EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN ETIKA KEDOKTERAN Oleh : Syamsul Hadi, SH., M.H.* Abstract Euthanasia is a dead issue requests from patients suffering from a disease that can not be addressed again. To date, whether or not euthanasia should be done is still a debate. Because, euthanasia is not only a moral issue but only for legal, religious, ethical, and human rights. Euthanasia is generally divided into two kinds, namely active euthanasia and passive euthanasia. Active euthanasia is prohibited whether it be setting the criminal law and codes of medical ethics (because there is an element of killing), whereas passive euthanasia is possible to do. Keywords: euthanasia, right to life, criminal law, and the code of medical ethics. pelaku yang menimbulkan gangguan A. Latar Belakang Dalam tersebut.1 kebutuhan Sejak dari permulaan manusia kadang-kadang memang selalu dihadapkan berbagai dihadapkan pada kebutuhan hidup yang tantangan dan rintangan sebagai masalah mendesak dalam sehari-hari, statusnya. memenuhi manusia untuk mempertahankan Kebutuhan Manusia harus ini berusaha untuk menjawab tantangan dan seringkali harus dapat dipenuhi dengan menyelesaikan masalah-masalah yang segara, sehingga tanpa pemikiran yang dihadapinya matang orang tersebut telah melakukan kelangsungan hidupnya. Usaha untuk perbuatan menanggulangi yang semacam hidupnya. dapat merugikan demi dan mempertahankan menyelesaikan lingkungan maupun manusia lainnya. masalah-masalah serta pengembangan Akibat dari perbuatan tersebut suasana potensi-potensi kehidupan menjadi tidak nyaman dan melahirkan suatu peradaban. Tantangan- masyarakat menjadi terganggu, yang hal tantangan dan masalah-masalah yang ini harus dipertanggungjawabkan oleh dihadapi manusia itu tidak akan pernah manusia tersebut berakhir, bahkan semakin meningkat. 1 * Dosen dan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hlm 1. Oleh karena itu, peradaban senantiasa akan pernah berhenti. Oleh karena itu, mengalami yang perkembangan perkembangan mengikuti tantangan-tantangan harus diperhatikan implikasi-implikasi 2 tadi. (dampak adalah negatif) dari perkembangan ilmu pengetahuan Usaha untuk menjawab suatu tantangan dan menyelesaikan dan teknologi itu sendiri, yang tidak jarang sulit untuk mengantisipasinya.3 suatu permasalahan hidup yang dilakukan Di antara sekian banyak manusia itu, telah melahirkan suatu penemuan-penemuan teknologi tersebut, perkembangan dalam ilmu pengetahuan tidak kalah pesatnya perkembangan dan teknologi. Sehingga, dengan adanya teknologi di bidang medis. Melalui ilmu ilmu pengetahuan dan teknologi yang pengetahuan dan teknologi yang sangat semakin maju (modern) akan lebih maju di bidang kedokteran ini, diagnosa mudah untuk mengatasi tantangan dan terhadap suatu penyakit dapat lebih masalah-masalah yang dihadapi, serta sempurna untuk dilakukan. Pengobatan kebutuhan hidup pun relatif akan cepat penyakit pun dapat berlangsung secara terpenuhi. lebih Dengan munculnya efektif. Dengan peralatan tantangan kedokteran yang modern, rasa sakit dan rintangan baru, manusia semakin seseorang yang menderita suatu penyakit terdorong dan kreatif untuk menciptakan dapat diperingan. Hidup seorang pasien (mengembangkan) pengetahuan pun dapat diperpanjang untuk jangka dan teknologi yang semakin up to date waktu tertentu, yaitu dengan memasang dan canggih. Namun demikian, ilmu sebuah respirator. Bahkan, perhitungan pengetahuan dan teknologi juga tetap saat kematian seseorang yang menderita melahirkan penyakit tertentu, dapat dilakukan secara ilmu tantangan baru yang lebih akurat.4 membutuhkan suatu jawaban. Dapat dikatakan antara tantangan (baru) Selain untuk memperpanjang dengan perkembangan ilmu pengetahuan kehidupan pasien, perlengkapan medis dan teknologi terus berpacu dalam pun dapat digunakan untuk mempercepat “hubungan sebab akibat” yang tidak 3 2 Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Media Presindo, Bandug, 2001, hlm 1. ibid., hlm 2. Djoko Prakoso, Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm 10. 