1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia (Prasetyo dan Suridikarta, 2006). Oleh karena itu, pengelolaan kesuburan tanah masam seperti Ultisol perlu mendapat perhatian. Secara umum tanah utisol mempunyai kendala untuk pengembangan usahatani, hal tersebut dikarenakan miskin kandungan bahan organik, sehingga untuk meningkatkan kesuburan tanah dibutuhkan pemupukan pupuk organik dan tanah bersifat asam, dengan kejenuhan Al tinggi, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara normal. Untuk mengurangi keasaman tanah dapat dilakukan dengan pengapuran atau dengan pemupukan phospat (unsur P). Tanah ini juga miskin kandungan hara lainnya terutama P dan kation-kation dapat tertukar lainnya, seperti Ca, Mg, Na dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, dan peka terhadap erosi (Sudaryono, 2009). Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam budidaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk kedalam tanah bertujuan untuk menambah atau mempertahankan kesuburan tanah, kesuburan tanah dinilai berdasarkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, baik hara makro maupun hara mikro secara berkecukupan dan berimbang. Pemberian pupuk ke dalam tanah akan menambah satu atau lebih unsur hara tanah dan ini akan mengubah keseimbangan hara lainnya (Silalahi, dkk., 2006). 2 Permasalahan utama yang dihadapi pada Ultisol jika dijadikan lahan pertanian adalah keracunan aluminium (Al) dan besi (Fe) serta kekurangan hara terutama fosfor (P). Unsur Al dan Fe yang banyak larut pada tanah masam akan mudah mengikat P, sehingga penambahan pupuk P kurang bermanfaat bagi tanaman dan efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penambahan bahan organik (Tan,2010). Penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain menambah bahan organik tanah juga memberikan konstribusi terhadap ketersedian hara N, P, dan K, serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik. Bahan organik dari jenis kotoran hewan (Pupuk Kandang) secara ekonomis murah, mudah diperoleh dan tanpa pendekatan teknologi yang tinggi sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani (Rachman., dkk, 2008). Salah satu pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupuk kandang merupakan produk buangan dari binatang peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Kualitas pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman. Pupuk kandang ayam secara umum mempunyai kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi hara seperti N, P, K dan Ca dibandingkan pupuk kandang sapi dan kambing (Widowati, 2004). Tithonia diversifolia dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun kompos karena hara N, P, K yang terkandung dalam tanaman setara dengan kandungan hara pupuk kandang. Pemanfatannya dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5, dan K2O5 total pada tanah dan 3 meningkatkan hasil pada beberapa komoditas hortikultura dan tanaman pangan yaitu jagung, tomat, selada, dan caisim (Purwani, 2012). Kulit durian memiliki kandungan unsur-unsur hara yang tersedia bagi tanaman, seperti N, P, K, Mg dan unsur lainnya. Penggunaan kompos kulit durian telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti Hutagaol (2003) yang melakukan percobaan pemberian kompos kulit durian pada 3 taraf (0 g, 3,75 g, dan 7,5 g) dan kapur dolomit. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan kompos kulit durian dan dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah, P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK), dan Al-dd tanah. Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik. Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Keunggulan pupuk anorganik ialah mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pemupukan P merupakan hal yang umum dilakukan pada budidaya pertanian pada Tanah Andisol dan Ultisol agar tanaman memperoleh P dalam 4 jumlah optimal dengan harapan produktivitas tanaman yang tinggi dapat dicapai. Permasalahan utama dalam pemupukan P adalah unsur hara P yang berasal dari pupuk P akan mengalami berbagai reaksi seperti fiksasi dan retensi. Reaksi – reaksi tersebut akan menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman sehingga efisiensi pemupukan menjadi rendah. Semakin besar P yang dapat diserap oleh tanaman, maka efisiensi pemupukan akan semakin tinggi (Tambunan., dkk, 2014). Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efisiensi pemupukan SP -36 dan bahan organik (thitonia dan pupuk kandang ayam) terhadap p-tersedia dan serapan-p pada tanah ultisol. Hipotesis Penelitian 1. Pemberian pupuk SP -36 pada tanah ultisol dapat meningkatkan P- tersedia tanah dan serapan-P 2. Pemberian bahan organik (thitonia dan pupuk kandang ayam) pada tanah ultisol dapat meningkatkan P-tersedia tanah dan serapan-P 3. Interaksi pupuk SP-36 dan bahan organik pada tanah ultisol berpengaruh terhadap P-tersedia tanah dan serapan-P Kegunaan Penelitian 1. sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan dalam perbaikan tanah Ultisol. 5 2. Sebagai sala satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, medan