeriksaan dapat dilaksanakan secara efektif. 6) Bank memberikan akses kepada Bank Indonesia terhadap database secara tepat waktu baik untuk data terkini maupun untuk data yang telah lalu. Akses terhadap database tersebut meliputi namun tidak terbatas pada penyediaan terminal, user id untuk melakukan query, dan download data. b. bagi pihak penyedia jasa Teknologi Informasi: 1) pihak penyedia jasa harus menerapkan prinsip pengendalian Teknologi Informasi (IT control) secara memadai yang dibuktikan dengan hasil audit yang dilakukan pihak independen; Syarat ini dimaksudkan untuk meyakini bahwa Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi yang digunakan oleh Bank memiliki pengendalian Teknologi Informasi yang memadai paling kurang mencakup physical security dan logical security. 101 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 2) Manajemen Risiko Ketentuan pihak penyedia jasa harus menyediakan akses bagi auditor intern Bank, auditor ekstern yang ditunjuk oleh Bank, dan auditor Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan; Akses tersebut diperlukan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam rangka audit baik audit Teknologi Informasi maupun audit lainnya. 3) pihak penyedia jasa harus menyatakan tidak berkeberatan bila Bank Indonesia hendak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan penyediaan jasa tersebut; Pernyataan tersebut dibuktikan dengan dokumen berupa “Surat Pernyataan” yang harus dibuat oleh pihak penyedia jasa yang menyelenggarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center, dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi. 4) sebagai pihak terafiliasi, pihak penyedia jasa harus menjamin keamanan seluruh informasi termasuk rahasia Bank dan data pribadi nasabah; Yang dimaksud keamanan seluruh informasi adalah terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan keaslian (authentication). 5) 6) 7) pihak penyedia jasa hanya dapat melakukan subkontrak sebagian kegiatannya berdasarkan persetujuan Bank yang dibuktikan dengan dokumen tertulis; pihak penyedia jasa harus melaporkan kepada Bank setiap kejadian kritis yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran operasional Bank; pihak penyedia jasa harus menyampaikan secara berkala hasil audit Teknologi Informasi yang dilakukan auditor independen terhadap penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi, kepada Bank Indonesia melalui Bank yang bersangkutan; Cakupan audit yang dilakukan oleh auditor independen termasuk sistem aplikasi yang digunakan untuk memproses data Bank. 8) 9) pihak penyedia jasa harus menyediakan Disaster Recovery Plan yang teruji dan memadai; dan pihak penyedia jasa harus bersedia untuk kemungkinan penghentian perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian (early termination). 102 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan (3) Penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi oleh Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada perjanjian tertulis yang paling kurang memuat kesediaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi untuk menyelenggarakan dan atau melakukan hal‐ hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b. (4) Dalam hal pihak penyedia jasa Teknologi Informasi merupakan pihak terkait dengan Bank, Bank tetap wajib melakukan proses seleksi dan transaksi dengan pihak penyedia jasa dengan memperhatikan prinsip kehati‐hatian, manajemen risiko dan didasarkan pada hubungan kerja sama secara wajar (arm’s length principle). Yang dimaksud dengan pihak terkait dengan Bank adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Yang dimaksud dengan hubungan kerja sama secara wajar (arm's length principle) adalah kondisi dimana transaksi antar pihak bersifat independen sebagaimana pihak yang tidak terkait, antara lain memiliki kesetaraan dan didasarkan pada harga pasar yang wajar sehingga meminimalisasi terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). (5) Dalam hal terdapat kondisi sebagai berikut: a. memburuknya kinerja penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi yang dapat berdampak signifikan pada kegiatan usaha Bank; b. pihak penyedia jasa Teknologi Informasi menjadi tidak solvabel, atau dalam proses menuju likuidasi, atau dipailitkan oleh pengadilan; c. terdapat pelanggaran oleh pihak penyedia jasa terhadap ketentuan rahasia Bank dan kewajiban merahasiakan data pribadi nasabah; dan/atau d. terdapat kondisi yang menyebabkan Bank tidak dapat menyediakan data yang diperlukan dalam rangka pengawasan oleh Bank Indonesia; maka Bank wajib melakukan hal‐hal sebagai berikut: a. melaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kondisi tersebut diatas diketahui oleh Bank; b. memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan termasuk penghentian penggunaan jasa apabila diperlukan; c. melaporka kepada Bank Indonesia segera setelah Bank menghentikan penggunaan jasa sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. (6) Dalam hal penggunaan penyedia jasa atau rencana penggunaan penyedia jasa menyebabkan atau diindikasikan akan menyebabkan kesulitan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia maka Bank Indonesia dapat: a. memerintahkan Bank untuk menghentikan penggunaan jasa Teknologi Informasi sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; atau. 103 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan b. menolak rencana penggunaan pihak penyedia jasa yang diajukan oleh Bank. Indikasi kesulitan pengawasan antara lain: a. kesulitan otoritas pengawas dalam akses terhadap data dan informasi; b. kesulitan dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap pihak penyedia jasa; c. pihak penyedia jasa digunakan sebagai media untuk melakukan rekayasa data Bank dan atau rekayasa keuangan Bank. 187 Bagian Kedua Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center Pasal 19 9/15/PBI/2007 Ayat (1) dan (2) SE 9/30/DPNP 2007 Romawi IV Pasal 19 9/15/PBI/2007 Ayat (3) (1) Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center diselenggarakan di dalam negeri. (2) Dalam hal Bank akan menyelenggarakan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center di luar negeri, Bank harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan tertentu. Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center di luar negeri yang harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu, termasuk penyelenggaraan pada kantor Bank, kantor induk maupun kelompok usaha Bank di luar negeri. Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center oleh kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia yang beroperasi di luar negeri pada kantor cabang tersebut tidak termasuk dalam ketentuan pada ayat (2). Bank hanya dapat menyelenggarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi di luar negeri setelah memperoleh persetujuan atas rencana tersebut dari Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan dimaksud Bank wajib mengajukan permohonan yang didukung dengan dokumen‐dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2.3 dan Lampiran 2.2.5 (Lampiran 29.2.3 dan Lampiran 29.2.5 dalam kodifikasi ini). (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan apabila Bank memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (4) (Paragraf 186 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dalam kodifikasi ini) serta persyaratan tambahan sebagai berikut: a. Bank menyampaikan hasil analisis country risk; b. Bank memastikan penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center di luar negeri tidak mengurangi efektifitas pengawasan Bank Indonesia; Yang dimaksud dengan “tidak mengurangi efektifitas pengawasan Bank Indonesia” adalah tidak menimbulkan kesulitan pengawas dalam memperoleh data dan informasi yang diperlukan seperti 104 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan adanya akses terhadap database dan memiliki struktur database dari setiap aplikasi yang digunakan. c. Bank memastikan bahwa informasi mengenai rahasia Bank hanya dapat diungkapkan sepanjang memenuhi ketentuan perundang‐ undangan yang berlaku di Indonesia; Ketentuan perundang‐undangan yang berlaku di Indonesia antara lain ketentuan Bank Indonesia tentang tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia Bank. d. Bank memastikan bahwa perjanjian tertulis dengan penyedia jasa juga memuat klausula choice of law; e. Apabila Bank merupakan kantor cabang bank asing atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing maka Bank wajib menyampaikan: 1) Surat Pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa pihak penyedia jasa merupakan cakupan pengawasannya; 2) Surat Pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap pihak penyedia jasa; 3) Surat Pernyataan bahwa Bank akan menyampaikan secara berkala hasil penilaian yang dilakukan kantor bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa. Yang dimaksud dengan kantor bank di luar negeri bagi kantor cabang bank asing adalah kantor pusat atau kantor lainnya. Sedangkan bagi Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing yang dimaksud dengan kantor bank di luar negeri adalah kantor induk Bank tersebut. f. Permohonan persetujuan yang diajukan Bank harus memuat pula hal‐hal sebagai berikut: 1) Manfaat bagi Bank lebih besar daripada beban yang ditanggung oleh Bank; Manfaat yang diharapkan antara lain peningkatan kualitas layanan kepada nasabah. 2) Rencana Bank untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Bank baik yang berkaitan dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi maupun transaksi bisnis atau produk yang ditawarkan. 105 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Bagian Ketiga 188 Pasal 20 9/15/PBI/2007 Manajemen Risiko Ketentuan Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi oleh Pihak Penyedia Jasa (1) Penyelenggaraan pemrosesan transaksi oleh pihak penyedia jasa hanya dapat dilakukan sepanjang memenuhi prinsip kehati‐hatian. Yang dimaksud dengan prinsip kehati‐hatian dalam ayat ini antara lain mengenai pengelolaan risiko atas produk dan aktivitas baru sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai manajemen risiko. Yang dimaksud dengan produk dan aktivitas baru antara lain produk dan aktivitas yang menambah atau meningkatkan risiko pada Bank termasuk pengembangan pelayanan seperti pemasaran kredit. (2) Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa di dalam negeri hanya dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan pada Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (4) (Paragraf 186 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dalam kodifikasi ini); (3) Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa di luar negeri hanya dapat dilakukan sepanjang memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar negeri dalam ayat ini termasuk yang dilakukan pada kantor pusat atau kantor lainnya bagi kantor cabang bank asing atau kantor induk bagi bank yang dimiliki lembaga keuangan asing. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan apabila bank memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan pada Pasal 19 ayat (3) (Paragraf 186 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan pada Paragraf 187 ayat (3) dalam kodifikasi ini) serta persyaratan tambahan sebagai berikut: a. Memperhatikan aspek perlindungan kepada nasabah; Hubungan Bank dengan nasabah didasarkan atas perjanjian yang jelas dan memperhatikan ketentuan mengenai transparansi informasi produk dan penggunaan data pribadi nasabah serta ketentuan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah. Bank tetap bertanggungjawab atas setiap transaksi yang pemrosesannya diserahkan kepada pihak penyedia jasa. b. Aktivitas yang pemrosesannya diserahkan kepada pihak penyedia jasa di luar negeri tidak merupakan aktivitas inherent banking functions; Yang dimaksud dengan “aktivitas inherent banking functions” adalah aktivitas yang terkait dengan tabungan, giro, deposito berjangka, dan kredit kecuali kartu kredit. Yang termasuk aktifitas terkait antara lain aktifitas pemeliharaan master file data pribadi nasabah. 106 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan c. Dokumen pendukung administrasi keuangan atas transaksi yang dilakukan di kantor Bank di Indonesia wajib dipelihara di kantor Bank di Indonesia. Yang dimaksud dengan dokumen pendukung administrasi keuangan adalah data yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan dan digunakan sebagai pendukung penyusunan laporan keuangan. Contoh: akad kredit dan dokumen pencairan kredit, deal slip dan deal confirmation transaksi treasury serta dokumen perintah transfer dana melalui SWIFT. d. Rencana Bisnis Bank menunjukkan adanya upaya untuk meningkatkan peran Bank bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Upaya untuk meningkatkan peran Bank bagi perkembangan perekonomian Indonesia antara lain tercermin pada rencana peningkatan pemberian kredit, peningkatan pembiayaan ekspor impor. 189 Pasal 21 9/15/PBI/2007 (1) Rencana penggunaan pihak penyedia jasa dalam penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi wajib telah dimuat dalam Rencana Strategis Teknologi Informasi dan Rencana Bisnis Bank. (2) Bank wajib melaporkan rencana penggunaan pihak penyedia jasa dalam penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi di dalam negeri kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua ) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh pihak penyedia jasa tersebut efektif dioperasikan. (3) Dalam hal terdapat rencana menyerahkan penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi kepada pihak penyedia jasa di luar negeri, Bank wajib menyampaikan permohonan persetujuan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh pihak penyedia jasa tersebut efektif dioperasikan. (4) Realisasi rencana penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi oleh pihak penyedia jasa wajib dilaporkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak kegiatan tersebut efektif dioperasikan. Laporan tesebut mencakup kajian paska implementasi (post implemention review). (5) Penyampaian rencana dan realisasi rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan dengan menggunakan format Laporan Perubahan Mendasar. (6) Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan selambat‐lambatnya 3 (tiga) bulan setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 107 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Yang dimaksud dokumen permohonan diterima secara lengkap adalah diterimanya dokumen yang dipersyaratkan dalam ketentuan ini serta diterimanya data tambahan apabila diperlukan. BAB V Electronic Banking 190 Pasal 22 9/15/PBI/2007 191 Pasal 23 9/15/PBI/2007 (1) Bank yang menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Ketentuan Bank Indonesia yang berlaku meliputi ketentuan yang mengatur mengenai produk, seperti ketentuan tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan ketentuan lainnya seperti ketentuan tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dan ketentuan tentang Penerapan Manajemen Risiko serta ketentuan‐ketentuan lain yang mengatur prinsip kehati‐hatian dalam kegiatan usaha Bank. (2) Bank harus memberikan edukasi kepada nasabah mengenai produk Electronic Banking dan pengamanannya secara berkesinambungan. Edukasi yang diberikan oleh Bank kepada nasabah dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan pemahaman nasabah atas karakteristik produk Electronic Banking, baik dari aspek manfaat, risiko, pengamanan dan kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak lain yang mengakibatkan kerugian nasabah. (1) Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking baru harus dimuat dalam Rencana Bisnis Bank. (2) Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking yang bersifat transaksional wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan sebelum produk tersebut diterbitkan. Yang dimaksud dengan “produk Electronic Banking” adalah produk baru yang karakteristiknya berbeda dengan produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank. (3) Pelaporan rencana produk Electronic Banking sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi produk Electronic Banking sepanjang terdapat ketentuan Bank Indonesia yang secara khusus mengatur persyaratan persetujuan produk tersebut. (4) Laporan rencana penerbitan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan hal‐hal sebagai berikut: a. bukti‐bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Electronic Banking yang paling kurang memuat: 1) struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak manajemen; 2) kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk Electronic Banking; 3) kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi untuk mendukung produk Electronic Banking; 108 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan hasil analisis dan identifikasi risiko terhadap risiko yang melekat pada produk Electronic Banking; 5) kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan (security control) untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), keaslian (authentication), non repudiation dan ketersediaan (availability); 6) hasil analisis aspek hukum; 7) uraian sistem informasi akuntansi; 8) program perlindungan dan edukasi nasabah. b. hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun kedepan. 4) (5) Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem Teknologi Informasi terkait produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan atau praktek‐praktek yang berlaku di dunia internasional. Hasil pemeriksaan dari pihak independen di luar Bank diperlukan untuk produk Electronic Banking yang baru pertama kali diterbitkan oleh Bank seperti internet banking yang bersifat transaksional dan sms banking. Sedangkan untuk penambahan fitur layanan produk Electronic Banking yang telah ada yang dapat menambah atau meningkatkan eksposur risiko, Bank dapat menyampaikan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak internal Bank yang tidak terlibat dalam perancangan dan pengembangan sistem aplikasi serta pengambilan keputusan dalam implementasi aktivitas Electronic Banking. (6) Dalam hal Teknologi Informasi yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking dilakukan oleh pihak penyedia jasa maka berlaku pula ketentuan sebagaimana diatur dalam bagian penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (7) Realisasi rencana penerbitan produk Electronic Banking wajib dilaporkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak rencana dilaksanakan dengan menggunakan format Laporan Perubahan Mendasar Teknologi Informasi. Laporan realisasi rencana penerbitan produk Electronic Banking mencakup kajian paska implementasi (post implementation review). BAB VI Bagian Pertama 192 Pasal 24 9/15/PBI/2007 Ayat (1) Pelaporan Laporan Penggunaan Teknologi Informasi (1) Bank wajib menyampaikan Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak akhir tahun pelaporan 109 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 9/30/DPNP 2007 Romawi III.1. a.1 Ketentuan Laporan Penggunaan Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.1 (Lampiran 29.1 dalam kodifikasi ini). Pasal 24 9/15/PBI/2007 Ayat (2) Manajemen Risiko (2) Bank wajib menyampaikan Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak akhir tahun pelaporan; Laporan ini berisi perubahan yang telah dilakukan selama satu tahun pelaporan atas data yang telah disampaikan dalam Laporan Penggunaan Teknologi Informasi, diluar perubahan yang telah dilaporkan dalam Laporan Perubahan Mendasar. Hal‐hal yang perlu dilaporkan antara lain perubahan pejabat penentu dalam struktur organisasi Teknologi Informasi serta perubahan rencana jangka panjang (IT Strategic Plan). SE 9/30/DPNP 2007 Romawi III.1. b.1 Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.4 (Lampiran 29.4 dalam kodifikasi ini). 193 Bagian Kedua Laporan Perubahan Mendasar Pasal 25 9/15/PBI/2007 Ayat (1) (1) SE 9/30/DPNP 2007 Romawi III.1.c Pasal 25 9/15/PBI/2007 Ayat (2) SE 9/30/DPNP 2007 Romawi III.1.d Bank wajib menyampaikan Laporan Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi paling lambat 2 (dua) bulan sebelum perubahan tersebut efektif dioperasikan; Perubahan mendasar yang dilaporkan antara lain perubahan terhadap konfigurasi, aplikasi core banking, produk Electronic Banking, penggunaan pihak penyedia jasa di dalam negeri, dan perubahan mendasar lainnya yang dapat menambah atau meningkatkan risiko Bank. 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.2 (Lampiran 29.2 dalam kodifikasi ini). 2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum perubahan tersebut efektif dioperasikan. Khusus untuk rencana perubahan hal‐hal tersebut dibawah ini wajib disampaikan 4 (empat) bulan sebelum efektif dioperasikan: a) Penyelenggaraan Data Center oleh pihak lain di luar negeri. b) Penyelenggaraan Disaster Recovery Center oleh pihak lain di luar negeri. c) Penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis Teknologi Informasi oleh pihak lain di luar negeri. (2) Bank wajib menyampaikan Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak perubahan tersebut efektif dioperasikan. Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.3 (Lampiran 29.3 dalam kodifikasi ini). 110 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 2) Bank yang menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan mengenai produk dan atau aktivitas baru dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.3 (Lampiran 29.3 dalam kodifikasi ini), tidak perlu menyampaikan Laporan Produk dan Aktivitas Baru sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko bank umum. (3) Produk dan/atau aktivitas baru yang telah dilaporkan dalam Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi tidak perlu dilaporkan dalam Laporan Produk dan Aktivitas Baru sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko bank umum. Dengan berlakunya ketentuan dalam ayat ini maka kewajiban menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru sebagaimana diatur dalam ketentuan manajemen risiko menjadi tidak berlaku untuk produk yang dilaporkan dengan format laporan realisasi ini. Pasal 25 9/15/PBI/2007 Ayat (3) SE 9/30/DPNP 2007 Romawi III.2 194 Manajemen Risiko (4) Seluruh laporan di atas wajib disampaikan oleh Bank walaupun penyelenggaraan Teknologi Informasi yang digunakan oleh Bank telah diserahkan kepada pihak penyedia jasa. Bagian Ketiga Laporan Lain Pasal 26 9/15/PBI/2007 (1) Bank wajib menyampaikan hasil audit Teknologi Informasi yang dilakukan pihak independen terhadap Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pihak penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b angka 7 (Paragraf 186 ayat (2) huruf b angka 7 dalam kodifikasi ini), paling lambat 2 (dua) bulan setelah audit selesai dilakukan. (2) Bank wajib menyampaikan hasil penilaian penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 ayat (3) huruf e angka 3 (Paragraf 187 ayat (3) huruf e angka 3 dalam kodifikasi ini) paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir periode penilaian risiko. (3) Bank wajib melaporkan kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraaan Teknologi Informasi yang dapat dan/atau telah mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran operasional bank. Yang termasuk dalam kejadian kritis adalah kegagalan sistem yang serius, system down time dan degradasi kinerja sistem yang mempengaruhi kinerja Bank dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan sesegera mungkin melalui e‐mail atau telepon yang diikuti dengan laporan tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kejadian kritis dan/atau penyalahgunaan/kejahatan diketahui. 111 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Laporan melalui e‐mail atau telepon kepada pengawas Bank berdasarkan informasi awal yang tersedia. (5) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian dari Laporan kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum. 195 196 197 Bagian Keempat Pasal 27 9/15/PBI/2007 Pasal 28 9/15/PBI/2007 BAB VII Pasal 29 9/15/PBI/2007 Format dan Alamat Penyampaian Laporan Format dan petunjuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 (Paragraf 192, Paragraf 193 dan Paragraf 194 dalam kodifikasi ini) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Permohonan persetujuan penggunaan penyedia jasa di luar negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 dan Pasal 20 (Paragraf 187 dan Paragraf 188 dalam kodifikasi ini) serta penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 (Paragraf 192, Paragraf 193 dan Paragraf 194 dalam kodifikasi ini) dialamatkan kepada: a. Direktorat Pengawasan Bank, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Lain‐lain (1) Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan atau meminta Bank untuk melakukan pemeriksaan terhadap aspek‐aspek terkait penggunaan Teknologi Informasi. (2) Bank wajib menyediakan akses kepada Bank Indonesia untuk dapat melakukan pemeriksaan pada seluruh aspek terkait penyelenggaraan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan oleh pihak lain. Penyediaan akses kepada Bank Indonesia dimaksudkan agar pengawasan oleh Bank Indonesia dapat dilaksanakan secara efektif antara lain memastikan integritas, validitas, ketersediaan dan keaslian data setiap transaksi yang dilakukan oleh Bank. Akses tersebut termasuk : a. akses terhadap database baik untuk data terkini maupun untuk data yang telah lalu; b. akses terhadap infrastruktur pendukung seperti jaringan komunikasi. 198 BAB VIII Pasal 30 9/15/PBI/2007 Sanksi Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya, dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana 112 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan telah diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). 199 Pasal 31 9/15/PBI/2007 Bank yang tidak memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (2) dan ayat (7), Pasal 24 dan Pasal 25 (Paragraf 189 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Paragraf 191 ayat (2) dan ayat (7), Paragraf 192 dan Paragraf 193 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sesuai Pasal 52 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan; b. kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan, bagi Bank yang belum menyampaikan laporan setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan. 200 Pasal 32 9/15/PBI/2007 Bank yang menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan kondisi Bank yang sebenarnya dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir. BAB I 201 Pasal 1 13/25/PBI/2011 Prinsip Kehati‐hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang‐ Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 2. Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain yang selanjutnya disebut Alih Daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Penyedia Jasa melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja; 3. Perusahaan Penyedia Jasa adalah perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan yang diserahkan Bank melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja; 4. Dewan Komisaris: a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas; 113 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perkoperasian; 5. Direksi: a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas; b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perkoperasian; d. bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing yakni pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang. 202 Pasal 2 13/25/PBI/2011 Ayat (1) (1) Bank dapat melakukan Alih Daya kepada Perusahaan Penyedia Jasa. Termasuk dalam Alih Daya oleh Bank adalah Alih Daya yang dilakukan oleh Unit Usaha Syariah pada Bank konvensional. SE 14/20/DPNP 2012 Romawi III Huruf A – D Penyerahan pekerjaan yang tidak menjadi cakupan Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia adalah: a. penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun di luar negeri; Penyerahan pekerjaan jenis ini tetap tunduk kepada ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku, antara lain ketentuan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern Bank, Good Corporate Governance (GCG), dan alat pembayaran dengan menggunakan kartu serta dengan memperhatikan kesesuaian dan kewajaran penyerahan pekerjaan dimaksud. Contoh penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, kantor induk, dan/atau entitas lain dalam satu kelompok usaha yang bukan merupakan cakupan ketentuan Alih Daya antara lain adalah: 1. pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk pengawasan kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, atau perusahaan induk, misalnya pengawasan limit risiko pasar dan risiko kredit; 2. pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kantor cabang bank asing atau perusahaan anak Bank karena kurangnya keahlian pada bidang tertentu dan bersifat konsultasi, misalnya review atas model pengukuran risiko dan tenaga auditor yang memiliki keahlian pada bidang tertentu (TI); dan/atau 114 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Contoh penyerahan pekerjaan ini antara lain jasa konsultan hukum, jasa notaris, jasa penilai independen (appraisal) dan akuntan publik. 3. pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis Bank yang dilakukan di kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, atau entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank, misalnya rekonsiliasi laporan keuangan dan pemrosesan gaji. b. penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus; dan Contoh penyerahan pekerjaan ini antara lain jasa konsultan hokum, jasa notaris, jasa penilai independen (appraisal) dan akuntan publik. c. penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung. Contoh penyerahan pekerjaan ini antara lain pemeliharaan mesin pendingin ruangan (Air Conditioner/AC), fotocopy, komputer dan printer serta jasa pemeliharaan gedung kantor Bank. Pasal 2 (2) Dalam melakukan Alih Daya, Bank wajib menerapkan prinsip kehati‐ 13/25/PBI/2011 hatian dan manajemen risiko. Ayat (2) SE 14/20/DPNP (3) Dalam melakukan Alih Daya, Bank perlu memperhatikan risiko yang 2012 dapat timbul dari pelaksanaan Alih Daya, antara lain risiko operasional, Romawi I.B risiko kepatuhan, risiko hukum dan risiko reputasi. SE 14/20/DPNP (4) Penerapan prinsip kehati‐hatian dan manajemen risiko atas 2012 pelaksanaan Alih Daya oleh Bank mencakup: Romawi I.C a. melakukan analisis dan penilaian Perusahaan Penyedia Jasa (PPJ) dengan baik untuk memastikan bahwa PPJ yang dipilih memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta pengalaman yang memadai agar pekerjaan yang dialihdayakan dapat dilaksanakan dengan baik; b. menyusun perjanjian Alih Daya dengan PPJ sesuai dengan cakupan minimum perjanjian yang dipersyaratkan dalam Ketentuan mengenai prinsip kehati‐hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain; c. menerapkan manajemen risiko secara efektif atas pelaksanaan Alih Daya, termasuk melaksanakan pengawasan berkala atas pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ dan melakukan tindakan perbaikan secara dini dan efektif atas permasalahan yang timbul; d. memenuhi peraturan perundang‐undangan yang berlaku; dan e. melakukan upaya‐upaya dalam rangka memberikan perlindungan hak dan kepentingan nasabah. BAB II Alih Daya 203 Pasal 3 13/25/PBI/2011 Ayat (1) a (1) Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) (Paragraf 202 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan Bank melalui perjanjian: a. pemborongan pekerjaan; dan/atau 115 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II Huruf D.1 Pasal 3 13/25/PBI/2011 Ayat (1) b SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II Huruf D.2 Pasal 3 13/25/PBI/2011 Ayat (2) SE 14/20/DPNP 2012 Romawi I.E Pasal 3 13/25/PBI/2011 Ayat (3) SE 14/20/DPNP 2012 Romawi I Huruf D.3 Manajemen Risiko Ketentuan Ketentuan ini tidak mengatur mengenai pemborongan pekerjaan yang hasil akhirnya berupa barang atau yang pada umumnya dikenal sebagai pengadaan barang, misalnya pengadaan slip setoran, buku tabungan, inventaris kantor, pembangunan gedung kantor, dan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk melakukan pemborongan pekerjaan tertentu dengan lebih menekankan standar hasil dari pekerjaan yang diborongkan. Sebagai contoh dalam perjanjian pemborongan pekerjaan pemasaran produk Bank, Bank memberikan target kepada PPJ mengenai jumlah calon nasabah yang harus diperoleh dalam jangka waktu tertentu. b. penyediaan jasa tenaga kerja. Perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk menyediakan tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu dalam rangka pelaksanaan pekerjaan tertentu. Sebagai contoh dalam perjanjian penyediaan tenaga kerja pemasaran produk Bank, Bank menetapkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemasaran dan tingkat pendidikan minimal tenaga pemasaran tersebut. (2) Bank wajib memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan sesuai dengan perjanjian yang dibuat dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku. Selain memperhatikan ketentuan ini, pelaksanaan penyerahan pekerjaan kepada pihak lain juga mengacu pada ketentuan lainnya yang mengatur pelaksanaan Alih Daya pada pekerjaan tertentu secara lebih spesifik, seperti ketentuan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern Bank, Good Corporate Governance (GCG), dan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). (3) Bank tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang dialihdayakan kepada Perusahaan Penyedia Jasa. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab Bank atas akibat dari tindakan yang dilakukan oleh Perusahaan Penyedia Jasa dalam melaksanakan pekerjaan yang dialihkan, termasuk apabila terdapat tindakan yang merugikan nasabah Bank. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab Bank dalam memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan nasabah atas pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan kepada PPJ. Oleh karena itu, Bank wajib memastikan bahwa kualitas dan tata cara 116 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 204 Pasal 4 13/25/PBI/2011 Ayat (1) – (2) Manajemen Risiko Ketentuan pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan sesuai dengan ukuran dan standar yang ditetapkan dalam perjanjian, antara lain dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ secara berkala dan melakukan langkah‐langkah perbaikan dengan segera dan efektif atas permasalahan yang teridentifikasi, sehingga pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan kepentingan nasabah terlindungi. (1) Dalam rangka Alih Daya, kegiatan Bank dikategorikan sebagai berikut : a. kegiatan usaha; dan Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta Pasal 19 dan Pasal 20 Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Termasuk kegiatan usaha antara lain adalah penghimpunan dana dari masyarakat (funding), pemberian kredit/pembiayaan (lending/financing), serta membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya. b. kegiatan pendukung usaha. Yang dimaksud dengan “kegiatan pendukung usaha” adalah kegiatan lain yang dilakukan Bank di luar kegiatan usaha Bank. Termasuk kegiatan pendukung usaha antara lain adalah kegiatan yang terkait dengan sumber daya manusia, manajemen risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan, teknologi informasi, logistik dan pengamanan. (2) Dalam setiap kegiatan usaha dan kegiatan pendukung usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian pekerjaan pokok dan pekerjaan penunjang. Yang dimaksud dengan “pekerjaan pokok” adalah pekerjaan yang harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak ada, maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Yang dimaksud dengan “alur” adalah serangkaian pekerjaan dari awal sampai akhir dari suatu kegiatan usaha atau kegiatan pendukung usaha, misalnya alur pemberian kredit mencakup pekerjaan pemasaran, analisis kelayakan, persetujuan, pencairan, pemantauan, dan penagihan kredit. Contoh pekerjaan pokok dalam alur kegiatan usaha Bank misalnya alur kegiatan pemberian kredit antara lain pekerjaan account officer dan analis kredit; pada alur kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan customer service, customer relation dan teller. 117 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II A.4 – 5 Manajemen Risiko Ketentuan Contoh pekerjaan pokok dalam alur kegiatan pendukung usaha Bank misalnya alur kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan analisis risiko; pada alur pengembangan organisasi dan pengelolaan sumber daya manusia antara lain pekerjaaan perencanaan dan pengembangan organisasi serta perencanaan sumber daya manusia; pada alur kegiatan pengelolaan teknologi informasi antara lain pekerjaan perencanaan dan pengembangan teknologi informasi; dan pada alur kegiatan pengendalian internal antara lain pekerjaan audit internal. Yang dimaksud dengan “pekerjaan penunjang” adalah pekerjaan yang tidak harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak ada kegiatan dimaksud masih dapat terlaksana tanpa gangguan yang berarti. Contoh pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank misalnya alur kegiatan pemberian kredit antara lain pekerjaan call center, pemasaran (telemarketing, direct sales/ sales representative) dan penagihan; dan pada alur kegiatan perkasan misalnya pekerjaan jasa pengelolaan kas Bank. Contoh pekerjaan penunjang pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris, agendaris, resepsionis, petugas kebersihan, petugas keamanan, pramubakti, kurir, data entry dan pengemudi. Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 30 dalam kodifikasi ini). Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Contoh pekerjaan pokok: a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan pemberian kredit antara lain analisis kelayakan dan persetujuan kredit, sedangkan pada alur kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan customer service, customer relation dan teller. b. Pada alur kegiatan pendukung usaha Bank dalam kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan analisis risiko, sedangkan pada alur pengembangan organisasi dan pengelolaan sumber daya manusia antara lain pekerjaan perencanaan dan pengembangan organisasi serta perencanaan sumber daya manusia, dan pada alur kegiatan pengendalian internal antara lain pekerjaan audit internal. Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 30 dalam kodifikasi ini). Pekerjaan penunjang adalah pekerjaan dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, yang apabila pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan dimaksud masih dapat terlaksana tanpa gangguan yang berarti. Contoh pekerjaan penunjang: 118 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Pasal 4 13/25/PBI/2011 Ayat (3) 205 Pasal 5 13/25/PBI/2011 Ayat (1) a – b SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.B.2 Pasal 5 13/25/PBI/2011 Ayat (1) Huruf c Manajemen Risiko Ketentuan a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan pemberian kredit antara lain pekerjaan call center, pemasaran (telemarketing, direct sales atau sales representative) dan penagihan kredit. b. Pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris, agendaris, resepsionis, petugas kebersihan, petugas keamanan, pramubakti, kurir, data entry dan pengemudi. (3) Bank hanya dapat melakukan Alih Daya atas pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank dan pada alur kegiatan pendukung usaha Bank. Contoh pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank dan pada alur kegiatan pendukung usaha Bank sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan ayat (2). (1) Pekerjaan penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) (Paragraf 204 ayat (3) dalam kodifikasi ini) paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. berisiko rendah; Yang dimaksud dengan “pekerjaan berisiko rendah” adalah pekerjaan yang apabila terjadi kegagalan tidak akan mengganggu aktivitas operasional bank secara signifikan. b. tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang perbankan; dan Yang dimaksud dengan “kualifikasi kompetensi di bidang perbankan” antara lain mencakup pendidikan formal dan pengetahuan atau pengalaman di bidang perbankan. Namun demikian, Bank harus tetap mewajibkan PPJ untuk menyediakan jasa tenaga kerja dengan kualifikasi kompetensi yang memenuhi persyaratan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Bank dapat mensyaratkan kualifikasi kompetensi tertentu untuk bidang pekerjaan yang spesifik dan membutuhkan keahlian khusus yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh pegawai tetap, misalnya untuk pekerjaan penunjang terkait IT, pengamanan, penagihan, dan pengelolaan kas. c. tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional bank. Proses pengambilan keputusan mencakup proses analisis dan proses judgement dalam rangka pengambilan keputusan. Keputusan yang mempengaruhi operasional bank adalah keputusan yang dapat meningkatkan risiko secara signifikan dan/atau mengganggu berjalannya operasional bank apabila tidak dilakukan dengan benar. 119 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.B Pasal 5 13/25/PBI/2011 Ayat (2) – (3) 206 Pasal 6 13/25/PBI/2011 Ayat (1) a SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.E Pasal 6 13/25/PBI/2011 Ayat (1) b – e SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.H Manajemen Risiko Ketentuan Pekerjaan penunjang yang sesuai dengan kriteria pada huruf a, huruf b, dan huruf c antara lain pekerjaan call center, telemarketing, atau data entry karena potensi kerugian yang ditimbulkan akibat tidak berjalannya pekerjaan tersebut relatif rendah dan tidak mengganggu operasional Bank secara signifikan, tidak membutuhkan kompetensi yang tinggi di bidang perbankan dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Contoh pekerjaan penunjang dan penjelasannya adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 31 dalam kodifikasi ini). (2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijabarkan dalam kebijakan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b (Paragraf 214 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini). (3) Bank dilarang melakukan Alih Daya yang mengakibatkan beralihnya tanggung jawab atau risiko dari obyek pekerjaan yang dialihdayakan kepada Perusahaan Penyedia Jasa. Sebagai contoh dalam Alih Daya penagihan kredit melalui perjanjian pemborongan, Bank dilarang mengalihkan risiko kredit yang ditimbulkan oleh tidak tertagihnya krdit dengan menggunakan cara seperti mekanisme penjualan tagihan kredit melalui skim anjak piutang. (1) Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan Perusahaan Penyedia Jasa yang paling kurang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbadan hukum Indonesia; Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. b. memiliki ijin usaha yang masih berlaku dari instansi berwenang sesuai bidang usahanya; c. memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik serta pengalaman yang cukup; d. memiliki sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan; dan e. memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam Alih Daya. (2) Apabila terdapat persyaratan bagi pekerjaan yang dilakukan Alih Daya untuk memiliki sertifikasi yang telah memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau pelatihan khusus terkait dengan pekerjaan tertentu seperti pekerjaan pengamanan, Bank wajib mensyaratkan pemenuhan sertifikasi atau pelatihan khusus tersebut oleh PPJ dalam perjanjian Alih Daya. 120 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB III 207 Manajemen Risiko Ketentuan Bagian Pertama Penerapan Prinsip Kehati‐hatian dan Manajemen Risiko Pemilihan Perusahaan Penyedia Jasa Pasal 7 13/25/PBI/2011 Untuk memastikan pemenuhan persyaratan dalam rangka pemilihan Perusahaan Penyedia Jasa, Bank wajib melakukan hal‐hal sebagai berikut: a. meneliti dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b (Paragraf 206 huruf a dan huruf b dalam kodifikasi ini); dan Penelitian dokumen dilakukan terhadap informasi dan kondisi terkini Perusahaan Penyedia Jasa. Dalam hal diperlukan dapat dilakukan konfirmasi atau klarifikasi kepada instansi yang berwenang. b. melakukan analisis dan penilaian terhadap aspek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, huruf d, dan huruf e (Paragraf 206 huruf c, huruf d, dan huruf e dalam kodifikasi ini), sebagai berikut: Analisis dan penilaian dilakukan untuk meyakini bahwa Perusahaan Penyedia Jasa telah memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan dan mampu melakukan Alih Daya. Analisis dan penilaian menggunakan informasi dan kondisi terkini Perusahaan Penyedia Jasa. Kedalaman dan intensitas analisis dan penilaian disesuaikan dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang dialihdayakan. 1. kinerja keuangan dan reputasi yang baik serta pengalaman yang cukup; Penilaian terhadap kinerja keuangan bertujuan untuk memastikan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa memiliki kemampuan keuangan yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai perjanjian yang telah disepakati, yang antara lain mencakup penilaian terhadap modal, likuiditas dan profitabilitas Perusahaan Penyedia Jasa. Penilaian terhadap reputasi termasuk penilaian terhadap track record Perusahaan Penyedia Jasa bertujuan untuk menilai kepatuhan Perusahaan Penyedia Jasa terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang‐undangan yang berlaku, yang antara lain mencakup: 1. permasalahan hukum yang pernah atau sedang dihadapi yang dapat berdampak negatif; 2. kepatuhan terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang‐ undangan yang berlaku; atau 3. kepatuhan terhadap perjanjian Alih Daya dengan Bank lain atau pemberi kerja sebelumnya. Penilaian terhadap pengalaman Perusahaan Penyedia Jasa bertujuan untuk memastikan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa memiliki pengalaman yang memadai untuk melaksanakan pekerjaaan yang dialihkan, antara lain mencakup: 1. pengalaman perusahaan dalam menangani pekerjaan yang dialihdayakan; dan/atau 2. pengalaman manajemen perusahaan dalam menangani pekerjaan yang dialihdayakan. 121 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.F 208 Pasal 8 13/25/PBI/2011 209 Pasal 9 13/25/PBI/2011 210 Bagian Kedua Pasal 10 13/25/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan 2. sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan; dan Penilaian terhadap sumber daya manusia bertujuan untuk memastikan pemenuhan kecukupan kuantitas dan kualitas (keahlian) sumber daya manusia. 3. sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam Alih Daya. Penilaian terhadap sarana dan prasarana bertujuan untuk memastikan kecukupan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam Alih Daya, termasuk pemenuhan kecukupan kuantitas dan kualitas serta spesifikasi khusus yang dibutuhkan dalam Alih Daya Kedalaman dan intensitas analisis dan penilaian dapat disesuaikan dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Sebagai contoh, analisis dan penilaian PPJ pekerjaan pemasaran dan penagihan harus lebih dalam dibandingkan dengan analisis dan penilaian PPJ pekerjaan pramubakti atau cleaning service. Hasil penelitian, analisis dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 207 dalam kodifikasi ini) wajib disusun secara tertulis dan didokumentasikan dengan baik. (1) Bank wajib memantau dan mengevaluasi pemenuhan persyaratan Perusahaan Penyedia Jasa secara berkala, paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu‐waktu apabila terjadi perubahan kinerja dan/atau reputasi Perusahaan Penyedia Jasa. (2) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun secara tertulis dan didokumentasikan dengan baik. Perjanjian Alih Daya (1) Dalam melakukan Alih Daya, Bank wajib membuat perjanjian dengan Perusahaan Penyedia Jasa secara tertulis. (2) Perjanjian Alih Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. ruang lingkup pekerjaan; b. jangka waktu perjanjian; c. nilai kontrak; d. struktur biaya dan mekanisme pembayaran; Termasuk dalam struktur biaya adalah biaya‐biaya selain nilai kontrak yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan. Dalam mekanisme pembayaran diatur mengenai pihak yang harus membayar biaya tersebut dan tata cara pembayarannya. e. hak, kewajiban, dan tanggung jawab Bank maupun Perusahaan Penyedia Jasa, antara lain: 122 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan 1. kewenangan Bank untuk melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap Perusahaan Penyedia Jasa terkait dengan pelaksanaan perjanjian Alih Daya; 2. kewajiban Perusahaan Penyedia Jasa termasuk tenaga kerja yang digunakan dalam Alih Daya untuk menjaga kerahasiaan dan pengamanan informasi Bank dan/atau nasabah Bank; Kewajiban menjaga kerahasiaan dan pengamanan informasi nasabah mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang‐ undangan yang berlaku antara lain mengenai rahasia Bank dan ketentuan mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 3. kewajiban Perusahaan Penyedia Jasa untuk menyampaikan laporan dan informasi kepada Bank secara tertulis dan berkala; Cakupan dan frekuensi laporan sesuai dengan kesepakatan para pihak. 4. kewajiban masing‐masing pihak untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku; Ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku antara lain di bidang ketenagakerjaan dan perbankan. 5. kewajiban para pihak untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank terkait dengan pekerjaan yang dialihdayakan; Perlindungan hak dan kepentingan nasabah mengacu pada ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku antara lain mengenai perlindungan konsumen dan ketentuan mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 6. kewajiban Perusahaan Penyedia Jasa memiliki contingency plan; dan Yang dimaksud dengan “contingency plan” adalah upaya‐upaya yang harus dilakukan oleh Perusahaan Penyedia Jasa untuk mengatasi keadaan memaksa atau gangguan yang signifikan dalam pelaksanaan pekerjaan, antara lain yang disebabkan oleh bencana alam, demonstrasi, pemogokan tenaga kerja, gangguan sistem dan/atau perselisihan. 7. kesediaan Perusahaan Penyedia Jasa untuk memberikan akses pemeriksaan kepada Bank Indonesia bersama‐sama dengan Bank dalam hal diperlukan; f. ukuran dan standar pelaksanaan pekerjaan; Ukuran pelaksanaan pekerjaan meliputi ukuran atas kuantitas dan/atau kualitas pekerjaan. 123 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.G Manajemen Risiko Ketentuan Standar pelaksanaan pekerjaan merupakan prosedur yang paling kurang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan. Standar dimaksud dapat pula mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) yang dimiliki oleh Bank. g. kriteria atau kondisi pengakhiran perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian (early termination); h. sanksi dan penalti; dan i. penyelesaian perselisihan. (3) Dalam menyusun perjanjian Alih Daya, Bank dapat mempertimbangkan kesesuaian pencantuman klausula minimum dalam perjanjian Alih Daya. Contoh klausula minimum tersebut antara lain klausula kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan oleh Bank Indonesia dan klausula kewajiban para pihak untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank, lebih sesuai untuk pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank, seperti pemasaran, penagihan kredit dan pengelolaan kas Bank. Bagian Ketiga Penerapan Manajemen Risiko 211 Pasal 11 13/25/PBI/2011 212 Pasal 12 13/25/PBI/2011 213 Pasal 13 13/25/PBI/2011 (1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam melakukan Alih Daya sesuai dengan skala, karakteristik, dan kompleksitas pekerjaan yang dialihdaya. Prinsip‐prinsip penerapan manajemen risiko berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum. (2) Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. kecukupan kebijakan dan prosedur; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d. sistem pengendalian intern. Pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup: a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Alih Daya termasuk penyempurnaan atas kebijakan Alih Daya tersebut; dan b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas penerapan manajemen risiko atas Alih Daya. Pengawasan aktif Direksi paling kurang mencakup: a. menyusun dan menyempurnakan kebijakan Alih Daya; b. menetapkan prosedur Alih Daya; c. menyetujui rencana Bank untuk melaksanakan Alih Daya; d. memantau, mengevaluasi, dan bertanggung jawab atas penerapan manajemen risiko atas Alih Daya; dan e. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Alih Daya secara keseluruhan. 124 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 214 Pasal 14 13/25/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan (1) Bank wajib memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Alih Daya. (2) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. tujuan Alih Daya; Tujuan mencakup penjabaran atas hasil yang ingin dicapai melalui pelaksanaan Alih Daya, sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis Bank secara keseluruhan. b. kriteria pekerjaan yang dialihdaya; Kriteria pekerjaan yang dapat dialihdaya paling kurang mengacu pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini. c. cakupan analisis; Cakupan analisis mencakup aspek‐aspek antara lain risiko, biaya dan manfaat yang ditimbulkan oleh Alih Daya. Dalam analisis manfaat dan biaya perlu memperhatikan pula pelaksanaan prinsip kehati‐hatian dan pengawasan oleh Bank atas Alih Daya tersebut. d. kebijakan mitigasi risiko dalam pelaksanaan Alih Daya; Dalam kebijakan mitigasi risiko mencakup jenis pekerjaan yang harus dilakukan upaya mitigasi risiko serta upaya‐upaya mitigasi yang dapat dilakukan atas pekerjaan tersebut. e. kriteria Perusahaan Penyedia Jasa; Kriteria Perusahaan Penyedia Jasa paling kurang mengacu pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini. f. cakupan minimum perjanjian Alih Daya; Cakupan minimum perjanjian Alih Daya paling kurang mengacu pada cakupan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini. g. prosedur standar dalam melakukan Alih Daya; dan Prosedur standar dalam melakukan Alih Daya antara lain mencakup prosedur pemilihan dan penetapan Perusahaan Penyedia Jasa, pengikatan perjanjian, dan pengawasan pelaksanaan Alih Daya. h. penetapan unit atau fungsi khusus yang melaksanakan proses Alih Daya dan kejelasan tugas dan tanggung jawabnya. 125 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi IV A, B Manajemen Risiko Ketentuan Unit atau fungsi khusus tersebut dapat berdiri sendiri atau merupakan bagian dari unit yang mengalihdayakan pekerjaannya. (3) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikaji ulang secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan. Frekuensi pengkajian ulang dilakukan sesuai kebutuhan Bank dan perkembangan aktivitas Bank, terutama untuk memastikan kesesuaian dengan strategi dan tujuan bisnis Bank secara keseluruhan. (4) Penerapan prinsip kehati‐hatian dan penerapan manajemen risiko dalam alih daya pekerjaan penagihan kredit a. Cakupan penagihan kredit dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit secara umum, termasuk penagihan kredit kepemilikan rumah, kredit kendaraan bermotor, kredit tanpa agunan dan kartu kredit. b. Pekerjaan penagihan kredit yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan penagihan kredit dengan kualitas “Macet” sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset Bank umum. c. Perjanjian kerjasama Alih Daya penagihan kredit antara Bank dan PPJ harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. d. Dalam Alih Daya penagihan kredit, Bank wajib memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penagihan kredit antara lain berupa kewajiban Bank untuk: 1) menginformasikan kepada debitur apabila penagihan atas kewajiban debitur telah diserahkan kepada PPJ; 2) memastikan bahwa penagihan kredit oleh PPJ dilakukan dengan cara‐cara yang tidak melanggar hukum; 3) menyusun etika penagihan kredit yang harus dituangkan dalam perjanjian Alih Daya; d. memastikan bahwa tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku; 4) menatausahakan identitas setiap tenaga penagih; dan 5) memastikan bahwa dalam melakukan penagihan PPJ mematuhi pokok‐pokok etika penagihan kredit yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya, antara lain: a) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan debitur; b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; c) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain debitur; d) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; e) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu debitur; 126 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan penagihan di luar waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan debitur; g) petugas penagih wajib menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; dan h) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili debitur. 6) Bank wajib memastikan bahwa PPJ juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi. e. Dalam hal diperlukan pemanggilan debitur untuk menghadiri pertemuan dengan petugas penagih, Bank paling kurang wajib memperhatikan hal‐hal sebagai berikut: 1) pertemuan dilakukan di kantor Bank; 2) ruang pertemuan dilengkapi dengan CCTV; 3) pihak Bank hadir dalam pertemuan tersebut; dan 4) seluruh pembicaraan dalam pertemuan tersebut direkam dan dibuat berita acara yang diketahui oleh pihak Bank. (5) Penerapan prinsip kehati‐hatian dan penerapan manajemen risiko dalam alih daya pekerjaan pengelolaan kas a. Pengelolaan kas adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan oleh PPJ untuk mengelola fisik uang tunai milik Bank (baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing) berupa antara lain: 1) distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang tunai berikut pengawalan (cash distribution); 2) penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang tunai (cash processing); 3) penyimpanan uang tunai di khazanah (cash in save); dan/atau 4) pengisian ATM (anjungan tunai mandiri) dengan uang tunai dan/atau pengambilan uang tunai dari CDM (cash deposit machine) berikut pemantauan ATM dan/atau CDM. b. Dalam melakukan Alih Daya pengelolaan kas, Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ yang memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: 1) berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); 2) memiliki izin operasional sebagai perusahaan jasa kawal angkut uang tunai dan barang berharga yang masih berlaku dari instansi yang berwenang; 3) memiliki Standard Operational Procedure (SOP) keamanan dalam pengelolaan kas; 4) memiliki kinerja keuangan yang baik yang penilaiannya didasarkan pada modal, likuiditas dan profitabilitas PPJ; 5) memiliki reputasi yang baik yang penilaiannya didasarkan pada rekam jejak (track record) dan kepatuhan PPJ terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang‐undangan yang berlaku serta perjanjian Alih Daya yang dilakukan sebelumnya; 6) memiliki pengalaman yang cukup yang penilaiannya didasarkan pada pengalaman perusahaan dan/atau manajemen f) 127 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 215 Pasal 15 13/25/PBI/2011 216 Pasal 16 13/25/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan perusahaan dalam menangani pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; memiliki sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan kas Bank. Khusus bagi PPJ yang pekerjaannya terkait langsung dengan penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang tunai (cash processing), harus memiliki sumber daya manusia yang mempunyai keahlian mengenai ciri‐ciri keaslian uang Rupiah, keahlian memilah antara uang Rupiah layak edar dengan yang tidak layak edar, keahlian mengoperasikan mesin hitung dan mesin sortir uang Rupiah; dan 7) memiliki mesin hitung dan mesin sortir yang dapat mendeteksi keaslian fisik uang, memiliki khazanah untuk menyimpan uang tunai Rupiah, dan memiliki infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi persyaratan standar keamanan. c. Kewajiban PPJ memiliki contingency plan yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank antara lain menjamin dan mengasuransikan seluruh uang tunai milik Bank yang berada dalam pengelolaan PPJ tersebut. d. Kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan kepada Bank Indonesia yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank antara lain kewajiban PPJ pengelolaan kas Bank untuk: 1) memberikan data dan informasi kepada Bank Indonesia baik secara langsung maupun melalui Bank terkait sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan; dan 2) memberikan akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional PPJ pengelolaan kas Bank, antara lain pemeriksaan standarisasi kualitas sortasi, kecukupan sarana dan prasarana, sistem pengamanan dan kualitas sumber daya manusia yang melakukan pengolahan fisik uang Rupiah. e. Dalam rangka melaksanakan pengendalian intern yang efektif atas Alih Daya pengelolaan kas Bank, Bank melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ, yang paling kurang mencakup: 1) pengawasan terhadap akurasi perhitungan dan kualitas sortasi hasil pekerjaan PPJ; dan 2) memastikan bahwa PPJ menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bank Indonesia dari hasil pengawasan terhadap kegiatan operasional. (1) Bank wajib melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap seluruh risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan Alih Daya. (2) Pelaksanaan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh sistem informasi manajemen yang tepat waktu dan dapat memberikan laporan yang akurat dan informatif mengenai risiko pada pelaksanaan Alih Daya. (1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern yang efektif atas Alih Daya. 128 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 217 Manajemen Risiko Ketentuan (2) Sistem pengendalian intern yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi: a. pengawasan terhadap proses Alih Daya; dan Proses Alih Daya merupakan serangkaian proses yang harus dilakukan dalam rangka penunjukan dan penggunaan Perusahaan Penyedia Jasa dalam Alih Daya. b. pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh Perusahaan Penyedia Jasa. Pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan merupakan pengawasan atas pemenuhan perjanjian Alih Daya termasuk pemenuhan ukuran dan standar yang ditetapkan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib dilakukan oleh pihak yang independen terhadap pihak yang melakukan proses Alih Daya. Yang dimaksud dengan pihak independen adalah : a. unit kerja atau fungsi khusus dalam Bank yang tidak terkait dengan proses Alih Daya. Unit kerja atau fungsi khusus tersebut dapat berdiri sendiri atau dapat merupakan bagian dari unit atau fungsi khusus yang berdiri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (2) huruf h (Paragraf 214 ayat (2) huruf h dalam kodifikasi ini); atau b. bagian dari unit kerja atau fungsi khusus dalam Bank yang melakukan pengawasan secara independen, antara lain internal audit, manajemen risiko, atau kepatuhan. BAB IV Pelaporan Pasal 17 13/25/PBI/2011 Ayat (1) – (2) a SE 14/20/DPNP 2012 Romawi V.A .2.a – d (1) Bank wajib menyampaikan laporan mengenai Alih Daya kepada Bank Indonesia secara lengkap, benar dan tepat waktu. Laporan mencakup laporan Bank secara gabungan untuk seluruh kantor Bank. Laporan disampaikan oleh Bank yang telah melakukan maupun yang merencanakan melakukan Alih Daya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. rencana Alih Daya; dan Laporan rencana Alih Daya memuat rencana Alih Daya atas pekerjaan yang belum pernah dialihdayakan. Tidak termasuk dalam pekerjaan yang belum pernah dialihdayakan adalah perpanjangan perjanjian Alih Daya. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya disusun sebagai berikut: 129 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Pasal 17 13/25/PBI/2011 Ayat (2) b Manajemen Risiko Ketentuan 1. Laporan Rencana Alih Daya memuat rencana Alih Daya atas pekerjaan yang belum pernah dilakukan Alih Daya. Sedangkan Laporan Perubahan dan/atau; Penambahan Rencana Alih Daya memuat perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya dan/atau penambahan pekerjaan yang akan dialihdaya. Contoh perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan untuk menambah cakupan pekerjaan Alih Daya pemasaran dari pemasaran kartu kredit menjadi pemasaran kartu kredit dan kredit tanpa agunan. Contoh penambahan rencana Alih Daya yang akan dilakukan adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan melakukan Alih Daya pemasaran kartu kredit yang sebelumnya tidak dimuat dalam Laporan Rencana Alih Daya. Tidak termasuk dalam laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya adalah perpanjangan PPJ dan penggantian PPJ atas pekerjaan yang telah dialihdayakan. 2. Laporan Rencana Alih Daya untuk 1 (satu) tahun ke depan disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Desember. Sedangkan Laporan Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya disampaikan paling lambat setiap tanggal 30 Juni tahun berjalan, dengan menggunakan formulir pelaporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 32 dalam kodifikasi ini). 3. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya paling kurang memuat informasi mengenai: 1) jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; 2) gambaran umum dan cakupan pekerjaan; 3) jenis perjanjian Alih Daya; 4) perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang dibutuhkan; 5) jangka waktu perjanjian; 6) tujuan Alih Daya; dan 7) analisis perkiraan biaya dan manfaat, risiko dan mitigasinya. 4. Bank yang tidak memiliki rencana untuk melakukan Alih Daya sebagaimana dijelaskan pada huruf a tetap wajib menyampaikan Laporan Rencana Alih Daya dengan penjelasan Nihil paling lambat setiap tanggal 31 Desember. b. Alih Daya yang bermasalah. Alih Daya dianggap bermasalah apabila terjadi permasalahan baik pada pelaksanaan Alih Daya maupun pada Perusahaan Penyedia Jasa yang berpotensi meningkatkan risiko Bank secara signifikan dan/atau akan mengganggu kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan, terlepas dari mengakibatkan atau tidak mengakibatkan penghentian perjanjian dan/atau penggantian Perusahaan Penyedia Jasa. 130 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi II.A.3, 4 Pasal 17 13/25/PBI/2011 Ayat (3) – (5) Manajemen Risiko Ketentuan Contoh permasalahan: pelanggaran ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku, pelanggaran perjanjian, gugatan, pengaduan nasabah, perselisihan intern pada Perusahaan Penyedia Jasa baik antar manajemen maupun antara manajemen dengan karyawan. Laporan Alih Daya yang Bermasalah disusun sebagai berikut: a. Laporan Alih Daya yang Bermasalah memuat gambaran permasalahan Alih Daya antara lain permasalahan yang dihadapi oleh Bank dan PPJ yang berpotensi meningkatkan risiko Bank secara signifikan dan/atau akan mengganggu kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Contoh permasalahan Alih Daya antara lain pelanggaran ketentuan dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku, pelanggaran perjanjian, gugatan, pengaduan nasabah, pemogokan karyawan, dan perselisihan intern pada PPJ baik antar manajemen maupun antara manajemen dengan karyawan. b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah dimaksud. disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya permasalahan, dengan menggunakan formulir pelaporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 33 dalam kodifikasi ini). Laporan Alih Daya yang Bermasalah paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; b. nama Perusahan Penyedia Jasa; c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan d. langkah‐langkah yang dilakukan oleh Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dialihdayakan; b. gambaran umum dan cakupan pekerjaan; Gambaran umum dan cakupan pekerjaan menguraikan secara singkat pekerjaan yang dialihdayakan dan lokasi kantor tempat pekerjaan yang dialihdayakan. c. jenis perjanjian Alih Daya; Perjanjian Alih Daya yang dibuat berupa perjanjian pemborongan dan/atau penyediaan jasa tenaga kerja. 131 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi V Huruf A 2.d Pasal 17 13/25/PBI/2011 Ayat (6) SE 14/20/DPNP 2012 Romawi V.A.2.b Pasal 17 13/25/PBI/2011 Ayat (7) – (8) Manajemen Risiko Ketentuan perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang dibutuhkan; jangka waktu perjanjian; tujuan Alih Daya; dan analisis perkiraan biaya dan manfaat, risiko dan mitigasinya. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dialihdayakan; b. nama Perusahan Penyedia Jasa; c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan Gambaran permasalahan menguraikan secara singkat permasalahan yang terjadi, potensi risiko yang ditimbulkan, lokasi, waktu terjadinya permasalahan dan waktu diketahuinya permasalahan. d. langkah‐langkah yang dilakukan oleh Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut. (5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib disampaikan setiap tahun paling lambat setiap tanggal 31 Desember. d. e. f. g. Laporan yang disampaikan mencakup rencana Alih Daya yang akan dilakukan selama 1 (satu) tahun yang akan datang. Bank yang tidak memiliki rencana untuk melakukan Alih Daya sebagaimana dijelaskan pada huruf ayat (2) huruf a tetap wajib menyampaikan Laporan Rencana Alih Daya dengan penjelasan Nihil paling lambat setiap tanggal 31 Desember. (6) Bank hanya dapat melakukan penambahan dan/atau perubahan rencana pekerjaan yang dialihdayakan yang sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling banyak 1 (satu) kali, dan wajib menyampaikan Laporan Perubahan Rencana Alih Daya dimaksud paling lambat pada tanggal 30 Juni tahun berjalan. Laporan Perubahan Rencana Alih Daya memuat paling kurang informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) (Paragraf 206 ayat (3) dalam kodifikasi ini) serta uraian singkat latar belakang dan tujuan penambahan dan/atau perubahan rencana Alih Daya. Format pelaporan Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya mengacu pada formulir pelaporan pada Lampiran II.A (Lampiran 32 dalam kodifikasi ini). (7) Dalam hal batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. (8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya permasalahan oleh Bank. 132 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi SE 14/20/DPNP 2012 Romawi V.A.3.b Manajemen Risiko Ketentuan Format pelaporan Alih Daya yang Bermasalah mengacu pada formulir pelaporan pada Lampiran II.B (Lampiran 33 dalam kodifikasi ini). SE 14/20/DPNP 2012 Romawi V.A.5 (9) Dalam menetapkan langkah‐langkah untuk mengatasi permasalahan Alih Daya. Bank harus memastikan bahwa pekerjaan yang dialihkan tetap terlaksana dengan baik walaupun terjadi permasalahan pada Alih Daya. Pasal 18 13/25/PBI/2011 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (6), Pasal 21 ayat (1) huruf d, dan Pasal 21 ayat (2) (Paragraf 217 ayat (2), Paragraf 217 ayat (6), Paragraf 220 ayat (1) huruf d, dan Paragraf 220 ayat (2) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350; atau b. bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 218 219 BAB V Sanksi Pasal 19 13/25/PBI/2011 (1) Bank yang menyampaikan laporan Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (6), Pasal 21 ayat (1) huruf d dan Pasal 21 ayat (2) (Paragraf 217 ayat (2), Paragraf 217 ayat (6), Paragraf 220 ayat (1) huruf d dan Paragraf 220 ayat (2) dalam kodifikasi ini) melampaui batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), ayat (6) dan ayat (8), serta dalam Pasal 21 ayat (4) (Paragraf 217 ayat (5), ayat (6) dan ayat (8), serta dalam Paragraf 220 ayat (4) dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagai berikut: a. terlambat 1 (satu) hari kerja sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja dikenakan sanksi sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan; b. terlambat 11 (sebelas) hari kerja sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja, dikenakan sanksi sebagaimana pada huruf a ditambah dengan sanksi sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan berikutnya; c. terlambat 21 (dua puluh satu) hari kerja atau lebih dikenakan sanksi sebagaimana pada huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per hari kerja keterlambatan berikutnya, dengan maksimum total sanksi keterlambatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Bank yang diketahui oleh Bank Indonesia telah melakukan Alih Daya tetapi belum menyampaikan laporan rencana Alih Daya dan/atau penambahan atau perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan/atau Pasal 17 ayat (6) (Paragraf 217 ayat (2) huruf a dan/atau Paragraf 217 ayat (6) dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). 133 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 220 Pasal 20 13/25/PBI/2011 221 Manajemen Risiko Ketentuan Bank yang tidak melaksanakan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; dan/atau c. pembekuan kegiatan usaha tertentu. BAB VI Ketentuan Peralihan Pasal 21 13/25/PBI/2011 (1) Bank yang telah melakukan Alih Daya atas pekerjaan selain pekerjaan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) (Paragraf 204 ayat (3) dalam kodifikasi ini) wajib melakukan langkah‐ langkah berikut: a. dalam hal sisa jangka waktu perjanjian lebih dari 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 2 (dua) tahun, Bank wajib menghentikan Alih Daya pada saat berakhirnya perjanjian atau dapat memperpanjang perjanjian paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini (Desember 2011). Contoh: Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini berlaku perjanjian Alih Daya akan berakhir dalam waktu 18 (delapan belas) bulan ke depan. Pada saat perjanjian berakhir, Bank dapat menghentikan Alih Daya atau memperpanjang perjanjian paling lama 6 (enam) bulan. b. dalam hal sisa jangka waktu perjanjian lebih dari 2 (dua) tahun, Bank wajib menghentikan perjanjian Alih Daya paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini (Desember 2011). Contoh: Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini berlaku perjanjian Alih Daya akan berakhir dalam waktu 30 (tiga puluh) bulan ke depan. Dengan demikian, bank wajib menghentikan perjanjian tersebut paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan atau 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini. c. menyusun dan menyampaikan laporan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Alih Daya sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c. d. laporan rencana tindak sebagaimana dimaksud pada huruf d paling kurang memuat informasi mengenai: 1. strategi dan langkah untuk melanjutkan pelaksanaan pekerjaan termasuk pemenuhan kebutuhan tenaga kerja; dan 2. jangka waktu rencana mengakhiri Alih Daya pekerjaan. 134 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dialihdayakan; b. gambaran umum dan cakupan pekerjaan; Gambaran umum dan cakupan pekerjaan menguraikan secara singkat pekerjaan yang dialihdayakan; lokasi kantor tempat pekerjaan yang dialihdayakan; kesesuaian dengan Ketentuan dan informasi lain yang relevan. c. jenis perjanjian Alih Daya; Jenis perjanjian Alih Daya meliputi perjanjian pemborongan dan atau penyediaan jasa tenaga kerja. d. jumlah tenaga kerja Alih Daya yang digunakan; dan e. jangka waktu Alih Daya dan berakhirnya perjanjian 222 Pasal 22 13/25/PBI/2011 Bank yang telah melakukan Alih Daya sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, wajib melakukan penyesuaian sebagai berikut : Bank yang telah melakukan Alih Daya atas pekerjaan yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia ini, namun PPJ dan/ atau cakupan perjanjian Alih Daya belum memenuhi ketentuan Pasal 6 atau 10 ayat (2) (Paragraf 206 atau 210 ayat (2) dalam kodifikasi ini) : 1. Dapat melanjutkan pelaksanaan Alih Daya sampai dengan berakhirnya perjanjian dan 2. Dalam hal akan melakukan perpanjangan perjanjian Alih Daya, wajib : a. Melakukan penelitian analisis dan penilaian atas pemenuhan persyaratan PPJ sebagaimana dimaksud dalam paragraph 206, dan/ atau b. Menyesuaikan perjanjian sesuai paragraph 210 ayat (2). BAB VII Lain‐Lain 223 Pasal 23 13/25/PBI/2011 Alih Daya yang dilakukan oleh Bank selain tunduk pada Peraturan Bank Indonesia ini juga tunduk pada Ketentuan lainnya yang terkait dengan Alih Daya. Khusus persyaratan badan hukum Indonesia bagi Perusahaan Penyedia Jasa yang menyelenggarakan pemrosesan transaksi tetap mengacu pada ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. 224 Pasal 24 13/25/PBI/2011 Bank Indonesia berwenang menghentikan Alih Daya yang dilakukan Bank apabila menurut penilaian Bank Indonesia Alih Daya tersebut berpotensi membahayakan kelangsungan usaha Bank. BAB I 225 Pasal 1 13/23/PBI/2011 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut dengan BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 135 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut dengan UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disebut dengan BUK adalah Bank Umum Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang‐ Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang memiliki Unit Usaha Syariah. 5. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. 6. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank. 7. Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. 8. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga pasar, antara lain Risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. 9. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 10. Risiko Operasional adalah Risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan/atau adanya kejadian‐kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. 11. Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. 12. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. 13. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 14. Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang‐undangan dan ketentuan yang berlaku, serta Prinsip Syariah. 15. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) adalah Risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank. 16. Risiko Investasi (Equity Investment Risk) adalah Risiko akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss sharing. 17. Direksi adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas. 18. Dewan Komisaris adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Perseroan Terbatas. 19. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh BUS secara langsung maupun tidak 136 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan langsung, baik di dalam maupun di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri dari: a. Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan BUS lebih dari 50% (lima puluh persen); b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan BUS 50% (lima puluh persen) atau kurang, namun BUS memiliki Pengendalian terhadap perusahaan; c. Perusahaan dengan kepemilikan BUS lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) yang memenuhi persyaratan yaitu: i. kepemilikan BUS dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing‐masing sama besar; dan ii. masing‐masing pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; d. Entitas lain yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib dikonsolidasikan. BAB II Ruang Lingkup Manajemen Risiko 226 Pasal 2 13/23/PBI/2011 227 Pasal 3 13/23/PBI/2011 228 Pasal 4 13/23/PBI/2011 (1) Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif. Termasuk dalam cakupan penerapan Manajemen Risiko adalah penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang sebelumnya dikenal dengan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC). (2) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk BUS dilakukan secara individual maupun konsolidasi dengan Perusahaan Anak. (3) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk UUS dilakukan terhadap seluruh kegiatan usaha UUS, yang merupakan satu kesatuan dengan penerapan Manajemen Risiko pada BUK. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 226 ayat (1) dalam kodifikasi ini) paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah; Peran Komisaris bagi kantor cabang bank asing dilakukan oleh pihak‐ pihak yang berwenang sesuai dengan struktur organisasi Bank. b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Paragraf 227 dalam kodifikasi ini) wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. 