4 kematian pasien, yaitu dengan cara Sedangkan bagi memberikan obat secara berlebihan atau bertempat tinggal racun yang sangat mematikan. Dengan perlengkapan medisnya lebih memadai adanya berbagai macam pengobatan dari pada di desa, isu euthanasia malah alternatif di bidang medis ini, pasien pun menjadi bahan perdebatan. dapat memilih pengobatan seperti apa masyarakat Permasalahan di yang kota yang euthanasia ini yang baik untuk dirinya. Dalam hal ini, memang sampai sekarang masih menjadi tidak menutup kemungkinan pasien suatu perdebatan yang sulit diselesaikan tersebut meminta kepada dokternya dalam waktu singkat. Para etikawan pun untuk mempercepat kematian pasien itu tidak seragam dalam menyikapi soal sendiri. mati euthanasia ini (pro dan kontra). Yang tersebut dikarenakan tidak adanya obat pro salah satu alasannya yang paling yang atau kerap dikemukakan adalah bahwa pasien mengurangi suatu penyakit yang diderita memiliki hak untuk mati. Menurut oleh pasien. Hal ini dikenal dengan mereka, jika pasien sudah sampai akhir istilah euthanasia. hidupnya, ia berhak meminta mati agar Adanya dapat permintaan mengantisipasi Euthanasia masyarakat penderitaannya segera diakhiri. Sebab awam termasuk suatu permasalahan beberapa hari yang tersisa dari hidup si yang pasien masih bagi asing. Kebanyakan pasti penuh penderitaan. masyarakat awam belum tahu apa itu Euthanasia hanya sekedar mempercepat euthanasia, sampai kematiannya, sehingga memungkinkan mengetahui bagaimana hukumnya kalau pasien mengalami “kematian yang baik” euthanasia tanpa penderitaan yang tidak perlu. apalagi untuk tersebut dilakukan. Permasalahan euthanasia masih sangat Sedangkan asing untuk didengar masyarakat yang mengemukakan salah satu alasan, bahwa bertempat euthanasia tinggal di desa yang ini bisa yang kontra disalahgunakan. perlengkapan medisnya masih sangat Kalau terbatas. Dengan ketidaktahuan tentang larangan membunuh, bisa-bisa cara ini permasalahan digunakan juga terhadap orang-orang tersebut, bagaimana masyarakat di desa dapat mengetahui hukumnya jika euthanasia itu dilakukan. ada mereka pengecualian terhadap cacat, lanjut usia, atau orang yang (hak Allah), bukan hak manusia “haqqul dianggap tidak berguna lagi.5 adam”. Euthanasia ini merupakan situasi memang yang sering menjadi masalah bagi para dirinya, dokter, perawat, pasien. Euthanasia dilema yang seseorang lahiriyah tampak tetapi jelas seseorang menguasai sebenarnya manusia maupun keluarga bukanlah pemilik penuh atas dirinya sering menjadi tersebut. Sebab manusia hanya tunduk mendorong pada aturan-aturan tertentu yang di cenderung mencari sepragmatis Secara jalan percayainya sebagai aturan Allah.8 pintas mungkin untuk Berdasarkan atas, mencekam. permasalahan euthanasia ini berdasarkan adalah membantu tugas dokter mempertahankan kehidupan setiap insan memerlukan pertolongan. peraturan-peraturan yang mengetahui ingin di membebaskan diri dari keadaan yang Sementara penulis uraian-uraian mengkaji yang ada untuk suatu kebenaran dan Meskipun kepastian hukum tentang euthanasia dari alasan melakukan euthanasia tersebut sudut pandang hukum pidana dan etika demi belas kasihan, tetap akan terancam kedokteran. oleh pasal 344 KUHPidana dengan B. Rumusan Masalah ancaman penjara selama-lamanya dua Berdasarkan berbagai uraian di belas tahun.6 Dengan demikian, konsep atas, masalah yang akan diteliti adalah kematian dalam dunia kedokteran masa sebagai berikut: kini dihadapkan pada kontradiksi antara 1. Bagaimana pengaturan euthanasia etika, moral dan hukum.7 dalam hukum pidana ? Selain permasalahan di atas, 2. Bagaimana tindakan seorang dokter euthanasia juga mendapat tanggapan dari pakar-pakar keagamaan. dalam Kematian menangani permasalahan euthanasia jika dilihat dari etika seseorang jika dipandang dari sisi agama keprofesiannya? Islam adalah merupakan “haqqullah” 5 “Euthanasia”,http://www.sahabatsurgawi.net/bina% 20iman/euthanasia.html. 24 Maret 2007. 6 Petrus Yoyo Karyadi, Op.Cit. hlm 12. 7 Chrisdiono M. Achadiat, “Euthanasia yang (semakin)Kontraversial”,http://www.tempo.co.id/me dika/arsip/012002/top-1.htm. 11 Maret 2007. 8 Masdar F. Mas’udi, “Euthanasia adalah Refleksi KegagalanJaminanKesehatan”,http://islamlib.com/id/ index.php?page=article&id=772. 11 Maret 2007. menghentikan C. Pembahasan medis I. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana Pengaturan euthanasia terdapat XIX tentang kejahatan Dalam Pasal 344 KUHPidana kalau dicermati ada beberapa “Barangsiapa menghilangkan unsur yang terkandung di nyawa orang atas permintaan sungguh-sungguh orang dalamnya yaitu: itu - perbuatan: menghilangkan sendiri, dipidana dengan pidana selama-lamanya nyawa dua - objek: nyawa orang lain belas tahun.” - atas permintaan orang itu secara umum sendiri dibedakan menjadi dua macam, - yang yaitu: - dinyatakan Unsur-unsur di atas harus Yang dimaksud euthanasia aktif suatu langsung tindakan dari dokter dapat secara keluarga untuk itu mempercepat penderitaan untuk merupakan tindakan euthanasia. Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut harus kematian pasien, agar terlepas dari dipenuhi menyatakan suatu perbuatan atas persetujuan pasien atau pihak dapat dibuktikan guna untuk yang memastikan berkepanjang. - jelas dengan sungguh-sungguh.9 Euthanasia aktif yaitu tidak a) Euthanasia Aktif yang berbunyi: Euthanasia dianggap pasien. terhadap nyawa orang, Pasal 344 penjara upaya memberikan perubahan terhadap dalam KUHPidana buku ke-dua Bab yang segala perbuatan itu memang merupakan tindakan Euthanasia pasif euthanasia. Yang dimaksud euthanasia pasif yaitu suatu tindakan secara tidak langsung persetujuan pihak dari dari dokter atas pasien atau keluarga untuk 9 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 102. Seperti yang sudah diuraikan - Sudah ada pengaturannya sebelumnya permintaan adalah terlebih dahulu berupa - adanya perbuatan pernyataan kehendak yang - perbuatan ditujukan pada orang lain, memang agar orang lain itu melakukan hukum perbuatan bagi - adanya kesalahan, dan orang yang - dapat meminta. Adapun bagi orang diminta, memutuskan Dalam perbuatan untuk menghilangkan nyawa (orang kehendaknya, lain) terdapat tiga syarat yang apakah permintaan korban harus dipenuhi yaitu: yang jelas dan dinyatakan - adanya wujud perbuatan dengan sungguh-sungguh itu - adanya suatu kematian akan dipenuhi atau tidak. Apabila 10 - adanya hubungan sebab seorang dan akibat (causal dokter menyetujui apa yang verband) antara perbuatan diminta dan akibat kematian.11 oleh (permintaan pasiennya mati) secara Selain langsung maka, dokter dapat juga dikenakan ketentuan Pasal KUHPidana. 