137 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 229 Pasal 5 13/23/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan Kompleksitas usaha antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan usaha. Kemampuan Bank antara lain kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung, dan kemampuan sumber daya manusia. (1) Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Paragraf 227 dalam kodifikasi ini) mencakup: a. Risiko Kredit; Termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. b. Risiko Pasar; Risiko Pasar meliputi antara lain, Risiko nilai tukar, Risiko komoditas, dan Risiko ekuitas. Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko komoditas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko ekuitas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham. c. Risiko Likuiditas; d. Risiko Operasional; e. Risiko Hukum; Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang‐ undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. f. Risiko Reputasi; Risiko ini timbul antara lain karena adanya pemberitaan media dan/atau rumor mengenai bank yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi bank yang kurang efektif. g. Risiko Stratejik; Risiko ini timbul antara lain karena bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank, melakukan analisis 138 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan lingkungan stratejik yang tidak komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik (strategic plan) antar level stratejik. Selain itu Risiko Stratejik juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait. h. Risiko Kepatuhan; i. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk); Risiko ini timbul antara lain karena adanya perubahan perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank yang disebabkan oleh perubahan ekspektasi tingkat imbal hasil yang diterima dari Bank. Perubahan ekspektasi bisa disebabkan oleh faktor internal seperti menurunnya nilai asset Bank dan/atau faktor eksternal seperti naiknya return/imbal hasil yang ditawarkan bank lain. Perubahan ekspektasi tingkat imbal hasil tersebut dapat memicu perpindahan dana dari Bank kepada bank lain. j. Risiko Investasi (Equity Investment Risk). Risiko ini timbul apabila Bank memberikan pembiayaan berbasis bagi hasil kepada nasabah di mana Bank ikut menanggung Risiko atas kerugian usaha nasabah yang dibiayai (profit and loss sharing). Dalam hal ini, perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau penjualan yang diperoleh nasabah namun dihitung dari keuntungan usaha yang dihasilkan nasabah. Apabila usaha nasabah mengalami kebangkrutan, maka jumlah pokok pembiayaan yang diberikan Bank kepada nasabah tidak akan diperoleh kembali. (2) Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk jenis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h. (3) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank harus menerapkan Manajemen Risiko untuk jenis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dan huruf j. (4) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum diperhitungkan dalam penilaian Risiko Bank. BAB III Bagian Kesatu 230 Pasal 6 13/23/PBI/2011 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah Umum Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 226 dalam kodifikasi ini). 139 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Bagian Kedua 231 Pasal 7 13/23/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (Paragraf 230 dalam kodifikasi ini) bagi Dewan Komisaris paling kurang mencakup: a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko; Evaluasi kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor‐faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris paling kurang secara triwulanan. 232 Bagian Ketiga Pasal 8 13/23/PBI/2011 Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi (1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (Paragraf 230 dalam kodifikasi ini) bagi Direksi paling kurang mencakup: a. menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif; Termasuk dalam kebijakan dan strategi Manajemen Risiko adalah penetapan dan persetujuan limit Risiko baik Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, maupun per aktivitas fungsional. Kebijakan dan strategi Manajemen Risiko disusun paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun atau lebih dalam hal terdapat perubahan faktor‐faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha BUS secara signifikan. b. bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan; Termasuk tanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko adalah: 1. mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko; 2. penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Komisaris secara triwulanan. c. mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi; d. mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi; Pengembangan budaya Manajemen Risiko antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya Manajemen Risiko yang efektif. 140 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan e. memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko; Peningkatan kompetensi sumber daya manusia antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan mengenai penerapan Manajemen Risiko. f. memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen; Yang dimaksud dengan “independen” antara lain adanya pemisahan fungsi antara satuan kerja Manajemen Risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan Risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi. g. melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan: Kaji ulang secara berkala antara lain dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan faktor eksternal dan faktor internal. 1. keakuratan metodologi penilaian Risiko; 2. kecukupan implementasi sistem informasi Manajemen Risiko; dan 3. ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko. (2) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank. Yang dimaksud dengan “memiliki pemahaman yang memadai” adalah termasuk pemahaman terhadap Prinsip Syariah yang terkait dengan produk, jasa, dan kegiatan operasional Bank lainnya. (3) Wewenang dan tanggung jawab Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk UUS dilakukan oleh Direktur UUS. Dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya, Direktur UUS dapat berkoordinasi dengan Direktur lain pada BUK. 233 Bagian Keempat Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Pasal 9 13/23/PBI/2011 Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (Paragraf 230 dalam kodifikasi ini) bagi Dewan Pengawas Syariah paling kurang mencakup: a. melakukan evaluasi (review) atas kebijakan Manajemen Risiko yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan 141 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Evaluasi atas kebijakan Manajemen Risiko yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko yang terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah paling kurang secara triwulanan. BAB IV Bagian Kesatu 234 Pasal 10 13/23/PBI/2011 Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b (Paragraf 227 ayat (1) huruf b dalam kodifikasi ini) paling kurang memuat: Kebijakan Manajemen Risiko ditetapkan antara lain dengan cara menyusun strategi Manajemen Risiko untuk memastikan bahwa: 1. Bank tetap mempertahankan eksposur Risiko sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank dan peraturan perundang‐undangan serta ketentuan lain yang berlaku; dan 2. Bank dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keahlian di bidang Manajemen Risiko sesuai dengan kompleksitas usaha Bank. Penyusunan strategi Manajemen Risiko dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Bank, organisasi Bank, dan Risiko yang timbul sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan faktor internal. a. penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan; b. penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko; c. penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko; Toleransi Risiko merupakan potensi kerugian yang dapat diserap oleh permodalan Bank. d. penetapan penilaian peringkat Risiko; Penetapan penilaian peringkat Risiko merupakan dasar bagi Bank untuk mengkategorikan peringkat Risiko Bank. Peringkat Risiko bagi Bank dikategorikan menjadi 5 (lima) peringkat, yaitu 1 (Low), 2 (Low to Moderate), 3 (Moderate), 4 (Moderate to High), dan 5 (High). e. penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk; f. penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko. 142 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Bagian Kedua 235 Pasal 11 (1) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam 13/23/PBI/2011 Pasal 3 227 ayat (1) huruf b (Paragraf 227 ayat (1) huruf b dalam kodifikasi ini) wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank. Tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) memperhatikan pengalaman yang dimiliki Bank dalam mengelola Risiko. (2) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat: a. akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas; b. pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala; Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun atau lebih, sesuai dengan jenis Risiko, kebutuhan, dan perkembangan Bank. c. dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai. Yang dimaksud dengan “dokumentasi yang memadai” adalah dokumentasi yang tertulis, lengkap, dan memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail) untuk keperluan pengendalian intern Bank. (3) Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencakup: a. limit secara keseluruhan; b. limit per jenis Risiko; dan c. limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko. BAB V Bagian Kesatu 236 Pasal 12 13/23/PBI/2011 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Umum (1) Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c (Paragraf 227 ayat (1) huruf c dalam kodifikasi ini) terhadap seluruh faktor‐faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material. Yang dimaksud dengan “faktor‐faktor Risiko” adalah berbagai parameter yang mempengaruhi eksposur Risiko. Yang dimaksud dengan “faktor‐faktor Risiko yang bersifat material” adalah faktor‐faktor Risiko baik kuantitatif maupun kualitatif yang berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh: 143 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan a. sistem informasi Manajemen Risiko yang tepat waktu; dan b. laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan Bank, kinerja aktivitas fungsional dan eksposur Risiko Bank. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Bagian Kedua 237 Manajemen Risiko Pasal 13 13/23/PBI/2011 (1) Pelaksanaan proses identifikasi Risiko dilakukan dengan melakukan analisis paling kurang terhadap: a. karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank. Proses identifikasi Risiko antara lain didasarkan pada pengalaman kerugian Bank yang pernah terjadi. (2) Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib melakukan paling kurang: Untuk mengukur Risiko, Bank dapat menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif yang disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah paling kurang secara triwulanan atau lebih sesuai dengan perkembangan usaha Bank dan kondisi eksternal yang mempengaruhi kondisi Bank. b. penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang bersifat material yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan Bank. (3) Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib melakukan paling kurang: a. evaluasi terhadap eksposur Risiko; Evaluasi terhadap eksposur Risiko dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan Risiko yang bersifat material atau yang berdampak kepada kondisi permodalan Bank, yang antara lain didasarkan atas penilaian potensi Risiko dengan menggunakan historical trend. b. penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat material. (4) Bank wajib melakukan langkah‐langkah pengendalian atas Risiko yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. 144 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Langkah‐langkah pengendalian dapat dilakukan dengan metode mitigasi Risiko antara lain lindung nilai dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian. Selain itu dalam melaksanakan fungsi pengendalian Risiko nilai tukar dan Risiko Likuiditas, Bank paling kurang menerapkan Assets and Liabilities Management (ALMA). (5) Penetapan langkah‐langkah pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sesuai dengan Prinsip Syariah. 238 Sistem Informasi Manajemen Risiko Pasal 14 13/23/PBI/2011 (1) Sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c (Paragraf 227 ayat (1) huruf c dalam kodifikasi ini), paling kurang mencakup laporan atau informasi mengenai: a. eksposur Risiko; Laporan atau informasi eksposur Risiko mencakup eksposur kuantitatif dan kualitatif, secara keseluruhan(composite) maupun rincian per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional. b. kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 (Paragraf 234 dan Paragraf 235 dalam kodifikasi ini); c. realisasi pelaksanaan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan. (2) Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi. Laporan atau informasi yang disampaikan kepada Direksi dapat ditingkatkan frekuensinya sesuai dengan kebutuhan BUS. (3) Sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk UUS dapat menggunakan teknologi sistem informasi yang digunakan dalam sistem informasi Manajemen Risiko BUK. BAB VI 239 240 Bagian Kesatu Pasal 15 13/23/PBI/2011 Pasal 16 13/23/PBI/2011 Sistem Pengendalian Intern Umum (1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank. (2) Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk UUS dapat digabung dengan sistem pengendalian intern dari BUK. (1) Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 (Paragraf 238 dalam kodifikasi ini) paling kurang mampu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi secara tepat waktu. 145 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan (2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan: a. kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan intern Bank; b. tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu; Informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. c. efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan Efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional antara lain diperlukan untuk melindungi aset dan sumber daya Bank lainnya dari Risiko terkait. d. efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi Bank secara menyeluruh. Efektivitas budaya Risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan penyimpangan secara lebih dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada pada Bank secara berkesinambungan. Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko Bagian Kedua 241 Pasal 17 13/23/PBI/2011 (1) Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d (Paragraf 227 ayat (1) huruf d dalam kodifikasi ini) paling kurang mencakup: a. kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank; b. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 (Paragraf 234 dan Paragraf 235 dalam kodifikasi ini); c. penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian; d. struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank; e. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu; f. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap peraturan perundang‐undangan yang berlaku; g. kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank; h. pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi Manajemen Risiko; 146 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit; j. verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan‐kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan‐penyimpangan yang terjadi. (2) Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI). i. BAB VII Bagian Kesatu 242 243 Organisasi dan Fungsi Manajemen Risiko Umum Pasal 18 13/23/PBI/2011 (1) Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 226 dalam kodifikasi ini), Bank wajib membentuk: a. komite Manajemen Risiko; dan Komite Manajemen Risiko harus bersifat non struktural. b. satuan kerja Manajemen Risiko. Satuan kerja Manajemen Risiko tersebut merupakan bagian dari struktur organisasi Bank (bersifat struktural). (2) Komite Manajemen Risiko dan satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk UUS dapat dibentuk secara tersendiri atau digabungkan dengan BUK sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha UUS serta Risiko yang melekat pada UUS. Pengaturan ini dimaksudkan agar UUS dapat menentukan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi BUK, termasuk kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. Bagian Kedua Komite Manajemen Risiko Pasal 19 13/23/PBI/2011 (1) Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a (Paragraf 242 ayat (1) huruf a dalam kodifikasi ini) untuk BUS, paling kurang terdiri dari: Keanggotaan Komite Manajemen Risiko dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan Bank. a. mayoritas anggota Direksi; dan Salah satu anggota Direksi yang harus menjadi anggota komite Manajemen Risiko adalah Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. 147 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan b. pejabat eksekutif terkait. Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif terkait” adalah pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja operasional dan satuan kerja Manajemen Risiko. Keanggotaan pejabat eksekutif dalam komite Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan Bank. (2) Dalam hal komite Manajemen Risiko untuk UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) (Paragraf 242 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dibentuk secara tersendiri, maka keanggotaan komite Manajemen Risiko UUS paling kurang terdiri dari: Keanggotaan Komite Manajemen Risiko dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan UUS. a. Direktur UUS; b. Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan BUK; dan c. pejabat eksekutif terkait. Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif terkait” adalah pejabat UUS dan BUK satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja operasional dan satuan kerja Manajemen Risiko. Keanggotaan pejabat eksekutif dalam komite Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan UUS. (3) Dalam hal komite Manajemen Risiko untuk UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) (Paragraf 242 ayat (2) dalam kodifikasi ini) digabung dengan komite Manajemen Risiko BUK maka dalam pembahasan yang terkait dengan Manajemen Risiko UUS, Direktur UUS wajib diikutsertakan sebagai salah satu anggota komite Manajemen Risiko BUK. (4) Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang paling kurang meliputi: a. penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan Manajemen Risiko; b. perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan dimaksud; c. penetapan (justification) hal‐hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan prosedur normal (irregularities). Termasuk dalam keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan prosedur normal antara lain pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis Bank dan pengambilan posisi/eksposur Risiko yang tidak sesuai dengan limit yang telah ditetapkan. 148 Manajemen Manajemen Risiko Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan Satuan Kerja Manajemen Risiko Bagian Ketiga 244 Pasal 20 (1) Struktur organisasi satuan kerja Manajemen Risiko Bank sebagaimana 13/23/PBI/2011 dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b (Paragraf 242 ayat (1) huruf b dalam kodifikasi ini) disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank. Pengaturan ini dimaksudkan agar Bank dapat menentukan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi Bank, termasuk kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. (2) Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk‐taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Yang dimaksud dengan “independen” antara lain tercermin dari adanya: 1. pemisahan fungsi/tugas antara satuan kerja Manajemen Risiko dengan satuan kerja operasional (risk‐taking unit) dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern; 2. proses pengambilan keputusan yang tidak memihak atau menguntungkan satuan kerja operasional tertentu atau mengabaikan satuan kerja operasional lainnya. Yang dimaksud dengan “satuan kerja operasional (risk‐taking unit)” antara lain satuan kerja pembiayaan, treasuri, dan pendanaan. (3) Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus. Yang dimaksud dengan “Direktur yang ditugaskan secara khusus” adalah Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan atau Direktur Manajemen Risiko. Istilah Direktur Utama dapat dipersamakan dengan Presiden Direktur. (4) Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko meliputi: Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi; b. pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko dan/atau per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; Stress testing dilakukan guna mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi Manajemen Risiko terhadap 149 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan kinerja dan pendapatan masing‐masing satuan kerja operasional atau aktivitas fungsional Bank. c. kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko; Kaji ulang antara lain dilakukan berdasarkan temuan audit intern dan/atau perkembangan praktek‐praktek Manajemen Risiko yang berlaku secara internasional. d. pengkajian usulan aktivitas dan/atau produk baru; Termasuk dalam pengkajian adalah penilaian kemampuan Bank untuk melakukan aktivitas dan/atau produk baru dan kajian usulan perubahan sistem dan prosedur serta pemenuhan terhadap Prinsip Syariah. e. evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model); f. memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk‐ taking unit) dan/atau kepada komite Manajemen Risiko; dan Rekomendasi antara lain memuat rekomendasi yang terkait dengan besaran atau maksimum eksposur Risiko yang wajib dipelihara oleh Bank. g. menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi Risiko secara berkala kepada: Profil Risiko merupakan gambaran secara menyeluruh atas besarnya potensi Risiko yang melekat pada seluruh portofolio atau eksposur Bank. Frekuensi penyampaian laporan harus ditingkatkan apabila kondisi pasar berubah dengan cepat. Untuk eksposur Risiko yang berubah relatif lama, seperti Risiko Kredit maka penyampaian laporan disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam sebulan. 1. direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus; dan 2. komite Manajemen Risiko. Bagian Keempat 245 Pasal 21 13/23/PBI/2011 Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko Satuan kerja operasional (risk‐taking unit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) (Paragraf 244 ayat (2) dalam kodifikasi ini) wajib menginformasikan eksposur Risiko yang melekat pada satuan kerja yang bersangkutan kepada satuan kerja Manajemen Risiko secara berkala. Frekuensi penyampaian informasi eksposur Risiko disesuaikan dengan karakteristik jenis Risiko. 150 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi BAB VIII Bagian Kesatu 246 Pasal 22 13/23/PBI/2011 247 Pasal 23 13/23/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan Pelaporan Laporan Profil Risiko (1) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko kepada Bank Indonesia. Laporan profil Risiko memuat antara lain informasi tentang tingkat dan trend seluruh eksposur Risiko. (2) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus, dan komite Manajemen Risiko. (3) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Laporan profil Risiko disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya. (4) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank menyampaikan laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di luar jangka waktu yang ditetapkan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan petunjuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan Bank Indonesia. (1) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) (Paragraf 246 ayat (1) dalam kodifikasi ini) disampaikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) (Paragraf 246 ayat (3) dalam kodifikasi ini). Contoh: Untuk laporan profil Risiko posisi bulan September 2011, Bank wajib menyampaikan laporan dimaksud kepada Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 21 Oktober 2011. (2) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun tidak melebihi 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan. Contoh: Apabila Bank menyampaikan laporan profil Risiko posisi bulan September 2011 pada tanggal 22 Oktober 2011 sampai dengan tanggal 21 November 2011, maka Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan. (3) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) (Paragraf 246 ayat (1) dalam kodifikasi ini) apabila Bank belum atau tidak menyampaikan laporan melebihi 1 (satu) 151 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 248 Manajemen Risiko Ketentuan bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Contoh: Apabila Bank menyampaikan laporan profil Risiko posisi bulan September 2011 setelah tanggal 21 November 2011, maka Bank dianggap tidak menyampaikan laporan dimaksud. Bagian Kedua Laporan Lain Pasal 24 13/23/PBI/2011 (1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 246 dalam kodifikasi ini), dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan lain yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko secara berkala atau sewaktu‐waktu apabila diperlukan. Laporan terkait penerapan Manajemen Risiko meliputi antara lain Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. (3) Format, tata cara pelaporan, dan pengenaan sanksi atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan bank kepada Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan bank antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank Umum dan Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Bagian Ketiga Alamat Penyampaian Pasal 25 13/23/PBI/2011 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 (Paragraf 246 dan Paragraf 248 dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. BAB IX Bagian Kesatu Lain‐Lain Penilaian Penerapan Manajemen Risiko Pasal 26 13/23/PBI/2011 Bank Indonesia dapat melakukan penilaian terhadap penerapan Manajemen Risiko pada Bank. 249 250 Penilaian terhadap Manajemen Risiko Bank termasuk penilaian Risiko yang melekat (inherent risk) dan kecukupan sistem pengendalian Risiko (risk control system). 152 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 251 Pasal 27 13/23/PBI/2011 Manajemen Risiko Ketentuan Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penerapan Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia. 252 253 Bagian Kedua Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko Pasal 28 13/23/PBI/2011 (1) Pengungkapan Manajemen Risiko dalam laporan tahunan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank wajib disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia ini. (2) Pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup kinerja Manajemen Risiko dan arah kebijakan Manajemen Risiko. Kinerja Manajemen Risiko merupakan hasil penerapan Manajemen Risiko untuk periode awal tahun (Januari) sampai dengan akhir tahun (Desember) termasuk profil Risiko, sedangkan arah kebijakan Manajemen Risiko merupakan arah dan strategi Manajemen Risiko periode satu tahun ke depan. (3) Pengungkapan Manajemen Risiko dalam laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk UUS digabungkan dalam laporan tahunan BUK. BAB X Sanksi Pasal 29 13/23/PBI/2011 (1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 246 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan. Yang dimaksud dengan “hari” adalah hari kerja. (2) Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 246 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) per laporan. Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 246 dalam kodifikasi ini) dan telah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia. (4) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 246 dalam kodifikasi ini) namun dinilai tidak lengkap secara signifikan atau tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material sesuai dengan format yang ditentukan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja 153 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan setelah surat teguran terakhir. 254 Pasal 30 13/23/PBI/2011 255 SE 15/40/DKMP 2013 Romawi I Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 12, Pasal 13 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15, Pasal 16 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), Pasal 21 dan Pasal 32 ayat (2) (Paragraf 226 ayat (1), Paragraf 228, Paragraf 229 ayat (2), Paragraf 230, Paragraf 235 ayat (1), Paragraf 235 ayat (3), Paragraf 236, Paragraf 237 ayat (2), Paragraf 237 ayat (3), Paragraf 237 ayat (4), Paragraf 238 ayat (2), Paragraf 239, Paragraf 240 ayat (2), Paragraf 241 ayat (2), Paragraf 242 ayat (1) dan Paragraf 245 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau c. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak‐pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor Ketentuan Umum A. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu meningkatkan kehati‐ hatian dalam penyaluran kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. B. Pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti dan kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti yang terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga yang sebenarnya sehingga meningkatkan Risiko Kredit bagi Bank dengan eksposur kredit atau pembiayaan properti yang besar. C. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber‐ sumber kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berlebihan. D. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati‐hatian Bank dalam pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit konsumsi 154 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 256 SE 15/40/DKMP 2013 Romawi II Manajemen Risiko Ketentuan beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran loan to value atau financing to value untuk kredit atau pembiayaan pemilikan properti dan kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, serta down payment untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Cakupan Pengaturan 1. Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum Konvensional termasuk Unit Usaha Syariah, dan Bank Umum Syariah. 2. Properti terdiri dari rumah tapak, rumah susun, rumah toko, dan rumah kantor. 3. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. 4. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian‐bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan‐satuan yang masing‐masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat. 5. Rumah Kantor atau Rumah Toko adalah tanah berikut bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk tujuan komersial antara lain perkantoran, pertokoan, atau gudang. 6. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti yang selanjutnya disebut KPP atau KPP iB adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan bank untuk pembelian Rumah Tapak, Rumah Susun, Rumah Toko dan/atau Rumah Kantor. 7. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah, yang selanjutnya disebut KPR atau KPR iB, adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Tapak. 8. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Susun, yang selanjutnya disebut KPRS atau KPRS iB, adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Susun. 9. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut KPRukan atau KPRukan iB adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Kantor. 10. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Toko, yang selanjutnya disebut KPRuko atau KPRuko iB adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Toko. 11. Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, yang selanjutnya disebut KKBP atau KKBP iB adalah kredit atau pembiayaan konsumsi di luar KPP atau KPP iB dengan agunan berupa Properti. 12. Rasio Loan to Value atau Financing to Value, yang selanjutnya disebut LTV atau FTV, adalah angka rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir. 155 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 257 Manajemen Risiko Ketentuan 13. Musyarakah Mutanaqisah, yang selanjutnya disebut MMQ, adalah musyarakah atau syirkah dalam rangka kepemilikan Properti antara Bank dengan nasabah, dimana penyertaan kepemilikan Properti oleh Bank akan berkurang yang disebabkan pembelian secara bertahap oleh nasabah. 14. Uang Jaminan, yang selanjutnya disebut Deposit, adalah uang yang harus diserahkan oleh nasabah kepada Bank dalam rangka kepemilikan Properti yang dilakukan dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). 15. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disebut KKB atau KKB iB, adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor. 16. Uang Muka Kredit atau Pembiayaan atau Down Payment, yang selanjutnya disingkat DP, adalah pembayaran di muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor melalui fasilitas kredit atau pembiayaan. Penerapan Manajemen Risiko dan Prinsip Kehati‐Hatian Dalam Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor SE 15/40/DKMP 2013 Romawi III Bank yang menyalurkan KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB, dan KKB atau KKB iB wajib: A. menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, mengingat adanya berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas; B. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan menjadi acuan dalam pemberian KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB, dan KKB atau KKB iB dengan berpedoman pada: 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; 156 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 258 Manajemen Risiko Ketentuan 5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum; 6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi; 8. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar; dan 9. Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pengaturan LTV atau FTV Pada Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti dan Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti SE 15/40/DKMP 2013 Romawi IV A. Ruang lingkup pengaturan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB. B. Perhitungan nilai kredit atau pembiayaan dan nilai agunan dalam perhitungan LTV atau FTV untuk : 1. Bank Umum Konvensional a. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit. b. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank umum. 2. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah a. Nilai pembiayaan berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’ ditetapkan berdasarkan harga pokok pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. b. Nilai pembiayaan berdasarkan akad MMQ ditetapkan berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka kepemilikan Properti sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. c. Nilai pembiayaan berdasarkan akad IMBT ditetapkan berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan Deposit sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. d. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. C. LTV atau FTV untuk Bank yang memberikan kredit atau pembiayaan sebagaimana dalam huruf A ditetapkan paling tinggi sebagai berikut: 1. Fasilitas kredit atau pembiayaan pertama sebesar: 157 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan a. 70% (tujuh puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 80% (delapan puluh persen) untuk: 1) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’ dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 2) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). c. 90% (sembilan puluh persen) untuk KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi). 2. Fasilitas kredit atau pembiayaan kedua sebesar: a. 60% (enam puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 70% (tujuh puluh persen) untuk : 1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’. c. 80% (delapan puluh persen) untuk : 1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT. 3. Fasilitas kredit atau pembiayaan ketiga dan seterusnya sebesar: a. 50% (lima puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 60% (enam puluh persen) untuk : 1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau akad 158 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’. c. 70% (tujuh puluh persen) untuk : 1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT. 4. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3 harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya. 5. Contoh perhitungan dan penetapan LTV atau FTV untuk : a. KPP atau KPP iB sebagaimana tercantum pada Lampiran I (Lampiran 34 dalam kodifikasi ini); dan b. KKBP atau KKBP iB sebagaimana tercantum pada Lampiran II (Lampiran 35 dalam kodifikasi ini). yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Dalam hal perjanjian KPP atau KPP iB antara Bank dan debitur atau nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit Properti pada saat bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP atau KPP iB terhadap beberapa Properti yang dilakukan pada tanggal yang sama, maka perhitungan LTV atau FTV berlaku ketentuan sebagai berikut. 1. Bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah. 2. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2, dan butir C.3 harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya. 3. Perhitungan LTV atau FTV dilakukan dengan mengacu pada butir C.1, butir C. 2, dan butir C.3. 4. Bank memberitahukan penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada calon debitur atau nasabah atau debitur atau nasabah secara tertulis. 159 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan 5. Contoh penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 36 dalam kodifikasi ini). E. Dalam rangka memenuhi ketentuan LTV atau FTV dalam Surat Edaran ini, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Bank meminta kepada calon debitur atau nasabah tambahan dokumen berupa surat pernyataan yang paling kurang memuat keterangan mengenai fasilitas KPP atau KPP iB dan/atau KKBP atau KKBP iB yang sudah diterima maupun yang sedang dalam proses pengajuan permohonan baik di Bank yang sama maupun di Bank lain. 2. Apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka Bank wajib menolak permohonan fasilitas kredit atau pembiayaan yang diajukan. 3. Bank mencantumkan klausula dalam perjanjian kredit atau pembiayaan sebagai berikut : “Dalam hal debitur atau nasabah menyampaikan pernyataan yang tidak benar maka debitur atau nasabah bersedia melaksanakan langkah‐langkah yang ditetapkan oleh Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia mengenai LTV atau FTV” 4. Bank memperlakukan debitur atau nasabah suami dan istri sebagai 1 (satu) debitur atau nasabah kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang disahkan oleh notaris. 5. Dalam hal Bank memberikan : a. fasilitas kredit tambahan dari fasilitas kredit yang masih berjalan (top up); atau b. fasilitas pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya; berlaku ketentuan sebagai berikut : a. pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut diperlakukan sebagai pemberian kredit atau pembiayaan baru; b. perhitungan LTV atau FTV diperlakukan sebagai urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berikutnya; dan c. jumlah fasilitas kredit tambahan atau pembiayaan baru yang diberikan oleh Bank paling banyak sebesar selisih antara hasil perhitungan LTV atau FTV berdasarkan nilai properti yang menjadi agunan dengan baki debet dari fasilitas kredit atau pembiayaan sebelumnya yang menggunakan agunan yang sama. 6. Contoh perhitungan dalam angka 4 dan angka 5 sebagaimana tercantum pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 37 dalam kodifikasi ini). F. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati‐hatian dalam pemberian KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB, Bank melakukan hal‐hal sebagai berikut : 1. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian Properti yang dibiayai dengan 160 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan KPP atau KPP iB dan/atau KKBP atau KKBP iB. 2. Bank hanya dapat memberikan fasilitas KPP atau KPP iB jika Properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan dan siap diserahterimakan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikecualikan untuk pemberian fasilitas KPP atau KPP iB yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. fasilitas KPP atau KPP iB merupakan fasilitas KPP atau KPP iB pertama bagi debitur atau nasabah dari seluruh fasilitas yang diterima baik di Bank yang sama maupun Bank lainnya; b. adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; c. adanya jaminan (corporate guarantee) dari pengembang kepada Bank bahwa pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada debitur atau nasabah penerima fasilitas KPP atau KPP iB apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak diserahterimakan sesuai perjanjian; d. pencairan fasilitas KPP atau KPP iB hanya dapat dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang menjadi agunan. Laporan perkembangan pembangunan Properti tersebut berdasarkan laporan dari: 1) pengembang, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Bank; dan e. apabila pengembang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan dari Bank, dan pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan Properti dalam waktu yang telah diperjanjikan maka Bank menurunkan kualitas kredit atau pembiayaan kepada pengembang tersebut. 4. Ketentuan dalam angka 2 dan angka 3 berlaku untuk semua jenis dan tipe Properti. 7. Contoh penerapan ketentuan dalam angka 2 dan angka 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 37 dalam kodifikasi ini). G. Pengaturan mengenai LTV atau FTV sebagaimana dimaksud dalam huruf C, huruf D, huruf E, dan huruf F dikecualikan terhadap KPP atau KPP iB dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang‐undangan yang berlaku, sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan bahwa fasilitas kredit atau 161 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi 259 260 Manajemen Risiko Ketentuan pembiayaan tersebut merupakan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Pengaturan Down Payment Pada Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor SE 15/40/DKMP 2013 Romawi V A. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank kepada debitur atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor. B. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. DP untuk Bank yang memberikan KKB atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini ditetapkan sebagai berikut: 1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. 2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif. 3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a. merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya. C. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB. Tata Cara Pengenaan Sanksi SE 15/40/DKMP 2013 Romawi VI A. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.E.1, butir IV.E.2, dan butir IV.E.3 (Paragraf 258.E.1, Paragraf 258.E.2, dan Paragraf 258.E.3 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, berupa teguran tertulis. B. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, butir V.B, dan butir V.C (Paragraf 258.C, Paragraf 258.D, Paragraf 258.E.4, Paragraf 258.E.5, (Paragraf 258.F, Paragraf 258.B, dan Paragraf 258.C dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank 162 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan Syariah dan Unit Usaha Syariah, berupa teguran tertulis dan kewajiban menyampaikan : 1. komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, butir V.B dan butir V.C (Paragraf 258.C, Paragraf 258.D, Paragraf 258.E.4, Paragraf 258.E.5, Paragraf 258.F, Paragraf 258.B, dan Paragraf 258.C dalam kodifikasi ini); 2. action plan yang antara lain terdiri dari : a. rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau evaluasi dimaksud; dan/atau b. upaya‐upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan, sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia. C. Dalam hal Bank : 1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam huruf B; dan/atau 2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, V.B dan butir V.C (Paragraf 258.C, Paragraf 258.D, Paragraf 258.E.4, Paragraf 258.E.5, Paragraf 258.F, Paragraf 258.B, dan Paragraf 258.C dalam kodifikasi ini) setelah action plan disampaikan sebagaimana dimaksud dalam butir B, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. D. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat berupa: 1. Penurunan tingkat kesehatan Bank Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup penurunan faktor penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG); 2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain mencakup larangan pemberian KPR atau KPR iB, KPRS atau KPRS iB, KPRuko atau KPRuko iB, KPRukan atau KPRukan iB, KKBP atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB untuk jangka waktu tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau 3. Pencantuman Pejabat Eksekutif, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham dalam daftar pihak‐pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 163 Manajemen Paragraf Sumber Regulasi Manajemen Risiko Ketentuan E. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam angka VIII (Paragraf 262 dalam kodifikasi ini) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 dan Pasal 88 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 261 262 Ketentuan Lain‐Lain SE 15/40/DKMP 2013 Romawi VII Pelaksanaan KPP iB, KKBP iB dan KKB iB oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah selain memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, juga wajib memenuhi Prinsip Syariah. Ketentuan Peralihan SE 15/40/DKMP 2013 Romawi VIII Bank wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tertulis pemberian KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku yang dialamatkan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 164 Lampiran 1 PEDOMAN STANDAR PENERAPAN MANAGEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM 165 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 Lampiran 2 276 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tanggal 29 September 2003 Lampiran 2 277 278 279 280 Lampiran 3 281 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tanggal 29 September 2003 Lampiran 3 282 283 284 285 Lampiran 4 286 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tanggal 29 September 2003 Lampiran 4 287 288 289 290 291 Lampiran 5 292 Lampiran 5 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 293 294 Lampiran 6 295 Lampiran 6 296 297 Lampiran 7 298 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / / DPNP tanggal 2011 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 Lampiran 7 LAPORAN PROFIL MATURITAS (RUPIAH) (dalam jutaan Rupiah) Jatuh Tempo*) Pos-Pos Saldo s.d 1 minggu > 1 minggu s.d 2 minggu > 2 minggu s.d 1 bulan > 1 bln s.d 3 bln > 3 bln s.d 6 bln > 6 bln s.d 12 bln > 12 bulan I. NERACA A. Aset 1. Kas 2. Penempatan pada Bank Indonesia a. SBI b. Giro c. Lainnya 3. Penempatan pada bank lain 4. Surat Berharga **) a. SUN 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang b. Surat berharga korporasi 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang c. Lainnya 5. Kredit Yang Diberikan a. belum jatuh tempo b. sudah jatuh tempo ***) 6. Tagihan lainnya a. Tagihan atas Surat Berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (Reverse Repo) b. Lainnya 7. Lain-lain Total Aset 299 1 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / / DPNP tanggal 2011 B Kewajiban 1. Dana Pihak Ketiga a. Giro b. Tabungan c. Simpanan Berjangka 1) Deposit on call 2) Deposito berjangka 3) Lainnya 2. Kewajiban kepada Bank Indonesia 3. Kewajiban kepada bank lain 4. Surat Berharga yang Diterbitkan a. Obligasi b. Subordinasi ****) c. Lainnya 5. Pinjaman yang Diterima a. Pinjaman Subordinasi ****) b. Lainnya 6. Kewajiban lainnya a. Kewajiban atas Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) b. Lainnya 7. Lain-lain Total Kewajiban Selisih Aset dengan Kewajiban dalam Neraca 300 2 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / / DPNP tanggal II. REKENING ADMINISTRATIF A. Tagihan Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas pinjaman yang belum ditarik b. Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif c. Lainnya 2. Kontijensi *****) Total Tagihan Rekening Administratif 2011 B Kewajiban Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas kredit yang belum ditarik b. Irrevocable L/C yang masih berjalan c. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif d. Lainnya 2. Kontijensi ******) Total Kewajiban Rekening Administratif Selisih Tagihan dan Kewajiban dalam Rekening Administratif Selisih [(IA-IB)+(IIA-IIB)] Selisih Kumulatif *) **) ***) ****) *****) ******) Angka-angka berdasarkan jatuh tempo sesuai dengan kontrak untuk yang memiliki jatuh tempo kontraktual dan/atau estimasi dengan menggunakan berbagai asumsi untuk yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual Termasuk Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) Diisi berdasarkan perkiraan diperoleh pembayaran atas kredit yang berdasarkan kontrak sudah jatuh tempo Termasuk yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman Yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi tagihan) Yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi kewajiban) 301 3 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / / DPNP tanggal 2011 LAPORAN PROFIL MATURITAS (VALUTA ASING) Jatuh Tempo*) Pos-Pos Saldo > 1 minggu s.d > 2 minggu s.d s.d 1 minggu 2 minggu 1 bulan > 1 bln s.d 3 bln > 3 bln s.d 6 bln > 6 bln s.d 12 bln > 12 bulan I. NERACA A. Aset 1. Kas 2. Penempatan pada Bank Indonesia 3. Penempatan pada bank lain 4. Surat Berharga **) a. Surat berharga korporasi 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang b. Lainnya 5. Kredit Yang Diberikan a. belum jatuh tempo b. sudah jatuh tempo ***) 6. Tagihan lainnya a. Tagiha b. Lainnya 7. Lain-lain Total Aset B. Kewajiban 1. Dana Pihak Ketiga a. Giro b. Tabungan c. Simpanan Berjangka 1) Deposit on call 2) Deposito berjangka 3) Lainnya 2. Kewajiban kepada Bank Indonesia 3. Kewajiban kepada bank lain 4. Surat Berharga yang Diterbitkan a. Obligasi b. Subordinasi ****) 302 4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / c. Lainnya 5. Pinjaman yang Diterima a. Pinjaman Subordinasi ****) b. Lainnya 6. Kewajiban lainnya a. Kewaji b. Lainnya 7. Lain-lain Total Kewajiban / DPNP tanggal 2011 Selisih Aset dengan Kewajiban dalam Neraca II REKENING ADMINISTRATIF A. Tagihan Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas pinjaman yang belum ditarik b. Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif c. Lainnya 2. Kontijensi *****) Total Tagihan Rekening Administratif B. Kewajiban Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas kredit yang belum ditarik b. Irrevocable L/C yang masih berjalan c. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif d. Lainnya 2. Kontijensi ******) Total Kewajiban Rekening Administratif Selisih Tagihan dan Kewajiban dalam Rekening Administratif Selisih [(IA-IB)+(IIA-IIB)] Selisih Kumulatif 303 5 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 / *) **) ***) ****) *****) ******) / DPNP tanggal 2011 Angka-angka berdasarkan jatuh tempo sesuai dengan kontrak untuk yang memiliki jatuh tempo kontraktual dan/atau estimasi dengan menggunakan berbagai asumsi untuk yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual Termasuk Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) Diisi berdasarkan perkiraan diperoleh pembayaran atas kredit yang berdasarkan kontrak sudah jatuh tempo Termasuk yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman Yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi tagihan) Yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi kewajiban) 304 6 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 Lampiran 7 PEDOMAN PENGISIAN LAPORAN PROFIL MATURITAS UMUM A. Laporan Profil Maturitas menyajikan pos-pos aset, kewajiban, dan rekening administratif yang dipetakan ke dalam skala waktu. Pemetaaan dilakukan berdasarkan sisa waktu sampai dengan jatuh tempo sesuai kontrak untuk pos neraca dan rekening administratif yang memiliki jatuh tempo kontraktual dan/atau estimasi dengan menggunakan berbagai asumsi untuk pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual (non maturity items). B. Penyusunan Laporan Profil Maturitas bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya gap likuiditas (selisih) dalam skala waktu tertentu. Gap likuiditas (selisih) dapat merupakan gap (selisih) positif atau gap (selisih) negatif. C. Laporan Profil Maturitas disusun setiap bulan untuk posisi akhir bulan yang terdiri dari Laporan Profil Maturitas dalam rupiah dan Laporan Profil Maturitas dalam valuta asing. Laporan Profil Maturitas dalam rupiah diisi dalam jutaan Rupiah, sedangkan Laporan Profil Maturitas dalam valuta asing diisi dalam ekuivalen ribuan USD. Untuk denominasi valuta asing selain USD konversi ke dalam USD menggunakan kurs tanggal laporan. D. Pemetaan skala waktu adalah sebagai berikut: 1. Untuk yang akan jatuh tempo sampai dengan 1 (satu) minggu yang akan datang; 2. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 1 (satu) minggu sampai dengan 2 (dua) minggu yang akan datang; 3. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 2 (dua) minggu sampai dengan 1 (satu) bulan yang akan datang; 4. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan yang akan datang; 5. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan yang akan datang; 6. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 12 (dua belas) bulan yang akan datang; 7. Untuk yang akan jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan yang akan datang. 7 305 E. Pos-pos neraca yang dimasukkan dalam Laporan Profil Maturitas adalah hanya pos-pos dengan karakteristik memiliki arus kas masuk dan/atau arus kas keluar, sehingga tidak seluruh pos di neraca dimasukkan dalam Laporan Profil Maturitas. Contoh pos neraca yang tidak dimasukkan dalam Laporan Profil Maturitas antara lain aset tetap, AYDA, properti terbengkalai, penyertaan, dan modal. F. Dalam setiap pos neraca (aset dan kewajiban), kolom saldo harus sama dengan jumlah dari seluruh kolom skala waktu dan sesuai dengan jumlah yang dilaporkan di Laporan Bulanan Bank Umum. G. Pos-pos rekening administratif yang dimasukkan dalam Laporan Profil Maturitas adalah hanya bagian dari pos tersebut yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi tagihan atau kewajiban). H. Dalam setiap pos rekening administratif, kolom saldo harus sama dengan jumlah dari seluruh kolom skala waktu. POS – POS LAPORAN DALAM RUPIAH I. Rincian pos-pos neraca sesuai format laporan terlampir adalah sebagai berikut: A. Aset 1. Kas 2. Penempatan pada Bank Indonesia a. SBI b. Giro c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Penempatan pada Bank Indonesia yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 3. Penempatan pada bank lain 4. Surat Berharga Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) juga termasuk dalam pos Surat Berharga. 8 306 Rincian pos Surat Berharga meliputi: a. SUN 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang b. Surat Berharga Korporasi 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Surat Berharga yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 5. Kredit Yang Diberikan a. belum jatuh tempo diisi sesuai jumlah kredit yang belum jatuh tempo berdasarkan kontrak. b. sudah jatuh tempo diisi berdasarkan perkiraan diperolehnya pembayaran atas kredit yang berdasarkan kontrak sudah jatuh tempo. 6. Tagihan Lainnya a. Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (Reverse Repo) b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Tagihan Lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 9 307 7. Lain-lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah aset yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 6. B. Kewajiban 1. Dana Pihak ketiga a. Giro b. Tabungan c. Simpanan Berjangka 1) Deposit on call 2) Deposito berjangka 3) Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Simpanan Berjangka yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari angka 1) dan angka 2). 2. Kewajiban kepada Bank Indonesia 3. Kewajiban kepada bank lain 4. Surat Berharga yang Diterbitkan a. Obligasi b. Subordinasi Termasuk dalam pos ini adalah Surat Berharga subordinasi yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman. c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Surat Berharga yang Diterbitkan yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 10 308 5. Pinjaman yang Diterima a. Pinjaman Subordinasi Termasuk dalam pos ini adalah pinjaman subordinasi yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman. b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Pinjaman yang Diterima yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 6. Kewajiban Lainnya a. Kewajiban atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Kewajiban Lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 7. Lain-lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kewajiban yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 6. Pos-pos yang tidak dijelaskan secara khusus dalam pedoman pengisian ini mengacu pada Pedoman Laporan Bulanan Bank Umum. II. Rincian pos-pos rekening administratif sesuai format laporan terlampir adalah sebagai berikut: A. Tagihan Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas pinjaman yang belum ditarik b. Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif Pos derivatif meliputi antara lain forward, future, swap, option. 11 309 c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah tagihan komitmen yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 2. Kontijensi Seluruh tagihan kontijensi yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi tagihan). B. Kewajiban Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas kredit yang belum ditarik Fasilitas kredit yang belum ditarik meliputi fasilitas kepada nasabah dan bank lain. Fasilitas tersebut juga meliputi fasilitas committed dan uncommitted. b. Irrevocable L/C yang masih berjalan Irrevocable L/C yang masih berjalan meliputi LC luar negeri dan L/C dalam negeri. c. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif Pos derivatif meliputi antara lain forward, future, swap, option. d. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kewajiban komitmen yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a sampai dengan huruf c. 2. Kontijensi Seluruh kewajiban kontijensi yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi kewajiban). Pos-pos yang tidak dijelaskan secara khusus dalam pedoman pengisian ini mengacu pada Pedoman Laporan Bulanan Bank Umum. 12 310 POS-POS LAPORAN DALAM VALUTA ASING I. Rincian pos-pos neraca sesuai format laporan terlampir adalah sebagai berikut: A. Aset 1. Kas 2. Penempatan pada Bank Indonesia 3. Penempatan pada bank lain 4. Surat Berharga Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) juga termasuk dalam pos Surat Berharga. Rincian pos Surat Berharga meliputi: a. Surat Berharga Korporasi 1) diperdagangkan 2) tersedia untuk dijual 3) dimiliki hingga jatuh tempo 4) pinjaman yang diberikan dan piutang b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Surat Berharga yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b 5. Kredit Yang Diberikan a. belum jatuh tempo diisi untuk kredit yang belum jatuh tempo. b. sudah jatuh tempo diisi berdasarkan perkiraan diperolehnya pembayaran atas kredit yang berdasarkan kontrak sudah jatuh tempo. 6. Tagihan Lainnya a. Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (Reverse Repo). 13 311 b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Tagihan Lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 7. Lain-lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah aset yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 6. B. Kewajiban 1. Dana Pihak ketiga a. Giro b. Tabungan c. Simpanan Berjangka 1) Deposit on call 2) Deposito berjangka 3) Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Simpanan Berjangka yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari angka 1) dan angka 2). 2. Kewajiban kepada Bank Indonesia 3. Kewajiban kepada bank lain 4. Surat Berharga yang Diterbitkan a. Obligasi b. Subordinasi Termasuk dalam pos ini adalah Surat Berharga subordinasi yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman. c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Surat Berharga yang Diterbitkan yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 14 312 5. Pinjaman yang Diterima a. Pinjaman Subordinasi Termasuk dalam pos ini adalah pinjaman subordinasi yang diperhitungkan dalam KPMM dan dilaporkan di LBU pada pos Modal Pinjaman. b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Pinjaman yang Diterima yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 6. Kewajiban Lainnya a. Kewajiban atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (Repo) b. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah Kewajiban Lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam huruf a. 7. Lain-lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kewajiban yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 6. Pos-pos yang tidak dijelaskan secara khusus dalam pedoman pengisian ini mengacu pada Pedoman Laporan Bulanan Bank Umum. II. Rincian pos-pos rekening administratif sesuai format laporan terlampir adalah sebagai berikut: A. Tagihan Rekening Admnistratif 1. Komitmen a. Fasilitas pinjaman yang belum ditarik b. Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif Pos derivatif meliputi antara lain forward, future, swap, option. 15 313 c. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah tagihan komitmen yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a dan huruf b. 2. Kontijensi Seluruh tagihan kontijensi yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi tagihan). B. Kewajiban Rekening Administratif 1. Komitmen a. Fasilitas kredit yang belum ditarik Fasilitas kredit yang belum ditarik meliputi fasilitas kepada nasabah dan bank lain. Fasilitas tersebut juga meliputi fasilitas committed dan uncommitted. b. Irrevocable L/C yang masih berjalan Irrevocable L/C yang masih berjalan meliputi LC luar negeri dan L/C dalam negeri. c. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan 1) Spot 2) Derivatif Pos derivatif meliputi antara lain forward, future, swap, option. d. Lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kewajiban komitmen yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari huruf a sampai dengan huruf c. 2. Kontijensi Seluruh kewajiban kontijensi yang diperkirakan akan mempengaruhi arus kas (menjadi kewajiban). Pos-pos yang tidak dijelaskan secara khusus dalam pedoman pengisian ini mengacu pada Pedoman Laporan Bulanan Bank Umum. 16 314 Lampiran 8 315 I. LATAR BELAKANG 1. Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. Sistem Pengendalian Intern yang efektif dapat membantu pengurus Bank menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. 2. Terselenggaranya Sistem Pengendalian Intern Bank yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab dari pengurus dan para pejabat Bank. Selain itu, pengurus Bank juga berkewajiban untuk meningkatkan risk culture yang efektif pada organisasi Bank dan memastikan hal tersebut melekat di setiap jenjang organisasi. 3. Sistem Pengendalian Intern perlu mendapat perhatian Bank, mengingat bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kesulitan usaha Bank adalah adanya berbagai kelemahan dalam pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Bank, antara lain: a. kurangnya mekanisme pengawasan, tidak jelasnya akuntabilitas dari pengurus Bank dan kegagalan dalam mengembangkan budaya pengendalian intern pada seluruh jenjang organisasi; b. kurang memadainya pelaksanaan identifikasi dan penilaian atas risiko dari kegiatan operasional Bank; c. tidak ada atau gagalnya suatu pengendalian pokok terhadap kegiatan operasional Bank, seperti pemisahan fungsi, otorisasi, verifikasi dan kaji ulang atas risk exposure dan kinerja Bank; d. kurangnya komunikasi dan informasi antar jenjang dalam organisasi Bank, khususnya informasi di tingkat pengambil keputusan tentang penurunan kualitas risk exposure dan penerapan tindakan perbaikan; e. kurang memadai atau kurang efektifnya program audit intern dan kegiatan pemantauan lainnya; f. kurangnya komitmen manajemen Bank untuk melakukan proses pengendalian intern dan menerapkan sanksi yang tegas 1 316 terhadap pelanggaran ketentuan yang berlaku, kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan Bank. II. RUANG LING KUP S IS TE M P ENG END ALIAN IN TER N BAN K 1. Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern Bank a. Pengertian Pengendalian intern merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen Bank secara berkesinambungan (on going basis), guna: 1) menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank; 2) menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat; 3) meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 4) mengurangi dampak keuangan/kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan/fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian; 5) meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya. b. Tujuan 1) Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (Tujuan Kepatuhan) Tujuan Kepatuhan adalah untuk menjamin bahwa semua kegiatan usaha Bank telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang -undangan yang berlaku, baik ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah, otoritas pengawasan Bank maupun kebijakan, ketentuan, dan prosedur intern yang ditetapkan oleh Bank. 2) Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat waktu (Tujuan Informasi) Tujuan Informasi adalah untuk menyediakan laporan yang benar, lengkap, tepat waktu dan relevan yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawa bkan. 2 317 3) Efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha Bank (Tujuan Operasional) Tujuan Operasional dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menggunakan aset dan sumber daya lainnya dalam rangka melindungi Bank dari risiko kerugian. 4) Meningkatkan efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi secara menyeluruh (Tujuan Budaya Risiko) Tujuan Budaya Risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan menilai penyimpangan secara dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada di Bank secara berkesinambungan. 2. Pihak-pihak yang berkepentingan Pengendalian Intern Bank dengan Sistem Terselenggaranya Sistem Pengendalian Intern yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam organisasi Bank, antara lain: a. Dewan Komisaris Dewan Komisaris Bank mempunyai tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengendalian intern secara umum, termasuk kebijakan Direksi yang menetapkan pengendalian intern tersebut. b. Direksi Direksi Bank mempunyai tanggung jawab menciptakan dan memelihara Sistem Pengendalian Intern yang efektif serta memastikan bahwa sistem tersebut berjalan secara aman dan sehat sesuai tujuan pengendalian intern yang ditetapkan Bank. Sementara itu Direktur Kepatuhan wajib berperan aktif dalam mencegah adanya penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen dalam menetapkan kebijakan berkaitan dengan prinsip kehati -hatian. 3 318 c. Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) SKAI harus mampu mengevaluasi dan berperan aktif dalam meningkatkan efektivitas Sistem Pengendalian Intern secara berkesinambungan berkaitan dengan pelaksanaan operasional Bank yang berpotensi menimbulkan kerugian dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan oleh manajemen Bank. Disamping itu, Bank perlu memberikan perhatian kepada pelaksanaan audit intern yang independen melalui jalur pelaporan yang memadai, dan keahlian auditor intern khususnya praktek dan penerapan penilaian risiko. d. Pejabat dan pegawai Bank Setiap pejabat dan pegawai Bank wajib memahami dan melaksanakan Sistem Pengendalian Intern yang telah ditetapkan oleh manajemen Bank. Pengendalian intern yang efektif akan meningkatkan tanggung jawab pejabat dan pegawai Bank, mendorong budaya risiko (risk culture) yang memadai, dan mempercepat proses identifikasi terhadap praktek perbankan yang tidak sehat dan terhadap organisasi melalui sistem deteksi dini yang efisien. e. Pihak-pihak ekstern Pihak-pihak ekstern Bank antara lain otoritas pengawasan Bank, auditor ekstern, dan nasabah Bank yang berkepentingan terhadap terlaksananya Sistem Pengendalian Intern Bank yang handal dan efektif. 3. Faktor Pertimbangan dalam Penyusunan Sistem Pengendalian Intern Bank Bank harus memiliki Sistem Pengendalian Intern yang dapat diterapkan secara efektif, dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. total aset; b. jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk produk dan jasa baru; c. kompleksitas operasional, termasuk jaringan kantor; d. profil risiko dari setiap kegiatan usaha; 4 319 e. metode yang digunakan untuk pengolahan data dan teknologi informasi serta metodologi yang diterapkan untuk pengukuran, pemantauan, dan pembatasan (limit) risiko; dan f. ketentuan dan peraturan perundang -undangan yang berlaku. 4. Lingkungan Pengendalian (Control Environtment) Lingkungan pengendalian mencerminkan keseluruhan komitmen, perilaku, kepedulian dan langkah-langkah dewan Komisaris dan Direksi Bank dalam melaksanakan kegiatan pengendalian operasional Bank. Unsur-unsur lingkungan pengendalian meliputi: a. struktur organisasi yang memadai; b. gaya kepemimpinan dan filosofi manajemen Bank; c. integritas pegawai; dan nilai-nilai etika serta kompetensi seluruh d. kebijakan dan prosedur sumber daya manusia Bank; e. atensi dan arahan manajemen Bank dan komite lainnya, seperti Komite Manajemen Risiko; dan f. faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank dan penerapan manajemen risiko. III. ELEM EN UTAM A SISTE M PEN GEN DALIAN INTE RN BANK Pengendalian Intern Bank terdiri dari lima elemen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu Pengawasan oleh Manajemen dan Kultur Pengendalian (Management Oversight and Control Culture), Identifikasi dan Penilaian Risiko (Risk Recognition and Assessment), Kegiatan Pengendalian dan Pemisahan Fungsi (Control Activities and Segregation of Duties), Sistem Akuntansi, Informasi dan Komunikasi (Accountancy, Information and Communication), serta Kegiatan Pemantauan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan/Kelemahan (Monitoring Activities and Correcting Deficiencies). Pengendalian Intern sekurang-kurangnya mencakup lima elemen utama, yaitu: 5 320 1. Pengawasan oleh Manajemen dan Kultur Pengendalian a. Dewan Komisaris Dewan Komisaris mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: 1) mengesahkan dan mengkaji ulang secara berkala terhadap kebijakan dan strategi usaha Bank secara keseluruhan; 2) memahami risiko utama yang dihadapi Bank, menetapkan tingkat risiko yang dapat ditolerir (risk tolerance), dan memastikan bahwa Direksi telah melakukan langkahlangkah yang diperlukan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko tersebut; 3) mengesahkan struktur organisasi; 4) memastikan bahwa Direksi telah memantau efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab tersebut, maka dewan Komisaris: 1) harus dapat bersikap obyektif serta memiliki pengetahuan dan kemampuan serta keingintahuan mengenai kegiatan usaha dan risiko Bank; 2) harus berperan secara aktif untuk memastikan adanya perbaikan terhadap permasalahan Bank yang dapat mengurangi efektivitas Sistem Pengendalian Intern, seperti adanya hambatan dalam arus informasi dari bawahan kepada pimpinan dan kelemahan dalam pelaksanaan fungsi keuangan, hukum dan audit intern; 3) secara berkala mengadakan pertemuan dengan Direksi dan pejabat eksekutif Bank untuk membahas efektivitas Sistem Pengendalian Intern; 4) melakukan kaji ulang terhadap hasil evaluasi pelaksanaan pengendalian intern yang dibuat oleh Direksi, SKAI dan auditor ekstern; 5) secara berkala melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti dengan tepat atas 6 321 temuan dan rekomendasi yang disampaikan oleh otoritas pengawasan Bank , auditor intern dan auditor ekstern; 6) secara berkala melakukan kaji ulang terhadap validitas strategi Bank yang telah ditetapkan. b. Direksi Direksi mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: 1) melaksanakan kebijakan dan strategi yang telah disetujui oleh dewa n Komisaris; 2) mengembangkan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang dihadapi Bank; 3) memelihara suatu struktur organisasi yang mencerminkan kewenangan, tanggung jawab dan hubungan pelaporan yang jelas; 4) memastikan bahwa pendelegasian wewenang berjalan secara efektif yang didukung oleh penerapan akuntabilitas yang konsisten; 5) menetapkan kebijakan pengendalian intern; dan dan strategi serta 6) memantau kecukupan pengendalian intern. dan efektivitas dari prosedur sistem Dalam rangka melaksanakan tanggungjawab tersebut, Direksi harus melakukan langkah-langkah, antara lain : 1) menugaskan para manajer/pejabat dan staf yang bertanggungjawab dalam kegiatan atau fungsi tertentu untuk menyusun kebijakan dan prosedur pengendalian intern terhadap kegiatan operasional serta kecukupan organisasi; 2) melakukan pengendalian yang efektif untuk memastikan bahwa para manajer/pejabat dan pegawai telah mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan; 3) mendokumentasikan dan mensosialisasikan struktur organisasi yang secara jelas menggambarkan jalur 7 322 kewenangan dan tanggung jawab pelaporan serta menyelenggarakan suatu sistem komunikasi yang efektif kepada seluruh jenjang organisasi Bank; 4) mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi pengendalian intern telah dilaksanakan oleh manajer/pejabat dan pegawai yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang memadai; 5) melaksanakan secara efektif langkah perbaikan atau rekomendasi dari auditor intern dan atau auditor ekstern, antara lain dengan cara menugaskan pegawai yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya. c. Budaya Pengendalian Dewan Komisaris dan Direksi bertanggungjawab dalam meningkatkan etika kerja dan integritas yang tinggi serta menciptakan suatu kultur organisasi yang menekankan kepada seluruh pegawai Bank mengenai pentingnya pengendalian intern yang berlaku di Bank. Dalam rangka menciptakan budaya pengendalian tersebut, langkah-langkah yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh Bank, antara lain: 1) Dewan Komisaris dan Direksi harus menjadi role model bagi seluruh pegawai atau memiliki komitmen pribadi yang tinggi terhadap pengembangan Bank yang sehat; 2) Dewan Komisaris dan Direksi harus mampu mengelola sumber daya manusia, termasuk dalam proses penempatan pegawai yang sesuai dengan ketrampilan, pengetahuan dan perilakunya; 3) meningkatkan kesadaran seluruh pegawai Bank mengenai pentingnya efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab masing-masing dan selanjutnya pegawai mengkomunikasikan pada pihak manajemen yang terkait mengenai setiap permasalahan yang terjadi dalam kegiatan operasional Bank. Untuk mendukung budaya pengendalian tersebut maka seluruh kebijakan, standar dan prosedur operasional harus didokumentasikan secara tertulis dan tersedia bagi setiap pegawai yang terkait. 8 323 Dalam rangka memperkuat nilai-nilai etika, Bank harus menghindari kebijakan dan praktek yang dapat mengakibatkan dorongan atau peluang untuk melakukan penyimpangan atau pelanggaran, seperti penekanan pada pencapaian target jangka pendek dengan mengabaikan dampak risiko yang bersifat jangka panjang, sistem kompensasi yang terlalu didasarkan kinerja jangka pendek, pemisahan fungsi yang tidak efektif dan pengenaan sanksi yang terlalu ringan atau terlalu berlebihan atas pelanggaran yang dilakukan. 2. Identifikasi dan Penilaian Risiko a. Penilaian risiko merupakan suatu serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh Direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan menilai risiko yang dihadapi Bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. b. Risiko dapat timbul atau berubah sesuai dengan kondisi Bank, antara lain: 1) perubahan kegiatan operasional Bank; 2) perubahan susunan personalia; 3) perubahan sistem informasi; 4) pertumbuhan yang cepat pada kegiatan usaha tertentu; 5) perkembangan teknologi; 6) pengembangan jasa, produk atau kegiatan baru; 7) terjadinya penggabungan usaha (merger), konsolidasi, akuisisi dan restrukturisasi Bank; 8) perubahan dalam sistem akuntansi; 9) ekspansi usaha; 10) perubahan hukum dan peraturan; dan 11) perubahan perilaku serta ekspektasi nasabah. 9 324 c. Suatu Sistem Pengendalian Intern yang efektif mengharuskan Bank secara terus menerus mengidentifikasi dan menilai risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran. Penilaian risiko harus pula dilakukan oleh auditor intern sehingga cakupan audit yang dilakukan lebih luas dan menyeluruh. d. Penilaian ini harus dapat mengidentifikasi jenis risiko yang dihadapi Bank, penetapan limit risiko, dan teknik pengendalian risiko tersebut. Metodologi penilaian risiko harus menjadi tolak ukur untuk membuat profil risiko dalam bentuk dokumentasi data, yang bisa dikinikan secara periodik. Penilaian risiko juga meliputi penilaian terhadap risiko yang dapat diukur (kuantitatif) dan tidak dapat diukur (kualitatif) maupun terhadap risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan, dengan memperhatikan biaya dan manfaatnya. Selanjutnya Bank harus memutuskan untuk mengambil risiko tersebut atau tidak dengan cara mengurangi kegiatan usaha tertentu. e. Penilaian tersebut harus mencakup semua risiko yang dihadapi, baik oleh risiko individual maupun secara keseluruhan (aggregate ), yang meliputi risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan. f. Pengendalian intern perlu dikaji ulang secara tepat dalam hal terdapat risiko yang belum dikendalikan, baik risiko yang sebelumnya sudah ada maupun risiko yang baru muncul. Pelaksanaan kaji ulang tersebut antara lain dengan melakukan evaluasi secara terus menerus mengenai pengaruh dari setiap perubahan lingkungan dan kondisi serta dampak dari pencapaian target atau efektivitas pengendalian intern dalam kegiatan operasi dan organisasi Bank. 3. Kegiatan Pengendalian dan Pemisahan Fungsi Kegiatan pengendalian harus melibatkan seluruh pegawai Bank, termasuk Direksi. Oleh karena itu kegiatan pengendalian akan berjalan efektif apabila direncanakan dan diterapkan guna mengendalikan risiko yang telah diidentifikasi. Kegiatan pengendalian mencakup pula penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian serta proses verifikasi lebih dini untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tersebut secara konsisten dipatuhi, serta merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari setiap fungsi atau kegiatan Bank sehari-hari. 10 325 a. Kegiatan Pengendalian Kegiatan pengendalian meliputi kebijakan, prosedur dan praktek yang memberikan keyakinan pejabat dan pegawai Bank bahwa arahan dewan Komisaris dan Direksi Bank telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian tersebut akan dapat membantu Direksi termasuk Komisaris Bank dalam mengelola dan mengendalikan risiko yang dapat mempengaruhi kinerja atau mengakibatkan kerugian Bank. Kegiatan pengendalian diterapkan pada semua tingkatan fungsional sesuai struktur organisasi Bank, yang sekurangkurangnya meliputi: 1) Kaji Ulang Manajemen (Top Level Reviews ) Direksi Bank secara berkala meminta penjelasan (informasi) dan laporan kinerja operasional dari pejabat dan staf sehingga memungkinkan untuk mengkaji ulang hasil kemajuan (realisasi) dibandingkan dengan target yang akan dicapai, seperti laporan keuangan dibandingkan dengan rencana anggaran yang ditetapkan. Berdasarkan kaji ulang tersebut, Direksi segera mendeteksi permasalahan seperti kelemahan pengendalian, kesalahan laporan keuangan atau penyimpangan lainnya (fraud). 2) Kaji Ulang Kinerja Operasional (Functional Review) Kaji ulang ini dilaksanakan oleh SKAI dengan frekuensi yang lebih tinggi, baik kaji ulang secara harian, mingguan, maupun bulanan. a) melakukan kaji ulang terhadap penilaian risiko (laporan profil risiko) yang dihasilkan oleh satuan kerja manajemen risiko; b) menganalisis data operasional, baik data yang terkait dengan risiko maupun data keuangan, yaitu melakukan verifikasi rincian dan kegiatan transaksi dibandingkan 11 326 dengan output (laporan) yang dihasilkan oleh satuan kerja manajemen risiko; dan c) melakukan kaji ulang terhadap realisasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran, guna : (1) mengidentifikasi signifikan; penyebab penyimpangan yang (2) menetapkan persyaratan untuk tindakan perbaikan (correctiv e actions). 