344 Tindakan dibuktikan sebelumnya dan berbunyi: pun dokter melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia, sesuai dengan itu itu, sudah tersebut tentunya sudah dapat perbuatan Pasal “Seorang sudah 10, yang dokter harus terjadi serta tindakan dokter senantiasa mengingat akan tersebut kewajiban telah syarat-syarat memenuhi melindungi hidup makhluk insani.” pemidanaan seperti: Ibid., hlm103. dipertanggung jawabkan terdapat kebebasan 10 melanggar tertentu kepentingan yang tersebut 11 Ibid., hlm 57. Jadi, diakhiri.12 jelas berdasarkan uraian di atas keluarga euthanasia aktif dilarang di dokter Indonesia. Maka, terhadap euthanasia pelaku keluarga (dokter) dapat Jika tetap untuk pihak mendesak melakukan maka pihak dapat dituntut dimintai pertanggungjawaban berdasarkan uitlokking Pasal pidana dan dapat dituntut 55 KUHPidana.13 Uitlokking sesuai 344 merupakan bahasa Belanda hukuman yang sama artinya dengan penjara selama-lamanya dua flaterry dalam bahasa Inggris belas tahun. yang dengan KUHP Pasal dengan Permasalahaneuthan asia di atas berarti bujukan.14 Adapun bunyi dari Pasal 55 merupakan KUHPidana, yaitu: semata-mata permintaan dari Dihukum seperti pelaku dari pasien kepada dokter. Jadi, suatu perbuatan yang dapat dihukum: bagaimana jika pasien - Orang yang melakukan, tersebut dalam keadaan tidak yang sadarkan diri (koma), apakah melakukan atau yang turut pihak melakukan perbuatan itu. mewakili keluarga dapat pasien tersebut menyuruh - Orang yang memberikan dalam mengambil keputusan? upah, Berdasarkan aksioma perjanjian, salah memakai kekuasaan atau bahwa “naluri terkuat dari martabat, setiap mahluk hidup selalu paksaan, ingin tipu mempertahankan memakai ancaman karena atau memberi hidupnya”, maka walaupun kesempatan, ikhtiat atau pasien dalam keadaan koma, keterangan, tetap pasien diasumsikan tersebut menginginkan dengan bahwa tidak hidupnya 12 Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Media Pressindo, Jakarta, 2001, hlm 59. 13 Ibid hlm 60. 14 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Jakarta, 1977. sengaja menghasut supaya dalam perbuatan itu dilakukan. KUHPidana. Mengenai perbuatanperbuatan itu menyangkut perbuatan hanyalah Jika bahwa diasumsikan keluarga perbuatan- mendesak disengaja melakukan yang 55 pasien dokter untuk euthanasia telah digerakkannya untuk tersebut telah disertai dengan dilakukan oleh orang lain, keterangan-keterangan. beserta akibat-akibatnya. Misalnya keterangan keadaan Untuk pasien adanya uitlokking, yang harus memenuhi dua syarat:15 sembuh - Bahwa ekonomis, telah perbuatan digerakkan yang tidak dapat kembali, atau alasan merasa untuk kasihan melihat penderitaan dilakukan oleh orang lain pasien yang berkepanjangan. itu Maka harus menghasilkan dengan suatu voltooid delict atau pemberian suatu delik yang selesai, tersebut, atau menghasilkan suatu dapat strafbaar suatu keterangan keluarga pasien dianggap telah atau melakukan uitlokking kepada percobaan yang dokter untuk menghilangkan nyawa orang lain (pasien). - Bahwa tindak pidana yang telah segala poging dapat dihukum. dilakukan oleh Di samping itu, dokter sendiri dalam keadaan seseorang itu disebabkan toerekeningsvatbaar. karena berdasarkan uraian di atas tergerak 15 Pasal orang oleh tersebut Jadi, suatu bahwa terhadap uitlokking yang dilakukan pasien yang oleh orang lain dengan dapat dituntut berdasarkan menggunakan salah satu Pasal 55 KUHPidana. Kedua cara yang telah disebutkan syarat Petrus Yoyo Karyadi, Op. Cit., hlm 61. keluarga bersangkutan untuk adanya uitlokking tersebut di atas “Barangsiapa telah terpenuhi juga.16 mendorong orang lain untuk Sedangkan dokter sendiri dapat (pelaku) bunuh diri, sengaja menolongnya dalam perbuatan itu atau dituntut berdasarkan Pasal memberikan 338 KUHPidana, karena telah kepadanya untuk itu, diancam menghilangkan nyawa orang dengan pidana penjara paling lain (pasien). Dalam hal ini lama berarti orang tersebut jadi bunuh tidak ada unsur perencanaan terlebih dahulu pada diri dokter dokter, melakukan euthanasia itu tahun kalau diri.” karena sendiri empat sarana Seorang dokter dalam dalam melakukan tindakan tindakan pembunuhan terhadap pasien, atas dasar jika tanpa adanya unsur desakan dari keluarga pasien. permintaan dari pasien atau Jadi, keluarga pasien dapat keluarganya, dipenjara pembunuhan tersebut adalah lima selama-lamanya belas seperti tahun, pelakunya maka sama pembunuhan biasa. Dokter sendiri atau pelaku dapat dikenakan (dokter).17 Pasal 338 KUHPidana yang Apabila dalam berbunyi: melakukan euthanasia justru “Barangsiapa seorang yang nyawa orang lain, diancam atau karena pembunuhan dengan memberi dorongan kepada pidana penjara paling lama pasien lima belas tahun.” dokter mempunyai atau inisiatif keluarganya, maka dokter tersebut dapat dikenakan Pasal 345 KUHPidana yang berbunyi: Dan merampas jika pembunuhan tersebut juga diawali adanya perencanaan terlebih dahulu oleh pelaku 16 17 Ibid. Ibid. hlm 62. maka ia pun dapat dikenakan Pasal 340 KUHPidana yang merupakan permintaan dari berbunyi: pasien sendiri. “Barangsiapa sengaja dengan berencana dahulu dan terlebih merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana dengan dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama Euthanasia pasif merupakan pemberhentian upaya Menurut Petrus Yoyo Karyadi dalam hal pembunuhan ini, Pasal 388 di atas merupakan landasan hukum yang jelas untuk euthanasia aktif tanpa sikap dari pasien dan Pasal 338 yang dibarengi aktif tanpa Dari beberapa urain di atas jelas bahwa euthanasia aktif dilarang di Indonesia, itu perbuatan menghilangkan ada dianggap tidak membantu dapat meringankan penderitaan pasien. Untuk kepastian hukum serta mempermudah dalam mengkaji euthanasia pasif ini, maka euthanasia pasif ini dibedakan terlebih dahulu ke dalam tiga pasif atas kelompok: 1. Euthanasia permintaan pasien Euthanasia pasif atas permintaan pasien ini, berkaitan erat dengan permintaan dari pasien. karena yang karena upaya-upaya tersebut dengan Pasal 340 merupakan euthanasia medis seluruh mendapatkan dua puluh tahun.” KUHPidana b) Euthanasia Pasif merupakan yang nyawa manusia meskipun mati itu hak-hak pasien seperti terdapat dalam Undang-undang Nomor yang 29 Tahun 2004 Pasal 52 yang berbunyi: Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran, mempunyai peduli hak: - Mendapatkan Dalam secara dokter tentang kompeten tindakan medis melakukan lagi untuk pengobatan terhadap dimaksud dalam pasal Walaupun pasien yang 45 ayat 3. bersangkutan Meminta pendapat atau pasiennya. segera meninggal dunia setelah dokter dilakukan euthanasia gigi. pasif, dokter tetap bebas Mendapatkan dari sesuai dengan kebutuhan permintaan pasien isi Euthanasia Apabila pasien meminta dokter untuk dokter sendirilah euthanasia pasif, tanpa atas melakukan pengobatan. Biasanya dokter dalam menjalankan melakukan haknya, yaitu hak untuk euthanasia pasif terdorong menghentikan karena anggapan dokter bahwa Dengan pasien yang berinisiatif untuk berbuat melakukan pasif pasif tanpa permintaan, berarti dirinya, maka berarti ia demikian, pada 18 2. Euthanasia pasif tanpa rekam medis. pengobatan. terdapat tindakan Mendapatkan telah tidak strafbaarfeit medis, dan euthanasia hukum, dirinya. Menolak telah tuntutan karena medis. - ini, sebagaimana pelayanan - hal tidak lengkap dokter - resiko