3) Pengendalian Sistem Informasi a) Bank melaksanakan verifikasi terhadap akurasi dan kelengkapan dari transaksi dan melaksanakan prosedur otorisasi, sesuai dengan ketentuan intern. b) Kegiatan pengendalian sistem informasi dapat digolongkan dalam dua kriteria, yaitu pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. (1) Pengendalian umum meliputi pengendalian terhadap operasional pusat data, sistem pengadaan dan pemeliharaan software, pengamanan akses, serta pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi yang ada. Pengendalian umum ini diterapkan terhadap mainframe, server, dan users workstation, serta jaringan internal - eksternal. (2) Pengendalian aplikasi diterapkan terhadap program yang digunakan Bank dalam mengolah transaksi dan untuk memastikan bahwa semua transaksi adalah benar, akurat dan telah diotorisasi secara benar. Selain itu, pengendalian aplikasi harus dapat memastikan tersedianya proses audit yang efektif dan untuk mengecek kebenaran proses audit dimaksud. 4) Pengendalian Aset Fisik (Physical Controls) a) Pengendalian aset fisik dilaksanakan untuk menjamin terselenggaranya pengamanan fisik terhadap aset Bank. 12 327 b) Kegiatan ini meliputi pengamanan aset, catatan dan akses terbatas terhadap program komputer dan file data, serta membandingkan nilai aktiva dan pasiva Bank dengan nilai yang tercantum pada catatan pengendali, khususnya pengecekan nilai aktiva secara berkala. 5) Dokumentasi a) Bank sekurang-kurangnya memformalkan dan mendokumentasikan kebijakan, prosedur, sistem dan standar akuntansi serta proses audit secara memadai. b) Dokumen tersebut harus diperbarui secara berkala guna menggambarkan kegiatan operasional Bank secara aktual, dan harus diinformasikan kepada pejabat dan pegawai. c) Atas suatu permintaan, dokumen harus senantiasa tersedia untuk kepenting an auditor intern, akuntan publik dan otoritas pengawasan Bank Indonesia. d) Akurasi dan ketersediaan dokumen harus dinilai oleh auditor intern ketika melakukan audit rutin maupun non rutin. b. Pemisahan Fungsi 1) Pemisahan fungsi dimaksudkan agar setiap orang dalam jabatannya tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya pada seluruh jenjang organisasi dan seluruh langkah kegiatan operasional. Bank harus mematuhi prinsip pemisahan fungsi ini, yang dikenal sebagai “Four-Eyes Principle”. 2) Apabila diperlukan, karena perubahan karakteristik kegiatan usaha dan transaksi serta organisasi Bank, Direksi Bank wajib menetapkan prosedur (kewenangan), termasuk penetapan daftar petugas yang dapat mengakses suatu transaksi atau kegiatan usaha yang berisiko tinggi. 3) Sistem Pengendalian Intern yang efektif mensyaratkan adanya pemisahan fungsi dan menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan (conflict of interest). 13 328 Seluruh aspek yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan tersebut harus diidentifikasi, diminimalisir, dan dipantau secara hati-hati oleh pihak lain yang independen, seperti Akuntan Publik. 4) Dalam pelaksanaan pemisahan fungsi tersebut, Bank harus melakukan langkah-langkah, antara lain: a) menetapkan fungsi atau tugas tertentu pada Bank yang harus dipisahkan atau dialokasikan kepada beberapa orang dalam rangka mengurangi risiko terjadinya manipulasi data keuangan atau penyalahgunaan aset Bank; b) pemisahan fungsi tersebut tidak terbatas pada kegiatan front dan back office, tetapi juga dalam rangka pengendalian terhadap: (1) persetujuan atas pengeluaran dana dan realisasi pengeluaran; (2) rekening nasabah dan rekening pemilik Bank; (3) transaksi dalam pembukuan Bank; (4) pemberian informasi kepada nasabah Bank; (5) penilaian terhadap kecukupan dokumentasi perkreditan dan pemantauan debitur setelah pencairan kredit; (6) kegiatan usaha lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang signifikan; (7) independensi fungsi manajemen risiko pada Bank. 4. Sistem Akuntansi, Informasi dan Komunikasi Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi yang memadai dimaksudkan agar dapat mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dan digunakan sebagai sarana tukar menukar informasi dalam rangka pelaksanaan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. a. Sistem Akuntansi 14 329 1) Sistem Akuntansi meliputi metode dan catatan dalam rangka mengidentifikasi, mengelompokkan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat/membukukan dan melaporkan transaksi Bank. 2) Untuk menjamin data akunting yang akurat dan konsisten dengan data yang tersedia berdasarkan hasil olahan sistem maka proses rekonsiliasi antara data akunting dan sistem informasi manajemen wajib dilaksana kan secara berkala atau sekurang-kurangnya setiap bulan. Setiap penyimpangan yang terjadi wajib segera diinvestigasi dan diatasi permasalahannya. Proses rekonsiliasi juga wajib didokumentasikan sebagai bagian dari persyaratan proses jejak audit secara keseluruhan. b. Sistem Informasi 1) Sistem Informasi harus dapat menghasilkan laporan mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen risiko dan pemenuhan ketentuan yang mendukung pelaksanaan tugas dewan Komisaris dan Direksi. 2) Sistem pengendalian intern yang efektif sekurangkurangnya menyediakan data/informasi internal yang cukup dan menyeluruh mengenai keuangan, kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, informasi pasar (kondisi eksternal) dan setiap kejadian serta kondisi yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. 3) Sistem Pengendalian Intern sekurang-kurangnya menyediakan sistem informasi yang dapat dipercaya mengenai seluruh aktivitas fungsional Bank, terutama aktivitas fungsional yang signifikan dan memiliki potensi risiko tinggi. Sistem informasi tersebut, termasuk sistem penyimpanan dan penggunaan data elektronik, harus dijamin keamanannya, dipantau oleh pihak yang independen (auditor intern) dan didukung oleh program kontinjensi yang memadai. 4) Bank sekurang-kurangnya mengorganisasikan suatu rencana pemulihan darurat (contingency recovery plan) dan sistem back-up untuk mencegah kegagalan usaha yang berisiko tinggi. Prosedur, proses, dan sistem back-up harus 15 330 didokumentasikan dan dinilai kembali efektivitasnya secara berkala. Untuk memastikan bahwa seluruh rencana dan proses pemulihan darurat (contingency recovery plan) dan sistem back-up telah bekerja secara efektif maka pelaksanaan proses dan sistem tersebut harus didokumentasikan dan diuji secara berkala. Bank harus mendokumentasikan pelaksanaan pengujian berkala tersebut dan Direksi Bank memberikan perhatian yang penuh terhadap temuan kelemahan pada sistem yang didasarkan atas pengujian tersebut serta selanjutnya mengambil langkah perbaikan yang diperlukan. 5) Bank sekurang-kurangnya memiliki dan memelihara sistem informasi manajemen yang diselenggarakan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik. Mengingat bahwa sistem informasi elektronik dan penggunaan teknologi informasi tersebut mempunyai dampak risiko maka Bank harus mengendalikannya secara efektif guna menghindari adanya gangguan usaha dan kemungkinan timbulnya kerugian Bank yang signifikan. 6) Khususnya yang berkaitan pengendalian intern terhadap penyelenggaraan sistem dan teknologi informasi, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) ketersediaan bukti dan dokumen yang memadai dalam rangka mendukung proses jejak audit (audit trail). Proses jejak audit tersebut harus dilaksanakan secara efektif dan didokumentasikan untuk memastikan bahwa proses otomasi telah bekerja secara efektif dan akurat. SKAI wajib melakukan penilaian terhadap efektivitas dan akurasi proses jejak audit tersebut ketika melakukan evaluasi pelaksanaan pengendalian intern Bank; b) pelaksanaan pengendalian terhadap sistem komputer dan pengamanannya (general controls) maupun pengendalian terhadap aplikasi software dan prosedur manual lainnya (application controls); c) antisipasi terjadinya risiko gangguan atau kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berada di luar 16 331 jangkauan pengendalian rutin Bank sehingga Bank harus menyelenggarakan sistem pemulihan (recovery) dan rencana kontinjensi serta pengecekan secara berkala atas kemungkinan terjadinya hal-hal yang sulit diprediksi sebelumnya (disaster and recovery plan). d) Sistem informasi harus menyediakan data dan informasi yang relevan, akurat, tepat waktu, dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan dan disajikan dalam format yang konsisten. e) sebagai bagian dari proses pencatatan atau pembukuan, sistem informasi harus didukung oleh sistem akuntansi yang baik termasuk penetapan prosedur dan jadwal retensi pencatatan transaksi. c. Sistem Komunikasi 1) Sistem komunikasi harus mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekste rn, seperti otoritas pengawasan Bank, auditor ekstern, pemegang saham dan nasabah Bank. 2) Sistem Pengendalian Intern Bank harus memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh pejabat/pegawai Bank sepenuhnya memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. 3) Direksi Bank harus menyelenggarakan saluran/jalur komunikasi yang efektif agar informasi yang diperlukan terjangkau oleh pihak yang berkepentingan. Persyaratan ini berlaku untuk setiap informasi, baik mengenai kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan, eksposur risiko dan transaksi aktual maupun mengenai kinerja operasional Bank. 4) Struktur organisasi Bank harus memungkinkan adanya arus informasi yang memadai, yaitu informasi ke atas, ke bawah dan lintas satuan kerja/unit: a) informasi ke atas untuk memastikan bahwa dewan Komisaris, Direksi dan pejabat eksekutif Bank mengetahui risiko dan kinerja operasional Bank. 17 332 Saluran informasi ini harus dapat merespon untuk pelaksanaan langkah-langkah perbaikan dan dapat diketahui oleh jajaran manajemen. b) informasi ke bawah untuk memastikan bahwa tujuan, strategi dan ekspektasi Bank serta kebijakan dan prosedur yang berlaku telah dikomunikasikan kepada para manajer di tingkat bawah dan para pelaksana. c) informasi lintas satuan kerja/unit untuk memastikan bahwa informasi yang diketahui oleh suatu satuan kerja tertentu dapat disampaikan kepada satuan kerja lain yang terkait, khususnya untuk mencegah benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan dan untuk menciptakan koordinasi yang memadai. 5. Kegiatan Pemantauan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan a. Kegiatan Pemantauan 1) Bank harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern. Pemantauan terhadap risiko utama Bank harus diprioritaskan dan berfungsi sebagai bagian dari kegiatan Bank sehari-hari termasuk evaluasi secara berkala, baik oleh satuan-satuan kerja operasional maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). 2) Bank harus memantau dan mengevaluasi kecukupan Sistem Pengendalian Intern secara terus menerus berkaitan dengan adanya perubahan kondisi intern dan ekstern serta harus meningkatkan kapasitas sistem pengendalian intern tersebut agar efektivitasnya dapat ditingkatkan. 3) Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Bank dalam rangka terselenggaranya kegiatan pemantauan yang efektif, sekurang-kurangnya adalah: a) memastikan bahwa fungsi pemantauan telah ditetapkan secara jelas dan terstruktur dengan baik dalam organisasi Bank; 18 333 b) menetapkan satuan kerja/pegawai yang ditugaskan untuk memantau efektivitas pengendalian intern; c) menetapkan frekuensi yang tepat untuk kegiatan pemantauan yang didasarkan pada risiko yang melekat pada Bank dan sifat/frekuensi perubahan yang terjadi dalam kegiatan operasional; d) mengintegrasikan Sistem Pengendalian Intern ke dalam kegiatan operasional dan menyediakan laporan rutin seperti jurnal pembukuan, management review dan laporan mengenai persetujuan atas eksepsi/ penyimpangan dari kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (justifikasi atas irregularities) yang selanjutnya dilakukan kaji ulang; e) melakukan kaji ulang terhadap dokumentasi dan hasil evaluasi dari satuan kerja/pegawai yang ditugaskan untuk melakukan pemantauan; f) menetapkan informasi/feed back dalam suatu format dan frekuensi yang tepat. b. Fungsi SKAI 1) Bank harus menyelenggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern. Pelaksanaan audit intern tersebut yang dilaksanakan oleh SKAI harus didukung oleh tenaga auditor yang independen, kompeten, dan memiliki jumlah yang memadai. 2) Sebagai bagian dari Sistem Pengendalian Intern, SKAI harus melaporkan hasil temuannya secara langsung kepada dewan Komisaris atau Komite Audit (apabila ada), Direktur Utama, dan Direktur Kepatuhan. 3) SKAI harus melakukan penilaian yang independen mengenai kecukupan dari dan kepatuhan Bank terhadap kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. 4) Dalam menetapkan kedudukan, wewenang, tanggung jawab, profesionalisme, organisasi dan ruang lingkup tu gas SKAI maka Bank wajib berpedoman pula kepada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern (SPFAIB). 19 334 c. Perbaikan Kelemahan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan 1) Kelemahan dalam pengendalian intern, baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja operasional (risk taking unit), SKAI maupun pihak lainnya, harus segera dilaporkan kepada dan menjadi perhatian pejabat atau Direksi yang berwenang. Kelemahan pengendalian intern yang material harus juga dilaporkan kepada dewan Komisaris. 2) Langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan Bank dalam rangka memperbaiki kelemahan pengendalian intern, antara lain: a) setiap laporan mengenai kelemahan dalam pengendalian intern atau tidak efektifnya pengendalian risiko Bank harus segera ditindaklanjuti oleh dewan Komisaris, Direksi dan pejabat eksekutif terkait; b) SKAI harus melakukan kaji ulang atau langkah pemantauan lainnya yang memadai terhadap kelemahan yang terjadi dan segera melaporkan kepada dewan Komisaris, Komite Audit (apabila ada), dan Direktur Utama dalam hal masih terdapat kelemahan yang belum diperbaiki atau tindakan korektif belum ditindaklanjuti; c) untuk memastikan bahwa seluruh kelemahan segera ditindaklanjuti maka Direksi harus menciptakan suatu sistem yang dapat menelusuri kelemahan pada pengendalian intern dan mengambil langkah perbaikan; d) dewan Komisaris dan Direksi harus menerima laporan secara berkala berupa ikhtisar mengenai hasil identifikasi seluruh permasalahan dalam pengendalian intern. IV. LAIN -LAIN Dalam penerapan pengendalian intern, Bank wajib pula memperhatikan aspek-aspek pengendalian intern yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia lainnya, antara lain sebagaimana diatur dalam: 20 335 1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB masingmasing tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum; 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/9/UPPB masingmasing tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank; 3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/13/UD masingmasing tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif; 4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/12/UPPB masingmasing tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000; 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Standard Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB); 6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 tanggal 1 3 Desember 2001; 7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2001 perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; 8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank; 9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/10/PBI/2003 tanggal 11 Juni 2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; 10. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/ 21 /DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 21 336 Lampiran 9 337 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi kebijakan dan strategi dunia usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong inovasi dan persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui Bank. Inovasi jasa layanan perbankan yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah Bank. Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan salah satu bentuk pengembangan penyediaan jasa layanan Bank yang memberikan peluang usaha baru bagi Bank yang berakibat kepada perubahan strategi usaha perbankan, dari berbasis manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien bagi Bank dan praktis bagi nasabah. Namun demikian, disamping Bank memperoleh manfaat signifikan dari inovasi teknologi melalui transaksi perbankan berbasis internet tersebut, Bank juga menghadapi risiko yang melekat pada kegiatan dimaksud, antara lain risiko strategik, risiko reputasi, risiko operasional termasuk risiko keamanan dan risiko hukum, risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Internet banking pada dasarnya tidak menimbulkan risiko baru yang berbeda dari produk layanan jasa perbankan melalui media lain, tetapi disadari bahwa internet banking meningkatkan risiko tersebut. Secara khusus internet banking meningkatkan risiko strategik, risiko operasional termasuk risiko keamanan dan risiko hukum serta risiko reputasi. Oleh karena itu, disamping memanfaatkan peluang baru tersebut, Bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-risiko tersebut dengan prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam manajemen risiko Bank secara umum berlaku pula untuk aktivitas internet banking, namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan dengan memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas tersebut. Berdasarkan hal tersebut, prinsip manajemen risiko internet banking dibagi dalam tiga bagian yang tidak terpisahkan dan saling melengkapi yaitu pengawasan aktif komisaris dan direksi Bank, pengendalian pengamanan, serta manajemen risiko hukum dan risiko reputasi sebagai berikut: 1. Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi Bank Mengingat Komisaris dan Direksi Bank bertanggung jawab dalam mengembangkan strategi bisnis Bank serta menetapkan pengawasan manajemen yang efektif atas risiko maka penyelenggaraan aktivitas internet banking harus didasarkan atas kebijakan tertulis yang informatif dan jelas yang ditetapkan oleh Komisaris dan Direksi Bank. Pengawasan manajemen yang efektif meliputi antara lain persetujuan dan kaji ulang terhadap aspek utama dari proses pengendalian pengamanan Bank. 1 338 2. Pengendalian Pengamanan Proses pengendalian pengamanan memerlukan perhatian khusus dari manajemen karena adanya risiko pengamanan yang meningkat yang ditimbulkan oleh aktivitas internet banking. Sehubungan dengan itu, Bank perlu melakukan pengujian identitas nasabah, pengujian keaslian transaksi, penerapan prinsip pemisahan tugas, pengendalian terhadap penggunaan hak akses terhadap sistem, dan perlindungan terhadap integritas data maupun kerahasiaan informasi penting pada internet banking. 3. Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi Untuk melindungi Bank dari risiko hukum dan risiko reputasi, pelayanan jasa internet banking harus dilaksanakan secara konsisten dan tepat waktu sesuai dengan harapan nasabah. Agar dapat memenuhi harapan nasabah, Bank harus memiliki kapasitas, kontinuitas usaha dan perencanaan darurat yang efektif. Mekanisme penanganan kejadian (incident response mechanism) yang efektif juga sangat penting untuk meminimalkan risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi yang timbul dari kejadian yang tidak diharapkan. Selain itu Bank perlu memahami dan mengelola risiko yang timbul dari hubungan Bank dengan pihak ketiga dalam menyelenggarakan internet banking. II. POKOK-POKOK BANKING PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO – INTERNET 1. Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi Bank a. Komisaris dan Direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut. 1) Komisaris harus menyetujui kebijakan yang terkait dengan aktivitas internet banking dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan internet banking yang disampaikan oleh Direksi. 2) Direksi harus melakukan kaji ulang terhadap rencana pelaksanaan internet banking yang berpotensi memiliki dampak yang signifikan terhadap strategi dan profil risiko Bank termasuk analisa cost and benefit dari rencana internet banking tersebut. 3) Direksi harus memastikan bahwa Bank pada saat memasuki aktivitas internet banking telah memiliki manajemen risiko yang memadai. Selain itu Direksi harus memastikan bahwa pejabat atau pegawai yang terkait dengan aktivitas internet banking memiliki kompetensi dalam aplikasi dan teknologi pendukung 2 339 internet banking Bank. 4) Direksi harus melakukan pemantauan secara berkala terhadap risiko reputasi yang melekat pada internet banking, dan melaporkan hasil pemantauan tersebut kepada Komisaris. 5) Direksi harus memastikan bahwa proses manajemen risiko aktivitas internet banking Bank terintegrasi ke dalam manajemen risiko Bank secara keseluruhan. 6) Dalam melakukan pengawasan manajemen risiko Direksi harus: a) menetapkan limit risiko dalam kaitannya dengan internet banking dengan memperhatikan risk appetite Bank; b) menetapkan delegasi wewenang dan mekanisme pelaporan, termasuk prosedur yang diperlukan untuk kejadian yang berdampak pada kondisi keuangan dan reputasi Bank; c) memperhatikan faktor-faktor risiko yang secara khusus berhubungan dengan keamanan, integritas dan ketersediaan jasa internet banking; d) memastikan bahwa uji tuntas (due dilligence) dan analisis risiko yang memadai telah dilaksanakan sebelum Bank melakukan aktivitas internet banking secara cross-border. b. Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan Bank. 1) Direksi harus mengawasi pengembangan dan pemeliharaan secara kontinyu terhadap infrastruktur pengendalian pengamanan yang melindungi sistem dan data internet banking dari gangguan internal dan eksternal. 2) Direksi harus memastikan bahwa Bank memiliki kebijakan dan prosedur pengamanan yang menyeluruh untuk menangani potensi gangguan pengamanan internal dan eksternal, baik dalam bentuk tindakan pencegahan maupun penanganan kejadian (gangguan) tersebut. Prosedur pengamanan tersebut antara lain meliputi: a) penugasan tanggung jawab kepada pejabat atau pegawai Bank untuk mengawasi penyusunan kebijakan pengamanan Bank; b) pengendalian fisik yang memadai untuk mencegah unauthorized physical access terhadap ruang computer; 3 340 c) prosedur pengendalian logik dan pemantauan yang memadai untuk mencegah unauthorized access internal dan eksternal terhadap aplikasi dan database internet banking; d) kaji ulang dan pengujian secara berkala terhadap langkahlangkah pengendalian pengamanan. 3) Untuk mendukung prosedur pengendalian pengamanan pada penyelenggaraan internet banking, maka Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Bank harus menyusun dan memelihara profil pengamanan serta menetapkan hak otorisasi yang specifik (specific authorization privileges) bagi para pengguna sistem dan aplikasi internet banking seperti nasabah, satuan kerja/petugas Bank dan penyedia jasa (outsourcing); b) Bank harus mengklasifikasikan data dan sistem internet banking berdasarkan sensitivitas, kepentingan dan tingkat perlindungannya, antara lain dengan menetapkan mekanisme yang tepat seperti enkripsi, pengendalian terhadap akses, dan rencana pemulihan data guna melindungi seluruh sistem, server, database dan aplikasi internet banking yang sensitif dan berisiko tinggi; c) penyimpanan data yang sensitif atau berisiko tinggi pada sistem komputer Bank (desktop dan laptop) harus diminimalkan dan dilindungi oleh enkripsi, pengendalian terhadap akses, dan rencana pemulihan data; d) kunci-kunci (keys) yang digunakan untuk keperluan enkripsi harus disimpan secara aman sehingga tidak ada satu orang pun yang secara utuh mengetahui kombinasi kunci-kunci tersebut; e) Bank harus memiliki pengendalian fisik yang memadai guna mencegah (unauthorized access) terhadap sistem, server, database dan aplikasi internet banking; f) Bank harus menerapkan berbagai metode dan teknik yang tepat untuk mengurangi ancaman eksternal terhadap sistem internet banking, seperti: i. perangkat lunak virus scanning untuk seluruh entry point dan masing-masing sistem komputer (desktop); ii. perangkat lunak dan perangkat penilaian sistem pengamanan lain secara berkala untuk mendeteksi penyusupan; 4 341 iii. pengujian penetrasi (penetration testing) terhadap jaringan internal dan eksternal harus dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 2. Pengendalian Pengamanan (Security Control) a. Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking. 1) Bank harus menggunakan metode yang dapat diandalkan (reliable) untuk proses verifikasi identitas dan otorisasi nasabah baru serta proses pengujian keaslian identitas dan otorisasi nasabah lama. 2) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk memastikan bahwa Bank mampu menguji keaslian identitas dan otorisasi dari nasabah. Bank dapat menggunakan berbagai metode untuk pengujian keaslian seperti personal identification number (PIN), password, dan sertifikat digital. 3) Bank harus menetapkan metode pengujian keaslian yang didasarkan atas penilaian manajemen terhadap risiko yang dihadapi oleh aktivitas internet banking. Penilaian risiko ini juga harus mengevaluasi kemampuan transaksi pada sistem internet banking seperti transfer dana, pembayaran tagihan, dan penarikan kredit, serta menilai sensitivitas dan nilai data yang disimpan, dan kemudahan nasabah untuk menggunakan metode pengujian keaslian. 4) Bank harus memantau dan menerapkan praktek internet banking yang sehat untuk memastikan bahwa: a) database pengujian keaslian yang menyediakan akses kepada rekening nasabah pada internet banking dilindungi dari gangguan dan perusakan; b) setiap penambahan, penghapusan atau perubahan database pengujian keaslian telah dengan tepat diotorisasi oleh pihak yang berwenang; c) terdapat sarana pengendalian yang tepat terhadap sistem internet banking sehingga pihak ketiga yang tak dikenal tidak bisa menggantikan nasabah yang telah dikenal. 5 342 b. Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking. Bank harus menyusun dan menetapkan prosedur yang tepat sesuai dengan signifikansi dan jenis transaksi internet banking untuk memastikan bahwa: 1) sistem internet banking telah dirancang untuk mengurangi kemungkinan dilakukannya transaksi secara tidak sengaja (unintended) oleh para pengguna yang berhak; 2) seluruh pihak yang melakukan transaksi telah diuji keasliannya; 3) data transaksi keuangan dilindungi dari kemungkinan pengubahan dan setiap pengubahan dapat dideteksi. c. Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya. Penetapan pemisahan tugas dalam sistem internet banking hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) sistem dan proses transaksi harus dirancang untuk memastikan bahwa tidak ada karyawan/pihak ketiga yang dapat memasuki, melakukan otorisasi dan menyelesaikan suatu transaksi; 2) adanya pemisahan tugas antara pihak yang menginisiasi data statik dan pihak yang bertanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran data statik; 3) perlu pengujian untuk memastikan bahwa penerapan pemisahan tugas tidak dapat dilampaui (di-by pass); 4) adanya pemisahan tugas antara pihak yang mengembangkan dengan pihak yang menatausahakan sistem internet banking. d. Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem internet banking, database, dan aplikasi lainnya. Dalam rangka memelihara pemisahan tugas, Bank harus mengendalikan secara ketat otorisasi dan penggunaan hak akses. Kegagalan untuk menyediakan dan menerapkan pengendalian otorisasi tersebut dapat memberikan kesempatan kepada pihak lain yang tidak memiliki hak akses untuk dapat melakukan hal-hal di luar kewenangannya. 6 343 Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1) perlu adanya otorisasi dan hak akses yang spesifik kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan aktivitas internet banking; 2) sistem internet banking dirancang dengan memperhatikan bahwa setiap sub sistem saling berinteraksi dalam suatu database otorisasi yang telah ditetapkan Bank; 3) pihak-pihak yang berkaitan dengan aktivitas internet banking tidak memiliki wewenang untuk mengubah otoritas atau hak akses terhadap database otorisasi internet banking; 4) penambahan atau perubahan dari pihak-pihak yang memiliki akses terhadap suatu database otorisasi internet banking harus diotorisasi oleh pihak yang memiliki kewenangan; 5) tersedianya langkah yang tepat untuk memastikan bahwa database otorisasi internet banking tahan terhadap gangguan, antara lain melalui pemantauan yang berkelanjutan, dan adanya jejak audit untuk mendokumentasikan gangguan tersebut; 6) setiap database otorisasi internet banking yang telah terganggu hendaknya tidak digunakan sampai dengan digantikan oleh suatu database yang valid; 7) terdapat pengendalian untuk mencegah setiap perubahan tingkat otorisasi selama terjadinya transaksi internet banking dan setiap upaya untuk mengubah otorisasi tersebut harus dicatat (logged) dan menjadi perhatian manajemen Bank. e. Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk melindungi integritas data, catatan/arsip, dan informasi pada transaksi internet banking. Beberapa langkah yang dapat digunakan oleh Bank untuk memelihara integritas data di dalam sistem internet banking antara lain meliputi: 1) transaksi internet banking harus sangat resisten terhadap gangguan pada setiap proses transaksi; 2) arsip internet banking harus disimpan, diakses dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga resisten terhadap gangguan; 3) transaksi dan proses pencatatan internet banking harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan pengubahan yang tidak sah; 7 344 4) terdapat prosedur pemantauan dan pengujian yang memadai sehingga setiap perubahan pada sistem internet banking tidak mengurangi kehandalan data; 5) setiap gangguan pada transaksi atau pencatatan internet banking harus dapat dideteksi melalui pemrosesan transaksi, pemantauan dan pemeliharaan pencatatan. f. Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi internet banking. 1) Untuk memastikan tersedianya jejak audit yang jelas maka jenis transaksi internet banking yang harus diperhatilkan meliputi antara lain: a) pembukaan, modifikasi atau penutupan suatu rekening nasabah; b) setiap transaksi yang mengandung dampak keuangan; c) setiap otorisasi yang memperbolehkan nasabah untuk melampaui batasan tertentu yang telah ditetapkan; d) setiap pemberian, modifikasi dan pencabutan hak dan kewenangan untuk mengakses sistem. 2) Hal-hal yang harus diperhatikan untuk memastikan tersedianya audit trail yang jelas antara lain: a) catatan/log harus dipelihara untuk semua transaksi internet banking guna tersedianya jejak audit yang jelas dan membantu penyelesaian perselisihan; b) jejak audit maupun log-log lainnya, misalnya log tools pendeteksian penyusupan harus direview/evaluasi secara berkala; c) sistem internet banking harus dirancang guna memperoleh bukti forensik dan mencegah timbulnya gangguan dan pengumpulan bukti yang tidak tepat; d) apabila sistem pemrosesan dan jejak audit merupakan tanggung jawab dari pihak ketiga maka Bank harus mempunyai akses kepada jejak audit yang dipelihara oleh pihak ketiga tersebut dan jejak audit tersebut harus sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank. 8 345 g. Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi penting pada internet banking. Langkah tersebut harus sesuai dengan sensitivitas informasi yang dikeluarkan dan/atau disimpan dalam database. Untuk melindungi kerahasiaan dari informasi-informasi penting yang ada pada internet banking, Bank harus memastikan bahwa: 1) seluruh arsip dan data Bank yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak-pihak yang telah diotorisasi dan dibuktikan keasliannya; 2) semua data Bank yang bersifat rahasia harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi secara transmisi melalui jaringan publik, pribadi atau internal; 3) Bank harus memiliki standar dan pengendalian atas penggunaan dan perlindungan data apabila pihak ketiga/outsourcing memiliki akses terhadap data tersebut; 4) seluruh akses terhadap data yang sifatnya terbatas harus disimpan (logged) dan langkah yang tepat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa data resisten terhadap gangguan. 3. Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi a. Bank harus memastikan bahwa website Bank menyediakan informasi yang memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai identitas dan status hukum Bank sebelum melakukan transaksi melalui internet banking. Informasi yang disediakan dalam website Bank antara lain: 1) nama dan tempat kedudukan Bank; 2) identitas otoritas pengawasan Bank; 3) tata cara bagi nasabah untuk mengakses unit pelayanan nasabah apabila terdapat masalah, pengaduan, penyalahgunaan rekening dan sebagainya; 4) tata cara bagi nasabah untuk mengakses program keluhan nasabah; 5) tata cara bagi nasabah untuk memperoleh informasi mengenai penjaminan simpanan dan perlindungan nasabah lainnya; 9 346 6) informasi relevan lainnya. b. Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa ketentuan kerahasiaan nasabah diterapkan sesuai dengan yang berlaku di negara tempat kedudukan Bank menyediakan produk dan jasa internet banking. 1) Penyalahgunaan pengungkapan kerahasiaan data nasabah dapat menyebabkan Bank terekspos risiko hukum dan risiko reputasi. Oleh karena itu Bank harus melakukan tindakan yang memastikan bahwa: a) kebijakan dan standar kerahasiaan nasabah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang kerahasiaan nasabah/rahasia Bank; b) nasabah diberikan pemahaman tentang kebijakan kerahasiaan nasabah Bank dan isu kerahasiaan terkait lainnya yang berkaitan dengan penggunaan produk dan jasa internet banking; c) data nasabah tidak digunakan untuk tujuan di luar yang secara umum diperkenankan atau di luar otorisasi yang diberikan oleh nasabah; d) standar penggunaan data nasabah wajib dipenuhi dalam hal pihak ketiga (outsourcing) mempunyai akses terhadap data nasabah; 2) Dalam rangka mendukung penerapan kerahasiaan informasi nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) penggunaan teknik enkripsi, prosedur khusus dan pengendalian pengamanan lainnya untuk memastikan kerahasiaan data nasabah internet banking; b) pengembangan prosedur dan pengendalian yang memadai untuk menilai infrastruktur dan prosedur pengamanan nasabah internet banking secara berkala; c) kepastian bahwa bahwa pihak ketiga (outsourcing) yang digunakan oleh Bank mempunyai kebijakan kerahasiaan yang konsisten dengan yang dimiliki Bank; d) pengambilan langkah-langkah untuk menginformasikan nasabah internet banking tentang kebijakan kerahasiaan informasi nasabah tersebut, yang meliputi: 10 347 (1) pemberian informasi yang singkat dan jelas kepada nasabah mengenai kebijakan kerahasiaan yang dimiliki Bank, antara lain melalui website Bank; (2) pemberian petunjuk kepada nasabah mengenai pentingnya untuk menjaga password, nomor identifikasi pribadi (PINs) dan data perbankan dan/atau data pribadi lainnya; (3) penyediaan informasi kepada nasabah mengenai teknik pengamanan komputer pribadi nasabah, termasuk keuntungan dalam menggunakan perangkat lunak pengamanan virus, pengendalian terhadap akses fisik dan firewall personal untuk koneksi terhadap internet. c. Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan kesinambungan usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa internet banking. 1) Bank harus mampu menyediakan jasa internet banking melalui sistem dan aplikasi secara in-house maupun outsourcing kepada nasabah secara konsisten dan tepat waktu. 2) Untuk menjamin kesinambungan usaha jasa internet banking, Bank harus memastikan bahwa: a) kapasitas sistem internet banking yang tersedia maupun peningkatan volume transaksi di masa depan telah dianalisis berdasarkan perkembangan eksternal dan proyeksi tingkat penerimaan produk dan jasa internet banking oleh nasabah; b) pengujian dan kaji ulang berkala terhadap kapasitas pemrosesan transaksi internet banking; c) pengujian secara berkala terhadap kesinambungan usaha dan perencanaan darurat untuk pemrosesan dan sistem penyampaian jasa internet banking. 3) Beberapa langkah yang perlu diperhatikan Bank dalam rangka penerapan rencana darurat, kesinambungan usaha dan peningkatan kualitas kapasitas internet banking, antara lain: a) Bank harus mengidentifikasi dan mereview seluruh aplikasi dan jasa internet banking, termasuk yang disediakan oleh penyedia jasa/pihak ketiga; 11 348 b) Bank harus melakukan penilaian risiko pada setiap jasa dan aplikasi internet, termasuk implikasi yang mungkin timbul seperti risiko kredit, pasar, likuiditas, hukum, operasional dan reputasi yang dapat mengganggu kegiatan usaha Bank; c) Bank harus menetapkan kriteria kinerja untuk setiap jasa dan aplikasi internet banking dan memantau pelaksanaannya dibandingkan dengan kriteria kinerja tersebut; d) Bank harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa sistem internet banking mampu mengatasi volume transaksi yang besar maupun kecil, dan kinerja maupun kapasitas sistem tersebut konsisten dengan rencana Bank untuk pengembangan internet banking di masa datang; e) Bank harus mengembangkan beberapa prosedur alternatif apabila sistem internet banking akan mencapai limit kapasitas tertentu; f) Bank harus memiliki prosedur pemulihan sistem internet banking untuk menjaga kelangsungan usaha guna mengurangi ketergantungan kepada penyedia jasa/pihak ketiga maupun pihak eksternal lainnya; g) rencana darurat internet banking meliputi suatu prosedur untuk memulihkan atau mengganti kemampuan pemrosesan internet banking, merekonstruksi informasi transaksi pendukung, dan untuk memulihkan keberadaan sistem dan aplikasi internet banking dalam hal terjadi gangguan kegiatan usaha. d. Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk mengelola, mengatasi, dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan (internal dan eksternal), yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa internet banking. 1) Bank harus mengembangkan strategi komunikasi, yang dapat memastikan kesinambungan usaha, mengendalikan risiko reputasi, dan membatasi kewajiban Bank yang terkait dengan terganggunya jasa internet banking, termasuk yang berasal dari sistem dan operasional yang ditangani oleh pihak ketiga. 2) Untuk memastikan penanganan yang efektif terhadap kejadian yang tak diperkirakan, Bank harus mengembangkan: a) rencana penanganan kejadian untuk mengatasi pemulihan sistem dan jasa internet banking dengan berbagai skenario; 12 349 b) mekanisme untuk mengidentifikasi suatu kejadian, menilai materialitasnya, dan mengendalikan risiko reputasi yang terkait dengan gangguan dalam pemberian jasa internet banking; c) strategi komunikasi dengan pihak eksternal dan media untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat kegagalan pengamanan, gangguan sistem on-line dan sistem internet banking; d) tim penanganan kejadian yang memiliki kewenangan untuk bertindak dalam keadaan darurat dan yang memiliki kompetensi dalam melakukan analisa sistem deteksi maupun menilai hasil/output dari sistem deteksi tersebut; e) mekanisme instruksi yang jelas untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil merupakan tindakan korektif yang tepat; f) prosedur penyampaian informasi secara cepat dan tepat kepada nasabah Bank, counterparty, dan media mengenai penyebab terjadinya gangguan internet banking dan perkembangan penanganannya; g) prosedur pengumpulan dan pemeliharaan bukti forensik untuk memfasilitasi kajian terhadap kejadian yang terkait dengan kegiatan internet banking maupun dalam membantu proses penuntutan hukum terhadap pihak eksternal yang mengganggu internet banking. e. Dalam hal sistem penyelenggaraan internet banking dilakukan oleh pihak ketiga (outsourcing), Bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola hubungan Bank dengan pihak ketiga tersebut. Dalam pengelolaan hubungan tersebut, Bank harus memastikan bahwa: 1) Bank sepenuhnya memahami risiko yang terkait dengan perjanjian outsourcing atau kerjasama untuk penyediaan sistem dan aplikasi internet banking: a) Bank harus mengidentifikasi tujuan strategik serta keuntungan dan kerugian yang berkaitan dengan penggunaan outsourcing dalam internet banking; b) keputusan untuk melakukan outsourcing dalam internet banking harus konsisten dengan strategi usaha Bank dengan mempertimbangkan karakteristik risiko yang melekat pada 13 350 penggunaan outsourcing; c) sesuai dengan struktur operasional, unit kerja Bank harus memahami tata kerja penyedia jasa (provider) yang melaksanakan strategi internet banking. 2) pelaksanaan due dilligence yang memadai terhadap kompetensi dan kondisi keuangan pihak ketiga yang menyediakan jasa (service provider) sebelum melakukan kontrak jasa internet banking: a) Bank harus mempertimbangkan pengembangan proses dan menetapkan kriteria/persyaratan untuk pemilihan beberapa penyedia jasa; b) Bank harus melakukan due dilligence, termasuk analisis risiko, kondisi keuangan, reputasi, kebijakan dan pengendalian manajemen risiko serta kemampuan penyedia jasa/layanan untuk memenuhi kewajibannya; c) Bank harus secara berkala memantau dan melakukan review terhadap kemampuan penyedia jasa/layanan untuk memenuhi jasanya dan kewajiban penerapan manajemen risiko selama masa kontrak; d) Bank harus memastikan tersedianya sumber daya manusia yang memadai dan mempunyai komitmen untuk melakukan pengawasan terhadap outsourcing yang menyelenggarakan internet banking; e) Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas kepada unit kerja atau petugas mengenai pengawasan terhadap pengelolaan outsourcing; f) Bank harus menetapkan exit strategy yang tepat untuk mengelola risiko outsourcing apabila akan dilakukan langkah pemutusan kontrak dengan pihak outsourcing. 3) kejelasan cakupan tanggung jawab masing-masing pihak dalam perjanjian kontraktual dengan pihak ketiga, yang berkaitan dengan: a) kewajiban kontraktual dari pihak-pihak yang ditunjuk serta tanggung jawab untuk membuat keputusan, termasuk jasa sub-kontrak; b) tanggung jawab untuk menyediakan informasi kepada dan menerima informasi dari penyedia jasa/layanan, yaitu informasi dari penyedia jasa/layanan harus tepat waktu dan komprehensif sehingga memungkinkan Bank untuk menilai 14 351 tingkat dan risiko layanan internet banking; c) peraturan yang secara khusus menetapkan cakupan (coverage) asuransi, kepemilikan dari penyimpanan data dari server atau database penyedia jasa/layanan, dan hak Bank untuk pemulihan data yang telah melampaui waktu tertentu serta pemutusan kontrak; d) ekspektasi kinerja penyedia jasa, baik dalam kondisi normal maupun situasi darurat; e) tersedianya pengaturan jaminan yang cukup, misalnya melalui klausul audit yang memastikan bahwa penyedia jasa/layanan mematuhi kebijakan Bank; f) terdapat klausul pengaturan mengenai hak Bank untuk melakukan koreksi dan intervensi secara tepat waktu apabila kinerja penyedia jasa/layanan tidak sesuai dengan kontrak (di bawah standar yang disepakati); g) penetapan hukum dan peraturan negara tertentu tentang kerahasiaan dan perlindungan nasabah, khususnya untuk pengaturan cross-border outsourcing; h) tersedianya klausul hak Bank untuk melakukan independent review dan/atau audit terhadap sistem pengamanan, pengendalian intern dan kelangsungan usaha serta perencanaan darurat. 4) pengoperasian dan penyediaan sistem internet banking oleh pihak ketiga telah sesuai dengan kebijakan manajemen risiko, pengamanan dan kerahasiaan yang berlaku di Bank. 5) audit oleh auditor eksternal atau internal yang independen dilakukan secara berkala terhadap pengoperasian internet banking oleh pihak ketiga dengan frekuensi dan cakupan audit yang sama dengan apabila internet banking diselenggarakan secara in-house. 6) ketersediaan rencana darurat yang memadai untuk aktivitas internet banking yang dioperasikan oleh pihak ketiga, dengan cara antara lain: a) Bank harus mengembangkan dan menguji secara periodik terhadap perencanaan darurat layanan dan sistem internet banking yang dioperasikan oleh pihak ketiga; b) perencanaan darurat harus dapat memuat langkah penanganan oleh Bank dalam kondisi skenario terburuk (worst case scenario) agar kontinuitas usaha internet 15 352 banking tetap berlangsung meskipun terjadi gangguan yang dapat mempengaruhi operasional yang dilakukan pihak ketiga; c) Bank harus memiliki tim atau petugas khusus yang bertanggungjawab untuk mengelola pemulihan dan menilai dampak keuangan yang ditimbulkan oleh suatu gangguan pada sistem internet banking yang dioperasikan oleh pihak ketiga. --------------- 00 --------------- 16 353 Lampiran 10 354 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP tanggal 31 Desember 2009 Lampiran 10 LAPORAN AKTIVITAS BARU NAMA BANK : …………………………… TAHUN : …………………………… Jenis No. Aktivitas Rencana Waktu Baru *) Pelaksanaan Aktivitas Baru Tujuan Pelaksanaan Keterkaitan Deskripsi Umum Risiko yang mungkin Aktivitas Baru Aktivitas Baru mengenai timbul atas dengan Strategi Bank **) Aktivitas Baru **) Pelaksanaan Aktivitas Baru **) Bagi Bank Bagi Nasabah *) Jenis Aktivitas Baru diisi dengan "Agen Penjual Efek Reksa Dana" atau "Bank Kustodian" **) Penjelasan/Uraian yang lebih terperinci dapat dilampirkan dalam lembaran terpisah. 355 Lampiran 11 356 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP tanggal 31 Desember 2009 Lampiran 11 LAPORAN RENCANA MENJADI AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA *) NAMA BANK: ……………………….. a. Informas i umum b. Analis a manfaat dan biaya ( cost and benefit analysis ) c. Pros edur pelak s anaan ( standard operating procedures/ SOP) organis as i, dan k ewenangan pelak s anaan d. Kes iapan s umber daya manus ia e. Kes iapan Bank terk ait s is tem informas i d. Renc ana k ebijak an dan pros edur terk ait dengan penerapan program Anti Penc uc ian Uang dan Penc egahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT) g. H as il analis a as pek huk um dan as pek k epatuhan i. Penilaian Bank atas k es iapan s ebagai Agen Penjual Efek Rek s a Dana j. Dok umen- dok umen penduk ung (terlampir) 1. Surat Tanda Terdaftar sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana yang dikeluarkan oleh BAPEPAM - LK 2. 3. 4. ds t *) Jumlah Halaman dalam contoh Laporan ini tidak mengikat sehingga Bank dapat menguraikan lebih rinci. 357 Lampiran 12 358 Lampiran 12 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP tanggal 31 Desember 2009 LAPORAN RENCANA PENJUALAN EFEK REKSA DANA*) NAMA BANK: ……………………… a. Informasi umum b. Penilaian terhadap manajer investasi c. Manajemen Risiko d. Dokumen-dokumen pendukung (terlampir) 1. dokumen dalam rangka transparansi a. b. c. dst 2. dokumen yang terkait dengan aktivitas sebagai APERD a. draft final perjanjian b. dst 3. Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana yang dikeluarkan oleh BAPEPAM - LK 4. dst *) Jumlah Halaman dalam contoh Laporan ini tidak mengikat sehingga Bank dapat menguraikan lebih rinci. 359 Lampiran 13 360 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP tanggal 31 Desember 2009 Lampiran 13 LAPORAN REKSADANA (BANK SEBAGAI AGEN PENJUAL EFEK REKSADANA) NAMA BANK *) : ……………………………. POSISI BULAN **) : ……………………………. PERIODE ***) : ……………………………. Reksa Dana yang sudah dipasarkan Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana Nama Reksa Dana (1) Subscription Redemption (2) (3) NAV per unit (4) Total Unit Penyertaan pada Reksa Dana (5) Porsi Aset yang Mendasari yang Merupakan Surat Berharga yang Diterbitkan Bank sebagai Agen Penjual Maupun Pihak Terkait (6) Fee based Income (7) Manajer Investasi Pihak Nama Terkait (8) (9) Bank Kustodian Total Nama NAV (10) (11) Apakah Bank Menjadi Sponsor atau Melakukan Penempatan Dana Awal Ya/Tidak Nominal (12) (13) Nomor Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana dari BAPEPAM - LK (14) Nomor Surat Penegasan Bank Indonesia terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana (15) *) diisi nama Bank **) diisi posisi bulan laporan, misalnya posisi bulan Maret 2010 ***) diisi periode laporan, misalnya Triwulan I 1) diisi nama produk Reksa Dana 2) diisi nominal dalam satuan penuh 3) diisi nominal dalam satuan penuh 4) diisi nominal dalam satuan penuh 5) diisi total unit penyertaan pada Reksa Dana 6) diisi persentase Pihak Terkait sesuai ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit 7) diisi nominal dalam satuan penuh 8) diisi nama manajer investasi 9) diisi angka "1" untuk terkait dan angka "2" untuk tidak terkait sesuai ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit 10) diisi nama Bank Kustodian 11) diisi Total NAV menurut Bank Kustodian 12) diisi angka "1" bila ya dan angka "2" bila tidak 13) diisi apabila kolom (12) berisi sandi 1, selain itu dikosongkan diisi nominal dalam satuan penuh 14) diisi nomor Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana dari BAPEPAM - LK 15) diisi nomor Surat Penegasan Bank Indonesia terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana 361 Lampiran 14 362 Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 Lampiran 14 LAPORAN AKTIVITAS BARU NAMA BANK : …………………………… TAHUN : …………………………… Jenis No. Aktivitas Rencana Waktu Baru *) Pelaksanaan Aktivitas Baru Tujuan Pelaksanaan Keterkaitan Deskripsi Umum Risiko yang mungkin Aktivitas Baru Aktivitas Baru mengenai timbul atas dengan Strategi Bank **) Aktivitas Baru **) Pelaksanaan Aktivitas Baru **) Bagi Bank Bagi Nasabah *) Jenis Aktivitas Baru diisi dengan "Bancassurance - Referensi" atau "Bancassurance - Kerjasama Distribusi" atau "Bancassurance - Integrasi Produk" . **) Penjelasan/Uraian yang lebih terperinci dapat dilampirkan dalam lembaran terpisah. 363 Lampiran 15 364 Lampiran 15 Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 LAPORAN RENCANA PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU BERUPA BANCASSURANCE *) NAMA BANK: ______________ a. Informas i umum b. Penilaian dan analis a s olvabilitas s erta perizinan perus ahaan as urans i mitra Bank c. Analis a manfaat dan biaya ( cost and benefit analysis ) d. Manajemen Ris ik o e. Pros edur pelak s anaan ( standard operating procedures /SOP) organis as i, dan k ewenangan pelak s anaan bancassurance f. Kes iapan unit k erja k hus us bancassurance dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance s erta k es iapan s umber daya manus ia pemas aran bancassurance g. H as il analis a as pek huk um dan as pek k epatuhan mengenai bancassurance h. Kes iapan s is tem informas i Bank terk ait bancassurance i. Kebijak an dan pros edur terk ait dengan penerapan program Anti Penc uc ian Uang dan Penc egahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT) j. Dok umen- dok umen penduk ung (terlampir) 1. dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa bancassuarnce a. konsep perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi mitra Bank b. dst 2. dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah a. b. c. dst 3. surat persetujuan kerjasama bancassurance dari Menteri Keuangan dan surat pernyataan pencatatan produk baru asuransi dari Bapepam dan LK 4. ds t. * ) Jumlah Halaman dalam contoh Laporan ini tidak mengikat sehingga Bank dapat menguraikan lebih rinci. 365 Lampiran 16 366 Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 Lampiran 16 LAMPIRAN 20 LAPORAN BERKALA BANCASSURANCE NAMA BANK POSISI BULAN a) PERIODE b) : ………………………………………… : ………………………………………… : ………………………………………… Perusahaan Asuransi Pihak Nama Keterangan Jenis (1) (2) (3) c) Terkait Model d) (4) Bisnis (5) a) diisi posisi bulan laporan, misalnya posisi bulan Juni 2011 b) diisi periode laporan, misalnya Triwulan II, 2011 c) diisi dengan "jiwa" atau "umum" atau "reasuransi" Jenis Produk (6) Nama e) Produk (7) Jumlah Polis (8) f) Jumlah Nasabah (9) Valuta g) Asal (10) Premi Diterima Akumulasi Bulan Total Pertanggungan (11) h) sejak awal (12) d) diisi dengan "ya" atau "tidak". Pihak Terkait sesuai ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit e) jenis produk meliputi umum, jiwa, unit link , lainnya f) diisi jumlah polis didasarkan pada polis yang masih outstanding /masih berlaku/belum dicairkan/in force policy g) diisi jumlah nasabah didasarkan pada polis yang masih outstanding/ masih berlaku/belum dicairkan/ in force policy h) diisi jumlah pertanggungan dalam satuan penuh valuta asal didasarkan pada polis yang masih outstanding /masih berlaku/belum dicairkan/ in force policy i) Laporan (13) Fee Based j) Income (14) k) Nilai Fund l) (15) i) diisi premi/fee yang diterima sejak produk dijual oleh bank s/d akhir bulan pelaporan dalam satuan penuh valuta asal, yang berasal dari nasabah yang polisnya masih outstanding /masih berlaku/belum dicairkan/ in force policy per posisi akhir bulan pelaporan j) seluruh premi/fee yang diterima dalam satuan penuh valuta asal selama bulan laporan k) fee based income dalam satuan penuh valuta asal untuk semua mata uang atau valuta asal dan disajikan dalam jumlah net (setelah dikurangi pajak yang dikenakan oleh perusahaan asuransi) l) Nilai fund dari asuransi milik nasabah yang polisnya masih outstanding/ masih berlaku/ belum dicairkan/ in force policy per posisi laporan dalam satuan penuh valuta asal, dihitung sejak produk tersebut dijual oleh bank kepada masing-masing nasabah tersebut sampai dengan akhir bulan pelaporan. Apabila jenis produk diisi unit link maka kolom ini harus diisi. 367 FORM 701: LAPORAN BANCASSURANCE Record Header No Nama Kolom Jenis Data Jumlah Posisi Keterangan a Sandi Pelapor Character 6 1-6 Diisi Sandi bank Pelapor (sesuai lampiran) b Periode Laporan Character 6 7-12 Diisi periode laporan (mmyyyy) c Jenis Laporan Character 2 13-14 Diisi sesuai daftar sandi.Khusus untuk LKPBU diisi '01' d No Form Character 4 15-18 Diisi no form yg Dilaporkan e Jumlah Record Isi Numeric 6 19-24 Jumlah transaksi yg dilaporkan Jumlah Posisi Record Isi No Nama Kolom Jenis Data Keterangan Diisi dengan sandi nama perusahaan Asuransi (sesuai lampiran) 1 Nama Perusahaan Asuransi Numeric 5 1-5 2 Keterangan Character 50 6-55 3 Jenis Perusahaan Asuransi Numeric 1 56-56 4 Pihak Terkait Numeric 1 57-57 5 Jenis Model Bisnis Numeric 1 58-58 Diisi sandi "Pihak Terkait" : '1' jika ya, '2' jika tidak Diisi sandi "Jenis Model Bisnis" (sesuai lampiran). Khusus untuk model bisnis referal , asuransi terkait dengan fasilitas pembiayaan dari bank seperti misalnya KPR tidak perlu dilaporkan dalam laporan bancassurance ini 6 Jenis Produk Numeric 3 59-61 Diisi sandi "Jenis Produk" (sesuai lampiran) 7 Nama Produk Character 50 62-111 Diisi nama produk asuransi Diisi apabila kolom "Nama Perusahaan Asuransi" berisi sandi "lainnya" Diisi sandi "Jenis Perusahaan Asuransi " : '1' jiwa, atau '2' umum dan '3' reassuransi Numeric 8 112-119 Diisi jumlah polis didasarkan pada polis yang masih outstanding/masih berlaku/belum dicairkan/in force policy 9 Jumlah Nasabah 10 Valuta Asal Numeric 8 120-127 Diisi jumlah nasabah didasarkan pada polis yang masih outstanding/masih . berlaku/belum dicairkan/ in force policy . Harus <= kolom jumlah polis Character 3 128-130 Diisi jenis valuta asal sesuai Sandi Mata Uang (terlampir) 11 Total Pertanggungan Numeric 15 131-145 Diisi jumlah pertanggungan dalam satuan penuh valuta asal didasarkan pada polis yang masih outstanding/masih berlaku/belum dicairkan/ in force policy 8 Jumlah Polis Premi diterima terdiri dari 12 & 13 12 Akumulasi Sejak Awal Numeric 15 146-160 13 Bulan Laporan Numeric 15 161-175 14 Fee Based Income 15 Nilai Fund Numeric Numeric 15 15 premi/fee yang diterima sejak produk dijual oleh bank s/d akhir bulan pelaporan dalam satuan penuh valuta asal, yang berasal dari nasabah yang polisnya masih outstanding/berlaku (in force policy) per posisi akhir bulan pelaporan seluruh premi/fee yang diterima dalam satuan penuh valuta asal selama bulan laporan 176-190 fee based income dalam satuan penuh valuta asal untuk semua mata uang atau valuta asal dan disajikan dalam jumlah net (setelah dikurangi pajak yang dikenakan oleh persh. asuransi 191-205 Nilai fund dari asuransi milik nasabah yang masih outstanding/berlaku per posisi laporan (in force policy) dalam satuan penuh valuta asal , dihitung sejak produk tersebut dijual oleh bank kepada masing-masing nasabah tersebut sampai dengan akhir bulan pelaporan. Apabila jenis produk diisi unit link maka kolom ini harus diisi. Untuk sandi jenis produk lain kolom ini boleh tidak diisi 368 Nama Perusahaan Asuransi No Nama Perusahaan Sandi 1 PT. ACE Life Assurance 101 2 Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 102 3 PT. Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha 103 4 PT. AIA Financial 104 5 PT. Asuransi Allianz Life Indonesia 105 6 PT. Avrist Assurance 106 7 PT AXA Financial Indonesia 107 8 PT. AXA Life Indonesia 108 9 PT. AXA Mandiri Financial Services 109 10 PT. Asuransi Jiwa Bakrie 110 11 PT. BNI Life Insurance 111 12 PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera 112 13 PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya 113 14 PT. Asuransi Jiwa Bumi Masyarakat Mandiri 114 15 PT. Asuransi Jiwa Central Asia Raya 115 16 PT. Asuransi CIGNA 116 17 PT. CIMB Sun Life 117 18 PT. Commonwealth Life 118 19 PT. Equity Life Indonesia 119 20 PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia 120 21 PT. Great Eastern Life Indonesia 121 22 PT. Heksa Eka Life Insurance 122 23 PT. Indolife Pensiontama 123 24 PT. Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia 124 25 PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) 125 26 PT. Asuransi Jiwa Kresna Life 126 27 PT. MAA Life Assurance 127 28 PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia 128 29 PT. Mayapada Life 129 30 PT. Asuransi Jiwa Mega Life 130 31 PT. Multicor Life Insurance 131 32 PT. Asuransi Jiwa Nusantara 132 33 PT. Panin Anugrah life 133 34 PT. Panin Life Tbk 134 35 PT. Pasaraya Life Insurance 135 36 PT. Prudential Life Insurance 136 37 PT. Asuransi Jiwa Recapital 137 38 PT. Asuransi Jiwa Sequis Financial 138 39 PT. Asuransi Jiwa Sequis Life 139 40 PT. Asuransi Jiwa Sinarmas 140 41 PT. Sun Life Financial Indonesia 141 42 PT. Asuransi Syariah Mubarakah 142 43 PT. Asuransi Takaful Keluarga 143 44 PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri 144 45 PT. UOB Life - Sun Assurance 145 46 PT. Asuransi Winterthur Life Indonesia 146 47 PT. ACE INA Insurance 201 369 Nama Perusahaan Asuransi No Nama Perusahaan Sandi 48 PT. Arthagraha General Insurance 202 49 PT. Asia Reliance General Insurance 203 50 PT. Asuransi Adira Dinamika 204 51 PT. Asuransi AIOI Indonesia 205 52 PT. Asuransi AIU Indonesia 206 53 PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia 207 54 PT. Asuransi Andika Raharja Putera 208 55 PT. Asuransi Artarindo 209 56 PT. Asuransi Asoka Mas 210 57 PT. Asuransi Asrtra Buana 211 58 PT. Asuransi AXA Indonesia 212 59 PT. Asuransi Bangun Askrida 213 60 PT. Asuransi Bhakti Bhayangkara 214 61 PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk 215 62 PT. Asuransi Binagriya Upakara 216 63 PT. Asuransi Bintang Tbk 217 64 PT. Asuransi Bosowa Periskop 218 65 PT. Bringin Sejahtera Artamakmur 219 66 PT. Asuransi Buana Independent 220 67 PT. Asuransi Central Asia 221 68 PT. Asuransi Chubb Indonesia 222 69 PT. Asuransi Dayin Mitra Tbk 223 70 PT. Asuransi Dharma Bangsa 224 71 PT. Asuransi Eka Lloyd Jaya 225 72 PT. Asuransi Ekspor Indonesia 226 73 PT. Asuransi Umum Videi 227 74 PT. Asuransi Recapital 228 75 PT. Asuransi Hanjin Korindo 229 76 PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk 230 77 PT. Asuransi Himalaya Pelindung 231 78 PT. Asuransi Indrapura 232 79 PT. Asuransi Intra Asia 233 80 PT. Jamindo General Insurance 234 81 PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) 235 82 PT. Asuransi Jasaraharja Putera 236 83 PT. Asuransi Jasa Tania 237 84 PT. Pan Pacific Insurance 238 85 PT. Asuransi Jaya Proteksi 239 86 PT. Asuransi Karyamas Sentralindo 240 87 PT. Asuransi Kredit Indonesia (Persero) 241 88 PT. Asuransi Maipark Indonesia 242 89 PT. Asuransi Mega Pratama 243 90 PT. Asuransi Mitra Maparya 244 91 PT. Asuransi MSIG Indonesia 245 92 PT. Asuransi Multi Artha Guna Tbk 246 93 PT. Asuransi Parolamas 247 94 PT. Asuransi Permata Nipponkoa Indonesia 248 95 PT. Asuransi Puri Asih 249 370 Nama Perusahaan Asuransi Nama Perusahaan No Sandi 96 PT. Asuransi Purna Artanugraha 250 97 PT. Asuransi Putra Mandiri 251 98 PT. Asuransi QBE Pool Indonesia 252 99 PT. Asuransi Raksa Pratikara 253 100 PT. Asuransi Rama Satria Wibawa 254 101 PT. Asuransi Ramayana Tbk 255 102 PT. Asuransi Raya 256 103 PT. Asuransi Reliance Indonesia 257 104 PT. Asuransi Samsung Tugu 258 105 PT. Asuransi Sarijaya 259 106 PT. Asuransi Sinar Mas 260 107 PT. Asuransi Starlite International 261 108 PT. Asuransi Takaful Umum 262 109 PT. Asuransi Tokio Marine Indonesia 263 110 PT. Asuransi Tri Pakarta 264 111 PT. Asuransi Tugu Kresna Pratama 265 112 PT. Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967 266 113 PT. Asuransi Umum Centris 267 114 PT. Asuransi Umum Mega 268 115 PT. Asuransi Wahana Tata 269 116 PT. Asuransi Wuwungan 270 117 PT. Batavia Mitratama Insurance 271 118 PT. Berdikari Insurance 272 119 PT. China Insurance Indonesia 273 120 PT. Citra International Underwriters 274 121 PT. Kurnia Insurance Indonesia 275 122 PT. LIG Insurance Indonesia 276 123 PT. Lippo General Insurance Tbk 277 124 PT. Asuransi Lloyd Indonesia 278 125 PT. MAA General Assurance 279 126 PT. Maskapai Asuransi Sonwellis 280 127 PT. Pacific International Indonesia Insurance 281 128 PT. Panin Insurance Tbk 282 129 PT. Sarana Lindung Upaya 283 130 PT. Sompo Japan Insurance Indonesia 284 131 PT. Staco Jasapratama 285 132 PT. Transpacific General Insurance 286 133 PT. Tugu Pratama Indonesia 287 134 PT. Asuransi Wanamekar Handayani 288 135 PT. Zurich Insurance Indonesia 289 136 PT. ASKES (Persero) 290 137 PT. ASABRI (Persero) 291 138 PT. Jamsostek (Persero) 292 139 PT. Jasa Raharja (Persero) 293 140 PT. TASPEN (Persero) 294 141 PT. Maskapai Reasuransi IndonesiaTbk 301 142 PT. Reasuransi International Indonesia 302 143 PT. Reasuransi Nasional Indonesia 303 144 PT. Tugu Reasuransi Indonesia 304 145 Lainnya 999 371 Lampiran 17 372 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 Lampiran 17 LAMPIRAN 21 PEDOMAN PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD BAGI BANK UMUM I. LATAR BELAKANG 1. Dalam rangka mencegah terjadinya kasus-kasus penyimpangan operasional pada perbankan, khususnya Fraud yang dapat merugikan nasabah atau Bank maka diperlukan peningkatan efektifitas pengendalian intern, sebagai upaya meminimalkan risiko Fraud dengan cara menerapkan strategi anti Fraud. 2. Selama ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, pelaksanaan pencegahan Fraud telah dilaksanakan Bank, antara lain melalui penerapan Manajemen Risiko khususnya sistem pengendalian intern, dan pelaksanaan tata kelola yang baik. Namun demikian, agar penerapannya menjadi efektif masih diperlukan upaya peningkatan agar pencegahan Fraud tersebut benar-benar menjadi fokus perhatian dan budaya di Bank pada seluruh aspek organisasi, baik oleh manajemen maupun karyawan. 3. Efektifitas pengendalian Fraud dalam bisnis proses merupakan tanggung jawab pihak manajemen, sehingga diperlukan pemahaman yang tepat dan menyeluruh tentang Fraud oleh manajemen agar dapat memberikan arahan dan menumbuhkan awareness untuk pengendalian risiko Fraud pada Bank. 4. Strategi anti Fraud merupakan wujud komitmen manajemen Bank dalam mengendalikan Fraud yang diterapkan dalam bentuk sistem pengendalian Fraud. Strategi ini menuntut 1 373 manajemen untuk mengerahkan sumber daya agar sistem pengendalian Fraud dapat diimplementasikan secara efektif dan berkesinambungan. 5. Pedoman penerapan strategi anti Fraud dalam ketentuan ini mengarahkan Bank dalam melakukan pengendalian Fraud melalui upaya-upaya yang tidak hanya ditujukan untuk pencegahan namun juga untuk mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan Fraud. II. PEDOMAN UMUM PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD 1. Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jenis-jenis perbuatan yang tergolong Fraud adalah kecurangan, penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, tindak pidana perbankan (tipibank), dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Strategi anti Fraud adalah strategi Bank dalam mengendalikan Fraud yang dirancang dengan mengacu pada proses terjadinya Fraud dengan memperhatikan karakteristik dan jangkauan dari potensi Fraud yang tersusun secara komprehensif-integralistik dan diimplementasikan dalam bentuk sistem pengendalian Fraud. Penerapan strategi anti Fraud merupakan bagian dari 2 374 penerapan Manajemen Risiko, khususnya yang terkait dengan aspek sistem pengendalian intern. 3. Keberhasilan strategi anti Fraud dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung terciptanya kondisi yang kondusif sehingga semua pihak yang terkait dapat berperan dengan baik dalam mengimplementasikan sistem pengendalian Fraud. 4. Struktur strategi anti Fraud secara utuh menggabungkan prinsip dasar dari Manajemen Risiko khususnya pengendalian intern dan tata kelola yang baik. Implementasi strategi anti Fraud dalam bentuk sistem pengendalian Fraud dijabarkan melalui 4 (empat) pilar strategi pengendalian Fraud yang saling berkaitan yaitu: (i) pencegahan; (ii) deteksi; (iii) investigasi, pelaporan, dan sanksi; (iv) serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. III. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Penerapan strategi anti Fraud sebagai bagian dari pelaksanaan penerapan Manajemen Risiko tidak dapat dipisahkan dari cakupan penerapan Manajemen Risiko secara umum. Oleh karena itu efektifitas penerapan strategi anti Fraud paling kurang perlu didukung dengan penguatan pada aspek-aspek Manajemen Risiko yang fokus pada pengendalian Fraud. Aspek-aspek tersebut paling kurang meliputi pengawasan aktif manajemen, struktur organisasi dan pertanggungjawaban, serta pengendalian dan pemantauan. Cakupan minimum untuk setiap aspek pendukung tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan Aktif Manajemen Pengawasan aktif manajemen terhadap Fraud mencakup hal-hal yang menjadi manajemen kewenangan baik Dewan dan tanggung Komisaris jawab maupun pihak Direksi. 3 375 Kewenangan dan tanggung jawab tersebut paling kurang sebagai berikut: a. pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti Fraud pada seluruh jenjang organisasi, antara lain meliputi deklarasi anti fraud statement dan komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang perilaku yang termasuk tindakan Fraud; b. penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik terkait dengan pencegahan Fraud bagi seluruh jenjang organisasi; c. penyusunan dan pengawasan penerapan strategi anti Fraud secara menyeluruh; d. pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya yang terkait dengan peningkatan awareness dan pengendalian Fraud; e. pemantauan dan evaluasi atas kejadian-kejadian Fraud serta penetapan tindak lanjut; dan f. pengembangan saluran komunikasi yang efektif di internal Bank agar seluruh pejabat/pegawai Bank memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku, termasuk kebijakan dalam rangka pengendalian Fraud. 2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban Untuk mendukung efektifitas penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib memiliki unit strategi anti implementasi atau fungsi Fraud. yang Hal-hal menangani yang perlu diperhatikan dalam pembentukan unit atau fungsi tersebut paling kurang sebagai berikut: a. pembentukan unit atau fungsi dalam struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha Bank; b. penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas; 4 376 c. pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut langsung kepada Direktur Utama serta hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada Dewan Komisaris; dan d. pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut harus dilakukan dan oleh SDM yang memiliki kompetensi, integritas, independensi, serta didukung dengan pertanggungjawaban yang jelas. 3. Pengendalian dan Pemantauan Dalam melakukan pengendalian dan pemantauan, Bank wajib melakukan langkah-langkah yang fokus untuk meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti Fraud. Langkah-langkah tersebut paling kurang sebagai berikut: a. penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang khusus ditujukan untuk pengendalian Fraud; b. pengendalian melalui kaji ulang baik oleh manajemen (top level review) maupun kaji ulang operasional (functional review) oleh SKAI atas pelaksanaan strategi anti Fraud; c. pengendalian di bidang SDM yang ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan pengendalian Fraud, misalnya kebijakan rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas sosial atau gathering; d. penetapan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan aktivitas Bank pada seluruh jenjang organisasi, misalnya penerapan four eyes principle dalam aktivitas perkreditan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan Fraud dalam pelaksanaan tugasnya; e. pengendalian sistem informasi yang mendukung pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya Fraud. Termasuk dalam rangka 5 377 pengamanan data, Bank wajib memiliki program kontinjensi yang memadai. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin penggunaan data yang akurat dan konsisten dalam pencatatan dan pelaporan keuangan Bank, antara lain melalui rekonsiliasi atau verifikasi data secara berkala; dan f. pengendalian lain dalam rangka pengendalian Fraud seperti pengendalian aset fisik dan dokumentasi. IV. STRATEGI ANTI FRAUD Strategi anti Fraud yang disusun secara komprehensif-integralistik dan diimplementasikan dalam bentuk sistem pengendalian Fraud diterapkan dengan menggunakan perangkat-perangkat yang merupakan penjabaran dari 4 (empat) pilar yang saling berkaitan sebagai berikut: 1. Pencegahan Pilar pencegahan memuat perangkat-perangkat yang ditujukan untuk mengurangi potensi terjadinya Fraud, yang paling kurang mencakup: a. Anti Fraud Awareness Anti Fraud awareness adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan Fraud oleh seluruh pihak terkait. Melalui kepemimpinan yang baik didukung dengan anti Fraud awareness yang tinggi diharapkan tumbuh kepedulian semua unsur di Bank terhadap pengendalian Fraud. Moral dan awareness dari pimpinan terhadap anti Fraud harus menjiwai setiap kebijakan atau ketentuan yang ditetapkannya. 6 378 Upaya untuk menumbuhkan anti Fraud awareness dilakukan antara lain melalui: 1) Penyusunan dan sosialisasi Anti Fraud Statement. Contohnya kebijakan zero tolerance terhadap Fraud. 2) Program employee awareness. Contohnya penyelenggaraan seminar atau diskusi terkait anti Fraud, training, dan publikasi mengenai pemahaman terhadap bentuk-bentuk investigasi, dan tindak Fraud, lanjut transparansi terhadap Fraud hasil yang dilakukan secara berkesinambungan. 3) Program customer awareness. Contohnya tertulis pembuatan maupun meningkatkan brosur melalui kepedulian nasabah/deposan terhadap anti Fraud, sarana dan penjelasan lainnya untuk kewaspadaan kemungkinan terjadinya Fraud. b. Identifikasi Kerawanan Identifikasi kerawanan merupakan proses Manajemen Risiko untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai potensi risiko terjadinya Fraud. Secara umum, identifikasi kerawanan ditujukan untuk mengidentifikasi risiko terjadinya Fraud yang melekat pada setiap aktivitas yang berpotensi merugikan Bank. Bank wajib melakukan identifikasi kerawanan pada setiap aktivitas. Hasil identifikasi didokumentasikan dan diinformasikan kepada pihak berkepentingan dan selalu dikinikan terutama terhadap aktivitas yang dinilai berisiko tinggi untuk terjadinya Fraud. 7 379 c. Know Your Employee Sebagai upaya pencegahan terjadinya Fraud, kebijakan know your employee merupakan upaya pengendalian dari aspek SDM. Kebijakan know your employee yang dimiliki Bank paling kurang mencakup: 1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam jejak calon karyawan (pre employee screening) secara lengkap dan akurat; 2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif dan menjangkau transparan. pelaksanaan Sistem promosi tersebut maupun harus mutasi, termasuk penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi terhadap Fraud; dan 3) kebijakan “mengenali karyawan” (know your employee) antara lain mencakup pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan. 2. Deteksi Pilar deteksi memuat perangkat-perangkat yang ditujukan untuk mengidentifikasikan dan menemukan kejadian Fraud, yang paling kurang mencakup: a. Kebijakan dan Mekanisme Whistleblowing Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan efektifitas penerapan sistem pengendalian Fraud dengan menitikberatkan pada pengungkapan dari pengaduan. Kebijakan whistleblowing harus dirumuskan secara jelas, mudah dimengerti, dan dapat diimplementasikan secara efektif agar memberikan dorongan serta kesadaran kepada pegawai dan pejabat Bank untuk melaporkan Fraud yang 8 380 terjadi. Untuk meningkatkan efektifitas penerapan kebijakan whistleblowing maka kebijakan tersebut paling kurang mencakup: 1) Perlindungan kepada Whistleblower Bank harus memiliki komitmen untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada setiap pelapor Fraud serta menjamin kerahasiaan identitas pelapor Fraud dan laporan Fraud yang disampaikan. 2) Regulasi yang terkait dengan Pengaduan Fraud Bank perlu menyusun ketentuan internal terkait pengaduan Fraud dengan mengacu pada ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. 3) Sistem Pelaporan dan Mekanisme Tindak Lanjut Laporan Fraud Bank perlu menyusun sistem pelaporan Fraud yang efektif yang memuat kejelasan proses pelaporan, antara lain mengenai tata cara pelaporan, sarana, dan pihak yang bertanggung jawab untuk menangani pelaporan. Sistem pelaporan harus didukung dengan adanya kejelasan mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian Fraud yang dilaporkan. Kebijakan tersebut wajib ditransparankan dan diterapkan secara konsisten agar dapat menimbulkan kepercayaan seluruh karyawan Bank terhadap kehandalan dan kerahasiaan mekanisme whisleblowing. b. Surprise Audit Kebijakan dan mekanisme surprise audit perlu dilakukan terutama pada unit bisnis yang berisiko tinggi atau rawan terhadap terjadinya Fraud. Pelaksanaan surprise audit dapat 9 381 meningkatkan kewaspadaan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. c. Surveillance System Surveillance system merupakan suatu tindakan pengujian atau pemeriksaan yang dilakukan tanpa diketahui atau disadari oleh pihak yang diuji atau diperiksa dalam rangka memantau dan menguji efektifitas kebijakan anti Fraud. Surveillance system dapat dilakukan oleh pihak independen dan/atau pihak internal Bank. 3. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi memuat perangkatperangkat yang ditujukan untuk menggali informasi, sistem pelaporan termasuk pengenaan sanksi atas kejadian Fraud, yang paling kurang mencakup: a. Investigasi Investigasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang terkait dengan kejadian yang patut diduga merupakan tindakan Fraud. Investigasi merupakan bagian penting dalam sistem pengendalian Fraud yang memberikan pesan kepada setiap pihak terkait bahwa setiap indikasi tindakan Fraud yang terdeteksi akan selalu diproses sesuai standar investigasi yang berlaku dan pelakunya akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Standar investigasi yang dimiliki Bank paling kurang mencakup: 1) penentuan pihak investigasi dengan yang berwenang memperhatikan melaksanakan independensi dan kompetensi yang dibutuhkan; dan 10 382 2) mekanisme pelaksanaan investigasi dalam rangka menindaklanjuti hasil deteksi dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh. b. Pelaporan Bank wajib memiliki mekanisme pelaporan yang efektif atas pelaksanaan investigasi dan kejadian Fraud yang ditemukan. Mekanisme pelaporan tersebut mencakup pelaporan secara internal kepada pihak manajemen Bank maupun kepada Bank Indonesia. c. Pengenaan Sanksi Bank wajib memiliki kebijakan pengenaan sanksi secara internal yang efektif dalam rangka menindaklanjuti hasil investigasi agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku Fraud. Kebijakan ini paling kurang memuat hal-hal berikut: 1) mekanisme pengenaan sanksi; dan 2) pihak yang berwenang mengenakan sanksi. Kebijakan pengenaan sanksi harus diterapkan secara transparan dan konsisten. 4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut memuat perangkat-perangkat yang ditujukan untuk memantau dan mengevaluasi diperlukan kejadian berdasarkan Fraud hasil serta tindak evaluasi, lanjut paling yang kurang mencakup: a. Pemantauan Salah satu langkah penting dalam mengimplementasikan sistem pengendalian Fraud adalah memantau tindak lanjut yang dilakukan terhadap kejadian-kejadian Fraud, baik sesuai ketentuan internal Bank maupun sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11 383 b. Evaluasi Untuk mendukung pelaksanaan evaluasi, Bank perlu memelihara data kejadian Fraud (Fraud profiling). Data kejadian tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu evaluasi. Data kejadian Fraud tersebut, paling kurang mencakup data dan informasi sebagaimana tercakup dalam Lampiran 2. Berdasarkan data kejadian Fraud dan hasil evaluasi tersebut dapat diidentifikasi kelemahan dan penyebab terjadinya Fraud serta ditentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan, termasuk memperkuat sistem pengendalian intern. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengendalian Fraud perlu dilakukan secara berkala. c. Tindak lanjut Bank wajib memiliki mekanisme tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi atas kejadian Fraud untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dan memperkuat sistem pengendalian intern agar dapat mencegah terulangnya kembali Fraud karena kelemahan yang serupa. DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD 12 384 Lampiran 18 385 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 PT BANK ……… LAPORAN PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD SEMESTER I/II*) – TAHUN …… I. Perkembangan Pelaksanaan Penerapan Strategi Anti Fraud a) …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….……………………….… II. Inventarisasi Kejadian Fraud dan Tindak Lanjut Kejadian Fraud Jenis Fraudb) (1) Tanggal terjadi nya Fraud (2) Divisi/ Bagian terjadinya Fraud (3) Tindak Lanjut Pihak yang terlibatc) Jabatan (4) (5) Kerugian (jutaan rupiah) (6) d) Tindakan Bank e) (7) Kelemahan /penyebab terjadinya Fraud f) (8) Tindak lanjut/ perbaikan g) (9) .............,................................. (ttd) (.................................) *) dicoret salah satu 1 386 PENJELASAN UNTUK PENGISIAN LAPORAN a) Menjelaskan secara singkat mengenai hasil evaluasi dan langkah-langkah tindak lanjut penerapan strategi anti Fraud pada periode laporan. b) Jenis Fraud antara lain, kecurangan, penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, tindak pidana bank, atau lainnya. c) Pihak yang terlibat meliputi seluruh pihak yang diindikasikan terlibat/ikut serta dalam Fraud. Jika pihak yang terlibat lebih dari 1 (satu) orang, dijelaskan peran masing-masing pihak. d) Kerugian diisi dengan kerugian yang telah terjadi ataupun perkiraan kerugian. e) Tindakan Bank merupakan respon Bank atas kejadian Fraud baik berupa tindakan kepada pelaku, pihak yang dirugikan ataupun tindakan lainnya. Tindakan kepada pelaku Fraud antara lain berupa sanksi administratif kepegawaian dan/atau kewajiban ganti rugi. Tindakan kepada pihak yang dirugikan antara lain berupa penggantian kerugian dan/atau upaya pemulihan nama baik. Tindakan lain misalnya laporan kepada pihak yang berwenang dan/atau upaya hukum yang dilakukan. f) Kelemahan/penyebab terjadinya Fraud merupakan identifikasi kelemahan pada Bank yang menimbulkan Fraud, dapat berupa kelemahan kebijakan, sistem dan prosedur, atau sumber daya manusia, maupun penyebab lainnya yang tidak berasal dari Bank. g) Tindak lanjut/perbaikan merupakan upaya yang telah atau akan dilakukan Bank terkait kelemahan yang menimbulkan Fraud. DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD 2 387 Lampiran 19 388 Surat Edaran bank Indonesia Nomor 13/29/DPNP Tahun 2011 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA I. LATAR BELAKANG 1. berkembangnya Semakin inovasi layanan Bank dalam menyediakan produk dan/atau aktivitas yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabahnya mendorong adanya suatu segmen nasabah tertentu yang menginginkan Bank dapat memberikan layanan perbankan secara lebih personal dan mendapatkan tambahan layanan keistimewaan tertentu. 2. Selama ini upaya Bank untuk memenuhi kebutuhan Nasabah Prima berpotensi khususnya risiko meningkatkan operasional, profil risiko risiko perbankan, hukum, dan risiko reputasi. Sehubungan dengan hal tersebut, telah diatur secara bank-wide antara lain mengenai penerapan manajemen risiko, anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan teroris, serta transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah sebagai acuan standar minimal bagi Bank dalam memberikan layanan kepada nasabahnya. 3. Mengingat potensi risiko LNP sebagaimana dikemukakan di atas, maka atas layanan tersebut dipandang perlu untuk merumuskan suatu standar minimal sebagai pedoman penyusunan kebijakan dan penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu. Standar minimal dimaksud antara lain didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko, serta memperhatikan pengaturan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan teroris, serta transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. II. KEBIJAKAN LAYANAN NASABAH PRIMA Bank wajib memiliki kebijakan LNP, yang paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1 389 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA 1. Persyaratan Nasabah Prima Dalam melaksanakan LNP, Bank menetapkan persyaratan tertentu bagi nasabah yang harus dipenuhi untuk dapat diperlakukan sebagai Nasabah Prima, paling kurang: a. rata-rata jumlah minimum dana nasabah yang harus mengendap di Bank dalam periode tertentu, termasuk dana yang telah diinvestasikan pada produk yang dipasarkan Bank; b. telah melalui proses Enhanced Due Diligence (EDD); dan c. atas dasar pengajuan/permohonan dari nasabah. Sehubungan dengan EDD, pelaksanaannya mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan program APU dan PPT. Implementasi EDD dalam LNP misalnya pengaturan mengenai pejabat yang berwenang memberikan persetujuan atas hubungan usaha dengan calon Nasabah Prima adalah pejabat senior. 2. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank Ruang lingkup kebijakan LNP mencakup produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan Bank dalam LNP dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas Bank. a. Produk dan/atau aktivitas Produk dan/atau aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP mencakup: 1) produk dan/atau aktivitas tradisional perbankan yang memiliki fitur dasar sesuai karakteristik produk dan/atau aktivitas tersebut, seperti giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, kredit/pembiayaan, produk derivatif yang bersifat plain vanilla, bank garansi, dan trade finance; 2 390 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA 2) produk dan/atau aktivitas non tradisional perbankan seperti Structured Product dan produk keuangan non Bank seperti Reksa Dana dan Bancassurance. b. Pemenuhan terhadap ketentuan Produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan telah memenuhi kriteria: 1) telah memenuhi dan/atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan otoritas lain yang terkait dengan penawaran produk dan/atau aktivitas oleh Bank. Contoh: a) Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas berkaitan dengan Reksa Dana. b) Peraturan Bank Indonesia mengenai pembelian dan transaksi valuta asing terhadap Rupiah. c) Peraturan Bapepam mengenai Pedoman Pengelolaan Portofolio Efek untuk Kepentingan Nasabah secara Individual Manajer Investasi yang menggunakan melarang agen untuk menawarkan aktivitas tersebut. 2) telah mendapat surat penegasan atau persetujuan dari Bank Indonesia dengan mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru, dan ketentuan lainnya terkait produk dan/atau aktivitas, seperti ketentuan mengenai bancassurance dan structured product. Contoh: Surat penegasan Bank Indonesia atas laporan rencana 3 391 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA penjualan efek Reksa Dana yang disampaikan Bank dengan menyertakan surat pernyataan efektif untuk produk Reksa Dana dari Bapepam dan LK. c. Telah memiliki mekanisme kerja sama dengan perusahaan mitra Dalam hal Bank bekerja sama dengan perusahaan mitra dalam rangka pemasaran produk-produk non Bank, maka Bank perlu memiliki mekanisme kerja sama untuk memastikan bahwa perusahaan mitra memenuhi syarat menjadi mitra kerja baik sebelum maupun selama kerja sama dilakukan. Mekanisme tersebut paling kurang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam peraturan terkait produk keuangan non Bank yang ditawarkan melalui Bank; 2) prinsip hubungan kerja sama yang wajar (arm’s length principle) khususnya jika mitra merupakan pihak terkait dengan Bank; dan 3) prinsip perlindungan nasabah antara lain diperlukan dalam menentukan tindak lanjut atas kondisi kinerja mitra yang memburuk. d. Telah mempertimbangkan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan menghindari potensi risiko yang tidak terbatas, seperti tidak memberikan fasilitas kartu kredit tanpa limit dan produk tanpa jangka waktu. 3. Cakupan keistimewaan LNP Pemberian keistimewaan dalam LNP harus melalui penetapan Bank terlebih dahulu. Penetapan tersebut memuat antara lain: 4 392 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA a. keistimewaan yang dapat diberikan; b. waktu pemberian (jangka waktu tertentu atau sewaktuwaktu atau selamanya); c. kriteria yang harus dipenuhi nasabah untuk mendapatkan keistimewaan seperti syarat maupun kondisi dan situasi yang dihadapi, profil Nasabah Prima, pengelompokan Nasabah Prima dan lain-lain. Contoh keistimewaan layanan yang terkait dengan transaksi keuangan antara lain: a. layanan personal penghubung dari petugas (relationship Bank manager) yang antara menjadi Bank dan Nasabah Prima tertentu; b. pick up service; c. tarif dan perlakuan spesial atas beberapa layanan seperti produk tresuri, fund transfer, bill paying services, ATM, internet banking, safe deposit box, emergency cash, dan/atau kredit/pembiayaan (termasuk kartu kredit). Contoh keistimewaan layanan non keuangan antara lain membership golf, executive lounge dan/atau antar jemput bandara. 4. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima Dalam rangka membedakan layanan prima untuk Nasabah Prima dengan nasabah lainnya secara umum, Bank harus menetapkan nama tersendiri (brand name) untuk LNP. Selain itu, dalam hal Bank melakukan pengelompokan Nasabah Prima ke dalam beberapa kelompok, maka untuk masing-masing kelompok Bank menetapkan antara lain nama kelompok, persyaratan Nasabah Prima, dan cakupan layanan produk dan/atau aktivitas. 5 393 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA Contoh: Dalam hal Bank memiliki tiga kelompok Nasabah Prima, maka Bank menetapkan: a. penggunaan nama yang berbeda untuk masing-masing kelompok, misalnya kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. b. batas minimum dan maksimum total simpanan pada dan/atau pinjaman dari Bank, dan/atau nilai produk keuangan non Bank yang dibeli melalui Bank secara bertingkat, misalnya untuk menjadi Nasabah Prima kelompok A paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), kelompok B paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), dan kelompok C paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing. III. MANAJEMEN RISIKO PADA ASPEK-ASPEK TERTENTU Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai berikut: 1. Aspek Pendukung Keistimewaan Layanan Penerapan manajemen risiko dalam rangka pemberian keistimewaan LNP, paling kurang mencakup: a. Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam rangka meminimalisasi risiko operasional LNP yang berasal dari faktor manusia, diperlukan pemenuhan sumber daya manusia yang memadai, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas produk dan/atau aktivitas yang 6 394 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA ditawarkan dalam LNP. Untuk itu Bank harus menetapkan paling kurang: 1) Persyaratan dan kualifikasi jabatan tertentu SDM dalam LNP wajib memenuhi persyaratan dan kualifikasi, baik yang secara umum berlaku di Bank maupun yang aktivitas dalam spesifik terkait LNP secara produk dan/atau memadai. Contoh kualifikasi dan persyaratan antara lain : a) Memiliki izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana (WAPERD) untuk dapat memasarkan produk Reksa Dana; b) Memahami dan mampu menjelaskan produk atau jasa yang ditawarkan dalam LNP dengan baik. 2) Wewenang dan tanggung jawab yang jelas Dalam rangka memiliki mendukung struktur organisasi proses kerja, yang Bank mendukung efektivitas pengendalian intern. Struktur organisasi yang demikian memuat kejelasan tugas yang terkait dengan wewenang dan tanggung jawab SDM dalam LNP, tata cara pelaporan dan penugasan ke dan dari atasan (line of command), dan evaluasi unit bisnis, yang memungkinkan diterapkannya pengawasan melekat secara berjenjang. 3) Penerapan prinsip Know Your Employee (KYE) Dalam rangka pencegahan/pendeteksian pengendalian dan fraud, KYE prinsip diterapkan melalui mekanisme antara lain: a) Prosedur penyaringan (screening) pegawai baru pada LNP; b) Pemantauan profil pegawai secara berkala. 7 395 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA 4) Sistem remunerasi Bank menetapkan sistem remunerasi yang jelas dan transparan. Misalnya dalam rangka menetapkan formulasi struktur insentif, selain mempertimbangkan pencapaian target finansial, Bank juga memperhatikan kualitas layanan. 5) Kebijakan pengendalian risiko yang terkait dengan manajemen SDM Pengendalian risiko yang terkait dengan sistem dan proses di bidang manajemen SDM dilakukan antara lain dengan peningkatan menetapkan kompetensi kode dan etik pegawai, integritas SDM, pengaturan dan pengawasan internal yang memadai pada proses rekrutmen, rotasi, mutasi, promosi, dan cuti. 6) Kebijakan evaluasi secara berkala Dalam rangka menilai tingkat kecukupan dan konsistensi penerapan kebijakan dan prosedur di bidang SDM, Bank harus melakukan evaluasi secara berkala. b. Operasional LNP Dalam rangka melaksanakan kebijakan LNP yang telah ditetapkan, maka diperlukan adanya prosedur tertulis operasional LNP yang telah mempertimbangkan hasil proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko. Prosedur operasional LNP meliputi setiap produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dalam LNP. Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko 8 396 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA terutama aspek pengendalian internal dan ketentuan yang mengatur mengenai APU dan PPT. Penyusunan prosedur operasional LNP perlu memperhatikan: 1) kebijakan, prosedur dan penetapan limit yang berlaku untuk setiap produk dan/atau aktivitas Bank. 2) terciptanya pengendalian intern yang efektif, antara lain dengan menerapkan prinsip pemisahan tugas (segregation of duties). Dalam hal ini, perlu dihindari pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Contoh pemisahan tugas antara lain : a) suatu pekerjaan yang dilakukan oleh unit yang berhubungan langsung dengan nasabah tidak boleh dilakukan oleh unit yang memproses transaksi dan konfirmasi; dan b) suatu pekerjaan yang dilakukan oleh unit yang menyampaikan laporan berkala kepada nasabah dan menatausahakan bukti penyampaian tidak boleh dilakukan oleh unit yang berhubungan langsung dengan nasabah. 3) seluruh keistimewaan atau perlakuan khusus dari penyediaan produk dan/atau aktivitas dalam LNP. 4) kriteria yang harus dipenuhi oleh Nasabah Prima yang mendapat layanan khusus seperti syarat maupun kondisi dan situasi yang dihadapi, profil Nasabah Prima, pengelompokan Nasabah Prima, dan lain-lain. Pelaksanaan prosedur operasional LNP perlu memperhatikan: 1) program APU dan PPT mengingat LNP merupakan 9 397 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA salah satu area berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang. Penerapan Bank atas ketentuan APU dan PPT antara lain dengan melakukan Enhanced Due Diligence (EDD) secara berkala atas Nasabah Prima dan transaksi tertentu, penanganan red flags, dan melakukan analisis atas transaksi yang berpotensi mencurigakan. 2) efektivitas kebijakan dan prosedur LNP. Dalam rangka memastikan efektivitas prosedur operasional LNP tersebut perlu didukung: a) pengendalian internal yang memadai, antara lain dengan metode seperti surprise audit dan mystery shopping secara berkala; dan b) evaluasi terhadap kepatuhan atas ketentuan yang berlaku dan perkembangan kegiatan LNP. 3) hasil pemantauan dan koreksi penyimpangan. Hasil pemantauan dan koreksi penyimpangan antara lain diperoleh dengan melakukan: a) pemantauan secara terus menerus termasuk diantaranya pemeriksaan oleh internal control mengenai kebenaran pemrosesan setiap transaksi di akhir hari; b) pelaksanaan fungsi audit intern yang efektif dan menyeluruh; dan c) perbaikan terhadap penyimpangan baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern, maupun pihak lainnya. c. Penawaran produk dan/atau aktivitas Dalam menawarkan produk dan/atau aktivitas kepada masing-masing Nasabah Prima, selain memastikan bahwa 10 398 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA surat izin/penegasan telah diperoleh untuk produk non tradisional, Bank juga mempertimbangkan kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan karakteristik dan profil risiko Nasabah Prima tersebut. Sebelum ditawarkan kepada Nasabah Prima, produk dan/atau aktivitas dan keistimewaan layanan tersebut harus melalui persetujuan pejabat yang berwenang pada LNP yang ditetapkan Bank. Penawaran produk dan/atau aktivitas dilakukan melalui proses sebagai berikut: 1) Penyeleksian produk dan/atau aktivitas Bank melakukan identifikasi kesesuaian spesifikasi produk dan/atau aktivitas dengan jenis dan besar potensi risiko sesuai profil risiko nasabah. Analisa kesesuaian spesifikasi produk yang akan ditawarkan dengan risiko yang dapat ditoleransi oleh nasabah mencakup antara lain kesesuaian jangka waktu (durasi) dan jenis serta besarnya risiko. Contoh: a) Terkait jangka waktu produk, nasabah yang ingin dapat menarik/mencairkan dana investasinya sewaktu-waktu sebaiknya tidak ditawarkan produk yang memiliki jangka waktu panjang. b) Terkait risiko produk dan risk appetite Nasabah Prima, Bank sebaiknya tidak mereferensikan unit link yang ditanamkan pada surat berharga yang memiliki underlying berupa saham kepada Nasabah Prima yang termasuk kategori risk averse atau risk avoider, karena unit link seperti ini termasuk high risk product. 11 399 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA 2) Penetapan tarif dan perlakuan khusus untuk setiap kelompok Nasabah Prima. Pemberlakuan tarif istimewa dan perlakuan khusus atas produk dan/atau aktivitas tertentu dapat berbeda di antara masing-masing kelompok Nasabah Prima berdasarkan penetapan oleh Bank. Penerapannya harus disesuaikan dengan masing-masing profil Nasabah Prima. Contoh: a) Dasar pemberlakuan special rate yang berbedabeda untuk layanan penukaran uang valuta asing dengan tarif kelompok khusus, Nasabah selain Prima, juga berdasarkan berdasarkan volume dan frekuensi transaksi yang dilakukan nasabah, dan bisnis nasabah yang mendasari diperlukannya penukaran uang valas tersebut. b) 3) Keringanan biaya transaksi, provisi dan komisi. Penetapan kondisi/syarat untuk layanan istimewa Bank harus menetapkan syarat untuk setiap layanan istimewa. Apabila persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh Nasabah Prima yang meminta tambahan kenyamanan dan/atau kelancaran transaksi, maka Nasabah Prima tersebut dapat menikmati layanan istimewa. Contoh kondisi/syarat yang harus ditetapkan oleh Bank: a) pick up service memperhatikan jumlah setoran, lokasi penjemputan, dan/atau klasifikasi Nasabah Prima tertentu; dan b) emergency cash memperhatikan kebutuhan Nasabah Prima dalam kondisi darurat di luar 12 400 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA wilayah Indonesia atau kondisi khusus lainnya yang ditetapkan oleh Bank. 4) Evaluasi kesesuaian cakupan LNP Dalam rangka memaksimalkan penggunaan layanan yang tersedia penerapan bagi setiap manajemen klasifikasi risiko, LNP Bank dan melakukan evaluasi secara berkala atas kesesuaian cakupan layanan yang diberikan kepada setiap Nasabah Prima. Tujuan evaluasi ini antara lain untuk meninjau status nasabah sebagai Nasabah Prima dan kesesuaian profil Nasabah Prima dengan produk dan/aktivitas yang telah diperolehnya maupun yang akan ditawarkan Bank kepada Nasabah Prima. Evaluasi paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a) portofolio simpanan/investasi dan pinjaman nasabah di/dari Bank atau yang dibeli melalui Bank; b) tujuan, pengalaman dan kemampuan menyerap kerugian investasi; dan c) d. preferensi, persepsi dan toleransi terhadap risiko. Teknologi informasi Dalam rangka informasi, memastikan perlindungan kerahasiaan data pengelolaan risiko Bank, Bank terpenuhinya data dan kebutuhan nasabah, terjaminnya untuk mendukung diperlukan sistem teknologi informasi dan pengamanan informasi yang memadai. Dukungan teknologi informasi tersebut antara lain tercermin dari kemampuan sistem teknologi informasi menghasilkan laporan yang akurat dan komprehensif 13 401 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA dalam aktivitas LNP. Contoh: 1) laporan sistem informasi manajemen risiko yang dilaporkan secara berkala kepada Direksi, perlu memenuhi paling kurang mengenai: a) eksposur risiko LNP; b) kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit; c) realisasi pelaksanaan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan; d) pemantauan perkembangan informasi dan data terkait LNP dilakukan secara bulanan, antara lain meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya. 2) teknologi informasi mampu mengolah informasi dan data secara terintegrasi sehingga seluruh aktivitas keuangan Nasabah Prima yang dilakukan pada dan/atau melalui Bank dapat tersajikan secara tepat waktu dan akurat. Contoh terintegrasinya data/informasi: 1) tersedianya data keuangan Nasabah Prima terkait simpanan, pinjaman, dan produk keuangan lainnya yang dibeli Nasabah Prima baik yang diterbitkan oleh Bank maupun non Bank; 2) pemberian tanda/indikator khusus bagi rekening Nasabah Prima yang dapat memperlancar penyediaan layanan keistimewaan bagi Nasabah Prima; dan/atau 3) penggunaan sistem aplikasi yang dapat 14 402 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA menyimpan spesimen tanda-tangan Nasabah Prima. 2. Aspek transparansi, edukasi dan perlindungan nasabah Dalam melaksanakan LNP dan sebagai bagian dari upaya pemenuhan aspek transparansi, edukasi dan perlindungan nasabah baik yang diatur oleh Bank Indonesia maupun otoritas lainnya, Bank melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Memberikan penjelasan mengenai spesifikasi LNP 1) Bank harus menjelaskan secara tertulis dan lisan mengenai nama/brand name dari LNP, masing-masing kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya (apabila ada), cakupan layanan produk dan/atau aktivitas yang tersedia untuk ditawarkan kepada Nasabah Prima. Untuk itu, hal-hal yang perlu dijelaskan antara lain: a) spesifikasi dan karakteristik produk dan/atau aktivitas; b) keistimewaan yang dapat diperoleh sebagai Nasabah Prima; dan c) risiko, tanggung jawab, hak, dan kewajiban baik untuk pihak Bank maupun Nasabah Prima. 2) dalam hal produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan bukan produk dan/atau aktivitas Bank yang bersangkutan, maka Bank wajib: a) menjelaskan bahwa tanggung jawab atas produk dan aktivitas non Bank yang ditawarkan oleh atau melalui Bank bukan berada pada Bank; dan b) menjelaskan produk kepada dan/atau memperoleh surat Nasabah aktivitas Prima tersebut penegasan bahwa telah dan/atau 15 403 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA persetujuan dari Bank Indonesia dan otoritas terkait. 3) pemberian informasi mengenai produk dan/atau aktivitas tidak dapat melebihi kewenangan/izin yang dimiliki Bank. 4) pemberian informasi mengenai produk dan/atau aktivitas tidak dapat menggunakan pengaruh atau tekanan untuk kepentingan Bank, grup Bank atau pegawai Bank. 5) tidak memberikan informasi yang menyesatkan (misleading) dan/atau yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku (misconduct) mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan. b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan Nasabah Prima Hubungan antara Bank dan Nasabah Prima dalam LNP harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban Bank dan Nasabah Prima a) contoh hak Bank: (1) mengevaluasi status Nasabah Prima secara berkala; (2) meminta data pendukung terkait profil nasabah dan transaksi yang dilakukan oleh nasabah. b) contoh kewajiban Bank: (1) memperoleh Nasabah persetujuan Prima memberikan dalam dan/atau hal tertulis dari Bank akan menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada pihak lain 16 404 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA untuk tujuan komersial kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan; (2) segera Prima memberitahukan kepada Nasabah jika terdapat perubahan standar prosedur operasi yang harus dan/atau dapat diikuti Nasabah Prima dalam bertransaksi melalui Bank. perubahan dimaksud Informasi standar harus mengenai prosedur operasi disampaikan sebelum diberlakukan secara efektif dalam waktu yang cukup kepada Nasabah Prima. c) contoh hak Nasabah Prima: (1) memperoleh informasi mengenai aktivitas keuangannya setiap saat diperlukan; (2) memperoleh konfirmasi dan notifikasi transaksi dengan metode dan besaran sesuai yang disepakati dengan bank. d) contoh kewajiban Nasabah Prima: (1) memenuhi persyaratan yang ditetapkan bank untuk melakukan suatu transaksi keuangan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) memberikan persetujuan kepada mitra bank untuk memberikan data terkait produk keuangan non bank yang ditransaksikan Nasabah Prima dengan mitra Bank melalui Bank dalam rangka penyampaian informasi berkala yang komprehensif. 2) Penyelesaian perselisihan Untuk mengantisipasi perselisihan antara Bank dan 17 405 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA Nasabah Prima, dalam hubungan hukum antara Bank dan Nasabah Prima perlu dicantumkan tata cara penyelesaian perselisihan. 3) Hal-hal lain yang memerlukan kesepakatan bersama antara Bank dan Nasabah Prima, antara lain : a) periodisasi maupun media penyampaian informasi atas laporan berkala kepada Nasabah Prima sesuai kesepakatan, seperti melalui surat, e-mail, atau diambil sendiri secara langsung oleh Nasabah Prima; b) batasan penggunaan layanan keistimewaan yang diberikan Bank untuk Nasabah Prima, apakah hanya untuk digunakan oleh nasabah atau dapat diberikan kepada atau dinikmati oleh anggota keluarga atau perusahaan nasabah; c) tata cara konfirmasi dan/atau notifikasi transaksi termasuk batasan nilai transaksi yang harus dikonfirmasi dan/atau notifikasi; d) pihak yang harus dihubungi apabila terdapat situasi darurat pada nasabah. c. Memastikan kewenangan pelaku transaksi Bank harus memiliki suatu mekanisme untuk memastikan bahwa transaksi benar dilakukan oleh Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang mewakili Nasabah Prima tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan: 1) menggunakan metode verifikasi transaksi, misalnya melalui konfirmasi sebelum transaksi diproses (ex ante) dan notifikasi setelah transaksi diproses (ex post), sesuai dengan kesepakatan antara Bank dan Nasabah Prima; 18 406 PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA 2) menggunakan batasan besarnya nilai transaksi yang harus dikonfirmasi oleh Bank kepada Nasabah Prima. Unsur yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan batasan tersebut antara lain: a) kebijakan back office masing-masing Bank untuk masing-masing jenis transaksi; b) c) d. kelompok Nasabah Prima; dan/atau risk appetite Nasabah Prima. Menyampaikan informasi berkala Bank menyampaikan informasi mengenai total dana dan investasi beserta rinciannya kepada Nasabah Prima secara terintegrasi dengan metode dan media penyampaian yang disepakati Nasabah Prima. Informasi tersebut paling kurang mencakup: 1) laporan mutasi rekening simpanan (statement of account); 2) laporan rekening kredit/pembiayaan /pinjaman; dan 3) laporan transaksi produk keuangan non Bank. 19 407 Lampiran 20 408 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 20 Laporan Keuangan Konsolidasi NERACA Bank : Tanggal : (dalam jutaan rupiah) No. POS - POS BANK KONSOLIDASI AKTIVA 1. Kas 2. Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro Bank Indonesia b. Sertifikat Bank Indonesia 3. c. Lainnya Giro pada bank lain a. Rupiah b. Valuta asing 4. Penempatan pada bank lain a. Rupiah PPA - Penempatan pada bank lain b. Valuta asing -/- PPA - Penempatan pada bank lain -/5. Surat Berharga yang dimiliki a. Rupiah i. Diperdagangkan ii. Tersedia untuk dijual iii. Dimiliki hingga jatuh tempo PPA - Surat berharga yang dimiliki -/b. Valuta asing i. Diperdagangkan ii. Tersedia untuk dijual iii. Dimiliki hingga jatuh tempo PPA - Surat berharga yang dimiliki -/6. 7. Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali Obligasi Pemerintah a. Diperdagangkan b. Tersedia untuk dijual c. Dimiliki hingga jatuh tempo 8. Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) a. Rupiah PPA - Reverse Repo -/b. Valuta asing 9. PPA - Reverse Repo -/Tagihan derivatif PPA - Tagihan derivatif -/- 10. Kredit yang diberikan a. Rupiah i. Pihak terkait dengan bank ii. Pihak lain PPA - Kredit yang diberikan -/b. Valuta asing i. Pihak terkait dengan bank ii. Pihak lain PPA - Kredit yang diberikan -/- 11. Tagihan akseptasi PPA - Tagihan akseptasi -/- 12. Penyertaan PPA - Penyertaan -/- 13. Pendapatan yang masih akan diterima 14. 15. Biaya dibayar dimuka Uang muka pajak 16. Aktiva pajak tangguhan 17. Aktiva tetap Akumulasi penyusutan aktiva tetap -/- 18. Properti terbengkalai PPA - Properti terbengkalai -/- 19. *) Aktiva sewa guna Akumulasi penyusutan aktiva sewa guna -/- 20. Agunan yang diambil alih PPA - Agunan yang diambil alih -/- 21. *) Aktiva lain-lain Total Aktiva 409 No. 1. POS - POS BANK KONSOLIDASI PASIVA Giro a. Rupiah b. Valuta asing 2. Kewajiban segera lainnya 3. Tabungan 4. Simpanan berjangka a. Rupiah i. Pihak terkait dengan bank ii. Pihak lain b. Valuta asing i. Pihak terkait dengan bank ii. Pihak lain 5. Sertifikat deposito a. Rupiah b. Valuta asing 6. Simpanan dari bank lain 7. Kewajiban pembelian kembali surat berharga 8. yang dijual dengan syarat repo Kewajiban derivatif 9. Kewajiban akseptasi 10. Surat berharga yang diterbitkan a. Rupiah b. Valuta asing 11. Pinjaman yang diterima a. Fas. pendanaan jangka pendek Bank Indonesia b. Lainnya i. Rupiah - Pihak terkait dengan bank - Pihak lain ii. Valuta asing - Pihak terkait dengan bank - Pihak lain 12. Estimasi kerugian komitmen & kontinjensi 13. Kewajiban sewa guna usaha 14. Beban yang masih harus dibayar 15. Taksiran pajak penghasilan 16. Kewajiban pajak tangguhan 17. Kewajiban lain-lain 18. Pinjaman subordinasi a. Pihak terkait dengan bank b. Pihak lain 19. Modal Pinjaman a. Pihak terkait dengan bank b. Pihak lain 20. Hak minoritas 21. Ekuitas a. Modal disetor b. Agio (disagio) c. Modal sumbangan d. Dana setoran modal e. Selisih penjabaran laporan keuangan f. Selisih penilaian kembali aktiva tetap g. Laba (rugi) yang belum direalisasi dari surat berharga h. Pendapatan komprehensif lainnya i. Saldo laba (rugi) tahun lalu j. Saldo laba (rugi) tahun berjalan Total Pasiva 410 Lampiran 21 411 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 21 Laporan Keuangan Konsolidasi Laporan Laba Rugi Bank : Tanggal : (dalam jutaan rupiah) No. POS - POS BANK KONSOLIDASI PENDAPATAN DAN BEBAN OPERASIONAL 1. Pendapatan bunga 1.1. Hasil bunga a. Rupiah b. Valuta asing 1.2. Provisi dan komisi a. Rupiah b. Valuta asing Jumlah Pendapatan Bunga 2. Beban bunga 2.1. Beban bunga a. Rupiah b. Valuta asing 2.2. Komisi dan provisi Jumlah Beban Bunga Pendapatan Bunga Bersih 3. Pendapatan operasional lainnya 3.1. Pendapatan provisi, komisi, fee 3.2. Pendapatan transaksi valuta asing 3.3. Pendapatan kenaikan nilai surat berharga 3.4 Pendapatan lainnya Jumlah Pendapatan Operasional lainnya 4. Beban (Pendapatan) Penyisihan Penghapusan Aktiva 5. Beban (Pendapatan) estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi 6. Beban operasional lainnya 6.1. Beban administrasi dan umum 6.2. Beban personalia 6.3. Beban penurunan nilai surat berharga 6.4. Beban transaksi valas 6.5 Beban promosi 6.6. Beban lainnya Jumlah Beban Operasional Lainnya LABA (RUGI) OPERASIONAL PENDAPATAN DAN BEBAN NON OPERASIONAL 7. Pendapatan non operasional 8. Beban non operasional Pendapatan (Beban) Non Operasional 9. Pendapatan/Beban Luar Biasa 10. LABA/ RUGI SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 11. Taksiran pajak penghasilan -/12. LABA/ RUGI TAHUN BERJALAN 13. Hak minoritas -/14. Saldo laba (rugi) awal tahun 15. Dividen Lainnya 16. Saldo laba (rugi) akhir Periode 17. Laba bersih per saham *) 412 Lampiran 22 413 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 22 Laporan Keuangan Konsolidasi Komitmen dan Kontinjensi Bank : Tanggal : (dalam jutaan rupiah) No. POS - POS BANK KONSOLIDASI KOMITMEN Tagihan Komitmen 1. Fasilitas pinjaman yg diterima dan belum digunakan a. Rupiah b. Valuta asing 2. Lainnya Jumlah Tagihan Komitmen Kewajiban Komitmen 1. Fasilitas kredit kepada nasabah yg belum ditarik a. Rupiah b. Valuta asing 2. Irrevocable L/C yang masih berjalan dalam rangka impor dan ekspor 3. Lainnya Jumlah Kewajiban Komitmen JUMLAH KOMITMEN BERSIH KONTINJENSI Tagihan Kontinjensi 1. Garansi yang diterima a. Rupiah b. Valuta asing 2. Pendapatan bunga dalam penyelesaian a. Rupiah b. Valuta asing 3. Lainnya Jumlah Tagihan Kontinjensi Kewajiban Kontinjensi 1. Garansi yang diberikan a. Bank garansi - Rupiah - Valuta asing b. Lainnya 2. Revocable L/C yang masih berjalan dalam rangka impor dan ekspor 3. Lainnya Jumlah Kewajiban Kontinjensi JUMLAH KONTINJENSI BERSIH 414 Lampiran 23 415 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 23 LAPORAN PERHITUNGAN KPMM SECARA KONSOLIDASI Bank Tanggal : ………………………. : …………………………. KETERANGAN BANK (dalam jutaan rupiah) KONSOLIDASI I. KOMPONEN MODAL A. MODAL INTI 1. Modal Disetor 2. Cadangan Tambahan Modal (Disclosed Reserves) a. Agio Saham b. Disagio (-/-) c. Modal Sumbangan d. Cadangan Umum dan Tujuan e. Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak f. Rugi tahun-tahun lalu (-/-) g. Laba tahun berjalan setelah diperhitungkan pajak (50%) h. Rugi tahun berjalan (-/-) j. Selisih penjabaran laporan keuangan Kantor Cabang Luar Negeri 1) Selisih Lebih 2) Selisih Kurang (-/-) k. Dana Setoran Modal l. Penurunan nilai Penyertaan pada portofolio tersedia untuk dijual (-/-) m. Hak minoritas 3. Goodwill (-/-) 4. Selisih penilaian aktiva dan kewajiban akibat kuasi reorganisasi (-/-) 5. Kekurangan modal dari Risk Based Capital untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha Asuransi (-/-) 6. Kekurangan Penyisihan Penghapusan Aktiva/ PPA (-/-) B. MODAL PELENGKAP (Maks. 100% dari Modal Inti) 1. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap 2. Selisih penilaian aktiva dan kewajiban akibat kuasi reorganisasi 3. Cadangan Umum Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif/PPAP (maks. 1,25% dari ATMR) 4. Modal Pinjaman 5. Pinjaman Subordinasi (maks.50% dari Modal Inti) 6. Peningkatan harga saham pada portofolio tersedia untuk dijual (45%) C. MODAL PELENGKAP TAMBAHAN YANG MEMENUHI PERSYARATAN D. MODAL PELENGKAP TAMBAHAN YANG DIALOKASIKAN UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO PASAR II. TOTAL MODAL INTI DAN MODAL PELENGKAP (A+B) III. TOTAL MODAL INTI, MODAL PELENGKAP, DAN MODAL PELENGKAP TAMBAHAN YANG DIALOKASIKAN UNTUK MENGANTISIPASI RISIKO PASAR (A+B+D) IV. PENYERTAAN (-/-) V. TOTAL MODAL UNTUK RISIKO KREDIT (II – IV) VI. TOTAL MODAL UNTUK RISIKO KREDIT DAN RISIKO PASAR (III – IV) VII. AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) KREDIT VIII. ATMR RISIKO PASAR (SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR) IX. ATMR RISIKO PASAR (RISIKO EKUITAS) X. JUMLAH ATMR RISIKO KREDIT + RISIKO PASAR (VII+VIII+IX) XI. RASIO KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM YANG TERSEDIA UNTUK RISIKO KREDIT (V : VII) XII. RASIO KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM YANG TERSEDIA UNTUK RISIKO KREDIT DAN RISIKO PASAR (VI : X) 416 Lampiran 24 417 Lampiran 24 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 LAPORAN RINCIAN ATMR SECARA KONSOLIDASI Bank : Tanggal : 1. Total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit (sesuai ketentuan berlaku mengenai KPMM)* 2. Modal Inti (setelah diperhitungkan faktor pengurang, sesuai ketentuan berlaku mengenai KPMM)* 3. Modal Pelengkap (setelah diperhitungkan faktor pengurang, sesuai ketentuan berlaku mengenai KPMM)* 4. Penyertaan yang dilakukan Bank 5. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (CAR) untuk Risiko Kredit 6. TOTAL ATMR RISIKO PASAR Risiko Suku Bunga Risiko Spesifik Risiko Umum 0 0 Risiko Nilai Tukar Risiko Ekuitas 0 0 Risiko Perubahan Harga Option Risiko Suku Bunga Risiko Nilai Tukar 0 0 7. Modal Inti yang dialokasikan untuk mengantisipasi risiko pasar (minimum 28.5% x total beban modal) 8. Modal Pelengkap yang dialokasikan untuk mengantisipasi risiko pasar (yaitu yang dapat ditambahkan untuk Modal Pelengkap Tambahan) 9. Modal Pelengkap Tambahan yang memenuhi persyaratan Total 12,5 x Total (Ekuivalen ATMR) 0 0 0 Kelebihan Pinjaman Subordinasi yang tidak dapat diperhitungkan dalam Modal Pelengkap Pinjaman Subordinasi dengan maturitas awal minimum 2 tahun dan memenuhi kriteria Pinjaman Subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal 10. Modal Pelengkap Tambahan yang dialokasikan untuk mengantisipasi Risiko Pasar 11. TOTAL MODAL (Modal Inti + Modal Pelengkap + Modal Pelengkap Tambahan) 12. Dikurangi : 13. TOTAL ATMR (RISIKO KREDIT + RISIKO PASAR) 14. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum setelah memperhitungkan Risiko Kredit dan Risiko Pasar 15. Rasio Kelebihan Modal Pelengkap Tambahan 16. Rasio Posisi Devisa Neto (PDN) 0 ATMR untuk risiko kredit atas seluruh surat berharga dalam trading book yang telah diperhitungkan Risiko Spesifik (Formulir I.a) 0 * Laporan Bank dilakukan berdasarkan perhitungan Bank sendiri, sedangkan Bank Indonesia akan menggunakan data pengawasan yang ada di Bank Indonesia 418 Lampiran 25 419 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 25 LAPORAN KUALITAS AKTIVA DAN PEMBENTUKAN PPA SECARA KONSOLIDASI Bank : Tanggal : (dalam jutaan rupiah) BANK POS-POS L DPK KL D KONSOLIDASI M Jumlah L DPK KL D M Jumlah A. AKTIVA PRODUKTIF 1. Penempatan pada bank lain PPA yang wajib dibentuk - Penempatan pada bank lain PPA yang telah dibentuk - Penempatan pada bank lain 2. Surat-surat berharga a. Diperdagangkan b. Tersedia untuk dijual c. Dimiliki sampai jatuh tempo PPA yang wajib dibentuk - Surat berharga PPA yang telah dibentuk - Surat berharga 3. Kredit a. Konsumsi b. Modal Kerja c. Investasi PPA yang wajib dibentuk - Kredit PPA yang telah dibentuk - Kredit 4. Penyertaan a. Pada perusahaan keuangan selain asuransi b. Pada perusahaan asuransi c. Dalam rangka restrukturisasi kredit (PMS) PPA yang wajib dibentuk - Penyertaan PPA yang telah dibentuk - Penyertaan 5. Tagihan lain PPA yang wajib dibentuk - Tagihan Lain PPA yang telah dibentuk - Tagihan Lain 6. Komitmen dan kontinjensi PPA yang wajib dibentuk - Komitmen dan Kontinjensi PPA yang telah dibentuk - Komitmen dan Kontinjensi B. AKTIVA NON PRODUKTIF 1. Properti terbengkalai PPA yang wajib dibentuk - Properti Terbengkalai PPA yang telah dibentuk - Properti Terbengkalai 2. Agunan yang diambil alih PPA yang wajib dibentuk - Agunan yang Diambil Alih PPA yang telah dibentuk - Agunan yang Diambil Alih 3. Rekening antar kantor dan suspense account PPA yang wajib dibentuk - RAK & Suspense Account PPA yang telah dibentuk - RAK & Suspense Account JUMLAH 1. a. PPA produktif yang wajib dibentuk b. PPA non produktif yang wajib dibentuk *) c. Total PPA yang wajib dibentuk 2. a. PPA produktif yang telah dibentuk b. PPA non produktif yang telah dibentuk *) c. Total PPA yang telah dibentuk 3. Kekurangan/kelebihan PPA yang wajib dibentuk 420 Lampiran 26 421 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 Lampiran 26 LAPORAN PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT BANK SECARA KONSOLIDASI NAMA BANK LAPORAN TANGGAL No (1) Nama Peminjam (2) Individu/ Nama Status Hubungan kelompok/ Kelompok Keterkaitan Jenis Total Kelompok dengan Bank Penyediaan Dana (3) (4) (5) (6) BANK Jangka Jumlah Waktu Penyediaan Dana Awal Jatuh Tempo Rp Valas*) (7) (8) (9) (10) Kurs (11) Jenis Penyediaan Dana (12) PERUSAHAAN ANAK Jangka Jumlah Waktu Penyediaan Dana Awal Jatuh Tempo Rp Valas*) (13) (14) (15) (16) Kurs Modal Konsolidasi **) (17) (18) KONSOLIDASI Jumlah Penyediaan Dana Rp Valas*) (19) (20) Pelampauan/ Pelanggaran BMPK Nominal (Rp) % (21) (22) Kualitas Keterangan (23) (24) TOTAL *) **) nilai ekuivalen dalam rupiah dengan menggunakan kurs tanggal laporan modal konsolidasi merupakan modal konsolidasi pada bulan laporan 422 27.a Lampiran 29.a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP Tahun 2006 LAPORAN PELAMPAUAN BMPK SECARA KONSOLIDASI UNTUK PIHAK TIDAK TERKAIT NAMA BANK LAPORAN TANGGAL Nama No Peminjam (1) (2) Individu/ Nama Grup/ Kelompok/ Kelompok Jenis Total Kelompok Peminjam Penyediaan Dana (3) (4) (5) BANK Jangka Jumlah Waktu Penyediaan Dana Awal Jatuh Tempo Rp Valas*) (6) (7) (8) (9) Jenis Kurs Penyediaan dana (10) (11) PERUSAHAAN ANAK Jangka Waktu Awal Jatuh Tempo (12) (13) TOTAL *) **) nilai ekuivalen dalam rupiah dengan menggunakan kurs tanggal laporan modal konsolidasi merupakan modal konsolidasi pada bulan laporan 423 PERUSAHAAN ANAK Jumlah Penyediaan Dana Rp Valas*) (14) (15) Modal Kurs Konsolidasi **) (16) (17) KONSOLIDASI Jumlah Penyediaan Dana Rp Valas*) (18) (19) Pelampauan BMPK Nominal (Rp) (20) % (21) Kualitas Keterangan (22) (23) 424 29.b Lampiran 27.b Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP Tahun 2006 LAPORAN PELANGGARAN BMPK SECARA KONSOLIDASI UNTUK PIHAK TIDAK TERKAIT NAMA BANK LAPORAN TANGGAL No (1) Nama Peminjam (2) Individu/ Nama Grup/ Kelompok/ Kelompok Jenis Total Kelompok Peminjam Penyediaan Dana (3) (4) (5) BANK Jangka Jumlah Waktu Penyediaan Dana Awal Jatuh Tempo Rp Valas*) (6) (7) (8) (9) Kurs (10) Jenis Penyediaan dana (11) PERUSAHAAN ANAK Jangka Jumlah Waktu Penyediaan Dana Awal Jatuh Tempo Rp (12) (13) (14) TOTAL *) **) nilai ekuivalen dalam rupiah dengan menggunakan kurs tanggal realisasi penyediaan dana modal konsolidasi merupakan modal konsolidasi pada triwulan terakhir sebelum realisasi penyediaan dana 425 AAN ANAK Jumlah Penyediaan Dana Valas*) (15) Kurs (16) KONSOLIDASI Modal Jumlah Konsolidasi Penyediaan Dana **) Rp Valas*) (17) (18) (19) Pelanggaran BMPK Nominal (Rp) (20) % (21) Kualitas Keterangan (22) (23) 426 Lampiran 30 28 LAMPIRAN Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/30/DPNP Tanggal 12 Desember 2007 382 427 426 427 444 461 471 476 487 496 501 517 523 538 383 428 KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan Bank kepada nasabahnya, Bank dituntut untuk mengembangkan strategi bisnis Bank antara lain dengan memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi (TI). Pengembangan strategi tersebut selanjutnya mendorong investasi baru dalam TI yang digunakan dalam pemrosesan transaksi dan informasi. Kehandalan Bank mengelola TI menentukan keberhasilan Bank dalam menghasilkan suatu informasi yang lengkap, akurat, terkini, utuh, aman, konsisten, tepat waktu dan relevan. Dengan demikian informasi yang dihasilkan dapat mendukung proses pengambilan keputusan dan operasional bisnis Bank. Penggunaan TI selain meningkatkan kecepatan dan keakuratan transaksi serta pelayanan kepada nasabah, juga meningkatkan risiko misalnya risiko operasional, reputasi, legal, kepatuhan dan strategis. Untuk itu diharapkan Bank memiliki manajemen risiko yang terpadu untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Namun demikian mengingat terdapat perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran dan kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko yang sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank. Pedoman ini merupakan pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan TI yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan TI. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar hendaknya menggunakan parameter yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal-hal yang dikemukakan dalam pedoman. Sementara itu Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang relatif kecil dapat menggunakan parameter yang lebih ringan dari hal-hal yang dikemukakan dalam pedoman sepanjang Bank telah mempertimbangkan hasil penilaian terhadap risiko dalam aktivitas bisnis Bank, profil keamanan TI maupun hasil analisis atas cost and benefit. Bank juga diharapkan mengimplementasikan kerangka manajemen risiko ini dengan memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku, standar nasional dan internasional serta best practices untuk memastikan bahwa manajemen risiko yang memadai telah diterapkan. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum ii 429 BAB I –MANAJEMEN BAB I MANAJEMEN 1.1. PENDAHULUAN Operasional kegiatan usaha Bank termasuk pemrosesan transaksi dan pembukuan sangat tergantung pada keandalan Teknologi Informasi (TI). Informasi yang dihasilkan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan baik oleh pihak intern Bank maupun pihak ekstern. Untuk itu TI harus dikelola secara efektif guna memaksimalkan efektifitas penggunaannya dan agar risiko terkait dari teknologi yang diimplementasikan dapat dimitigasi. Mengingat bahwa TI merupakan aset penting dalam operasional yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing Bank sementara dalam penyelenggaraannya mengandung berbagai risiko, maka Bank perlu menerapkan IT Governance. Penerapan IT Governance dilakukan melalui penyelarasan Rencana Strategis Teknologi Informasi dengan strategi bisnis Bank, optimalisasi pengelolaan sumber daya, pemanfaatan Teknologi Informasi (IT value delivery), pengukuran kinerja dan penerapan manajemen risiko yang efektif. Keberhasilan penerapan IT Governance sangat tergantung pada komitmen dewan komisaris dan direksi serta seluruh satuan kerja di Bank, baik penyelenggara maupun pengguna TI. Sehubungan dengan hal itu diperlukan kebijakan yang memuat peran dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi dan pejabat tertinggi TI dalam memastikan diterapkannya manajemen risiko TI secara efektif. 1.2. MANAJEMEN TEKNOLOGI INFORMASI 1.2.1. Peran danTanggungjawab Manajemen 1.2.1.1. Dewan Komisaris Sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, fungsi dewan komisaris adalah mengawasi kebijaksanaan direksi dalam operasional Bank serta memberi nasihat pada direksi. Dengan demikian dewan komisaris hendaknya memiliki komitmen, memahami dan berperan serta dalam kegiatan terkait TI. Tanggung jawab dewan komisaris mencakup antara lain: a. mengarahkan, memantau dan mengevaluasi Rencana Strategis TI dan kebijakan Bank terkait penyelenggaraan TI; b. melakukan pemantauan dan mengevaluasi kesesuaian antara kebijakan dengan penerapan manajemen risiko dalam penggunaan TI; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 1 430 BAB I –MANAJEMEN c. melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit, memastikan audit dilaksanakan dengan frekuensi dan lingkup yang memadai serta melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit; d. melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengamanan yang andal dan efektif atas TI guna menjamin ketersediaan, kerahasiaan, keakuratan informasi. 1.2.1.2. Direksi Wewenang dan tanggung jawab bagi direksi mencakup : a. menetapkan Rencana Strategis TI dan rencana pelaksanaan/pengembangan TI jangka pendek yang sejalan dengan rencana strategis dan rencana tahunan Bank; b. menetapkan kebijakan dan prosedur terkait penyelenggaraan TI yang memadai dan mengkomunikasikannya secara efektif, baik pada satuan kerja penyelenggara maupun pengguna TI. Selanjutnya direktur yang membawahi Satuan Kerja Kepatuhan perlu meninjau ulang kebijakan dan prosedur tersebut untuk memastikan pemenuhan terhadap ketentuan perundangan yang berlaku; c. mereview, menyetujui dan memantau proyek-proyek teknologi yang berdampak secara signifikan terhadap operasional dan kondisi keuangan Bank; d. memastikan: 1) TI yang digunakan Bank dapat mendukung perkembangan usaha, pencapaian tujuan bisnis Bank dan kelangsungan pelayanan kepada nasabah; 2) tersedianya satuan kerja yang berfungsi mengelola TI yang diselenggarakan oleh Bank (atau digunakan oleh Bank bila diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI); 3) kebijakan dan prosedur serta standar yang ditetapkan telah diterapkan, dikaji ulang dan direvisi secara berkala; 4) tersedianya Sistem Pengelolaan Pengamanan Informasi (Information Security Management System) yang efektif dan dikomunikasikan kepada seluruh pengguna dan penyelenggara Sistem Informasi; 5) terdapat penerapan proses manajemen risiko dalam penggunaan TI yang dilaksanakan secara efektif dan memadai antara lain dengan: a) menumbuhkan risk awareness dari manajemen; b) memiliki dan mengkomunikasikan pemahaman yang jelas mengenai kriteria dan tingkat risiko yang dapat diterima oleh Bank (risk appetite) kepada satuan kerja pengguna dan penyelenggara TI; c) memiliki pemahaman terhadap ketentuan yang berlaku; d) mengkomunikasikan risiko signifikan secara transparan kepada satuan kerja pengguna dan penyelenggara TI yang menghadapi risiko tersebut; dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 2 431 BAB I –MANAJEMEN e) mengembangkan struktur organisasi beserta uraian tugas dan tanggung jawab yang dapat mengelola risiko yang dihadapi Bank secara komprehensif, sistematis dan terintegrasi. 6) tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan kompeten sesuai dengan kebutuhan; 7) terdapat upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia terkait penyelenggaraan TI diantaranya melalui pendidikan/pelatihan yang memadai dan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran atas pengamanan informasi; 8) terdapat sistem pengukuran kinerja proses penyelenggaraan TI yang paling kurang dapat: a) mendukung proses pemantauan terhadap implementasi strategi; b) mendukung penyelesaian proyek; c) mengoptimalkan pendayagunaan investasi pada infrastruktur dan sumber daya manusia; d) meningkatkan kinerja proses penyelenggaraan TI dan kualitas layanan penyampaian hasil proses kepada pengguna; 9) struktur organisasi manajemen proyek dari seluruh proyek terkait TI digunakan dengan maksimal; e. dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain, direksi harus memastikan bahwa Bank memiliki kontrak tertulis yang mengatur peran, hubungan, kewajiban, tanggung jawab dari semua pihak yang terikat kontrak tersebut, serta memiliki keyakinan bahwa kontrak tersebut merupakan perjanjian yang berkekuatan hukum dan melindungi kepentingan Bank. 1.2.1.3. Komite Pengarah Teknologi Informasi (IT Steering Committee) Bank wajib memiliki Komite Pengarah TI yang bertujuan untuk membantu dewan komisaris dan direksi mengawasi kegiatan terkait TI. Komite sekurangkurangnya terdiri dari: a. Direktur yang membawahi satuan kerja Teknologi Informasi; b. Direktur yang membawahi satuan kerja Manajemen Risiko; c. Pejabat tertinggi yang membawahi satuan kerja penyelenggara TI; d. Pejabat tertinggi yang membawahi satuan kerja pengguna utama TI; Kewajiban untuk memiliki Komite Pengarah TI berlaku juga untuk Bank yang dimiliki oleh Bank Asing. Sedangkan untuk kantor cabang Bank Asing (KCBA), fungsi Komite Pengarah TI dapat dilaksanakan oleh fungsi sejenis yang berada di kantor pusat atau kantor regional. Untuk dapat melaksanakan tugasnya, Komite Pengarah TI wajib memiliki IT Steering Committee Charter yang mencantumkan wewenang dan tanggung jawab komite. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 3 432 BAB I –MANAJEMEN Untuk dapat melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, komite harus melakukan pertemuan secara berkala untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan strategi TI yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat. Wewenang dan tanggung jawab Komite Pengarah TI adalah memberikan rekomendasi kepada direksi yang paling kurang mencakup: a. Rencana Strategis TI (Information Technology Strategic Plan) yang sesuai dengan rencana strategis kegiatan usaha Bank. Dalam memberikan rekomendasi, Komite hendaknya memperhatikan faktor efisiensi, efektifitas serta hal-hal sebagai berikut: 1) rencana pelaksanaan (road-map) untuk mencapai kebutuhan TI yang mendukung strategi bisnis Bank. Road map terdiri dari kondisi saat ini (current state), kondisi yang ingin dicapai (future state) serta langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai future state; 2) sumber daya yang dibutuhkan; 3) keuntungan / manfaat yang akan diperoleh saat rencana diterapkan. b. perumusan kebijakan dan prosedur TI yang utama seperti kebijakan pengamanan TI dan manajemen risiko terkait penggunaan TI di Bank; c. kesesuaian proyek-proyek TI yang disetujui dengan Rencana Strategis TI. Komite juga menetapkan status prioritas proyek TI yang bersifat kritikal (berdampak signifikan terhadap kegiatan operasional Bank) misalnya pergantian core Banking application, server production dan topologi jaringan; d. kesesuaian pelaksanaan proyek-proyek TI dengan rencana proyek (project charter) yang disepakati dalam service level agreement. Komite hendaknya melengkapi rekomendasi dengan hasil analisis dari proyek-proyek TI yang utama sehingga memungkinkan direksi mengambil keputusan secara efisien; e. kesesuaian TI dengan kebutuhan sistem informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha Bank; f. efektivitas langkah-langkah minimalisasi risiko atas investasi Bank pada sektor TI dan bahwa investasi tersebut memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan bisnis Bank; g. pemantauan atas kinerja TI, dan upaya peningkatannya misalnya dengan mendeteksi keusangan TI dan mengukur efektivitas dan efisiensi penerapan kebijakan pengamanan TI; h. upaya penyelesaian berbagai masalah terkait TI, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan satuan kerja penyelenggara. Komite dapat memfasilitasi hubungan antara kedua satuan kerja tersebut; i. kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank. Apabila sumber daya yang dimiliki tidak memadai dan Bank akan menggunakan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan TI maka Komite Pengarah TI harus memastikan Bank telah memiliki kebijakan dan prosedur terkait. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 4 433 BAB I –MANAJEMEN 1.2.1.4. Pejabat Tertinggi Yang Bertanggungjawab Membawahi Bidang TI Dalam struktur organisasi, Bank harus menetapkan pejabat tertinggi yang hanya membawahi bidang TI. Jabatan tersebut dapat dibawahi oleh direktur TI atau pimpinan satuan kerja TI sesuai dengan kompleksitas usaha di Bank. Wewenang dan tanggung jawab utama dari pejabat tertinggi TI tersebut minimal (namun tidak terbatas pada), mencakup hal-hal berikut: a. merumuskan kebijakan, rencana dan anggaran TI; b. menerapkan semua kebijakan TI dan rencana yang telah ditetapkan oleh direksi; c. memberikan dukungan pemberian jasa TI kepada satuan kerja pengguna untuk mencapai target bisnisnya secara responsif dan tepat waktu; d. memastikan setiap informasi yang dimiliki oleh satuan kerja pengguna TI mendapatkan perlindungan yang baik terhadap semua gangguan yang dapat menyebabkan kerugian akibat bocornya data/informasi penting; e. memastikan kecukupan dan efektifitas kebijakan dan prosedur TI serta penerapan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, menilai dan mengawasi risiko TI; f. memastikan terdapatnya pengawasan yang memadai dalam setiap pengembangan atau modifikasi sistem TI; g. memberikan kepada direksi laporan pelaksanaan TI secara periodik dan jika diperlukan dapat mengusulkan tindakan untuk mengatasi kelemahan TI yang telah ditemukan; h. menilai kinerja dari layanan TI di Bank, contohnya persentase berapa lama sistem mati (downtime error), pelanggaran keamanan, perkembangan proyek, penerapan perjanjian tingkat layanan (Service Level Agreement - SLA) antara satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna atau pihak penyedia jasa TI; i. memastikan tindakan yang tepat telah dilakukan untuk memperbaiki temuan audit baik dari auditor intern maupun auditor ekstern atau berdasarkan laporan pemeriksaan Bank Indonesia; j. memastikan kecukupan sumber daya manusia baik dalam penyelenggaraan TI maupun dalam penerapan manajemen risiko ; k. apabila pejabat tertinggi yang secara langsung membawahi TI adalah seorang direktur maka yang bersangkutan berkewajiban mengawasi implementasi budget TI seperti pengadaan di bidang TI dan pelatihan. Apabila pejabat tertinggi bukan seorang direktur maka pengawasan kedua bidang tersebut dapat dilakukan oleh direktur yang membawahi; l. direktur TI bertanggung jawab terhadap penyusunan dan implementasi arsitektur TI dan rencana-rencana lain yang strategis yang mempengaruhi modal Bank secara signifikan, memastikan struktur organisasi manajemen proyek dari seluruh proyek terkait TI digunakan dengan maksimal; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 5 434 BAB I –MANAJEMEN m. memastikan bahwa kontrak tertulis antara Bank dengan pihak penyedia jasa TI mencakup hal-hal yang telah diatur pada Bab X - Penggunaan Pihak Penyedia Jasa TI. 1.2.2. Rencana Strategis Teknologi Informasi Rencana Strategis TI (Information Technology Strategic Plan) merupakan dokumen yang menggambarkan visi dan misi TI Bank, strategi yang mendukung visi dan misi tersebut dan prinsip-prinsip utama yang menjadi acuan dalam penggunaan TI untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan mendukung rencana strategis jangka panjang Bank. Sebelum menyusun Rencana Strategis TI Bank hendaknya melakukan analisis mengenai hal-hal yang terkait antara lain data terkait Corporate Plan, standar dan regulasi TI dan industri perbankan yang berlaku, trend teknologi, dan hasil assessment terhadap current IT environment. Proses penyusunan dilakukan oleh satuan kerja penyelenggara TI, satuan-satuan kerja pengguna TI dan Komite Pengarah TI. Dokumen Rencana strategis TI mencakup antara lain hal-hal sebagai berikut: a. target perkembangan usaha Bank; b. standar-standar teknologi yang digunakan; c. ketentuan perundangan yang mendasari (antara lain mengenai rahasia bank, pengamanan, transparansi informasi produk dan penggunaan data pribadi nasabah); d. rencana kebutuhan akan aplikasi untuk produk dan aktivitas baru dan pengembangan produk dan aktivitas yang ada; e. biaya terkait dengan implementasi rencana; f. proses yang dibutuhkan dalam rangka efisiensi; g. pelayanan nasabah dan kualitas kinerja teknologi; h. analisis kemampuan sumber daya TI yang dimiliki Bank; i. infrastruktur TI yang optimal untuk masa depan; j. kemampuan untuk menyesuaikan dan mengintegrasikan dengan perkembangan teknologi baru; dan k. kemampuan untuk menyesuaikan dengan iklim perkembangan ekonomi Indonesia (secara makro). Dalam penyusunan Rencana Strategis TI Bank hendaknya memperhatikan halhal sebagai berikut: a. kesesuaian arah dengan rencana strategis Bank secara keseluruhan; b. kesesuaian arah dengan strategi dan kegiatan masing-masing unit bisnis, kondisi pasar dan struktur demografi serta segmentasi nasabah; c. pemahaman manajemen mengenai peran dari TI dalam mendukung pelaksanaan kegiatan usaha Bank yang ada sekarang dan yang direncanakan; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 6 435 BAB I –MANAJEMEN d. pemahaman manajemen mengenai hubungan antara sumber daya TI yang digunakan sekarang dan yang direncanakan dengan strategi dan rencana kerja dari satuan kerja pengguna TI; e. mempertimbangkan manfaat langsung dan tak langsung yang akan diperoleh dibandingkan biaya yang akan dikeluarkan untuk penggunaan teknologi; f. kebutuhan akan investasi baru dibidang teknologi. 1.2.3. Organisasi Teknologi Informasi 1.2.3.1. Fungsi Manajemen Risiko TI Bank perlu memiliki fungsi penerapan manajemen risiko penggunaan TI dalam organisasi Bank yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki risiko dan yang memantau (oversee) risiko serta yang melakukan test dan verifikasi. Bank perlu memiliki kebijakan bahwa identifikasi, pengukuran dan pemantauan risiko setiap aktivitas/bisnis secara periodik dilakukan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko bekerja sama dengan satuan kerja penyelenggara TI dan satuan kerja pengguna TI. Selain itu untuk fungsi tertentu seperti fungsi pengamanan informasi dan fungsi Business Continuity Plan (BCP), pelaksanaan pengelolaan risiko tetap merupakan tanggung jawab dari tim kerja atau petugas yang melaksanakan fungsifungsi tersebut. Oleh karena itu manajemen Bank wajib memastikan pemantauan yang memadai dan pelaporan mengenai aktivitas terkait TI dan risikonya. Agar proses pemantauan dan pelaporan berfungsi optimal, maka audit internal maupun eksternal harus dapat melaksanakan fungsi test dan verifikasi dalam setiap pemeriksaan TI. Untuk dapat menerapkan manajemen risiko pengamanan informasi secara optimal, Bank selain perlu memiliki fungsi yang melaksanakan prosedur pengamanan informasi sehari-hari juga perlu memiliki fungsi pengelola program pengamanan informasi dan pemantauan pengamanan secara bank-wide. Fungsi pertama hanya dapat melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dan tidak dapat mengambil keputusan untuk melakukan pengecualian atau mengubah prosedur dan standar pengamanan yang telah ditetapkan tersebut. Idealnya Bank perlu memisahkan kedua fungsi tersebut sehingga fungsi pengelola program pengamanan informasi (Information Security Officer) tersebut tidak bertanggungjawab terhadap satuan kerja TI melainkan kepada direksi. Dalam pelaksanaannya, Bank dapat menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan kedua fungsi tersebut di atas yang disesuaikan dengan struktur organisasi dan kompleksitas usaha serta teknologi pendukung yang digunakan Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 7 436 BAB I –MANAJEMEN 1.2.3.2. Struktur Organisasi Satuan Kerja TI Bank perlu memiliki struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan dan penggunaan TI, dan sekurang-kurangnya memperhatikan halhal sebagai berikut: a. struktur organisasi secara spesifik menggambarkan garis kewenangan, pelaporan, tanggung jawab (dan jika dibutuhkan, orang pengganti) untuk setiap fungsi TI yang harus dimiliki; b. terdapat prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties) untuk mencegah seseorang mendapat tanggung jawab atas fungsi-fungsi yang berbeda dan kritikal sedemikian rupa yang dapat menyebabkan kesalahan tidak mudah dideteksi. Misalnya adanya pemisahan pegawai yang bertanggung jawab melakukan administrasi pengamanan informasi (security administrator) dengan yang bertanggung jawab atas pengembangan dan yang melakukan kegiatan operasional TI; c. struktur organisasi yang tidak membuka peluang bagi siapapun secara independen untuk melakukan dan atau menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugas serta dapat mematikan fasilitas sistem keamanan; d. untuk Bank berskala usaha yang relatif kecil atau kantor cabang di daerah terpencil, dimana tidak bisa menerapkan prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab yang memadai (segregation of incompatible duties) baik secara keseluruhan maupun sebagian, harus diganti dengan bentuk pengawasan lain atau compensating controls untuk pencegahan kesalahan penyelenggaraan TI. Dalam menentukan bentuk compensating controls yang akan diterapkan, Bank harus memperhatikan kepemilikan data, tanggung jawab otorisasi transaksi, dan hak akses ke data. Contoh compensating controls, antara lain audit trail, rekonsiliasi, exception reporting, transaction log, supervisory review, independent review. Sekalipun compensating control diterapkan, penyelenggaraan TI tetap harus berdasarkan prinsip kehati-hatian; e. penempatan personil mempertimbangkan kompetensi (pengetahuan dan keahlian) sumber daya manusia yang sesuai dengan posisi (jabatan/tugas); f. pembagian tanggung jawab dan penetapan target dirumuskan dengan baik di antara fungsi pengelolaan risiko dan bidang-bidang fungsional penyelenggaraan TI. 1.2.3.3. Manajemen Risiko TI pada Satuan Kerja Pengguna Pimpinan dari satuan kerja pengguna TI juga mempunyai tanggung jawab atas penyelenggaraan dan penggunaan TI antara lain: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 8 437 BAB I –MANAJEMEN a. memastikan adanya proses komunikasi berkelanjutan kepada satuan kerja TI mengenai kebutuhan terkait strategi bisnis Bank misalnya rencana penerbitan produk baru; b. menetapkan kebutuhan SIM dan mengkomunikasikannya ke satuan kerja TI; c. memastikan pegawai di satuan kerja pengguna berpartisipasi dalam proses pengujian yang dilakukan atas aplikasi yang akan digunakan oleh satuan kerja tersebut; d. memastikan para pengguna TI di satuan kerja pengguna mematuhi prosedur pengamanan yang telah ditetapkan untuk diterapkan. Kepemilikan data/informasi berada pada satuan kerja pengguna. Sedangkan satuan kerja penyelenggara TI bertanggung jawab atas custody of asset yang berupa data/informasi. Untuk itu satuan kerja TI harus menetapkan standar dan prosedur Custody of Corporate Assets untuk mengelola data/informasi tersebut secara memadai. 1.2.4. Pengendalian Personil (Personnel Control) Di samping membutuhkan pemilihan teknologi yang tepat, Bank juga membutuhkan personil yang memiliki kemampuan dan keahlian yang sesuai dan dapat mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi TI secara maksimal. Karena itu Bank perlu melakukan pengendalian personil antara lain dengan menerapkan: a. penetapan prosedur untuk penerimaan pegawai baru, mutasi dan promosi, serta pemberhentian petugas TI. Prosedur ini berlaku untuk pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa. Untuk fungsi yang sensitif dalam pengelolaan TI diperlukan penelitian latar belakang calon pegawai dalam proses penerimaan; b. penetapan tugas, tanggung jawab, harapan/target secara transparan; c. penetapan standar penilaian kinerja, upah/gaji dan tunjangan, serta pensiun; d. program pendidikan dan pelatihan serta penilaian kinerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas para pegawai baik penyelenggara maupun pengguna TI. Agar langkah-langkah pengendalian tersebut efektif, Bank perlu mempunyai rencana manajemen sumber daya manusia yang terintegrasi dengan Rencana Strategis TI. 1.2.5. Manajemen Proyek Dalam hal Bank melakukan pengembangan dan pengadaan TI yang penting dan berskala besar, diperlukan suatu pengorganisasian dalam bentuk Manajemen Proyek. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa sistem aplikasi yang diserahkan oleh satuan kerja TI untuk digunakan oleh satuan kerja pengguna, telah dikembangkan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 9 438 BAB I –MANAJEMEN dengan struktur yang baik dan telah mengakomodir kebutuhan pengguna serta sesuai dengan sistem TI yang dimiliki Bank. Tim manajemen proyek mengadministrasikan kemajuan masing-masing proyek dan membantu koordinasi antara pelaksana proyek dan calon pengguna sistem/aplikasi TI di setiap proyek serta melaporkannya ke Komite Pengarah TI. Bentuk manajemen proyek dalam organisasi Bank disesuaikan dengan kompleksitas dan ukuran Bank yaitu dapat berupa suatu satuan kerja tetap atau bersifat ad hoc. 1.2.6. Sistem Informasi Manajemen (SIM) Bank perlu memastikan terdapat suatu SIM yang dapat menghasilkan informasi yang diperlukan dalam rangka mendukung peran dan fungsi manajemen secara efektif. SIM harus dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan secara lengkap, akurat, terkini, utuh, aman, benar, konsisten, tepat waktu, relevan dan dapat diaplikasikan untuk memudahkan proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang mendukung usahausaha pencapaian strategis bisnis Bank. Di samping itu, SIM yang dimiliki Bank harus dapat: a. memfasilitasi pengelolaan operasional bisnis Bank termasuk pelayanan kepada nasabah; b. mencatat dan mengumpulkan informasi secara obyektif; c. mendistribusikan data/informasi ke berbagai satuan kerja sesuai jenis informasi, kualitas dan kuantitas maupun frekuensi dan waktu pengiriman laporan yang dibutuhkan; d. meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi di Bank; e. membantu Bank meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan perundangan; f. mendukung proses penilaian kinerja seluruh satuan kerja. Kemajuan teknologi dapat meningkatkan ketersediaan informasi sehingga satuan kerja TI memegang peranan penting dalam efektivitas SIM Bank. Satuan Kerja TI menetapkan kebijakan, prosedur dan pengendalian manajemen database dan pembuatan laporan untuk membantu memastikan keefektifan SIM. 1.2.7. Dokumentasi Manajemen Bank harus memastikan pengendalian internal maupun audit dapat melakukan test dan validasi atas kebijakan, proses, prosedur, standar dan requirements dalam pengelolaan TI. Untuk itu Bank harus memiliki dokumentasi kebijakan pengamanan dan manajemen risiko operasional yang jelas, lengkap dan dapat diaplikasikan khususnya yang terkait dengan risiko terkait TI di masing-masing satuan kerja pengguna TI. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 10 439 BAB I –MANAJEMEN 1.3. MANAJEMEN RISIKO TERKAIT TEKNOLOGI INFORMASI Kemampuan Bank memitigasi risiko TI tergantung dari hasil identifikasi, pengukuran, pengendalian dan pemantauan risiko-risiko terkait TI yang berpotensi mengancam keamanan dan operasional Bank. Proses manajemen risiko terkait TI yang harus dilakukan setiap Bank mencakup empat hal penting yaitu: a. merencanakan penggunaan TI; b. menilai risiko terkait TI; c. menetapkan proses pengukuran dan pemantauan risiko terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI; d. implementasi pengendalian TI. 1.3.1. Perencanaan Penggunaan TI Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Bank wajib memiliki Rencana Strategis Teknologi Informasi (Information Technology Strategic Plan) yang mendukung rencana strategis kegiatan usaha Bank. Selanjutnya Rencana Strategis Teknologi Informasi yang akan diimplementasikan dalam satu tahun kedepan diungkapkan dalam Rencana Bisnis Bank yaitu dalam bagian Kebijakan dan Strategi Manajemen. Disamping itu apabila terdapat bagian dari Rencana Strategis TI tersebut yang terkait pengembangan produk dan aktivitas baru serta perubahan jaringan kantor bank maka harus diungkapkan pula pada bagian Pengembangan Produk dan Aktivitas Baru serta sub bab Perubahan Jaringan Kantor Bank. Setiap rencana pengeluaran terkait Rencana Strategis TI yang akan diimplementasikan pada tahun yang bersangkutan harus dimasukkan dalam proyeksi neraca di Rencana Bisnis. Mengingat rencana strategis TI bersifat jangka panjang, maka untuk menjaga kesesuaian dengan perkembangan usaha Bank dan perkembangan TI maka Bank sebaiknya melakukan evaluasi secara berkala yang mencakup antara lain kinerja TI Bank serta tercapainya sasaran dan anggaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian proyeksi neraca di Rencana Bisnis dapat lebih realistis dan berkesinambungan dari tahun ke tahun. 1.3.2. Penilaian Risiko yang Berkesinambungan Kebijakan pengelolaan TI pada umumnya bertujuan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan TI dapat mendukung pencapaian rencana bisnis Bank dan memastikan risiko yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan TI tersebut dapat diatasi. Dalam melakukan identifikasi dan penilaian risiko tersebut, manajemen terlebih dahulu harus memastikan adanya risk awareness di seluruh lini Bank yaitu: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 11 440 BAB I –MANAJEMEN a. b. c. d. risk awareness dari pejabat eksekutif dan direksi; pemahaman yang jelas mengenai risk appetite dari Bank; pemahaman terhadap ketentuan yang berlaku; transparansi dan integrasi tanggung jawab mengenai risiko-risiko yang signifikan dari setiap aspek terkait penyelenggaraan TI. Untuk dapat memastikan hal-hal di atas, Bank dapat menjalankan risk awareness program bagi seluruh pegawai dan pengurus Bank atau menjalankan metode lain yang dapat meningkatkan kesadaran para pengguna TI akan risiko yang ada. 1.3.2.1. Jenis Risiko Terkait Teknologi Informasi Bank wajib memiliki pendekatan manajemen risiko yang terpadu (terintegrasi) untuk dapat melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko secara efektif. Risiko terkait teknologi wajib dikaji ulang bersamaan dengan risiko-risiko lainnya yang dimiliki Bank untuk menentukan risk profile bank secara keseluruhan. Adapun risiko terkait penyelenggaraan TI yang utama adalah: a. Risiko Operasional Risiko operasional melekat di setiap produk dan layanan yang disediakan Bank. Penggunaan TI dapat menimbulkan terjadinya risiko operasional yang disebabkan oleh antara lain ketidakcukupan/ketidaksesuaian desain, implementasi, pemeliharaan sistem atau komputer dan perlengkapannya, metode pengamanan, testing dan standar internal audit serta penggunaan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan TI. b. Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan dapat timbul bila Bank tidak memiliki sistem yang dapat memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku bagi Bank seperti kerahasiaan data nasabah. Risiko kepatuhan dapat berdampak buruk terhadap reputasi serta citra Bank, juga berdampak pada kesempatan berusaha dan kemungkinan ekspansi. c. Risiko Hukum Bank menghadapi risiko hukum yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sah suatu kontrak. d. Risiko Reputasi Opini publik yang negatif dapat timbul antara lain karena kegagalan sistem yang mendukung produk, kasus yang ada pada produk Bank dan ketidakmampuan Bank memberikan dukungan layanan nasabah pada saat terjadi kegagalan sistem (downtime). Opini negatif ini dapat menurunkan kemampuan Bank memelihara loyalitas nasabah dan keberhasilan produk dan layanan Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 12 441 BAB I –MANAJEMEN e. Risiko Strategis Risiko ini timbul karena ketidakcocokan TI yang digunakan Bank dengan tujuan strategis Bank dan rencana strategis yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini karena kualitas implementasi maupun sumber daya yang digunakan TI kurang memadai. Sumber daya tersebut mencakup saluran komunikasi, operating systems, delivery network, serta kapasitas dan kapabilitas pengelola TI. 1.3.2.2. Penilaian Risiko Dalam menggunakan teknologi, manajemen Bank harus menggunakan proses analisis yang ketat, menyeluruh, hati-hati & akurat, untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi risiko serta memastikan pengendalian risiko diterapkan. Untuk itu penilaian risiko yang dilakukan Bank perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu siklus yang minimal mencakup empat langkah penting sebagai berikut: a. Pengumpulan data/dokumen atas aktivitas terkait TI yang berpotensi menimbulkan atau meningkatkan risiko baik dari kegiatan yang akan maupun sedang berjalan termasuk namun tidak terbatas pada: 1) Aset TI yang kritikal, dalam rangka mengidentifikasi titik-titik akses dan penyimpangan terhadap informasi nasabah yang bersifat rahasia; 2) Hasil review rencana strategis bisnis, khususnya review terhadap penilaian risiko potensial; 3) Hasil due dilligence dan pemantauan terhadap kinerja pihak penyedia jasa; 4) Hasil review atas laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah dan atau pengguna TI ke Call Center dan atau Help Desk; 5) Hasil Self Assessment yang dilakukan seluruh satuan kerja terhadap pengendalian yang dilakukan terkait TI; 6) Temuan-temuan audit terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI. b. Analisis risiko berkaitan dengan dampak potensial dari tiap-tiap risiko, misalnya dari fraud di pemrograman, virus komputer, kegagalan sistem, bencana alam, kesalahan pemilihan teknologi yang digunakan, masalah pengembangan dan implementasi sistem, kesalahan prediksi perkembangan bisnis Bank. c. Penetapan prioritas pengendalian dan langkah mitigasi yang didasarkan pada hasil penilaian risiko Bank secara keseluruhan. Untuk itu Bank harus membuat peringkat risiko berdasarkan kemungkinan kejadian dan besarnya dampak yang dapat ditimbulkan serta mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk menurunkan eksposure risiko tersebut. d. Pemantauan kegiatan pengendalian dan mitigasi yang telah dilakukan atas risiko yang diidentifikasi dalam periode penilaian risiko sebelumnya, yang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 13 442 BAB I –MANAJEMEN antara lain mencakup rencana tindak lanjut perbaikan, kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab, sistem pelaporan, pengendalian kualitas termasuk compensating control. 1.3.3. Proses Pengukuran Dan Pemantauan Risiko Seperti telah diuraikan sebelumnya terdapat beberapa jenis risiko yang terkait dengan penggunaan TI namun yang terbesar potensinya adalah risiko operasional. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat risiko operasional sulit dikuantifikasi. Bank perlu memperhatikan signifikansi dampak risiko yang telah diidentifikasi oleh Bank terhadap kondisi bank serta frekuensi terjadinya risiko. Metode yang dapat digunakan Bank dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif tergantung kompleksitas usaha dan teknologi yang digunakan. Dalam metode kualitatif, besarnya dampak dan sering tidaknya kejadian (likelihood) dapat dijelaskan secara naratif atau dengan pemberian ranking. Contoh metode pengukuran yang sederhana antara lain dengan menggunakan check list atau menggunakan subjective risk rating seperti High, Medium atau Low. Bank harus menetapkan kriteria High, Medium atau Low dalam risk rating tersebut dan menerapkannya secara konsisten. Agar dapat memberikan hasil pengukuran risiko yang lebih sensitif, Bank dapat meningkatkan metode pemeringkatan risikonya dari 3x3 menjadi 4x4 sampai dengan 10x10. Contoh dari pemeringkatan menggunakan matriks risiko 5x5 adalah seperti dalam tabel berikut: RATE OF OCCURENCE / LIKELIHOOD Almost certain Likely Possible Unlikely Rare IMPACT/ CONSEQUENCES / LOSS Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic Low Low Very low Very low Very low Medium Medium Low Very low Very low High High Medium Low Low Very high Very high High Medium Low Very high Very high High Medium Medium Terdapat banyak program aplikasi pengukuran risiko yang menggunakan metode kuantitatif. Dalam metode ini digunakan data statistik mengenai kejadian dan besarnya dampak. Risiko diukur berdasarkan rata-rata tingkat kejadian (rate of occurance) dan besarnya dampak dari kejadian (the severity of the consequences/impact). Beberapa bank menggunakan VAR untuk pengukuran risiko dengan metode kuantifikasi yang menganalisa database likelihood dan dampak dari kejadian-kejadian yang telah lalu. Apabila Bank menggunakan paket sistem informasi manajemen risiko yang mencakup aplikasi pengukuran risiko sebagai alat bantu penerapan manajemen risiko dalam penggunaan TI, maka Bank harus memperhatikan asumsi yang digunakan dalam Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 14 443 BAB I –MANAJEMEN sistem tersebut, serta pertimbangan bisnis (business commonsense) dan pertimbangan profesi (profesional dilligence). Agar risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai atau diukur dapat dipantau oleh manajemen maka Bank perlu memiliki dokumentasi risiko (Risk Documentation) atau yang sering disebut sebagai Risk Register. Contoh pembuatan Risk Register tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.1. Contoh Penilaian Risiko. Bank dapat menetapkan komponen Risk Register yang berbeda dengan di Lampiran 1.1. namun paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. penetapan aset, proses, produk, atau kejadian yang mengandung risiko; b. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan dampak (Inherent Risk Assessment); c. langkah-langkah penanganan terhadap risiko potensial (potential risk treatment) misalnya Accept, Control, Avoid atau Transfer (ACAT); d. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan dampak setelah ACAT (Residual Risk Assesment). Dalam dokumentasi potential risk treatment tersebut Bank perlu memperhatikan antara lain risk appetite dari manajemen, fasilitas yang dapat digunakan sebagai preventive control atau corrective control, dan kesesuaian rencana mitigasi risiko dengan kondisi keuangan Bank. Dokumentasi risiko ini perlu dikinikan secara periodik. Langkah-langkah penanganan risiko potensial yang dapat diambil Bank sesuai butir c di atas adalah sebagai berikut: a. Manajemen memutuskan untuk menerima risiko jika besarnya dampak dan tingkat kecenderungan masih dalam batas toleransi organisasi (Accept) Contohnya adalah 1) dengan menetapkan Kriteria Penerimaan Risiko terkait dengan evaluasi dan penanganan risiko misalnya Nilai Risiko Akhir “Low”. Kecenderungan 5 4 3 2 1 Medium Low Low Low Low Medium Medium Medium Medium Low High High Medium Medium Medium High High High Medium Medium High High High High High 1 2 3 4 5 Dampak 2) Nilai Risiko Akhir “Medium” atau “High“, namun telah diputuskan untuk diterima oleh Manajemen dan dibuat suatu sistem prosedur untuk memantau risiko tersebut misalnya dengan menyediakan tambahan modal sesuai besarnya potensi risiko. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 15 444 BAB I –MANAJEMEN b. Organisasi memutuskan untuk tidak melakukan suatu aktivitas atau memilih alternatif aktivitas lain yang menghasilkan output yang sama untuk menghindari terjadinya risiko (Avoid risk). Contohnya hak privilege administrator pada user yang menggunakan PC yang mengandung risiko akan adanya malicious code pada PC. Risiko ini dapat dihindari dengan tidak memberikan hak privilege pada user sehingga user tidak bisa merubah konfigurasi dan meng-install software pada PC. c. Organisasi memutuskan mengurangi dampak maupun kemungkinan terjadinya risiko (Control / Mitigate). Contohnya penggunaan PC untuk mendukung proses bisnis organisasi mengandung risiko terjadinya hacking pada PC. Pengendalian risiko dilakukan dengan pemasangan fasilitas firewall untuk mencegah akses yang tidak terotorisasi. d. Organisasi memutuskan untuk mengalihkan seluruh atau sebagian tanggung jawab pelaksanaan suatu proses kepada pihak ketiga (Transfer). Contohnya Penggunaan fasilitas ruangan atau gedung mengandung risiko terjadi kebakaran. Risiko ini ditangani dengan memindahkan risiko ke perusahaan asuransi yaitu dengan mengasuransikan fasilitas ruangan atau gedung. 1.3.4. Implementasi Pengendalian Teknologi Informasi Manajemen harus menerapkan praktek-praktek pengendalian yang memadai sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko TI secara keseluruhan. Praktek-praktek pengendalian antara lain: a. penerapan kebijakan, prosedur, struktur organisasi termasuk alur kerjanya; b. pengendalian intern yang efektif yang dapat memitigasi risiko dalam proses TI. Cakupan dan kualitas pengendalian intern adalah kunci utama dalam proses manajemen risiko sehingga manajemen harus mengidentifikasi persyaratan spesifik pengendalian intern yang diperlukan dalam setiap kebijakan dan prosedur yang diterapkan; c. manajemen wajib menetapkan kebijakan dan prosedur serta standar (sistem pengelolaan pengamanan informasi) yang diperlukan Bank untuk melakukan pengamanan aset-aset terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI termasuk didalamnya data atau informasi. Aturan lebih lanjut mengenai Pengamanan dapat dilihat pada Bab V - Pengamanan Informasi; d. manajemen harus mengevaluasi hasil kaji ulang (review) dan pengujian atas BCP untuk setiap bagian operasional yang kritis. Aturan lebih lanjut mengenai BCP dapat dilihat pada Bab VI - Business Continuity Plan. Seperti halnya dalam pengelolaan pengamanan informasi, BCP merupakan suatu strategi yang menyeluruh dan dilaksanakan oleh segenap satuan kerja yang ada di Bank; e. manajemen wajib memastikan terdapat kebijakan dan prosedur mengenai penggunaan pihak penyedia jasa. direksi harus memiliki pemahaman secara Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 16 445 BAB I –MANAJEMEN menyeluruh atas risiko yang berhubungan dengan penggunaan jasa pihak penyedia jasa untuk sebagian atau semua operasional TI. Untuk itu satuan kerja TI harus melakukan evaluasi kemampuan penyedia jasa untuk menjaga tingkat keamanan paling tidak sama atau lebih ketat dari yang diterapkan oleh pihak intern Bank baik dari sisi kerahasiaan, integritas data dan ketersediaan informasi. Pengawasan dan pemantauan yang ketat harus dilakukan karena tanggung jawab manajemen Bank tidak hilang atau menjadi berkurang dengan melakukan outsourcing operasional TI kepada pihak penyedia jasa TI. Aturan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab X- Outsourcing; f. selain menerapkan bentuk pengendalian tersebut di atas, asuransi dapat digunakan sebagai pelengkap upaya memitigasi potensi kerugian dalam penyelenggaraan TI. Risiko yang perlu diasuransikan adalah residual risk. Bank hendaknya melakukan review secara periodik atas kebutuhan, cakupan dan nilai asuransi yang ditutup. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 17 446 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN BAB II PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN SISTEM 2.1. PENDAHULUAN Pengembangan dan pengadaan sistem mencakup pengelolaan sistem Teknologi Informasi yang tepat melalui proses identifikasi, pengembangan/pengadaan, implementasi dan pemeliharaan sistem Teknologi Informasi yang digunakan dalam proses bisnis Bank. Pengembangan dan pengadaan sistem dimaksud dapat berupa pengembangan perangkat lunak secara internal atau pembelian perangkat lunak, perangkat keras dan jasa pengembangan sistem dari pihak ketiga. Apabila pengelolaan dan pengendalian proses pengembangan dan pengadaan sistem lemah maka Bank dapat menghadapi berbagai risiko akibat adanya kesalahan (error), kejahatan (fraud) maupun produk atau layanan yang tidak tepat. 2.2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Dalam melakukan pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi manajemen wajib melakukan langkah-langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan data yang terjaga kerahasiaan dan integritasnya serta mendukung pencapaian tujuan Bank, antara lain mencakup: a. menetapkan dan menerapkan prosedur dan metodologi pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi secara konsisten; b. menerapkan manajemen proyek dalam pengembangan sistem aplikasi yang utama; c. memastikan testing yang dilakukan pada saat pengembangan dan pengadaan suatu sistem telah memadai; d. memastikan sistem yang dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna; e. memastikan kesesuaian satu sistem dengan sistem yang lain; f. melakukan dokumentasi sistem yang dikembangkan dan pemeliharaannya; g. memiliki manajemen perubahan sistem aplikasi; h. mengidentifikasi, mengukur dan mengendalikan secara memadai risiko-risiko yang dapat timbul terkait dengan pengembangan dan pengadaan sistem; i. memastikan bahwa Bank memiliki prosedur pengembangan sistem/aplikasi dalam keadaan darurat atau emergency changes. 2.2.1 Manajemen Proyek Untuk pengembangan/pengadaan sistem aplikasi yang utama, Bank harus memiliki manajemen proyek untuk memastikan sistem aplikasi telah dikembangkan dengan struktur yang baik dan telah mengakomodir kebutuhan pengguna serta sesuai dengan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 18 447 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN sistem Teknologi Informasi yang dimiliki Bank. Manajemen proyek dapat berbentuk tim kerja yang anggotanya paling kurang berasal dari satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna. Sementara audit internal merupakan pihak independen yang memberikan masukan bagi kedua satuan kerja tersebut dalam memastikan kecukupan pengendalian di sistem aplikasi (advisory capacity). 2.2.2. Manajemen Perubahan Program Yang dimaksud manajemen perubahan program adalah proses pengelolaan perubahan selama dalam pengembangan program, misalnya terjadi perubahan user requirement, perubahan teknologi pendukung yang digunakan. Prosedur manajemen perubahan program harus dirumuskan, dijalankan dan didokumentasikan dengan baik. Permintaan perubahan harus diteliti sebelum disetujui untuk menentukan metode lain dalam melakukan perubahan, biaya perubahan, serta waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas pemrograman. Penyebab sebenarnya yang menyebabkan perubahan harus diketahui dan didokumentasi dengan benar. Jejak audit (audit trail) dari semua perubahan yang diminta harus dipelihara. Aktivitas programmer harus diatur dan diawasi, dan semua pekerjaan yang ditugaskan harus diawasi dengan seksama terhadap tanggal pencapaian target. 2.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan dan prosedur pengembangan dan pengadaan antara lain: a. Kebijakan dan prosedur pengembangan dan pengadaan sistem Teknologi Informasi sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut: 1) identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna; 2) pendefinisian kebutuhan (user requirement); 3) rancangan system; 4) pemrograman; 5) pengujian; 6) implementasi; 7) post implementation review; 8) pemeliharaan. b. Setiap pengembangan dan pengadaan sistem Teknologi Informasi harus selalu di bawah kendali satuan kerja Teknologi Informasi. c. Terhadap aplikasi yang dikembangkan oleh vendor atau dipengadaan dari pihak ketiga, Bank harus melakukan proses pemilihan vendor/pihak ketiga yang mengacu pada pedoman BI tentang outsourcing serta kebijakan dan prosedur intern. Bank juga harus memastikan kecukupan pelatihan dan manual yang disusun sebagai bagian dari kontrak antara Bank dan vendor. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 19 448 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN d. Kebijakan dan prosedur yang perlu dimiliki Bank dalam manajemen proyek antara lain: 1) Studi kelayakan harus dilakukan untuk mengetahui biaya dan manfaat dari pengembangan sistem, serta untuk menentukan apakah akan menggunakan sumber daya internal atau outsource; 2) Persyaratan keamanan yang relevan harus dispesifikasikan secara jelas sebelum sistem baru dikembangkan atau diperoleh. Persyaratan keamanan tersebut harus sesuai dengan arsitektur keamanan informasi Bank secara keseluruhan; 3) Perencanaan yang baik harus dilakukan untuk memastikan bahwa proyek akan memenuhi tujuannya; 4) Bank harus melakukan pemisahan lingkungan (environment) untuk pengembangan, uji coba dan produksi, termasuk pembatasan akses ke masingmasing lingkungan; 5) Jika sistem didukung atau dipelihara oleh vendor/pihak lain, analisis yang baik untuk pemilihan perangkat lunak harus dilakukan untuk memastikan kebutuhan pengguna dan bisnis dapat dipenuhi; 6) Perjanjian kontrak antara Bank dan vendor harus diikat secara hukum; 7) Bank harus menerapkan manajemen pemeliharaan untuk semua proses pengembangan dan pengadaan sistem yang telah diimplementasikan; 8) Seluruh hasil (deliverables) pada setiap tahapan manajemen proyek harus didokumentasikan dengan baik. 9) Bank harus memiliki rencana proyek yang formal meliputi hal-hal sebagai berikut: a) identifikasi proyek, sponsor, dan manajer proyek; b) tujuan proyek, informasi latar belakang dan strategi pengembangan; c) deskripsi tanggung jawab utama dari tiap personil dalam manajemen proyek; d) prosedur untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi; e) kriteria hasil yang ditargetkan untuk masing-masing tahap pengembangan (acceptance criteria); f) masalah keamanan dan pengendalian yang harus dipertimbangkan; g) prosedur untuk memastikan manajer menilai, mengawasi, dan mengatur risiko internal dan eksternal dengan benar sepanjang siklus pengembangan; h) cut off date untuk mengalihkan penggunaan sistem aplikasi dari yang lama ke versi terbaru hasil; i) standar pengembangan yang akan digunakan untuk pengawasan proyek, pengendalian sistem dan kendali mutu (quality assurance); j) jenis dan tingkatan dokumentasi yang harus dihasilkan oleh personil di setiap tahap proyek; k) jadwal tahapan proyek dan aktivitas yang akan diselesaikan dalam tiap tahap; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 20 449 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN l) estimasi anggaran awal dari keseluruhan biaya proyek; m) rencana uji coba (testing plan) yang mengidentifikasikan kebutuhan uji coba (testing requirement) dan jadwal prosedur uji coba; n) rencana pelatihan yang mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan jadwal agar pegawai/karyawan dapat menggunakan dan memelihara aplikasi pasca implementasi. e. Kebijakan dan prosedur manajemen perubahan program yang harus dibuat Bank adalah prosedur modifikasi yang sekurang-kurangnya mencakup: 1) peninjauan ulang sebelum modifikasi dan otorisasi; 2) pengujian sebelum modifikasi (dalam lingkungan pengujian yang terpisah); 3) prosedur backup data dan source code sebelum modifikasi; 4) dokumentasi yang terdiri atas: a) Penjelasan dari modifikasi; b) Alasan dari penerapan atau penolakan dari modifikasi yang diusulkan; c) Nama individu yang membuat modifikasi; d) Salinan dari source code yang diubah; e) Tanggal dan waktu modifikasi dilakukan; dan 5) evaluasi setelah modifikasi. f. Dokumentasi yang harus dibuat selama proses modifikasi berlangsung terdiri dari: 1) informasi yang menjadi prioritas; 2) identifikasi sistem, database dan satuan kerja yang terpengaruh; 3) nama dari individu yang bertanggung jawab dalam membuat perubahan; 4) kebutuhan sumber daya; 5) prediksi biaya; 6) prediksi tanggal penyelesaian; 7) prediksi tanggal implementasi; 8) pertimbangan potensi keamanan dan kehandalan; 9) kebutuhan uji coba; 10) prosedur implementasi; 11) perkiraan downtime pada saat implementasi; 12) prosedur backup; 13) pengkinian dokumentasi (rancangan program dan scripts, topologi jaringan, manual pengguna, rencana kontinjensi, dll); 14) dokumentasi penerimaan modifikasi dari semua satuan kerja terkait (pengguna, teknologi, quality assurance, keamanan, audit, dll); dan 15) dokumentasi audit pasca implementasi (perbandingan antara harapan dan hasil). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 21 450 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN 2.4. MANAJEMEN RISIKO PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN Manajemen Bank bertanggung jawab terhadap manajemen risiko dari seluruh aktivitas yang terkait dengan pengembangan dan pengadaan sistem Teknologi Informasi. 2.4.1. Identifikasi Jenis Risiko Terkait Pengembangan dan Pengadaan Proses pengembangan dan pengadaan sistem Teknologi Informasi yang dilakukan oleh Bank dapat memberikan kontribusi terhadap beberapa risiko, yaitu: a. Risiko Operasional Kesalahan, ketidakcukupan spesifikasi, kelemahan yang terdapat dalam sistem yang dikembangkan atau dibeli oleh Bank dapat menimbulkan risiko operasional antara lain terjadinya fraud, error dan ketidak sesesuaian dengan kebutuhan. Risiko operasional tersebut juga dapat mempengaruhi risiko lainnya seperti risiko pasar, likuiditas, strategik dan reputasi. b. Risiko Reputasi Kesalahan, keterlambatan atau kelalaian dalam pengembangan sistem Teknologi Informasi yang digunakan Bank apabila mengganggu pelayanan kepada nasabah dapat secara signifikan mempengaruhi reputasi Bank. c. Risiko Strategik Kegagalan sistem yang dikembangkan dapat menghasilkan data dan informasi yang menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan oleh manajemen. d. Risiko Kepatuhan Kegagalan dalam pengembangan atau akusisi sistem Teknologi Informasi untuk mengikuti perubahan ketentuan dapat meningkatkan risiko kepatuhan bagi Bank. Pada saat akan dilakukan pengembangan, Manajemen harus memperhatikan risiko terkait faktor berikut ini: a. ruang lingkup sistem yang akan dikembangkan meliputi sensitivitas data yang diakses, dilindungi atau dikendalikan, volume transaksi, dan tingkat pentingnya aktivitas dan fungsi tersebut terhadap bisnis Bank; b. terkait dengan teknologi yang digunakan meliputi kehandalan (reliability), keamanan (security), ketersediaan (availability), dan ketepatan waktu (timeliness) serta kemampuan mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan ketentuan. 2.4.2. Pengendalian Risiko Pada Pengembangan Sistem Aplikasi Dalam melakukan pengembangan Bank harus menentukan metodologi yang akan digunakan. Salah satu bentuk metodologi yang dapat digunakan oleh Bank adalah System Development Life Cycle (SDLC). Dalam SDLC, tahap pengembangan suatu Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 22 451 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN sistem aplikasi bagi menjadi inisiasi, perencanaan, pendefinisian kebutuhan, desain, pemrograman, uji coba, implementasi, kaji ulang pasca implementasi, dan pemeliharaan. Contoh metodologi pengembangan lain yang dapat digunakan oleh bank antara lain seperti agile software development, Rapid Application Development (RAD), dan metode lain yang telah menjadi standarisasi pengembangan sistem. Namun demikian, setidaknya dalam pelaksanaan dengan metode pengembangan lainnya, Bank mengacu pada tahapan yang ada pada pedoman ini. 2.4.2.1. Tahap Inisiasi dan Perencanaan Tahap inisiasi diawali dengan identifikasi kebutuhan untuk menambahkan, menyempurnakan atau memperbaiki suatu sistem yang diminta oleh pengguna melalui suatu proposal. Tahap inisiasi ini terdiri dari langkah-langkah antara lain sebagai berikut: a. penyusunan proposal yang berisi identifikasi kebutuhan pengguna untuk menambahkan, menyempurnakan atau memperbaiki suatu sistem, tujuan dan manfaat yang diharapkan serta bagaimana sistem yang akan dikembangkan dapat mendukung strategi bisnis; b. evaluasi proposal oleh manajemen; c. persetujuan prinsip pengembangan/pengadaan sistem baru atau perubahan sistem; d. studi kelayakan proyek yang antara lain pertimbangan bisnis, kebutuhan fungsional, faktor-faktor yang mempengaruhi proyek dan analisis manfaat dan biaya (cost and benefit analysis); e. persetujuan manajemen atas dokumen studi kelayakan; f. penandatanganan dokumen studi kelayakan oleh semua pihak terkait. Setelah persetujuan pengembangan diperoleh pada tahap inisiasi, Bank melakukan perencanaan untuk identifikasi lebih rinci atas aktivitas yang spesifik dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Tahap perencanaan ini menghasilkan suatu rencana proyek yang harus menjadi acuan dalam pelaksanaan proyek dan harus dikinikan sesuai perkembangan proyek. 2.4.2.2. Tahap Pendefinisian Kebutuhan Pengguna (User Requirement Definition) Berdasarkan dokumen studi kelayakan yang telah disetujui secara tertulis oleh manajemen, manajer proyek dapat membentuk tim guna menyusun requirement definition secara detail sebagai dasar dimulainya pengembangan sistem aplikasi. Pada tahapan ini, seluruh kebutuhan pengguna dikumpulkan berdasarkan contoh-contoh dokumen/form, spesifikasi proses dan sistem yang ada saat ini, interview dengan pengguna akhir dan riset serta analisis terhadap ketentuan/regulasi yang berlaku. Tahap pendefinisian kebutuhan pengguna ini terdiri atas: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 23 452 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN a. Pengumpulan kebutuhan (Requirements Elicitation), merupakan proses pengumpulan informasi mengenai tujuan pengembangan sistem, output/ hasil yang diinginkan, bagaimana sistem dapat mengakomodir kebutuhan bisnis proses dan bagaimana sistem akan digunakan. b. Analisis Kebutuhan (Requirements Analysis) merupakan proses pemahaman permasalahan dan kebutuhan untuk menentukan solusi yang dapat dikembangkan. Pada tahap ini, ditentukan perkiraan umum dari waktu dan biaya pengembangan dari tiap kebutuhan. Hasil analisa kebutuhan digunakan untuk menghasilkan alur bisnis proses (seperti Business Process Flows, Use Cases Modeling dan Data Flow Diagrams) yang dapat memperjelas pemahaman mengenai kebutuhan dan solusinya, baik bagi pengguna maupun pengembang. c. Spesifikasi Kebutuhan (Requirements Specification) merupakan proses yang mendeskripsikan fungsional sistem yang akan dikembangkan, baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras pendukung serta desain database. Spesifikasi kebutuhan harus lengkap, komprehensif, dapat diuji, konsisten, jelas dan merinci kebutuhan input, proses dan output yang dibutuhkan. d. Pengelolaan Kebutuhan (Requirements Management) merupakan proses yang dilakukan oleh tim proyek untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan menyimpan setiap perubahan terhadap kebutuhan pada saat pengembangan berjalan. 2.4.2.3. Tahap Merancang (Desain) Sistem Tahap ini mengkonversikan kebutuhan informasi, fungsi dan jaringan yang teridentifikasi selama tahap inisiasi dan perencanaan menjadi spesifikasi desain yang akan digunakan pengembang. Salah satu teknis desain adalah dengan menggunakan prototipe yang mengembangkan desain maket dari bagian aplikasi seperti tampilan layar, struktur data dan arsitektur sistem. Pengguna akhir, perancang, pengembang, database administrator dan network administrator harus melakukan kaji ulang dan memilih desain yang diprototipekan dalam suatu proses iteratif (berulang-ulang) sampai disepakati desain yang akan digunakan. Personil auditor, security dan quality assurance harus dilibatkan dalam proses review dan persetujuan di atas. Pada tahap desain diperlukan suatu standar pengendalian aplikasi yang mencakup kebijakan dan prosedur terkait dengan aktivitas pengguna dan pengendalian terintegrasi dalam sistem yang akan dikembangkan. Pada tahap ini, audit intern berpartisipasi memberikan masukan pengendalian yang harus diterapkan dalam sistem aplikasi. Tahap ini diperlukan untuk meningkatkan keamanan, integritas dan kehandalan sistem dengan memastikan informasi input, proses dan output yang terotorisasi, akurat, lengkap dan aman. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 24 453 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN Berdasarkan tujuannya, pengendalian terbagi atas pengendalian yang bersifat pencegahan, deteksi/ temuan, atau koreksi. Pengendalian yang harus dilakukan paling kurang meliputi: a. Pengendalian Input Minimal dapat mencakup pengecekan terhadap validitas/kebenaran data, range data/ parameter, dan duplikasi data yang diinput; b. Pengendalian Proses Memastikan proses bekerja secara akurat dan dapat menyimpan informasi atau menolaknya. Pengendalian proses yang dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem mencakup paling kurang Error Reporting, Transaction Log, pengecekan urutan, backup file; c. Pengendalian Output Memastikan sistem mengelola informasi dengan aman dan mendistribusikan informasi hasil proses dengan tepat serta menghapus informasi yang telah melewati masa retensi. 2.4.2.4. Tahap Pemrograman Dalam tahap ini dilakukan konversi spesifikasi desain menjadi program yang dapat dijalankan. Selama tahap ini, Bank harus membuat rencana uji coba yang harus dilakukan. Selain itu, Bank juga harus mengkinikan rencana migrasi, implementasi dan pelatihan pengguna akhir, operator dan dokumentasi manual pemeliharaan. a. Standar Pemrograman Dalam standar pemrograman dijelaskan antara lain mengenai tanggung jawab programmer aplikasi dan programmer sistem. Manajer proyek harus memahami secara keseluruhan mengenai proses pemrograman untuk memastikan tanggung jawab programmer telah sesuai, antara lain: 1) Membatasi akses programer terhadap data, program, utilitas, dan sistem di luar tanggung jawabnya. Pengendalian librarian dapat digunakan untuk mengelola akses tersebut. 2) Pengendalian versi merupakan metode yang secara sistematis menyimpan kronologis dari salinan program yang disempurnakan serta menjadi salah satu dokumentasi program. b. Dokumentasi 1) Bank harus mengelola dan memelihara dokumentasi yang detail untuk setiap sistem aplikasi baik yang dikembangkan sendiri maupun produk/perangkat lunak yang dibeli atau dikembangkan pihak lain yaitu mencakup: a) deskripsi detail aplikasi; b) dokumentasi pemrograman; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 25 454 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN c) format-format yang digunakan (format database, format tampilan dan informasi); d) standar penamaan; e) pedoman bagi operator dan pedoman untuk pengguna akhir. 2) Dokumentasi harus dapat mengidentifikasikan standarisasi pengembangan, seperti narasi sistem, alur sistem, pengkodean khusus sistem, pengendalian intern dalam dokumen aplikasi itu sendiri. 3) Dalam hal produk/perangkat lunak dibeli atau dikembangkan oleh pihak lain, manajemen harus memastikan review telah dilakukan baik secara intern maupun oleh pihak independen bahwa dokumentasi produk/ perangkat lunak telah sesuai dengan standar minimum dokumentasi Bank. 2.4.2.5. Tahap Uji Coba Bank harus melaksanakan beberapa rangkaian uji coba untuk memastikan keakuratan dan berfungsinya sistem aplikasi sesuai kebutuhan pengguna serta hubungan sistem aplikasi tersebut dengan sistem aplikasi lain (interoperability) yang telah digunakan oleh Bank. Segala koreksi dan modifikasi yang dilakukan selama uji coba harus didokumentasikan untuk menjaga integritas keseluruhan dokumentasi program. Bank harus melengkapi pedoman bagi pengguna dan pengelola serta menyiapkan rencana implementasi serta pelatihan. Ujicoba yang dapat dilakukan oleh Bank antara lain adalah: a. Unit Testing, b. System Integration Tesing, c. Stress Testing, d. User Acceptance Test. User Acceptance Test (UAT) merupakan uji coba akhir yang dilakukan oleh pengguna akhir terhadap sistem/ aplikasi yang telah selesai dikembangkan dalam rangka menguji fungsionalitas keseluruhan sistem apakah telah sesuai dengan kebutuhan pengguna pada user requirement definition sebelum memutuskan implementasi dapat dilakukan. Pada tahap ini audit intern dapat ikut melakukan pengujian dengan tetap menjaga tingkat independensi apabila audit intern perlu meyakini ketersediaan, kecukupan dan keefektifan pengendalian yang ada di sistem. Jika hasil ujicoba menunjukkan bahwa sistem/ aplikasi telah sesuai dengan kebutuhan pengguna, maka harus dibuat suatu berita acara UAT yang disetujui pengguna. 2.4.2.6. Tahap Implementasi Pada tahap ini hal-hal utama yang perlu dilakukan antara lain pemberitahuan jadwal implementasi, pelatihan pada pengguna dan instalasi sistem aplikasi yang telah Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 26 455 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN disetujui ke dalam lingkungan produksi. Hal-hal penting lainnya yang harus diperhatikan antara lain: a. pengecekan integritas program berupa pengendalian yang memadai terhadap konversi dari source code ke object code yang akan diimplementasikan; b. migrasi data dari sistem lama ke sistem baru; c. pengecekan akurasi dan keamanan data hasil migrasi pada sistem baru; d. kemungkinan diberlakukannya parallel run antara sistem yang lama dengan yang baru, sampai dipastikan bahwa data pada sistem yang baru telah akurat dan handal; e. integritas data, di mana Bank harus memastikan keakuratan dan kehandalan dari database dan integritas data; f. pada saat implementasi, patching data dapat sangat mempengaruhi integritas data pada database di server produksi, untuk itu harus dihindarkan; g. pengaturan penyimpanan source code dan database dari sistem lama. 2.4.2.7. Kaji Ulang Pasca Impelementasi (Post Implementation Review) Manajemen harus melakukan review setelah implementasi pada akhir proyek untuk mengetahui bahwa seluruh aktivitas dalam proyek telah dilaksanakan dan tujuan proyek telah tercapai. Manajemen harus menganalisa keefektifan aktivitas manajemen proyek dengan membandingkan antara lain rencana dan realisasi biaya, manfaat yang diperoleh, dan ketepatan jadual proyek. Hasil analisa harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada manajemen. 2.4.2.8. Tahap Pemeliharaan Terhadap perangkat keras, perangkat lunak dan dokumentasi harus dilakukan pemeliharaan dalam rangka memastikan efektivitas operasional sistem. Bank harus menetapkan metodologi pemeliharaan yang sesuai dengan karakteristik dan risiko tiap proyek dari sistem aplikasi yang ada. 2.4.2.9. Tahap Disposal Setiap perangkat lunak hasil pengembangan/pengadaan yang sudah tidak digunakan lagi dalam kegiatan operasional dan berdasarkan pertimbangan manajemen diyakini tidak akan diperlukan dan tidak akan dipelihara lagi maka perangkat lunak tersebut akan memasuki tahap terakhir dalam SDLC yaitu tahap disposal/termination. Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem yang paling akurat dan terkini yang digunakan dalam kegiatan operasional serta menghindari Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 27 456 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang. Pengaturan lebih lanjut mengenai kebijakan disposal dijelaskan pada Bab III Operasional. 2.4.3. Pengendalian Risiko Pada Pengadaan Dalam hal akan digunakan sistem aplikasi yang dibeli dari pihak lain (pengadaan), maka perlu pula diperhatikan kesesuaian spesifikasi dengan kebutuhan, pengaruh terhadap sistem yang telah ada, dukungan teknis purna jual, kondisi keuangan perusahaan, kelengkapan dokumentasi, escrow agreement dan pelatihan. Sama seperti halnya mengembangkan sistem aplikasi sendiri, studi kelayakan proyek pengadaan harus mendapat persetujuan manajemen, harus terdapat pendefinisian kebutuhan pengguna, harus memiliki pengendalian pengamanan yang memadai dan terdapat pengujian dan implementasi produk. Proses yang sama juga diterapkan dalam pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak lainnya. Bank harus membuat kriteria pemilihan vendor dan melakukan kaji ulang kemampuan vendor antara lain terkait dengan kondisi keuangan, tingkat dukungan (support level), dan pengendalian keamanan, sebelum menetapkan pilihan produk atau layanan dari vendor. Bank harus memperhatikan ketentuan terkait dan pedoman Bank Indonesia tentang outsourcing, serta ketentuan intern Bank. Selain itu Bank harus melakukan kaji ulang kontrak dan perjanjian lisensi (licensing agreement) untuk memastikan hak dan tanggung jawab masing-masing pihak jelas dan wajar. Penasehat hukum Bank harus melakukan konfirmasi bahwa jaminan pelaksanaan (performance guarantees), akses terhadap source code, masalah hak cipta, dan keamanan perangkat lunak/data telah diatur secara jelas sebelum pihak manajemen menandatangani kontrak. 2.4.3.1. Standar Pengadaan Standar pengadaan harus diterapkan untuk memastikan bahwa produk yang dibeli telah memenuhi kebutuhan fungsional, kriteria keamanan, dan kehandalan. Alat utama dalam mengatur proyek pengadaan adalah request for proposal (RFP) yang sekurangkurangnya memuat kebutuhan fungsional, keamanan, dan kebutuhan operasional secara tepat, jelas dan terperinci. Dalam pengadaan sistem, manajer proyek harus melakukan antara lain: a. meninjau ulang secara menyeluruh mengenai kesesuaian vendor, kontrak, lisensi dan produk yang diperoleh terhadap sistem yang ada. a. harus membandingkan penawaran dengan persyaratan yang ada dalam proyek dan antar sesama penawaran. b. mengkaji kondisi keuangan vendor dan komitmennya terhadap pelayanan. c. meminta pendapat penasehat hukum sebelum kontrak ditandatangani oleh manajemen. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 28 457 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN 2.4.3.2. Pedoman Proyek Pengadaan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proyek pengadaan antara lain: a. proyek pengadaan dimulai dengan pengajuan rencana proyek kepada manajemen. b. prosedur harus ada untuk memfasilitasi proses permintaan dan memastikan manajemen mereview secara sistematis terhadap seluruh permintaan. c. permintaan harus didasarkan pada kebutuhan bisnis Bank untuk : 1) mendapatkan suatu produk; 2) mengidentifikasi fitur sistem yang diinginkan; dan 3) menggambarkan kebutuhan informasi, network interface, komponen perangkat keras dan perangkat lunak. d. Bank harus menyusun studi kelayakan untuk menentukan apakah Bank membutuhkan pengadaan perangkat lunak baik yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan atau siap pakai (off-the shelf). e. persetujuan dari seluruh pihak terkait atas studi kelayakan tersebut harus didokumentasikan untuk selanjutnya dapat menjadi dasar dibuatnya suatu definisi kebutuhan (Requirement Definition) seperti yang telah dijelaskan pada sub bagian 2.3.2.2 di atas. f. setelah Bank menerima penawaran, Bank harus menganalisa dan membandingkan penawaran antar peserta terhadap kebutuhan yang ditetapkan Bank. Proposal vendor harus membahas dengan jelas semua kebutuhan Bank dan mengidentifikasi isu-isu lain yang dapat diterapkan. g. Bank harus memiliki prosedur untuk memastikan bahwa Bank telah melakukan kaji ulang penawaran dengan benar. Proses seleksi akan menghasilkan daftar vendor potensial. h. manajemen harus mengkaji kembali kestabilan kondisi keuangan dan komitmen pelayanan dari vendor yang terpilih. i. Bank menentukan produk dan vendor serta menegosiasikan kontrak. Dalam hal ini penasehat hukum hendaknya meninjau ulang kontrak tersebut sebelum ditandatangani. 2.4.3.3. Escrow Agreement Dalam hal aplikasi inti dibuat oleh pihak lain (vendor) dan source code tidak diberikan, kepentingan Bank dalam rangka menjaga kelangsungan usaha perlu dilindungi. Untuk memitigasi risiko atas terhentinya dukungan vendor maka Bank wajib mempertimbangkan perlu tidaknya memiliki perjanjian tertulis berupa escrow agreement atas perangkat lunak yang dianggap penting oleh Bank. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penggunaan escrow agreement antara lain reputasi vendor, perangkat lunak digunakan oleh banyak pihak baik di dalam maupun luar negeri. Dalam escrow agreement terdapat pihak ketiga independen yang ditunjuk untuk menyimpan source code. Bank secara periodik (minimal per tahun) harus Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 29 458 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN memastikan bahwa pihak ketiga menyimpan versi terkini dari source code. Agen penyimpanan yang dipilih harus memastikan nomor dan tanggal versi source yang disimpan dan memastikan kepada vendor mengenai integritas dari source code tersebut. 2.4.3.4 . Kontrak Pengembangan dan Perjanjian Lisensi dari Perangkat Lunak a. Lisensi Perangkat Lunak – Umum Bank harus memastikan bahwa pada lisensi antara lain : 1) jelas tertulis apakah penggunaan perangkat lunak tersebut bersifat eksklusif atau tidak; 2) siapa dan berapa banyak personil pada Bank yang dapat menggunakan perangkat lunak termasuk penggunaan dalam jaringan; 3) apakah terdapat pembatasan lokasi penggunaan; 4) jika Bank menginginkan lisensi lokasi untuk pengguna yang tidak terbatas pada suatu lokasi, harus dipastikan bahwa di dalam kontrak hal tersebut dimungkinkan; 5) jika Bank menginginkan entitas terkait lainnya untuk menggunakan perangkat lunak tersebut, seperti subsidiary atau vendor harus terdapat dalam daftar lisensi. Bank harus memastikan lisensi juga berlaku atas salinan back-up dari semua perangkat lunak penting yang dibutuhkan di tempat yang terpisah (remote site) dalam pelaksanaan disaster recovery atau memastikan kesinambungan kegiatan usaha Bank (business continuity plan). Bank harus memahami dengan jelas mengenai jangka waktu lisensi dan jika Bank menginginkan lisensi terus menerus untuk menggunakan perangkat lunak, harus dipastikan bahwa pada kontrak tertulis secara eksplisit mengenai hal tersebut. b. Standar Spesifikasi Pengembangan dan Kinerja Perangkat Lunak Dalam pengadaan suatu perangkat lunak, Bank harus membuat kontrak perjanjian dengan pihak penyedia jasa pengembangan yang memuat standar spesifikasi program yang diharapkan Bank sesuai dengan kebutuhan pengguna, antara lain: 1) kinerja yang diharapkan dan fungsional dari perangkat lunak; 2) persyaratan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjalankan perangkat; 3) identifikasi dan spesifikasi fungsional di mana perangkat lunak operasional akan bekerja dan identifikasi milestone dari fungsional yang harus dipenuhi oleh vendor selama proses pengembangan; 4) pengaturan izin modifikasi dari spesifikasi dan standar kinerja selama proses pengembangan; 5) identifikasi kebutuhan uji coba guna menentukan pemenuhan standar kinerja perangkat lunak; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 30 459 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN 6) tindakan yang harus dilakukan pihak pengembang jika perangkat lunak gagal pada saat uji coba. c. Pemeliharaan Bank perlu memperhatikan apakah perjanjian lisensi atau pengembangan telah memuat kesepakatan mengenai hal-hal yang diperlukan untuk pemeliharaan perangkat lunak seperti dokumentasi, modifikasi, pengkinian dan konversi. Kesepatan tersebut antara lain seperti: 1) vendor memberikan dokumentasi perangkat lunak, termasuk dokumentasi sistem aplikasi dan petunjuk teknis penggunaan; 2) pelaksanaan dan biaya dari pengkinian dan modifikasi perangkat lunak; 3) kemungkinan Bank melakukan akses ke source code bila pihak penyedia jasa tidak dapat memberikan layanan lagi atau terdapat modifikasi yang tidak dapat dilakukan oleh pihak penyedia jasa; 4) kemungkinan konversi perangkat lunak dan data ke perangkat lunak dan format data yang berbeda di masa mendatang. Apabila diperlukan, hal-hal diatas dapat dimuat dalam suatu perjanjian pemeliharaan yang tersendiri. d. Garansi Penelitian perlu dilakukan Bank untuk meyakini bahwa lisensi perangkat lunak dari pihak vendor menjamin bahwa perangkat lunak: 1) tidak melanggar hak kekayaan intelektual dari pihak lainnya di seluruh dunia 2) tidak mengandung kode rahasia/ terbatas yang tidak diungkapkan atau pembatasan secara otomatis pada perjanjian 3) akan bekerja sesuai spesifikasi dan harus dinyatakan tanggung jawab vendor jika terjadi permasalahan 4) dijamin pemeliharaannya oleh vendor selama yang diperjanjikan 5) perjanjian lisensi tetap berlaku apabila terjadi merger, pengadaan atau perubahan pemilikan baik pada Bank atau vendor. e. Penyelesaian Perselisihan Bank harus memasukkan klausula penyelesaian perselisihan pada kontrak dan perjanjian lisensi. Pemahaman mengenai klausula tersebut akan meningkatkan kemampuan Bank untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara terbaik dan memungkinkan untuk meneruskan pengembangan perangkat lunak selama periode penyelesaian perselisihan. f. Perubahan Perjanjian Bank harus memastikan bahwa pada lisensi perangkat lunak secara jelas menyatakan bahwa vendor tidak dapat memodifikasi perjanjian tanpa adanya persetujuan dari kedua belah pihak. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 31 460 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN g. Keamanan Bank harus menetapkan kriteria pengendalian keamanan (security control) atas sistem Teknologi Informasi yang akan menjadi standar kinerja dari fitur keamanan dalam perjanjian lisensi dan perjanjian pengembangan perangkat lunak. Standar tersebut harus memastikan bahwa perangkat lunak yang dikembangkan konsisten dengan keseluruhan program keamanan yang ada di Bank. Perjanjian lisensi dan pengembangan tersebut antara lain harus membahas: 1) tanggung jawab terus menerus dari pihak vendor untuk melindungi keamanan dan kerahasiaan sumber daya dan data Bank. 2) larangan bagi vendor untuk menggunakan atau mengungkapkan informasi yang dimiliki Bank tanpa persetujuan Bank. 3) garansi dari vendor bahwa perangkat lunak tidak mengandung back door yang memungkinkan akses oleh pihak yang tidak berwenang ke dalam sistem aplikasi dan data Bank. 4) secara eksplisit menyatakan bahwa vendor tidak akan menggunakan fitur perangkat lunak yang dapat mengakibatkan perangkat lunak tersebut tidak berfungsi dengan baik. h. Sub Kontrak Kepada Vendor Lain Bank harus menetapkan klausula dalam perjanjian pengembangan yang melarang penugasan kontrak oleh vendor kepada pihak ketiga tanpa persetujuan Bank. Apabila memang terdapat kondisi dimana sebagian dari pengembangan perangkat harus di subkontrakkan maka harus terdapat persetujuan tertulis dari Bank. Dalam memberikan persetujuan sub kontrak tersebut, Bank harus mempertimbangkan tingkat kesulitan dan ketersediaan ahli dalam pengembangan perangkat lunak tersebut serta keamanan data Bank. Disamping itu Bank harus memastikan bahwa terdapat klausula bahwa vendor bertanggung jawab terhadap perangkat lunak meskipun dirancang atau dikembangkan oleh pihak lain. 2.4.4. Pengendalian Risiko Pada Pemeliharaan Sistem Aplikasi Aktivitas pemeliharaan harus dilakukan oleh Bank mencakup layanan rutin dan modifikasi terhadap perangkat keras, perangkat lunak dan informasi yang terkait untuk memastikan efektifitas penggunaan Teknologi Informasi Bank. Untuk ini diperlukan Standar Operasional Prosedur tentang Manajemen Perubahan (change management) guna memastikan perubahan yang terjadi selama tahap pemeliharaan tidak akan mengganggu kegiatan operasional Teknologi Informasi Bank atau menurunkan kinerja/keamanan sistem. Manajemen perubahan mencakup modifikasi secara keseluruhan, modifikasi minor (kecil), dan perubahan yang bersifat mendesak (modifikasi darurat). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 32 461 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN 2.4.4.1. Manajemen Perubahan (Change Management) Manajemen harus menetapkan SOP pengendalian perubahan secara detail yang memuat prosedur otorisasi, uji coba, dokumentasi, implementasi dan sosialisasi atas modifikasi teknologi tersebut. Modifikasi mencakup perangkat keras dan lunak. Modifikasi perangkat keras dibutuhkan untuk menggantikan peralatan yang lama atau tidak berfungsi atau bahkan untuk meningkatkan kinerja atau kapasitas penyimpanan. Modifikasi perangkat lunak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, memperbaiki permasalahan perangkat lunak dan kelemahan keamanan atau mengimplementasikan teknologi baru. Bank harus mengkoordinasikan modifikasi perangkat lunak dan patch melalui proses manajemen perubahan yang terpusat karena adanya keterkaitan antar sistem aplikasi dan sistem operasional. Berdasarkan tingkat kepentingannya, modifikasi digolongkan menjadi: 1) modifikasi utama (major modification), merupakan perubahan fungsional secara signifikan pada sistem aplikasi yang antara lain disebabkan karena adanya konversi atau pengembangan sistem baru akibat adanya merger atau akuisisi Bank. Modifikasi utama harus diterapkan mengikuti proses yang terstruktur seperti yang dilakukan dalam siklus pengembangan sistem/aplikasi. 2) modifikasi minor, merupakan pelaksanaan perubahan pada sistem aplikasi atau perangkat lunak sistem operasi untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki permasalahan atau meningkatkan keamanan. Standar modifikasi minor harus mencakup permintaan perubahan, peninjauan kembali dan prosedur persetujuan serta mensyaratkan manajemen untuk merencanakan, menguji coba dan mendokumentasikan semua perubahan sebelum dilakukan implementasi. Bank harus melakukan kaji ulang semua modifikasi yang diusulkan untuk memastikan kesesuaian modifikasi dengan sistem yang ada dan memastikan bahwa hanya modifikasi yang disetujui yang diimplementasikan. Bank harus menetapkan standar persetujuan program yang mencakup prosedur untuk memverifikasi hasil uji coba, memeriksa kode yang diubah dan memastikan kesesuaian source code. . Setelah modifikasi program selesai, semua source code harus diamankan dalam library baik versi terkini maupun versi sebelum diubah. 3) modifikasi darurat, dibutuhkan untuk memperbaiki permasalahan pada perangkat lunak atau mengembalikan proses operasional dengan cepat. Meskipun modifikasi tersebut harus diselesaikan dengan cepat, namun tetap harus diimplementasikan dan dikendalikan dengan baik. Sebagaimana layaknya modifikasi, modifikasi darurat harus diuji sebelum implementasi. Namun jika uji coba tidak dapat dilakukan secara menyeluruh pada modifikasi darurat sebelum implementasi, harus ada prosedur untuk melakukan backup file dengan benar. Hal ini penting agar Bank dapat membatalkan modifikasi jika modifikasi tersebut menyebabkan gangguan pada sistem. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 33 462 BAB II –PENGEMBANGAN & PENGADAAN 2.4.4.2. Patch Management Vendor secara rutin mengembangkan dan mengeluarkan patches untuk memperbaiki permasalahan pada perangkat lunak, memperbaiki kinerja, dan meningkatkan keamanan. Jika terdapat patch baru, Bank harus mengevaluasi dampak secara teknis dari instalasi patch tersebut terhadap bisnis dan security. Bank harus memiliki prosedur untuk mengidentifikasi ketersediaan patches dari sumber yang terpercaya. Standar pengaturan patch harus mencakup prosedur identifikasi, evaluasi, persetujuan, pengujian, instalasi, dan dokumentasi dari patches. Bank harus meninjau ulang semua security setting dan configuration parameter setelah penggunaan patch baru untuk memastikan bahwa setting telah memenuhi kebijakan dan prosedur yang disetujui. 2.4.4.3. Library Untuk memastikan ketersediaan program yang digunakan, Bank harus memiliki Library untuk menyimpan program. Selain itu perlu disimpan juga informasi dan atau dokumen berupa data dan program yang berhubungan dengan server/mesin produksi yang berasal dari pengembangan dan atau pengujian. Pengaturan lebih lanjut mengenai pengendalian terhadap library dijelaskan pada Bab III - Operasional. 2.4.4.4. Konversi Apabila terjadi merger Bank atau akuisisi yang memerlukan pengintegrasian sistem yang digunakan Bank yang terlibat dalam merger atau akuisisi, maka perlu dilakukan proses konversi. Dalam proses ini dilakukan modifikasi besar pada sistem aplikasi atau sistem operasi yang ada dan pengembangan sistem baru apabila diperlukan. Dalam proses konversi ini, proses yang terstruktur seperti siklus pengembangan sistem/aplikasi tetap harus diterapkan. Mengingat kompleksitas sistem di masing-masing Bank yang terlibat merjer, diperlukan analisis secara komprehensif terhadap dampak konversi pada kegiatan operasional Bank khususnya pemrosesan transaksi. Agar proses konversi berlangsung secara efektif, Bank perlu mengantisipasi peningkatan permintaan untuk balancing, reconcilement, exception handling, dukungan pengguna dan nasabah (help desk), penyelesaian masalah (troubleshooting), keterhubungan jaringan dan sistem administrasi. 2.4.4.5. Pemeliharaan Dokumentasi Standar dokumentasi harus mengidentifikasikan dokumen utama dan dokumen detail yang telah disetujui dan sesuai format yang diinginkan. Dokumentasi tersebut harus berisi semua perubahan yang terjadi pada sistem, aplikasi dan konfigurasi sesuai dengan standar yang ditentukan. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 34 463 BAB III–OPERASIONAL BAB III AKTIVITAS OPERASIONAL TEKNOLOGI INFORMASI 3.1. PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi (TI) memungkinkan bank menjalankan kegiatan operasional yang semakin kompleks. Operasional TI tidak hanya terkonsentrasi di pusat data (Data Center) tetapi juga pada aktivitas lainnya yang terkait dengan pengggunaan aplikasi yang terintegrasi, beragam media komunikasi, koneksi internet, dan berbagai platform komputer. Sementara itu akses input dan output dapat dilakukan oleh banyak user dari berbagai lokasi. Demikian juga dengan pemrosesan, dapat dilakukan di berbagai lokasi yang berjauhan namun saling terkait, baik secara online realtime, on-line, maupun off-line. Oleh karena itu diperlukan pengendalian yang memadai atas operasional TI agar bank dapat meminimalisasi risiko terganggunya kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. Bab ini membahas aktivitas, risiko, dan pengendalian dari operasional TI yang dapat dijadikan pedoman bagi Bank dalam rangka menerapkan manajemen risiko dalam penggunaan TI di Bank. Pengaturan atas aktivitas operasional TI yang memadai sangat penting untuk memastikan informasi pada sistem komputer adalah lengkap, akurat, terkini, terjaga integritasnya, dan handal, serta terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan data. 3.2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Manajemen Bank bertanggung jawab untuk memastikan mekanisme operasional TI yang stabil, aman, dan efisien secara keseluruhan, baik yang diselenggarakan sendiri maupun menggunakan jasa pihak lain. Manajemen harus menetapkan kebijakan, standar, dan prosedur operasional TI yang menjamin kesinambungan operasional TI Bank dan memastikan penerapannya baik pada satuan kerja penyelenggara TI atau pihak penyedia jasa maupun pada satuan kerja pengguna TI. Kesalahan atau kegagalan yang terjadi pada aktivitas operasional TI dapat mengganggu kegiatan operasional dan pelayanan bank kepada nasabah yang pada akhirnya mempengaruhi reputasi bank. Oleh karena itu manajemen harus memastikan penilaian risiko dilakukan secara berkala pada aktivitas operasional TI dan memutuskan penanganan risiko potensial yang tepat sesuai dengan risk appetite yang telah ditetapkan. 3.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Bank wajib memiliki kebijakan yang mencakup setiap aspek operasional TI. Kedalaman dan cakupan kebijakan tersebut disesuaikan dengan kompleksitas operasional TI Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 35 464 BAB III–OPERASIONAL Kebijakan harus dijabarkan dalam prosedur tertulis yang digunakan dalam pelaksanaan operasional TI. Prosedur memuat tanggung jawab, akuntabilitas, pemberian wewenang, pedoman bagi para pelaksana. Selain itu manajemen harus menetapkan standar, yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh perangkat keras dan perangkat lunak yang dipergunakan di lingkungan produksi, pengujian, dan pengembangan dalam penyelenggaraan TI Bank. 3.3.1. Kebijakan Operasional Data Center Kebijakan, sistem dan prosedur serta standar yang diterapkan dalam aktivitas operasional Data Center mencakup aktivitas menjalankan tugas rutin maupun nonrutin. Aktivitas yang terkait dengan operasional Data Center antara lain: a. penjadwalan tugas: Bank wajib memiliki dan melaksanakan jadwal semua tugas yang harus dijalankan di Data Center operasional TI efektif dan aman dari perubahan yang tidak sah. b. pengoperasian tugas: pemberian akses command line kepada operator TI harus dibatasi sesuai kewenangan pada fungsi pengoperasian tugas yang telah ditentukan. c. pendistribusian laporan/output: Hasil informasi yang diproduksi oleh sistem (output), dalam bentuk softcopy atau hardcopy, dapat merupakan informasi yang sensitif atau rahasia. Prosedur yang harus dimiliki Bank meliputi penentuan informasi yang akan diproduksi, pendistribusian output baik secara fisik maupun logik dan pemusnahan output yang sudah tidak diperlukan lagi. Prosedur tersebut diperlukan untuk menghindari terbukanya informasi yang bersifat rahasia dan meningkatnya biaya akibat adanya output yang tidak diperlukan, dan untuk dapat memastikan keamanan output. d. proses backup baik on-site maupun off-site, restore, download dan upload untuk data/database; e. pengaktifan jejak audit (audit trail). 3.3.2. Kebijakan Perencanaan Kapasitas Bank perlu memiliki kebijakan dan prosedur perencanaan kapasitas untuk dapat memastikan bahwa perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan Bank telah sesuai dengan kebutuhan operasional bisnis dan mengantisipasi perkembangan usaha Bank. Tanpa perencanaan kapasitas yang baik, Bank dapat menghadapi risiko kekurangan atau bahkan pemborosan sumber daya TI. Perencanaan kapasitas hendaknya disusun untuk jangka waktu cukup panjang dan selalu dikinikan untuk mengakomodir perubahan yang ada. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 36 465 BAB III–OPERASIONAL 3.3.3. Kebijakan Pengelolaan Konfigurasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Bank harus menetapkan prosedur terkait: a. proses instalasi perangkat keras dan perangkat lunak; b. pengaturan parameter (hardening) perangkat keras dan perangkat lunak; c. inventarisasi dan pengkinian informasi perangkat keras dan perangkat lunak, perangkat jaringan, media penyimpan dan perangkat pendukung lainnya yang terdapat di Data Center. Inventarisasi yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut: a. perangkat keras: inventarisasi perangkat keras harus dilakukan secara menyeluruh termasuk inventarisasi terhadap perangkat keras yang dimiliki oleh pihak lain tetapi berada di Bank. Informasi yang penting antara lain nama vendor dan model, tanggal pembelian dan instalasi, kapasitas processor, memori utama, kapasitas penyimpanan, sistem operasi, fungsi, dan lokasi. b. perangkat lunak: Bank harus melakukan inventarisasi atas informasi mengenai nama dan jenis perangkat lunak (sistem operasi, sistem aplikasi, atau sistem utilitas . Informasi lain yang harus dicakup dalam inventarisasi perangkat lunak meliputi nama pembuat atau vendor, tanggal instalasi, nomor versi dan keluaran (release), pemilik perangkat lunak, setting parameter dan service yang aktif, jumlah lisensi yang dimiliki, jumlah yang di-install dan jumlah user. c. perangkat jaringan: infrastruktur jaringan merupakan hal yang penting bagi operasional Bank, sehingga manajemen harus mendokumentasikan secara lengkap konfigurasi jaringan. Informasi yang harus dicakup antara lain: 1) diagram jaringan; 2) identifikasi seluruh koneksi intern dan ekstern Bank; 3) daftar dan kapasitas peralatan jaringan seperti switch, router, hub, gateway, firewall, dll; 4) identifikasi vendor telekomunikasi antara intern Bank, Bank dengan pihak lain, dan dengan internet; 5) rencana perluasan dan perubahan konfigurasi jaringan; 6) gambaran sistem pengamanan jaringan. d. media penyimpan: informasi yang diperlukan dalam inventarisasi media penyimpan antara lain jenis dan kapasitas, lokasi penyimpanan baik on-site maupun off-site, tipe dan klasifikasi data yang disimpan, source system serta frekuensi dan masa retensi backup. e. perangkat pendukung Data Center Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 37 466 BAB III–OPERASIONAL Bank harus menginventarisasi perangkat pendukung Data Center antara lain UPS dan power control, fire detection and extinguisher, air conditioning, pengukur suhu dan kelembaban udara. 3.3.4. Kebijakan Pemeliharaan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 3.3.4.1. Perawatan Perangkat Keras dan Fasilitas Data Center Perawatan preventif secara berkala terhadap peralatan TI perlu dilakukan untuk meminimalkan kegagalan pengoperasian peralatan tersebut dan untuk mendeteksi secara dini permasalahan yang potensial. Untuk itu bank perlu memiliki kontrak perawatan dengan vendor guna memastikan ketersediaan dukungan perawatan dari vendor. Semua perawatan yang dilakukan hendaknya didasarkan jadual yang telah ditetapkan, di dokumentasikan pada suatu log dan dilakukan review secara berkala. 3.3.4.2. Pengamanan Fisik dan Pengendalian Lingkungan Data Center a. Pengendalian Akses Fisik Pusat Data (Data Center): Akses fisik ke Data Center harus dibatasi dan dikendalikan dengan baik. Pintu Data Center harus selalu terkunci, dilengkapi dengan kartu akses dan atau biometric device. Ruang Data Center tidak boleh diberi label atau papan petunjuk (signing board) sehingga orang mudah mengenalinya. Bank harus memiliki logbook untuk mencatat tamu yang memasuki Data Center. b. Pengendalian Lingkungan Pusat Data: Kondisi lingkungan pemrosesan TI yang tidak sesuai standar dapat menimbulkan gangguan pada operasi TI. Oleh karenanya, manajemen harus melakukan antara lain: 1) mengawasi dan memantau faktor lingkungan data center, antara lain mencakup: sumber listrik, api, air, suhu, kelembaban udara. Pengendalian lingkungan yang dapat diterapkan antara lain: penggunaan UPS (Uninterruptible Power Supply), raised floor (lantai yang ditinggikan), pengaturan suhu dan kelembaban udara (AC, termometer, dan hidrometer), pendeteksi asap/api/panas, sistem pemadaman api, dan kamera CCTV. 2) memastikan tersedianya sumber listrik yang cukup, stabil, dan tersedianya sumber alternatif untuk mengantisipasi tidak berfungsinya sumber listrik utama. Untuk mengantisipasi putusnya arus listrik sewaktu-waktu, bank perlu memastikan pengatur voltase listrik, UPS dan generator listrik dapat bekerja dengan baik pada saat diperlukan. Bank juga harus menggunakan metode pemindahan secara otomasi (automatic switching) jika terjadi gangguan pada salah satu sumber listrik untuk menjaga pasokan listrik yang sesuai dengan kebutuhan peralatan. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 38 467 BAB III–OPERASIONAL 3) memastikan Data Center memiliki detektor api dan asap serta pipa pembuangan air. Selanjutnya, Bank harus menyediakan sistem pemadam api yang memadai, baik yang dapat beroperasi secara otomatis maupun dioperasikan secara manual. Zat pemadam api dan sistem yang digunakan harus memperhatikan keamanan terhadap peralatan dan petugas pelaksana di dalam Data Center. 4) menggunakan lantai yang ditinggikan (raised floor) untuk mengamankan sistem perkabelan dan menghindari efek grounding di Data Center. c. Kinerja Perangkat Keras dan Perangkat Lunak: Pemantauan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak minimal dilakukan setiap hari untuk memastikan seluruh perangkat tersebut beroperasi sebagaimana mestinya, misalnya server tetap dalam keadaan menyala, kapasitas database dan utilitas server tidak melampaui limit, dan fasilitas pendukung berfungsi dengan baik. 3.3.5. Kebijakan Pengelolaan Perubahan (Change Management) Change Management adalah prosedur yang mengatur penambahan, penggantian, maupun penghapusan obyek di lingkungan produksi. Obyek dimaksud dapat berupa data, program, menu, aplikasi, perangkat komputer, perangkat jaringan, dan proses. Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur Change Management yang paling kurang mencakup permintaan, analisis, dan persetujuan perubahan dan instalasi perubahan termasuk pemindahan perangkat keras dan perangkat lunak dari lingkungan pengujian ke lingkungan produksi. Change Management harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pengendalian Perubahan: Ketergantungan antar aplikasi yang digunakan pada berbagai satuan kerja memerlukan penyelenggaraan TI yang terintegrasi. Oleh karena itu semua perubahan harus melalui fungsi pengawasan dalam Change Management yang terkoordinir dan melibatkan perwakilan dari satuan kerja bisnis, unit penyelenggara TI, keamanan informasi, dan audit internal. Prosedur instalasi perubahan harus memperhatikan kelangsungan operasional pada lingkungan produksi, pengawasan, dan pengaturan pengamanan sistem informasi. Standar minimum yang diatur harus mencakup risiko, pengujian, otorisasi dan persetujuan, waktu implementasi, validasi setelah penginstalan dan back-out atau recovery. b. Patch Management: Dalam Change Management, Bank harus memiliki dokumentasi yang lengkap tentang instalasi patch yang dilakukan. Selain itu Bank harus memastikan bahwa Bank menggunakan versi perangkat lunak dengan release terbaru yang paling sesuai. Bank juga harus memiliki informasi terkini mengenai perbaikan produk, Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 39 468 BAB III–OPERASIONAL masalah keamanan, patch atau upgrade, atau permasalahan lain yang sesuai dengan versi perangkat lunak yang digunakan. c. Migrasi data: Migrasi data terjadi jika terdapat perubahan besar pada sistem aplikasi bank, atau terjadi penggabungan data dari beberapa sistem yang berbeda. Dalam hal terdapat migrasi data, Bank perlu memiliki kebijakan, prosedur mengenai penanganan migrasi data. Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam melakukan migrasi data dimulai dari rencana strategis, manajemen proyek, Change Management, pengujian, rencana kontinjensi, back-up, manajemen vendor, dan post implementation review. 3.3.6. Kebijakan Penanganan Kejadian/Permasalahan Tanpa prosedur penanganan kejadian/permasalahan yang baik, Bank dapat menghadapi risiko finansial, operasional, dan reputasi dari permasalahan yang timbul. Prosedur penanganan kejadian/permasalahan harus mencakup perangkat keras, sistem operasi, sistem aplikasi, perangkat jaringan, dan peralatan keamanan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab V Pengamanan Informasi - Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi. Bank wajib memelihara sarana yang diperlukan untuk menangani permasalahan antara lain: a. Help Desk Fungsi help desk harus dimiliki oleh Bank agar Bank cepat tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi oleh seluruh pengguna (user) di Bank dan menanganinya segera. Bank akan menghadapi risiko jika tidak memiliki prosedur helpdesk yang memadai yaitu tidak dapat dipastikannya bahwa pengguna senantiasa memiliki tempat bertanya dan memperoleh jawaban dan solusi atas permasalahanpermasalahan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi helpdesk adalah: 1) Tersedianya dokumentasi permasalahan yang lengkap. Dokumentasi permasalahan harus mencakup data user, penjelasan masalah, dampak pada sistem (platform, aplikasi atau lainnya), kode prioritas, status resolusi saat ini, pihak yang bertanggung jawab terhadap resolusi, akar permasalahan (jika teridentifikasi), target waktu resolusi, dan field komentar untuk mencatat kontak pengguna dan informasi relevan lainnya. 2) Sistem helpdesk yang berbasis pengetahuan. Bank perlu menggunakan sistem yang berbasis pengetahuan untuk memberikan dukungan kepada staf helpdesk tentang alternatif solusi permasalahan yang umum terjadi. Bank secara berkala melakukan pengkinian terhadap sistem tersebut dengan informasi yang didapat dari vendor dan dari pengalaman staf helpdesk. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 40 469 BAB III–OPERASIONAL b. Penanganan penggunaan Power User Power user adalah user id yang memiliki kewenangan sangat luas. Dalam rangka penanganan permasalahan, Bank wajib menetapkan prosedur penanganan power user agar penggunaanya tidak disalahgunakan. Prosedur tersebut antara lain mengatur tentang hal-hal berikut ini: 1) penetapan siapa saja yang memiliki hak akses power user termasuk penerapan dual custody (pemecahan password kepada lebih dari 1 orang); 2) prosedur penyimpanan password power user; 3) prosedur break ID power user pada keadaan darurat; 4) prosedur penggantian password power user setelah digunakan; 5) pendokumentasian penggunaan power user dalam bentuk berita acara. 3.3.7. Kebijakan Pengelolaan Data Warehouse (DWH) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur tentang pengendalian terhadap DWH. Pengendalian terhadap sistem yang digunakan untuk DWH pada dasarnya diperlakukan sama dengan pengendalian yang diterapkan terhadap sistem core banking dan sistem lain yang merupakan sumber data bagi DWH. Jika pada sistem aplikasi sumber, data tersebut diperlakukan sebagai data rahasia dan aksesnya terbatas, maka pada DWH juga harus diperlakukan demikian juga. Pembatasan akses ini tidak terbatas pada akses logical tetapi juga akses secara fisik terhadap sarana pendukung DWH dan laporanlaporan yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud dengan sistem mencakup sistem operasi, sistem aplikasi, dan sistem jaringan. 3.3.8. Kebijakan Pengelolaan Database Kegagalan dalam mengelola dan mengamankan database secara tepat dapat mengakibatkan perubahan, penghancuran, atau pengungkapan informasi yang sensitif oleh user secara sengaja maupun tidak sengaja atau oleh pihak lain yang tidak berhak. Pengungkapan tanpa ijin terhadap informasi yang rahasia dapat mengakibatkan risiko reputasi, hukum, dan operasional dan dapat menyebabkan kerugian finansial. Bank perlu memiliki klasifikasi sensitivitas atas informasi yang disimpan pada database sebagai dasar untuk melakukan pengawasan. Database yang menyimpan informasi rahasia membutuhkan pengendalian yang lebih ketat dibandingkan database yang menyimpan informasi yang tidak sensitif. Untuk itu, Bank wajib memiliki fungsi Database Administrator (DBA) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan database bank. Prosedur yang wajib dimiliki Bank terkait database adalah pengaksesan, pemeliharaan, penanganan permasalahan dan administrasi database. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 41 470 BAB III–OPERASIONAL 3.3.9. Kebijakan Pengendalian Pertukaran Informasi (Exchange of Information) Pengiriman informasi secara online maupun melalui media penyimpan (seperti tape dan disk) harus dikelola secara memadai oleh Bank untuk mencegah risiko terkait pengamanan informasi. Bank harus memiliki prosedur pengelolaan transmisi informasi secara fisik dan logik antara lain: a. permintaan dan pemberian informasi oleh pihak internal dan eksternal; b. pengiriman informasi melalui berbagai media, seperti: hardcopy, tape, disk, e-mail, pos, dan internet. Pada bank besar dengan kompleksitas TI yang tinggi, manajemen harus mempertimbangkan pemisahan segmen WAN dan LAN dengan perangkat pengamanan (seperti firewall) yang membatasi akses dan lalu lintas keluar masuknya data. 3.3.10 Kebijakan Fungsi Library Fungsi librarian bertanggung jawab untuk menginventarisir dan menyimpan seluruh perangkat lunak dan data yang tersimpan dalam berbagai media, antara lain tape dan disk. Disamping itu librarian juga menyimpan copy dari seluruh kebijakan dan prosedur seperti Data Center run book manual. Adapun prosedur yang harus ditetapkan antara lain: a. pengamanan akses ke data di library; b. penanganan media penyimpan data (untuk data/database dan audit journal); c. masa retensi media penyimpan data; d. pengetesan media penyimpan data; e. keluar dan masuk media penyimpan data dari dan ke library; Dalam membuat kebijakan dan prosedur serta standar untuk library, Bank harus memperhatikan kecukupan prosedur penyimpanan (storage)/back-up dan pembuangan (disposal) media. Back-up data maupun program harus selalu dikinikan agar Bank dapat memastikan kemampuannya untuk memulihkan sistem, aplikasi, dan data pada saat terjadi bencana atau gangguan lainnya. 3.3.10 Kebijakan Fungsi Quality Assurance (QA) Setiap pembuatan dan perubahan sistem harus melalui persetujuan fungsi QA sebelum dipindahkan (migrasi) ke lingkungan produksi sesuai dengan pedoman pengembangan sistem dan change management. Fungsi QA melakukan penilaian kualitas perangkat keras dan perangkat lunak sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3.3.11. Kebijakan Pengelolaan Hubungan dengan Pihak Penyedia Jasa Apabila TI yang digunakan oleh Bank diselenggarakan oleh pihak lain maka Bank wajib memantau dan mengevaluasi kehandalan pihak penyedia jasa secara berkala baik yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa dan kelangsungan penyediaan layanan. Untuk itu, Bank harus menunjuk personil yang bertugas memantau layanan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 42 471 BAB III–OPERASIONAL penyedia jasa TI dengan menggunakan prosedur yang paling kurang mencakup pemantauan layanan, pelaporan permasalahan dan dokumentasi yang terkait dengan layanan pihak penyedia jasa. 3.3.12. Kebijakan Penghapusan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak (Disposal) Disposal meliputi penghapusan perangkat lunak, perangkat keras, dan data yang sudah tidak digunakan lagi atau yang masa retensinya telah habis. Source code versi lama yang sudah tidak dipakai lagi harus disimpan dengan indikasi yang jelas mengenai tanggal, waktu dan informasi lain ketika digantikan dengan source code versi terbaru. Kegiatan yang dilakukan meliputi antara lain: a. memindahkan data dari sistem produksi ke media backup dengan mekanisme sesuai prosedur, termasuk prosedur uji coba dan backup; b. menyimpan dokumentasi sistem sebagai persiapan jika diperlukan untuk menginstall ulang suatu sistem ke server produksi; c. mengelola arsip data sesuai masa retensi; d. menghancurkan data yang habis masa retensinya. 3.4. MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL TI Proses manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan memantau risiko pada fungsi-fungsi yang terkait dengan operasional TI. 3.4.1. Identifikasi Risiko Operasional TI Proses identifikasi dimulai dengan pemahaman yang komprehensif terhadap bagaimana Bank mengoperasikan TI demi mendukung tujuan organisasi kemudian mengidentifikasi risiko yang dihadapi Bank. Manajemen harus memperhatikan kejadian atau aktivitas yang dapat mengganggu operasional antara lain hal-hal berikut ini: a. Kesalahan investasi teknologi termasuk penerapan yang tidak benar, kegagalan dari pihak supplier, pendefinisian dari kebutuhan bisnis yang tidak tepat, ketidaksesuaian dengan sistem-sistem yang ada, atau keusangan software (termasuk hilangnya dukungan vendor terhadap perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh Bank); b. Permasalahan pengembangan sistem dan implementasi termasuk ketidak cukupan manajemen proyek, biaya dan waktu yang melebihi batas, error pada pemrograman, kegagalan untuk mengintegrasikan atau migrasi dari sistem yang ada, atau kesalahan dari sebuah sistem untuk memenuhi kebutuhan pengguna; c. Permasalahan pada kapasitas sistem seperti kekurangan pada perencanaan kapasitas, ketidakcukupan kapasitas untuk mengakomodasi fleksibilitas sistem, ketidakcukupan software untuk mengakomodasi pengembangan bisnis; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 43 472 BAB III–OPERASIONAL d. Kegagalan sistem termasuk pada jaringan, interface, perangkat keras, perangkat lunak, atau kegagalan komunikasi internal; dan e. Pelanggaran pada keamanan sistem termasuk pelanggaran pada keamanan eksternal dan internal, penipuan dalam pemrograman, atau virus pada komputer. 3.4.2. Pengukuran Risiko Operasional TI Tinggi rendahnya risiko yang diukur tergantung pada faktor-faktor yang terkait antara lain terdiri dari: a. tingkat kepentingan bisnis; b. perubahan pada cakupan sistem atau proses; c. lokasi pengaksesan sistem (internal atau eksternal, termasuk internet, dial-up, atau WAN); d. sumber aplikasi: beli paket, dikembangkan secara internal, atau kombinasi dari keduanya; e. cakupan dan tingkat kekritisan sistem atau banyaknya unit bisnis yang terpengaruh; f. kompleksitas tipe pemrosesan (batch, real-time, client/server, parallel distributed); g. volume transaksi dan nilai transaksi; h. klasifikasi dan sensitivitas data yang diproses atau digunakan; i. dampak pada data (read, download, upload, update atau alter); j. tingkat pengalaman dan kemampuan pengelola TI; k. kecukupan jumlah dan kemampuan staf pelaksana; l. keragaman platform, aplikasi dan delivery channel; m. jumlah pengguna dan nasabah; n. perubahan regulasi; o. adanya risiko yang baru atau sedang berkembang dari teknologi yang sedang dikembangkan atau risiko keusangan teknologi; dan p. adanya kelemahan audit atau kelemahan yang ditemui dalam self-assessment. 3.4.3. Pengendalian Risiko Operasional TI Atas setiap fungsi operasi TI yang ada, Bank harus memitigasi risiko yang telah diidentifikasi dan diukur dengan cara-cara pengendalian yang telah ditetapkan dalam kebijakan dan prosedur operasional TI Bank. Meskipun telah dimitigasi, Bank harus tetap memantau risiko yang dikendalikan dan risiko sisa karena setiap gangguan yang terdapat pada operasional TI pada akhirnya berdampak pada risiko operasional, stategis, transaksi, dan reputasi Bank. 3.5. AUDIT INTERN Audit atas operasional TI perlu dilakukan untuk memastikan proses manajemen risiko operasional TI berjalan dengan baik. Pengaturan lebih rinci mengenai audit intern di bahas pada Bab IX tentang Audit Intern TI. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 44 473 BAB IV–JARINGAN KOMUNIKASI BAB IV JARINGAN KOMUNIKASI 4.1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi jaringan komunikasi telah mengubah pendekatan usaha Bank menjadi tanpa mengenal batasan waktu dan tempat. Bank dapat menyediakan layanan berbagai produk perbankan secara on-line realtime dari seluruh kantor dan delivery channel lainnya, seperti; Automated Teller Machine (ATM), internet Banking, mobile Banking, dan Electronic Data Capture (EDC), baik milik Bank itu sendiri maupun milik pihak penyedia jasa. Jaringan komunikasi mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan media transmisi yang digunakan untuk mentransmisikan informasi berupa data, suara (voice), gambar (image) dan video. Penyelenggaraan jaringan komunikasi sangat terpengaruh adanya perubahan dan rentan terhadap gangguan dan penyalahgunaan. Oleh karena itu Bank perlu memastikan bahwa integritas jaringan dipelihara dengan cara menerapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan jaringan dengan baik, memaksimalkan kinerja jaringan, mendesain jaringan yang tahan terhadap gangguan, dan mendefinisikan layanan jaringan secara jelas serta melakukan pengamanan yang diperlukan. 4.2. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Keamanan jaringan komunikasi merupakan tanggung jawab seluruh pihak dalam Bank. Dalam pelaksanaannya Bank perlu memiliki petugas/fungsi yang menangani jaringan komunikasi. Petugas/fungsi tersebut harus melakukan koordinasi dengan fungsi pengelola pengamanan TI. Bank harus meyakini ketersediaan dan kecukupan kapasitas layanan jaringan komunikasi baik yang dikelola oleh pihak internal Bank maupun pihak penyedia jasa, diantaranya dengan tersedianya cadangan peralatan dan jasa yang memadai. Manajemen harus memastikan terdapatnya pengawasan yang memadai dalam pengoperasian jaringan komunikasi dan pada setiap pengembangan atau modifikasi jaringan komunikasi. Manajemen perlu mempertimbangkan kebutuhan layanan yang diinginkan sesuai dengan kondisi bisnis saat ini dan strategi yang akan dikembangkan. 4.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur sebagai pedoman dalam menerapkan teknologi jaringan komunikasi untuk meyakinkan bahwa kelangsungan operasional dan keamanan jaringan komunikasi tetap terjaga. Untuk itu Bank wajib menetapkan baseline/standar yang digunakan secara internal untuk masing-masing. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 45 474 BAB IV–JARINGAN KOMUNIKASI platform (misal berdasarkan protokol atau sistem operasi) dan diterapkan di semua jaringan komunikasi yang digunakan oleh Bank. Kebijakan dan prosedur yang perlu ditetapkan sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut: a. pengukuran kinerja dan perencanaan kapasitas jaringan (performance and capacity planning); b. pengamanan jaringan komunikasi (network access controls, termasuk remote access); c. change management (setting, configuration and testing); d. network management, logging dan monitoring; e. penggunaan internet, intranet, e-mail dan wireless (termasuk mekanisme penggunaan jaringan komunikasi); f. tersedianya prosedur penanganan masalah (problem handling); g. tersedianya fasilitas untuk backup & recovery; h. kecukupan kontrak dan tersedianya SLA yang sesuai dengan kebutuhan Bank dan dipantau secara berkala apabila jaringan komunikasi yang digunakan oleh Bank diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa. 4.4. MANAJEMEN RISIKO JARINGAN KOMUNIKASI Bank harus melakukan identifikasi kemungkinan yang akan terjadi, mengukur dampak yang mungkin ditimbulkan, dan melakukan upaya-upaya untuk mengelola risiko penggunaan jaringan komunikasi. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan atas risiko yang signifikan, maka Bank harus menerapkan pengendalian yang memadai. Bank juga harus senantiasa memantau apakah seluruh risiko yang signifikan tersebut telah ditangani dengan baik. 4.4.1. Identifikasi Risiko Penggunaan teknologi jaringan komunikasi memberikan berbagai kemudahan dan manfaat bagi Bank dan nasabah, namun demikian, perlu diperhatikan risiko-risiko yang mungkin timbul, antara lain: a. kehilangan data/informasi; b. kehilangan integritas data/informasi; c. tidak lengkapnya data/informasi yang ditransmisikan; d. hilangnya kerahasiaan informasi; e. tidak tersedianya jaringan komunikasi akibat gangguan atau bencana; f. kehilangan/kerusakan perangkat jaringan komunikasi. 4.4.2. Pengendalian Risiko Dalam mengendalikan risiko pada jaringan komunikasi, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 46 475 BAB IV–JARINGAN KOMUNIKASI a. Desain Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi harus didesain sedemikian rupa sehingga efisien tetapi juga dinamis untuk mengantisipasi pengembangan di masa yang akan datang. Pada tahap ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) penentuan topologi jaringan komunikasi; 2) perencanaan kapasitas (capacity planning) jaringan komunikasi; 3) pemilihan media jaringan komunikasi; 4) backup perangkat keras, alternative routing (jalur alternatif) atau provider alternatif; 5) pengamanan fisik dan logic: a) penempatan perangkat jaringan pada lokasi yang aman terhadap gangguan alam dan akses oleh orang yang tidak berhak; b) pengaturan parameter sistem perangkat jaringan. 6) tersedianya jejak audit, sekurang-kurangnya terhadap perubahan-perubahan pada setting parameter dan hak akses perangkat jaringan komunikasi dan juga penggunaan atas hak akses tersebut. b. Pengendalian Akses Pengendalian akses di jaringan komunikasi sangat penting dan harus diperhatikan karena jaringan komunikasi merupakan pintu utama untuk masuk ke dalam sistem informasi Bank. Jika tidak dikelola dengan baik, maka keamanan informasi menjadi terancam. Dalam menerapkan pengendalian akses, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Bank, yaitu: 1) akses ke jaringan komunikasi oleh user didasarkan pada kebutuhan bisnis dengan memperhatikan aspek keamanan informasi. 2) melakukan pemisahan jaringan komunikasi berdasarkan segmen baik secara logical maupun fisik, misalnya pemisahan antara lingkungan pengembangan dan produksi. 3) jika pemisahan secara fisik tidak dapat dilakukan, maka Bank harus memisahkan jaringan komunikasi secara logical dan memantau security access di jaringan komunikasi. 4) keputusan untuk terhubung ke jaringan komunikasi di luar Bank harus sesuai dengan persyaratan pengamanan dan secara formal disetujui oleh manajemen sebelum pelaksanaan. 5) menerapkan pengendalian yang dapat membatasi network traffic yang tidak sah atau tidak diharapkan. 6) konfigurasi perangkat jaringan komunikasi harus diset dengan baik. Fungsifungsi atau services yang tidak dibutuhkan harus dinonaktifkan. 7) penggunaan perangkat pengamanan jaringan komunikasi, seperti firewall, Intrusion Detection System (IDS), dan Intrusion Prevention System (IPS). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 47 476 BAB IV–JARINGAN KOMUNIKASI 8) penggunaan penambahan perangkat monitor jaringan komunikasi (network management system) dengan memperhatikan pengamanannya. 9) pengujian secara berkala terhadap keamanan jaringan komunikasi, misalnya dengan penetration testing. c. Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Komunikasi Pengoperasian dan pemeliharaan jaringan komunikasi harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini: 1) petugas yang mengoperasikan jaringan komunikasi harus secara jelas ditunjuk oleh manajemen, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, dan diberi tugas dan wewenang yang memadai untuk menjalankan fungsinya; 2) Bank harus memiliki incident rensponse plan terhadap gangguan dan serangan jaringan komunikasi; 3) Bank harus memiliki fasilitas backup perangkat keras/lunak jaringan komunikasi, termasuk mekanisme restart/recovery yang telah teruji. Fasilitas backup tersebut sebaiknya memiliki risiko yang berbeda dengan perangkat utama seperti menggunakan pihak penyedia jasa yang berbeda; 4) patch dan release harus selalu dikinikan (setelah melalui pengujian intern) untuk meyakini bahwa kelemahan-kelemahan telah diperbaiki. 4.4.3. Monitoring Risiko Monitoring terhadap risiko yang mungkin timbul dalam jaringan komunikasi yang digunakan oleh Bank antara lain mencakup hal-hal berikut ini: a. jejak audit yang tersedia harus dipantau secara teratur untuk dapat mendeteksi secara dini ada tidaknya penyimpangan; b. kinerja jaringan komunikasi diukur secara berkala berdasarkan tingkat ketersediaan (availability) dan response time; c. Bank harus memantau kapasitas yang digunakan dan yang diperlukan untuk rencana pengembangan bisnis dibandingkan dengan kapasitas terpasang; d. Bank harus memantau dan menindaklanjuti penyusupan/serangan terhadap jaringan komunikasi; e. Bank harus melakukan kaji ulang pemberian akses ke pengguna secara berkala untuk meyakinkan bahwa akses yang diberikan masih sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Selain itu perlu dilakukan kaji ulang atas pengguna jaringan komunikasi di Bank yang memiliki akses ke jaringan komunikasi di luar Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 48 477 BAB IV–JARINGAN KOMUNIKASI 4.5. PENGENDALIAN INTERN 4.5.1. Audit Intern Audit terhadap jaringan komunikasi harus dilakukan secara berkala oleh pihak independen, baik Auditor Intern maupun Auditor Ekstern. Ruang lingkup audit atas jaringan komunikasi antara lain mencakup kinerja jaringan komunikasi, logical access, physical access, remote access, infrastruktur jaringan komunikasi, dokumentasi jaringan komunikasi. Pengaturan lebih lengkap tentang audit mengacu pada Bab X tentang Audit Intern TI. 4.5.2. Dokumentasi Untuk dapat mengendalikan kegiatan pengelolaan jaringan komunikasi, Bank harus memiliki dokumentasi jaringan komunikasi yang lengkap dan terkini, antara lain: a. kebijakan, prosedur, standar, dan baseline tentang jaringan komunikasi; b. diagram jaringan komunikasi secara rinci; c. daftar dan spesifikasi perangkat lunak dan perangkat keras jaringan komunikasi; d. daftar permasalahan dan penanganannya; e. laporan monitoring jaringan komunikasi; f. laporan perencanaan kapasitas jaringan komunikasi; g. kontrak dan SLA dengan pihak ketiga penyedia jasa fasilitas jaringan komunikasi; h. dokumen pengujian jaringan komunikasi; i. dokumen pengimplementasian jaringan komunikasi; j. dokumen perubahan jaringan komunikasi disertai alasannya; k. daftar user dan wewenangnya. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 49 478 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI BAB V PENGAMANAN INFORMASI 5.1. PENDAHULUAN Informasi adalah aset yang sangat penting bagi Bank, baik informasi yang terkait dengan nasabah, keuangan, laporan maupun informasi lainnya. Kebocoran, kerusakan, ketidakakuratan, ketidaktersediaan atau gangguan lain terhadap informasi tersebut dapat menimbulkan dampak yang merugikan baik secara finansial maupun non-finansial bagi Bank. Dampak dimaksud tidak hanya terbatas pada Bank tersebut, namun juga nasabah, Bank lain dan bahkan terhadap sistem perbankan nasional. Mengingat pentingnya informasi, maka informasi harus dilindungi atau diamankan oleh seluruh personil di Bank. Pengamanan informasi sangat bergantung pada pengamanan terhadap semua aspek dan komponen TI terkait, seperti perangkat lunak, perangkat keras, jaringan, peralatan pendukung (misalnya sumber daya listrik, AC) dan sumber daya manusia (termasuk kualifikasi dan ketrampilan). 5.2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 5.2.1. Dewan Komisaris Dalam tugasnya mengarahkan dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan Bank dalam pengelolaan pengamanan Teknologi Informasi Dewan Komisaris hendaknya melakukan koordinasi dengan direksi, antara lain meminta Direksi melaporkan pembagian wilayah wewenang dan tanggung-jawab pada satuan kerja penyelenggara TI dan satuan kerja pengguna TI, upaya peningkatan pengendalian pengamanan informasi, serta penentuan risiko sisa (residual risk) yang akan ditanggung Bank. Evaluasi tersebut mencakup juga evaluasi terhadap dampak masalah informasi terhadap kelanjutan proses bisnis Bank. 5.2.2. Komite Pengarah Teknologi Informasi (IT Steering Commitee) Komite Pengarah Teknologi Informasi bertanggung jawab untuk memberikan rekomendasi kepada direksi paling kurang mengenai hal-hal sebagai berikut: a. kebijakan pengamanan informasi sebagai bagian dari Rencana Strategis TI; b. efektivitas implementasi kebijakan pengamanan informasi Bank; c. efektivitas langkah-langkah mitigasi risiko yang dilakukan untuk meningkatkan pengamanan informasi Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 50 479 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI 5.2.3 Direksi Tanggung jawab Direksi untuk pengamanan informasi paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. menetapkan kebijakan, sistem dan prosedur pengamanan informasi; b. mendukung semua aspek program pengamanan informasi; c. menetapkan pembagian tugas dan tanggung jawab untuk pengambilan keputusan terkait manajemen risiko pengamanan informasi; d. menetapkan tingkat risiko pengamanan informasi yang dapat diterima oleh Bank; e. melakukan evaluasi terhadap hasil penerapan mitigasi risiko pengamanan informasi; f. mengkomunikasikan kepada satuan kerja pengguna TI dan penyelenggara TI tentang pentingnya melakukan pengamanan informasi agar Bank dapat mencapai tujuan pengamanan informasi yang diharapkan sesuai ketentuan yang berlaku. 