kematiannya. penjelasan - dengan tindakan yang bersangkutan sudah tidak 18 Ibid., hlm 67. medik yang akan dilakukan terhadap terhadap pasiennya sudah tidak ada diancam dengan pidana gunanya lagi. penjara …” Apabila dapat dokter membuktikan Pasal 306 (2) bahwa tindakan medik “Apabila yang akan dilakukan itu perbuatan sudah tidak ada gunanya menyebabkan orang itu lagi, maka dokter bebas meninggal, dari dihukum tuntutan hukum. salah satu tersebut maka ia dengan Sebaliknya apabila dokter hukuman penjara selama- tidak dapat membuktikan lamanya bahwa tindakan medik tahun.” Sembilan Selain Pasal di sudah tidak ada gunanya atas, Pasal 531 KUHP lagi, maka dokter dapat juga dijerat dengan Pasal 304 perbutan dokter tersebut. jo 306 (2) KUHP.19 Pasal 531 menyatakan: Pasal 304 menyatakan: “Barangsiapa “Barangsiapa menyaksikan bahwa ada sengaja dengan menempatkan atau membiarkan dapat orang ketika sedang menghadapi maut, tidak memberi sengsara, yang padahal menjerat yang seseorang dalam keadaan pertolongan dapat diberikan menurut hukum yang padanya tanpa selayaknya berlaku baginya atau menimbulkan bahaya karena persetujuan, dia bagi dirinya atau orang wajib lain, kehidupan, atau Ibid., hlm 67-68. itu, menyatakan: yang akan dilakukannya 19 orang memberikan perawatan pemeliharaan diancam kemudian orang meninggal dunia …” jika itu 3. Euthanasia pasif tanpa keduanya sikap pasien tidak ada perbedaan yang prinsipil Seperti yang pula. sudah dikatakan di atas, bahwa euthanasia pasif yang dilakukan dokter, biasanya berdasarkan pertimbangan bahwa pengobatan sudah tidak ada gunanya. “tanpa Adapun sikap” pasien adalah apabila keadaan pasien sudah dalam tak sadarkan diri (koma). Hal itu berarti tanpa diketahui apa kehendak pasien yang sebenarnya. Tanpa sikap ini dapat juga berarti bahwa pasien masih dalam keadaan sadar. Akan tetapi, ia sendiri tidak dapat menentukan prinsipnya pengertian “tanpa permintaan” dengan “tanpa sikap” pasien hampir sama. Dengan demikian, akibat hukum yang ditimbulkan antara 20 Ibid., hlm 70. Etik Kedokteran yaitu: a. Euthanasia aktif merupakan suatu tindakan yang dilarang sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 10 yang berbunyi: “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan melindungi hidup kewajiban makhluk insani.” b. Euthanasia pasif dibolehkan jika dapat dibuktikan dengan tepat dan akurat berbagai ketentuan yang ada. Sebagai contoh seperti: penyakit tersebut memang tidak dapat disembuhkan lagi (upaya medis tidak ada gunannya lagi sikapnya.20 Pada II. Euthanasia dilihat dalam Kode jika pengobatan itu diteruskan). D. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penulis yaitu perlunya merumuskan kembali Pasal 344 KUHPidana, karena Pasal 344 KUHPidana masih terdapat kekurangan yang perlu diatur lebih lanjut. Di Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam antaranya adalah sebagai berikut: Perspektif Hak Asasi Manusia, 1. Dalam Pasal 344 KUHPidana hanya Media Presindo, Bandug, 2001. berlaku untuk euthanasia aktif saja. 2. Tidak ada penjelasan siapa saja subyek hukum yang terdapat dalam Pasal 344 KUHPidana. Apabila Pasal 344 KUHPidana tetap dipakai maka dapat dimungkinkan akan menimbulkan menerapkannya kesulitan dan dalam mengadakan tuntutan berdasarkan ketentuan tersebut. Oleh karena itu, hal ini perlu diperhatikan lagi untuk kepentingan bagi semua pihak agar terjamin kepastian hukum. Daftar Pustaka Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006. Djoko Prakoso, Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984. Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Jakarta.