5.2.4. Pejabat Tertinggi Pengamanan Informasi Sesuai dengan kebijakan dan arahan Direksi, Pejabat Tertinggi Pengamanan Informasi bertanggung jawab atas antara lain: a. pengelolaan fungsi pengamanan informasi agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan serta best practice yang berlaku; b. pemantauan pelaksanaan pengamanan informasi di setiap bagian atau satuan kerja; c. mengkomunikasikan program pengamanan informasi termasuk melakukan upaya peningkatan kesadaran akan pengamanan (security awareness program) d. menetapkan kriteria dan definisi pengukuran risiko pengamanan informasi; e. melaksanakan program penilaian risiko pengamanan informasi termasuk menilai kepatuhan seluruh bagian di Bank terhadap kebijakan pengamanan informasi dan merekomendasikan pengendalian yang perlu dilakukan; f. memastikan pihak ketiga yang memiliki akses terhadap informasi rahasia milik Bank telah menerapkan pengamanan informasi secara memadai dan konsisten; g. membantu koordinasi pengujian BCP; h. mengkoordinasikan upaya pengamanan informasi dengan audit intern TI. 5.3. PRINSIP, KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENGAMANAN INFORMASI 5.3.1 Prinsip Pengamanan Informasi Pengamanan informasi sekurang-kurangnya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. dilaksanakan untuk meyakini bahwa informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaannya (availability) secara Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 51 480 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan (compliance) terhadap ketentuan yang berlaku; b. memperhatikan aspek sumber daya manusia , proses dan teknologi; c. dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko (risk assessment) dengan memperhatikan strategi bisnis Bank dan ketentuan yang berlaku; d. menerapkan pengamanan informasi secara komprehensif dan berkesinambungan yaitu dengan menetapkan tujuan dan kebijakan pengamanan informasi, mengimplementasikan pengendalian pengamanan informasi, memantau dan mengevaluasi kinerja serta keefektifan kebijakan pengamanan informasi serta melakukan penyempurnaan. Disamping hal-hal tersebut diatas, Bank perlu mempertimbangkan implementasi standar internasional di bidang pengamanan informasi seperti ISO, IEC, COBIT, IT-IL dan standar nasional seperti SNI, dengan memperhatikan kompleksitas usaha yang meliputi antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan kantor serta teknologi pendukung yang digunakan. 5.3.2. Kebijakan Pengamanan Informasi Manajemen Bank harus menetapkan kebijakan dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengamanan informasi. Kebijakan tersebut harus dikomunikasikan secara berkala kepada seluruh pegawai Bank dan pihak eksternal yang terkait. Disamping itu dilakukan evaluasi secara berkala dan apabila terdapat perubahan penting. Kebijakan tentang pengamanan informasi harus mencakup sekurang-kurangnya: a. tujuan pengamanan informasi yang sekurang-kurangnya meliputi pengelolaan aset, sumber daya manusia, pengamanan fisik, pengamanan logic (logical security), pengamanan operasional TI, penanganan insiden pengamanan informasi, dan pengamanan informasi dalam pengembangan sistem; b. komitmen manajemen terhadap pengamanan informasi sejalan dengan strategi dan tujuan bisnis; c. kerangka acuan dalam menetapkan pengendalian melalui pelaksanaan manajemen risiko Bank; d. prinsip dan standar pengamanan informasi, termasuk kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, pelatihan dan peningkatan kesadaran atas pentingnya pengamanan informasi (security awareness program), rencana kelangsungan bisnis dan sanksi atas pelanggaran; e. tugas dan tanggung jawab pihak-pihak dalam pengamanan informasi; f. dokumen atau ketentuan lain yang mendukung kebijakan pengamanan informasi. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 52 481 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI 5.3.3. Prosedur Pengamanan Informasi 5.3.3.1. Prosedur Pengelolaan Aset a. aset Bank yang terkait dengan informasi harus diidentifikasikan, ditentukan pemilik/penanggungjawabnya dan dicatat agar dapat dilindungi secara tepat; b. aset yang terkait dengan informasi tersebut dapat berupa data (baik hardcopy maupun softcopy), perangkat lunak, perangkat keras, jaringan, peralatan pendukung (misalnya sumber daya listrik, AC) dan sumber daya manusia (termasuk kualifikasi dan ketrampilan); c. informasi perlu diklasifikasikan agar dapat dilakukan pengamanan yang memadai sesuai dengan klasifikasinya. Contoh dari klasifikasi tersebut adalah informasi ”rahasia” (misalnya data simpanan nasabah, data pribadi nasabah), ”internal” (misalnya peraturan tentang gaji pegawai Bank) dan ”biasa” (misalnya informasi tentang produk perbankan yang ditawarkan ke masyarakat). Klasifikasi dapat dibuat berdasarkan nilai, sensitivitas, hukum/ketentuan dan tingkat kepentingan bagi Bank. 5.3.3.2.Prosedur Pengelolaan Sumber Daya Manusia a. sumber daya manusia baik pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa yang memiliki akses terhadap informasi harus memahami tanggung jawabnya terhadap pengamanan informasi; b. peran dan tanggung jawab sumber daya manusia baik pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa yang memiliki akses terhadap informasi harus didefinisikan dan didokumentasikan sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi; c. dalam perjanjian atau kontrak dengan pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa harus tercantum ketentuan-ketentuan mengenai pengamanan Teknologi Informasi yang sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi Bank. Sebagai contoh adalah perlu adanya klausula yang menyatakan bahwa mereka harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya sesuai dengan klasifikasi informasi; d. selain perjanjian antara Bank dengan perusahaan penyedia jasa, semua pegawai perusahaan penyedia jasa tersebut yang ditugaskan di Bank harus menandatangani suatu perjanjian menjaga kerahasiaan informasi (non-disclosure agreement); e. pelatihan dan/atau sosialisasi tentang pengamanan informasi harus diberikan kepada pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa. Pelatihan dan/atau sosialisasi ini diberikan sesuai dengan peran dan tanggung jawab pegawai serta pihak penyedia jasa; f. Bank harus menetapkan sanksi atas pelanggaran terhadap kebijakan pengamanan informasi; g. Bank harus menetapkan prosedur yang mengatur tentang keharusan untuk mengembalikan aset dan pengubahan/penutupan hak akses pegawai Bank, Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 53 482 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI konsultan, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa yang disebabkan karena perubahan tugas atau selesainya masa kerja atau kontrak. 5.3.3.3.Prosedur Pengamanan Fisik dan Lingkungan a. fasilitas pemrosesan informasi yang penting (misalnya mainframe, server, PC, perangkat jaringan aktif) juga harus diberikan pengamanan secara fisik dan lingkungan yang memadai untuk mencegah akses yang tidak terotorisasi, kerusakan serta gangguan lain; b. pengamanan fisik dan lingkungan terhadap fasilitas pemrosesan informasi yang penting meliputi antara lain pembatas ruangan, pengendalian akses masuk (misalnya penggunaan access control card, PIN, biometrics), kelengkapan alat pengamanan di dalam ruangan (misalnya alarm, pendeteksi dan pemadam api, pengukur suhu dan kelembaban udara, close-circuit TV) serta pemeliharaan kebersihan ruangan dan peralatan (misalnya dari debu, rokok, makanan/minuman, barang mudah terbakar); c. fasilitas pendukung seperti AC, sumber daya listrik, fire alarm harus dipastikan kapasitas dan ketersediaannya dalam mendukung operasional fasilitas pemrosesan informasi; d. aset milik pihak penyedia jasa (seperti server, switching tools) harus diidentifikasikan secara jelas dan diberikan perlindungan yang memadai seperti misalnya dengan menerapkan pengamanan yang cukup, dual control atau menempatkan secara terpisah dari aset milik Bank; e. harus dilakukan pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala terhadap fasilitas pemrosesan informasi dan fasilitas pendukung sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 5.3.3.4.Prosedur Pengamanan Logic (Logical Security) a. Bank harus memiliki prosedur formal (tertulis dan telah disetujui oleh manajemen) tentang pengadministrasian user yang meliputi pendaftaran, perubahan dan penghapusan user, baik untuk user internal Bank maupun user eksternal Bank (misalnya vendor atau pihak penyedia jasa); b. Bank harus menetapkan prosedur pengendalian melalui pemberian password awal (initial password) kepada user dengan memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) password awal harus diganti saat login pertama kali; 2) password awal diberikan secara aman, misalnya melalui amplop tertutup atau kertas berlapis dua; 3) password awal bersifat khusus (unique) untuk setiap user dan tidak mudah ditebak; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 54 483 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI 4) pemilik user-id terutama dari pegawai Bank, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa harus menandatangani pernyataan tanggung jawab atau perjanjian penggunaan user-id dan password saat menerima user-id dan password; 5) Password standar (default password) yang dimiliki oleh sistem operasi, sistem aplikasi, database management system, dan perangkat jaringan harus diganti oleh Bank sebelum diimplementasikan dan sedapat mungkin mengganti user ID standar dari sistem (default user ID). c. Bank harus mewajibkan user untuk: 1) menjaga kerahasiaan password; 2) menghindari penulisan password di kertas dan tempat lain tanpa pengamanan yang memadai; 3) memilih password yang berkualitas yaitu: a) panjang password yang memadai sehingga tidak mudah ditebak; b) mudah diingat dan terdiri dari sekurang-kurangnya kombinasi 2 tipe karakter (huruf, angka atau karakter khusus); c) tidak didasarkan atas data pribadi user seperti nama, nomor telepon atau tanggal lahir; d) tidak menggunakan kata yang umum dan mudah ditebak oleh perangkat lunak (untuk menghindari brute force attack), misalnya kata ’pass’, ’password’, ’adm’, atau kata umum di kamus; 4) mengubah password secara berkala; 5) menghindari penggunaan password yang sama secara berulang. d. Bank harus menonaktifkan hak akses bila user id tidak digunakan pada waktu tertentu, menetapkan jumlah maksimal kegagalan password (failed login attempt) dan menonaktifkan password setelah mencapai jumlah maksimal kegagalan password; e. Bank harus melakukan pemeriksaan/review berkala terhadap hak akses user untuk memastikan bahwa hak akses yang diberikan sesuai dengan wewenang yang diberikan. f. Sistem operasi, sistem aplikasi, database, utility dan perangkat lainnya yang dimiliki oleh Bank sedapat mungkin membantu pelaksanaan pengamanan password, sebagai contoh: 1) memaksa user untuk mengubah passwordnya setelah jangka waktu tertentu dan menolak bila user memasukkan password yang sama dengan yang digunakan sebelumnya saat mengganti password; 2) menyimpan password secara aman (ter-enkripsi); 3) memutuskan hubungan atau akses user jika tidak terdapat respon selama jangka waktu tertentu (session time-out); Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 55 484 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI 4) menonaktifkan atau menghapus hak akses user jika user tidak melakukan log-on melebihi jangka waktu tertentu (expiration interval), misalnya karena cuti, pindah bagian. g. Bank harus memperhitungkan risiko dan menerapkan pengendalian pengamanan yang memadai dalam penggunaan perangkat mobile computing dan media penyimpan data seperti notebook, hand phone, personal digital assistance, flash disk, external hard disk, termasuk bila menggunakan wireless access atau wireless network; h. Bank harus memperhitungkan risiko dan menerapkan pengendalian pengamanan yang memadai terhadap titik akses (access point) ke dalam jaringan komputer dan/atau sarana pemrosesan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berwenang; i. Bank yang menggunakan file sharing harus menetapkan pembatasan akses sekurang-kurangnya melalui penggunaan password dan pengaturan pihak yang berwenang melakukan akses; j. Bank perlu memperhatikan proses security hardening terhadap perangkat keras dan perangkat lunak, seperti : setting parameter, patch. 5.3.3.5.Prosedur Pengamanan Operasional Teknologi Informasi Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengamanan operasional TI antara lain: a. informasi dan perangkat lunak harus dibuatkan backup dan prosedur recovery yang teruji sesuai dengan tingkat kepentinganny; b. Bank perlu mengantisipasi dan menerapkan pengendalian pengamanan yang memadai atas kelemahan sistem operasi, sistem aplikasi, database dan jaringan, termasuk ancaman dari pihak yang tidak berwenang seperti virus, trojan horse, worms, spyware, Denial-Of-Service (DOS), war driving, , spoofing dan logic bomb; c. Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur pengkinian anti-virus dan patch dan memastikan pelaksanaannya; d. Bank harus membuat prosedur yang mencakup identifikasi patch yang ada, melakukan pengujian, dan menginstalasinya jika memang dibutuhkan; e. Bank juga harus memelihara catatan dari versi perangkat lunak yang digunakan dan memantau secara rutin informasi tentang pengkinian (enhancement) produk, masalah keamanan, patch atau upgrade, atau permasalahan lain yang sesuai dengan versi perangkat lunak yang digunakan; f. Bank harus menetapkan penggunaan enkripsi dengan menggunakan teknik kriptografi tertentu dalam mengamankan proses transmisi informasi yang sensitif, khususnya yang melalui jaringan di luar jaringan komunikasi Bank, sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Penggunaan teknik kriptografi tersebut antara lain Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 56 485 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI ditujukan untuk menjaga dan memastikan kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), keaslian (authenticity), dan non-repudiation. Teknik yang dapat dipertimbangkan antara lain penggunaan enkripsi, hash function, dan digital signatures (menggunakan Public Key Infrastructure); g. Bank harus menerapkan metode identifikasi dan otentikasi (authentication) sesuai tingkat pentingnya aplikasi misalnya penggunaan one-factor authentication untuk aplikasi “biasa” serta penggunaan two-factor authentication untuk aplikasi bersifat “kritikal”; h. Contoh metode identifikasi dan otentikasi antara lain log on id dan password, token device atau biometrics (misalnya fingerprint, retina scan, face/iris/hand/palm analysis, signature recognition, voice recognition); i. Bank harus menyediakan dan melakukan kaji ulang atas jejak audit/log baik di tingkat jaringan, sistem maupun aplikasi serta menetapkan jenis log (misalnya administrator log, user log, system log), informasi yang harus dimasukkan ke dalam log, jangka waktu penyimpanan atau kapasitas log dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku untuk keperluan penelusuran masalah. 5.3.3.6. Prosedur Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi Hal-hal yang harus diperhatikan Bank dalam melakukan penanganan insiden dalam pengamanan informasi antara lain: a. insiden yang terjadi harus dapat diidentifikasi, dilaporkan, ditindaklanjuti, didokumentasikan dan dievaluasi untuk memastikan dilakukannya penanganan yang tepat dan untuk mencegah terulangnya insiden; b. Bank harus menetapkan prosedur penanganan insiden yang mengatur antara lain: 1) Siapa yang harus melaporkan insiden; 2) Jenis insiden yang harus dilaporkan; 3) Alur pelaporan insiden (point of contact); 4) Siapa yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti insiden; 5) Analisis atas insiden untuk mencegah terulangnya insiden; 6) Pendokumentasian bukti terkait insiden dan tindak lanjutnya. c. Bank perlu mempertimbangkan pembentukan tim khusus yang menangani insiden pengamanan (CSIRT – Computer Security Incident Response Team atau CERT – Computer Emergency Response Team) sesuai dengan skala usaha dan kompleksitas TI Bank; d. Pegawai Bank, pegawai honorer dan pegawai pihak penyedia jasa diminta untuk melaporkan setiap kali menemukan indikasi atau potensi kelemahan pada sistem dan aplikasi sesuai kebijakan dan prosedur pelaporan insiden pengamanan. Kelemahan yang perlu dilaporkan misalnya adanya virus dari e-mail yang masuk. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 57 486 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI 5.3.3.7. Prosedur lainnya Selain ruang lingkup diatas, pengamanan informasi perlu diterapkan dalam aspek lain seperti pengembangan dan pengadaan sistem, jaringan komunikasi data, BCP dan DRP dan kegiatan penggunaan pihak penyedia jasa dalam penyelenggaraan TI. 5.4 PROSES MANAJEMEN RISIKO 5.4.1. Penilaian Risiko Mengingat pentingnya TI dalam mendukung tercapainya rencana strategis bisnis Bank, maka Bank harus mengelola seluruh sumber daya TI sebagai ”aset” Bank. Sumber daya TI meliputi antara lain aplikasi, informasi, infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk itu Bank harus melakukan evaluasi atas segala hal yang mengancam sumber daya TI melalui proses identifikasi, pengukuran dan pemantauan risiko potensial baik kecenderungan atau probabilitas terjadinya maupun besarnya dampak. Terdapat berbagai pendekatan yang dapat dilakukan Bank dalam proses identifikasi seperti pendekatan proses, aset, produk, dan kejadian. Pada pendekatan berdasarkan aset, identifikasi risiko pengamanan informasi dilakukan dengan melakukan klasifikasi terhadap ”aset” terkait teknologi informasi berdasarkan risiko. Selanjutnya Bank melakukan pengukuran kecenderungan atau probabilitas terjadinya risiko atas setiap aset dan besarnya dampak kerugian yang akan dialami untuk dapat mengetahui besarnya risiko potensial yang harus dihadapi atau Nilai Risiko Dasar (NRD). Contoh penilaian risiko pengamanan informasi yang menggunakan pendekatan aset dapat dilihat di Lampiran 1.1. Penilaian ini dilakukan oleh setiap satuan kerja yang memiliki sumber daya TI dan atau dapat dikoordinasikan oleh satuan kerja yang membidangi TI atau manajemen risiko. Dalam menentukan aset yang kritikal maupun mengukur risiko, setiap satuan kerja harus dapat menentukan kemungkinan adanya ancaman (threats), serangan (attacks) dan kerawanan (vulnerability) dari setiap sumber daya TI yang digunakan masing-masing satuan kerja serta kemungkinan dampaknya pada integritas (integrity), kerahasiaan (confidentiality) dan ketersediaan (availability) dari data/informasi yang dimiliki. Proses ini harus dilakukan Bank karena identifikasi dan pengukuran risiko dapat menunjukkan potensial kegagalan atau kelemahan proses pengamanan informasi yang dapat berpengaruh pada kesuksesan bisnis Bank sehingga Bank dapat melakukan penanganan yang tepat terhadap setiap risiko potensial. 5.4.2. Pengendalian Dan Mitigasi Risiko Berdasarkan hasil identifikasi dan pengukuran risiko, Bank harus menetapkan bentuk penanganan risiko yang akan diterapkan untuk menimalisasi risiko yang dihadapi Bank. Dari bentuk-bentuk penanganan risiko (accept, control/mitigate, avoid, Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 58 487 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI transfer), pengendalian dan atau mitigasi risiko memegang peranan penting karena tanpa sistem informasi yang handal dan aktivitas pengendalian TI yang efektif, Bank tidak mampu menghasilkan laporan keuangan yang akurat, terkini, utuh dan lengkap. Secara umum bentuk pengendalian antara lain: a. kebijakan, ketentuan dan prosedur yang ada di Bank; b. sistem pengendalian risiko yang dilakukan dengan menggunakan teknologi sehingga secara otomatis dapat memitigasi risiko yang ada seperti audit log, on line approval, parameter value di sistem yang digunakan; c. training dan security awareness program. Tinjauan atas pengendalian dilakukan dua kali yaitu pertama pada proses penilaian risiko (risk assessment) dimana Bank mengidentifikasi pengendalian yang telah ada sebelumnya, dan kedua setelah mendapatkan Nilai Risiko Akhir (residual risk). Dengan membandingkan Nilai Risiko Dasar (NRD) dengan Nilai Risiko Akhir (NRA), Bank dapat menganalisis kelemahan dari bentuk pengendalian yang telah diterapkan dan bentuk pengendalian pengamanan yang dapat direkomendasikan untuk diterapkan kemudian. Bentuk pengendalian dapat beragam dan tidak terbatas pada pengendalian umum (general controls) seperti pengendalian yang harus ada di operasional Data Center maupun yang berupa pengendalian aplikasi (application controls) seperti rekonsiliasi dalam balancing control activities. Dengan demikian atas seluruh aset Bank baik pada level Bank, satuan kerja maupun masing-masing petugas/pengguna TI dapat terhindar dari setiap risiko potensial. 5.5. PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT INTERN Auditor Intern TI harus melaksanakan program audit untuk memastikan bahwa pengendalian pengamanan informasi telah diterapkan, memadai dan berjalan secara efektif sesuai dengan kebijakan dan prosedur pengamanan informasi yang berlaku. Pengendalian intern harus diterapkan dalam pengamanan informasi karena pengamanan informasi adalah sebuah proses dinamis yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi dan penyempurnaan terhadap kebijakan, prosedur dan program pengamanan informasi harus selalu dilakukan antara lain dengan melaksanakan pemantauan terhadap: a. perkembangan teknik atau metode baru yang mengancam sistem pengamanan informasi Bank; b. laporan kinerja pengamanan informasi dalam rangka mengidentifikasi trend ancaman atau kelemahan kontrol pengamanan. Secara lebih spesifik kegiatan ini meliputi kaji ulang terhadap log aktivitas, investigasi anomali operasional dan secara rutin mengevaluasi level akses terhadap sistem dan aplikasi TI; c. tindak lanjut penanganan serangan atau insiden pengamanan informasi terhadap Bank; d. efektivitas penerapan kebijakan, prosedur dan pengendalian pengamanan informasi; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 59 488 BAB V–PENGAMANAN INFORMASI e. kegiatan pencegahan terjadinya risiko potensial atas kemungkinan ancaman terhadap keamanan informasi/sistem informasi seperti misalnya: 1) pembuatan proses yang memantau ancaman terhadap hardware/software, instalasi security patches; 2) pengecekan pengkinian/updating anti virus; 3) pengawasan terhadap jasa-jasa pihak ketiga/vendor. Pemantauan pengamanan informasi meliputi aspek teknis dan non-teknis. Aspek non-teknis meliputi perubahan organisasi, perubahan proses bisnis, lokasi baru, perubahan tingkat sensitivitas informasi atau penerbitan produk/jasa baru. Aspek teknis meliputi sistem baru, penyedia jasa yang baru, dan perluasan/penambahan akses terhadap informasi. Pemantauan tersebut dapat dilakukan oleh information security officer atau apabila Bank tidak memilikinya maka dilakukan oleh pegawai Bank yang berfungsi mengelola program pengamanan informasi. Namun demikian setiap karyawan dan manajemen harus tetap waspada terhadap ancaman terhadap keamanan informasi/sistem informasi. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 60 489 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN BAB VI BUSINESS CONTINUITY PLAN 6.1. PENDAHULUAN Kegiatan perbankan tidak dapat terhindar dari adanya gangguan/kerusakan yang disebabkan oleh alam maupun manusia misalnya terjadinya gempa bumi, bom, kebakaran, banjir, power failure, kesalahan teknis, kelalaian manusia, demo buruh, huru-hara dan sebagainya. Kerusakan yang terjadi tidak hanya berdampak pada kemampuan teknologi suatu Bank, tetapi juga berdampak pada kegiatan operasional bisnis Bank terutama pelayanan kepada nasabah. Bila tidak ditangani secara khusus, selain Bank akan menghadapi risiko operasional, juga akan mempengaruhi risiko reputasi dan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan nasabah kepada Bank. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, Bank diharapkan memiliki Business Continuity Management (BCM) yaitu proses manajemen terpadu dan menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan/bencana guna melindungi kepentingan para stakeholder. BCM merupakan bagian yang terintegrasi dengan kebijakan manajemen risiko Bank secara keseluruhan. BCM yang efektif perlu didukung dengan hal-hal sebagai berikut: a. adanya pengawasan aktif manajemen; b. melalui Business Impact Analysis dan Risk Assessment; c. penyusunan Business Continuity Plan yang memadai; d. dilakukannya pengujian terhadap BCP; dan e. dilakukan pemeriksaan oleh Auditor Intern. Business Continuity Plan (BCP) merupakan suatu dokumen tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan/bencana dan proses pemulihan agar kegiatan operasional Bank dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. Rencana tindak tertulis tersebut melibatkan seluruh sumber daya Teknologi Informasi (TI) termasuk sumber daya manusia yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang kritikal bagi Bank. Komponen prosedur BCP yang harus dimiliki Bank paling kurang meliputi Disaster Recovery Plan (DRP) dan Contingency Plan (CP). Disaster Recovery Plan (DRP) lebih menekankan pada aspek teknologi dengan fokus pada data recovery/restoration plan dan berfungsinya sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang kritikal. Sedangkan Contingency Plan (CP) menekankan pada rencana tindak untuk menjaga kelangsungan bisnisnya apabila terjadi gangguan atau bencana termasuk tindakan antisipatif menghadapi kondisi terburuk misalnya bila TI yang digunakan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 61 490 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN sama sekali tidak dapat dipulihkan untuk waktu yang cukup lama. Contingency Plan (CP) harus meliputi pula rencana untuk memastikan kelangsungan seluruh pelayanan Bank termasuk yang dilaksanakan melalui electronic banking. 6.2. PENGAWASAN AKTIF MANAJEMEN Efektifitas dari BCP akan sangat bergantung pada komitmen manajemen untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam rangka mengidenfikasi, menyusun dan melakukan pengujian terhadap BCP. 6.2.1. Peran dan Tanggung Jawab Direksi a. menetapkan kebijakan, strategi dan prosedur BCP; b. menetapkan BCP yang dikinikan secara berkala; c. memastikan adanya suatu organisasi atau tim kerja yang bertanggungjawab atas BCP, yang terdiri dari personil yang kompeten dan terlatih; d. meyakini bahwa BCP disosialisasikan kepada seluruh fungsi bisnis dan personil; e. menelaah hasil kaji ulang atas pengujian BCP yang dilakukan secara reguler; f. mengevaluasi hasil pemeriksaan audit intern atas kecukupan BCP. 6.2.2. Peran dan Tanggung Jawab Tim Kerja BCP Agar BCP dapat berjalan dengan baik pada saat diperlukan, maka bank perlu membentuk suatu organisasi atau tim kerja untuk mengkoordinasi pelaksanaan BCP, yang terdiri dari: a. koordinator; b. anggota tim yang memiliki tanggung jawab terhadap: 1) satuan kerja bisnis; 2) satuan kerja TI antara lain offsite storage, aplikasi, perangkat keras dan perangkat lunak, network, security, communication, data preparation and records; 3) unit pendukung lainnya seperti Satuan Kerja Logistik, Pengamanan dan Umum, Hubungan Masyarakat dan Legal, Sumber Daya Manusia. Adapun peran tim kerja penanggung jawab BCP di atas sekurang-kurangnya meliputi: a. bertanggung jawab penuh terhadap efektivitas penyelenggaraan BCP, termasuk memastikan bahwa program awareness atas BCP diterapkan; b. memutuskan kondisi disaster dan pemulihannya; c. menentukan skenario pemulihan yang akan digunakan bila terjadi gangguan atau bencana berdasarkan prioritisasi atas aktivitas, fungsi dan jasa yang dianggap kritis; d. me-review laporan mengenai setiap tahapan dalam pengujian dan pelaksanaan BCP; e. melaksanakan komunikasi kepada pihak intern dan ekstern Bank bila terjadi suatu gangguan operasional yang bersifat major. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 62 491 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN 6.3. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN BCP Dalam penyusunan kebijakan, strategi dan prosedur yang akan diterapkan untuk menangani keadaan disaster, Bank harus memastikan diterapkannya prinsip-prinsip sebagai berikut: a. penyusunan BCP hendaknya melibatkan seluruh satuan kerja dan fungsi bisnis, bukan hanya satuan kerja TI; b. BCP disusun berdasarkan Business Impact Analysis dan Risk Asessment yang memadai; c. BCP bersifat fleksibel untuk dapat merespon berbagai skenario ancaman dan gangguan serta bencana yang sifatnya tidak terduga baik bersumber dari kondisi internal maupun eksternal; d. BCP bersifat spesifik, terdapat kondisi-kondisi tertentu dan tindakan yang dibutuhkan segera dilakukan untuk kondisi tersebut; e. dilakukan pengujian dan pengkinian secara berkala; f. BCP dan hasil pengujian BCP harus dikaji ulang oleh audit intern secara berkala. 6.4. BUSINESS IMPACT ANALYSIS Efektifitas dari suatu BCP akan sangat bergantung pada kemampuan manajemen untuk secara tepat mengidentifikasi kritis tidaknya berbagai proses kerja atau aktivitas yang ada di Bank sebelum BCP disusun atau dikaji ulang. Dengan demikian Business Impact Analysis (BIA) merupakan dasar dari penyusunan keseluruhan BCP. Hal-hal yang harus dianalisis dalam BIA meliputi: a. tingkat kepentingan (criticality) masing-masing proses bisnis dan ketergantungan antar proses bisnis serta prioritisasi yang diperlukan; b. tingkat ketergantungan terhadap pihak penyedia jasa baik TI maupun non TI; c. tingkat Maximum Tolerable Outage/Recovery Time Objective (berapa lama bank dapat bekerja tanpa sistem atau fasilitas yang mengalami gangguan dan atau berapa cepat sistem atau fasilitas tersebut harus berfungsi kembali); d. tingkat Minimum Resources Requirement (personil, data dan kelengkapan sistem serta fasilitas yang diperlukan secara minimal agar bisnis bisa pulih dan berjalan); e. dampak potensial dari kejadian yang bersifat tidak spesifik dan tidak dapat dikontrol terhadap proses bisnis dan pelayanan kepada nasabah; f. dampak disaster terhadap seluruh departemen dan fungsi bisnis, bukan hanya terhadap data processing; g. estimasi downtime maksimum yang dapat ditoleransi dan tingkat toleransi atas kehilangan data dan terhentinya proses bisnis serta dampak downtime terhadap kerugian finansial; h. jalur komunikasi yang dibutuhkan untuk berjalannya pemulihan; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 63 492 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN i. kemampuan dan pengetahuan petugas mengenai Contingency Plan dan ketersediaan petugas pengganti di tempat pemulihan; j. dampak hukum dan pemenuhan ketentuan yang terkait, seperti ketentuan mengenai kerahasiaan data nasabah. Dalam melakukan BIA di atas, baik satuan kerja TI maupun masing-masing unit bisnis perlu memperhatikan bahwa BCP yang akan disusun bukan hanya untuk total disaster namun untuk berbagai situasi bencana dan gangguan mulai dari yang minor, major sampai dengan catastrophic. Dengan demikian dampak yang harus diperhatikan bukan hanya yang dapat diukur dengan jelas (tangible impact) seperti penalti akibat keterlambatan pembayaran bunga atau biaya lembur pegawai, namun juga yang tidak dapat diukur secara jelas (intangible impact) seperti kesulitan nasabah memperoleh pelayanan. 6.5. PENILAIAN RISIKO Penilaian risiko (risk assessment) yang terdiri dari identifikasi dan pengukuran risiko merupakan tahap kedua yang harus dilalui dalam penyusunan suatu BCP. Proses ini diperlukan untuk dapat mengetahui tingkat kemungkinan terjadi gangguan pada kegiatan bank yang penting (critical) serta dampaknya bagi kelangsungan usaha bank. Risk assessment sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut: a. melakukan analisis atas dampak gangguan atau bencana terhadap bank, nasabah dan industri keuangan; b. melakukan gap analysis dengan membandingkan kondisi saat ini dengan langkah atau skenario yang seharusnya diterapkan; c. membuat peringkat potensi gangguan bisnis berdasarkan tingkat kerusakan (severity) dan kemungkinan terjadinya (likelihood). 6.6. PROSES PENYUSUNAN BUSINESS CONTINUITY PLAN Penyusunan BCP dilakukan setelah proses BIA dan Risk Assessment. Adapun tujuan dan sasaran dari penyusunan BCP antara lain: a. mengamankan aset penting bank; b. meminimalisasi risiko akibat disaster misalnya membatasi kerugian finansial, risiko hukum dan reputasi; c. meyakini ketersediaan layanan yang berkesinambungan kepada nasabah; dan d. mempersiapkan alternatif lain agar fungsi bisnis yang kritikal tetap dapat berjalan untuk menjaga kelangsungan operasi bank. BCP terdiri dari kebijakan, strategi, skenario dan prosedur yang diperlukan untuk dapat memastikan kelangsungan proses bisnis pada saat terjadinya gangguan atau bencana. BCP harus memuat beberapa alternatif strategi yang dapat diambil Bank untuk mengatasi masing-masing jenis dan ukuran gangguan atau bencana. Strategi pemulihan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 64 493 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN tersebut disesuaikan dengan hasil BIA, analisis risiko, sumber daya yang dimiliki serta kapasitas dan tingkat teknologi Bank. Contoh strategi yang dapat dipilih antara lain, penggunaan jasa pihak lain (outsourcing), Disaster Recovery Center (hot site, warm site atau cold site) dan atau Business Recovery Center. Setiap strategi yang dipilih hendaknya disertai analisis/alasan yang melatarberlakangi dan harus didukung dengan sistem dan prosedur yang sesuai. 6.6.1.Jenis Prosedur BCP Adapun jenis-jenis prosedur dalam BCP antara lain mencakup: a. prosedur tanggap darurat (emergency response - immediate steps) untuk mengendalikan krisis pada saat terjadi gangguan/bencana, membatasi dampak kerugian, serta menentukan perlu tidaknya mendeklarasikan keadaan disaster; b. prosedur pemulihan sistem yang memungkinkan kegiatan operasional Bank dapat kembali ke kondisi normal; c. prosedur pemulihan bisnis (business recovery) yang menjabarkan tugas dan tanggung jawab di masing-masing proses bisnis agar dapat segera memulihkan kegiatan operasional Bank. Termasuk dalam hal ini contingency plan untuk pelayanan nasabah secara manual apabila dibutuhkan; d. prosedur sinkronisasi data digunakan untuk memastikan kesamaan antara data mesin produksi dengan data yang ada di backup site, serta untuk memastikan semua data hasil pemrosesan bisnis selama masa pemulihan telah masuk ke dalam sistem. 6.6.2. Komponen Prosedur BCP Setiap prosedur BCP di atas hendaknya sekurang-kurangnya mencakup komponen sebagai berikut: a. Personil: Apabila diperlukan, dalam organisasi tim kerja BCP dapat dibentuk sub-sub tim untuk koordinasi, pelaksanaan prosedur tanggap darurat, pelaksanaan pemulihan sistem, pelaksanaan pemulihan proses bisnis dan evaluasi atau umpan balik. BCP harus secara jelas mengemukakan komposisi, wewenang dan tanggung jawab setiap tim kerja tim kerja BCP dan memiliki alur komunikasi yang terintegrasi. b. Teknologi: Prosedur yang disusun harus memperhatikan komponen teknologi yang dimiliki Bank seperti perangkat keras, perangkat lunak, fasilitas komunikasi, sampai dengan peralatan pemrosesan kegiatan operasional di masing-masing fungsi bisnis. Selain itu hal-hal yang berkaitan dengan data files dan vital records juga perlu diperhatikan seperti keberadaan DRC dan dokumentasi sistem dan data backup. c. Disaster Recovery Center ( DRC): Bank harus memastikan ketersediaan DRC sebagai backup DC yang dapat dioperasikan apabila DC tidak dapat beroperasi atau dalam kondisi disaster. Sesuai Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 65 494 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN dengan alternatif strategi yang dipilih Bank, DRC dapat dikelola sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa. Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) DRC hendaknya ditempatkan pada lokasi yang terpisah dari lokasi DC, dengan memperhatikan faktor geografi: a) jangkauan geografi atas suatu gangguan/bencana dan dampaknya terhadap kota atau wilayah tempat lokasi DRC berada; b) analisis risiko yang berkaitan dengan lokasi DRC (apakah wilayah gempa atau petir) dan terhubung dengan infrastruktur komunikasi dan listrik yang berbeda dengan DC, serta fasilitas lain yang diperlukan untuk tetap berjalannya suatu sistem; 2) kondisi rentannya lokasi yang dipilih dengan kemungkinan huru-hara dan kerusuhan; 3) DRC harus memiliki pasokan listrik dan sarana telekomunikasi yang dapat menjamin beroperasinya DRC; 4) sistem di DRC harus kompatibel dengan sistem yang digunakan pada DC dan harus disesuaikan jika terjadi perubahan pada DC; 5) merupakan restricted area; dan 6) memperhitungkan waktu tempuh untuk terjaminnya proses recovery. d. Backup Dokumentasi, Sistem dan Data Bank harus meyakini ketersediaan backup yang efektif dari informasi bisnis yang penting, perangkat lunak dan dokumentasi terkait sistem dan user untuk setiap proses fungsi bisnis yang penting (critical). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi, sistem dan data backup antara lain: 1) backup dimaksud harus disimpan di lokasi lain dari DC (off site). Setiap perubahan dan modifikasi harus didokumentasikan dan salinannya juga harus diperbaharui; 2) media backup harus disimpan di lingkungan yang aman di lokasi off site dengan standar sistem pengamanan yang memadai; 3) full system backup harus dilakukan secara periodik. Jika terjadi perubahan sistem yang mendasar maka full system backup harus dilakukan sesegera mungkin; 4) seluruh media backup menggunakan standar labeling/penamaan untuk dapat mengidentifikasi penggunaan, tanggal dan jadual retensi; 5) media backup harus diuji secara regular untuk meyakini bahwa dapat digunakan pada saat diperlukan (keadaan emergency); 6) Bank harus memiliki prosedur untuk disposal media backup. e. Business Recovery Center (BRC)/Crisis Center/Business Resumption Center BCP harus memiliki skenario mengenai lokasi kegiatan dari masing-masing fungsi bisnis untuk berbagai tingkat disaster. Untuk tingkat bencana total disaster atau catasthropic, Bank sebaiknya menyiapkan lokasi alternatif agar tetap dapat menjalankan kegiatan fungsi bisnis. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 66 495 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN f. Fasilitas Komunikasi Bank harus memastikan bahwa alternatif jalur komunikasi yang terdapat di wilayah operasional Bank dapat digunakan pada saat gangguan/bencana, baik di lingkungan intern maupun dengan pihak ekstern. 6.7. PENGUJIAN BCP Pengujian BCP diperlukan untuk meyakini bahwa BCP dapat dioperasikan dengan baik pada saat terjadi gangguan/bencana. Uji coba dilakukan atas BCP dan DRP sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali untuk seluruh sistem/aplikasi kritikal (sesuai hasil Business Impact Analysis) dan mewakili seluruh infrastruktur yang kritikal serta melibatkan end user (end to end). Apabila Bank menggunakan pihak penyedia jasa dalam kegiatan operasionalnya maka pengujian yang dilakukan juga perlu melibatkan pihak eksternal tersebut. Dalam hal Bank melakukan perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem, aplikasi atau infrastruktur teknologi informasinya (misalnya perubahan pada core banking system), maka harus dilakukan pengujian DRP selambat-lambatnya 6 bulan setelah perubahan sistem dimaksud diimplementasikan. 6.7.1. Ruang Lingkup Pengujian BCP Manajemen harus secara jelas menentukan fungsi, sistem dan proses apa saja yang akan diuji. Hal-hal yang perlu dilakukan pengujian antara lain meliputi efektifitas dari: a. prosedur evakuasi personil dan jalur komunikasi yang ditetapkan (call tree); b. prosedur penetapan kondisi disaster; c. fasilitas DRC dan BRC yang disediakan oleh pihak lain baik yang hanya untuk Bank sendiri maupun yang digunakan bersama dengan Bank-Bank lain; d. prosedur pemulihan atas data penting; e. pengembalian kegiatan operasional Bank dan Data Center ke lokasi unit bisnis dan pusat data semula. Pengujian yang dilakukan harus didokumentasikan secara tertib dan dievaluasi untuk meyakini efektifitas dan keberhasilan pengujian. Jika dalam pengujian didapati kelemahan atas BCP, maka BCP perlu disempurnakan. 6.7.2. Test Plan (Skenario Pengujian) Bank harus memiliki skenario pengujian untuk setiap uji coba yang akan dilakukan dan skenario tersebut harus dikaji kecukupannya. Pelaksanaan skenario tersebut tidak boleh mengganggu kegiatan operasional Bank. Hasil uji coba diharapkan dapat mendeteksi adanya kelemahan dari prosedur yang ada dalam rangka perbaikan BCP. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 67 496 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN Dalam hal ini Bank perlu memvalidasi asumsi yang digunakan dalam skenario pengujian/test plan, antara lain mengenai: a. tingkat kritikal proses fungsi bisnis atau sistem yang diuji; b. volume transaksi; c. ketergantungan antar proses bisnis; d. strategi BCP yang dipilih Bank; e. ketersediaan dan kecukupan sumber daya yang diperlukan agar sesuai dengan service level yang ditetapkan, seperti waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan fasilitas yang ada, mempersiapkan file backup atau mempersiapkan dokumen. 6.6.3. Analisis dan Laporan Hasil Pengujian Hasil pengujian dan analisis dari setiap permasalahan yang ditemukan pada saat pengujian harus dilaporkan kepada direksi. Hal yang dilaporkan antara lain meliputi: a. penilaian ketercapaian tujuan pengujian; b. penilaian atas validitas pengujian pemrosesan data; c. tindakan korektif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi; d. deskripsi mengenai kesenjangan antara BCP dan hasil pengujian serta usulan perubahannya; e. rekomendasi untuk pengujian selanjutnya. Apabila hasil uji coba mengalami kegagalan maka Bank harus mengkaji penyebab kegagalan atau permasalahan yang terjadi dan melakukan pengujian ulang. 6.7. PEMELIHARAAN BCP DAN AUDIT INTERN 6.7.1. Pemeliharaan BCP Bank harus memastikan bahwa BCP dapat digunakan setiap saat antara lain dengan menyimpan salinan dokumen BCP di lokasi alternatif (alternate site), meningkatkan pemahaman semua pihak di Bank maupun di penyedia jasa atas pentingnya BCP dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan BCP. Setiap personil inti di Tim Kerja BCP harus memiliki ringkasan prosedur tanggap darurat BCP serta daftar contact person terkini yang harus dihubungi pada saat terjadi gangguan/bencana (call tree). Di samping itu setiap satuan kerja secara berkala harus melakukan self assessment kesesuaian Business Impact Analysis dengan perubahan yang terjadi dalam kegiatan operasional baik yang diselenggarakan sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa. Bank harus melakukan pengkinian BCP untuk meyakinkan kesesuaiannya dengan kondisi eksternal maupun internal. Dalam melakukan pengkinian, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain perubahan yang ada dalam proses bisnis, struktur organisasi, sistem, software, operating system, hardware, personil/key staff, fasilitas, counterparties dan service providers. Perubahan tersebut harus dianalisa pengaruhnya Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 68 497 BAB VI–BUSINESS CONTINUITY PLAN terhadap BCP yang ada saat ini dan menentukan perbaikan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi perubahan tersebut dalam BCP terbaru. Selanjutnya BCP hasil revisi tersebut harus didokumentasikan dan didistribusikan ke seluruh organisasi. 6.7.2. Audit Intern Auditor Intern harus melakukan pemeriksaan terhadap: a. kesesuaian BCP dengan kebijakan manajemen risiko Bank; b. BCP mencakup kegiatan kritikal berdasarkan Business Impact Analysis; c. kecukupan BCP untuk mengendalikan dan memitigasi risiko yang telah ditetapkan dalam risk assessment; d. kecukupan prosedur pengujian BCP; e. efektifitas pelaksanaan pengujian BCP; f. program pelatihan dan sosialisasi BCP; g. keterkinian BCP sesuai perkembangan kegiatan operasional Bank dan hasil pengujian terakhir. Auditor intern harus mengkomunikasikan hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada direksi. Direksi hendaknya melakukan kaji ulang atas laporan hasil audit tersebut. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 69 498 BAB VII–END USER COMPUTING BAB VII END USER COMPUTING 7.1. PENDAHULUAN End User Computing (EUC) adalah sistem aplikasi komputer yang menjalankan operasi bisnis Bank dimana kendali terhadap pengembangan sistem aplikasi serta pengelolaannya dilakukan oleh satuan kerja pengguna akhir (end user) atau unit bisnis Bank dan bukan oleh satuan kerja TI. Beberapa alasan yang melatarbelakangi penggunaan EUC pada suatu Bank antara lain: a. adanya proyek pengembangan sistem aplikasi yang tertunda pelaksanaannya (backlog project) oleh satuan kerja TI, sehingga EUC memungkinkan pengguna akhir untuk mengembangkan, memelihara, dan mengoperasikan TI sendiri; b. adanya kebutuhan spesifik dari pengguna, dengan jumlah pengguna yang sedikit dan volume yang rendah, sehingga kurang efisien jika melalui prosedur pengembangan sistem aplikasi secara umum oleh satuan kerja TI. 7.2. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Dalam kaitannya dengan EUC, manajemen Bank wajib memastikan bahwa: a. risiko-risiko yang dapat timbul terkait dengan EUC telah dikelola dengan memadai; b. EUC dapat meningkatkan kinerja satuan kerja pengguna. Sistem aplikasi EUC dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam menganalisis data, membuat laporan, dan melakukan query yang memungkinkan proses pengambilan keputusan berlangsung lebih efektif dan efisien; c. EUC hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sistem aplikasi yang tidak kompleks, dapat memenuhi kebutuhan yang selalu berubah, atau untuk memberi respon yang cepat terhadap kebutuhan yang mendesak atau sementara/tidak rutin; d. EUC dapat mengurangi penundaan pembuatan (backlog) sistem aplikasi; e. keterlambatan pemenuhan permintaan modifikasi atau pengembangan sistem aplikasi baru akan berkurang karena EUC mengurangi beban pada pengembangan sistem teknologi informasi oleh Satuan Kerja TI. 7.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR EUC Hal-hal yang perlu diatur dalam kebijakan dan prosedur bank mengenai EUC mencakup antara lain: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 70 499 BAB VII–END USER COMPUTING a. kebijakan dan prosedur harus tertulis, disetujui oleh Direksi/pejabat yang berwenang, dikaji ulang dan dikinikan secara periodik, serta disosialisasikan kepada seluruh pengguna akhir; b. pencantuman secara jelas wewenang dan tanggung jawab manajemen, unit bisnis yang terkait, satuan kerja TI, serta satuan kerja audit intern; c. adanya analisis kebutuhan pengembangan sistem aplikasi EUC dan prosedur persetujuannya; d. pengembangan sistem aplikasi EUC harus memenuhi standar dan kriteria pengamanan yang ditetapkan oleh satuan kerja TI; e. sistem aplikasi yang dimungkinkan untuk dikembangkan secara EUC adalah sistem aplikasi yang memiliki tingkat kompleksitas dan risiko “low” hingga “moderate” dan harus melalui persetujuan pihak manajemen; f. adanya tahap-tahap pengembangan sistem aplikasi EUC, mulai dari pengadaan sampai dengan implementasi; g. adanya prosedur perubahan terhadap sistem aplikasi EUC; h. memenuhi aspek-aspek pengamanan (fisik dan logik), pengendalian sistem aplikasi EUC (pengendalian atas input, proses, dan output), pengendalian operasional termasuk pencegahan virus; i. tersedianya daftar terkini sistem aplikasi EUC yang ada; j. melakukan penyimpanan dan backup data/file; k. tersedianya dokumentasi yang memadai, mencakup antara lain user manual dan system manual. Setiap perubahan terhadap sistem aplikasi EUC harus disertai dengan pengkinian dokumentasi tersebut; l. jika sistem aplikasi dibuat oleh vendor, satuan kerja pengguna akhir harus melakukan koordinasi dengan satuan kerja TI. Di samping itu manajemen harus memastikan kecukupan pelatihan dan manual yang disusun sebagai bagian dari kontrak antara Bank dan vendor; m. apabila aplikasi yang dikembangkan oleh vendor tersebut menyebabkan Bank memiliki ketergantungan yang berkesinambungan terhadap jasa pihak pengembang tersebut maka pemilihan vendor melalui proses yang mengacu pada pedoman tentang Penggunaan Pihak Penyedia Jasa Teknologi Informasi serta kebijakan dan prosedur intern Bank; n. kebijakan dan prosedur pengembangan EUC tidak boleh bertentangan dengan kebijakan yang ada khususnya kebijakan pengembangan sistem (SDLC) serta kebijakan pengamanan informasi. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 71 500 BAB VII–END USER COMPUTING 7.4. MANAJEMEN RISIKO EUC 7.4.1. Identifikasi dan Pengukuran Risiko Sistem Aplikasi EUC Bank harus mendefinisikan tingkat risiko untuk setiap sistem aplikasi EUC secara periodik. Apabila sistem aplikasi memiliki risiko tinggi maka pengembangan harus dilakukan oleh Satuan Kerja TI termasuk pemeliharaannya. Beberapa risiko yang terkait dengan EUC antara lain: a. jika EUC tidak memenuhi standar pengamanan yang memadai, maka terdapat risiko akses oleh pihak yang tidak berwenang yang dapat menyebabkan kebocoran data/informasi serta kejahatan atau kecurangan yang mengakibatkan kerugian finansial maupun non-finansial; b. dokumentasi sistem aplikasi yang tidak memadai dapat menyebabkan ketergantungan pada personil yang mengembangkan dan mengetahui sistem (key person); c. sistem aplikasi yang dikembangkan kurang memadai, antara lain disebabkan karena: 1) kurangnya pemahaman terhadap risiko-risiko yang mungkin ada; 2) kurangnya tingkat kompetensi dan pengalaman pengguna akhir dalam pengembangan sistem aplikasi; 3) penggunaan teknologi tanpa memperhatikan kebutuhan bisnis dan kondisi Bank. d. pengembangan dan penggunaan sistem oleh masing-masing satuan kerja pengguna akhir dapat menimbulkan ketidakjelasan mengenai tanggung jawab terhadap kepemilikan sistem, data serta penanganan masalah yang timbul; e. menurunnya integritas dan akurasi data/informasi Bank; f. tidak tersedia jejak audit (audit trail) yang memadai sehingga mengakibatkan keterbatasan kemampuan Bank untuk melakukan penelusuran, seperti apabila terjadi dugaan fraud. Dengan melihat risiko-risiko diatas, EUC harus dilakukan melalui koordinasi antara satuan kerja pengguna dan satuan kerja TI. Pengguna dapat mengembangkan sistem aplikasi sendiri namun satuan kerja TI harus menginventarisir sistem aplikasi tersebut, dan mengevaluasi kesesuaiannya dengan kebijakan dan prosedur pengembangan Bank. Apabila aplikasi serupa diperlukan oleh satuan kerja lain maka dapat implementasikan ke satuan kerja yang memiliki kebutuhan yang sama tersebut. Terdapat beberapa metode pengukuran risiko yang dapat dipergunakan oleh Bank. Apabila Bank menggunakan Control Self Assessment (CSA) dalam menilai risiko, maka Bank harus memasukkan EUC kedalam ruang lingkup CSA yang dilakukan masing-masing satuan kerja. Setiap Bank dapat menetapkan sendiri kriteria risiko (riskappetite) disesuaikan dengan skala dan kondisi Bank yang bersangkutan. Contoh pengkategorian tingkat risiko dapat dilihat pada lampiran 1.2. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 72 501 BAB VII–END USER COMPUTING 7.4.2. Pengendalian dan Mitigasi Risiko Mengingat risiko-risiko yang terdapat pada sistem aplikasi EUC sebaiknya pengembangan dan penggunaan sistem aplikasi EUC hanya dilakukan apabila kebutuhan pengguna begitu mendesak, detail, beragam, dan/atau penggunaan sistem aplikasi tersebut bersifat sementara. Disamping itu Bank harus senantiasa melakukan pengendalian yang memadai pada EUC. Bentuk-bentuk pengendalian yang harus diterapkan Bank mencakup paling kurang sebagai berikut: a. Pengendalian pada pengembangan, pengujian dan perubahan aplikasi EUC antara lain: 1) setiap aplikasi EUC yang akan dikembangkan harus dilaporkan kepada Satuan Kerja TI; 2) Satuan Kerja TI harus memberikan persetujuan/sertifikasi sebelum aplikasi tersebut dapat digunakan oleh satuan kerja pengguna. Persetujuan diberikan setelah terlebih dahulu dilakukan analisis kecukupan aplikasi dari sisi fungsional, pengamanan (fisik dan logik), serta kesesuaian aplikasi dengan kebutuhan pengguna; 3) Satuan Kerja TI harus menginventarisasi seluruh aplikasi EUC yang digunakan unit pengguna, termasuk setiap penambahan atau modifikasi yang ada; 4) dalam hal terdapat penambahan atau modifikasi terhadap aplikasi maka pengguna harus melaporkan ulang dan mendapat persetujuan dari satuan kerja TI sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b; 5) untuk menghindari dan melindungi kerahasiaan program dan data dari pihak yang tidak berwenang, Bank harus memiliki tindakan pengamanan terhadap data, source code dan executable file. Selain itu, Bank juga perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah umum pengendalian pengembangan aplikasi sebagaimana diatur dalam Bab II Development & Acquisition. b. Standar pengamanan pada setiap aplikasi EUC dengan mengacu kepada Kebijakan Pengamanan Informasi sebagaimana dimaksud pada Bab V. Pengamanan Informasi yang diperlukan untuk meminimalkan risiko operasional. Standar tersebut paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) proses validasi diperlukan dalam melakukan input data ke aplikasi EUC secara manual maupun transmisi antar-komputer (download, upload atau transfer secara elektronis) melalui suatu jaringan untuk menjamin integritas data; 2) pengendalian yang memadai pada tahap penyiapan data, pelaksanaan input, pemrosesan, distribusi output, dan proses rekonsiliasi perlu ditetapkan oleh Bank. Hal ini diterapkan terutama pada aplikasi EUC yang digunakan untuk memproses informasi keuangan Bank atau nasabah karena harus memperhatikan terjaminnya integritas data dan tersedianya audit trail; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 73 502 BAB VII–END USER COMPUTING 3) manajemen Bank perlu melakukan backup data dan aplikasi EUC secara periodik. Selain itu DRP dan BCP Bank harus memperhitungkan risiko yang terkait dengan aplikasi EUC. 7.5. AUDIT INTERN Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Bank berkaitan dengan audit terhadap aplikasi EUC, antara lain: a. aplikasi EUC tersebut termasuk obyek pemeriksaan satuan kerja audit intern TI; b. audit dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa pengendalian yang diterapkan memadai dan efektif; c. Bank harus memastikan terdapat tindak lanjut atas temuan hasil pelaksanaan audit. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 74 503 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING BAB VIII ELECTRONIC BANKING 8.1. PENDAHULUAN Perkembangan pesat Teknologi Informasi (TI) dan globalisasi mendukung Bank untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah secara aman, nyaman dan efektif, diantaranya melalui media elektronik atau dikenal dengan e-banking. Melalui ebanking, nasabah Bank pada umumnya dapat mengakses produk dan jasa perbankan dengan menggunakan berbagai peralatan elektronik (intelligent electronic device) seperti personal computer (PC), personal digital assistant (PDA), anjungan tunai mandiri (ATM), kios, atau telephone. Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan Electronic Banking (e-banking) adalah layanan yang memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik seperti Automatic Teller Machine (ATM), phone banking, electronic fund transfer (EFT), Electronic Data Capture (EDC)/Point Of Sales (POS), internet banking dan mobile banking. Dalam memberikan pelayanan e-banking, Bank dapat menyediakan layanan yang bersifat informational, communicative dan/atau transactional. Penyediaan layanan e-banking hendaknya memperhatikan prinsip prudential banking, prinsip pengamanan dan terintegrasinya sistem TI, cost effectiveness, perlindungan nasabah yang memadai serta searah dengan strategi bisnis Bank. Mengingat e-banking hanya merupakan alternative delivery channel maka selain menghadapi risiko yang telah ada, terdapat juga penambahan dan peningkatan risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi yang berasal dari penggunaan Teknologi Informasi. 8.2. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Komisaris dan Direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas e-banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut. 8.2.1. Dewan Komisaris a. Komisaris harus mengarahkan kebijakan yang terkait dengan rencana aktivitas ebanking dan mengevaluasi kesesuaian rencana tersebut dengan rencana strategis Teknologi Informasi Bank dan rencana strategis bisnis; b. Komisaris harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan aktivitas e-banking. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 75 504 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING 8.2.2. Direksi a. Direksi harus melakukan kaji ulang terhadap rencana pelaksanaan e-banking yang berpotensi memiliki dampak yang signifikan terhadap strategi dan profil risiko Bank termasuk analisa cost dan benefit dari rencana e-banking tersebut; b. Direksi harus memastikan bahwa Bank pada saat memasuki aktivitas e-banking telah memiliki manajemen risiko yang memadai. Selain itu Direksi harus memastikan bahwa pejabat atau pegawai yang terkait dengan aktivitas e-banking memiliki kompetensi dalam aplikasi dan teknologi pendukung e-banking; c. Direksi harus melakukan pemantauan secara berkala terhadap risiko-risiko yang melekat pada e-banking, dan melaporkan hasil pemantauan tersebut kepada Komisaris; d. Direksi harus memastikan bahwa proses Manajemen Risiko aktivitas e-banking terintegrasi dalam Manajemen Risiko Bank secara keseluruhan. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko harus dievaluasi untuk mengantisipasi risiko tambahan yang berasal dari aktivitas e-banking. Untuk itu Bank perlu melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1) menetapkan limit risiko dalam kaitannya dengan e-banking dengan memperhatikan risk appetite Bank; 2) menetapkan delegasi wewenang dan mekanisme pelaporan, termasuk prosedur yang diperlukan untuk kejadian yang berdampak pada kondisi keuangan dan reputasi Bank; 3) memperhatikan faktor-faktor risiko yang secara khusus berhubungan dengan keamanan, integritas dan ketersediaan jasa e-banking; 4) memastikan bahwa uji tuntas (due dilligence) dan analisis risiko yang memadai telah dilaksanakan sebelum Bank melakukan aktivitas e-banking transaksional secara cross border. e. Dalam hal sistem penyelenggaraan e-banking dilakukan oleh pihak lain (outsourcing), Bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola hubungan Bank dengan pihak lain tersebut; f. Dalam melakukan kaji ulang terhadap aspek utama prosedur pengendalian pengamanan Bank, direksi harus: 1) mengawasi pengembangan dan pemeliharaan yang berkesinambungan atas infrastruktur pengendalian pengamanan yang melindungi sistem e-banking dan data Bank dari gangguan internal dan eksternal; 2) memastikan bahwa Bank memiliki kebijakan dan prosedur pengendalian pengamanan yang menyeluruh untuk menangani potensi ancaman pengamanan yang berasal dari intern dan ekstern, baik dalam bentuk tindakan pencegahan maupun penanganan insiden tersebut. Prosedur pengendalian pengamanan tersebut diantaranya meliputi: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 76 505 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING a) adanya penugasan terhadap pejabat Bank yang bertanggung jawab untuk mengawasi penyusunan dan pemeliharaan kebijakan pengamanan Bank (corporate level security policy); b) pengendalian fisik yang memadai untuk mencegah unauthorized physical access terhadap ruang komputer; c) prosedur pengendalian logik dan pemantauan yang memadai untuk pengujian keaslian identitas pengguna sehingga mencegah unauthorized access internal dan eksternal terhadap aplikasi dan database transaksi ebanking; d) kaji ulang dan pengujian secara berkala terhadap langkah-langkah pengamanan sistem yang digunakan untuk e-banking. 3) memastikan diterapkannya manajemen risiko oleh satuan kerja TI dan satuan kerja operasional e-banking. Antara lain dilaksanakannya self assessment berupa mengukur dan memantau risiko terkait kegiatan e-banking dan digunakannya hasil self assessment tersebut dalam kebijakan dan prosedur yang ditetapkan Bank untuk pengamanan risiko-risiko pada e-banking. 8.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR (POLICY & PROCEDURES) Dalam rangka pengelolaan risiko yang melekat pada produk dan aktivitas e-banking, Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis untuk setiap produk e-banking yang diterbitkannya paling kurang: a. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures) produk dan aktivitas e-banking; b. tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan produk dan aktivitas e-banking; c. sistem informasi akuntasi produk e-banking termasuk keterkaitan dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; d. prosedur pengidentifikasian, pengukuran dan pemantauan berbagai risiko yang melekat pada produk e-banking. Setiap prosedur pelaksanaan (standard operating procedures) produk harus memenuhi prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi e-banking yaitu: a. kerahasiaan (confidentiality); b. integritas (integrity); c. ketersediaan (availability); d. keaslian (authentication); e. non repudiation; f. pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties); g. pengendalian otorisasi dalam sistem, database dan aplikasi (authorization of control); h. pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 77 506 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING Dalam menetapkan pengendalian pengamanan pada aktivitas dan produk e-banking, Bank hendaknya selain memperhatikan pengamanan layanan terhadap nasabah juga memperhatikan pihak lain yang terkait dengan layanan ebanking. 8.4. MANAJEMEN RISIKO AKTIVITAS DAN PRODUK E BANKING 8.4.1. Penilaian Risiko Terkait E-Banking Bank harus melakukan identifikasi atas jenis-jenis risiko yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas e-banking baik dari produk itu sendiri maupun dari penggunaan Teknologi Informasi sebagai akibat digunakannya electronic delivery channel. Pengukuran dilakukan terhadap setiap kerugian yang terjadi (loss event) pada setiap jenis produk. Untuk dapat memantau besar dan kecenderungan risiko dari setiap jenis produk, maka Bank harus membuat database yang berisi data historis dari kerugian (loss event database) setiap jenis produk. 8.4.1.1.Risiko Umum Risiko umum meliputi: a. Transaction/Operations Risk: risiko yang timbul atau berasal dari fraud, kesalahan dalam proses, gangguan sistem atau kegiatan tidak terduga yang menyebabkan ketidakmampuan Bank untuk menyediakan produk atau layanan serta menimbulkan kerugian bagi Bank maupun nasabah. Termasuk dalam risiko transaksi ini adalah risiko yang dapat timbul dari kurang memadainya pelaksanaan prinsip pengendalian pengamanan tersebut di atas; b. Credit Risk: risiko kredit dapat timbul apabila Bank memberikan kredit melalui media elektronik misalnya produk kartu kredit; c. Compliance/Legal Risk yang timbul dari: 1) ketidakpatuhan terhadap hukum dan atau peraturan dari otoritas pengawas; 2) perbedaan dengan hukum di negara lain dalam hal cross border transaction; 3) ketidakpatuhan terhadap ketentuan tentang kerahasiaan data nasabah dan ketentuan tentang transparansi informasi produk; 4) keterbatasan ketentuan perundangan sebagai dasar hukum transaksi e-banking. d. Strategic Risk dapat timbul dari; 1) ketidak sesuaian dengan tujuan/rencana bisnis Bank; 2) kurang baiknya perencanaan investasi pada e-banking dapat menyebabkan tidak optimalnya return on investment yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan; 3) kurang optimalnya pengelolaan hubungan dengan pihak penyedia jasa TI (relationship management); e. Reputation Risk: risiko reputasi timbul dari kemungkinan menurunnya atau hilangnya kepercayaan nasabah karena service level delivery kepada nasabah tidak Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 78 507 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING terjaga seperti kelambatan atau tidak tersedianya layanan e-banking, kelambatan respon atas komplain nasabah, ketidakamanan sistem dan adanya gangguan pada sistem. f. Market Risk: risiko yang timbul dalam hal Bank membuat produk yang memiliki fitur yang memungkinkan dieksekusinya transaksi yang terekspos perubahan tingkat bunga, perubahan kurs seperti misalnya pada layanan transfer di internet banking dari rekening rupiah milik nasabah ke rekening valas tertuju di luar negeri. g. Liquidity Risk: risiko yang timbul dalam hal Bank tidak membatasi jumlah yang dapat ditransfer oleh nasabah korporasi melalui internet banking. 8.4.1.2.Risiko Spesifik Dalam melaksanakan aktivitas e-banking, Bank akan menghadapi risiko spesifik akibat penyediaan dan penggunaan Teknologi Informasi. Risiko ini akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Contoh risiko spesifik yang dihadapi antara lain: a. Risiko operasional yang mungkin timbul dari transaksi e-banking diantaranya adalah kecurangan, penyadapan/skimming, kesalahan, kerusakan atau tidak berfungsinya sistem; b. Risiko yang mungkin timbul dari transaksi cross border e-banking antara lain risiko hukum mengingat transaksi melewati batas wilayah hukum yang berbeda. Risiko ini timbul karena terdapat perbedaan ketentuan perundangan diantara kedua wilayah hukum, seperti ketentuan perlindungan konsumen, kerahasiaan Bank dan data pribadi nasabah, persyaratan pelaporan dan ketentuan tentang money laundering. Selain itu Bank dapat juga menghadapi risiko lain seperti risiko operasional, risiko kredit dan risiko pasar; c. Risiko dalam penyelenggaraan internet banking meliputi: 1) nasabah memperoleh informasi yang salah atau tidak akurat melalui internet; 2) pencurian data finansial dari database Bank melalui informational dan communicative internet banking yang tidak terisolasi; 3) terdapat ancaman/serangan misalnya defacing, cybersquating, denial of service, penyadapan komunikasi internet (network interception), man-in-the middleattack, virus. 4) terjadi pencurian identitas (identity theft) misalnya phising, key logger, spoofing, cybersquating; 5) terjadi transaksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang (unauthorized transaction) atau terjadi fraud. d. Ancaman keamanan pada produk yang menggunakan teknologi wireless misalnya mobile banking antara lain intrusi atau penyadapan komunikasi akibat belum semua transaksi melalui mobile banking dienkripsi, denial of service attack, virus, worm, Trojan, penggandaan sim card dan nomor handphone; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 79 508 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING e. Ancaman keamanan pada produk phone banking yaitu sangat rentan terhadap penyadapan. 8.4.2. Mitigasi Risiko Bank harus melakukan mitigasi atas risiko umum dan risiko spesifik yang mungkin terjadi dalam layanan e-banking dengan memperhatikan prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi e-banking. 8.4.2.1.Prinsip-Prinsip Pengendalian Pengamanan Atas Aktivitas E-Banking a. Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (authentication) identitas dan kewenangan (authorisation) nasabah yang melakukan transaksi melalui e-banking dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk memastikan bahwa Bank mampu menguji keaslian identitas dan kewenangan nasabah. 2) Bank dapat menggunakan berbagai metode untuk menguji keaslian yang didasarkan atas penilaian manajemen risiko aktivitas e-banking, sensitivitas dan nilai data yang disimpan. Dalam menggunakan metode pengujian keaslian, hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) menerapkan kombinasi sekurang-kurangnya 2 faktor otentikasi (two factor authentication) yaitu “what you know” (PIN, password), “what you have” (kartu magnetis dengan chip, token, digital signature), “something you are” atau “biometric” (retina, sidik jari); b) persyaratan jumlah karakter minimum PIN. Khusus untuk PIN yang digunakan dalam alat pembayaran dengan menggunakan kartu, mobile banking dan internet banking, panjang PIN harus sekurang-kurangnya terdiri dari 6 digit karakter; c) adanya batasan maksimum kesalahan memasukkan PIN untuk menghambat upaya akses secara tidak sah/legal; d) Bank harus memastikan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan metode pengujian keaslian yang meliputi: (1) pembuatan, validasi dan enkripsi PIN dan metode pengujian keaslian lainnya harus menggunakan metode yang diyakini aman; (2) database pengujian keaslian yang menyediakan akses kepada rekening nasabah pada e-banking dilindungi dari gangguan dan perusakan; (3) setiap penambahan, penghapusan atau perubahan database pengujian keaslian telah dengan tepat diotorisasi oleh pihak yang berwenang; (4) khusus untuk layanan e-banking dengan menggunakan kartu, fungsi pembuatan dan pengiriman PIN harus terpisah dari fungsi pembuatan dan pengiriman kartu; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 80 509 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING b. c. d. e. (5) terdapat sarana pengendalian yang tepat terhadap sistem e-banking sehingga pihak ketiga yang tak dikenal tidak bisa menggantikan nasabah yang telah dikenal; (6) terdapat kebijakan yang menyatakan bahwa jika terdapat indikasi telah terjadi pencurian data yang terkait dengan aspek otentikasi nasabah maka Bank wajib melakukan penggantian data otentikasi nasabah dimaksud secepatnya. Bank harus menyusun dan menetapkan prosedur untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) sehingga transaksi dapat dipertanggungjawabkan (kredibel), yang meliputi antara lain: 1) sistem e-banking telah dirancang untuk mengurangi kemungkinan dilakukannya transaksi secara tidak sengaja (unintended) oleh para pengguna yang berhak; 2) seluruh pihak yang melakukan transaksi telah diuji keasliannya; 3) data transaksi keuangan dilindungi dari kemungkinan pengubahan dan setiap pengubahan dapat dideteksi. Proses pencatatan transaksi keuangan harus dirancang sebaik mungkin agar dapat mencegah upaya pengubahan tidak sah. Setiap upaya pengubahan yang tidak sah perlu dicatat (logged) dan menjadi perhatian manajemen Bank; 4) penerapan metode untuk menjamin dipenuhinya prinsip non repudiation, misalnya digital signature, Public Key Infrastructure (PKI). Kunci-kunci (keys) yang digunakan untuk keperluan enkripsi harus dipelihara secara aman sehingga tidak ada satu orang pun yang secara utuh mengetahui kombinasi kunci-kunci tersebut. Bank harus memastikan terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab terkait penggunaan sistem, database dan aplikasi e-banking. Bank harus memastikan terdapat dual control dan segregation of duties untuk memastikan terlaksananya fungsi check & balance. Bank perlu memastikan terdapat pemisahan tugas antara pihak yang menginisiasi/menginput data dan pihak yang bertanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran data tersebut. Misalnya, dalam suatu aplikasi perbankan, setiap penambahan atau perubahan database yang dilakukan oleh data entry operator, baru dapat menjadi efektif hanya jika telah disetujui oleh penyelianya. Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem, database dan aplikasi e-banking. Seluruh arsip dan data Bank yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang telah memiliki kewenangan dan otorisasi. Data Bank yang bersifat rahasia harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang. Bank harus memastikan metode dan prosedur diterapkan untuk melindungi integritas data, catatan dan informasi terkait transaksi e-banking dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 81 510 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING 1) Bank harus menerapkan metode dan teknik yang tepat untuk mengurangi ancaman eksternal seperti serangan virus, malicious transaction yang meliputi: a) perangkat lunak – penyediaan virus scanning dan anti virus untuk seluruh entry point dan masing-masing sistem komputer (desktop); b) perangkat lunak untuk mendeteksi adanya penyusupan (intrusion detection system); c) pengujian penetrasi (penetration testing) terhadap jaringan internal dan eksternal secara berkala sekurang-kurangnya 1 tahun sekali. 2) Bank harus melakukan pengujian integritas data transaksi e-banking. 3) Bank harus melakukan pengendalian/kontrol untuk memastikan seluruh transaksi telah dilaksanakan dengan benar. f. Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi e-banking, yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Bank harus memelihara log transaksi sesuai kebijakan retensi data Bank sesuai ketentuan perundangan yang berlaku guna tersedianya jejak audit yang jelas serta membantu penyelesaian perselisihan. Data transaksi yang diperlukan perlu mencakup sekurang-kurangnya data nasabah, nomor rekening, jenis transaksi, waktu, lokasi, jumlah transaksi; 2) Bank harus memberikan notifikasi kepada nasabah apabila suatu transaksi telah berhasil dilakukan. Apabila terdapat transaksi yang ditolak maka perlu didokumentasikan dan terdapat prosedur tindak lanjutnya; 3) Bank harus memastikan tersedianya fungsi jejak audit (audit trail) untuk dapat mendeteksi usaha dan/atau terjadinya penyusupan yang harus di-review atau dievaluasi secara berkala. Apabila sistem pemrosesan dan jejak audit merupakan tanggung jawab pihak ketiga maka proses jejak audit tersebut harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank. Bank harus memiliki kewenangan yang cukup untuk dapat mengakses jejak audit yang dipelihara oleh pihak ketiga tersebut; 4) Bank harus melakukan pendeteksian dan monitoring atas transaksi yang tidak sah/tidak wajar misalnya melalui Intrusion Detection System (IDS) dan Fraud Detection. Selanjutnya Bank harus memiliki prosedur penanganan masalah atau kejahatan yang terdeteksi. g. Bank harus menerapkan langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi e-banking. Prosedur pengamanan disesuaikan dengan tingkat sensitivitas informasi. Bank juga harus memiliki standar dan pengendalian atas penggunaan dan perlindungan data apabila pihak penyedia jasa/outsourcing memiliki akses terhadap data tersebut; h. Bank harus memiliki business continuity plan termasuk contingency plan yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa e-banking secara berkesinambungan. Pengaturan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab VI tentang Business Continuity Plan; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 82 511 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING i. Bank harus mengembangkan rencana penanganan kejadian (incident response plans) yang cepat dan tepat untuk mengelola, mengatasi, dan meminimalkan dampak suatu insiden, fraud, kegagalan sistem (internal dan eksternal), yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa e- banking. 8.4.2.2. Prinsip Pengendalian Pengamanan Produk E-Banking Tertentu a. Dalam menyediakan layanan jasa perbankan melalui e-banking misalnya pada ATM dan internet banking, Bank juga harus memperhatikan kenyamanan dan kemudahan nasabah menggunakan fasilitas termasuk efektivitas menu tampilan layanan e-banking, khususnya dalam melakukan pilihan pesan yang diinginkan nasabah agar tidak terjadi kesalahan dan kerugian dalam transaksi; b. Jika diperlukan untuk meningkatkan pengamanan, Bank dapat menetapkan persyaratan atau melakukan pembatasan transaksi melalui e-banking untuk menjamin keamanan dan kehandalan transaksi misalnya meminta nasabah melakukan registrasi rekening pihak ketiga tujuan transfer dalam mobile banking atau membatasi nominal jumlah transaksi melalui ATM dan internet banking; c. Dalam penyelenggaraan layanan e-banking yang menyediakan sarana fisik seperti ATM, Bank harus melakukan pengendalian pengamanan fisik terhadap peralatan dan ruangan yang digunakan terhadap bahaya pencurian, pengerusakan dan tindakan kejahatan lainnya oleh pihak yang tidak berwenang. Bank harus melakukan pemantauan secara rutin untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi nasabah pengguna jasa e-banking; d. Bank harus memastikan terdapatnya pengamanan atas aspek transmisi data antara Terminal Electronic Fund Transfer (EFT) dengan Host Computer, terhadap risiko kesalahan transmisi, gangguan jaringan, akses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan lain-lain. Pengamanan mencakup pengendalian terhadap peralatan yang digunakan, pemantauan kualitas serta akurasi kinerja perangkat jaringan dan saluran transmisi, pemantauan terhadap akses perangkat lunak Controller (HostFront End); e. Point of Sales (POS)/Electronic Data Capture (EDC) memungkinkan transfer dana secara elektronis dari rekening nasabah kepada rekening acquirer atau merchant untuk pembayaran suatu transaksi. Transaksi dilakukan melalui POS Terminal yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau pasar swalayan umumnya menggunakan suatu alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Penyediaan POS dapat dilakukan sendiri oleh Bank penerbit, maupun oleh financial acquirer, technical acquirer, perusahaan switching. Pihak penyedia POS Terminal harus selalu melakukan peningkatan pengamanan fisik di sekitar lokasi POS Terminal dan terhadap POS Terminal, antara lain dengan menggunakan POS Terminal yang dapat meminimalkan kemungkinan adanya penyadapan baik di POS Terminal sendiri maupun dalam jaringan komunikasinya. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 83 512 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING f. Bagi Bank yang menyediakan jasa mobile banking (m-banking), maka Bank harus memastikan keamanan transaksi tersebut yang dapat dilakukan antara lain melalui hal-hal sebagai berikut: 1) menggunakan suatu SIM Toolkit dengan fitur enkripsi end-to-end dari handphone hingga server m-banking, untuk melindungi pengiriman data pada m-banking; 2) melakukan mutual authentication yaitu pihak Bank dan nasabah dapat melakukan proses otentifikasi dengan digital certificate, Personal Authentication Message yaitu untuk membantu nasabah memastikan bahwa pihak yang bertransaksi dengan nasabah adalah pihak yang benar (Bank, penyedia jasa). g. Dalam penyediaan jasa layanan phone banking, Bank harus memastikan keamanan transaksi diantaranya melalui hal-hal sebagai berikut: 1) layanan ini tidak digunakan untuk transaksi dengan nilai maupun risiko yang tinggi; 2) semua percakapan melalui IVR direkam termasuk nomor telepon nasabah, detil transaksi, dll; 3) layanan ini menggunakan metode otentifikasi yang handal dan aman; 4) penggunaan metode otentifikasi nasabah seperti PIN dan password untuk transaksi finansial. 8.4.2.3. Edukasi dan Perlindungan Nasabah Bank wajib melakukan edukasi nasabah agar setiap pengguna jasa layanan Bank melalui e-banking menyadari dan memahami risiko yang dihadapinya. Hal-hal yang harus dilakukan Bank antara lain meliputi: a. untuk transaksi internet banking, Bank harus memastikan bahwa website Bank telah menyediakan informasi yang memungkinkan calon nasabah memperoleh informasi yang tepat mengenai identitas dan status hukum Bank sebelum melakukan transaksi. Informasi tersebut mencakup namun tidak terbatas pada: nama dan tempat kedudukan Bank, identitas otoritas pengawasan Bank, tata cara nasabah mengakses unit pelayanan nasabah (call center) dan tata cara bagi nasabah untuk mengajukan pengaduan; b. apabila Bank memperbolehkan nasabah untuk membuka rekening melalui internet, maka harus terdapat informasi pada website Bank tentang ketentuan hukum terkait Know Your Customer diantaranya nasabah harus datang dan mengikuti prosedur wawancara; c. Bank harus memastikan bahwa perlindungan terhadap kerahasiaan data nasabah diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hanya dapat diakses oleh pihak yang memiliki kewenangan. Selain itu hendaknya nasabah diberikan pemahaman mengenai peraturan intern Bank mengenai kerahasiaan data nasabah; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 84 513 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING d. Bank harus memastikan bahwa data nasabah tidak digunakan untuk tujuan di luar otorisasi yang diberikan oleh nasabah. Sesuai ketentuan yang berlaku mengenai transparansi informasi produk dan penggunaan data pribadi nasabah, Bank harus memperoleh izin nasabah apabila hendak memberikan data pribadi nasabah kepada pihak penyedia jasa untuk keperluan marketing. Perlindungan terhadap kerahasiaan data nasabah juga harus dipenuhi dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain (outsourcing); e. edukasi yang diberikan kepada nasabah mencakup tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh pihak terkait. Edukasi sekurang-kurangnya diberikan pada saat nasabah mengajukan aplikasi pelayanan e-banking. Hal-hal yang perlu diedukasikan antara lain: 1) pentingnya menjaga keamanan PIN/Password misalnya: a) merahasiakan dan tidak memberitahukan PIN/Password kepada siapapun termasuk kepada petugas Bank; b) melakukan perubahan secara berkala; c) menggunakan PIN/Password yang tidak mudah ditebak (penggunaan identitas pribadi seperti tanggal lahir); d) tidak mencatat PIN/Password; e) PIN untuk satu produk hendaknya berbeda dari PIN produk lainnya. 2) penerapan prinsip kehati-hatian saat menggunakan ATM antara lain: a) memperhatikan keamanan lingkungan tempat ATM sebelum memutuskan untuk mengambil uang; b) memastikan uang dan kartu telah diambil sebelum meninggalkan lokasi ATM. 3) penyediaan informasi kepada nasabah mengenai teknik pengamanan komputer pribadi nasabah yang digunakan dalam internet banking. 4) prosedur pengaduan jika terjadi masalah. 5) penerapan prinsip kehati-hatian dalam menggunakan mobile banking misalnya: a) tidak menyimpan PIN dalam memori telepon untuk mencegah penggandaan sim card secara ilegal maupun pencurian PIN melalui fungsi redial; b) menggunakan metode untuk melakukan verifikasi keotentikan dari nasabah dan atau Bank yang menghubungi misalnya dengan menggunakan personal assurance message yaitu informasi personal yang disampaikan nasabah kepada Bank saat registrasi sehingga nasabah dan Bank dapat melakukan verifikasi saat terjadi transaksi. 6) dalam menggunakan internet banking diperlukan edukasi mengenai berbagai modus kejahatan internet banking seperti: a) phising dan kejahatan social engineering lainnya; b) key logger dan Trojan Horse Virus pada berbagai peralatan komputer yang umumnya terdapat di tempat-tempat umum seperti warung Internet (warnet), Internet Cafe, dll. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 85 514 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING 8.4.2.4. Cross Border Electronic Banking Mitigasi terhadap risiko cross border e-banking dilakukan dengan cara: a. membangun program manajemen risiko yang efektif untuk aktivitas e-banking yang melewati batas negara (cross border). Sebelum Bank mengenalkan produk dan jasa cross border e-banking, manajemen Bank sebaiknya melakukan penilaian risiko dan due diligence yang tepat guna menjamin bahwa Bank secara tepat mengelola risiko-risiko yang ada. Selain memperhatikan setiap hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, Bank hendaknya memperhatikan hukum dan peraturan yang berlaku di negara tempat Bank akan menawarkan jasa cross border e-banking. b. adanya pengungkapan yang cukup pada website atau informasi lainnya guna memungkinkan nasabah potensial sebelum melakukan hubungan bisnis dengan Bank mengetahui identitas Bank, home country, otoritas pengawas Bank dan izin yang diperoleh Bank. 8.4.2.5. Pengelolaan Risiko Terkait Sistem dan Diselenggarakan oleh Pihak Penyedia Jasa Layanan E-Banking yang Dalam hal sistem penyelenggaraan e-banking dilakukan oleh pihak lain (outsourcing) misalnya switching company, ISP, Bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola hubungan Bank dengan pihak penyedia jasa tersebut. Untuk itu Bank harus membuat suatu perjanjian tertulis dengan pihak penyedia jasa terkait layanan e-banking yang secara rinci mengatur hak dan kewajiban, aspek pengamanan, dan melakukan pemantauan kinerja pihak penyedia jasa sesuai service level agreement. Pengaturan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab X – Panduan Penggunaan Penyedia Jasa Teknologi Informasi. 8.5. AUDIT INTERN Tujuan pelaksanaan audit terhadap aktivitas e-banking adalah untuk menguji efektivitas pelaksanaan manajemen risiko atas kegiatan e-banking serta memastikan bahwa pengendalian pengamanan produk tersebut telah memadai untuk memberikan perlindungan bagi nasabah. Audit atas aktivitas e-banking paling kurang mencakup evaluasi atas pengawasan manajemen (board and management oversight), penilaian atas program pengamanan yang diterapkan serta kaji ulang atas kepatuhan terhadap ketentuan perundangan. Penerapan audit terhadap layanan e-banking sekurang-kurangnya mengacu pada Bab IX Audit. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 86 515 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING 8.6. PELAPORAN RENCANA & REALISASI PRODUK E-BANKING BARU Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking yang bersifat transaksional wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan sebelum produk tersebut diterbitkan dengan menggunakan Lampiran 2.21. Rencana Penerbitan Electronic Banking Transaksional. Ketentuan pelaporan rencana produk Electronic Banking berlaku untuk setiap produk baru yang karakteristiknya berbeda dengan produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank. Ketentuan pelaporan ini tidak berlaku untuk produk Electronic Banking yang diatur secara khusus dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai persyaratan persetujuan produk tersebut. Dalam hal Teknologi Informasi yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking dilakukan oleh pihak penyedia jasa maka berlaku pula ketentuan penggunaan penyedia jasa sebagaimana diatur dalam Bab X mengenai Penggunaan Pihak Penyedia Jasa Teknologi Informasi. Yang dimaksud dengan “produk Elektronik Banking baru” adalah produk baru yang karakteristiknya berbeda dengan produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank, seperti internet banking dan phone banking untuk nasabah penyimpan. Dengan demikian apabila Bank hanya menambah jenis layanan pada produk ebanking yang telah ada dan penambahan risikonya tidak signifikan misalnya penambahan fasilitas pembayaran melalui e-banking yang semula hanya melayani pembayaran kartu kredit menjadi pembayaran listrik atau telepon, maka penambahan layanan pembayaran tersebut tidak tergolong produk baru sehingga tidak perlu dilaporkan. Namun jika Bank menambah layanan misalnya yang semula hanya menangani transaksi rupiah kemudian menambah layanan berupa transaksi valuta asing maka Bank harus melaporkan produk baru tersebut karena berdasarkan analisis risiko, transaksi tersebut dapat meningkatkan risiko pasar, risiko hukum, dan risiko lainnya. Selanjutnya paling lambat 1 (satu) bulan sejak kegiatan tersebut efektif dioperasikan, Bank wajib melaporkan realisasi kegiatan sesuai format Laporan Perubahan Mendasar dalam Penggunaan Teknologi Informasi dengan menggunakan Lampiran 2.3.1. Realisasi Penerbitan Electronic Banking Transaksional. Laporan realisasi tersebut harus dilengkapi dengan tinjauan atas hasil implementasi (Post Implementation Review) oleh pihak independen. Produk dan/atau aktivitas baru yang telah dilaporkan dalam Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi tidak perlu dilaporkan dalam Laporan Produk dan Aktivitas Baru sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko Bank umum. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 87 516 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING 8.6.1. Laporan Rencana & Realisasi Produk Baru E-Banking Dalam laporan Rencana Penerbitan e-banking transaksional, Bank wajib melampirkan: a. bukti-bukti kesiapan untuk menyelenggarakan e-banking yang paling kurang mencakup: 1) kesiapan struktur organisasi termasuk pengawasan dari pihak manajemen; 2) kesiapan kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk e-banking; 3) kesiapan infrastruktur TI untuk mendukung produk e-banking termasuk namun tidak terbatas pada struktur jaringan, operating system, interface antara e-banking system dan sistem secara keseluruhan; 4) hasil analisis dan identifikasi risiko yang melekat pada produk e-banking; 5) kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan (security control) atas produk e-banking yang memadai yang antara lain untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), otentikasi (authentication), non repudiation, dan ketersediaan (availability); 6) hasil analisis aspek hukum yang terkait dengan perjanjian antara Bank dengan nasabah serta pihak lain yang mendukung, pemilihan hukum yang digunakan saat terjadi perselisihan/sengketa; 7) uraian sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; 8) perlindungan nasabah dan program edukasi nasabah atas sistem dan teknologi pengamanan e-banking. b. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun kedepan sekurang-kurangnya memuat: 1) potensi pasar yang ada; 2) segmen pasar yang akan dituju; 3) analisis persaingan usaha; 4) target nasabah yang ingin dicapai; 5) rencana kerja sama dengan pihak lain; 6) target pendapatan yang akan dicapai. c. Hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan/atau praktek-praktek yang berlaku di dunia internasional. 8.6.1.1. Pemeriksaan oleh Pihak Independen Hasil pemeriksaan oleh pihak independen sebagaimana dimaksud di atas, ditujukan untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem TI terkait produk tersebut serta kepatuhan terhadap ketentuan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 88 517 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING dan/atau praktek-praktek yang berlaku (best practice) yang memenuhi standar internasional seperti ISO, IEC, COBIT, IT-IL. Yang dimaksud dengan pihak independen adalah pihak-pihak yang tidak terlibat dalam perancangan dan pengembangan sistem aplikasi serta pengambilan keputusan untuk implementasi (go or no go). Hasil pemeriksaan dari pihak independen di luar Bank (Kantor Akuntan Publik atau perusahaan konsultan dibidang IT Security atau sejenisnya) diperlukan untuk produk e-banking bersifat transaksional yang baru pertama kali diterbitkan oleh Bank seperti internet banking yang bersifat transaksional dan sms banking yang bersifat transaksional. Sedangkan untuk penambahan fitur layanan produk e-banking yang telah ada di Bank yang dapat menambah atau meningkatkan eksposur risiko Bank dapat menggunakan pihak internal untuk melakukan independent review. Contoh: a. transaksi melalui ATM yang sebelumnya nasabah tidak bisa melakukan pemindahbukuan antar rekening menjadi dapat melakukan pemindahbukuan; b. transaksi melalui ATM yang pada mulanya hanya dapat melakukan pemindahbukuan antar rekening dalam Bank kemudian ditambah sehingga dapat melakukan transfer antar Bank. Bank perlu memastikan bahwa pihak eksternal yang digunakan memiliki kompetensi dan pemahaman terhadap produk yang akan di-review terutama dalam aspek pengamanan TI. Dalam hal Bank menggunakan pihak internal untuk melakukan independent review maka Bank wajib menyampaikan uraian tugas dan tanggung jawab dari pihak tersebut serta kedudukannya dalam struktur organisasi pada proyek pengembangan aplikasi e-banking. 8.6.1.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pihak Independen Bank wajib memastikan bahwa laporan yang disampaikan oleh pihak independen mengenai kesiapan TI Bank untuk kegiatan e-banking yang direncanakan memuat periode pemeriksaan, ruang lingkup, metode pemeriksaan, temuan, rekomendasi, tanggapan manajemen atas temuan serta target penyelesaian. Adapun ruang lingkup pemeriksaan meliputi: a. pengawasan aktif manajemen; b. kecukupan kebijakan dan prosedur pengamanan sistem e-banking untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan, integritas, ketersediaan dan non repudiation dalam setiap transaksi e-banking; c. kecukupan penerapan dan pemantauan terhadap pengamanan sistem aplikasi ebanking yang disiapkan bank yang meliputi: 1) penerapan pengamanan aplikasi, infrastruktur (server, firewall dan router) serta jaringan sistem e-banking; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 89 518 BAB VIII–ELECTRONIC BANKING d. e. f. g. 2) pengamanan untuk mendeteksi transaksi yang tidak wajar; 3) terdapat pemeliharaan dan kaji ulang atas audit trail log transaksi; 4) pengamanan fisik yang memadai atas perangkat komputer dan perangkat komunikasi terkait produk/jasa e-banking; 5) pengamanan atas jaringan internal bank sehingga terlindung dari serangan yang berasal dari eksternal; 6) pengamanan atas data dan database transaksi e-banking. Business Continuity Plan dan prosedur tanggap darurat (incident response management); penggunaan pihak penyedia jasa TI sebagai penyelenggara e-banking; kaji ulang atas analisis risiko dalam produk baru e-banking yang meliputi sekurang-kurangnya risiko strategis, risiko pengamanan, risiko hukum, risiko reputasi; program edukasi dan perlindungan nasabah termasuk kehati-hatian dalam pembukaan rekening dan dalam melakukan transaksi melalui e-banking. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 90 519 BAB IX–AUDIT BAB IX AUDIT INTERN TEKNOLOGI INFORMASI 9.1. PENDAHULUAN Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. SPI yang efektif dapat membantu pengurus Bank menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Penggunaan sarana Teknologi Informasi (TI) disamping meningkatkan kemampuan Bank melaksanakan kegiatan operasional, juga mengandung risiko yang dapat mengakibatkan kerugian, baik yang bersifat finansial maupun non-finansial. Oleh karena itu SPI sangat perlu diterapkan sebagai salah satu upaya meminimalkan kerugian dimaksud. Fungsi audit intern sebagai salah satu bagian dari SPI, bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan TI secara independen dan objektif untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen risiko, pengendalian intern dan tata kelola yang baik. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman minimal bagi Bank dalam melaksanakan audit intern pada bidang TI. 9.2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Audit intern Teknologi Informasi merupakan bagian dari Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) yang independen dari tugas operasional baik secara organisasi maupun fungsinya. Dalam rangka melaksanakan kegiatannya, audit Intern harus memperoleh dukungan dari manajemen yang diformalkan dalam Audit Charter. Audit Charter minimal berisikan informasi mengenai kedudukan, tujuan dan ruang lingkup kerja, tugas, wewenang dan tanggung jawab audit Intern. Audit Charter tersebut juga memuat pernyataan independensi terhadap kegiatan operasional dari auditee dan pernyataan bahwa setiap aktivitas Bank harus masuk dalam ruang lingkup audit intern Bank. Keberhasilan audit intern TI memerlukan dukungan Dewan Komisaris, Komite Audit dan Direksi. Ketiga pihak tersebut perlu memastikan kerja sama antara manajemen satuan kerja TI dan manajemen satuan pengguna Teknologi Informasi dengan satuan kerja audit TI. Disamping itu ketiga pihak tersebut perlu pula memastikan bahwa implementasi pengendalian dan pelaksanaan prosedur dan standar dilakukan oleh satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna TI. Demikian juga perlu dipastikan bahwa proses audit mencakup upaya verifikasi dan pemantauan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 91 520 BAB IX–AUDIT implementasi pengendalian dan pelaksanaan prosedur dan standar secara memadai, tepat waktu dan independen. 9.2.1 Tugas Satuan Kerja Audit Intern Agar audit intern TI efektif dan dapat menjamin integritas data dan menunjang kelangsungan operasional Bank, SKAI sekurang-kurangnya melakukan beberapa hal berikut: a. menyusun dan mengkinikan pedoman kerja yang sekurang-kurangnya mencakup standar baku prosedur pemeriksaan, kertas kerja dan pelaporan hasil pemeriksaan; b. mengidentifikasi area risiko TI yang akan menjadi fokus audit; c. melakukan evaluasi terhadap fungsi dan kecukupan pengendalian intern dalam sistem informasi Bank; d. memastikan penerapan prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaan (availability) TI; e. mengevaluasi efektifitas perencanaan dan pengawasan penyelenggaraan TI yang dilakukan oleh satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna TI; f. mengevaluasi kepatuhan TI Bank terhadap ketentuan intern, ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta international best practices (misalnya ISO, IEC, COBIT, IT-IL, Capability Maturity Model); g. menyarankan alternatif perbaikan untuk mengatasi kekurangan aspek-aspek terkait TI khususnya di bidang pengamanan; h. melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut atas hasil audit; i. berperan sebagai nara sumber dalam aspek pengendalian dalam hal Bank melakukan pengembangan penyelenggaraan TI seperti pengembangan aplikasi. 9.2.2 Peranan Dewan Komisaris Tugas utama komisaris terkait penggunaan TI antara lain melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit, memastikan audit dilaksanakan dengan frekuensi dan lingkup yang memadai serta melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit. 9.2.3 Peranan Direksi Adapun peran dan tanggung jawab Direktur Utama antara lain: a. menetapkan pedoman, sistem dan prosedur audit intern; b. memastikan terselenggaranya fungsi audit TI oleh sumber daya yang kompeten dan independen; c. memastikan sumber daya manusia pelaksana audit intern TI memadai dan berkualitas serta memperoleh pendidikan dan pelatihan TI yang diperlukan secara berkelanjutan sehingga dapat mengikuti perkembangan TI; d. menyetujui rencana audit sebelum dilaksanakan. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 92 521 BAB IX–AUDIT 9.2.4 Peranan Komite Audit Peran dan tanggung jawab Komite Audit : 1. melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit TI yang cukup dengan frekuensi dan lingkup audit yang memadai; 2. pemantauan tindak lanjut hasil audit oleh direksi atas hasil temuan SKAI, akuntan publik dan hasil pengawasan Bank Indonesia. 9.3. PEDOMAN AUDIT TI Bank perlu memiliki pedoman audit TI tertulis dan disetujui oleh direksi. Kompleksitas pedoman audit TI disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Pedoman audit TI antara lain berisi kebijakan dan prosedur yang diperlukan oleh fungsi audit intern TI dan kebijakan dan prosedur pelaksanaan fungsi audit intern oleh pihak lain apabila diperlukan oleh Bank. Pedoman tersebut disamping digunakan sebagai sarana untuk mencapai hasil audit yang efektif dan efisien, juga merupakan pedoman dalam menilai kinerja fungsi audit intern TI. Pedoman tersebut harus memuat kebijakan, prosedur dan standar untuk setiap tahap dalam siklus audit. 9.3.1. Kebijakan Umum Audit Pedoman audit intern TI paling kurang mencakup kebijakan umum mengenai: a. pernyataan visi dan misi fungsi audit intern TI; b. struktur organisasi dan sistem pelaporan; c. proses penilaian risiko yang menggambarkan risiko inheren di setiap satuan kerja penyelenggara TI dan satuan kerja pengguna TI yang dikinikan secara berkala dan dijadikan dasar untuk perencanaan audit intern TI; d. penentuan frekuensi dan jadwal audit yang minimal akan diterapkan Bank untuk audit TI. Audit terhadap penyelenggaraan TI harus direncanakan dan dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun terhadap aspek-aspek yang terkait TI sesuai kebutuhan, prioritas dan hasil analisis risiko TI Bank. Sedangkan untuk aplikasi Core Banking, keseluruhan modul hendaknya diperiksa oleh audit intern TI sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun; e. prosedur audit intern TI untuk setiap aktivitas yang memerlukan audit TI. 9.3.2. Perencanaan Audit SKAI Bank harus memiliki perencanaan audit tahunan dengan cakupan audit berdasarkan profil risiko pada masing-masing aktivitas terkait TI baik di satuan kerja Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 93 522 BAB IX–AUDIT TI maupun di satuan kerja pengguna TI. Dalam melakukan penilaian risiko, audit intern TI sekurang-kurangnya melakukan beberapa hal sebagai berikut: a. mengidentifikasi data, aplikasi dan sistem operasi, teknologi, fasilitas dan personil; b. mengidentifikasi kegiatan dan proses bisnis yang menggunakan TI; c. mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan dampak dan kemungkinan terjadinya risiko atas kegiatan bisnis terkait dengan TI. Perencanaan Audit harus mendapat persetujuan dari Presiden Direktur atau Direktur Utama. 9.3.3. Pelaksanaan Audit Dalam rangka melaksanakan rencana tahunan audit, program audit (AWP/audit working program) wajib disusun untuk setiap penugasan audit, yang sekurangkurangnya mencakup: a. organisasi, kewenangan dan tanggung jawab dari auditor; b. cakupan audit sesuai hasil penilaian risiko; c. tujuan audit, jadwal, jumlah auditor, anggaran dan pelaporan; d. outline langkah teknis audit yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Dalam pelaksanaan tugasnya, audit intern TI harus memperhatikan aspek-aspek kerahasiaan terhadap data dan informasi yang diperolehnya. SKAI Bank harus memperhatikan fleksibilitas AWP agar dapat disesuaikan dan dilengkapi sesuai dengan risiko yang diidentifikasi. Temuan audit harus disertai dengan bukti-bukti dan kertas kerja pemeriksaan yang didokumentasikan dengan baik. Untuk itu pedoman audit wajib dilengkapi dengan standar kertas kerja, isi dan format laporan hasil audit, dokumentasi dan distribusi serta pemantauan tindak Ianjutnya. Auditor intern TI perlu berperan dalam pengembangan aplikasi utama, pengadaan, konversi dan testing namun tidak sebagai penentu dapat tidaknya aplikasi yang dikembangkan atau diadakan diimplementasikan, melainkan berpartisipasi sebagai nara sumber dalam aspek pengendalian khususnya mengenai standar pengamanan yang diperlukan. Peran ini diperlukan agar auditor TI dapat menjaga independensi dan obyektifitas dalam pemeriksaan yang akan dilakukan nanti apabila sistem aplikasi telah diimplementasikan. 9.3.4. Pelaporan Laporan Hasil Audit Intern TI disusun berdasarkan format laporan yang didukung oleh kertas kerja audit yang ditetapkan dalam pedoman audit intern. Laporan tersebut merupakan sarana bagi manajemen untuk membantu melakukan penilaian terhadap kualitas dan kinerja satuan kerja TI, serta memberikan saran perbaikannya. Laporan hasil audit intern TI harus disampaikan kepada satuan kerja yang diperiksa. Disamping itu laporan tersebut disampaikan secara tepat waktu kepada Direktur Utama dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 94 523 BAB IX–AUDIT Dewan Komisaris/Komite Audit dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan. Laporan Hasil Audit Intern TI disampaikan juga kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Laporan Pelaksanaan dan Pokok-Pokok Hasil Audit Intern sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern. 9.3.5. Tindak Lanjut Audit Auditee harus memberikan tanggapan terhadap hasil pemeriksaan dan apabila temuan perlu ditindaklanjuti maka Auditee harus memberikan komitmen dan target waktu penyelesaiannya. Selanjutnya, SKAI harus memonitor pelaksanaan komitmen auditee atas hasil pemeriksaan secara berkala dan melakukan verifikasi terhadap perbaikan yang sudah dilakukan. Audit intern harus memelihara dokumentasi atas hasil tindak lanjut tersebut. Laporan tindak lanjut hasil pemeriksaan disampaikan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris/Komite Audit dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan. 9.4. AUDIT INTERN TI YANG DILAKSANAKAN OLEH PIHAK LAIN Dalam hal terdapat keterbatasan kemampuan fungsi audit intern atas Teknologi Informasi Bank maka pelaksanaan fungsi audit intern dapat dilakukan oleh auditor ekstern seperti Kantor Akuntan Publik, Lembaga Audit TI Independen atau auditor intern kantor induk bagi bank yang dimiliki bank asing. Penggunaan auditor ekstern untuk melaksanakan fungsi audit intern atas Teknologi Informasi Bank tidak mengurangi tanggung jawab pimpinan Satuan Kerja Audit Intern Bank atas temuan audit dan tindak lanjutnya. Penggunaan pihak lain sebagai auditor intern TI tersebut wajib mempertimbangkan kompleksitas produk dan skala usaha Bank. Pelaksanaan audit intern TI oleh auditor ekstern tetap memperhatikan aspek kompetensi (antara lain pengetahuan dan pengalaman yang memadai) dan independensi serta didasari dengan suatu kontrak kerja. Meskipun pelaksanaan audit intern diserahkan kepada auditor ekstern namun prosedur audit TI yang dilaksanakan tetap harus mengacu kepada kebijakan dan prosedur audit TI yang dimiliki oleh Bank. 9.5. AUDIT INTERN TERHADAP AKTIVITAS YANG DISELENGGARAKAN OLEH PIHAK LAIN Agar penggunaan penyedia jasa penyelenggara Teknologi Informasi dapat menunjang kemampuan Bank untuk mengelola bisnisnya secara efektif maka aktivitas tersebut juga merupakan ruang lingkup audit intern Bank. Fungsi audit intern Bank wajib memastikan pengendalian yang dioperasikan oleh pihak penyedia jasa dan melakukan pengujian atas efektivitas pengendalian tersebut. Bank harus memastikan bahwa perjanjian dengan pihak penyedia jasa mencakup klausul penyediaan hak akses bagi Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 95 524 BAB IX–AUDIT auditor intern Bank dan tidak keberatan untuk diaudit oleh auditor intern Bank. Akses yang disediakan tersebut wajib diberikan baik secara logik maupun phisik. 9.6. KAJI ULANG FUNGSI AUDIT INTERN TI Bank wajib melakukan kaji ulang atas fungsi audit intern atas penggunaan Teknologi Informasi paling kurang setiap 3 (tiga) tahun sekali. Kaji ulang tersebut wajib menggunakan jasa pihak ekstern yang independen dan bekerja secara independen. Yang dimaksud dengan independen adalah pihak diluar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Yang dimaksud dengan bekerja secara independen adalah dapat mengungkapkan pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesi, dengan tidak memihak terhadap kepentingan pihak lain. Kaji ulang yang dilakukan sekurang-kurangnya menilai hasil kerja SKAI dan kepatuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank dan manajemen risiko termasuk manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi serta ketentuan lainnya. Hasil kaji ulang disertai saran perbaikan dilaporkan kepada Bank Indonesia dan merupakan bagian dari laporan kaji ulang fungsi audit intern (SKAI) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 96 525 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI BAB X PENGGUNAAN PIHAK PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI 10.1. PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan strategis, Bank dimungkinkan menggunakan pihak penyedia jasa TI. Yang dimaksud dengan menggunakan pihak penyedia jasa teknologi informasi adalah penggunaan jasa pihak lain dalam menyelenggarakan kegiatan Teknologi Informasi yang menyebabkan Bank memiliki ketergantungan terhadap jasa yang diberikan secara berkesinambungan dan atau dalam periode tertentu. Penggunaan pihak penyedia jasa TI dapat mempengaruhi risiko Bank antara lain risiko operasional, kepatuhan, hukum dan reputasi yang dapat timbul antara lain karena adanya kegagalan penyedia jasa dalam menyediakan jasa, pelanggaran terhadap pengamanan atau ketidakmampuan untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Untuk memastikan Bank menjalankan usahanya secara sehat dan aman, operasional TI yang dilakukan oleh penyedia jasa TI juga menjadi objek pengaturan dan pengawasan dari otoritas pengawas Bank. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas Bank memiliki kewenangan untuk mengawasi semua aktivitas dan catatan keuangan Bank baik yang dilakukan oleh Bank sendiri atau oleh pihak lain. Untuk itu pemeriksaan dan pengawasan Bank tidak boleh terhambat dengan adanya pengalihan fungsi-fungsi operasional Bank ke pihak lain. 10.2. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Manajemen Bank bertanggungjawab penuh terhadap penerapan manajemen risiko atas seluruh aktivitas yang terkait dengan penggunaan pihak penyedia jasa dalam penyelenggaraan TI Bank. Apabila Bank menyerahkan penyelenggaraan TI kepada pihak lain, tanggung jawab akhir (accountability) tetap berada pada Bank meskipun day-to-day responsibility telah dipindahkan kepada pihak penyedia jasa. Dengan demikian tanggung jawab manajemen tidak hilang atau menjadi berkurang dengan adanya penggunaan penyedia jasa TI. Untuk itu, manajemen Bank wajib mengelola risiko yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut secara efektif antara lain dengan: a. memahami risiko-risiko secara menyeluruh yang dapat timbul sehubungan dengan pengunaan jasa pihak lain untuk menyelenggarakan sebagian atau keseluruhan operasional TI Bank; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 97 526 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI b. penggunaan pihak penyedia jasa TI memberikan konsekuensi Bank membagi informasi sensitif kepada penyedia jasa, oleh karena itu manajemen wajib melakukan evaluasi kemampuan penyedia jasa untuk menjaga tingkat keamanan paling tidak sama atau lebih ketat dari standar pengamanan Bank. Untuk itu pengawasan dan pemantauan harus dilakukan secara memadai untuk memastikan kecukupan perlindungan terhadap keamanan informasi tersebut; c. mengevaluasi calon penyedia jasa berdasarkan cakupan dan faktor kritikal dari jasa yang dikerjakan oleh pihak penyedia jasa; d. mempertimbangkan beberapa alternatif pemilihan penyedia jasa yang lain apabila aktivitas yang akan diserahkan penyelenggaraannya kepada pihak penyedia jasa adalah penting; e. melakukan kajian dalam rangka menilai kehandalan pihak penyedia jasa baik yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa dan kelangsungan penyediaan layanan dalam rangka melakukan pemilihan alternatif-alternatif pihak penyedia jasa Bank; f. memastikan Bank memiliki cukup keahlian untuk mengawasi dan mengelola hubungan kerjasama dengan penyedia jasa termasuk menerapkan pengendalian yang efektif; g. memastikan setiap hubungan kerja sama dengan penyedia jasa dapat ditangani dengan baik oleh Bank dan dapat memenuhi kebutuhan kegiatan operasional Bank serta sejalan dengan rencana strategis Bank; h. memastikan Bank memiliki dokumentasi terkait dengan aktivitas penyediaan jasa TI antara lain prosedur, tugas/tanggungjawab dan mekanisme pelaporan; i. melakukan pengawasan secara berkesinambungan atas aktivitas Bank yang dilakukan oleh pihak lain untuk mengatasi risiko yang telah diidentifikasi dan untuk mengevaluasi perubahan-perubahan risiko yang terjadi pada saat pelaksanaan operasional TI dibandingkan dengan pada saat penilaian awal; j. melakukan review kontrak/perjanjian secara berkala untuk mengetahui kesesuaian dengan kebutuhan dan kondisi Bank terkini; k. khusus untuk penggunaan jasa TI yang memiliki eksposure risiko tinggi (berdasarkan hasil Business Impact Analysis) seperti penyelenggaraan Data Center dan Disaster Recovery Center, sebaiknya Bank menggunakan konsultan hukum sejak awal proses rencana penggunaan jasa pihak lain untuk mengkaji proposal yang disampaikan pihak penyedia jasa dan membantu menyiapkan perjanjian agar Bank dapat memahami risiko hukum yang ada dan menerapkan mitigasi risiko yang diperlukan. Dalam menyerahkan penyelenggaraan TI kepada pihak lain, Direksi bertanggung jawab untuk: a. menetapkan kebijakan dan prosedur yang akan digunakan Bank dalam rangka mengevaluasi risiko dan dampak dari penggunaan jasa pihak lain yang ada maupun yang akan digunakan; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 98 527 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI b. mengatur kewenangan persetujuan penggunaan pihak penyedia jasa TI sesuai dengan jenis risiko dan dampaknya; c. mengembangkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang baik dan responsif atas penggunaan jasa pihak ketiga sesuai dengan sifat, cakupan dan kompleksitasnya; d. memastikan adanya kaji ulang atas relevansi, keamanan, kehandalan strategi dan kecukupan perjanjian secara berkala. Dalam menyerahkan penyelenggaraan TI kepada pihak lain, Pejabat Tertinggi TI bertanggung jawab untuk: a. menerapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang baik dan responsif atas penggunaan jasa pihak ketiga sesuai dengan sifat, cakupan dan kompleksitasnya; b. mengkaji ulang keefektifan kebijakan dan prosedur secara berkala; c. memastikan bahwa rencana kontinjensi telah disusun dan diuji berdasarkan skenario dengan mempertimbangkan berbagai jenis gangguan; d. memastikan adanya kaji ulang dan audit oleh pihak independen terhadap kepatuhan pada kebijakan yang telah dibuat. 10.3. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR 10.3.1. Kebijakan Umum Bank wajib memiliki pedoman mengenai penyelenggaraan TI kepada pihak lain yang sekurang-kurangnya mengatur hal-hal: a. standar prosedur pemilihan penyediaan jasa; b. standar isi perjanjian kontrak kerja dengan penyedia jasa; c. standar sistem pengamanan, akurasi dan integritas terhadap sistem teknologi yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa; d. pengamanan dan kerahasiaan informasi khususnya informasi nasabah; e. evaluasi risiko dan dampak penggunaan jasa pihak lain; f. hal-hal lain yang wajib dilakukan Bank dalam penyelenggaraan TI oleh pihak lain sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan TI. 10.3.2. Proses Pemilihan Penyedia Jasa 10.3.2.1. Pendefinisian Kebutuhan Perumusan kebutuhan bisnis akan penggunaan jasa pihak lain wajib dilakukan sebelum Bank memutuskan akan menggunakan jasa pihak lain, diantaranya melalui: a. proses pengidentifikasian secara spesifik mengenai fungsi atau aktivitas yang akan diserahkan penyelenggaraannya kepada pihak penyedia jasa; b. proses penilaian risiko yang dapat timbul akibat penyerahan penyelenggaraan fungsi atau aktivitas tersebut; dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 99 528 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI c. penetapan dasar yang akan digunakan untuk mengidentifikasi pengukuran pengendalian yang memadai. Tahap pendefinisian kebutuhan tersebut diatas harus menghasilkan suatu dokumen yang berisi secara rinci gambaran mengenai harapan Bank terhadap jasa yang akan dikerjakan oleh penyedia jasa. Isi dari dokumen tersebut mencakup beberapa komponen berikut ini: a. cakupan dan karakteristik dari layanan, teknologi yang digunakan dan dukungan kepada nasabah; b. standar dan tingkat layanan meliputi ketersediaan dan kinerja, change management, kualitas layanan, keamanan, kelangsungan usaha; c. karakteristik minimal yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa yang akan digunakan seperti pengalaman, arsitektur teknologi dan sistem, process control, kondisi keuangan, referensi mengenai reputasi; d. pemantauan dan pelaporan meliputi kriteria yang akan digunakan dalam pemantauan dan pelaporan baik untuk Bank maupun untuk pihak ketiga; e. persyaratan yang harus dipenuhi baik dari sisi sistem, data maupun training personil saat transisi atau migrasi ke sistem yang disediakan pihak penyedia jasa; f. jangka waktu kontrak, penghentian dan isi minimal dari kontrak; g. perlindungan kontrak terhadap kewajiban seperti pembatasan kewajiban dan ganti rugi serta asuransi. Apabila penyelenggaraan kegiatan atau fungsi yang didefinisikan tersebut dipertimbangkan untuk dilakukan oleh pihak terkait Bank maka manajemen Bank harus memastikan bahwa persiapan yang dilakukan tidak akan berbeda dari apabila akan dilakukan oleh pihak tidak terkait dengan Bank. 10.3.2.2. Permintaan Proposal dari Penyedia Jasa Proses pemilihan penyedia jasa dimulai dengan permintaan proposal dari penyedia jasa. Proposal yang diajukan harus menjelaskan secara rinci kebutuhan Bank seperti cakupan dan jenis pekerjaan yang akan dilakukan, ekspektasi level jasa produksi, jangka waktu penyelesaian, pengukuran pekerjaan dan pengendaliannya, pengamanan dan kelangsungan bisnis. Pada saat Bank mengevaluasi proposal, terdapat kemungkinan ditemukannya ketidaksesuaian dengan permintaan Bank. Oleh karena itu Bank harus mengevaluasi perbedaan tersebut dan dampaknya terhadap sasaran dan jasa yang diharapkan Bank. Diantaranya, Bank harus dapat mengkaji kebijakan pihak penyedia jasa yang terkait dengan kepentingan audit penyelenggaraan TI Bank karena akses auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia tidak boleh dikurangi. Dengan demikian data dan informasi yang diperlukan dari penyelenggaraan TI tetap dapat diperoleh secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan meskipun TI yang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 100 529 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI digunakan Bank tidak diselenggarakan sendiri oleh Bank. Untuk itu surat pernyataan harus termasuk dalam proposal yang disampaikan oleh pihak penyedia jasa. Selanjutnya apabila proposal tersebut telah memenuhi kebutuhan atau sesuai definisi kebutuhan yang telah dibuat Bank maka Bank melakukan negosiasi penyelesaian dengan penyedia jasa sebelum pembuatan kontrak. 10.3.2.3. Due Diligence Penyedia Jasa Due diligence perlu dilakukan untuk menilai kondisi keuangan, reputasi, kemampuan teknis, kemampuan operasional, strategi pengembangan di masa mendatang, kemampuan untuk mengikuti inovasi di pasar dan mempunyai reputasi yang baik dalam industri perbankan. Dengan demikian Bank mendapatkan keyakinan bahwa penyedia jasa mampu memenuhi kebutuhan Bank. Pada saat due diligence, Bank harus melakukan evaluasi dan menilai informasi-informasi yang terkait dengan penyedia jasa yaitu antara lain meliputi: a. eksistensi dan sejarah perusahaan; b. kualifikasi, latar belakang dan reputasi pemilik perusahaan; c. perusahaan lain yang menggunakan jasa yang sama dari penyedia jasa sebagai referensi; d. kondisi keuangan termasuk review atas laporan keuangan audited; e. kemampuan dan efektivitas pemberian jasa, termasuk dukungan purna jual; f. teknologi dan arsitektur sistem; g. lingkungan pengendalian intern, sejarah pengamanan dan cakupan audit; h. kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku; i. kepercayaan dan keberhasilan dalam berhubungan dengan sub kontraktor; j. jaminan asuransi; k. kemampuan untuk menyediakan disaster recovery dan business continuity; l. penerapan manajemen risiko; m. laporan hasil pemeriksaan pihak independen. Due diligence yang dilakukan Bank selama proses pemilihan wajib didokumentasikan dengan baik dan dilakukan kembali secara berkala sebagai bagian dari proses pemantauan dan kontrol. Dalam melakukan due diligence secara berkala ini sebaiknya Bank memperhatikan perubahan atau perkembangan yang ada selama kurun waktu sejak due diligence terakhir dengan menggunakan informasi terkini. 10.3.2.4. Penentuan Penyedia Jasa Dalam menentukan penyedia jasa yang dipilih untuk digunakan oleh Bank dalam menyelenggarakan TI Bank maka Bank harus memperhatikan hal-hal dibawah ini: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 101 530 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI a. oleh karena penggunaan pihak penyedia jasa tidak mengurangi tanggung jawab Bank dalam menerapkan manajemen risiko maka Bank harus melakukan evaluasi atas penerapan manajemen risiko pihak penyedia jasa; b. oleh karena Bank harus mampu untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Bank yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi maka Bank harus memastikan bahwa laporan-laporan yang diperlukan untuk memantau kinerja pihak penyedia jasa telah memadai termasuk bila program pengawasan ternyata diperlukan; c. cost and benefit analysis yang dilakukan untuk setiap alternatif yang akan dipilih harus mendalam dan memenuhi jangka waktu penggunaan jasa yang direncanakan sesuai Rencana Strategis TI & Rencana Bisnis; d. dalam mengkaji setiap alternatif, manajemen Bank harus memastikan satuan kerja Teknologi Informasi di Bank memberikan pendapat dan hasil analisisnya; e. pihak penyedia jasa menerapkan prinsip pengendalian TI secara memadai termasuk physical security dan logical security. Khusus untuk penyelenggaraan Data Center, DRC dan Pemrosesan Berbasis TI harus dipastikan bahwa pihak penyedia jasa dapat menyampaikan hasil audit terkini atas Teknologi Informasi yang dilakukan oleh pihak independen; f. dalam rangka memantau dan mengevaluasi kehandalan pihak penyedia jasa secara berkala, baik yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa dan kelangsungan penyediaan layanan, Bank dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber termasuk laporan tahunan pihak penyedia jasa TI tersebut; g. Bank harus mempelajari apakah akses terhadap database dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dapat dilakukan setiap saat baik diperlukan untuk data terkini maupun untuk data yang telah lalu; h. apabila pihak penyedia jasa TI merupakan pihak terkait dengan Bank, Bank tetap wajib melakukan proses seleksi. Dokumen penyeleksian harus dapat menunjukan bahwa pertimbangan-pertimbangan telah dilakukan dengan menganut “hubungan kerja sama secara wajar (arm's length principle)”. 10.3.3. Perjanjian Penyediaan Jasa Setelah memilih sebuah perusahaan penyedia jasa, manajemen membuat perjanjian tertulis dengan penyedia jasa. Isi proposal sebagaimana dipersyaratkan pada proses sebelumnya dapat dijadikan masukan dalam proses ini. Perjanjian merupakan dokumen hukum yang mendefinisikan seluruh aspek dari hubungan dengan pihak penyedia jasa dan menjadi alat kontrol utama. 10.3.3.1. Penyusunan Perjanjian Penyediaan Jasa Hal-hal minimum yang wajib diatur dalam kontrak antara lain meliputi: a. cakupan pekerjaan/jasa; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 102 531 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI b. biaya dan jangka waktu perjanjian kerjasama; c. hak dan kewajiban Bank maupun pihak penyelenggara jasa; d. jaminan pengamanan dan kerahasiaan data, terutama data nasabah. Data hanya bisa diakses oleh pemilik data (Bank); e. Service Level Agreement (SLA), berisi mengenai standar kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service levels) dan target kinerja; f. harus ditetapkan bahwa SLA tetap berlaku apabila terjadi perubahan kepemilikan baik pada Bank maupun penyedia jasa; g. laporan hasil pemantauan kinerja penyedia jasa yang terkait dengan SLA; h. batasan risiko yang ditanggung oleh Bank dan penyedia jasa, diantaranya: 1) risiko perubahan ruang lingkup kontrak; 2) perubahan ruang lingkup bisnis dan organisasi perusahaan penyedia jasa; 3) perubahan aspek hukum serta regulasi; 4) aspek hukum yang meliputi hak cipta, paten dan trade mark; i. subkontraktor, apabila pihak penyedia jasa melakukan subkontrak sebagian kegiatannya maka persetujuan Bank harus secara tertulis; j. tersedianya sarana komunikasi on-line, pengamanan terhadap akses dan transmisi data, dari dan ke Data center, Disaster Recovery Center, dan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI; k. pengaturan yang jelas mengenai backup, contingency, record protection termasuk hardware, equipment, software dan data files, untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan TI; l. pengaturan mengenai pengamanan dalam pengiriman source document yang diperlukan dari dan ke Data center, Disaster Recovery Center, dan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI. Pihak yang bertanggungjawab sebaiknya menutup asuransi yang cukup; m. kesediaan diaudit baik oleh intern Bank, Bank Indonesia atau pihak ekstern yang ditunjuk oleh Bank maupun oleh Bank Indonesia dan tersedianya informasi untuk keperluan pemeriksaan, termasuk hak akses, baik secara logic maupun physical terhadap data yang dikelola oleh penyedia jasa; n. pihak penyedia jasa wajib memberikan dokumen teknis kepada Bank terkait dengan jasa yang dikerjakan oleh penyedia jasa antara lain alur proses TI dan struktur database; o. pihak penyedia jasa harus melaporkan setiap kejadian yang kritis yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan dan atau mengganggu kelancaran operasional Bank; p. khusus untuk penyelenggaraan Data Center, DRC dan Pemrosesan Berbasis TI, pihak penyedia jasa wajib menyampaikan kepada Bank laporan keuangan terkini yang telah diaudit setiap tahun dan laporan hasil pemeriksaan pihak independen terhadap fasilitas TI yang menjadi obyek perjanjian secara berkala; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 103 532 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI q. tanggung jawab penyedia jasa TI dalam menyediakan sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai jasa yang disediakan sehingga terjaminnya operasional Bank; r. rencana pelatihan sumber daya manusia, baik jumlah yang dilatih, bentuk pelatihan maupun biaya yang diperlukan. Pihak penyedia jasa wajib melakukan transfer knowledge kepada Bank, sehingga terdapat personil satuan kerja Teknologi Informasi di Bank yang memahami TI yang digunakan Bank terutama alur proses TI dan struktur database dari sistem aplikasi yang disediakan oleh pihak penyedia jasa tersebut; s. kepemilikan dan hak cipta (license); t. garansi bahwa penyedia jasa masih akan mendukung jasa yang diberikan kepada Bank selama periode tertentu setelah implementasi; u. pengakhiran/pemutusan kontrak termasuk dalam hal atas permintaan Bank Indonesia; v. sanksi dan penalti terhadap alasan-alasan yang tidak jelas terhadap pembatalan kontrak dan pelanggaran isi kontrak; w. kepatuhan pada hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia termasuk penyelesaian jika terjadi perselisihan. 10.3.3.2. Klausula Khusus Dalam kontrak yang dibuat antara Bank dengan penyedia jasa harus dicantumkan klausula khusus mengenai kemungkinan mengubah, membuat perjanjian baru atau mengambil alih kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa maupun penghentian perjanjian sebelum jangka waktu berakhirnya perjanjian. Termasuk dalam hal ini atas permintaan Bank Indonesia apabila diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia selaku otoritas pengawas perbankan. Bank harus mampu mengukur risiko dan efisiensi dari penyelenggaraan TI yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa sehingga Bank dapat mengetahui secara dini bila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut: a. memburuknya kinerja penyelenggaraan kegiatan Bank oleh pihak penyedia jasa yang dapat berdampak signifikan pada kegiatan usaha Bank; b. tingkat solvabilitas pihak penyedia jasa tidak memadai, dalam proses menuju likuidasi atau dipailitkan oleh pengadilan; c. terdapat pelanggaran terhadap ketentuan rahasia Bank dan data pribadi nasabah; dan atau d. terdapat kondisi yang menyebabkan Bank tidak dapat menyediakan data yang diperlukan dalam rangka pengawasan yang efektif oleh Bank Indonesia. Bila Bank menemukan hal-hal tersebut diatas maka Bank wajib melakukan hal sebagai berikut: Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 104 533 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI a. melaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 3 hari kerja setelah kondisi tersebut di atas diketahui oleh Bank; b. memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan termasuk penghentian penggunaan jasa apabila diperlukan; c. melaporkan kepada Bank Indonesia segera setelah Bank menghentikan penggunaan jasa sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank dalam hal penghentian penggunaan jasa dilakukan sebelum berakhirnya kontrak maka Bank harus memiliki contingency plan yang teruji dan memadai. 10.3.4. Penyedia Jasa Berlokasi di Luar Indonesia Pada prinsipnya Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Recovery Center hendaknya diselenggarakan di dalam negeri. Apabila proses dari pendefinisian kebutuhan yang dilakukan oleh Bank sebelum Bank memutuskan akan menggunakan jasa pihak lain ternyata menghasilkan kebutuhan bisnis akan penggunaan jasa pihak lain di luar negeri untuk menyelenggarakan pusat data (Data Center) dan Disaster Recovery Center maka Bank dapat mempertimbangkan penggunaan jasa pihak lain di luar negeri. Satu hal yang harus dipahami oleh Bank-Bank yang merencanakan penggunaan penyedia jasa di luar negara Indonesia bahwa rencana tersebut tidak boleh merupakan upaya untuk menghindari/menghambat pengawasan atau pemeriksaan oleh Bank Indonesia. Sama halnya dengan penggunaan penyedia jasa TI domestik, penggunaan jasa TI pihak asing atau berlokasi di luar Indonesia harus melalui prosedur yang sama yaitu mulai dari due diligence, pemilihan penyedia jasa, pembuatan kontrak dan pengawasan, namun karena terkait dengan perbedaan yurisdiksi maka terdapat persyaratan lain yang harus diperhatikan oleh Bank. Bank yang akan menyelenggarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi di luar negeri harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu. Persetujuan tersebut termasuk untuk penyelenggaraan pada kantor Bank, kantor induk maupun kelompok usaha Bank di luar negeri. Sedangkan penggunaan pihak penyedia jasa di luar negeri untuk kegiatan TI lainnya seperti pengembangan program dan aplikasi yang digunakan Bank serta pemeliharaan hardware & software dapat mempergunakan pihak penyedia jasa di luar negeri tanpa harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Bank Indonesia sepanjang tunduk kepada atau memenuhi ketentuan pada Pasal 18 PBI Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan TI dan ketentuan dalam pedoman ini. Untuk memperoleh persetujuan Bank Indonesia selain persyaratan yang berlaku pada umumnya juga harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Bank harus melakukan analisis dan studi kelayakan terhadap kebijakan pemerintah, kondisi politik, sosial, ekonomi, dan hukum di negara dimana TI diselenggarakan. Selain itu perlu dilakukan pula analisis mengenai kemampuan Bank untuk Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 105 534 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI b. c. d. e. f. g. h. i. memantau pihak penyedia jasa secara efektif, kemampuan Bank untuk melaksanakan Business Continuity Plan dan early termination; country risk analysis menunjukkan bahwa tidak terdapat dampak yang signifikan dari lokasi di luar negeri termasuk apabila terjadi sengketa dengan negara dimana pihak penyedia jasa berada; Bank harus melakukan pengecekan apakah terdapat ketentuan di negara pihak penyedia jasa yang mengharuskan pihak penyedia jasa melakukan information disclosure atas data nasabah dalam hal atau kasus tertentu walaupun terdapat klausul kerahasiaan data nasabah di dalam kontrak perjanjian kerja; pada prinsipnya Bank hanya dapat membuat perjanjian dengan pihak-pihak yang beroperasi di yurisdiksi yang secara umum mendukung klausula dan perjanjian kerahasiaan. Karena itu Bank harus memastikan bahwa perjanjian tertulis dengan penyedia jasa juga mencakup choice of law dan Bank memahami dampak dari hukum yang dipilih untuk menyelesaikan sengketa atau masalah hukum dikemudian hari; untuk dapat memberikan setiap data yang diperlukan dalam rangka pengawasan oleh Bank Indonesia maka Bank harus memastikan bahwa struktur database dari setiap aplikasi yang digunakan dimiliki oleh Bank dan disimpan juga di kantor Bank di Indonesia dan terdapat petugas Bank di dalam negeri yang memahami struktur database termasuk technical refference dari database tersebut. Dengan demikian Bank harus meyakini bahwa penempatan Data Center di luar negeri tidak menghambat usaha-usaha untuk mengawasi dan merekonstruksi aktivitas Bank di dalam negeri (misalnya dari pembukuan, rekening, dan dokumen) secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan; Bank tidak boleh menempatkan Data Center di yurisdiksi dimana akses terhadap informasi oleh Bank Indonesia atau pihak-pihak yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk bertindak atas nama Bank Indonesia terhadap Data Center dan service provider-nya dapat dihambat oleh batasan hukum atau administratif; Bank harus melakukan kajian apakah penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi di luar negeri tersebut memungkinkan akses auditor intern Bank, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dari penyelenggaraan TI secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan; Bank harus memberitahukan kepada Bank Indonesia bila ada otoritas di luar negeri yang meminta akses atas informasi mengenai nasabah Bank atau bila timbul situasi di mana hak akses yang dimiliki Bank atau Bank Indonesia untuk memperoleh informasi dan dokumen dibatasi atau ditolak; apabila di kemudian hari dijumpai hambatan dalam pelaksanaan pemeriksaan penyelenggaraan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis TI di luar negeri tersebut, Bank Indonesia dapat meminta perjanjian penggunaan jasa tersebut agar dihentikan; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 106 535 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI j. kajian yang dilakukan Bank mengenai cost & benefit harus menunjukkan bahwa manfaat bagi Bank melampaui biaya yang dibebankan oleh provider/grup/parent Bank termasuk peningkatan kualitas pelayanan kepada nasabah; k. kajian yang dilakukan Bank wajib mencakup pengembangan produk dan perencanaan sumber daya manusia. Diharapkan Bank mampu mengupayakan peningkatan kemampuan sumber daya manusia Bank baik di sisi penyelenggaraan TI yang digunakan maupun di sisi transaksi bisnis atau produk yang ditawarkan meskipun penyelenggaraan TI berlokasi di luar negeri; l. apabila Bank merupakan KCBA atau Bank yang dimiliki Lembaga Keuangan Asing maka Bank wajib menyampaikan hal-hal sebagai berikut dalam surat permohonan persetujan: 1) Surat Pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa pihak penyedia jasa TI merupakan cakupan pengawasan; 2) Surat Pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat bila Bank Indonesia hendak melakukan pemeriksaan penyelenggaraan pusat data (Data Center) dan atau Disaster Recovery Center tersebut; 3) Surat Pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa. Surat Pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan; 4) Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa. m. khusus untuk rencana menyerahkan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI (aktivitas atau kegiatan penambahan, penghapusan, perubahan dan otorisasi data yang dilakukan pada sistem aplikasi yang digunakan untuk memproses transaksi) kepada pihak lain di luar negeri, diperlukan kajian yang dapat membantu Bank memenuhi persyaratan tambahan lainnya lagi yaitu: 1) memperhatikan aspek perlindungan kepada nasabah; 2) aktivitas tidak merupakan atau terkait dengan inherent banking functions yaitu tabungan, giro, deposito maupun kredit (kecuali kartu kredit). Termasuk dalam hal ini aktifitas pembukaan rekening dan pemeliharaan master file data pribadi nasabah; 3) dokumen pendukung administrasi keuangan atas transaksi yang dilakukan di kantor Bank di Indonesia dapat dipelihara di Indonesia; 4) rencana bisnis yang menunjukkan adanya upaya untuk meningkatkan peran Bank bagi perekonomian di Indonesia. Permohonan persetujuan wajib disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum perubahan efektif dioperasikan sedangkan persetujuan atau penolakan akan diberikan Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Selain persyaratan tersebut di atas, Bank Indonesia dapat Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 107 536 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI meminta tambahan persyaratan dari Bank dan atau melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Permintaan kedua hal tersebut tergantung pada potensi dampak penggunaan pihak penyedia jasa TI terhadap Bank dan tingkat keyakinan atas dokumen yang disampaikan. 10.4. PROSES MANAJEMEN RISIKO 10.4.1. Penilaian Risiko Penggunaan jasa pihak lain dalam menyelenggarakan TI Bank dapat memberikan kontribusi terhadap beberapa jenis risiko, yaitu: a. Risiko Operasional – ketidakmampuan penyedia jasa memenuhi kontrak; b. Risiko Hukum – ketidakpastian hukum atas perselisihan dengan pihak penyedia jasa dan/atau pihak ketiga dan atau tuntutan nasabah atas penyalahgunaan data nasabah oleh pihak penyedia jasa; c. Risiko Reputasi – ketidakpuasan nasabah karena ketidakmampuan penyedia jasa memenuhi SLA; d. Risiko Strategis – ketidakcocokan TI yang digunakan Bank dengan tujuan dan rencana strategis Bank yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut; e. Risiko Kepatuhan – ketidakmampuan Bank memenuhi ketentuan yang berlaku; f. Country Risk – kondisi di negara asing yang dapat mempengaruhi kemampuan penyedia jasa memenuhi standar pemberian jasa. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan risiko Bank harus senantiasa mempertimbangkan ketiga faktor berikut ini: a. terkait dengan aktivitas dan fungsi yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa meliputi sensitivitas data yang diakses, dilindungi atau dikendalikan oleh penyedia jasa, volume transaksi, dan tingkat pentingnya aktivitas dan fungsi tersebut terhadap bisnis Bank; b. terkait dengan penyedia jasa seperti misalnya kondisi keuangan, kompetensi tenaga kerja, turn over manajemen dan tenaga kerja, pengalaman pihak penyedia jasa, profesionalitas; c. terkait dengan teknologi yang digunakan meliputi kehandalan (reliability), keamanan (security), ketersediaan (availability), dan ketepatan waktu (timeliness) serta kemampuan mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan ketentuan. 10.4.2. Mitigasi Risiko Berdasarkan PBI Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Bank tetap bertanggungjawab untuk setiap penerapan manajemen risiko Bank. Dengan demikian Bank wajib melakukan mitigasi risiko untuk setiap kelemahan dan/atau pelanggaran kebijakan dan prosedur pengamanan serta potensi risiko yang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 108 537 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI dapat mengganggu kelangsungan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank, baik yang terjadi di Bank maupun di pihak penyedia jasa. 10.4.2.1.Business Continuity Plan (BCP) Bank wajib memastikan bahwa risiko ketergantungan pada pihak penyedia jasa dapat dimitigasi sehingga Bank tetap mampu menjalankan bisnisnya apabila penyedia jasa wanprestasi, pemutusan hubungan atau dalam proses menuju likuidasi. Mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh Bank mencakup: a. memastikan bahwa pihak penyedia jasa memiliki BCP sesuai dengan jenis, cakupan dan kompleksitas aktivitas/jasa yang diberikan; b. secara aktif mendapatkan jaminan kesiapan BCP milik pihak penyedia jasa seperti pengujian secara berkala atas BCP; c. memiliki perjanjian penyimpanan source code program (escrow agreement) untuk aplikasi yang memiliki eksposur risiko tinggi, jika Bank tidak memiliki source code dari program aplikasi yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa; d. dalam hal source code tidak dimiliki oleh penyedia jasa maka penyedia jasa harus memberikan jaminan kepada Bank, bahwa kelangsungan aplikasi didukung oleh principal pengembang software. Untuk menjamin fungsi dan efektifivitas BCP, Bank wajib menyusun dan melakukan pengujian BCP secara berkala, lengkap dan mencakup hal-hal yang signifikan yang didasarkan atas jenis, cakupan dan kompleksitas aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh penyedia jasa. Disamping itu pihak penyedia jasa harus melakukan pengujian DRP di pihak penyedia jasa sendiri untuk sistem atau fasilitas TI maupun pemrosesan transaksi yang diselenggarakan tanpa melibatkan pihak Bank. Hasil pengujian DRP pihak penyedia jasa tersebut digunakan Bank untuk mengkinikan DRP ataupun BCP yang dimiliki Bank. 10.4.2.2. Pengendalian Risiko Lainnya Meskipun Bank maupun pihak penyedia jasa sudah menggunakan sistem yang canggih namun masih memungkinkan adanya penyimpangan dari dalam seperti misalnya kesalahan manusia, penerapan prosedur yang lemah serta pencurian pegawai (employee theft). Bank harus memastikan adanya pengendalian pengamanan dasar untuk memitigasi risiko yang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. pihak penyedia jasa harus melakukan penelitian latar belakang para pegawainya karena serangan dari dalam lebih susah dicegah; b. menutup kemungkinan orphan accounts digunakan untuk transaksi. Password & e-mail dari pegawai yang telah keluar harus segera dihapus; c. lingkungan fisik baik di pihak penyedia jasa maupun di Bank harus selalu dipastikan aman, seperti pemantauan orang yang keluar masuk ruangan, kemungkinan bencana banjir dan kebakaran; Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 109 538 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI d. lingkungan elektronik baik di pihak penyedia jasa maupun di Bank harus selalu dipastikan aman; e. prosedur pengamanan dikinikan secara berkala agar selalu mematuhi ketentuan yang berlaku dan sesuai best practices; f. buat kelompok yang melakukan intrusion-detection secara berkala baik didalam Bank maupun menyewa para profesional. Lakukan pemantauan kemajuannya dan pastikan standar diterapkan secara memadai; g. pastikan kewajiban pihak penyedia jasa untuk melakukan pengendalian keamanan terhadap seluruh fasilitas teknologi informasi yang digunakan dan data yang diproses serta informasi yang dihasilkan telah dicantumkan dalam perjanjian; h. pastikan agar sebelum perjanjian ditandatangani pihak penyedia jasa memahami dan dapat memenuhi tingkat pengamanan yang dibutuhkan Bank untuk masingmasing jenis data berdasarkan sensitifitas kerahasiaan data; i. usahakan agar biaya yang dikeluarkan untuk pengamanan masing-masing sebanding dengan tingkat pengamanan yang dibutuhkan dan sesuai dengan tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan oleh Bank. 10.5. PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT INTERN 10.5.1. Pemantauan/Pengawasan Bank wajib memiliki program pemantauan untuk memastikan penyedia jasa telah melaksanakan pekerjaan/memberikan jasa sesuai dengan kontrak. Sumber daya untuk mendukung program ini dapat bervariasi tergantung pada kritikalitas dan kompleksitas sistem, proses dan jasa yang dikerjakan pihak lain. Bank wajib melakukan pre dan post-review penyedia jasa pihak lain untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur manajemen risiko Bank telah dilakukan secara efektif. Selanjutnya, review performance dan pencapaian Service Level Agreement (SLA) dilakukan secara berkala yang didokumentasikan dalam bentuk laporan. Pemantauan wajib dilakukan terhadap laporan tahunan hasil pemeriksaan penyedia jasa. 10.5.2. Audit Intern Bank wajib melaksanakan fungsi audit terhadap pihak penyedia jasa, baik dilakukan oleh audit intern Bank maupun pihak audit ekstern yang ditunjuk oleh Bank. Apabila pihak penyedia jasa memberikan layanan kepada lebih dari satu Bank maka pihak penyedia jasa dapat menunjuk auditor TI independen untuk melakukan audit atas layanan yang diberikan kepada masing-masing Bank. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor TI yang independen ini untuk kepentingan masing-masing Bank sehingga SKAI Bank tetap bertanggung jawab atas hasil audit tersebut dan wajib memastikan kesesuaian pelaksanaan audit dengan kebijakan dan prosedur audit Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 110 539 BAB X- Penggunaan Penyedia Jasa TI Ruang lingkup audit sesuai dengan cakupan pekerjaan/jasa sebagaimana yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Area yang diaudit antara lain seperti IT Systems, data security, internal control frameworks dan business contingency plan. Bank wajib memastikan bahwa, Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia memiliki hak akses ke penyedia jasa dan Bank untuk mendapatkan catatan-catatan dan dokumen transaksi, serta informasi Bank yang disimpan atau diproses oleh penyedia jasa serta hak akses terhadap laporan dan temuan audit terhadap penyedia jasa yang terkait dengan jasa yang diberikan kepada Bank. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 111 540 GLOSSARY GLOSSARY 1. Acquirer: Bank atau lembaga selain Bank yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa financial acquirer dan/atau technical acquirer. 2. Access - akses: jalan masuk. Suatu usaha untuk membuka suatu saluran komunikasi dengan perangkat hardware atau software tertentu, seperti modem yang digunakan untuk membuka akses internet. Perangkat hardware atau software tersebut selain untuk memberikan data juga digunakan untuk menerima data untuk disimpan. 3. Accountability – akuntabilitas: mekanisme untuk menilai tanggung jawab atas pengambilan keputusan dan tindakan. 4. Administrator Log: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan administrator 5. AES (Advanced Encryption Standard): standar enkripsi berdasarkan algoritma block chiper dengan panjang blok tertentu (128 bit) dan panjang kunci yang bervariasi (AES-128, AES-192, AES-256). AES dianggap sebagai pengganti DES. 6. Agile Software Development: merupakan kerangka teknis pengembangan system yang mengutamakan pengembangan secara iterasi/ berulang-ulang dalam siklus (SDLC) suatu proyek. Tahapan yang harus dilalui dalam setiap iterasi merupakan bagian dari SDLC, seperti perencanaan, analisis kebutuhan, desain, pengembangan, uji coba dan dokumentasi. 7. Arm’s Length Principle: suatu prinsip kerjasama yang wajar dan saling menguntungkan dimana masing-masing pihak yang akan membuat perjanjian kerjasama memiliki daya tawar (bargaining power) yang sama walaupun pihak penyedia jasa merupakan pihak terkait. 8. Automated Teller Machine (ATM): suatu terminal/mesin komputer yang digunakan oleh Bank yang dihubungkan dengan komputer lainnya melalui komunikasi data yang memungkinkan nasabah Bank menyimpan dan mengambil uang di Bank atau melakukan transaksi perbankan lainnya. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 112 541 GLOSSARY 9. Audit Trail: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan user atau komputer yang tersimpan secara kronologis, yang dapat digunakan untuk audit atau penelusuran. 10. Authentication: kemampuan dari setiap pihak dalam transaksi untuk menguji kebenaran dari pihak lainnya. 11. Back Door: metode untuk melewati otentikasi normal atau remote access yang aman dari suatu komputer terhadap pengaksesan suatu sistem namun tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan biasa. 12. Backup: salinan dari dokumen asli atau cadangan dari mesin utama yang dapat digunakan apabila terjadi gangguan pada mesin utama. Backup dapat berupa backup data maupun backup system. Backup dapat ditempatkan secara on site di lokasi Data Center dan atau off site di lokasi alternatif. 13. Backup Site: lokasi penyimpanan backup komputer dan file yang terpisah dengan Data Center. 12. Backlog project: adanya proyek pengembangan sistem aplikasi yang tertunda pelaksanaannya. 13. Business Continuity Management (BCM): proses manajemen terpadu dan menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan/bencana guna melindungi kepentingan para stakeholder. 14. Business Continuity Plan (BCP): suatu dokumen tertulis yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah-langkah pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan/bencana dan proses pemulihan agar kegiatan operasional Bank dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. Rencana tindak tertulis tersebut melibatkan seluruh sumber daya Teknologi Informasi (TI) termasuk sumber daya manusia yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang kritikal bagi Bank. 15. Business Impact Analysis (BIA): Proses untuk memastikan akibat yang ditimbulkan dari ketidaktersediaannya dukungan semua resource. Pada fase ini mencakup identifikasi beragam kejadian yang dapat mengakibatkan kelangsungan kegiatan operasional dan financial, sumber daya manusia dan dampak terhadap reputasi perusahaan. BIA merupakan langkah kritikal dalam pengembangan BCP. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 113 542 GLOSSARY 16. Business Recovery Center/Crisis Center/Business Resumption Center: Lokasi yang digunakan sebagai pusat kegiatan bisnis pada saat proses recovery setelah terjadinya disaster. 17. Client Server: Arsitektur komputer dimana terdapat 2 jenis titik pertemuan berupa client dan server. Tiap client dapat mengirim permintaan data ke satu atau lebih server yang saling terhubung. Server selanjutnya menerima, memproses dan menjawab permintaan data tersebut. 18. Cold Sites: lokasi alternatif (DRC) yang hanya memiliki fasilitas yang sifatnya sangat mendasar (seperti: listrik, AC dan ruangan) dan belum memiliki konfigurasi komputer yang kompatibel serta belum terdapat backed up data lengkap sebagaimana di hot sites DRC. Lokasi ini siap untuk menerima penggantian perangkat komputer yang dibutuhkan pada saat user harus pindah dari Data Center ke lokasi alternatif. Untuk itu apabila lokasi ini akan digunakan diperlukan tambahan waktu sebelum siap digunakan untuk menggantikan Data Center saat terjadi disaster. 17. Communicative E-Banking: pelayanan jasa Bank kepada nasabah melalui media elektronik dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan secara terbatas dan tidak terdapat eksekusi transaksi. 18. Contigency Plan: Prosedur yang berisikan mengenai rencana atau langkah-langkah secara manual yang harus dilakukan oleh unit bisnis untuk menjalankan kegiatan operasional bisnis pada saat proses recovery sedang dilakukan. 19. Controller (Host-Front End): telecommunication control unit adalah sejenis komputer mini yang berfungsi untuk mengontrol kinerja perangkat keras dan perangkat lunak yang ada pada suatu sistem seperti terminal komputer / ATM, jaringan komunikasi atau sarana komputer lainnya. 20. Cost and Benefit Analysis: suatu analisis perbandingan antara biaya investasi dan keuntungan yang diperoleh Bank dari setiap alternatif pilihan penyedia jasa. Hasil analisis ini menjadi salah satu pertimbangan Bank untuk mengambil keputusan outsourcing atau pemilihan penyedia jasa. 21. Cybersquating: pendaftaran atau penggunaan alamat website atau nama domain dengan maksud buruk yaitu Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 114 543 GLOSSARY untuk menyalahgunakan atau memperoleh keuntungan dari penggunaan suatu merek dagang oleh pihak yang tidak berwenang. 22. Database: basis data yaitu representasi kumpulan fakta yang saling berhubungan disimpan secara bersama sedemikian rupa dan tanpa pengulangan (redudansi)yang tidak perlu, untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Data perlu disimpan dalam basis data untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut. Data di dalam basis data perlu diorganisasikan sedemikian rupa, supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Organisasi basis data yang baik juga berguna untuk efisiensi kapasitas penyimpanannya. Dalam maksud yang sama, bisa juga diartikan sebagai sekumpulan informasi yang disusun sedemikian rupa untuk dapat diakses oleh sebuah software tertentu. Database tersusun atas bagian yang disebut field dan record yang tersimpan dalam sebuah file. Sebuah field merupakan kesatuan terkecil dari informasi dalam sebuah database. Sekumpulan field yang saling berkaitan akan membentuk record. 23. Data Center: fasilitas utama pemrosesan data Bank yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak untuk mendukung kegiatan operasional Bank secara berkesinambungan. 24. Defacing: upaya hacker untuk menyerang dan mengubah tampilan atau isi suatu website. 25. DES (Data Encryption Standar): standar enkripsi berdasarkan algoritma block cipher. Standar ini telah lama digunakan dan sering dianggap tidak dapat lagi memberikan pengamanan yang memadai. 26. Denial of Service Attack: serangan terhadap sistem teknologi informasi sehingga menjadi lambat atau tidak dapat berfungsi sama sekali misalnya dengan membuat kapasitas (bandwidth) jaringan atau kapasitas (disk space) komputer seolah-olah telah terpakai penuh, ganggguan pada server serta gangguan penyediaan jasa kepada sistem lain atau pengguna. 27. Digital Certificate: identitas elektronik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memverifikasi bahwa pesan tersebut dikirim oleh orang atau perusahaan yang berwenang dan hanya dibaca oleh pihak yang berwenang pula. Digital certificate diterbitkan oleh pihak ketiga yang disebut "certification authority" (CA) seperti VeriSign (www.verisign.com) and Thawte (www.thawte.com). 28. Digital signatures: suatu informasi berupa tanda-tanda tertentu yang berbetuk digital yang dapat memastikan otentikasi pengirim, integritas data, dan tak dapat disangkal. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 115 544 GLOSSARY 29. Disaster Recovery Plan (DRP): dokumen yang berisikan rencana dan langkah-langkah mendapatkan kembali akses data, hardware dan software yang diperlukan agar Bank dapat menjalankan kegiatan operasional bisnis yang kritikal setelah adanya disaster. DRP menekankan pada aspek teknologi. 30. Disaster Recovery Center (DRC): suatu lokasi alternatif yang dapat digunakan pada saat Pusat Data (Data Center) mengalami gangguan atau tidak dapat berfungsi akibat adanya disaster antara lain karena tidak adanya aliran listrik ke ruang komputer, kebakaran, ledakan atau kerusakan pada komputer, yang digunakan sementara waktu selama dilakukannya pemulihan Pusat Data (Data Center) Bank untuk menjaga kelangsungan kegiatan usaha (business continuity). 31. Disposal Media Backup: proses penghancuran terhadap media backup yang sudah melewati masa retensi dan tidak digunakan 32. Down Time: Lamanya sistem tidak dapat berfungsi dan digunakan oleh pengguna karena adanya gangguan hardware, software dan komunikasi. 33. Due Diligence: suatu proses untuk mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai penyedia jasa untuk menilai reputasi, kemampuan operasional, manajerial, kondisi keuangan, strategi pengembangan di masa mendatang dan kemampuan mengikuti perkembangan teknologi terkini. 34. E-money atau stored value atau prepaid card: produk yang merupakan media yang dipakai dalam mekanisme sistem pembayaran melalui pembayaran di point of sales (merchant), transfer antar dua media elektronik atau jaringan komputer menggunakan nilai uang yang tersimpan pada kartu atau produk tersebut. 35. Electronic Data Capture/Point of Sales Terminal: suatu perangkat keras atau terminal komputer dapat berupa cash register atau terminal debit/credit verification yang membaca informasi pada pita magnetis kartu (card’s magnetic stripe) kartu mengenai data transaksi di tempat penjualan (merchant), mentransmisikan data kepada acquirer untuk diverifikasi dan diproses. 36. Electronic Fund Transfer: transfer dana antar rekening melalui sistem pembayaran yang menggunakan media elektronik. EFT dapat dilakukan pada transaksi keuangan melalui telepon, terminal komputer,dll. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 116 545 GLOSSARY 37. Enkripsi: alat untuk mencapai keamanan data dengan menerjemahkannya dengan menggunakan sebuat key (password). Enkripsi mencegah password atau key supaya tidak mudah dibaca pada file konfigurasi. 38. Escrow Agreement: suatu perjanjian yang memungkinkan pemberian hak kepada pembeli perangkat lunak untuk dapat memiliki source code versi terkini dalam hal perusahaan pembuat sistem aplikasi tidak beroperasi lagi antara lain karena dipailitkan. 39. Exception Handling: mekanisme untuk menangani munculnya kondisi yang tidak diharapkan yang dapat mengubah alur normal suatu system aplikasi. 40. Firewall: peralatan untuk menjaga keamanan jaringan yang melakukan pengawasan dan penye leksian atas lalu lintas data/informasi melalui jaringan serta memisahkan jaringan privat dan publik. Peralatan ini dapat digunakan untuk melindungi komputer yang telah dikoneksikan dengan jaringan dari serangan yang dapat mengkompromikan komputer internal yang dapat menyebabkan data corruption dan atau denial of service bagi pengguna yang diotorisasikan. 41.Full System Back up: system backup yang mencakup keseluruhan sistem yang digunakan. 42. Gateway: titik dalam suatu jaringan yang berfungsi sebagai pintu masuk ke jaringan lain atau menghubungkan satu jaringan dengan jaringan lain. Gateway dapat berupa komputer yang mengatur dan mengendalikan lalu lintas jaringan. 43. Hardcopy: salinan data/informasi komputer dalam bentuk tercetak atau dikenal dengan printout. 44. Hardening: merupakan proses/metode untuk mengamankan sistem dari berbagai ancaman atau gangguan. Metode yang digunakan termasuk antara lain menonaktifkan layanan yang tidak diperlukan, serta username atau login yang tidak diperlukan, mengembangkan intrusion detection system, intrusion prevention system, firewall. 45. Hash Function: suatu cara untuk mengubah data (biasanya berbentuk pesan atau file) menjadi suatu angka tertentu yang dapat digunakan oleh komputer untuk menghasilkan data asalnya kembali Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 117 546 GLOSSARY 46. Hot Card File: file yang menyimpan informasi mengenai kartu magnetis yang harus ditelan oleh mesin seperti ATM, karena kartu tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dioperasikan. 47. Hot Sites: Lokasi alternatif (DRC) yang memiliki konfigurasi komputer yang secara penuh (hardware, network, system software dan aplikasi) dan kompatibel dengan Data Center. Pada umumnya dapat dioperasikan segera setelah terjadinya disaster, sehingga data secara kontinu di backup menggunakan koneksi live antara Data Center dan DRC. 48. Hub: peralatan yang menghubungkan beberapa kabel pada jaringan dan meneruskan data / informasi ke seluruh address yang berupa titik jaringan atau peralatan yang dituju. 49. Informational E-Banking: pelayanan jasa Bank kepada nasabah melalui media elektronik baik internet, mobile phone, telepon, dll. dan tidak terdapat eksekusi transaksi. 50. Interoperabilit: a. kemampuan perangkat lunak atau perangkat keras pada berbagai jenis mesin dari banyak vendor untuk saling berkomunikasi. b. kemampuan untuk saling bertukar dan menggunakan informasi (biasanya dalam suatu jaringan besar yang terdiri beberapa jaringan lokal yang bervariasi). 51. Interface / Integration Testing: uji coba oleh quality assurance dan pengguna akhir untuk menguji antar muka / interface komponen perangkat lunak yang terintegrasi, termasuk keterhubungannya dengan sistem lain. 52. IT Control: pengendalian Teknologi Informasi (TI) yang mencakup pengendalian umum dan pengendalian aplikasi yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis. Pengendalian umum TI diperlukan untuk memungkinkan diterapkannya fungsi pengendalian aplikasi. Pengendalian umum Bank mencakup pengendalian di manajemen dan organisasi TI Bank, pengendalian akses baik logik maupun fisik, pelaksanaan DRP/BCP, dll. Pengendalian aplikasi diperlukan untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan dalam setiap tahap pemrosesan informasi. Pengendalian aplikasi diintegrasikan dengan sistem aplikasi yang digunakan untuk pemrosesan transaksi. 53. Keylogger: ancaman berupa perangkat lunak atau perangkat hardware yang digunakan untuk memperoleh informasi (PIN, password) yang diketikkan pengguna pada keyboard (biasanya di warung internet). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 118 547 GLOSSARY 54. Library: kumpulan perangkat lunak atau data yang memiliki fungsi tertentu dan disimpan serta siap untuk digunakan. 55. Logic Bomb: suatu kode yang sengaja dimasukkan di dalam suatu sistem perangkat lunak yang pada suatu kondisi tertentu akan melakukan serangkaian fungsi yang bersifat merusak. 56. Man-in-the-middle-attack: jenis serangan terhadap sistem teknologi informasi dimana hacker/penyerang menyadap pesan yang dikirimkan pengirim kepada penerima dan/atau selanjutnya mengubah isi pesan dan mengirimkannya kembali kepada penerima. Hacker/penyerang akan menggunakan program yang tampak seperti server bagi client dan tampak sebagai client bagi server. 57. Maximum Tolerable Outage / Recovery Time Objective: Lamanya waktu yang dapat ditolerir pada saat sistem tidak dapat berfungsi akibat adanya gangguan. RTO mengindikasikan waktu tercepat/terpendek (earliest point in time) yang diperlukan agar kegiatan bisnis operasional dapat kembali berjalan setelah adanya gangguan (disaster). 58. Mobile Banking: Layanan yang memungkinkan nasabah Bank melakukan transaksi perbankan melalui handphone. Mobile banking umumnya dilakukan melalui sms atau mobile internet namun dapat juga menggunakan program khusus yang di-download melalui handphone. 59. Modem (Modulator Demodulator): alat yang ditempatkan diantara mesin komunikasi dan saluran telepon untuk memungkinkan transmisi pulsa digital. Saluran telepon hanya dapat menyalurkan sinyal dalam bentuk suara/analog dan tidak dapat membawa sinyal digital seperti yang dihasilkan oleh peralatan komputer. Modulator akan mengubah pulsa bit menjadi nada dan mengirimkannya melalui jaringan komunikasi, sedangkan demodulator akan mengubahnya menjadi bit yang sesuai. 60. Network interface: titik interkoneksi antara terminal pengguna, mesin, atau suatu jaringan dengan jaringan lain. 61. Non-repudiation: suatu cara untuk memastikan kebenaran pengirim dan penerima sehingga tidak ada pihak yang dapat menyangkal. 62. Off-line: sistem atau komputer yang tidak terdapat hubungan jaringan atau tidak dapat berkomunikasi dengan sistem atau komputer lain. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 119 548 GLOSSARY 63. Off the shelf: tersedia apa adanya, dibuat bukan berdasarkan pesanan khusus. 64. Orphan Account: rekening yang dimiliki pengguna yang telah keluar dari suatu organisasi. 65. Outsourcing: penggunaa pihak lain (eksternal) dalam penyelenggaraan teknologi informasi Bank yang menyebabkan Bank memiliki ketergantungan terhadap jasa yang diberikan pihak lain tersebut secara berkesinambungan dan atau dalam periode tertentu. 66. Parallel Distributed Computing: sistem terdistribusi yang terdiri dari sekumpulan komputer yang terhubung oleh jaringan, dengan software yang digunakan bersama sehingga seluruh komputer dapat berbagi sumber daya hardware, software dan data.Sistem ini dapat menjembatani perbedaan geografis, meningkatkan kinerja dan interaksi serta menekan biaya. 67. Password: kode atau simbol khusus untuk mengamankan sistem komputer yaitu untuk mengidentifikasi pihak yang mengakses data, program atau aplikasi komputer dan digunakan. 68. Patch: sekumpulan kode yang ditambahkan pada perangkat lunak untuk memperbaiki suatu kesalahan, biasanya merupakan koreksi yang bersifat sementara di antara dua keluaran versi perangkat lunak. 69. Patch Management: manajemen sistem yang meliputi proses memperoleh, pengujian dan instalasi berbagai patch yang digunakan untuk memperbaiki suatu program. 70. Pengamanan Fisik: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap area komputerisasi serta peralatan/fasilitas pendukung. 71. Pengamanan Logik: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap sistem komputer dan informasi yang tersimpan di dalamnya yang meliputi penggunaan user ID, password,dll. 72. Personal Identification Number (PIN): rangkaian digit unik terdiri dari huruf, angka atau kode ASCII yang digunakan untuk mengidentifikasi pengguna komputer, pengguna ATM, internet banking, mobile banking,dll. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 120 549 GLOSSARY 73. Perusahaan Switching: perusahaan yang memberikan pelayanan jasa perbankan elektronis kepada Bank dan lembaga keuangan antara lain dalam pengelolaan perangkat keras komputer, jaringan telekomunikasi, informasi serta catatan transaksi nasabah Bank dan lembaga keuangan tersebut. 74. Phising: salah satu bentuk teknik social engineering untuk memperoleh informasi rahasia seseorang secara ilegal. Phising dapat dalam bentuk e-mail palsu yang seolah-olah berasal dari Bank, perusahaan kartu kredit,dll untuk memperoleh informasi seperti PIN, Password,dll. 75. Phone Banking: layanan yang memungkinkan nasabah Bank melakukan transaksi perbankan melalui telepon. 76. Piggybacking: (i) tindakan di mana seseorang memasuki ruangan dengan mengikuti orang lain yang memiliki akses ke ruangan tersebut; (ii) suatu cara untuk menyusup atau mengubah transmisi dengan melekat pada jaringan telekomunikasi yang terotorisasi. 77. Pita magnetis: suatu pita perekam yang digunakan untuk media penyimpan data. Setiap karakter ditulis melintasi lebar pita dalam bentuk bintik-bintik yang diberi muatan magnet, Pembacaan dari dan penulisan ke pita dilakukan dengan menggerakkan permukaan pita melintasi suatu read/write head sebuah tape drive. 78. Platform: perangkat keras atau lunak seperti arsitektur komputer, sistem operasi atau bahasa pemrograman yang memungkinkan suatu aplikasi beroperasi. 79. Point of Sales: perangkat keras atau terminal komputer berupa cash register atau terminal debit/credit verification yang dapat menerima informasi penjualan eceran di tempat penjualan dan memasukkan data sebagai input ke komputer. 80. Power User: user id yang memiliki kewenangan sangat luas. 81. Process Control: kontrol yang dimiliki oleh penyedia jasa terutama terkait dengan proses jasa yang diberikan kepada Bank untuk menjamin kualitas jasa dari sisi kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaan (availability). Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 121 550 GLOSSARY 82. Public Key Infrastructure: suatu pengolahan/pengaturan dimana suatu pihak ketiga yang dapat dipercaya menyediakan pemeriksaan secara seksama dan memastikan keabsahan suatu identitas. 83. Rapid Application Development (RAD): metodologi pengembangan sistem yang terdiri atas pengembangan secara iterasi dan pengembangan prototipe (prototyping) yang dipercepat sehingga manfaat, fitur dan kecepatan eksekusi program tidak optimal. 84. Request for Proposal (RFP): suatu proses permintaan proposal kepada para penyedia jasa sesuai dengan kebutuhan Bank untuk keperluan seleksi. Proposal yang disampaikan harus dapat menjawab secara rinci kebutuhan Bank yang sudah didefinisikan sebagaimana tertuang dalam dokumen business requirement atau target operating model. 85. Restore: mengembalikan pada fungsi atau kondisi semula sebelum terjadi disaster. 86. Restricted area: Area yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang telah mendapatkan hak akses. 87. Router: peralatan jaringan yang meneruskan suatu paket data/informasi dan memilih rute terbaik untuk ditempuh untuk menyampaikan data/informasi tersebut. 88. Service Level Agreement: bagian dari kontrak perjanjian dimana tingkat penyediaan layanan yang diharapkan para pihak ditetapkan biasanya mencakup pula standar kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service levels) atau target waktu penyediaan layanan. 89. Social Engineering: teknik pembohongan melalui perilaku sosial yang dilakukan oleh hacker untuk mengelabui orang agar memberikan informasi rahasia seperti PIN, Password, dll. 90. Softcopy: salinan data atau dokumen dalam bentuk file elektronis. 91. Software Patch: program yang dibuat oleh vendor untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan keamanan dari produk perangkat lunaknya, baik perangkat lunak yang berupa sistem operasi, database, tools pengembangan aplikasi dll. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 122 551 GLOSSARY 92. Source Code: instruksi program perangkat lunak yang ditulis dalam suatu format (bahasa) dan dapat dibaca oleh manusia. 93. Spoofing: suatu keadaan dimana seseorang atau suatu program dapat menyerupai orang lain atau program lain dengan cara memalsukan data dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu. 94. Spyware: perangkat lunak yang mengumpulkan informasi-informasi sensitif tentang pengguna tanpa sepengetahuan atau ijin dari pengguna. 95. Stress Testing: jenis testing dalam pengembangan yang menggunakan berbagai skenario misalnya dalam kondisi buruk. Stress testing diperlukan menyangkut performance, load balancing khususnya untuk aplikasi yang kompleks. 96. Subcontractor: penyedia jasa lain yang digunakan oleh penyedia jasa yang dikontrak oleh Bank. 97. Switch: peralatan dalam jaringan yang meneruskan paket informasi kepada address atau peralatan yang dituju. 98. System: suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. 99. System Development Life Cycle: siklus pengembangan sistem yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1) system planning, (2) system analysis, (3) system design, (4) system selection, (5) system implementation, (6) system maintenance. 100. System Source: salah satu informasi yang diperlukan dalam inventarisasi media penyimpan yaitu keterangan dari sistem mana suatu data diperoleh. 101. System Testing: uji coba yang dilakukan quality assurance untuk menguji fungsionalitas keseluruhan system aplikasi, termasuk tiap objek yang terdapat dalam system aplikasi tersebut. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 123 552 GLOSSARY 102. System Log: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan sistem atau komputer. 103. Technical Reference: pedoman teknis dari aplikasi database yang antara lain berisi penjelasan mengenai struktur database yang terdiri dari tables dan fields termasuk relasi antar tabel berupa entiry relationship diagram (ERD). 104. Transactional E-Banking: pelayanan jasa Bank kepada nasabah melalui media elektronik dimana terdapat eksekusi transaksi. 105. Trojan Horse: program yang bersifat merusak yang disusupkan oleh hacker di dalam program yang sudah dikenal oleh pengguna replikasi atau distribusinya harus diaktivasi oleh program yang sudah dikenal oleh penggunanya melalui metode “social engineering”. 106. UnitTtesting: uji coba yang dilakukan oleh pengembang untuk menguji fungsionalitas dari modul-modul kecil dalam program perangkat lunak. 107. Upload dan Dowload: transfer data elektronik antara dua komputer atau sistem yang sejenis. 108. User Acceptance Test: ujicoba akhir oleh pengguna untuk menguji keseluruhan fungsionalitas dan interoperability dari suatu system aplikasi. 109. User Log: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan user seperti waktu login dan log-out 110. Virus: program yang bersifat merusak dan akan aktif dengan bantuan orang (dieksekusi), dan tidak dapat mereplikasi sendiri, penyebarannya karena dilakukan oleh orang, seperti copy, biasanya melalui attachement e-mail, game, program bajakan dll. 111. War Driving: suatu tindakan untuk mendapatkan jaringan wi-fi (wireless local area network) dengan menggunakan perangkat yang dapat mendeteksi adanya jaringan wi-fi, seperti laptop atau PDA. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 124 553 GLOSSARY 112. Warm Sites: Lokasi alternatif (DRC) yang memiliki sebagian konfigurasi dari Data Center dan pada umumnya hanya terdiri dari koneksi jaringan dan beberapa perangkat pendukung tanpa adanya main computer (komputer utama). Sistem tidak otomatis berpindah tetapi masih terdapat proses manual meskipun dilakukan seminimal mungkin. 113. Web Site: web page atau informasi yang disampaikan melalui suatu web browser atau sekumpulan web page yang dirancang, dipresentasikan dan saling terhubung untuk membentuk suatu sumber informasi dan atau melaksanakan fungsi transaksi. 114. Worm: program komputer yang dirancang untuk memperbanyak diri secara otomatis dengan melekat pada e-mail atau sebagai bagian dari pesan jaringan. Worm menyerang jaringan dan berakibat kepada penuhnya bandwith yang terpakai sehingga menghambat laju pengiriman data pada jaringan. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 125 554 LAMPIRAN 30.1 Lampiran 28.1 Lampiran32.1 .1 LAMPIRAN CONTOH PENILAIAN RISIKO Seperti telah dijelaskan dalam Bab I Manajemen Bank perlu memiliki dokumentasi risiko agar risiko yang diidentifikasi dan dinilai atau diukur dapat dipantau oleh manajemen yang biasa disebut dengan Risk Register. Untuk menghasilkan risk register ini perlu langkahlangkah tertentu yang harus dilakukan. Saat ini terdapat berbagai macam pendekatan, langkah dan metode dapat digunakan dalam penilaian risiko penggunaan Teknologi Informasi (TI) misalnya dengan pedekatan aset atau pendekatan proses. Bank dapat menentukan sendiri pendekatan, langkah dan metode yang akan dilakukan. Berikut ini adalah contoh penilaian risiko pengamanan informasi yang menggunakan pendekatan aset. 2. Dokumen hasil Identifikasi dan Pengukuran Risiko (Risk Register) Analisa Kerawanan Kecenderungan Dampak Nilai Risiko Dasar Pengendalian yg Ada Kecenderungan Dampak Nilai Risiko Akhir 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nilai Risiko Akhir Diharapkan Deskripsi Risiko Residual Aset Inheren No 1. 11 Identifikasi Risiko 2.1. Identifikasi (penentuan klasifikasi) Aset Kolom No.1 yaitu aset, diisi dengan nama atau jenis aset yang dihasilkan dalam menjalankan proses bisnis bank dan aset yang mendukung terlaksananya proses bisnis tersebut. Aset yang dimaksud bukan aset secara akuntansi, namun segala sesuatu yang mempunyai nilai bagi organisasi dan harus diamankan termasuk data, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi dan data, sarana pendukung dan sumber daya manusia. Tentukan pemilik aset tersebut dan identifikasi tingkatan penting tidaknya (kritikal) aset tersebut bagi unit kerja pengguna dan unit kerja penyelenggara TI. Untuk proses identifikasi ini Bank menetapkan terlebih dahulu kriteria penilaian tertentu yang akan digunakan misalnya seperti yang terdapat pada contoh di tabel berikut: 1555 Aspek Analisa Sensitivitas Kriteria Penilaian High Medium Low Confidentiality Berapa besar kerugian yang ditimbulkan apabila terjadi hilangnya kerahasiaan atas suatu informasi? Jika kerugian yang ditimbulkan sangat signifikan karena informasi yang bocor sangat sensitif atau hanya bisa diakses oleh personil tertentu yang telah diberi otorisasi. Jika kerugian yang ditimbulkan tidak signifikan karena informasi tidak sensitif atau akses informasi oleh berbagai pihak di organisasi. Jika kerugian yang ditimbulkan sangat kecil karena informasi bersifat umum atau dapat diakses oleh siapa saja. Integrity Berapa besar dampak/kerugia n terhadap jalannya proses bisnis apabila suatu aset tidak digunakan dengan benar, tidak lengkap, tidak akurat dan tidak dikinikan? Jika dampak yang ditimbulkan sangat signifikan seperti mengakibatkan tidak berjalannya proses bisnis dan menimbulkan potensi dilakukannya penyimpangan yang mengarah pada nilai uang yang cukup signifikan. Jika dampak yang ditimbulkan tidak signifikan seperti mengakibatkan tidak berjalannya proses bisnis yang tidak signifikan, kesalahan dalam pengambilan keputusan. Jika dampak yang ditimbulkan sangat kecil dan tidak mengganggu proses bisnis. Availability Berapa besar dampak/kerugia n yang ditimbulkan apabila terjadi ketidak tersediaan suatu aset? Jika dampak yang ditimbulkan sangat signifikan seperti mengakibatkan tidak berjalannya proses bisnis. Jika dampak yang ditimbulkan tidak signifikan karena aset dapat digantikan dengan biaya atau waktu yang memadai sehingga hanya mengakibatkan penurunan efesiensi dan efektivitas atas jalannya proses bisnis. Jika dampak yang ditimbulkan sangat kecil karena proses bisnis tetap berjalan tanpa aset tersebut atau aset bisa diganti dengan cepat. 2556 Aset yang telah diklasifikasikan sesuai analisa sensitivitas dan penentuan tingkat kritikal seperti dalam tabel diatas kemudian dicantumkan pada kolom 1 di form Risk Register. Contoh : Informasi nasabah dalam bentuk hardcopy. 2.2. Identifikasi risiko dan evaluasi risiko yang terkait dengan aset Kolom 2 di Risk Register diisi dengan hasil identifikasi dan evaluasi pengguna dan penyelenggara TI terhadap potensial kegagalan atau kelemahan proses pengamanan yang ada/diterapkan Bank atas aset yang telah didefinisikan, sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Bank. Satu aset dapat memiliki beberapa risiko. Contoh pencantuman di Kolom 2 (Deskripsi Risiko): Informasi bocor kepada pihak yang tidak berwenang. 2.3. Analisa Kerawanan Kolom 3 Risk Register diisi dengan faktor yang rawan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan atau kelemahan pengamanan TI (risiko) yang telah diidentifikasi pada kolom 2. Tiap risiko dapat memiliki beberapa kerawanan. Contoh pencantuman di kolom 3: Pengamanan terhadap lemari penyimpanan arsip kurang memadai; Informasi nasabah tidak disimpan dengan baik pada tempat yang seharusnya. 3. Pengukuran Risiko Besarnya pengaruh risiko dapat diketahui dengan menilai kecenderungan risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh risiko tersebut terhadap proses bisnis. Kriteria pengukuran yang digunakan mengacu kepada metode risk assessment yang berlaku di Bank. Proses ini dilakukan oleh personil yang mengetahui proses bisnis dan pengamanan atas informasi di proses tersebut. Kolom 4, 5, dan 6 diisi dengan hasil pengukuran Bank atas kecenderungan dan dampak dari risiko sebelum pengendalian dilakukan terhadap aset berisiko tersebut. Sedangkan kolom 8, 9 dan 10 diisi dengan hasil pengukuran Bank atas kecenderungan dan dampak dari risiko setelah pengendalian dilakukan terhadap aset berisiko tersebut. 3.1. Pengukuran Kecenderungan (Probability) Kolom 4 Risk Register diisi dengan Kecenderungan Inheren yang merupakan kemungkinan terjadinya risiko sebelum adanya pengendalian. Kolom 8 diisi dengan Kecenderungan Residual yang merupakan kemungkinan terjadinya risiko setelah adanya pengendalian. Kecenderungan dapat diukur dengan suatu kriteria pengukuran, yaitu nilai kuantitatif dari kecenderungan terjadinya risiko yang disebutkan pada deskripsi risiko. Kuantifikasi kecenderungan dapat 3557 berupa ukuran terjadinya risiko dalam satuan waktu seperti frekuensi kejadian setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, atau setiap tahun. Contoh kriteria pengukuran kecenderungan: Level Frekuensi Kejadian Potensi Terjadi 5 Sangat sering terjadi Potensi terjadi tinggi dalam jangka pendek 4 Lebih sering terjadi Potensi terjadi tinggi dalam jangka panjang 3 Cukup sering terjadi Potensi terjadi sedang 2 Jarang terjadi Potensi terjadi kecil 1 Hampir tidak pernah terjadi Kemungkinan terjadi sangat kecil Contoh pencantuman hasil pengukuran Kecenderungan Inheren pada kolom 4 di form Risk Register : Level 4 Contoh pencantuman hasil pengukuran Kecenderungan Residual pada kolom 8 di form Risk Register : Level 3 3.2. Pengukuran Dampak (impact/severity) Kolom 5 Risk Register diisi dengan Dampak Inheren yang menggambarkan tingkatan kerusakan yang disebabkan oleh terjadinya risiko relatif terhadap aset sebelum ada/diterapkannya pengendalian. Kolom 9 diisi dengan Dampak Residual yang menggambarkan tingkatan kerusakan yang disebabkan oleh terjadinya risiko relatif terhadap aset setelah ada/diterapkannya pengendalian. Contoh klasifikasi dampak : Nilai Potensi gangguan terhadap Proses Bisnis Potensi penurunan Reputasi 5 Aset Pemrosesan Informasi mengalami kegagalan total sehingga keseluruhan bisnis bank tidak tercapai. Kerusakan reputasi yang mengakibatkan penurunan reputasi yang serius dan berkelanjutan dimata nasabah/stakeholders utama, pasar uang dan masyarakat secara global dan regional. 4 Aset Pemrosesan Informasi mengalami gangguan yang menyebabkan aktivitas bisnis bank mengalami penundaan sampai Aset Kerusakan reputasi yang tidak menyeluruh – hanya nasabah atau partner bisnis (counterparties) tertentu. 4558 Nilai Potensi gangguan terhadap Proses Bisnis Potensi penurunan Reputasi Pemrosesan Informasi yang terkait pulih 3 Aset Pemrosesan Informasi mengalami gangguan yang menyebabkan sebagian bisnis bank mengalami penundaan sampai Aset Kerusakan reputasi yang tidak menyeluruh – hanya di divisi/bagian/tim tertentu. Pemrosesan Informasi yang terkait pulih 2 Aset Pemrosesan Informasi mengalami gangguan namun aktivitas tugas pokok Tim dapat dikerjakan secara normal karena aset pemrosesan informasi yang terkait dapat digantikan oleh Aset Pemrosesan Informasi lainnya. Kerusakan reputasi yang tidak menyeluruh - hanya satuan kerja tertentu. 1 Tidak menyebabkan gangguan terhadap operasional proses bisnis Tidak berpengaruh pada reputasi. Contoh pencantuman hasil pengukuran dampak pada kolom 5 di form Risk Register : Level 5 Contoh pencantuman hasil pengukuran dampak pada kolom 8 di form Risk Register : Level 2 3.3. Penentuan Nilai Risiko Kolom 6 Risk Register diisi dengan Nilai Risiko Dasar (NRD) yaitu tingkatan risiko aset sebelum ada/diterapkannya pengendalian. Kolom 10 Risk Register diisi dengan Nilai Risiko Akhir (NRA) yaitu tingkatan risiko aset setelah ada/diterapkannya pengendalian. Seperti telah dijelaskan dalam Bab I, Bank dapat menentukan sendiri metode pemeringkatan dalam matriks pengukuran risiko. Penilaian risiko pada contoh ini diukur menggunakan 3 tingkatan yang meliputi : Low, Medium, dan High sebagai berikut: 5559 Kecenderungan 5 Medium Medium High High High 4 Low Medium High High High 3 Low Low Medium High High 2 Low Medium Medium High 1 Low Low Low Medium Medium High 1 2 3 4 5 Dampak Contoh pencantuman hasil penentuan NRD di kolom 6: High Contoh pencantuman hasil penentuan NRA di kolom 10: Medium 4. Identifikasi Pengendalian yang Diimplementasikan Kolom 7 Risk Register diisi dengan langkah-langkah pengendalian yang telah diimplementasikan oleh Bank untuk mengurangi risiko atas aset yang diidentifikasi seperti: kebijakan dan prosedur Bank terkait aset; penggunaan teknologi tertentu untuk mengendalikan risiko secara otomatis atau tersistem seperti audit log, on line approval, parameter value di sistem. Contoh pencantuman kontrol di kolom 7 untuk asset yang berupa Informasi nasabah dalam bentuk hardcopy: ketentuan mengenai pengelolaan arsip; akses ruang arsip harus menggunakan PIN; penggunaan CCTV. 5. Nilai Risiko Yang Diharapkan Atas semua aset yang teridentifikasi sebaiknya Bank menentukan nilai risiko yang diharapkan (limit risiko). Sebagai contoh apabila diharapkan risiko kebocoran informasi rahasia nasabah harus pada level low maka pada kolom 11 diisi Low. 6. Analisis Nilai Risiko Dengan demikian, setelah semua langkah-langkah di atas dilakukan, maka contoh pengisian Form Risk Register adalah sbb : Aset Inheren Kecender Nilai Deskripsi Risiko Analisa Kerawanan ungan Dampak (min = 1, Risiko (min = 1, maks = 5) Dasar maks = 5) 1 2 3 Informasi Informasi bocor Pengamanan terhadap nasabah pada pihak yang lemari penyimpanan dalam tidak berwenang arsip kurang memadai bentuk Informasi nasabah hardcopy diletakan terbuka (tercecer) 4 5 Level 4 Level 5 6 Kontrol yang Ada 7 - Ketentuan mengenai pengelolaan arsip HIGH - Akses ruang arsip dengan PIN - CCTV Residual Nilai Kecender Dampak Nilai Risiko ungan (min = 1, Risiko Diharapka (min = 1, maks = 5) n Akhir maks = 5) 8 9 10 Level 3 Level 2 MEDIUM 11 LOW 6560 Setelah form Risk Register terisi Bank melakukan analisis nilai risiko atas masing-masing aset yang teridentifikasi. Perbedaan antara NRD High dengan NRA Medium menunjukkan berkurangnya kecenderungan terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkan bila risiko terjadi tidak akan sebesar apabila pengendalian (risk control system) tidak diterapkan. Bank harus menganalisa apakah terdapat risiko yang belum dikendalikan namun dapat diterapkan bentuk pengendalian tertentu. Perbandingan antara NRA dengan Nilai Risiko yang diharapkan dari berbagai aset yang teridentifikasi merupakan parameter dasar untuk langkah-langkah yang diperlukan memitigasi risiko. Sebagai contoh apabila diharapkan risiko kebocoran informasi rahasia nasabah harus pada level Low, maka perlu dilakukan pengendalian tambahan apabila Nilai Risiko Akhir-nya masih Medium Bank selanjutnya menetapkan Rencana Penanganan Risiko atas aset tersebut. Misalnya Bank perlu memperbaiki risk control system untuk pengamanan informasi, mengkinikan kebijakan dan prosedur pengamanan. 7561 LAMPIRAN 30.2 Lampiran 28.2 Lampiran32.2 .2 LAMPIRAN KATEGORI RISIKO PADA EUC Contoh kategori tingkat risiko suatu aplikasi atau suatu kegiatan untuk EUC: Peringkat Risiko Kategori Risiko • • 5. Sangat Tinggi • • • • • • • 4. Tinggi • • • 3. Menengah 2. Rendah 1. Dapat Diabaikan • • • • • • • • • • • Tingkat Kekritisan Bisnis dan Klasifikasi Data Dapat menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar Dapat memberikan dampak yang merugikan nilai Bank, termasuk harga saham (untuk Bank yang sudah GoPublik) Dapat menimbulkan sanksi dari Bank Indonesia Memiliki dampak potensial atau aktual terhadap reputasi Bank secara internasional Kegagalan memenuhi prinsip corporate governance yang sangat serius Dapat menimbulkan kerugian finansial yang besar Dapat memberikan dampak yang serius bagi Bank Dapat menimbulkan sanksi dari Bank Indonesia Kemungkinan timbulnya sorotan publik (reputation risk exposures) apabila tidak ditangani secara benar Isu pelayanan nasabah (customer service) yang berdampak serius terhadap bisnis Bank Risiko reputasi amat potensial bagi Bank Kegagalan memenuhi prinsip corporate governance yang cukup serius Kerugian finansial yang dapat ditimbulkan cukup besar Dampak yang cukup signifikan bagi bisnis Bank Kemungkinan risiko reputasi pada skala menengah Kegagalan memenuhi prinsip corporate governance Kerugian finansial yang dapat ditimbulkan relatif rendah Dampak terhadap bisnis Bank relatif kecil Tidak ada sangsi dari Bank Indonesia Risiko reputasi bagi Bank relatif rendah Tidak ada /kecil dampak kerugian finansial bagi Bank Dampak kerugian hanya terbatas pada unit bisnis pengguna aplikasi tersebut Tidak ada risiko reputasi bagi Bank Tabel diatas hanya merupakan contoh. Bank hendaknya membuat kriteria risiko yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank yang bersangkutan. 562 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/30/DPNP Tanggal 12 Desember 2007 Lampiran LAMPIRAN 33 LAMPIRAN 31 Lampiran 29 FORMULIR PELAPORAN DAN PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI 1563 DAFTAR ISI Lampiran .1 Laporan Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran .1.1 Lampiran .1.2 Lampiran .1.3 Lampiran .1.4 Lampiran .1.5 Lampiran .1.6 Lampiran .1.7 Lampiran .1.8 Lampiran .1.9 Lampiran .1.10 Manajemen Aplikasi dan Pengembangan Operasional Teknologi Informasi Jaringan Komunikasi Pengamanan Informasi Business Continuity Plan End User Computing Electronic Banking Audit Teknologi Informasi (Audit TI) Penyelenggaraan TI oleh Pihak Lain Lampiran .2 Rencana Perubahan Mendasar Informasi Lampiran .2.1 Lampiran .2.2 Lampiran .2.3 Lampiran .2.4 Lampiran .2.5 Rencana Penerbitan Electronic Banking Transaksional Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran .3 Laporan Realisasi Perubahan Teknologi Informasi Lampiran .3.1 Lampiran .3.2 Lampiran .3.3 Lampiran .3.4 Dalam Penggunaan Teknologi Mendasar Dalam Penggunaan Realisasi Penerbitan Electronic Banking Transaksional Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri 2564 Lampiran .3.5 Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran .4 Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran .5 Laporan Kejadian Kritis, Penyalahgunaan dan/atau Kejahatan dalam Penyelenggaraan Teknologi Informasi (TI) Lampiran .6 Permohonan Persetujuan Ulang Penyelenggaraan Data Center Dan Atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri bagi Kantor Cabang Bank Asing 3565 PENJELASAN CARA PENGISIAN LAPORAN Petunjuk pengisian Laporan Penggunaan Teknologi Informasi, Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi dan Laporan Kejadian Kritis. Berilah tanda ”V” jawaban yang sesuai : Contoh: V ada Tidak Ada Ya Tidak atau V Apabila terdapat permintaan informasi dan dokumen pendukung, selain memberi tanda ”V” maka Bank hendaknya memberikan informasi tersebut. Jika diperlukan, dapat menggunakan lembar tambahan untuk melengkapi penjelasan pada formulir yang diminta. Apabila terdapat pertanyaan yang diikuti: V Terlampir Tidak Terlampir maka Bank memberi tanda ”V” pada kotak ”terlampir” apabila Bank menyertakan lampiran yang diminta pada laporan tersebut. Untuk Laporan Penggunaan Teknologi Informasi, Laporan Tahunan dan Laporan Kejadian Kritis apabila Bank mencoret tanda ”V” pada kotak ”Tidak Terlampir” maka dianggap Bank tidak memiliki hal yang diminta untuk dilampirkan. Apabila Bank dalam menyampaikan Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi memberi tanda ”V” pada kotak ”Ada” untuk perubahan dan memberi tanda ”V” pada kotak ”Belum” untuk pelaporannya, Sudah Belum V maka Bank harus memberikan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut. Bank dapat menggunakan lampiran terkait pada Laporan Penggunaan Teknologi Informasi yang disebutkan dimasing-masing nomor atau format bebas sesuai hal yang akan dilaporkan oleh bank. Apabila Bank menggunakan lampiran pada Laporan Penggunaan Teknologi Informasi yang disebutkan maka tanda ”V” yang tertera pada kotak ”Tidak Terlampir” di lampiran tersebut, akan dianggap sebagai ”tidak terdapat perubahan dari laporan sebelumnya. Terlampir Tidak Terlampir V Petunjuk Pengisian Laporan Perubahan Mendasar. Setiap rencana perubahan yang mendasar dilaporkan dengan menggunakan Lampiran 2.2.. Apabila perubahan mendasar yang akan dilakukan merupakan penerbitan produk electronic banking dan atau penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi maka dokumen yang harus disampaikan mengacu kepada lampiran terkait yang disebutkan pada Surat Edaran Ekstern. Bank mengisi kotak ” Ya - Dokumen Terlampir” di kategori 4566 perubahan mendasar yang dilaporkan dengan nomor lampiran terkait perubahan yaitu Lampiran 2.2.1. untuk rencana penerbitan produk electronic banking baru dan Lampiran 2.2.2., Lampiran 2.2.3, Lampiran 2.2.4 atau 2.2.5 untuk rencana penggunaan pihak penyedia jasa. Bank memberikan tanda ”V” pada kotak ”Tidak” di kategori lainnya/di luar yang dilaporkan. Contoh apabila yang dilaporkan adalah rencana produk electronic banking baru: Pertanyaan Ya Dokumen Terlampir**) 1. Konfigurasi / cara pengoperasian ***) 2. Sistem aplikasi core banking****) 3. Produk electronic banking transaksional baru 4. Penyelenggaraan TI oleh pihak lain 5. Perubahan Mendasar Lain Menurut Bank yaitu : a. ..................................................... b. ..................................................... Tidak **) Keterangan V V Lampiran 2.2.1 V V Format Laporan Perubahan Mendasar ini juga berlaku untuk lampiran permohonan persetujuan Bank Indonesia atas rencana Bank menggunakan pihak penyedia jasa di luar negeri untuk Data Center, Disaster Recovery Center atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. 5567 Lampiran -131.1 LAMPIRAN Lampiran 29.1 LAPORAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI Nama Bank Alamat Kantor Pusat Bank ..... No. Telp. ................................... Nama Penanggung Jawab Kantor/Divisi/Bagian Penanggung Jawab Alamat Penanggung Jawab No. Telp. ................................... Tanggal Laporan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ................................ 6568 Lampiran .1.1 LAMPIRAN 33.1.1 LAMPIRAN 31.1.1 Lampiran 29.1.1 MANAJEMEN 1. Struktur Organisasi Bank yang menunjukkan posisi Organisasi Teknologi Informasi*). Terlampir Tidak Terlampir 2. Struktur Organisasi khusus satuan kerja Teknologi Informasi*). Terlampir Tidak Terlampir 3. IT Steering Commtitee (ITSC). a. Surat Keputusan Pembentukan. Terlampir b. Surat Keputusan/Rísalah Rapat ITSC terakhir. Terlampir 4. 5. 6. 7. Tidak Terlampir Tidak Terlampir Rencana jangka panjang (IT Strategic Plan) Terlampir Tidak Terlampir Ada Tidak Ada Job description personil TI. Training di bidang TI yang pernah diikuti personil TI. Ada Risk Management. a. Terdapat petugas untuk memonitor risiko terkait TI. Ada Tidak Ada Tidak Ada b. Terdapat tools, system & prosedur untuk memonitor risiko terkait TI baik di satuan kerja TI maupun satuan kerja pengguna TI. Ada Tidak Ada c. Terdapat analisis terkini dari risk identification, risk measurement, risk monitoring and mitigation dalam penyelenggaraan dan penggunaan Teknologi Informasi Ada Tidak Ada Bila ada, lampirkan ringkasan analisis terkini tersebut Terlampir Tidak Terlampir *) Struktur organisasi berdasarkan nama jabatan, baik di divisi TI maupun divisi pengguna utama TI, serta struktur organisasi berdasarkan nama pejabat di divisi TI mulai dari direksi penanggung jawab TI sampai kepala seksi. 7569 Lampiran 29.1.2 .1.2 Lampiran LAMPIRAN 31.1.2 APLIKASI DAN PENGEMBANGAN 1. Kebijakan, sistem & prosedur pengembangan aplikasi yang dilakukan bank. Ada Tidak Ada 2. Daftar aplikasi yang sudah operasional*). a. Dikembangkan sendiri. Terlampir b. 3. 4. Tidak Terlampir Dikembangkan pihak penyedia jasa. Terlampir Tidak Terlampir Terlampir Tidak Terlampir Application Architecture. Daftar aplikasi yang sedang dalam pengembangan*). a. b. Dikembangkan sendiri. Terlampir Tidak Terlampir Terlampir Tidak Terlampir Dikembangkan pihak penyedia jasa. 5. Apakah bank memiliki fungsi Project Management untuk aplikasi yang sedang dalam pengembangan. Ya Tidak 6. Apakah bank memisahkan environment untuk pengembangan, testing dan production ? Ya Tidak 7. Apakah bank menggunakan change control software? Ya Tidak *) Memuat informasi nama aplikasi, kegunaan, pihak pengembang (in house atau nama vendor), penyelenggara (intern/outsourcing), platform, tahun implementasi, technical user documentation, jenis database system, lokasi Server utama dan lokasi server back up yang meng-install aplikasi ini. 8570 Lampiran29.1.3 .1.3 LAMPIRAN 31.1.3 Lampiran OPERASIONAL TEKNOLOGI INFORMASI 1. Informasi mengenai Pusat Data (Data Center) Bank : a. Alamat ……………………………………………………………….... b. Status kepemilikan Milik Sendiri c. d. 2. Milik penyedia jasa Spesifikasi server utama dan perangkat keras lainnya. Terlampir Tidak Terlampir Kelengkapan pengamanan fisik pada Data Center. Terlampir Tidak Terlampir Apakah terdapat server yang ditempatkan di luar data center ? Ada Tidak Ada 3. Aplikasi khusus untuk pengamanan informasi (access control software). Ada Tidak Ada 4. Prosedur Penanganan Masalah (Problem Handling termasuk Helpdesk). Ada Tidak Ada 5. Kebijakan, sistem & prosedur change management. Ada Tidak Ada 6. Kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan hak akses pengguna sistem dan aplikasi Ada Tidak Ada 7. Penetapan sistem & data sensitivity 8. 9. Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ketersediaan audit trail pada sistem dan data. Kebijakan, sistem dan prosedur back up data *) Bila terdapat lebih dari 1 data center, misalnya ada data center khusus untuk treasury atau khusus untuk trade finance agar dicantumkan pula kelengkapan informasi data center lainnya dari no. 1 sampai dengan No. 9 diatas. 9571 Lampiran .1.4 LAMPIRAN 31.1.4 Lampiran 29.1.4 JARINGAN KOMUNIKASI 1. Arsitektur Jaringan Komunikasi Data (utama dan back up). Terlampir 2. Kebijakan, sistem dan prosedur pengamanan jaringan. Ada 3. 4. 5. Tidak Terlampir Tidak Ada Daftar perangkat keras dan lunak yang digunakan untuk jaringan. Terlampir Tidak Terlampir Ada Tidak Ada Network Monitoring System. Kebijakan untuk konfigurasi pengamanan komunikasi data (misalnya firewall). Ada Tidak Ada 10572 Lampiran .1.5 LAMPIRAN 31.1.5 Lampiran 29.1.5 PENGAMANAN INFORMASI *) 1. Kebijakan dan prosedur pengamanan informasi, mencakup antara lain: a. b. c. d. e. f. 2. 3. Pemberian, perubahan & penghapusan akses user. Ada Tidak Ada Security Awareness Program. Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Incident handling/Incident respond team. Klasifikasi data. Penggunaan emergency user ID. Pencegahan penggunaan software illegal. Pengelolaan aset a. Pengelolaan aset terkait informasi meliputi identifikasi, penentuan kepemilikan & tanggung jawab serta inventarisasi daftar aset. Terlampir Tidak Terlampir b. Klasifikasi informasi (misalnya sangat rahasia, rahasia, biasa) dan prosedur pengamanannya. Terlampir Tidak Terlampir c. Pengamanan fisik termasuk penggunaan alat pengamanan (access control card, PIN dsb) terhadap fasilitas pemrosesan informasi. Ada Tidak Ada Pengamanan Akses a. Penerapan pengamanan password pada aplikasi, misalnya aplikasi telah memaksa user untuk mengubah password secara berkala. Ada Tidak ada *) Bila bank menggunakan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan TI, pertanyaan-pertanyaan di atas berlaku juga untuk penyelenggaraan TI tersebut. 11573 4. b. Security Matrix yang menjelaskan hak akses yang diberikan kepada masingmasing user untuk setiap aplikasi yang dimiliki Bank. Ada Tidak ada c. Terdapat fungsi audit (audit log/audit trail) untuk setiap aktivitas yang dilakukan oleh user dan dilakukan analisa terhadap audit log tersebut. Ada Tidak ada d. Review secara periodik terhadap kesesuaian antara user berikut hak akses yang diberikan oleh pihak yang independen. Ada Tidak ada Sumber Daya Manusia a. Pencantuman ketentuan mengenai pengamanan informasi di dalam perjanjian dengan pegawai bank, pegawai kontrak dan pihak ketiga. Ada Tidak ada b. Adanya ketentuan mengenai sanksi atas pelanggaran terhadap kebijakan pengamanan informasi. Ada Tidak ada c. Prosedur pengembalian atau perubahan hak akses terhadap aset terkait informasi saat terjadi mutasi atau selesainya perjanjian kerja atau masa tugas. Ada Tidak ada 5. Pengamanan fisik termasuk penggunaan alat pengamanan (access control card, PIN dsb) terhadap fasilitas pemrosesan informasi. Ada Tidak ada 6. Operasional Aplikasi Ketentuan tentang pengamanan dalam identifikasi dan otentikasi akses misalnya penggunaan, password, token, biometric dll. Ada Tidak ada 7. Penanganan Insiden Pengamanan Informasi a. Ketentuan mengenai keharusan untuk pengamanan informasi. melaporkan Ada b. terjadinya insiden Tidak ada Prosedur mengenai pelaporan, penanganan, pendokumentasian dan tindak lanjut terjadinya insiden pengamanan informasi. Ada Tidak ada 12574 Lampiran .1.6 Lampiran 29.1.6 LAMPIRAN 31.1.6 BUSINESS CONTINUITY PLAN 1. Kebijakan, sistem dan prosedur Business Continuity Plan termasuk Disaster Recovery Plan didalamnya. Ada Tidak Ada Bila tidak ada , apakah Bank memiliki Disaster Recovery Plan?. Ada Tidak Ada 2. Struktur organisasi dan kewenangan Business Continuity Plan.*) Terlampir Tidak Terlampir 3. a. Business Impact Analysis terakhir. b. Risk Assessment Review terakhir. Tgl ......................................................... Tgl ......................................................... 4. 5. Disaster Recovery Center a. Alamat ……………………………………………………………….... b. Spesifikasi back up server dan perangkat keras lainnya. Terlampir Tidak Terlampir c. Kelengkapan pengamanan fisik pada DRC. Terlampir Tidak Terlampir d. Konfigurasi DRC (topologi jaringan, hardware, software, dan pendukung lainnya) Terlampir Tidak Terlampir e. Back Up Data (hot, warm, cold back up) untuk masing-masing aplikasi yang tersedia di DRC. Terlampir Tidak Terlampir Testing BCP & DRP. a. Kebijakan, sistem dan prosedur testing Ada Tidak Ada b. Pengujian menyeluruh (overall testing) atas seluruh sistem/aplikasi yang critical terakhir Tgl ......................................................... c. Pengujian parsial dalam 1 (satu) tahun terakhir Aplikasi .......................... Wilayah operasi............. Tgl………… Tgl ..……… *) Termasuk nama dan jabatan orang yang ada di dalam core team BCP 13575 Lampiran 29.1.7 .1.7 Lampiran END USER COMPUTING 1. Daftar aplikasi yang dikembangkan dan/atau diadakan oleh unit kerja diluar unit kerja Teknologi Informasi. Terlampir Tidak Terlampir 2. Apakah terdapat kebijakan dan prosedur yang telah disetujui Direksi dan Dewan Komisaris mengenai pengembangan dan pemeliharaan aplikasi oleh pengguna akhir. Ada Tidak Ada 14576 Lampiran29.1.8 .1.8 Lampiran ELECTRONIC BANKING 1. Produk e-banking yang disediakan bank (jawaban dapat lebih dari satu): a. Kartu ATM Ya Tidak Jenis rekening terkait: Giro b. Tabungan Kredit Deposito Lainnya Kartu Debit Ya Tidak Jenis rekening terkait: Giro c. Tabungan Kredit e. Kartu prabayar yang dapat diisi ulang (prepaid card). Ya Tidak Tidak SMS Banking Ya Informational f. Communicative Transactional Ya Communicative Transactional Tidak Phone Banking Ya Informational h. Tidak Internet Banking Informational g. Lainnya Kartu Kredit Ya d. Deposito Communicative Transactional Tidak Produk lain yaitu .......................................................................................... 2. Bekerjasama dengan perusahaan/bank lain (principal, acquirer, switching company) Ya Tidak 3. Apakah terdapat kebijakan dan prosedur terkait setiap produk e-banking yang telah disetujui Direksi dan Dewan Komisaris. Ada Tidak Ada 15577 4. 5. a. Sistem arsitektur TI untuk masing-masing produk e-banking dan bentuk koneksi dengan core banking system; Terlampir Tidak Terlampir b. Sistem pengamanan (mencakup confidentiality, integrity, availability dan authentication) yang digunakan pada masing-masing produk e-banking Ada Tidak Ada Apakah terdapat analisis terkini dalam 1 (satu) tahun terakhir dari risk identification, risk measurement, risk monitoring and mitigation untuk setiap produk e-banking. Ada Tidak Ada Bila ada: Terlampir Tidak Terlampir 6. Apakah terdapat program edukasi dan mekanisme perlindungan nasabah untuk setiap produk e-banking. Ada Tidak Ada 7. Data Statistik Transaksi e-banking selama 1 (satu) tahun kalender terakhir Nama Produk Phone Banking SMS/Mobile Banking Internet Banking Jenis Data Jumlah Nasabah Nilai Transaksi Frekuensi Transaksi Jumlah Nasabah Nilai Transaksi Frekuensi Transaksi Jumlah Nasabah Nilai Transaksi Jumlah Rp.....................juta Rp.....................juta Rp.....................juta Frekuensi Transaksi Prepaid Card Jumlah Nasabah Nilai Transaksi Frekuensi Transaksi Rp.....................juta 16578 Lampiran29.1.9 .1.9 Lampiran AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI (AUDIT TI)*) 1. Bank memiliki unit kerja atau personil untuk audit intern khusus TI. Ya Tidak Jika ya, lampirkan struktur organisasi Audit TI dan lengkapi dengan curiculum vitae auditor intern. Terlampir Tidak Terlampir 2. Jika jawaban pada no. 1 adalah tidak, apakah bank menggunakan auditor ekstern untuk melakukan audit intern khusus TI? Ya Tidak Jika ya, lampirkan perjanjian kerja terkini. Terlampir Tidak Terlampir 3. Review terakhir oleh pihak independen terhadap fungsi audit intern TI. Ada Tidak Ada 4. Bank memiliki pedoman Audit Intern TI. Ada 5. 6. Audit khusus TI dilaksanakan minimal 1 kali setahun. Ya Tidak Ada Tidak Apakah audit khusus pada nomor 5 juga dilakukan atas Data Center, Disaster Recovery Center dan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI yang diselenggarakan oleh pihak lain? Ya Tidak Bila ya, sebutkan dua tanggal audit TI terakhir. Tgl ......................................................... Tgl ......................................................... 7. Apakah audit khusus TI tersebut di atas, dalam 3 tahun terakhir telah mencakup seluruh modul dalam aplikasi Core Banking?. Ya Tidak 8. Laporan Audit khusus TI termasuk yang dilaporkan kepada Komite Audit. Ya Tidak *) Informasi mencakup jenis layanan, data penyedia jasa (nama perusahaan, alamat data center, alamat perusahaan, pemilik/grup pemilik mayoritas), tanggal dan jangka waktu perjanjian, contact person di bank yang menangani jasa penyelenggaraan TI tersebut dan informasi penting lainnya . 17579 Lampiran29.1.10 .1.10 Lampiran PENYELENGGARAAN TI OLEH PIHAK LAIN 1. Daftar layanan TI yang diselenggarakan oleh pihak ketiga diluar pengembangan sistem aplikasi*). Terlampir Tidak Terlampir 2. Copy perjanjian antara bank dengan penyelenggara Data Center, Disaster Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis TI Terlampir Tidak Terlampir 3. Hasil review terkini mengenai analisis biaya & manfaat penyelenggaraan TI oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. manfaat bagi Bank melampaui biaya dibebankan oleh pihak penyedia jasa kepada Bank; b. Penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang digunakan dengan kebutuhan bank; c. Analisis sistem pengamanan yang digunakan oleh pihak penyedia jasa. Ada Tidak ada 4. Analisis bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara TI. Ada Tidak ada 5. Analisis kelangsungan penyediaan jasa berdasarkan kinerja terkini perusahaan penyedia jasa termasuk laporan keuangan dan risiko yang terkait antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi dari perusahaan penyedia jasa. Ada Tidak ada 6. a. Apakah penyelenggaraan Data Center, Disaster Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis TI oleh pihak lain dilakukan audit TI oleh auditor ekstern Bank? Ya Tidak b. Bila ya, sebutkan dua tanggal audit TI terakhir. Tgl ......................................................... Tgl ......................................................... c. Apakah dilakukan audit TI oleh auditor ekstern pihak penyedia jasa? Ya Tidak d. Bila ya, sebutkan dua tanggal audit TI terakhir. Tgl ......................................................... Tgl ......................................................... 18580 Lampiran29.2 -2 Lampiran RENCANA PERUBAHAN MENDASAR DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI*) Nama Bank Alamat Kantor Pusat Bank ..... No. Telp. ................................... Nama Pelapor Kantor/Divisi/Bagian Pelapor Alamat Pelapor..... No. Telp. ................................... Tanggal Laporan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ................................ Apakah terdapat rencana perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi? Pertanyaan Ya Dokumen Terlampir**) Tidak **) Keterangan 6. Konfigurasi / cara pengoperasian ***) 7. Sistem aplikasi core banking****) 8. Produk electronic banking transaksional baru 9. Penyelenggaraan TI oleh pihak lain 10. Perubahan Mendasar Lain Menurut Bank yaitu : a. .......................................................... *) Perubahan dalam penyelenggaraan TI dilaporkan 2 (dua) bulan sebelum rencana perubahan tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI dan SE. Penyelenggaraan TI oleh pihak lain di luar negeri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bank Indonesia. **) Cantumkan apakah dokumen pendukung yang harus disampaikan telah dilampirkan. Dokumen pendukung tersebut mengacu pada Lampiran 2.2.1 untuk produk electronic banking baru dan lampiran 2.2.2, 2.2.3, 2.2.4 atau 2.2.5 untuk penyelenggaraan TI oleh pihak ketiga, sedangkan untuk perubahan mendasar yang lainnya format bebas. ***) Yang dimaksud dengan perubahan terhadap konfigurasi antara lain topologi/arsitektur TI Bank, platform/operating system, server utama terkait dengan aplikasi core banking, baik yang diselenggarakan sendiri maupun menggunakan jasa pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. ****) Yang dimaksud dengan Aplikasi core banking adalah sistem aplikasi untuk memproses dan mengolah data terkait produk dan jasa utama Bank, yang jika tidak berfungsi akan mengganggu keberlangsungan usaha dan menimbulkan kerugian yang signifikan bagi Bank. 19581 Lampiran29.2.1 .2.1 Lampiran RENCANA PENERBITAN ELECTRONIC BANKING TRANSAKSIONAL*) 1. Sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk Electronic Banking. 2. Uraian singkat atau penjelasan mengenai produk e-banking yang akan diterbitkan. 3. Kebijakan dan prosedur yang menjelaskan kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi masing-masing produk Electronic Banking. 4. Lampirkan penjelasan mengenai sistem arsitektur Teknologi Informasi dari produk e-banking yang akan diterbitkan dan bentuk koneksi dengan core banking system. 5. Hasil analisis dan identifikasi risiko pada Bank terhadap risiko yang melekat pada produk electronic banking dan bentuk pengendalian pengamanan untuk mitigasi risiko tersebut antara lain untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), otentifikasi (authentication) dan ketersediaan (availability). 6. Jelaskan secara tersendiri aturan yang diterapkan bank mengenai: a. 2 faktor authentification yang akan digunakan; b. Encryption yang akan digunakan; c. Password (kriteria numeric alphanumeric, panjang password). 7. Uraian sistem informasi akuntansi yang akan diterapkan untuk produk yang akan diterbitkan. 8. Lampirkan hasil analisis dan identifikasi risiko produk e-banking antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi. 9. Lampirkan hasil pemeriksaan pihak independen yang memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem TI terkait produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan/atau praktek-praktek yang berlaku di dunia internasional (best practices). 10. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk pengawasan yang melekat (built in control) yang akan diterapkan atas produk e-banking yang akan diterbitkan. 11. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi penerbitan produk baru dalam 1 (satu) tahun kedepan *) Rencana penerbitan e-banking dilaporkan 2 (dua) bulan sebelum rencana perubahan tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 20582 Lampiran29.2.2 .2.2 Lampiran RENCANA PENYELENGGARAAN DATA CENTER DAN ATAU DISASTER RECOVERY CENTER OLEH PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI*) 1. Rencana lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Data center dan atau Disaster Recovery Center yang direncanakan. 2. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan due diligence yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan penyedia jasa untuk menyelenggarakan Data Center dan atau Disaster Recovery Center di dalam negeri. 3. Berkaitan dengan ringkasan due diligence pada nomor 2, sertakan hal-hal dibawah ini sebagai lampiran ringkasan tersebut: a. analisis Bank atas hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh pihak independen terhadap pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki oleh pihak penyedia jasa; b. analisis risiko Bank mengenai rencana menyerahkan penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center kepada pihak penyedia jasa antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi; c. analisis Bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara TI. 4. Bila sudah ada lampirkan konsep perjanjian antara bank dengan penyelenggara TI yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Bila konsep perjanjian belum ada lampirkan ringkasan proposal dari calon penyelenggara dan ringkasan analisis bank atas proposal tersebut. 5. Proposal pada nomor 4 mencakup ringkasan analisis risiko oleh pihak penyedia jasa penyelenggara TI atas penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center yang akan ditawarkan kepada bank. 6. Lampirkan ringkasan analisis biaya & manfaat penyelenggaraan TI oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan bank; b. analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication; *) Rencana bank menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan data center dan DRC di dalam negeri dilaporkan 2 (dua) bulan sebelum penyelenggaraan TI tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 21583 c. analisis kinerja, reputasi dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa. 7. Lampirkan gambar IT Architecture yang telah ada dan yang direncanakan setelah penyelenggaraan DC /DRC diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 8. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan bank atas penyelenggaraaan Data Center dan atau Disaster Recovery Center. 9. Lampirkan Surat Pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. 22584 Lampiran29.2.3 .2.3 Lampiran RENCANA PENYELENGGARAAN DATA CENTER DAN ATAU DISASTER RECOVERY CENTER OLEH PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI*) 1. Rencana lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Data center dan atau Disaster Recovery Center yang direncanakan. 2. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan due diligence yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan penyedia jasa untuk menyelenggarakan Data Center dan atau Disaster Recovery Center di luar negeri. 3. Berkaitan dengan ringkasan due diligence pada nomor 2, sertakan hal-hal dibawah ini sebagai lampiran ringkasan tersebut: a. analisis bank atas hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh pihak independen terhadap pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki oleh pihak penyedia jasa; b. analisis risiko Bank mengenai rencana menyerahkan penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center kepada pihak penyedia jasa antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi serta analisis country risk; c. analisis Bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara TI. 4. Lampirkan konsep perjanjian antar bank dengan penyelenggara Data Center dan atau Disaster Recovery Center di luar negeri yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 5. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh pihak penyedia jasa penyelenggara TI atas penyelenggaraan Data center dan atau Disaster Recovery Center yang akan ditawarkan kepada bank. 6. Lampirkan ringkasan analisis biaya & manfaat penyelenggaraan TI oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. manfaat bagi Bank melampaui biaya dibebankan oleh pihak penyedia jasa kepada Bank; b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan bank; c. analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication; *) Permohonan Bank untuk izin menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan data center dan DRC di luar negeri diajukan 4 (empat) bulan sebelum penyelenggaraan TI tersebut efektif dioperasikan untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dipersyaratkan pada PBI 23 585 d. analisis kinerja, reputasi dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa. 7. Lampirkan gambar IT Architecture sekarang dan yang direncanakan setelah penyelenggaraan DC /DRC diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 8. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan bank atas penyelenggaraaan Data Center dan atau Disaster Recovery Center yang direncanakan. 9. Lampirkan Surat Pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. 10. Bila Bank merupakan Kantor Cabang Bank Asing atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing, lampirkan: a. Surat Pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa pihak penyedia jasa merupakan cakupan pengawasannya; b. Surat Pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat bila Bank Indonesia hendak melakukan pemeriksaan penyelenggaraan pusat data (Data Center) dan atau Disaster Recovery Center tersebut; c. Surat Pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa. Surat Pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan; d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa. 11. Lampirkan rencana Bank mengenai: a. peningkatan kualitas pelayanan kepada nasabah; b. peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang berkaitan dengan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank. . 24586 Lampiran29.2.4 .2.4 Lampiran RENCANA PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI*) 1. Aktivitas dan produk yang penyelenggaraannya akan diserahkan kepada pihak penyedia jasa termasuk uraian atau penjelasan dan flow chart dari prosedur pelaksanaan (SOP). 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... c. pemrosesan transaksi............................................................ Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang direncanakan. 3. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan due dilligence yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan penyedia jasa untuk menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri. 4. Berkaitan dengan ringkasan due diligence pada nomor 3, sertakan hal-hal dibawah ini sebagai lampiran ringkasan tersebut: a. analisis bank atas hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh pihak independen terhadap sumber daya TI (termasuk pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan, sistim operasi dan prosedur, dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki) yang akan digunakan untuk memproses transaksi oleh pihak penyedia jasa; b. analisis risiko Bank atas rencana menyerahkan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada pihak penyedia jasa antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi; c. analisis Bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. 5. Bila sudah ada lampirkan konsep perjanjian antara bank dengan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri , bila belum ada lampirkan ringkasan proposal dari calon penyelenggara dan ringkasan analisis bank atas proposal tersebut. *) Rencana Bank untuk menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di dalam negeri dilaporkan 2 (dua) bulan sebelum penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI 25587 6. Proposal pada nomor 5 mencakup ringkasan analisis risiko oleh pihak penyedia jasa penyelenggara TI atas penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang akan ditawarkan kepada Bank. 7. Lampirkan ringkasan analisis biaya & manfaat penyelenggaraan TI oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan Bank. b. analisis Bank atas pengendalian pengamanan yang digunakan pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication. c. analisis kinerja, reputasi dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa. 8. Lampirkan gambar garis pelaporan dan informasi sekarang dan yang direncanakan setelah penyelenggaraan pemrosesan transaksi diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 9. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan Bank atas penyelenggaraaan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI yang direncanakan. 10. Lampirkan Surat Pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. . 26588 Lampiran Lampiran29.2.5 .2.5 RENCANA PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI*) 1. Aktivitas dan produk yang penyelenggaraannya akan diserahkan kepada pihak penyedia jasa termasuk uraian atau penjelasan dan flow chart dari prosedur pelaksanaan (SOP). 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... c. pemrosesan transaksi ................................................ Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis TI yang direncanakan. 3. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan due dilligence yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan penyedia jasa untuk menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI di Luar Negeri 4. Berkaitan dengan ringkasan due diligence pada nomor 3, sertakan hal-hal dibawah ini sebagai lampiran ringkasan tersebut: a. analisis Bank atas hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh pihak independen terhadap sumber daya TI (termasuk pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan, sistim operasi dan prosedur, dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki) yang akan digunakan untuk memproses transaksi oleh pihak penyedia jasa; b. analisis risiko Bank atas rencana menyerahkan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI kepada pihak penyedia jasa antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi serta analisis country risk; c. analisis Bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara TI. 5. Lampirkan konsep perjanjian antara bank dengan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis TI di luar negeri yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 6. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh pihak penyedia jasa penyelenggara TI atas penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI yang akan ditawarkan kepada Bank. *) Permohonan Bank untuk izin menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di luar negeri 4 (empat) bulan sebelum penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI 27589 7. Lampirkan ringkasan analisis biaya & manfaat penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. manfaat bagi Bank melampaui biaya dibebankan oleh pihak penyedia jasa kepada Bank; b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan bank. c. analisis Bank atas pengendalian pengamanan yang digunakan pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication. d. analisis kinerja, reputasi dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa. 8. Lampirkan gambar garis pelaporan dan informasi sekarang dan yang direncanakan setelah pemrosesan transaksi diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 9. Bila Bank merupakan Kantor Cabang Bank Asing atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing, lampirkan: a. Surat Pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa pihak penyedia jasa merupakan cakupan pengawasannya; b. Surat Pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat bila Bank Indonesia hendak memeriksa penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI tersebut; c. Surat Pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atau kantor induk bank atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa. Surat Pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan. d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa. 10. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan bank atas penyelenggaraaan Pemrosesan Transaksi Berbasis TI yang direncanakan. 11. Lampirkan rencana Bank mengenai: a. peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang berkaitan dengan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank; b. peningkatan kemampuan sumber daya manusia atas produk-produk yang ditawarkan Bank kepada nasabah; c. penerapan aspek perlindungan kepada nasabah atas produk yang pemrosesannya diserahkan kepada pihak penyedia jasa; d. peningkatan peran Bank bagi perkembangan perekonomian Indonesia melalui rencana bisnis. 12. Lampirkan Surat Pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. 28590 Lampiran2-3 Lampiran 29.3 REALISASI PERUBAHAN MENDASAR DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI*) Nama Bank Alamat Kantor Pusat Bank ..... No. Telp. ................................... Nama Pelapor Kantor/Divisi/Bagian Pelapor Alamat Pelapor..... No. Telp. ................................... Tanggal Laporan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ................................ Apakah terdapat realisasi perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi? Pertanyaan 1. Konfigurasi / cara pengoperasian***) 2. 3. Sistem aplikasi core banking****) Produk electronic banking transaksional baru Penyelenggaraan TI oleh pihak Lain Perubahan Mendasar Lain Menurut Bank yaitu : a. ......................................... b. ......................................... 4. 5. Ya Dokumen Terlampir**) Tidak Keterangan Perubahan dalam penyelenggaraan TI dilaporkan 1 (satu) bulan setelah rencana perubahan tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI dan SE. **) Cantumkan apakah dokumen pendukung yang harus disampaikan telah dilampirkan. Dokumen pendukung tersebut mengacu pada Lampiran 2.3.1 untuk produk electronic banking baru dan lampiran 2.3.2, 2.2.3, 2.2.4 atau 2.2.5 untuk penyelenggaraan TI oleh pihak ketiga sedangkan untuk yang lainnya format bebas. ***) Yang dimaksud dengan perubahan terhadap konfigurasi antara lain topologi/arsitektur TI Bank, platform/operating system, server utama terkait dengan aplikasi core banking, baik yang diselenggarakan sendiri maupun menggunakan jasa pihak penyedia jasa TI. ****) Yang dimaksud dengan Aplikasi core banking adalah sistem aplikasi untuk memproses dan mengolah data terkait produk dan jasa utama Bank, yang jika tidak berfungsi akan mengganggu keberlangsungan usaha dan menimbulkan kerugian yang signifikan bagi Bank. *) 29591 Lampiran29.3.1 .3.1 Lampiran REALISASI PENERBITAN ELECTRONIC BANKING TRANSAKSIONAL*) 1. Uraian singkat atau penjelasan mengenai produk e-banking yang baru diterbitkan. 2. Lampirkan penjelasan mengenai sistem arsitektur TI dari produk e-banking yang baru diterbitkan. dan bentuk koneksi dengan core banking system. 3. Lampirkan penjelasan mengenai bentuk pengendalian intern khususnya pengendalian keamanan (memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication). 4. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk pengawasan yang melekat (built in control) atas produk e-banking. 5. Lampirkan kebijakan dan prosedur yang menjelaskan kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi dari produk e-banking. 6. Uraian sistem informasi akuntansi. 7. Lampirkan hasil analisis dan identifikasi risiko produk e-banking identifikasi, pengukuran, monitoring dan mitigasi risiko dari produk e-banking yang baru diterbitkan antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi. 8. Lampirkan hasil post implementation review (PIR) atas penggunaan TI terkait produk e-banking yang baru diterbitkan, termasuk tapi tidak terbatas pada review mengenai: a. System berjalan dengan baik (system performance review). b. Komplain nasabah dan tindak lanjutnya. c. Kesesuaian dengan user requirement d. Problem yang terjadi dan solusi/eskalasi/penyelesaian yang dibuat e. Efektifitas pengamanan yang ditetapkan *) Realisasi penebitan produk e-banking dilaporkan 1 (satu) bulan setelah rencana perubahan tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI 30592 Lampiran29.3.2 .3.2 Lampiran REALISASI PENYELENGGARAAN DATA CENTER DAN ATAU DISASTER RECOVERY CENTER OLEH PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI *) 1. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center...................................................... 2. Lampirkan copy perjanjian antar bank dengan penyelenggara TI. 3. Lampirkan hasil post implementation review (PIR) atas penggunaan Data Center pihak penyedia jasa yang antara lain mencakup review mengenai: a. System berjalan dengan baik (system performance review) b. Kesesuaian dengan user requirement c. Problem yang terjadi dan solusi/eskalasi/penyelesaian yang dibuat d. Efektifitas pengamanan yang ditetapkan 4. Lampirkan hasil pengujian/testing atas penggunaan Disaster Recovery Center yang diselenggarakan pihak penyedia jasa tersebut. 5. Lampirkan Berita Acara pengalihan Data Center dan/atau Disaster Recovery Center. 6. Lampirkan gambar IT Architecture setelah penyelenggaraan DC /DRC diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 7. Uraian analisis risiko terkini penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center tersebut antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi. *) Laporan penggunaan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan data center dan DRC disampaikan Bank 1 (satu) bulan setelah penyelenggaraan TI tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 31593 Lampiran29.3.3 .3.3 Lampiran REALISASI PENYELENGGARAAN DATA CENTER DAN DISASTER RECOVERY CENTER OLEH PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI*) 1. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... 2. Lampirkan copy perjanjian antara bank dan penyelenggara Data Center dan atau Disaster Recovery Center. 3. Lampirkan hasil analisis terkini atas pengendalian pengamanan yang digunakan untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication dalam penyelenggaraan yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 4. Lampirkan hasil post implementation review (PIR) atas penggunaan Data Center pihak penyedia jasa yang antara lain mencakup review mengenai: a. system berjalan dengan baik (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. problem yang terjadi dan solusi/eskalasi/penyelesaian yang dibuat; d. efektifitas pengamanan yang ditetapkan. 5. Lampirkan hasil pengujian/testing atas penggunaan Disaster Recovery Center yang diselenggarakan pihak penyedia jasa tersebut. 6. Lampirkan Berita Acara pengalihan Data Center dan/atau Disaster Recovery Center. 7. Lampirkan gambar IT Architecture sekarang setelah penyelenggaraan DC /DRC diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 8. Uraian analisis risiko terkini Bank terhadap penyelenggaraan Data Center dan atau Disaster Recovery Center oleh pihak penyedia jasa di luar negeri tersebut antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi serta analisis country risk. *) Realisasi rencana Bank yang telah disetujui oleh Bank Indonesia untuk menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan data center dan DRC di luar negeri dilaporkan 1 bulan setelah penyelenggaraan TI tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 32594 Lampiran29.3.4 .3.4 Lampiran REALISASI PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI *) 1. Aktivitas dan produk yang penyelenggaraannya yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa termasuk uraian atau penjelasan dan flow chart dari prosedur pelaksanaan (SOP). 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)......................................................... b. Disaster Recovery Center........................................................ c. Pemrosesan transaksi............................................................. 3. Lampirkan copy perjanjian antara bank dan pihak penyedia jasa penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri. 4. Lampirkan hasil pengujian/testing atas penggunaan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri tersebut. 5. Lampirkan Berita Acara pengalihan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri. 6. Lampirkan hasil post implementation review (PIR) atas penggunaan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di dalam negeri yang antara lain mencakup review mengenai: a. system berjalan dengan baik (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. problem yang terjadi dan solusi/eskalasi/penyelesaian yang dibuat; d. efektifitas pengamanan yang ditetapkan. 7. Lampirkan gambar garis pelaporan dan informasi setelah pemrosesan transaksi diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 8. Lampirkan hasil analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication dalam penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa di luar negeri. 9. Lampirkan analisis risiko terkini oleh Bank terhadap penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa antara lain risiko operasional, hukum dan reputasi. *) Realisasi rencana Bank untuk menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di dalam negeri dilaporkan 1 (satu) bulan setelah penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 33595 Lampiran29.3.5 .3.5 Lampiran REALISASI PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI *) 1. Aktivitas dan produk yang penyelenggaraannya yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa termasuk uraian atau penjelasan dan flow chart dari prosedur pelaksanaan (SOP). 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (data center)......................................................... b. Disaster Recovery Center........................................................ c. Pemrosesan transaksi ..................... ..................................... 3. Lampirkan copy perjanjian antara bank dan pihak penyedia jasa penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di luar negeri. 4. Lampirkan hasil pengujian/testing atas penggunaan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar negeri tersebut. 5. Lampirkan Berita Acara pengalihan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar negeri. 6. Lampirkan hasil post implementation review (PIR) atas penggunaan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di luar negeri yang antara lain mencakup review mengenai: a. system berjalan dengan baik (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. problem yang terjadi dan solusi/eskalasi/penyelesaian yang dibuat; d. efektifitas pengamanan yang ditetapkan. 7. Lampirkan gambar garis pelaporan dan informasi sekarang setelah penyelenggaraan diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 8. Lampirkan hasil analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan untuk memastikan terpenuhinya confidentiality, integrity, availability dan authentication dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa di luar negeri. 9. Lampirkan Surat Pernyataan dari pihak penyedia jasa TI sebagai pihak terafiliasi tidak keberatan bila Bank Indonesia hendak memeriksa penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. *) Realisasi rencana Bank untuk menggunakan pihak penyedia jasa dalam menyelenggarakan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi di luar negeri dilaporkan 1 (satu) bulan setelah penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi tersebut efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada PBI. 34596 Lampiran29.4 -4 Lampiran LAPORAN TAHUNAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI*) Nama Bank Alamat Kantor Pusat Bank ..... No. Telp. ................................... Nama Pelapor Kantor/Divisi/Bagian Pelapor Alamat Pelapor..... No. Telp. ................................... Tanggal Laporan _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ................................ 1. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Manajemen pada Lampiran 2.1.1? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan kepada Bank IndonesiaI? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 2. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Aplikasi dan Pengembangan (Development & Acquisition) pada Lampiran 2.1.2? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... *) Laporan disampaikan secara berkala selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah akhir tahun pelaporan. **) Format Lampiran laporan ini mengacu pada lembar terkait pada Laporan Penggunaan Teknologi Informasi atau format bebas sesuai bentuk materi atau hal yang akan dilaporkan oleh bank. 35597 Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) Apakah terdapat perubahan yang signifikan pada aplikasi yang sudah operasional? Ada Tidak Ada Jika ada perubahan yang signifikan tersebut, lampirkan data nama aplikasi, keterangan perubahan yang dilakukan, tempat dan tanggal implementasi. 3. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Operasional TI pada Lampiran 2.1.3? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 4. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Jaringan Komunikasi pada Lampiran 2.1.4? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 5. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Pengamanan Informasi pada Lampiran 2.1.5? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 6. Terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Business Continuity Plan pada Lampiran 2.1.6 ? Ada Tidak Ada **) Format Lampiran laporan ini mengacu pada lembar terkait pada Laporan Penggunaan Teknologi Informasi atau format bebas sesuai bentuk materi atau hal yang akan dilaporkan oleh bank. 36598 Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat................................. Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 7. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan penggunaan komputer Mikro pada Pengguna pada Lampiran 2.1.7? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 8. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Electronic Banking pada Lampiran 2.1.8 ? Ada Tidak Ada a. Jenis Electronic Banking: 1) Electronic Banking Transaksional Apakah terdapat transaksional? produk Electronic Banking Ada baru yang bersifat Tidak Ada Apakah rencana dan realisasi penerbitan produk di atas sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum Apakah terdapat perubahan fitur produk Electronic Banking yang bersifat transaksional namun tidak merupakan produk baru? Ada Tidak Ada 2) Electronic Banking Non-Transaksional Apakah terdapat produk baru atau perubahan pada Electronic Banking yang bersifat non-transaksional? Ada Tidak Ada Apakah produk baru atau perubahan Electronic Banking yang bersifat nontransaksional namun meningkatkan risiko bank sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum 37599 b. Pelaporan untuk no.a.1 dan a.2. Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat.................................. Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 9. Terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan fungsi Audit intern TI pada Lampiran 2.1.9 ? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat...................... Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 10. Apakah terdapat perubahan terhadap hal-hal yang telah dilaporkan dalam Laporan Penyelenggaraan TI oleh Pihak Lain pada Lampiran 2.1.10? Ada Tidak Ada Bila ada, apakah perubahan tersebut sudah dilaporkan ke BI? Sudah Belum Bila sudah dilaporkan, sebutkan tanggal dan nomor surat................................. Bila belum dilaporkan, lampirkan data dan penjelasan mengenai perubahan tersebut.**) 38600 Lampiran 2-5 Lampiran 29.5 LAPORAN KEJADIAN KRITIS, PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU KEJAHATAN DALAM PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI (TI)*) Nama Bank Alamat Kantor Pusat Bank ..... No. Telp. ................................... Nama Pelapor Kantor/Divisi/Bagian Pelapor Alamat Pelapor..... No. Telp. ................................... Tanggal Laporan _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ................................ 1. Tanggal kejadian ..................................................................................... 2. Kronologis dan evaluasi penyebab kejadian 3. Terlampir Tidak Terlampir Ya Tidak Terdapat unsur kesengajaan 4. Satuan kerja terkait termasuk orang yang dapat dihubungi lebih lanjut ................................................................................................................ 5. Dampak/akibat yang ditimbulkan (berilah tanda ”X” pada kotak yang sesuai) a. b. Kerugian keuangan Ya Tidak Ya Tidak Gangguan operasional Jika jawaban ”Ya”, lampirkan bentuk gangguan operasional yang terjadi dan contingency plan yang telah diterapkan. c. Tidak terjaminnya kerahasiaan dan integritas data Ya Tidak Jika jawaban ”Ya”, lampirkan bentuk ancaman terhadap kerahasiaan dan integritas data. 6. Rencana tindak lanjut bank Terlampir Tidak Terlampir *) Kejadian kritis yang dimaksud adalah kejadian yang menambah eksposure risiko secara signifikan. Penyalahgunaan/kejahatan dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi adalah tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan dan atau mengganggu kelancaran operasional bank. 39601 Lampiran29.6 .6 Lampiran PERMOHONAN PERSETUJUAN ULANG PENYELENGGARAAN DATA CENTER DAN ATAU DISASTER RECOVERY CENTER OLEH PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI BAGI KANTOR CABANG BANK ASING*) 1. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat data (Data Center)........................................................ b. Disaster Recovery Center....................................................... Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Data Center dan atau Disaster Recovery Center. 2. Lampirkan perjanjian antar bank dengan penyelenggara Data Center dan atau Disaster Recovery Center di luar negeri yang telah disesuaikan dengan persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia. 3. Lampirkan gambar IT Architecture yang mencakup Data Center dan atau Disaster Recovery Center yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa. 4. Lampirkan Surat Pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Bank Indonesia untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. 5. Lampirkan : a. Surat Pernyataan dari otoritas pengawas setempat dalam hal pihak penyedia jasa TI merupakan cakupan pengawasan secara konsolidasi. b. Surat Pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat bila Bank Indonesia hendak melakukan pemeriksaan penyelenggaraan pusat data (Data Center) dan atau Disaster Recovery Center tersebut. c. Surat Pernyataan bahwa bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko pada pihak penyedia jasa. Surat Pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan. d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa. 6. Lampirkan rencana Bank mengenai: a. peningkatan kualitas pelayanan kepada nasabah; b. peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang berkaitan dengan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank. *) Bank yang sebelum dikeluarkannya ketentuan ini telah melaporkan kepada dan menerima surat tidak keberatan dari Bank Indonesia mengenai penyelenggaraan TI Bank yang diserahkan kepada pihak lain di luar negeri, wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang kepada Bank Indonesia. 40602 30 Lampiran 32 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Tahun 2012 Perihal : Prinsip Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain CONTOH PEKERJAAN POKOK DAN PENJELASANNYA No. 1. Nama/Sifat Pekerjaan Customer Service Deskripsi singkat Pekerjaan customer service dikategorikan sebagai pekerjaan pokok melalui pekerjaan karena tersebut terdapat interaksi awal antara Bank dengan nasabah atau konsumen perbankan untuk melakukan pembukaan rekening simpanan atau memperoleh informasi mengenai produk dan aktivitas tertentu Bank. Pekerjaan customer berkaitan erat service dengan juga penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko Bank melalui penerapan Know Your Customer (KYC) dan Anti Money Laundering, kepada pelaksanaan nasabah edukasi agar nasabah memiliki pemahaman yang memadai mengenai produk atau aktivitas Bank, pemeliharaan nasabah untuk menjamin kelangsungan usaha suatu Bank, dan perlindungan terhadap hak dan konsumen terkait kepentingan nasabah perbankan, dengan kerahasiaan dan khususnya data 600 603 Lampiran 30 32 Perihal : Prinsip Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain No. Nama/Sifat Pekerjaan Deskripsi singkat nasabah. Dengan demikian, apabila pekerjaan tersebut tidak ada, kegiatan Bank akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. 2. Teller Pekerjaan teller pekerjaan dikategorikan sebagai pokok karena tersebut merupakan nasabah dan untuk pekerjaan ‘gerbang’ konsumen melakukan bagi perbankan penerimaan simpanan, pencairan cek dan bilyet, pengiriman uang, dan jasa pelayanan perbankan lainnya. Apabila pekerjaan tersebut tidak ada, kegiatan Bank khususnya yang transaksi terkait dengan tunai maupun keuangan non tunai akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. 3. Pemasaran Pekerjaan pemasaran pekerjaan pokok merupakan apabila tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan tersebut juga mencakup analisis, judgement, dan rekomendasi untuk pengambilan keputusan terkait kegiatan pemasaran yang dilakukan. Pekerjaan pemasaran atas produk- 601 604 Lampiran 32 30 Perihal : Prinsip Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain No. Nama/Sifat Pekerjaan Deskripsi singkat produk tertentu Bank wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur secara spesifik produk contoh, tersebut. pemasaran Sebagai structured products wajib tunjuk pada ketentuan Bank Indonesia mengenai structured products, di mana Bank Indonesia mengatur structured bahwa products pemasaran wajib dilakukan terkait dengan oleh pegawai tetap Bank. 4. Perencanaan dan Pekerjaan yang Pengembangan Tekonologi perencanaan dan Informasi (TI) dikategorikan pokok pengembangan TI sebagai sehingga tidak dialihdayakan. pengembangan dapat Pengertian perencanaan dan adalah pekerjaan pengembangan TI perencanaan TI yang dan bersifat stratejik (strategic IT planning and development atau IT blue print) yang memberikan rumusan mengenai arah pengembangan TI Bank ke depan. 602 605 Lampiran Lampiran33 31 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP Tahun 2012 Perihal : Prinsip Kehati-Hatian bagi Ba